1. Makalah ini membahas tentang inflasi di Indonesia yang dipicu oleh krisis moneter 1997/1998.
2. Faktor penyebab inflasi antara lain lonjakan harga barang impor akibat depresiasi rupiah dan kegagalan menangani krisis moneter dalam jangka pendek.
3. Dampak inflasi meliputi penurunan pendapatan riil dan daya beli masyarakat.
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Makalah ekonomi
1. Makalah Ekonomi - Inflasi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Krisis moneter yang melanda Negara-negara anggota ASEAN, telah memporak-
porandakan struktur perekonomian negara-negara tersebut. Bahkan bagi
Indonesia, akibat terjadinya krisis moneter yng kemudian berlanjut pada krisis
ekonomi dan politik ini, telah menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan
terhadap sendi-sendi Perekonomian Nasional.
Krisis moneter yang melanda indonesia di awali dengan terdepresiasinya secara
tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar Amerika),
akibat adanya domino effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand (bath),
salah satunya telah mengakibatkan terjadinya lonjakan harga barang-barang impor
ini, dan menyebabkan hampir semua barang-barang yang di jual di dalam negeri
baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama pada barang-barang yang
memiliki kandungan impor tinggi. Karena kegagalan mengatasi krisis moneter
dalam jangka waktu yang pendek, bahkan cenderung berlarut-larut, menyebabkan
kenaikan tingkat harga terjadi secara umum dan berlarut-larut. Akibatnya angka
inflasi nasional melonjak cukup tajam. Lonjakan yang cukup tajam terhadap
angka inflasi nasional yang tanpa di imbangi oleh peningkatan pendapatan
nominal masyarakat, telah menyebabkan pendapatan riil rakyat semakin merosot
pula , pendapatan per kapita penduduk merosot relative sangat cepat, yang
mengakibatkan Indonesia kembali masuk dalam golongan Negara miskin. Hal ini
telah menyebabkan semakin beratnya beban hidup masyarakat strata ekonomi
bawah. (akibat dari imported inflation yang dipicu oleh terdepresiasinya nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing)
Seperti telah diketahui, secara teoritis, pengertian inflasi merujuk pada perubahan
tingkat harga (barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus-menerus. Data
mengenai perkembangan harga dapat didasarkan pada cakupan barang dan jassa
secara komponen pembentuk PDB (deflator PDB), cakupan barang dan jasa yang
diperdagangkan antara produsen dengan pedagang besar atau antar pedagang
besar (Indeks Haraga Perdagangan Besar/IHPB), ataupun cakupan barang dan jasa
yang dijual secara eceran dan di konsumsi oleh sebagian besar masyarakat (Indeks
Harga Konsumen/IHK). Dalam kaitan ini, cara perhitungan inflasi didasarkan
pada perubahan indeks pada periode tertentu dengan indeks periode
sebelummnya. Sebagai contoh, laju inflasi bulanan dihitung dari perubahan indeks
bulan ini dan indeks bulan sebelumnya.
2. Masalah
Pembatasan masalah yang akan di bahas dalam ini adalah :
Bagaimana terjadinya Inflasi ?
Faktor-faktor penyebab timbulnya inflasi di Indonesia ?
Dampak yang ditimbulkan dari inflasi?
Langkah-langkah apa saja yang harus di ambil untuk mencegah terjadinya inflasi?
3. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Landasan Teori
1. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus yang bersumber
dari terganggunya keseimbangan antara arus uang dan barang.
1. Inflasi menurut tingkat keparahannya
Laju inflasi dapat berbeda antar asatu Negara dengan Negara lainnya atau dalam
satu Negara dalam waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi maka
Inflasi dapat di bagi ke dalam tiga kategori yaitu :
Inflasi merayap (creeping Inflation)
Di tandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun). Kenaikan
harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka
yang relatif lama.
Inflasi Menengah (galloping Inflation)
Ditandai dengan laju inflasi yang cukup besar dalam waktu yang relatif pendek
serta mempunyai sifat akselerasi (harga dalam waktu mingguan atau bulanan)
efeknya terhadap perekonomian lebih besar daripada inflasi yang merayap
(creeping inflation)
Inflasi tinggi (Hyper inflation)
Merupakan inflasi yang paling parah akibatnya harga-harga naik sampai 5 atau 6
kali lipat. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang sebab nilai
uang merosot dengan tajam sehingga perputaran uang semakin cepat dan harga
naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah
mengalami defisit anggaran belanja yang dibelanjakan dan ditutupi dengan
mencetak uang.
