SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 149
PROGRAM PELATIHAN
    LEGAL OFFICER
Aspek: Hukum Ketenagakerjaan
    & Hubungan Industrial
              Trainer:
      Drs. Dadang Budiaji, MM.




                                 1
Tentang Trainer

                     Dadang Budiaji

Pekerjaan:
• 1997-Now : Senior Manager HRD pada perusahaan garmen
• 1990-1997: Personnel Section Head pada perusahaan
  tekstil
• 1992-Now : Part time lecturer pada MM Unpad dan FE-UKM

Pendidikan:
• S2: Magister Manajemen Unpad
• S1: Hubungan Internasional Fisip-Unpad


Kontak:
Email: dadangbudiaji@gmail.com, HP: 0816620647       2
Menyepakati groundrules:
•   Tepat waktu
•   Berpartisipasi aktif
•   Tidak ada dering handphone
•   Tidak merokok selama sesi pelatihan
•   ..
•   ..


                                          3
Apa pengharapan anda
          dari pelatihan ini?
• Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan
  saya dapat:

  – …Paham HI & HKI
  – …Dpt selesaikan masalah2 di perusahaan
  – …kuasai knowledge & skill2 dlm lingkup HI &
    HKI (PP/PKB/PK/PHK)
  – Paham hak & kewajiban para pelaku HI

                                                  4
Masalah ketenagakerjaan apa
      yang sedang anda hadapi?
1. …Salah hitung pesangon
2. …Pelaksanaan aturan mutasi pegawai blm
   sesuai
3. …Sikap atasan yg tdk mendengar masukan2
   bawahan
4. Pelaksanaan aturan sanksi ganti rugi (alokasi)
   tdk sesuai aturan yg ada
5. IA dan SP tdk berjalan semestinya
6. Pemecatan krn tdk lulus diklat penaksir muda
   dan tdk lulus test kesehatan
                                                    5
7. Outsourcing
Agenda
Kamis, 30 Des 2010 :

08.00-10.15   1. Konsep Dasar & Kerangka Kerja Hub. Industrial
10.30-12.00   2. Hukum Otonom dan Hukum Heteronom
13.00-15.15   3. Perjanjian Kerja dan Peraturan Perusahaan
15.45-17.00   4. Outsourcing

Jumat, 31 Des 2010 :

08.00-09.45 5. Prosedur PHK, Perhitungan Upah dan Pesangon
10.00-11.30 6. Penyelesaian Perselisihan Industrial
13.00-15.30 7. Teknik Menghadapi Pemeriksaan Disnaker
             8. Studi Kasus Perum Pegadaian
16.00 – 17.00 Post Test                                6
Pre-Test (15 menit)




                      7
Sesi-1
KONSEP DASAR &
KERANGKA KERJA
HUBUNGAN INDUSTRIAL
                      8
Definisi
•   Hubungan industrial adalah suatu sistem
    hubungan yang terbentuk antara para
    pelaku dalam proses produksi barang
    dan/atau jasa yang terdiri dari unsur
    pengusaha, pekerja/buruh, dan
    pemerintah yang didasarkan pada nilai
    nilai Pancasila dan Undang Undang
    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
    1945.
                                          9
PENGUSAHA




             Pancasila
PEMERINTAH      &
              UUD 45




                                     10
                 PEKERJA
Perjanjian Kerja (PK),
 Peraturan Perusahaan (PP) &
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
                  Trainer:
        Drs. Dadang Budiaji, MM
       (Praktisi & Konsultan SDM)
                                    11
Hubungan Kerja

 Hubungan antara pengusaha
  dengan pekerja/buruh berdasarkan
  perjanjian kerja, yang mempunyai
  unsur pekerjaan, upah, dan
  perintah.

                                12
HUBUNGAN KERJA

            Pekerjaan



               Upah


              Perintah
Pekerja




          PERJANJIAN KERJA


                             13
Perjanjian Kerja

 Perjanjian antara pekerja/buruh
  dengan pengusaha atau pemberi
  kerja yang memuat syarat-syarat
  kerja, hak, dan kewajiban para
  pihak.

                               14
Fungsi Pemerintah
•   Menetapkan kebijakan
•   Memberikan pelayanan
•   Melaksanakan pengawasan
•   Melakukan penindakan terhadap
    pelanggaran peraturan perundang-
    undangan ketenagakerjaan.


                                       15
Fungsi Pekerja / Serikat Pekerja

• Menjalankan pekerjaan sesuai dengan
  kewajibannya
• Menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi
• Menyalurkan aspirasi secara demokratis
• Mengembangkan keterampilan dan keahliannya
• Ikut memajukan perusahaan
• Memperjuangkan kesejahteraan anggota
  beserta keluarganya

                                              16
Fungsi Pengusaha / Organisasi Pengusaha


 •   Menciptakan kemitraan
 •   Mengembangkan usaha
 •   Memperluas lapangan kerja
 •   Memberikan kesejahteraan pekerja/buruh
     secara terbuka, demokratis, dan
     berkeadilan.


                                         17
Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana

1. Serikat pekerja/serikat buruh (mikro & makro)
2. Organisasi pengusaha (makro)
3. Lembaga kerja sama bipartit (mikro)
4. Lembaga kerja sama tripartit (makro)
5. Peraturan perusahaan (mikro)
6. Perjanjian kerja bersama (mikro)
7. Peraturan perundang-undangan
   ketenagakerjaan (makro)
8. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
   industrial (mikro & makro)
                                               18
Sarana-sarana hubungan industrial
               Mikro                               Makro

Serikat pekerja/serikat buruh       Serikat pekerja/serikat buruh

                                    Lembaga penyelesaian perselisihan
Lembaga kerja sama bipartit
                                    hubungan industrial
Peraturan perusahaan/perjanjian     Peraturan perundang-undangan
kerja bersama                       ketenagakerjaan
Lembaga penyelesaian perselisihan
                                    Lembaga kerja sama tripartit
hubungan industrial

                                    Organisasi pengusaha



                                                                    19
• Serikat pekerja/serikat buruh adalah
  organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
  untuk pekerja/buruh baik di perusahaan
  maupun di luar perusahaan, yang bersifat
  bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
  bertanggung jawab guna memperjuangkan,
  membela serta melindungi hak dan
  kepentingan pekerja/buruh serta
  meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh
  dan keluarganya.
                                        20
• Lembaga kerja sama bipartit adalah forum
  komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal
  yang berkaitan dengan hubungan industrial
  di satu perusahaan yang anggotanya terdiri
  dari pengusaha dan serikat pekerja/ serikat
  buruh atau unsur pekerja/buruh yang sudah
  tercatat instansi yang bertanggung jawab di
  bidang ketenagakerjaan.

                                          21
• Lembaga kerja sama tripartit adalah forum
  komunikasi, konsultasi dan musyawarah
  tentang masalah ketenagakerjaan yang
  anggotanya terdiri dari unsur organisasi
  pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh,
  dan pemerintah.



                                          22
• Peraturan perusahaan adalah peraturan
  yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha
  yang memuat syarat syarat kerja dan tata
  tertib perusahaan.




                                          23
Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian
yang merupakan hasil perundingan antara
serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa
serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat
pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha,
atau beberapa pengusaha atau perkumpulan
pengusaha yang memuat syarat syarat kerja,
hak dan kewajiban kedua belah pihak.

                                         24
SKEMA PROSES MENUJU
            KETENANGAN KERJA DAN BERUSAHA
                                                   Pilar
Hubungan Kerja                                   Hubungan
                                                 Industrial
 dan Hubungan
    Industrial


                     untuk membina                 Saling
           perlu
                                                  Percaya

  Komunikasi         untuk
     Intensif        membuat
                                                  Keadilan    Ketenangan
                                                               Kerja dan
          mengatur       Perjanjian
                                                               Berusaha
                           Kerja      untuk
                         Bersama      tercipta
                           (PKB)

                                                 Tanggung
Berbagai Aspek
                                                   Jawab
yang Belum Diatur
                                                  Bersama          25
26
Sesi-2
HUKUM OTONOM DAN
HUKUM HETERONOM
                   27
Perbedaan:
• Hukum Otonom = Mikro kondisional = Belum
  diatur oleh peraturan perundangan = diatur
  melalui kesepakatan/perjanjian = dituangkan
  dalam PP/PKB dan Perjanjian Kerja

• Hukum Heteronom = Makro minimal = Sudah
  diatur oleh peraturan perundangan = tinggal
  dilaksanakan = bukan untuk dirundingkan atau
  disepakati (kecuali ada ketentuannya) = hak-hak
  normatif pekerja
                                                28
HAK-HAK NORMATIF
PEKERJA
                   29
Pointers dalam UU 13/2003
                             Pasal 90
(1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
   minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan
   penangguhan.

                               Pasal 91
(1) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan
   antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
   buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang
   ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
   lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-
   undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan
   pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut
   peraturan perundang-undangan yang berlaku.                   30
Pasal 93

(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan
   pengusaha wajib membayar upah apabila :

   a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
   b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa
      haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
   c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah,
      menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau
      keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang
      tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
   d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang
      menjalankan kewajiban terhadap negara;
   e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan
      ibadah yang diperintahkan agamanya;
   f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi
      pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun
      halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
   g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
   h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas
      persetujuan pengusaha; dan
   i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.            31
Pasal 93

(3) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana
   dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut :

   a.   untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
   b.   untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;
   c.   untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan
   d.   untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum
        pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

(4) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja
   sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut :

   a.  pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
   b.  menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
   c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
   d.  membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
   e.  isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
   f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk
      selama 2 (dua) hari; dan
   g. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu)
      hari.
                                                                                      32
Pasal 94

Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap
  maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima
  perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

                               Pasal 95

(1) Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan
   atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.
(2) Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan
   keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan
   persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
(3) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau
   pekerja/buruh, dalam pembayaran upah.
(4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan
   peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak
   lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pem-
   bayarannya.


                                                                   33
Bagian Ketiga
                     Kesejahteraan

                          Pasal 99
(1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk
   memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud
   dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan
   perundang-undangan yang berlaku.




                                                          34
Daftar pelanggaran & Sanksi
Pelanggaran                                                                         Ancaman
                                       Hal Pelanggaran                                                Denda
   Pasal                                                                             Pidana

              Pengusaha tidak ikut program pensiun buruh maka pesangon 2 X
  167.5       tabel (pasal 156 ayat 2)
                                                                                1 sd 5 tahun    d/a 100 - 500 jt

              Cuti hamil 3 bulan & istirahat bagi pekerja perempuan yg
    82        keguguran 1,5 bulan atau sesuai surat dokter
                                                                                1 sd 4 tahun    d/a 100 - 400 jt

   90.1       Dilarang membayar upah dibawah UM (pasal 89)                      1 sd 4 tahun    d/a 100 - 400 jt

              MemPHK karyawan berperkara di pengadilan dan dinyatakan
              tidak bersalah dlm waktu kurang dari 6 bulan & keharusan
 160.4&7      membayar pesangon pekerja yg divonis bersalah karena perkara
                                                                                1 sd 4 tahun    d/a 100 - 400 jt
              pidana

   93.2       Upah saat sakit, haid, tugas negara, cuti, tugas SP, pendidikan   1 sd 4 tahun    d/a 10 - 400 jt

              Buruh < 18 th & wanita hamil dilarang kerja malam dan wanita yg
    76        kerja malam diberikan makanan & jemputan
                                                                                1 sd 12 bulan   10 sd 100 juta


   78.2       Kewajiban bayar upah lembur karyawan                              1 sd 12 bulan   10 sd 100 juta

              Kewajiban memberikan istirahat kerja, mingguan, cuti tahunan &
  79.1&2      cuti panjang
                                                                                1 sd 12 bulan   10 sd 100 juta


   85.3       Kewajiban bayar lembur pada hari libur resmi                      1 sd 12 bulan   10 sd 100 juta

   78.1       Persetujuan lembur oleh karyawan & jam maksimal lembur            .

              Bantuan bagi pekerja yg di tahan pada 6 bulan pertama karena                                 35
 160.1&2      pidana diluar pengaduan pengusaha
                                                                                .               .
ISI HUKUM YANG NORMATIF:
           HAK PEKERJA / KEWAJIBAN PENGUSAHA


1. Upah Minimum Kota/Kabupaten :

   A. Permenaker 01/99 pasal 14 : “Bagi Pekerja yang berstatus
      tetap, tidak tetap dan dalam masa percobaan, upah diberikan
      oleh pengusaha serendah-rendahnya sebesar upah minimum “
   B. Permenaker 01/99 pasal 14 ayat 2 : “Upah Minimum hanya
      berlaku bagi Pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1
      (satu) tahun”
   C. Permenaker 01/99 Pasal 14 ayat 3 : “Peninjauan besarnya upah
      Pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan
      atas kesepakatan tertulis antara Pekerja / Serikat Pekerja
      dengan Pengusaha”.



                                                                      36
2. Upah Lembur :
     - Undang-undang no. 1/1951 pasal 10
       ayat 1, Jo-
     - Kepmenaker no.60B/1998 pasal 3, Jo-
     - Kepmenaker no.72/1984
   - Kepmenaker 102/2004

  A. Cara perhitungan upah se-jam bagi
  karyawan harian tetap dan karyawan bulanan :
  1/173 X Upah sebulan (minimun sebesar
  UMR/UMK) Cara perhitungan upah se-jam bagi
  karyawan borongan tetap : 1/7 X hasil rata-rata
                                               37
  sehari.
B.       Cara perhitungan upah lembur :
         Untuk yang 6 hari kerja seminggu :
         Hari kerja biasa :
         - Jam ke I dihitung 1½ X
         - Jam ke II dst dihitung 2 X
         - Hari Libur yang bukan hari Sabtu :
         - Jam ke I – VII dihitung 2 X
         - Jam ke VIII dihitung 3 X
         - Jam ke IX dst dihitung 4 X

     Hari Libur yang jatuh pada hari Sabtu :
     -     Jam ke I – V dihitung 2 X
     -     Jam ke VI dihitung 3 X
     -     Jam ke VII dst dihitung 4 X

     Untuk yang 5 hari kerja seminggu :
     Hari Libur :
          - Jam ke I – VIII dihitung 2 X
          - Jam ke IX dihitung 3 X
                                                38
          - Jam ke X dst dihitung 4 X
3. JAMSOSTEK

Undang-undang no. 3/92 pasal 4 ayat 1 Jo pasal 29 Jo
PP no. 14/93 pasal 2 ayat 3 :

“Perusahaan yang mempekerjakan sebanyak 10 orang atau lebih
atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah) sebulan, maka wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya
dalam program Jamsostek”.




