Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014
1. 1
ISI
MASA DEPAN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA
N/A 5
TEKNOLOGI DAN POLITIK
N/A 8
RUPIAH
Rhenald Kasali 11
PANGAN, ENERGI, DAN LINGKUNGAN
Arif Satria 14
TANTANGAN EKONOMI PRESIDEN TERPILIH
Firmanzah 17
MENIMBANG INVESTASI ASING PASCAPILPRES 2014
Ivan A Hadar 23
MENJADI SPONSOR OLAHRAGA
Alberto Hanani 26
STABILITAS PASCAPILPRES
2. 2
Firmanzah 29
MENGGUGAT JURUS ANTIKEMISKINAN
Khudori 32
JERMAN DAN LEGENDA LORELEI
Rhenald Kasali 35
TANTANGAN EKONOMI POLITIK PRESIDEN BARU
Bambang Setiaji 38
BERKAH LEBARAN BAGI MULTIFINANCE
Paul Sutaryono 42
PENGARUH SISTEM PEMBAYARAN TERHADAP INVESTASI
Achmad Deni Daruri 45
KEMEWAHAN
Rhenald Kasali 48
AGENDA EKONOMI PRESIDEN BARU
Ahmad Erani Yustika 51
MUDIK DAN PROYEK NASIONAL
3. 3
Rhenald Kasali 54
MUNGKINKAH LEBARAN TANPA INFLASI?
Khudori 57
MEWASPADAI KEAMANAN PANGAN
Toto Subandriyo 60
GELOMBANG KE-3 PASCAREFORMASI
Firmanzah 63
SOLUSI PERMASALAHAN ENERGI
Marwan Batubara 66
TEOLOGI NEGARA MARITIM
Rokhmin Dahuri 69
MADE IN INDONESIA
Joko Mogoginta 73
BELAJAR DARI KEMAJUAN REPUBLIK KOREA
Vishnu Juwono 75
BUBUR PANAS DAN PENGENDALIAN BBM
4. 4
Rhenald Kasali 78
KOREKSI SUBSIDI
Bambang Soesatyo 81
TRANSFORMASI SISTEM PEMBAYARAN
Achmad Deni Daruri 84
MIMPI INDONESIA MANDIRI
Ahmad Yani 87
APBN 2015: JEMBATAN ANTARPEMERINTAHAN
Firmanzah 90
MENGGAGAS INDONESIA SHIPPING INCORPORATED
Siswanto Rusdi 93
JERMAN, BIG DATA, DAN PIALA DUNIA
Alberto Hanani 95
MENUMBUHKAN KEWIRAUSAHAAN
Elfindri 98
5. 5
Masa Depan Industri Telekomunikasi Indonesia
Industri telekomunikasi terus berubah. Semisal, pada awalnya, penggunaan telepon seluler
hanya untuk komunikasi suara dan pengiriman pesan melalui SMS , tetapi kini telepon seluler
sudah sangat canggih.
Tak sekadar untuk kebutuhan komunikasi, melainkan juga dimanfaatkan untuk kegiatan
bisnis. Kebutuhan komunikasi dan kegiatan bisnis yang semakin canggih membuat operator
telekomunikasi harus berbenah dan berinovasi untuk memenangi persaingan. Apalagi kini
pasar industri telekomunikasi sudah memasuki fase jenuh lantaran penetrasinya sudah
mencapai hampir 100%. Dalam masa ini, para operator telekomunikasi harus berupaya
dengan berbagai strategi untuk mempertahankan pelanggannya atau berinovasi untuk
merebut pelanggan operator lain.
Operator telekomunikasi dituntut bekerja lebih keras karena berdasarkan survei Tektronix
Communications awal April lalu, operator seluler Indonesia memiliki risiko kehilangan
hampir seperempat dari jumlah pelanggan mereka. Layanan pelanggan yang buruk adalah
alasan yang menjadi pertimbangan utama berpindah operator.
Meski penetrasi seluler sudah mencapai hampir 100%, pasar di industri telekomunikasi,
khususnya seluler, masih mempunyai ruang untuk berkembang. Industri operator seluler
diprediksi mampu tumbuh 7- 8% tahun ini. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan adalah
rencana operator yang terus meningkatkan layanan data dengan menggelontorkan dana
triliunan rupiah guna memperkuat jaringan infrastrukturnya. Pengguna layanan internet yang
masih terbilang sedikit dibandingkan dengan pelanggan seluler bisa menjadi celah bagi
operator untuk mengembangkan bisnis. Saat ini penetrasi internet di Tanah Air baru
mencapai 25% dari total penduduk. Masih ada ruang pertumbuhan menjanjikan untuk seluler,
baik secara demografis, geografis maupun layanan seluler baru seperti digital.
Secara industri, saat ini rata-rata 70% pendapatan operator berasal dari layanan suara dan
pesan singkat, sedangkan 30% dari layanan data. Namun porsi tersebut bisa terbalik dalam
tiga sampai empat tahun mendatang. Dengan kata lain, kontribusi layanan data bisa mencapai
70% pada 2016. Hal itu terkait dengan gencarnya perkembangan broadband dan smartphones
sehingga mendorong perkembangan data dan digital business.
Basic service seperti voice dan SMS tetap masih berperan penting untuk kebutuhan dasar
konsumen dalam berkomunikasi, tetapi untuk 18 bulan ke depan kita akan melihat
perkembangan cukup signifikan pada broadband dan digital business. Nantinya kedua hal ini
akan menjadi pendapatan utama operator. Menyikapi perkembangan ini, Telkomsel telah
jauh-jauh hari melakukan transformasi untuk menghadapi revolusi di industri
telekomunikasi.
6. 6
Di era globalisasi ini persaingan tak hanya datang dari operator lokal lainnya, tetapi juga dari
raksasa semacam Google, Facebook, dan masih banyak lagi. Meski begitu industri
telekomunikasi Indonesia cukup beruntung karena majunya belakangan sehingga relatif
mempunyai waktu yang lebih banyak atas dampak perubahan yang ekstrem di industri ini.
Sebagai gambaran di Amerika Serikat, dulu yang terkenal adalah operator AT&T, tapi
sekarang pamornya sudah tenggelam dengan nama besar Google. Sementara di Eropa, dulu
nama France Telecom dan British Telecom sangat dominan, tetapi sekarang digantikan
Vodafone. Artinya terjadi perubahan industri di mana benang merahnya revolusi industri ini
adalah lahirnya internet protocol (IP).
Dalam melihat industri ini ke depan, kunci utamanya terletak pada pembangunan ekosistem
DNA: device, network, dan application. Dahulu hampir tidak ada device dan application,
hanya network. Namun seiring dengan berjalannya waktu, karena di-drive oleh teknologi IP,
yang jauh lebih berkembang ternyata adalah application atau over the top (OTT).
Hal ini membuat bisnis network yang dominan selama ini dilakukan operator menjadi
terjepit. Pasalnya, investasi di bisnis network itu ada dua, yaitu orang dan perangkat,
sedangkan di application investasinya hanya orang. Jika perusahaan penyedia network tidak
cerdas, ke depannya akan terjepit. Solusi untuk perusahaan network yang berhasil bukanlah
persaingan, tetapi justru berkolaborasi dan mengekspansi diri. Hal inilah yang akan membuat
terjadinya konsolidasi bisnis pada ekosistem DNA di tahun 2020 di mana sebuah perusahaan
dapat memiliki ketiga unsur tersebut.
Langkah ini yang sedang ditempuh Telkomsel di mana perusahaan tidak lagi disebut
telecommunication company, tapi digital company (dico). Sebagai tahap awal untuk
sepenuhnya menjadi digital company, Telkomsel memperkuat sisi network terlebih dahulu,
sekalipun saat ini telah memiliki BTS sebanyak 76.000 unit yang terbentang dari Sabang
sampai Merauke, mencakup 98% populasi Indonesia. Terdapat tiga hal yang menjadi
perhatian dalam pembangunan network, yaitu coverage, capacity, dan capability.
Dengan pelanggan mencapai lebih dari 135 juta per April 2014, tentunya kebutuhan ini pun
menjadi cukup besar, apalagi dengan penggunaan data (internet) yang semakin meningkat di
kalangan pelanggan. Selain dari sisi network atau jaringan, untuk mempercepat terwujudnya
digital company juga diperlukan sumber daya manusia yang andal. Jadi tidak salah jika tahun
ini Telkomsel dan Telkom ingin membangun 20 digital valley sebagai pusat berkumpulnya
developer lokal yang akan bisa melahirkan aplikasi-aplikasi yang tidak saja menguntungkan
dari sisi bisnis, tetapi juga turut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Melihat perkembangan saat ini, terdapat tiga cara untuk mendongkrak pertumbuhan digital
services di tahun-tahun mendatang, yaitu bekerja sendiri, bermitra atau mengakuisisi
perusahaan lain. Tentu para operator punya strategi masing-masing dalam mengembangkan
bisnisnya. Namun yang pasti meski jumlah pelanggan tidak mungkin akan selalu naik atau
7. 7
bertambah, dari sisi application ternyata ke depannya masih banyak peluang yang bisa
digarap.
8. 8
Teknologi dan Politik
Globalisasi, pasar bebas, dan kapitalisme adalah sebuah fenomena yang sungguh revolusioner
dalam sejarah manusia.
Sejak Revolusi Industri pada awal Abad Ke-19, manusia telah mencapai lompatan sejarah
yang sangat jauh dibandingkan dengan periode perkembangan manusia ratusan tahun
sebelumnya. Salah satu bentuknya adalah kemajuan teknologi dan transportasi. Teknologi
mampu membuat proses produksi dilakukan di tempat yang terpisah hingga jarak ribuan
kilometer pada saat bersamaan dan kemudian hasilnya disatukan menjadi produk andalan.
Semuanya karena kecanggihan sistem transportasi yang lebih cepat, lebih bisa diandalkan,
dan aman.
Kita dapat mengambil contoh proses produksi kendaraan roda empat. Dalam proses produksi
kendaraan roda empat, pembagian kerja dilakukan secara regional. Dalam kasus ini, Thailand
adalah pusat dari produksi mobil di Asia Tenggara yang bertugas untuk membuat dan
memenuhi permintaan kendaraan negaranegara di Asia Tenggara. Produksi mobil di Thailand
sangat tergantung pada ratusan ribu perusahaan pemasok onderdil yang berasal dari dalam
dan luar negeri. Ratusan ribu pemasok saling berkompetisi satu sama lain untuk menjadi
pemasok utama.
Merek yang menjadi pemenangnya tidak lantas berdiam diri karena para pemilik merek
seperti Toyota, Nissan, Mitsubishi, dan lainnya terus menuntut kualitas, kuantitas, dan waktu
pengiriman barang yang makin cepat dan murah. Permintaan pasar yang tinggi membuat
mereka bekerja sesuai dengan waktu dan jadwal yang ketat. Pengaturan ini dilakukan lewat
inovasi teknologi, sumber daya manusia yang andal dengan mengandalkan infrastruktur
transportasi yang baik. Inovasi ini mampu mengurangi kebutuhan akan tempat penyimpanan
suku cadang sehingga secara hitungan ekonomi bisa lebih efisien dan efektif.
Hal-hal tersebut tidak dapat dilakukan bila tidak ada inovasi teknologi, infrastruktur, dan
kapasitas sumber daya manusia dalam industri kita. Kini produsen kendaraan tidak lagi
pusing dengan masalah lokasi pabrik dan besaran lahan produksi. Prioritas mereka adalah
dapat membangun pabrik perakitan sedekat mungkin dengan pasar. Saat ini para pemegang
lisensi dan teknologi kendaraan mengincar negara-negara ASEAN karena saat ini ASEAN
dan Asia adalah pasar yang sangat potensial karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
semakin tebalnya lapisan kelas menengah yang haus akan barang-barang konsumtif.
Tujuan akhirnya adalah menjual mobil yang berkualitas sebanyak-banyaknya dengan harga
yang semurah-murahnya agar dapat memenangi persaingan. Awalnya banyak pihak yang
berpikir bahwa krisis politik di Thailand akan membuka peluang Indonesia menjadi negara
eksportir mobil terbesar di Asia Tenggara, menggantikan Thailand, namun para investor
tampaknya masih ragu bahwa infrastruktur dan jaringan pemasok di Indonesia mampu
9. 9
melebihi kemampuan Thailand. Krisis Thailand tidak ada hubungannya dengan
meningkatnya daya saing Indonesia.
Kemungkinan yang terjadi justru Indonesia memang mungkin akan menjadi produsen mobil
terbesar, namun hanya sebagai pemain domestik yang memenuhi pasar dalam negeri,
sementara produsen mobil ekspor negara-negara Asia Tenggara tetap dipegang oleh
Thailand. Di sini dapat disaksikan inovasi teknologi jelas terkait dengan strategi ekspansi
politik ekonomi sebuah negara. Negara-negara yang mengandalkan sumber daya manusianya
sebagai keunggulan komparatif seperti Eropa, Amerika, Jepang, China, atau India mampu
menaklukkan pasar luar negeri dengan kemajuan teknologi mereka.
Sumber daya manusia mereka digembleng, bahkan disubsidi sedemikian rupa, supaya bisa
berangkat dan belajar sebanyak-banyaknya dari lembaga-lembaga pendidikan di luar negeri,
misalnya di bidang logistik, manajemen bisnis, ilmu rekayasa (teknik) dan teknologi industri.
Tantangan untuk China atau India saat ini, dan tantangan ini juga dihadapi oleh Indonesia,
adalah mendorong lebih banyak dana pemerintah untuk diarahkan bagi penelitian yang
mendorong produksi barang-barang konsumen secara massal. Tetapi, pengembangan industri
tidak bisa berhenti di situ.
Jika belajar dari pengalaman Inggris dan Belanda, keduanya adalah negara yang mampu
memproduksi kapal-kapal laut yang mampu menjelajahi samudra yang jauh jarak dan penuh
tantangan iklim. Artinya, kecanggihan teknologi untuk memproduksi barang-barang
konsumen juga perlu dilengkapi dengan teknologi alat-alat pengangkut dan kesiapan
pelabuhan yang memadai. Dengan modal seperti itulah kedua negara ini dikenal sebagai
penguasa samudra, bahkan sampai bisa menduduki sejumlah kerajaan dan kota di Asia.