2. Inflasi menurut sebabnya.
a. Inflasi permintaan (Demand-pull inflation)
Inflasi ini timbul karena permintaan masyarakat akan barang terlalu kuat,
sehingga di sebut demand-pull inflation.
b. Inflasi biaya (cost-Push inflation)
Inflasi jenis ini timbul karena kenaikan ongkos produksi. Inflasi ini dikenal
dengan istilah cost-push inflation atau supply inflation. Untuk lebih jelasnya
simak baik-baik kurva di atas. Apabila ongkos produksi ini misalnya disebabkan
kenaikan harga alat-alat produksi yang didatangkan dari luar negeri atau kenaikan
bahan mentah maupun bahan baku.
c. inflasi campuran
Kedua mmacam inflasi yang telah dijelaskan di atas jarang sekali di jumpai dalam
praktik sehari-hari. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara
merupakan campuran dari kedua macam inflasi tersebut. Inflasi campuran
4. meripakan campuran antara inflasi permintaan (demand-pull inflation) dan inflasi
biaya (cost-push inflation).
Inflasi menurut Asalnya
Domestic inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri. Hal ini
bisa disebabkan karena adanya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan
mencetak uang baru, pembatasan kredit untuk kegiatan produksi atau gagalnya
panen sehingga harga-harga makanan menjadi mahal
Imported inflation adalah inflasi yang berasal dari luar negeri sebagai akibat dari
naiknya barang-barang impor. Hal ini bisa terjadi di negara-negara berkembang
karena sebagian besar bahan baku berasal dari luar negeri (impor)
2. Teori Inflasi
1. Teori Kuantitas
Teori ini menyoroti hal-hal yang berperan dalam proses inflasi, yaitu jumlah uang
yang beredar dan anggapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga. Inti dari
teori kuantitas adalah sebagai berikut.
Inflasi yang bisa terjadi apabila ada penambahan volume uang yang beredar.
Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, gagal panen misalnya hanya akan
menaikan harga-harga untuk sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang
ibarat” bahan bakar” bagi api inflasi. Apabila jumlah uang bertambah, inflasi akan
berhenti dengan sendirinnya.
Laju inflasi disebabkan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan anggapan
masyarakat mengenai harga-harga. Teori kuantitas ini di kemukankan oleh Irving
Fisher. Adapun rumusnya sebagai berikut :
Keterangan :
M = Jumlah uang yang beredar
V = Kecepatan perputaran uang
P = Tingkat harga
T = Banyaknya transaksi
Di setiap transaksi, jumlah yang dibayarkan oleh pembeli ssama dengan jumlah
uang yang diterima penjual. Hal ini berlaku untuk seluruh perekonomian.
Dalam periode tertentu nilai barang dan jasa yang dibeli harus sama dengan nilai
barang dan jasa yang dijual. Nilai barang yang dijual sama dengan volume
transaksi (T) di kalikan harga rata-rata barang tersebut (P).
2. Teori Keynes`
Menurut John Maynard Keynes,. Inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Keynes berpendapat, proses inflasi
adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang
menginginkan bagian yang lebih besar dari yang bisa disediakan oleh masyarakat
tersebut. Oleh keynes proses perebutan ini diterjemahkan menjadi keadaan di
mana permintaan masyarakat terhadap barang selalu melebihi jumlah barang-
barang yang tersedia. Peristiwa tersebut menimbulkan apa yang disebut celah
inflasi atau inflationary gap.
Celah inflasi ini timbul karena golongan-golongan masyarakat berhasil
5. menerjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yng efektif terhadap barang.
Golongan-golongan masyarakat yang dimaksud yaitu pemerintah, pengusaha, dan
serikat buruh. Pemerintah berusaha memperoleh bagian lebih besar dari output
masyarakat dengan cara mencetak uang baru. Pengusaha melakukan investasi
dengan modal yang diperoleh dari kredit bank, serikat buruh atau pekerja
memperoleh kenaikan harga. Hal ini terjadi karena permintaan total melebihi
jumlah barang yang tersedia, maka harga-harga akan naik. Adanya kenaikan
harga-harga ini menunjukan sebagian dari rencana-rencana pembelian barang dari
golongan-golongan tersebut bisa dipenuhi.
Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah pemintaan efektif dari semua
golongan masyarakat melebihi jumlah output yang dihasilkan. Namun apabila
permintaan efektif total tidak melebihi harg-harga yang berlaku dari jumlah output
yang tersedia, maka inflasi akan berhenti.
3. Teori Strukturalis
Teori ini didasarkan atas pengalaman di Negara-negara amerika latin. Teori ini
memberikan perhatian yang besar terhadap struktur perekonomian Negara-negara
sedang berkembang. Hal ini disebabkan inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor
struktural dari perekonomian.
Menurut teori ini, ada dua hal penting dalam perekonomian Negara-negara sedang
berkembang yang dapat menimbulkan inflasi, yaitu sebagai berikut :
Ketidakjelasan penerimaan ekspor
Nilai ekspor tumbuh secara lamban di bandingkan dengan pertumbuhan sektor-
sektor lain. Adapun penyebab kelambanan tersebut adalah :
Di pasar dunia harga barang-barang ekspor tersebut semakin memburuk.
Produksi barang-barang ekspor tidak responsive terhadap kenaikan harga.
Ketidakelastisan penawaran atau produksi bahan makanan di dalam negeri.
Produksi bahan makanan di dalam negeri tidak tumbuh secepat pertumbuhan
penduduk dan pendapatan per kapita. Hal ini menyebabkan harga bahan makanan
di dalam negeri cenderung untuk naik, sehingga melebihi tuntutan karyawan
untuk mendapatkan kenaikan harga barang-barang lain. Dampak yang
ditimbulkan yaitu munculnya tuntutan karyawan untuk mendapatkan kenaikan
upah atau gaji. Naiknya upah karyawan menyebabkan kenaikan ongkos produksi.
Hal ini berarti akan menaikan harga barang-barang. Kenaikan harga barang-
barang tersebut mengakibatkan munculnya kenaikan upah lagi. Adanya kenaikan
upah akan diikuti oleh kenaikan harga barang-barang begitu seterusnya.
Proses ini akan berhenti apabila harga bahan makanan tidak terus naik. Namun
karena faktor strukturalis harga bahan makanan akan terus naik sehingga proses
saling dorong mendorong antara upah dan harga tersebut selalu mendapat
“umpan” baru dan tidak akan berhenti.
Menghitung Laju Inflasi
Umtuk menghitung laju inflasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
6. sebagai berikut :
GNP Deflator
GNP deflator adalah rasio GNP (Gross National Product) nominal pada tahun
tertentu terhadap GNP riil pada tahun tersebut. Hal ini memrupakan ukuran inflasi
dari periode di mana harga dasar untuk menghitung GNP riil digunakan sampai
GNP sekarang. Perhitungan cara ini melibatkan semua barang yang diproduksi.
GNP deflator dapat dihitung dengan rumus sebagai beriku :
GNP Deflator = (ΣP1.Q1)/ΣΡοQ1
Keterangan ;
Q1 = Jumlah barang pada tahun t
Po = Harga barang pada tahun dasar
P1 = Jumlah barang
Sedangkan untuk menghitung inflasi dengan menggunakan GNP deflator adalah :
LIt = (GNP.deflator1-GNP.deflator 1-1)/(GNP.deflator 1-1 )
2.2 Peraturan – peraturan
Dengan diberlakuakn UU No.23 Tahun 1999 tersebut, sejak tahun 2000 Bank
Indonesia pada mulanya menetapkan sasaran inflasi pada awal tahun yang akan
dicapai untuk tahun yang bersangkutan. Sasaran ditetapkan untuk inflasi yang
diukur dengan indeks harga konsumen (IHK) dengan mengeluarkan dampak dari
kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah di bidang harga
dan pendapatan (administered prices and Income policy). Sebagai contoh, sasaran
inflasi ditetapkan sebesar 3-5%.
Seperti dikemukakan diatas, penentuan sasaran inflasi dilakukan dengan
memperhatikan prospek ekonomi makro dan karenanya didasarkan pada
perkembangan dari proyeksi arah pergeraan ekonomi kedepan. Hal ini didasarkan
pada pertimbangan bahwa terdapat ketidaksejalanan (trade-off) antara pencapaian
inflasi yang rendah karena dapat menghambat pemulihan ekonomi nasional.
