1. Member of since 1996
Jl Persada Raya No.1 Menteng Dalam Jakarta 12870
Phone/Fax : +62-21 – 82965
Email : biotani@rad.net.id
Jakarta, 19 Desember 2003
Usulan Kepada Komisi Konstitusi
Hak atas Pangan Ke dalam UUD 1945
Perlunya Hak atas pangan
Kondisi Obyektif
Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) terdiri dari kepulauan, besar dan
kecil. Secara historis seringkali disebut sebagai Nusantara. Ini menunjukan bahwa
bangsa Indonesia memiliki karakter bahari, dengan sederet sejarah perjalanan
sejarah bahwa bangsa Indonesia adalah pelaut dan juga nelayan yang mengarungi
laut antara pulau dan juga antara samudra. Namun demikian NKRI memiliki identitas
pula sebagai negara agraris tropis yang kesohor di dunia, dengan sumberdaya alam
maupun sumberdaya plasma nutfah, dan digolongan pula ke dalam urutan puncak
kedua” mega-biodiversity” di dunia.
Pada sisi lain, bangsa Indonesia dalam NKRI menduduki urutan keempat di dunia
dalam jumlah penduduknya. Bangsa Indonesia, yang terdiri dari beragam suku dan
budaya serta tradisi, khususnya dalam. pengadaan pangan tergolong relatif
beranekaragam - yang sebagiannya masih tetap dipertahankan – demi
keberlangsungan tradisi maupun juga demi keberlangsungan hidupnya (survival).
Kondisi subyektif
Sejarah kontemporer bangsa Indonesia mencatat kenyataan, bahwa kekayaan
potensi sumberdaya bahari/ maritim, dan agraris carut-marut, atau boleh dikatakan
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
2. sebagai tragedi. Pertama, bangsa Indonesia dalam NKRI pernah tercatat selama
beberapa tahun sebagai pengimpor beras terbesar di dunia pada akhir 1970-an
hingga awal 1980-an, dan juga pada tahun 1998-1999. Ini fakta. Fakta ini sejajar
dengan era pengumpulan plasma nutfah tanaman padi bagi bank gen di IRRI
Filipina, dan hasilnya menunjukkan, bahwa hingga kini bangsa Indonesia (baca:
petani) adalah penyumbang benih padi terbesar ke dua di dunia setelah negara
India ke dalam bank gen padi-padian di IRRI.
Fakta menunjukkan, bahwa dalam tiga dekade terakhir ini politik pangan berharga
murah (food price policy) hanya mengutamakan kepada kalangan kota (konsumen
kota) demi stabilitas politik pembangunan, namun telah memiskinkan rasa solidaritas
kepada produsen padi yang berskala gurem. Nilai tukar petani tidak pernah
memadai terhadap harga-harga/ ongkos kebutuhan primernya (biaya pendidikan
menengah ke atas), tetapi sekaligus juga didorong dengan munculnya impian-impian
ke dunia konsumtif.
Fakta menunjukkan betapa pengadaan pangan nasional telah menjadi kasir atau
mesin uang politik, maupun juga demi kepentingan segolongan dalam
mempertahankan kekuasaan politik, dan “penimbunan” kekayaan, yang ironisnya
tidak cukup memadai penyelesaian dalam penegakkan hukumnya. Pada sisi lain,
produsen padi berskala gurem, sekali lagi tidak cukup menikmati curahan
keringatnya pada tahun yang kesohor sebagai tanah tersubur di dunia (Jawadwipa),
dan juga sumbangan plasma nutfah padinya bagi kemanusiaan, ketika beras dijual
di pasar maupun warung-warung. Politik harga beras murah berlanjut dengan
“mekanisme pasar” beras.
Fakta lainnya menunjukkan bahwa hingga kini para nelayan dan komunitasnya di
pulau-pulau kecik tidak cukup memiliki kemampuan dengan aman dan nyaman
untuk memanfaatkan potensi sumberdaya perikanannya, yang pada gilirannya tidak
dapat mencukupi harapannya untuk dapat hidup memadai secara sejahtera.
Fakta menunjukkan pulau bahwa komunitas pulau-pulau kecil merupakan
cerminan yang seterang-terangnya, betapa pangannya adalah vital, karena
bergantung kepada produksi padi dari pulau-pulau besar, atau juga beras impor, dan
berimplementer dengan pangan yang tanamannya dibudidayakan dari negara sub-
tropis.
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com
3. Beberapa fakta dari contoh terbatas tersebut di atas menimbulkan ulasan yang
dapat dikatakan skenario pesimistis, bahwa bangsa Indonesia di masa depan akan
berubah menjadi bangsa yang pengimpor pangan dari negara lain, sedangkan
sumbangan para petani gurem - yang dikatakan karena involusi pertanian terbesar
kedua di dunia lebih banyak dimanfaatkan - demi kemanusiaan tetapi juga semakin
kuatnya kecendrungan monopolistis (melalui rejim patenting the life forms) – oleh
pihak-pihak lain. Devisa negara akan banyak tersedot untuk impor pangan, karena
penduduk desa semakin tidak bergariah menanam tanaman pangan, dan pada
gilirannya kekayaan plasma nutfah tanaman pangan akan semakin menyusut
sedangkan pada sisi lain upaya mengejar ketertinggalan dalam pemanfaatkan
potensi laut tampaknya tidak cukup memadai. Karena negara lain pemanfaat
kekayaan laut NKRI pun semakin mencanggihkan akal dan peralatannya
mengeksploitasi kekayaan tersebut.
Ringkasnya, skenario pesimistis bangsa Indonesia akan masuk ke dalam
imported food trap. Dan itu bukan cita-cita bangsa Indonesia..!
Usulan
Dengan dasar dua kondisi tersebut di muka, maka Biotani PAN Indonesia
bersama dengan komunitas pulau kecil, dan petani padi bangsa Indonesia,
memberikan usulan kepada komisi Konstitusi RI, agar memasukan hak atas pangan
ke dalam naskah akademi UUD 1945, dengan opsi:
1. Dituliskan hak atas pangan secara jelas dalam suatu pasal yang terkait, atau.
2. Disusunkan ke dalam satu pasal, atau ayat tersendiri.
Demikian usulan kami,
Salam hormat kami,
Riza V. Tjahjadi
________________
Direktur Eksekutif
PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com