SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 80
Descargar para leer sin conexión
Bab I : Pendahuluan
 BAB
  I                               PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

      Kegiatan pembangunan pada era Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009 telah
menyelesaikan tahun keempat dan memasuki tahun terakhir pada tahun 2009. Telah banyak
program pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) dilaksanakan dalam berbagai bidang oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
bersama semua elemen masyarakat.          Pemerintah telah merencanakan secara serius dan
komprehensif upaya untuk meningkatkan pembangunan wilayah dan masyarakat Indonesia yang
tentu pada pelaksanaannya di masing-masing wilayah dijalankan oleh pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota. Jelas pula bahwa untuk mencapai keberhasilan mesti memenuhi salah satu
syarat terjadinya sinkronisasi dan keterpaduan antara rencana pembangunan pusat dan daerah,
meskipun setiap daerah dapat memiliki agenda khusus spesifik sesuai dengan potensi dan kondisi
masing-masing.     Seluruh agenda, sasaran dan prioritas pembangunan nasional yang telah
dituangkan dalam RPJMN 2004-2009 merupakan kebutuhan bersama sehingga relevan dan
sangat perlu untuk dilaksanakan seluruh daerah dengan pengecualian satu atau beberapa aspek
masalah dan program pembangunan yang tidak ada atau tidak muncul permasalahannya di
daerah tersebut.
      Selanjutnya, yang mesti menjadi pertimbangan adalah pada hakekatnya keberhasilan
pembangunan tidak hanya dinilai dari tingkat pertumbuhan atau peningkatan kuantitatif aspek fisik
variabel-variabel pembangunan tersebut seperti produksi output total dan pendapatan per kapita,
peningkatan jumlah konsumsi, infrastruktur, dan lain-lain. Elemen kunci pembangunan adalah
bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan yang menyebabkan
terjadinya perubahan struktur ke arah kemajuan. Hal ini berarti pula bagaimana partisipasi
mereka dalam menikmati manfaat dari hasil-hasil pembangunan, bukan malah segelintir penduduk
yang berpendapatan kaya saja yang banyak menikmatinya. Fenomena tersebut sedapat mungkin
diupayakan untuk disampaikan dalam laporan evaluasi empat tahun pelaksanaan RPJMN 2004-
2009 di Provinsi Sumatera Selatan.
        Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sampai
saat ini merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkesinambungan dari kegiatan


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                            1
Bab I : Pendahuluan


pembangunan sebelumnya, dimana sistem perencanaan dengan penggunaan pola rencana
pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang sudah memasuki tahap kedua yaitu tahap
I pada periode 2005-2008 dan tahap II pada 2008-2013. Hal tersebut dilakukan selain dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Sumatera Selatan, juga sebagai upaya
mensinkronkannya dengan agenda pembangunan yang tertuang dalam rencana pembangunan
jangka menengah nasional (RPJMN).          Pelaksanaan pembangunan di wilayah ini telah
menghasilkan keberhasilan dalam banyak hal, namun masih menyisakan masalah-masalah yang
menghambat atau mengganggu kelancaran proses pembangunan tersebut seperti kemiskinan,
pengangguran dan rendahnya pendapatan perkapita yang perlu diantisipasi dan segera dicarikan
jalan keluarnya. Sejauh mana isu-isu tersebut di atas yang telah memacu Provinsi Sumatera
Selatan untuk melaksanakan pembangunan dengan memprioritaskan peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui berbagai langkah strategis dan kebijakan pokok yang disusunnya demi
kepentingan kemajuan daerah maupun mendukung pelaksanaan agenda-agenda pembangunan
dalam RPJMN 2004 – 2009 perlu untuk dievaluasi secara komprehensif.
       Keberhasilan dan hambatan pembangunan tersebut sebagai ekspresi dari kinerja
pembangunan nasional dapat secara faktual diketahui dari hasil penilaian melalui evaluasi yang
dilakukan terhadap hasil pelaksanaan program-programnya di seluruh daerah, termasuk di
Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini sangat relevan karena, pembangunan daerah merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, dan pada hakekatnya pembangunan
daerah adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa
depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.
     Hal tersebut sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang
menegaskan bahwa Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan
kebijakan dan program pembangunan di daerah masing-masing. Oleh karena itu sudah tentu pula
keberhasilan pembangunan daerah akan menentukan keberhasilan pembangunan nasional, dan
kendala atau masalah yang terjadi juga merupakan bagian dari hambatan pembangunan nasional
tersebut. Untuk itulah mulai tahun 2006 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
melaksanakan kegiatan evaluasi pembangunan daerah (EKPD) bekerja sama dengan perguruan
tinggi di seluruh wilayah provinsi di Indonesia, sehingga dapat diketahui sejauh mana kinerja
pembangunan setiap daerah provinsi dalam wilayah Republik Indonesia, Kinerja pembangunan
daerah yang dinilai berupa tingkat keberhasilan yang dicapai, keterkaitan atau sinkronisasi dan
sinergisme antara pembangunan daerah dan pembangunan nasional, partisipasi elemen


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                          2
Bab I : Pendahuluan


masyarakat, serta kendala dan hambatan yang dialami. Tahun 2009 ini merupakan tahun ke
empat pelaksanaan kegiatan EKPD yang untuk Provinsi Sumatera Selatan bekerja sama dengan
Tim dari Universitas Srwijaya.

1.2. Tujuan dan Keluaran
 
           Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah 2009 di Sumatera Selatan ini disusun dengan
tujuan untuk :
     1. Menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu
           2004-2008.
     2. Mengetahui pencapaian tujuan/sasaran yang             diharapkan    dan   manfaat dari
           pembangunan daerah tersebut bagi masyarakat.


           Sementara keluaran dari evaluasi ini adalah berupa informasi kuantitatif penting yang
berguna sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan
pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan
sebelumnya.
           Selain itu, diharapkan hasil evaluasi ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai
rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna mempertajam perencanaan dan
penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode berikutnya, termasuk untuk penentuan
alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).


1.3. Metodologi

           Merujuk pada buku panduan dari Bappenas, kerangka kerja EKPD 2009 meliputi
beberapa tahapan kegiatan utama yaitu: (1) Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki
pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan pendekatan
dalam melakukan evaluasi; dan (3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi
kebijakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Ketiga tahapan tersebut diuraikan sebagai
berikut:




EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                           3
Bab I : Pendahuluan




               Gambar 1. Kerangka Kerja EKPD 2009 di Provinsi Sumatera Selatan


(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes)
       Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator dampak
(impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes) terpilih.
Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator pendukungnya, dilakukan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
       a. Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
       b. Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output
           dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target
           outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
       c. Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati,
           dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                         4
Bab I : Pendahuluan


       d. Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan
            kinerja;
       e. Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk
            menghasilkan indikator;
       f.   Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.

       Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan/sasaran
pembangunan daerah meliputi:
       1. Tingkat pelayanan publik dan demokrasi.
       2.   Tingkat kualitas sumber daya manusia.
       3.   Tingkat pembangunan ekonomi.
       4.   Kualitas pengelolaan sumber daya alam.
       5.   Tingkat kesejahteraan sosial.


(2) Pemilihan Pendekatan dalam Melakukan Evaluasi

       Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat dilihat
dalam Gambar 2 yaitu:
       a. Relevansi, untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan
            terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.
       b. Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi
            terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan daerah.
       c. Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi keluaran
            (outputs).
       d. Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan outcomes
            pembangunan.
       e. Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil pembangunan
            dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
       f.   Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.
       g. Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses pembangunan
            dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.
       Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD 2009, maka
pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan efektivitas pencapaian.


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                          5
Bab I : Pendahuluan




       Gambar 2 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi


(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan

        Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan utama
pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah. Tahap kedua adalah
melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu
melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan efektivitas pencapaian. Tahap keempat
adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang menyebabkan capaian
pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif. Tim Evaluasi Provinsi menjelaskan “How
and Why” berkaitan dengan capaian pembangunan daerah. Tahap kelima adalah menyusun
rekomendasi untuk mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan periode
berikutnya.

(4) Metode Penentuan Capaian Pembangunan

        Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah
sebagai berikut:
        a. Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
              memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).

EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                            6
Bab I : Pendahuluan


        b. Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung
             dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
        c.   Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
             dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
        d. Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif,
             maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu
             menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
             Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin
             tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
        e. Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
             jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator
             Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
             1) persentase penduduk miskin
             2) tingkat pengangguran terbuka
             3) persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
             4) presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
             5) presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial


        Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif, sehingga Indikator
kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% - tingkat pengangguran
terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak) + (100%- persentase
pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi
sosial}/5
        Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran
pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal
ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah sejalan atau
lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur
dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan.
Efektivitas pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.




EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                             7
Bab I : Pendahuluan


(5) Metode Pengumpulan Data dan Infromasi

                                     a. Pengamatan langsung

           Sebagian data dan informasi diperoleh dari pengamatan langsung kepada masyarakat
sebagai subjek dan objek pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi,
pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi
terkait.

                                   b. Pengumpulan Data Primer

           Data primer diperoleh melalui kegitan focus group discussion (FGD) dengan pemangku
kepentingan pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam
menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi.

                                 c. Pengumpulan Data Sekunder

           Data dan informasi sekunder diperoleh dari yang telah tersedia pada instansi pemerintah
seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.


1.4. Sistematika Penulisan Laporan

           Laporan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di Provinsi Sumatera Selatan ini disusun
dengan sistematika yang mengacu pada pedoman penyusunan laporan evaluasi tahun 2009 yang
ditetapkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan sistematika
penulisan laporannya sebagai berikut:

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
           1.1 Latar Belakang dan Tujuan
           1.2 Keluaran
           1.3 Metodologi
           1.4 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
           2.1 Tingkat Pelayanan Publik
               2.1.1. Capaian Indikator

EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                             8
Bab I : Pendahuluan


            2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
            2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
        2.2. Tingkat Demokrasi
            2.2.1. Capaian Indikator
            2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
            2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
        2.3. Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia
            2.3.1. Capaian Indikator
            2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
            2.3.3. Rekomendasi Kebijakan
        2.4. Tingkat Pembangunan Ekonomi
            2.4.1. Capaian Indikator
            2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
            2.4.3. Rekomendasi Kebijakan
        2.5. Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam
            2.5.1. Capaian Indikator
            2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
            2.5.3. Rekomendasi Kebijakan
        2.6. Tingkat Kesejahteraan Rakyat
            2.6.1. Capaian Indikator
            2.6.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
            2.6.3. Rekomendasi Kebijakan
BAB III. KESIMPULAN




EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                    9
Bab II : Hasil Evaluasi
 BAB
  II                             HASIL EVALUASI


       Proses pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan sejak tahun 2004 dihadapkan dengan
beberapa permasalahan dan tantangan utama, yaitu
1. Belum optimalnya kinerja aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan publik sehingga
   belum mampu memuaskan keinginan berbagai lapisan masyarakat, masih realtif tingginya
   tingkat kejahatan yang mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat, dan belum tuntasnya
   penanganan kasus korupsi, serta berbagai perkara pidana dan perdata ;
2. Belum berjalan sepenuhnya implementasi dan kehidupan demokrasi, yang ditandai dengan
   masih cukup maraknya konflik pada pemilihan anggota legislatif, pemilihan bupati/ walikota
   maupun gubernur, dan terjadinya unjuk rasa yang tidak tertib dan cenderung anarkis;
3. Belum optimalnya pengembangan mutu sumber daya manusia yang ditunjukkan oleh relatif
   rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM), tingginya angka kemiskinan dan
   penyeberannya di pedesaan dan besarnya angka pengangguran akibat rendahnya tingkat
   pendidikan dan keterampilan, terbatasnya akses terhadap kegiatan ekonomi, sulitnya
   mendapat pekerjaan, dan buruknya lingkungan permukiman;
4. Belum optimalnya pelayanan pendidikan sebagai akibat terbatasnya sarana-prasarana dan
   dana pendidikan, belum maksimalnya perluasan akses dan pemerataan pendidikan, masih
   rendahnya kualitas dan kesejahteraan guru, serta masih terbatasnya mutu pendidikan;
5. Kurangnya pelayanan kesehatan dan mahalnya biaya kesehatan sebagai akibat terbatasnya
   fasiitas kesehatan, belum meratanya persebaran tenaga kesehatan dan sulitnya prasarana di
   daerah perdesaan;
6. Masih rendahnya investasi PMA dan PMDN, termasuk perkembangan UMKM yang sebagian
   disebabkan oleh peraturan perundangan di daerah dan iklim investasi yang belum kondusif
   bagi pengembangan usaha;
7. Lebih lambatnya laju pasokan energi dibandingkan laju permintaan konsumsinya sehingga
   posisi Sumatera Selatan sebagai lumbung energi belum mampu memenuhi kebutuhan energi
   masyarakat maupun industri.
8. Kurangnya kesadaran pemangku kepentingan terhadap kelestarian lingkungan sehingga
   menyebabkan timbulnya konflik pemanfaatan lahan dan cenderung menurunannya daya



EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                            10
Bab II : Hasil Evaluasi


    dukung lingkungan. Selain itu, lemahnya kontrol pengelola kawasan lindung menyebabkan
    kawasan hutan terus menjadi sasaran penebang kayu liar dan perambah hutan.
9. Terbatasnya infrastruktur perekonomian (jalan, listrik, telepon, penyediaan air) dan sarana
    transportasi yang menghambat pengembangan usaha dan pelayanan publik, serta
    menyebabkan belum meratanya aksesibilitas fisik maupun informasi/komunikasi ke sebagian
    wilayah provinsi ini. Selain itu terbatasnya kapasitas pelabuhan menyebabkan terhambatnya
    laju ekspor komoditi andalan provinsi ini ke luar daerah maupun luar negeri.
10. Masih adanya permasalahan sosial yang cukup beragam dan meningkat jumlahnya, di
    antaranya anak terlantar dan anak nakal, tuna-susila dan waria, pengemis dan gelandangan,
    korban penyalahgunaan narkoba, penyandang cacat, penderita HIV/AIDS, mantan
    narapidana, lanjut usia terlantar, wanita rawan sosial ekonomi, fakir miskin, dan masyarakat
    yang tinggal di daerah rawan, serta maraknya aksi anak-anak jalanan.

Berdasarkan permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah Sumatera Selatan berikut
ini disampaikan hasil evaluasi kinerja dari upaya-upaya yang telah dilakukan hingga 2008.


2.1. Tingkat Pelayanan Publik

        Paradigma baru dalam pelayanan adalah adanya peran aktif dari masyarakat dalam
proses penyelenggaraan pelayanan publik pada setiap tingkatan proses sesuai etika negara.
Dalam kaitan tersebut hak mayarakat untuk mendapat layanan yang baik dan berkualitas perlu
disampaikan dengan cara yang disepakati bersama antara pemerintan daerah sebagai
penyelenggara dengan masyarakat sebagai pemanfaat/ pengguna jasa.
        Kewajiban semua pihak untuk mentaati peraturan perundang undangan yang berlaku
tentu saja menjadi prioritas utama yang harus ditaati. Masyarakat madani perlu dukungan
pengorganisasian yang profesional dari lembaga non pemerintah/ LSM. Keahlian keterampilan
dan kepemimpinan lembaga mereka diperlukan agar partisipasinya lebih bermanfaat bagi
peningkatan kapasitas pelayanan publik. Inisiatif mulai dari pengembangan komunitas sampai
pada advokasi dan pengawasan perlu mengacu kepada mekanisme (termasuk mekanisme
komplain) yang disepakati berdasarkan pendekatan yang adil dan berkualitas.
        Dalam RPJMD 2005-2008 secara tegas disebutkan pelayanan publik berhubungan
langsung dengan penerapan Otonomi Daerah sebagai bagian dari pelaksanaan reformasi tata
pemerintahan antara pusat dan daerah bertujuan untuk menciptakan persatuan dan kerukunan

EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                             11
Bab II : Hasil Evaluasi


bangsa serta menjamin keserasian hubungan antara warga masyarakat, antar daerah serta antara
daerah dan pusat. Disisilain, esensi otonomi daerah juga memiliki makna penting yakni
memberdayakan masyarakat, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta mempercepat pelaksanaan
pembangunan daerah karena pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintah dan
pelayanan publik menjadi lebih sederhana dan lebih cepat. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 disempurnakan menjadi Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004, merupakan titik awal Otonomi Daerah yang memberikan
kewenangan secara Otonom untuk melaksanakan berbagai urusan yang sebelumnya dilaksanakan
Pemerintah Pusat.
        Kebijakan Otonomi Daerah telah membawa kemajuan dalam penyelenggaraan
pemerintah yang telah dicapai antara lain adalah harmonisasi hubungan Kabupaten/Kota dengan
Provinsi dan harmonisasi hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumberdaya alam, pemilihan
kepala daerah secara langsung. Selain itu perlunya dukungan kemampuan dan profesionalisme
kinerja Aparatur Pemerintah Daerah yang lebih akuntabel guna memenuhi tuntutan masyarakat
akan pemenuhan pelayanan publik yang semakin berkualitas serta menghadapi tantangan global
serta perwujudan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance) dan Pemerintah
yang bersih ( clean government).

                                      2.1.1. Capaian Indikator

        Selama kurun waktu pelaksanaan pembangunan 2004-2008, kinerja pelayanan publik
oleh aparatur pemerintah Provinsi Sumatera Selatan maupun penegak hukum (Jaksa, Polisi)
menunjukan perkembangan ke arah peningkatan pelayanan publik atau menunjukkan bahwa
terjadi perkembangan yang cukup baik dalam hal penanganan korupsi dilihat dari jumlah yang
ditangani dibandingkan yang dilaporkan. Hampir semua kasus korupsi yang dilaporkan
masyarakat dilakukan penyelidikan dan penyidikan (diproses) oleh Pihak Kejaksanaan Tinggi yaitu
kisaran 90% lebih, namun demikian, tidak semua laporan tersebut ditindak lanjuti ke tingkat
penuntutan, misalnya tahun 2006, dari 76 kasus yang ditangani hanya 63 kasus yang dilanjutkan
ketahap penuntutan, tahun 2006 dari 27 kasus korupsi yang ditangani, hanya 26 yang lanjutkan ke
tahap penuntutan, tahun 2008, dari 38 kasus yang ditangani, hanya 21 yang diteruskan ke tahap




EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                           12
Bab II : Hasil Evaluasi


                                                                       Tabel 2.1.
                                                      Tingkat Pelayanan Publik di Sumatera Selatan

                              Jenis Capaian                                      2004           2005         2006         2007            2008
                              Capaian Ind. Outcome Sumsel                       11.67          48.92        51.07        60.67           64.10
                              Capaian Ind. Outcome Nasional                     42.98          43.35        49.17        61.96           66.43
                              Tren Capaian IOC Sumsel                                          3.193        0.044        0.188           0.057
                              Tren Capaian IOC Nasional                                        0.009        0.134        0.260           0.072


                             70.00                                                                                                           3.50




                             60.00                                                                                                           3.00




                             50.00                                                                                                           2.50
   apaian indkator outcome




                                                                                                                                                    Tren indikator outcome
                             40.00                                                                                                           2.00




                             30.00                                                                                                           1.50
  C




                             20.00                                                                                                           1.00




                             10.00                                                                                                           0.50




                              0.00                                                                                                           0.00
                                            2004              2005                     2006               2007                    2008
                                                                                       Tahun
                                                    Capaian Indiaktor Outcome Sumsel             Capaian Indikator Outcome Nasional
                                                    Tren Outcome Sumsel                          Tren Outcome Nasional




                                     Gambar 2.1. Grafik capaian indikator outcome tingkat pelayanan publik


penuntutan. Kebanyakan kasus korupsi yang ditangani pihak Kejaksanaan pada tahap penyidikan
dan tidak diteruskan ke tahap penuntutan, karena masih kurangnya alat bukti.                                                              Selain itu
diperkirakan masih banyak pula kasus-kasus korupsi yang tidak dilaporkan.
                                     Selain tingkat pelayanan publik cenderung meningkat, kemampuan profesionalisme
aparat juga dipersyaratkan harus ditingkatkan, terutama jenjang pendidikan, selama lima tahun
terakhir jenjang pendidikan aparatur pemerintah masih dominan berpendidikan sekola menengah
atas (SLTA), namun demikian, berdasarkan data statistik, tingkat kemampuan dan pendidikan
aparatur pemerintah juga meningkat selama tiga tahun terakhir, Pada pada awalnya terdapat
kenaikan proporsi aparat yang berijazah minimal S1 di perintahan provinsi (2004-2006), namun
menurun lagi pada tahun 2008 yang diperkirakan akibat adanya pegawai yang pensiun dan mutasi
pegawai ke kabupaten/kota untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi dibandingkan yang
disandangnya di pemerintah provinsi.


