1. Makalah Sorgum
TEKNOLOGILEGUM DAN SEREALIA
Disusun Oleh :
Syarifah Habibah Soraya Assegaf
Pembimbing :
Erfanur Adhlani, S.Si,.MP
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh penduduk
dunia, termasuk di Indonesia. Menurut International Diabetes Federation, angka
penderita diabetes dunia saat ini sekitar 194 juta orang, jumlah ini diperkirakan akan
meningkat menjadi 500 juta orang pada tahun 2025. Saat ini, tercatat 8.4 juta
penduduk Indonesia menderita penyakit diabetes. Jumlah ini diperkirakan akan terus
meningkat menjadi 21.3 juta pada tahun 2030.
Penyakit diabetes disebabkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah
(hiperglikemik) karena obesitas, konsumsi gula yang tinggi dan minimnya aktifitas
fisik. Selain disebabkan oleh gaya hidup seseorang, diabetes juga dipengaruhi oleh
faktor genetika. Derajat kesehatan penderita diabetes sangat bergantung pada
kontrol glisemik di dalam tubuhnya yang dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi
Penderita diabetes membutuhkan makanan dengan kadar glukosa yang rendah
atau berindeks glisemik rendah. Berdasarkan nilai indeks glisemiknya bahan pangan
2. dibagi menjadi tiga, bahan pangan berideks glisemik rendah (<55), bahan pangan
berindeks glisemik sedang (55-69), dan bahan pangan berindeks glisemik tinggi
(>70) (foster-power 2002). Harga makanan bagi penderita diabetes cenderung
mahal, sehingga penderita diabetes kadang mengabaikan kadar gula dari makanan
yang dikonsumsinya. Untuk itu, dibutuhkan suatu inovasi terhadap bahan pangan
agar diperoleh produk makanan yang praktis, murah dan memiliki sifat fungsional
bagi penderita diabetes. Salah satu jenis bahan pangan tersebut adalah sorgum.
Sorgum merupakan salah satu jenis serealia yang termasuk dalam family
gramineae dan sub famili panicoideae (Mudjsihono dan Suprapto, 1987). Di
Indonesia, sorgum kurang populer dan pemanfaatannya masih belum optimal
padahal sorgum memiliki berbagai keunggulan seperti katahanannya yang tinggi
pada kondisi kering (Mudjsihono dan Suprapto, 1987), umur tanam yang pendek (1
00- I I0 hari), daya adaptasi terhadap lahan yang tinggi dan biaya produksi yang
rendah (Wijaya, 1998 dalam Suarni, 2004). Selain itu, kandungan pati biji sorgum
cukup tinggi, yaitu sekitar 83% (Mudjsihono dan Suprapto, 1987), sedangkan kadar
lemak dan proteinnya sebesar 3.60% dan 12.3%. Pada beras, kandungan patinya
sekitar 82 %, lemak 0.8 %, dan protein 6 % (Anonim, 2006). Hal tersebut
menunjukkan bahwa komposisi ketiga zat gizi (protein, lemak, pati) pada sorgum
setara dengan beras, bahkan lebih baik. Selain kandungan zat gizi yang setara
dengan beras, sorgum juga mengandung berbagai zat lain yang berperan penting di
dalam tubuh seperti phytosterol, antioksidan dan tanin.
Sorgum memiliki banyak potensi namun pemanfaatannya masih belum optimal.
Oleh karena itu, pemberian masukan teknologi pada pemanfaatan sorgum dengan
mengolahnya menjadi bubur instan, diharapkan bisa mengoptimalkan potensi
sorgum dan meningkatkan prestisenya di mata masyarakat Indonesia. Selain itu,
melalui penelitian ini juga diharapkan dapat dihasilkan bubur sorgum instan yang
berindeks glisemik rendah dan bisa dijadikan sebagai pangan alternative pengganti
beras yang murah bagi penderita diabetes.
1.2 Tujuan
Diharapkan didapatkan bubur sorgum instan berindeks glisemik rendah dengan
komposisi yang tepat antara tepung sorgum matang dan nasi sorgum kering
sehingga dapat dijadikan makanan alternatif murah bagi para penderita diabetes.
