SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 40
Descargar para leer sin conexión
x




    INSEKTISIDA DAN AKARISIDA
     YANG BERASAL DARI ALAM
                                                                 Panut Djojosumarto
                                                    djojosumarto.panut@gmail.com




A. PENGERTIAN

    Yang dimaksud dengan insektisida dan akarsida alami adalah semua bahan
aktif insektisida dan akarisida yang diambil dari alam, bukan merupakan hasil
sintesa di laboratorium. Ketika insektisida alami diproduksi secara komersial,
peranan industri terbatas pada riset dan pengembangan, pemurnian bahan aktif dan
formulasi, sehingga senyawa tersebut dapat digunakan secara praktis di lapangan.
    Dalam aartikel ini kami membagi insektisida alami kedalam beberapa kategori
sebagai berikut:
    1. Insektisida nabati (insektisida botani), yakni bahan aktif insektisida yang
       diekstrak   dari tumbuhan,   seperti   azadiraktin,   nikotin,   rotenon, dan
       seterusnya.
    2. Insektisida mikrobiologi (insektisida biologi), adalah mikroorganisme
       seperti     jamur, virus, nematoda, dan sebagainya, yang umumnya
       menyebabkan penyakit pada serangga hama tertentu.




                                                                                   1
3. Insektisida alami yang bukan termasuk ke dalam kategori 1, 2 dan 4.
         Contoh dari kategori ini adalah tanah diatomeae, bubuk karbon, dan
         sebagainya.
   4. Insektisida yang berasal dari fermentasi mikroorganisme, seperti
         antibiotika,   makrolida,   dan   sebagainya.   Alasan    mengapa kelompok
         antibiotika dan/atau makrolida kami masukkan ke dalam kelompok
         insektisida alami adalah kenyataan bahwa senyawa kimia ini tidak
         dibuat/disintesa di laboratorium, tetapi dihasilkan secara alami dari
         fermentasi mikrobiologi.




B. INSEKTISIDA NABATI

    Sejak lama diketahui bahwa beberapa ekstrak tumbuhan bersifat racun bagi
serangga tertentu. Penggunaan ekstrak tumbuhan sebagai insektisida telah
diketahui sejak abad 18, di antaranya daun tembakau (1763), bubuk piretrum dari
bunga Chrysantemum (1840), dan akar tuba (Derris eliptica).
    Daftar tumbuhan yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pestisida botani
diberikan dalam tabel 1.


Tabel 01: Beberapa jenis tumbuhan yang telah diteliti manfaatnya sebagai
          pestisida botani
    No Nama Umum         Nama Ilmiah         Bagian tanaman      Penggunaan

    1       Aglaia                 (i) Aglaia        Kulit, batang, daun   Insektisida
                                       odorata
    2       Babandotan        Ageratum conyzoides    Daun, batang,         Insektisida
                                                     akar                  Nematisida
    3       Balakama          Ocimum basilicum       Daun, biji            Insektisida
    4       Bawang            Allium spp.            Umbi                  Insektisida
                                                                           Fungisida
                                                                           Nematisida
    5       Bengkuang         Pacchiryzus erosus     Daun, biji            Insektisida
    6       Bitung            Barringtonia sp.       Biji                  Insektisida
                                                                           Piscisida
    7       Brotowali         Tinospora sp.          Batang                Insektisida
    8       Cengkih           Syzigium aromaticum    Daun, bunga           Bakterisida
                                                                           Fungisida
                                                                           Insektisida
    9       Daun wangi        Malaleuca bracteata    Daun                  Atraktan
    10      Duku              Lansium domesticum     Kulit buah, biji      Insektisida
    11      Gadung            Dioscore composite     Umbi                  Rodentisida




                                                                                         2
Insektisida
12   Jarak          Ricinus communis        Biji, daun          Rodentisida
                                                                Insektisida
                                                                Nematisida
13   Jarak pagar    Jathropa curcas         Biji                Insektisida
14   Jeringau       Acarus calamus          Rimpang             Insektisida
                                                                Fungisida
15   Kecubung       Datura sp.              Biji, daun          Insektisida
16   Kembang        Gloriosa superba        Akar                Insektisida
     sungsang
17   Kipahit        Tithonia sp.            Daun                Repelen
18   Kunyit         Curcuma domestica       Rimpang             Nematisida
                                                                Rodentisida
19   Lada           Piper nigrum            Buah, biji          Insektisida
                                                                Nematisida
                                                                Fungisida
20   Legundi        Vitex trifolia          Daun                Insektisida
21   Lempuyang      Zingiber Americans      Rimpang             Insektisida
     emprit
22   Lempuyang      Zingiber zerumbet       Rimpang             Insektisida
     gajah
23   Lerak          Sapindus rarak          Buah, biji          Piscisida
                                                                Insektisida
24   Mahoni         Swietenia macroplylla   Biji                Insektisida
25   Jambu mete     Anacardium              Kulit biji          Insektisida
                    occidentale                                 Nematisida
                                                                Fungisida
                                                                Bakterisida
26   Mimba          Azadirachta indica      Biji                Insektisida
                                                                Nematisida
27   Nangka         Artocarpus              Daun                Nematisida
                    heterophylus
28   Nilam          Pogostemon cablin       Daun                Insektisida
                                                                Repelen
29   Patah tulang   Euphorbia turricalli    Daun                Molluskisida
30   Pepaya         Carica papaya           Akar, daun          Nematisida
31   Picung         Pangium edule           Buah                Insektisida
32   Piretrum       Chrysantemum spp.       Bunga               Insektisida
33   Saga           Abrus pecatorius        Biji                Insektisida
34   Secang         Caesalpinia sappan      Daun, bunga, biji   Insektisida
35   Selasih        Ocimum sp.              Daun                Atraktan
36   Sembung        Blumea balsamifera      Daun                Molluskisida
37   Senggugu       Clerodendron seratum    Daun                Rodentisida
38   Sereh dapur    Andropogon nardus       Daun                Insektisida
                                                                Fungisida
39   Sirih          Piper bettle            Daun                Bakterisida
                                                                Fungisida
40   Sirsak         Annona reticulate       Daun, biji          Insektisida
41   Srikaya        Annona squamosa         Biji                Insektisida
                                                                Nematisida
42   Tefrosia       Tephrosia vogelii       Daun                Molluskisida
43   Tembakau       Nicotiana tabacum       Daun                Insektisida
                                                                Fungisida
                                                                Nematisida
44   Tembelekan     Lantana camara          Bunga, daun         Insektisida




                                                                               3
45   Akar tuba         Derris elliptica      Akar                Piscisida
                                                                      Insektisida
                Novizan (2002): Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan


   Berikut adalah beberapa insektisida nabati yang telah dapat dimurnikan bahan
aktifnya, dan diproduksi secara komersial, meskipun banyak di antaranya yang
belum dipasarkan di Indonesia.


Asam sitrat (citric acid)
   Asam sitrat diekstraksi dari buah jeruk, digunakan sebagai insektisida untuk
mengendalikan berbagai jenis serangga, seperti semut, aphids, kumbang, ulat,
wereng daun, kutu dompolan, tungau dan kutu kebul, pada tanaman buah-buahan,
sayuran dan tanaman hias.


Azadiraktin (azadirachtin)
   Ekstrak biji mimba (Azadirachta indica) sejak lama diketahui mempunyai efek
insektisida. Azadiraktin (AZA) adalah senyawa kimia utama dari ekstraksi atas biji-
biji mimba (neem). Disamping azadiraktin, ekstrak biji mimba juga mengandung
senyawa limonoid lainnya, seperti nimbolid, nimbin dan salanin. Ekstrak biji mimba,
atau “neememulsion” mengandung 25% (berat/berat) azadiraktin, 30-50% senyawa
limonoid lainnya, 25% asam lemak dan 7% ester gliserol.
   Azadiraktin bekerja sebagai antagonis ecdyson (ecdyson adalah hormon yang
bertanggung-jawab atas proses pergantian kulit serangga), sehingga ecdyson tidak
bekerja dengan baik dan serangga hama yang terpapar akan tergganggu proses
ganti kulitnya, sehinnga mati. Oleh karena itu azadiraktin dapat diklasifikasikan
sebagai penghambat pertumbuhan serangga (insect growth regulator : IGR)
   Azadiraktin digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama dari genus-
genus yang berbeda. Efektif untuk mengendalikan kutu kebul (Bemisia spp.), thrips,
pengorok daun, aphids, larva Lepidoptera (ulat), kutu sisik, kumbang dan kutu
dompolan, pada sayuran (tomat, kubis, kentang), kapas, teh, tembakau, kopi, dan
tanaman hias.
   LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb. Tidak menyebabkan
iritasi pada kulit, tapi sedikit pada mata (kelinci). Klasifikasi toksisitas EPA
(formulasi) kelas IV.
   Azadiraktin dipasarkan di Indonesia dengan nama-nama dagang Natural 9
WSC, Nimbo 0,6 AS dan Nospoil 8 EC, dan didaftarkan (dalam hal ini Nimbo)




                                                                                    4
untuk mengendalikan kutu daun Myzus persicae dan ulat grayak Spodoptera litura
pada tanaman cabai (Anonim, 2006).


Azadiraktin-dihidro (dihydroazadirachtin)
   Insektisida dihidroazadiraktin (DAZA) adalah bentuk terreduksi dari azadiraktin
alami. Sifat-sifatnya mirip dengan azadiraktin, demikian halnya dengan cara kerja
(mode of action) dan hama sasarannya.
   LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb.


Ekstrak bawang putih
   Digunakan sebagai pengusir serangga (insect repellent) dan harus digunakan
sebelum ada serangan serangga hama. Mungkin senyawa mengandung sulfur yang
terdapat dalam ekstrak bawang putihlah yang bertanggung-jawab atas efek
repellent-nya. Beberapa produk berisi ekstrak bawang putih telah diproduksi secara
komersial. Dalam penggunaannya dicampur dengan horticultural oil atau minyak
ikan, diencerkan sesuai dengan rekomendasi produsennya, dan disemprotkan
dengan volume tinggi pada tanaman yang dilindungi. Waktu aplikasikan sebaiknya
menjelang sore, dan diulangi setiap 10 hari.
   Ekstrak bawang putih mungkin juga mengusir serangga penyerbuk. Karena itu
jangan digunakan saat tanaman berbunga, apabila kehadiran serangga penyerbuk
penting bagi produksi tanamannya. Ekstrak bawang putih praktis tidak berbahaya
(dalam takaran normal). Ekstrak bawang putih juga dimanfaatkan sebagai suplemen
makanan dan dalam masak-memasak.


Eugenol (4-allyl-2-methoxyphenol)
   Eugenol (minyak cengkih) diekstrak dari berbagai jenis tanaman, termasuk
cengkih, bersifat sebagai insektisida. Cengkih mengandung antara 14-20% minyak
cengkih.
   Digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk kutu
tanaman (aphids), ulat grayak, kumbang, ulat tanah, belalang, tungau, dsb., pada
tanaman sayuran dan buah-buahan.


Kapsaisin (Capsaicin)
   Kapsaisin adalah senyawa kimia yang terdapat pada tanaman Solanaceae dari
genus Capsicum (berbagai macam cabai), dan merupakan senyawa kimia yang




                                                                                5
bertanggung-jawab atas rasa pedas pada cabai. Senyawa ini merupakan pengusir
serangga dan tungau, serta mempunyai efek sebagai insektisida. Juga dikatakan
dapat mengurangi transpirasi tumbuhan.
   Produk komersial dengan nama dagang Armorex mengandung campuran
ekstrak cabai (kapsaisin) dengan mustard oil (allyl isothiocyanate) digunakan
dengan cara dikocorkan (soil drench) sebelum tanam, dan dapat mengendalikan
berbagai jenis cendawan tular tanah (termasuk Pythium, Rhizoctonia, Phytophthora,
Pyrenochaeta, Sclerotium, Armillaria dan Plasmodiophora), serangga tanah seperti
ulat potong (Agrotis), lundi (uret, larva kumbang), molluska, nematoda (Tylenchus,
Pratylenchus, Xiphinema, dsb.), serta sejumlah gulma.
   Kapsaisin dikatakan dapat mengganggu metabolisme serangga dan bekerja
pada susunan syaraf sentral serangga.


Karanjin
   Insektisida dan akarisida karanjin diekstrak dari biji tumbuhan Derris indica
(Pongamia pinnata). Bentuk WP didapat dengan menggiling biji hingga menjadi
tepung. Digunakan untuk mengendalikan tungau, kutu sisik, serangga pengunyah
dan penusuk-pengisap, serta beberapa jenis jamur. Terutama efektif untuk
mengendalikan kutu kebul (whiteefly) thrips, pengorok daun, aphids, ulat, kutu sisik
dan kutu dompolan pada berbagai jenis tanaman termasuk sayuran, kapas, teh,
tembakau, dan tanaman hias.
   Karanjin bekerja dengan berbagai macam cara. Karanjin adalah penghalau
serangga (insect repellent), antifeedant (menghilangkan nafsu makan serangga),
menekan kegiatan hormon ecdyson (hormon yang mengatur pergantian kulit
serangga), karenanya bertindak sebagai insect growth regulator (IGR). Dikatakan
pula bahwa karanjin mampu menghambat sitokrom P450 pada serangga dan
tungau yang peka. Digunakan dengan cara disemprotkan.
   Tidak ada bukti adanya efek alergi dan efek negatif lainnya, baik pada produsen,
formulator maupun pengguna.


Minyak kanola (canola oil)
   Minyak kanola diekstrak dari biji kanola (iolseed rape plants, Brassica napus dan
Brassica campestris). Efektif untuk mengendalikan, dengan cara mengusir (insect
repellent) berbagai jenis serangga hama pada berbagai jenis tanaman, termasuk




                                                                                  6
sayuran, tanaman hias, buah-buahan, jagung, bit gula, kedelai, dan sebagainya.
Digunakan dengan cara disemprotkan atau dialirkan lewat saluran irigasi.


Nikotin
    Nikotin adalah senyawa bioaktif kimia utama dari tanaman tembakau (Nicotiana
tabacum, N. glauca dan N. rustica) serta beberapa tumbuhan dari familia
Lycopodiaceae, Crassulaceae, Leguminosae, Chenopodiaceae dan Compositae.
Nikotin sejak lama digunakan sebagai insektisida. Rata-rata kandungan nikotin pada
N. tabacum dan N. rustica adalah 2% hingga 6% berat kering. Dahulu nikotin
diproduksi dalam bentuk ekstrak dari daun tembakau, tetapi kini dibuat dan dijual
dalam bentuk nikotin teknis atau nikotin sulfat.
    Nikotin adalag racun non-sistemik, terutama aktif dalam fase uapnya, tetapi juga
memiliki sedikit efek sebagai racun kontak dan racun perut. Bekerja pada syaraf
serangga dengan memblok reseptor (penerima) kholinergik asetilkholin. Merupakan
insektisida yang sangat toksik, berspektrum sangat luas, digunakan untuk
mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk aphids, thrips dan kutu
kebul; pada berbagai tanaman.
    LD50 oral pada tikus antara 50-60 mg/kg, LD50 dermal (kelinci) 50 mg/kg. Mudah
diabsorbsi oleh kulit, beracun bagi manusia bila berkontak dengan kulit. Merupakan
racun inhalasi yang sangat toksik. Klasifikasi toksisitas WHO (bahan aktif) kelas Ib,
dan EPA (formulasi) kelas I.


Piretrum
    Bubuk piretrum, yakni tepung yang diperoleh dari bunga semacam krisan, telah
digunakan sebagai insektisida di berbagai belahan bumi sejak jaman purba.
Tanaman ini mungkin berasal dari Cina, yang selanjutnya menyebar ke barat lewat
jalur sutera ke Persia pada abad pertengahan. Bubuk piretrum kemudian dikenal
pula sebagai Persian Insect Powder. Selanjutnya tanaman ini menyebar ke pesisir
laut Adriatik di Dalmatia (bagian dari Kroasia).
    Piretrum diperoleh dari bunga tumbuhan semacam krisan, yakni Chrysantemum
cinerariaefolium (Pyrethrum cinerariaefolium, Tanacetum cinereriaefolium). Ekstrak
ini selanjutnya dimurnikan menggunakan metanol.
    Ekstrak piretrum terdiri atas 3 kelompok senyawa, yang keseluruhannya terdiri
atas 6 senyawa bioaktif yakni piretrin (piretrin I dan II), jasmolin (jasmolin I dan II)
dan sinerin (sinerin I dan II).




                                                                                      7
Rotenon
   Rotenon merupakan senyawa kimia bersifat insektisida yang diekstrak dari
tanaman akar tuba (Derris eliptica & Derris maccensis), Lonchocarpus sp., dan
Tephrosia sp. Sejak lama perasan akar tuba digunakan untuk meracuni ikan.
   Rotenon efektif untuk mengendalikan berbagai serangga hama, termasuk
aphids, thrips, tungau, semut merah, dan sebagainya. Bila diaplikasikan ke air
mampu mengendalikan larva nyamuk. Juga digunakan untuk mengendalikan ekto-
parasit ternak (bidang peternakan) dan di bidang perikanan digunakan untuk
mengendalikan ikan buas. Di bidang pertanian digunakan pada tanaman hias dan
sayuran.
   Rotenon bekerja sebagai penghambat transport elektron pada respirasi
serangga sasaran (pada lokasi I). Bersifat non-sistemik, racun kontak dan racun
lambung.
   LD50 oral (tikus putih) 132-1500 mg/kg, mencit putih 350 mg/kg. LD50 dermal
(kelinci) >5000 mg/kg bb. Kelas toksisitas WHO (bahan aktif) kelas II, EPA
(formulasi) kelas I dan III. Perkiraan dosis mematikan untuk manusia antara 300-
500 mg/kg. Sangat beracun bila terhisap dibandingkan dengan bila termakan.
Rotenon beracun bagi ikan, dan sangat beracun bagi babi.


Ryania
   Ryania diekstrak dari tumbuhan Ryania speciosa, dan digunakan sebagai
insektisida untuk mengendalikan serangga Cydia pomonella, penggerek batang
jagung Ostrinia nubilalis serta thrips pada jeruk. LD50 oral (tikus) 1200 mg/kg bb.


Sabadila
   Sabadila diekstrak dari biji Schoenocaulon officinale dan mengandung bahan
aktif veratrin yang merupakan campuran 2 : 1 dari sevadin, veratridin dan komponen
minor lainnya. Sabadila merupakan insektisida kontak dan selektif untuk untuk
mengendalikan thrips pada jeruk dan advokat.


Sitronela
   Sitronela diakstrak dari tanaman sereh wangi, dan telah digunakan sebagai
pengusir (insect repellent) nyamuk, dsb., sejak 1901. Kecuyali mengandung




                                                                                      8
sitronela, ektrak tanaman ini juga mengandung senyawa-senyawa minor lainnya,
seperti alpha-sitronela, sitronelol dan alpha-sitronelol.




C. INSEKTISIDA MIKROBIOLOGI

   Mikroorganisme berasosiasi dengan serangga dengan berbagai macam cara,
mulai dari asosiasi mutualistik (simbiose) sampai yang bersifat parasitik.
Mikroorganisme parasit ini dapat menyebabkan penyakit bagi serangga, dan dikenal
sebagai patogen serangga (entomopatogen). Telah diketahui bahwa ada sekitar
1500 spesies mikroba menyebabkan penyakit pada antropoda, termasuk serangga.
   Berbagai patogen serangga yang telah dimanfaatkan sebagai insektisida
mikrobiologi ditampilkan di bawah ini. Banyak diantaranya telah diproduksi secara
komersial.


a. Jamur
   Beauveria spp.
   Hirsutela thompsonii (akarisida)
   Lagenidium giganteum
   Lecanicillium lecanii (dahulu Verticillium lecanii)
   Metarhizium spp
   Paecilomyces fumosoroseus (+ akarisida)


b. Bakteri
   Bacillus spp.
   Paenobaccilus popilliae (dahulu Bacillus popilliae)
   Serratia entomophila


c. Nematoda
   Heterorhabditis spp.
   Steinernematidae spp.


d. Protozoa: Microsporidium
   Nosema locustae




                                                                               9
Vairimorpha necatrix


e. Virus
   Granulosis virus (GV)
   Nucleopolyhedro virus (Nuclear Polyhedrosis Virus, NPV)




C.1. Insektisida Mikrobiologi: Jamur

   Tidak seperti patogen serangga lainnya ( misalnya bakteri dan virus) yang
umumnya harus di makan dan dicerna agar dapat menginfeksi inangnya, jamur
dapat menginfeksi inangnya (dalam hal ini serangga hama) dengan cara penetrasi
langsung. Apabila spora jamur menempel pada kulit serangga, dan apabila kondisi
mendukung, maka spora akan berkecambah, menembus kutikula serangga dan
masuk kedalam tubuh serangga. Dalam tubuh serangga jamur akan berkembang
membentuk hifa dan miselium hingga memenuhi bagian dalam tubuh serangga,
hingga serangga akhirnya mati. Jamur kemudian hidup sebagai saprofit dan
menyerap hara dari tubuh serangga yang sudah mati. Tubuh buah jamur kemudian
muncul dari bangkai serangga inang, menghasilkan spora, dan siap disebarkan
untuk menginfeksi serangga lainnya.
   Tanaka dan Kaya (1993) telah mendata jamur penyebab penyakit serangga
(entomopatogen) yang terdapat dalam 8 kelas, 13 ordo dan 57 genus. Banyak
diantaranya yang bersifat sangat spesifik (hanya menginfeksi serangga tertentu).


Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin
   Digunakan sebagai insektisida. Jamur ini dahulu dikenal dengan nama Botrytis
bassiana. Jamur entomopatogen (penyebab penyakit serangga) ini menginvasi
tubuh serangga sasaran. Spora (konidia) jamur akan menempel pada kutikula
serangga, dan saat berkecambah, benang jamur (hifa) akan menembus kutikula
dan berkembang didalam tubuh serangga. Untuk perkecambahan diperlukan
kelembapan tinggi serta air bebas. Infeksi bisa memakan waktu 24 hingga 48 jam,
tergantung pada temperatur. Serangga sasaran masih hidup 3 hingga 5 hari
sesudah infeksi, sebelum akhirnya mati. Sesudah serangga sasaran mati, spora
jamur akan terus diproduksi diluar tubuh serangga. Insektisida berbasis B. bassiana
adalah racun kontak dan bersifat sangat spesifik pada serangga sasaran.



                                                                                   10
Diaplikasikan dengan disemprotkan pada kanopi tanaman. Dapat diaplikasikan
bersama insektisida lain, dengan tambahan ajuvant dan sebagainya. Jangan
digunakan bersama fungisida, dan tunggu hingga 48 jam sebelum menggunakan
fungisida. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam, basa dan jangan
dicampur dengan air yang mengandung klorin.
    Tidak menyebabkan infeksi pada tikus sesudah perlakuan 21 hari. Oral LD50
pada tikus >18 X 108 cfu/kg, dermal (tikus) >2000 mg/kg. Menyebabkan iritasi pada
mata, kulit dan sistim pernafasan.
    Produk berbasis Beauveria bassiana yang telah diproduksi secara komersial
terdiri atas isolat-isolat berikut.


    -   Beauveria bassiana isolat BB 147
        Isolat ini digunakan untuk mengendalikan penggerek tongkol jagung
    (Ostrinia nubilalis,    european corn borer dan Ostrinia furnacalis, asian corn
    borer), pada tanaman jagung.
        padi.




Gambar 01:: Wereng coklat dan walangsangit terinfeksi jamur Beauveria bassania
(dari Shepard, dkk; IRRI)




                                                                                11
-   B. bassiana isolat stanes
       Isolat ini digunakan untuk mengendalikan penggerek buah kopi, lundi (uret),
   penngerek buah kapas, ulat potong (cutworm), wereng batang coklat dan ulat
   kubis, pada tanaman teh, kopi, kapas, tomat, okra, terung dan
   -   B. bassiana isolat GHA
       Isolat GHA terutama efektif untuk mengendalikan kutu kebul (whitefly),
   thrips, aphids, serta kutu dompolan, pada tanaman sayuran dan tanaman hias..


   -   B. bassiana isolat ATCC 74040
       B. bassiana isolat ATCC 74040 efektif untuk mengendalikan Coleoptera dan
   Hemiptera pada lapangan rumput dan tanaman hias.


Beauveria brongniartii (Saccardo) Petch
   Jamur yang dimanfaatkan sebagai insektisida ini pernah dikenal dengan nama
Beauveria tenella. Dewasa ini ada 3 isolat yang dikomersialkan, yakni isolat Bb96
(isolat Swiss) dan IMBST 95.031 serta 95.041 (isolat Austria). Seperti jamur
entomopatogen lainnya, jamur ini juga menyerang tubuh serangga sasaran. Spora
(konidia) jamur akan menempel pada kutikula serangga, dan saat berkecambah,
benang jamur (hifa) akan menembus kutikula dan berkembang didalam tubuh
serangga. Untuk perkecambahan diperlukan kelembapan tinggi serta air bebas.
Infeksi bisa memakan waktu 24 hingga 48 jam, tergantung pada temperatur.
Serangga sasaran masih hidup 3 hingga 5 hari sebelum akhirnya mati. Sesudah
serangga sasaran mati, spora jamur akan terus diproduksi diluar tubuh serangga.
Insektisida berbasis B. bassiana adalah racun kontak dan bersifat sangat spesifik
pada serangga sasaran.
   Dapat diaplikasikan bersama pestisida kimia lainnya, kecuali fungisida.
   Diklasifikasikan sebagai non-toksik, dengan LD50 oral (tikus) >5000 mg/kg,
dermal (tikus) >2000 mg/kg, menimbulkan iritasi ringan pada kulit kelinci.


   -   B. brongniartii isolat Bb96
       Isolat ini diisolasi dari semacam uret (lundi) Hoplochelus marginalis yang
   terdapat di Madagaskar,oleh CIRAT/IRAT, Prancis. Prises untuk formulasinya
   sekarang dimiliki oleh Natural Plant Protection (NPP). Digunakan untuk




                                                                               12
mengendalikan uret Hoplochelus marginalis pada tanaman tebu. Diaplikasikan
   di tanah saat tanam pada alur-alur tanaman, atau pada pangkal ratun tebu.


   -   B. brongniartii isolat IMBST 95.031 dan 95.041
       Isolat ini diisolati dari padang rumput yang diserang oleh larva Melolontha
   melolontha oleh Istitut Mikrobiologi Universitas Leopold-Franzens di Austria.
   Digunakan untuk mengendalikan larva Melolontha melolontha diaplikasikan
   pada benih yang akan ditanam.


Hirsutella thompsonii Fisher
   Akarisida biologis komersial berisi jamur Hirsutella thompsonii isolat MF(Ag)S
(ITCC 4962; IMI 385470), digunakan untuk mengendalikan tungau dari famili
Eriophyidae, terutama tungau kelapa Aceria guerreronis. Pertama kali diisolasi dari
tungau Eriophyidae di Tamil Nadu, India.
   Jamur ini bekerja dengan mendegradasi kutikula tungau. Spora jamur yang
menempel pada kulit tungau, bila kondisi menunjang, akan berkecambah dan germ
tube dengan kekuatan fisik dan enzym akan memasuki kutikula tungau dan
selanjutnya hifa jamur berkembang dalam tubuh tungau, memproduksi spora pada
kutikula tungau baik yang masih hidup atau yang sudah mati, dan melanjutkan
siklus hidup selanjutnya.
   Sediaan komersial yang mengandung spora H. tompsonii diaplikasikan dengan
cara disemprotkan bila kondisi cuaca kering. Jangan dicampur dengan fungisida,
terutama ditiokarbamat. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuta, asam, basa,
dan jangan dicampur dengan ir yang mengandung klorin.
   Hirsutella thompsonii tidak menyebabkan iritasi kulit dan mata, tidak ada bukti
menyebabkan keracunan akut maupun kronis. Tidak nampak adanya reaksi alergik
atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian,
produksi serta pengguna H. thompsoni.


Lagenidium giganteum Couch
   Lagenidium giganteum digunakan untuk mengendalikan larva nyamuk, yang
meluputi genus-genus Aedes, Anopheles, Coquillettidea, Culex, dan sebagainya.
   L. giganteum adalah parasit dari larva nyamuk. Zoospora jamur, bila
diaplikasikan dalam air, akan mencari larva nyamuk dan menempel pada kutikula.
Selanjutnya zoospora akan berkecambah dan menembus kutikula larva, dan




                                                                                13
selanjutnya      berkembang         dalam     tubuh   jentik-jentik    nyamuk     dan    khirnya
menyebabkan kematian.


Lecanicillium lecanii (Zimmerman) Gams & Zare
    Dahulu dikenal dengan nama lama Cephalosporium lecanii atau Verticillium
lecanii.    Jamur    L.   lecanii    adalah    entomopatogen          yang   bertindak   dengan
mendegradasi kutikula serangga sasaran. Spora yang menempel pada kutikula
serangga, saat berkecambah akan masuk kedalam tubuh serangga dengan
menembus kutikula, baik dengan kekuatan fisik maupun bantuan enzym. Hifa jamur
kemudian akan berkembang dalam tubuh serangga yang menyebabkan serangga
sakit dan akhirnya mati.
    Diaplikasikan pada kanopi daun dengan semprotan volume tinggi, sebagiknya
saat kelembapan tinggi. Jamur ini tidak menyebabkan keracunan pada tanaman
(non-fitotoksik) dan juga non-fotipatogenik (tidak menyebabkan penyakit pada
tanaman). Peka terhadap sejumlah fungisida, terutama ditiokarbamat. Tidak boleh
dicampur dengan oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin.
    L. lecanii tidak menyebabkan iritasi kulit dan mata. Tidak ada bukti bahwa L.
lecanii menyebabkan keracunan akut atau kronis, dan tidak menyebabkan infeksi
pada mamalia. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan
lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna H.
thompsoni.


    -      L. lecanii isolat aphids
           Isolat aphids (aphids isolate) ditemukan oleh R.A. Hall, dan diisolasi dari
    semacam aphids, Macrosiphoniella sanborni, digunakan untuk mengendalikan
    aphids, kutu kebul (whitefly), thrips dan kutu sisik pada sayuran, tanaman hias
    dan tanaman lainnya.


    -      L. lecanii isolat kutu kebul (whitefly)
           L. lecanii Isolat kutu kebul (whitefly isolate) juga ditemukan oleh R.A. Hall,
    dan diisolasi dari kutu kebul rumah kaca, Trialeurodes vaporariorum. L. Lecanii
    whitefly isolate dimanfaatkan untuk mengendalikan terutama kutu kebul, dengan
    efek samping pada thrips.


Metarhizium anisopliae Sorok




                                                                                             14
Insektisida biologi Metarhizium anisopliae dahulu dikenal dengan nama
Penicillium anisopliae dan Entomophthora anisopliae. Jamur yang umum terdapat
pada serangga yang mati, dan produk komersial diisolasi dai wereng batang padi
(Nilaparvata lugens). Ada produk yang khusus untuk mengendalikan rayap, ada
pula yang diregistrasi untuk wereng padi (Nilaparvata lugens) dan hama lain dari
ordo Coleoptera dan Lepidoptera, ada pula yang khusus untuk mengendalikan
kecoa.
   M. anisopliae merupakan entomopatogen yang efektif, menyerang serangga
sasaran dengan cara menembus kutikula serangga, dan hifa jamur kemudian
berkembang dalam tubuh serangga, yang menyebabkan sakit dan kematian.
Setelah diaplikasikan, jamur akan menginvasi serangga sasaran dalam 2 hari, dan
akan mati dalam 7 – 10 hari. Serangga yang mati akan tetap melekat pada
tanaman,     dan spora yang           diproduksi    oleh   jamur   akan menambah            dan
mempertahankan adanya inokulan yang cukup bagi serangga hama yang datang
kemudian.
   Produk untuk bidang pertanian diaplikasikan dengan cara disemprotkan.
Sedangkan untuk mengendalikan rayap diaplikasikan pada lubang-lubang rayap
atau jalur yang dilalui rayap. Gunakan produk berbasis M. anisopliae secara single,
tidak kompatibel dengan fungisida, oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang
mengandung klorin.Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan
lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna H.
thompsoni.
   Beberapa        varitas   dan   isolat   M.     anisopliae   juga   telah   diisolasi    dan
dikembangkan, serta diguanakan untuk mengendalikan hama yang berbeda, seperti
dibawah ini.


   -     M. anisopliae var. acridium
         Jamur ini khusus digunakan untuk mengendalikan belalang. Produk
   komersial terdiri atas isolat IMI 330189 dan FI-985.


   -     M. anisopliae var. anisopliae
         Varitas   khusus     untuk    mengendalikan       larva   kumbang      (uret,     lundi)
   Dermolepida albohirtum pada perkebunan tebu.




                                                                                              15
-   M. anisopliae isolat ICIPE 30
       Isolat jamur M. anisopliae khusus untuk mengendalikan rayap dari genus
   Macrotermes, Microtermes dan Odontotermes, pada pertanaman jagung, ubi
   kayu, jeruk, kopi, agroforestry, dan sayuran yang diserang rayap. Juga
   digunakan untuk melindungi bangunan, dsb. dari serangan rayap.


   -   M. anisopliae isolat ICIPE 69
       Produk ini khusus untuk mengenalikan hama thrips (Megalurothrips sjostedti,
   Thrips tabaci dan Frankliniella occidentalis), pada tanaman sayuran dan
   tanaman hias.




Gambar 02: Hama dari Ordo Coleoptera terinfeksi jamur Metarhizium anisopliae
(dari Shepard, dkk. IRRI)

Metarhizium flavoviridae var. flavoviridae Gams & Rozsypal
   Metarhizium flavoviridae var. flavoviridae isolat F001, digunakan untuk
mengendalikan Adoryphorus coulani pada lapangan rumput (turf).


Paecilomyces fumosoroseus (Wiize) AHS Brown & G. Smith
   Paecilomyces furosomoseus merupakan insektisida dan akarisida berbasis
jamur yang dimanfaatkan untuk emngendalikan berbagai jenis serangga, seprti kutu
kebul (Trialeuroes vapororiorum dan Bemisia tabaci). Juga memiliki efikasi terhadap




                                                                                16
aphids, thrips dan tungau (spider mites). Isolat Apopka 97 (PFR 97) dari jamur ini
telah diproduksi secara komersial, dan direkomendasikan untuk digunakan pada
tanaman hias serta tanaman pangan, baik di dalam rumah kaca atau di lapangan.




Gambar 03: Wereng coklat terinfeksi jamur Metarhizium flavoviridae (dari Shepard,
dkk; IRRI)




C.2. Insektisida Mikrobiologi: Bakteri

   Bakteri penyebab penyakit serangga umumnya dibagi ke dalam kelompok
besar, yakni bakteri yang tidak membentuk spora dn bakteri yang membentuk
spora. Kebanyakan spesies bakteri entomopatogen yang diisolasi dari serangga
yang sakit adalah bakteri yang tidak membentuk spora. Akan tetapi untuk produksi
komersial, bakteri yang membentuk spora lebih mudah (relatif) diformulasi, karena
dalam bentuk spora bakteri tidak membutuhkan makanan dan dapat disimpan lebih
lama.
   Agar efektif untuk mengendalikan serangga, bakteri umumnya harus dimakan
dan masuk ke dalam saluran cerna serangga terleih dahulu.


Bacillus sphaericus Neide
   Bakteri ini terutama digunakan sebagai insektisida biologi di bidang kesehatan
masyarakat untuk mengendalikan nyamuk, terutama efektif untuk Culex spp.
Bacillus sphaericus isolat 2362 dipilih untuk dikomersialkan karena isolat ini efektif



                                                                                   17
untuk mengendalikan larva Culex spp. B. sphaericus bertindak sebagai racun perut,
dan saat sporulasi bakteri menghasilkan kristal protein. Setelah termakan, dalam
usus serangga kristal protein yang merupakan pro-toksin ini akan dirubah menjadi
racun (toksin) oleh enzym protease. Toksin ini selanjutnya akan terikat pada sel-sel
usus tengah (midgut) pada lokasi spesifik dimana mereka aktif sebagai racun, dan
akhirnya mematikan serangga dengan menghancurkan selaput usus.
   Diaplikasikan ke dalam air dimana larva nyamuk hidup. Kompatibel dengan
insektisida lain, jangan diaplikasikan bersama fungisida berbasis tempaga atau
algisida. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam, basa, dan jangan
dicampur dengan air yang mengandung klorin.
   Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada
mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna B. sphaericus. Oral
LD50 akut (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg, menyebabkan iritasi
mata dan iritasi kulit ringan pada kelinci.


Bacillus thuringiensis Berliner
   B. thuringiensis (Bt) mungkin merupakan insektisida mikrobiologi yang paling
luas dikenal. Bakteri gram positif ini dideteksi pertama kali pada tahun 1902 pada
larva ulat sutera (Bombyx mori) yang mati. Di Eropa, Bt diketemukan juga
diketemukan sebagai penyakit pada bubuk tepung di Thuringen (Jerman). Sejak
diketemukannya, memakan waktu 50 tahun sebelum akhirnya diketahui bahwa
semacam protein yang dihasilkan ketika bakteri ini mencapai fase sporulasi,
bertanggungjawab atas efek insektisidanya.
   Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan patogen (penyebab penyakit) bagi
berbagai jenis serangga yang sangat spesifik. Bt merupakan insektisida racun perut.
Saat sporulasi, bakteri menghasilkan kristal protein yang mengandung beberapa
senyawa insektisida yang bekerja merusak sistem percernaan serangga. Setelah
termakan kristal protein ini akan dilarutkan oleh enzym protease, kemudian toksin
yang dihasilkan akan terikat pada sel usus tengah (midgut) serangga pada reseptor
sipesifik. Racun ini menghancurkan selaput usus serangga, serangga             akan
berhenti makan dan mati dalam 2 – 3 hari (sumber lain 1 – 4 hari).
   Dari B. thuringiensis didapat 4 agen toksik, yakni alpha-eksotoksin (enzym
fosfolipsa), beta-eksotoksin (suatu nukleotida), gamma-eksotoksin (fosfolipasa) dan
delta-endotoksin (parasporal inclusion protein). Setiap toksin terikat pada reseptor




                                                                                 18
spesifik yang berbeda, dan ini menjelaskan adanya selektivitas yang berbeda dari
beberapa isolat atau subspesies Bt.
   Studi yang dilakukan secara luas pada pestisida berbasis Bacillus thuringiensis
menunjukkan bahwa B. thuringiensis dan isolat-isolatnya diklasifikasikan sebagai
non-toksik. LD50 oral tidak ada infeksi atau keracunan yang diamati pada tikus yang
diperlakukan dengan 4.7 X 1011 spora per kg produk. Dermal LD50 (tikus) >5000
mg.kg bb. Beberapa produk dapat mengakibatkan iritasi mata sementara (mungkin
karena bahan pembawanya). Klasifikasi EPA (formulasi) kelas III. Tidak nampak
adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat
dalam penelitian, produksi serta pengguna B. thuringiensis.
   Dikenal adanya beberapa varitas atau subspecies Bt, masing-masing dengan
berbagai strain, isolat dan sebagainya. Beberapa diantaranya yang telah diproduksi
secara komersial adalah sebagai berikut.




Gambar 04: Kristal protein Bacillus thuringiensis morrisoni strain T08025 (dari
Wilkipedia)


   -   B. thuringensis subsp. kurstaki
       Digunakan untuk mengendalikan berbagai larva Lepidoptera, terutama ulat
   daun kubis (diamond-back moth: Plutella xylostella) pada kubis, dan lepidoptera
   lainnya pada sayuran dan kehutanan.


   -   B. thuringiensis subsp. morrisoni isolat Sa-10 dan NovoBtt




                                                                                19
Dahulu dikenal sebagai Bacillus thuringiensis subsp. tenebrionis atau
   Bacillus   thuringiensis   subsp.   san   diego.   Subspesies   ini   efektif   untuk
   mengendalikan Coleoptera, baik larva maupun serangga dewasa, terutama
   kumbang kolorado (Leptinotarsa decemlineata) pada tanaman kentang dan
   Solanaceae lainnya.


   -   B. thuringiensis subsp. aizawai
       Beberapa isolat dan konjugat Bacillus thuringiensis subsp. aizawai
   digunakan untuk mengendalikan larva Lepidoptera, termasuk Spodoptera spp.,
   juga yang sudah resisten terhadap subsp. kurstaki.


   -   B. thuringiensis subsp. japonensis
       Bacillus thuringiensis subsp. japonensis efektif intuk mengendalikan
   kumbang tanah pada lapangan rumput dan tanaman hias.


   -   B. thuringiensis subsp. israelensis
       Bt. subsp israelensis hanya efektif untuk mengendalikan Diptera, seperti lalat
   dan nyamuk, di saerah perairan (saluran buangan, dsb.).


Paenibacillus popilliae Newman
   Sebelumnya dikenal dengan nama Bacillus popilliae diketemukan oleh pegawai
Deptan Amerika. Bakteri ini diisolasi dari Popillia japonica, dan digunakan untuk
mengendalikan kumbang ini.


Serratia entomophila Grimont
   Bakteri yang dimanfaatkan untuk mengendalikan semacam lundi (uret) dari
kumbang Costelytra zealandica) pada padang rumput (turf) di New Zealand.