                                                               39
4. a. Istirahat Kerja, ½ jam setelah kerja 4 jam (Pasal 79 ayat 2 UU
       13/2003)
   b. Istirahat Mingguan, 1 hari setelah kerja 6 hari
   c. Istirahat tahunan, 12 hari setelah kerja 12 bulan
   d. Ijin meninggalkan pekerjaan di luar istirahat tahunan (Pasal 93
      ayat 4 UU13/2003) :

     -   Pekerja kawin : 3 hari
     -   Anak pekerja khitanan : 2 hari
     -   Anak pekerja dibaptis : 2 hari
     -   Anak pekerja kawin : 2 hari
     -   Anggota keluarga pekerja meninggal dunia : 2 hari
     -   Istri pekerja melahirkan : 2 hari
     -   Anggota keluarga pekerja lainnya yang serumah meninggal dunia:
         1 hari (bukan suami/istri, orang tua/mertua. Anak/menantu)


                                                                        40
5. a. Cuti haid untuk pekerja wanita yang merasakan sakit waktu haid,
       haid hari ke 1 dan 2 (Pasal 93 ayat 2:b, UU No.13/2003)
    b. Cuti hamil dan melahirkan untuk pekerja wanita. 1½ bulan
       sebelum melahirkan dan 1½ bulan setelah melahirkan (total : 3
       bulan)

6. Upah selama sakit (Pasal 93 ayat 3 UU No.13/2003)
   – 4 bulan pertama 100%
   – 4 bulan kedua       75%
   – 4 bulan ketiga      50%
   – Berikutnya          25%, sebelum PHK




                                                                        41
7.   THR : Kepmenaker no.4/94
     - Masa Kerja > 1 tahun : 1 bulan upah
     - Masa Kerja < 1 tahun tetapi > masa percobaan ( 3 bulan)




                    X bulan
                                 X Upah sebulan (> UMR/UMK)
                      12

       8. Uang Pesangon (Pasal 156 ayat 2,3,4 UU No.13/2003)
          penghargaan masa kerja dan ganti kerugian untuk PHK di
          perusahaan


                                                                   42
PERJANJIAN KERJA DAN
PERATURAN PERUSAHAAN
                       43
PENYUSUNAN
PERJANJIAN KERJA
                   44
Perjanjian Kerja (PK),
 Peraturan Perusahaan (PP) &
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
                  Trainer:
        Drs. Dadang Budiaji, MM
       (Praktisi & Konsultan SDM)
                                    45
Hubungan Kerja

 Hubungan antara pengusaha
  dengan pekerja/buruh berdasarkan
  perjanjian kerja, yang mempunyai
  unsur pekerjaan, upah, dan
  perintah.

                                46
HUBUNGAN KERJA

            Pekerjaan



               Upah


              Perintah
Pekerja




          PERJANJIAN KERJA


                             47
Perjanjian Kerja

 Perjanjian antara pekerja/buruh
  dengan pengusaha atau pemberi
  kerja yang memuat syarat-syarat
  kerja, hak, dan kewajiban para
  pihak.

                               48
Dasar Hukum

UU No. 13 / 2003 Tentang Ketenagakerjaan
    Bab IX Tentang Hubungan Kerja
              Pasal 50 s.d. 66



    Kepmennakertrans No. 100 / 2004
    Tentang Ketentuan Pelaksanaan
     Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
                                           49
Persyaratan PKWT
• Tidak dapat mensyaratkan masa percobaan. Sanksi:
  persyaratan masa percobaan batal demi hukum
• Dibuat hanya untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis
  dan sifat/kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
  tertentu. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT
• Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
• Jangka waktu PKWT atas dasar jangka waktu tertentu
  maks. 2 th. dan perpanjangannya maks. 1 kali untuk maks.
  1 th
• Pembaruan PKWT hanya dapat dilakukan setelah lebih dari
  30 hari berakhirnya PKWT lama, hanya untuk 1 kali dan
  maks. 2 tahun. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT
KATEGORISASI PERJANJIAN KERJA


                    Perjanjian Kerja   Masa Percobaan        Pengangkatan
                     Waktu Tidak         1 x 3 Bulan          Kary. Tetap
                   Tertentu (PKWTT)



Perjanjian Kerja                                        Sekali Selesai   3+2


                    Perjanjian Kerja                    Musiman
                    Waktu Tertentu     4 Kategori
                                                                      2+1
                        (PKWT)
                                                        Bisnis Baru



                                                        Lepas     <= 20 HK/BL
                                                                  <= 3 BL
Persyaratan PKWT
• Tidak dapat mensyaratkan masa percobaan. Sanksi:
  persyaratan masa percobaan batal demi hukum
• Dibuat hanya untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis
  dan sifat/kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
  tertentu. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT
• Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
• Jangka waktu PKWT atas dasar jangka waktu tertentu
  maks. 2 th. dan perpanjangannya maks. 1 kali untuk maks.
  1 th
• Pembaruan PKWT hanya dapat dilakukan setelah lebih dari
  30 hari berakhirnya PKWT lama, hanya untuk 1 kali dan
  maks. 2 tahun. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT
                                                        52
•   Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang
    selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian
    kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
    untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu
    tertentu atau untuk pekerja tertentu.

•   Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang
    selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian
    kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
    untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat
    tetap
                                              53
Undang-undang Republik Indonesia
       Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
                       Pasal 50-63.
                                              BAB IX
                                          HUBUNGAN KERJA

                                               Pasal 50
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

                                                    Pasal 51
(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan
    perundang undangan yang berlaku.

                                                Pasal 52
(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
      a.     kesepakatan kedua belah pihak;
      b.     kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
      c.     adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
      d.     pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
             peraturan perundang undangan yang berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
    dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
    dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

                                                                                                54
Pasal 53
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan
perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

                                      Pasal 54
(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat :
    a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
    b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
    c. jabatan atau jenis pekerjaan;
    d. tempat pekerjaan;
    e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
    f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
        pekerja/buruh;
    g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
    h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
    i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
    e dan f, tidak boleh ber-tentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian
    kerja bersama, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang
    kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama,
    serta pekerja/buruh dan pengusaha masing masing mendapat 1 (satu)
    perjanjian kerja.
                                                                           55
Pasal 55
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas
persetujuan para pihak.

                                  Pasal 56
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak
   tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam
   ayat (1) didasarkan atas :
   a. jangka waktu; atau
   b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

                                  Pasal 57
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus
   menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis
   bertentangan dengan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam ayat
   (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.
(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa
   asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara
   keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam
   bahasa Indonesia.                                                     56
Pasal 58
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa
    percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana
    dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi
       hukum.

                                         Pasal 59
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu
    yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
    tertentu, yaitu :
      a.    pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
      b.    pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
            terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
      c.    pekerjaan yang bersifat musiman; atau
      d.    pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
            produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
    bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat
    diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu)
    kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
                                                                                57
(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu
    tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu
    tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada
    pekerja/buruh yang bersangkutan.
(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah
    melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian
    kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu
    ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan
    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan
    ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut
    dengan Keputusan Menteri.

                                    Pasal 60
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa
    percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
(2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
    pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang
    berlaku.


                                                                           58
Pasal 61
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila :
      a.   pekerja meninggal dunia;
      b.   berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
      c.   adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga
           penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai
           kekuatan hukum tetap; atau
      d.   adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
           kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat
           menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya
    hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi
    tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian
    pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris
        pengusaha
    dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak
    mendapatkan hak haknya se-suai dengan peraturan perundang-undangan yang
    berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
    perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
                                                                              59
Pasal 62
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya
jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau
berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan
membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh
sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

                                   Pasal 63
(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka
    pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang
    bersangkutan.
(2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang
    kurangnya memuat keterangan :
    a. nama dan alamat pekerja/buruh;
    b. tanggal mulai bekerja;
    c. jenis pekerjaan; dan
    d. besarnya upah.


                                                                          60
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
  Republik Indonesia Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tentang
  Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
                                   BAB II
         PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG SEKALI SELESAI ATAU SEMENTARA
          SIFATNYA YANG PENYELESAIANNYA PALING LAMA 3 (TIGA) TAHUN

                                              Pasal 3
(1)   PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang
      didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu.
(2)   PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
(3)   Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1) dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT
      tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan.
(4)   Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan
      batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.
(5)   Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena
      kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan
      pembaharuan PKWT.
(6)   Pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan setelah melebihi masa
      tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja.
(7)   Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) tidak
      ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.
(8)   Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) yang
      dituangkan dalam perjanjian.
                                                                                     61
BAB III
            PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERSIFAT MUSIMAN

                                       Pasal 4
(1) Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya
    tergantung pada musim atau cuaca.
(2) PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
    hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.

                                       Pasal 5
(1) Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target
    tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman.
(2) PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
    hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.

                                  Pasal 6
Pengusaha yang mempekerjaan pekerja/buruh berdasarkan PKWT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 harus membuat daftar nama pekerja/buruh yang melakukan
pekerjaan tambahan.

                                 Pasal 7
PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tidak dapat dilakukan
pembaharuan.
                                                                              62
BAB IV
        PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERHUBUNGAN
                  DENGAN PRODUK BARU

                                  Pasal 8
(1) PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan
   pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
   produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan
   untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang
   untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun.
(3) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan
   pembaharuan.

                                 Pasal 9
PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya boleh diberlakukan
bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di
luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

                                                                  63
BAB V
             PERJANJIAN KERJA HARIAN ATAU LEPAS

                                  Pasal 10
(1) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal
   waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran,
   dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.
(2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
   dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua
   puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.
(3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih
   selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja
   harian lepas berubah menjadi PKWTT.

                                 Pasal 11
Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan dari
ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya.

                                                                   64
Pasal 12
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian
    kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh.
(2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
    dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan
    pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sekurang-
    kurangnya memuat :
     a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja.
     b. nama/alamat pekerja/buruh.
     c. jenis pekerjaan yang dilakukan.
     d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.
(3) Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
     disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
     ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
     sejak mempekerjakan pekerja/buruh.


                                                                   65
BAB VI
                  PENCATATAN PKWT

                        Pasal 13
PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja sejak penandatanganan.

                           Pasal 14
Untuk perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 maka yang dicatatkan adalah daftar
pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(2).
                                                       66
BAB VII
                   PERUBAHAN PKWT MENJADI PKWTT

                                      Pasal 15
(1) PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah
    menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.
(2) Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 4 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi
    PKWTT sejak adanya hubungan kerja.
(3) Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan
    produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), maka
    PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan.
(4) Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga
    puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan
    lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka PKWT berubah menjadi
    PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.
(5) Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
    dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
    (2), ayat (3) dan ayat (4), maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur
    penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi
    PKWTT.                                                                  67
Matriks Jenis-jenis PKWT
(berdasarkan Kepmen 100/2004)




                                68
Contoh PKWT (Latihan)
                                PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

Yang bertanda tangan dibawah ini :
1. N a m a                     : Djoni Balaputeradewa
   Jabatan                     : HRD Manager
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Pengusaha P.T. Ogah Mundur,
berkedudukan di jalan Majapahit No. 89, selanjutnya disebut Pihak Pertama.

2. N a m a                  :
   Alamat                   :
Bertindak untuk dan atas nama sendiri, selanjutnya disebut pihak kedua

Pada hari ini, ................... tanggal............................Pihak Pertama dengan Pihak Kedua
telah setuju untuk mengadakan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu sebagai berikut :

                                                                  Pasal 1
Pihak Pertama menerima Pihak Kedua sebagai Pekerja Waktu Tertentu (Pekerja Kontrak)
pada Departemen /Jabatan : .........................../................................selama.......BULAN,
terhitung mulai tanggal..............................s/d........................... dengan gaji sebesar
Rp....................................( .............................................................. ) per bulan.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas pekerjaan Pihak Kedua bertanggung-jawab kepada :
...........................................
                                                                                                               69
Pasal 2
Pihak Kedua berjanji :
     1.    Akan mematuhi segala peraturan dan tata tertib yang ditetapkan oleh Pihak Pertama
     2.    Akan mematuhi perintah Atasan/Pimpinan
     3.    Melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dengan sebaik-baiknya
     4.    Bersedia dipindahkan atau ditempatkan ulang dimanapun juga yang dianggap perlu oleh
           Pihak Pertama
     5.    Tidak akan melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi Pihak Pertama,
           termasuk memberikan informasi-informasi yang menyangkut rahasia perusahaan kepada
           pihak ketiga.

                                              Pasal 3
Pihak Kedua setuju dan bersedia untuk dikenakan denda atau ganti rugi atas perbuatan yang merusak
atau merugikan dengan sengaja maupun karena kecerobohannya atas barang-barang milik Pihak
Pertama.

                                               Pasal 4
Kedua belah pihak berhak untuk memutuskan Perjanjian Kerja kapanpun selama masa perjanjian
dengan pemberitahuan paling lambat 1 minggu sebelumnya. Apabila Pihak Pertama memutuskan
perjanjian kerja, maka Pihak Pertama akan membayar ganti rugi kepada Pihak Kedua sebesar 1 bulan
upah, kecuali apabila Pihak Kedua telah melakukan kesalahan/pelanggaran berat/besar dan atau
tindak pidana, maka pihak Pertama tidak akan memberikan ganti rugi.

                                                Pasal 5
Sebelum mencapai masa kerja 3 (tiga) bulan Pihak Kedua tidak berhak atas fasilitas-fasilitas jaminan
sosial & kesejahteraan lainnya kecuali : Jaminan Pengobatan karena kecelakanaan kerja dan jaminan
Kematian sesuai limit dan ketentuan Undang-undang Jamsostek.
                                                                                                  70
Pasal 6
Kontrak Kerja ini berakhir pada tanggal : .................................. dan dengan sendirinya
hubungan kerja antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua otomatis berakhir pula secara
tanpa syarat dan tanpa tuntutan apapun.

                                          Pasal 7
Kesepakatan kerja ini dibuat dalam keadaan sehat dan sadar serta tanpa paksaan dari
pihak manapun. Apabila dikemudian hari selama masa perjanjian ternyata ada hal-hal
yang belum disepakati atau belum diatur dalam kesepakatan ini atau ada perbedaan
pendapat, maka kedua belah pihak sepakat untuk bermusyawarah secara kekeluargaan
dengan merujuk atau tunduk kepada Hukum Ketenagakerjaan yang berlaku.


                     Ditandatangani di Surabaya, tanggal ……………………


    PIHAK PERTAMA                                               PIHAK KEDUA



  (Djoni Balaputeradewa)                                   ( …………………….…..)

                                                                                                     71
PENYUSUNAN PP & PKB

                      72
Peraturan Perusahaan

 Peraturan yang dibuat secara
  tertulis oleh pengusaha yang
  memuat syarat-syarat kerja dan
  tata-tertib perusahaan.