3. BAB II
ISI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Sorgum
a. Botani Sorgum
Sorgum (Shorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk
di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum, dan lain-lain.
Shorghum bicolor (L.) Moench termasuk dalam genus Shorgum, ordo Cyperales,
kelas Liliopsidal monokotiledon, divisi Magnoliophyta, superdivisi Spermafophyta,
subkingdom Traechobionta, dan kingdom Plantae. Sorgum memiliki nama yang
berbeda-beda tiap daerah. Sebagai contoh, sorgum dikenal dengan nama 'cantel' di
Jawa Tengah dan Jawa Timur. 'jagung cantrik' di daerah Jawa Barat, dan 'batara
tojeng' di Sulawesi Selatan (Suprapto dan Mudjisihene, 1987).
Sorgum memiliki banyak varietas, dari sorgum yang berwama putih sampai
sorgum yang berwama merah kecoklatan (FSD, 2003). Tanaman sorgum dibagi dua
kelompok, yaitu sorgum yang berumur pendek (musiman) dan sorgum tahunan
(Shorgum halepensis). Sorgum musiman terdiri atas empat keluarga, yaitu sorgum
makanan ternak (sweet sorghum) dimana batangnya mengandung gula sehingga
dapat dipakai untuk membuat simp dengan cara memeras batangnya dan kemudian
direbus, sorum penghasil bijibijian (grain sorghum) dimana batang dan daunnya
dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, sorgum sapu (broom sorghum) yang
banyak ditanam di Amerika Serikat dan dapat dimanfaatkan untuk membuat sapu
dan sikat, yang terakhir adalah sorgum rumput (grass shorgum) yang dikenal sebagi
mmput sudan di indonesia yang tahan kekeringan. Sorgum tahunan tidak
4. menghasilkan biji, namun dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak
(Rismunandar, 1989).
Sorgum dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis, dari dataran
rendahsampai 700 meter diatas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan
untuk tumbuh berkisar antara 25-30°C dengan kelembapan relative 20-40%. Sorgum
juga tidak terlalu peka terhadap pH tanah, untuk pertumbuhan yang optimum pH
berkisar 5.5-7.5. Sorgum tumbuh baik di daerah kering disebabkan lapisan lilin yang
ada pada permukaan daun sorgum. Lapisan lilin tersebut akan mengurangi
penguapan air dari dalam sorgum. Selain itu, pada beberapa jenis sorgum juga
ditemui ketahanan yang lebih tinggi terhadap burung din hama yang disebabkan
kandungan tannin yang dimilikinya (Mudjisihono dan Suprapto, 1987).
b. Struktur Biji Sorgum
Biji sorgum berbentuk butiran dengan ukuran biji kira-kira 4.0 x 2.5 x3.5 mm3,
berat biji sorgum berkisar antara 8-50 mg dengan rata-rata 28 mg. Berdasarkan
bentuk dan ukurannya, sorgum dibedakan menjadi tiga golongan yaitu biji berukuran
kecil (8-10 mg), sedang (12-24mg) dan besar (25-35mg). Biji sorgum di Pulau Jawa
umumnya berukuran sedang dan besar. Biji sorgum' yang kulitnya benvarna putih
umumnya diseb u t kafir dan benvarna merah atau coklat termasuk varietas Feterifcr
(Mudjisohono dan Damardjati, 1985).
Pada umumnya biji sorgum berbentuk bulat lonjong atau bulat telur dan terdiri
dari tiga bagian utama yaitu kulit luar, lembaga dan endosperma. Susunan dari
bagian-bagian bijinya adalah kulit luar 7,9%, lembaga 9,8%, dan endosperma 82,3 %
(Hoseney,l998). Biji sorgum berbentuk bulatan dengan ukuran panjang sekitar 4,O
mm, lebar 3,s mm, dan tebal 2,s mrn. Besar biji sorgum bewariasi antara 8 sampai
50 mg dengan berat rata-rata sebesar 28 mg.