C.3. Insektisida Mikrobiologi: Virus

   Berbagai virus secara alami diketahui merupakan patogen (penyebab penyakit)
yang dapat menyebabkan kematian serangga. Virus patogen ini umumnya bersifat
sangat spesifik, hanya mengendalikan satu jenis serangga hama saja. Tentu selalu




                                                                                     20
ada kekecualian, misalnya Anagrapha falfifera nucleopolyhedrovirus (AfNPV)
mampu mengendalikan lebih dari 30 spesies larva Lepidoptera yang berbeda.
   Insektisida berbasis virus umumnya merupakan larvisida (hanya membunuh
larva serangga) racun lambung. Virus harus dimakan terlebih dahulu oleh serangga
hama, dan didalam sistim pencernaan serangga virus mulai berkembang dan
menyebabkan penyakit serta membunuh serangga hama. Kematian karena virus
patogen ini umumnya cukup lama, antara beberapa hari hingga dua minggu
sesudah aplikasi. Efikasi insektisida virus juga dipengaruhi oleh kondisi alam,
seperti suhu udara dan perkembangan larva serangga.
   Insektisida berbasis virus diberi nama menurut serangga hama yang
diserangnya. Misalnya, Spodoptera exigua nocleopolyhedrovirus (SeNPV) adalah
virus yang menyerang, dan karenanya hanya          digunakan untuk mengendalikan
Spodoptera exigua. Adoxophyes orana granulosis virus (AoGV) adalah virus yang
merupakan penyakit pada, dan karenanya hanya digunakan untuk mengendalikan
Adoxophyes orana.
   Sejumlah virus yang merupakan penyakit bagi serangga hama telah berhasil
diisolasi, dikembangkan, dan diproduksi secara komersial, terutama dari kelompok
nucleopolyhedrovirus   dan   granulosis   virus   (keduanya   adalah   Baculovirus).
Beberapa diantaranya dicantumkan berikut ini.



C.3.1. Granulosis Virus

   Insektisida berbahan aktif granulosis virus bersifat sebagai racun lambung.
Serangga harus memakan virus agar virus efektif membunuhnya. Sesudah
termakan, dinding pembungkus protein virus akan terlarutkan dalam usus serangga
yang bersifat alkalis, dan partikel virus akan dilepaskan kedalam usus serangga.
Virus kemudian akan menginvasi inti sel (nukleus) dan berkembang biak di
dalamnya, menyebabkan serangga yang terpapar sakit, dan berakhir dengan
kematian. Efek virus terhadap serangga hama amat lambat jika dibandingkan
dengan kebanyakan insektisida kimiawi. Serangga hama akan mati 6 hingga 12 hari
sesudah terpapar (makan) virus, pada kondisi normal. Granulosis virus lebih efektif
mengendalikan larva yang masih kecil daripada larva dari stadia lanjutn. Virus yang
dilepaskan dari tubuh serangga yang mati masih tetap mampu mengeinfeksi
serangga hama.




                                                                                 21
Adoxophyes orana granulosis virus (AoGV)
    Adoxophyaes orana granulosis virus (AoGV) adalah virus yang terdapat luas
secara alami sebagai penyakit (patogen) pada fruit tortrix moth (Adoxophyes orana).
Produk insektisida biologi komersial diisolasi dari A. orana yang terinfeksi. AoGV
digunakan hanya untuk mengendalikan fruit tortrix moth (Adoxopyes orana) pada
beberapa tanaman buah.
    AoGV diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Karena virus ini sangat efektif
untuk mengendalikan larva instar pertama, maka pengamatan saat penerbangan
dan masa bertelurnya serangga sangat penting. Penyemprotan sebaiknya dilakukan
saat serangga meletakkan telurnya. Aplikasi dilakukan secara merata pada
permukaan daun, dan gunakan air yang pH-nya antara 6-8. Jangan gunakan air
yang mengandung klorin untuk mencampurnya. Dapat digunakan bersama pestisida
lain yang tidak mengandung tembaga, serta tidak mempunyai efek repellent
terhadap Adoxophyes orana.
    Tidak ada bukti bahwa AoGv berpengaruh terhadap organisme lain, kecuali
Adoxopyeas orana. AoGv tidak stabil pada pH yang ekstrim dan terhadap cahaya
ultra violet.
    Tidak ada bukti bahwa virus ini menyebabkan keracunan akut, iritasi mata
maupun kulit. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya
pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna AoGV.


Cydia pomonella granulosis virus (CpGV)
    Virus ini merupakan penyakit alami dari codling moth (Cydia pomonella),
semacam hama yang umum menyerang buah apel dan pir. Larva C. pomonella
yang diinfeksi oleh virus ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1964 di Meksiko.
    CpGV digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan hama codling moth
(Cydia pomonella) pada buah apel, pir dan walnut. Diaplikasikan dengan cara
disemprotkan. Pengamatan sangat diperlukan agar CpGV dapat diaplikasikan pada
saat yang tepat sehingga efektif.
    Dapat diaplikasikan dengan produk perlindungan tanaman lainnya yang bukan
repellent bagi C.pomonella. Gunakan air yang pH-nya antara 6 – 8, dan jangan
menggunakan air yang mengandung klorin untuk mencampurnya. Tidak kompatibel
dengan oksidator yang kuat, asam dan basa.




                                                                                    22
Tidak ada bukti bahwa CpGV menyebabkan keracunan baik akut maupun
kronis, dan tidak pula menyebabkan iritasi mata pada mamalia. Tidak nampak
adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat
dalam penelitian, produksi serta pengguna CpGV.


Plodia interpunctella granulosis virus (IMMGV)
       Virus ini merupakan penyakit Plodia interpunctella (Indian Meal Moth, karenanya
disebut Indian Meal Moth Granulosis Virus, IMMGV), sejenis hama gudang yang
merusak buah-buahan kering dan kacang-kacangan. Virus ini dibiakkan dan
diproduksi secara komersial sebagai insektisida biologi untuk mengendalikan hama
ini.



C.3.2. Nucleopolyhedro Virus

       Seperti insektisida virus lainnya, nucleopolyhedrovirus adalah racun perut.
Setelah diaplikasikan dan termakan oleh larva serangga hama sasaran pelindung
matriks protein virus akan terlarutkan di dalam usus serangga, dan partikel virus
akan memasuki sistim sirkulasi serangga. Partikel virus akan menyerang semua
jenis sel dalam tubuh larva, berkembang biak sehingga larva sakit dan akhirnya
mati. Bila serangga inang mati, virus akan tetap hidup 7 hingga 14 hari dipermukaan
daun.


Anagrapha falcifera nicleopolyhedrovirus (AfNPV)
       AfNPV adalah virus yang terdapat secara alami, menyebabkan penyakit serta
kematian pada ulat alfalfa (Anagrapha falcifera). Tidak sebagaimana insektisida
virus lainnya yang umumnya sangat spesifik (hingga spesies), AfNVP mampu
menginfeksi lebih dari 30 spesies Lepidoptera, sehingga dapat menutupi terlalu
sempitnya spektrum pengendalian kebanyakan insektisida virus pada situasi
perlindungan tanaman umumnya. AfNVP digunakan untuk mengendalikan berbagai
larva Lepidoptera, terutama genus Heliothis dan Helicoverta, seperti Helicoverpa
zea dan Heliothis virescens, pada tanaman-tanaman jagung, kapas, tomat dan
sayuran lainnya, tanaman buah dan tanaman hias.
       Diaplikasikan dengan cara disemprotkan dengan volume tinggi pada permukaan
daun hingga merata. Monitoring kapan serangga bertelur sangat penting, karena




                                                                                   23
AfNVP lebih efektif mengendalikan larva yang baru menetas dari pada larva yang
sudah lanjut. Dapat dicampur dengan insektisida lain yang bukan repellent dari
serangga sasaran. Jangan dicampur dengan oksidator yang kuat, asam, basa atau
air yang mengandung klorin.
   Virus ini spesifik menyerang invertebrata, tidak ada catatan bahwa virus ini
menginfeksi vertebrata. Virus tidak menginfeksi dan tidak berkembang biak pada
tubuh mamalia dan tidak aktif pada temperatur >32oC. Tidak ada bukti bahwa virus
ini menyebabkan keracunan akut, iritasi mata maupun kulit. Tidak nampak adanya
reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam
penelitian, produksi serta pengguna AfNPV.


Anticarsia gemmatalis Nucleopolyhedro virus (AgNPV)
   Virus ini diisolasi dari ulat (Anticarsia gemmatalis) yang menyerang semacam
kacang (velvet bean) yang terdapat pada tanaman kedelai di Amerika. Belakangan,
isolat baru diisolasi dari ulat penggerek tebu Diatraea saccharalis, yang lebih mudah
dipelihara dibandingkan Anticarsia.
   AgNVP digunakan sebagai insektisida biologi untuk mengendalikan ulat
Anticarsia gemmatalis dan penggerek batang tebu (Diatraea saccharalis).


Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcNVP)
   Virus ini diisolasi dari Autographa californica yang terinfeksi. AcNVP sebagai
insektisida biologi memiliki spektrum pengendaliannya cukup luas (lebih dari 30
spesies Lepidoptera) untuk mengendalikan larva Lepidoptera, pada jagung,
sayuran, tanaman buah-buahan, dan tanaman hias.
   Diaplikasikan dengan semprotan volume tinggi hingga merata pada permukaan
daun. Dapat dicampur dengan insektisida lain yang bukan repellent dari serangga
sasaran. Jangan dicampur dengan oksidator yang kuat, asam, basa atau air yang
mengandung klorin.
   Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada
mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna AcNVP.


Helicoverpa armigera nucleopolyhedrovirus (HaNPV)
   Sering disebut pula sebagai Heliothis armigera nucleopolyhedrovirus (HaNPV).
Virus ini terdapat luas di alam, merupakan penyakit alami bagi Helicoverpa
armigera. Digunakan sebagai insektisida terutama untuk mengendalikan H.




                                                                                  24
armigera, pada berbagai jenis tanaman seprti kapas, sayuran (kubis, tomat, kapri)
dan tanaman hias (mawar). HaNPV juga mempunyai efek terhadap larva
Lepidoptera dari famili Noctuidae lainnya. Diaplikasikan dengan cara disemprotkan.
   Dapat digunakan bersama insektisida lainnya, yang tidak bersifat mengusir
(repellent) Helicoverpa. Jangan digunakan bersama senyawa yang bersifat
oksidator yang kuat, asam, basa dan jangan dicampur air yang mengandung klorin.
   Virus ini spesifik menyerang invertebrata, tidak ada catatan bahwa virus ini
menginfeksi vertebrata. Virus tidak menginfeksi dan tidak berkembang biak pada
tubuh mamalia dan tidak aktif pada temperatur >32oC. Tidak ada bukti bahwa virus
ini menyebabkan keracunan akut, iritasi mata maupun kulit. Tidak nampak adanya
reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam
penelitian, produksi serta pengguna HaNPV.


Helicoverpa zea nucleopolyhedrovirus (HzNVP)
   HzNVP digunakan sebagai insektisida mikrobiologi untuk mengendalikan larva
serangga dari genus Helicoverpa dan Heliothis, seperti Helicoverpa zea dan
Heliothis virescens, pada sayuran, tanaman hias, tomat dan kapas.
   Diaplikasikan dengan cara disemprotkan.
   Virus ini spesifik menyerang invertebrata, tidak ada catatan bahwa virus ini
menginfeksi vertebrata. Virus tidak menginfeksi dan tidak berkembang biak pada
tubuh mamalia dan tidak aktif pada temperatur >32oC. Tidak ada bukti bahwa virus
ini menyebabkan keracunan akut, iritasi mata maupun kulit. Tidak nampak adanya
reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam
penelitian, produksi serta pengguna HzNPV (Copping, 2001).


Lymantria dispar nucleopolyhedrovirus (LdNPV)
   Pertama kali diisolasi dari larva gypsy moth (Limantria dispar) yang terinfeksi
oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), dan diregistrasi oleh US-EPA
(United States Environmental Protection Agency) tahun 1978. Digunakan sebagai
insektisida biologi terutama di bidang kehutanan dan juga tanaman hias untuk
mengendalikan larva gypsy moth (Limantria dispar). Diaplikasikan dengan cara
disemprotkan.
   Jangan dicampur dengan insektisida lain, juga jangan dicampur dengan
oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin.




                                                                                25
Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada
mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna LdNPV.
Disimpulkan sebagai non-toksik terhadap mamalia.


Mamestra brassicae nucleopolyhedrovirus (MbNPV)
   Mamestra brassicae nucleopolyhedrovirus (MbNPV) merupakan penyakit alami
dari ngengat kubis (Mamestra brassicae). Diiolasi pertama kali dari larva yang
terinfeksi di Prancis oleh peneliti dari INRA, dan dikembangkan sebagai insektisida
biologi   oleh   NPP    (Natural   Plant   Protection).   MbNPV   digunakan    untuk
mengendalikan      Mamestra    brassicae,     Helicoverpa   armigera,    Phthorimaea
operculella dan Plutella xylostella pada tanaman sayuran, kentang, Cruciferae dan
tanaman hias. Diaplikasikan dengan cara disemprotkan pada kanopi daun.
   Kompatibel dengan produk perlindungan tanaman lainnya, asalkan tidak bersifat
repellent bagi serangga sasaran. Jangan diaplikasikan bersama fungisida berbasis
tembaga, oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin.
Gunakan air yang pH-nya netral.
   Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada
mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna MbNPV. Tidak ada
buksi virus ini menyebabkan keracunan akut maupun krinis, juga tidak
menyebabkan iritasi mata dan kulit pada mamalia (Copping, 2001).


Mamestra configurata nucleopolyhedrovirus (McNPV)
   Insektisida mikrobiologi, digunakan untuk mengendalikan Mamestra configurata
(berta armyworm)


Neodiprion sertifer nucleopolyhedrovirus (NsNPV)
   Insektisida mikrobiologi, digunakan untuk mengendalikan Neodiprion spp. di
bidang kehutanan.


Orgya pseudotsugata nucleopolyhedro virus (OpNV)
   Insektisida    biologi,   digunakan      untuk   mengendalikan       hama   Orgya
pseudotsugata.




                                                                                 26
Spodoptera exigua nucleopolyhedro virus (SeNPV)
   Virus ini merupakan penyakit bagi Spodoptera exigua yang luas terdapat di alam
(juga di Indonesia). Diproduksi dari larva Spodoptera exigua yang terinfeksi virus
pada kondisi yang terkendali. Virus kemudian dipisahkan dari bangkai larva dengan
cara sentrifugal. Sebagai insektisida biologi, SeNPV khusus digunakan untuk
mengendalikan latva Spodoptera exigua (ulat bawang) pada berbagai tanaman,
seperti sayuran, kapas, tanaman hias, anggur dsb.
   SeNPV kompatibel dengan kebanyakan pestisida lainnya yang bukan repellent
bagi Spodoptera exigua. Jangan digunakan bersama fungisida berbasis tembaga,
oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin.
   Tidak ada kejadian bahwa SeNPV menyebabkan keracunan, infeksi atau iritasi
pada mamalia. Tidak ada respon alergi atau gangguan kesehatan lain yang
disebabkan oleh penggunaan SeNPV, baik pada petani, pekerja atau pekerja
pabrik.




Gambar 05: Gejala khas ulat (Spodoptera spp.) yang mati karena virus SeNPV (dari
Shepard, dkk.; IRRI)

Spodoptera litura nucleopolyhedro virus (SlNPV)
   Virus ini merupakan penyakit bagi Spodoptera litura yang luas terdapat di alam
(juga di Indonesia). Diproduksi sebagai insektisida biologi dari larva Spodoptera




                                                                               27
litura yang terinfeksi virus pada kondisi yang terkendali. Virus kemudian dipisahkan
dari bangkai larva dengan cara sentrifugal. SlNPV khusus digunakan untuk
mengendalikan latva Spodoptera litura (ulat grayak) pada berbagai tanaman, seperti
sayuran, kapas, tanaman hias, anggur dsb.
   SlNPV kompatibel dengan kebanyakan pestisida lainnya yang bukan repellent
bagi Spodoptera litura. Jangan digunakan bersama fungisida berbasis tembaga,
oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin.
   Tidak ada kejadian bahwa SlNPV menyebabkan keracunan, infeksi atau iritasi
pada mamalia. Tidak ada respon alergi atau gangguan kesehatan lain yang
disebabkan oleh penggunaan SlNPV, baik pada petani, pekerja atau pekerja pabrik.




C.4. Insektisida Mikrobiologi: Protozoa

   Beberapa spesies protozoa (dari kelompok Mikrosporidium) ternyata juga
menyebabkan penyakit pada serangga, yang bisa mengakibatkan kematian
serangga sasaran. Sejauh ini 2 spesies telah diproduksi secara komersial


Nosema locustae Canning
   Nosema locustae diproduksi sebagai insektisida biologi dari rearing in vivo pada
tubuh belalang, dan digunakan terutama untuk mengendalikan belalang. Paling
efektif untuk mengendalikan larva belalang instar 2 dan 3 yang belum bersayap.
   Protozoa ini harus dimakan terlebih dahulu supaya bekerja. Dalam usus
belalang spora Nosema akan berkecambah dan menginfeksi tubuh serangga
sehingga menyebabkan kematin.
   Respons belalang terhadap infeksi Nosema bermacam-macam. Beberapa
diantaranya akan mati segera setelah infeksi, dan lainnya akan menjadi lemah dan
lunak (sluggish). Belalang yang lemah ini sering dimakan oleh kawannya yang
masih sehat (kanibalisme), sehingga belalang yang memakan tersebut juga akan
terinfeksi Nosema. Infeksi oleh Nosema dapat diturunkan ke generasi belalang
selanjunya lewat telur. Sekali mantap pada suatu populasi belalang, Nosema
biasanya dapat bertahan sepanjang tahun.
   Nosema     merupakan     penyakit   Protozoa    (Microsporidium)   yang    dapat
menginfeksi sekitar 60 spesies belalang yang berbeda.




                                                                                 28
Nosema locustae dianggap sebagai tidak beracun terhadap mamalia. Tidak
menimbulkan iritasi, tidak terakumulasi dan tidak berkembang biak pada kelinci.
LD50 oral (tikus) >5000 mg/kg. Toksisitas formulasi EPA kelas IV.




Vairimorpha necatrix (Kramer) Piley
   Pertama kali dilaporkan sebagai penyakit pada ulat Pseudaletia unipuncta
(semacam     ulat   grayak)   di   Hawaii.   Insektisida   biologi   digunakan   untuk
mengendalikan serangga hama dari ordo Lepidoptera, seperti Helicoverpa, Ostrinia,
Spodoptera dan Tricliplusia, pada berbagai tanaman, termasuk jagung, kedelai,
kapas, dan tanaman sayuran.




C.5. Insektisida Mikrobiologi: Nematoda

   Beberapa spesies nematoda, terutama dari Genus-genus Heterorhabditis
(Heterorhabditidae) dan Steinernema (Steinernematidae) diketahui merupakan
parasit bagi sejumlah serangga hama. Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri
tertentu (Heterorhabditis dengan bakteri Photorhandus, dan Steinernema dengan
bakteri Xenorhabdus spp), yang tidak menyebabkan kerugian apapun bagi
nematoda, tetapi merupakan patogen (penyebab penyakit) bagi serangga sasaran.
   Apabila nematoda memasuki tubuh serangga hama sasaran (melalui salah satu
lobang alami seperti mulut, anus, dsb. Atau lewat kulit), di dalam tubuh serangga
keluarlah bakteri yang berada dalam tubuh nematoda tersebut, dan racun (toksin)
yang dihasilkan oleh bakteri tersebut akan membunuh serangga dalam beberapa
jam (hingga 48 jam). Sediaan yang diproduksi secara komersial hanya berisi larva
nematoda stadia 3, karena hanya larva stadia inilah yang dapat hidup di luar tubuh
serangga, sebab mereka tidak perlu makan. Nanti, sesudah serangga sasaran mati,
bakteri yang bersimbiose dengan nematoda akan menghancurkan bangkai
serangga menjadi materi yang dapat dimakan oleh larva stadia 4, yang akan
berkembang dalam sisa-sisa bangkai serangga. Larva stadia 4 ini akan tumbuh
menjadi nematoda hermafrodit yang dapat bertelur masing-masing hingga 1500
butir. Telur ini akan menetas menjadi nematoda jantan dan betina, yang selanjutnya
akan berbiak secara seksual. Bila makanan tersedia, sesudah kawin nematoda
jantan mati, dan yang betina akan bertelur dalam bangkai serangga. Tetapi bila



                                                                                   29
makanan tidak tersedia, larva stadia 1 dan 2 akan berkembang dalam bangkai
serangga, dan ketika mencapai stadia 3 mereka akan keluar dari bangkai serangga
untuk mencari inang (serangga) baru.
   Nematoda Heterorhabditis dan Steinernema merupakan parasit serangga yang
sangat agresif. Larva instar 3 dapat bergerak beberapa puluh cm untuk mencari
inang baru (Copping, 2001).
   Telah diketahui ada 10 spesies Steinernema dan 3 spesies Heterorhabditis
dapat dimanfaatkan sebagai insektisida. Kedua genus ini mempunyai beberapa
kelebihan sehingga banyak dikembangkan sebagai insektisida biologi, yakni
(Habazar & Yaherwandi, 2006).
    -   Mempunyai kisaran inang yang cukup luas
    -   Mampu membunuh inang dalam waktu 48 jam
    -   Dapat dibiakkan dalam media buatan
    -   Tidak ada inang yang resisten terhadap nematoda ini
    -   Aman terhadap lingkungan.