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                                                                                                          13
Bab II : Hasil Evaluasi


        Dengan demikian, peningkatan jenjang pendidikan menjadi suatu keharusan dan
kebutuhan untuk meningkatkan pangkat dan menduduki Eselon tertentu. Dengan kata lain untuk
jabatan-jabatan tertentu secara normatif (aturan kepangkatan dan jabatan strukturtal) telah
dipersyaratkan minimal jejang pendidikan Strata 1 (S1). Selain peningkatan kemampuan aparatur
pemerintah, pemerintah juga telah melakukan upaya meningkatkan sarana prasarana untuk
meningkatkan pelayanan publik, terutama di Kabupaten dan Kota telah dimulainya pelayanan satu
pintu atau One Stop Service.
      Selama lima tahun terakhir (2004-2009), perkembangan kabupaten dan kota yang memiliki
sistem pelayanan satu atap/pintu juga mengalami kenaikan seiring dengan tuntutan jaman dan
keinginan dan komitmen yang kuat dari setiap pemerintah daerah tersebut untuk menggalakan
penanaman modal dan pengembangan usaha di wilayahnya masing-masing. Pendirian Unit
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Selatan telah dimulai
sejak tahun 2005 hingga 2008 yaitu ada 8 (delapan) kabupaten telah membentuk Unit Pelayanan
terpadu Satu Pintu yaitu kabupaten MUBA, Lahat, OKU, Banyuasin, OKI, MURA, Muara Enim
dan tahun 2009, Provinsi Sumatera Selatan telah membentuk Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu
di bawah koordinasi Badan Penanaman Modal Daerah.

                                            Tabel 2.2.
                            Capaian Indikator Output Pelayanan Publik
                                                                 Capaian per tahun
 Indikator Hasil (Output)
                                                    2004       2005    2006      2007     2008

 Persentase jumlah kasus korupsi yang
 tertangani dibandingkan dengan yang
 dilaporkan
                                                      100      96,30      83,00 96,00     97,70
 Presentase aparat yang berijazah minimal S1         35,00     36,18      48,81 43,00     37,60
 Persentase jumlah kabupaten/ kota yang
                                                           -   14,30      21,40 43,00     57,00
 memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap
Sumber : BPS, Kejaksaan Tinggi dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan


a. Analisis Relevansi

        Data yang telah dikemukakan di atas menunjukan bahwa pelayanan publik dalam
penanganan laporan tindak pidana korupsi, jika dibanding dengan persentase tingkat nasional
relatif sama, sedangkan tingkat pendidikan aparatur pemerintah, jika dibandingkan dengan
persentase nasional, aparatur pemerintah daerah Propinsi Sumatera selatan relatif di atas rata-


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                              14
Bab II : Hasil Evaluasi


rata yaitu 35%-48%.. sedangkan pembangunan atau pendirian unit pelayalanan terpadu satu pintu
yang dilegalisasi dengan Peraturan Daerah juga lebih maju dan berkisar 50% kabupaten di
Provinsi Sumatera Selatan telah mendirikan unit pelayanan terpadu satu pintu, termasuk
pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan telah mendirikan unit pelayanan termasuk dan
merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang telah menyelenggarakan one stop service.

b. Analisis Efektivitas

        Pelayanan publik di Sumatera Selatan tamapk cukup efektif, karena terjadi
kecenderungan perkembangan yang membaik pada indikator output dan outcomenya.
Ccenderung meningkatnya pelayanan publik dalam penanganan perkara korupsi tersebut
disebabkan oleh:
   1) Kasus korupsi menjadi pusat perhatian masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat
       (LSM) selama lima tahun terakhir ini (desakan masyarakat dan LSM),
   2) meningkatnya kinerja aparatur kejaksanaan sebagai pelayanan publik,
   3) pemberantasan korupsi merupakan program utama pemerintah.

       Selanjutnya, cenderung meningkatnya jenjang pendidikan aparat pemerintah d Provinsi
Sumatera Selatan disebabkan oleh:
   1) Penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dipersyaratkan minimal S1
   2) Ada kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan peningkatan jejang pendidikan bagi
       PNS.
   3) Inisiatif individu PNS meningkatkan pendidikan kejenjang S1, jika tidak maka jenjang
       kepangkatan stop pada level tertentu, yaitu jenjang pendidikan SLTA maksimum 3A, S2
       maksimum 3D dan seterusnya.

       Sementara, kecenderungan peningkatan sarana prasarana pelayanan publik berupa
pelayanan terpadu satu pintu (one stop service) disebabkan oleh:
   1) Adanya Peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Pelayanan
       terpadu satu pintu
   2) Tuntutan transparansi proses perizinan (syarat, biaya dan waktu).
   3) Tuntutan meminimalisir kontak antara petugas dengan pemohon.
   4) Tuntutan meningkatkan akuntabilitas dan profesionalitas aparatur pemerintah
   5) Tuntutan kepastian waktu pelayanan dari masyarakat dan pembisnis.


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                           15
Bab II : Hasil Evaluasi


                                       Berdasarkan pembahasan di atas, pada dasarnya pelayanan publik di Provinsi Sumatera
Selatan telah menunjukan peningkat selama lima tahun terakhir seiring dengan peningkatan
jenjang pendidikan aparatur pemerintah dan pembangunan sarana prasarana untuk pelayanan
publik.


                                                  2.1.2. Analisis Capaian indikator Spesifik dan Menonjol

                                        Dalam kegiatan pelayanan publik, sumber daya manusia (SDM) atau aparatur
pemerintah, dari aspek pendidikan telah menunjukan kemajuan, yaitu telah telah berpendidikan
S1 (41%) dan sebagian kecil S2/S3 dan sebagian besar berpendidikan SMA.. Jika dicermati lebih



                                                                              48.81
                                       50


                                       45                                                     43


                                       40                                                                      37.6
                                                                36.17
                                                  35
                                       35
     Aparat berijazah minimal S1 (%)




                                       30


                                       25


                                       20


                                       15


                                       10


                                        5


                                        0
                                              2004           2005          2006           2007              2008
                                                                           Tahun




                                        Gambar 2.2. Perkembangan proporsi aparat yang berijazah minimal S1


jauh, peningkatan pendidikan SDM nampaknya telah dipayakan meningkat setiap tahun. Oleh
karena itu Pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan menetapkan program peningkatan
pendidikan aparatur pemerintah ke tingkat S2 dan S3. Selain itu telah pula dilakukan peningkatan
sarana prasarana pelayanan publik, terutama pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-undang Penanaman Modal dan beberapa Peraturan Menteri Negara


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                                                       16
Bab II : Hasil Evaluasi


Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Menteri Dalam Negeri tentang pelayanan terpadu satu
pintu. Selanjutnya yang diharapkan adalah peningkatan keseriusan dan efektifitas pelayanan
yang dijalankan oleh aparat yang bertugas di kantor pelayanan terpadu tersebut.

                                2.1.3. Rekomendasi Kebijakan

        Sejalan dengan tekad pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi, maka
diperlukan koordinasi dan kerjasama yang lebih baik antara lembaga pengawas pembangunan,
lembaga pemeriksa keuangan dan aparat penegak hukum, dengan fokus kepada pencegahan
terjadinya tindakan korupsi. Perbaikan sistem insentif pada para penanggung jawab dan
pelaksana kegiatan juga diperlukan agar mereka lebih bertanggung jawab dan lebih giat untuk
melaksanakan tugasnya, karena saat ini terdapat kecenderungan menurunnya minat untuk
menjadi penanggung jawab atau pelaksana kegiatan di kalangan aparat karena ketakutan
terhadap ancaman pidana korupsi.
        Untuk mengefektikan pelayanan kepada publik yang terkait dengan sistem pelayanan
satu atap masih diperlukan koordinasi yang lebih baik dari seluruh instansi terkait dan peningkatan
kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan agar sistem pelayanan yang dilakukan benar-benar
efektif dan efsien.


2.2. Tingkat Demokrasi

        Sejak sepuluh tahun terakhir proses demokratisasi di Indonesia berlangsung cukup
dramatis. Namun demikian, terbukanya ruang demokrasi yang sangat luas selama masa transisi
ini belum menunjukkan adanya kerangka kuat untuk mewujudkan kemapanan budaya demokrasi.
Tumbuh      sumburnya     sejumlah     partai   politik   baru,    kemerdekaan      mengeluarkan
pendapat/berorganisasi, adanya kebebasan pers, yang disertai pelaksanaan desentralisasi
melalui pemberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, ternyata belum bisa membangkitkan pilar-pilar demokrasi yang
kokoh. Artinya, lembaga-lembaga demokrasi yang tumbuh subur di Indonesia sejak runtuhnya
Orde Baru lalu belum bisa menjadi alat demokrasi yang baik. Bahkan, sistem kepartaian di
Indonesia yang dibangun selama masa transisi ini belum memiliki kapasitas yang kokoh dalam
melancarkan partisipasi politik masyarakat melalui jalur partai hingga dapat mengalihkan segala
bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Perlu dicatat bahwa yang mendorong
pembangunan politik bukanlah banyaknya jumlah partai politik yang muncul, melainkan tergantung

EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                              17
Bab II : Hasil Evaluasi


kekokohan dan adaptabilitas sistem kepartaian dalam menyerap dan menyatukan semua
kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Pada pihak lain partisipasi
masyarakat dalam berdemokrasi cukup tinggi, terutama dalam pemilihan wakil wakyat, kepala
Negara, dan pemilihan kepala daerah.

                                                                     2.2.1. Capaian Indikator

                                                                         Tabel 2.3.
                                                             Capaian Indikator Output Demokrasi

 Inkator Output Demokrasi                                                                2004      2005        2006          2007    2008      2009
 Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
                                                                                                                                     72,00
 Pemilihan Kepala Daerah Provinsi
 Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
                                                                                        74,00                                                  76,70
 Pemilihan Legislatif
 Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pilpres                                   76,00                                                  74,59

                              60.00




                              50.00




                              40.00
   apaian indikator outcome




                              30.00
  C




                              20.00




                              10.00




                               0.00
                                            2004           2005                2006              2007                 2008              2009
                                                                                        Tahun

                                                     Capaian Indikator Outcome Sumsel       Capaian Indikator Outcome Nasional



                                      Gambar 2.3. Grafik capaian indikator outcome tingkat demokrasi


                                      Selama dua priode pemilihan kepala negara, anggota legislatif, dan satu kali pemilihan
kepala daerah yang dilaksanakan secara langsung menunjukan peningkatan yang cukup baik,
dimana partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah provinsi, legislatif dan presden
relatif stabil dan seimbang pada kisaran 72 -76 %, hal ini menunjukkan bahwa mayoritas
penduduk Provinsi Sumatera selatan cukup mempunyai kepedulian yang tinggi untuk memilih
pemimpinnya maupun wakil-wakil mereka di lembaga legislatif, demikian juga partisipasi politik


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                                                                               18
Bab II : Hasil Evaluasi


masyarakat dalam pemilihan presiden masih cukup tinggi walaupun ada penurun persentase yaitu
tahun 2004 tingkat persetase partisipasi masyarakat mencapai 76,00% dan tahun 2009 menurun
menjadi 74,59%, dan demikian juga dengan pemilihan kepala daerah PILKADA) Gubernur
Sumatera selatan, tingkat partisipasi masyarakat Provinsi Sumatera selatan cukup tinggi pada
tahun 2008 yaitu 72% .
        Peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan sangat diperlukan karena kualitas
kehidupan perempuan akan mempengaruhi kualitas dan keberlanjutan kehidupan sumberdaya
manusia. Peranan perempuan dalam pembangunan sebenarnya telah mengalami peningkatan
meskipun belum optimal. Permasalahan yang membebani perempuan seperti kekerasan dalam
rumah tangga, rendahnya pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, dan bahkan rendahnya peran
dalam pengambilan keputusan termasuk di bidang politik.
        Sasaran pembangunan gender secara umum adalah peningkatan kualitas kehidupan dan
peran perempuan, adanya kesadaran, kepekaan dan kepedulian gender dalam masyarakat di
setiap aspek pembangunan, meningkatnya kesejahteraan perempuan, menurunnya kasus tindak
kekerasan terhadap perempuan, terjaminnya keadilan gender dalam setiap proses kebijakan di
semua tingkat pemerintahan serta penegakan hukum.


a. Analisis Relevansi

      Berdasarkan Tabel 2.3, jika dibandingkan dengan persentase partisipasi politik masyarakat
provinsi lain di Indonesia. Secara nasional tingkat partisipasi politik masyarakat Provinsi Sumatera
Selatan relatif lebih tinggi. Peningkatan Partisipasi politik warga negara merupakan indikator
majunya sistem demokrasi dan menguatnya legitimasi masyarakat terhadap pemerintahan. Ada
beberapa Iindikator penyebab tingginya partisipasi politik masyarakat yaitu:


1. Adanya kedewasaan berdemokrasi
    Secara umum, demokrasi telah diakui sebagai sistem politik yang berhasil, karena demokrasi
    terbukti mampu memberikan hasil optimal dalam membangun kesejahteraan dan keadilan.
    Demokrasi juga terbukti lebih sanggup dalam menjamin penghormatan atas hak asasi
    manusia di bidang politik, sosial, dan ekonomi. Demokrasi juga terbukti lebih mampu
    membuka ruang untuk adanya penyelesaian damai atas berbagai konflik kepentingan yang
    timbul dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.



EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                                19
Bab II : Hasil Evaluasi


2. Adanya prilaku kematangan berpolitik
    kedewasaan berdemokrasi tanpa diikuti dengan kematangan berpolitik, berpotensi untuk
    mengurangi makna dan nilai penyelenggaraan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan
    bernegara. Pada prinsipnya menyeimbangkan kedewasaan berdemokrasi dengan
    kematangan berpolitik, hal ditunjukan dalam pelaksanaan Pilkada dan Pilpres tidak terjadi:
    1). Anarki dan pelanggaran nilai-nilai demokrasi.
    2). Adanya kesanggup menerima keputusan-keputusan bersama secara
           demokratis,

3. Adanya kesanggupan melaksanakan keputusan-keputusan tersebut secara lugas,
    konsekuen, dan konsisten.

       Selain itu, pencapaian nyata dalam kesetaraan gender adalah dengan melihat seberapa
jauh upaya pemberdayaan terhadap perempuan, khususnya peningkatan peranan perempuan
dalam proses pembangunan. Capaian keberhasilan dalam pemberdayaan perempuan dalam
kurun waktu 2005-2009 hanya pada tahap penguatan dan sosialisasi, sehingga nilainya juga lebih
rendah dari rata-rata nasional. Relevansi sasaran pembangunan dalam upaya pembangunan
berwawasan gender belum secara optimal diimplementasikan dalam kehidupan. Masih rendahnya
kualitas hidup dan peran perempuan terlihat dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan
politik. Peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang kehidupan masih tertinggal
dibandingkan laki-laki, karena pemahaman masyarakat dan program pembangunan yang kurang
peka terhadap gender. Keterlibatan perempuan dalam jabatan publik juga masih rendah dan
peranannnya dalam pengambilan keputusan terutama bagi kepentingannya sendiri belum optimal.

                                           Tabel. 2.4.
                         Gender Development Index (GDI) Sumatera Selatan
                                    Tahun 2002, & 2005-2008
                                                                    Pengeluaran
             Angka Harapan      Angka Melek    Rata-Rata Lama
   Tahun                                                           Perkapita (ribu     GDI
             Hidup (Tahun)       Huruf (%)     Sekolah (Tahun)
                                                                      rupiah)
  2002          63,7           96,8             7,6                     743            55,5
  2005          70,4           93,9             7,0                     381            58,5
  2006          70,4           94,1             7,4                     438            59,2
  2007          70,4           94,6             7,7                     452            59,7
  2008          70,4           94,8             7,9                     455            59,8
  2009          70,9           94,8             7,6                     455            59,8
Sumber: Biro Pemberdayaan Perempuan Sumsel, 2009

EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                              20
Bab II : Hasil Evaluasi


        Jumlah perempuan yang menjadi anggota dewan saja belum memenuhi kuota 30%. Dari
sejumlah 616 orang anggota dewan hanya ada 5 % saja anggota dewan yang berjenis kelamin
perempuan. Kecuali PNS yang ratio antara laki-laki dan perempuan relatif lebih besar PNS
perempuan, namun dari segi menduduki jabatan, jumlah PNS laki-laki justru yang banyak
menduduki jabatan penting daripada perempuan.

                                      Tabel 2.5.
                Gender Empowerment Meassurement (GEM) Sumatera Selatan
                               Tahun 2002, 2005 – 2008

                                                                 Rata-rata Upah
             Wanita di     Wanita Pekerja      Wanita dalam      Disektor Non-
  Tahun                                                                               GEM
             Parlemen      Profesional (%)    Angkatan Kerja       Pertanian
                                                                  (Rp.1.000,-)
 2002          14,7          47,1             39,5                   738,4            56,9
 2005          15,4          40,1             38,3                   456,3            56,1
 2006          15,4          43,7             38,7                   466,5            56,3
 2007          15,4          44,5             35,8                   475,3            56,8
 2008          15,7          44,6             39,2                   486,6            57,2
 2009          15,9          44,9             39,3                   495,2            57,4
Sumber: Biro Pemberdayaan Perempuan Sumsel, 2009

b. Analisis Efektivitas

        Meskipun tidak terjadi secara kontinyu per tahun, kondisi demokrasi yang dicerminkan
oleh pilleg, pilkada dan pilpres cukup efektif karena kondisinya membaik dari sebelumnya. Hal ini
menunjukkan cukup tingginya kesadaran dan keperdulian masyarakat Sumatera Selatan akan
pentingnya peranan pemimpin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.              Sementara itu
meskipun tingkat relevansi pembangunan gender lebih rendah dari rata-rata nasional, tingkat
efektifitasnya mengalami perbaikan dengan adanya peningkatan peran wanita dalam kedudukan
dan jabatan di lingkungan pemerintahan, lembaga legislatif, di lingkungan masyarakat maupun
dalam dunia usaha.

