Bab pertama dokumen ini membahas latar belakang, tujuan, dan metodologi evaluasi kinerja pembangunan daerah Sumatera Selatan periode 2004-2008. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan serta pencapaian tujuan program. Metodologi yang digunakan meliputi penentuan indikator hasil, pemilihan pendekatan evaluasi, pelaksanaan evaluasi, dan penyusunan rekomendasi.
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
1.
2. Bab I : Pendahuluan
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kegiatan pembangunan pada era Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009 telah
menyelesaikan tahun keempat dan memasuki tahun terakhir pada tahun 2009. Telah banyak
program pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) dilaksanakan dalam berbagai bidang oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
bersama semua elemen masyarakat. Pemerintah telah merencanakan secara serius dan
komprehensif upaya untuk meningkatkan pembangunan wilayah dan masyarakat Indonesia yang
tentu pada pelaksanaannya di masing-masing wilayah dijalankan oleh pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota. Jelas pula bahwa untuk mencapai keberhasilan mesti memenuhi salah satu
syarat terjadinya sinkronisasi dan keterpaduan antara rencana pembangunan pusat dan daerah,
meskipun setiap daerah dapat memiliki agenda khusus spesifik sesuai dengan potensi dan kondisi
masing-masing. Seluruh agenda, sasaran dan prioritas pembangunan nasional yang telah
dituangkan dalam RPJMN 2004-2009 merupakan kebutuhan bersama sehingga relevan dan
sangat perlu untuk dilaksanakan seluruh daerah dengan pengecualian satu atau beberapa aspek
masalah dan program pembangunan yang tidak ada atau tidak muncul permasalahannya di
daerah tersebut.
Selanjutnya, yang mesti menjadi pertimbangan adalah pada hakekatnya keberhasilan
pembangunan tidak hanya dinilai dari tingkat pertumbuhan atau peningkatan kuantitatif aspek fisik
variabel-variabel pembangunan tersebut seperti produksi output total dan pendapatan per kapita,
peningkatan jumlah konsumsi, infrastruktur, dan lain-lain. Elemen kunci pembangunan adalah
bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan yang menyebabkan
terjadinya perubahan struktur ke arah kemajuan. Hal ini berarti pula bagaimana partisipasi
mereka dalam menikmati manfaat dari hasil-hasil pembangunan, bukan malah segelintir penduduk
yang berpendapatan kaya saja yang banyak menikmatinya. Fenomena tersebut sedapat mungkin
diupayakan untuk disampaikan dalam laporan evaluasi empat tahun pelaksanaan RPJMN 2004-
2009 di Provinsi Sumatera Selatan.
Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sampai
saat ini merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkesinambungan dari kegiatan
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 1
3. Bab I : Pendahuluan
pembangunan sebelumnya, dimana sistem perencanaan dengan penggunaan pola rencana
pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang sudah memasuki tahap kedua yaitu tahap
I pada periode 2005-2008 dan tahap II pada 2008-2013. Hal tersebut dilakukan selain dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Sumatera Selatan, juga sebagai upaya
mensinkronkannya dengan agenda pembangunan yang tertuang dalam rencana pembangunan
jangka menengah nasional (RPJMN). Pelaksanaan pembangunan di wilayah ini telah
menghasilkan keberhasilan dalam banyak hal, namun masih menyisakan masalah-masalah yang
menghambat atau mengganggu kelancaran proses pembangunan tersebut seperti kemiskinan,
pengangguran dan rendahnya pendapatan perkapita yang perlu diantisipasi dan segera dicarikan
jalan keluarnya. Sejauh mana isu-isu tersebut di atas yang telah memacu Provinsi Sumatera
Selatan untuk melaksanakan pembangunan dengan memprioritaskan peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui berbagai langkah strategis dan kebijakan pokok yang disusunnya demi
kepentingan kemajuan daerah maupun mendukung pelaksanaan agenda-agenda pembangunan
dalam RPJMN 2004 – 2009 perlu untuk dievaluasi secara komprehensif.
Keberhasilan dan hambatan pembangunan tersebut sebagai ekspresi dari kinerja
pembangunan nasional dapat secara faktual diketahui dari hasil penilaian melalui evaluasi yang
dilakukan terhadap hasil pelaksanaan program-programnya di seluruh daerah, termasuk di
Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini sangat relevan karena, pembangunan daerah merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, dan pada hakekatnya pembangunan
daerah adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa
depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.
Hal tersebut sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang
menegaskan bahwa Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan
kebijakan dan program pembangunan di daerah masing-masing. Oleh karena itu sudah tentu pula
keberhasilan pembangunan daerah akan menentukan keberhasilan pembangunan nasional, dan
kendala atau masalah yang terjadi juga merupakan bagian dari hambatan pembangunan nasional
tersebut. Untuk itulah mulai tahun 2006 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
melaksanakan kegiatan evaluasi pembangunan daerah (EKPD) bekerja sama dengan perguruan
tinggi di seluruh wilayah provinsi di Indonesia, sehingga dapat diketahui sejauh mana kinerja
pembangunan setiap daerah provinsi dalam wilayah Republik Indonesia, Kinerja pembangunan
daerah yang dinilai berupa tingkat keberhasilan yang dicapai, keterkaitan atau sinkronisasi dan
sinergisme antara pembangunan daerah dan pembangunan nasional, partisipasi elemen
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 2
4. Bab I : Pendahuluan
masyarakat, serta kendala dan hambatan yang dialami. Tahun 2009 ini merupakan tahun ke
empat pelaksanaan kegiatan EKPD yang untuk Provinsi Sumatera Selatan bekerja sama dengan
Tim dari Universitas Srwijaya.
1.2. Tujuan dan Keluaran
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah 2009 di Sumatera Selatan ini disusun dengan
tujuan untuk :
1. Menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu
2004-2008.
2. Mengetahui pencapaian tujuan/sasaran yang diharapkan dan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut bagi masyarakat.
Sementara keluaran dari evaluasi ini adalah berupa informasi kuantitatif penting yang
berguna sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan
pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan
sebelumnya.
Selain itu, diharapkan hasil evaluasi ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai
rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna mempertajam perencanaan dan
penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode berikutnya, termasuk untuk penentuan
alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).
1.3. Metodologi
Merujuk pada buku panduan dari Bappenas, kerangka kerja EKPD 2009 meliputi
beberapa tahapan kegiatan utama yaitu: (1) Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki
pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan pendekatan
dalam melakukan evaluasi; dan (3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi
kebijakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Ketiga tahapan tersebut diuraikan sebagai
berikut:
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 3
5. Bab I : Pendahuluan
Gambar 1. Kerangka Kerja EKPD 2009 di Provinsi Sumatera Selatan
(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes)
Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator dampak
(impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes) terpilih.
Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator pendukungnya, dilakukan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
a. Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
b. Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output
dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target
outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
c. Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati,
dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 4
6. Bab I : Pendahuluan
d. Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan
kinerja;
e. Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk
menghasilkan indikator;
f. Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan/sasaran
pembangunan daerah meliputi:
1. Tingkat pelayanan publik dan demokrasi.
2. Tingkat kualitas sumber daya manusia.
3. Tingkat pembangunan ekonomi.
4. Kualitas pengelolaan sumber daya alam.
5. Tingkat kesejahteraan sosial.
(2) Pemilihan Pendekatan dalam Melakukan Evaluasi
Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat dilihat
dalam Gambar 2 yaitu:
a. Relevansi, untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan
terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.
b. Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi
terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan daerah.
c. Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi keluaran
(outputs).
d. Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan outcomes
pembangunan.
e. Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil pembangunan
dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
f. Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.
g. Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses pembangunan
dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.
Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD 2009, maka
pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan efektivitas pencapaian.
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 5
7. Bab I : Pendahuluan
Gambar 2 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan
Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan utama
pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah. Tahap kedua adalah
melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu
melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan efektivitas pencapaian. Tahap keempat
adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang menyebabkan capaian
pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif. Tim Evaluasi Provinsi menjelaskan “How
and Why” berkaitan dengan capaian pembangunan daerah. Tahap kelima adalah menyusun
rekomendasi untuk mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan periode
berikutnya.
(4) Metode Penentuan Capaian Pembangunan
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah
sebagai berikut:
a. Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 6
8. Bab I : Pendahuluan
b. Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung
dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
c. Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
d. Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif,
maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu
menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin
tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
e. Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator
Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
1) persentase penduduk miskin
2) tingkat pengangguran terbuka
3) persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
4) presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
5) presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif, sehingga Indikator
kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% - tingkat pengangguran
terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak) + (100%- persentase
pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi
sosial}/5
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran
pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal
ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah sejalan atau
lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur
dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan.