Kulit luar merupakan lapisan kulit biji yang mengelilingi endosperma. Menurut
Mudjisihono dan Suprapto (1987), kulit luar ini terdiri dari tiga bagian epikarp,
mesokarp, dan endocarp. Epikarp tersusun atas dua sampai tiga lapisan sel
memanjang, berbentuk segi empat, memiliki ketebalan tertentu, dan mengandung
zat pigmen yang terdapat pada perikarp berwarna putih, kuning, jingga dan merah,
dimana zat pigmen ini dapat masuk mengalir ke endosperm.
Lapisan tengah dari perikarp adalah mesokarp yang merupakan lapisan
paling tebal dari ketiga lapisan yang menyusun perikarp. Sel mesokarp mengandung
5. granula pati kecil yang berbentuk polygonal dan dapat dilihat di bawah sinar
mikroskop. Sorgum merupakan satu-satunya serealia yang memiliki pati dengan
mesokrap.
Biji sorgum terdiri dari 7,3 – 9,3 % kulit luar, 7,8 – 12,1 % lembaga, dan 80-
84,6 % endosperm (Hubbaer, 1950). Kulit luar terdiri dari epikarp, mesokarp dan
endocarp. Epikarp adalah bagian terluar yang tersusun atas dua atau tiga lapisan
tengah dan cukup tebal, berbentuk tabung yang akan rusak selama proses
penggilingan untuk menghilangkan kulit luar ( Rooney dan Miller, 1982 ). Di bawah
lapisan terdapat lapisan kulit biji (testa) pada lapisan perikarp dan testa sering
terdapat di bwah endocarp dan di sekel iling permukaan endosperm biji. Ketebalan
lapisan testa bervariasi untuk setiap varietas, biasanya paling tebal terdapat pada
puncak biji dan yang tertipis terdapat didekat lembaga. Ketebalan testa di puncak biji
berkisar antara 100-140 mikron, dan paling tipis berukuran 10-30 mikon. Lapisan
testa tidak berdinding sel, bersifat padat dan rapat , terdapat pada perikarp dan
aleoron.
Lapisan aleoron atau bekatul terdapat di atas permukaan endosperm biji. Sel
– sel aleoron tidak mengandung granula pati mengandung protein, lemak dengan
kadar relative tinggi, sejumlah mineral dan vitamin yang larut air ( Rooney dan Miller,
1982 ) . Endosperm merupakan 81-84% dari biji sorgum, yang terdiri dari lapisan
endosperm luar (peripherial endosperm) , lapisan endosperm (corneus endosperm)
dan lapisan endosperm dalam (jioury endosperm) (Hubbard et al., 1950).
c. Komposisi Kimia
Sorgum mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi terutama kandungan
karbohidratnya.Biji sorgum mengandung tiga jenis karbohidrat yaitu, pati, gula terlarut,
dan serat. Kandungan gula terlarut pada sorgum terdiri dari sukrosa, glukosa,
fruktosa dan maltosa. Kandungan gula terlarut pada biji sorgum menurun pada saat
pematangan fisiologis dan berkisar antara 2,2% - 3,8% (Kent dan Evers, 1994).
Kandungan zat kimia sorgum dibandingkan dengan jenis-jenis serealia lain disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1.Komposisi Kimia Sorgum dan Jenis-jenis Serealia Lainnya
Tiap 100 Gram Berat Yang Dapat Dimakan
Sorgum Beras Gandum Jagung Millet
6. Zat Gizi
Protein (g) 10,40 7,90 11,60 9,20 11,80
Lemak (g) 3,10 2,70 2,00 4,60 4,80
Kadar abu (g) 1,60 1,30 1,60 1,20 2,20
Serat kasar (g) 2,00 1,00 2,00 2,80 2,30
Karbohidrat (g) 70,70 76,00 71,00 73,00 67,00
Kalori (kcal) 329,00 362,00 348,00 358,00 363,00
Kalsium (mg) 25,00 33,00 30,00 26,00 42,00
Fe (mg) 5,40 1,80 3,50 2,70 11,00
Thiamin (mg) 0,38 0,41 0,41 0,38 0,38
Riboflavin (mg) 0,15 0,04 0,10 0,20 0,21
Niacin (mg) 4,30 4,30 5,10 3,60 2,80
Jenis karbohidrat lain yang terdapat dalam sorgum adalah pati. Kandungan pati
bagian endosperma biji sorgum umumnya sekitar 83 %, dalam lembaga 13,4 %, dan
dalam perikarp 34,6 %. Pati sorgum terdiri dari 70 % -80 % amilopektin dan 20%-30%
amilosa. Jenis sorgum beras (non waxy sorghum) dengan mempunyai kandungan
amilosa yaitu 21-28% dan jenis sorgum ketan (waxy sorghum) memiliki kadar
amilosa sekitar 1-2% .