   Beberapa spesies nematoda yang telah diproduksi secara komersial adalah
sebagai berikut.


Heterorhabditis bacteriophora Poinar
   Insektisida mikrobiologi ini dahulu diketahui sebagai Heterorhabditis heliothidis,
mula-mula diketemukan di Eropa dan Amerika Utara, tetapi sekarang tersebar luas
sebagai nematoda penghuni tanah. H. bacteriophora efektif untuk mengendalikan
berbagai serangga tanah seperti Popillia japonica, Phyllopertha horticola, Hoplia
philanthus, Otiorhynchus sulcatus, pada berbagai tanaman pertanian, tanaman hias
dan lapangan rumput. Heterorhabditis bacteriophora bersimbiose dengan bakteri
Photorhabdus luminescens.
   Diaplikasikan sebagai kocoran (drenching) pada tanah dimana serangga
sasaran berada. Diperlukan suhu tanah tidak kurang dari 12oC dan suhu udara
antara 12 – 30oC hingga 2 minggu sesudah aplikasi. Dapat juga disemprotkan pada
kanopi daun dengan volume tinggi, tetapi jangan sampai run-off.
   Dapat dicampur dengan insektisida, tetapi jangan dicampur dengan fungisida
benzimidazole, oksidator yang kuat, asam dan basa.




                                                                                  30
Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada
orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan H. bacteriophora.
LD50 dermal (tikus) >2000 mg/kg bb.




Heterorhabditis megidis Poinar, Jackson & Kein
   Insektisida biologi ini juga terdapat luas sebagai nematoda tanah. Isolat-isolat
UK 211 dan HW79 telah diproduksi secara komersial untuk mengendalikan
serangga tanah seperti Otiohrynchus sulcatus (vine weevil) pada sayuran dan
tanaman hias. Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Photorhabdus temperata.
   Diaplikasikan debagai kocoran pada tanah. Lahan yang dikocor harus lembab
pada saat pengocoran, namun harus dapat dikeringkan sesudah pengocoran. Suhu
tanah antara 12 – 30oC pada saat, dan 2 minggu sesudah, aplikasi.
   Tidak kompatibel dengan insektisida tanah, oksidator yang kuat, asam dan
basa.
   Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada
orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan H. megidis.


Steinernema carpocapsae Weiser
   Nematoda yang bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus nematophilus ini
dahulu dikenal denagn nama Neoaplectana carpocapsae. Mula-mula dijumpai di
Eropa, tetapi sekarang tersebar di seluruh dunia. Digunakan sebagai insektisida
mikrobiologi untuk mengendalikan vine weevil (Otiorhynchus sulcatus), dan
serangga tanah lainnya seperti Agrotis spp, anjing tanah (orong-orong, Gryllotalpa
spp.), Tipula spp., ulat grayak (Spodoptera spp.), penggerek batang, dan
sebagainya; pada tanaman sayuran dan tanaman hias.
   Diaplikasikan sebagai drenching secara merata pada tanah yang diperlakukan.
Tidak dapat hidup pada pupuk kandang. Perlu kelembapan tinggi dan temperatur
diatas 15oC agar efektif. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam dan
basa.
   Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada
orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan S. carpocapsae.




                                                                                 31
Steinernema feltiae Filipjev
    Dahulu dikenal sebagai Neoaplectana bibionis, N. Feltiae, N. Leucaniae,
Steinernema bibionis. Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus
bovienii.   Isolat   UK   76   digunakan   sebagai   insektisida   mikrobiologi   untuk
mengendalikan beberapa spesies lalat (Bradysia spp., Lycoriella spp., Sciara spp.)
dan beberapa serangga tanah lainnya pada sayuran dan tanaman hias, strawberry,
serta budidaya jamur.
    Diaplikasikan sebagai drenching secara merata pada tanah yang diperlakukan.
Tidak dapat hidup pada pupuk kandang. Perlu kelembapan tinggi dan temperatur
antara 10-30oC agar efektif. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam
dan basa.
    Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada
orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan S. feltiae.


Steinernema glaseri (Steiner)
    Produk komersial mengandung S. glaseri isolat B-326 yang diisolasi dari tanah
di New Jersey, Amerika Serikat, digunakan sebagai insektisida mikrobiologi untuk
mengendalikan lundi (uret) dari kumbang Scarabaeidae pada lapangan rumput
(turf). Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus poinarii.
    Diaplikasikan dengan cara kocoran di tanah. Tanah harus lembab dan suhu
antara 15 – 35oC (terbaik antara 25 – 35oC). Kompatibel dengan pestisida biologi
dan pestisida kimia pada umumnya, tetapi tidak kompatibel dengan oksidator yang
kuat, asam dan basa.


Steinernema kraussei (Steiner) Travassos
    Produk insektisida mikrobiologi komersial mengandung S. kraussei isolat L-137,
digunakan untuk mengendalikan larva (uret) dari vine weevil (Otiorinchus sulcatus),
dan serangga tanah lainnya pada sayuran, tanaman hias dan strawberry. Nematoda
ini bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus spp.
    Diaplikasikan dengan cara kocoran di tanah. Kompatibel dengan pestisida
biologi dan pestisida kimia pada umumnya, tetapi tidak kompatibel dengan oksidator
yang kuat, asam dan basa. Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi
negatif lainnya pada orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan
penggunaan S. kraussei serta bakteri yang hidup bersamanya.




                                                                                    32
Steinernema riobrave Cabanillas, Pionar & Raulston
   Nematoda ini hidup bersama bakteri Xenorhabdus spp., seagai insektisida
biologi digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga tanah.


Steinernema scapterisci Nguyen & Smart
   Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus spp., digunakan untuk
mengendalikan orong-orang (Gryllotalpa spp.)




D. INSEKTISIDA ALAMI LAINNYA

   Disamping insektisida dan akarisida alami yang diambil dari mikroorganisme
(baik secara langsung maupun lewat fermentasi) dan tumbuhan, ada beberapa
bahan alami yang tidak dapat dimasukkan kedalam kelompok tersebut di atas.
Contohnya adalah sebagai berikut.


Kriolite (Cryolite)
   Kriolit adalah mineral alami yang mengandung trisodium heksafluoroaluminat,
digunakan sebagai racun perut untuk mengendalikan serangga Lepidoptera dan
Coleoptera pada beberapa sayuran dan buah-buahan.
   LD50 oral pada tikus >5000 mg/kg bb, LD50 dermal pada kelinci >2000 mg/kg bb.


Minyak bumi
   Minyak bumi diambil dari alam, dan telah digunakan baik sebagai insektisida,
akarisida, herbisida dan ajuvant sejak lama. Produk minyak bumi yang telah
dimurnikan antara lain dikenal dengan nama Agricultural Mineral Oil atau Broad-
Range Petroleum Spray Oil dan Horticultural Mineral Oil atau Narrow-Range
Petroleum Oil.
   Minyak bumi membunuh serangga dengan cara yang tidak spesifik, misalnya
menutup lobang pernafasan (spirakel) serangga, sehingga serangga mati lemas.
Minyak bumi yang diaplikasikan di air akan menghambat larva nyamuk mengambil
udara dari permukaan air, sehingga jentik-jentik nyamuk mati karena kekurangan
oksigen.




                                                                              33
Tanah diatomae (diatomaceous earth)
   Tanah diatomae terdapat dan ditambang dari alam. Tanah diatomae merupakan
timbunan fosil yang terdiri dari cangkang sejenis ganggang bersel satu
(Bacillariophyceae). Timbunan cangkang ini kemudia dihaluskan dan digunakan
sebagai – antara lain – insektisida. Cara kerja tanah diatomae juga tidak spesifik,
antara lain karena sangat higroskopis sehingga mampu menyerap cairan tubuh
serangga yang terpapar, dan serangga akhirnya matu karena dehidrasi (kekurangan
cairan tubuh).




E. MAKROLIDA

   Fermentasi yang melibatkan mikroorganisme (jamur, bakteri) ternyata tidak
hanya menghasilkan antibiotika, tetapi juga menghasilkan senyawa kimia atau
kumpulan senyawa kimia lain yang strukturnya berbeda, disebut sebagai lakton
makrosiklik (macrocyclic lactones) atau singkatnya makrolida (macrolides) atau
makrolakton (macrolacton). Senyawa-senyawa makrolida ini - seperti banyak
senyawa alami lainnya - memiliki struktur kimia yang sangat kompleks dan sulit
diproduksi secara komersial oleh industri dengan cara sintesis.

   Antibiotika banyak digunakan di bidang kedokteran, kedokteran hewan, dan
sebagian kecil digunakan di bidang pertanian sebagai fungisida dan bakterisida, dan
lebih sedikit lagi digunakan sebagai insektisida. Sedangkan makrolida, karena
efikasinya yang sangat baik untuk mengendalikan serangga, tungau dan nematoda
parasit, kecuali digunakan di bidang kedokteran, juga banyak digunakan di bidang
pertanian dan kesehatan hewan, sebagai insektisida, akarisida dan nematisida.
Beberapa makrolida telah diproduksi secara komersial, dan beberapa lagi masih
dalam taraf pengujian dan pengembangan.

   Sejarah makrolida diawali pada awal 1970-an, ketika perusahaan Sankyo dan
Merck berhasil mengisolasi milbemisin dan avermektin yang memiliki struktur mirip,
dan ternyata efektif digunakan sebagai insektisida. Keduanya merupakan hasil
fermentasi yang memanfaatkan Streptomyces yang berbeda.




                                                                                34
Makrolida mudah didegradasi di lingkungan sehingga tidak berpotensi menjadi
pencemar lingkungan. Secara umum, penerimaan masyarakat terhadap senyawa
alami juga lebih baik dibandingkan dengan senyawa sintetik.

    Klasifikasi insektisida antibiotika dan makrolida menurut Alan Wood (2006)
adalah sebagai berikut (kelompok naktin ditambahkan oleh penulisi):

    -   Insektisida antibiotika: allosamin dan thuringiensin

    -   Insektisida lakton makrosiklik (makrolida)

           o   Kelompok       avermektin:      abamektin,    doramektin,     emamektin,
               eprinomektin, ivermektin, selamektin

           o   Kelompok milbemisin: lepimektin, milbemektin, moksidektin

           o   Kelompok spinosin: spinetoram dan spinosad

           o   Kelompok naktin: dinaktin, trinaktin, tetranaktin, polinaktin




E.1. Makrolida: Avermectin

Abamektin (abamectin)
-   Penjelasan singkat: Insektisida dan akarisida ini diisolasi dari fermentasi
    bakteri Streptomyces avermitilis (Actinomycetes). Efeknya sebagai akarisida
    dilaporkan oleh I. Putter dkk., pada tahun 1981, dan diintroduksikan oleh Merck
    Sharp & Dohme Agvet (sekarang Syngenta). Abamektin tersusun atas
    sedikitnya 80% avermektin B1a dan tidak lebih dari 20% avermektin B1b.
-   Hama yang dapat dikendalikan: Digunakan untuk mengendalikan stadia motile
    dari akarina, leaf miner (pengorok daun), serangga penusuk-pengisap, kumbang
    colorado, dsb., pada tanaman hias, kapas, jeruk, sayuran, kentang, dan
    sebagainya.
-   Mode of action: Abamektin adalah racun syaraf yang bekerja dengan
    menstimulasi produksi gamma-amino asam butirat (GABA: gamma-aminobutyric
    acid, suatu penghambat neurotransmitter), menyebabkan serangga yang
    terpapar mengalasi paralisis. Abamektin merupakan racun kontak dan racun
    perut, sangat sedikit sifat sistemiknya, tetapi memiliki sifat translaminar.




                                                                                    35
-   LD50 oral: Tikus 10 mg/kb bb (dalam minyak wijen) dan 221 mg/kg bb (dalam
    air).
-   LD50 dermal: >2000 mg/kg bb (kelinci).
-   ADI: 0,002 mg/kg bb (JMPR).
-   Kelas toksisitas: EPA (formulasi) kelas IV.
-   Iritasi: Menyebabkan iritasi ringan pada mata, tetapi tidak pada kulit (kelinci).
-   Lain-lain: Tidak bersifat mutagenik pada test Ames.


    Di Indonesia abamektin terdaftar dengan nama-nama dagang, antara lain:
Agrimec, Amect, Aspire, Bamex, Calebtin, Catez, Demolish, Dimectin, Diomec,
Kiliri, Mitigate, Numectin, Promectin, Schumec, Sidamec, Stamec, Supemec,
Taldin, Tsubamec, dan Wito. Digunakan (misalnya: Agrimec) untuk mengendalikan
Aphis pomi (apel), Thrips parvispinus (cabai), pengorok daun Phyllocnitis citrella
(jeruk), hama-hama Spodoptera, Phaedonia, Lamprosema, Etiella, Riptortus
(kedelai), Maruca (kacang panjang), Liriomyza spp. dan Thrips palmi (kentang),
Plutella (kubis) (Anonim, 2006).


Emamektin (emamectin)
-   Penjelasan     singkat:    Insektisida   ini   diisolasi   dari   fermentasi   bakteri
    Streptomyces avermitilis (Actinomycetes). Emamektin tersusun atas emamektin
    B1a dan emamektin B1b, dan diproduksi dalam bentuk emamektin-benzoat.
-   Hama yang dapat dikendalikan: Emamektin terutama sangat baik untuk
    mengendalikan larva Lepidoptera, dengan efek tambahan terhadap thrips,
    tungau dan pengorok daun, pada tanaman sayuran, jagung, teh, kapas, dan
    kedelai. Juga direkomendasikan digunakan dengan cara injeksi pohon (pinus).
-   Mode of action: Emamektin terutama adalah racun kontak, yang mempunyai
    efek sebagai racun perut. Hanya memiliki sediukit efek sebagai racun sistemik
    (diserap lewat akar tanaman), tetapi memiliki efek translaminar yang kuat.
    Terhadap serangga bekerja sebagai racun syaraf, yang secara biokimia bekerja
    dengan menstimulasi gamma amino asam butirat (GABA).
-   LD50 oral: 70 mg/kg bb (tikus)
-   LD50 dermal: >2000 mg/kg bb (tikus).
-   NOEL: 0,2 mg/kg bb (anjing, 1 tahun).
-   ADI: 0,0025 mg/kg bb.
-   Kelas toksisitas: WHO (bahan aktif) kelas II, EPA (formulasi) kelas II.




                                                                                        36
-   Iritasi: Menyebabkan iritasi berat pada mata dan kulit (kelinci).




E.2. Makrolida: Milbemycin

Milbemektin (milbemectin)
-   Penjelasan singkat: Insektisida dan akarisida ini dihasilkan dari fermentasi
    bakteri (Actinomycetes) Streptomyces hygroscopius subsp. aureolacrimosus.
    Milbemektin tersusun atas 2 jenis milbemisin yang homolog, yakni milbemisin A 3
    (metil-milbemisin) dan milbemisin A4 (etil-milbemisin), dengan perbandingan 3 :
    7.
-   Hama yang dapat dikendalikan: Milbemektin merupakan insektisida dan
    akarisida yang kuat, digunakan untuk mengendalikan tungau merah dan tungau
    merah jambu pada jeruk, dan tungau-tungau lainnya termasuk spider mite. Juga
    direkomendasikan untuk mengendalikan pengorok daun pada jeruk dan teh.
-   Mode of action: Bekerja sebagai racun syaraf, yang merangsang produksi
    gamma     amino    asam     butirat   (GABA),    sehingga     menghambat   kerja
    neurotransmiter. Milbemektin adalah racun kontak dan racun perut, semi
    sistemik dengan efek translaminar.
-   LD50 oral: 762 mg/kg bb (tikus jantan), 456 mg/kg bb (tikus betina).
-   LD50 dermal: >5000 mg/kg bb (tikus).
-   NOEL: 6,81 mg/kg (tikus jantan), 8,77 mg/kg (tikus betina).
-   ADI: 0,03 mg/kg bb.
-   Lain-lain: Non-mutagenik, non-karsinogenik, non-teratogenik.




E.3. Makrolida: Spinosin

Spinosad
-   Penjelasan singkat: Insektisida spinosad komersial merupakan campuran dari
    spinosin A dan spinosin B, yang diperoleh sebagai metabolit sekunder dari
    fermentasi dari bakteri aerobik, gram-positif, Saccharopolyspora spinosa
    (Actinomycetes).




                                                                                 37
-   Hama         yang    dapat    dikendalikan:       Spinosad      direkomendasikan   untuk
    mengendalikan larva Lepidoptera, pengorok daun, thrips, dan kumbang
    pemakan daun, pada sayuran, jagung, kapas, anggur, tanaman hias. Juga
    digunakan di bidang peternakan.
-   Mode of action: Secara biokimia spinosad bekerja pada reseptor nikotinik
    asetilkholin, tetapi pada lokasi yang berbeda dengan isteksida dari kelas
    nikotinoid atau neonikotinoid. Spinosad juga mempengaruhi reseptor GABA,
    tetapi peranannya belum jelas. Racun kontak dan racun perut.
-   LD50 oral: 3783 mg/kg bb (tikus jantan), >5000 mg/kg bb (tikus betina).
-   LD50 dermal: >2000 mg/kg bb (kelinci).
-   NOEL: pada anjing, mencit dan tikus masing-masing adalah 5, 6-8 dan 10
    mg/kg/hari (13 minggu).
-   ADI: 0,02 mg/kg bb.
-   Kelas toksisitas: WHO (bahan aktif) kelas U, EPA (formulasi) kelas IV.
-   Irritasi: Tidak menyebabkan iritasi kulit, tetapi sedikit menyebabkan iritasi mata
    (kelinci).
-   Lain-lain: Tidak menampakkan efek neurotoksik, reproduktif atau mutagenik
    pada anjing, mencit atau tikus.




E.4. Makrolida: Naktin

Polinaktin (polynactins)
-   Penjelasan singkat: Akarisida polinaktin, yang merupakan campuran dari
    dinaktin, trinaktin dan tetranaktin, merupakan metabolit sekunder dari fermentasi
    Streptomyces aureus isolat S-3466.
-   Hama yang dapat dikendalikan: Sangat efektif, terutama pada kondisi basah,
    untuk mengendalikan tungau (akarina) seperti Tetranychus cinnabarinus,
    Tetranychus urticae dan Panonychus ulmi pada tanaman buah.
-   Mode         of   action:    Secara   biokimia,    polinaktin    bekerja   mempengaruhi
    mitokondria. Air sangat penting untuk bekerjanya senyawa kimia ini.
-   LD50 oral: Polinaktin umumnya dianggap tidak berbahaya bagi mamalia. LD50
    oral untuk mencit adalah >15.000 mg/kg.
-   LD50 dermal: >10.000 mg/kg bb (mencit).
-   Kelas toksisitas: EPA (formulasi) kelas IV.



                                                                                         38
-   Iritasi: Sedikit menimbulkan iritasi ringan pada kulit dan mata.




Daftar Pustaka
    -   Anonim (2006): Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Depatemen
        Pertanian Republik Indonesia.

    -   Anonim: Bacillus thuringiensis. Wilkipedia,
        http;//www.wilkimediafoundation. org/

    -   Baehaki, Dr. Ir. SE (1993): Insektisida Pengendalian Hama Tanaman.
        Angkasa, Bandung.

    -   Beattle, GAC; O. Nicetic, AS. Kalianpur dan Z. Hossain (2004): Managing
        Resistance with Horticultural Mineral Oils. Some Example from Different
        Crop. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Management
        Resistensi Pestisida dalam Penerapan Pengelolaan Hama Terpadu.
        UGM, Yogyakarta, 24-25 Februari 2004.

    -   Copping, LG (editor, 2004): The Manual of Biocontrol Agents. BCPC

    -   Djojosumarto, Panut (2008): Pestisida dan Aplikasinya. Agromedia
        Pustaka, Jakarta

    -   Extoxnet      (1996):   Abamectin.       Extesion     Toxicology   Network.
        http://npic.orst.edu/

    -   Fisher, Hans-Peter, et al (1922): New Agrochemicals Based on Microbial
        Metabolites: New Biopesticides. Proceeding of the ’92 Agricultural
        Biotechnology Symposium on Biopesticides, Korea, September 1992

    -   Flint, Mary Louis dan Robert Bosch (1991): Pengendalian Hama Terpadu,
        Sebuah Pengantar. Edisi terjemahan Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.

