SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 8
Descargar para leer sin conexión
1
PENGARUH TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK
USIAPRASEKOLAH SELAMA HOSPITALISASI DI RSUD TUGUREJO
SEMARANG
Ahmad Barokah *),
Sri Haryani **), Syamsul ***)
*) Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
**) Dosen Program Studi S1 Keperawatan Telogorejo Semarang
***) Dosen Program Studi S1 Keperawatan
ABSTRAK
Dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak, perawat memegang peran penting untuk membantu
orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anak dirumah sakit. Fokus
intervensi keperawatan yang dilakukan adalah meminimalkan stressor, memberikan dukungan
psikologis pada anak. Dengan menggunakan terapi bermain puzzle.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh terapi bermain puzzle terhadap dampak perilaku kooperatif anak usia prasekolah
(3–6 tahun) di RSUD Tugurejo Semarang. Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian One
Group Pre test - Post Test, sampel dalam penelitian ini sebanyak 27 responden yang diperoleh dengan
menggunakan teknik total sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan observasi
perilaku kooperatif sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain puzzle. Untuk mengetahui
perbedaan perilaku kooperatif antara sebelum dan sesudah terapi bermain digunakan uji Wilcoxon.
Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon untuk terapi bermain puzzle dan tingkat kooperatif
menunjukkan nilai p = 0,000 (<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi bermain
puzzle terhadap tingkat kooperatif anak usia prasekolah. Dalam penelitian ini, karakteristik responden
berdasarkan kelompok usia, paling banyak pada kelompok usia 3 tahun yaitu 10 responden (37,04%).
Berdasarkan jenis kelamin, responden perempuan lebih banyak yaitu 15 responden (55,56%).
Rekomendasi hasil penelitian ini adalah sebagai alternative dalam mengatasi anak usia prasekolah
pada saat dirawat di rumah sakit.
Kata Kunci: Terapi Bermain Puzzle, Tingkat kooperatif anak.
ABSTRACT
In overcoming the hospitalization impact in children, a nurse holds an important role to help parents
deal with related problem in treating children in the hospital. The nurse intervention implemented is to
minimize the stressor, to give the psychological support to the children. Using playing puzzle therapy.
The aim of this research is to observe the impact of playing therapy using puzzle towards cooperative
behavior impact in pre-school age (3 – 6 years old) in RSUD Tugurejo Semarang. Respondent type
uses One Group Pre test – Post Test research design. Sample in this research is 27 respondent who
obtained using total sampling technic. Data is collected by observing cooperative behavior before and
after giving playing therapy puzzle. To find the difference of cooperative behavior before and after
giving playing puzzle therapy, is used Wilcoxon test. Based on the Wilcoxon analysis for playing
puzzle therapy and cooperative level shows value p = 0,000 (<0,50). It means that the significant level
of 5% proved there is an impact of playing puzzle towards the cooperative level in pre-school
children. This research divides the respondent characteristics into ages, the most number of it is 3
years old, that is 10 (37,04%). Based on the sex, female respondents are more than male, that is 15
(55,56%). The recommendation of the research result is as an alternative in overcoming pre-school
age when treated in the hospital/ hospitalized.
Keyword : Playing Puzzle therapy, The level of cooperative children.
2
PENDAHULUAN
Anak merupakan individu yang berada
dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi
hingga remaja. Masa anak merupakan
masa pertumbuhan dan perkembangan
yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),
usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra
sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-
11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun)
(Hidayat, 2009, hlm.6).
Saat anak dirawat di rumah sakit
(hospitalisasi) memaksa anak untuk
berpisah dari lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasih
sayang, dan menyenangkan, yaitu
lingkungan rumah, permainan, dan
teman sepermainannya. Perawatan di
rumah sakit sering kali dipersepsikan
anak prasekolah sebagai hukuman
sehingga anak akan merasa malu,
bersalah, atau takut. Oleh karena itu,
hal ini menimbulkan reaksi agresif
dengan marah dan berontak, ekspresi
verbal dengan mengucapkan kata-kata
marah, tidak mau bekerja sama dengan
perawat, apabila kondisi itu terjadi
maka akan mempengaruhi proses
perawatan saat di rumah sakit
(Supartini, 2004, hlm.190).
Dalam mengatasi dampak hospitalisasi
pada anak, perawat memegang peran
penting untuk membantu orang tua
menghadapi permasalahan yang
berkaitan dengan perawatan anak di
rumah sakit. Fokus intervensi
keperawatan yang dilakukan adalah
meminimalkan stressor, memberikan
dukungan psikologis pada anak dan
anggota keluarga selama anak dirawat
di rumah sakit (Supartini, 2004, dalam
Marasaoly, 2009, ¶11).
Anak memerlukan media untuk dapat
mengekspresikan perasaannya
sehingga mampu bekerja sama dengan
petugas kesehatan selama dalam
perawatan. Media yang paling efektif
adalah melalui kegiatan permainan
(Supartini, 2004, hlm.144).
Untuk alat permainan yang dirancang
dengan baik akan lebih menarik anak
dari pada alat permainan yang tidak
didesain dengan baik. Anak TK
biasanya menyukai alat permainan
dengan bentuk yang sederhana dan
tidak rumit dan berwarna terang. Salah
satu contoh permainan yang menarik
yaitu permainan puzzle, karena puzzle
dapat meningkatkan daya pikir anak
dan konsentrasi anak. Melalui puzzle
anak akan dapat mempelajari sesuatu
yang rumit serta anak akan berpikir
bagaimana puzzle ini dapat tersusun
dengan rapi (Alfiyanti, 2010, hlm.7).
Di RSUD Tugurejo pada tahun 2006
jumlah anak prasekolah yang dirawat
sebanyak 97 anak, 2007 sebanyak 124
anak, 2008 sebanyak 80 anak, 2009
sebanyak 73 anak, dan 2010 sebanyak
181 anak, artinya jumlah rawat anak
dari tahun 2006-2010. Populasi anak
yang menjalani perawatan di rumah
sakit Tugurejo dan diberikan terapi
bermain puzzle memiliki persentase
cenderung relatif bertambah. Namun
kejadian dirawat di rumah sakit saat
ini mengalami masalah yang lebih
serius dan kompleks dibandingkan
kejadian hospitalisasi pada tahun-
tahun sebelumnya. Setelah anak
diberikan terapi bermain puzzle di
rumah sakit tidak hanya memberikan
rasa senang pada anak, tetapi juga
akan membantu anak