Kandungan protein endosperma, lembaga, dan perikarp sorgum adalah berturut-
turut 80%, 16%, dan 3%. Protein yang terdapat dalam sorgum sebagian besar
berupa kafirin (protein larut alkohol) dan glutelin. Kafirin mengandung asam amino
prolin, asam aspartat dan asam glutamat dan sedikit lisin.Kafirin terdapat dalam
protein-bodies, jumlahnya meningkat seiring dengan peningkatan kandungan protein
biji.Glutelin merupakan fraksi protein kedua terbesar dari protein biji sorgum.Glutelin
memiliki berat molekul besar yang merupakan pembentuk struktur endosperma
(matriks protein). Protein lain yang terkandung dalam biji sorgum adalah albumin
(protein larut air) dan globulin (protein larut garam). Fraksi protein lembaga
mengandung asam amino lisin paling tinggi (Rooney dan Saldivar, 2000).
Jenis asam amino lembaga terdiri dari 4,1 % lisin, 3,4 % threonin, 1,5 % metionin,
dan 1,0 % sistein. Asam-asam amino yang terdapat dalam endosperma adalah 1,1 %
lisin, 2,8 % threonin, 1,0 % metionin dan 0,8 % sistein (Rooney dan Saldivar, 2000).
7. Mutu protein biji sorgum hampir sama dengan beras, namun kandungan vitamin dan
mineralnya lebih tinggi (Soeranto, 2005).
d. Glatinisasi
Gelatinisasi merupakan fenomena pembentukan gel yang diawali dengan
pembengkakan granula pati akibat penyerapan air. Bila pati mentah dimasukkan ke
dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan mulai bengkak namun terbatas,
sekitar 30% dari berat tepung. Proses pemanasan adonan tepung akan
menyebabkan granula semakin membengkak karena penyerapan air semakin
banyak. Suhu dimana pembengkakan maksimal disebut dengan suhu gelatinisasi.
Selanjutnya pengembangan granula pati juga disebabkan masuknya air ke dalam
granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul penyusun pati.
Mekanisme pengembangan tersebut disebabkan karena molekul–molekul amilosa
dan amilopektin secara fisik hanya dipertahankan oleh adanya ikatan hidrogen
lemah. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik pada muatan negatif atom
oksigen dari gugus hidroksil yang lain. Bila suhu suspensi naik, maka ikatan
hidrogen makin lemah, sedangkan energi kinetik molekul-molekul air meningkat,
memperlemah ikatan hidrogen antar molekul air. Tian et al., (1991) menyatakan
bahwa bila pati dipanaskan dalam suhu kritikal dengan adanya air yang berlebih
granula akan mengimbibisi air, membengkak dan beberapa pati akan terlarut dalam
larutan yang ditandai dengan perubahan suspensi pati yang semula keruh menjadi
bening dan tentunya akan berpengaruh terhadap kenaikan viskositas.
e. Sifat birefringence
Sifat birefringence dari granula pati adalah sifat merefleksikan cahaya
terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam-putih. Pada waktu granula
mulai pecah sifat birefringence ini akan hilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90%
butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke
bentuk normalnya disebut “Birefringence End Point Temperature” atau disingkat
BEPT (Winarno, 1984). Secara mikroskopik terlihat bahwa granula pati dibentuk oleh
molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula pati
bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk tak
beraturan demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron
ini tergantung sumber patinya.