Dulu, bangsa Eropa tergolong canggih dalam hal persenjataan dan amunisi yang membuat
mereka dapat menduduki daratan Afrika. Namun, musuh mereka yang paling berat bukanlah
penduduk lokal, tetapi penyakit malaria. Di situ mereka tekun mengembangkan teknologi
medis sampai akhirnya mereka menemukan vaksin yang membuat tubuh mereka menjadi
kuat dan mampu menjajah negara-negara koloni.
Dalam kasus yang terakhir, kini kita menyaksikan betapa China dan negara-negara Eropa
sedang berkompetisi dalam perdagangan panel surya. Panel surya adalah alternatif teknologi
penghasil energi yang dianggap ramah lingkungan. Saat ini negara-negara Eropa yang selama
ini banyak memproduksi panel surya mulai terdesak oleh produk-produk China yang lebih
murah. Eropa menuduh China melakukan politik dumping dan memberi subsidi kepada
sejumlah produsen solar panel. Hal ini tidak menggentarkan China.
Dari sejumlah cerita di atas, kita dapat menilai kualitas debat calon wakil presiden Hatta
Rajasa dan Jusuf Kalla pekan lalu. Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa inovasi
teknologi sangat terkait dengan politik dagang dan pembangunan sebuah negara. Kedua hal
ini luput dibahas dalam debat. Inovasi teknologi adalah perjuangan untuk dapat menduduki
posisi rantai tertinggi dalam rantai produksi global, artinya tampil dengan sektor unggulan
10. 10
yang memiliki nilai tambah (value added) lebih besar dibandingkan negara-negara lain.
Mustahil kita sekadar berandai-andai bahwa akan ada kecukupan sumber daya manusia,
insentif penggunaan teknologi canggih atau kesiapan alat angkut dan sistem logistik di
pelabuhan jika tak satu pun kebijakan kita sekarang mengarah pada perbaikan yang spesifik.
Harus ada langkah konkret yang langsung bisa diterapkan dan hal ini, sekali lagi, tidak lepas
dari politik dagang dan pembangunan yang akan diterapkan oleh pemimpin yang baru.
Presiden dan wakil presiden baru akan ditentukan satu minggu dari hari ini. Tugas pokok
mereka saat ini adalah menyinergiskan seluruh fokus perhatian mereka di dalam bidang
ekonomi, politik luar negeri, ketenagakerjaan, dan sebagainya dalam bentuk strategi
kebijakan yang andal.
Hanya dengan demikian mereka bisa mempertahankan visi-misinya, bahkan di tengah
tekanan penolakan yang mungkin saja muncul dari parlemen atau pemangku kepentingan
tertentu.
11. 11
Rupiah
Saya terkenang dengan pidato Wakil Presiden RI Mohammad Hatta pada 29 Oktober 1946.
Pidato itu ia sampaikan melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta. Bunyinya
begini, ”Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi
Tanah Air kita. Rakyat kita menghadap penghidupan baru. ”
”Besok mulai beredar Oeang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang
sah. Mulai besok kita akan berbelanja dengan uang kita sendiri, uang yang dikeluarkan oleh
republik kita.” Ketika itu kata uang masih ditulis dengan oeang. Itu sebabnya singkatan yang
muncul adalah ORI, singkatan dari Oeang Republik Indonesia. Sejak itu uang Jepang dan
uang Belanda, yang kala itu digunakan untuk bertransaksi oleh masyarakat Indonesia,
menjadi tidak berlaku lagi.
Saya membaca catatan yang menyebutkan, pasca-Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
keadaan ekonomi Indonesia memang sangat buruk. Jumlah uang yang beredar tidak
terkendali sehingga inflasi pun merajalela. Kala itu ada tiga mata uang, yakni uang Jepang,
uang Hindia Belanda, dan uang De Javashe Bank. Kondisi itu diperparah dengan kebijakan
Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Montagu Stopford yang
memberlakukan penggunaan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang diduduki
AFNEI. Peredaran uang NICA itu betul-betul di luar kendali Pemerintah RI. Maka penerbitan
ORI bukan sekadar sebagai alat transaksi yang menggantikan peran uang-uang tersebut. Ada
visi yang lebih besar di baliknya, yakni mematahkan dominasi uang terbitan Netherlands
Indische Civil Administration atau NICA tadi, yang penggunaannya kian luas di negara kita.
Visi lainnya adalah untuk menunjukkan kedaulatan dan membesarkan hati bangsa Indonesia,
yang baru menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Penerbitan ORI juga
mempunyai visi ekonomi. Masa perang membuat masyarakat tak sempat berproduksi.
Pasokan barang-barang pun terbatas, sementara permintaannya meningkat sehingga inflasi
pun menggila. Maka ketika pemerintah menerbitkan ORI, nilai ORI terhadap mata uang
Jepang pun dibuat menguat menjadi 1 : 50 untuk Jawa dan 1 : 100 untuk luar Jawa.
Uang Asing
Kalau membaca kisah seputar ORI tadi, saya merasakan betul adanya suasana yang heroik
kala itu. Uang bukan sekadar alat untuk bertransaksi, tapi juga alat perjuangan. Lalu saya
juga membaca kisah-kisah tentang betapa kerasnya perjuangan pemerintah ketika itu untuk
mencetak ORI, sebelum akhirnya Wapres Mohammad Hatta mengumumkan berlakunya ORI.
Kisah-kisah heroik tadi tentu membuat kita merasa bangga. Namun kebanggaan itu kini
butuh ujian baru ketika globalisasi mengempaskan kita. Jangankan Indonesia, Belanda saja
harus melepas mata uangnya (gulden), sama seperti Jerman, Italia, dan Prancis yang melebur
dalam mata uang baru: euro.
12. 12
Jadi bagaimana kalau kita membaca berita tentang masih digunakannya mata uang dolar AS
dalam transaksi yang justru terjadi di lingkungan pelabuhan? Di sana mata uang dolar AS itu
ternyata digunakan untuk membayar biaya container handling charge (CHC) dan terminal
handling charge (THC) yang nilainya masing-masing USD83 dan USD93. Namun, uniknya,
pembayaran itu kabarnya harus menggunakan uang dolar AS dengan nomor seri terbaru.
Pembayaran dengan dolar AS seri lama, yang lusuh dan ada bekas lipatannya, tidak akan
diterima. Ini mungkin tradisi dunia perbankan dan money changer kita saja.
Di luar negeri, sepengetahuan saya tak ada ketentuan seperti ini. Memang, UU Nomor 7
Tahun 2011 tentang Mata Uang jelas-jelas melarang transaksi di wilayah Indonesia dengan
menggunakan mata uang asing kecuali untuk transaksi ekspor-impor. Tapi globalisasi telah
mengubah banyak hal. Ada airline yang minta dibayar dengan mata uang asing, demikian
juga dengan jasa-jasa lainnya. Namun terkadang begitulah nasib UU kita. Meski di dalamnya
ada aturan tentang sanksi, mulai dari sanksi denda hingga kurungan, pelanggaran atas aturan
itu bisa dengan mudah kita temukan di sana-sini.
Contohnya, selain di lingkungan pelabuhan, kalau Anda membeli berbagai produk elektronik
entah laptop atau iPad di kawasan Glodok dan mau membayar dengan dolar AS, para penjual
akan melayani dengan senang hati. Lalu tak jauh dari Jakarta, persisnya di Bandung, kita bisa
menemukan transaksi dengan mata uang asing di kawasan Pasar Baru. Di sana para penjual
produk-produk garmen dengan senang hati melayani pembelian yang menggunakan ringgit
Malaysia. Itu karena kebanyakan pembeli adalah wisatawan Malaysia. Jika Anda pernah
berkunjung ke kawasan resor Lagoi di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, di sana pun
transaksi menggunakan mata uang dolar Singapura. Kemudian di beberapa wilayah
perbatasan yang dekat negara tetangga, banyak masyarakat kita bertransaksi dengan
menggunakan mata uang asing. Maksudnya, mata uang dari negara tetangga.
Go International
Bukan hanya itu cerita-cerita yang memicu kesan negatif tentang rupiah. Sebelumnya kita
juga sudah dibombardir dengan berbagai ungkapan yang saya nilai kurang positif untuk
rupiah. Contohnya, pada masa pemilu kali ini Anda pasti familier dengan ungkapan
”serangan fajar”. Buat Anda yang repot mengurus perizinan pasti juga akrab dengan istilah
”uang pelicin”, ”uang rokok”, ”uang semir” atau ”uang amplop”. Atau, kalau mau memakai
bahasa asing, kita bisa pilih istilah undertable money. Kalangan legislatif kita lebih kreatif.
Mereka mengganti kata uang dengan nama buah-buahan. Misalnya, ada istilah ”apel malang”
dan ”apel washington”.
Kalau Anda sudah pusing dengan banyaknya urusan, baik urusan yang terkait dengan instansi
pemerintah atau aparat hukum, Anda tentu kenal dengan jurus pemungkas ini: ”kasih uang,
habis perkara”. Semua ungkapan tadi tentu berkonotasi negatif. Tapi, jangan khawatir, ada
juga cerita tentang rupiah yang membuat kita bangga. Di Korea Selatan, kalau Anda dalam
perjalanan ke arah Bandara Incheon, di sana ada gerai suvenir yang melayani transaksi
13. 13
dengan mata uang rupiah. Sayang, maaf, saya lupa nama gerainya. Lalu, di Thailand, ada
wisata candi yang bernama Wat Arun. Di seputar lokasi itu ada beberapa gerai suvenir yang
Anda bisa membelinya dengan mata uang rupiah.
Tapi, di Singapura, kalau membayar sesuatu, Anda bisa pakai mata uang Malaysia atau
Brunei Darussalam. Anehnya, tak ada yang merasa terhina. Mungkin itulah keluwesan negeri
pedagang. Yang penting untung. Jadi, siapa bilang rupiah tidak bisa go international. Ayo,
sekarang kita pilih pemimpin yang bisa membuat rupiah lebih go international lagi sehingga
kita bangga memegangnya. Lantas, kalau mau bepergian ke luar negeri, kita tak perlu repot-
repot menukar mata uang kita dengan mata uang asing.
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan, @Rhenald_Kasali
14. 14
Pangan, Energi & Lingkungan
Pada 5 Juli 2014 dilangsungkan debat capres-cawapres tentang pangan, energi, dan
lingkungan. Ini debat terakhir sekaligus terlama sehingga menjadi kesempatan menggali lebih
jauh bagaimana visi mereka tentang isu-isu tersebut. Bagaimana jawaban para capres-
cawapres terhadap pertanyaan moderator?
Lima Catatan Debat
Ada sejumlah catatan isi perdebatan dari segmen pertama hingga terakhir. Pertama, dua
pasangan mengusung ide kemandirian pangan. Namun, yang absen dalam penyampaian visi-
misi mereka adalah bagaimana mereka menyikapi tantangan eksternal. Tantangan eksternal
yang penting dicermati adalah sebenarnya negara-negara maju yang tergabung dalam OECD
telah merekomendasikan kepada Pemerintah Indonesia agar tidak perlu mencapai
swasembada pangan.
Menurut OECD, liberalisasi perdagangan merupakan instrumen untuk saling mencukupi
kebutuhan. Dengan skenario OECD tersebut, Indonesia tidak perlu swasembada beras, sapi,
garam, kedelai, jagung, dan ikan. Di sinilah sebenarnya kekuatan tawar kepemimpinan
nasional menghadapi dunia eksternal diuji. Tentu publik menunggu jawaban dari dua
pasangan capres-cawapres untuk menyikapi tantangan tersebut.
Beranikah mereka mengatakan ”tidak” kepada negara-negara maju yang selama ini berusaha
menciptakan ketergantungan kita pada mereka? Jawaban ini sebenarnya penting untuk
mengukur kekuatan kepemimpinan.
Kedua, pada 2015 sudah ada tantangan di depan mata yakni Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) yang akan meliberalisasi produk-produk pangan antarnegara di ASEAN. Isu eksternal
ini juga luput dari perhatian para capres. Padahal publik menunggu resep jitu bagaimana
strategi melindungi petani dan nelayan menghadapi perdagangan bebas antaranegara ASEAN
ini.
Pemikiran untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing tentu perlu, namun hal tersebut
tidak bisa dicapai dalam setahun ini. Yang diperlukan adalah strategi jangka pendek untuk
melindungi petani dan nelayan yang harus menghadapi gempuran produk impor tahun depan.
Ikan patin Thailand bisa dijual Rp7.500/ kg, sementara biaya produksi patin di Indonesia bisa
mencapai Rp7.500/kg sehingga harus menjual dengan harga Rp9.000 ke atas.
Apakah patin kita bisa bersaing dengan Thailand? Mestinya mereka sudah memetakan
produk pangan mana yang sudah bisa bersaing dan produk mana yang belum sehingga
strateginya pun bisa bervariasi.
15. 15
Ketiga, ketika ditanya tentang bagaimana harmonisasi antara pertumbuhan ekonomi dan
lingkungan, keduanya terperangkap pada aliran modernisasi ekologi (ecological
modernization). Prabowo misalnya menyalahkan pertumbuhan penduduk sebagai biangnya.
Pertumbuhan penduduk dianggapnya beban bagi lingkungan karena menyebabkan daya
dukung lingkungan makin menipis. Pemikiran Prabowo seperti itu tergolong aliran
Malthusian. Sementara Jusuf Kalla (JK) menekankan pentingnya teknologi untuk
menyelesaikan dilema pertumbuhan ekonomi dan lingkungan. Sudah banyak ditemukan
teknologi ramah lingkungan. Pemikiran JK ini tergolong aliran Eco-developmentalism.
Baik Malthusian maupun Eco-developmentalism merupakan turunan dari aliran modernisasi
ekologi. Dua pendekatan tersebut tidak salah dan selama ini memang mendominasi pemikiran
lingkungan di dunia. Namun, mestinya dilengkapi dengan pandangan struktural bahwa
sebenarnya isu penting kerusakan lingkungan adalah ketimpangan akses antarpelaku terhadap
sumber daya alam.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama ini didominasi pelaku besar yang awalnya
dibayangkan akan ada penetesan ke bawah ternyata tidak terjadi. Malah yang terjadi adalah
ketimpangan dan angka rasio gini yang mencapai 0,43 adalah buktinya. Artinya,
pertumbuhan tidak disertai pemerataan akses. Tingkat kerusakan lingkungan justru terjadi
umumnya pada usaha skala besar dan pada saat itu pula penegakan hukum belum maksimal.