mengekspresikan perasaan, pikiran
cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri.
Sehingga anak tidak menolak saat
diberi tindakan yang dilakukan oleh
perawat serta mau merespon saat anak
diajak komunikasi dengan keluarga
atau perawat. Agar anak mampu
menyusun dan menyelesaikan
permainan puzzle dengan benar dan
tidak mengalami penolakan. Dengan
tujuan peneliti yaitu mengetahui
3
pengaruh terapai bermain puzzle
terhadap perilaku kooperatif anak usia
prasekolah selama hospitalisasi di
RSUD Tugurejo Semarang serta
mengetahui perbedaan tingkat
kooperatif anak pada saat dirawat di
rumah sakit antara sebelum dan
sesudah aktivitas bermain puzzle di
RSUD Tugurejo Semarang.
METODE PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksperimen,
khususnya eksperimen semu, dengan
pendekatan one group pretest and
postests. Rancangan ini tidak
menggunakan kelompok pembanding,
tetapi sudah dilakukan observasi
pertama (pretest) yang memungkinkan
peneliti dapat menguji perubahan-
perubahan yang terjadi setelah adanya
eksperimen atau perlakuan
(Notoatmojdo, 2005, hlm.164).
Populasi dalam penelitian ini adalah
anak usia prasekolah yang mengalami
hospitalisasi pada bulan Maret yang
berjumlah 27 anak.
Berdasarkan dari jumlah populasi
yang sedikit, maka peneliti
menetapkan jumlah sampel dengan
metode total sampling. Dimana
peneliti mengambil jumlah
keseluruhan jumlah populasi untuk
dijadikan sampel dalam penelitian ini
adalah anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi. Pada bulan
Maret yang berjumlah 27 anak dengan
kriteria inklusi:
1. Anak usia prasekolah (3-6 tahun)
2. Anak dengan tingkat kesadaran
composmentis
3. Tidak mengalami gangguan
perkembangan sensorik dan
motorik
4. Tidak mengalami pembedahan
Pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan alat ukur berupa lembar
observasi. Dan untuk mengetahui
perilaku kooperatif anak usia
prasekolah selama hospitalisasi,
lembar observasiyang digunakan
adalah lembar observasi tertutup
dengan alternative pilihan 2 jawaban
(ya/tidak). Skala pengukuran
pengetahuan adalah jika jawaban ya
diberi nilai atau skor 1 dan bila
jawaban tidak diberi nilai atau skor 0.
Instrumen pengumpulan data :
1. Lembar observasi (untuk
kooperatif anak)
2. Alat permainan puzzle
Analisis bivariat dilakukan pada
penelitian ini menggunakan uji
Wilcoxon karena data dalam bentuk
ordinal, atau kategorik maka analisis
digunakan uji Wilcoxon (Arikunto,
2002, hlm.89).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Karakteristik responden
berdasarkan usia
Berdasarkan data yang telah
didapatkan, diketahui bahwa uisa
responden berkisar antara 3-6
tahun pada tabel 5.1
Tabel 5.1
Distribusi responden
berdasarkan kelompok usia
Di RSUD Tugurejo Semarang
(n=27)
Usia Jumlah Persentase
(%)
3 10 37,04%
4
5
6
7
4
6
25,93%
14,81%
22,22%
Jumlah 27 100,00
4
Tabel 5.1 menunjukan bahwa
jumlah responden paling banyak
adalah pada usia 3 tahun sebanyak
10 anak (37,04%) sedangkan
jumlah responden paling sedikit
adalah usia 5 tahun sebanyak 4
anak (14.81%).
Hasil penelitian ini didukung oleh
tori yang dikemukakan Susilo
(2007, hlm.36) pada tahap usia
prasekolah, terjadi pertumbuhan
biologis, psikososial, kognitif, dan
spiritual yang begitu signifikan
sebagai modal untuk masuk ke
tahap berikutnya yaitu tahap
sekolah. Pada usia prasekolah
awal adalah fase dimana anak
mulai terlepas dari orang tuanya
dan mulai berinteraksi dengan
lingkungan. Hal ini menyebabkan
perubahan-perubahan yang
membuat anak merasa terbebani
dan membuatnya mudah terkena
penyakit.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sucipto (2010,
hlm.55) yang berjudul terapi
bermain untuk menurunkan
tingkat kecemasan perpisahan
pada anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi,
menampilkan hasil bahwa
karakteristik responden
berdasarkan usia yang paling
mendominasi adalah usia 3-4
tahun yaitu sebanyak 12 anak
(60%).
2. Karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin.
Berdasarkan data yang telah
didapat, karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin
disajikan pada Tabel 5.2
Tabel 5.2
Distribusi responden
berdasarkankelompok jenis
kelamin
di RSUD Tugurejo
Semarang
(n=27)
Jenis
Kelamin
Jumlah Persen
tase (%)
Laki-laki 12 44,44%
Perempuan 15 55,56%
Jumlah 27 100,00
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa
jumlah responden laki-laki sedikit
lebih banyak dibanding responden
perempuan yaitu sebanyak 12
anak (44,44%), laki-laki dan 18
anak (55,56%) perempuan.
Hasil penelitian ini didukung oleh
teori yang dikemukakan oleh
Supartini (2004, hlm.129), ada
beberapa pandangan tentang
konsep gender dalam kaitannya
dengan permainan anak. Dalam
melaksanakan aktifitas bermain
tidak membedakan jenis kelamin
laki-laki atau perempuan. Semua
alat permainan dapat digunakan
oleh anak laki-laki atau
perempuan untuk
mengembangkan daya pikir,
imajinasi, kreatifitas, dan
kemampuan sosial anak. Akan
tetapi, ada pendapat lain yang
meyakini bahwa permainan
adalah salah satu alat untuk
membantu anak mengenal
identitas diri sehingga sebagian
alat permainan anak perempuan
tidak dianjurkan untuk digunakan
oleh anak laki-laki. Hal ini
dilatarbelakangi oleh alasan
adanya tuntutan perilaku yang
berbeda antara laki-laki dan
perempuan dan hal ini dipelajari
melalui media permainan.
5
3. Karakteristik tingkat kooperatif
responden sebelum diberikan
terapi bermain puzzle
Hasil penilaian dan pengukuran
terhadap perilaku kooperatif anak
prasekolah sebelum pemberian
terapi bermain puzzle diperoleh
sebagai berikut :
Tabel 5.3
Tingkat perilaku kooperatif
sebelum terapi bermain puzzle
di RSUD Tugurejo Semarang
(n=27)
Tingkat
kooperatif
Jum
lah
Persen
tase
(%)
Sangat kooperatif
Kooperatif
Tidak kooperatif
-
13
14
-
48,1%
51,9%
Total 27 100,00
Tabel 5.3 menunjukan jumlah
responden diperoleh bahwa pada
sebelum terapi, sebagian besar
yaitu sebanyak 13 anak atau
48,1% memiliki tingkat perilaku
kooperatif, sementara 14 anak
lainnya atau 51,9% memiliki
tingkat perilaku tidak kooperatif.
Saat anak dirawat di rumah sakit
(hospitalisasi) memaksa anak
untuk berpisah dari lingkungan
yang dirasakannya aman, penuh
kasih sayang, dan menyenangkan,
yaitu lingkungan rumah,
permainan, dan teman
sepermainannya. Perawatan di
rumah sakit sering kali
dipersepsikan anak prasekolah
sebagai hukuman sehingga anak
akan merasa malu, bersalah, atau
takut. Oleh karena itu, hal ini
menimbulkan reaksi agresif
dengan marah dan berontak,
ekspresi verbal dengan
mengucapkan kata-kata marah,
tidak mau bekerja sama dengan
perawat, apabila kondisi itu terjadi