Efektivitas pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 7
9. Bab I : Pendahuluan
(5) Metode Pengumpulan Data dan Infromasi
a. Pengamatan langsung
Sebagian data dan informasi diperoleh dari pengamatan langsung kepada masyarakat
sebagai subjek dan objek pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi,
pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi
terkait.
b. Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh melalui kegitan focus group discussion (FGD) dengan pemangku
kepentingan pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam
menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi.
c. Pengumpulan Data Sekunder
Data dan informasi sekunder diperoleh dari yang telah tersedia pada instansi pemerintah
seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
1.4. Sistematika Penulisan Laporan
Laporan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di Provinsi Sumatera Selatan ini disusun
dengan sistematika yang mengacu pada pedoman penyusunan laporan evaluasi tahun 2009 yang
ditetapkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan sistematika
penulisan laporannya sebagai berikut:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan
1.2 Keluaran
1.3 Metodologi
1.4 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
2.1 Tingkat Pelayanan Publik
2.1.1. Capaian Indikator
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 8
10. Bab I : Pendahuluan
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
2.2. Tingkat Demokrasi
2.2.1. Capaian Indikator
2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
2.3. Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia
2.3.1. Capaian Indikator
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan
2.4. Tingkat Pembangunan Ekonomi
2.4.1. Capaian Indikator
2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.4.3. Rekomendasi Kebijakan
2.5. Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam
2.5.1. Capaian Indikator
2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.5.3. Rekomendasi Kebijakan
2.6. Tingkat Kesejahteraan Rakyat
2.6.1. Capaian Indikator
2.6.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.6.3. Rekomendasi Kebijakan
BAB III. KESIMPULAN
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 9
11. Bab II : Hasil Evaluasi
BAB
II HASIL EVALUASI
Proses pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan sejak tahun 2004 dihadapkan dengan
beberapa permasalahan dan tantangan utama, yaitu
1. Belum optimalnya kinerja aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan publik sehingga
belum mampu memuaskan keinginan berbagai lapisan masyarakat, masih realtif tingginya
tingkat kejahatan yang mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat, dan belum tuntasnya
penanganan kasus korupsi, serta berbagai perkara pidana dan perdata ;
2. Belum berjalan sepenuhnya implementasi dan kehidupan demokrasi, yang ditandai dengan
masih cukup maraknya konflik pada pemilihan anggota legislatif, pemilihan bupati/ walikota
maupun gubernur, dan terjadinya unjuk rasa yang tidak tertib dan cenderung anarkis;
3. Belum optimalnya pengembangan mutu sumber daya manusia yang ditunjukkan oleh relatif
rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM), tingginya angka kemiskinan dan
penyeberannya di pedesaan dan besarnya angka pengangguran akibat rendahnya tingkat
pendidikan dan keterampilan, terbatasnya akses terhadap kegiatan ekonomi, sulitnya
mendapat pekerjaan, dan buruknya lingkungan permukiman;
4. Belum optimalnya pelayanan pendidikan sebagai akibat terbatasnya sarana-prasarana dan
dana pendidikan, belum maksimalnya perluasan akses dan pemerataan pendidikan, masih
rendahnya kualitas dan kesejahteraan guru, serta masih terbatasnya mutu pendidikan;
5. Kurangnya pelayanan kesehatan dan mahalnya biaya kesehatan sebagai akibat terbatasnya
fasiitas kesehatan, belum meratanya persebaran tenaga kesehatan dan sulitnya prasarana di
daerah perdesaan;
6. Masih rendahnya investasi PMA dan PMDN, termasuk perkembangan UMKM yang sebagian
disebabkan oleh peraturan perundangan di daerah dan iklim investasi yang belum kondusif
bagi pengembangan usaha;
7. Lebih lambatnya laju pasokan energi dibandingkan laju permintaan konsumsinya sehingga
posisi Sumatera Selatan sebagai lumbung energi belum mampu memenuhi kebutuhan energi
masyarakat maupun industri.
8. Kurangnya kesadaran pemangku kepentingan terhadap kelestarian lingkungan sehingga
menyebabkan timbulnya konflik pemanfaatan lahan dan cenderung menurunannya daya
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 10
12. Bab II : Hasil Evaluasi
dukung lingkungan. Selain itu, lemahnya kontrol pengelola kawasan lindung menyebabkan
kawasan hutan terus menjadi sasaran penebang kayu liar dan perambah hutan.
9. Terbatasnya infrastruktur perekonomian (jalan, listrik, telepon, penyediaan air) dan sarana
transportasi yang menghambat pengembangan usaha dan pelayanan publik, serta
menyebabkan belum meratanya aksesibilitas fisik maupun informasi/komunikasi ke sebagian
wilayah provinsi ini. Selain itu terbatasnya kapasitas pelabuhan menyebabkan terhambatnya
laju ekspor komoditi andalan provinsi ini ke luar daerah maupun luar negeri.
10. Masih adanya permasalahan sosial yang cukup beragam dan meningkat jumlahnya, di
antaranya anak terlantar dan anak nakal, tuna-susila dan waria, pengemis dan gelandangan,
korban penyalahgunaan narkoba, penyandang cacat, penderita HIV/AIDS, mantan
narapidana, lanjut usia terlantar, wanita rawan sosial ekonomi, fakir miskin, dan masyarakat
yang tinggal di daerah rawan, serta maraknya aksi anak-anak jalanan.
Berdasarkan permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah Sumatera Selatan berikut
ini disampaikan hasil evaluasi kinerja dari upaya-upaya yang telah dilakukan hingga 2008.
2.1. Tingkat Pelayanan Publik
Paradigma baru dalam pelayanan adalah adanya peran aktif dari masyarakat dalam
proses penyelenggaraan pelayanan publik pada setiap tingkatan proses sesuai etika negara.
Dalam kaitan tersebut hak mayarakat untuk mendapat layanan yang baik dan berkualitas perlu
disampaikan dengan cara yang disepakati bersama antara pemerintan daerah sebagai
penyelenggara dengan masyarakat sebagai pemanfaat/ pengguna jasa.
Kewajiban semua pihak untuk mentaati peraturan perundang undangan yang berlaku
tentu saja menjadi prioritas utama yang harus ditaati. Masyarakat madani perlu dukungan
pengorganisasian yang profesional dari lembaga non pemerintah/ LSM. Keahlian keterampilan
dan kepemimpinan lembaga mereka diperlukan agar partisipasinya lebih bermanfaat bagi
peningkatan kapasitas pelayanan publik. Inisiatif mulai dari pengembangan komunitas sampai
pada advokasi dan pengawasan perlu mengacu kepada mekanisme (termasuk mekanisme
komplain) yang disepakati berdasarkan pendekatan yang adil dan berkualitas.
Dalam RPJMD 2005-2008 secara tegas disebutkan pelayanan publik berhubungan
langsung dengan penerapan Otonomi Daerah sebagai bagian dari pelaksanaan reformasi tata
pemerintahan antara pusat dan daerah bertujuan untuk menciptakan persatuan dan kerukunan
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 11
13. Bab II : Hasil Evaluasi
bangsa serta menjamin keserasian hubungan antara warga masyarakat, antar daerah serta antara
daerah dan pusat. Disisilain, esensi otonomi daerah juga memiliki makna penting yakni
memberdayakan masyarakat, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta mempercepat pelaksanaan
pembangunan daerah karena pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintah dan
pelayanan publik menjadi lebih sederhana dan lebih cepat. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 disempurnakan menjadi Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004, merupakan titik awal Otonomi Daerah yang memberikan
kewenangan secara Otonom untuk melaksanakan berbagai urusan yang sebelumnya dilaksanakan
Pemerintah Pusat.
Kebijakan Otonomi Daerah telah membawa kemajuan dalam penyelenggaraan
pemerintah yang telah dicapai antara lain adalah harmonisasi hubungan Kabupaten/Kota dengan
Provinsi dan harmonisasi hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumberdaya alam, pemilihan
kepala daerah secara langsung. Selain itu perlunya dukungan kemampuan dan profesionalisme
kinerja Aparatur Pemerintah Daerah yang lebih akuntabel guna memenuhi tuntutan masyarakat
akan pemenuhan pelayanan publik yang semakin berkualitas serta menghadapi tantangan global
serta perwujudan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance) dan Pemerintah
yang bersih ( clean government).
2.1.1. Capaian Indikator
Selama kurun waktu pelaksanaan pembangunan 2004-2008, kinerja pelayanan publik
oleh aparatur pemerintah Provinsi Sumatera Selatan maupun penegak hukum (Jaksa, Polisi)
menunjukan perkembangan ke arah peningkatan pelayanan publik atau menunjukkan bahwa
terjadi perkembangan yang cukup baik dalam hal penanganan korupsi dilihat dari jumlah yang
ditangani dibandingkan yang dilaporkan. Hampir semua kasus korupsi yang dilaporkan
masyarakat dilakukan penyelidikan dan penyidikan (diproses) oleh Pihak Kejaksanaan Tinggi yaitu
kisaran 90% lebih, namun demikian, tidak semua laporan tersebut ditindak lanjuti ke tingkat
penuntutan, misalnya tahun 2006, dari 76 kasus yang ditangani hanya 63 kasus yang dilanjutkan
ketahap penuntutan, tahun 2006 dari 27 kasus korupsi yang ditangani, hanya 26 yang lanjutkan ke
tahap penuntutan, tahun 2008, dari 38 kasus yang ditangani, hanya 21 yang diteruskan ke tahap
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 12
14. Bab II : Hasil Evaluasi
Tabel 2.1.
Tingkat Pelayanan Publik di Sumatera Selatan
Jenis Capaian 2004 2005 2006 2007 2008
Capaian Ind. Outcome Sumsel 11.67 48.92 51.07 60.67 64.10
Capaian Ind. Outcome Nasional 42.98 43.35 49.17 61.96 66.43
Tren Capaian IOC Sumsel 3.193 0.044 0.188 0.057
Tren Capaian IOC Nasional 0.009 0.134 0.260 0.072
70.00 3.50
60.00 3.00
50.00 2.50
apaian indkator outcome
Tren indikator outcome
40.00 2.00
30.00 1.50
C
20.00 1.00
10.00 0.50
0.00 0.00
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Capaian Indiaktor Outcome Sumsel Capaian Indikator Outcome Nasional
Tren Outcome Sumsel Tren Outcome Nasional
Gambar 2.1. Grafik capaian indikator outcome tingkat pelayanan publik
penuntutan. Kebanyakan kasus korupsi yang ditangani pihak Kejaksanaan pada tahap penyidikan
dan tidak diteruskan ke tahap penuntutan, karena masih kurangnya alat bukti. Selain itu
diperkirakan masih banyak pula kasus-kasus korupsi yang tidak dilaporkan.
