Dokumen ini membahas pentingnya memahami detail struktur dalam konstruksi bangunan tahan gempa. Banyak bangunan yang rusak akibat desain dan pelaksanaan yang kurang memenuhi standar, seperti penulangan yang kurang sesuai persyaratan. Dokumen ini menjelaskan prinsip dasar desain bangunan tahan gempa serta kesalahan umum dalam detailing struktur seperti dimensi penampang, pengelasan, dan pengaturan penulangan secara
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
Structure detailing
1. PENTINGNYA MEMAHAMI DETAILING STRUKTUR
DALAM KONSTRUKSI BANGUNAN TAHAN GEMPA
Edi Supriyanto, ST
edi@supriyanto.web.id
1. Pendahuluan
Dalam kejadian gempa di Indonesia beberapa tahun
belakangan ini, bangunan sederhana seperti rumah atau bangunan
bertingkat lainnya yang terbuat dari struktur beton bertulang, banyak
yang mengalami kerusakan. Kerusakan-kerusakan tersebut pada
umumnya disebabkan oleh faktor desain dan pelaksanaan yang
memang kurang memadai. Berdasarkan pengamatan di lapangan,
banyak dijumpai detailing penulangan yang ternyata kurang memenuhi
persyaratan minimum untuk bangunan tahan gempa.
Padahal untuk beberapa kejadian gempa yang telah terjadi di
Indonesia, beban gempa dinilai masih lebih rendah dari pada gempa
“design” menurut definisi SNI 03-1726. Jadi kerusakan-kerusakan yang
banyak terjadi bukan disebabkan karena terlampauinya beban
rencana. Bukan gempa yang membunuh, atau pun gedungnya, akan
tetapi gedung yang didesain, dan dilaksanakan dengan buruk menjadi
salah satu jalan penyebabnya.
Prinsip dasar yang melandasi semua peraturan bangunan
adalah bagaimana mendapatkan desain gedung yang aman dan kalau
pun terjadi kerusakan harus dapat meminimalkan korban jiwa.
2. Detailing dalam Design Perencanaan
Indonesia saat ini telah mempunyai peraturan gempa yang
modern, perubahan-perubahan terus dilakukan mengikuti
perkembangan standar-standar dunia yang menjadi rujukan. Elemen
kunci untuk perencanaan struktur beton tahan gempa yaitu : kuat
lateral perlu dengan mengacu ke kode ASCE-7-10 (Minimum Design
Loads for Building and Other Structures), sedangkan untuk detailing
daktilitas mengacu ke ACI-318M-2011 Chapter 21 (Earthquake
Resistant Structures).
Sudah menjadi kewajiban bagi para konsultan dan praktisi untuk
secepatnya mengadopsi perubahan tersebut. Dalam banyak hal,
sungguh merupakan suatu kenyataan yang harus kita akui bahwa
belum banyak konsultan yang menguasai secara mendalam berbagai
peraturan yang berlaku di Indonesia.
Hanya sedikit yang benar-benar mampu menghasilkan desain
struktur bangunan tahan gempa serta berkualitas baik. Karena
2. perencana, yang dalam perencanaannya menyatakan struktur telah di
desain sudah sesuai persyaratan bangunan tahan gempa,
sesungguhnya sudah cukup memberi garansi atas performance
bangunan terhadap life safety.
Dalam praktek yang sesungguhnya terjadi di lapangan, ternyata
tidak sedikit arsitek yang juga ikut-ikutan mengeluarkan desain
struktur. Berbekal arsip drawing proyek-proyek yang telah lalu maka
kemudian dipergunakan untuk bangunan-bangunan yang lainnya.
Padahal sesungguhnya tiap bangunan memiliki karakteristiknya
masing-masing.
3. Detailing dalam Pelaksanaan
Teori teknik gempa dan konstruksi beton sudah diajarkan di
perguruan tinggi. Cara membuat bangunan tahan gempa sudah ada
petunjuknya baik dari Departemen Pekerjaan Umum maupun dari
lembaga independen lain, namun ternyata masalahnya tidak
sesederhana itu saja.
Harus kita akui untuk pelaksanaan di lapangan, tingkat
kepedulian pemborong maupun pengawas akan detail kecil yang
penting masih relatif rendah. Kesadaran pemilik proyek akan kualitas
struktur bangunan belum banyak muncul; mereka terlalu
berkonsentrasi pada nilai ekonomi proyek dan keindahan gedung.
Ketimpangan pengalaman yang dimiliki oleh engineer yang
bekerja di daerah dengan kota besar juga memunculkan kesenjangan
tersendiri. Banyak kesalahan-kesalahan terjadi pada tingkat
pelaksanaan di lapangan.
Engineer di lapangan juga mempunyai kewajiban atau di tuntut
setidaknya untuk melakukan evaluasi cepat terhadap desain yang
sedang mereka kerjakan. Serta memberikan input bagi perencana
apabila menemukan hal-hal yang di rasa masih menyelisihi peraturan.
4. Kesalahan-kesalahan Umum Detailing
Berikut penulis tampilkan beberapa seri foto pelaksanaan
proyek dan kerusakan-kerusakan gempa akibat kesalahan di dalam
detailing. Kesalahan-kesalahan dalam detailing tentunya tidak mudah
untuk di deteksi apabila kita tidak memahami akan kode.
3. See ACI-318M-2011 Chapter 21.6.3.3 (Lap splices - Longitudinal
reinforcement)
See ACI-318M-2011 Chapter 21.6.1.1 Cross-sectional dimension)
4. See ACI-318M-2011 Chapter 21.6.4.3 (Spacing of transverse
reinforcement)
See ACI-318M-2011 Chapter 21.6.1.1 Cross-sectional dimension)
See ACI-318M-2011 Chapter 21.6.4 Transverse reinforcement
5. See ACI-318M-2011 Chapter 21.6.4 Transverse reinforcement
See ACI-318M-2011 Chapter 21.5.1.3 - Geometry
See ACI-318M-2011 Chapter 21.5.2.3 (Lap splices - Longitudinal
reinforcement)
See ACI-318M-2011 Chapter 21.5.3 Transverse reinforcement
6. Referensi :
ACI
Committee
318
(2011).
“Building
Code
requirements
for
Structural
Concrete
(ACI
318M-‐11)
and
commentary”,
ACI,
Farmington
Hills,
MI.
Imran,
I.,
Raka,
I.G.P.
(2007),
“Indonesian
Concrete
Code
for
Buildings
(SNI
03-‐
2847-‐2002)
with
Commentary”,
ITSPress,
Surabaya,
Indonesia.
Purwono,
R.,
Tavio,(2007),
“Evaluasi
Cepat
Sistem
Rangka
Pemikul
Momen
Tahan
Gempa”,
ITSPress,
Surabaya,
Indonesia.
Tentang Penulis
Mengawali karir di dunia konstruksi pada proyek high rise building “The
Pakubuwono Residence”, Jakarta. Saat ini sebagai construction manager di
PTBB. Penulis bisa dihubungi melalui edi@supriyanto.web.id |
+6281338718071
Bedugul – Bali, 12 Sya’ban 1434 H