maka akan mempengaruhi proses
perawatan saat dirumah sakit
(Supartini, 2004, hlm.190).
Menurut Wong (2003, dalam
Marasaoly, 2008, hlm.11) Terapi
bermain merupakan media bagi
anak yang tidak kooperatif selama
menjalani perawatan dirumah
sakit, agar anak tersebut bisa
bekerja sama dengan perawat
yang sedang melakukan tindakan.
Penelitian ini juga didukung oleh
Rahma & Puspasari, (2008,
hlm.24) mengemukakan bahwa
dari segi umur anak, sebelum
diberikan terapi bermain tingkat
kooperatif anak sangat kurang
terhadap tindakan keperawatan
yang diberikan yaitu hanya 1 anak
yang tingkat kooperatifnya baik
saat diberikan tindakan
keperawatan. Tidak kooperatif 25
anak (80,64%) anak, sedangkan
sangat kooperatif 10 anak
(3,22%).
4. Karakteristik tingkat kooperatif
responden setelah diberikan terapi
bermain puzzle
Hasil penilaian dan pengukuran
terhadap perilaku kooperatif anak
prasekolah sesudah pemberian
terapi puzzle diperoleh sebagai
berikut :
6
Tabel 5.4
Tingkat perilaku kooperatif
setelah terapi bermain puzzle
di RSUD Tugurejo Semarang
(n=27)
Tingkat
kooperatif
Juml
ah
Persen
tase
(%)
Sangat kooperatif
Kooperatif
Tidak kooperatif
10
15
2
37%
55,6%
7,4%
Total 27 100,00
Tabel 5.4 menunjukan jumlah
responden diperoleh bahwa pada
sebelum terapi, sebagian besar
yaitu sebanyak 10 anak (37%)
memiliki tingkat perilaku sangat
kooperatif, sementara 15 anak
lainnya (55,6%) memiliki tingkat
perilaku kooperatif dan yang
memiliki tingkat perilaku tidak
kooperatif sebanyak 2 anak atau
(7,4%).
Hasil penelitian ini didukung oleh
teori yang di kemukakan oleh
Susilo (2007, hlm.3-4), salah satu
cara mengatasi permasalahan
anak-anak yang mengalami
hospitalisasi adalah dengan terapi
bermain. Pada saat dirawat di
rumah sakit, anak akan
mengalami berbagai perasaan
yang tidak menyenangkan yang
membuat anak menolak untuk
melakukan beberapa prosedur
perawatan. Dengan terapi
bermain, anak akan dapat
memenuhi kebutuhannya untuk
bermain dan berkreasi sehingga
dapat mengalihkan perhatiannya
dari rasa tidak nyaman akibat
dirawat (distraksi).
Penelitian yang mendukung
menurut Rahma & Puspasari,
(2008 hlm.11) Tingkat kooperatif
anak usia prasekolah (3-6
tahun)melalui terapi bermain
selama menjalani perawatan
dirumah sakit Panti Rapih
Yogyakarta dari ke 31 anak
setelah diberikan terapi bermain
adalah sangat kooperatif 20 anak
kooperatif 11 anak dan tidak
kooperatif 0 anak
Martin et.al (2001 dalam Susilo
2007, hlm.6) melaporkan bahwa
anak-anak yang mendapatkan
terapi bermain akan lebih
kooperatif pada saat dilakukan
tindakan pemasangan infus.
5. Karakteristik responden
berdasarkan perbedaan tingkat
kooperatif antara sebelum dan
sesudah diberikan terapi bermain
Untuk melihat perbedaan tingkat
kooperatif sebelum dan sesudah
terapi bermain puzzle diuji
dengan uji Wilcoxon. Hal ini
dengan pertimbangan bahwa data
hanya sebanyak 27 yang relatif
kecil.
Tabel 5.5
Perbedaan perilaku
sebelum dan sesudah terapi
bermain puzzledi RSUD
Tugurejo Semarang
(n=27)
Ting
kat
peril
aku
koop
eratif
Seb
elu
m
Seb
elu
m
ρ Z
Sangat
kooper
atif
Kooper
atif
Tidak
kooper
atif
-
13
14
10
15
2
0,00
0
-4,001
7
Berdasarkan hasil analisis uji
Wilcoxon untuk terapi bermain
puzzle dan tingkat kooperatif
menunjukkan nilai p = 0,000
(<0,05). Hal ini berarti tingkat
signifikan 5% terbukti ada
pengaruh terapi bermain puzzle
terhadap tingkat kooperatif anak
usia prasekolah selama
hospitalisasi.
SIMPULAN
1. Pada karakteristik tingkat
kooperatif sebelum terapi bermain
puzzle responden terbanyak yaitu
sebanyak 13 responden (48,1%)
pada kategori kooperatif, dan
yang paling sedikit adalah pada
kategori tidak kooperatif sebanyak
14 responden (51,9%).
2. Pada karakteristik tingkat
kooperatif setelah terapi bermain
puzzle paling sedikit yaitu
sebanyak 2 responden (7,4%)
pada kategori tidak kooperatif dan
yang tertinggi yaitu pada kategori
sangat kooperatif sebanyak 10
responden (37%).
3. Ada pengaruhterapi bermain
puzzle pada tingkat kooperatif
anak prasekolah di RSUD
Tugurejo Semarang. Hal ini dapat
diketahui dari hasil uji dengan
wilxocon signed test menunjukan
hasil nilai p=0,000 (p<0,05).
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai intervensi
mandiri keperawatan dalam
penatalaksanaan tingkat
kooperatif anak terhadap prosedur
perawatan terutama terhadap anak
usia prasekolah.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai acuan
dan pengembangan bahan
pembelajaran dalam mata ajar
keperawatan anak khususnya pada
sub bab penerapan terapi bermain
puzzle terhadap perilaku
kooperatif anak usia prasekolah
yang mengalami hospitalisasi.
3. Bagi peneliti selanjutnya.
Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai acuan untuk
melakukan penelitian selanjutnya
dan diharapkan bagi peneliti
selanjutnya menggunakan
kelompok kontrol agar dapat
mengetahui perbandingan tingkat
kooperatif antara anak yang
diberikan terapi bermain dan tidak
di berikan terapi bermain.
DAFTAR PUSTAKA
Alfiyanti, N .(2010). Upaya
meningkatkan daya pikir
anak melalui permainan
edukatif.
http://etd.eprints.ums.ac.id
/9837/1/A520085042.pdf
diperoleh tgl 27-07-2011.
Arikunto, S. (2002). Prosedur
penelitian suatu
pendekatan praktek. Edisi
revisi V. Jakarta: Rineka
Cipta.
Handayani, R. D.& Puspitasari N. P.
D. (2008). Pengaruh terapi
bermain terhadap tingkat
kooperatif selama menjalani
perawatan pada usia
prasekolah (3-5 tahun) di
Rumah Sakit Penti Rapih
Yogyakarta.
http://www.library.upnvj.ac.i
d/pdf/2s1keperawatan/08107
8
12033.pdf. Diperoleh tanggal
12 Januari 2012
Hidayat, Alimul A.A. (2009).
Pengantar ilmu pengatar
anak1. Jakarta:Salemba
Medika.
Marasaoly, S. (2009). Pengaruh terapi
bermain puzzle terhadap
dampak hospitalisasi pada
anak usia prasekolah
diruang anggrek I rumah
sakit kepolisian pusat R.S
Sukanto.
http://www.library.upnvj.a
c.id/pdf/
S1keperawatan09/
207314028/bab1.pdf,
diperoleh tgl 16 juni 2011
Notoatmojo, Soekidjo. (2005).
Promosi kesehatan teori
dan aplikasi. Jakarta :
Rineka Cipta.
Sucipto, U. (2010). Terapi bermain
untuk menurunkan
kecemasan perpisahan pada
anak prasekolah yang
mengalami hospitalisasi.
http://elibrary.ub.ac.id/bitstre
am/123456789/18008/1/
Terapi-bermain-untuk
menurunkan-kecemasan-
perpisahan-pada-anak-
prasekolah-yang-mengalami-
hospitalisasi.pdf. diperoleh
tanggal 18 Desember 2011
Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep
dasar keperawatan anak.
Jakarta :EGC.
Susilo, A. (2007). Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat
pertumbuhan anak usia
prasekolah.http://www.libr
ary.upnvj.ac.id/pdf/2s1kep
erawatan/0810712026.pdf.
diperoleh tanggal 26 Juni
2012