    -   Habazar, Prof. Dr. Ir. Trimurti, dan Dr. Ir. Yaherwandi Msi (2006):
        Pengendalian Hayati Hama dan Penyakit Tumbuhan. Andalas University
        Press, Padang.

    -   Luthy, P (1993): Tailor-Made Insect Control with Bacillus thuringiensis.
        Insect Control No. 20, May 1993.

    -   Novizan, Ir. (2002): Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah
        Lingkungan. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

    -   NPTN: Bacillus thuringiensis, General Fact Sheet. National Pesticide
        Telecommunications Network. http://nptn.orst.edu/

    -   NPTN: Pyrethrin & Pyrethroid. National Pesticide Telecommunications
        Network. http://nptn.orst.edu/




                                                                                39
-   Pitterna, Thomas (1997): Macrolides as Pest Control Agents: Avermectin
    and Milbemycins. Insecticide Newsletter No. 3, December 1997

-   Shepard, B.M.; dkk (1987): Friends of Rice Farmer. Helpful Insects,
    Spiders, and Pathogen. International Rice Research Institute. Los Banos,
    Laguna, the Philippines.

-   Singleton, Paul; dan Diana Sainsbury (19981): Dictionary of Microbiology.
    John Wiley & Sons.

-   Tomlin, CDS (editor, 2001): The Pesticide Manual. BCPC

-   Wood, Alan (1995-2007): Compendium of Pesticide Common Name:
    Insecticides. http://www.alanwood.net.

-




                                                                          40

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)
Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)
Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)
Eka Phe
 
Vigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benihVigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benih
Unhy Doel
 

La actualidad más candente (20)

Hama teh
Hama tehHama teh
Hama teh
 
Pedoman pengendalian hama terpadu
Pedoman pengendalian hama terpaduPedoman pengendalian hama terpadu
Pedoman pengendalian hama terpadu
 
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan TumbuhanKultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
 
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklimTungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
Tungro wereng hijau dan hubungan dengan iklim
 
290158421 budidaya-tanaman-hortikultura
290158421 budidaya-tanaman-hortikultura290158421 budidaya-tanaman-hortikultura
290158421 budidaya-tanaman-hortikultura
 
Penyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik PengendaliannyaPenyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik Pengendaliannya
 
Hpkebun6
Hpkebun6Hpkebun6
Hpkebun6
 
Tanaman Hortikultura (Ms. PPt 2013)
Tanaman Hortikultura (Ms. PPt 2013)Tanaman Hortikultura (Ms. PPt 2013)
Tanaman Hortikultura (Ms. PPt 2013)
 
Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)
Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)
Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)
 
Hara Mineral
Hara MineralHara Mineral
Hara Mineral
 
RESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
RESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGARESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
RESISTENSI PERTAHANAN TANAMAN TERHADAP SERANGGA
 
Vigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benihVigor dan viabilitas benih
Vigor dan viabilitas benih
 
Laporan identifikasi benih dan kecambah
Laporan identifikasi benih dan kecambahLaporan identifikasi benih dan kecambah
Laporan identifikasi benih dan kecambah
 
Pathogen Tanaman
Pathogen TanamanPathogen Tanaman
Pathogen Tanaman
 
Budidaya jagung
Budidaya jagungBudidaya jagung
Budidaya jagung
 
Laporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benihLaporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benih
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMANLAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
 
Unsur Hara Esensial Tumbuhan
Unsur Hara Esensial TumbuhanUnsur Hara Esensial Tumbuhan
Unsur Hara Esensial Tumbuhan
 
Rangkuman Perlindungan Tanaman (Bagian 1)
Rangkuman Perlindungan Tanaman (Bagian 1)Rangkuman Perlindungan Tanaman (Bagian 1)
Rangkuman Perlindungan Tanaman (Bagian 1)
 
Laporan praktikum tekben deoooo
Laporan praktikum tekben deooooLaporan praktikum tekben deoooo
Laporan praktikum tekben deoooo
 

