1. Ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama merupakan cara manusia mencari kebenaran.
2. Ilmu pengetahuan menggunakan pengalaman empiris dan eksperimen, filsafat menggunakan akal secara radikal dan integral, sedangkan agama mengacu pada wahyu Allah.
3. Ketiga metode tersebut melengkapi satu sama lain dalam upaya manusia memahami alam semesta, Tuhan, dan dirinya sendiri.
1. Hubungan Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Agama.
a. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan.
Ilmu Sejarah telah dapat membuktikan tentang pengungkapan ilmiah manusia yang sangat menonjol di dunia
adalah di zaman Yunani Kuno (abad IV dan V S.M). Bangsa Yunani ditakdirkan Allah sebagai manusia yang
mempunyai akal jernih. Bagi mereka ilmu itu adalah suatu keterangan rasional tentang sebab-musabab dari
segala sesuatu didunia ini. Dunia adalah kosmos yang teratur dengan aturan kausalitas yang bersifat rasional.
Demikianlah tiga dasar yang menguasai ilmu orang Yunani pada waktu itu, yaitu: Kosmos, Kausalitas dan
Rasional.
Pada hakikatnya kelahiran cara berfikir ilmiah itu merupakan suatu revolusi besar dalam dunia ilmu
pengetahuan, karena sebelum itu manusia lebih banyak berpikir menurut gagasan-gagasan magi dan mitologi
yang bersifat gaib dan tidak rasional.
Dengan berilmu dan berfilsafat manusia ingin mencari hakikat kebenaran daripada segala sesuatu Dalam
berkelana mencari pengetahuan dan kebenaran itu menusia pada akhirnya tiba pada kebenaran yang absolut
atau yang mutlak yaitu „Causa Prima‟ daripada segala yang ada yaitu Allah Maha Pencipta, Maha Besar, dan
mengetahui.
Oleh karena itu kita setuju apabila disebutkan bahwa manusia itu adalah mahluk pencari kebenaran. Di dalam
mencari kebenaran itu manusia selalu bertanya.
Dalam kenyataannya makin banyak manusia makin banyaklah pertanyaan yang timbul. Manusia ingin
mengetahui perihal sangkanparannya, asal mula dan tujuannya, perihal kebebasannya dan kemungkinankemungkinannya. Dengan sikap yang demikian itu manusia sudah menghasilkan pengetahuan yang luas sekali
yang secara sistematis dan metodis telah dikelompokan kedalam berbagai disiplin keilmuwan. Namun demikian
karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sejumlah besar pertanyaan tetap relevan dan aktual
seperti yang muncul pada ribuan tahun yang lalu, yang tidak terjawab oleh Ilmu pengetahuan seperti antara lain:
tentang asal mula dan tujuan manusia, tentang hidup dan mati, tentang hakikat manusia sebagainya.
Ketidakmampuan Ilmu pengetahuan dalam menjawab sejumlah pertanyaan itu, maka Filasafat tempat
menampung dan mengelolahnya. Filsafat adalah ilmu yang tanpa batas, tidak hanya menyelidiki salah satu
bagian dari kenyataan saja, tetapi segala apa yang menarik perhatian manusia.
b. Definisi Ilmu Pengetahuan dan Filsafat
J. Arthur Thompson dalam bukunya” An Introducation to Science” menuliskan bahwa ilmu adalah diskripsi total
dan konsisten dari fakta-fakta empiri yang dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah- istilah yang
sederhana mungkin.
Untuk menjelaskan perbedaan antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat, baiklah dikemukakan rumusan Filsafat dari
filsuf ulung Indonesia Prof. DR. N. Driyarkara S.Y., yang mengatakan “Filsafat adalah pikiran manusia yang
2. radikal, artinya yang dengan mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat- pendapat yang diterima saja,
mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis. Jika
filsafat misalnya bicara tentang masyarakat, hukum, sisiologi, kesusilaan dan sebagainya, di satu pandangan
tidak diarahkan ke sebab-sebab yang terdekat, melainkan „ke‟mengapa‟ yang terakhir sepanjang kemungkinan
yang ada pada budi manusia berdasarkan kekuatannya itu.
