Dokumen tersebut membahas tentang ijma' dan qiyas sebagai sumber hukum Islam. Ijma' didefinisikan sebagai kesepakatan para ulama muslim tentang suatu masalah hukum, sedangkan qiyas adalah menyamakan masalah baru dengan masalah lama berdasarkan persamaan alasan hukumnya. Kedua sumber hukum ini diakui oleh kebanyakan ulama sebagai sumber hukum yang sah selama tidak bertentangan dengan Al-
1. IJMA’ dan QIYAS
( )
Presented by :
Rikza Adhia N R
Jahid Murtadho A
2. Landasan Hukum
Landasan hukum dalam Islam :
• Al-Qur’an
• Hadits
• Ijma’ (yang tidak bertentangan dengan Al-
qur’an dan hadits)
• Qiyas (yang tidak bertentangan dengan Al-
qur’an dan hadits)
4. Ijma’
Ijma’ menurut bahasa mengandung dua arti :
• Pengertian pertama : berupaya (tekad) terhadap sesuatu.
disebutkan berarti berupaya di atasnya.
Seperti firman Allah SWT :
... ...
“Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-
sekutumu. (Qs.10:71)
• Pengertian kedua, berarti kesepakatan.
Perbedaan arti yang pertama dengan yang kedua ini bahwa arti
pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu orang.
5. Ijma’
• Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan
semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam
suatu masa setelah wafat Rasulullah SAW atas
hukum syara.
Adapun pengertian Ijma’ dalam istilah teknis hukum
atau istilah syar’i terdapat perbedaan rumusan yang
mana terletak pada segi siapa yang melakukan
kesepakatan itu.
6. Kehujjahan ijma'
Ijma' menjadi hujah (pegangan) dengan sendirinya
ditempat yang tidak didapati dalil (nash),yakni Al-Qur-
an dan Al-Hadist. Dan tidak menjadi ijma' kecuali telah
disepakati oleh segala ulama Islam,dan selama tidak
menyalahi nash yang qath'i (Kitabullah dan hadist
mutawatir).
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa nilai kehujahan
ijma' ialah dzanni, bukan qath'i. Oleh karena nilai ijma'
itu dzanni, maka ijma' itu dapat dijadikan hujjah
(pegangan) dalam urusan amal, bukan dalam urusan
i'tiqad, sebab urusan i'tiqad itu mesti dengan dalil yang
qath'i.
7. Pembagian ijma'
• Ijma' ummat itu dibagi menjadi dua:
1. Ijma' qauli (ucapan); yaitu ijma' dimana para Ulama ijtihad menetapkan
pendapatnya baik dengan lisan maupun tulisan yang menerangkan
persetujuannya atas pendapat mujtahid lain dimasanya.Ijma' ini disebut
juga ijma' qath'i.
2. Ijma' sukuti (diam); ialah ijma' dimana para Ulama ijtihad berdiam diri
tiada mengeluarkan pendapatnya atas mujtahid lain dan diamnya itu
bukan karena takut atau malu. Ijma' ini disebut juga ijma'
dzanni. Sebagian ulama berpendapat,bahwa suatu penetapan jika yang
menetapkan hakim yang berkuasa dan didiamkan oleh para Ulama,
belum dapat dijadikan hujjah. Tetapi sesuatu pendapat yang ditetapkan
oleh seorang Faqih, lalu didiamkan para Ulama yang lain maka dapat
dipandang ijma'.
Disamping ijma' ummat tersebut,masih ada macam-macam ijma' yang lain,
yaitu (1). Ijma' sahabat, (2). Ijma' Ulama Medinah, (3). Ijma' Ulama
Kufah, (4). Ijma' Khulafa yang empat, (5). Ijma' Abu Bakar dan Umar, dan
(6). Ijma' itrah, yakni ahli bait= golongan syi'ah.
8. Ijma’ dalam rumusan Al-Ghozali
Kesepakatan umat Muhammad SAW secara khusus atas suatu urusan agama
Pandangan Imam Al-Ghozali ini mengikuti pandangan
Imam Syafi’i yang menetapkan Ijma’ itu sebagai
kesepakatan umat. Yang mana di dasarkan pada
keyakinan bahwa yang terhindar dari kesalahan
hanyalah umat secara keseluruhan bukan perorangan.