Más contenido relacionado

La actualidad más candente (6)

KPSP & DDST
KPSP & DDST KPSP & DDST
KPSP & DDST
 
Gangguan tidur pada anak usia bawa tiga tahun lima kota di indonesia
Gangguan tidur pada anak usia bawa tiga tahun lima kota di indonesiaGangguan tidur pada anak usia bawa tiga tahun lima kota di indonesia
Gangguan tidur pada anak usia bawa tiga tahun lima kota di indonesia
 
Jurnal jadi okkk
Jurnal jadi okkkJurnal jadi okkk
Jurnal jadi okkk
 
Jurnal Fitria Kurniati Agustina
Jurnal Fitria Kurniati AgustinaJurnal Fitria Kurniati Agustina
Jurnal Fitria Kurniati Agustina
 
PERBEDAAN SIKLUS MENSTRUASI ANTARA IBU YANG MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI IUD ...
PERBEDAAN SIKLUS MENSTRUASI ANTARA IBU YANG MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI IUD ...PERBEDAAN SIKLUS MENSTRUASI ANTARA IBU YANG MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI IUD ...
PERBEDAAN SIKLUS MENSTRUASI ANTARA IBU YANG MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI IUD ...
 
(KPSP) KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN
(KPSP) KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN(KPSP) KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN
(KPSP) KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN
 

Similar a 84 194-1-sm

89-Article Text-631-1-10-20201015.pdf
89-Article Text-631-1-10-20201015.pdf89-Article Text-631-1-10-20201015.pdf
89-Article Text-631-1-10-20201015.pdf
ssuserffecbb
 
Artikel anak 2 jajanan sehat
Artikel anak  2 jajanan sehatArtikel anak  2 jajanan sehat
Artikel anak 2 jajanan sehat
Ria Zuri
 
Sikap Tenaga Kesehatan dan Pelaksanaan Metode Kangguru
Sikap Tenaga Kesehatan dan Pelaksanaan Metode KangguruSikap Tenaga Kesehatan dan Pelaksanaan Metode Kangguru
Sikap Tenaga Kesehatan dan Pelaksanaan Metode Kangguru
nanikkharismaandari
 