“Filsafat adalah ilmu Pengetahuan dan Teknologi, filsafat tidak memperlihatkan banyak kemajuan dalam bidang
penyelidikan. Ilmu pengetahuan dan Teknologi bahkan melambung tinggi mencapai era nuklir dan sudah
diambang kemajuan dalam mempengaruhui penciptaan dan reproduksi manusia itu sendiri dengan revolusi
genitika yang bermuara pada bayi tabung I di Inggris serta diambang kelahiran kurang lebih 100 bayi tabung
yang sudah hamil tua.
Di satu pihak fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berutang kepada ilmu
pengetahuan dan teknologi, berupa penciptaan sarana yang memudahkan pemenuhan kebutuhan manusia
untuk hidup sesuai dengan kodratnya. Inilah dampak positifnya disatu pihak sedangkan dipihak lainnya bdampak
negatifnya sangat menyedihkan.
Bahwa ilmu yang bertujuan menguasai alam, sering melupakan faktor eksitensi manusia, sebagai bagian
daripada alam, yang merupakan tujuan pengembangan ilmu itu sendiri kepada siapa manfaat dan kegunaannya
dipersembahkan. Kemajuan ilmu teknologi bukan lagi meningkatkan martabat manusia itu, tetapi bahkn harus
dibayar dengan kebahagiaannya. Berbagai polusi dan dekadensi dialami peradaban manusia disebabkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Dalam usahanya pendidikan keilmuwan bukanlah semata-mata
ditujukan untuk menghasilkan ilmuwan yang pandai dan trampil, tetapi juga bermoral tinggi.
c. Abstraksi
Untuk menerangkan selanjutnya hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, baiklah dikemukakan pendapat
Aristoteles tentang abstraksi. Menurut beliau pemekiran manusia melampaui 3 jenis abstraksi (kata Latin
„abstrahere‟ yang
berarti menjauhkan diri, mengambil dari).
Dari setiap jenis abstraksi itu menghasilkan satu jenis pengetahuan yaitu :
1) pengetahuan fisis
2) pengetahuan matematis,
3) pengetahuan teologis.
1) Pengetahuan Fisis
Dalam kenyataannya manusia mulai berpikir bila ia mengamati, mengobservasi sesuatu. Faktor keheranan,
kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan manusia barulah timbul setelah pengamatan atau observasi lebih
dahulu. Peranan ratio atau akal budi manusia melepaskan (mengabstrahir) dari pengamatan inderawi suatu segisegi tertentu yaitu materi yang dapat dirasakan ratio atau akal budi manusia bersama dengan materi yang
'abstrak' itu menghasilkan pengetahuan yang disebut "fisika' (dari kataYunani 'Physos' = alam).
3. 2) pengetahuan Matematis atau Matesis
Selanjutnya manusia masih mempunyai kemampuan untuk dapat mengabstrahir atau melepaskan lebih banyak
lagi Bahwa kita dapat melepaskan materi yang kelihatan dari semua perubahan yang terjadi.
Hal ini dapat terjadi bila ratio atau akal budi manusia dapat melepaskan dari materi hanya segi yang dapat
dimengerti saja. Dengan kemampuan abstraksi ini manusia dapatlah menghitung dan mengukur, karena
perbuatan menghitung. dan mengukur itu mungkin lebih dari semua gejala dan semua perubahan dengan
menutup indera mata Adapun jenis pengetahuan yang dihasilkan oleh abstraksi ini disebut 'matesis'
(matematika) (kata Yunani'mathesist = pengetahuan ilmu).