Namun pendapat Imam Syafi’i ini mengalami
perubahan dan perkembangan ditangan pengikutnya di
kemudian hari.
9. Rukun Ijma’
• Adapun rukun ijma’ dalam definisi di atas adalah adanya kesepakatan para
mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa atas hukum syara’ .
‘Kesepakatan’ itu dapat dikelompokan menjadi empat hal:
1. Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila
keberadaanya hanya seorang (mujtahid) saja di suatu masa. Karena
‘kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu orang, pendapatnya disepakati
antara satu dengan yang lain.
2. Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam
suatu masalah, dengan melihat negeri, jenis dan kelompok mereka.
Andai yang disepakati atas hukum syara’ hanya para mujtahid haramain,
para mujtahid Irak saja, Hijaz saja, mujtahid ahlu Sunnah, Mujtahid ahli
Syiah, maka secara syara’ kesepakatan khusus ini tidak disebut Ijma’.
Karena ijma’ tidak terbentuk kecuali dengan kesepakatan umum dari
seluruh mujtahid di dunia Islam dalam suatu masa.
10. Rukun Ijma’
3. Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap
pendapat salah seorang mereka dengan pendapat
yang jelas apakah dengan dalam bentuk perkataan,
fatwa atau perbuatan.
4. Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada
semua para mujtahid. Jika sebagian besar mereka
sepakat maka tidak membatalkan kespekatan yang
‘banyak’ secara ijma’ sekalipun jumlah yang berbeda
sedikit dan jumlah yang sepakat lebih banyak maka
tidak menjadikan kesepakatan yang banyak itu hujjah
syar’i yang pasti dan mengikat.
11. Syarat Mujtahid
- Para Mujtahid hendaknya sminimal memiliki 3 syarat:
• Syarat pertama, memiliki pengetahuan sebagai berikut:
a) Memiliki pengetahuan tentang Al Qur’an.
b) Memiliki pengetahuan tentang Sunnah.
c) Memiliki pengetahuan tentang masalah Ijma’
sebelumnya.
• Syarat kedua, memiliki pengetahuan tentang ushul
fiqh.
• Syarat ketiga, Menguasai ilmu bahasa.
12. Syarat Mujtahid
As-syatibi menambahkan syarat selain yang disebut
di atas, yaitu memiliki pengetahuan tentang
maqasid al-Syariah (tujuan syariat).
Karena menurutnya, seseorang tidak dapat
mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai
dua hal:
1. ia harus mampu memahami maqasid al-syariah
secara sempurna.
2. ia harus memiliki kemampuan menarik
kandungan hukum berdasarkan pengetahuan
dan pemahamannya atas maqasid al-Syariah.
14. Qiyas
• Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan
sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al Qur’an
dan hadits dengan cara membandingkan dengan
sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan
nash.
• Para ulama ushul juga membuat definisi lain,
Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak
ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada
nash hukumnya karena adanya persamaan illat
hukum.
15. Contoh :
• hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan
dalam Al Qur’an yaitu hukumnya haram. Sebagaimana firman
Allah Swt:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. (Qs.5:90)
“Haramnya meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah
memabukan. Maka setiap minuman yang terdapat di dalamnya
illat sama dengan khamar dalam hukumnya maka minuman
tersebut adalah haram.
16. Pandangan ulama mengenai qiyas ini
terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar
hukum pada hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an,
hadits, pendapat shahabat maupun ijma ulama.
2. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak
menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat
nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash
termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu
kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka
menetapkan hukum hanya dari teks nash semata.
3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang
berusaha berbagai hal karena persamaan illat. Bahkan dalam
kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas
sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan hadits.
17. Kehujjahan Qiyas
• Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan
termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila
tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan
yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat
maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.
Diantara ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung
kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa
mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat
mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada
mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah
melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah
mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka
ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai
wawasan. (Qs.59:2)
18. Rukun Qiyas
Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal:
1. Asal (pokok). Yaitu, apa yang terdapat dalam hukum
nashnya. Disebut dengan al-maqis alaihi.
2. Fara’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat
nash hukumnya, disebut pula al-maqîs.
3. Hukm al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam
dalam nash dalam hukum asalnya. Yang kemudian
menjadi ketetapan hukum untuk fara’.
4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal
atau dasar qiyas yang dibangun atasnya.