Modul anticipatory guidance terhadap perubahan pola asuh orang tua yang
Modul anticipatory guidance terhadap perubahan pola asuh orang tua yangModul anticipatory guidance terhadap perubahan pola asuh orang tua yang
Modul anticipatory guidance terhadap perubahan pola asuh orang tua yang
yaya' Suryaningsih
 
Hospitalisasi pada anak usia prasekolah
Hospitalisasi pada anak usia prasekolahHospitalisasi pada anak usia prasekolah
Hospitalisasi pada anak usia prasekolah
Warnet Raha
 
Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua.pdf
Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua.pdfPengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua.pdf
Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua.pdf
EpiBana
 
Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hcTerapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
asep nababan
 
358 article text-802-1-10-20190603
358 article text-802-1-10-20190603358 article text-802-1-10-20190603
358 article text-802-1-10-20190603
egi darmawan
 
Pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis
Pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autisPengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis
Pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis
Yabniel Lit Jingga
 

Similar a 84 194-1-sm (20)

837-Article
837-Article 837-Article
837-Article
 
Sari
SariSari
Sari
 
Articel
ArticelArticel
Articel
 
BAB IV.docx
BAB IV.docxBAB IV.docx
BAB IV.docx
 
89-Article Text-631-1-10-20201015.pdf
89-Article Text-631-1-10-20201015.pdf89-Article Text-631-1-10-20201015.pdf
89-Article Text-631-1-10-20201015.pdf
 
Terapi bermain mewarnai poli anak
Terapi bermain mewarnai poli anakTerapi bermain mewarnai poli anak
Terapi bermain mewarnai poli anak
 
Artikel anak 2 jajanan sehat
Artikel anak  2 jajanan sehatArtikel anak  2 jajanan sehat
Artikel anak 2 jajanan sehat
 
Sikap Tenaga Kesehatan dan Pelaksanaan Metode Kangguru
Sikap Tenaga Kesehatan dan Pelaksanaan Metode KangguruSikap Tenaga Kesehatan dan Pelaksanaan Metode Kangguru
Sikap Tenaga Kesehatan dan Pelaksanaan Metode Kangguru
 
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK DI TAMAN KANAK-KA...
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA  DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK  DI TAMAN KANAK-KA...HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA  DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK  DI TAMAN KANAK-KA...
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK DI TAMAN KANAK-KA...
 
Modul anticipatory guidance terhadap perubahan pola asuh orang tua yang
Modul anticipatory guidance terhadap perubahan pola asuh orang tua yangModul anticipatory guidance terhadap perubahan pola asuh orang tua yang
Modul anticipatory guidance terhadap perubahan pola asuh orang tua yang
 
Hospitalisasi pada anak usia prasekolah
Hospitalisasi pada anak usia prasekolahHospitalisasi pada anak usia prasekolah
Hospitalisasi pada anak usia prasekolah
 
Hospitalisasi pada anak usia prasekolah
Hospitalisasi pada anak usia prasekolahHospitalisasi pada anak usia prasekolah
Hospitalisasi pada anak usia prasekolah
 
Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua.pdf
Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua.pdfPengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua.pdf
Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua.pdf
 
Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hcTerapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
 
Bentuk jurnal penelitian
Bentuk jurnal penelitianBentuk jurnal penelitian
Bentuk jurnal penelitian
 
358 article text-802-1-10-20190603
358 article text-802-1-10-20190603358 article text-802-1-10-20190603
358 article text-802-1-10-20190603
 
Pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis
Pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autisPengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis
Pengaruh terapi musik klasik terhadap kecerdasan emosi pada anak autis
 
183 296-1-sm
183 296-1-sm183 296-1-sm
183 296-1-sm
 
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK USIA S...
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK USIA S...FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK USIA S...
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK USIA S...
 
841 1526-1-sm
841 1526-1-sm841 1526-1-sm
841 1526-1-sm
 

Más de Dalhar Aljafar (20)

5.KEPEMIMPINAN.pptx
5.KEPEMIMPINAN.pptx5.KEPEMIMPINAN.pptx
5.KEPEMIMPINAN.pptx
 
2.3.4 FUNGSI MANAJEMEN - Copy.pptx
2.3.4 FUNGSI MANAJEMEN - Copy.pptx2.3.4 FUNGSI MANAJEMEN - Copy.pptx
2.3.4 FUNGSI MANAJEMEN - Copy.pptx
 
1.KONSEP DASAR ORGANISASI DANMANAJEMEN - Copy.pptx
1.KONSEP DASAR  ORGANISASI DANMANAJEMEN - Copy.pptx1.KONSEP DASAR  ORGANISASI DANMANAJEMEN - Copy.pptx
1.KONSEP DASAR ORGANISASI DANMANAJEMEN - Copy.pptx
 
1.KONSEP DASAR ORGANISASI DANMANAJEMEN.pptx
1.KONSEP DASAR  ORGANISASI DANMANAJEMEN.pptx1.KONSEP DASAR  ORGANISASI DANMANAJEMEN.pptx
1.KONSEP DASAR ORGANISASI DANMANAJEMEN.pptx
 
2.3.4 FUNGSI MANAJEMEN - CONTOH DI RM.pptx
2.3.4 FUNGSI MANAJEMEN - CONTOH DI RM.pptx2.3.4 FUNGSI MANAJEMEN - CONTOH DI RM.pptx
2.3.4 FUNGSI MANAJEMEN - CONTOH DI RM.pptx
 
SILABUS MUK 1.docx
SILABUS MUK 1.docxSILABUS MUK 1.docx
SILABUS MUK 1.docx
 
iv-etika-dalam-promosi-kesehatan.pdf
iv-etika-dalam-promosi-kesehatan.pdfiv-etika-dalam-promosi-kesehatan.pdf
iv-etika-dalam-promosi-kesehatan.pdf
 
promkes.docx
promkes.docxpromkes.docx
promkes.docx
 
24. GBPP MK Promosi Kesehatan.pdf
24. GBPP MK Promosi Kesehatan.pdf24. GBPP MK Promosi Kesehatan.pdf
24. GBPP MK Promosi Kesehatan.pdf
 
F101 fisika dasar
F101 fisika dasarF101 fisika dasar
F101 fisika dasar
 
12hukum termo-2
12hukum termo-212hukum termo-2
12hukum termo-2
 
Endokri ncopy01
Endokri ncopy01Endokri ncopy01
Endokri ncopy01
 
Panca indera manusia
Panca indera manusiaPanca indera manusia
Panca indera manusia
 