3) Pengetahuan Teologis atau Filsafat Pertama
Pada tahap terakhir manusia juga dapat mengabstrahir dari semua materi, baik materi yang dapat diamati,
maupun yang dapat diketahui. Apabila manusia berpikir tentang keseluruhan realitas tentang sangkanparannya
(asal mula dan tujuannya), tentang jiwa manusia, tentang cita dan citranya, tentang realitas yang paling luhur,
tentang Tuhan, maka berarti tidak hanya terbatas pada bidang fisika saja tetapi juga bidang matematika yang
sudah ditinggalkannya. Di sini terbukti bahwa semua jenis pengamatan tidak berguna. lagi Adapun jenis berpikir
ini disebut 'teologi' atau filsafat pertama,
Sesuai dengan tradisi setelah Aristoteles pengetahuan jenis ketiga ini, disebut 'rnetafisika, bidang yang datang
setelah (meta') fisika. Menurut Aristoteles baik bidang metafisika, bidang matematika maupun bidang fisika,
masih merupakan kesatuan yang keseluruhannya disebut ‟filsafat' atau metafisika.
2) Pikiran atau ratio manusia, melalui penalaran analitik dan non-analitik. Dalam pikiran manusia ini lahirlah
pengetahuan yang pertama beberapa ribu tahun yang lalu yaitu filsafat. Dalam usaha menjawab tantangan hidup
manusia maka fase berikutnya lahirlah Ilmu-ilmu Alam (Natural Philosophy) dan Ilmu-ilmu Sosial (Moral
philosophy).
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Batas penjelajahan ilmu
sempit sekali, hanya sepotong atau sekeping saja dari sekian permasalahan kehidupan manusia, bahkan dalam
batas pengalaman manusia itu, ilmu hanya berwenang menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan.
Demikian pula tentang baik buruk, semua itu (termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-sumber moral (filsafat
Etika), tentang indah dan jelek (termasuk ilmu) semuanya berpaling kepada pengkajian filsafat Estetika.
Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta ”, demi kian kata tokoh Einstein. Kebutuaan moral dari ilmu itu
mungkin membawa kemanusiaan kejurang malapetaka.
Relativitas atau kenisbian ilmu pengetahuan bermuara kepada filsafat dan relativitas atau kenisbian ilmu
pengatahuan serta filsafat bermuara kepada agama.
Filsafat ialah ‟ ilmu istimewa‟ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu
pengetahuan biasa karena masalah-masalah itu berada di luar atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
4. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk dapat memahami dan mendalami secara
radikal integral daripada segala sesuatu yang ada mengenai :
a. Hakikat Tuhan
b. Hakikat alam semesta, dan
c. Hakikat manusia termasuk sikap manusia terhadap hal tersebut sebagai konsekuensi logis daripada
pahamnya tersebut.
Adapun titik perbedaanya adalah sebagai berikut :
a. Ilmu dan filsafat adalah hasil dari sumber yang sama yaitu : ra‟yu (akal, budi, ratio, reason, nous, rede, ver
nunft) manusia. Sedangkan agama bersumber dari Wahyu Allah.
b. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyeledikan, pengalaman (empiri) dan percobaan
(eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengelanakan atau
mengembarakan akal budi secara redikal (mengakar), dan integral (menyeluruh) serta universal
(mengalam),tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali ikatan tangannya sendiri yang disebut ‟logika‟
Manusia dalam mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan
pelbagi masalah asasi dari suatu kepada kitab Suci, kondifikasi Firman Allah untuk manusia di permukaan planet
bumi ini.
Kebenaran ilmu pengetahuan ialah kebenaran positif, kebenaran filsafat ialah kebenaran spekulatif (dugaan
yang tak dapat dibuktikan secara empiri, riset, eksperimen). Kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat keduanya
nisbi (relatif).
Dengan demikian terungkaplah bahwa manusia adalah mahluk pencari kebenaran. Di dalam mencari,
menghampiri dan menemukan kebenaran itu terdapat tiga buah jalan yang ditempuh manusia yang sekaligus
merupakan institut kebenaran yaitu : Ilmu, filsafat dan Agama.