Ini seperti pemikiran Forsyth yang mengatakan bahwa orang kaya menggunakan sumber
daya lebih besar sehingga memberikan dampak lingkungan lebih besar dari orang miskin.
Rakyat kesulitan mendapat akses untuk memanfaatkan sekaligus mengelola sumber daya.
Dengan demikian, tidak hanya solusi teknis yang mestinya ditawarkan, tetapi juga solusi
struktural seperti distribusi akses serta penegakan hukum lingkungan.
Keempat, debat capres-cawapres terakhir ternyata bias darat. Dua pasangan sama sekali tidak
menyentuh laut sebagai sumber pangan (protein hewani) yang penting untuk peningkatan
kualitas gizi kita. Bila ikan dibicarakan, secara otomatis akan dibicarakan juga terumbu
karang, kualitas air, bakau, serta pengaturan tata ruang laut sebagai instrumen penting dalam
menjaga lingkungan laut. Ikan sangat bergantung pada lingkungan tersebut. Dengan
demikian, bicara pangan yang bersumber dari laut secara otomatis akan mengait ke isu
lingkungan.
Begitu pula laut sebagai sumber energi tidak disentuh. Padahal ketika membicarakan sumber
energi terbarukan, laut menyimpan potensi yang sangat besar dengan mikroalganya. Dengan
laut yang sangat luas, kita tidak terlalu sulit untuk mengupayakan energi terbarukan dari laut.
Kelima, sementara untuk menjawab pertanyaan moderator tentang ada potensi persaingan
antara pangan dan energi dalam merebut lahan baik di darat maupun di laut, kuncinya tata
ruang. Nah, bayangkan selama ini tata ruang pesisir dan laut—meski sudah diupayakan
melalui UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil—ternyata belum tercipta
dengan baik.
16. 16
Ini karena daerah sebagai ujung tombak tata ruang pesisir belum melaksanakan UU tersebut.
Berapa banyak kabupaten yang sudah memiliki rencana zonasi? Tentu tidak sampai 5%. Ini
mesti menjadi perhatian capres, bagaimana mengendalikan daerah agar bisa taat pada UU
Kerangka Eksekusi
Memang debat terakhir sangat menarik sehingga publik bisa menilai visi dan program-
program yang akan dilaksanakan para capres-cawapres bila mereka terpilih. Namun, yang
penting, bukanlah visi dan gagasan tentang program-programnya, melainkan bagaimana
kerangka eksekusinya. Pak SBY memiliki program yang sangat baik yakni Revitalisasi
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) pada 2005-an.
Apa hasilnya? Publik tidak bisa melihat hasilnya di lapangan karena RPPK sangat bagus pada
tataran konsep, namun kurang pada kerangka eksekusinya. Semoga kita tidak mengulang
ihwal seperti ini. ●
ARIF SATRIA
Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian
Indonesia (PISPI)
17. 17
Tantangan Ekonomi Presiden Terpilih
Hari ini, 9 Juli 2014, masyarakat Indonesia akan memilih presiden dan wakil presiden untuk
masa bakti 2014-2019. Selamat memilih bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Selamat menggunakan hak politik dalam semangat berdemokrasi yang damai, tertib, dan
menjunjung tinggi persatuan-kesatuan. Kualitas dan kematangan demokrasi saat ini telah
memberikan ruang dan atmosfer politik yang kondusif sebagai manifestasi kepribadian
bangsa. Siapa pun pasangan presiden dan wakil presiden terpilih nantinya wajib didukung
dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai refleksi kematangan berdemokrasi kita
selama ini.
Para tim sukses, media pendukung, relawan atau simpatisan dari tiap pasangan capres-
cawapres diharapkan melebur dan bersatu pascapilpres, mendukung pihak yang menang dan
bergegas untuk menatap Indonesia masa depan. Periode 2014-2019 merupakan tahapan
RPJMN III dalam rangkaian RPJPN hingga 2025. Pada periode ini, pembangunan nasional
diarahkan pada aktivitas ekonomi bernilai tambah tinggi yang memacu keunggulan
kompetitif, pembangunan manusia, dan penguasaan iptek.
Pada periode ini pula Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan pembangunan yang
semakin kompleks. Kompleksitas tantangan pembangunan Indonesia tidak hanya bersumber
dari persoalan domestik, melainkan juga dari dinamika dunia. Tantangan ini bisa terjadi
secara sporadis, bergantian maupun bersamaan sekaligus. Dengan tantangan ini, kemampuan
dan akurasi prediksi pun kerap meleset dan memerlukan koreksi berkali-kali.
Sebagian kalangan menganggap fenomena ini merupakan sinyal perubahan struktur ekonomi,
sebagian lagi memandang hal itu sebagai berakhirnya hegemoni pandangan ekonomi klasik
yang selama ini dianut sebagian besar negara di dunia. Presiden dan wakil presiden terpilih
juga dihadapkan pada sejumlah agenda pembangunan kawasan dan dunia. Tahun 2015, kita
memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN, sebuah visi bersama bagi negara-negara di
kawasan Asia Tenggara.
Indonesia sebagai negara anggota ASEAN terbesar, baik dari sisi ukuran ekonomi (PDB)
maupun jumlah penduduk, diharapkan dapat memimpin ASEAN sebagai kawasan yang
berdaya saing di kancah global. Tahun 2015 menjadi tahun terakhir Tujuan Pembangunan
Milenium (MDGs) dan dunia memerlukan rumusan baru pasca-MDGs. Sebagai salah satu
anggota G-20, Indonesia sangat diharapkan dapat memberikan pandangan bagi arah
pembangunan pasca-MDGs.
18. 18
Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir dipandang mampu meramu strategi pembangunan
dengan baik di tengah ekonomi dunia yang tertekan. Maka tidak mengherankan, pada setiap
kesempatan, Indonesia sering diminta untuk memaparkan strategi pembangunan ekonomi
nasional sebagai asupan bagi negara-negara lain, khususnya ketika krisis masih menyelimuti
ekonomi global.
Periode 2014- 2019, presiden dan wakil presiden terpilih dihadapkan pada upaya tidak hanya
meningkatkan ekonomi nasional, melainkan juga ikut aktif dalam pemulihan ekonomi global.
Seperti kita ketahui, hingga triwulan I 2014, ekonomi global masih mengalami perlambatan.
Bank Dunia, IMF, ADB, dan beberapa lembaga internasional lain memprediksi ekonomi
dunia tahun 2014 masih relatif tertekan.
Sementara itu dari sisi internal, presiden dan wakil presiden terpilih nantinya bertanggung
jawab untuk mewujudkan visi misi pembangunan yang tertuang dalam RPJPN 2005- 2025,
membawa Indonesia menjadi lebih maju, mandiri, dan sejahtera. Pembangunan ekonomi saat
ini memerlukan kesinambungan demi mewujudkan cita-cita pembangunan nasional.
Untuk itu, siapa pun presiden dan wakil presiden terpilih dihadapkan pada 8 tantangan
pembangunan ekonomi dalam 5 tahun ke depan sebagai bagian yang tidak terpisah dari
program reformasi struktural yang sedang berjalan.
Pertama, tantangan pengelolaan dan manajemen fiskal yang berkesinambungan (fiscal
sustainability). Pengelolaan fiskal menjadi pilar utama bagi pembangunan ekonomi nasional
mengingat energi pembangunan bersumber dari pengelolaan fiskal yang sehat. Pengelolaan
fiskal yang hati-hati dengan kedisiplinan tinggi menjadi salah satu faktor yang telah
menyelamatkan ekonomi nasional dari tekanan krisis ekonomi global pada 2008.
Kita juga banyak belajar dari pengalaman sejumlah negara di Zona Eropa yang mengalami
masalah dengan pengelolaan fiskal di mana defisit anggaran terjadi begitu besar sehingga
kemampuan ekonomi untuk bertumbuh menjadi melemah. Untuk terus mendorong
pengelolaan fiskal yang sehat, berhati-hati dengan kedisiplinan tinggi, presiden dan wakil
presiden wajib untuk terus menjaga ambang batas toleransi defisit anggaran yang ditetapkan
dalam UU APBN.
Sementara untuk mendorong pertumbuhan yang lebih berkualitas, efektivitas belanja dan
penyerapan anggaran perlu terus ditingkatkan. Di sisi penerimaan, mendorong optimalisasi
sektor perpajakan yang dimulai dari pendataan hingga pelaporan wajib pajak badan usaha,
merekapitulasi tunggakan pajak, dan mendisiplinkan pelaporan pajak badan usaha. Dengan
upaya ini, kesehatan fiskal dapat terus ditingkatkan sehingga agenda pembangunan dapat
terus berjalan.
Kedua, mendorong daya saing serta produktivitas nasional sehingga memberikan ruang yang
besar bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi. Mendorong daya saing nasional dilakukan
dari sisi produktivitas dan kelembagaan. Produktivitas perlu terus ditingkatkan melalui
19. 19
kebijakan industrialisasi dan hilirisasi. Hal ini diharapkan dapat memperluas kapasitas
ekonomi yang bernilai tambah tinggi.
Dari sisi kelembagaan, presiden dan wakil presiden perlu terus melanjutkan reformasi
birokrasi yang sedang berjalan, menyederhanakan proses perizinan usaha, serta
meningkatkan koordinasi lintas kementerian-lembaga, pusat-daerah. Produktivitas dari sisi
pangan dan energi juga memerlukan perhatian khusus untuk terus ditingkatkan dalam kurun
waktu lima tahun ke depan.
Tantangan ketiga adalah penciptaan dan perluasan pasar lapangan kerja. Untuk dapat
mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berkualitas, perluasan lapangan kerja
menjadi salah satu prasyarat. Meluasnya lapangan kerja menjadi barometer bergeraknya
sektor ekonomi produktif yang menjadi mesin bagi pertumbuhan yang berkualitas. Hubungan
antara pertumbuhan dan perluasan lapangan kerja bersifat resiprokal pada kondisi yang stabil.
Hal ini mungkin sedikit berbeda dengan yang dialami Amerika Serikat pada triwulan II 2014
ketika lapangan kerja meningkat, sementara pertumbuhan relatif melambat akibat persoalan
supply-demand pasar tenaga kerja yang dihadapi Amerika. Ini berbeda dengan Indonesia
yang dalam 10 tahun terakhir relatif stabil dan positif.
Untuk memperluas lapangan kerja, kebijakan yang paling realistis adalah mendorong
industrialisasi-hilirisasi dan percepatan pembangunan infrastruktur. Industrialisasi- hilirisasi
dan percepatan infrastruktur akan mendorong lapangan kerja semakin terbuka.
Tantangan keempat, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Sebagai salah satu tujuan
pembangunan milenium, pengentasan tersebut menjadi prioritas bagi siapa pun presiden-
wakil presiden terpilih. Pengentasan masyarakat dari kemiskinan didorong dengan
memperkuat program-program prorakyat dari sisi permintaan seperti program KUR, PNPM,
BOS, beasiswa siswa miskin, raskin, Program Keluarga Harapan, dan sebagainya.
Dari sisi pasokan, presiden dan wakil presiden terpilih perlu menjamin dan memastikan
ketersediaan sekaligus kemudahan akses terhadap kebutuhan dasar masyarakat mulai dari
pangan, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Program-program seperti BPJS, rumah
murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perlu untuk terus dioptimalkan. Selain
itu, mengingat kemiskinan di perdesaan, UU Desa perlu segera ditindaklanjuti melalui
sejumlah regulasi turunan sebagai acuan implementasinya.
Angka kemiskinan per September 2013 sebesar 11,47% atau sebanyak 28 juta orang
dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 16,6% atau sebanyak 36 juta orang. Dalam lima tahun
ke depan, angka kemiskinan perlu ditekan ke angka 5-7 % pada akhir 2019. Ini menjadi
tantangan bagi presiden dan wakil presiden terpilih sebagai bentuk komitmen nasional
terhadap pengentasan masyarakat dari kemiskinan.
Tantangan kelima adalah persoalan disparitas yang terjadi baik antarkelompok rumah tangga
20. 20
maupun antarwilayah barat-timur. Angka koefisien gini dalam tiga tahun terakhir masih
relatif tinggi di level 0,41. Kesenjangan pendapatan antarrumah tangga dan antarwilayah
berpotensi memicu sejumlah persoalan ekonomi, sosial, dan politik.
Potret kesenjangan dapat terlihat dari sebaran jumlah penduduk miskin yang sebagian besar
berada di kawasan Indonesia timur, persebaran industri yang sebagian besar berada di Pulau
Jawa-Sumatera yang mengakibatkan perbedaan pendapatan per kapita cukup tajam
antarwilayah. Begitu pula jika kita memotret sebaran infrastruktur yang masih sangat
terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera.
Untuk itu, menjadi tugas dan tanggung jawab presiden-wakil presiden terpilih untuk dapat
mempersempit disparitas ini, salah satunya melalui program MP3EI. Pemerintah sejak 2011
mencanangkan program MP3EI yang diharapkan dapat mengatasi persoalan kesenjangan
pembangunan. Dengan 6 koridor ekonomi (Sumatera-Jawa-Kalimantan- Sulawesi-Bali &
Nusa Tenggara-Papua & Maluku) yang dicanangkan dalam MP3EI, perluasan dan percepatan
pembangunan dapat diwujudkan.
Hingga triwulan I 2014, realisasi investasi MP3EI telah mencapai Rp838,9 triliun yang terdiri
atas proyek infrastruktur sebesar Rp397,7 triliun dan sektor riil Rp441,2 triliun. Untuk sektor
infrastruktur, realisasi investasi tersebar pada tiap koridor, untuk Sumatera Rp55,63 triliun,
Jawa Rp217 triliun, Kalimantan Rp57,1 triliun, Sulawesi Rp22,5 triliun, Bali dan Nusa
Tenggara Rp17,54 triliun, dan Papua-Maluku Rp27,15 triliun.