Selain tingkat pelayanan publik cenderung meningkat, kemampuan profesionalisme
aparat juga dipersyaratkan harus ditingkatkan, terutama jenjang pendidikan, selama lima tahun
terakhir jenjang pendidikan aparatur pemerintah masih dominan berpendidikan sekola menengah
atas (SLTA), namun demikian, berdasarkan data statistik, tingkat kemampuan dan pendidikan
aparatur pemerintah juga meningkat selama tiga tahun terakhir, Pada pada awalnya terdapat
kenaikan proporsi aparat yang berijazah minimal S1 di perintahan provinsi (2004-2006), namun
menurun lagi pada tahun 2008 yang diperkirakan akibat adanya pegawai yang pensiun dan mutasi
pegawai ke kabupaten/kota untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi dibandingkan yang
disandangnya di pemerintah provinsi.
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 13
15. Bab II : Hasil Evaluasi
Dengan demikian, peningkatan jenjang pendidikan menjadi suatu keharusan dan
kebutuhan untuk meningkatkan pangkat dan menduduki Eselon tertentu. Dengan kata lain untuk
jabatan-jabatan tertentu secara normatif (aturan kepangkatan dan jabatan strukturtal) telah
dipersyaratkan minimal jejang pendidikan Strata 1 (S1). Selain peningkatan kemampuan aparatur
pemerintah, pemerintah juga telah melakukan upaya meningkatkan sarana prasarana untuk
meningkatkan pelayanan publik, terutama di Kabupaten dan Kota telah dimulainya pelayanan satu
pintu atau One Stop Service.
Selama lima tahun terakhir (2004-2009), perkembangan kabupaten dan kota yang memiliki
sistem pelayanan satu atap/pintu juga mengalami kenaikan seiring dengan tuntutan jaman dan
keinginan dan komitmen yang kuat dari setiap pemerintah daerah tersebut untuk menggalakan
penanaman modal dan pengembangan usaha di wilayahnya masing-masing. Pendirian Unit
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Selatan telah dimulai
sejak tahun 2005 hingga 2008 yaitu ada 8 (delapan) kabupaten telah membentuk Unit Pelayanan
terpadu Satu Pintu yaitu kabupaten MUBA, Lahat, OKU, Banyuasin, OKI, MURA, Muara Enim
dan tahun 2009, Provinsi Sumatera Selatan telah membentuk Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu
di bawah koordinasi Badan Penanaman Modal Daerah.
Tabel 2.2.
Capaian Indikator Output Pelayanan Publik
Capaian per tahun
Indikator Hasil (Output)
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase jumlah kasus korupsi yang
tertangani dibandingkan dengan yang
dilaporkan
100 96,30 83,00 96,00 97,70
Presentase aparat yang berijazah minimal S1 35,00 36,18 48,81 43,00 37,60
Persentase jumlah kabupaten/ kota yang
- 14,30 21,40 43,00 57,00
memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap
Sumber : BPS, Kejaksaan Tinggi dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
a. Analisis Relevansi
Data yang telah dikemukakan di atas menunjukan bahwa pelayanan publik dalam
penanganan laporan tindak pidana korupsi, jika dibanding dengan persentase tingkat nasional
relatif sama, sedangkan tingkat pendidikan aparatur pemerintah, jika dibandingkan dengan
persentase nasional, aparatur pemerintah daerah Propinsi Sumatera selatan relatif di atas rata-
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 14
16. Bab II : Hasil Evaluasi
rata yaitu 35%-48%.. sedangkan pembangunan atau pendirian unit pelayalanan terpadu satu pintu
yang dilegalisasi dengan Peraturan Daerah juga lebih maju dan berkisar 50% kabupaten di
Provinsi Sumatera Selatan telah mendirikan unit pelayanan terpadu satu pintu, termasuk
pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan telah mendirikan unit pelayanan termasuk dan
merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang telah menyelenggarakan one stop service.
b. Analisis Efektivitas
Pelayanan publik di Sumatera Selatan tamapk cukup efektif, karena terjadi
kecenderungan perkembangan yang membaik pada indikator output dan outcomenya.
Ccenderung meningkatnya pelayanan publik dalam penanganan perkara korupsi tersebut
disebabkan oleh:
1) Kasus korupsi menjadi pusat perhatian masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM) selama lima tahun terakhir ini (desakan masyarakat dan LSM),
2) meningkatnya kinerja aparatur kejaksanaan sebagai pelayanan publik,
3) pemberantasan korupsi merupakan program utama pemerintah.
Selanjutnya, cenderung meningkatnya jenjang pendidikan aparat pemerintah d Provinsi
Sumatera Selatan disebabkan oleh:
1) Penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dipersyaratkan minimal S1
2) Ada kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan peningkatan jejang pendidikan bagi
PNS.
3) Inisiatif individu PNS meningkatkan pendidikan kejenjang S1, jika tidak maka jenjang
kepangkatan stop pada level tertentu, yaitu jenjang pendidikan SLTA maksimum 3A, S2
maksimum 3D dan seterusnya.
Sementara, kecenderungan peningkatan sarana prasarana pelayanan publik berupa
pelayanan terpadu satu pintu (one stop service) disebabkan oleh:
1) Adanya Peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Pelayanan
terpadu satu pintu
2) Tuntutan transparansi proses perizinan (syarat, biaya dan waktu).
3) Tuntutan meminimalisir kontak antara petugas dengan pemohon.
4) Tuntutan meningkatkan akuntabilitas dan profesionalitas aparatur pemerintah
5) Tuntutan kepastian waktu pelayanan dari masyarakat dan pembisnis.
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 15
17. Bab II : Hasil Evaluasi
Berdasarkan pembahasan di atas, pada dasarnya pelayanan publik di Provinsi Sumatera
Selatan telah menunjukan peningkat selama lima tahun terakhir seiring dengan peningkatan
jenjang pendidikan aparatur pemerintah dan pembangunan sarana prasarana untuk pelayanan
publik.
2.1.2. Analisis Capaian indikator Spesifik dan Menonjol
Dalam kegiatan pelayanan publik, sumber daya manusia (SDM) atau aparatur
pemerintah, dari aspek pendidikan telah menunjukan kemajuan, yaitu telah telah berpendidikan
S1 (41%) dan sebagian kecil S2/S3 dan sebagian besar berpendidikan SMA.. Jika dicermati lebih
48.81
50
45 43
40 37.6
36.17
35
35
Aparat berijazah minimal S1 (%)
30
25
20
15
10
5
0
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Gambar 2.2. Perkembangan proporsi aparat yang berijazah minimal S1
jauh, peningkatan pendidikan SDM nampaknya telah dipayakan meningkat setiap tahun. Oleh
karena itu Pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan menetapkan program peningkatan
pendidikan aparatur pemerintah ke tingkat S2 dan S3. Selain itu telah pula dilakukan peningkatan
sarana prasarana pelayanan publik, terutama pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-undang Penanaman Modal dan beberapa Peraturan Menteri Negara
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 16
18. Bab II : Hasil Evaluasi
Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Menteri Dalam Negeri tentang pelayanan terpadu satu
pintu. Selanjutnya yang diharapkan adalah peningkatan keseriusan dan efektifitas pelayanan
yang dijalankan oleh aparat yang bertugas di kantor pelayanan terpadu tersebut.
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
Sejalan dengan tekad pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi, maka
diperlukan koordinasi dan kerjasama yang lebih baik antara lembaga pengawas pembangunan,
lembaga pemeriksa keuangan dan aparat penegak hukum, dengan fokus kepada pencegahan
terjadinya tindakan korupsi. Perbaikan sistem insentif pada para penanggung jawab dan
pelaksana kegiatan juga diperlukan agar mereka lebih bertanggung jawab dan lebih giat untuk
melaksanakan tugasnya, karena saat ini terdapat kecenderungan menurunnya minat untuk
menjadi penanggung jawab atau pelaksana kegiatan di kalangan aparat karena ketakutan
terhadap ancaman pidana korupsi.
Untuk mengefektikan pelayanan kepada publik yang terkait dengan sistem pelayanan
satu atap masih diperlukan koordinasi yang lebih baik dari seluruh instansi terkait dan peningkatan
kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan agar sistem pelayanan yang dilakukan benar-benar
efektif dan efsien.
2.2. Tingkat Demokrasi
Sejak sepuluh tahun terakhir proses demokratisasi di Indonesia berlangsung cukup
dramatis. Namun demikian, terbukanya ruang demokrasi yang sangat luas selama masa transisi
ini belum menunjukkan adanya kerangka kuat untuk mewujudkan kemapanan budaya demokrasi.
Tumbuh sumburnya sejumlah partai politik baru, kemerdekaan mengeluarkan
pendapat/berorganisasi, adanya kebebasan pers, yang disertai pelaksanaan desentralisasi
melalui pemberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, ternyata belum bisa membangkitkan pilar-pilar demokrasi yang
kokoh. Artinya, lembaga-lembaga demokrasi yang tumbuh subur di Indonesia sejak runtuhnya
Orde Baru lalu belum bisa menjadi alat demokrasi yang baik. Bahkan, sistem kepartaian di
Indonesia yang dibangun selama masa transisi ini belum memiliki kapasitas yang kokoh dalam
melancarkan partisipasi politik masyarakat melalui jalur partai hingga dapat mengalihkan segala
bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Perlu dicatat bahwa yang mendorong
pembangunan politik bukanlah banyaknya jumlah partai politik yang muncul, melainkan tergantung
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 17
19. Bab II : Hasil Evaluasi
kekokohan dan adaptabilitas sistem kepartaian dalam menyerap dan menyatukan semua
kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Pada pihak lain partisipasi
masyarakat dalam berdemokrasi cukup tinggi, terutama dalam pemilihan wakil wakyat, kepala
Negara, dan pemilihan kepala daerah.