8. f. Pangan Instan
Dewasa ini, banyak produk-produk pangan yang dipasarkan dalam bentuk
makanan instan. Pengembangan produk pangan instan bertujuan memudahkan
masyarakat saat mengkonsumsinya. Produk pangan instan sangat mudah disajikan
dalam waktu yang relatif singkat. Pangan instan terdapat dalam bentuk kering atau
konsentrat, mudah larut sehingga mudahuntuk disajikan yaitu hanya dengan
menambahkan air panas atau air dingin. Produk pangan instan berkembang dengan
pesat mengikuti perkembangan jaman dimana masyarakat menuntut produk pangan
yang mudah dikonsumsi, bergizi, dan mudah dalam penyajiannya.
Pengertian pangan instan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(1989) berarti
langsung atau tanpa dimasak lama, dapat dimakan atau dapat diminum. Istilah
instanisasi telah mencakup berbagai perlakuan, baik kimiamaupun fisik yang akan
memperbaiki karakteristik hidrasi dari suatu produk pangan dalam bentuk bubuk
(Johnson dan Peterson, 1971).
MenurutHartomo dan Widiatmoko (1992), pangan instan merupakan bahan
makanan yang mengalami proses pengeringan air, sehingga mudah larut dan
mudahdisajikan hanya dengan menambahkan air panas atau air dingin.
Australian Academy Of Technological Sciences and Engineering (2000) memberikan
definisi pangan instan sebagai produk pangan yang di dalam penyajiannya
melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan berbagai proses
pemasakan.
Ada beberapa kriteria bahan pangan yang harus dipenuhi dalam pembuatan
produk pangan instan. Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992) kriteria yang harus
dimiliki bahan makanan agar dapat dibentuk produk pangan instan antara lain :
memiliki sifat hidrofilik, yaitu sifat mudahmengikat air, tidak memiliki lapisan gel yang
tidak permeabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, dan
rehidrasi produk akhir tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan
mengendap.
g. Bubur Instan
Istilah bubur instan lebih dikenal dengan sebutan pure (asal kata dari bahasa
Inggris yakni puree). Pengertian pure berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989) adalah pangan atau bahan pangan yang dilembutkan. Bubur termasuk salah
satu bentuk olahan pangan yang mudah dikonsumsi masyarakat. Bubur memiliki
9. tekstur yang lunak sehingga mudah dicerna. Bubur tidak hanya terbuat dari beras
saja namun dapat pula dibua tdari kacang hijau, beras merah, ataupun dari
beberapa campuran penyusunnya.
Dalam pengolahannya, bubur dibuat dengan memasak bahan penyusun
dengan air seperti bubur nasi, mencampurkan santan seperti bubur kacang hijau,
ataupun dengan mencampurkan susu, yang dikenal dengan bubur susu.
Perkembangan zaman menyebabkan masyarakat menuntut segala sesuatu yang
serba cepat dan praktis. Demikian pula dalam hal makanan,masyarakat cenderung
lebih menyukai produk pangan yang berbentuk instan. Bubur instan merupakan
bubur yang telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut sehingga dalam
penyajiannya tidak diperlukan proses pemasakan. Penyajian bubur instan dapat
dilakukan hanya dengan menambahkan air panas ataupun susu, sesuai dengan
selera (Fellows danEllis, 1992).
Bubur instan memiliki komponen penyusun seperti halnya bubur.Bubur yang
telah jadi (masak) mengalami proses instanisasi. Instanisasi dilakukan dengan cara
memasak komponen-komponen penyusun bubur yang telah berbentuk tepung
sampai menjadi adonan kental. Adonan inidikeringkan dengan menggunakan drum
dryer lalu dihancurkan hingga berbentuk tepung halus berukuran 60 mesh. Bahan
tepung yang diperolehtelah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan
(Perdana, 2003)
h. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air)
(bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit
kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan
simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, sebagai akibat dari: sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya,
transporter glukosa. atau keduanya.