Reproduksi laki laki
Reproduksi laki lakiReproduksi laki laki
Reproduksi laki laki
 
Reproduksi perempuan
Reproduksi perempuanReproduksi perempuan
Reproduksi perempuan
 
Sistem saraf faal
Sistem saraf faalSistem saraf faal
Sistem saraf faal
 
Ho sistem integumen rev.1
Ho sistem integumen rev.1Ho sistem integumen rev.1
Ho sistem integumen rev.1
 
1.diare
1.diare1.diare
1.diare
 
Konsep gugus-kendali-mutu
Konsep gugus-kendali-mutuKonsep gugus-kendali-mutu
Konsep gugus-kendali-mutu
 
Responsi 10-11-gugus-kendali-mutu
Responsi 10-11-gugus-kendali-mutuResponsi 10-11-gugus-kendali-mutu
Responsi 10-11-gugus-kendali-mutu
 

84 194-1-sm

  • 1. 1 PENGARUH TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK USIAPRASEKOLAH SELAMA HOSPITALISASI DI RSUD TUGUREJO SEMARANG Ahmad Barokah *), Sri Haryani **), Syamsul ***) *) Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang **) Dosen Program Studi S1 Keperawatan Telogorejo Semarang ***) Dosen Program Studi S1 Keperawatan ABSTRAK Dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak, perawat memegang peran penting untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anak dirumah sakit. Fokus intervensi keperawatan yang dilakukan adalah meminimalkan stressor, memberikan dukungan psikologis pada anak. Dengan menggunakan terapi bermain puzzle.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi bermain puzzle terhadap dampak perilaku kooperatif anak usia prasekolah (3–6 tahun) di RSUD Tugurejo Semarang. Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian One Group Pre test - Post Test, sampel dalam penelitian ini sebanyak 27 responden yang diperoleh dengan menggunakan teknik total sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan observasi perilaku kooperatif sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain puzzle. Untuk mengetahui perbedaan perilaku kooperatif antara sebelum dan sesudah terapi bermain digunakan uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon untuk terapi bermain puzzle dan tingkat kooperatif menunjukkan nilai p = 0,000 (<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi bermain puzzle terhadap tingkat kooperatif anak usia prasekolah. Dalam penelitian ini, karakteristik responden berdasarkan kelompok usia, paling banyak pada kelompok usia 3 tahun yaitu 10 responden (37,04%). Berdasarkan jenis kelamin, responden perempuan lebih banyak yaitu 15 responden (55,56%). Rekomendasi hasil penelitian ini adalah sebagai alternative dalam mengatasi anak usia prasekolah pada saat dirawat di rumah sakit. Kata Kunci: Terapi Bermain Puzzle, Tingkat kooperatif anak. ABSTRACT In overcoming the hospitalization impact in children, a nurse holds an important role to help parents deal with related problem in treating children in the hospital. The nurse intervention implemented is to minimize the stressor, to give the psychological support to the children. Using playing puzzle therapy. The aim of this research is to observe the impact of playing therapy using puzzle towards cooperative behavior impact in pre-school age (3 – 6 years old) in RSUD Tugurejo Semarang. Respondent type uses One Group Pre test – Post Test research design. Sample in this research is 27 respondent who obtained using total sampling technic. Data is collected by observing cooperative behavior before and after giving playing therapy puzzle. To find the difference of cooperative behavior before and after giving playing puzzle therapy, is used Wilcoxon test. Based on the Wilcoxon analysis for playing puzzle therapy and cooperative level shows value p = 0,000 (<0,50). It means that the significant level of 5% proved there is an impact of playing puzzle towards the cooperative level in pre-school children. This research divides the respondent characteristics into ages, the most number of it is 3 years old, that is 10 (37,04%). Based on the sex, female respondents are more than male, that is 15 (55,56%). The recommendation of the research result is as an alternative in overcoming pre-school age when treated in the hospital/ hospitalized. Keyword : Playing Puzzle therapy, The level of cooperative children.
  • 2. 2 PENDAHULUAN Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5- 11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun) (Hidayat, 2009, hlm.6). Saat anak dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, apabila kondisi itu terjadi maka akan mempengaruhi proses perawatan saat di rumah sakit (Supartini, 2004, hlm.190). Dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak, perawat memegang peran penting untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anak di rumah sakit. Fokus intervensi keperawatan yang dilakukan adalah meminimalkan stressor, memberikan dukungan psikologis pada anak dan anggota keluarga selama anak dirawat di rumah sakit (Supartini, 2004, dalam Marasaoly, 2009, ¶11). Anak memerlukan media untuk dapat mengekspresikan perasaannya sehingga mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui kegiatan permainan (Supartini, 2004, hlm.144). Untuk alat permainan yang dirancang dengan baik akan lebih menarik anak dari pada alat permainan yang tidak didesain dengan baik. Anak TK biasanya menyukai alat permainan dengan bentuk yang sederhana dan tidak rumit dan berwarna terang. Salah satu contoh permainan yang menarik yaitu permainan puzzle, karena puzzle dapat meningkatkan daya pikir anak dan konsentrasi anak. Melalui puzzle anak akan dapat mempelajari sesuatu yang rumit serta anak akan berpikir bagaimana puzzle ini dapat tersusun dengan rapi (Alfiyanti, 2010, hlm.7). Di RSUD Tugurejo pada tahun 2006 jumlah anak prasekolah yang dirawat sebanyak 97 anak, 2007 sebanyak 124 anak, 2008 sebanyak 80 anak, 2009 sebanyak 73 anak, dan 2010 sebanyak 181 anak, artinya jumlah rawat anak dari tahun 2006-2010. Populasi anak yang menjalani perawatan di rumah sakit Tugurejo dan diberikan terapi bermain puzzle memiliki persentase cenderung relatif bertambah. Namun kejadian dirawat di rumah sakit saat ini mengalami masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian hospitalisasi pada tahun- tahun sebelumnya. Setelah anak diberikan terapi bermain puzzle di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan, pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri. Sehingga anak tidak menolak saat diberi tindakan yang dilakukan oleh perawat serta mau merespon saat anak diajak komunikasi dengan keluarga atau perawat. Agar anak mampu menyusun dan menyelesaikan permainan puzzle dengan benar dan tidak mengalami penolakan. Dengan tujuan peneliti yaitu mengetahui