2.2.1. Capaian Indikator
Tabel 2.3.
Capaian Indikator Output Demokrasi
Inkator Output Demokrasi 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
72,00
Pemilihan Kepala Daerah Provinsi
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
74,00 76,70
Pemilihan Legislatif
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pilpres 76,00 74,59
60.00
50.00
40.00
apaian indikator outcome
30.00
C
20.00
10.00
0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
Capaian Indikator Outcome Sumsel Capaian Indikator Outcome Nasional
Gambar 2.3. Grafik capaian indikator outcome tingkat demokrasi
Selama dua priode pemilihan kepala negara, anggota legislatif, dan satu kali pemilihan
kepala daerah yang dilaksanakan secara langsung menunjukan peningkatan yang cukup baik,
dimana partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah provinsi, legislatif dan presden
relatif stabil dan seimbang pada kisaran 72 -76 %, hal ini menunjukkan bahwa mayoritas
penduduk Provinsi Sumatera selatan cukup mempunyai kepedulian yang tinggi untuk memilih
pemimpinnya maupun wakil-wakil mereka di lembaga legislatif, demikian juga partisipasi politik
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 18
20. Bab II : Hasil Evaluasi
masyarakat dalam pemilihan presiden masih cukup tinggi walaupun ada penurun persentase yaitu
tahun 2004 tingkat persetase partisipasi masyarakat mencapai 76,00% dan tahun 2009 menurun
menjadi 74,59%, dan demikian juga dengan pemilihan kepala daerah PILKADA) Gubernur
Sumatera selatan, tingkat partisipasi masyarakat Provinsi Sumatera selatan cukup tinggi pada
tahun 2008 yaitu 72% .
Peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan sangat diperlukan karena kualitas
kehidupan perempuan akan mempengaruhi kualitas dan keberlanjutan kehidupan sumberdaya
manusia. Peranan perempuan dalam pembangunan sebenarnya telah mengalami peningkatan
meskipun belum optimal. Permasalahan yang membebani perempuan seperti kekerasan dalam
rumah tangga, rendahnya pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, dan bahkan rendahnya peran
dalam pengambilan keputusan termasuk di bidang politik.
Sasaran pembangunan gender secara umum adalah peningkatan kualitas kehidupan dan
peran perempuan, adanya kesadaran, kepekaan dan kepedulian gender dalam masyarakat di
setiap aspek pembangunan, meningkatnya kesejahteraan perempuan, menurunnya kasus tindak
kekerasan terhadap perempuan, terjaminnya keadilan gender dalam setiap proses kebijakan di
semua tingkat pemerintahan serta penegakan hukum.
a. Analisis Relevansi
Berdasarkan Tabel 2.3, jika dibandingkan dengan persentase partisipasi politik masyarakat
provinsi lain di Indonesia. Secara nasional tingkat partisipasi politik masyarakat Provinsi Sumatera
Selatan relatif lebih tinggi. Peningkatan Partisipasi politik warga negara merupakan indikator
majunya sistem demokrasi dan menguatnya legitimasi masyarakat terhadap pemerintahan. Ada
beberapa Iindikator penyebab tingginya partisipasi politik masyarakat yaitu:
1. Adanya kedewasaan berdemokrasi
Secara umum, demokrasi telah diakui sebagai sistem politik yang berhasil, karena demokrasi
terbukti mampu memberikan hasil optimal dalam membangun kesejahteraan dan keadilan.
Demokrasi juga terbukti lebih sanggup dalam menjamin penghormatan atas hak asasi
manusia di bidang politik, sosial, dan ekonomi. Demokrasi juga terbukti lebih mampu
membuka ruang untuk adanya penyelesaian damai atas berbagai konflik kepentingan yang
timbul dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 19
21. Bab II : Hasil Evaluasi
2. Adanya prilaku kematangan berpolitik
kedewasaan berdemokrasi tanpa diikuti dengan kematangan berpolitik, berpotensi untuk
mengurangi makna dan nilai penyelenggaraan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pada prinsipnya menyeimbangkan kedewasaan berdemokrasi dengan
kematangan berpolitik, hal ditunjukan dalam pelaksanaan Pilkada dan Pilpres tidak terjadi:
1). Anarki dan pelanggaran nilai-nilai demokrasi.
2). Adanya kesanggup menerima keputusan-keputusan bersama secara
demokratis,
3. Adanya kesanggupan melaksanakan keputusan-keputusan tersebut secara lugas,
konsekuen, dan konsisten.
Selain itu, pencapaian nyata dalam kesetaraan gender adalah dengan melihat seberapa
jauh upaya pemberdayaan terhadap perempuan, khususnya peningkatan peranan perempuan
dalam proses pembangunan. Capaian keberhasilan dalam pemberdayaan perempuan dalam
kurun waktu 2005-2009 hanya pada tahap penguatan dan sosialisasi, sehingga nilainya juga lebih
rendah dari rata-rata nasional. Relevansi sasaran pembangunan dalam upaya pembangunan
berwawasan gender belum secara optimal diimplementasikan dalam kehidupan. Masih rendahnya
kualitas hidup dan peran perempuan terlihat dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan
politik. Peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang kehidupan masih tertinggal
dibandingkan laki-laki, karena pemahaman masyarakat dan program pembangunan yang kurang
peka terhadap gender. Keterlibatan perempuan dalam jabatan publik juga masih rendah dan
peranannnya dalam pengambilan keputusan terutama bagi kepentingannya sendiri belum optimal.
Tabel. 2.4.
Gender Development Index (GDI) Sumatera Selatan
Tahun 2002, & 2005-2008
Pengeluaran
Angka Harapan Angka Melek Rata-Rata Lama
Tahun Perkapita (ribu GDI
Hidup (Tahun) Huruf (%) Sekolah (Tahun)
rupiah)
2002 63,7 96,8 7,6 743 55,5
2005 70,4 93,9 7,0 381 58,5
2006 70,4 94,1 7,4 438 59,2
2007 70,4 94,6 7,7 452 59,7
2008 70,4 94,8 7,9 455 59,8
2009 70,9 94,8 7,6 455 59,8
Sumber: Biro Pemberdayaan Perempuan Sumsel, 2009
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 20
22. Bab II : Hasil Evaluasi
Jumlah perempuan yang menjadi anggota dewan saja belum memenuhi kuota 30%. Dari
sejumlah 616 orang anggota dewan hanya ada 5 % saja anggota dewan yang berjenis kelamin
perempuan. Kecuali PNS yang ratio antara laki-laki dan perempuan relatif lebih besar PNS
perempuan, namun dari segi menduduki jabatan, jumlah PNS laki-laki justru yang banyak
menduduki jabatan penting daripada perempuan.
Tabel 2.5.
Gender Empowerment Meassurement (GEM) Sumatera Selatan
Tahun 2002, 2005 – 2008
Rata-rata Upah
Wanita di Wanita Pekerja Wanita dalam Disektor Non-
Tahun GEM
Parlemen Profesional (%) Angkatan Kerja Pertanian
(Rp.1.000,-)
2002 14,7 47,1 39,5 738,4 56,9
2005 15,4 40,1 38,3 456,3 56,1
2006 15,4 43,7 38,7 466,5 56,3
2007 15,4 44,5 35,8 475,3 56,8
2008 15,7 44,6 39,2 486,6 57,2
2009 15,9 44,9 39,3 495,2 57,4
Sumber: Biro Pemberdayaan Perempuan Sumsel, 2009
b. Analisis Efektivitas
Meskipun tidak terjadi secara kontinyu per tahun, kondisi demokrasi yang dicerminkan
oleh pilleg, pilkada dan pilpres cukup efektif karena kondisinya membaik dari sebelumnya. Hal ini
menunjukkan cukup tingginya kesadaran dan keperdulian masyarakat Sumatera Selatan akan
pentingnya peranan pemimpin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara itu
meskipun tingkat relevansi pembangunan gender lebih rendah dari rata-rata nasional, tingkat
efektifitasnya mengalami perbaikan dengan adanya peningkatan peran wanita dalam kedudukan
dan jabatan di lingkungan pemerintahan, lembaga legislatif, di lingkungan masyarakat maupun
dalam dunia usaha.
2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Kondisi perkembangan pembangunan gender yang masih relatif rendah dapat dilihat dari
masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dalam kehidupan masyarakat. Faktor
yang mendorong kekerasan terhadap perempuan dianggap sebagai urusan rumah-tangganya
sendiri. Lemahnya kelembagaan dan jaringan Pengarus Utamaan Gender termasuk di dalamnya
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 21
23. Bab II : Hasil Evaluasi
mengenai ketersediaan data mengenai lembaga atau individu yang berkomitmen dalam
perlindungan perempuan. Lemahnya PUG juga dapat dilihat dari hubungan pendidikan terhadap
perempuan dan banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, dan
diskriminatif terhadap perempuan.
Tabel 2.6.