                               73
Perjanjian Kerja Bersama
 Perjanjian yang merupakan hasil perundingan
  antara serikat pekerja/serikat buruh atau
  beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang
  tercatat pada instansi yang bertanggung
  jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
  pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
  perkumpulan pengusaha yang memuat syarat
  syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah
  pihak.
                                          74
PERBEDAAN PKB DENGAN PP

                Perbedaan PKB dengan PP
                  (Peraturan Perusahaan)
                             PKB                       PP
                                               Manajemen konsultasi
                    Perundingan antara SP/SB
 Pembuatan                                      dengan SP/SB, wakil
                       dengan manajemen
                                                   pekerja/buruh

 Pendaftaran         Di instansi pemerintah              -

 Pengesahan                    -                Instansi pemerintah


 Masa berlaku               2 tahun                  2 tahun
                                                                 75
SKEMA PROSES MENUJU
       KETENANGAN KERJA DAN BERUSAHA
                                                            Pilar Hubungan
 Hubungan Kerja                                                Industrial
  dan Hubungan
     Industrial


                             untuk membina                       Saling
                 perlu
                                                                Percaya


    Komunikasi              untuk
      Intensif              membuat
                                                                             Ketenangan
                                                                Keadilan
                                                                              Kerja dan
                 mengatur           Perjanjian
                                                                              Berusaha
                                      Kerja      untuk
                                    Bersama      tercipta
                                      (PKB)

                                                               Tanggung
 Berbagai Aspek
                                                                 Jawab
yang Belum Diatur
                                                               Bersama             76
SKEMA PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN



Hubungan Kerja
dan Hubungan
   Industrial        Makro minimal (peraturan
                                                           Perjanjian Kerja (PK)
                      perundang-undangan


Pengaturan Hak &
 Kewajiban bagi                              Individual
  para pelaku                                             Peraturan Perusahaan
                                                                  (PKB)
                         Mikro
                      kondisional             Kolektif
                     (Syarat Kerja)
    Tujuan                                                   Perjanjian Kerja
                                                             Bersama (PKB)



Ketenangan Kerja                                             Kelangsungan &
                             Produktifitas
   & Berusaha                                                 Kesejahteraan
                                                                          77
Dasar Hukum PKB

   UU No. 13/2003
   Konvensi ILO No. 87 dan No.98
   UU No.21 / 2000




                                    78
Syarat-Syarat Perundingan
   SP beranggotakan minimal 50%
    pekerja
   Tercatat di Depnaker / Disnaker
   Surat mandat dari masing2 institusi




                                          79
Tujuan PKB

Menciptakan hubungan kerja yang
harmonis dinamis dan berkeadilan serta
suasana kerja yang sehat dan kondusif
di Perusahaan




                                    80
Fungsi PKB
   Mengatur hubungan kerja, hak dan kewajiban
    kedua belah pihak secara tegas dan jelas
   Sebagai alat kontrol dan alat ukur terhadap
    pelaksanaan hubungan industrial
   Mengantisipasi kejadian di kemudian hari
   Memberi petunjuk terhadap mekanisme
    penyelesaian perselisihan hubungan industrial
   Memberikan kepastian hukum dalam sebuah
    bentuk hubungan kerja
                                             81
Proses Penyusunan PKB
A. Persiapan
B. Perundingan
C. Dokumentasi
D. Sosialisasi
E. Pelaksanaan
F. Evaluasi
G. Feedback
                          82
A. Persiapan
  1. Pembentukan Tim PKB
  2. Penyusunan Kerangka Dasar / Outline
  3. Study
            Study Empiris
            Study Komparatif
            Study Historis
            Study Hukum
  1.   Draft Awal
  2.   Presentasi
  3.   Draft Akhir
  4.   Pengajuan
                                           83
3. Study
         Study Empiris, Komparatif, Historis, Hukum
    Study Empiris
     Upaya mengumpulkan data/informasi
     faktual dan valid di lapangan, a.l :
        Aspirasi anggota
        Peraturan Perusahaan/KKB sebelumnya
        Neraca Keuangan Perusahaan
        Survey Pasar
        Inflasi
        Komposisi Manajemen & Kepemilikan Saham
        Segmen Pasar
        Kebijakan Negara                       84
3. Study
     Study Komparatif
      Upaya melakukan perbandingan mengenai
      kondisi dan syarat- syarat kerja di
      Perusahaan lain pada industri yang sejenis
      (apple to apple)




                                             85
3. Study

     Study Historis
      Upaya mengumpulkan data/ informasi
      mengenai kejadian-kejadian di masa
      lalu yang menguntungkan karyawan
      yang bisa dijadikan acuan/
      yurisprudensi

                                       86
3. Study
     Study Hukum
      Upaya mempelajari dasar-dasar hukum
      (ketenagakerjaan) yang berkaitan
      dengan berbagai permasalahan yang
      terkandung dalam draft PKB




                                      87
Kriteria
Berbagai persiapan dilakukan agar
draft PKB memiliki nilai
 Aspiratif
 Obyektif
 Proporsional
 Rasional
 Reasonable
 Realistis
                                    88
Pengajuan Draft PKB
 Dilakukan dengan disertai surat
  pengantar dan permintaan utk berunding
 30 hari setelah pengajuan, perundingan
  harus sudah dimulai




                                     89
Tata tertib perundingan
 Mengatur tata cara/aturan main
  teknis perundingan, a.l :
     susunan team perunding kedua belah pihak
     waktu dan tempat perundingan
     hak dan kewajiban kedua belah pihak
     biaya perundingan


 Dibahas di hari pertama perundingan


                                                 90
Kekuatan
 Dukungan Stakeholders
 Mental & moril
 Wawasan Pengetahuan
    Hukum, Ekonomi, Sosial, Politik
   Negotiation Skill
   Communication Skill
   Data dan Informasi
   Team Work
   Networking

                                      91
Teknik Berunding
A.Sebelum Berunding

B. Selama Berunding

C. Setelah Berunding

                       92
A. Sebelum Berunding
                      (Persiapan)
   Pemilihan SDM Negosiator
   Kesiapan fisik dan mental team
   Pembagian tugas
   Penguasaan materi yg akan dibicarakan
   Target yg ingin dicapai
   Strategi yg akan diterapkan
   Pengetahuan ttg lawan runding
   Kelengkapan dokumen/data/informasi
   Analisa kendala dan kemungkinan buruk
   Kelengkapan audio visual
   Pengenalan tempat
                                            93
   Positive thinking
B. Selama Berunding

   Di awal
     Berdo’a
     Perkenalan
     Penegasan agenda pembicaraan
     Pembahasan tata tertib (hari pertama)
     Penegasan lamanya waktu perundingan
     Review hasil perundingan sebelumnya
       Penunjukan notulen

                                              94
B. Selama Berunding
   Di Tengah
       Bicaralah yang runut/sistematis
       Perhatikan pembicaraan lawan
       Jangan melakukan rapat dalam rapat
       Buat catatan-catatan
       Konsentrasi
       Lakukan kontak mata
       Kutip pernyataan dari lawan yg menguntungkan
       Hindari pertentangan pendapat sesama kawan

                                                  95
B. Selama Berunding
   Di Tengah
       Gunakan time out untuk konsolidasi
       Ciptakan suasana yang kondusif
       Bersikap santun
       Kreatif mencari alternatif pemecahan
       Hindari debat kusir
       Lakukan Klarifikasi (mengejar dg pertanyaan2 susulan)
       Hindari mendominasi pembicaraan
       Tumbuhkan rasa percaya diri
       Fokus


                                                            96
B. Selama Berunding
   Di akhir
    Buat risalah rapat
    Bacakan dan koreksi jika ada kesalahan
     pengertian maupun penulisan
    Tandatangani oleh semua yang hadir
    Tegaskan pelaksanaan pertemuan berikutnya
    Salam




                                             97
C. Setelah Berunding
 Evaluasi
 Dokumentasi

 Sosialisasi




                           98
Sesi-4
OUTSOURCING
              99
Definisi
• Outsourcing adalah menyerahkan
  sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
  perusahaan lainnya melalui perjanjian
  pemborongan pekerjaan atau penyediaan
  jasa pekerja/buruh yang dibuat secara
  tertulis
(UU 13/2003, pasal 64)


                                      100
Dasar Hukum
• UU 13/2003 pasal 64 - 66




                             101
Syarat & Ketentuan Outsorcing
•   Bukan fungsi pokok perusahaan
•   Dilakukan terpisah dari kegiatan utama
•   Dialihkan kepada suatu badan hukum
•   Ada perjanjian alih-daya tertulis
•   Kondisi ketenagakerjaan (hak-hak
    normatif) sesuai ketentuan yang berlaku
Pasal 65
(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain
    dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara
    tertulis.
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana
    dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
     a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
     b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
         pekerjaan;
     c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
     d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.
(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk
    badan hukum.
(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada
    perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya
    sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan
    pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
    berlaku.
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam
    ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
                                                                      103
(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana
   dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara
   tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang
   dipekerjakannya.
(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat
   didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian
   kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
   ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja
   pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih
   menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan
   pemberi pekerjaan.
(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi
   pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan
   kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan
   hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).
                                                                   104
Pasal 66
(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh
    pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan
    langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang
    tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
    berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut
      a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa
          pekerja/buruh;
      b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a
          adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana
          dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat
          secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
      c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul
          menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
      d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang
          bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan
          wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki
    izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan
    huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara
    pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja
    antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.                                105
Penjelasan Pasal 66

• Ayat (1)
   – Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok
     atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses
     produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan
     pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau
     perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
   – Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
     berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan
     yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu
     perusahaan.
• Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning
  service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering,
  usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa
  penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha
  penyediaan angkutan pekerja/buruh.
                                                                 106
Matriks Kebijakan & Strategi Hubungan Kerja

        Jenis     Fungsi      Bukan
                  pokok    fungsi pokok
Sifat           Perusahaan perusahaan

   Terus                        PKWTT /
                  PKWTT
  Menerus                      Outsourcing


 Tidak Terus                    PKWT /
                   PKWT
  Menerus                      Outsourcing
PHK & PENYELESAIAN
PERSELISIHAN INDUSTRIAL




                      108
Sesi-5
PROSEDUR PHK,
PERHITUNGAN PESANGON
                       109
Definisi

•   Pemutusan hubungan kerja adalah
    pengakhiran hubungan kerja karena suatu
    hal tertentu yang mengakibatkan
    berakhirnya hak dan kewajiban antara
    pekerja/buruh dan pengusaha

(UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan:
Bab I: ketentuan umum pasal 1 ayat 25)

                                         110
Dasar Hukum
• UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan:
  BAB XII Pemutusan Hubungan Kerja,
  Pasal 150 s.d. 172




                                        111
Pointers tentang PHK
                      dalam UU 13/2003
                                Pasal 151
(1)    Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan
       pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan
       terjadi pemutusan hubungan kerja.

                               Pasal 153
(1)    Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan
       alasan :

      a.   pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut
           keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas)
           bulan secara terus-menerus;
      b.   pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena
           memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan
           peraturan perundang-undangan yang berlaku;
      c.   pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
      d.   pekerja/buruh menikah;
      e.   pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan,112
           atau menyusui bayinya;
f.    Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan
          perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu
          perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
          perusahan, atau perjanjian kerja bersama;
    g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus
          serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan
          serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam
          kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan
          yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
          perjanjian kerja bersama;
    h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang
          berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak
          pidana kejahatan;
    i.    Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,
          golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
    j.    Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan
          kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat
          keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum
          dapat dipastikan.
(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan
       sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan
       pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang
       bersangkutan.
                                                                        113
2 Kategori PHK
• PHK tanpa penetapan: tidak perlu meminta
  putusan penetapan PHK dari lembaga
  penyelesaian perselisihan hubungan
  industrial

• PHK dengan penetapan: perlu atau wajib
  meminta putusan penetapan PHK dari
  lembaga penyelesaian perselisihan
  hubungan industrial                    114
PHK tanpa penetapan
                           Pasal 154
Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3)
tidak diperlukan dalam hal :

a.   Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja,
     bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
b.   Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri,
     secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi
     adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya
     hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu
     tertentu untuk pertama kali;
c.   Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan
     ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
     perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-
     undangan; atau
d.   Pekerja/buruh meninggal dunia.                        115
.




    116
TABEL JENIS TANGGUNGJAWAB PENGUSAHA (HAK KARYAWAN)


 KODE          JENIS UANG PESANGON            KETERANGAN               Dasar Aturan

                                              Gaji pokok + tunjangan
  UP    Uang pesangon                         tetap                    Psl. 157 jo 156 ayat 2

                                              Gaji pokok + tunjangan   Psl. 157 jo
 UPMK   Uang penghargaan masa kerja           tetap                    156 ayat 3


 UPH    Uang penggantian hak

                                              1/2 bulan gaji
 UPH1   Cuti belum di ambil                   pokok                    Psl. 156 ayat 4 a

        Biaya ongkos pulang pekerja &         Sesuai tempat diterima
 UPH2   keluarganya                           kerja                    Psl. 156 ayat 4 b

        Penggantian perumahan, pengobatan &   15
 UPH3   perawatan                             %.UP+UPMK                Psl. 156 ayat 4 c

                                              Sesuai KKB / KK / Per.
 UPH4   Hal lain sesuai KKB / KK / PP         Prs.                     Psl. 156 ayat 4 d

                                              Sesuai KKB / KK / Per.
 Upis   Uang pisah                            Prs.                     Psl. 158 ayat 4

                                                                                                117
  GK    Ganti Kerugian                        Perundingan              Psl. 158 ayat 4
TABEL UANG PESANGON SESUAI
MASA KERJA


                                                   Dasar
 KODE             Lama Kerja          KETERANGAN   Aturan

MK0     < 1 th                        1 upah       UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 a

MK1     Lebih 1 th tapi kurang 2 th   2 upah       UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 b

MK2     Lebih 2 th tapi kurang 3 th   3 upah       UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 c

MK3     Lebih 3 th tapi kurang 4 th   4 upah       UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 d

MK4     Lebih 4 th tapi kurang 5 th   5 upah       UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 e

MK5     Lebih 5 th tapi kurang 6 th   6 upah       UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 f

MK6     Lebih 6 th tapi kurang 7 th   7 upah       UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 g

MK7     Lebih 7 th tapi kurang 8 th   8 upah       UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 h

                                                                        118
MK8     > 8 th                        9 upah       UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 i
TABEL UANG PENGHARGAAN
MASA KERJA(UPMK)


                                                   Dasar
 KODE             Lama Kerja          KETERANGAN   Aturan

Upmk0   Klasifikasi UPMK < 3 tahun    0 upah       -
                                                   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3
Upmk1   Klasifikasi UPMK 3 - 6 th     2 upah       a
                                                   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3
Upmk2   Klasifikasi UPMK 6 - 9 th     3 upah       b
                                                   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3
Upmk3   Klasifikasi UPMK 9 - 12 th    4 upah       c
                                                   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3
Upmk4   Klasifikasi UPMK 12 - 15 th   5 upah       d
                                                   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3
Upmk5   Klasifikasi UPMK 15 - 18 th   6 upah       e

Upmk6   Klasifikasi UPMK 18 - 21 th   7 upah       UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 f
                                                   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3
Upmk7   Klasifikasi UPMK 21 - 24 th   8 upah       g
                                                                        119
                                                   UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3
Upmk8   Klasifikasi UPMK > 24 th      10 upah      h
TABEL HAK PESANGON KARYAWAN SESUAI ALASAN TERJADINYA PHK

                                                                                                                     UPH2      UPH3
KO                                                                                                  UPM   UPH1                         UP
                 JENIS PENYEBAB PHK                               DASAR ATURAN                 UP                  (transpo   (rmh+o        Upis   GK
DE                                                                                                   K    (cuti)                       H4
                                                                                                                       rt)      bat)

 1   Karyawan melakukan kesalahan berat (berdasar     Pasal 158 (1,3) jo KepMK 012/03, jo SE    0     0        1          1             0      0
     putusan pengadilan)                              13/2005

 2   Karyawan melakukan pelanggaran sesuai            Pasal 161 (3)                             1     1        1          1     15%     0      0
     ketentuan kontrak kerja dan telah mendapat
     Surat Peringatan

 3   Karyawan berperkara pidana lebih dari 6 bulan    Pasal 160 (3,6,7) jo SE 13/2005           0     1        1          1             0      0
     (kasusnya bukan pengaduan Pengusaha)

 4   Mengundurkan diri                                Pasal 162 (1,2)                           0     0        1          1             0      1

 5   Bukan karena kesalahan, tapi pekerja dapat       Pasal 27 KEP. 150/2000 jo UUK 13/2003     2     1        1          1     15%     0      0        1
     menerima                                         psl 191

 6   Prubahan status,penggabungan,peleburan/          Pasal 163 (1)                             1     1        1          1     15%     0      0
     perubahan kepemilikan, pekerja tidak bersedia
     lanjut kerja.