  • 3. 3 pengaruh terapai bermain puzzle terhadap perilaku kooperatif anak usia prasekolah selama hospitalisasi di RSUD Tugurejo Semarang serta mengetahui perbedaan tingkat kooperatif anak pada saat dirawat di rumah sakit antara sebelum dan sesudah aktivitas bermain puzzle di RSUD Tugurejo Semarang. METODE PENELITIAN Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, khususnya eksperimen semu, dengan pendekatan one group pretest and postests. Rancangan ini tidak menggunakan kelompok pembanding, tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan- perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen atau perlakuan (Notoatmojdo, 2005, hlm.164). Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi pada bulan Maret yang berjumlah 27 anak. Berdasarkan dari jumlah populasi yang sedikit, maka peneliti menetapkan jumlah sampel dengan metode total sampling. Dimana peneliti mengambil jumlah keseluruhan jumlah populasi untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi. Pada bulan Maret yang berjumlah 27 anak dengan kriteria inklusi: 1. Anak usia prasekolah (3-6 tahun) 2. Anak dengan tingkat kesadaran composmentis 3. Tidak mengalami gangguan perkembangan sensorik dan motorik 4. Tidak mengalami pembedahan Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan alat ukur berupa lembar observasi. Dan untuk mengetahui perilaku kooperatif anak usia prasekolah selama hospitalisasi, lembar observasiyang digunakan adalah lembar observasi tertutup dengan alternative pilihan 2 jawaban (ya/tidak). Skala pengukuran pengetahuan adalah jika jawaban ya diberi nilai atau skor 1 dan bila jawaban tidak diberi nilai atau skor 0. Instrumen pengumpulan data : 1. Lembar observasi (untuk kooperatif anak) 2. Alat permainan puzzle Analisis bivariat dilakukan pada penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon karena data dalam bentuk ordinal, atau kategorik maka analisis digunakan uji Wilcoxon (Arikunto, 2002, hlm.89). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik responden berdasarkan usia Berdasarkan data yang telah didapatkan, diketahui bahwa uisa responden berkisar antara 3-6 tahun pada tabel 5.1 Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan kelompok usia Di RSUD Tugurejo Semarang (n=27) Usia Jumlah Persentase (%) 3 10 37,04% 4 5 6 7 4 6 25,93% 14,81% 22,22% Jumlah 27 100,00
  • 4. 4 Tabel 5.1 menunjukan bahwa jumlah responden paling banyak adalah pada usia 3 tahun sebanyak 10 anak (37,04%) sedangkan jumlah responden paling sedikit adalah usia 5 tahun sebanyak 4 anak (14.81%). Hasil penelitian ini didukung oleh tori yang dikemukakan Susilo (2007, hlm.36) pada tahap usia prasekolah, terjadi pertumbuhan biologis, psikososial, kognitif, dan spiritual yang begitu signifikan sebagai modal untuk masuk ke tahap berikutnya yaitu tahap sekolah. Pada usia prasekolah awal adalah fase dimana anak mulai terlepas dari orang tuanya dan mulai berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini menyebabkan perubahan-perubahan yang membuat anak merasa terbebani dan membuatnya mudah terkena penyakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sucipto (2010, hlm.55) yang berjudul terapi bermain untuk menurunkan tingkat kecemasan perpisahan pada anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi, menampilkan hasil bahwa karakteristik responden berdasarkan usia yang paling mendominasi adalah usia 3-4 tahun yaitu sebanyak 12 anak (60%). 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan data yang telah didapat, karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 5.2 Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkankelompok jenis kelamin di RSUD Tugurejo Semarang (n=27) Jenis Kelamin Jumlah Persen tase (%) Laki-laki 12 44,44% Perempuan 15 55,56% Jumlah 27 100,00 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa jumlah responden laki-laki sedikit lebih banyak dibanding responden perempuan yaitu sebanyak 12 anak (44,44%), laki-laki dan 18 anak (55,56%) perempuan. Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Supartini (2004, hlm.129), ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan permainan anak. Dalam melaksanakan aktifitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreatifitas, dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi, ada pendapat lain yang meyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.
  • 5. 5 3. Karakteristik tingkat kooperatif responden sebelum diberikan terapi bermain puzzle Hasil penilaian dan pengukuran terhadap perilaku kooperatif anak prasekolah sebelum pemberian terapi bermain puzzle diperoleh sebagai berikut : Tabel 5.3 Tingkat perilaku kooperatif sebelum terapi bermain puzzle di RSUD Tugurejo Semarang (n=27) Tingkat kooperatif Jum lah Persen tase (%) Sangat kooperatif Kooperatif Tidak kooperatif - 13 14 - 48,1% 51,9% Total 27 100,00 Tabel 5.3 menunjukan jumlah responden diperoleh bahwa pada sebelum terapi, sebagian besar yaitu sebanyak 13 anak atau 48,1% memiliki tingkat perilaku kooperatif, sementara 14 anak lainnya atau 51,9% memiliki tingkat perilaku tidak kooperatif. Saat anak dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, apabila kondisi itu terjadi maka akan mempengaruhi proses perawatan saat dirumah sakit (Supartini, 2004, hlm.190). Menurut Wong (2003, dalam Marasaoly, 2008, hlm.11) Terapi bermain merupakan media bagi anak yang tidak kooperatif selama menjalani perawatan dirumah sakit, agar anak tersebut bisa bekerja sama dengan perawat yang sedang melakukan tindakan. Penelitian ini juga didukung oleh Rahma & Puspasari, (2008, hlm.24) mengemukakan bahwa dari segi umur anak, sebelum diberikan terapi bermain tingkat kooperatif anak sangat kurang terhadap tindakan keperawatan yang diberikan yaitu hanya 1 anak yang tingkat kooperatifnya baik saat diberikan tindakan keperawatan. Tidak kooperatif 25 anak (80,64%) anak, sedangkan sangat kooperatif 10 anak (3,22%). 4. Karakteristik tingkat kooperatif responden setelah diberikan terapi bermain puzzle Hasil penilaian dan pengukuran terhadap perilaku kooperatif anak prasekolah sesudah pemberian terapi puzzle diperoleh sebagai berikut :
