Hukum dan Administrasi Perncanaan, Konsep dan Kritik Good Governance
1. Muhammad Iqbal Dhanarto
3612100065
Pengertian Good Governance
Tata Pemerintahan adalah suatu mekanisme interaksi para pihak terkait yang berada di
lembaga pemerintah, lembaga legislatif dan masyarakat, baik secara pribadi maupun kelompok
untuk bersama-sama merumuskan berbagai kesepakatan yang berkaitan dengan manajemen
pembangunan dalam suatu wilayah hukum atau administratif tertentu. Dalam menjalankan tugas
dan kewajibannya, pihak yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan di daerah
memerlukan dasar atau prinsip Tata Pemerintahan daerah yang baik, yang dapat menjadi acuan
bagi tercapainya tujuan pemberian otonomi, yang adalah:
1. peningkatan pelayanan aparatur pemerintah di daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,
2. pengembangan kehidupan demokrasi, peningkatan rasa kebangsaan, keadilan, pemerataan, dan
kemandirian daerah serta,
3. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Good governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi mimpi buruk banyak
orang di Indonesia. Kendati pemahaman mereka tentang good governance berbeda-beda, namun
setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka
akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak di antara mereka
membayangkan bahwa dengan memiliki praktik good governance yang lebih baik, maka kualitas
pelayanan publik menjadi semakin baik, angka korupsi menjadi semakin rendah, dan pemerintah
menjadi semakin peduli dengan kepentingan warga (Dwiyanto, 2005).
Dewasa ini permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia semakin komplek dan semakin
sarat. Oknum-oknum organisasi pemerintah yang seyogyanya menjadi panutan rakyat banyak
yang tersandung masalah hukum. Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang sering disebut
good governance yang selama ini dielukan-elukan faktanya saat ini masih menjadi mimpi dan
hanyalah sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari tidur panjangnya.
Revolusi disetiap bidang harus dilakukan karena setiap produk yang dihasilkan hanya mewadahi
kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang. Padahal seharusnya penyelenggaraan
negara yang baik harus menjadi perhatian serius. Transparansi memang bisa menjadi salah satu
solusi tetapi apakah cukup hanya itu untuk mencapai good governance.
Sebagai negara yang menganut bentuk kekuasaan demokrasi. Maka kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar seperti disebutkan dalam UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 1 ayat (2). Negara seharusnya memfasilitasi keterlibatan
warga dalam proses kebijakan publik. Menjadi salah satu bentuk pengawasan rakyat pada negara
2. dalam rangka mewujudkan good governance. Memang akan melemahkan posisi pemerintah.
Namun, hal itu lebih baik daripada perlakukan otoriter dan represif pemerintah.
Dalam penyelenggaraannya, good governance memiliki beberapa prinsip, yaitu sebagai
berikut :
a. Partisipasi
Adalah prinsip yang mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan perumusan
kebijakan. Selain itu, menurut Dwiyanto (2002:42) ”…Keberadaan masyarakat menjadi satu
keniscayaan dalam reformasi tata pemerintahan…”
Partisipasi masyarakat dapat dikelompokkan menjadi dua macam bentuk, yaitu :
1. Partisipasi masyarakat muncul karena ketidakmampuan pemerintah; atau
2. Partisipasi murni swadaya masyarakat dikarenakan masyarakat membutuhkan
sesuatu.
Partisipasi dapat dilakukan dalam siklus kebijakan publik yang memiliki lima
tahapan (Dunn, 2003:25; Nugroho D., 2004:73), yaitu :
1. Penyusunan agenda (agenda setting).
2. Formulasi kebijakan (merumuskan alternatif).
3. Adopsi kebijakan (proses pemilihan dari sekian alternatif yang tersedia untuk
dijadikan sebagai suatu kebijakan).
4. Implementasi kebijakan.
5. Penilaian kebijakan.
b. Transparansi
Transparansi (transparency) adalah terbukanya proses perumusan kebijakan publik
bagi masyarakat (terbuka bagi partisipasi masyarakat). Semua urusan kepemerintahan
berupa kebijakan publik, baik yang berkenaan dengan pelayanan publik maupun
pembangunan di daerah harus diketahui publik. (Yuswanto, 2003).
Transparansi juga didefinisikan sebagai Keterbukaan (opennes) adalah tersdianya
data/informasi bagi masyarakat yang dapat diakses sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Keterbukaan dapat juga merujuk pada ketersediaan informasi dan kejelasan
bagi masyarakat umum untuk mengetahui proses penyusunan, pelaksanaan, serta hasil yang
telah dicapai melalui sebuah kebijakan publik.
c. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik adalah suatu ukuran atau standar yang menunjukkan seberapa
besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan penyusunan kebijakan publik dengan peraturan
hukum dan perundang-undangan yang berlaku untuk organisasi yang bersangkutan.