Untuk itu dengan menggunakan model-model makro ekonomi yang
dikembangkan, Bank indonesia menganalisis dan memproyeksi beberapa laju
pertumbuhan ekonomi kedepannya, dengan berbagi komponen-komponen dan
komposisinya yang didorong oleh sisi permintaan dan dari sisi penawaran.
Dengan cara ini, dapat di ukur kecenderungan terjadinya kesengajaan antara
besarnya permintaan dengan penawaran agregat (yang diukur dengan output
potensial), atau yang sering disebut output gap „kesenjangan output‟. Besarnya
output gap inilah yang diperkirakan akann menentukan besarnya tekanan terhadap
inflasi ke depannya.
Perubahan kewenangan terhadap sasaran inflasi tersebut diperkirakan tidak akan
mengubah secara mendasar jenis dan besarnya sasran inflasi. Hal ini mengingat
selama ini terjadi telah terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah dan dan
Bank Indonesia, khusunya dalam penetapan asumsi-asumsi variable ekonomi
makro dalam proses penyusunan APBN yang didalamnya termasuk besarnya laju
inflasi ke depan. Barangkali yang diperlukan adalah pembakuan mekanisme
koordinasi yang selama ini telah terjalin antara pemerintah dan Bank Indonesia.
Dengan cara demikian, tidak saja koordinasi dan komitmen antara pemerintah dan
Bank Indonesia akan semakin tinggi, tetapi juga digunakan public dalam
pencapaian sasran inflasi yang ditetapkan juga akan semakin besar.
7. BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bagaiman Terjadinya Inflasi ?
Tingkat inflasi yang terjadi pada bulan Oktober 2005 yang sangat tinggi (8,75%)
masih membuat prihatin banyak kalangan, karena itu banyak yang menyebutnya
core inflation, atau inflasi inti oleh Bank Indonesia yang besarnya sekitar 7-8%
setahun, maka pengaruh inflasi ini secara agregatif menimbulkan inflasi lebih dari
15% setahun. Arti atau definisi dari Inflasi itu sendiri seperti yang kita ketahui
bahwa Inflasi adalah gejala kenaikan harga secara umum (artinya semua harga
terpengaruhi)oleh karena itu kebijakan pemerintah dan kebijakan moneter oleh
bank sentral. Sebagai contoh dalam masa pertama RI inflasinya tinggi sekali oleh
karena kebijakan fiskal terlalu “gampangan” (loose). Artinya, kalo pemerintah
memerlukan uang maka ditempuh denngan cara mudah, yakni cetak saja uang
baru. Usaha untuk mengumpulkan pajak baru merupakan ussaha serius di zaman
yang mutakhir. Pembiayaan defisit anggaran belanja pemerintah di usahakan
dengan cara yang tidak langsung menuju kepercetakan uang baru. Maka pada
tahap ini menarik pinjaman luar negeri menjadi jalan keluar yang sering di
tempuh pemerintah. Ini sesuai dengan prinsip umum pembiayaan defisit anggaran
belanja pemerintah yaakni non-inflator, yakni bberhutang saja luar dan dalam
negeri atau menjual asset Negara. Menjual asset Negara untuk menutup defisit
juga merupakan upaya yang lebih mutakhir, yakni dengan menjual BUMN, baik
sebagian sahamnya maupun secara keseluruhan.
Bank Indonesia sebagai bank sentral saat ini merupakan misi tunggal yaitu
menjaga nilai rupiah,artinya berusaha untuk mengekang terjadinya inflasi,kalau
ada tekanan inflasi yang meninggi maka BI menaikansuku bunga (BI rate atau
SBI) sehingga dapat mengerem pengeluaran kredit baru oleh sistem perbankan.
Akan tetapi kalau inflasi tetap memuncak maka BI menghadapi dilemma seperti
sekarang ini.