Insektisida alami

  • 1. x INSEKTISIDA DAN AKARISIDA YANG BERASAL DARI ALAM Panut Djojosumarto djojosumarto.panut@gmail.com A. PENGERTIAN Yang dimaksud dengan insektisida dan akarsida alami adalah semua bahan aktif insektisida dan akarisida yang diambil dari alam, bukan merupakan hasil sintesa di laboratorium. Ketika insektisida alami diproduksi secara komersial, peranan industri terbatas pada riset dan pengembangan, pemurnian bahan aktif dan formulasi, sehingga senyawa tersebut dapat digunakan secara praktis di lapangan. Dalam aartikel ini kami membagi insektisida alami kedalam beberapa kategori sebagai berikut: 1. Insektisida nabati (insektisida botani), yakni bahan aktif insektisida yang diekstrak dari tumbuhan, seperti azadiraktin, nikotin, rotenon, dan seterusnya. 2. Insektisida mikrobiologi (insektisida biologi), adalah mikroorganisme seperti jamur, virus, nematoda, dan sebagainya, yang umumnya menyebabkan penyakit pada serangga hama tertentu. 1
  • 2. 3. Insektisida alami yang bukan termasuk ke dalam kategori 1, 2 dan 4. Contoh dari kategori ini adalah tanah diatomeae, bubuk karbon, dan sebagainya. 4. Insektisida yang berasal dari fermentasi mikroorganisme, seperti antibiotika, makrolida, dan sebagainya. Alasan mengapa kelompok antibiotika dan/atau makrolida kami masukkan ke dalam kelompok insektisida alami adalah kenyataan bahwa senyawa kimia ini tidak dibuat/disintesa di laboratorium, tetapi dihasilkan secara alami dari fermentasi mikrobiologi. B. INSEKTISIDA NABATI Sejak lama diketahui bahwa beberapa ekstrak tumbuhan bersifat racun bagi serangga tertentu. Penggunaan ekstrak tumbuhan sebagai insektisida telah diketahui sejak abad 18, di antaranya daun tembakau (1763), bubuk piretrum dari bunga Chrysantemum (1840), dan akar tuba (Derris eliptica). Daftar tumbuhan yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pestisida botani diberikan dalam tabel 1. Tabel 01: Beberapa jenis tumbuhan yang telah diteliti manfaatnya sebagai pestisida botani No Nama Umum Nama Ilmiah Bagian tanaman Penggunaan 1 Aglaia (i) Aglaia Kulit, batang, daun Insektisida odorata 2 Babandotan Ageratum conyzoides Daun, batang, Insektisida akar Nematisida 3 Balakama Ocimum basilicum Daun, biji Insektisida 4 Bawang Allium spp. Umbi Insektisida Fungisida Nematisida 5 Bengkuang Pacchiryzus erosus Daun, biji Insektisida 6 Bitung Barringtonia sp. Biji Insektisida Piscisida 7 Brotowali Tinospora sp. Batang Insektisida 8 Cengkih Syzigium aromaticum Daun, bunga Bakterisida Fungisida Insektisida 9 Daun wangi Malaleuca bracteata Daun Atraktan 10 Duku Lansium domesticum Kulit buah, biji Insektisida 11 Gadung Dioscore composite Umbi Rodentisida 2
  • 3. Insektisida 12 Jarak Ricinus communis Biji, daun Rodentisida Insektisida Nematisida 13 Jarak pagar Jathropa curcas Biji Insektisida 14 Jeringau Acarus calamus Rimpang Insektisida Fungisida 15 Kecubung Datura sp. Biji, daun Insektisida 16 Kembang Gloriosa superba Akar Insektisida sungsang 17 Kipahit Tithonia sp. Daun Repelen 18 Kunyit Curcuma domestica Rimpang Nematisida Rodentisida 19 Lada Piper nigrum Buah, biji Insektisida Nematisida Fungisida 20 Legundi Vitex trifolia Daun Insektisida 21 Lempuyang Zingiber Americans Rimpang Insektisida emprit 22 Lempuyang Zingiber zerumbet Rimpang Insektisida gajah 23 Lerak Sapindus rarak Buah, biji Piscisida Insektisida 24 Mahoni Swietenia macroplylla Biji Insektisida 25 Jambu mete Anacardium Kulit biji Insektisida occidentale Nematisida Fungisida Bakterisida 26 Mimba Azadirachta indica Biji Insektisida Nematisida 27 Nangka Artocarpus Daun Nematisida heterophylus 28 Nilam Pogostemon cablin Daun Insektisida Repelen 29 Patah tulang Euphorbia turricalli Daun Molluskisida 30 Pepaya Carica papaya Akar, daun Nematisida 31 Picung Pangium edule Buah Insektisida 32 Piretrum Chrysantemum spp. Bunga Insektisida 33 Saga Abrus pecatorius Biji Insektisida 34 Secang Caesalpinia sappan Daun, bunga, biji Insektisida 35 Selasih Ocimum sp. Daun Atraktan 36 Sembung Blumea balsamifera Daun Molluskisida 37 Senggugu Clerodendron seratum Daun Rodentisida 38 Sereh dapur Andropogon nardus Daun Insektisida Fungisida 39 Sirih Piper bettle Daun Bakterisida Fungisida 40 Sirsak Annona reticulate Daun, biji Insektisida 41 Srikaya Annona squamosa Biji Insektisida Nematisida 42 Tefrosia Tephrosia vogelii Daun Molluskisida 43 Tembakau Nicotiana tabacum Daun Insektisida Fungisida Nematisida 44 Tembelekan Lantana camara Bunga, daun Insektisida 3
  • 4. 45 Akar tuba Derris elliptica Akar Piscisida Insektisida Novizan (2002): Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan Berikut adalah beberapa insektisida nabati yang telah dapat dimurnikan bahan aktifnya, dan diproduksi secara komersial, meskipun banyak di antaranya yang belum dipasarkan di Indonesia. Asam sitrat (citric acid) Asam sitrat diekstraksi dari buah jeruk, digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan berbagai jenis serangga, seperti semut, aphids, kumbang, ulat, wereng daun, kutu dompolan, tungau dan kutu kebul, pada tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias. Azadiraktin (azadirachtin) Ekstrak biji mimba (Azadirachta indica) sejak lama diketahui mempunyai efek insektisida. Azadiraktin (AZA) adalah senyawa kimia utama dari ekstraksi atas biji- biji mimba (neem). Disamping azadiraktin, ekstrak biji mimba juga mengandung senyawa limonoid lainnya, seperti nimbolid, nimbin dan salanin. Ekstrak biji mimba, atau “neememulsion” mengandung 25% (berat/berat) azadiraktin, 30-50% senyawa limonoid lainnya, 25% asam lemak dan 7% ester gliserol. Azadiraktin bekerja sebagai antagonis ecdyson (ecdyson adalah hormon yang bertanggung-jawab atas proses pergantian kulit serangga), sehingga ecdyson tidak bekerja dengan baik dan serangga hama yang terpapar akan tergganggu proses ganti kulitnya, sehinnga mati. Oleh karena itu azadiraktin dapat diklasifikasikan sebagai penghambat pertumbuhan serangga (insect growth regulator : IGR) Azadiraktin digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama dari genus- genus yang berbeda. Efektif untuk mengendalikan kutu kebul (Bemisia spp.), thrips, pengorok daun, aphids, larva Lepidoptera (ulat), kutu sisik, kumbang dan kutu dompolan, pada sayuran (tomat, kubis, kentang), kapas, teh, tembakau, kopi, dan tanaman hias. LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb. Tidak menyebabkan iritasi pada kulit, tapi sedikit pada mata (kelinci). Klasifikasi toksisitas EPA (formulasi) kelas IV. Azadiraktin dipasarkan di Indonesia dengan nama-nama dagang Natural 9 WSC, Nimbo 0,6 AS dan Nospoil 8 EC, dan didaftarkan (dalam hal ini Nimbo) 4
  • 5. untuk mengendalikan kutu daun Myzus persicae dan ulat grayak Spodoptera litura pada tanaman cabai (Anonim, 2006). Azadiraktin-dihidro (dihydroazadirachtin) Insektisida dihidroazadiraktin (DAZA) adalah bentuk terreduksi dari azadiraktin alami. Sifat-sifatnya mirip dengan azadiraktin, demikian halnya dengan cara kerja (mode of action) dan hama sasarannya. LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb. Ekstrak bawang putih Digunakan sebagai pengusir serangga (insect repellent) dan harus digunakan sebelum ada serangan serangga hama. Mungkin senyawa mengandung sulfur yang terdapat dalam ekstrak bawang putihlah yang bertanggung-jawab atas efek repellent-nya. Beberapa produk berisi ekstrak bawang putih telah diproduksi secara komersial. Dalam penggunaannya dicampur dengan horticultural oil atau minyak ikan, diencerkan sesuai dengan rekomendasi produsennya, dan disemprotkan dengan volume tinggi pada tanaman yang dilindungi. Waktu aplikasikan sebaiknya menjelang sore, dan diulangi setiap 10 hari. Ekstrak bawang putih mungkin juga mengusir serangga penyerbuk. Karena itu jangan digunakan saat tanaman berbunga, apabila kehadiran serangga penyerbuk penting bagi produksi tanamannya. Ekstrak bawang putih praktis tidak berbahaya (dalam takaran normal). Ekstrak bawang putih juga dimanfaatkan sebagai suplemen makanan dan dalam masak-memasak. Eugenol (4-allyl-2-methoxyphenol) Eugenol (minyak cengkih) diekstrak dari berbagai jenis tanaman, termasuk cengkih, bersifat sebagai insektisida. Cengkih mengandung antara 14-20% minyak cengkih. Digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk kutu tanaman (aphids), ulat grayak, kumbang, ulat tanah, belalang, tungau, dsb., pada tanaman sayuran dan buah-buahan. Kapsaisin (Capsaicin) Kapsaisin adalah senyawa kimia yang terdapat pada tanaman Solanaceae dari genus Capsicum (berbagai macam cabai), dan merupakan senyawa kimia yang 5
  • 6. bertanggung-jawab atas rasa pedas pada cabai. Senyawa ini merupakan pengusir serangga dan tungau, serta mempunyai efek sebagai insektisida. Juga dikatakan dapat mengurangi transpirasi tumbuhan. Produk komersial dengan nama dagang Armorex mengandung campuran ekstrak cabai (kapsaisin) dengan mustard oil (allyl isothiocyanate) digunakan dengan cara dikocorkan (soil drench) sebelum tanam, dan dapat mengendalikan berbagai jenis cendawan tular tanah (termasuk Pythium, Rhizoctonia, Phytophthora, Pyrenochaeta, Sclerotium, Armillaria dan Plasmodiophora), serangga tanah seperti ulat potong (Agrotis), lundi (uret, larva kumbang), molluska, nematoda (Tylenchus, Pratylenchus, Xiphinema, dsb.), serta sejumlah gulma. Kapsaisin dikatakan dapat mengganggu metabolisme serangga dan bekerja pada susunan syaraf sentral serangga. Karanjin Insektisida dan akarisida karanjin diekstrak dari biji tumbuhan Derris indica (Pongamia pinnata). Bentuk WP didapat dengan menggiling biji hingga menjadi tepung. Digunakan untuk mengendalikan tungau, kutu sisik, serangga pengunyah dan penusuk-pengisap, serta beberapa jenis jamur. Terutama efektif untuk mengendalikan kutu kebul (whiteefly) thrips, pengorok daun, aphids, ulat, kutu sisik dan kutu dompolan pada berbagai jenis tanaman termasuk sayuran, kapas, teh, tembakau, dan tanaman hias. Karanjin bekerja dengan berbagai macam cara. Karanjin adalah penghalau serangga (insect repellent), antifeedant (menghilangkan nafsu makan serangga), menekan kegiatan hormon ecdyson (hormon yang mengatur pergantian kulit serangga), karenanya bertindak sebagai insect growth regulator (IGR). Dikatakan pula bahwa karanjin mampu menghambat sitokrom P450 pada serangga dan tungau yang peka. Digunakan dengan cara disemprotkan. Tidak ada bukti adanya efek alergi dan efek negatif lainnya, baik pada produsen, formulator maupun pengguna. Minyak kanola (canola oil) Minyak kanola diekstrak dari biji kanola (iolseed rape plants, Brassica napus dan Brassica campestris). Efektif untuk mengendalikan, dengan cara mengusir (insect repellent) berbagai jenis serangga hama pada berbagai jenis tanaman, termasuk 6
  • 7. sayuran, tanaman hias, buah-buahan, jagung, bit gula, kedelai, dan sebagainya. Digunakan dengan cara disemprotkan atau dialirkan lewat saluran irigasi. Nikotin Nikotin adalah senyawa bioaktif kimia utama dari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum, N. glauca dan N. rustica) serta beberapa tumbuhan dari familia Lycopodiaceae, Crassulaceae, Leguminosae, Chenopodiaceae dan Compositae. Nikotin sejak lama digunakan sebagai insektisida. Rata-rata kandungan nikotin pada N. tabacum dan N. rustica adalah 2% hingga 6% berat kering. Dahulu nikotin diproduksi dalam bentuk ekstrak dari daun tembakau, tetapi kini dibuat dan dijual dalam bentuk nikotin teknis atau nikotin sulfat. Nikotin adalag racun non-sistemik, terutama aktif dalam fase uapnya, tetapi juga memiliki sedikit efek sebagai racun kontak dan racun perut. Bekerja pada syaraf serangga dengan memblok reseptor (penerima) kholinergik asetilkholin. Merupakan insektisida yang sangat toksik, berspektrum sangat luas, digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk aphids, thrips dan kutu kebul; pada berbagai tanaman. LD50 oral pada tikus antara 50-60 mg/kg, LD50 dermal (kelinci) 50 mg/kg. Mudah diabsorbsi oleh kulit, beracun bagi manusia bila berkontak dengan kulit. Merupakan racun inhalasi yang sangat toksik. Klasifikasi toksisitas WHO (bahan aktif) kelas Ib, dan EPA (formulasi) kelas I. Piretrum Bubuk piretrum, yakni tepung yang diperoleh dari bunga semacam krisan, telah digunakan sebagai insektisida di berbagai belahan bumi sejak jaman purba. Tanaman ini mungkin berasal dari Cina, yang selanjutnya menyebar ke barat lewat jalur sutera ke Persia pada abad pertengahan. Bubuk piretrum kemudian dikenal pula sebagai Persian Insect Powder. Selanjutnya tanaman ini menyebar ke pesisir laut Adriatik di Dalmatia (bagian dari Kroasia). Piretrum diperoleh dari bunga tumbuhan semacam krisan, yakni Chrysantemum cinerariaefolium (Pyrethrum cinerariaefolium, Tanacetum cinereriaefolium). Ekstrak ini selanjutnya dimurnikan menggunakan metanol. Ekstrak piretrum terdiri atas 3 kelompok senyawa, yang keseluruhannya terdiri atas 6 senyawa bioaktif yakni piretrin (piretrin I dan II), jasmolin (jasmolin I dan II) dan sinerin (sinerin I dan II). 7
  • 8. Rotenon Rotenon merupakan senyawa kimia bersifat insektisida yang diekstrak dari tanaman akar tuba (Derris eliptica & Derris maccensis), Lonchocarpus sp., dan Tephrosia sp. Sejak lama perasan akar tuba digunakan untuk meracuni ikan. Rotenon efektif untuk mengendalikan berbagai serangga hama, termasuk aphids, thrips, tungau, semut merah, dan sebagainya. Bila diaplikasikan ke air mampu mengendalikan larva nyamuk. Juga digunakan untuk mengendalikan ekto- parasit ternak (bidang peternakan) dan di bidang perikanan digunakan untuk mengendalikan ikan buas. Di bidang pertanian digunakan pada tanaman hias dan sayuran. Rotenon bekerja sebagai penghambat transport elektron pada respirasi serangga sasaran (pada lokasi I). Bersifat non-sistemik, racun kontak dan racun lambung. LD50 oral (tikus putih) 132-1500 mg/kg, mencit putih 350 mg/kg. LD50 dermal (kelinci) >5000 mg/kg bb. Kelas toksisitas WHO (bahan aktif) kelas II, EPA (formulasi) kelas I dan III. Perkiraan dosis mematikan untuk manusia antara 300- 500 mg/kg. Sangat beracun bila terhisap dibandingkan dengan bila termakan. Rotenon beracun bagi ikan, dan sangat beracun bagi babi. Ryania Ryania diekstrak dari tumbuhan Ryania speciosa, dan digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan serangga Cydia pomonella, penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis serta thrips pada jeruk. LD50 oral (tikus) 1200 mg/kg bb. Sabadila Sabadila diekstrak dari biji Schoenocaulon officinale dan mengandung bahan aktif veratrin yang merupakan campuran 2 : 1 dari sevadin, veratridin dan komponen minor lainnya. Sabadila merupakan insektisida kontak dan selektif untuk untuk mengendalikan thrips pada jeruk dan advokat. Sitronela Sitronela diakstrak dari tanaman sereh wangi, dan telah digunakan sebagai pengusir (insect repellent) nyamuk, dsb., sejak 1901. Kecuyali mengandung 8
  • 9. sitronela, ektrak tanaman ini juga mengandung senyawa-senyawa minor lainnya, seperti alpha-sitronela, sitronelol dan alpha-sitronelol. C. INSEKTISIDA MIKROBIOLOGI Mikroorganisme berasosiasi dengan serangga dengan berbagai macam cara, mulai dari asosiasi mutualistik (simbiose) sampai yang bersifat parasitik. Mikroorganisme parasit ini dapat menyebabkan penyakit bagi serangga, dan dikenal sebagai patogen serangga (entomopatogen). Telah diketahui bahwa ada sekitar 1500 spesies mikroba menyebabkan penyakit pada antropoda, termasuk serangga. Berbagai patogen serangga yang telah dimanfaatkan sebagai insektisida mikrobiologi ditampilkan di bawah ini. Banyak diantaranya telah diproduksi secara komersial. a. Jamur Beauveria spp. Hirsutela thompsonii (akarisida) Lagenidium giganteum Lecanicillium lecanii (dahulu Verticillium lecanii) Metarhizium spp Paecilomyces fumosoroseus (+ akarisida) b. Bakteri Bacillus spp. Paenobaccilus popilliae (dahulu Bacillus popilliae) Serratia entomophila c. Nematoda Heterorhabditis spp. Steinernematidae spp. d. Protozoa: Microsporidium Nosema locustae 9
  • 10. Vairimorpha necatrix e. Virus Granulosis virus (GV) Nucleopolyhedro virus (Nuclear Polyhedrosis Virus, NPV) C.1. Insektisida Mikrobiologi: Jamur Tidak seperti patogen serangga lainnya ( misalnya bakteri dan virus) yang umumnya harus di makan dan dicerna agar dapat menginfeksi inangnya, jamur dapat menginfeksi inangnya (dalam hal ini serangga hama) dengan cara penetrasi langsung. Apabila spora jamur menempel pada kulit serangga, dan apabila kondisi mendukung, maka spora akan berkecambah, menembus kutikula serangga dan masuk kedalam tubuh serangga. Dalam tubuh serangga jamur akan berkembang membentuk hifa dan miselium hingga memenuhi bagian dalam tubuh serangga, hingga serangga akhirnya mati. Jamur kemudian hidup sebagai saprofit dan menyerap hara dari tubuh serangga yang sudah mati. Tubuh buah jamur kemudian muncul dari bangkai serangga inang, menghasilkan spora, dan siap disebarkan untuk menginfeksi serangga lainnya. Tanaka dan Kaya (1993) telah mendata jamur penyebab penyakit serangga (entomopatogen) yang terdapat dalam 8 kelas, 13 ordo dan 57 genus. Banyak diantaranya yang bersifat sangat spesifik (hanya menginfeksi serangga tertentu). Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin Digunakan sebagai insektisida. Jamur ini dahulu dikenal dengan nama Botrytis bassiana. Jamur entomopatogen (penyebab penyakit serangga) ini menginvasi tubuh serangga sasaran. Spora (konidia) jamur akan menempel pada kutikula serangga, dan saat berkecambah, benang jamur (hifa) akan menembus kutikula dan berkembang didalam tubuh serangga. Untuk perkecambahan diperlukan kelembapan tinggi serta air bebas. Infeksi bisa memakan waktu 24 hingga 48 jam, tergantung pada temperatur. Serangga sasaran masih hidup 3 hingga 5 hari sesudah infeksi, sebelum akhirnya mati. Sesudah serangga sasaran mati, spora jamur akan terus diproduksi diluar tubuh serangga. Insektisida berbasis B. bassiana adalah racun kontak dan bersifat sangat spesifik pada serangga sasaran. 10
  • 11. Diaplikasikan dengan disemprotkan pada kanopi tanaman. Dapat diaplikasikan bersama insektisida lain, dengan tambahan ajuvant dan sebagainya. Jangan digunakan bersama fungisida, dan tunggu hingga 48 jam sebelum menggunakan fungisida. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam, basa dan jangan dicampur dengan air yang mengandung klorin. Tidak menyebabkan infeksi pada tikus sesudah perlakuan 21 hari. Oral LD50 pada tikus >18 X 108 cfu/kg, dermal (tikus) >2000 mg/kg. Menyebabkan iritasi pada mata, kulit dan sistim pernafasan. Produk berbasis Beauveria bassiana yang telah diproduksi secara komersial terdiri atas isolat-isolat berikut. - Beauveria bassiana isolat BB 147 Isolat ini digunakan untuk mengendalikan penggerek tongkol jagung (Ostrinia nubilalis, european corn borer dan Ostrinia furnacalis, asian corn borer), pada tanaman jagung. padi. Gambar 01:: Wereng coklat dan walangsangit terinfeksi jamur Beauveria bassania (dari Shepard, dkk; IRRI) 11
  • 12. - B. bassiana isolat stanes Isolat ini digunakan untuk mengendalikan penggerek buah kopi, lundi (uret), penngerek buah kapas, ulat potong (cutworm), wereng batang coklat dan ulat kubis, pada tanaman teh, kopi, kapas, tomat, okra, terung dan - B. bassiana isolat GHA Isolat GHA terutama efektif untuk mengendalikan kutu kebul (whitefly), thrips, aphids, serta kutu dompolan, pada tanaman sayuran dan tanaman hias.. - B. bassiana isolat ATCC 74040 B. bassiana isolat ATCC 74040 efektif untuk mengendalikan Coleoptera dan Hemiptera pada lapangan rumput dan tanaman hias. Beauveria brongniartii (Saccardo) Petch Jamur yang dimanfaatkan sebagai insektisida ini pernah dikenal dengan nama Beauveria tenella. Dewasa ini ada 3 isolat yang dikomersialkan, yakni isolat Bb96 (isolat Swiss) dan IMBST 95.031 serta 95.041 (isolat Austria). Seperti jamur entomopatogen lainnya, jamur ini juga menyerang tubuh serangga sasaran. Spora (konidia) jamur akan menempel pada kutikula serangga, dan saat berkecambah, benang jamur (hifa) akan menembus kutikula dan berkembang didalam tubuh serangga. Untuk perkecambahan diperlukan kelembapan tinggi serta air bebas. Infeksi bisa memakan waktu 24 hingga 48 jam, tergantung pada temperatur. Serangga sasaran masih hidup 3 hingga 5 hari sebelum akhirnya mati. Sesudah serangga sasaran mati, spora jamur akan terus diproduksi diluar tubuh serangga. Insektisida berbasis B. bassiana adalah racun kontak dan bersifat sangat spesifik pada serangga sasaran. Dapat diaplikasikan bersama pestisida kimia lainnya, kecuali fungisida. Diklasifikasikan sebagai non-toksik, dengan LD50 oral (tikus) >5000 mg/kg, dermal (tikus) >2000 mg/kg, menimbulkan iritasi ringan pada kulit kelinci. - B. brongniartii isolat Bb96 Isolat ini diisolasi dari semacam uret (lundi) Hoplochelus marginalis yang terdapat di Madagaskar,oleh CIRAT/IRAT, Prancis. Prises untuk formulasinya sekarang dimiliki oleh Natural Plant Protection (NPP). Digunakan untuk 12
  • 13. mengendalikan uret Hoplochelus marginalis pada tanaman tebu. Diaplikasikan di tanah saat tanam pada alur-alur tanaman, atau pada pangkal ratun tebu. - B. brongniartii isolat IMBST 95.031 dan 95.041 Isolat ini diisolati dari padang rumput yang diserang oleh larva Melolontha melolontha oleh Istitut Mikrobiologi Universitas Leopold-Franzens di Austria. Digunakan untuk mengendalikan larva Melolontha melolontha diaplikasikan pada benih yang akan ditanam. Hirsutella thompsonii Fisher Akarisida biologis komersial berisi jamur Hirsutella thompsonii isolat MF(Ag)S (ITCC 4962; IMI 385470), digunakan untuk mengendalikan tungau dari famili Eriophyidae, terutama tungau kelapa Aceria guerreronis. Pertama kali diisolasi dari tungau Eriophyidae di Tamil Nadu, India. Jamur ini bekerja dengan mendegradasi kutikula tungau. Spora jamur yang menempel pada kulit tungau, bila kondisi menunjang, akan berkecambah dan germ tube dengan kekuatan fisik dan enzym akan memasuki kutikula tungau dan selanjutnya hifa jamur berkembang dalam tubuh tungau, memproduksi spora pada kutikula tungau baik yang masih hidup atau yang sudah mati, dan melanjutkan siklus hidup selanjutnya. Sediaan komersial yang mengandung spora H. tompsonii diaplikasikan dengan cara disemprotkan bila kondisi cuaca kering. Jangan dicampur dengan fungisida, terutama ditiokarbamat. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuta, asam, basa, dan jangan dicampur dengan ir yang mengandung klorin. Hirsutella thompsonii tidak menyebabkan iritasi kulit dan mata, tidak ada bukti menyebabkan keracunan akut maupun kronis. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna H. thompsoni. Lagenidium giganteum Couch Lagenidium giganteum digunakan untuk mengendalikan larva nyamuk, yang meluputi genus-genus Aedes, Anopheles, Coquillettidea, Culex, dan sebagainya. L. giganteum adalah parasit dari larva nyamuk. Zoospora jamur, bila diaplikasikan dalam air, akan mencari larva nyamuk dan menempel pada kutikula. Selanjutnya zoospora akan berkecambah dan menembus kutikula larva, dan 13