(Yuswanto, 2003)
Rasa tanggung jawab merupakan syarat mutlak untuk penerapan good governance,
karena sebagaimana menurut Alhadist, bahwa “setiap manusia adalah pemimpin dan akan
dimintai pertanggungjawaban”. Pertanggungjawaban itu dilaporkan bukan hanya kepada
publik, akan tetapi dilaporkan juga kepada Tuhan Yang Mahaesa.
d. Efektif dan Efisien
3. Efektif/tepat sasaran, serta efisien/hemat. Pemerintah diupayakan untuk melakukan
pelayanan yang cepat dan tepat terhadap masyarakat.
e. Kepastian Hukum
Peradilan hukum harus independen dari intervensi, anti suap dan tidak dapat dijual
beli dengan segelintir uang.
f. Responsif
Tanggap terhadap kondisi dan kebutuhan masyarakat.
g. Konsensus (Mufakat)
Negara musyawarah bukan negara Kerajaan (Qardhawy, 1999:36). Sebab, Negara
ini bukan kerajaan yang dipaksakan, akan tetapi diselenggarakan atas landasan musyawarah
untuk mencapai mufakat demi kepentingan umat/masyarakat.
h. Setara dan Inklusif
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan, perlakuan, dan hak yang sama
untuk ikut serta dalam pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa Kegagalan Pengimplementasian Good Governance
Kegagalan yang pertama adalah kegagalan kepemimpinan. Kegagalan kepemimpinan ini
merupakan cerminan dari peran pemerintah dalam membangungood governance. Lemahnya
moral pemimpin kita telah membawa efek yang begitu luar biasa, salah satunya adalah korupsi.
Padahal pemimpinlah yang seharusnya menjadi teladan bagi rakyatnya dan berusaha semaksimal
mungkin dalam menyejahterakan rakyatnya. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Integritas
pun menjadi taruhannya.
Kegagalan yang kedua adalah kegagalan sistem persaingan usaha. Kegagalan ini adalah
wakil dari dunia usaha yang sedang mengalami krisis moral. Dalam dunia usaha, berlaku pula
hukum rimba, yakni siapa yang kuat dialah yang menang. Untuk menjadi kuat, diperlukan usaha
yang tidak mudah. Namun tujuan para pelaku usaha korup adalah dengan cepat mendatangkan
uang ke dompetnya, tanpa melalui usaha yang selayaknya. Kongkalingkong pun dilakukan
dengan berbagai cara, hingga mendatangkan konspirasi yang mengerikan antara pemerintah
dengan pelaku usaha.
Hal tersebut terjadi karena iklim persaingan usaha kita yang kurang sehat, tidak
transparan, dan tidak akuntabel. Salah satu penyebabnya adalah regulasi pemerintah yang kurang
dapat dipertanggungjawabkan. Akhirnya, sistem persaingan usaha pun terjerumus ke dalam
lubang hitam tindak korupsi ini.
Kegagalan yang ketiga adalah kegagalan paradigma pendidikan masyarakat. Untuk saat
ini, paradigma pendidikan seakan lepas dari idealismenya, yakni untuk mencapai kebaikan moral
dalam hidup. Yang terjadi adalah sistem pendidikan yang mengejar prestasi dan nilai semata,
4. tanpa memerhatikan akhlak anak didiknya. Alhasil, tawuran, seks bebas, dan narkoba pun ikut
mewarnai dunia pendidikan Indonesia.
Satu contoh yang masih terngiang di ingatan kita adalah ketika seorang ibu dan anaknya
yang masih SD ditindas dalam masyarakat karena melaporkan tindak pencontekan. Walaupun
tidak merugikan negara, namun secara paradigmatik mencontek adalah tindakan korup yang
menjadi cikal bakal korupsi-korupsi kelas kakap di negeri ini. Dari bangku sekolah pun kita
harus mengakui suburnya budaya mencontek itu. Maka tak pelak, apabila mereka menjadi
pemimpin kelak, korupsi adalah buah-buah pahit tindakan yang dianggap remeh tersebut.
Kritik Terhadap Good Governance
Good governance didefinisikan sebagai suatu kesepakatan menyangkut pengaturan
negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk mewujudkan
kepemerintahan yang baik secara umum. Dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik sangat
tergantung dari ketiga lembaga yang menyusun governance tersebut yaitu pemerintah
(government), dunia usaha (swasta), dan masyarakat. Ketiga domain itu harus saling
berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Ketiga lembaga ini harus menjaga kesinergian
dalam rangka mencapai tujuan, karena ketiga domain ini merupakan sebuah sistem yang saling
ketergantungan dan tidak dapat dipisahkan. Dikategorikan pemerintahan yang baik, jika
pembangunan itu dapat dilakukan dengan biaya yang sangat minimal menuju cita-cita
kesejahteraan dan kemakmuran, memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi
rakyat meningkat, kesejahteraan spritualitasnya meningkat dengan indikator masyarakat rasa
aman, tenang, bahagia dan penuh dengan kedamaian.
Masih banyaknya penerapan pernerapan good governance yang gaga diakibtakan akan
minimnya pengimplementasian dari prinsip prinsip good governance itu sendiri. Sudah banyak
kasus dan cerita bahwa gagalnya kebijakan kebijakan yang terdapat di Indonesiadikarenakan
pengimplementasian yang jauh dari prosedur yang seharusnya. Jikka saja pengimplemntasian
tersebut sejalan dengan prinnsip prinsip yang berlaku bukan tidak mungkin Indonesia memiliki
system pemerintahan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan Negara Negara lainnya.