Korban Tindak Kekerasan terhadap Perempuan di Sumatera Selatan Tahun 2007
Perempuan
No. Jenis Tindak Kekerasan
Jumlah %
1. Pelecehan Seksual 13 4,56
2. Kekerasan dalam rumah tangga 190 66,67
3. Perkosaan 32 11,23
4. Kasus trafficking 40 14,04
5. Lainnya 10 3,51
Jumlah 285 100
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
Pada masa mendatang kehidupan berdemokrasi di wilayah Sumatera Selatan perlu
ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan. Pemerintah telah berketetapan untuk terus memfasilitasi
rakyat agar dapat melaksanakan proses perilaku politik yang menuju pada kematangan berpolitik.
Dalam kaitan itu, maka ke depan pemerintah mengedepankan beberapa prinsip pokok, yaitu;
1) Terus memfasilitasi dan mendorong kedewasaan dalam berperilaku politik melalui
pembelajaran politik di masyarakat.
2). Terus mengembangkan demokrasi melalui proses yang menitikberatkan pada partisipasi dan
pemberdayaan seluruh masyarakat (inclusiveness). Pemerintah juga terus mengedepankan
prinsip toleransi dan pembentukan konsensus dibandingkan dengan persaingan dan
pertarungan.
Dalam kaitan dengan perwujudan kematangan berpolitik, UU Nomor 2 Tahun 2008 telah
mengamanatkan lima fungsi pokok dari partai politik, yaitu: pertama, sebagai sarana pendidikan
politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan
hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; kedua,
sebagai komponen bangsa yang ikut terlibat aktif dalam penciptaan iklim yang kondusif bagi
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; ketiga, sebagai
wahana penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 22
24. Bab II : Hasil Evaluasi
menetapkan kebijakan negara; keempat, sebagai sarana partisipasi politik warga negara
Indonesia; dan kelima, sebagai sarana untuk rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan
politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
.
2.3. Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia
Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam proses pembangunan baik
dalam jumlah maupun kualitasnya. Jumlah penduduk yang banyak merupakan keunggulan
tersendiri bagi Indonesia, termasuk Provinsi Sumatera Selatan. Akan tetapi tentunya akan lebih
tinggi lagi tingkat keunggulannya bila dibarengi dengan meningkatnya kualitas sumber daya
manusia yang ada yang dicirikan dengan semakin tingginya rata-rata tingkat pendidikan maupu
keahlian/keterampilannya. Hal itu jelas membuat daya saing bangsa juga akan lebih tinggi.
Pemerintah telah berupaya serius untuk membangun sumber daya manusia Indonesia.
Bagaimana kinerja pembangunan bidang ini di Sumatera Selatan dapat dikemukakan berikut.
2.3.1. Capaian Indikator
Kualitas masyarakat di Sumatera Selatan diukur dari pendidikan formal yang ditamatkan
penduduk tampaknya yang masih relatif rendah hanya pada tingkat pendidikan menengah,
meskipun angka melek huruf sudah mencapai 95,90 persen. Sementara dengan partisipasi
sekolah yang relatif rendah, nampaknya program wajib belajar 9 tahun belum sepenuhnya
menjangkau anak-anak untuk menyelesaikan sekolah. Masih tingginya angka putus sekolah pada
tingkat SD, SLTP maupun SLTA mendekati 2 persen. Disamping itu, tingkat partisipasi sekolah
yang relatif rendah ini akan berimplikasi pada kenaikan tingkat pengangguran.
Tabel 2.7.
Capaian Indikator Outcome Kualitas Sumberdaya Manusia
Jenis Capaian 2004 2005 2006 2007 2008
Capaian Ind. Outcome Sumsel 85.53 90.92 91.84 91.78 63.42
Capaian Ind. Outcome Nasional 88.39 88.92 91.10 90.84 90.56
Tren Capaian IOC Sumsel 0.063 0.010 ‐0.001 ‐0.309
Tren Capaian IOC Nasional 0.006 0.024 ‐0.003 ‐0.003
Indikator keberhasilan dari bidang pendidikan ini sifatnya relatif, disamping adanya
peningkatan, angka partisipasi sekolah, menurunnya buta aksara, tetapi juga ada bidang-bidang
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 23
25. Bab II : Hasil Evaluasi
yang perlu ditingkatkan, seperti program Wajib Belajar 9 tahun nampaknya masih belum
menjangkau sepenuhnya ke masyarakat dan masih cukup besarnya angka putus sekolah dari
tingkat dasar hingga menengah.
92.00 0.03
91.50 0.03
91.00 0.02
90.50 0.02
Tren capaian indikator outcome
Capaian indikator outcome
90.00 0.01
89.50 0.01
89.00 0.00
88.50 -0.01
88.00 -0.01
87.50 -0.02
87.00 -0.02
86.50 -0.03
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Kualitas SDM Sumsel Kualitas SDM Nasional
Tren Sumsel Tren Nasional
Gambar 2.4. Grafik capaian indikator outcome tingkat kualitas sumberdaya manusia
Dalam bidang kesehatan, masih relatif rendahnya derajat kesehatan masyarakat
Sumatera Selatan, hal ini terlihat pada angka mortalitas dan morbiditas, yaitu angka kematian
bayi, angka kematian balita, angka kematian ibu melahirkan masih relatif cukup tinggi serta angka
kesakitan malaria, TBC maupun demam berdarah dengue yang mengalami peningkatan. Masalah
lain adalah masih terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya belum merata, mutu pelayanan
kesehatan dan rendahnya status kesehatan penduduk miskin serta masih terbatasnya sarana-
prasarana kesehatan.
Dibidang keluarga berencana, bahwa peningkatan kualitas penduduk merupakan langkah
yang penting dalam melaksanakan dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Karakteristik
pembangunan antara lain dilaksanakan melalui pengendalian pertumbuhan penduduk dan
pengembangan kualitas penduduk melalui perwujudan keluarga kecil yang berkualitas. Program
Keluarga Berencana dapat berhasil karena ditopang oleh kemajuan pendidikan, peningkatan
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 24
26. Bab II : Hasil Evaluasi
mobilitas penduduk, bertambahnya wanita dalam angkatan kerja, dan lain-lain. Namun demikian
masalah internalisasi motivasi melaksanakan KB tampaknya belum optimal.
a. Analisis Relevansi
Perkembangan tingkat kualitas sumberdaya manusia di Sumatera Selatan cukup relevan
dengan perkembangannya pada tingkat nasional. Hal tersebut ditunjukkan oleh tren capaian IPM
yang cenderung meningkat, salah satunya disebabkan adanya kebijakan kabupaten/kota yang
memprogramkan penuntasan wajib belajar 9 tahun pada tahun 2009. Kebijakan ini meningkatkan
Angka Partisipasi Murni di jenjang pendidikan dasar, tahun 2004 sampai tahun 2009. Untuk
tingkat pendidikan dasar, khususnya sekolah dasar trennya cenderung naik, sedangkan untuk
pendidikan menengah, trennya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 persentase APM naik
dibandingkan pada tahun 2004, namun mengalami penurunan pada tahun 2006, dan pada tahun
2007 hampir tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2008 dan 2009, mengalami kenaikan yang
cukup signifikan di atas nasional
Tabel 2.8.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2004-2009
Pengeluaran
Angka Harapan Tingkat Melek Rata-rata lama
Tahun perkapita (ribu IPM
Hidup (tahun) Huruf (%) Sekolah (tahun)
rupiah)
2004 67,7 95,7 7,4 610,20 69,60
2005 68,3 95,9 7,5 610,50 70,20
2006 68,8 96,5 7,6 615,30 71,09
2007 69,0 96,6 7,7 617,59 71,40
2008 69.9 96.6 7,9 625,53 72,42
2009 70.4 96.7 8,2 633,25 73,53
Sumber : BPS – Sumatera Selatan
Sedangkan persentase angka putus sekolah, pada tingkat pendidikan dasar maupun
menengah trennya cenderung menurun. Pada pendidikan sekolah dasar sederajat indikator
capaiannya sudah baik, persentasenya kurang dari 1 persen. Namun untuk tingkat pendidikan
SMP dan SMA sederajat trennya menurun tetapi persentase angka putus sekolahnya masih di
atas 1 persen, hampir sama dengan rata-rata nasional. Persentase angka melek aksara penduduk
umur 15 tahun ke atas trennya meningkat dari tahun 2004 sampai tahun 2009, kondisinya masih
di atas rata-rata nasional.
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 25
27. Bab II : Hasil Evaluasi
Tabel 2.9.
Persentase Angka Putus Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Tahun 2004 - 2009 Sumatera Selatan
Tahun SD SLTP SLTA
2004 0,93 1,67 1,42
2005 0,90 1,63 1,31
2006 0,84 1,60 1,25
2007 0,74 1,45 1,16
2008 0,78 1,62 1,35
2009 0,44 1,43 1,17
Sumber : Diknas dan BPS - Sumsel
Asumsi kelayakan guru mengajar, adalah guru yang memiliki kualifikasi pendidikan D-IV
atau Strata Satu (S-1). Ada kesulitan mendapatkan data kelayakan guru mengajar ini tahun 2006
ke bawah karena terdapat perbedaan yang cukup banyak antara data dari BPS dan Diknas
Provinsi Sumatera Selatan. Namun berdasarkan data yang ada dapat dilihat bahwa terdapat
peningkatan proporsi jumlah guru yang layak mengajar pada tingkat pendidikan dasar hingga
menengah, namun pada tingkat SD angkanya masih relatif rendah. Untuk itu beberapa tahun
tahun terakhir pemerintah provinsi dan kabupaten telah berupaya meningkatkan kualitas guru SD
dengan mengikutkan mereka pada program beasiswa pendidikan S1 di Universitas terbuka atau
program diploma. Dengan demikian diharapkan mulai tahun 2009 ini terjadi kenaikan proporsi
jumlah guru yang SD yang layak mengajar.