  • 6. 6 Tabel 5.4 Tingkat perilaku kooperatif setelah terapi bermain puzzle di RSUD Tugurejo Semarang (n=27) Tingkat kooperatif Juml ah Persen tase (%) Sangat kooperatif Kooperatif Tidak kooperatif 10 15 2 37% 55,6% 7,4% Total 27 100,00 Tabel 5.4 menunjukan jumlah responden diperoleh bahwa pada sebelum terapi, sebagian besar yaitu sebanyak 10 anak (37%) memiliki tingkat perilaku sangat kooperatif, sementara 15 anak lainnya (55,6%) memiliki tingkat perilaku kooperatif dan yang memiliki tingkat perilaku tidak kooperatif sebanyak 2 anak atau (7,4%). Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang di kemukakan oleh Susilo (2007, hlm.3-4), salah satu cara mengatasi permasalahan anak-anak yang mengalami hospitalisasi adalah dengan terapi bermain. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang tidak menyenangkan yang membuat anak menolak untuk melakukan beberapa prosedur perawatan. Dengan terapi bermain, anak akan dapat memenuhi kebutuhannya untuk bermain dan berkreasi sehingga dapat mengalihkan perhatiannya dari rasa tidak nyaman akibat dirawat (distraksi). Penelitian yang mendukung menurut Rahma & Puspasari, (2008 hlm.11) Tingkat kooperatif anak usia prasekolah (3-6 tahun)melalui terapi bermain selama menjalani perawatan dirumah sakit Panti Rapih Yogyakarta dari ke 31 anak setelah diberikan terapi bermain adalah sangat kooperatif 20 anak kooperatif 11 anak dan tidak kooperatif 0 anak Martin et.al (2001 dalam Susilo 2007, hlm.6) melaporkan bahwa anak-anak yang mendapatkan terapi bermain akan lebih kooperatif pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus. 5. Karakteristik responden berdasarkan perbedaan tingkat kooperatif antara sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain Untuk melihat perbedaan tingkat kooperatif sebelum dan sesudah terapi bermain puzzle diuji dengan uji Wilcoxon. Hal ini dengan pertimbangan bahwa data hanya sebanyak 27 yang relatif kecil. Tabel 5.5 Perbedaan perilaku sebelum dan sesudah terapi bermain puzzledi RSUD Tugurejo Semarang (n=27) Ting kat peril aku koop eratif Seb elu m Seb elu m ρ Z Sangat kooper atif Kooper atif Tidak kooper atif - 13 14 10 15 2 0,00 0 -4,001
  • 7. 7 Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon untuk terapi bermain puzzle dan tingkat kooperatif menunjukkan nilai p = 0,000 (<0,05). Hal ini berarti tingkat signifikan 5% terbukti ada pengaruh terapi bermain puzzle terhadap tingkat kooperatif anak usia prasekolah selama hospitalisasi. SIMPULAN 1. Pada karakteristik tingkat kooperatif sebelum terapi bermain puzzle responden terbanyak yaitu sebanyak 13 responden (48,1%) pada kategori kooperatif, dan yang paling sedikit adalah pada kategori tidak kooperatif sebanyak 14 responden (51,9%). 2. Pada karakteristik tingkat kooperatif setelah terapi bermain puzzle paling sedikit yaitu sebanyak 2 responden (7,4%) pada kategori tidak kooperatif dan yang tertinggi yaitu pada kategori sangat kooperatif sebanyak 10 responden (37%). 3. Ada pengaruhterapi bermain puzzle pada tingkat kooperatif anak prasekolah di RSUD Tugurejo Semarang. Hal ini dapat diketahui dari hasil uji dengan wilxocon signed test menunjukan hasil nilai p=0,000 (p<0,05). SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai intervensi mandiri keperawatan dalam penatalaksanaan tingkat kooperatif anak terhadap prosedur perawatan terutama terhadap anak usia prasekolah. 2. Bagi Institusi Pendidikan Dapat digunakan sebagai acuan dan pengembangan bahan pembelajaran dalam mata ajar keperawatan anak khususnya pada sub bab penerapan terapi bermain puzzle terhadap perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi. 3. Bagi peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya dan diharapkan bagi peneliti selanjutnya menggunakan kelompok kontrol agar dapat mengetahui perbandingan tingkat kooperatif antara anak yang diberikan terapi bermain dan tidak di berikan terapi bermain. DAFTAR PUSTAKA Alfiyanti, N .(2010). Upaya meningkatkan daya pikir anak melalui permainan edukatif. http://etd.eprints.ums.ac.id /9837/1/A520085042.pdf diperoleh tgl 27-07-2011. Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Handayani, R. D.& Puspitasari N. P. D. (2008). Pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kooperatif selama menjalani perawatan pada usia prasekolah (3-5 tahun) di Rumah Sakit Penti Rapih Yogyakarta. http://www.library.upnvj.ac.i d/pdf/2s1keperawatan/08107
  • 8. 8 12033.pdf. Diperoleh tanggal 12 Januari 2012 Hidayat, Alimul A.A. (2009). Pengantar ilmu pengatar anak1. Jakarta:Salemba Medika. Marasaoly, S. (2009). Pengaruh terapi bermain puzzle terhadap dampak hospitalisasi pada anak usia prasekolah diruang anggrek I rumah sakit kepolisian pusat R.S Sukanto. http://www.library.upnvj.a c.id/pdf/ S1keperawatan09/ 207314028/bab1.pdf, diperoleh tgl 16 juni 2011 Notoatmojo, Soekidjo. (2005). Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta. Sucipto, U. (2010). Terapi bermain untuk menurunkan kecemasan perpisahan pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi. http://elibrary.ub.ac.id/bitstre am/123456789/18008/1/ Terapi-bermain-untuk menurunkan-kecemasan- perpisahan-pada-anak- prasekolah-yang-mengalami- hospitalisasi.pdf. diperoleh tanggal 18 Desember 2011 Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta :EGC. Susilo, A. (2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan anak usia prasekolah.http://www.libr ary.upnvj.ac.id/pdf/2s1kep erawatan/0810712026.pdf. diperoleh tanggal 26 Juni 2012