                  2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

        Kondisi perkembangan pembangunan gender yang masih relatif rendah dapat dilihat dari
masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dalam kehidupan masyarakat. Faktor
yang mendorong kekerasan terhadap perempuan dianggap sebagai urusan rumah-tangganya
sendiri. Lemahnya kelembagaan dan jaringan Pengarus Utamaan Gender termasuk di dalamnya

EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                            21
Bab II : Hasil Evaluasi


mengenai ketersediaan data mengenai lembaga atau individu yang berkomitmen dalam
perlindungan perempuan. Lemahnya PUG juga dapat dilihat dari hubungan pendidikan terhadap
perempuan dan banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, dan
diskriminatif terhadap perempuan.

                                           Tabel 2.6.
           Korban Tindak Kekerasan terhadap Perempuan di Sumatera Selatan Tahun 2007

                                                                  Perempuan
     No.            Jenis Tindak Kekerasan
                                                         Jumlah                   %
      1.     Pelecehan Seksual                              13                   4,56
      2.     Kekerasan dalam rumah tangga                  190                  66,67
      3.     Perkosaan                                      32                  11,23
      4.     Kasus trafficking                             40                   14,04
      5.     Lainnya                                        10                  3,51
                                            Jumlah         285                   100


                                2.2.3. Rekomendasi Kebijakan

           Pada masa mendatang kehidupan berdemokrasi di wilayah Sumatera Selatan perlu
ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan. Pemerintah telah berketetapan untuk terus memfasilitasi
rakyat agar dapat melaksanakan proses perilaku politik yang menuju pada kematangan berpolitik.
Dalam kaitan itu, maka ke depan pemerintah mengedepankan beberapa prinsip pokok, yaitu;
1) Terus memfasilitasi dan mendorong kedewasaan dalam berperilaku politik melalui
    pembelajaran politik di masyarakat.
2). Terus mengembangkan demokrasi melalui proses yang menitikberatkan pada partisipasi dan
    pemberdayaan seluruh masyarakat (inclusiveness). Pemerintah juga terus mengedepankan
    prinsip toleransi dan pembentukan konsensus dibandingkan dengan persaingan dan
    pertarungan.

           Dalam kaitan dengan perwujudan kematangan berpolitik, UU Nomor 2 Tahun 2008 telah
mengamanatkan lima fungsi pokok dari partai politik, yaitu: pertama, sebagai sarana pendidikan
politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan
hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; kedua,
sebagai komponen bangsa yang ikut terlibat aktif dalam penciptaan iklim yang kondusif bagi
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; ketiga, sebagai
wahana penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan

EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                          22
Bab II : Hasil Evaluasi


menetapkan kebijakan negara; keempat, sebagai sarana partisipasi politik warga negara
Indonesia; dan kelima, sebagai sarana untuk rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan
politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
.
2.3. Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia

        Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam proses pembangunan baik
dalam jumlah maupun kualitasnya. Jumlah penduduk yang banyak merupakan keunggulan
tersendiri bagi Indonesia, termasuk Provinsi Sumatera Selatan. Akan tetapi tentunya akan lebih
tinggi lagi tingkat keunggulannya bila dibarengi dengan meningkatnya kualitas sumber daya
manusia yang ada yang dicirikan dengan semakin tingginya rata-rata tingkat pendidikan maupu
keahlian/keterampilannya. Hal itu jelas membuat daya saing bangsa juga akan lebih tinggi.
Pemerintah telah berupaya serius untuk membangun sumber daya manusia Indonesia.
Bagaimana kinerja pembangunan bidang ini di Sumatera Selatan dapat dikemukakan berikut.

                                      2.3.1. Capaian Indikator

        Kualitas masyarakat di Sumatera Selatan diukur dari pendidikan formal yang ditamatkan
penduduk tampaknya yang masih relatif rendah hanya pada tingkat pendidikan menengah,
meskipun angka melek huruf sudah mencapai 95,90 persen. Sementara dengan partisipasi
sekolah yang relatif rendah, nampaknya program wajib belajar 9 tahun belum sepenuhnya
menjangkau anak-anak untuk menyelesaikan sekolah. Masih tingginya angka putus sekolah pada
tingkat SD, SLTP maupun SLTA mendekati 2 persen. Disamping itu, tingkat partisipasi sekolah
yang relatif rendah ini akan berimplikasi pada kenaikan tingkat pengangguran.

                                          Tabel 2.7.
                   Capaian Indikator Outcome Kualitas Sumberdaya Manusia

     Jenis Capaian                          2004      2005        2006     2007        2008
     Capaian Ind. Outcome Sumsel           85.53     90.92       91.84    91.78       63.42 
     Capaian Ind. Outcome Nasional         88.39     88.92       91.10    90.84       90.56 
     Tren Capaian IOC Sumsel                         0.063       0.010   ‐0.001      ‐0.309 
     Tren Capaian IOC Nasional                       0.006       0.024   ‐0.003      ‐0.003 


        Indikator keberhasilan dari bidang pendidikan ini sifatnya relatif, disamping adanya
peningkatan, angka partisipasi sekolah, menurunnya buta aksara, tetapi juga ada bidang-bidang



EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                             23
Bab II : Hasil Evaluasi


yang perlu ditingkatkan, seperti program Wajib Belajar 9 tahun nampaknya masih belum
menjangkau sepenuhnya ke masyarakat dan masih cukup besarnya angka putus sekolah dari
tingkat dasar hingga menengah.


                              92.00                                                                                           0.03


                              91.50                                                                                           0.03


                              91.00                                                                                           0.02


                              90.50                                                                                           0.02




                                                                                                                                      Tren capaian indikator outcome
  Capaian indikator outcome




                              90.00                                                                                           0.01


                              89.50                                                                                           0.01


                              89.00                                                                                           0.00


                              88.50                                                                                           -0.01


                              88.00                                                                                           -0.01


                              87.50                                                                                           -0.02


                              87.00                                                                                           -0.02


                              86.50                                                                                           -0.03
                                             2004           2005                2006                2007           2008
                                                                                Tahun
                                                               Kualitas SDM Sumsel      Kualitas SDM Nasional
                                                               Tren Sumsel              Tren Nasional



                                      Gambar 2.4. Grafik capaian indikator outcome tingkat kualitas sumberdaya manusia

                                      Dalam bidang kesehatan, masih relatif rendahnya derajat kesehatan masyarakat
Sumatera Selatan, hal ini terlihat pada angka mortalitas dan morbiditas, yaitu angka kematian
bayi, angka kematian balita, angka kematian ibu melahirkan masih relatif cukup tinggi serta angka
kesakitan malaria, TBC maupun demam berdarah dengue yang mengalami peningkatan. Masalah
lain adalah masih terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya belum merata, mutu pelayanan
kesehatan dan rendahnya status kesehatan penduduk miskin serta masih terbatasnya sarana-
prasarana kesehatan.
                                      Dibidang keluarga berencana, bahwa peningkatan kualitas penduduk merupakan langkah
yang penting dalam melaksanakan dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Karakteristik
pembangunan antara lain dilaksanakan melalui pengendalian pertumbuhan penduduk dan
pengembangan kualitas penduduk melalui perwujudan keluarga kecil yang berkualitas. Program
Keluarga Berencana dapat berhasil karena ditopang oleh kemajuan pendidikan, peningkatan



EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                                                                                            24
Bab II : Hasil Evaluasi


mobilitas penduduk, bertambahnya wanita dalam angkatan kerja, dan lain-lain. Namun demikian
masalah internalisasi motivasi melaksanakan KB tampaknya belum optimal.

a. Analisis Relevansi

        Perkembangan tingkat kualitas sumberdaya manusia di Sumatera Selatan cukup relevan
dengan perkembangannya pada tingkat nasional. Hal tersebut ditunjukkan oleh tren capaian IPM
yang cenderung meningkat, salah satunya disebabkan adanya kebijakan kabupaten/kota yang
memprogramkan penuntasan wajib belajar 9 tahun pada tahun 2009. Kebijakan ini meningkatkan
Angka Partisipasi Murni di jenjang pendidikan dasar, tahun 2004 sampai tahun 2009. Untuk
tingkat pendidikan dasar, khususnya sekolah dasar trennya cenderung naik, sedangkan untuk
pendidikan menengah, trennya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 persentase APM naik
dibandingkan pada tahun 2004, namun mengalami penurunan pada tahun 2006, dan pada tahun
2007 hampir tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2008 dan 2009, mengalami kenaikan yang
cukup signifikan di atas nasional

                                        Tabel 2.8.
                  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Selatan
                                     Tahun 2004-2009

                                                         Pengeluaran
            Angka Harapan Tingkat Melek Rata-rata lama
  Tahun                                                 perkapita (ribu               IPM
             Hidup (tahun)  Huruf (%)   Sekolah (tahun)
                                                           rupiah)
  2004         67,7            95,7           7,4           610,20                   69,60
  2005         68,3            95,9           7,5           610,50                   70,20
  2006         68,8            96,5           7,6           615,30                   71,09
  2007         69,0            96,6           7,7           617,59                   71,40
  2008         69.9            96.6           7,9           625,53                   72,42
  2009         70.4            96.7           8,2           633,25                   73,53
     Sumber : BPS – Sumatera Selatan

        Sedangkan persentase angka putus sekolah, pada tingkat pendidikan dasar maupun
menengah trennya cenderung menurun. Pada pendidikan sekolah dasar sederajat indikator
capaiannya sudah baik, persentasenya kurang dari 1 persen. Namun untuk tingkat pendidikan
SMP dan SMA sederajat trennya menurun tetapi persentase angka putus sekolahnya masih di
atas 1 persen, hampir sama dengan rata-rata nasional. Persentase angka melek aksara penduduk
umur 15 tahun ke atas trennya meningkat dari tahun 2004 sampai tahun 2009, kondisinya masih
di atas rata-rata nasional.

EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                           25
Bab II : Hasil Evaluasi


                                              Tabel 2.9.
                     Persentase Angka Putus Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan
                                  Tahun 2004 - 2009 Sumatera Selatan

      Tahun                SD                            SLTP                      SLTA
       2004               0,93                           1,67                      1,42
       2005               0,90                           1,63                      1,31
       2006               0,84                           1,60                      1,25
       2007               0,74                           1,45                      1,16
       2008               0,78                           1,62                      1,35
       2009               0,44                           1,43                      1,17
           Sumber : Diknas dan BPS - Sumsel

         Asumsi kelayakan guru mengajar, adalah guru yang memiliki kualifikasi pendidikan D-IV
atau Strata Satu (S-1). Ada kesulitan mendapatkan data kelayakan guru mengajar ini tahun 2006
ke bawah karena terdapat perbedaan yang cukup banyak antara data dari BPS dan Diknas
Provinsi Sumatera Selatan. Namun berdasarkan data yang ada dapat dilihat bahwa terdapat
peningkatan proporsi jumlah guru yang layak mengajar pada tingkat pendidikan dasar hingga
menengah, namun pada tingkat SD angkanya masih relatif rendah. Untuk itu beberapa tahun
tahun terakhir pemerintah provinsi dan kabupaten telah berupaya meningkatkan kualitas guru SD
dengan mengikutkan mereka pada program beasiswa pendidikan S1 di Universitas terbuka atau
program diploma. Dengan demikian diharapkan mulai tahun 2009 ini terjadi kenaikan proporsi
jumlah guru yang SD yang layak mengajar.


                                           Tabel 2.10.
                             Jumlah Guru dan Kelayakan Guru Mengajar
                               Tahun 2004 – 2009 Sumatera Selatan.
                                          Kelayakan Mengajar Guru
 Tahun                 SD                          SMP                            SMA
            ∑Guru      Layak      %      ∑Guru     Layak         %      ∑Guru     Layak       %
  2004      41.368       -         -     16,031      -            -     9.814       -          -
  2005      38.179       -         -     16,124      -            -     9.903       -          -
  2006      40.039       -         -     18,431      -            -     9.982       -          -
  2007      41.113        564     1,64   18,632    11.686       62,72   10.134    7.367     72,70
  2008      41.163      6.147    14,93   19,334    12.910       66,77   14.031    11.481    81,82
 2009*      58.558      6.147    10,50   19.683    12.910       65,59   14.321    11.481    80,17
    Sumber : Diknas dan BPS - Sumsel



EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                                26
Bab II : Hasil Evaluasi


         Selanjutnya untuk bidang kesehatan terjadi peningkatan kinerja pembangunannya.
Indikator keberhasilan dari program kegiatan bidang kesehatan antara lain menurunnya angka
kematian ibu melahirkan, menurunnya angka kematian bayi, meningkatnya umur harapan hidup,
meningkatnya proporsi keluarga yang hidup secara bersih dan sehat dan menurunnya persentase
balita dengan gizi buruk, menurunnya prevalensi angka kesakitan malaria, TB dan demam
berdarah.
         Pencapaian hasil ini di dukung oleh kesadaran masyarakat yang telah memanfaatkan
pelayanan di Puskesmas. Tahun 2007 sekitar 48,78 % dari total penduduk Sumatera Selatan
telah memanfaatkan pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas, dan kesadaran masyarakat,
khususnya dalam proses persalinan telah memanfaatkan jasa tenaga medis, meskipun
capaiannya baru sekitar 83%. Namun demikian, rasio tenaga medis, baik dokter umum, dokter
spesialis, dokter gigi maupun tenaga keperawatan rasionya masih cukup rendah. Dokter umum
misalnya satu dokter umum menangani sekitar 14.456 orang. Begitu juga sebaran dokter,
khusunya dokter spesialis dan dokter gigi belum merata, masih terkonsentrasi di perkotaan.


                                        Tabel 2.11.
               Derajat Kesehatan Penduduk Sumatera Selatan Tahun 2005 – 2009

   No.                     Mortalitas                    2005    2006     2007    2008    2009
            Angka Kematian Bayi (AKB) per-1.000
   1.                                                     40       30      38      42          47
            Kelahiran Hidup
            Angka Kematian Balita (AKABA) per-1.000
   2.                                                     46       40      44      49          43
            Kelahiran Hidup
            Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) per-
   3.                                                     288     282     275      269     258
            100.000 Kelahiran Hidup
   4.       Angka Harapan Hidup (tahun)                  68,3     68,8    69,0    69,9     70,4
        Sumber : Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan


         Namun untuk variabel lain ada yang mesti menjadi perhatian karena perkembangannya
fluktuatif dan ada yang angkanya tidak signifikan menurun dalam tendensi yang negatif, misalnya
angka kematian bayi dan persentase balita dengan status gizi buruk.       Untuk persentase balita
dengan status gizi kurang masih diupayakan untuk didapatkan datanya, namun untuk data spot
yang ada sementara persentasenya lebih rendah dibandingkan persentase pada tingkat nasional.
Artinya kondisi di Sumatera Selatan lebih baik dibandingkan rata-rata pada tingkat nasional.


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                                 27
Bab II : Hasil Evaluasi


                                                 Tabel 2.12.
                               Status Gizi dan Keadaan Lingkungan Sehat
                                            Tahun 2005 - 2009

 No.                      Kondisi                    2005       2006          2007           2008    2009*
         Persentase Balita dengan Status
 1                                                       0,7            1,7     1,1            1,2      1,1
         Gizi Buruk
         Persentase Kecamatan Bebas
 2                                                    69,00        69,29      79,21          80,32    80,76
         Rawan Gizo
 3       Persentase Rumah Sehat                        45,4         51,0       58,1           60,3    61,06
         Persentase Tempat-Tempat
 4                                                     56,3         56,5       62,8          63,28    83,56
         Umum Sehat
            Sumber : Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan


         Hal penting yang mesti dicermati pula adalah terjadinya penurunan proporsi peserta KB
aktif di wilayah provinsi ini, meskipun dalam jumlah mutlaknya mengalami kenaikan. Hal ini
mengindikasikan terjadinya peningkatan jumlah pasangan usia subur yang tidak aktif sebagaii
peserta KB atau tidak menjadi peserta sama sekali. Tentu hal tersebut dapat berdampak pada
terjadinya peningkatan laju kelahiran bayi dan pertumbuhan penduduk wilayah ini, meskipun
tergantung pula pada laju mortalitas dan perkembangan kesehatan masyarakat sendiri.

                                             Tabel 2.13.
                    Jumlah Peserta Keluarga Berencana (KB) Aktif Sumatera Selatan
                                          Tahun 2005-2009
                                Pasangan Usia
       No.        Tahun                              Peserta KB Aktif         Persentase (%)
                                    Subur
       1.         2005            1.292.427              881.550                     68,20
       2.         2006            1.324.839              908.150                     68,54
       3.         2007            1.412.394              911.050                     64,70
       4.         2008            1.456.171              925.833                     63,58
       5.         2009*           1.488.325              929.161                     62,43
                Sumber: BPS, Sumatera Selatan Dalam Angka Tahun 2007


b. Analisis Efektivitas

         Tolok ukur efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan
dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembangunan dapat dilihat
dari tren kenaikan indikator rata-rata lama sekolah, Angka Partisipasi Murni, menurunnya angka
putus sekolah dan meningkatnya angka melek huruf. Rata-rata lama sekolah pada tahun 2004


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                                       28
Bab II : Hasil Evaluasi


sebesar 7,4 tahun meningkat menjadi 8,2 tahun pada tahun 2009. Persentase angka putus
sekolah untuk pendidikan dasar masi di atas satu, dan pada tahun 2009 menurun menjadi 0,94
persen, meskipun pada jenjang pendidikan menengah masih diatas 1 satu persen. Sedangkan
persentase angka melek hurup setiap tahunnya meningkat, pada tahun 2004 sekitar 95,70 %
menjadi 96,75 persen pada tahun 2009. Untuk aspek kesehatan telah dikemukakan beberap
faktor pendukung keberhasilan pembangunannya.

                                           Tabel 2.14.
                  Persentase Angka Melek Aksara Penduduk Umur 15 Tahun Keatas
                               Tahun 2004 - 2009 Sumatera Selatan

       Tahun          Laki-laki          Perempuan             Laki-laki + Perempuan
        2004            96,98               94,41                       95,70
        2005            97,19               94,62                       95,90
        2006            98,09               95,10                       96,59
        2007            98,16               95,13                       96,66
        2008            98,21               95,17                       96.69
        2009            98,32               95,23                       96.75
           Sumber : BPS - Sumsel


                   2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

a. Pendidikan
       Angka partisipasi murni berdasarkan jenjang pendidikan tahun 2004 sampai tahun 2009,
untuk tingkat pendidikan dasar, khususnya sekolah dasar trennya cenderung naik, sedangkan
untuk pendidikan setingkat sekolah lanjutan pertama, trennya mengalami fluktuasi. Pada tahun
2005 persentase APM naik dibandingkan pada tahun 2004, namun mengalami penurunan pada
tahun 2006, dan pada tahun 2007 hampir tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2008 dan
2009, mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sejalan dengan meningkatnya perhatian
pemerintah pusat pemerintah daerah pada program pendidikan dasar dan menengah melalui
penambahan anggaran pendidikan.
       Meskipun indikator rata-rata lama sekolah di atas nasional (sebesar 7,3 tahun), namun
angka ini masih di bawah program Wajar 9 tahun. Tingkat partisipasi sekolah yang relatif rendah
ini menyebabkan tingkat pengangguran relatif mengalami kenaikan. Ada beberapa masyarakat
memandang anak sebagai aset ekonomi bagi orang tuanya, sehingga harus bekerja di usia masih
dini, disamping ketidakmampuan orang tuanya untuk membiayai sekolah anaknya.



EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                          29
Bab II : Hasil Evaluasi


b. Kesehatan

        Keberhasilan pencapaian indikator bidang kesehatan didukung oleh kesadaran
masyarakat yang telah memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Tahun 2007 sekitar 48,78 % dari
total penduduk Sumatera Selatan telah memanfaatkan pelayanan kesehatan di tingkat
Puskesmas, dan kesadaran masyarakat, khususnya dalam proses persalinan telah memanfaatkan
jasa tenaga medis, meskipun capaiannya baru sekitar 83%. Namun demikian, rasio tenaga medis,
baik dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi maupun tenaga keperawatan rasionya masih
cukup rendah. Dokter umum misalnya satu dokter umum menangani sekitar 14.456 orang. Begitu
juga sebaran dokter, khusunya dokter spesialis dan dokter gigi belum merata, masih
terkonsentrasi di perkotaan.
        Pola penyakit dominan yang dikeluhkan oleh warga masyarakat adalah penyakit khas
daerah tropis yaitu penyakit infeksi. Meskipun besaran dan pola penyakit untuk setiap daerah
bervariasi, tergantung dari lingkungan dan perilaku kebiasaan warga masyarakat dalam hidup
sehat. Pada umumnya penyakit menular yang banyak diderita adalah penyakit infeksi pada
saluran pernafasan atas (ISPA), diare, penyakit kulit, malaria, demam berdarah, tuberculosis dan
lainnya. Penyakit ISPA hampir semua kota dan kabupaten terjangkiti penyakit ini (rata-rata daerah
antara 18%-20%). Tahun-tahun terakhir ini di wilayah Sumatera Selatan ada peningkatan kasus
Demam Berdarah, Malaria dan Tuberculosis. Kasus Demam Berdarah terjadi peningkatan, pada
tahun 2003 sebesar 19,2 per 1000 penduduk, menglami penurunan pada tahun 2004 menjadi
16,1 per 1000 penduduk, dan pada tahun 2005 mengalami kenaikan menjadi 23 per 1000
penduduk. Tahun 2007 penderita DBD mencapai 2.426 orang dan meninggal 13 orang. Faktor
penyebab adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kepedulian terhadap kebersihan
lingkungan.
        Begitu juga angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, hal ini ditandai dengan Annual
Malaria Incidence (AMI), tahun 2005 adalah 8,7 per 1000 penduduk, menjadi 8,9 per 1000
penduduk tahun 2006 dan meningkat menjadi 9,8 tahun 2007. Angka kesakitan TB Paru juga
mengalami peningkatan, pada tahun 2003 angka kesakitan dari penyakit ini sebesar 50 per 1000
penduduk menjadi 68 per 1000 penduduk tahun 2006 dan pada tahun 2007 menjadi 70. Perkiraan
jumlah penderita TBC di Sumatera Selatan sebanyak 10.720 jiwa dan hanya 43,7% yang dapat
ditangani Dinas Kesehatan Sumsel. Penyebabnya pelayanan kesehatan belum dapat menjangkau
desa-desa yang jaraknya relative jauh dan penderita enggan berobat karena malu.



EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                            30
Bab II : Hasil Evaluasi


        Angka kematian ibu hamil melahirkan masih cukup tinggi, tahun 2003 sekitar 472 per
100.000 kelahirann hidup, dan pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 467 per 100.000
kelahiran hidup. Data angka kematian ibu hamil ini belum didata secara akurat, hal ini jika
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2005 angka kematian ibu hamil sekitar
288, menjadi 275 pada tahun 2007. Penyebab langsung kematian ibu melahirkan di Sumatera
Selatan adalah pendarahan (50%), infeksi (12,8%), eklamsia (22,9 %) dan lain-lain (14,3%).
        Sedangkan umur harapan hidup meningkat, khususnya UHH perempuan, pada tahun
2001 adalah 66,8 tahun (laki-laki 63,3 tahun), tahun 2003 adalah 69,3 tahun (laki-laki 66,6 tahun),
tahun 2005 menjadi 68,5 tahun (laki-laki 65,5 tahun), tahun 2007 rata-ratanya menjadi 68,8 tahun.
Status gizi dapat dilihat dari persentase balita dengan gizi buruk, tahun 2003 sampai dengan
2006, persentase gizi buruk menurun dari 1,31 % pada tahun 2003 turun menjadi 0,70 % pada
tahun 2005 dan mengalami peningkatan menjadi 1,70% pada tahun 2006 dan pada tahun 2008
menurun menjadi 1,2 %.. Begitu juga persentase gizi kurang yaitu dari 9,33 % pada tahun 2003
turun menjadi 6,43 % pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi
10,38 % dan menjadi 10,68 %.
        Masalah lain adalah kesehatan lingkungan, seperti penggunaan air bersih dan jamban
keluarga. Pelayanan air bersih erat kaitannya terhadap peningkatan dengan kesehatan
masyarakat dan lingkungannya. Total kapasitas terpasang air bersih di Provinsi Sumatera Selatan
sebesar 4.385,65 liter/detik dengan tingkat pelayanan tahun 2005 lebih kurang 31,5 %. Secara
umum dapat dikatakan tingkat pelayanan tersebut masih sangat rendah, hal ini disebabkan oleh
masih terbatasnya kapasitas instalasi pengolahan air bersih yang ada, disamping itu budaya
masyarakat yang masih terikat dengan sungai sebagai pendukung aktivitas sehari-hari serta
keengganan untuk memenuhi kewajibannya sebagai pelangan.
        Rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang dominan adalah dari air
sumur 59,05% (air sumur terlindung maupun sumur tak terlindung), disamping dari air ledeng
(17,70%) dan air sungai (12,81%). Rata-rata rumah tangga di daerah menggunakan air minum
dari sumber sumur, sedang air minum dari sumber ledeng sebagian besar sudah dinikmati oleh
rumah tangga kota Palembang, yaitu sekitar 48,15%. Rumah tangga di Kabupaten Musi
Banyuasin, Lahat dan Ogan Komering Ilir belum banyak menikmati air minum dari sumber ledeng.
Kabupaten Musi Banyuasin baru 2,36%, Lahat 5,75% dan OKI 5,51%                      rumah tangga
menggunakan air minum dari ledeng. Rumah tangga dari OKU, OKI, MUBA dan MURA yang
masih banyak menggunakan air minum dari sumber air sungai, selain sumur. Oleh karena masih


EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                              31
Bab II : Hasil Evaluasi


                                         Tabel 2.15.
                        Kondisi Sumberdaya Kesehatan Tahun 2005 - 2009

 No          Sumberdaya Kesehatan                2005      2006    2007       2008       2009*
  1.   Rasio Dokter Per-100.000 Penduduk           4,98     7,00    6,80         6,60       6,97
  2.   Rasio Dokter Spesial Per-100.000
       Penduduk                                    3,81     1,23    1,10         1,32       1,43
  3.   Rasio Dokter Gigi Per-100.000 Penduduk      1,57     2,03    1,90         1,96       2,13
  4.   Rasio Apoteker Per-100.000 Penduduk         4,76     0,50    3,70        3,93        4,21
  5.   Rasio Bidan Per-100.000 Penduduk           38,93    40,57   30,00       29,78       32,12
  6.   Rasio Perawat Per-100.000 Penduduk         33,86    32,59   31,20       32,20       33,17
  7.   Rasio Ahli Gizi Per-100.000 Penduduk         3,98    4,44    4,30         4,50       4,90
  8.   Rasio Ahli Sanitasi Per-100.000
       Penduduk                                     6,04    6,98    5,80         5,89       5,98
  9. Rasio Ahli Kesehatan Masyarakat Per-           1,82    3,58    4,70         4,67       4,73
       100.000 Penduduk
     Sumber : Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan


banyak rumah tangga yang menggunakan air bersih selain ledeng, maka dikhawatirkan air bersih
yang digunakan tidak memenuhi persyaratan dilihat secara fisik, kimiawi maupun bakteriologis.
Pada tahun 2007 sekitar 62,48 % penduduk telah terpenuhi kebutuhan air bersih.
        Begitu juga masalah jamban keluarga, rumah tangga yang memiliki jamban keluarga
sekitar 59,11%, tidak ada sekitar 26,28%, bersama sekitar 7,90% dan umum sekitar 6,71%.
Rumah tangga di Kabupaten Lahat yang memiliki jamban keluarga sendiri baru sekitar 36,26%
sedang tidak ada/memiliki sekitar 45,24%, begitu juga di OKI antara yang memiliki jamban
keluarga dengan tidak ada persentasenya hampir seimbang, sekitar 45% : 41%. Tahun 2007
rumah tangga yang memiliki jamban keluarga di Sumatera Selatan baru mencapai 47 persen.

c. Keluarga Berencana

        Saat ini belum semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat melayani KB dan
kesehatan reproduksi. Disamping itu, masih banyak pasangan usia subur yang menggunakan
kontrasepsi yang kurang efektif dan efisien untuk jangka panjang. Nampaknya partisipasi pria
dalam ber KB masih rendah, hal ini dapat dilihat dari jumlah peserta KB aktif yang menggunakan
kontrasepsi MOP dan kondom masih relatif kecil, yaitu 1,55 % tahun 2005, sekitar 1,79 % tahun
2006 dan 2,21 tahun 2007. Hal ini disebabkan keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi
laki-laki juga oleh keterbatasan pengetahuan mereka akan hak-hak dan kesehatan reproduksi



EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                            32
Bab II : Hasil Evaluasi


serta kesetaraan keadilam gender. Demikian pula, penyelenggaraan KB dan kesehatan
reproduksi masih belum mantap dalam aspek kesetaraan dan keadilan gender. Dari sebanyak
265 Puskesmas, hanya 96 Puskesmas atau 36,23 persen yang memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu dan 88 Puskesmas atau 24,29 persen memberikan kesehatan reproduksi
remaja. Sedangkan angka unmetneed yang menggambarkan besaran angka PUS yang bukan
peserta KB/tidak menggunakan salah satu kontrasepsi dan tidak ingin memiliki anak lagi.


                                2.3.3. Rekomendasi kebijakan
a. Pendidikan

        Implikasi dari kondisi pendidikan di atas jika dikaitkan dengan angka Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), khususnya indikator pendidikan, yaitu rata-rata lama sekolah
(tahun) masih relatif rendah capaian pada tahun 2007 hanya 7,7 tahun dan angka buta huruf 3,40
persen. Angka rata-rata lama sekolah ini belum sampai setingkat program wajib belajar 9 tahun.
Strategi kebijakan pendidikan ke depan lebih diarahkan untuk menuntaskan program Wajar 9
tahun dan peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan pada tingkat pendidikan menengah.
        Dalam jangka panjang dilakukan strategi peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan
tingkat pendidikan menengah. Strateginya adalah peningkatan mutu pendidik (sertifikasi guru),
peningkatan sarana dan prasarana pendidikan menengah agar mendorong anak lulus wajar 9
tahun melanjutkan sekolah lebih lanjut dan mengurangi anak putus sekolah di tingkat pendidikan
menengah.

b. Kesehatan

        Indikator keberhasilan dari program kegiatan bidang kesehatan antara lain menurunnya
angka kematian ibu melahirkan, meskipun masih diatas rata-rata, menurunnya angka kematian
bayi, meningkatnya umur harapan hidup, meningkatnya proporsi keluarga yang hidup secara
bersih dan sehat dan menurunnya persentase balita dengan gizi buruk, menurunnya prevalensi
angka kesakitan malaria, TB dan demam berdarah.
        Masih perlunya peningkatan jangkauan pelayanan dan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini
akan tercapai jika program pembangunan kesehatan diarahkan sesuai orientasi pengembangan
program kesehatan secara terpadu. Strateginya adalah peningkatan jangkauan pelayanan
kesehatan sampai pada masyarakat di daerah terpencil. Konsekuensi dari hal ini diperlukan



EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                            33
Bab II : Hasil Evaluasi


peningkatan sumber daya kesehatan, sarana-prasarana, asuransi kesehatan yang terjangkau dan
mutu kualitas pelayanan kesehatan.

c. Keluarga Berencana

         Penduduk merupakan aspek utama dalam suatu proses perencanaan pembangunan,
sebab pada dasarnya penduduk merupakan subjek dan objek pembangunan, atau dalam arti
semua yang dijabarkan dalam suatu ruang kegiatan adalah sebagai cermin dari tingkat
kepentingan penduduk yang harus dipenuhi untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
Dengan demikian kegiatan terhadap aspek kependudukan ini merupakan perencanaan yang
mendasar untuk menyusun suatu rencana pengembangan dan penyusunan rencana
pembangunan. Arah kebijakan program kependudukan dan keluarga berencana di daerah sesuai
dengan arah kebijakan secara nasional, hanya capaian pelaksanaan kependudukan yang masih
relatif kurang.


2.4. Tingkat Pembangunan Ekonomi

         Pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan dalam periode 2004-2008 mengalami fase
pertumbuhan yang moderat. Faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yaitu
konsumsi, investasi swasta, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor belum berfungsi secara
optimal. Tampaknya aspek konsumsi masyarakat yang masih berperan besar mendukung
pertumbuhan ekonomi dalam periode tersebut. Sebenarnya kegiatan ekspor di Sumatera Selatan
relatif berkembang, tetapi karena kena dampak krisis keuangan global maka sebagian harga
komoditi andalan Sumatera Selatan mengalami fluktuasi yang cenderung turun.
         Kegiatan investasi swasta di Sumatera Selatan mengalami fluktuasi sehingga realisasi
penanaman modal dapat dibaratkan ‘berlari di tempat’. Persetujuan penanaman modal relatif
banyak tetapi realisasinya belum menggembirakan sehingga kegiatan investasi relatif rendah
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Gambaran kinerja pembangunan ekonomi
Sumatera Selatan periode 2004-2008 dapat disimak beberapa capain indikator berikut ini.


                                      2.3.1. Capaian Indikator

         Kinerja pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan berkembang seiring dengan
pesatnya laju kegiatan di semua bidang. Pembangunan ekonomi dicerminkan oleh beberapa
indikator antara lain pertumbuhan PDRB, struktur ekonomi, ekspor, pendapatan perkapita, dan

EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                           34
Bab II : Hasil Evaluasi


                                                                   Tabel 2.16.
                                            Capaian Indikator Outcome Tingkat Pembangunan Ekonomi
 Jenis Capaian                                                    2004        2005          2006           2007         2008       2009
 Capaian Ind. Outcome Sumsel                                     10.77      156.93         22.30          13.72       122.10      26.16
 Capaian Ind. Outcome Nasional                                   26.43       48.91         15.88          42.88        24.79      12.50
 Tren Capaian IOC Sumsel                                                    13.566        ‐0.858         ‐0.384        7.896     ‐0.786
 Tren Capaian IOC Nasional                                                   0.850        ‐0.675          1.700       ‐0.422     ‐0.496



                              180.00                                                                                            16.00


                              160.00                                                                                            14.00


                              140.00                                                                                            12.00




                                                                                                                                        Tren capaian indikator outcome
  Capaian indikator outcome




                              120.00                                                                                            10.00


                              100.00                                                                                            8.00


                               80.00                                                                                            6.00


                               60.00                                                                                            4.00


                               40.00                                                                                            2.00


                               20.00                                                                                            0.00


                                0.00                                                                                            -2.00
                                         2004            2005                   2006              2007                2008
                                                                            Tahun

                                                   Pembangunan Ekonomi Sumsel          Pembangunan Ekonomi Nasional
                                                   Tren Sumsel                         Tren nasional




                                  Gambar 2.5. Grafik capaian indikator outcome tingkat pembangunan ekonomi



laju infasi. Untuk memperoleh gambaran yang jelas bahwa capaian indikator pembangunan
ekonomi akan dibandingkan kinerja secara nasional dan kinerja di Sumatera Selatan sehingga
dapat diperoleh informasi tentang aspek relevansi dan efektivitasnya.
                                  Secara umum, pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan memiliki karakteristik yang
sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari capaian indikator,
seperti periode 2004-2009 rata-rata pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan sebesar 5,13% lebih
rendah tetapi seirama dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,35% pertahun.
                                  Ada dua aspek yang dikaji tentang relevansi dan efektivitas pembangunan ekonomi yaitu
ekonomi makro dan investasi secara nasional dibandingkan dengan di wilayah Sumatera Selatan.

EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                                                                                              35
Bab II : Hasil Evaluasi


                                        Tabel 2.17.
           Perkembangan Indikator Pembangunan Ekonomi Indonesia Periode 2004-2009

                                           Status
            Ekonomi Makro                Indikator     2004    2005     2006     2007      2008     2009*
                                            (%)
Laju Pertumbuhan ekonomi                   Positif      4.25    5.37     5.19     5.63      6.30     5.20
Persentase ekspor terhadap PDRB            Positif     20.07   20.84    19.48    21.26     20.34    20.76
Persentase output Manufaktur terhadap      Positif
                                                       28.07   27.41    27.54    27.06     27.87    27.65
PDRB
Persentase output UMKM terhadap           Positif
                                                       55.40   53.90    53.49    53.60     52.70    53.34
PDRB
Pendapatan per kapita (dalam juta         Positif
                                                       10.61   12.68    15.03    17.58      21.7    21.92
rupiah)
Laju Inflasi                              Negatif       6.10   10.50    13.10     6.00     11.06      7.24
              Investasi
Persentase Pertumb. Realisasi             Positif
                                                       25.82   99.39 -32.79      68.91 -41.62       15.20
Investasi PMA
Persentase Pertumb. Realisasi             Positif
                                                      -16.04   94.90 -32.76      72.60     43.80    20.58
Investasi PMDN
   Sumber: BPS, diolah kembali. 2009* proyeksi



                                       Tabel 2.18.
      Perkembangan Indikator Pembangunan Ekonomi Sumatera Selatan Periode 2004-2009

                            Status
                          Indikator
 Ekonomi Makro                          2004         2005      2006     2007      2008        2009*
                             (%)
 Laju Pertumbuhan           Positif      4.63          4.84      5.2     5.84       5,13            5,50
 ekonomi
 Persentase ekspor          Positif     14.54         19.98    18.15    16.14      16.58           17.76
 terhadap PDRB
 Persentase output          Positif     17.76         17.74    17.76    23.03      23.06           22.65
 Manufaktur thd PDRB
 Persentase output          Positif     35.24         28.59    24.54    25.15      24.28           25.75
 UMKM terhadap PDRB
 Pendapatan per kapita      Positif      9.70         12.02    13.90    15.65      18.73           18.98
 (dalam juta rupiah)
                            Negatif      8.94         18.92     8.44     8.21       8.45            8.12
 Laju Inflasi
       Investasi
 Persentanse                Positif
 Pertumbuhan Realisasi                  -68.88       896.50    -42.96   -75.33    685.33           20.54
 PMA
 Persentase                 Positif      -8.16        206.7    64.11    23.18     130.87           25.22
 Pertumbuhan PMDN
       Sumber: BPS Sumatera Selatan, diolah kembali. 2009* proyeksi



EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                                        36
Bab II : Hasil Evaluasi


Dalam Tabel 2.17 terlihat perkembangan indikator pembangunan ekonomi Indonesia periode
2004-2009. Sementara itu, perkembangan capaian indikator pembangunan ekonomi di Sumatera
Selatan periode 2004-2009 dapat disimak dalam Tabel 2.18.
          Selanjutnya, kinerja dan capaian indikator pembangunan ekonomi Sumatera Selatan
dapat disimak dalam tabel dan uraian berikut ini.

1. PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) dan atas dasar harga konstan (ADHK)

          Perkembangan PDRB Sumatera Selatan menunjukkan peningkatan yang relatif moderat.
Perkembangan PDRB ADHB meningkat relatif tinggi, sedangkan PDRB ADHK naik moderat.
Dalam Tabel 2.19. bahwa perkembangan PDRB ADHB dengan migas tahun 2004 sebesar Rp
64,319,375 meningkat menjadi Rp 133,358,882 tahun 2008, sedangkan perkembangan PDRB
ADHB tanpa migas tahun 2004 sebesar Rp 45,470,766 meningkat menjadi Rp 88,794,817 tahun
2008.


                                      Tabel 2.19.
            Perkembangan PDRB Sumatera Selatan 2004-2008 (ADHB) (Jutaan Rupiah)


         Lapangan Usaha             2004            2005       2006         2007          2008

 1. Pertanian                    12,495,630 14,358,881 17,300,120         20,080,335   22,965,527
 2. Pertambangan & Penggalian    16,051,383 23,247,361 25,060,662         27,412,484   34,007,690
 3. Industri Pengolahan          13,711,349 17,867,383 22,286,619         25,305,859   30,755,546
 4. Listrik, Gas & Air Bersih       425,332         469,827    528,033      592,068       647,510
 5. Bangunan                      4,300,361    5,079,274      5,810,671    6,742,083    8,027,137
 6. Perdag., Hotel & Restoran     7,622,541    9,051,350 10,941,014       12,919,872   15,965,866
 7. Pengangkutan &
 Komunikasi                       2,479,595    3,131,687      3,891,921    4,556,115    5,499,983
 8. Keu. Persewaan, & Jasa
 Prshn                            2,261,167    2,653,394      3,162,870    3,750,156    4,492,248
 9. Jasa-Jasa                     4,972,017    5,672,353      6,946,853    8,536,735   10,997,375
         Pdrb Dengan Migas       64,319,375 81,531,510 95,928,763 109,895,707 133,358,882
         Pdrb Tanpa Migas        45,470,766 52,726,675 63,500,068         74,905,270   88,794,817




EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009                                                              37
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI

Más contenido relacionado

Similar a Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI

Tor bme phln pamsimas dan rise 1(1)
Tor  bme phln pamsimas dan rise 1(1)Tor  bme phln pamsimas dan rise 1(1)
Tor bme phln pamsimas dan rise 1(1)
Agung Jatmiko
 
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerahKuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
R Khairil Adi
 
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONALSISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
Irvan Doang
 
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2010-2014 Tingkat Meso
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2010-2014 Tingkat MesoPelaksanaan Reformasi Birokrasi 2010-2014 Tingkat Meso
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2010-2014 Tingkat Meso
Noviyarti Badri
 

Similar a Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI (20)

Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBBLapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
 
Laporan pak suaib
Laporan pak suaibLaporan pak suaib
Laporan pak suaib
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTANLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi PapuaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi MalukuLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
 
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan,  Program dan KegiatanVisi, Misi, Strategi, Kebijakan,  Program dan Kegiatan
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan
 
Makalah perencanaan pembangunan 2
Makalah perencanaan pembangunan 2Makalah perencanaan pembangunan 2
Makalah perencanaan pembangunan 2
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - UncenLaporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
 
Teknik Penyusunan Model Logik
Teknik Penyusunan Model LogikTeknik Penyusunan Model Logik
Teknik Penyusunan Model Logik
 
Tor bme phln pamsimas dan rise 1(1)
Tor  bme phln pamsimas dan rise 1(1)Tor  bme phln pamsimas dan rise 1(1)
Tor bme phln pamsimas dan rise 1(1)
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
 
Pp 39 2006
Pp 39   2006Pp 39   2006
Pp 39 2006
 
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerahKuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
 
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONALSISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL
 
Monev
MonevMonev
Monev
 
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2010-2014 Tingkat Meso
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2010-2014 Tingkat MesoPelaksanaan Reformasi Birokrasi 2010-2014 Tingkat Meso
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2010-2014 Tingkat Meso
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TengahLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
 
Bab 6 rev 02
Bab 6 rev 02Bab 6 rev 02
Bab 6 rev 02
 
Pembangunan Transmigrasi dalam Perspektif Evaluasi Kinerja Pembangunan
Pembangunan Transmigrasi dalam  Perspektif Evaluasi Kinerja PembangunanPembangunan Transmigrasi dalam  Perspektif Evaluasi Kinerja Pembangunan
Pembangunan Transmigrasi dalam Perspektif Evaluasi Kinerja Pembangunan
 

Más de EKPD

Más de EKPD (20)

Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi LampungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka BelitungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi JambiLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi GorontaloLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. YogyakartaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BantenLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BaliLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
 

Último

Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 

Último (20)

BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 

Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Selatan - UNSRI

  • 1.
  • 2. Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pembangunan pada era Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009 telah menyelesaikan tahun keempat dan memasuki tahun terakhir pada tahun 2009. Telah banyak program pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dilaksanakan dalam berbagai bidang oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama semua elemen masyarakat. Pemerintah telah merencanakan secara serius dan komprehensif upaya untuk meningkatkan pembangunan wilayah dan masyarakat Indonesia yang tentu pada pelaksanaannya di masing-masing wilayah dijalankan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Jelas pula bahwa untuk mencapai keberhasilan mesti memenuhi salah satu syarat terjadinya sinkronisasi dan keterpaduan antara rencana pembangunan pusat dan daerah, meskipun setiap daerah dapat memiliki agenda khusus spesifik sesuai dengan potensi dan kondisi masing-masing. Seluruh agenda, sasaran dan prioritas pembangunan nasional yang telah dituangkan dalam RPJMN 2004-2009 merupakan kebutuhan bersama sehingga relevan dan sangat perlu untuk dilaksanakan seluruh daerah dengan pengecualian satu atau beberapa aspek masalah dan program pembangunan yang tidak ada atau tidak muncul permasalahannya di daerah tersebut. Selanjutnya, yang mesti menjadi pertimbangan adalah pada hakekatnya keberhasilan pembangunan tidak hanya dinilai dari tingkat pertumbuhan atau peningkatan kuantitatif aspek fisik variabel-variabel pembangunan tersebut seperti produksi output total dan pendapatan per kapita, peningkatan jumlah konsumsi, infrastruktur, dan lain-lain. Elemen kunci pembangunan adalah bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur ke arah kemajuan. Hal ini berarti pula bagaimana partisipasi mereka dalam menikmati manfaat dari hasil-hasil pembangunan, bukan malah segelintir penduduk yang berpendapatan kaya saja yang banyak menikmatinya. Fenomena tersebut sedapat mungkin diupayakan untuk disampaikan dalam laporan evaluasi empat tahun pelaksanaan RPJMN 2004- 2009 di Provinsi Sumatera Selatan. Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sampai saat ini merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkesinambungan dari kegiatan EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 1
  • 3. Bab I : Pendahuluan pembangunan sebelumnya, dimana sistem perencanaan dengan penggunaan pola rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang sudah memasuki tahap kedua yaitu tahap I pada periode 2005-2008 dan tahap II pada 2008-2013. Hal tersebut dilakukan selain dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Sumatera Selatan, juga sebagai upaya mensinkronkannya dengan agenda pembangunan yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Pelaksanaan pembangunan di wilayah ini telah menghasilkan keberhasilan dalam banyak hal, namun masih menyisakan masalah-masalah yang menghambat atau mengganggu kelancaran proses pembangunan tersebut seperti kemiskinan, pengangguran dan rendahnya pendapatan perkapita yang perlu diantisipasi dan segera dicarikan jalan keluarnya. Sejauh mana isu-isu tersebut di atas yang telah memacu Provinsi Sumatera Selatan untuk melaksanakan pembangunan dengan memprioritaskan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai langkah strategis dan kebijakan pokok yang disusunnya demi kepentingan kemajuan daerah maupun mendukung pelaksanaan agenda-agenda pembangunan dalam RPJMN 2004 – 2009 perlu untuk dievaluasi secara komprehensif. Keberhasilan dan hambatan pembangunan tersebut sebagai ekspresi dari kinerja pembangunan nasional dapat secara faktual diketahui dari hasil penilaian melalui evaluasi yang dilakukan terhadap hasil pelaksanaan program-programnya di seluruh daerah, termasuk di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini sangat relevan karena, pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, dan pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan di daerah masing-masing. Oleh karena itu sudah tentu pula keberhasilan pembangunan daerah akan menentukan keberhasilan pembangunan nasional, dan kendala atau masalah yang terjadi juga merupakan bagian dari hambatan pembangunan nasional tersebut. Untuk itulah mulai tahun 2006 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melaksanakan kegiatan evaluasi pembangunan daerah (EKPD) bekerja sama dengan perguruan tinggi di seluruh wilayah provinsi di Indonesia, sehingga dapat diketahui sejauh mana kinerja pembangunan setiap daerah provinsi dalam wilayah Republik Indonesia, Kinerja pembangunan daerah yang dinilai berupa tingkat keberhasilan yang dicapai, keterkaitan atau sinkronisasi dan sinergisme antara pembangunan daerah dan pembangunan nasional, partisipasi elemen EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 2
  • 4. Bab I : Pendahuluan masyarakat, serta kendala dan hambatan yang dialami. Tahun 2009 ini merupakan tahun ke empat pelaksanaan kegiatan EKPD yang untuk Provinsi Sumatera Selatan bekerja sama dengan Tim dari Universitas Srwijaya. 1.2. Tujuan dan Keluaran   Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah 2009 di Sumatera Selatan ini disusun dengan tujuan untuk : 1. Menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008. 2. Mengetahui pencapaian tujuan/sasaran yang diharapkan dan manfaat dari pembangunan daerah tersebut bagi masyarakat. Sementara keluaran dari evaluasi ini adalah berupa informasi kuantitatif penting yang berguna sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu, diharapkan hasil evaluasi ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON). 1.3. Metodologi Merujuk pada buku panduan dari Bappenas, kerangka kerja EKPD 2009 meliputi beberapa tahapan kegiatan utama yaitu: (1) Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan (3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Ketiga tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut: EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 3
  • 5. Bab I : Pendahuluan Gambar 1. Kerangka Kerja EKPD 2009 di Provinsi Sumatera Selatan (1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes) Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator dampak (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes) terpilih. Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator pendukungnya, dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut: a. Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas; b. Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan; c. Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya; EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 4
  • 6. Bab I : Pendahuluan d. Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan kinerja; e. Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk menghasilkan indikator; f. Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data. Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi: 1. Tingkat pelayanan publik dan demokrasi. 2. Tingkat kualitas sumber daya manusia. 3. Tingkat pembangunan ekonomi. 4. Kualitas pengelolaan sumber daya alam. 5. Tingkat kesejahteraan sosial. (2) Pemilihan Pendekatan dalam Melakukan Evaluasi Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat dilihat dalam Gambar 2 yaitu: a. Relevansi, untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya. b. Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan daerah. c. Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi keluaran (outputs). d. Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan outcomes pembangunan. e. Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil pembangunan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. f. Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan. g. Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan. Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD 2009, maka pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan efektivitas pencapaian. EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 5
  • 7. Bab I : Pendahuluan Gambar 2 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi (3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah. Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan efektivitas pencapaian. Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif. Tim Evaluasi Provinsi menjelaskan “How and Why” berkaitan dengan capaian pembangunan daerah. Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan periode berikutnya. (4) Metode Penentuan Capaian Pembangunan Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah sebagai berikut: a. Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes). EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 6
  • 8. Bab I : Pendahuluan b. Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase. c. Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri. d. Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif). Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah. e. Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh: 1) persentase penduduk miskin 2) tingkat pengangguran terbuka 3) persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak 4) presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia 5) presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif, sehingga Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% - tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5 Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah Relevansi dan Efektivitas. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 7
  • 9. Bab I : Pendahuluan (5) Metode Pengumpulan Data dan Infromasi a. Pengamatan langsung Sebagian data dan informasi diperoleh dari pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait. b. Pengumpulan Data Primer Data primer diperoleh melalui kegitan focus group discussion (FGD) dengan pemangku kepentingan pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi. c. Pengumpulan Data Sekunder Data dan informasi sekunder diperoleh dari yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait. 1.4. Sistematika Penulisan Laporan Laporan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di Provinsi Sumatera Selatan ini disusun dengan sistematika yang mengacu pada pedoman penyusunan laporan evaluasi tahun 2009 yang ditetapkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan sistematika penulisan laporannya sebagai berikut: KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Tujuan 1.2 Keluaran 1.3 Metodologi 1.4 Sistematika Penulisan Laporan BAB II HASIL EVALUASI 2.1 Tingkat Pelayanan Publik 2.1.1. Capaian Indikator EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 8
  • 10. Bab I : Pendahuluan 2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.1.3. Rekomendasi Kebijakan 2.2. Tingkat Demokrasi 2.2.1. Capaian Indikator 2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.2.3. Rekomendasi Kebijakan 2.3. Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia 2.3.1. Capaian Indikator 2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.3.3. Rekomendasi Kebijakan 2.4. Tingkat Pembangunan Ekonomi 2.4.1. Capaian Indikator 2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.4.3. Rekomendasi Kebijakan 2.5. Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam 2.5.1. Capaian Indikator 2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.5.3. Rekomendasi Kebijakan 2.6. Tingkat Kesejahteraan Rakyat 2.6.1. Capaian Indikator 2.6.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.6.3. Rekomendasi Kebijakan BAB III. KESIMPULAN EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 9
  • 11. Bab II : Hasil Evaluasi BAB II HASIL EVALUASI Proses pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan sejak tahun 2004 dihadapkan dengan beberapa permasalahan dan tantangan utama, yaitu 1. Belum optimalnya kinerja aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan publik sehingga belum mampu memuaskan keinginan berbagai lapisan masyarakat, masih realtif tingginya tingkat kejahatan yang mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat, dan belum tuntasnya penanganan kasus korupsi, serta berbagai perkara pidana dan perdata ; 2. Belum berjalan sepenuhnya implementasi dan kehidupan demokrasi, yang ditandai dengan masih cukup maraknya konflik pada pemilihan anggota legislatif, pemilihan bupati/ walikota maupun gubernur, dan terjadinya unjuk rasa yang tidak tertib dan cenderung anarkis; 3. Belum optimalnya pengembangan mutu sumber daya manusia yang ditunjukkan oleh relatif rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM), tingginya angka kemiskinan dan penyeberannya di pedesaan dan besarnya angka pengangguran akibat rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, terbatasnya akses terhadap kegiatan ekonomi, sulitnya mendapat pekerjaan, dan buruknya lingkungan permukiman; 4. Belum optimalnya pelayanan pendidikan sebagai akibat terbatasnya sarana-prasarana dan dana pendidikan, belum maksimalnya perluasan akses dan pemerataan pendidikan, masih rendahnya kualitas dan kesejahteraan guru, serta masih terbatasnya mutu pendidikan; 5. Kurangnya pelayanan kesehatan dan mahalnya biaya kesehatan sebagai akibat terbatasnya fasiitas kesehatan, belum meratanya persebaran tenaga kesehatan dan sulitnya prasarana di daerah perdesaan; 6. Masih rendahnya investasi PMA dan PMDN, termasuk perkembangan UMKM yang sebagian disebabkan oleh peraturan perundangan di daerah dan iklim investasi yang belum kondusif bagi pengembangan usaha; 7. Lebih lambatnya laju pasokan energi dibandingkan laju permintaan konsumsinya sehingga posisi Sumatera Selatan sebagai lumbung energi belum mampu memenuhi kebutuhan energi masyarakat maupun industri. 8. Kurangnya kesadaran pemangku kepentingan terhadap kelestarian lingkungan sehingga menyebabkan timbulnya konflik pemanfaatan lahan dan cenderung menurunannya daya EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 10
  • 12. Bab II : Hasil Evaluasi dukung lingkungan. Selain itu, lemahnya kontrol pengelola kawasan lindung menyebabkan kawasan hutan terus menjadi sasaran penebang kayu liar dan perambah hutan. 9. Terbatasnya infrastruktur perekonomian (jalan, listrik, telepon, penyediaan air) dan sarana transportasi yang menghambat pengembangan usaha dan pelayanan publik, serta menyebabkan belum meratanya aksesibilitas fisik maupun informasi/komunikasi ke sebagian wilayah provinsi ini. Selain itu terbatasnya kapasitas pelabuhan menyebabkan terhambatnya laju ekspor komoditi andalan provinsi ini ke luar daerah maupun luar negeri. 10. Masih adanya permasalahan sosial yang cukup beragam dan meningkat jumlahnya, di antaranya anak terlantar dan anak nakal, tuna-susila dan waria, pengemis dan gelandangan, korban penyalahgunaan narkoba, penyandang cacat, penderita HIV/AIDS, mantan narapidana, lanjut usia terlantar, wanita rawan sosial ekonomi, fakir miskin, dan masyarakat yang tinggal di daerah rawan, serta maraknya aksi anak-anak jalanan. Berdasarkan permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah Sumatera Selatan berikut ini disampaikan hasil evaluasi kinerja dari upaya-upaya yang telah dilakukan hingga 2008. 2.1. Tingkat Pelayanan Publik Paradigma baru dalam pelayanan adalah adanya peran aktif dari masyarakat dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik pada setiap tingkatan proses sesuai etika negara. Dalam kaitan tersebut hak mayarakat untuk mendapat layanan yang baik dan berkualitas perlu disampaikan dengan cara yang disepakati bersama antara pemerintan daerah sebagai penyelenggara dengan masyarakat sebagai pemanfaat/ pengguna jasa. Kewajiban semua pihak untuk mentaati peraturan perundang undangan yang berlaku tentu saja menjadi prioritas utama yang harus ditaati. Masyarakat madani perlu dukungan pengorganisasian yang profesional dari lembaga non pemerintah/ LSM. Keahlian keterampilan dan kepemimpinan lembaga mereka diperlukan agar partisipasinya lebih bermanfaat bagi peningkatan kapasitas pelayanan publik. Inisiatif mulai dari pengembangan komunitas sampai pada advokasi dan pengawasan perlu mengacu kepada mekanisme (termasuk mekanisme komplain) yang disepakati berdasarkan pendekatan yang adil dan berkualitas. Dalam RPJMD 2005-2008 secara tegas disebutkan pelayanan publik berhubungan langsung dengan penerapan Otonomi Daerah sebagai bagian dari pelaksanaan reformasi tata pemerintahan antara pusat dan daerah bertujuan untuk menciptakan persatuan dan kerukunan EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 11
  • 13. Bab II : Hasil Evaluasi bangsa serta menjamin keserasian hubungan antara warga masyarakat, antar daerah serta antara daerah dan pusat. Disisilain, esensi otonomi daerah juga memiliki makna penting yakni memberdayakan masyarakat, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta mempercepat pelaksanaan pembangunan daerah karena pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan publik menjadi lebih sederhana dan lebih cepat. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 disempurnakan menjadi Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004, merupakan titik awal Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan secara Otonom untuk melaksanakan berbagai urusan yang sebelumnya dilaksanakan Pemerintah Pusat. Kebijakan Otonomi Daerah telah membawa kemajuan dalam penyelenggaraan pemerintah yang telah dicapai antara lain adalah harmonisasi hubungan Kabupaten/Kota dengan Provinsi dan harmonisasi hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumberdaya alam, pemilihan kepala daerah secara langsung. Selain itu perlunya dukungan kemampuan dan profesionalisme kinerja Aparatur Pemerintah Daerah yang lebih akuntabel guna memenuhi tuntutan masyarakat akan pemenuhan pelayanan publik yang semakin berkualitas serta menghadapi tantangan global serta perwujudan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance) dan Pemerintah yang bersih ( clean government). 2.1.1. Capaian Indikator Selama kurun waktu pelaksanaan pembangunan 2004-2008, kinerja pelayanan publik oleh aparatur pemerintah Provinsi Sumatera Selatan maupun penegak hukum (Jaksa, Polisi) menunjukan perkembangan ke arah peningkatan pelayanan publik atau menunjukkan bahwa terjadi perkembangan yang cukup baik dalam hal penanganan korupsi dilihat dari jumlah yang ditangani dibandingkan yang dilaporkan. Hampir semua kasus korupsi yang dilaporkan masyarakat dilakukan penyelidikan dan penyidikan (diproses) oleh Pihak Kejaksanaan Tinggi yaitu kisaran 90% lebih, namun demikian, tidak semua laporan tersebut ditindak lanjuti ke tingkat penuntutan, misalnya tahun 2006, dari 76 kasus yang ditangani hanya 63 kasus yang dilanjutkan ketahap penuntutan, tahun 2006 dari 27 kasus korupsi yang ditangani, hanya 26 yang lanjutkan ke tahap penuntutan, tahun 2008, dari 38 kasus yang ditangani, hanya 21 yang diteruskan ke tahap EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 12
  • 14. Bab II : Hasil Evaluasi Tabel 2.1. Tingkat Pelayanan Publik di Sumatera Selatan Jenis Capaian 2004 2005 2006 2007 2008 Capaian Ind. Outcome Sumsel 11.67 48.92 51.07 60.67 64.10 Capaian Ind. Outcome Nasional 42.98 43.35 49.17 61.96 66.43 Tren Capaian IOC Sumsel 3.193 0.044 0.188 0.057 Tren Capaian IOC Nasional 0.009 0.134 0.260 0.072 70.00 3.50 60.00 3.00 50.00 2.50 apaian indkator outcome Tren indikator outcome 40.00 2.00 30.00 1.50 C 20.00 1.00 10.00 0.50 0.00 0.00 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun Capaian Indiaktor Outcome Sumsel Capaian Indikator Outcome Nasional Tren Outcome Sumsel Tren Outcome Nasional Gambar 2.1. Grafik capaian indikator outcome tingkat pelayanan publik penuntutan. Kebanyakan kasus korupsi yang ditangani pihak Kejaksanaan pada tahap penyidikan dan tidak diteruskan ke tahap penuntutan, karena masih kurangnya alat bukti. Selain itu diperkirakan masih banyak pula kasus-kasus korupsi yang tidak dilaporkan. Selain tingkat pelayanan publik cenderung meningkat, kemampuan profesionalisme aparat juga dipersyaratkan harus ditingkatkan, terutama jenjang pendidikan, selama lima tahun terakhir jenjang pendidikan aparatur pemerintah masih dominan berpendidikan sekola menengah atas (SLTA), namun demikian, berdasarkan data statistik, tingkat kemampuan dan pendidikan aparatur pemerintah juga meningkat selama tiga tahun terakhir, Pada pada awalnya terdapat kenaikan proporsi aparat yang berijazah minimal S1 di perintahan provinsi (2004-2006), namun menurun lagi pada tahun 2008 yang diperkirakan akibat adanya pegawai yang pensiun dan mutasi pegawai ke kabupaten/kota untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi dibandingkan yang disandangnya di pemerintah provinsi. EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 13
  • 15. Bab II : Hasil Evaluasi Dengan demikian, peningkatan jenjang pendidikan menjadi suatu keharusan dan kebutuhan untuk meningkatkan pangkat dan menduduki Eselon tertentu. Dengan kata lain untuk jabatan-jabatan tertentu secara normatif (aturan kepangkatan dan jabatan strukturtal) telah dipersyaratkan minimal jejang pendidikan Strata 1 (S1). Selain peningkatan kemampuan aparatur pemerintah, pemerintah juga telah melakukan upaya meningkatkan sarana prasarana untuk meningkatkan pelayanan publik, terutama di Kabupaten dan Kota telah dimulainya pelayanan satu pintu atau One Stop Service. Selama lima tahun terakhir (2004-2009), perkembangan kabupaten dan kota yang memiliki sistem pelayanan satu atap/pintu juga mengalami kenaikan seiring dengan tuntutan jaman dan keinginan dan komitmen yang kuat dari setiap pemerintah daerah tersebut untuk menggalakan penanaman modal dan pengembangan usaha di wilayahnya masing-masing. Pendirian Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Selatan telah dimulai sejak tahun 2005 hingga 2008 yaitu ada 8 (delapan) kabupaten telah membentuk Unit Pelayanan terpadu Satu Pintu yaitu kabupaten MUBA, Lahat, OKU, Banyuasin, OKI, MURA, Muara Enim dan tahun 2009, Provinsi Sumatera Selatan telah membentuk Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bawah koordinasi Badan Penanaman Modal Daerah. Tabel 2.2. Capaian Indikator Output Pelayanan Publik Capaian per tahun Indikator Hasil (Output) 2004 2005 2006 2007 2008 Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan 100 96,30 83,00 96,00 97,70 Presentase aparat yang berijazah minimal S1 35,00 36,18 48,81 43,00 37,60 Persentase jumlah kabupaten/ kota yang - 14,30 21,40 43,00 57,00 memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap Sumber : BPS, Kejaksaan Tinggi dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan a. Analisis Relevansi Data yang telah dikemukakan di atas menunjukan bahwa pelayanan publik dalam penanganan laporan tindak pidana korupsi, jika dibanding dengan persentase tingkat nasional relatif sama, sedangkan tingkat pendidikan aparatur pemerintah, jika dibandingkan dengan persentase nasional, aparatur pemerintah daerah Propinsi Sumatera selatan relatif di atas rata- EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 14