Adapun realisasi investasi di sektor riil tersebar di Sumatera Rp77,6 triliun, Jawa Rp78,63
triliun, Kalimantan Rp120,1 triliun, Sulawesi Rp47,8 triliun, Bali dan Nusa Tenggara Rp36,3
triliun, serta Papua-Maluku Rp81,2 triliun. Percepatan infrastruktur di 6 koridor ekonomi
(khususnya di luar Jawa) tentu akan membantu mengatasi disparitas antarwilayah di samping
memperbaiki konektivitas nasional sebagai pilar penopang daya saing nasional.
Tantangan keenam adalah memperluas kebijakan industrialisasi dan penguasaan iptek.
Kebijakan industri nasional yang tertuang dalam Perpres Nomor 28 Tahun 2008 dapat
dijadikan rujukan bagi upaya pembangunan industri nasional. Presiden-wakil presiden yang
terpilih nantinya perlu segera menyempurnakan struktur industri nasional baik dengan
strategi kluster maupun yang berbasis unggulan daerah.
Kebijakan industrialisasi ini tentunya membutuhkan dukungan penguasaan iptek yang
memadai. Hal ini dapat ditempuh melalui sinergi (link & match) antara industri dengan pusat-
pusat penelitian yang tersebar baik di universitas maupun kementerian/lembaga.
Industrialisasi dengan dukungan penguasaan iptek berdampak signifikan terhadap output
ekonomi yang bernilai tambah tinggi.
Dengan industrialisasi berbasis iptek, daya saing ekonomi nasional akan semakin mudah
diwujudkan. Dengan industrialisasi ini pula, perluasan lapangan kerja dapat ditingkatkan
sehingga daya beli masyarakat akan semakin tinggi. Pembangunan industri nasional ini juga
21. 21
termasuk di dalamnya mendorong industri kreatif dan industri pariwisata yang memiliki
potensi besar untuk dikembangkan sebagai sektor-sektor produktif.
Tantangan ketujuh, mendorong pembangunan nasional dengan mengarusutamakan sektor
kelautan (ocean-based economy). Posisi Indonesia yang terletak di antara Benua Asia dan
Australia serta diapit Samudra Pasifik dan Samudra Hindia menjadikan wilayah perairan laut
Indonesia sebagai perairan berproduktivitas tinggi serta daya dukung alam (carrying
capacity) yang kuat.
Posisi geografis yang strategis ini menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang berpotensi
besar baik dalam hal ekonomi maupun geopolitik. Dengan menguasai 2/3 wilayah Indonesia,
laut menjadi sumber daya ekonomi yang potensial bagi keberlanjutan pembangunan nasional.
Selama ini sektor kelautan hanya menyumbang rata-rata 20% PDB, bandingkan dengan
Jepang (48%), Korea Selatan (37%), atau Vietnam yang lebih 50%.
Padahal, luas lautan negaranegara tersebut relatif lebih kecil dari luas laut yang dimiliki
Indonesia. Pembangunan ekonomi berbasis kelautan atau dengan menjadikan kelautan
sebagai mainstream pembangunan diharapkan dapat menyempurnakan sejumlah agenda
pembangunan yang sedang berjalan.
Setidaknya tujuh sektor dalam bidang kelautan yang potensial untuk dikembangkan adalah
(1) perhubungan laut, (2) industri maritim, (3) perikanan, (4) wisata bahari, (5) energi dan
sumber daya mineral, (6) bangunan kelautan, serta (7) jasa-jasa kelautan.
Tantangan kedelapan, yang perlu dilakukan presiden-wakil presiden terpilih di awal
kepemimpinannya (2 tahun pertama) adalah mengatasi persoalan subsidi BBM dan
konsolidasi persiapan menjelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Subsidi BBM
merupakan persoalan pelik yang kerap menyandera sejumlah upaya percepatan pembangunan
nasional.
Subsidi BBM dari waktu ke waktu terus meningkat, sementara sebagian besar subsidi
dinikmati kelompok nontarget. Besaran subsidi ini pula yang setiap tahunnya membebani
APBN baik karena lonjakan permintaan, volatilitas harga minyak dunia maupun pelemahan
nilai tukar rupiah. Maka dari itu, agenda mendesak bagi presiden terpilih untuk segera
melakukan penataan kembali subsidi BBM seperti yang telah banyak dilakukan negara-
negara lain (rezim subsidi sudah banyak ditinggalkan).
Delapan tantangan di atas sekaligus merupakan agenda yang perlu mendapatkan perhatian
besar oleh presiden-wakil presiden yang terpilih pada hari ini. Saya percaya dan optimistis,
siapa pun presiden yang menjadi pilihan rakyat Indonesia pada hari ini akan membawa
Indonesia menjadi kekuatan ekonomi yang disegani baik di kawasan maupun global.
Sebagai salah satu dari 20 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia (G-20) dan 30%
22. 22
menguasai PDB di ASEAN, kita berharap pembangunan ekonomi nasional dalam lima tahun
mendatang akan semakin maju, berdaya saing, merata, dan berkeadilan.
PROF FIRMANZAH PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
23. 23
Menimbang Investasi Asing Pasca-Pilpres
2014
Saat ini penanaman modal di Indonesia diatur dengan UU Nomor 25 Tahun 2007, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya atau berpatungan dengan modal dalam negeri.
Selain investasi portofolio melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti
saham dan obligasi, terdapat pula apa yang disebut foreign direct investment (FDI) dengan
cara membangun, membeli total, atau mengakuisisi perusahaan. Ketika diwawancara Larry
King dari CNN dalam acara konferensi global yang diselenggarakan Miken Institute di Los
Angeles, 28 April-1 Mei 2013, orang terkaya dunia versi Forbes, Carlos Slim, menyatakan
investasi paling menarik di dunia saat ini adalah Amerika Latin dan Indonesia.
Menurutnya, ”Bagi investor asing, Indonesia adalah surga bagi sektor portofolio dan FDI.”
Bagi Indonesia, investasi dalam bentuk FDI umumnya dianggap memiliki dampak positif.
Sejak dua-tiga dekade terakhir, berbarengan dengan penurunan jumlah overseas development
assistance (ODA) yaitu utang berbunga rendah yang menjadi sumber utama dana
pembangunan di banyak negara berkembang, terjadi peningkatan drastis FDI.
Ketika dana publik untuk pembiayaan pembangunan tidak mencukupi menjadi perlu untuk
mencarikan alternatif pendanaan dari sumber lain. Dalam kaitan ini, oleh banyak pihak, FDI
dianggap paling bermanfaat dari segi kebijakan pembangunan. Dalam kondisi ideal sebuah
perusahaan asing yang melakukan investasi di negara berkembang memuluskan transfer
teknologi, membuka lapangan kerja, menstimulasi industri, serta meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
Diyakini bahwa FDI, selain tidak meningkatkan utang luar negeri, juga tidak mudah
hengkang saat krisis. Dalam New Horizons for Foreign Direct Investment (OECD, 2002)
Michael Klein dari Bank Dunia bahkan menyebut FDI adalah alat terampuh memerangi
kemiskinan. Karena itu, aturan yang mensyaratkan investor asing agar bekerja sama dengan
pemasok dalam negeri dianjurkan dihapus.
Hal yang sama terkait regulasi yang mensyaratkan sebanyak mungkin menggunakan produk
lokal, menghindari impor bahan baku untuk produksi. Penghapusan berbagai aturan tersebut
konon telah meningkatkan pertumbuhan ekspor perusahaan mobil asing yang beroperasi
secara tajam. Namun, suara yang tidak sependapat dan bertanya siapa yang diuntungkan dari
pertumbuhan tersebut perlu menjadi pertimbangan. Investor asing biasanya lebih tertarik di
sektor perkebunan, pertambangan, dan infrastruktur.
Selain padat modal, dampak lingkungannya juga terbilang berat. Begitu pula dengan dampak
24. 24
pemutusan hubungan kerja dengan pemasok dan perusahaan lokal. Lalu, apa pula
pengaruhnya terhadap lapangan kerja dalam negeri. Semua pertanyaan yang jawabannya
diperlukan sebagai bahan analisis bagi kebijakan pembangunan.
Bob Woodword dalam bukunya, The Next Crisis? Direct and Equity Investment in
Developing Countries (2001), mengingatkan bahwa FDI jarang membawa berkah. Seringkali
arus modal yang masuk bersamaan dengan FDI jauh lebih kecil dibandingkan arus ke luar.
Kondisi tersebut terkait erat dengan transfer keuntungan ke luar negeri dan pengeluaran
impor yang dibutuhkan untuk produksi. Bagi Woodword, FDI bahkan bisa menyebabkan
defisitnya neraca anggaran belanja sebuah negara dan dengan demikian sebenarnya ikut
mempertajam krisis utang luar negeri.
Liberalisasi dan FDI di Indonesia
Dalam UU Penanaman Modal pertama (No 1/1967), beberapa bidang usaha dilarang
dimasuki oleh modal asing. Pelabuhan, pembangkitan dan transmisi listrik, telekomunikasi,
pendidikan, penerbangan, air minum, KA, tenaga nuklir, dan media massa dikategorikan
sebagai bidang usaha yang bernilai strategis bagi negara dan kehidupan sehari-hari rakyat
banyak yang seharusnya tidak boleh dipengaruhi pihak asing (Pasal 6 ayat 1).
Setahun kemudian, UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UUNo 6/1968)
menyebut:”Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51% daripada
modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh negara dan/atau, swasta
nasional” (Pasal 3 ayat 1). Dengan kata lain, pemodal asing hanya boleh memiliki modal
sebanyak-banyaknya 49% dalam sebuah perusahaan.
Namun, pada 1994 Pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan pemerintah yang menjamin
investor asing bisa memiliki hingga 95% saham perusahaan yang bergerak dalam bidang ”...
pelabuhan; produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik umum; telekomunikasi;
penerbangan, pelayaran, KA; air minum, pembangkit tenaga nuklir; dan media masa” (PP No
20/1994 Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 5 ayat 1).
Pada International Infrastructure Summit (17/1/2005) dan BUMN Summit (25-26/1/2005)
diputuskan secara eksplisit bahwa seluruh proyek infrastruktur dibuka bagi investor asing
untuk mendapatkan keuntungan tanpa perkecualian. Pembatasan hanya akan tercipta dari
kompetisi antarperusahaan. Pemerintah juga menyatakan dengan jelas bahwa tidak akan ada
perbedaan perlakuan terhadap bisnis Indonesia ataupun bisnis asing yang beroperasi di
Indonesia.
BUMN Summit menyatakan dengan jelas bahwa seluruh BUMN bisa dijual pada sektor
privat. Dengan kata lain, tak akan ada lagi barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah
dengan biaya murah yang disubsidi dari pajak. Pada masa depan seluruh barang dan jasa bagi
publik akan menjadi barang dan jasa yang bersifat komersial yang penyediaannya murni
25. 25
karena motif untuk mendapatkan laba.
National Summit atau Rembuk Nasional yang digelar pada 29-31 Oktober 2009 antara lain
bermaksud ”menyapu bersih” berbagai peraturan yang dianggap menghambat tercapai target
pertumbuhan ekonomi 7- 8% pada 2014 (Kompas, 29/10/ 2009). Di satu sisi, demi efisiensi
dan good governance, banyak pihak yang mendukung maksud tersebut.
Namun di sisi lain, suara kritis mencemaskan bahwa semua kebijakan dan keputusan dari
beberapa pertemuan puncak tersebut menunjukkan bahwa proses liberalisasi sedang
berlangsung di semua sektor di Indonesia. Dorongan untuk meningkatkan FDI di Indonesia
dirasa telah menyingkirkan berbagai ayat dalam UUD 1945 yang bermaksud melindungi
barang dan jasa publik yang bersifat strategis.
Ketika menerapkan demokrasi terpimpin, Bung Karno pernah menolak masuknya modal
asing dan bantuan luar negeri sebelum Indonesia membuka diri lewat UU Nomor 1 Tahun
1967 pada zaman Orde Baru. Dua calon presiden saat ini terlihat mengidolakan Bung Karno
meski mencermati perkembangan yang ada tidak mungkin mengikuti kebijakan drastis Bung
Karno tersebut.
Namun, setidaknya siapa pun yang terpilih sebagai presiden perlu mengembalikan semangat
kemandirian ekonomi yang termaktub dalam ayat-ayat UUD 1945 yang telah diamendemen.
Semoga. ●
IVAN A HADAR
Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDe); Ketua Badan Pengurus
Indonesia for Global Justice (IGJ )
26. 26
Menjadi Sponsor Olahraga
Koran SINDO
Jum'at, 11 Juli 2014
PECINTA sepak bola berpesta di Brasil tahun ini. Berbagai media dipenuhi dengan iklan
dan pesan yang mengikutsertakan sponsor perusahaan-perusahaan pada perhelatan Piala
Dunia kali ini.
Adakah menjadi sponsor pada acara semacam ini menguntungkan? Perusahaan multinasional
memilih menjadi rekan resmi global perhelatan empat tahunan itu secara global. Sedangkan
banyak pula perusahaan lokal memilih menjadi rekan resmi lokal di negaranya masing-
masing. Beberapa perusahaan lain memilih untuk menggunakan endorser yang adalah atlet
sepak bola guna meningkatkan penjualan produk-produknya.
Segenap manajer seakan tak ingin ketinggalan memanfaatkan kesempatan ini. Federasi sepak
bola sejagat atau FIFA berhasil mengumpulkan uang hingga USD1,4 miliar dari kesepakatan
sponsor dengan 20 perusahaan utama yang menjadi rekanan resmi global dalam Piala Dunia
kali ini. Angka tersebut naik hingga 10% lebih banyak dari nilai total dari perhelatan serupa
pada 2010. Perlu diketahui bahwa angka tersebut masih di luar biaya sponsor untuk
endorsement para pemain bintang dan tim nasional.
Melihat hal ini, aspek ekonomis seperti apa yang sebenarnya dikejar para manajer pemasaran
dari perusahaan-perusahaan tersebut. Apakah strategi menjadi sponsor tersebut untuk meraih
sasaran penjualan tertentu?
Fenomena Sponsor Olahraga
Di Indonesia, fenomena sponsor olahraga oleh para perusahaan besar mulai meningkat.
Beberapa yang menonjol adalah saat perusahaan-perusahaan kita memilih untuk menjadi
sponsor tim papan atas di Liga Eropa. Salah satu kesepakatan yang mungkin paling banyak
diperbincangkan adalah kesepakatan maskapai nasional, Garuda Indonesia, menjadi sponsor
tim asal Merseyside, Liverpool.