 7   Perubahan status, penggabungan, peleburan,       Pasal 163 (2)                             2     1        1          1     15%     0      0
     pengusaha tidak bersedia menerima karyawan
     kembali bekerja

 8   Perusahaan tutup karena rugi, force majeur       Pasal 164 (1)                             1     1        1          1     15%     0      0

 9   Perusahaan tutup karena melakukan efisiensi      Pasal 164 (3)                             2     1        1          1     15%     0      0

10   Perusahaan pailit                                Pasal 165                                 1     1        1          1     15%     0      0

11   Karyawan meninggal dunia                         Pasal 166                                 2     1        1          1     15%     0      0

12   Karyawan tidak masuk 5 hari secara berturut-     Pasal 168 (1,3)                           0     0        1          1        0    0      0
     turut tanpa surat yg dpt dipertanggungjawabkan
      (mangkir)

13   Pengusaha menganiaya karyawan & pengusaha        Pasal 169 (1,2)                           2     1        1          1     15%     0      0
     wanprestasi

14   Karyawan mengalami sakit berkepanjangan,         Pasal 172                                 2     2        1          1     15%     0      0
     mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan
     tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah 12
     bulan

15   Karyawan masuk masa pensiun (Belum               Pasal 167 (1,5)                           2     1        1          1     15%     0      0
     diikutkan program pensiun)

16   Karyawan masuk masa pensiun (Telah diikutkan     Pasal 167 (1)                             0     0        1          1     15%     0    120
                                                                                                                                              0
     program pensiun dgn iuran dari perusahaan)
Sesi-6
PENYELESAIAN
PERSELISIHAN INDUSTRIAL
                          121
Dasar Hukum
• Undang-undang Republik Indonesia Nomor
  2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
  Perselisihan Hubungan Industrial

• Disahkan di Jakarta Pada Tanggal 14
  Januari 2004 oleh Presiden Republik
  Indonesia: Megawati Soekarnoputri

                                        122
Sistimatika UU 2 / 2004
•   BAB I. KETENTUAN UMUM (Pasal 1 – 2)

•   BAB II. TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
    INDUSTRIAL

    –   Bagian Kesatu Penyelesaian Melalui Bipartit (Pasal 3 – 7)
    –   Bagian Kedua Penyelesaian Melalui Mediasi (Pasal 8 – 16)
    –   Bagian Ketiga Penyelesaian Melalui Konsiliasi (Pasal 17 – 28)
    –   Bagian Keempat Penyelesaian Melalui Arbitrase (Pasal 29 – 54)

•   BAB III. PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
    – Bagian Kesatu Umum (Pasal 55 – 60)
    – Bagian Kedua Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Hakim Kasasi (Pasal 61- 73)
    – Bagian Ketiga Sub Kepaniteraan dan Panitera Pengganti (Pasal 74 – 80)
                                                                        123
• BAB IV. PENYELESAIAN PERSELISIHAN MELALUI
  PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
  – Bagian Kesatu Penyelesaian Perselisihan Oleh Hakim
     •   Paragraf   1 Pengajuan Gugatan (Pasal 81 – 88)
     •   Paragraf   2 Pemeriksaan Dengan Acara Biasa (Pasal 89 – 97)
     •   Paragraf   3 Pemeriksaan Dengan Acara Cepat (Pasal 98 – 99)
     •   Paragraf   4 Pengambilan Putusan (Pasal 100 – 112)
  – Bagian Kedua Penyelesaian Perselisihan Oleh Hakim Kasasi (Pasal
    113 – 115)

• BAB V. SANKSI ADMINISTRASI DAN KETENTUAN
  PIDANA
  – Bagian Kesatu Sanksi Administratif (Pasal 116 – 121)
  – Bagian Kedua Ketentuan Pidana (Pasal 122)

• BAB VI. KETENTUAN LAIN-LAIN (Pasal 123)
• BAB VII. KETENTUAN PERALIHAN (Pasal 124)
                                                                       124
• BAB VIII. KETENTUAN PENUTUP (Pasal 125 – 126)
Definisi
• Perselisihan Hubungan Industrial adalah
  perbedaan pendapat yang mengakibatkan
  pertentangan antara pengusaha atau gabungan
  pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
  pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan
  mengenai hak, perselisihan kepentingan,
  perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
  perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
  dalam satu perusahaan
(Pasal 1 ayat 1 UU 2 / 2004)
                                               125
• Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak
  dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau
  penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
  perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

• Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam
  hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
  pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan
  dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian
  kerja bersama.

• Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang
  timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
  pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

• Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan
  antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat
  buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya
  persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan
  kewajiban keserikatpekerjaan.
                                                                    126
7
127
8
128
Perundingan Bipartit

• Perundingan bipartit adalah perundingan
  antara pekerja/buruh atau serikat
  pekerja/serikat buruh dengan pengusaha
  untuk menyelesaikan perselisihan
  hubungan industrial.




                                            129
Bagian Kesatu
                                  Penyelesaian Melalui Bipartit

                                                Pasal 3
(1) Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui
    perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
    diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.
(3) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) salah
    satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai
    kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.

                                               Pasal 4
(1) Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah
    satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung
    jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya
    penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
(2) Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilampirkan, maka instansi yang
    bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling
    lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.
(3) Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di
    bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati
    memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.
(4) Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase
    dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan
    melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.
(5) Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan,
    perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.

(6) Penyelesaian melalui arbitrase dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan atau130
    perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.
11
131
Mediasi & Mediator
• Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi
  adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
  perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar
  serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
  melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
  mediator yang netral.

• Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator
  adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di
  bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai
  mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan
  mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis
  kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan
  perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
  pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat
  pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
                                                             132
Pasal 13

(1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
    melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para
    pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial
    pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian
    Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
    melalui mediasi, maka:

    a. Mediator mengeluarkan anjuran tertulis;
    b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-
       lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah
       disampaikan kepada para pihak;
    c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator
       yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-
       lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
    d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c
        dianggap menolak anjuran tertulis;
    e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
       huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran
       tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat
       perjanjian bersama untuk kemudian didaftar di pengadilan hubungan industrial
       pada pengadilan negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian
       bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
                                                                                  133
14
134
Konsiliasi & Konsiliator
• Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut
  konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan,
  perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan
  antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
  perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh
  seorang atau lebih konsiliator yang netral.

• Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut
  konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi
  syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri,
  yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib
  memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang
  berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan,
  perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan
  antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
                                                        135
  perusahaan.
Pasal 23

(1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
   melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para
   pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial
   pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian
   Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
    melalui konsiliasi, maka:

    a. Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis;
    b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-
       lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah
       disampaikan kepada para pihak;
    c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator
       yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-
       lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
    d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c
       dianggap menolak anjuran tertulis;
    e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada
       huruf a, maka, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran
       tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat
       perjanjian bersama untuk kemudian didaftar di pengadilan hubungan industrial
       pada pengadilan negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama
       untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
                                                                                  136
17
137
Arbitrase & Arbiter
• Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut
  arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan
  kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
  buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan
  Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para
  pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian
  perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para
  pihak dan bersifat final.

• Arbiter Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbiter
  adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang
  berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri
  untuk memberikan putusan mengenai perselisihan
  kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
  buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan
  penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya           138
  mengikat para pihak dan bersifat final.
Pasal 44

(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan upaya
    mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih.
(2) Apabila perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercapai, maka arbiter atau
    majelis arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang
    berselisih dan arbiter atau majelis arbiter.
(3) Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didaftarkan di Pengadilan
    Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian.
(5) Apabila upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gagal, arbiter atau
    majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase.

                                        Pasal 51

(1) Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih
    dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap.
(2) Putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan di Pengadilan
    Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan.
(3) Dalam hal putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilaksanakan oleh
    salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan fiat eksekusi
    di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
    tempat kedudukan pihak terhadap siapa putusan itu harus dijalankan, agar putusan
    diperintahkan untuk dijalankan.
(4) Perintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus diberikan dalam waktu selambat-
    lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah permohonan didaftarkan pada Panitera
    Pengadilan Negeri setempat dengan tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari
    putusan arbitrase.
                                                                                     139
Pasal 52
(1) Terhadap putusan arbitrase, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan
    pembatalan kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
    puluh) hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbiter, apabila putusan diduga
    mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

    a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan
       dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu;
    b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
       disembunyikan oleh pihak lawan;
    c. putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
       pemeriksaan perselisihan;
    d. putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial; atau
    e. putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikabulkan,
    Mahkamah Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau
    sebagian putusan arbitrase.

(3) Mahkamah Agung memutuskan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud
    dalam ayat (1) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
    terhitung sejak menerima permohonan pembatalan.

                                      Pasal 53
Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui      140
arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
                               MELALUI
                    PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


                                   Pasal 103
Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dalam waktu selambat-lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja terhitung
sejak sidang pertama.

                                  Pasal 104
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
ditandatangani oleh Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Panitera Pengganti.

                                      Pasal 105
Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan Industrial dalam waktu selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan Majelis Hakim dibacakan, harus
sudah menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir dalam
sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2).

                                 Pasal 106
Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan ditandatangani,
Panitera Muda harus sudah menerbitkan salinan putusan.                     141
Pasal 107
Panitera Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah salinan putusan
diterbitkan harus sudah mengirimkan salinan putusan kepada para pihak.

                                               Pasal 108
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial dapat mengeluarkan putusan yang dapat
     dilaksanakan
lebih dahulu, meskipun putusannya diajukan perlawanan atau kasasi.

                                                  Pasal 109
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan akhir dan
bersifat tetap.

                                             Pasal 110
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak dan
    perselisihan
pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi
kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja:

     a. bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan di bacakan dalam sidang majelis hakim;
     b. bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan putusan.

                                               Pasal 111
Salah satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikan
     secara
tertulis melalui Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.

                                            Pasal 112
Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dalam waktu selambat- 142
    lambatnya
Penyelesaian Perselisihan Oleh Hakim Kasasi

                                Pasal 113
Majelis Hakim Kasasi terdiri atas satu orang Hakim Agung dan dua orang
Hakim Ad-Hoc yang ditugasi memeriksa dan mengadili perkara
perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung yang ditetapkan
oleh Ketua Mahkamah Agung.

                             Pasal 114
Tata cara permohonan kasasi serta penyelesaian perselisihan hak dan
perselisihan pemutusan hubungan kerja oleh Hakim Kasasi dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                                Pasal 115
Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan
   kerja
pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi.
                                                                     143
Sesi-7
TEKNIK MENGHADAPI
PEMERIKSAAN DISNAKER
                       144
Definisi
• Pengawasan ketenagakerjaan adalah
  kegiatan mengawasi dan menegakkan
  pelaksanaan peraturan perundang-
  undangan di bidang ketenagakerjaan
(UU 13/2003)




                                       145
BAB XIV
                           PENGAWASAN
                             Pasal 176
  Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas
  ketenaga-kerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna
  menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan
  ketenagakerjaan.
                             Pasal 177
  Pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam
  Pasal 176 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

                                Pasal 178
(1) Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri
   pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
   ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
   pemerintah kabupaten/kota.
(2) Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud
   dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.               146
Pasal 179
(1) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam
   Pasal 178 pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
   wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan
   ketenagakerjaan kepada Menteri.
(2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
   ditetapkan dengan KeputusanMenteri.

                             Pasal 180
   Ketentuan mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban, serta
   wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 176 sesuai dengan peraturan perundang-
   undangan yang berlaku.
                             Pasal 181
   Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 wajib :
a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan;
b. tidak menyalahgunakan kewenangannya.
                                                                           147
• dadangbudiaji@gmail.com
• 0816.620.647




                            148
Isu Sentral HI?
•   Upah Minimum: UMK < KHL
•   Kontrak Kerja
•   Outsourcing
•   Pesangon
•   Revisi UU 13/2003
•   Pelaksanaan Hak-Hak Normatif


                                   149

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Presentasi Hukum Ketenagakerjaan
Presentasi Hukum KetenagakerjaanPresentasi Hukum Ketenagakerjaan
Presentasi Hukum KetenagakerjaanArif Gunawan
 
Program lks tripartit
Program lks   tripartitProgram lks   tripartit
Program lks tripartitfspi
 
Pengembangan SDM
Pengembangan SDMPengembangan SDM
Pengembangan SDMSably Az
 
Bab 3. perencanaan personel dan perekrutan sdm
Bab 3. perencanaan personel dan perekrutan sdmBab 3. perencanaan personel dan perekrutan sdm
Bab 3. perencanaan personel dan perekrutan sdm01051982
 
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusia
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusiaHubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusia
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusiaMaxMedia
 
Skema Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
Skema Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya ManusiaSkema Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
Skema Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya ManusiaWilliam Perkasa
 
Pemutusan hubungan kerja
Pemutusan hubungan kerjaPemutusan hubungan kerja
Pemutusan hubungan kerjaFardalaw Labor
 
Contoh peraturan-perusahaan syafriyadi-mml3
Contoh peraturan-perusahaan syafriyadi-mml3Contoh peraturan-perusahaan syafriyadi-mml3
Contoh peraturan-perusahaan syafriyadi-mml3Deden Andi
 
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Publik
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi PublikPerencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Publik
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi PublikSansan Santika Rizki
 
JOB ANALYSIS & JOB DESCRIPTION
JOB ANALYSIS & JOB DESCRIPTIONJOB ANALYSIS & JOB DESCRIPTION
JOB ANALYSIS & JOB DESCRIPTIONHusna Sholihah
 
Hukum Ketenagakerjaan - Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Idik S...
Hukum Ketenagakerjaan - Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Idik S...Hukum Ketenagakerjaan - Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Idik S...
Hukum Ketenagakerjaan - Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Idik S...Idik Saeful Bahri
 
001-MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL.ppt
001-MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL.ppt001-MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL.ppt
001-MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL.pptwongalus3
 

La actualidad más candente (20)

Dimensi kepuasan kerja
Dimensi kepuasan kerjaDimensi kepuasan kerja
Dimensi kepuasan kerja
 
Presentasi Hukum Ketenagakerjaan
Presentasi Hukum KetenagakerjaanPresentasi Hukum Ketenagakerjaan
Presentasi Hukum Ketenagakerjaan
 
Program lks tripartit
Program lks   tripartitProgram lks   tripartit
Program lks tripartit
 
Pengembangan SDM
Pengembangan SDMPengembangan SDM
Pengembangan SDM
 
Bab 3. perencanaan personel dan perekrutan sdm
Bab 3. perencanaan personel dan perekrutan sdmBab 3. perencanaan personel dan perekrutan sdm
Bab 3. perencanaan personel dan perekrutan sdm
 
Manajemen Karir
Manajemen KarirManajemen Karir
Manajemen Karir
 
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusia
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusiaHubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusia
Hubungan Industrial dalam manajemen sumber daya manusia
 
Skema Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
Skema Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya ManusiaSkema Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
Skema Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
 
08 pola & jalur karir
08 pola & jalur karir08 pola & jalur karir
08 pola & jalur karir
 
Hubungan Industrial Pancasila
Hubungan Industrial PancasilaHubungan Industrial Pancasila
Hubungan Industrial Pancasila
 
Pemutusan hubungan kerja
Pemutusan hubungan kerjaPemutusan hubungan kerja
Pemutusan hubungan kerja
 
Outsourcing
OutsourcingOutsourcing
Outsourcing
 
Contoh peraturan-perusahaan syafriyadi-mml3
Contoh peraturan-perusahaan syafriyadi-mml3Contoh peraturan-perusahaan syafriyadi-mml3
Contoh peraturan-perusahaan syafriyadi-mml3
 
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Publik
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi PublikPerencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Publik
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Publik
 
JOB ANALYSIS & JOB DESCRIPTION
JOB ANALYSIS & JOB DESCRIPTIONJOB ANALYSIS & JOB DESCRIPTION
JOB ANALYSIS & JOB DESCRIPTION
 
Manajemen SDM (Rekrutmen & Seleksi)
Manajemen SDM (Rekrutmen & Seleksi)Manajemen SDM (Rekrutmen & Seleksi)
Manajemen SDM (Rekrutmen & Seleksi)
 
Hukum Ketenagakerjaan - Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Idik S...
Hukum Ketenagakerjaan - Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Idik S...Hukum Ketenagakerjaan - Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Idik S...
Hukum Ketenagakerjaan - Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Idik S...
 