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain:
Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria,
distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom
Wolfram, leukoaraiosis, demensia, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme, dan lain-
lain
2.2 Teknik Pengolahan Bubur Sorgum Instan
2.2.1 Pembuatan Beras Sorgum Bersih
10. Beras sorgum adalah sorgum giling dengan ukuran partikel lebih kecil
dibandingkan dengan biji sorgum utuh. Ukuran partikel sorgum giling hampr
menyerupai ukuran beras nasi, oleh sebab itu sorgum giling yang dihasilkan diberi
nama beras sorgum.
2.2.2. Pembuatan Tepung Sorgum Matang
Tepung sorgum merupakan partikel sorgum yang lolos ayakan 60 mesh.
Tepung sorgum matang dibuat dengan menggunakan bahan baku dasar beras
sorgum. Beras sorgum direbus bersama air dengan perbandingan air dan beras 2:5.
Perebusan dilakukan sampai terbentuk bubur yang ditandai dengan adonan kental,
air perebusan berkurang, dan terbentuk warna adonan yang jernih (melawati suhu
gelatinisasi). Adonan bubur yang terbentuk dikeringkan dengan menggunakan drum
dryer. Hasil pengeringan drum dryer adalah lembaran tipis yang selanjutnya
dihancurkan dengan blender kering. Hancuran lembaran akan berbentuk butiran-
butiran tipis. Butiran halus tersebut disaring dengan menggunakan sarin gan
berukuran 60 mesh. Butiran yang lolos ayakan merupakan tepung sorgum matang.
2.2.3 Pembuatan Nasi Sorgum Kering
Pembuatan nasi sorgum kering dilakukan dengan menggunakan metode
pembuatan bubur nasi kering. Bahan dasar dalam pembuatan nasi sorgum kering
adalah beras sorgum. Beras sorgum direbus dengan air (perbandingan air dan beras
sorgum 2:5) sampai terbentuk bubur yang ditandai dengan terbentuknya adonan
kental, jumlah air rebusan yang berkuangatau habis, dan terbentuknya warna
adonan yang jernih (melewati suhu glatinisasi).
2.2.4 Pembuatan Formulasi Bubur Sorgum
Formulasi I tersusun atas tepung sorgum matang dan nasi sorgum kering dengan
perbandingan 10 : 2 . Nasi Sorgum kering dicampurkan dengan tepung sorgum
matang diaduk rata dan ditambahkan air panas.
2.3 Hasil dan Pembahasan
Bubur sorgum Instan adalah bubur yang memiliki komponen penyusun bubur
yang bersifat instan. Sehingga dalam penyajiannya tidak diperlukan proses
pemasakan. Penyajian bubur instan sorgum ini dapat dilakukan dengan menambah
air panas ataupun susu, sesuai dengan selera. Bahan dasar yang digunakan adalah
sorgum bicolor galur B-76.
Sorgum dipilih sebagai bahan baku karena beberapa alasan. Pertama,
sorgum merupakan serealia yang memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan
11. serealia lainnya. Kedua, tepung sorgum ini dapat menjadi bahan baku srbaguna
karaena tidak terjadi penggumpalan (terglatinisasi) pada saat mengalami
pemanasan. Ketiga, sorgum merupakan bahan pangan alternatif bagi penderita
diabetes.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanaman sorgum merupakan komoditas yang belum dimanfaatkan secara optimal
karena keterbatasan teknologi pengolahannya.
Bubur sorgum dapat dijadikan alternatif dalam diversifikasi pangan di Indonesia dan
dapat dijadikan bahan pangan bagi penderita diabetes
Bubur ini terdiri dari sorgum matang dan nasi sorgum kering
3.2 Saran
Agar teknik pengolahan bubur sorgum instan ini dapat diterapkan pada bahan
pangan seralia lain.
DAFTAR PUSTAKA
12. Nanda Haditama, dkk. Laporan akhir Program Kreatifitas Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor, 2008
http://simonbwidjanarko.wordpress.com/2008/06/20/gelatinisasi-pati-
adonan-berbasis-pati/
http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Glikemik
Sumber http://habibahsoraya.blogspot.com/2012/03/makalah-sorgum.html