  • 14. selanjutnya berkembang dalam tubuh jentik-jentik nyamuk dan khirnya menyebabkan kematian. Lecanicillium lecanii (Zimmerman) Gams & Zare Dahulu dikenal dengan nama lama Cephalosporium lecanii atau Verticillium lecanii. Jamur L. lecanii adalah entomopatogen yang bertindak dengan mendegradasi kutikula serangga sasaran. Spora yang menempel pada kutikula serangga, saat berkecambah akan masuk kedalam tubuh serangga dengan menembus kutikula, baik dengan kekuatan fisik maupun bantuan enzym. Hifa jamur kemudian akan berkembang dalam tubuh serangga yang menyebabkan serangga sakit dan akhirnya mati. Diaplikasikan pada kanopi daun dengan semprotan volume tinggi, sebagiknya saat kelembapan tinggi. Jamur ini tidak menyebabkan keracunan pada tanaman (non-fitotoksik) dan juga non-fotipatogenik (tidak menyebabkan penyakit pada tanaman). Peka terhadap sejumlah fungisida, terutama ditiokarbamat. Tidak boleh dicampur dengan oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin. L. lecanii tidak menyebabkan iritasi kulit dan mata. Tidak ada bukti bahwa L. lecanii menyebabkan keracunan akut atau kronis, dan tidak menyebabkan infeksi pada mamalia. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna H. thompsoni. - L. lecanii isolat aphids Isolat aphids (aphids isolate) ditemukan oleh R.A. Hall, dan diisolasi dari semacam aphids, Macrosiphoniella sanborni, digunakan untuk mengendalikan aphids, kutu kebul (whitefly), thrips dan kutu sisik pada sayuran, tanaman hias dan tanaman lainnya. - L. lecanii isolat kutu kebul (whitefly) L. lecanii Isolat kutu kebul (whitefly isolate) juga ditemukan oleh R.A. Hall, dan diisolasi dari kutu kebul rumah kaca, Trialeurodes vaporariorum. L. Lecanii whitefly isolate dimanfaatkan untuk mengendalikan terutama kutu kebul, dengan efek samping pada thrips. Metarhizium anisopliae Sorok 14
  • 15. Insektisida biologi Metarhizium anisopliae dahulu dikenal dengan nama Penicillium anisopliae dan Entomophthora anisopliae. Jamur yang umum terdapat pada serangga yang mati, dan produk komersial diisolasi dai wereng batang padi (Nilaparvata lugens). Ada produk yang khusus untuk mengendalikan rayap, ada pula yang diregistrasi untuk wereng padi (Nilaparvata lugens) dan hama lain dari ordo Coleoptera dan Lepidoptera, ada pula yang khusus untuk mengendalikan kecoa. M. anisopliae merupakan entomopatogen yang efektif, menyerang serangga sasaran dengan cara menembus kutikula serangga, dan hifa jamur kemudian berkembang dalam tubuh serangga, yang menyebabkan sakit dan kematian. Setelah diaplikasikan, jamur akan menginvasi serangga sasaran dalam 2 hari, dan akan mati dalam 7 – 10 hari. Serangga yang mati akan tetap melekat pada tanaman, dan spora yang diproduksi oleh jamur akan menambah dan mempertahankan adanya inokulan yang cukup bagi serangga hama yang datang kemudian. Produk untuk bidang pertanian diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Sedangkan untuk mengendalikan rayap diaplikasikan pada lubang-lubang rayap atau jalur yang dilalui rayap. Gunakan produk berbasis M. anisopliae secara single, tidak kompatibel dengan fungisida, oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin.Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna H. thompsoni. Beberapa varitas dan isolat M. anisopliae juga telah diisolasi dan dikembangkan, serta diguanakan untuk mengendalikan hama yang berbeda, seperti dibawah ini. - M. anisopliae var. acridium Jamur ini khusus digunakan untuk mengendalikan belalang. Produk komersial terdiri atas isolat IMI 330189 dan FI-985. - M. anisopliae var. anisopliae Varitas khusus untuk mengendalikan larva kumbang (uret, lundi) Dermolepida albohirtum pada perkebunan tebu. 15
  • 16. - M. anisopliae isolat ICIPE 30 Isolat jamur M. anisopliae khusus untuk mengendalikan rayap dari genus Macrotermes, Microtermes dan Odontotermes, pada pertanaman jagung, ubi kayu, jeruk, kopi, agroforestry, dan sayuran yang diserang rayap. Juga digunakan untuk melindungi bangunan, dsb. dari serangan rayap. - M. anisopliae isolat ICIPE 69 Produk ini khusus untuk mengenalikan hama thrips (Megalurothrips sjostedti, Thrips tabaci dan Frankliniella occidentalis), pada tanaman sayuran dan tanaman hias. Gambar 02: Hama dari Ordo Coleoptera terinfeksi jamur Metarhizium anisopliae (dari Shepard, dkk. IRRI) Metarhizium flavoviridae var. flavoviridae Gams & Rozsypal Metarhizium flavoviridae var. flavoviridae isolat F001, digunakan untuk mengendalikan Adoryphorus coulani pada lapangan rumput (turf). Paecilomyces fumosoroseus (Wiize) AHS Brown & G. Smith Paecilomyces furosomoseus merupakan insektisida dan akarisida berbasis jamur yang dimanfaatkan untuk emngendalikan berbagai jenis serangga, seprti kutu kebul (Trialeuroes vapororiorum dan Bemisia tabaci). Juga memiliki efikasi terhadap 16
  • 17. aphids, thrips dan tungau (spider mites). Isolat Apopka 97 (PFR 97) dari jamur ini telah diproduksi secara komersial, dan direkomendasikan untuk digunakan pada tanaman hias serta tanaman pangan, baik di dalam rumah kaca atau di lapangan. Gambar 03: Wereng coklat terinfeksi jamur Metarhizium flavoviridae (dari Shepard, dkk; IRRI) C.2. Insektisida Mikrobiologi: Bakteri Bakteri penyebab penyakit serangga umumnya dibagi ke dalam kelompok besar, yakni bakteri yang tidak membentuk spora dn bakteri yang membentuk spora. Kebanyakan spesies bakteri entomopatogen yang diisolasi dari serangga yang sakit adalah bakteri yang tidak membentuk spora. Akan tetapi untuk produksi komersial, bakteri yang membentuk spora lebih mudah (relatif) diformulasi, karena dalam bentuk spora bakteri tidak membutuhkan makanan dan dapat disimpan lebih lama. Agar efektif untuk mengendalikan serangga, bakteri umumnya harus dimakan dan masuk ke dalam saluran cerna serangga terleih dahulu. Bacillus sphaericus Neide Bakteri ini terutama digunakan sebagai insektisida biologi di bidang kesehatan masyarakat untuk mengendalikan nyamuk, terutama efektif untuk Culex spp. Bacillus sphaericus isolat 2362 dipilih untuk dikomersialkan karena isolat ini efektif 17
  • 18. untuk mengendalikan larva Culex spp. B. sphaericus bertindak sebagai racun perut, dan saat sporulasi bakteri menghasilkan kristal protein. Setelah termakan, dalam usus serangga kristal protein yang merupakan pro-toksin ini akan dirubah menjadi racun (toksin) oleh enzym protease. Toksin ini selanjutnya akan terikat pada sel-sel usus tengah (midgut) pada lokasi spesifik dimana mereka aktif sebagai racun, dan akhirnya mematikan serangga dengan menghancurkan selaput usus. Diaplikasikan ke dalam air dimana larva nyamuk hidup. Kompatibel dengan insektisida lain, jangan diaplikasikan bersama fungisida berbasis tempaga atau algisida. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam, basa, dan jangan dicampur dengan air yang mengandung klorin. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna B. sphaericus. Oral LD50 akut (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg, menyebabkan iritasi mata dan iritasi kulit ringan pada kelinci. Bacillus thuringiensis Berliner B. thuringiensis (Bt) mungkin merupakan insektisida mikrobiologi yang paling luas dikenal. Bakteri gram positif ini dideteksi pertama kali pada tahun 1902 pada larva ulat sutera (Bombyx mori) yang mati. Di Eropa, Bt diketemukan juga diketemukan sebagai penyakit pada bubuk tepung di Thuringen (Jerman). Sejak diketemukannya, memakan waktu 50 tahun sebelum akhirnya diketahui bahwa semacam protein yang dihasilkan ketika bakteri ini mencapai fase sporulasi, bertanggungjawab atas efek insektisidanya. Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan patogen (penyebab penyakit) bagi berbagai jenis serangga yang sangat spesifik. Bt merupakan insektisida racun perut. Saat sporulasi, bakteri menghasilkan kristal protein yang mengandung beberapa senyawa insektisida yang bekerja merusak sistem percernaan serangga. Setelah termakan kristal protein ini akan dilarutkan oleh enzym protease, kemudian toksin yang dihasilkan akan terikat pada sel usus tengah (midgut) serangga pada reseptor sipesifik. Racun ini menghancurkan selaput usus serangga, serangga akan berhenti makan dan mati dalam 2 – 3 hari (sumber lain 1 – 4 hari). Dari B. thuringiensis didapat 4 agen toksik, yakni alpha-eksotoksin (enzym fosfolipsa), beta-eksotoksin (suatu nukleotida), gamma-eksotoksin (fosfolipasa) dan delta-endotoksin (parasporal inclusion protein). Setiap toksin terikat pada reseptor 18
  • 19. spesifik yang berbeda, dan ini menjelaskan adanya selektivitas yang berbeda dari beberapa isolat atau subspesies Bt. Studi yang dilakukan secara luas pada pestisida berbasis Bacillus thuringiensis menunjukkan bahwa B. thuringiensis dan isolat-isolatnya diklasifikasikan sebagai non-toksik. LD50 oral tidak ada infeksi atau keracunan yang diamati pada tikus yang diperlakukan dengan 4.7 X 1011 spora per kg produk. Dermal LD50 (tikus) >5000 mg.kg bb. Beberapa produk dapat mengakibatkan iritasi mata sementara (mungkin karena bahan pembawanya). Klasifikasi EPA (formulasi) kelas III. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna B. thuringiensis. Dikenal adanya beberapa varitas atau subspecies Bt, masing-masing dengan berbagai strain, isolat dan sebagainya. Beberapa diantaranya yang telah diproduksi secara komersial adalah sebagai berikut. Gambar 04: Kristal protein Bacillus thuringiensis morrisoni strain T08025 (dari Wilkipedia) - B. thuringensis subsp. kurstaki Digunakan untuk mengendalikan berbagai larva Lepidoptera, terutama ulat daun kubis (diamond-back moth: Plutella xylostella) pada kubis, dan lepidoptera lainnya pada sayuran dan kehutanan. - B. thuringiensis subsp. morrisoni isolat Sa-10 dan NovoBtt 19
  • 20. Dahulu dikenal sebagai Bacillus thuringiensis subsp. tenebrionis atau Bacillus thuringiensis subsp. san diego. Subspesies ini efektif untuk mengendalikan Coleoptera, baik larva maupun serangga dewasa, terutama kumbang kolorado (Leptinotarsa decemlineata) pada tanaman kentang dan Solanaceae lainnya. - B. thuringiensis subsp. aizawai Beberapa isolat dan konjugat Bacillus thuringiensis subsp. aizawai digunakan untuk mengendalikan larva Lepidoptera, termasuk Spodoptera spp., juga yang sudah resisten terhadap subsp. kurstaki. - B. thuringiensis subsp. japonensis Bacillus thuringiensis subsp. japonensis efektif intuk mengendalikan kumbang tanah pada lapangan rumput dan tanaman hias. - B. thuringiensis subsp. israelensis Bt. subsp israelensis hanya efektif untuk mengendalikan Diptera, seperti lalat dan nyamuk, di saerah perairan (saluran buangan, dsb.). Paenibacillus popilliae Newman Sebelumnya dikenal dengan nama Bacillus popilliae diketemukan oleh pegawai Deptan Amerika. Bakteri ini diisolasi dari Popillia japonica, dan digunakan untuk mengendalikan kumbang ini. Serratia entomophila Grimont Bakteri yang dimanfaatkan untuk mengendalikan semacam lundi (uret) dari kumbang Costelytra zealandica) pada padang rumput (turf) di New Zealand. C.3. Insektisida Mikrobiologi: Virus Berbagai virus secara alami diketahui merupakan patogen (penyebab penyakit) yang dapat menyebabkan kematian serangga. Virus patogen ini umumnya bersifat sangat spesifik, hanya mengendalikan satu jenis serangga hama saja. Tentu selalu 20
  • 21. ada kekecualian, misalnya Anagrapha falfifera nucleopolyhedrovirus (AfNPV) mampu mengendalikan lebih dari 30 spesies larva Lepidoptera yang berbeda. Insektisida berbasis virus umumnya merupakan larvisida (hanya membunuh larva serangga) racun lambung. Virus harus dimakan terlebih dahulu oleh serangga hama, dan didalam sistim pencernaan serangga virus mulai berkembang dan menyebabkan penyakit serta membunuh serangga hama. Kematian karena virus patogen ini umumnya cukup lama, antara beberapa hari hingga dua minggu sesudah aplikasi. Efikasi insektisida virus juga dipengaruhi oleh kondisi alam, seperti suhu udara dan perkembangan larva serangga. Insektisida berbasis virus diberi nama menurut serangga hama yang diserangnya. Misalnya, Spodoptera exigua nocleopolyhedrovirus (SeNPV) adalah virus yang menyerang, dan karenanya hanya digunakan untuk mengendalikan Spodoptera exigua. Adoxophyes orana granulosis virus (AoGV) adalah virus yang merupakan penyakit pada, dan karenanya hanya digunakan untuk mengendalikan Adoxophyes orana. Sejumlah virus yang merupakan penyakit bagi serangga hama telah berhasil diisolasi, dikembangkan, dan diproduksi secara komersial, terutama dari kelompok nucleopolyhedrovirus dan granulosis virus (keduanya adalah Baculovirus). Beberapa diantaranya dicantumkan berikut ini. C.3.1. Granulosis Virus Insektisida berbahan aktif granulosis virus bersifat sebagai racun lambung. Serangga harus memakan virus agar virus efektif membunuhnya. Sesudah termakan, dinding pembungkus protein virus akan terlarutkan dalam usus serangga yang bersifat alkalis, dan partikel virus akan dilepaskan kedalam usus serangga. Virus kemudian akan menginvasi inti sel (nukleus) dan berkembang biak di dalamnya, menyebabkan serangga yang terpapar sakit, dan berakhir dengan kematian. Efek virus terhadap serangga hama amat lambat jika dibandingkan dengan kebanyakan insektisida kimiawi. Serangga hama akan mati 6 hingga 12 hari sesudah terpapar (makan) virus, pada kondisi normal. Granulosis virus lebih efektif mengendalikan larva yang masih kecil daripada larva dari stadia lanjutn. Virus yang dilepaskan dari tubuh serangga yang mati masih tetap mampu mengeinfeksi serangga hama. 21
  • 22. Adoxophyes orana granulosis virus (AoGV) Adoxophyaes orana granulosis virus (AoGV) adalah virus yang terdapat luas secara alami sebagai penyakit (patogen) pada fruit tortrix moth (Adoxophyes orana). Produk insektisida biologi komersial diisolasi dari A. orana yang terinfeksi. AoGV digunakan hanya untuk mengendalikan fruit tortrix moth (Adoxopyes orana) pada beberapa tanaman buah. AoGV diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Karena virus ini sangat efektif untuk mengendalikan larva instar pertama, maka pengamatan saat penerbangan dan masa bertelurnya serangga sangat penting. Penyemprotan sebaiknya dilakukan saat serangga meletakkan telurnya. Aplikasi dilakukan secara merata pada permukaan daun, dan gunakan air yang pH-nya antara 6-8. Jangan gunakan air yang mengandung klorin untuk mencampurnya. Dapat digunakan bersama pestisida lain yang tidak mengandung tembaga, serta tidak mempunyai efek repellent terhadap Adoxophyes orana. Tidak ada bukti bahwa AoGv berpengaruh terhadap organisme lain, kecuali Adoxopyeas orana. AoGv tidak stabil pada pH yang ekstrim dan terhadap cahaya ultra violet. Tidak ada bukti bahwa virus ini menyebabkan keracunan akut, iritasi mata maupun kulit. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna AoGV. Cydia pomonella granulosis virus (CpGV) Virus ini merupakan penyakit alami dari codling moth (Cydia pomonella), semacam hama yang umum menyerang buah apel dan pir. Larva C. pomonella yang diinfeksi oleh virus ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1964 di Meksiko. CpGV digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan hama codling moth (Cydia pomonella) pada buah apel, pir dan walnut. Diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Pengamatan sangat diperlukan agar CpGV dapat diaplikasikan pada saat yang tepat sehingga efektif. Dapat diaplikasikan dengan produk perlindungan tanaman lainnya yang bukan repellent bagi C.pomonella. Gunakan air yang pH-nya antara 6 – 8, dan jangan menggunakan air yang mengandung klorin untuk mencampurnya. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam dan basa. 22
  • 23. Tidak ada bukti bahwa CpGV menyebabkan keracunan baik akut maupun kronis, dan tidak pula menyebabkan iritasi mata pada mamalia. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna CpGV. Plodia interpunctella granulosis virus (IMMGV) Virus ini merupakan penyakit Plodia interpunctella (Indian Meal Moth, karenanya disebut Indian Meal Moth Granulosis Virus, IMMGV), sejenis hama gudang yang merusak buah-buahan kering dan kacang-kacangan. Virus ini dibiakkan dan diproduksi secara komersial sebagai insektisida biologi untuk mengendalikan hama ini. C.3.2. Nucleopolyhedro Virus Seperti insektisida virus lainnya, nucleopolyhedrovirus adalah racun perut. Setelah diaplikasikan dan termakan oleh larva serangga hama sasaran pelindung matriks protein virus akan terlarutkan di dalam usus serangga, dan partikel virus akan memasuki sistim sirkulasi serangga. Partikel virus akan menyerang semua jenis sel dalam tubuh larva, berkembang biak sehingga larva sakit dan akhirnya mati. Bila serangga inang mati, virus akan tetap hidup 7 hingga 14 hari dipermukaan daun. Anagrapha falcifera nicleopolyhedrovirus (AfNPV) AfNPV adalah virus yang terdapat secara alami, menyebabkan penyakit serta kematian pada ulat alfalfa (Anagrapha falcifera). Tidak sebagaimana insektisida virus lainnya yang umumnya sangat spesifik (hingga spesies), AfNVP mampu menginfeksi lebih dari 30 spesies Lepidoptera, sehingga dapat menutupi terlalu sempitnya spektrum pengendalian kebanyakan insektisida virus pada situasi perlindungan tanaman umumnya. AfNVP digunakan untuk mengendalikan berbagai larva Lepidoptera, terutama genus Heliothis dan Helicoverta, seperti Helicoverpa zea dan Heliothis virescens, pada tanaman-tanaman jagung, kapas, tomat dan sayuran lainnya, tanaman buah dan tanaman hias. Diaplikasikan dengan cara disemprotkan dengan volume tinggi pada permukaan daun hingga merata. Monitoring kapan serangga bertelur sangat penting, karena 23
  • 24. AfNVP lebih efektif mengendalikan larva yang baru menetas dari pada larva yang sudah lanjut. Dapat dicampur dengan insektisida lain yang bukan repellent dari serangga sasaran. Jangan dicampur dengan oksidator yang kuat, asam, basa atau air yang mengandung klorin. Virus ini spesifik menyerang invertebrata, tidak ada catatan bahwa virus ini menginfeksi vertebrata. Virus tidak menginfeksi dan tidak berkembang biak pada tubuh mamalia dan tidak aktif pada temperatur >32oC. Tidak ada bukti bahwa virus ini menyebabkan keracunan akut, iritasi mata maupun kulit. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna AfNPV. Anticarsia gemmatalis Nucleopolyhedro virus (AgNPV) Virus ini diisolasi dari ulat (Anticarsia gemmatalis) yang menyerang semacam kacang (velvet bean) yang terdapat pada tanaman kedelai di Amerika. Belakangan, isolat baru diisolasi dari ulat penggerek tebu Diatraea saccharalis, yang lebih mudah dipelihara dibandingkan Anticarsia. AgNVP digunakan sebagai insektisida biologi untuk mengendalikan ulat Anticarsia gemmatalis dan penggerek batang tebu (Diatraea saccharalis). Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcNVP) Virus ini diisolasi dari Autographa californica yang terinfeksi. AcNVP sebagai insektisida biologi memiliki spektrum pengendaliannya cukup luas (lebih dari 30 spesies Lepidoptera) untuk mengendalikan larva Lepidoptera, pada jagung, sayuran, tanaman buah-buahan, dan tanaman hias. Diaplikasikan dengan semprotan volume tinggi hingga merata pada permukaan daun. Dapat dicampur dengan insektisida lain yang bukan repellent dari serangga sasaran. Jangan dicampur dengan oksidator yang kuat, asam, basa atau air yang mengandung klorin. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna AcNVP. Helicoverpa armigera nucleopolyhedrovirus (HaNPV) Sering disebut pula sebagai Heliothis armigera nucleopolyhedrovirus (HaNPV). Virus ini terdapat luas di alam, merupakan penyakit alami bagi Helicoverpa armigera. Digunakan sebagai insektisida terutama untuk mengendalikan H. 24
  • 25. armigera, pada berbagai jenis tanaman seprti kapas, sayuran (kubis, tomat, kapri) dan tanaman hias (mawar). HaNPV juga mempunyai efek terhadap larva Lepidoptera dari famili Noctuidae lainnya. Diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Dapat digunakan bersama insektisida lainnya, yang tidak bersifat mengusir (repellent) Helicoverpa. Jangan digunakan bersama senyawa yang bersifat oksidator yang kuat, asam, basa dan jangan dicampur air yang mengandung klorin. Virus ini spesifik menyerang invertebrata, tidak ada catatan bahwa virus ini menginfeksi vertebrata. Virus tidak menginfeksi dan tidak berkembang biak pada tubuh mamalia dan tidak aktif pada temperatur >32oC. Tidak ada bukti bahwa virus ini menyebabkan keracunan akut, iritasi mata maupun kulit. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna HaNPV. Helicoverpa zea nucleopolyhedrovirus (HzNVP) HzNVP digunakan sebagai insektisida mikrobiologi untuk mengendalikan larva serangga dari genus Helicoverpa dan Heliothis, seperti Helicoverpa zea dan Heliothis virescens, pada sayuran, tanaman hias, tomat dan kapas. Diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Virus ini spesifik menyerang invertebrata, tidak ada catatan bahwa virus ini menginfeksi vertebrata. Virus tidak menginfeksi dan tidak berkembang biak pada tubuh mamalia dan tidak aktif pada temperatur >32oC. Tidak ada bukti bahwa virus ini menyebabkan keracunan akut, iritasi mata maupun kulit. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna HzNPV (Copping, 2001). Lymantria dispar nucleopolyhedrovirus (LdNPV) Pertama kali diisolasi dari larva gypsy moth (Limantria dispar) yang terinfeksi oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), dan diregistrasi oleh US-EPA (United States Environmental Protection Agency) tahun 1978. Digunakan sebagai insektisida biologi terutama di bidang kehutanan dan juga tanaman hias untuk mengendalikan larva gypsy moth (Limantria dispar). Diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Jangan dicampur dengan insektisida lain, juga jangan dicampur dengan oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin. 25
  • 26. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna LdNPV. Disimpulkan sebagai non-toksik terhadap mamalia. Mamestra brassicae nucleopolyhedrovirus (MbNPV) Mamestra brassicae nucleopolyhedrovirus (MbNPV) merupakan penyakit alami dari ngengat kubis (Mamestra brassicae). Diiolasi pertama kali dari larva yang terinfeksi di Prancis oleh peneliti dari INRA, dan dikembangkan sebagai insektisida biologi oleh NPP (Natural Plant Protection). MbNPV digunakan untuk mengendalikan Mamestra brassicae, Helicoverpa armigera, Phthorimaea operculella dan Plutella xylostella pada tanaman sayuran, kentang, Cruciferae dan tanaman hias. Diaplikasikan dengan cara disemprotkan pada kanopi daun. Kompatibel dengan produk perlindungan tanaman lainnya, asalkan tidak bersifat repellent bagi serangga sasaran. Jangan diaplikasikan bersama fungisida berbasis tembaga, oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin. Gunakan air yang pH-nya netral. Tidak nampak adanya reaksi alergik atau masalah kesehatan lainnya pada mereka yang terlibat dalam penelitian, produksi serta pengguna MbNPV. Tidak ada buksi virus ini menyebabkan keracunan akut maupun krinis, juga tidak menyebabkan iritasi mata dan kulit pada mamalia (Copping, 2001). Mamestra configurata nucleopolyhedrovirus (McNPV) Insektisida mikrobiologi, digunakan untuk mengendalikan Mamestra configurata (berta armyworm) Neodiprion sertifer nucleopolyhedrovirus (NsNPV) Insektisida mikrobiologi, digunakan untuk mengendalikan Neodiprion spp. di bidang kehutanan. Orgya pseudotsugata nucleopolyhedro virus (OpNV) Insektisida biologi, digunakan untuk mengendalikan hama Orgya pseudotsugata. 26
  • 27. Spodoptera exigua nucleopolyhedro virus (SeNPV) Virus ini merupakan penyakit bagi Spodoptera exigua yang luas terdapat di alam (juga di Indonesia). Diproduksi dari larva Spodoptera exigua yang terinfeksi virus pada kondisi yang terkendali. Virus kemudian dipisahkan dari bangkai larva dengan cara sentrifugal. Sebagai insektisida biologi, SeNPV khusus digunakan untuk mengendalikan latva Spodoptera exigua (ulat bawang) pada berbagai tanaman, seperti sayuran, kapas, tanaman hias, anggur dsb. SeNPV kompatibel dengan kebanyakan pestisida lainnya yang bukan repellent bagi Spodoptera exigua. Jangan digunakan bersama fungisida berbasis tembaga, oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin. Tidak ada kejadian bahwa SeNPV menyebabkan keracunan, infeksi atau iritasi pada mamalia. Tidak ada respon alergi atau gangguan kesehatan lain yang disebabkan oleh penggunaan SeNPV, baik pada petani, pekerja atau pekerja pabrik. Gambar 05: Gejala khas ulat (Spodoptera spp.) yang mati karena virus SeNPV (dari Shepard, dkk.; IRRI) Spodoptera litura nucleopolyhedro virus (SlNPV) Virus ini merupakan penyakit bagi Spodoptera litura yang luas terdapat di alam (juga di Indonesia). Diproduksi sebagai insektisida biologi dari larva Spodoptera 27