  • 16. Bab II : Hasil Evaluasi rata yaitu 35%-48%.. sedangkan pembangunan atau pendirian unit pelayalanan terpadu satu pintu yang dilegalisasi dengan Peraturan Daerah juga lebih maju dan berkisar 50% kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan telah mendirikan unit pelayanan terpadu satu pintu, termasuk pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan telah mendirikan unit pelayanan termasuk dan merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang telah menyelenggarakan one stop service. b. Analisis Efektivitas Pelayanan publik di Sumatera Selatan tamapk cukup efektif, karena terjadi kecenderungan perkembangan yang membaik pada indikator output dan outcomenya. Ccenderung meningkatnya pelayanan publik dalam penanganan perkara korupsi tersebut disebabkan oleh: 1) Kasus korupsi menjadi pusat perhatian masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) selama lima tahun terakhir ini (desakan masyarakat dan LSM), 2) meningkatnya kinerja aparatur kejaksanaan sebagai pelayanan publik, 3) pemberantasan korupsi merupakan program utama pemerintah. Selanjutnya, cenderung meningkatnya jenjang pendidikan aparat pemerintah d Provinsi Sumatera Selatan disebabkan oleh: 1) Penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dipersyaratkan minimal S1 2) Ada kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan peningkatan jejang pendidikan bagi PNS. 3) Inisiatif individu PNS meningkatkan pendidikan kejenjang S1, jika tidak maka jenjang kepangkatan stop pada level tertentu, yaitu jenjang pendidikan SLTA maksimum 3A, S2 maksimum 3D dan seterusnya. Sementara, kecenderungan peningkatan sarana prasarana pelayanan publik berupa pelayanan terpadu satu pintu (one stop service) disebabkan oleh: 1) Adanya Peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Pelayanan terpadu satu pintu 2) Tuntutan transparansi proses perizinan (syarat, biaya dan waktu). 3) Tuntutan meminimalisir kontak antara petugas dengan pemohon. 4) Tuntutan meningkatkan akuntabilitas dan profesionalitas aparatur pemerintah 5) Tuntutan kepastian waktu pelayanan dari masyarakat dan pembisnis. EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 15
  • 17. Bab II : Hasil Evaluasi Berdasarkan pembahasan di atas, pada dasarnya pelayanan publik di Provinsi Sumatera Selatan telah menunjukan peningkat selama lima tahun terakhir seiring dengan peningkatan jenjang pendidikan aparatur pemerintah dan pembangunan sarana prasarana untuk pelayanan publik. 2.1.2. Analisis Capaian indikator Spesifik dan Menonjol Dalam kegiatan pelayanan publik, sumber daya manusia (SDM) atau aparatur pemerintah, dari aspek pendidikan telah menunjukan kemajuan, yaitu telah telah berpendidikan S1 (41%) dan sebagian kecil S2/S3 dan sebagian besar berpendidikan SMA.. Jika dicermati lebih 48.81 50 45 43 40 37.6 36.17 35 35 Aparat berijazah minimal S1 (%) 30 25 20 15 10 5 0 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun Gambar 2.2. Perkembangan proporsi aparat yang berijazah minimal S1 jauh, peningkatan pendidikan SDM nampaknya telah dipayakan meningkat setiap tahun. Oleh karena itu Pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan menetapkan program peningkatan pendidikan aparatur pemerintah ke tingkat S2 dan S3. Selain itu telah pula dilakukan peningkatan sarana prasarana pelayanan publik, terutama pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Penanaman Modal dan beberapa Peraturan Menteri Negara EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 16
  • 18. Bab II : Hasil Evaluasi Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Menteri Dalam Negeri tentang pelayanan terpadu satu pintu. Selanjutnya yang diharapkan adalah peningkatan keseriusan dan efektifitas pelayanan yang dijalankan oleh aparat yang bertugas di kantor pelayanan terpadu tersebut. 2.1.3. Rekomendasi Kebijakan Sejalan dengan tekad pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi, maka diperlukan koordinasi dan kerjasama yang lebih baik antara lembaga pengawas pembangunan, lembaga pemeriksa keuangan dan aparat penegak hukum, dengan fokus kepada pencegahan terjadinya tindakan korupsi. Perbaikan sistem insentif pada para penanggung jawab dan pelaksana kegiatan juga diperlukan agar mereka lebih bertanggung jawab dan lebih giat untuk melaksanakan tugasnya, karena saat ini terdapat kecenderungan menurunnya minat untuk menjadi penanggung jawab atau pelaksana kegiatan di kalangan aparat karena ketakutan terhadap ancaman pidana korupsi. Untuk mengefektikan pelayanan kepada publik yang terkait dengan sistem pelayanan satu atap masih diperlukan koordinasi yang lebih baik dari seluruh instansi terkait dan peningkatan kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan agar sistem pelayanan yang dilakukan benar-benar efektif dan efsien. 2.2. Tingkat Demokrasi Sejak sepuluh tahun terakhir proses demokratisasi di Indonesia berlangsung cukup dramatis. Namun demikian, terbukanya ruang demokrasi yang sangat luas selama masa transisi ini belum menunjukkan adanya kerangka kuat untuk mewujudkan kemapanan budaya demokrasi. Tumbuh sumburnya sejumlah partai politik baru, kemerdekaan mengeluarkan pendapat/berorganisasi, adanya kebebasan pers, yang disertai pelaksanaan desentralisasi melalui pemberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ternyata belum bisa membangkitkan pilar-pilar demokrasi yang kokoh. Artinya, lembaga-lembaga demokrasi yang tumbuh subur di Indonesia sejak runtuhnya Orde Baru lalu belum bisa menjadi alat demokrasi yang baik. Bahkan, sistem kepartaian di Indonesia yang dibangun selama masa transisi ini belum memiliki kapasitas yang kokoh dalam melancarkan partisipasi politik masyarakat melalui jalur partai hingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Perlu dicatat bahwa yang mendorong pembangunan politik bukanlah banyaknya jumlah partai politik yang muncul, melainkan tergantung EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 17
  • 19. Bab II : Hasil Evaluasi kekokohan dan adaptabilitas sistem kepartaian dalam menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Pada pihak lain partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi cukup tinggi, terutama dalam pemilihan wakil wakyat, kepala Negara, dan pemilihan kepala daerah. 2.2.1. Capaian Indikator Tabel 2.3. Capaian Indikator Output Demokrasi Inkator Output Demokrasi 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam 72,00 Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam 74,00 76,70 Pemilihan Legislatif Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pilpres 76,00 74,59 60.00 50.00 40.00 apaian indikator outcome 30.00 C 20.00 10.00 0.00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Capaian Indikator Outcome Sumsel Capaian Indikator Outcome Nasional Gambar 2.3. Grafik capaian indikator outcome tingkat demokrasi Selama dua priode pemilihan kepala negara, anggota legislatif, dan satu kali pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara langsung menunjukan peningkatan yang cukup baik, dimana partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah provinsi, legislatif dan presden relatif stabil dan seimbang pada kisaran 72 -76 %, hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Provinsi Sumatera selatan cukup mempunyai kepedulian yang tinggi untuk memilih pemimpinnya maupun wakil-wakil mereka di lembaga legislatif, demikian juga partisipasi politik EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 18
  • 20. Bab II : Hasil Evaluasi masyarakat dalam pemilihan presiden masih cukup tinggi walaupun ada penurun persentase yaitu tahun 2004 tingkat persetase partisipasi masyarakat mencapai 76,00% dan tahun 2009 menurun menjadi 74,59%, dan demikian juga dengan pemilihan kepala daerah PILKADA) Gubernur Sumatera selatan, tingkat partisipasi masyarakat Provinsi Sumatera selatan cukup tinggi pada tahun 2008 yaitu 72% . Peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan sangat diperlukan karena kualitas kehidupan perempuan akan mempengaruhi kualitas dan keberlanjutan kehidupan sumberdaya manusia. Peranan perempuan dalam pembangunan sebenarnya telah mengalami peningkatan meskipun belum optimal. Permasalahan yang membebani perempuan seperti kekerasan dalam rumah tangga, rendahnya pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, dan bahkan rendahnya peran dalam pengambilan keputusan termasuk di bidang politik. Sasaran pembangunan gender secara umum adalah peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan, adanya kesadaran, kepekaan dan kepedulian gender dalam masyarakat di setiap aspek pembangunan, meningkatnya kesejahteraan perempuan, menurunnya kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, terjaminnya keadilan gender dalam setiap proses kebijakan di semua tingkat pemerintahan serta penegakan hukum. a. Analisis Relevansi Berdasarkan Tabel 2.3, jika dibandingkan dengan persentase partisipasi politik masyarakat provinsi lain di Indonesia. Secara nasional tingkat partisipasi politik masyarakat Provinsi Sumatera Selatan relatif lebih tinggi. Peningkatan Partisipasi politik warga negara merupakan indikator majunya sistem demokrasi dan menguatnya legitimasi masyarakat terhadap pemerintahan. Ada beberapa Iindikator penyebab tingginya partisipasi politik masyarakat yaitu: 1. Adanya kedewasaan berdemokrasi Secara umum, demokrasi telah diakui sebagai sistem politik yang berhasil, karena demokrasi terbukti mampu memberikan hasil optimal dalam membangun kesejahteraan dan keadilan. Demokrasi juga terbukti lebih sanggup dalam menjamin penghormatan atas hak asasi manusia di bidang politik, sosial, dan ekonomi. Demokrasi juga terbukti lebih mampu membuka ruang untuk adanya penyelesaian damai atas berbagai konflik kepentingan yang timbul dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 19
  • 21. Bab II : Hasil Evaluasi 2. Adanya prilaku kematangan berpolitik kedewasaan berdemokrasi tanpa diikuti dengan kematangan berpolitik, berpotensi untuk mengurangi makna dan nilai penyelenggaraan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada prinsipnya menyeimbangkan kedewasaan berdemokrasi dengan kematangan berpolitik, hal ditunjukan dalam pelaksanaan Pilkada dan Pilpres tidak terjadi: 1). Anarki dan pelanggaran nilai-nilai demokrasi. 2). Adanya kesanggup menerima keputusan-keputusan bersama secara demokratis, 3. Adanya kesanggupan melaksanakan keputusan-keputusan tersebut secara lugas, konsekuen, dan konsisten. Selain itu, pencapaian nyata dalam kesetaraan gender adalah dengan melihat seberapa jauh upaya pemberdayaan terhadap perempuan, khususnya peningkatan peranan perempuan dalam proses pembangunan. Capaian keberhasilan dalam pemberdayaan perempuan dalam kurun waktu 2005-2009 hanya pada tahap penguatan dan sosialisasi, sehingga nilainya juga lebih rendah dari rata-rata nasional. Relevansi sasaran pembangunan dalam upaya pembangunan berwawasan gender belum secara optimal diimplementasikan dalam kehidupan. Masih rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan terlihat dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik. Peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang kehidupan masih tertinggal dibandingkan laki-laki, karena pemahaman masyarakat dan program pembangunan yang kurang peka terhadap gender. Keterlibatan perempuan dalam jabatan publik juga masih rendah dan peranannnya dalam pengambilan keputusan terutama bagi kepentingannya sendiri belum optimal. Tabel. 2.4. Gender Development Index (GDI) Sumatera Selatan Tahun 2002, & 2005-2008 Pengeluaran Angka Harapan Angka Melek Rata-Rata Lama Tahun Perkapita (ribu GDI Hidup (Tahun) Huruf (%) Sekolah (Tahun) rupiah) 2002 63,7 96,8 7,6 743 55,5 2005 70,4 93,9 7,0 381 58,5 2006 70,4 94,1 7,4 438 59,2 2007 70,4 94,6 7,7 452 59,7 2008 70,4 94,8 7,9 455 59,8 2009 70,9 94,8 7,6 455 59,8 Sumber: Biro Pemberdayaan Perempuan Sumsel, 2009 EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 20
  • 22. Bab II : Hasil Evaluasi Jumlah perempuan yang menjadi anggota dewan saja belum memenuhi kuota 30%. Dari sejumlah 616 orang anggota dewan hanya ada 5 % saja anggota dewan yang berjenis kelamin perempuan. Kecuali PNS yang ratio antara laki-laki dan perempuan relatif lebih besar PNS perempuan, namun dari segi menduduki jabatan, jumlah PNS laki-laki justru yang banyak menduduki jabatan penting daripada perempuan. Tabel 2.5. Gender Empowerment Meassurement (GEM) Sumatera Selatan Tahun 2002, 2005 – 2008 Rata-rata Upah Wanita di Wanita Pekerja Wanita dalam Disektor Non- Tahun GEM Parlemen Profesional (%) Angkatan Kerja Pertanian (Rp.1.000,-) 2002 14,7 47,1 39,5 738,4 56,9 2005 15,4 40,1 38,3 456,3 56,1 2006 15,4 43,7 38,7 466,5 56,3 2007 15,4 44,5 35,8 475,3 56,8 2008 15,7 44,6 39,2 486,6 57,2 2009 15,9 44,9 39,3 495,2 57,4 Sumber: Biro Pemberdayaan Perempuan Sumsel, 2009 b. Analisis Efektivitas Meskipun tidak terjadi secara kontinyu per tahun, kondisi demokrasi yang dicerminkan oleh pilleg, pilkada dan pilpres cukup efektif karena kondisinya membaik dari sebelumnya. Hal ini menunjukkan cukup tingginya kesadaran dan keperdulian masyarakat Sumatera Selatan akan pentingnya peranan pemimpin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara itu meskipun tingkat relevansi pembangunan gender lebih rendah dari rata-rata nasional, tingkat efektifitasnya mengalami perbaikan dengan adanya peningkatan peran wanita dalam kedudukan dan jabatan di lingkungan pemerintahan, lembaga legislatif, di lingkungan masyarakat maupun dalam dunia usaha. 2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Kondisi perkembangan pembangunan gender yang masih relatif rendah dapat dilihat dari masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dalam kehidupan masyarakat. Faktor yang mendorong kekerasan terhadap perempuan dianggap sebagai urusan rumah-tangganya sendiri. Lemahnya kelembagaan dan jaringan Pengarus Utamaan Gender termasuk di dalamnya EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 21
  • 23. Bab II : Hasil Evaluasi mengenai ketersediaan data mengenai lembaga atau individu yang berkomitmen dalam perlindungan perempuan. Lemahnya PUG juga dapat dilihat dari hubungan pendidikan terhadap perempuan dan banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, dan diskriminatif terhadap perempuan. Tabel 2.6. Korban Tindak Kekerasan terhadap Perempuan di Sumatera Selatan Tahun 2007 Perempuan No. Jenis Tindak Kekerasan Jumlah % 1. Pelecehan Seksual 13 4,56 2. Kekerasan dalam rumah tangga 190 66,67 3. Perkosaan 32 11,23 4. Kasus trafficking 40 14,04 5. Lainnya 10 3,51 Jumlah 285 100 2.2.3. Rekomendasi Kebijakan Pada masa mendatang kehidupan berdemokrasi di wilayah Sumatera Selatan perlu ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan. Pemerintah telah berketetapan untuk terus memfasilitasi rakyat agar dapat melaksanakan proses perilaku politik yang menuju pada kematangan berpolitik. Dalam kaitan itu, maka ke depan pemerintah mengedepankan beberapa prinsip pokok, yaitu; 1) Terus memfasilitasi dan mendorong kedewasaan dalam berperilaku politik melalui pembelajaran politik di masyarakat. 2). Terus mengembangkan demokrasi melalui proses yang menitikberatkan pada partisipasi dan pemberdayaan seluruh masyarakat (inclusiveness). Pemerintah juga terus mengedepankan prinsip toleransi dan pembentukan konsensus dibandingkan dengan persaingan dan pertarungan. Dalam kaitan dengan perwujudan kematangan berpolitik, UU Nomor 2 Tahun 2008 telah mengamanatkan lima fungsi pokok dari partai politik, yaitu: pertama, sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; kedua, sebagai komponen bangsa yang ikut terlibat aktif dalam penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; ketiga, sebagai wahana penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 22
  • 24. Bab II : Hasil Evaluasi menetapkan kebijakan negara; keempat, sebagai sarana partisipasi politik warga negara Indonesia; dan kelima, sebagai sarana untuk rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. . 2.3. Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam proses pembangunan baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Jumlah penduduk yang banyak merupakan keunggulan tersendiri bagi Indonesia, termasuk Provinsi Sumatera Selatan. Akan tetapi tentunya akan lebih tinggi lagi tingkat keunggulannya bila dibarengi dengan meningkatnya kualitas sumber daya manusia yang ada yang dicirikan dengan semakin tingginya rata-rata tingkat pendidikan maupu keahlian/keterampilannya. Hal itu jelas membuat daya saing bangsa juga akan lebih tinggi. Pemerintah telah berupaya serius untuk membangun sumber daya manusia Indonesia. Bagaimana kinerja pembangunan bidang ini di Sumatera Selatan dapat dikemukakan berikut. 2.3.1. Capaian Indikator Kualitas masyarakat di Sumatera Selatan diukur dari pendidikan formal yang ditamatkan penduduk tampaknya yang masih relatif rendah hanya pada tingkat pendidikan menengah, meskipun angka melek huruf sudah mencapai 95,90 persen. Sementara dengan partisipasi sekolah yang relatif rendah, nampaknya program wajib belajar 9 tahun belum sepenuhnya menjangkau anak-anak untuk menyelesaikan sekolah. Masih tingginya angka putus sekolah pada tingkat SD, SLTP maupun SLTA mendekati 2 persen. Disamping itu, tingkat partisipasi sekolah yang relatif rendah ini akan berimplikasi pada kenaikan tingkat pengangguran. Tabel 2.7. Capaian Indikator Outcome Kualitas Sumberdaya Manusia Jenis Capaian 2004 2005 2006 2007 2008 Capaian Ind. Outcome Sumsel 85.53 90.92 91.84 91.78  63.42  Capaian Ind. Outcome Nasional 88.39 88.92 91.10 90.84  90.56  Tren Capaian IOC Sumsel 0.063 0.010 ‐0.001  ‐0.309  Tren Capaian IOC Nasional 0.006 0.024 ‐0.003  ‐0.003  Indikator keberhasilan dari bidang pendidikan ini sifatnya relatif, disamping adanya peningkatan, angka partisipasi sekolah, menurunnya buta aksara, tetapi juga ada bidang-bidang EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 23
  • 25. Bab II : Hasil Evaluasi yang perlu ditingkatkan, seperti program Wajib Belajar 9 tahun nampaknya masih belum menjangkau sepenuhnya ke masyarakat dan masih cukup besarnya angka putus sekolah dari tingkat dasar hingga menengah. 92.00 0.03 91.50 0.03 91.00 0.02 90.50 0.02 Tren capaian indikator outcome Capaian indikator outcome 90.00 0.01 89.50 0.01 89.00 0.00 88.50 -0.01 88.00 -0.01 87.50 -0.02 87.00 -0.02 86.50 -0.03 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun Kualitas SDM Sumsel Kualitas SDM Nasional Tren Sumsel Tren Nasional Gambar 2.4. Grafik capaian indikator outcome tingkat kualitas sumberdaya manusia Dalam bidang kesehatan, masih relatif rendahnya derajat kesehatan masyarakat Sumatera Selatan, hal ini terlihat pada angka mortalitas dan morbiditas, yaitu angka kematian bayi, angka kematian balita, angka kematian ibu melahirkan masih relatif cukup tinggi serta angka kesakitan malaria, TBC maupun demam berdarah dengue yang mengalami peningkatan. Masalah lain adalah masih terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya belum merata, mutu pelayanan kesehatan dan rendahnya status kesehatan penduduk miskin serta masih terbatasnya sarana- prasarana kesehatan. Dibidang keluarga berencana, bahwa peningkatan kualitas penduduk merupakan langkah yang penting dalam melaksanakan dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Karakteristik pembangunan antara lain dilaksanakan melalui pengendalian pertumbuhan penduduk dan pengembangan kualitas penduduk melalui perwujudan keluarga kecil yang berkualitas. Program Keluarga Berencana dapat berhasil karena ditopang oleh kemajuan pendidikan, peningkatan EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 24
  • 26. Bab II : Hasil Evaluasi mobilitas penduduk, bertambahnya wanita dalam angkatan kerja, dan lain-lain. Namun demikian masalah internalisasi motivasi melaksanakan KB tampaknya belum optimal. a. Analisis Relevansi Perkembangan tingkat kualitas sumberdaya manusia di Sumatera Selatan cukup relevan dengan perkembangannya pada tingkat nasional. Hal tersebut ditunjukkan oleh tren capaian IPM yang cenderung meningkat, salah satunya disebabkan adanya kebijakan kabupaten/kota yang memprogramkan penuntasan wajib belajar 9 tahun pada tahun 2009. Kebijakan ini meningkatkan Angka Partisipasi Murni di jenjang pendidikan dasar, tahun 2004 sampai tahun 2009. Untuk tingkat pendidikan dasar, khususnya sekolah dasar trennya cenderung naik, sedangkan untuk pendidikan menengah, trennya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 persentase APM naik dibandingkan pada tahun 2004, namun mengalami penurunan pada tahun 2006, dan pada tahun 2007 hampir tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2008 dan 2009, mengalami kenaikan yang cukup signifikan di atas nasional Tabel 2.8. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2004-2009 Pengeluaran Angka Harapan Tingkat Melek Rata-rata lama Tahun perkapita (ribu IPM Hidup (tahun) Huruf (%) Sekolah (tahun) rupiah) 2004 67,7 95,7 7,4 610,20 69,60 2005 68,3 95,9 7,5 610,50 70,20 2006 68,8 96,5 7,6 615,30 71,09 2007 69,0 96,6 7,7 617,59 71,40 2008 69.9 96.6 7,9 625,53 72,42 2009 70.4 96.7 8,2 633,25 73,53 Sumber : BPS – Sumatera Selatan Sedangkan persentase angka putus sekolah, pada tingkat pendidikan dasar maupun menengah trennya cenderung menurun. Pada pendidikan sekolah dasar sederajat indikator capaiannya sudah baik, persentasenya kurang dari 1 persen. Namun untuk tingkat pendidikan SMP dan SMA sederajat trennya menurun tetapi persentase angka putus sekolahnya masih di atas 1 persen, hampir sama dengan rata-rata nasional. Persentase angka melek aksara penduduk umur 15 tahun ke atas trennya meningkat dari tahun 2004 sampai tahun 2009, kondisinya masih di atas rata-rata nasional. EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 25
  • 27. Bab II : Hasil Evaluasi Tabel 2.9. Persentase Angka Putus Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tahun 2004 - 2009 Sumatera Selatan Tahun SD SLTP SLTA 2004 0,93 1,67 1,42 2005 0,90 1,63 1,31 2006 0,84 1,60 1,25 2007 0,74 1,45 1,16 2008 0,78 1,62 1,35 2009 0,44 1,43 1,17 Sumber : Diknas dan BPS - Sumsel Asumsi kelayakan guru mengajar, adalah guru yang memiliki kualifikasi pendidikan D-IV atau Strata Satu (S-1). Ada kesulitan mendapatkan data kelayakan guru mengajar ini tahun 2006 ke bawah karena terdapat perbedaan yang cukup banyak antara data dari BPS dan Diknas Provinsi Sumatera Selatan. Namun berdasarkan data yang ada dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan proporsi jumlah guru yang layak mengajar pada tingkat pendidikan dasar hingga menengah, namun pada tingkat SD angkanya masih relatif rendah. Untuk itu beberapa tahun tahun terakhir pemerintah provinsi dan kabupaten telah berupaya meningkatkan kualitas guru SD dengan mengikutkan mereka pada program beasiswa pendidikan S1 di Universitas terbuka atau program diploma. Dengan demikian diharapkan mulai tahun 2009 ini terjadi kenaikan proporsi jumlah guru yang SD yang layak mengajar. Tabel 2.10. Jumlah Guru dan Kelayakan Guru Mengajar Tahun 2004 – 2009 Sumatera Selatan. Kelayakan Mengajar Guru Tahun SD SMP SMA ∑Guru Layak % ∑Guru Layak % ∑Guru Layak % 2004 41.368 - - 16,031 - - 9.814 - - 2005 38.179 - - 16,124 - - 9.903 - - 2006 40.039 - - 18,431 - - 9.982 - - 2007 41.113 564 1,64 18,632 11.686 62,72 10.134 7.367 72,70 2008 41.163 6.147 14,93 19,334 12.910 66,77 14.031 11.481 81,82 2009* 58.558 6.147 10,50 19.683 12.910 65,59 14.321 11.481 80,17 Sumber : Diknas dan BPS - Sumsel EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 26