Televisi kita diisi dengan sebuah TVC yang menampilkan Steven Gerrard, bintang
kenamaannya, di dalam kabin Garuda mulai musim panas tahun lalu. Baru-baru ini
diumumkan bahwa Garuda memilih untuk meningkatkan kerja sama tersebut. Garuda kini
tidak hanya menjadi rekanan penyedia jasa penerbangan, logo Garuda juga akan ditampilkan
dalam baju latihan punggawa Liverpool hingga Juni 2016.
27. 27
Dalam sejumlah wawancara, pemimpin Garuda, Emirsyah Satar, menyampaikan bahwa nilai
kontrak tersebut masuk akal dan akan membantu Garuda dalam meningkatkan angka
penumpang internasionalnya. Garuda memilih tim ini terutama karena keselarasan nilai dan
nama tim yang telah dikenal dunia. Pada 2013 penumpang internasional Garuda meningkat
sebesar 11% dari tahun sebelumnya setelah menjadi rekanan dengan tim liga Inggris tersebut.
Selain transaksi besar di atas, masih banyak lagi kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan
antara perusahaan dan tim maupun penyelenggara kompetisi olahraga di Indonesia. Mulai
dari menjadi sponsor tim sepak bola lokal hingga menjadi sponsor sebuah perhelatan
bulutangkis internasional semacam Indonesia Open. Perusahaan memiliki pilihan menjadi
sponsor olahraga sebagai bagian dari bauran pemasaran yang mereka miliki.
Kriteria Pemberian Sponsor yang Baik
Menjadi sponsor olahraga perlu diperlakukan seperti strategi pemasaran pada umumnya.
Pemimpin perusahaan dan para manajernya tetap perlu menggunakan rasionalitas
ekonominya dalam mengevaluasi program pemberian sponsor olahraga. Sebuah studi di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa sepertiga dari perusahaan yang melakukan sponsor
olahraga tidak memiliki alat ukur yang komprehensif untuk mengukur investasinya ini.
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa dengan mengukur dampak dari pemberian sponsor
olahraga secara komprehensif, perusahaan dapat meningkatkan return on investment (ROI)
dari aktivitas ini hingga 30%. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam mengelola sponsor
olahraga secara efektif adalah menentukan sasaran yang jelas pada produk-produknya, target
demografis, dan tahapan mana dalam awareness, interest, desire, dan action (AIDA) yang
ingin dicapai.
Kemudian, perusahaan perlu mengukur pelaksanaan dari aktivitas sponsor olahraga dengan
ukuran yang komprehensif dan tepat. Menurut Jeff Jacob, terdapat beberapa ukuran dalam
mengukur efektivitas aktivitas ini. Pertama adalah cost per reach. Manajer pemasaran perlu
mengevaluasi jumlah orang yang terpapar dengan pemberian sponsor ini. Jangkauan ini perlu
dilakukan pada berbagai media yang memungkinkan audien target menerima pesan yang kita
harapkan.
Kedua, perusahaan perlu melihat kaitan langsung dengan penjualan. Terdapat berbagai
metodologi untuk memahami kaitan aktivitas pemasaran dengan penjualan. Salah satu yang
sederhana adalah mekanisme kuesioner berkala dalam mengevaluasi aktivitas pemasaran apa
yang mengarahkan konsumen untuk membeli barang miliki kita.
Ketiga adalah atribut merek jangka panjang. Perusahaan dapat melihat kekuatan merek
setelah pemberian sponsor olahraga melalui penilaian kualitatif maupun survei terstruktur
untuk melihat perkembangan atribut-atribut dari merek. Analisis terhadap efektivitas
pemberian sponsor olahraga dapat disandingkan dengan strategi pemasaran lain.
Penggabungan sponsor olahraga dengan aktivitas pemasaran lain juga dapat meningkatkan
28. 28
ROI dari aktivitas ini secara signifikan.
Pemberian sponsor olahraga akan semakin efektif jika dibarengi dengan aktivasi yang
mengarahkan konsumen langsung kepada pembelian. Mengadakan acara terkait maupun
mendirikan stan-stan yang memungkinkan penjualan langsung adalah bentuk yang paling
sederhana. Aktivasi merek dan produk yang terkait pemberian sponsor semacam ini juga
akan meningkatkan kesadaran (awareness) konsumen pada produk.
Aktivasi merupakan alat yang ampuh untuk memperkuat aktivitas sponsor olahraga. Dengan
memerhatikan rasionalitas ekonomi dalam menentukan aktivitas sponsor olahraga,
perusahaan dapat meningkatkan kinerja penjualannya.
Namun, lebih daripada itu, perusahaan juga dapat membantu perkembangan dunia olahraga
Tanah Air dengan sumbangsih yang menguntungkan ini.
ALBERTO HANANI
Founder dan Managing Partner Beda & Company
29. 29
Stabilitas Pascapilpres
Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 telah kita lalui. Seluruh masyarakat
Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih telah menggunakan hak politiknya untuk
menentukan kepemimpinan nasional lima tahun ke depan. Pilpres untuk periode 2014- 2019
berjalan kondusif, damai, dan penuh kesejukan.
Ini juga menjadi salah satu barometer semakin matangnya demokrasi Indonesia. Kematangan
dan kualitas demokrasi telah ditunjukkan Indonesia dalam setidaknya empat periode pemilu
yaitu 1999, 2004, 2009, dan 2014. Kesuksesan demokrasi ini sumbangsih dari seluruh pihak
yang telah bekerja dan partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Apresiasi sebesar-besarnya
perlu diatributkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, DKPP, TNI-Polri,
partai-partai politik, dan seluruh rakyat Indonesia yang telah mengawal proses berdemokrasi
Indonesia hingga saat ini.
Yang tidak kalah pentingnya adalah kematangan dari masing-masing kandidat capres-
cawapres yang menunjukkan sisi kenegarawanan dengan komitmen yang besar dalam
mengawal stabilitas serta mengedepankan asas persatuan. Ini modal besar bangsa ini karena
siapa pun yang nanti memenangkan pilpres telah menunjukkan kualitas dan karakter
kepemimpinannya. Komitmen kedua kandidat capres-cawapres untuk mengawal pilpres sejak
masa kampanye hingga pemungutan suara menjadi bukti mesin demokrasi kita telah
memproduksi pemimpin-pemimpin yang berkualitas.
Suasana kondusif dan stabilitas yang sedemikian perlu untuk terus kita jaga hingga
rekapitulasi perhitungan suara di tingkat KPU selesai. Mari kita jaga kondisi ini dan
percayakan KPU untuk merampungkan tugasnya hingga pengumuman pada 22 Juli 2014.
Stabilitas sepanjang proses perhitungan perolehan suara dari tingkat PPS, PPK, KPU
kabupaten/ kota, dan KPU provinsi, sehingga sampai akhir rekapitulasi nasional merupakan
komitmen nasional yang perlu terus dikedepankan. Jika pun ada perselisihan pada
perhitungan perolehansuara, KPU juga memberikan ruang yang cukup bagi para kandidat
untuk mengajukan penyelesaian perselisihan tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
KPU telah menetapkan jadwal perhitungan perolehan suara mulai perhitungan tingkat desa/
kelurahan 10-12 Juli, rekapitulasi di tingkat kecamatan 13-15 Juli, rekapitulasi tingkat
kabupaten/ kota 16-17 Juli, rekapitulasi provinsi 18-19 Juli, dan rekapitulasi nasional 20-22
Juli. Setelah pengumuman pada 22 Juli 2014, diberikan waktu 3 x 24 jam untuk kandidat
yang ingin mengajukan perselisihan hasil perhitungan ke MK. Selanjutnya MK akan bekerja
maksimal dalam 14 hari kerja pascapendaftaran gugatan (maksimal 12 Agustus 2014) untuk
memberikan putusan atas pengajuan perselisihan perhitungan hasil pilpres.
Kesinambungan penyelenggaraan pilpres yang damai, kondusif, dan menjunjung tinggi
persatuan-kesatuan bangsa merupakan pijakan bagi dua kandidat capres-cawapres, para tim
30. 30
sukses, simpatisan, dan seluruh masyarakat Indonesia. Siapa pun yang akhirnya terpilih
sebagai presiden dan wakil presiden 2014-2019 harus kita dukung bersama demi melanjutkan
pembangunan nasional. Di tengah masa penghitungan suara yang dilakukan KPU, kita semua
berharap masing-masing pihak mampu menjaga diri dan saling menghormati agar proses
rekonsiliasi nasional pascapenetapan presiden dan wakil presiden secara sah dapat dilakukan
dengan baik.
Agenda pembangunan nasional masih menyisakan sejumlah tantangan, baik yang bersifat
jangka pendek maupun jangka panjang. Pada 2015 kita akan memasuki babak Masyarakat
Ekonomi ASEAN yang memerlukan perhatian serius mengingat waktu yang tersisa relatif
singkat pasca penyelenggaraan pilpres. Presiden dan wakil presiden yang dilantik pada 20
Oktober 2014 perlu mengoptimalkan kerja dua bulan sebelum memasuki 2015. Ini bukan hal
mudah. Konsolidasi dan koordinasi lintas sektor perlu dipacu di samping mengawal
percepatan infrastruktur sehingga Indonesia bisa mengambil manfaat positif dari era
komunitas ASEAN.
Era baru masyarakat ASEAN ini juga memicu ketatnya persaingan antarkawasan pada masa
mendatang. Tantangan lain terkait menjaga kedisiplinan fiskal. Pengelolaan fiskal
memerlukan kehati- hatian dan kedisiplinan tinggi saat ekonomi dunia masih menyisakan
ketidakpastian. Presiden dan wakil presiden terpilih nanti bertanggung jawab dan
berkewajiban menjaga kesinambungan fiskal sehingga ekonomi nasional dapat terus tumbuh
berkualitas. Pengalokasian dan penggunaan anggaran secara efisien, tepat guna, dan tepat
manfaat.
Pada saat yang bersamaan, reformasi birokrasi perlu dipercepat untuk memangkas ekonomi
biaya tinggi yang selama ini banyak membelenggu daya saing nasional. Efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan menjadi salah satu potret reformasi birokrasi yang perlu terus
ditingkatkan untuk mendorong kinerja penyelenggaraan pemerintahan yang optimal.
Sinkronisasi regulasi lintas sektoral yang masih menjadi kendala bagi pembangunan sektoral.
Begitu pula pelayanan terpadu satu pintu perlu untuk terus didorong sebagai moda bagi
proses penyederhanaan regulasi. Industrialisasi dan hilirisasi perlu ditempatkan sebagai salah
satu mesin pembangunan ekonomi, pembangunan ekonomi berbasis nilai tambah.
Di samping tantangan ekonomi tersebut, kita juga masih menghadapi persoalan pengentasan
kemiskinan, pengangguran, dan upaya perluasan pasar lapangan kerja. Dengan begitu,
banyak pekerjaan yang menanti di depan mata, sinkronisasi energi dan kecepatan merespons
menjadi sangat dibutuhkan pascapilpres. Kita tentu tidak ingin menghabiskan energi terlalu
banyak di kontestasi politik penyelenggaraan Pilpres 2014. Kita masih membutuhkan energi
yang besar menghadapi tahun-tahun mendatang. Sejumlah agenda pembangunan nasional
menanti siapa pun presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti.
Penuntasan agenda pembangunan nasional yang telah berjalan dalam satu dekade ini menjadi
harapan seluruh lapisan masyarakat Indonesia saat ini. Kontestasi politik dan kepentingan
politik perlu kita dudukkan secara proporsional dengan meniadakan dendam politik
31. 31
pascapilpres. Ini sangat penting untuk memastikan penuntasan agenda pembangunan nasional
kita. ●
PROF FIRMANZAH PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
32. 32
Menggugat Jurus Antikemiskinan
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Juni lalu merilis angka kemiskinan: per Maret 2014 angka
kemiskinan mencapai 28,28 juta orang (11,25% dari total penduduk), naik 0,11 juta jiwa dari
tahun sebelumnya sebesar 28,17 juta orang. Tahun-tahun sebelumnya angka kemiskinan
turun, tapi penurunannya melandai.
Menurut BPS, penduduk miskin di Indonesia ada pada taraf susah untuk diturunkan.
Mengapa ini terjadi? Di mana salahnya? Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 mencapai
5,78%. Meski menurun ketimbang tahun sebelumnya, tingkat pertumbuhan ekonomi masih
bisa dijaga di atas 5%. Sebetulnya pertumbuhan masih tinggi. Namun, kemampuan
pertumbuhan dalam menciptakan lapangan kerja (baca: menurunkan kemiskinan) makin
menurun. Saat Orde Baru tiap 1% pertumbuhan ekonomi bisa menciptakan lebih 400.000
lapangan kerja. Namun pada 2011 dan 2012 lapangan kerja yang tercipta hanya 225.000 dan
182.000.
Sebetulnya pemerintah memiliki komitmen besar untuk menekan kemiskinan. Ini bisa dilihat
dari komitmen anggaran. Sejak 2005, anggaran antikemiskinan melonjak drastis. Alokasi
anggaran antikemiskinan meningkat dari Rp23,4 triliun pada tahun 2005 menjadi hampir
Rp100 triliun pada 2012 atau naik lebih empat kali. Ironisnya, meskipun anggaran terus
meningkat sejak tahun 2009 terjadi gejala berupa tumpulnya jurus-jurus antikemiskinan
dalam menurunkan jumlah warga miskin.
Pada 2008 untuk melepaskan satu orang dari kemiskinan membutuhkan biaya Rp30 juta,
namun pada 2012 biayanya Rp100 juta atau lebih dari tiga kali lipat. Ini bisa dilihat dari
anggaran Rp100 triliun pada 2012, namun jumlah warga yang lepas dari kemiskinan hanya 1
juta (Prakarsa, 2012). Pada 2012, seseorang masuk kategori miskin apabila pengeluarannya
kurang dari Rp249.000 per bulan atau sekitar Rp3 juta per tahun. Jika untuk melepaskan
seseorang dari kemiskinan memerlukan biaya Rp100 juta, berarti ongkos pengurangan
kemiskinan nilainya sudah lebih dari 30 kali lipat dari ukuran kemiskinan itu sendiri.