3.2 Sumber-sumber inflasi di Indonesia
Terdapat beberapa faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di
Indonesia,yaitu:
3.2.1 Jumlah uang beredar
8. Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar adalah faktor utama
yang di tuding sebagai penyebab timbulnya inflasi di setiap Negara
berkembang,tidak terkecuali di Indonesia.di Indonesia jumlah uang beredar ini
lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money (MI). Hal ini terjadi
karena masih adanya tanggapan, bahwa uang kuasai hanya merupakan bagian dari
likuiditasi perbankan. Sejak tahun 1976 presentase uang kuartal yang beredar
(48,7%) lebih kecil daripada presentase jumlah uang giral yang beredar
(51,3%).sehingga mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi di
sektor moneter Indonesia juga mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses
pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya
moneterisasi dalam kegiatan perekonomian subsisten, akibatnya memberikan
kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Menurut data yang dihimpun dalam
Laporan Bank Dunia menunjukan laju pertumbuhan rata-rata jumlah uang beredar
di Indonesia pada periode tahun 1980-1992 relatif tinggi jika dibandingkan
dengan Negara-negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina).kenaikan jumlah uang
beredar di Indonesia pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an lebih
disebabkan oleh pertumbuhan kredit likuiditas dan defisit anggaran belanja
pemerintah.pertumbuhan ini dapat merupakan efek langsung dari kebijakan Bank
Indonesia dalam sector keuangan (terutama dalam hal penurunan reserve
requirement)
3.2.1 Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
Seperti halnya yang umum terjadi pada Negara berkembang, anggaran belanja
pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia
menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak
sekali disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut keterangan struktural ekonomi
Indonesia, yang acap kali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan
kemampuan untuk membangun. Selama pemerintahan Orde lama defisit anggaran
belanja ini acapkali di biaya dari dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan
uang baru, mengingat orientasi kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang
inward looking policy, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat, tetapi
sejak era Orde Baru, defisit anggaran belanja ini di tutup dengan pinjaman luar
negeri yang nampaknya relatif aman terhadap tekanan inflasi.
Dalam era pemerintahan Orde baru, kebutuhan trhadap percepatan pertumbuhan
ekonomi yang telah dicanangkan sejak Pembangunan Jangka Panjang I,
menyebabkan kebutuhan dana untuk melakukan pembangunan sangat besar.
Dengan mengingat bahwa potensi mobilisasi dana pembangunan dari masyarakat
(baik dari sektor tabungan masyarakat maupun pendapatan pajak) di dalam negeri
pada saat itu yang sangat terbatas (belum berkembang), juga kemampuan sector
swasta yang terbatas dalam melakukan pembangunan, menyebabkan pemerintah
harus berperan sebagai motor pembangunan. Hal ini menyebabkan pos
pengeluaran APBN menjadi lebih besar daripada penerimaan rutin. Artinya, peran
pengeluaran pemerintah dalam investasi tidak dapat di imbangi dengan
penerimaan, sehingga menimbulkan kesenjangan antara pengeluaran dan
penerimaan Negara, atau dapat dikatakan telah defisit struktural dalam keuangan
Negara.
Pada saat terjadinya oil booming, era tahun 70-an, pendapatan pemerintah di
9. sector migas meningkat pesat, sehingga jumlah uang primer pun semakin
mmeningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan pemerintah untuk berekspansi
investasi di dalam negeri semakin meningkat. Dengan kondisi tingkat
pertumbuhan produksi domestic yang relative lebih lamban akibat kapasitas
produksi nasional yang masih berada dalam keadaan under-employment,
peningkatan permintaan (investasi) pemerintah menyebabkan terjadi relokasi
sumberdaya dari masyarakat ke pemerintah, seperti yang terkonsep dalam analisis
Keynes tentang inflasi. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya tekanan inflasi.
Tetapi, sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi non migas,
sejalan dengan merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak 1982),
menyebabkan kemampuan pemerinntah untuk membiayai pembangunan nasional
semakin berkurang pula, sehingga pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan
posisinya sebagai penggerak (motor) pembangunan. Dengan kondisi seperti ini,
menyebabkan secara bertahap peran sebagai penggerak utama pembangunan
nasional, dengan demikian sumber tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah ke
non pemerintah (swasta). Tekanan inflasi pada periode ini lebih di sebabkan oleh
meningkatnya tingkat agresifitas sector swasta dalam melakukan ekspansi usaha,
yang didukung oleh perkembangan sector perbankan yang semakin ekspansif
pula. Dengan kondisi sumberdaya modddal domestic yang masih saja relative
terbatas, maka pinjaman luar negeri yang sifatnya komersial maupun non
komersial pun semakin meningkat. Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena
kemampuan swasta nasional dalam pembangunan infrastruktur ekonomi masih
sangat terbatas.