Tabel 2.10.
Jumlah Guru dan Kelayakan Guru Mengajar
Tahun 2004 – 2009 Sumatera Selatan.
Kelayakan Mengajar Guru
Tahun SD SMP SMA
∑Guru Layak % ∑Guru Layak % ∑Guru Layak %
2004 41.368 - - 16,031 - - 9.814 - -
2005 38.179 - - 16,124 - - 9.903 - -
2006 40.039 - - 18,431 - - 9.982 - -
2007 41.113 564 1,64 18,632 11.686 62,72 10.134 7.367 72,70
2008 41.163 6.147 14,93 19,334 12.910 66,77 14.031 11.481 81,82
2009* 58.558 6.147 10,50 19.683 12.910 65,59 14.321 11.481 80,17
Sumber : Diknas dan BPS - Sumsel
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 26
28. Bab II : Hasil Evaluasi
Selanjutnya untuk bidang kesehatan terjadi peningkatan kinerja pembangunannya.
Indikator keberhasilan dari program kegiatan bidang kesehatan antara lain menurunnya angka
kematian ibu melahirkan, menurunnya angka kematian bayi, meningkatnya umur harapan hidup,
meningkatnya proporsi keluarga yang hidup secara bersih dan sehat dan menurunnya persentase
balita dengan gizi buruk, menurunnya prevalensi angka kesakitan malaria, TB dan demam
berdarah.
Pencapaian hasil ini di dukung oleh kesadaran masyarakat yang telah memanfaatkan
pelayanan di Puskesmas. Tahun 2007 sekitar 48,78 % dari total penduduk Sumatera Selatan
telah memanfaatkan pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas, dan kesadaran masyarakat,
khususnya dalam proses persalinan telah memanfaatkan jasa tenaga medis, meskipun
capaiannya baru sekitar 83%. Namun demikian, rasio tenaga medis, baik dokter umum, dokter
spesialis, dokter gigi maupun tenaga keperawatan rasionya masih cukup rendah. Dokter umum
misalnya satu dokter umum menangani sekitar 14.456 orang. Begitu juga sebaran dokter,
khusunya dokter spesialis dan dokter gigi belum merata, masih terkonsentrasi di perkotaan.
Tabel 2.11.
Derajat Kesehatan Penduduk Sumatera Selatan Tahun 2005 – 2009
No. Mortalitas 2005 2006 2007 2008 2009
Angka Kematian Bayi (AKB) per-1.000
1. 40 30 38 42 47
Kelahiran Hidup
Angka Kematian Balita (AKABA) per-1.000
2. 46 40 44 49 43
Kelahiran Hidup
Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) per-
3. 288 282 275 269 258
100.000 Kelahiran Hidup
4. Angka Harapan Hidup (tahun) 68,3 68,8 69,0 69,9 70,4
Sumber : Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan
Namun untuk variabel lain ada yang mesti menjadi perhatian karena perkembangannya
fluktuatif dan ada yang angkanya tidak signifikan menurun dalam tendensi yang negatif, misalnya
angka kematian bayi dan persentase balita dengan status gizi buruk. Untuk persentase balita
dengan status gizi kurang masih diupayakan untuk didapatkan datanya, namun untuk data spot
yang ada sementara persentasenya lebih rendah dibandingkan persentase pada tingkat nasional.
Artinya kondisi di Sumatera Selatan lebih baik dibandingkan rata-rata pada tingkat nasional.
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 27
29. Bab II : Hasil Evaluasi
Tabel 2.12.
Status Gizi dan Keadaan Lingkungan Sehat
Tahun 2005 - 2009
No. Kondisi 2005 2006 2007 2008 2009*
Persentase Balita dengan Status
1 0,7 1,7 1,1 1,2 1,1
Gizi Buruk
Persentase Kecamatan Bebas
2 69,00 69,29 79,21 80,32 80,76
Rawan Gizo
3 Persentase Rumah Sehat 45,4 51,0 58,1 60,3 61,06
Persentase Tempat-Tempat
4 56,3 56,5 62,8 63,28 83,56
Umum Sehat
Sumber : Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan
Hal penting yang mesti dicermati pula adalah terjadinya penurunan proporsi peserta KB
aktif di wilayah provinsi ini, meskipun dalam jumlah mutlaknya mengalami kenaikan. Hal ini
mengindikasikan terjadinya peningkatan jumlah pasangan usia subur yang tidak aktif sebagaii
peserta KB atau tidak menjadi peserta sama sekali. Tentu hal tersebut dapat berdampak pada
terjadinya peningkatan laju kelahiran bayi dan pertumbuhan penduduk wilayah ini, meskipun
tergantung pula pada laju mortalitas dan perkembangan kesehatan masyarakat sendiri.
Tabel 2.13.
Jumlah Peserta Keluarga Berencana (KB) Aktif Sumatera Selatan
Tahun 2005-2009
Pasangan Usia
No. Tahun Peserta KB Aktif Persentase (%)
Subur
1. 2005 1.292.427 881.550 68,20
2. 2006 1.324.839 908.150 68,54
3. 2007 1.412.394 911.050 64,70
4. 2008 1.456.171 925.833 63,58
5. 2009* 1.488.325 929.161 62,43
Sumber: BPS, Sumatera Selatan Dalam Angka Tahun 2007
b. Analisis Efektivitas
Tolok ukur efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan
dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembangunan dapat dilihat
dari tren kenaikan indikator rata-rata lama sekolah, Angka Partisipasi Murni, menurunnya angka
putus sekolah dan meningkatnya angka melek huruf. Rata-rata lama sekolah pada tahun 2004
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 28
30. Bab II : Hasil Evaluasi
sebesar 7,4 tahun meningkat menjadi 8,2 tahun pada tahun 2009. Persentase angka putus
sekolah untuk pendidikan dasar masi di atas satu, dan pada tahun 2009 menurun menjadi 0,94
persen, meskipun pada jenjang pendidikan menengah masih diatas 1 satu persen. Sedangkan
persentase angka melek hurup setiap tahunnya meningkat, pada tahun 2004 sekitar 95,70 %
menjadi 96,75 persen pada tahun 2009. Untuk aspek kesehatan telah dikemukakan beberap
faktor pendukung keberhasilan pembangunannya.
Tabel 2.14.
Persentase Angka Melek Aksara Penduduk Umur 15 Tahun Keatas
Tahun 2004 - 2009 Sumatera Selatan
Tahun Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan
2004 96,98 94,41 95,70
2005 97,19 94,62 95,90
2006 98,09 95,10 96,59
2007 98,16 95,13 96,66
2008 98,21 95,17 96.69
2009 98,32 95,23 96.75
Sumber : BPS - Sumsel
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
a. Pendidikan
Angka partisipasi murni berdasarkan jenjang pendidikan tahun 2004 sampai tahun 2009,
untuk tingkat pendidikan dasar, khususnya sekolah dasar trennya cenderung naik, sedangkan
untuk pendidikan setingkat sekolah lanjutan pertama, trennya mengalami fluktuasi. Pada tahun
2005 persentase APM naik dibandingkan pada tahun 2004, namun mengalami penurunan pada
tahun 2006, dan pada tahun 2007 hampir tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2008 dan
2009, mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sejalan dengan meningkatnya perhatian
pemerintah pusat pemerintah daerah pada program pendidikan dasar dan menengah melalui
penambahan anggaran pendidikan.
Meskipun indikator rata-rata lama sekolah di atas nasional (sebesar 7,3 tahun), namun
angka ini masih di bawah program Wajar 9 tahun. Tingkat partisipasi sekolah yang relatif rendah
ini menyebabkan tingkat pengangguran relatif mengalami kenaikan. Ada beberapa masyarakat
memandang anak sebagai aset ekonomi bagi orang tuanya, sehingga harus bekerja di usia masih
dini, disamping ketidakmampuan orang tuanya untuk membiayai sekolah anaknya.
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 29
31. Bab II : Hasil Evaluasi
b. Kesehatan
Keberhasilan pencapaian indikator bidang kesehatan didukung oleh kesadaran
masyarakat yang telah memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Tahun 2007 sekitar 48,78 % dari
total penduduk Sumatera Selatan telah memanfaatkan pelayanan kesehatan di tingkat
Puskesmas, dan kesadaran masyarakat, khususnya dalam proses persalinan telah memanfaatkan
jasa tenaga medis, meskipun capaiannya baru sekitar 83%. Namun demikian, rasio tenaga medis,
baik dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi maupun tenaga keperawatan rasionya masih
cukup rendah. Dokter umum misalnya satu dokter umum menangani sekitar 14.456 orang. Begitu
juga sebaran dokter, khusunya dokter spesialis dan dokter gigi belum merata, masih
terkonsentrasi di perkotaan.
Pola penyakit dominan yang dikeluhkan oleh warga masyarakat adalah penyakit khas
daerah tropis yaitu penyakit infeksi. Meskipun besaran dan pola penyakit untuk setiap daerah
bervariasi, tergantung dari lingkungan dan perilaku kebiasaan warga masyarakat dalam hidup
sehat. Pada umumnya penyakit menular yang banyak diderita adalah penyakit infeksi pada
saluran pernafasan atas (ISPA), diare, penyakit kulit, malaria, demam berdarah, tuberculosis dan
lainnya. Penyakit ISPA hampir semua kota dan kabupaten terjangkiti penyakit ini (rata-rata daerah
antara 18%-20%). Tahun-tahun terakhir ini di wilayah Sumatera Selatan ada peningkatan kasus
Demam Berdarah, Malaria dan Tuberculosis. Kasus Demam Berdarah terjadi peningkatan, pada
tahun 2003 sebesar 19,2 per 1000 penduduk, menglami penurunan pada tahun 2004 menjadi
16,1 per 1000 penduduk, dan pada tahun 2005 mengalami kenaikan menjadi 23 per 1000
penduduk. Tahun 2007 penderita DBD mencapai 2.426 orang dan meninggal 13 orang. Faktor
penyebab adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kepedulian terhadap kebersihan
lingkungan.