Karena itu, amat relevan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi jurus antikemiskinan.
Mengapa program-program antikemiskinan makin tumpul dan tidak mujarab? Apa
masalahnya?
Pada era Presiden SBY, program antikemiskinan dibagi jadi tiga kluster. Kluster pertama
berupa bantuan dan perlindungan sosial pada keluarga kurang mampu, seperti beras untuk
rakyat miskin (raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Program Keluarga
Harapan, dan Bantuan Operasional Sekolah. Kluster kedua berupa program dan anggaran
berbasis masyarakat, yang dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Mandiri
(PNPM). Warga yang miskin didampingi dan diberdayakan. Kluster ketiga dilakukan
pemberdayaan UMKM dan penyediaan kredit usaha rakyat (KUR).
33. 33
SBY menyebut kluster pertama sebagai pemberian ”ikan” bagi rakyat miskin dan hampir
miskin. Kluster kedua dianalogikan sebagai pemberian ”kail” agar warga lebih mandiri. Dan
kluster ketiga ibarat pemberian ”perahu”. Diharapkan masyarakat kecil bisa mengembangkan
usahanya sendiri, bahkan menciptakan lapangan kerja bagi orang lain.
Pengelompokan kluster bisa dipahami karena kelompok miskin tidak homogen.
Pertanyaannya, jika pada kluster pertama hanya diberi ”ikan” tanpa jurus pemberdayaan,
apakah itu tidak menimbulkan ketergantungan pada diri kelompok paling miskin itu?
Bagaimanapun kelompok kluster pertama tetap mempunyai potensi pengembangan, bukan
sekadar ”hidup dari pemberian”. Karena itu, pada kluster pertama porsi ”ikannya” lebih besar
daripada kelompok lain agar bisa survive. Namun, pada saat bersamaan mereka juga perlu
diberi kail. Kalau tidak, selamanya mereka miskin dan tidak berdaya.
Pada titik ini perlu mendudukkan kail dan ikan dalam penanganan kemiskinan secara
proporsional. Dalam realitasnya, keduanya tidak bisa dipisahkan. Misalnya tukang bakso.
Setelah punya modal bisa berjualan bakso dengan pendapatan sehari Rp50.000. Tapi begitu si
tukang bakso sakit, karena dia satu-satunya tulang punggung keluarga, gerobak bakso dijual
lantaran tidak punya kartu sehat.
Pemberian ikan dalam bentuk bantuan langsung juga tidak selamanya membuat orang miskin
malas dan tergantung negara. Syaratnya sasaran, kriteria, dan mekanisme harus jelas. Visinya
pun harus jangka panjang, bukan sekadar proyek yang sporadis ala BLT sebagai kompensasi
kenaikan BBM. Persoalan lain menyangkut fokus program. Anggaran antikemiskinan ditebar
pada 51 program yang menyebar hampir di semua kementerian/lembaga. Akibatnya, terjadi
tumpang tindih, bahkan repetisi program yang ujung-ujungnya penghamburan anggaran.
Akan lebih baik jika penanggulangan kemiskinan dikumpulkan dalam satu lembaga, sehingga
pelaksanaan program lebih bermanfaat, efektif, dan efisien.
Apa yang paling mengkhawatirkan adalah upaya antikemiskinan akan gagal seperti yang
sudah-sudah. Sudah tidak terhitung program dan usaha pemerintah untuk memberdayakan
ekonomi rakyat miskin. Tanpa mengecilkan hasilnya, sejatinya jumlah warga miskin masih
banyak. Pada titik inilah patut mempertanyakan keampuhan jurus antikemiskinan. Ada
keperluan mendesak untuk mengevaluasi secara menyeluruh jurus dan program-program
antikemiskinan.
DPR ada baiknya membentuk panitia khusus guna memeriksa dan mengevaluasi kinerja
anggaran penanggulangan kemiskinan pemerintah. Pansus bisa saja membentuk tim
independen yang diberi tugas mengaudit dan mengevaluasi kinerja penanggulangan
kemiskinan. Audit ini untuk memeriksa dampak, efektivitas, efisiensi, potensi kebocoran atau
penyelewengan anggaran antikemiskinan. Temuan tim akan jadi rekomendasi bagi
pemerintah untuk merancang ulang jurus antikemiskinan yang ampuh.
KHUDORI
34. 34
Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat, Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik
Indonesia (AEPI), Penulis Buku “Ironi Negeri Beras”
35. 35
Jerman dan Legenda Lorelei
Saya masih terpengaruh oleh euforia keberhasilan Jerman menjadi juara Piala Dunia 2014 di
Brasil. Memang angkanya tipis. Jerman hanya berhasil mengalahkan Argentina dengan skor
1-0. Tapi, mau bagaimana lagi? Final adalah pertarungan dua tim terbaik. Jadi, pasti tidak
mudah untuk menang dengan skor telak.
Buat saya, kemenangan itu cermin keberhasilan Jerman melawan kisah dalam legenda klasik
mereka: Lorelei. Buat Anda yang belum pernah mendengar, berikut ini kisah ringkasnya.
Sungai Rhine membentang dari Pegunungan Alpen di Swiss melintasi Jerman, masuk ke
Belanda, dan beranak cabang sampai ke Belgia hingga pada akhirnya bermuara di Laut Utara.
Di sungai itulah legenda klasik Jerman, Lorelei, bermula. Dengan lebar hingga lebih dari 113
meter dan kedalaman sekitar 25 meter, arus Sungai Rhine sangat tenang. Itu sebabnya pada
sekitar abad pertengahan banyak kapal Jerman yang suka berlayar melintasi sungai tersebut.
Namun arus yang tenang malah kerap kali menghanyutkan. Membuat para nakhoda yang
kurang berpengalaman dan waspada menjadi lengah. Dongeng pada abad pertengahan yang
telah melegenda itu bercerita, ketika kapal berlayar memasuki kawasan Sankt Goarhausen di
Rhineland- Pfalz, di atas bukit setinggi 100-an meter, duduk seorang gadis cantik. Sambil
menyisir rambutnya yang berwarna keemasan, gadis itu menyanyikan lagu yang berkisah
tentang kerinduannya kepada sang kekasih. Ia duduk di atas bukit, menunggu sang kekasih
yang lama pergi dan tak kunjung kembali.
Oleh karena tepi sungainya yang berupa bukit bebatuan, suara sang gadis tadi dipantulkan
kembali oleh dinding-dinding bukit sehingga menghasilkan gema suara yang merdu
mendayu. Nakhoda yang tengah berlayar terpana. Ia kagum dengan suara merdu sang gadis,
darahnya berdesir melihat kecantikannya, tetapi sekaligus iba dengan nasibnya yang malang.
Sebagian dari mereka mengutuk sang kekasih yang tega meninggalkan gadis itu.
Perangkap
Ketika perasaan tengah mengharu biru, mereka tak sadar bahwa di tengah sungai itu terdapat
gundukan pasir yang membelah aliran sungai menjadi dua. Di sebelah kiri arusnya mengalir
deras, sementara yang kanan lebih tenang. Setelah melewati gundukan pasir, dua arus tadi
bertemu kembali dengan kecepatan yang berbeda dan menghasilkan pusaran. Banyak
nakhoda yang tengah terpana dengan sang gadis tadi tak sadar masuk “perangkap” tersebut.
Sejarah mencatat, sejumlah kapal pernah karam di tempat tersebut. Itu sebabnya kawasan itu
kemudian dinamai Lorelei atau terjemahan bebasnya kurang lebih bukit batu dengan arus
yang deras.
Legenda itu kemudian dituliskan dalam serangkaian puisi oleh sastrawan Jerman seperti
36. 36
Heinrich Heine (1824). Kini, untuk mencegah berulangnya kecelakaan tersebut, Pemerintah
Jerman membangun rambu-rambu untuk mengingatkan kapal-kapal yang akan melintas di
wilayah tersebut.
Sebenarnya tim sepak bola Jerman bisa senasib dengan kapal-kapal yang karam tersebut.
Mereka bisa saja lengah karena pada pertandingan semifinal sebelumnya tim Jerman mampu
menenggelamkan tim Brasil dengan skor telak 7-1 dalam tempo pertandingan 2 x 45 menit.
Sementara itu tim Argentina baru lolos ke babak final setelah bertarung habis-habisan
melawan Belanda selama 120 menit, ditambah dengan drama adu penalti yang menguras
bukan saja fisik, tetapi juga mental para pemain.
Namun legenda Lorelei seakan mengingatkan tim Jerman. Meski banyak kalangan menilai di
atas kertas posisi tim Jerman seakan-akan berada di atas angin, Argentina bisa saja menjadi
gundukan pasir di Sungai Rhine dan menyebabkan tim Jerman terseret arus dan karam.
Untungnya, tim Jerman tidak lengah. Hasilnya, kita sama-sama tahu, tim Jerman harus
bertarung habis-habisan sebelum mencetak satu-satunya gol pada menit ke-113 dan dalam
waktu yang tersisa harus bertahan sekuat tenaga menghindari gempuran Lionel Messi dan
kawan-kawan.
Awan Mendung
Bagi kalangan bisnis, siapa pun pemenang dari partai final Jerman vs Argentina, hasilnya
sebetulnya sama saja. Pemenang sesungguhnya adalah Adidas, merek perlengkapan olahraga
asal Jerman. Sebab, selain menjadi salah satu sponsor utama Piala Dunia 2014, Adidas juga
menjadi sponsor utama dua tim tersebut. Meski begitu, jika tim Jerman berhasil terhindar dari
Lorelei, Adidas tampaknya masih berusaha keluar dari perangkap tersebut. Penjualan bersih
Adidas selama kuartal I 2014 mencapai USD4,8 miliar atau turun hampir 6% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Ditambah dengan meningkatnya berbagai biaya, selama kurun
waktu itu pula laba bersih Adidas menurun hingga 33,5%. Jika kuartal I 2013 laba bersih
Adidas masih USD419 juta, untuk tahun ini tinggal USD279 juta.
Adidas adalah potret kecil dari gambaran besar perekonomian Jerman yang juga tengah
bergerak menurun. Contohnya di industri manufaktur. Menurut survei komposit Purchasing
Manager Index (PMI) yang melacak aktivitas di sektor manufaktur dan jasa, selama Februari-
Maret 2014 telah terjadi penurunan indeks dari 56,4 menjadi 55,0. Banyak kalangan di
Jerman menilai ini penurunan tertinggi selama kurun waktu 2,5 tahun terakhir.
Potret penurunan yang lain juga terjadi pada sektor ritel. Indikator German Retail Sales bulan
per bulan pun menunjukkan terjadinya penurunan tersebut. Pada bulan Mei 2014, misalnya,
angka indikator ritel turun 0,6%. Meski begitu penurunan tersebut lebih baik ketimbang April
2014 yang angkanya turun hingga 1,5%.
Apa yang menjadi penyebab menurunnya kinerja perekonomian Jerman? Sejumlah ekonom
di sana menunjuk pada krisis Ukraina-Rusia yang diperkirakan bakal berdampak pada
pasokan energi di Jerman dan kinerja sektor-sektor bisnis lain. Kondisi itulah yang
37. 37
menyebabkan The Economist pada Juni lalu menulis, “Ada mendung di depan perekonomian
Jerman.”
Meski begitu Pemerintah Jerman optimistis mereka bakal mencapai target pertumbuhan
ekonomi tahun ini yang 1,8%. Bahkan sebagian kalangan menduga angkanya bisa mendekati
2%. Apakah itu pertanda bahwa mereka sudah melihat adanya “Lorelei” yang ada di depan?
Saya berharap begitu. Jadi, bukan sekadar optimisme yang dipengaruhi sentimen positif
keberhasilan Jerman menjadi juara Piala Dunia 2014. Sebab mengurus ekonomi jauh lebih
rumit ketimbang mengurus sebuah tim sepak bola. ●
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan, @Rhenald_Kasali
38. 38
Tantangan Ekonomi Politik Presiden Baru
Kedatangan pimpinan yang baru ditunggu-tunggu masyarakat karena diharapkan memberi
angin perubahan. Presiden baru digambarkan sebagai ”satrio piningit” atau kesatria yang
belum muncul sebelumnya— the new comer-- yang akan menyegarkan kepemimpinan
nasional.
Dalam kesempatan ini kita akan membahas tantangan ekonomi yang menjadi pekerjaan
rumah (PR) besar yang ditinggalkan Presiden SBY. Harus diakui Presiden SBY menorehkan
prestasi ekonomi yang tumbuh konsisten di atas 5%, pada saat banyak negara lain mengalami
gejolak ekonomi. SBY telah menghantar ekonomi Indonesia menjadi ekonomi yang
memimpin di ASEAN, di mana kurang lebih setengah PDB ASEAN berasal dari Indonesia.
Negara ini juga menjadi ekonomi paling prospektif di Asia setelah China. Presiden SBY
sudah menghantar Indonesia menjadi 10 besar dunia. Namun, perkembangan ekonomi umum
tersebut tentu saja harus dicermati dalam persoalan yang dihadapi kelompok rawan dan
sektoralnya. Walaupun secara umum ekonomi tumbuh dan menjadi negara adidaya sekalipun,
bagi suatu sektor atau kelompok orang bisa jadi menjadi bencana. Misalnya pertumbuhan
ekonomi akan mendorong biaya hidup makin mahal. Pertumbuhan ekonomi mendorong upah
meningkat, upah minimum juga diizinkan meningkat oleh pemerintah di berbagai daerah.
Itu bukan semata-mata kebijakan populis yang bersifat politis, melainkan peningkatan upah
diperlukan supaya pembagian nilai tambah hasil produksi domestik dibagi secara lebih baik.
Apabila pekerja tidak ditingkatkan upah minimumnya, nilai tambah yang diperoleh dari hasil
kerja industrinya akan jatuh ke tangan pemilik modal. Hasilnya ketimpangan ekonomi akan
terjadi semakin besar. Para pekerja akan membawa pulang upah yang sama, tetapi
masalahnya, pertumbuhan ekonomi akan membawa perubahan standar hidup. Pertama,
barang-barang esensial seperti pangan dan sewa kamar akan meningkat sesuai peningkatan
atau pertumbuhan ekonomi.