  • 28. litura yang terinfeksi virus pada kondisi yang terkendali. Virus kemudian dipisahkan dari bangkai larva dengan cara sentrifugal. SlNPV khusus digunakan untuk mengendalikan latva Spodoptera litura (ulat grayak) pada berbagai tanaman, seperti sayuran, kapas, tanaman hias, anggur dsb. SlNPV kompatibel dengan kebanyakan pestisida lainnya yang bukan repellent bagi Spodoptera litura. Jangan digunakan bersama fungisida berbasis tembaga, oksidator yang kuat, asam, basa dan air yang mengandung klorin. Tidak ada kejadian bahwa SlNPV menyebabkan keracunan, infeksi atau iritasi pada mamalia. Tidak ada respon alergi atau gangguan kesehatan lain yang disebabkan oleh penggunaan SlNPV, baik pada petani, pekerja atau pekerja pabrik. C.4. Insektisida Mikrobiologi: Protozoa Beberapa spesies protozoa (dari kelompok Mikrosporidium) ternyata juga menyebabkan penyakit pada serangga, yang bisa mengakibatkan kematian serangga sasaran. Sejauh ini 2 spesies telah diproduksi secara komersial Nosema locustae Canning Nosema locustae diproduksi sebagai insektisida biologi dari rearing in vivo pada tubuh belalang, dan digunakan terutama untuk mengendalikan belalang. Paling efektif untuk mengendalikan larva belalang instar 2 dan 3 yang belum bersayap. Protozoa ini harus dimakan terlebih dahulu supaya bekerja. Dalam usus belalang spora Nosema akan berkecambah dan menginfeksi tubuh serangga sehingga menyebabkan kematin. Respons belalang terhadap infeksi Nosema bermacam-macam. Beberapa diantaranya akan mati segera setelah infeksi, dan lainnya akan menjadi lemah dan lunak (sluggish). Belalang yang lemah ini sering dimakan oleh kawannya yang masih sehat (kanibalisme), sehingga belalang yang memakan tersebut juga akan terinfeksi Nosema. Infeksi oleh Nosema dapat diturunkan ke generasi belalang selanjunya lewat telur. Sekali mantap pada suatu populasi belalang, Nosema biasanya dapat bertahan sepanjang tahun. Nosema merupakan penyakit Protozoa (Microsporidium) yang dapat menginfeksi sekitar 60 spesies belalang yang berbeda. 28
  • 29. Nosema locustae dianggap sebagai tidak beracun terhadap mamalia. Tidak menimbulkan iritasi, tidak terakumulasi dan tidak berkembang biak pada kelinci. LD50 oral (tikus) >5000 mg/kg. Toksisitas formulasi EPA kelas IV. Vairimorpha necatrix (Kramer) Piley Pertama kali dilaporkan sebagai penyakit pada ulat Pseudaletia unipuncta (semacam ulat grayak) di Hawaii. Insektisida biologi digunakan untuk mengendalikan serangga hama dari ordo Lepidoptera, seperti Helicoverpa, Ostrinia, Spodoptera dan Tricliplusia, pada berbagai tanaman, termasuk jagung, kedelai, kapas, dan tanaman sayuran. C.5. Insektisida Mikrobiologi: Nematoda Beberapa spesies nematoda, terutama dari Genus-genus Heterorhabditis (Heterorhabditidae) dan Steinernema (Steinernematidae) diketahui merupakan parasit bagi sejumlah serangga hama. Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri tertentu (Heterorhabditis dengan bakteri Photorhandus, dan Steinernema dengan bakteri Xenorhabdus spp), yang tidak menyebabkan kerugian apapun bagi nematoda, tetapi merupakan patogen (penyebab penyakit) bagi serangga sasaran. Apabila nematoda memasuki tubuh serangga hama sasaran (melalui salah satu lobang alami seperti mulut, anus, dsb. Atau lewat kulit), di dalam tubuh serangga keluarlah bakteri yang berada dalam tubuh nematoda tersebut, dan racun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri tersebut akan membunuh serangga dalam beberapa jam (hingga 48 jam). Sediaan yang diproduksi secara komersial hanya berisi larva nematoda stadia 3, karena hanya larva stadia inilah yang dapat hidup di luar tubuh serangga, sebab mereka tidak perlu makan. Nanti, sesudah serangga sasaran mati, bakteri yang bersimbiose dengan nematoda akan menghancurkan bangkai serangga menjadi materi yang dapat dimakan oleh larva stadia 4, yang akan berkembang dalam sisa-sisa bangkai serangga. Larva stadia 4 ini akan tumbuh menjadi nematoda hermafrodit yang dapat bertelur masing-masing hingga 1500 butir. Telur ini akan menetas menjadi nematoda jantan dan betina, yang selanjutnya akan berbiak secara seksual. Bila makanan tersedia, sesudah kawin nematoda jantan mati, dan yang betina akan bertelur dalam bangkai serangga. Tetapi bila 29
  • 30. makanan tidak tersedia, larva stadia 1 dan 2 akan berkembang dalam bangkai serangga, dan ketika mencapai stadia 3 mereka akan keluar dari bangkai serangga untuk mencari inang (serangga) baru. Nematoda Heterorhabditis dan Steinernema merupakan parasit serangga yang sangat agresif. Larva instar 3 dapat bergerak beberapa puluh cm untuk mencari inang baru (Copping, 2001). Telah diketahui ada 10 spesies Steinernema dan 3 spesies Heterorhabditis dapat dimanfaatkan sebagai insektisida. Kedua genus ini mempunyai beberapa kelebihan sehingga banyak dikembangkan sebagai insektisida biologi, yakni (Habazar & Yaherwandi, 2006). - Mempunyai kisaran inang yang cukup luas - Mampu membunuh inang dalam waktu 48 jam - Dapat dibiakkan dalam media buatan - Tidak ada inang yang resisten terhadap nematoda ini - Aman terhadap lingkungan. Beberapa spesies nematoda yang telah diproduksi secara komersial adalah sebagai berikut. Heterorhabditis bacteriophora Poinar Insektisida mikrobiologi ini dahulu diketahui sebagai Heterorhabditis heliothidis, mula-mula diketemukan di Eropa dan Amerika Utara, tetapi sekarang tersebar luas sebagai nematoda penghuni tanah. H. bacteriophora efektif untuk mengendalikan berbagai serangga tanah seperti Popillia japonica, Phyllopertha horticola, Hoplia philanthus, Otiorhynchus sulcatus, pada berbagai tanaman pertanian, tanaman hias dan lapangan rumput. Heterorhabditis bacteriophora bersimbiose dengan bakteri Photorhabdus luminescens. Diaplikasikan sebagai kocoran (drenching) pada tanah dimana serangga sasaran berada. Diperlukan suhu tanah tidak kurang dari 12oC dan suhu udara antara 12 – 30oC hingga 2 minggu sesudah aplikasi. Dapat juga disemprotkan pada kanopi daun dengan volume tinggi, tetapi jangan sampai run-off. Dapat dicampur dengan insektisida, tetapi jangan dicampur dengan fungisida benzimidazole, oksidator yang kuat, asam dan basa. 30
  • 31. Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan H. bacteriophora. LD50 dermal (tikus) >2000 mg/kg bb. Heterorhabditis megidis Poinar, Jackson & Kein Insektisida biologi ini juga terdapat luas sebagai nematoda tanah. Isolat-isolat UK 211 dan HW79 telah diproduksi secara komersial untuk mengendalikan serangga tanah seperti Otiohrynchus sulcatus (vine weevil) pada sayuran dan tanaman hias. Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Photorhabdus temperata. Diaplikasikan debagai kocoran pada tanah. Lahan yang dikocor harus lembab pada saat pengocoran, namun harus dapat dikeringkan sesudah pengocoran. Suhu tanah antara 12 – 30oC pada saat, dan 2 minggu sesudah, aplikasi. Tidak kompatibel dengan insektisida tanah, oksidator yang kuat, asam dan basa. Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan H. megidis. Steinernema carpocapsae Weiser Nematoda yang bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus nematophilus ini dahulu dikenal denagn nama Neoaplectana carpocapsae. Mula-mula dijumpai di Eropa, tetapi sekarang tersebar di seluruh dunia. Digunakan sebagai insektisida mikrobiologi untuk mengendalikan vine weevil (Otiorhynchus sulcatus), dan serangga tanah lainnya seperti Agrotis spp, anjing tanah (orong-orong, Gryllotalpa spp.), Tipula spp., ulat grayak (Spodoptera spp.), penggerek batang, dan sebagainya; pada tanaman sayuran dan tanaman hias. Diaplikasikan sebagai drenching secara merata pada tanah yang diperlakukan. Tidak dapat hidup pada pupuk kandang. Perlu kelembapan tinggi dan temperatur diatas 15oC agar efektif. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam dan basa. Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan S. carpocapsae. 31
  • 32. Steinernema feltiae Filipjev Dahulu dikenal sebagai Neoaplectana bibionis, N. Feltiae, N. Leucaniae, Steinernema bibionis. Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus bovienii. Isolat UK 76 digunakan sebagai insektisida mikrobiologi untuk mengendalikan beberapa spesies lalat (Bradysia spp., Lycoriella spp., Sciara spp.) dan beberapa serangga tanah lainnya pada sayuran dan tanaman hias, strawberry, serta budidaya jamur. Diaplikasikan sebagai drenching secara merata pada tanah yang diperlakukan. Tidak dapat hidup pada pupuk kandang. Perlu kelembapan tinggi dan temperatur antara 10-30oC agar efektif. Tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam dan basa. Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan S. feltiae. Steinernema glaseri (Steiner) Produk komersial mengandung S. glaseri isolat B-326 yang diisolasi dari tanah di New Jersey, Amerika Serikat, digunakan sebagai insektisida mikrobiologi untuk mengendalikan lundi (uret) dari kumbang Scarabaeidae pada lapangan rumput (turf). Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus poinarii. Diaplikasikan dengan cara kocoran di tanah. Tanah harus lembab dan suhu antara 15 – 35oC (terbaik antara 25 – 35oC). Kompatibel dengan pestisida biologi dan pestisida kimia pada umumnya, tetapi tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam dan basa. Steinernema kraussei (Steiner) Travassos Produk insektisida mikrobiologi komersial mengandung S. kraussei isolat L-137, digunakan untuk mengendalikan larva (uret) dari vine weevil (Otiorinchus sulcatus), dan serangga tanah lainnya pada sayuran, tanaman hias dan strawberry. Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus spp. Diaplikasikan dengan cara kocoran di tanah. Kompatibel dengan pestisida biologi dan pestisida kimia pada umumnya, tetapi tidak kompatibel dengan oksidator yang kuat, asam dan basa. Tidak ada laporan mengenai reaksi alergi atau reaksi negatif lainnya pada orang-orang yang terlibat dalam riset, produksi dan penggunaan S. kraussei serta bakteri yang hidup bersamanya. 32
  • 33. Steinernema riobrave Cabanillas, Pionar & Raulston Nematoda ini hidup bersama bakteri Xenorhabdus spp., seagai insektisida biologi digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga tanah. Steinernema scapterisci Nguyen & Smart Nematoda ini bersimbiose dengan bakteri Xenorhabdus spp., digunakan untuk mengendalikan orong-orang (Gryllotalpa spp.) D. INSEKTISIDA ALAMI LAINNYA Disamping insektisida dan akarisida alami yang diambil dari mikroorganisme (baik secara langsung maupun lewat fermentasi) dan tumbuhan, ada beberapa bahan alami yang tidak dapat dimasukkan kedalam kelompok tersebut di atas. Contohnya adalah sebagai berikut. Kriolite (Cryolite) Kriolit adalah mineral alami yang mengandung trisodium heksafluoroaluminat, digunakan sebagai racun perut untuk mengendalikan serangga Lepidoptera dan Coleoptera pada beberapa sayuran dan buah-buahan. LD50 oral pada tikus >5000 mg/kg bb, LD50 dermal pada kelinci >2000 mg/kg bb. Minyak bumi Minyak bumi diambil dari alam, dan telah digunakan baik sebagai insektisida, akarisida, herbisida dan ajuvant sejak lama. Produk minyak bumi yang telah dimurnikan antara lain dikenal dengan nama Agricultural Mineral Oil atau Broad- Range Petroleum Spray Oil dan Horticultural Mineral Oil atau Narrow-Range Petroleum Oil. Minyak bumi membunuh serangga dengan cara yang tidak spesifik, misalnya menutup lobang pernafasan (spirakel) serangga, sehingga serangga mati lemas. Minyak bumi yang diaplikasikan di air akan menghambat larva nyamuk mengambil udara dari permukaan air, sehingga jentik-jentik nyamuk mati karena kekurangan oksigen. 33
  • 34. Tanah diatomae (diatomaceous earth) Tanah diatomae terdapat dan ditambang dari alam. Tanah diatomae merupakan timbunan fosil yang terdiri dari cangkang sejenis ganggang bersel satu (Bacillariophyceae). Timbunan cangkang ini kemudia dihaluskan dan digunakan sebagai – antara lain – insektisida. Cara kerja tanah diatomae juga tidak spesifik, antara lain karena sangat higroskopis sehingga mampu menyerap cairan tubuh serangga yang terpapar, dan serangga akhirnya matu karena dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). E. MAKROLIDA Fermentasi yang melibatkan mikroorganisme (jamur, bakteri) ternyata tidak hanya menghasilkan antibiotika, tetapi juga menghasilkan senyawa kimia atau kumpulan senyawa kimia lain yang strukturnya berbeda, disebut sebagai lakton makrosiklik (macrocyclic lactones) atau singkatnya makrolida (macrolides) atau makrolakton (macrolacton). Senyawa-senyawa makrolida ini - seperti banyak senyawa alami lainnya - memiliki struktur kimia yang sangat kompleks dan sulit diproduksi secara komersial oleh industri dengan cara sintesis. Antibiotika banyak digunakan di bidang kedokteran, kedokteran hewan, dan sebagian kecil digunakan di bidang pertanian sebagai fungisida dan bakterisida, dan lebih sedikit lagi digunakan sebagai insektisida. Sedangkan makrolida, karena efikasinya yang sangat baik untuk mengendalikan serangga, tungau dan nematoda parasit, kecuali digunakan di bidang kedokteran, juga banyak digunakan di bidang pertanian dan kesehatan hewan, sebagai insektisida, akarisida dan nematisida. Beberapa makrolida telah diproduksi secara komersial, dan beberapa lagi masih dalam taraf pengujian dan pengembangan. Sejarah makrolida diawali pada awal 1970-an, ketika perusahaan Sankyo dan Merck berhasil mengisolasi milbemisin dan avermektin yang memiliki struktur mirip, dan ternyata efektif digunakan sebagai insektisida. Keduanya merupakan hasil fermentasi yang memanfaatkan Streptomyces yang berbeda. 34
  • 35. Makrolida mudah didegradasi di lingkungan sehingga tidak berpotensi menjadi pencemar lingkungan. Secara umum, penerimaan masyarakat terhadap senyawa alami juga lebih baik dibandingkan dengan senyawa sintetik. Klasifikasi insektisida antibiotika dan makrolida menurut Alan Wood (2006) adalah sebagai berikut (kelompok naktin ditambahkan oleh penulisi): - Insektisida antibiotika: allosamin dan thuringiensin - Insektisida lakton makrosiklik (makrolida) o Kelompok avermektin: abamektin, doramektin, emamektin, eprinomektin, ivermektin, selamektin o Kelompok milbemisin: lepimektin, milbemektin, moksidektin o Kelompok spinosin: spinetoram dan spinosad o Kelompok naktin: dinaktin, trinaktin, tetranaktin, polinaktin E.1. Makrolida: Avermectin Abamektin (abamectin) - Penjelasan singkat: Insektisida dan akarisida ini diisolasi dari fermentasi bakteri Streptomyces avermitilis (Actinomycetes). Efeknya sebagai akarisida dilaporkan oleh I. Putter dkk., pada tahun 1981, dan diintroduksikan oleh Merck Sharp & Dohme Agvet (sekarang Syngenta). Abamektin tersusun atas sedikitnya 80% avermektin B1a dan tidak lebih dari 20% avermektin B1b. - Hama yang dapat dikendalikan: Digunakan untuk mengendalikan stadia motile dari akarina, leaf miner (pengorok daun), serangga penusuk-pengisap, kumbang colorado, dsb., pada tanaman hias, kapas, jeruk, sayuran, kentang, dan sebagainya. - Mode of action: Abamektin adalah racun syaraf yang bekerja dengan menstimulasi produksi gamma-amino asam butirat (GABA: gamma-aminobutyric acid, suatu penghambat neurotransmitter), menyebabkan serangga yang terpapar mengalasi paralisis. Abamektin merupakan racun kontak dan racun perut, sangat sedikit sifat sistemiknya, tetapi memiliki sifat translaminar. 35
  • 36. - LD50 oral: Tikus 10 mg/kb bb (dalam minyak wijen) dan 221 mg/kg bb (dalam air). - LD50 dermal: >2000 mg/kg bb (kelinci). - ADI: 0,002 mg/kg bb (JMPR). - Kelas toksisitas: EPA (formulasi) kelas IV. - Iritasi: Menyebabkan iritasi ringan pada mata, tetapi tidak pada kulit (kelinci). - Lain-lain: Tidak bersifat mutagenik pada test Ames. Di Indonesia abamektin terdaftar dengan nama-nama dagang, antara lain: Agrimec, Amect, Aspire, Bamex, Calebtin, Catez, Demolish, Dimectin, Diomec, Kiliri, Mitigate, Numectin, Promectin, Schumec, Sidamec, Stamec, Supemec, Taldin, Tsubamec, dan Wito. Digunakan (misalnya: Agrimec) untuk mengendalikan Aphis pomi (apel), Thrips parvispinus (cabai), pengorok daun Phyllocnitis citrella (jeruk), hama-hama Spodoptera, Phaedonia, Lamprosema, Etiella, Riptortus (kedelai), Maruca (kacang panjang), Liriomyza spp. dan Thrips palmi (kentang), Plutella (kubis) (Anonim, 2006). Emamektin (emamectin) - Penjelasan singkat: Insektisida ini diisolasi dari fermentasi bakteri Streptomyces avermitilis (Actinomycetes). Emamektin tersusun atas emamektin B1a dan emamektin B1b, dan diproduksi dalam bentuk emamektin-benzoat. - Hama yang dapat dikendalikan: Emamektin terutama sangat baik untuk mengendalikan larva Lepidoptera, dengan efek tambahan terhadap thrips, tungau dan pengorok daun, pada tanaman sayuran, jagung, teh, kapas, dan kedelai. Juga direkomendasikan digunakan dengan cara injeksi pohon (pinus). - Mode of action: Emamektin terutama adalah racun kontak, yang mempunyai efek sebagai racun perut. Hanya memiliki sediukit efek sebagai racun sistemik (diserap lewat akar tanaman), tetapi memiliki efek translaminar yang kuat. Terhadap serangga bekerja sebagai racun syaraf, yang secara biokimia bekerja dengan menstimulasi gamma amino asam butirat (GABA). - LD50 oral: 70 mg/kg bb (tikus) - LD50 dermal: >2000 mg/kg bb (tikus). - NOEL: 0,2 mg/kg bb (anjing, 1 tahun). - ADI: 0,0025 mg/kg bb. - Kelas toksisitas: WHO (bahan aktif) kelas II, EPA (formulasi) kelas II. 36
  • 37. - Iritasi: Menyebabkan iritasi berat pada mata dan kulit (kelinci). E.2. Makrolida: Milbemycin Milbemektin (milbemectin) - Penjelasan singkat: Insektisida dan akarisida ini dihasilkan dari fermentasi bakteri (Actinomycetes) Streptomyces hygroscopius subsp. aureolacrimosus. Milbemektin tersusun atas 2 jenis milbemisin yang homolog, yakni milbemisin A 3 (metil-milbemisin) dan milbemisin A4 (etil-milbemisin), dengan perbandingan 3 : 7. - Hama yang dapat dikendalikan: Milbemektin merupakan insektisida dan akarisida yang kuat, digunakan untuk mengendalikan tungau merah dan tungau merah jambu pada jeruk, dan tungau-tungau lainnya termasuk spider mite. Juga direkomendasikan untuk mengendalikan pengorok daun pada jeruk dan teh. - Mode of action: Bekerja sebagai racun syaraf, yang merangsang produksi gamma amino asam butirat (GABA), sehingga menghambat kerja neurotransmiter. Milbemektin adalah racun kontak dan racun perut, semi sistemik dengan efek translaminar. - LD50 oral: 762 mg/kg bb (tikus jantan), 456 mg/kg bb (tikus betina). - LD50 dermal: >5000 mg/kg bb (tikus). - NOEL: 6,81 mg/kg (tikus jantan), 8,77 mg/kg (tikus betina). - ADI: 0,03 mg/kg bb. - Lain-lain: Non-mutagenik, non-karsinogenik, non-teratogenik. E.3. Makrolida: Spinosin Spinosad - Penjelasan singkat: Insektisida spinosad komersial merupakan campuran dari spinosin A dan spinosin B, yang diperoleh sebagai metabolit sekunder dari fermentasi dari bakteri aerobik, gram-positif, Saccharopolyspora spinosa (Actinomycetes). 37
  • 38. - Hama yang dapat dikendalikan: Spinosad direkomendasikan untuk mengendalikan larva Lepidoptera, pengorok daun, thrips, dan kumbang pemakan daun, pada sayuran, jagung, kapas, anggur, tanaman hias. Juga digunakan di bidang peternakan. - Mode of action: Secara biokimia spinosad bekerja pada reseptor nikotinik asetilkholin, tetapi pada lokasi yang berbeda dengan isteksida dari kelas nikotinoid atau neonikotinoid. Spinosad juga mempengaruhi reseptor GABA, tetapi peranannya belum jelas. Racun kontak dan racun perut. - LD50 oral: 3783 mg/kg bb (tikus jantan), >5000 mg/kg bb (tikus betina). - LD50 dermal: >2000 mg/kg bb (kelinci). - NOEL: pada anjing, mencit dan tikus masing-masing adalah 5, 6-8 dan 10 mg/kg/hari (13 minggu). - ADI: 0,02 mg/kg bb. - Kelas toksisitas: WHO (bahan aktif) kelas U, EPA (formulasi) kelas IV. - Irritasi: Tidak menyebabkan iritasi kulit, tetapi sedikit menyebabkan iritasi mata (kelinci). - Lain-lain: Tidak menampakkan efek neurotoksik, reproduktif atau mutagenik pada anjing, mencit atau tikus. E.4. Makrolida: Naktin Polinaktin (polynactins) - Penjelasan singkat: Akarisida polinaktin, yang merupakan campuran dari dinaktin, trinaktin dan tetranaktin, merupakan metabolit sekunder dari fermentasi Streptomyces aureus isolat S-3466. - Hama yang dapat dikendalikan: Sangat efektif, terutama pada kondisi basah, untuk mengendalikan tungau (akarina) seperti Tetranychus cinnabarinus, Tetranychus urticae dan Panonychus ulmi pada tanaman buah. - Mode of action: Secara biokimia, polinaktin bekerja mempengaruhi mitokondria. Air sangat penting untuk bekerjanya senyawa kimia ini. - LD50 oral: Polinaktin umumnya dianggap tidak berbahaya bagi mamalia. LD50 oral untuk mencit adalah >15.000 mg/kg. - LD50 dermal: >10.000 mg/kg bb (mencit). - Kelas toksisitas: EPA (formulasi) kelas IV. 38
  • 39. - Iritasi: Sedikit menimbulkan iritasi ringan pada kulit dan mata. Daftar Pustaka - Anonim (2006): Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Depatemen Pertanian Republik Indonesia. - Anonim: Bacillus thuringiensis. Wilkipedia, http;//www.wilkimediafoundation. org/ - Baehaki, Dr. Ir. SE (1993): Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Angkasa, Bandung. - Beattle, GAC; O. Nicetic, AS. Kalianpur dan Z. Hossain (2004): Managing Resistance with Horticultural Mineral Oils. Some Example from Different Crop. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Management Resistensi Pestisida dalam Penerapan Pengelolaan Hama Terpadu. UGM, Yogyakarta, 24-25 Februari 2004. - Copping, LG (editor, 2004): The Manual of Biocontrol Agents. BCPC - Djojosumarto, Panut (2008): Pestisida dan Aplikasinya. Agromedia Pustaka, Jakarta - Extoxnet (1996): Abamectin. Extesion Toxicology Network. http://npic.orst.edu/ - Fisher, Hans-Peter, et al (1922): New Agrochemicals Based on Microbial Metabolites: New Biopesticides. Proceeding of the ’92 Agricultural Biotechnology Symposium on Biopesticides, Korea, September 1992 - Flint, Mary Louis dan Robert Bosch (1991): Pengendalian Hama Terpadu, Sebuah Pengantar. Edisi terjemahan Indonesia, Kanisius, Yogyakarta. - Habazar, Prof. Dr. Ir. Trimurti, dan Dr. Ir. Yaherwandi Msi (2006): Pengendalian Hayati Hama dan Penyakit Tumbuhan. Andalas University Press, Padang. - Luthy, P (1993): Tailor-Made Insect Control with Bacillus thuringiensis. Insect Control No. 20, May 1993. - Novizan, Ir. (2002): Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. AgroMedia Pustaka, Jakarta. - NPTN: Bacillus thuringiensis, General Fact Sheet. National Pesticide Telecommunications Network. http://nptn.orst.edu/ - NPTN: Pyrethrin & Pyrethroid. National Pesticide Telecommunications Network. http://nptn.orst.edu/ 39
  • 40. - Pitterna, Thomas (1997): Macrolides as Pest Control Agents: Avermectin and Milbemycins. Insecticide Newsletter No. 3, December 1997 - Shepard, B.M.; dkk (1987): Friends of Rice Farmer. Helpful Insects, Spiders, and Pathogen. International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna, the Philippines. - Singleton, Paul; dan Diana Sainsbury (19981): Dictionary of Microbiology. John Wiley & Sons. - Tomlin, CDS (editor, 2001): The Pesticide Manual. BCPC - Wood, Alan (1995-2007): Compendium of Pesticide Common Name: Insecticides. http://www.alanwood.net. - 40