  • 28. Bab II : Hasil Evaluasi Selanjutnya untuk bidang kesehatan terjadi peningkatan kinerja pembangunannya. Indikator keberhasilan dari program kegiatan bidang kesehatan antara lain menurunnya angka kematian ibu melahirkan, menurunnya angka kematian bayi, meningkatnya umur harapan hidup, meningkatnya proporsi keluarga yang hidup secara bersih dan sehat dan menurunnya persentase balita dengan gizi buruk, menurunnya prevalensi angka kesakitan malaria, TB dan demam berdarah. Pencapaian hasil ini di dukung oleh kesadaran masyarakat yang telah memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Tahun 2007 sekitar 48,78 % dari total penduduk Sumatera Selatan telah memanfaatkan pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas, dan kesadaran masyarakat, khususnya dalam proses persalinan telah memanfaatkan jasa tenaga medis, meskipun capaiannya baru sekitar 83%. Namun demikian, rasio tenaga medis, baik dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi maupun tenaga keperawatan rasionya masih cukup rendah. Dokter umum misalnya satu dokter umum menangani sekitar 14.456 orang. Begitu juga sebaran dokter, khusunya dokter spesialis dan dokter gigi belum merata, masih terkonsentrasi di perkotaan. Tabel 2.11. Derajat Kesehatan Penduduk Sumatera Selatan Tahun 2005 – 2009 No. Mortalitas 2005 2006 2007 2008 2009 Angka Kematian Bayi (AKB) per-1.000 1. 40 30 38 42 47 Kelahiran Hidup Angka Kematian Balita (AKABA) per-1.000 2. 46 40 44 49 43 Kelahiran Hidup Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) per- 3. 288 282 275 269 258 100.000 Kelahiran Hidup 4. Angka Harapan Hidup (tahun) 68,3 68,8 69,0 69,9 70,4 Sumber : Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan Namun untuk variabel lain ada yang mesti menjadi perhatian karena perkembangannya fluktuatif dan ada yang angkanya tidak signifikan menurun dalam tendensi yang negatif, misalnya angka kematian bayi dan persentase balita dengan status gizi buruk. Untuk persentase balita dengan status gizi kurang masih diupayakan untuk didapatkan datanya, namun untuk data spot yang ada sementara persentasenya lebih rendah dibandingkan persentase pada tingkat nasional. Artinya kondisi di Sumatera Selatan lebih baik dibandingkan rata-rata pada tingkat nasional. EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 27
  • 29. Bab II : Hasil Evaluasi Tabel 2.12. Status Gizi dan Keadaan Lingkungan Sehat Tahun 2005 - 2009 No. Kondisi 2005 2006 2007 2008 2009* Persentase Balita dengan Status 1 0,7 1,7 1,1 1,2 1,1 Gizi Buruk Persentase Kecamatan Bebas 2 69,00 69,29 79,21 80,32 80,76 Rawan Gizo 3 Persentase Rumah Sehat 45,4 51,0 58,1 60,3 61,06 Persentase Tempat-Tempat 4 56,3 56,5 62,8 63,28 83,56 Umum Sehat Sumber : Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan Hal penting yang mesti dicermati pula adalah terjadinya penurunan proporsi peserta KB aktif di wilayah provinsi ini, meskipun dalam jumlah mutlaknya mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan terjadinya peningkatan jumlah pasangan usia subur yang tidak aktif sebagaii peserta KB atau tidak menjadi peserta sama sekali. Tentu hal tersebut dapat berdampak pada terjadinya peningkatan laju kelahiran bayi dan pertumbuhan penduduk wilayah ini, meskipun tergantung pula pada laju mortalitas dan perkembangan kesehatan masyarakat sendiri. Tabel 2.13. Jumlah Peserta Keluarga Berencana (KB) Aktif Sumatera Selatan Tahun 2005-2009 Pasangan Usia No. Tahun Peserta KB Aktif Persentase (%) Subur 1. 2005 1.292.427 881.550 68,20 2. 2006 1.324.839 908.150 68,54 3. 2007 1.412.394 911.050 64,70 4. 2008 1.456.171 925.833 63,58 5. 2009* 1.488.325 929.161 62,43 Sumber: BPS, Sumatera Selatan Dalam Angka Tahun 2007 b. Analisis Efektivitas Tolok ukur efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembangunan dapat dilihat dari tren kenaikan indikator rata-rata lama sekolah, Angka Partisipasi Murni, menurunnya angka putus sekolah dan meningkatnya angka melek huruf. Rata-rata lama sekolah pada tahun 2004 EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 28
  • 30. Bab II : Hasil Evaluasi sebesar 7,4 tahun meningkat menjadi 8,2 tahun pada tahun 2009. Persentase angka putus sekolah untuk pendidikan dasar masi di atas satu, dan pada tahun 2009 menurun menjadi 0,94 persen, meskipun pada jenjang pendidikan menengah masih diatas 1 satu persen. Sedangkan persentase angka melek hurup setiap tahunnya meningkat, pada tahun 2004 sekitar 95,70 % menjadi 96,75 persen pada tahun 2009. Untuk aspek kesehatan telah dikemukakan beberap faktor pendukung keberhasilan pembangunannya. Tabel 2.14. Persentase Angka Melek Aksara Penduduk Umur 15 Tahun Keatas Tahun 2004 - 2009 Sumatera Selatan Tahun Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan 2004 96,98 94,41 95,70 2005 97,19 94,62 95,90 2006 98,09 95,10 96,59 2007 98,16 95,13 96,66 2008 98,21 95,17 96.69 2009 98,32 95,23 96.75 Sumber : BPS - Sumsel 2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol a. Pendidikan Angka partisipasi murni berdasarkan jenjang pendidikan tahun 2004 sampai tahun 2009, untuk tingkat pendidikan dasar, khususnya sekolah dasar trennya cenderung naik, sedangkan untuk pendidikan setingkat sekolah lanjutan pertama, trennya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 persentase APM naik dibandingkan pada tahun 2004, namun mengalami penurunan pada tahun 2006, dan pada tahun 2007 hampir tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2008 dan 2009, mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sejalan dengan meningkatnya perhatian pemerintah pusat pemerintah daerah pada program pendidikan dasar dan menengah melalui penambahan anggaran pendidikan. Meskipun indikator rata-rata lama sekolah di atas nasional (sebesar 7,3 tahun), namun angka ini masih di bawah program Wajar 9 tahun. Tingkat partisipasi sekolah yang relatif rendah ini menyebabkan tingkat pengangguran relatif mengalami kenaikan. Ada beberapa masyarakat memandang anak sebagai aset ekonomi bagi orang tuanya, sehingga harus bekerja di usia masih dini, disamping ketidakmampuan orang tuanya untuk membiayai sekolah anaknya. EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 29
  • 31. Bab II : Hasil Evaluasi b. Kesehatan Keberhasilan pencapaian indikator bidang kesehatan didukung oleh kesadaran masyarakat yang telah memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Tahun 2007 sekitar 48,78 % dari total penduduk Sumatera Selatan telah memanfaatkan pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas, dan kesadaran masyarakat, khususnya dalam proses persalinan telah memanfaatkan jasa tenaga medis, meskipun capaiannya baru sekitar 83%. Namun demikian, rasio tenaga medis, baik dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi maupun tenaga keperawatan rasionya masih cukup rendah. Dokter umum misalnya satu dokter umum menangani sekitar 14.456 orang. Begitu juga sebaran dokter, khusunya dokter spesialis dan dokter gigi belum merata, masih terkonsentrasi di perkotaan. Pola penyakit dominan yang dikeluhkan oleh warga masyarakat adalah penyakit khas daerah tropis yaitu penyakit infeksi. Meskipun besaran dan pola penyakit untuk setiap daerah bervariasi, tergantung dari lingkungan dan perilaku kebiasaan warga masyarakat dalam hidup sehat. Pada umumnya penyakit menular yang banyak diderita adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas (ISPA), diare, penyakit kulit, malaria, demam berdarah, tuberculosis dan lainnya. Penyakit ISPA hampir semua kota dan kabupaten terjangkiti penyakit ini (rata-rata daerah antara 18%-20%). Tahun-tahun terakhir ini di wilayah Sumatera Selatan ada peningkatan kasus Demam Berdarah, Malaria dan Tuberculosis. Kasus Demam Berdarah terjadi peningkatan, pada tahun 2003 sebesar 19,2 per 1000 penduduk, menglami penurunan pada tahun 2004 menjadi 16,1 per 1000 penduduk, dan pada tahun 2005 mengalami kenaikan menjadi 23 per 1000 penduduk. Tahun 2007 penderita DBD mencapai 2.426 orang dan meninggal 13 orang. Faktor penyebab adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kepedulian terhadap kebersihan lingkungan. Begitu juga angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, hal ini ditandai dengan Annual Malaria Incidence (AMI), tahun 2005 adalah 8,7 per 1000 penduduk, menjadi 8,9 per 1000 penduduk tahun 2006 dan meningkat menjadi 9,8 tahun 2007. Angka kesakitan TB Paru juga mengalami peningkatan, pada tahun 2003 angka kesakitan dari penyakit ini sebesar 50 per 1000 penduduk menjadi 68 per 1000 penduduk tahun 2006 dan pada tahun 2007 menjadi 70. Perkiraan jumlah penderita TBC di Sumatera Selatan sebanyak 10.720 jiwa dan hanya 43,7% yang dapat ditangani Dinas Kesehatan Sumsel. Penyebabnya pelayanan kesehatan belum dapat menjangkau desa-desa yang jaraknya relative jauh dan penderita enggan berobat karena malu. EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 30
  • 32. Bab II : Hasil Evaluasi Angka kematian ibu hamil melahirkan masih cukup tinggi, tahun 2003 sekitar 472 per 100.000 kelahirann hidup, dan pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 467 per 100.000 kelahiran hidup. Data angka kematian ibu hamil ini belum didata secara akurat, hal ini jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2005 angka kematian ibu hamil sekitar 288, menjadi 275 pada tahun 2007. Penyebab langsung kematian ibu melahirkan di Sumatera Selatan adalah pendarahan (50%), infeksi (12,8%), eklamsia (22,9 %) dan lain-lain (14,3%). Sedangkan umur harapan hidup meningkat, khususnya UHH perempuan, pada tahun 2001 adalah 66,8 tahun (laki-laki 63,3 tahun), tahun 2003 adalah 69,3 tahun (laki-laki 66,6 tahun), tahun 2005 menjadi 68,5 tahun (laki-laki 65,5 tahun), tahun 2007 rata-ratanya menjadi 68,8 tahun. Status gizi dapat dilihat dari persentase balita dengan gizi buruk, tahun 2003 sampai dengan 2006, persentase gizi buruk menurun dari 1,31 % pada tahun 2003 turun menjadi 0,70 % pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan menjadi 1,70% pada tahun 2006 dan pada tahun 2008 menurun menjadi 1,2 %.. Begitu juga persentase gizi kurang yaitu dari 9,33 % pada tahun 2003 turun menjadi 6,43 % pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 10,38 % dan menjadi 10,68 %. Masalah lain adalah kesehatan lingkungan, seperti penggunaan air bersih dan jamban keluarga. Pelayanan air bersih erat kaitannya terhadap peningkatan dengan kesehatan masyarakat dan lingkungannya. Total kapasitas terpasang air bersih di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 4.385,65 liter/detik dengan tingkat pelayanan tahun 2005 lebih kurang 31,5 %. Secara umum dapat dikatakan tingkat pelayanan tersebut masih sangat rendah, hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya kapasitas instalasi pengolahan air bersih yang ada, disamping itu budaya masyarakat yang masih terikat dengan sungai sebagai pendukung aktivitas sehari-hari serta keengganan untuk memenuhi kewajibannya sebagai pelangan. Rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang dominan adalah dari air sumur 59,05% (air sumur terlindung maupun sumur tak terlindung), disamping dari air ledeng (17,70%) dan air sungai (12,81%). Rata-rata rumah tangga di daerah menggunakan air minum dari sumber sumur, sedang air minum dari sumber ledeng sebagian besar sudah dinikmati oleh rumah tangga kota Palembang, yaitu sekitar 48,15%. Rumah tangga di Kabupaten Musi Banyuasin, Lahat dan Ogan Komering Ilir belum banyak menikmati air minum dari sumber ledeng. Kabupaten Musi Banyuasin baru 2,36%, Lahat 5,75% dan OKI 5,51% rumah tangga menggunakan air minum dari ledeng. Rumah tangga dari OKU, OKI, MUBA dan MURA yang masih banyak menggunakan air minum dari sumber air sungai, selain sumur. Oleh karena masih EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 31
  • 33. Bab II : Hasil Evaluasi Tabel 2.15. Kondisi Sumberdaya Kesehatan Tahun 2005 - 2009 No Sumberdaya Kesehatan 2005 2006 2007 2008 2009* 1. Rasio Dokter Per-100.000 Penduduk 4,98 7,00 6,80 6,60 6,97 2. Rasio Dokter Spesial Per-100.000 Penduduk 3,81 1,23 1,10 1,32 1,43 3. Rasio Dokter Gigi Per-100.000 Penduduk 1,57 2,03 1,90 1,96 2,13 4. Rasio Apoteker Per-100.000 Penduduk 4,76 0,50 3,70 3,93 4,21 5. Rasio Bidan Per-100.000 Penduduk 38,93 40,57 30,00 29,78 32,12 6. Rasio Perawat Per-100.000 Penduduk 33,86 32,59 31,20 32,20 33,17 7. Rasio Ahli Gizi Per-100.000 Penduduk 3,98 4,44 4,30 4,50 4,90 8. Rasio Ahli Sanitasi Per-100.000 Penduduk 6,04 6,98 5,80 5,89 5,98 9. Rasio Ahli Kesehatan Masyarakat Per- 1,82 3,58 4,70 4,67 4,73 100.000 Penduduk Sumber : Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan banyak rumah tangga yang menggunakan air bersih selain ledeng, maka dikhawatirkan air bersih yang digunakan tidak memenuhi persyaratan dilihat secara fisik, kimiawi maupun bakteriologis. Pada tahun 2007 sekitar 62,48 % penduduk telah terpenuhi kebutuhan air bersih. Begitu juga masalah jamban keluarga, rumah tangga yang memiliki jamban keluarga sekitar 59,11%, tidak ada sekitar 26,28%, bersama sekitar 7,90% dan umum sekitar 6,71%. Rumah tangga di Kabupaten Lahat yang memiliki jamban keluarga sendiri baru sekitar 36,26% sedang tidak ada/memiliki sekitar 45,24%, begitu juga di OKI antara yang memiliki jamban keluarga dengan tidak ada persentasenya hampir seimbang, sekitar 45% : 41%. Tahun 2007 rumah tangga yang memiliki jamban keluarga di Sumatera Selatan baru mencapai 47 persen. c. Keluarga Berencana Saat ini belum semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat melayani KB dan kesehatan reproduksi. Disamping itu, masih banyak pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi yang kurang efektif dan efisien untuk jangka panjang. Nampaknya partisipasi pria dalam ber KB masih rendah, hal ini dapat dilihat dari jumlah peserta KB aktif yang menggunakan kontrasepsi MOP dan kondom masih relatif kecil, yaitu 1,55 % tahun 2005, sekitar 1,79 % tahun 2006 dan 2,21 tahun 2007. Hal ini disebabkan keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi laki-laki juga oleh keterbatasan pengetahuan mereka akan hak-hak dan kesehatan reproduksi EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 32
  • 34. Bab II : Hasil Evaluasi serta kesetaraan keadilam gender. Demikian pula, penyelenggaraan KB dan kesehatan reproduksi masih belum mantap dalam aspek kesetaraan dan keadilan gender. Dari sebanyak 265 Puskesmas, hanya 96 Puskesmas atau 36,23 persen yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu dan 88 Puskesmas atau 24,29 persen memberikan kesehatan reproduksi remaja. Sedangkan angka unmetneed yang menggambarkan besaran angka PUS yang bukan peserta KB/tidak menggunakan salah satu kontrasepsi dan tidak ingin memiliki anak lagi. 2.3.3. Rekomendasi kebijakan a. Pendidikan Implikasi dari kondisi pendidikan di atas jika dikaitkan dengan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), khususnya indikator pendidikan, yaitu rata-rata lama sekolah (tahun) masih relatif rendah capaian pada tahun 2007 hanya 7,7 tahun dan angka buta huruf 3,40 persen. Angka rata-rata lama sekolah ini belum sampai setingkat program wajib belajar 9 tahun. Strategi kebijakan pendidikan ke depan lebih diarahkan untuk menuntaskan program Wajar 9 tahun dan peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan pada tingkat pendidikan menengah. Dalam jangka panjang dilakukan strategi peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan tingkat pendidikan menengah. Strateginya adalah peningkatan mutu pendidik (sertifikasi guru), peningkatan sarana dan prasarana pendidikan menengah agar mendorong anak lulus wajar 9 tahun melanjutkan sekolah lebih lanjut dan mengurangi anak putus sekolah di tingkat pendidikan menengah. b. Kesehatan Indikator keberhasilan dari program kegiatan bidang kesehatan antara lain menurunnya angka kematian ibu melahirkan, meskipun masih diatas rata-rata, menurunnya angka kematian bayi, meningkatnya umur harapan hidup, meningkatnya proporsi keluarga yang hidup secara bersih dan sehat dan menurunnya persentase balita dengan gizi buruk, menurunnya prevalensi angka kesakitan malaria, TB dan demam berdarah. Masih perlunya peningkatan jangkauan pelayanan dan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini akan tercapai jika program pembangunan kesehatan diarahkan sesuai orientasi pengembangan program kesehatan secara terpadu. Strateginya adalah peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan sampai pada masyarakat di daerah terpencil. Konsekuensi dari hal ini diperlukan EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 33
  • 35. Bab II : Hasil Evaluasi peningkatan sumber daya kesehatan, sarana-prasarana, asuransi kesehatan yang terjangkau dan mutu kualitas pelayanan kesehatan. c. Keluarga Berencana Penduduk merupakan aspek utama dalam suatu proses perencanaan pembangunan, sebab pada dasarnya penduduk merupakan subjek dan objek pembangunan, atau dalam arti semua yang dijabarkan dalam suatu ruang kegiatan adalah sebagai cermin dari tingkat kepentingan penduduk yang harus dipenuhi untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Dengan demikian kegiatan terhadap aspek kependudukan ini merupakan perencanaan yang mendasar untuk menyusun suatu rencana pengembangan dan penyusunan rencana pembangunan. Arah kebijakan program kependudukan dan keluarga berencana di daerah sesuai dengan arah kebijakan secara nasional, hanya capaian pelaksanaan kependudukan yang masih relatif kurang. 2.4. Tingkat Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan dalam periode 2004-2008 mengalami fase pertumbuhan yang moderat. Faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yaitu konsumsi, investasi swasta, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor belum berfungsi secara optimal. Tampaknya aspek konsumsi masyarakat yang masih berperan besar mendukung pertumbuhan ekonomi dalam periode tersebut. Sebenarnya kegiatan ekspor di Sumatera Selatan relatif berkembang, tetapi karena kena dampak krisis keuangan global maka sebagian harga komoditi andalan Sumatera Selatan mengalami fluktuasi yang cenderung turun. Kegiatan investasi swasta di Sumatera Selatan mengalami fluktuasi sehingga realisasi penanaman modal dapat dibaratkan ‘berlari di tempat’. Persetujuan penanaman modal relatif banyak tetapi realisasinya belum menggembirakan sehingga kegiatan investasi relatif rendah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Gambaran kinerja pembangunan ekonomi Sumatera Selatan periode 2004-2008 dapat disimak beberapa capain indikator berikut ini. 2.3.1. Capaian Indikator Kinerja pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan berkembang seiring dengan pesatnya laju kegiatan di semua bidang. Pembangunan ekonomi dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain pertumbuhan PDRB, struktur ekonomi, ekspor, pendapatan perkapita, dan EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 34
  • 36. Bab II : Hasil Evaluasi Tabel 2.16. Capaian Indikator Outcome Tingkat Pembangunan Ekonomi Jenis Capaian 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Capaian Ind. Outcome Sumsel 10.77 156.93 22.30 13.72 122.10  26.16 Capaian Ind. Outcome Nasional 26.43 48.91 15.88 42.88 24.79  12.50 Tren Capaian IOC Sumsel 13.566 ‐0.858 ‐0.384 7.896  ‐0.786 Tren Capaian IOC Nasional 0.850 ‐0.675 1.700 ‐0.422  ‐0.496 180.00 16.00 160.00 14.00 140.00 12.00 Tren capaian indikator outcome Capaian indikator outcome 120.00 10.00 100.00 8.00 80.00 6.00 60.00 4.00 40.00 2.00 20.00 0.00 0.00 -2.00 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun Pembangunan Ekonomi Sumsel Pembangunan Ekonomi Nasional Tren Sumsel Tren nasional Gambar 2.5. Grafik capaian indikator outcome tingkat pembangunan ekonomi laju infasi. Untuk memperoleh gambaran yang jelas bahwa capaian indikator pembangunan ekonomi akan dibandingkan kinerja secara nasional dan kinerja di Sumatera Selatan sehingga dapat diperoleh informasi tentang aspek relevansi dan efektivitasnya. Secara umum, pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan memiliki karakteristik yang sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari capaian indikator, seperti periode 2004-2009 rata-rata pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan sebesar 5,13% lebih rendah tetapi seirama dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,35% pertahun. Ada dua aspek yang dikaji tentang relevansi dan efektivitas pembangunan ekonomi yaitu ekonomi makro dan investasi secara nasional dibandingkan dengan di wilayah Sumatera Selatan. EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 35
  • 37. Bab II : Hasil Evaluasi Tabel 2.17. Perkembangan Indikator Pembangunan Ekonomi Indonesia Periode 2004-2009 Status Ekonomi Makro Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009* (%) Laju Pertumbuhan ekonomi Positif 4.25 5.37 5.19 5.63 6.30 5.20 Persentase ekspor terhadap PDRB Positif 20.07 20.84 19.48 21.26 20.34 20.76 Persentase output Manufaktur terhadap Positif 28.07 27.41 27.54 27.06 27.87 27.65 PDRB Persentase output UMKM terhadap Positif 55.40 53.90 53.49 53.60 52.70 53.34 PDRB Pendapatan per kapita (dalam juta Positif 10.61 12.68 15.03 17.58 21.7 21.92 rupiah) Laju Inflasi Negatif 6.10 10.50 13.10 6.00 11.06 7.24 Investasi Persentase Pertumb. Realisasi Positif 25.82 99.39 -32.79 68.91 -41.62 15.20 Investasi PMA Persentase Pertumb. Realisasi Positif -16.04 94.90 -32.76 72.60 43.80 20.58 Investasi PMDN Sumber: BPS, diolah kembali. 2009* proyeksi Tabel 2.18. Perkembangan Indikator Pembangunan Ekonomi Sumatera Selatan Periode 2004-2009 Status Indikator Ekonomi Makro 2004 2005 2006 2007 2008 2009* (%) Laju Pertumbuhan Positif 4.63 4.84 5.2 5.84 5,13 5,50 ekonomi Persentase ekspor Positif 14.54 19.98 18.15 16.14 16.58 17.76 terhadap PDRB Persentase output Positif 17.76 17.74 17.76 23.03 23.06 22.65 Manufaktur thd PDRB Persentase output Positif 35.24 28.59 24.54 25.15 24.28 25.75 UMKM terhadap PDRB Pendapatan per kapita Positif 9.70 12.02 13.90 15.65 18.73 18.98 (dalam juta rupiah) Negatif 8.94 18.92 8.44 8.21 8.45 8.12 Laju Inflasi Investasi Persentanse Positif Pertumbuhan Realisasi -68.88 896.50 -42.96 -75.33 685.33 20.54 PMA Persentase Positif -8.16 206.7 64.11 23.18 130.87 25.22 Pertumbuhan PMDN Sumber: BPS Sumatera Selatan, diolah kembali. 2009* proyeksi EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 36
  • 38. Bab II : Hasil Evaluasi Dalam Tabel 2.17 terlihat perkembangan indikator pembangunan ekonomi Indonesia periode 2004-2009. Sementara itu, perkembangan capaian indikator pembangunan ekonomi di Sumatera Selatan periode 2004-2009 dapat disimak dalam Tabel 2.18. Selanjutnya, kinerja dan capaian indikator pembangunan ekonomi Sumatera Selatan dapat disimak dalam tabel dan uraian berikut ini. 1. PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) dan atas dasar harga konstan (ADHK) Perkembangan PDRB Sumatera Selatan menunjukkan peningkatan yang relatif moderat. Perkembangan PDRB ADHB meningkat relatif tinggi, sedangkan PDRB ADHK naik moderat. Dalam Tabel 2.19. bahwa perkembangan PDRB ADHB dengan migas tahun 2004 sebesar Rp 64,319,375 meningkat menjadi Rp 133,358,882 tahun 2008, sedangkan perkembangan PDRB ADHB tanpa migas tahun 2004 sebesar Rp 45,470,766 meningkat menjadi Rp 88,794,817 tahun 2008. Tabel 2.19. Perkembangan PDRB Sumatera Selatan 2004-2008 (ADHB) (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 1. Pertanian 12,495,630 14,358,881 17,300,120 20,080,335 22,965,527 2. Pertambangan & Penggalian 16,051,383 23,247,361 25,060,662 27,412,484 34,007,690 3. Industri Pengolahan 13,711,349 17,867,383 22,286,619 25,305,859 30,755,546 4. Listrik, Gas & Air Bersih 425,332 469,827 528,033 592,068 647,510 5. Bangunan 4,300,361 5,079,274 5,810,671 6,742,083 8,027,137 6. Perdag., Hotel & Restoran 7,622,541 9,051,350 10,941,014 12,919,872 15,965,866 7. Pengangkutan & Komunikasi 2,479,595 3,131,687 3,891,921 4,556,115 5,499,983 8. Keu. Persewaan, & Jasa Prshn 2,261,167 2,653,394 3,162,870 3,750,156 4,492,248 9. Jasa-Jasa 4,972,017 5,672,353 6,946,853 8,536,735 10,997,375 Pdrb Dengan Migas 64,319,375 81,531,510 95,928,763 109,895,707 133,358,882 Pdrb Tanpa Migas 45,470,766 52,726,675 63,500,068 74,905,270 88,794,817 EKPD Provinsi Sumatera Selatan 2009 37