Begitu juga angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, hal ini ditandai dengan Annual
Malaria Incidence (AMI), tahun 2005 adalah 8,7 per 1000 penduduk, menjadi 8,9 per 1000
penduduk tahun 2006 dan meningkat menjadi 9,8 tahun 2007. Angka kesakitan TB Paru juga
mengalami peningkatan, pada tahun 2003 angka kesakitan dari penyakit ini sebesar 50 per 1000
penduduk menjadi 68 per 1000 penduduk tahun 2006 dan pada tahun 2007 menjadi 70. Perkiraan
jumlah penderita TBC di Sumatera Selatan sebanyak 10.720 jiwa dan hanya 43,7% yang dapat
ditangani Dinas Kesehatan Sumsel. Penyebabnya pelayanan kesehatan belum dapat menjangkau
desa-desa yang jaraknya relative jauh dan penderita enggan berobat karena malu.
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 30
32. Bab II : Hasil Evaluasi
Angka kematian ibu hamil melahirkan masih cukup tinggi, tahun 2003 sekitar 472 per
100.000 kelahirann hidup, dan pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 467 per 100.000
kelahiran hidup. Data angka kematian ibu hamil ini belum didata secara akurat, hal ini jika
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2005 angka kematian ibu hamil sekitar
288, menjadi 275 pada tahun 2007. Penyebab langsung kematian ibu melahirkan di Sumatera
Selatan adalah pendarahan (50%), infeksi (12,8%), eklamsia (22,9 %) dan lain-lain (14,3%).
Sedangkan umur harapan hidup meningkat, khususnya UHH perempuan, pada tahun
2001 adalah 66,8 tahun (laki-laki 63,3 tahun), tahun 2003 adalah 69,3 tahun (laki-laki 66,6 tahun),
tahun 2005 menjadi 68,5 tahun (laki-laki 65,5 tahun), tahun 2007 rata-ratanya menjadi 68,8 tahun.
Status gizi dapat dilihat dari persentase balita dengan gizi buruk, tahun 2003 sampai dengan
2006, persentase gizi buruk menurun dari 1,31 % pada tahun 2003 turun menjadi 0,70 % pada
tahun 2005 dan mengalami peningkatan menjadi 1,70% pada tahun 2006 dan pada tahun 2008
menurun menjadi 1,2 %.. Begitu juga persentase gizi kurang yaitu dari 9,33 % pada tahun 2003
turun menjadi 6,43 % pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi
10,38 % dan menjadi 10,68 %.
Masalah lain adalah kesehatan lingkungan, seperti penggunaan air bersih dan jamban
keluarga. Pelayanan air bersih erat kaitannya terhadap peningkatan dengan kesehatan
masyarakat dan lingkungannya. Total kapasitas terpasang air bersih di Provinsi Sumatera Selatan
sebesar 4.385,65 liter/detik dengan tingkat pelayanan tahun 2005 lebih kurang 31,5 %. Secara
umum dapat dikatakan tingkat pelayanan tersebut masih sangat rendah, hal ini disebabkan oleh
masih terbatasnya kapasitas instalasi pengolahan air bersih yang ada, disamping itu budaya
masyarakat yang masih terikat dengan sungai sebagai pendukung aktivitas sehari-hari serta
keengganan untuk memenuhi kewajibannya sebagai pelangan.
Rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang dominan adalah dari air
sumur 59,05% (air sumur terlindung maupun sumur tak terlindung), disamping dari air ledeng
(17,70%) dan air sungai (12,81%). Rata-rata rumah tangga di daerah menggunakan air minum
dari sumber sumur, sedang air minum dari sumber ledeng sebagian besar sudah dinikmati oleh
rumah tangga kota Palembang, yaitu sekitar 48,15%. Rumah tangga di Kabupaten Musi
Banyuasin, Lahat dan Ogan Komering Ilir belum banyak menikmati air minum dari sumber ledeng.
Kabupaten Musi Banyuasin baru 2,36%, Lahat 5,75% dan OKI 5,51% rumah tangga
menggunakan air minum dari ledeng. Rumah tangga dari OKU, OKI, MUBA dan MURA yang
masih banyak menggunakan air minum dari sumber air sungai, selain sumur. Oleh karena masih
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 31
33. Bab II : Hasil Evaluasi
Tabel 2.15.
Kondisi Sumberdaya Kesehatan Tahun 2005 - 2009
No Sumberdaya Kesehatan 2005 2006 2007 2008 2009*
1. Rasio Dokter Per-100.000 Penduduk 4,98 7,00 6,80 6,60 6,97
2. Rasio Dokter Spesial Per-100.000
Penduduk 3,81 1,23 1,10 1,32 1,43
3. Rasio Dokter Gigi Per-100.000 Penduduk 1,57 2,03 1,90 1,96 2,13
4. Rasio Apoteker Per-100.000 Penduduk 4,76 0,50 3,70 3,93 4,21
5. Rasio Bidan Per-100.000 Penduduk 38,93 40,57 30,00 29,78 32,12
6. Rasio Perawat Per-100.000 Penduduk 33,86 32,59 31,20 32,20 33,17
7. Rasio Ahli Gizi Per-100.000 Penduduk 3,98 4,44 4,30 4,50 4,90
8. Rasio Ahli Sanitasi Per-100.000
Penduduk 6,04 6,98 5,80 5,89 5,98
9. Rasio Ahli Kesehatan Masyarakat Per- 1,82 3,58 4,70 4,67 4,73
100.000 Penduduk
Sumber : Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan
banyak rumah tangga yang menggunakan air bersih selain ledeng, maka dikhawatirkan air bersih
yang digunakan tidak memenuhi persyaratan dilihat secara fisik, kimiawi maupun bakteriologis.
Pada tahun 2007 sekitar 62,48 % penduduk telah terpenuhi kebutuhan air bersih.
Begitu juga masalah jamban keluarga, rumah tangga yang memiliki jamban keluarga
sekitar 59,11%, tidak ada sekitar 26,28%, bersama sekitar 7,90% dan umum sekitar 6,71%.
Rumah tangga di Kabupaten Lahat yang memiliki jamban keluarga sendiri baru sekitar 36,26%
sedang tidak ada/memiliki sekitar 45,24%, begitu juga di OKI antara yang memiliki jamban
keluarga dengan tidak ada persentasenya hampir seimbang, sekitar 45% : 41%. Tahun 2007
rumah tangga yang memiliki jamban keluarga di Sumatera Selatan baru mencapai 47 persen.
c. Keluarga Berencana
Saat ini belum semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat melayani KB dan
kesehatan reproduksi. Disamping itu, masih banyak pasangan usia subur yang menggunakan
kontrasepsi yang kurang efektif dan efisien untuk jangka panjang. Nampaknya partisipasi pria
dalam ber KB masih rendah, hal ini dapat dilihat dari jumlah peserta KB aktif yang menggunakan
kontrasepsi MOP dan kondom masih relatif kecil, yaitu 1,55 % tahun 2005, sekitar 1,79 % tahun
2006 dan 2,21 tahun 2007. Hal ini disebabkan keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi
laki-laki juga oleh keterbatasan pengetahuan mereka akan hak-hak dan kesehatan reproduksi
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 32
34. Bab II : Hasil Evaluasi
serta kesetaraan keadilam gender. Demikian pula, penyelenggaraan KB dan kesehatan
reproduksi masih belum mantap dalam aspek kesetaraan dan keadilan gender. Dari sebanyak
265 Puskesmas, hanya 96 Puskesmas atau 36,23 persen yang memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu dan 88 Puskesmas atau 24,29 persen memberikan kesehatan reproduksi
remaja. Sedangkan angka unmetneed yang menggambarkan besaran angka PUS yang bukan
peserta KB/tidak menggunakan salah satu kontrasepsi dan tidak ingin memiliki anak lagi.
2.3.3. Rekomendasi kebijakan
a. Pendidikan
Implikasi dari kondisi pendidikan di atas jika dikaitkan dengan angka Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), khususnya indikator pendidikan, yaitu rata-rata lama sekolah
(tahun) masih relatif rendah capaian pada tahun 2007 hanya 7,7 tahun dan angka buta huruf 3,40
persen. Angka rata-rata lama sekolah ini belum sampai setingkat program wajib belajar 9 tahun.
Strategi kebijakan pendidikan ke depan lebih diarahkan untuk menuntaskan program Wajar 9
tahun dan peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan pada tingkat pendidikan menengah.
Dalam jangka panjang dilakukan strategi peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan
tingkat pendidikan menengah. Strateginya adalah peningkatan mutu pendidik (sertifikasi guru),
peningkatan sarana dan prasarana pendidikan menengah agar mendorong anak lulus wajar 9
tahun melanjutkan sekolah lebih lanjut dan mengurangi anak putus sekolah di tingkat pendidikan
menengah.
b. Kesehatan
Indikator keberhasilan dari program kegiatan bidang kesehatan antara lain menurunnya
angka kematian ibu melahirkan, meskipun masih diatas rata-rata, menurunnya angka kematian
bayi, meningkatnya umur harapan hidup, meningkatnya proporsi keluarga yang hidup secara
bersih dan sehat dan menurunnya persentase balita dengan gizi buruk, menurunnya prevalensi
angka kesakitan malaria, TB dan demam berdarah.