Motivasi kerja PPT
Motivasi kerja PPTMotivasi kerja PPT
Motivasi kerja PPT
 
001-MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL.ppt
001-MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL.ppt001-MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL.ppt
001-MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL.ppt
 
Contoh Penilaian Kinerja Karyawan
Contoh Penilaian Kinerja KaryawanContoh Penilaian Kinerja Karyawan
Contoh Penilaian Kinerja Karyawan
 

Destacado

Hi sesi6 pppk-bdanperjanjiankerja
Hi sesi6 pppk-bdanperjanjiankerjaHi sesi6 pppk-bdanperjanjiankerja
Hi sesi6 pppk-bdanperjanjiankerjaAlen Pepa
 
Hukum ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaanHukum ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaanhanggardatu
 
Memahami Serikat Pekerja
Memahami Serikat PekerjaMemahami Serikat Pekerja
Memahami Serikat PekerjaHeri Susanto
 
Aspek MSDM (Manajemen Functional)
Aspek MSDM (Manajemen Functional)Aspek MSDM (Manajemen Functional)
Aspek MSDM (Manajemen Functional)Mohammad Mustaqim
 
000.uu no.13 tahun 2003
000.uu no.13 tahun 2003000.uu no.13 tahun 2003
000.uu no.13 tahun 2003Budi Man
 
Problem solving skills based on tqc by Dadang Budiaji MM
Problem solving skills based on tqc by Dadang Budiaji MMProblem solving skills based on tqc by Dadang Budiaji MM
Problem solving skills based on tqc by Dadang Budiaji MMDadang Budiaji
 
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKB
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKBPermen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKB
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKBFardalaw Labor
 
Tanggung Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja
Tanggung Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja Tanggung Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja
Tanggung Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja Janter Panjaitan
 
Matakuliah ketenagakerjaan
Matakuliah  ketenagakerjaanMatakuliah  ketenagakerjaan
Matakuliah ketenagakerjaanZul Kifli
 
Upah tenaga kerja cut zurnali
Upah tenaga kerja   cut zurnaliUpah tenaga kerja   cut zurnali
Upah tenaga kerja cut zurnalicutzurnali
 
Etika Bisnis -Teori Duecare
Etika Bisnis -Teori DuecareEtika Bisnis -Teori Duecare
Etika Bisnis -Teori DuecarebangN
 
Kartu k uning
Kartu k uningKartu k uning
Kartu k uningNew Brand
 
Metode Sistem Pencahayaan Buatan-SNI
Metode Sistem Pencahayaan Buatan-SNIMetode Sistem Pencahayaan Buatan-SNI
Metode Sistem Pencahayaan Buatan-SNIArif211194
 
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)Viorensia Yuri
 

Destacado (20)

8. sistem pengupahan
8. sistem pengupahan8. sistem pengupahan
8. sistem pengupahan
 
Hi sesi6 pppk-bdanperjanjiankerja
Hi sesi6 pppk-bdanperjanjiankerjaHi sesi6 pppk-bdanperjanjiankerja
Hi sesi6 pppk-bdanperjanjiankerja
 
Hukum ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaanHukum ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaan
 
Hubungan industrial
Hubungan industrialHubungan industrial
Hubungan industrial
 
Memahami Serikat Pekerja
Memahami Serikat PekerjaMemahami Serikat Pekerja
Memahami Serikat Pekerja
 
Aspek MSDM (Manajemen Functional)
Aspek MSDM (Manajemen Functional)Aspek MSDM (Manajemen Functional)
Aspek MSDM (Manajemen Functional)
 
BAB I KETENAGAKERJAAN
BAB I KETENAGAKERJAANBAB I KETENAGAKERJAAN
BAB I KETENAGAKERJAAN
 
Hukum Ketenagakerjaan
Hukum KetenagakerjaanHukum Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakerjaan
 
000.uu no.13 tahun 2003
000.uu no.13 tahun 2003000.uu no.13 tahun 2003
000.uu no.13 tahun 2003
 
Problem solving skills based on tqc by Dadang Budiaji MM
Problem solving skills based on tqc by Dadang Budiaji MMProblem solving skills based on tqc by Dadang Budiaji MM
Problem solving skills based on tqc by Dadang Budiaji MM
 
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKB
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKBPermen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKB
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKB
 
Tanggung Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja
Tanggung Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja Tanggung Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja
Tanggung Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja
 
Proses phk
Proses phkProses phk
Proses phk
 
Matakuliah ketenagakerjaan
Matakuliah  ketenagakerjaanMatakuliah  ketenagakerjaan
Matakuliah ketenagakerjaan
 
Upah tenaga kerja cut zurnali
Upah tenaga kerja   cut zurnaliUpah tenaga kerja   cut zurnali
Upah tenaga kerja cut zurnali
 
Score modul ILO
Score modul ILOScore modul ILO
Score modul ILO
 
Etika Bisnis -Teori Duecare
Etika Bisnis -Teori DuecareEtika Bisnis -Teori Duecare
Etika Bisnis -Teori Duecare
 
Kartu k uning
Kartu k uningKartu k uning
Kartu k uning
 
Metode Sistem Pencahayaan Buatan-SNI
Metode Sistem Pencahayaan Buatan-SNIMetode Sistem Pencahayaan Buatan-SNI
Metode Sistem Pencahayaan Buatan-SNI
 
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)
 

Similar a Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptx
perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptxperspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptx
perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptxUmmuFaizah7
 
349046872-Hubungan-invgjvdustrial-ppt.ppt
349046872-Hubungan-invgjvdustrial-ppt.ppt349046872-Hubungan-invgjvdustrial-ppt.ppt
349046872-Hubungan-invgjvdustrial-ppt.pptUmmuFaizah4
 
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalahTm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalahWennaSustiany
 
Tugas SDM Serikat Pekerja.ppt
Tugas SDM Serikat Pekerja.pptTugas SDM Serikat Pekerja.ppt
Tugas SDM Serikat Pekerja.pptsnowSuper
 
MSDM SERIKAT KERJA 2.ppt
MSDM SERIKAT KERJA 2.pptMSDM SERIKAT KERJA 2.ppt
MSDM SERIKAT KERJA 2.pptMarselaM2
 
HUBUNGAN INDUSTRIAL.pptx
HUBUNGAN INDUSTRIAL.pptxHUBUNGAN INDUSTRIAL.pptx
HUBUNGAN INDUSTRIAL.pptxssuser5a3fb1
 
Union Representatif & Collective Bargaining.pdf
Union Representatif & Collective Bargaining.pdfUnion Representatif & Collective Bargaining.pdf
Union Representatif & Collective Bargaining.pdfEngeChristina1
 
Makalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerjaMakalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerjadede nurcholis
 
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptxSosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptxBrian801227
 
Uu13 Thn 2003
Uu13 Thn 2003Uu13 Thn 2003
Uu13 Thn 2003soeryadie
 
Hasil penelitian hubungan industrial
Hasil penelitian hubungan industrialHasil penelitian hubungan industrial
Hasil penelitian hubungan industrialRia Palupi
 
PPT HUKUM BISNIS_ KETENAGAKERJAAN.pdf
PPT HUKUM BISNIS_ KETENAGAKERJAAN.pdfPPT HUKUM BISNIS_ KETENAGAKERJAAN.pdf
PPT HUKUM BISNIS_ KETENAGAKERJAAN.pdfmuhammadhaidar29
 
hubungan_Industrial_awawokedkmfmg,rgl.pptx
hubungan_Industrial_awawokedkmfmg,rgl.pptxhubungan_Industrial_awawokedkmfmg,rgl.pptx
hubungan_Industrial_awawokedkmfmg,rgl.pptxUmmuFaizah4
 
001-manajemenhubunganindustrial-230126083750-b92bff2f.pptx
001-manajemenhubunganindustrial-230126083750-b92bff2f.pptx001-manajemenhubunganindustrial-230126083750-b92bff2f.pptx
001-manajemenhubunganindustrial-230126083750-b92bff2f.pptxUmmuFaizah4
 
UU 13/2003 Ketenagakerjaan
UU 13/2003 KetenagakerjaanUU 13/2003 Ketenagakerjaan
UU 13/2003 Ketenagakerjaanrudhysikumbang
 
Etika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Etika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial PerusahaanEtika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Etika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial PerusahaanAlvin Tokan
 
465488079-HUKUM-ACARA-PERADILAN-HUBUNGAN-INDUSTRIAL-Teori-pptx.pptx
465488079-HUKUM-ACARA-PERADILAN-HUBUNGAN-INDUSTRIAL-Teori-pptx.pptx465488079-HUKUM-ACARA-PERADILAN-HUBUNGAN-INDUSTRIAL-Teori-pptx.pptx
465488079-HUKUM-ACARA-PERADILAN-HUBUNGAN-INDUSTRIAL-Teori-pptx.pptxmanaf13
 

Similar a Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm (20)

perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptx
perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptxperspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptx
perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptx
 
349046872-Hubungan-invgjvdustrial-ppt.ppt
349046872-Hubungan-invgjvdustrial-ppt.ppt349046872-Hubungan-invgjvdustrial-ppt.ppt
349046872-Hubungan-invgjvdustrial-ppt.ppt
 
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalahTm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalah
 
Tugas SDM Serikat Pekerja.ppt
Tugas SDM Serikat Pekerja.pptTugas SDM Serikat Pekerja.ppt
Tugas SDM Serikat Pekerja.ppt
 
MSDM SERIKAT KERJA 2.ppt
MSDM SERIKAT KERJA 2.pptMSDM SERIKAT KERJA 2.ppt
MSDM SERIKAT KERJA 2.ppt
 
HUBUNGAN INDUSTRIAL.pptx
HUBUNGAN INDUSTRIAL.pptxHUBUNGAN INDUSTRIAL.pptx
HUBUNGAN INDUSTRIAL.pptx
 
Artikel ilmiah
Artikel ilmiahArtikel ilmiah
Artikel ilmiah
 
Union Representatif & Collective Bargaining.pdf
Union Representatif & Collective Bargaining.pdfUnion Representatif & Collective Bargaining.pdf
Union Representatif & Collective Bargaining.pdf
 
Makalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerjaMakalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerja
 
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptxSosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptx
 
Uu13 Thn 2003
Uu13 Thn 2003Uu13 Thn 2003
Uu13 Thn 2003
 
Hubungan Buruh dan Perundingan Kolektif
Hubungan Buruh dan Perundingan KolektifHubungan Buruh dan Perundingan Kolektif
Hubungan Buruh dan Perundingan Kolektif
 
Hasil penelitian hubungan industrial
Hasil penelitian hubungan industrialHasil penelitian hubungan industrial
Hasil penelitian hubungan industrial
 
PPT HUKUM BISNIS_ KETENAGAKERJAAN.pdf
PPT HUKUM BISNIS_ KETENAGAKERJAAN.pdfPPT HUKUM BISNIS_ KETENAGAKERJAAN.pdf
PPT HUKUM BISNIS_ KETENAGAKERJAAN.pdf
 
hubungan_Industrial_awawokedkmfmg,rgl.pptx
hubungan_Industrial_awawokedkmfmg,rgl.pptxhubungan_Industrial_awawokedkmfmg,rgl.pptx
hubungan_Industrial_awawokedkmfmg,rgl.pptx
 
Msdm hub.industrial
Msdm hub.industrialMsdm hub.industrial
Msdm hub.industrial
 
001-manajemenhubunganindustrial-230126083750-b92bff2f.pptx
001-manajemenhubunganindustrial-230126083750-b92bff2f.pptx001-manajemenhubunganindustrial-230126083750-b92bff2f.pptx
001-manajemenhubunganindustrial-230126083750-b92bff2f.pptx
 
UU 13/2003 Ketenagakerjaan
UU 13/2003 KetenagakerjaanUU 13/2003 Ketenagakerjaan
UU 13/2003 Ketenagakerjaan
 
Etika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Etika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial PerusahaanEtika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Etika Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
 
465488079-HUKUM-ACARA-PERADILAN-HUBUNGAN-INDUSTRIAL-Teori-pptx.pptx
465488079-HUKUM-ACARA-PERADILAN-HUBUNGAN-INDUSTRIAL-Teori-pptx.pptx465488079-HUKUM-ACARA-PERADILAN-HUBUNGAN-INDUSTRIAL-Teori-pptx.pptx
465488079-HUKUM-ACARA-PERADILAN-HUBUNGAN-INDUSTRIAL-Teori-pptx.pptx
 

Más de Dadang Budiaji

Seri 6 webinar manajemen talenta suksesi dan karir
Seri 6 webinar manajemen talenta suksesi dan karirSeri 6 webinar manajemen talenta suksesi dan karir
Seri 6 webinar manajemen talenta suksesi dan karirDadang Budiaji
 
Seri 4 webinar merumuskan model dan identifikasi kompetensi -11 sept 2020_dad...
Seri 4 webinar merumuskan model dan identifikasi kompetensi -11 sept 2020_dad...Seri 4 webinar merumuskan model dan identifikasi kompetensi -11 sept 2020_dad...
Seri 4 webinar merumuskan model dan identifikasi kompetensi -11 sept 2020_dad...Dadang Budiaji
 
Seri 3 menyusun sistem remunerasi 4 sept 2020 by dadang budiaji
Seri 3 menyusun sistem remunerasi 4 sept 2020 by dadang budiajiSeri 3 menyusun sistem remunerasi 4 sept 2020 by dadang budiaji
Seri 3 menyusun sistem remunerasi 4 sept 2020 by dadang budiajiDadang Budiaji
 