Perkotaan akan makin padat, pasar tanah atau pondokan akan meningkat, dan akibatnya biaya
hidup akan makin tinggi. Di luar pekerja formal terdapat lebih besar lagi populasi pekerja
mandiri yaitu orang-orang yang semula kesulitan memperoleh pekerjaan, kemudian
memutuskan untuk bekerja sendiri. Mereka mendirikan usaha apa adanya dan dengan
memutar modal yang sangat kecil.
Umumnya mereka dibantu oleh pekerja keluarga yang tidak dibayar. Kemampuan membayar
mereka terhadap input produksi lebih rendah bahkan sangat rendah, dan akibatnya kelompok
pekerja di sektor ini dibayar di bawah upah minimum. Jumlah pekerja dan keluarga
kelompok ini jauh lebih besar dari pekerja industri menengah dan atas. Mereka ini, dengan
39. 39
adanya pertumbuhan ekonomi yang kemudian mendorong peningkatan biaya hidup,
merupakan kelompok yang berkorban.
Pengangguran PR Utama
Pengangguran tetap merupakan pekerjaan rumah (PR) terbesar yang diwariskan oleh
kepemimpinan nasional sekarang. Penganggur paling terpukul dengan pertumbuhan ekonomi.
Pertama, mereka tidak memiliki pendapatan. Kedua, harga dan standar hidup terus
meningkat. Sementara pameran konsumsi di sekitarnya meningkat pesat memamerkan
barang-barang konsumsi tinggi yang membuat mereka frustrasi. Ketiadaan pendapatan juga
menghambat akses terhadap informasi—kunci penting kompetisi era sekarang—dan
membuat rasa frustrasi makin meluas.
Ini ditandai oleh anomi sosial, peningkatan minuman keras, prostitusi, bunuh diri, serta
peningkatan kejahatan terorganisasi yang tidak mudah diatasi. Pengangguran harus diatasi
melalui dua sisi, pertama, dari sisi permintaan tenaga kerja harus dibuka seluas mungkin kran
bisnis baik mikro atau keluarga, usaha kecil, usaha menengah dan besar. Investasi dan yang
terkait misalnya perizinan harus diciptakan sistem yang seramah mungkin. Para investor
harus disambut dengan karpet merah. Tujuan utamanya adalah menyerap tenaga kerja kita
yang kini makin terdidik. Bisnis-bisnis konvensional kurang tepat lagi mewadahi kepada
misalnya berbagai lulusan ahli teknik.
Mereka harus diwadahi dalam industri tinggi. Industri ini memerlukan investasi dan riset
pengembangan yang besar dan itu hanya mungkin dimiliki kemampuannya oleh si kaya.
Walaupun paradoksal, untuk menolong pengangguran yang frustrasi dengan pertumbuhan
ekonomi cara menolong satu-satunya adalah mempercepat pertumbuhan yang menyakitkan
itu. Hanya si kaya yang mungkin terjadi apabila ekonomi makin timpang seperti dalam
dekade ini yang bisa melakukan atau membiayai riset pengembangan atau aplikasi produk
baru.
Industri kita berputar pada industri lama yang sudah tidak cocok untuk mewadahi generasi
muda sehingga di satu sisi kita kekurangan capaian pendidikan, tetapi di sisi lain
dibandingkan dengan permintaan tenaga kerja yang ada kita sudah over pendidikan. Dari sisi
suplai tenaga kerja yang tidak lain adalah dunia pendidikan, di samping perubahan mental
bangsa yang berisi kejujuran dan disiplin, motivasi kerja, daya tahan kerja, kemampuan
bekerja dalam tim yang multikultur.
Generasi muda juga harus dibekali pendidikan kewirausahaan. Perbankan dengan subsidi
bunga dari pemerintah perlu diadakan untuk mendorong tumbuhnya wirausaha baru yang
akan menolong generasi muda lain yang dididik siap bekerja melalui peningkatan jumlah
SMK. Dengan hanya subsidi bunga bank tetap akan mengedepankan prinsip kehati-hatian
karena risiko terbesar tetap pada perbankan. Dengan subsidi bunga pemerintah hanya cukup
menyediakan 5% dari nilai investasi wirausaha baru. Dengan demikian, multiplier dana
pemerintah juga akan makin besar.
40. 40
Ekonomi Kelautan
Potensi laut dan wilayah timur bisa secara terpadu merupakan anugerah Indonesia yang
sangat besar. Kebutuhan daging sapi misalnya yang selama ini diimpor dari luar negeri bisa
diatasi dengan memelihara sapi di daerah yang masih terbentang luas di Papua dan di NTT.
Perlu dikembangkan industri penyembelihan dan teknologi pendinginan kapal untuk
membawa daging terebut ke wilayah Barat. Sekolah-sekolah kelautan dan sekolah teknik
perkapalan perlu dikembangkan. Generasi muda kita juga kurang mengenal laut. Perlu
dibudayakan atau direorientasi supaya pelajar dan mahasiswa kita memperhatikan laut.
Riset dan karya tulis mengenai laut perlu diperkenalkan bahkan sejak sedini mungkin.
Industri yang berhubungan dengan laut perlu dikembangkan, industri perkapalan mutlak
diperlukan untuk memanfaatkan potensi ini. Pengangkutan barang esensial di kawasan Barat
selama ini melebihi tonase kapasitas jalan raya bisa dipertimbangkan untuk dilarang dan
dialihkan melalui laut. Tentu saja pelabuhan-pelabuhan yang memerlukan biaya yang tidak
sedikit perlu menjadi prioritas pemerintahan yang baru.
Konsentrasi kepada laut sangat optimal dan efisien, laut tidak memerlukan biaya mengaspal
yang mahal dan merupakan problem tersendiri. Ikan di laut juga tinggal mengambil, tidak
perlu membibit dan memberi makan, dengan harga tangkapan yang sangat tinggi, di samping
tujuan lain memperbaiki kualitas asupan rakyat dengan protein yang pada akhirnya
meningkatkan kecerdasan.
Laut adalah pekerjaan rumah dan sekaligus warisan kekayaan dari kepemimpinan
sebelumnya. Bank nelayan yang cocok adalah bank dengan sistem bagi hasil dan sebaiknya
negara memelopori bank nelayan ini. Bank Indonesia sudah menyediakan perangkat yang
memungkinkan angsuran naik-turun (sistem mudharabah) sesuai musim untuk nelayan muda.
SMK kelautan atau SMK nelayan modern perlu dibuat untuk mewadahi semua gagasan ini.
Masalah BBM
BBM atau energi pada umumnya masih merupakan pekerjaan rumah terbesar. Pemerintahan
demi pemerintahan selalu ragu dan berpikir ulang untuk menaikkan harga BBM dan
mengurangi subsidi negara yang makin membengkak. Kenaikan BBM akan melukai si
miskin bukanlah mitos. Itu fakta yang bisa diteliti besaran angkanya. Partai-partai politik juga
terlihat ambil langkah aman dengan jalan memberikan keputusan yang mengambang.
Langkah termurah dengan mempertimbangkan aspek politik adalah meminta kembali subsidi
BBM menjadi pajak kendaraan dan penggunaan mesin-mesin besar dalam berbagai industri.
Pajak adalah hukuman dan jika hukuman dilakukan kepada si kaya, langkah yang semula
berbahaya untuk mengurangi subsidi menjadi jurus populis. Ini seperti jurus Taichi yang
memanfaatkan energi lawan untuk tujuan.
41. 41
Korupsi
Pekerjaan rumah paling nyata dari pemerintahan SBY adalah masalah korupsi. Korupsilah
yang menghancurkan dukungan kepada Partai Demokrat sehingga tidak sanggup lagi
mengusung salah satu pasangan capres dan cawapres. Korupsi menghadang dari pucuk Partai
Demokrat dan elite partai yang menjadi anggota kabinet bahkan suara sayup kepada Istana.
Mental korupsi belum pernah surut, bahkan makin merajalela yang terlihat dalam pilihan
legislatif terakhir. Rakyat sudah disuguhi dengan suap untuk memilih. Rakyat awam mungkin
kurang mengerti manfaat langsung dari legislatif yang sebenarnya banyak sekali dan yang
paling dirasakan seperti undang-undang pendidikan, kesehatan, dan BPJS.
Demikian juga yang mungkin merugikan mereka seperti undang-undang mengenai
eksploitasi sumber daya alam. KPK sebagai lambang pemberantasan korupsi harus diperkuat,
para akuntan dan ahli teknologi informasi (TI) dua dari banyak profesi yang harus
dipertimbangkan. Sistem penggunaan uang pemerintah harus diperbaiki bekerja sama dalam
mengelola kas negara dengan perbankan nasional. Perbankan memanfaatkan sistem TI
sehingga semua menjadi transparan karena tercatat. Bank masih bisa dibobol, namun dengan
perkembangan TI kebobolan makin dapat dibendung.
Semua rekanan pemerintah diwajibkan menjadi nasabah bank pengelola kas suatu
departemen. Cash management akan mentransparansikan semua transaksi. PPATK akan
mudah memantau ke mana aliran dana negara dan catatan bank bisa menjadi pengganti
tangkap tangan. Dengan tidak satu pun transaksi uang negara boleh dilakukan di luar
perbankan, para koruptor akan berpikir keras untuk membobolnya. Generasi muda ahli yang
kompeten harus direkrut khusus oleh KPK, PPATK, BPK, Irjen, dan lembaga pengontrol
lain. Dalam sistem cash management yang diizinkan menjadi checker yaitu para pengawas
uang negara yang bisa melihat lalu lintas uang, tetapi tidak bisa bertransaksi.
Dengan perubahan ini koruptor yang sampai sekarang umumnya belum melek teknologi akan
berpikir ulang untuk bermain main. Indonesia online dalam 3-5 tahun ke depan akan ditakuti
oleh koruptor dan pada tahun keenam pada akhir periode kepemimpinan nasional budaya
korupsi diharapkan sudah menghilang.
BAMBANG SETIAJI
Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
42. 42
Berkah Lebaran bagi Multifinance
Perusahaan pembiayaan (multifinance) sedang menikmati berkah Lebaran sehingga
mendorong pembiayaan konsumen (mobil dan sepeda motor) lebih melejit. Bagaimana
kisahnya?
Sejauh mana aturan loan to value (LTV) yang berlaku efektif Juni 2012 dapat memengaruhi
kinerja perusahaan pembiayaan? Aturan LTV itu termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 43/PMK/0.10/2012 pada 15 Maret 2012 tentang Uang Muka Pembiayaan
Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan. Pada saat bersamaan,
Bank Indonesia (BI) menerbitkan Surat Edaran Nomor 14/10/DPNP mengenai LTV untuk
kredit pemilikan rumah (KPR) dan uang muka kredit kendaraan bermotor bagi bank umum.
Hal itu untuk melakukan mitigasi risiko pembiayaan dan meningkatkan prinsip kehati-hatian
untuk menangkis gelembung (bubble) pada pembiayaan konsumen. PMK itu mengatur uang
muka bagi pembiayaan kendaraan bermotor, yakni bagi kendaraan bermotor roda dua, uang
muka minimal 20% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan dan bagi kendaraan
bermotor roda empat yang bertujuan untuk tujuan produktif, uang muka minimal 20% dari
harga jual kendaraan. Uang muka minimal 25% dari harga jual kendaraan untuk kendaraan
bermotor roda empat yang bertujuan untuk tujuan nonproduktif.
Sejak awal, aturan itu diduga akan menekan bisnis perusahaan pembiayaan. Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) yang diterbitkan BI menunjukkan perusahaan
pembiayaan masih sanggup meningkatkan pertumbuhan tahunan (year on year/YoY)
pembiayaan 13,50% dari Rp311 triliun per April 2013 menjadi Rp353 triliun per April 2014.
Padahal, bulan sebelumnya “hanya” tumbuh 12,46% per Maret 2014.
Pertumbuhan itu dirajai oleh pembiayaan kartu kredit yang naik signifikan 150% dari Rp2
miliar menjadi Rp5 miliar, kemudian disusul pembiayaan anjak piutang (factoring) yang
melejit 33,33% dari Rp6 triliun menjadi Rp8 triliun. Lantas menyusul pembiayaan konsumen
(consumer finance) yang meningkat 14,93% dari Rp201 triliun menjadi Rp231 triliun dan
pembiayaan sewa guna usaha (leasing) yang naik 9,62% dari Rp104 triliun menjadi Rp114
triliun pada periode yang sama.
Pertumbuhan itu menyiratkan kinerja perusahaan pembiayaan tetap bercahaya! Terkait
dengan aturan LTV, mari kita cermati pertumbuhan bulanan (month to month/MtM)
pembiayaan konsumen mobil dan motor. Pembiayaan konsumen per Juni 2012 ketika aturan
itu terbit mencapai Rp178,67 triliun, kemudian menebal sedikit 1,68% menjadi Rp181,67
triliun per Juli 2012. Sejak itu, pertumbuhan bulanan itu terus menipis 1,16%, 1,03%, 0,98%,
0,59%, 1,71% masing-masing per Agustus, September, Oktober, November, dan Desember
2012.
43. 43
Hal yang sama juga terjadi pada 2013 dengan rincian berikut: Meskipun pembiayaan
konsumen tetap tumbuh, amat tipis misalnya 0,85% per Januari 2013 dibandingkan
Desember 2012. Pertumbuhan bulanan itu kemudian berjalan fluktuatif menjadi 1,04% per
Februari, 1,55% Maret, 1,44% April, 2,06% Mei, 2,14% Juni, 1,55% Juli, 0,51% Agustus,
2,16% September, 0,78% Oktober, 0,82% November, dan 1,32% Desember 2013.
Sejak Januari hingga April 2014, pertumbuhan pembiayaan konsumen masih fluktuatif 0,86%
Januari, 1,38% Februari, 0,77% Maret, dan 0,47% April 2014. Dengan bahasa lebih bening,
dapat disimpulkan bahwa aturan LTV memang menekan laju pertumbuhan perusahaan
pembiayaan. Artinya, meskipun masih tetap tumbuh tetapi sangat tipis.
Berkah Lebaran
Namun, bagaimana masa Lebaran 2014? Amat terang benderang, perusahaan pembiayaan
akan menerima berkah melimpah. Apa saja berkah itu? Faktor apa saja yang patut
dipertimbangkan?