3.3 Efek yang ditimbulkan dari Inflasi
1. Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada
pula yang di untungkan dengan adanya Inflasi. Seseorang yang memperoleh
pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang
memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per tahun sedang laju inflasi
sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju
inflasi tersebut, yakni Rp.50.000,00
2. Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini
dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang
kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa
barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi tidak
efisien.
3. Efek terhadap Output (Output Effect)
Dalam menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency Effect) digunakan
suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek
inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu
tersebut.
4. Inflasi dan Perkembanngan Ekonomi.
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakan perkembangan ekonomi.
Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak
menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya
10. untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan pembeli harta-harta
tetap setiap tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka
menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan
berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih
banyak pengangguran akan terwujud.
5. Inflasi dan Kemaknmuran masyarakat.
Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi Negara, inflasi
juga akan menimbulkan efek-efek berikut kepada individu masyarakat :
a. Inflasi akan menimbulkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan
tetap.
b. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
c. Memperburuk pembagian kekayaan.
3.5 Inflasi dan Penganguran
Ide tentang adanya hubungan antara inflasi dan pengangguran itu relatif baru,
kira-kira pada akhir tahun 1950an. Secara sistematik hubungan ini baru mulai
diperkenalkan oleh AW Philips pada tahun 1958 dari hasil studi lapangan tentang
hubungan antara kenaikan tingkat upah dengan pengangguran di inggris pada
tahun 1861-1957
Kurva yang menunjukan adanya hubungan negatif ini sering di sebut kurva
Philips (sesuai dengan nama penemunya). Kurva tersebut sejalan dengan keadaan
yang terjadi di inggris pada periode 1861-1957. Tahun dimana tingkat
pengangguran rendah adalah juga tahun dimana tingkat kenaikan upah tinggi, dan
sebaliknya tahun dimana pengangguran tinggi, tingkat kenaikan upah rendah.
1) Implikasi kebijaksanaan
Sampai pada akhir tahun 1950an masalah pokok kebijaksanaan makro ekonomi
adalah untuk mencapai secara serentak kestabilan harga serta kesempatan kerja
yang tinggi. Namun beberapa pemikiran pada waktu itu meragukan tercapainya
kedua tujuan tersebut secara berssama-sama. Kurva Philips dapat menjelaskan
keadaan pesimis ini. Kestabilan harga dan kesempatan kerja yang tinggi adalah
dua hal yang tidak bisa terjadi bersama-sama.
2) Dasar Teori
Kurva Philips diperoleh semata-mata atas dasar studi empiric, tidak ada dasar
teorinya. Lipsey pada tahun 1960 mencoba untuk mengisi daassar teorinya. Untuk
tujuan ini dia menggunakan teori pasar tenaga kerja sebagai dasar teorinya.
3.4 Cara mencegah Inflasi
Dengan menggunakan Irving Fisher MV = PT, dapat dijelaskan bahwa inflasi
timbul karena MV naik lebih cepat daripada T. oleh Karena itu untuk mencegah
terjadinya inflasi maka salah satu variable (M atau V) harus dikendalikan. Cara
mengatur variable M,V dan T tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
kebijakan moneter,fiskal atau kebijakan yang menyangkut kenaikan produksi.
1. Kebijakan Moneter.
Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar (M).
salah satu komponen jumlah uang adalah uang giral (demand deposito). Uang
giral terjadi melalui dua cara, pertama,apabila seseorang memasukan uang kas ke
11. bank dalam bentuk giro, kemudian yang kedua apabila seseorang memperoleh
pinjaman dari bank mereka tidak terima dalam bentuk kas tetapi dalam bentuk
giro. Instrument lain yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya inflasi
adalah politik pasar terbuka (jual/beli surat berharga). Dengan cara menjual surat
berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar
sehingga laju inflasi dapat lebih rendah.
2. kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah
serrta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan
dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui
penurunan permintaan total. Kebijakan fiskal yang berupa pengurangan
pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan
total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan Output.