Seri 2 webinar menyusun grading jabatan 29-8-2020 by dadang budiaji
Seri 2 webinar menyusun grading jabatan 29-8-2020 by dadang budiajiSeri 2 webinar menyusun grading jabatan 29-8-2020 by dadang budiaji
Seri 2 webinar menyusun grading jabatan 29-8-2020 by dadang budiajiDadang Budiaji
 
Webinar menyusun uraian jabatan 22 8-2020 by dadang budiaji
Webinar menyusun uraian jabatan 22 8-2020 by dadang budiajiWebinar menyusun uraian jabatan 22 8-2020 by dadang budiaji
Webinar menyusun uraian jabatan 22 8-2020 by dadang budiajiDadang Budiaji
 
Manajemen sdm utk semua atasan by dadang budiaji mm
Manajemen sdm utk semua atasan by dadang budiaji mmManajemen sdm utk semua atasan by dadang budiaji mm
Manajemen sdm utk semua atasan by dadang budiaji mmDadang Budiaji
 
Performance management manajemen kinerja by dadang budiaji mm [compatibilit...
Performance management   manajemen kinerja by dadang budiaji mm [compatibilit...Performance management   manajemen kinerja by dadang budiaji mm [compatibilit...
Performance management manajemen kinerja by dadang budiaji mm [compatibilit...Dadang Budiaji
 
Sesi 1 tinjauan umum manajemen sumber daya manusia by dadang budiaji mm [comp...
Sesi 1 tinjauan umum manajemen sumber daya manusia by dadang budiaji mm [comp...Sesi 1 tinjauan umum manajemen sumber daya manusia by dadang budiaji mm [comp...
Sesi 1 tinjauan umum manajemen sumber daya manusia by dadang budiaji mm [comp...Dadang Budiaji
 

Más de Dadang Budiaji (8)

Seri 6 webinar manajemen talenta suksesi dan karir
Seri 6 webinar manajemen talenta suksesi dan karirSeri 6 webinar manajemen talenta suksesi dan karir
Seri 6 webinar manajemen talenta suksesi dan karir
 
Seri 4 webinar merumuskan model dan identifikasi kompetensi -11 sept 2020_dad...
Seri 4 webinar merumuskan model dan identifikasi kompetensi -11 sept 2020_dad...Seri 4 webinar merumuskan model dan identifikasi kompetensi -11 sept 2020_dad...
Seri 4 webinar merumuskan model dan identifikasi kompetensi -11 sept 2020_dad...
 
Seri 3 menyusun sistem remunerasi 4 sept 2020 by dadang budiaji
Seri 3 menyusun sistem remunerasi 4 sept 2020 by dadang budiajiSeri 3 menyusun sistem remunerasi 4 sept 2020 by dadang budiaji
Seri 3 menyusun sistem remunerasi 4 sept 2020 by dadang budiaji
 
Seri 2 webinar menyusun grading jabatan 29-8-2020 by dadang budiaji
Seri 2 webinar menyusun grading jabatan 29-8-2020 by dadang budiajiSeri 2 webinar menyusun grading jabatan 29-8-2020 by dadang budiaji
Seri 2 webinar menyusun grading jabatan 29-8-2020 by dadang budiaji
 
Webinar menyusun uraian jabatan 22 8-2020 by dadang budiaji
Webinar menyusun uraian jabatan 22 8-2020 by dadang budiajiWebinar menyusun uraian jabatan 22 8-2020 by dadang budiaji
Webinar menyusun uraian jabatan 22 8-2020 by dadang budiaji
 
Manajemen sdm utk semua atasan by dadang budiaji mm
Manajemen sdm utk semua atasan by dadang budiaji mmManajemen sdm utk semua atasan by dadang budiaji mm
Manajemen sdm utk semua atasan by dadang budiaji mm
 
Performance management manajemen kinerja by dadang budiaji mm [compatibilit...
Performance management   manajemen kinerja by dadang budiaji mm [compatibilit...Performance management   manajemen kinerja by dadang budiaji mm [compatibilit...
Performance management manajemen kinerja by dadang budiaji mm [compatibilit...
 
Sesi 1 tinjauan umum manajemen sumber daya manusia by dadang budiaji mm [comp...
Sesi 1 tinjauan umum manajemen sumber daya manusia by dadang budiaji mm [comp...Sesi 1 tinjauan umum manajemen sumber daya manusia by dadang budiaji mm [comp...
Sesi 1 tinjauan umum manajemen sumber daya manusia by dadang budiaji mm [comp...
 

Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm

  • 1. PROGRAM PELATIHAN LEGAL OFFICER Aspek: Hukum Ketenagakerjaan & Hubungan Industrial Trainer: Drs. Dadang Budiaji, MM. 1
  • 2. Tentang Trainer Dadang Budiaji Pekerjaan: • 1997-Now : Senior Manager HRD pada perusahaan garmen • 1990-1997: Personnel Section Head pada perusahaan tekstil • 1992-Now : Part time lecturer pada MM Unpad dan FE-UKM Pendidikan: • S2: Magister Manajemen Unpad • S1: Hubungan Internasional Fisip-Unpad Kontak: Email: dadangbudiaji@gmail.com, HP: 0816620647 2
  • 3. Menyepakati groundrules: • Tepat waktu • Berpartisipasi aktif • Tidak ada dering handphone • Tidak merokok selama sesi pelatihan • .. • .. 3
  • 4. Apa pengharapan anda dari pelatihan ini? • Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan saya dapat: – …Paham HI & HKI – …Dpt selesaikan masalah2 di perusahaan – …kuasai knowledge & skill2 dlm lingkup HI & HKI (PP/PKB/PK/PHK) – Paham hak & kewajiban para pelaku HI 4
  • 5. Masalah ketenagakerjaan apa yang sedang anda hadapi? 1. …Salah hitung pesangon 2. …Pelaksanaan aturan mutasi pegawai blm sesuai 3. …Sikap atasan yg tdk mendengar masukan2 bawahan 4. Pelaksanaan aturan sanksi ganti rugi (alokasi) tdk sesuai aturan yg ada 5. IA dan SP tdk berjalan semestinya 6. Pemecatan krn tdk lulus diklat penaksir muda dan tdk lulus test kesehatan 5 7. Outsourcing
  • 6. Agenda Kamis, 30 Des 2010 : 08.00-10.15 1. Konsep Dasar & Kerangka Kerja Hub. Industrial 10.30-12.00 2. Hukum Otonom dan Hukum Heteronom 13.00-15.15 3. Perjanjian Kerja dan Peraturan Perusahaan 15.45-17.00 4. Outsourcing Jumat, 31 Des 2010 : 08.00-09.45 5. Prosedur PHK, Perhitungan Upah dan Pesangon 10.00-11.30 6. Penyelesaian Perselisihan Industrial 13.00-15.30 7. Teknik Menghadapi Pemeriksaan Disnaker 8. Studi Kasus Perum Pegadaian 16.00 – 17.00 Post Test 6
  • 8. Sesi-1 KONSEP DASAR & KERANGKA KERJA HUBUNGAN INDUSTRIAL 8
  • 9. Definisi • Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9
  • 10. PENGUSAHA Pancasila PEMERINTAH & UUD 45 10 PEKERJA
  • 11. Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP) & Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Trainer: Drs. Dadang Budiaji, MM (Praktisi & Konsultan SDM) 11
  • 12. Hubungan Kerja  Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. 12
  • 13. HUBUNGAN KERJA Pekerjaan Upah Perintah Pekerja PERJANJIAN KERJA 13
  • 14. Perjanjian Kerja  Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 14
  • 15. Fungsi Pemerintah • Menetapkan kebijakan • Memberikan pelayanan • Melaksanakan pengawasan • Melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang- undangan ketenagakerjaan. 15
  • 16. Fungsi Pekerja / Serikat Pekerja • Menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya • Menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi • Menyalurkan aspirasi secara demokratis • Mengembangkan keterampilan dan keahliannya • Ikut memajukan perusahaan • Memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya 16
  • 17. Fungsi Pengusaha / Organisasi Pengusaha • Menciptakan kemitraan • Mengembangkan usaha • Memperluas lapangan kerja • Memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan. 17
  • 18. Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana 1. Serikat pekerja/serikat buruh (mikro & makro) 2. Organisasi pengusaha (makro) 3. Lembaga kerja sama bipartit (mikro) 4. Lembaga kerja sama tripartit (makro) 5. Peraturan perusahaan (mikro) 6. Perjanjian kerja bersama (mikro) 7. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan (makro) 8. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (mikro & makro) 18
  • 19. Sarana-sarana hubungan industrial Mikro Makro Serikat pekerja/serikat buruh Serikat pekerja/serikat buruh Lembaga penyelesaian perselisihan Lembaga kerja sama bipartit hubungan industrial Peraturan perusahaan/perjanjian Peraturan perundang-undangan kerja bersama ketenagakerjaan Lembaga penyelesaian perselisihan Lembaga kerja sama tripartit hubungan industrial Organisasi pengusaha 19
  • 20. • Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. 20
  • 21. • Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh atau unsur pekerja/buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 21
  • 22. • Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah. 22
  • 23. • Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat syarat kerja dan tata tertib perusahaan. 23
  • 24. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. 24
  • 25. SKEMA PROSES MENUJU KETENANGAN KERJA DAN BERUSAHA Pilar Hubungan Kerja Hubungan Industrial dan Hubungan Industrial untuk membina Saling perlu Percaya Komunikasi untuk Intensif membuat Keadilan Ketenangan Kerja dan mengatur Perjanjian Berusaha Kerja untuk Bersama tercipta (PKB) Tanggung Berbagai Aspek Jawab yang Belum Diatur Bersama 25
  • 26. 26
  • 28. Perbedaan: • Hukum Otonom = Mikro kondisional = Belum diatur oleh peraturan perundangan = diatur melalui kesepakatan/perjanjian = dituangkan dalam PP/PKB dan Perjanjian Kerja • Hukum Heteronom = Makro minimal = Sudah diatur oleh peraturan perundangan = tinggal dilaksanakan = bukan untuk dirundingkan atau disepakati (kecuali ada ketentuannya) = hak-hak normatif pekerja 28
  • 30. Pointers dalam UU 13/2003 Pasal 90 (1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89. (2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan. Pasal 91 (1) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang- undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 30
  • 31. Pasal 93 (1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila : a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara; e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan ibadah yang diperintahkan agamanya; f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat; h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. 31
  • 32. Pasal 93 (3) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut : a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah; b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah; c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. (4) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut : a. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari; b. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; e. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; dan g. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari. 32
  • 33. Pasal 94 Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. Pasal 95 (1) Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda. (2) Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh. (3) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah. (4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pem- bayarannya. 33
  • 34. Bagian Ketiga Kesejahteraan Pasal 99 (1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. (2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 34
  • 35. Daftar pelanggaran & Sanksi Pelanggaran Ancaman Hal Pelanggaran Denda Pasal Pidana Pengusaha tidak ikut program pensiun buruh maka pesangon 2 X 167.5 tabel (pasal 156 ayat 2) 1 sd 5 tahun d/a 100 - 500 jt Cuti hamil 3 bulan & istirahat bagi pekerja perempuan yg 82 keguguran 1,5 bulan atau sesuai surat dokter 1 sd 4 tahun d/a 100 - 400 jt 90.1 Dilarang membayar upah dibawah UM (pasal 89) 1 sd 4 tahun d/a 100 - 400 jt MemPHK karyawan berperkara di pengadilan dan dinyatakan tidak bersalah dlm waktu kurang dari 6 bulan & keharusan 160.4&7 membayar pesangon pekerja yg divonis bersalah karena perkara 1 sd 4 tahun d/a 100 - 400 jt pidana 93.2 Upah saat sakit, haid, tugas negara, cuti, tugas SP, pendidikan 1 sd 4 tahun d/a 10 - 400 jt Buruh < 18 th & wanita hamil dilarang kerja malam dan wanita yg 76 kerja malam diberikan makanan & jemputan 1 sd 12 bulan 10 sd 100 juta 78.2 Kewajiban bayar upah lembur karyawan 1 sd 12 bulan 10 sd 100 juta Kewajiban memberikan istirahat kerja, mingguan, cuti tahunan & 79.1&2 cuti panjang 1 sd 12 bulan 10 sd 100 juta 85.3 Kewajiban bayar lembur pada hari libur resmi 1 sd 12 bulan 10 sd 100 juta 78.1 Persetujuan lembur oleh karyawan & jam maksimal lembur . Bantuan bagi pekerja yg di tahan pada 6 bulan pertama karena 35 160.1&2 pidana diluar pengaduan pengusaha . .
  • 36. ISI HUKUM YANG NORMATIF: HAK PEKERJA / KEWAJIBAN PENGUSAHA 1. Upah Minimum Kota/Kabupaten : A. Permenaker 01/99 pasal 14 : “Bagi Pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap dan dalam masa percobaan, upah diberikan oleh pengusaha serendah-rendahnya sebesar upah minimum “ B. Permenaker 01/99 pasal 14 ayat 2 : “Upah Minimum hanya berlaku bagi Pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun” C. Permenaker 01/99 Pasal 14 ayat 3 : “Peninjauan besarnya upah Pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan atas kesepakatan tertulis antara Pekerja / Serikat Pekerja dengan Pengusaha”. 36
  • 37. 2. Upah Lembur : - Undang-undang no. 1/1951 pasal 10 ayat 1, Jo- - Kepmenaker no.60B/1998 pasal 3, Jo- - Kepmenaker no.72/1984 - Kepmenaker 102/2004 A. Cara perhitungan upah se-jam bagi karyawan harian tetap dan karyawan bulanan : 1/173 X Upah sebulan (minimun sebesar UMR/UMK) Cara perhitungan upah se-jam bagi karyawan borongan tetap : 1/7 X hasil rata-rata 37 sehari.
  • 38. B. Cara perhitungan upah lembur : Untuk yang 6 hari kerja seminggu : Hari kerja biasa : - Jam ke I dihitung 1½ X - Jam ke II dst dihitung 2 X - Hari Libur yang bukan hari Sabtu : - Jam ke I – VII dihitung 2 X - Jam ke VIII dihitung 3 X - Jam ke IX dst dihitung 4 X Hari Libur yang jatuh pada hari Sabtu : - Jam ke I – V dihitung 2 X - Jam ke VI dihitung 3 X - Jam ke VII dst dihitung 4 X Untuk yang 5 hari kerja seminggu : Hari Libur : - Jam ke I – VIII dihitung 2 X - Jam ke IX dihitung 3 X 38 - Jam ke X dst dihitung 4 X
  • 39. 3. JAMSOSTEK Undang-undang no. 3/92 pasal 4 ayat 1 Jo pasal 29 Jo PP no. 14/93 pasal 2 ayat 3 : “Perusahaan yang mempekerjakan sebanyak 10 orang atau lebih atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, maka wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek”. 39
  • 40. 4. a. Istirahat Kerja, ½ jam setelah kerja 4 jam (Pasal 79 ayat 2 UU 13/2003) b. Istirahat Mingguan, 1 hari setelah kerja 6 hari c. Istirahat tahunan, 12 hari setelah kerja 12 bulan d. Ijin meninggalkan pekerjaan di luar istirahat tahunan (Pasal 93 ayat 4 UU13/2003) : - Pekerja kawin : 3 hari - Anak pekerja khitanan : 2 hari - Anak pekerja dibaptis : 2 hari - Anak pekerja kawin : 2 hari - Anggota keluarga pekerja meninggal dunia : 2 hari - Istri pekerja melahirkan : 2 hari - Anggota keluarga pekerja lainnya yang serumah meninggal dunia: 1 hari (bukan suami/istri, orang tua/mertua. Anak/menantu) 40
  • 41. 5. a. Cuti haid untuk pekerja wanita yang merasakan sakit waktu haid, haid hari ke 1 dan 2 (Pasal 93 ayat 2:b, UU No.13/2003) b. Cuti hamil dan melahirkan untuk pekerja wanita. 1½ bulan sebelum melahirkan dan 1½ bulan setelah melahirkan (total : 3 bulan) 6. Upah selama sakit (Pasal 93 ayat 3 UU No.13/2003) – 4 bulan pertama 100% – 4 bulan kedua 75% – 4 bulan ketiga 50% – Berikutnya 25%, sebelum PHK 41
  • 42. 7. THR : Kepmenaker no.4/94 - Masa Kerja > 1 tahun : 1 bulan upah - Masa Kerja < 1 tahun tetapi > masa percobaan ( 3 bulan) X bulan X Upah sebulan (> UMR/UMK) 12 8. Uang Pesangon (Pasal 156 ayat 2,3,4 UU No.13/2003) penghargaan masa kerja dan ganti kerugian untuk PHK di perusahaan 42
  • 45. Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP) & Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Trainer: Drs. Dadang Budiaji, MM (Praktisi & Konsultan SDM) 45
  • 46. Hubungan Kerja  Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. 46
  • 47. HUBUNGAN KERJA Pekerjaan Upah Perintah Pekerja PERJANJIAN KERJA 47
  • 48. Perjanjian Kerja  Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 48
  • 49. Dasar Hukum UU No. 13 / 2003 Tentang Ketenagakerjaan Bab IX Tentang Hubungan Kerja Pasal 50 s.d. 66 Kepmennakertrans No. 100 / 2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu 49
  • 50. Persyaratan PKWT • Tidak dapat mensyaratkan masa percobaan. Sanksi: persyaratan masa percobaan batal demi hukum • Dibuat hanya untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat/kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT • Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. • Jangka waktu PKWT atas dasar jangka waktu tertentu maks. 2 th. dan perpanjangannya maks. 1 kali untuk maks. 1 th • Pembaruan PKWT hanya dapat dilakukan setelah lebih dari 30 hari berakhirnya PKWT lama, hanya untuk 1 kali dan maks. 2 tahun. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT
  • 51. KATEGORISASI PERJANJIAN KERJA Perjanjian Kerja Masa Percobaan Pengangkatan Waktu Tidak 1 x 3 Bulan Kary. Tetap Tertentu (PKWTT) Perjanjian Kerja Sekali Selesai 3+2 Perjanjian Kerja Musiman Waktu Tertentu 4 Kategori 2+1 (PKWT) Bisnis Baru Lepas <= 20 HK/BL <= 3 BL
  • 52. Persyaratan PKWT • Tidak dapat mensyaratkan masa percobaan. Sanksi: persyaratan masa percobaan batal demi hukum • Dibuat hanya untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat/kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT • Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. • Jangka waktu PKWT atas dasar jangka waktu tertentu maks. 2 th. dan perpanjangannya maks. 1 kali untuk maks. 1 th • Pembaruan PKWT hanya dapat dilakukan setelah lebih dari 30 hari berakhirnya PKWT lama, hanya untuk 1 kali dan maks. 2 tahun. Sanksi: demi hukum menjadi PKWTT 52
  • 53. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. • Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap 53
  • 54. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 50-63. BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 (1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. (2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Pasal 52 (1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. kesepakatan kedua belah pihak; b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. (2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan. (3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum. 54
  • 55. Pasal 53 Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha. Pasal 54 (1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat : a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. jabatan atau jenis pekerjaan; d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. (2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh ber-tentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. (3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. 55
  • 56. Pasal 55 Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak. Pasal 56 (1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas : a. jangka waktu; atau b. selesainya suatu pekerjaan tertentu. Pasal 57 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. (3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia. 56
  • 57. Pasal 58 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. (2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum. Pasal 59 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. (3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui. (4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. 57
  • 58. (5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. (6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun. (7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. (8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Pasal 60 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. (2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. 58
  • 59. Pasal 61 (1) Perjanjian kerja berakhir apabila : a. pekerja meninggal dunia; b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. (2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. (3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh. (4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. (5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya se-suai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 59
  • 60. Pasal 62 Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Pasal 63 (1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. (2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang kurangnya memuat keterangan : a. nama dan alamat pekerja/buruh; b. tanggal mulai bekerja; c. jenis pekerjaan; dan d. besarnya upah. 60
  • 61. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu BAB II PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG SEKALI SELESAI ATAU SEMENTARA SIFATNYA YANG PENYELESAIANNYA PALING LAMA 3 (TIGA) TAHUN Pasal 3 (1) PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. (2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun. (3) Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. (4) Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai. (5) Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan PKWT. (6) Pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. (7) Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha. (8) Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) yang dituangkan dalam perjanjian. 61
  • 62. BAB III PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERSIFAT MUSIMAN Pasal 4 (1) Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca. (2) PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. Pasal 5 (1) Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman. (2) PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. Pasal 6 Pengusaha yang mempekerjaan pekerja/buruh berdasarkan PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus membuat daftar nama pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. Pasal 7 PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tidak dapat dilakukan pembaharuan. 62
  • 63. BAB IV PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUK BARU Pasal 8 (1) PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. (2) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun. (3) PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan pembaharuan. Pasal 9 PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan. 63
  • 64. BAB V PERJANJIAN KERJA HARIAN ATAU LEPAS Pasal 10 (1) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas. (2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan. (3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT. Pasal 11 Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya. 64
  • 65. Pasal 12 (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh. (2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sekurang- kurangnya memuat : a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja. b. nama/alamat pekerja/buruh. c. jenis pekerjaan yang dilakukan. d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya. (3) Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh. 65
  • 66. BAB VI PENCATATAN PKWT Pasal 13 PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan. Pasal 14 Untuk perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 maka yang dicatatkan adalah daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2). 66
  • 67. BAB VII PERUBAHAN PKWT MENJADI PKWTT Pasal 15 (1) PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. (2) Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. (3) Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan. (4) Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut. (5) Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT. 67
  • 69. Contoh PKWT (Latihan) PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Yang bertanda tangan dibawah ini : 1. N a m a : Djoni Balaputeradewa Jabatan : HRD Manager Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Pengusaha P.T. Ogah Mundur, berkedudukan di jalan Majapahit No. 89, selanjutnya disebut Pihak Pertama. 2. N a m a : Alamat : Bertindak untuk dan atas nama sendiri, selanjutnya disebut pihak kedua Pada hari ini, ................... tanggal............................Pihak Pertama dengan Pihak Kedua telah setuju untuk mengadakan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu sebagai berikut : Pasal 1 Pihak Pertama menerima Pihak Kedua sebagai Pekerja Waktu Tertentu (Pekerja Kontrak) pada Departemen /Jabatan : .........................../................................selama.......BULAN, terhitung mulai tanggal..............................s/d........................... dengan gaji sebesar Rp....................................( .............................................................. ) per bulan. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pekerjaan Pihak Kedua bertanggung-jawab kepada : ........................................... 69
  • 70. Pasal 2 Pihak Kedua berjanji : 1. Akan mematuhi segala peraturan dan tata tertib yang ditetapkan oleh Pihak Pertama 2. Akan mematuhi perintah Atasan/Pimpinan 3. Melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dengan sebaik-baiknya 4. Bersedia dipindahkan atau ditempatkan ulang dimanapun juga yang dianggap perlu oleh Pihak Pertama 5. Tidak akan melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi Pihak Pertama, termasuk memberikan informasi-informasi yang menyangkut rahasia perusahaan kepada pihak ketiga. Pasal 3 Pihak Kedua setuju dan bersedia untuk dikenakan denda atau ganti rugi atas perbuatan yang merusak atau merugikan dengan sengaja maupun karena kecerobohannya atas barang-barang milik Pihak Pertama. Pasal 4 Kedua belah pihak berhak untuk memutuskan Perjanjian Kerja kapanpun selama masa perjanjian dengan pemberitahuan paling lambat 1 minggu sebelumnya. Apabila Pihak Pertama memutuskan perjanjian kerja, maka Pihak Pertama akan membayar ganti rugi kepada Pihak Kedua sebesar 1 bulan upah, kecuali apabila Pihak Kedua telah melakukan kesalahan/pelanggaran berat/besar dan atau tindak pidana, maka pihak Pertama tidak akan memberikan ganti rugi. Pasal 5 Sebelum mencapai masa kerja 3 (tiga) bulan Pihak Kedua tidak berhak atas fasilitas-fasilitas jaminan sosial & kesejahteraan lainnya kecuali : Jaminan Pengobatan karena kecelakanaan kerja dan jaminan Kematian sesuai limit dan ketentuan Undang-undang Jamsostek. 70
  • 71. Pasal 6 Kontrak Kerja ini berakhir pada tanggal : .................................. dan dengan sendirinya hubungan kerja antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua otomatis berakhir pula secara tanpa syarat dan tanpa tuntutan apapun. Pasal 7 Kesepakatan kerja ini dibuat dalam keadaan sehat dan sadar serta tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila dikemudian hari selama masa perjanjian ternyata ada hal-hal yang belum disepakati atau belum diatur dalam kesepakatan ini atau ada perbedaan pendapat, maka kedua belah pihak sepakat untuk bermusyawarah secara kekeluargaan dengan merujuk atau tunduk kepada Hukum Ketenagakerjaan yang berlaku. Ditandatangani di Surabaya, tanggal …………………… PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA (Djoni Balaputeradewa) ( …………………….…..) 71