Pertama, menerima rezeki dari tunjangan hari raya. Pada umumnya, dua minggu menjelang
Lebaran, karyawan, pegawai, atau buruh akan menerima tunjangan hari raya (THR). Uang
THR yang minimal sebesar satu kali gaji itu antara lain akan dibelanjakan untuk menambah
dana pembelian mobil atau sepeda motor. Sudah barang tentu aksi itu akan menyuburkan
pendapatan perusahaan pembiayaan.
Rezeki itu sesungguhnya juga dinikmati oleh dealer mobil atau sepeda motor. Mengapa
demikian? Karena perusahaan pembiayaan sudah pasti akan bekerja sama dengan beberapa
dealer di seluruh Tanah Air dalam memberikan pembiayaan konsumen. Oleh karena itu, saat
ini banyak event sebagai kerja sama antara perusahaan pembiayaan dan dealer untuk
memasarkan produk mobil dan terutama sepeda motor. Untuk menarik konsumen, mereka
sepakat untuk memberikan diskon dan hadiah yang supermenawan.
Katakanlah, diskon tinggi dan undian berhadiah “Beli satu, dapat dua motor”. Oleh
konsumen, mobil dan sepeda motor itu digunakan untuk mudik. Berapa target penjualan
mobil dan sepeda motor pada 2014? Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo)
memproyeksikan 2014 memperkirakan penjualan mobil mencapai 1,2 juta unit. Padahal,
sebelumnya Gaikindo memperkirakan penjualan mobil 2013 sama dengan penjualan tahun
lalu 1,1 juta unit.
Penjualan terjadi pada September 2013 ketika diadakan Indonesia International Motor Show
(IIMS) yang mencapai 115.921 unit atau naik 46,8% dari bulan sebelumnya Agustus 2013
sebesar 77.962 unit (Tribunnews, 7 Mei 2014). Sementara itu, Asosiasi Industri Sepeda
Motor Indonesia (AISI) menargetkan penjualan sepeda motor pada 2014 sama dengan kinerja
2013 sebanyak 7,7 juta hingga 8 juta unit. Target yang bersifat stagnan ini sejalan dengan
akumulasi kondisi makroekonomi yang terganggu sejak beberapa bulan lalu (Bisnis
44. 44
Indonesia, 12 Januari 2014).
Tak dapat dibendung lagi, penjualan mobil dan sepeda motor akan meledak saat Lebaran.
Alhasil, pertumbuhan pembiayaan konsumen akan terbang tinggi. Namun, perusahaan
pembiayaan sudah semestinya juga mempertimbangkan aji mumpung (moral hazard)
konsumen yang nakal.
Kedua, meningkatkan kualitas kredit. Setelah Lebaran, biasanya akan terjadi pula
peningkatan penarikan sepeda motor oleh perusahaan pembiayaan. Kok bisa? Begini
ilustrasinya. Banyak konsumen akan mengambil pembiayaan sepeda motor untuk dipakai
pulang kampung meskipun dana mepet.
Setelah Lebaran, konsumen mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban angsuran
bulanan sehingga akhirnya sepeda motor ditarik. Dari sisi konsumen, mereka akan menarik
keuntungan karena sudah menikmati sepeda motor baru untuk pulang kampung. Sebaliknya,
perusahaan pembiayaan akan merugi karena harga jual sepeda motor tarikan sudah pasti akan
menurun drastis daripada sepeda motor baru. Oleh karena itu, perusahaan pembiayaan wajib
meningkatkan kualitas pembiayaan konsumen dengan mencermati perilaku konsumen seperti
itu.
Ketiga, menggenjot modal. Dalam industri keuangan baik perbankan maupun nonperbankan
seperti perusahaan pembiayaan, modal itu bagaikan tameng untuk sanggup bersaing dengan
sigap. Bukan hanya itu. Modal juga bermanfaat untuk menepis aneka potensi risiko kredit,
pasar, operasional, dan likuiditas. Potensi risiko itu bakal lebih tinggi ketika kelak Otoritas
Jasa Keuangan(OJK) mendorong perusahaan pembiayaan untuk membiayai usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM), perumahan, dan bahkan infrastruktur. Akibat logisnya,
perusahaan pembiayaan wajib mengerek modal.
Modal dapat dicetak melalui penawaran saham perdana (initial public offering/IPO),
menerbitkan subordinasi obligasi (subdebt) atau pengucuran dana segar. Ingat, modal pun
bersumber dari laba ditahan (retained earnings). Alhasil, perusahaan pembiayaan bukan
hanya memperoleh berkah Lebaran yang melimpah, melainkan juga mampu bersaing dengan
trengginas. Sungguh! ●
PAUL SUTARYONO
Pengamat Perbankan & Mantan Assistant Vice President BNI
45. 45
Pengaruh Sistem Pembayaran terhadap
Investasi
Kerja sama ekonomi regional baik itu di Eropa, Asia, ataupun Amerika akan berbentuk pasar
bebas tingkat regional. Investasi akan terhambat jika pembayaran mengalami penundaan
sebagaimana yang diteliti Ozbay. Dia (2013) mengatakan ”strong evidence that a prize linked
saving payment option leads to greater rates of payment deferral than does a straightforward
interest payment option of the same expected value ”.
Belajar di Uni Eropa akan sangat bermanfaat untuk menganalisis pengaruh sistem
pembayaran terhadap investasi. Komisi Uni Eropa menerbitkan Green Paper yang mampu
mengidentifikasi sistem pembayaran yang efisien dan kompetitif sebagai pendorong utama
untuk pengembangan pasar internal di Uni Eropa.
Sistem ini ditopang oleh pesatnya kemajuan teknologi, khususnya online dan pembayaran
seluler, yang kemungkinan akan mengubah fungsi pasar. Green Paper telah menilai lanskap
saat ini dari pembayaran kartu, internet, dan seluler di Eropa. Ini juga mengidentifikasi
kesenjangan antara situasi saat ini dan visi pasar pembayaran yang terintegrasi penuh dan
hambatan yang telah menciptakan kesenjangan tersebut.
Tujuan dari Green Paper adalah memulai proses konsultasi skala luas dengan para pemangku
kepentingan pada analisis ini dan untuk membantu mengidentifikasi cara yang tepat untuk
meningkatkan integrasi pasar. Dengan demikian, kebutuhan akan investasi dan pengaruhnya
terhadap investasi juga akan semakin terukur.
***
Dalam Green Paper, komisi menetapkan visi dan tujuan dari pasar pembayaran yaitu bahwa
tidak boleh ada perbedaan antara pembayaran lintas batas dan domestik. Atas dasar standar
dan buku aturan yang diberikan, perbedaan ini juga harus menjadi usang untuk pembayaran
noneuro dalam Uni Eropa. Ini akan mengakibatkan pasar tunggal digital yang sebenarnya di
tingkat Uni Eropa.
Integrasi penuh berarti lima hal: Pertama, konsumen menggunakan rekening bank tunggal
untuk semua transaksi pembayaran, bahkan jika mereka tinggal di luar negara asal mereka
atau sering bepergian di seluruh Uni Eropa. Dengan mempercepat inovasi, pembayaran
menjadi lebih nyaman dan disesuaikan dengan keadaan khusus dari transaksi pembelian
(pembayaran online vs offline, nilai mikro vs besar, dan sebagainya).
Kedua, bisnis dan administrasi publik dapat mempermudah dan memperlancar proses
pembayaran mereka dan memusatkan operasi keuangan di seluruh Uni Eropa. Ini memiliki
46. 46
potensi signifikan untuk menghasilkan penghematan. Selain itu, standar terbuka umum dan
penyelesaian yang lebih cepat dari transaksi pembayaran juga akan meningkatkan arus kas.
Ketiga, pedagang juga mendapat manfaat dari solusi pembayaran elektronik yang murah,
efisien, dan aman. Peningkatan persaingan membuat alternatif dari penanganan uang tunai
lebih menarik. Pada gilirannya ini juga memindahkan ke e-commerce lebih menarik dan
mengarah ke peningkatan pengalaman pelanggan saat melakukan pembayaran.
Keempat, penyedia layanan pembayaran (PSP), yaitu PSP bank dan nonbank, dapat
memperoleh manfaat dari skala ekonomi melalui instrumen pembayaran standardisasi
sehingga mencapai penghematan biaya setelah investasi awal. Ini membuka akses ke pasar
baru, baik untuk meningkatkan basis pendapatan untuk instrumen pembayaran yang ada
maupun untuk meluncurkan inovasi pada skala yang lebih luas.
Kelima, penyedia teknologi seperti vendor perangkat lunak, prosesor, dan konsultan IT dapat
mendasarkan pekerjaan pembangunan dan solusi mereka pada instrumen pan-Eropa, yang
memfasilitasi inovasi di seluruh negara anggota Uni Eropa.
***
Agar visi ini menjadi kenyataan untuk pembayaran kartu, elektronik dan nonelektronik
pembayaran, sejumlah isu tambahan perlu ditangani seperti keamanan, kebebasan memilih,
tanpa hambatan teknis dan inovasi bisnis, standardisasi berbagai komponen dan
interoperabilitas. Harmonisasi peraturan harus membantu mendobrak hambatan untuk
pembayaran lintas batas dan meningkatkan cakupan untuk kompetisi dan mengembangkan
peluang baik untuk penyedia pembayaran maupun konsumen.
Agar investasi sebagai input dan output dapat terintegrasi dengan baik dalam pasar bersama
ASEAN, penegakan persaingan tampaknya akan tetap diperlukan untuk mengatasi perilaku
pelaku pasar yang tidak sepenuhnya diatur. Regulasi diri, khususnya di bidang standar, akan
menjadi penting juga dan pertanyaan kunci adalah bagaimana memastikan bahwa insentif
dari semua yang terlibat akan mendorong perkembangan yang pesat dan rollout dari standar
tersebut. Sebuah campuran yang tepat dari instrumen ini harus menghasilkan pasar
pembayaran yang lebih siap untuk memenuhi kebutuhan pengguna mereka dan untuk
menciptakan pasar yang terintegrasi berdasarkan teknologi saat ini dan masa depan.
Penggunaan kerja sama antarbank dan mekanisme kompensasi berarti bahwa bank-bank
melepaskan penentuan diri atas posisi kompetitif mereka di pasar. Sementara mekanisme
kerja sama antarbank tidak dilarang, namun dilarang bagi operator untuk menunjukkan
bahwa mekanisme keuangan yang mungkin dilaksanakan seperti biaya antarbank multilateral
lebih efektif daripada perjanjian bilateral bahwa mereka tidak menghilangkan persaingan dan
bahwa mereka membawa kemajuan ekonomi untuk kepentingan konsumen. Kondisi ini tidak
terpenuhi khususnya jika fee yang berkaitan dengan kerja sama antarbank diatur di atas
tingkat fee yang kompetitif.
47. 47
Dalam skenario ini, fee ini menjadi beban pedagang, yang memasukkan fee tersebut ke dalam
beban mereka, dan karenanya ke dalam biaya produk atau jasa mereka dan akhirnya harga
yang dibayar oleh konsumen. Jelas sekali bahwa investasi dalam sistem pembayaran sangat
ditentukan oleh ada tidaknya manfaat ekonomi bagi konsumen. ●
ACHMAD DENI DARURI
President Director Center for Banking Crisis
48. 48
Kemewahan
Sebentar lagi warga DKI Jakarta yang tidak mudik atau yang kampung halamannya Jakarta
bakal menikmati ”kemewahan tahunan”. Apa itu?
Jalan-jalan raya yang bebas dari kemacetan. Langit biru jernih karena menurunnya tingkat
polusi udara. Kemewahan semacam itu tidak gratis. Ada harganya. Hitungan-hitungannya
bagaimana? Tapi bisakah kita menghitungnya dan bagaimana menikmati kemewahan kalau
tak punya waktu?
Polisi dan Biaya Sosial
Begini. Setiap tahun biaya sosial akibat kemacetan di Jakarta terbilang tinggi. Menurut
perkiraan Infrastructure Partnership & Knowledge Center, pada tahun 2013 saja nilainya
Rp68 triliun. Di sini yang dimaksud dengan biaya sosial banyak ragamnya. Misalnya, biaya
dalam bentuk pemborosan BBM. Ada juga biaya untuk pengobatan akibat infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) yang dipicu polusi dari asap kendaraan dan biaya-biaya lain. Jangan
anggap remeh dengan biaya-biaya yang mungkin sulit sekali buat kita untuk menghitung
nilainya. Tapi, saya punya ilustrasi sederhana untuk mengukurnya.
Setiap pagi saya selalu rutin melewati ruas jalan tertentu. Di situ selalu ada seorang polisi
yang bertugas mengatur lalu lintas. Awalnya saya selalu mengamati gerak-geriknya. Setelah
sekian lama, akhirnya saya bosan. Setahun berlalu. Dua tahun juga lewat. Belakangan ketika
saya melihat lagi sosok polisi tersebut, saya agak kaget. Wajahnya terlihat lebih kurus, letih,
dan menua. Padahal, mungkin usianya hanya bertambah sekitar dua tahun. Penasaran, saya
kemudian membaca beberapa referensi tentang dampak polusi dari asap kendaraan bermotor.
Memang di situ disebutkan, polusi akibat asap kendaraan bisa mengganggu beberapa fungsi
tubuh manusia.
Kematian akibat polusi biasanya terjadi dalam bentuk penyakit jantung, stroke, paru-paru,
dan ISPA tadi. Menurut data WHO, selama tahun 2012, 1 dari 8 orang di dunia meninggal
akibat polusi udara. Maka, saya senang ketika suatu kali menyaksikan petugas polisi tadi
sudah menggunakan masker untuk menutupi hidung dan mulutnya. Mestinya itu sudah ia
lakukan sejak dulu. Apa yang ditanggung oleh polisi tadi adalah salah satu bentuk nyata dari
kerugian sosial. Di DKI, kalau mau dihitung per hari, biaya sosial yang kita hambur-
hamburkan akibat kemacetan adalah sekitar Rp186 miliar.
Jadi dengan libur Lebaran, yang kalau kita anggap efektif berlangsung selama dua minggu,
berarti kita menikmati kemewahan dalam bentuk penghematan biaya sosial sebesar Rp2,6
triliun. Lumayan bukan? Kalau libur Lebarannya mau diperpanjang sampai sebulan,
barangkali penghematan dari biaya sosial ini sudah cukup untuk menjadi modal awal