Kenaikan Output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini
dapat dicapai missalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga
impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang didalam negeri
cenderung menurunkan harga.
4. kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing.
Ini dilakukan dengan penentuam ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks
harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji/upah secara riil
tetap). Kalau indeks harga naik maka gaji/upah juga dinaikan.
3.6 Bagaimana mengatasi Inflasi
Untuk mencegah terjadinya Inflasi, BI bisa melakukan kebijakan uang ketat
meliputi :
1. Peningkatan tingkat suku bunga
2. Penjualan surat berharga
3. Peningkatan cadangan Kas
4. Pengetatan pemberian kredit
Dalam pemulihan makro ekonomi, tim ekonomi pemerintah harus mampu
menciptakan kestabilan makro ekonomi, dengan menekan inflation rate menjadi
single digit, sekitar 8%. Makro ekonomi yang menyangkut tiga komponen yaitu
interest rate, inflation rate dan exchange rate, yang semuanya saling tergantung
dan saling mempengaruhi satu sama lain. Di sisi lain, dengan diturunkannya BI
rate, hal tersebut berpengaruh pada turunnya suku bunga perbankan dan akan
mendorong investor menanamkan investasi lebih banyak. Aktivitas perekonomian
terus berputar. Dengan demikian akan mampu menyerap tenaga kerja dalam
jumlah yang besar secara bertahap, sehingga pendapatan masyarakat akan ikut
naik. Dalam rangka menungkatkan iklim investasi secara nasional guna
menanggulangi dan meningkatkan di sektor riil.
BAB IV
KESIMPULAN
Inflasi merupakan gejala kenaikan harga secara umum (artinya semua harga
12. terpengaruhi) oleh karena kelangkaan persediaan barang yang ada di pasaran.
Penyebab inflasi antara lain :
Kebijakan fiskal terlalu “gampangan” (loose). Artinya, kalau pemerintah
memerlukan uang maka ditempuh jalan yang mudah, yakni cetak saja uang baru
Kenaikan harga BBM yang diikuti harga sembako yang disebabkan kelangkaan
BBM atau sembako tersebut. Sebenarnya hal ini disebabkan karena distribusi
BBM atau sembako tersebut yang kurang lancar.
Kenaikan biaya pendidikan
Menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar, karena menurunnya kinerja pasar
modal
Masalah Inflasi di Indonesia ternyata bukan saja merupakan fenomena jangka
pendek, tetapi juga merupakan fenomena jangka panjang. Dalam arti, bahwa
Inflasi di Indonesia bukan semata-mata disebabkan oleh gagalnya pelaksanaan
kebijaksanaan di sektor moneter oleh pemerintah, yang seringkali dilakukan untuk
tujuan mmenstabilkan fluktuasi tingkat harga umum dalam jangka pendek, tetapi
juga mengindikasikan masih adanya hambatan-hambatan structural tersebut, maka
mau tidak mau harus memperhatikan dengan seksama pembangunan ekonomi di
sektor riil. Dengan melakukan pembenahan di sektor riil secara tepat, maka
kemantapan fundamental ekonomi Indonesia dapat diperkokoh. Defisit APBN,
peningkatan cadangan devisa, pembenahan sektor pertanian khususnya pada sub
sektor pangan, pembenahan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi posisi
penawaran agregat merupakan hal-hal yang perlu mendapatkan penanganan yang
serius untuk dapat menekan Inflasi ke tingkat yang serendah mungkin di
Indonesia, disamping tentunya pengelolaan tepat dan pembenahan di sektor
moneter.
DAFTAR PUSTAKA
- Herlambang, Tedy dkk. Ekonomi Makro: Teori, Ekonomi dan Kebijakan. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : 2001
- Adiwarman Karim, EKONOMI ISLAM suatu kegiatan EKONOMI MAKRO.
Kanin Bisnis Consultan, Jakarta; 2002.
-M. Suparmoko, PENGANT AR EKONOMI MAKRO, BPFE, Yogyakarta; 1994
- Adiningsih, Sri. "Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia". Makalah
Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM; 2000
- Boediono. "Inflation Targeting". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM
dengan BI, MM UGM, 29 September 2000
- Nopirin. "Kebijakan Moneter Dengan Target Inflasi". Makalah Seminar Sehari
Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September. 2000