  • 72. PENYUSUNAN PP & PKB 72
  • 73. Peraturan Perusahaan  Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata-tertib perusahaan. 73
  • 74. Perjanjian Kerja Bersama  Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. 74
  • 75. PERBEDAAN PKB DENGAN PP Perbedaan PKB dengan PP (Peraturan Perusahaan) PKB PP Manajemen konsultasi Perundingan antara SP/SB Pembuatan dengan SP/SB, wakil dengan manajemen pekerja/buruh Pendaftaran Di instansi pemerintah - Pengesahan - Instansi pemerintah Masa berlaku 2 tahun 2 tahun 75
  • 76. SKEMA PROSES MENUJU KETENANGAN KERJA DAN BERUSAHA Pilar Hubungan Hubungan Kerja Industrial dan Hubungan Industrial untuk membina Saling perlu Percaya Komunikasi untuk Intensif membuat Ketenangan Keadilan Kerja dan mengatur Perjanjian Berusaha Kerja untuk Bersama tercipta (PKB) Tanggung Berbagai Aspek Jawab yang Belum Diatur Bersama 76
  • 77. SKEMA PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN Hubungan Kerja dan Hubungan Industrial Makro minimal (peraturan Perjanjian Kerja (PK) perundang-undangan Pengaturan Hak & Kewajiban bagi Individual para pelaku Peraturan Perusahaan (PKB) Mikro kondisional Kolektif (Syarat Kerja) Tujuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Ketenangan Kerja Kelangsungan & Produktifitas & Berusaha Kesejahteraan 77
  • 78. Dasar Hukum PKB  UU No. 13/2003  Konvensi ILO No. 87 dan No.98  UU No.21 / 2000 78
  • 79. Syarat-Syarat Perundingan  SP beranggotakan minimal 50% pekerja  Tercatat di Depnaker / Disnaker  Surat mandat dari masing2 institusi 79
  • 80. Tujuan PKB Menciptakan hubungan kerja yang harmonis dinamis dan berkeadilan serta suasana kerja yang sehat dan kondusif di Perusahaan 80
  • 81. Fungsi PKB  Mengatur hubungan kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak secara tegas dan jelas  Sebagai alat kontrol dan alat ukur terhadap pelaksanaan hubungan industrial  Mengantisipasi kejadian di kemudian hari  Memberi petunjuk terhadap mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial  Memberikan kepastian hukum dalam sebuah bentuk hubungan kerja 81
  • 82. Proses Penyusunan PKB A. Persiapan B. Perundingan C. Dokumentasi D. Sosialisasi E. Pelaksanaan F. Evaluasi G. Feedback 82
  • 83. A. Persiapan 1. Pembentukan Tim PKB 2. Penyusunan Kerangka Dasar / Outline 3. Study  Study Empiris  Study Komparatif  Study Historis  Study Hukum 1. Draft Awal 2. Presentasi 3. Draft Akhir 4. Pengajuan 83
  • 84. 3. Study Study Empiris, Komparatif, Historis, Hukum  Study Empiris Upaya mengumpulkan data/informasi faktual dan valid di lapangan, a.l :  Aspirasi anggota  Peraturan Perusahaan/KKB sebelumnya  Neraca Keuangan Perusahaan  Survey Pasar  Inflasi  Komposisi Manajemen & Kepemilikan Saham  Segmen Pasar  Kebijakan Negara 84
  • 85. 3. Study  Study Komparatif Upaya melakukan perbandingan mengenai kondisi dan syarat- syarat kerja di Perusahaan lain pada industri yang sejenis (apple to apple) 85
  • 86. 3. Study  Study Historis Upaya mengumpulkan data/ informasi mengenai kejadian-kejadian di masa lalu yang menguntungkan karyawan yang bisa dijadikan acuan/ yurisprudensi 86
  • 87. 3. Study  Study Hukum Upaya mempelajari dasar-dasar hukum (ketenagakerjaan) yang berkaitan dengan berbagai permasalahan yang terkandung dalam draft PKB 87
  • 88. Kriteria Berbagai persiapan dilakukan agar draft PKB memiliki nilai  Aspiratif  Obyektif  Proporsional  Rasional  Reasonable  Realistis 88
  • 89. Pengajuan Draft PKB  Dilakukan dengan disertai surat pengantar dan permintaan utk berunding  30 hari setelah pengajuan, perundingan harus sudah dimulai 89
  • 90. Tata tertib perundingan  Mengatur tata cara/aturan main teknis perundingan, a.l :  susunan team perunding kedua belah pihak  waktu dan tempat perundingan  hak dan kewajiban kedua belah pihak  biaya perundingan  Dibahas di hari pertama perundingan 90
  • 91. Kekuatan  Dukungan Stakeholders  Mental & moril  Wawasan Pengetahuan Hukum, Ekonomi, Sosial, Politik  Negotiation Skill  Communication Skill  Data dan Informasi  Team Work  Networking 91
  • 92. Teknik Berunding A.Sebelum Berunding B. Selama Berunding C. Setelah Berunding 92
  • 93. A. Sebelum Berunding (Persiapan)  Pemilihan SDM Negosiator  Kesiapan fisik dan mental team  Pembagian tugas  Penguasaan materi yg akan dibicarakan  Target yg ingin dicapai  Strategi yg akan diterapkan  Pengetahuan ttg lawan runding  Kelengkapan dokumen/data/informasi  Analisa kendala dan kemungkinan buruk  Kelengkapan audio visual  Pengenalan tempat 93  Positive thinking
  • 94. B. Selama Berunding  Di awal  Berdo’a  Perkenalan  Penegasan agenda pembicaraan  Pembahasan tata tertib (hari pertama)  Penegasan lamanya waktu perundingan  Review hasil perundingan sebelumnya  Penunjukan notulen 94
  • 95. B. Selama Berunding  Di Tengah  Bicaralah yang runut/sistematis  Perhatikan pembicaraan lawan  Jangan melakukan rapat dalam rapat  Buat catatan-catatan  Konsentrasi  Lakukan kontak mata  Kutip pernyataan dari lawan yg menguntungkan  Hindari pertentangan pendapat sesama kawan 95
  • 96. B. Selama Berunding  Di Tengah  Gunakan time out untuk konsolidasi  Ciptakan suasana yang kondusif  Bersikap santun  Kreatif mencari alternatif pemecahan  Hindari debat kusir  Lakukan Klarifikasi (mengejar dg pertanyaan2 susulan)  Hindari mendominasi pembicaraan  Tumbuhkan rasa percaya diri  Fokus 96
  • 97. B. Selama Berunding  Di akhir Buat risalah rapat Bacakan dan koreksi jika ada kesalahan pengertian maupun penulisan Tandatangani oleh semua yang hadir Tegaskan pelaksanaan pertemuan berikutnya Salam 97
  • 98. C. Setelah Berunding  Evaluasi  Dokumentasi  Sosialisasi 98
  • 100. Definisi • Outsourcing adalah menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis (UU 13/2003, pasal 64) 100
  • 101. Dasar Hukum • UU 13/2003 pasal 64 - 66 101
  • 102. Syarat & Ketentuan Outsorcing • Bukan fungsi pokok perusahaan • Dilakukan terpisah dari kegiatan utama • Dialihkan kepada suatu badan hukum • Ada perjanjian alih-daya tertulis • Kondisi ketenagakerjaan (hak-hak normatif) sesuai ketentuan yang berlaku
  • 103. Pasal 65 (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. (2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. tidak menghambat proses produksi secara langsung. (3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum. (4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. 103
  • 104. (6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya. (7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. (8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan. (9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7). 104
  • 105. Pasal 66 (1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. (2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak; c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. (3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. (4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan. 105
  • 106. Penjelasan Pasal 66 • Ayat (1) – Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. – Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. • Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh. 106
  • 107. Matriks Kebijakan & Strategi Hubungan Kerja Jenis Fungsi Bukan pokok fungsi pokok Sifat Perusahaan perusahaan Terus PKWTT / PKWTT Menerus Outsourcing Tidak Terus PKWT / PKWT Menerus Outsourcing
  • 110. Definisi • Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha (UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan: Bab I: ketentuan umum pasal 1 ayat 25) 110
  • 111. Dasar Hukum • UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan: BAB XII Pemutusan Hubungan Kerja, Pasal 150 s.d. 172 111
  • 112. Pointers tentang PHK dalam UU 13/2003 Pasal 151 (1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Pasal 153 (1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan : a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus; b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; d. pekerja/buruh menikah; e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan,112 atau menyusui bayinya;
  • 113. f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama; g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan; i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. (2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. 113
  • 114. 2 Kategori PHK • PHK tanpa penetapan: tidak perlu meminta putusan penetapan PHK dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial • PHK dengan penetapan: perlu atau wajib meminta putusan penetapan PHK dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial 114
  • 115. PHK tanpa penetapan Pasal 154 Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal : a. Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya; b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali; c. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang- undangan; atau d. Pekerja/buruh meninggal dunia. 115
  • 116. . 116
  • 117. TABEL JENIS TANGGUNGJAWAB PENGUSAHA (HAK KARYAWAN) KODE JENIS UANG PESANGON KETERANGAN Dasar Aturan Gaji pokok + tunjangan UP Uang pesangon tetap Psl. 157 jo 156 ayat 2 Gaji pokok + tunjangan Psl. 157 jo UPMK Uang penghargaan masa kerja tetap 156 ayat 3 UPH Uang penggantian hak 1/2 bulan gaji UPH1 Cuti belum di ambil pokok Psl. 156 ayat 4 a Biaya ongkos pulang pekerja & Sesuai tempat diterima UPH2 keluarganya kerja Psl. 156 ayat 4 b Penggantian perumahan, pengobatan & 15 UPH3 perawatan %.UP+UPMK Psl. 156 ayat 4 c Sesuai KKB / KK / Per. UPH4 Hal lain sesuai KKB / KK / PP Prs. Psl. 156 ayat 4 d Sesuai KKB / KK / Per. Upis Uang pisah Prs. Psl. 158 ayat 4 117 GK Ganti Kerugian Perundingan Psl. 158 ayat 4
  • 118. TABEL UANG PESANGON SESUAI MASA KERJA Dasar KODE Lama Kerja KETERANGAN Aturan MK0 < 1 th 1 upah UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 a MK1 Lebih 1 th tapi kurang 2 th 2 upah UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 b MK2 Lebih 2 th tapi kurang 3 th 3 upah UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 c MK3 Lebih 3 th tapi kurang 4 th 4 upah UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 d MK4 Lebih 4 th tapi kurang 5 th 5 upah UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 e MK5 Lebih 5 th tapi kurang 6 th 6 upah UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 f MK6 Lebih 6 th tapi kurang 7 th 7 upah UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 g MK7 Lebih 7 th tapi kurang 8 th 8 upah UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 h 118 MK8 > 8 th 9 upah UU 13/2003 Psl. 156 ayat 2 i
  • 119. TABEL UANG PENGHARGAAN MASA KERJA(UPMK) Dasar KODE Lama Kerja KETERANGAN Aturan Upmk0 Klasifikasi UPMK < 3 tahun 0 upah - UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 Upmk1 Klasifikasi UPMK 3 - 6 th 2 upah a UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 Upmk2 Klasifikasi UPMK 6 - 9 th 3 upah b UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 Upmk3 Klasifikasi UPMK 9 - 12 th 4 upah c UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 Upmk4 Klasifikasi UPMK 12 - 15 th 5 upah d UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 Upmk5 Klasifikasi UPMK 15 - 18 th 6 upah e Upmk6 Klasifikasi UPMK 18 - 21 th 7 upah UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 f UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 Upmk7 Klasifikasi UPMK 21 - 24 th 8 upah g 119 UU 13/2003 Psl. 156 ayat 3 Upmk8 Klasifikasi UPMK > 24 th 10 upah h
  • 120. TABEL HAK PESANGON KARYAWAN SESUAI ALASAN TERJADINYA PHK UPH2 UPH3 KO UPM UPH1 UP JENIS PENYEBAB PHK DASAR ATURAN UP (transpo (rmh+o Upis GK DE K (cuti) H4 rt) bat) 1 Karyawan melakukan kesalahan berat (berdasar Pasal 158 (1,3) jo KepMK 012/03, jo SE 0 0 1 1 0 0 putusan pengadilan) 13/2005 2 Karyawan melakukan pelanggaran sesuai Pasal 161 (3) 1 1 1 1 15% 0 0 ketentuan kontrak kerja dan telah mendapat Surat Peringatan 3 Karyawan berperkara pidana lebih dari 6 bulan Pasal 160 (3,6,7) jo SE 13/2005 0 1 1 1 0 0 (kasusnya bukan pengaduan Pengusaha) 4 Mengundurkan diri Pasal 162 (1,2) 0 0 1 1 0 1 5 Bukan karena kesalahan, tapi pekerja dapat Pasal 27 KEP. 150/2000 jo UUK 13/2003 2 1 1 1 15% 0 0 1 menerima psl 191 6 Prubahan status,penggabungan,peleburan/ Pasal 163 (1) 1 1 1 1 15% 0 0 perubahan kepemilikan, pekerja tidak bersedia lanjut kerja. 7 Perubahan status, penggabungan, peleburan, Pasal 163 (2) 2 1 1 1 15% 0 0 pengusaha tidak bersedia menerima karyawan kembali bekerja 8 Perusahaan tutup karena rugi, force majeur Pasal 164 (1) 1 1 1 1 15% 0 0 9 Perusahaan tutup karena melakukan efisiensi Pasal 164 (3) 2 1 1 1 15% 0 0 10 Perusahaan pailit Pasal 165 1 1 1 1 15% 0 0 11 Karyawan meninggal dunia Pasal 166 2 1 1 1 15% 0 0 12 Karyawan tidak masuk 5 hari secara berturut- Pasal 168 (1,3) 0 0 1 1 0 0 0 turut tanpa surat yg dpt dipertanggungjawabkan (mangkir) 13 Pengusaha menganiaya karyawan & pengusaha Pasal 169 (1,2) 2 1 1 1 15% 0 0 wanprestasi 14 Karyawan mengalami sakit berkepanjangan, Pasal 172 2 2 1 1 15% 0 0 mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah 12 bulan 15 Karyawan masuk masa pensiun (Belum Pasal 167 (1,5) 2 1 1 1 15% 0 0 diikutkan program pensiun) 16 Karyawan masuk masa pensiun (Telah diikutkan Pasal 167 (1) 0 0 1 1 15% 0 120 0 program pensiun dgn iuran dari perusahaan)
  • 122. Dasar Hukum • Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial • Disahkan di Jakarta Pada Tanggal 14 Januari 2004 oleh Presiden Republik Indonesia: Megawati Soekarnoputri 122
  • 123. Sistimatika UU 2 / 2004 • BAB I. KETENTUAN UMUM (Pasal 1 – 2) • BAB II. TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL – Bagian Kesatu Penyelesaian Melalui Bipartit (Pasal 3 – 7) – Bagian Kedua Penyelesaian Melalui Mediasi (Pasal 8 – 16) – Bagian Ketiga Penyelesaian Melalui Konsiliasi (Pasal 17 – 28) – Bagian Keempat Penyelesaian Melalui Arbitrase (Pasal 29 – 54) • BAB III. PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL – Bagian Kesatu Umum (Pasal 55 – 60) – Bagian Kedua Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Hakim Kasasi (Pasal 61- 73) – Bagian Ketiga Sub Kepaniteraan dan Panitera Pengganti (Pasal 74 – 80) 123
  • 124. • BAB IV. PENYELESAIAN PERSELISIHAN MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL – Bagian Kesatu Penyelesaian Perselisihan Oleh Hakim • Paragraf 1 Pengajuan Gugatan (Pasal 81 – 88) • Paragraf 2 Pemeriksaan Dengan Acara Biasa (Pasal 89 – 97) • Paragraf 3 Pemeriksaan Dengan Acara Cepat (Pasal 98 – 99) • Paragraf 4 Pengambilan Putusan (Pasal 100 – 112) – Bagian Kedua Penyelesaian Perselisihan Oleh Hakim Kasasi (Pasal 113 – 115) • BAB V. SANKSI ADMINISTRASI DAN KETENTUAN PIDANA – Bagian Kesatu Sanksi Administratif (Pasal 116 – 121) – Bagian Kedua Ketentuan Pidana (Pasal 122) • BAB VI. KETENTUAN LAIN-LAIN (Pasal 123) • BAB VII. KETENTUAN PERALIHAN (Pasal 124) 124 • BAB VIII. KETENTUAN PENUTUP (Pasal 125 – 126)
  • 125. Definisi • Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Pasal 1 ayat 1 UU 2 / 2004) 125
  • 126. • Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. • Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. • Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. • Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan. 126
  • 127. 7 127
  • 128. 8 128
  • 129. Perundingan Bipartit • Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. 129
  • 130. Bagian Kesatu Penyelesaian Melalui Bipartit Pasal 3 (1) Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. (2) Penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. (3) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Pasal 4 (1) Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. (2) Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas. (3) Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. (4) Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator. (5) Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh. (6) Penyelesaian melalui arbitrase dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan atau130 perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.
  • 131. 11 131
  • 132. Mediasi & Mediator • Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. • Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 132
  • 133. Pasal 13 (1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. (2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka: a. Mediator mengeluarkan anjuran tertulis; b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak; c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis; d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis; e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftar di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. 133
  • 134. 14 134
  • 135. Konsiliasi & Konsiliator • Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. • Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu 135 perusahaan.
  • 136. Pasal 23 (1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. (2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka: a. Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis; b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak; c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis; d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis; e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftar di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. 136
  • 137. 17 137
  • 138. Arbitrase & Arbiter • Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. • Arbiter Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya 138 mengikat para pihak dan bersifat final.
  • 139. Pasal 44 (1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. (2) Apabila perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter. (3) Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian. (5) Apabila upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase. Pasal 51 (1) Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap. (2) Putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan. (3) Dalam hal putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan fiat eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siapa putusan itu harus dijalankan, agar putusan diperintahkan untuk dijalankan. (4) Perintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus diberikan dalam waktu selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah permohonan didaftarkan pada Panitera Pengadilan Negeri setempat dengan tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase. 139
  • 140. Pasal 52 (1) Terhadap putusan arbitrase, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbiter, apabila putusan diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut: a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu; b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; c. putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan; d. putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial; atau e. putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikabulkan, Mahkamah Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase. (3) Mahkamah Agung memutuskan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permohonan pembatalan. Pasal 53 Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui 140 arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
  • 141. PENYELESAIAN PERSELISIHAN MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Pasal 103 Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak sidang pertama. Pasal 104 Putusan Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ditandatangani oleh Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Panitera Pengganti. Pasal 105 Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan Industrial dalam waktu selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan Majelis Hakim dibacakan, harus sudah menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir dalam sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2). Pasal 106 Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan ditandatangani, Panitera Muda harus sudah menerbitkan salinan putusan. 141
  • 142. Pasal 107 Panitera Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah salinan putusan diterbitkan harus sudah mengirimkan salinan putusan kepada para pihak. Pasal 108 Ketua Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial dapat mengeluarkan putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun putusannya diajukan perlawanan atau kasasi. Pasal 109 Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. Pasal 110 Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja: a. bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan di bacakan dalam sidang majelis hakim; b. bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan putusan. Pasal 111 Salah satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikan secara tertulis melalui Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Pasal 112 Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dalam waktu selambat- 142 lambatnya
  • 143. Penyelesaian Perselisihan Oleh Hakim Kasasi Pasal 113 Majelis Hakim Kasasi terdiri atas satu orang Hakim Agung dan dua orang Hakim Ad-Hoc yang ditugasi memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung. Pasal 114 Tata cara permohonan kasasi serta penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja oleh Hakim Kasasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 115 Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan kerja pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi. 143
  • 145. Definisi • Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang- undangan di bidang ketenagakerjaan (UU 13/2003) 145
  • 146. BAB XIV PENGAWASAN Pasal 176 Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenaga-kerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pasal 177 Pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 178 (1) Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. (2) Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden. 146
  • 147. Pasal 179 (1) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri. (2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan KeputusanMenteri. Pasal 180 Ketentuan mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban, serta wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pasal 181 Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 wajib : a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan; b. tidak menyalahgunakan kewenangannya. 147
  • 149. Isu Sentral HI? • Upah Minimum: UMK < KHL • Kontrak Kerja • Outsourcing • Pesangon • Revisi UU 13/2003 • Pelaksanaan Hak-Hak Normatif 149