Masih perlunya peningkatan jangkauan pelayanan dan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini
akan tercapai jika program pembangunan kesehatan diarahkan sesuai orientasi pengembangan
program kesehatan secara terpadu. Strateginya adalah peningkatan jangkauan pelayanan
kesehatan sampai pada masyarakat di daerah terpencil. Konsekuensi dari hal ini diperlukan
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 33
35. Bab II : Hasil Evaluasi
peningkatan sumber daya kesehatan, sarana-prasarana, asuransi kesehatan yang terjangkau dan
mutu kualitas pelayanan kesehatan.
c. Keluarga Berencana
Penduduk merupakan aspek utama dalam suatu proses perencanaan pembangunan,
sebab pada dasarnya penduduk merupakan subjek dan objek pembangunan, atau dalam arti
semua yang dijabarkan dalam suatu ruang kegiatan adalah sebagai cermin dari tingkat
kepentingan penduduk yang harus dipenuhi untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
Dengan demikian kegiatan terhadap aspek kependudukan ini merupakan perencanaan yang
mendasar untuk menyusun suatu rencana pengembangan dan penyusunan rencana
pembangunan. Arah kebijakan program kependudukan dan keluarga berencana di daerah sesuai
dengan arah kebijakan secara nasional, hanya capaian pelaksanaan kependudukan yang masih
relatif kurang.
2.4. Tingkat Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan dalam periode 2004-2008 mengalami fase
pertumbuhan yang moderat. Faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yaitu
konsumsi, investasi swasta, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor belum berfungsi secara
optimal. Tampaknya aspek konsumsi masyarakat yang masih berperan besar mendukung
pertumbuhan ekonomi dalam periode tersebut. Sebenarnya kegiatan ekspor di Sumatera Selatan
relatif berkembang, tetapi karena kena dampak krisis keuangan global maka sebagian harga
komoditi andalan Sumatera Selatan mengalami fluktuasi yang cenderung turun.
Kegiatan investasi swasta di Sumatera Selatan mengalami fluktuasi sehingga realisasi
penanaman modal dapat dibaratkan ‘berlari di tempat’. Persetujuan penanaman modal relatif
banyak tetapi realisasinya belum menggembirakan sehingga kegiatan investasi relatif rendah
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Gambaran kinerja pembangunan ekonomi
Sumatera Selatan periode 2004-2008 dapat disimak beberapa capain indikator berikut ini.
2.3.1. Capaian Indikator
Kinerja pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan berkembang seiring dengan
pesatnya laju kegiatan di semua bidang. Pembangunan ekonomi dicerminkan oleh beberapa
indikator antara lain pertumbuhan PDRB, struktur ekonomi, ekspor, pendapatan perkapita, dan
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 34
36. Bab II : Hasil Evaluasi
Tabel 2.16.
Capaian Indikator Outcome Tingkat Pembangunan Ekonomi
Jenis Capaian 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capaian Ind. Outcome Sumsel 10.77 156.93 22.30 13.72 122.10 26.16
Capaian Ind. Outcome Nasional 26.43 48.91 15.88 42.88 24.79 12.50
Tren Capaian IOC Sumsel 13.566 ‐0.858 ‐0.384 7.896 ‐0.786
Tren Capaian IOC Nasional 0.850 ‐0.675 1.700 ‐0.422 ‐0.496
180.00 16.00
160.00 14.00
140.00 12.00
Tren capaian indikator outcome
Capaian indikator outcome
120.00 10.00
100.00 8.00
80.00 6.00
60.00 4.00
40.00 2.00
20.00 0.00
0.00 -2.00
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Pembangunan Ekonomi Sumsel Pembangunan Ekonomi Nasional
Tren Sumsel Tren nasional
Gambar 2.5. Grafik capaian indikator outcome tingkat pembangunan ekonomi
laju infasi. Untuk memperoleh gambaran yang jelas bahwa capaian indikator pembangunan
ekonomi akan dibandingkan kinerja secara nasional dan kinerja di Sumatera Selatan sehingga
dapat diperoleh informasi tentang aspek relevansi dan efektivitasnya.
Secara umum, pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan memiliki karakteristik yang
sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari capaian indikator,
seperti periode 2004-2009 rata-rata pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan sebesar 5,13% lebih
rendah tetapi seirama dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,35% pertahun.
Ada dua aspek yang dikaji tentang relevansi dan efektivitas pembangunan ekonomi yaitu
ekonomi makro dan investasi secara nasional dibandingkan dengan di wilayah Sumatera Selatan.
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 35
37. Bab II : Hasil Evaluasi
Tabel 2.17.
Perkembangan Indikator Pembangunan Ekonomi Indonesia Periode 2004-2009
Status
Ekonomi Makro Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
(%)
Laju Pertumbuhan ekonomi Positif 4.25 5.37 5.19 5.63 6.30 5.20
Persentase ekspor terhadap PDRB Positif 20.07 20.84 19.48 21.26 20.34 20.76
Persentase output Manufaktur terhadap Positif
28.07 27.41 27.54 27.06 27.87 27.65
PDRB
Persentase output UMKM terhadap Positif
55.40 53.90 53.49 53.60 52.70 53.34
PDRB
Pendapatan per kapita (dalam juta Positif
10.61 12.68 15.03 17.58 21.7 21.92
rupiah)
Laju Inflasi Negatif 6.10 10.50 13.10 6.00 11.06 7.24
Investasi
Persentase Pertumb. Realisasi Positif
25.82 99.39 -32.79 68.91 -41.62 15.20
Investasi PMA
Persentase Pertumb. Realisasi Positif
-16.04 94.90 -32.76 72.60 43.80 20.58
Investasi PMDN
Sumber: BPS, diolah kembali. 2009* proyeksi
Tabel 2.18.
Perkembangan Indikator Pembangunan Ekonomi Sumatera Selatan Periode 2004-2009
Status
Indikator
Ekonomi Makro 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
(%)
Laju Pertumbuhan Positif 4.63 4.84 5.2 5.84 5,13 5,50
ekonomi
Persentase ekspor Positif 14.54 19.98 18.15 16.14 16.58 17.76
terhadap PDRB
Persentase output Positif 17.76 17.74 17.76 23.03 23.06 22.65
Manufaktur thd PDRB
Persentase output Positif 35.24 28.59 24.54 25.15 24.28 25.75
UMKM terhadap PDRB
Pendapatan per kapita Positif 9.70 12.02 13.90 15.65 18.73 18.98
(dalam juta rupiah)
Negatif 8.94 18.92 8.44 8.21 8.45 8.12
Laju Inflasi
Investasi
Persentanse Positif
Pertumbuhan Realisasi -68.88 896.50 -42.96 -75.33 685.33 20.54
PMA
Persentase Positif -8.16 206.7 64.11 23.18 130.87 25.22
Pertumbuhan PMDN
Sumber: BPS Sumatera Selatan, diolah kembali. 2009* proyeksi
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 36
38. Bab II : Hasil Evaluasi
Dalam Tabel 2.17 terlihat perkembangan indikator pembangunan ekonomi Indonesia periode
2004-2009. Sementara itu, perkembangan capaian indikator pembangunan ekonomi di Sumatera
Selatan periode 2004-2009 dapat disimak dalam Tabel 2.18.
Selanjutnya, kinerja dan capaian indikator pembangunan ekonomi Sumatera Selatan
dapat disimak dalam tabel dan uraian berikut ini.
1. PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) dan atas dasar harga konstan (ADHK)
Perkembangan PDRB Sumatera Selatan menunjukkan peningkatan yang relatif moderat.
Perkembangan PDRB ADHB meningkat relatif tinggi, sedangkan PDRB ADHK naik moderat.
Dalam Tabel 2.19. bahwa perkembangan PDRB ADHB dengan migas tahun 2004 sebesar Rp
64,319,375 meningkat menjadi Rp 133,358,882 tahun 2008, sedangkan perkembangan PDRB
ADHB tanpa migas tahun 2004 sebesar Rp 45,470,766 meningkat menjadi Rp 88,794,817 tahun
2008.
Tabel 2.19.
Perkembangan PDRB Sumatera Selatan 2004-2008 (ADHB) (Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008
1. Pertanian 12,495,630 14,358,881 17,300,120 20,080,335 22,965,527
2. Pertambangan & Penggalian 16,051,383 23,247,361 25,060,662 27,412,484 34,007,690
3. Industri Pengolahan 13,711,349 17,867,383 22,286,619 25,305,859 30,755,546
4. Listrik, Gas & Air Bersih 425,332 469,827 528,033 592,068 647,510
5. Bangunan 4,300,361 5,079,274 5,810,671 6,742,083 8,027,137
6. Perdag., Hotel & Restoran 7,622,541 9,051,350 10,941,014 12,919,872 15,965,866
7. Pengangkutan &
Komunikasi 2,479,595 3,131,687 3,891,921 4,556,115 5,499,983
8. Keu. Persewaan, & Jasa
Prshn 2,261,167 2,653,394 3,162,870 3,750,156 4,492,248
9. Jasa-Jasa 4,972,017 5,672,353 6,946,853 8,536,735 10,997,375
Pdrb Dengan Migas 64,319,375 81,531,510 95,928,763 109,895,707 133,358,882
Pdrb Tanpa Migas 45,470,766 52,726,675 63,500,068 74,905,270 88,794,817
EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 37