Indonesia memiliki potensi besar dalam industri kakao. Namun, beberapa tantangan seperti kualitas biji kakao yang rendah, infrastruktur yang kurang memadai, serta kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pengolahan kakao dalam negeri, menghambat pengembangan agribisnis kakao. Untuk memaksimalkan potensi sektor kakao, perlu ada upaya rehabilitasi dan perluasan areal tanam serta pengembangan industri hilir
2. penyumbang ketiga terbesar ekspor
nasional
cocok dengan iklim Indonesia dan
mempunyai potensi peningkatan produksi
dan perluasan lahan perkebunan kakao
KAKAO
penyedia lapangan kerja, sumber
pendapatan dan devisa negara serta
mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri.
Indonesia, saat ini merupakan negara ketiga pemasok produk
kakao terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Namun
nilai ekspor kakao Indonesia masih didominasi oleh biji kakao
mentah, sehingga pemerintah berkewajiban mendorong terjadinya
hilirisasi atau peningkatan nilai tambah komoditas kakao.
3. KAKAO DI INDONESIA
Jenis tanaman kakao yang
diusahakan sebagian besar
adalah jenis kakao lindak
dengan sentra produksi
utama adalah Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara
dan Sulawesi Tengah.
Di samping itu juga
diusahakan jenis kakao mulia
oleh perkebunan besar negara
di Jawa Timur dan Jawa
Tengah.
Keberhasilan perluasan areal telah
memberikan hasil nyata bagi
peningkatan pangsa pasar kakao
Indonesia di kancah perkakaoan
dunia. Indonesia berhasil
menempatkan diri sebagai produsen
kakao terbesar kedua dunia setelah
Pantai Gading pada tahun 2002,
walaupun kembali tergeser ke posisi
ketiga oleh Ghana pada tahun 2003.
5. Pengembangan agribisnis
kakao ke depan lebih
diprioritaskan pada upaya
rehabilitasi dan
peremajaan untuk
meningkatkan
produktivitas kebun
kakao, di samping terus
melakukan perluasan.
Pengembangan
usaha
perkebunan
kakao
• ketersediaan lahan yang
luas,
• tenaga kerja yang cukup,
• modal
• sarana dan prasarana
memadai
INDONESIA
Lahan
cukup
luas
6. Wilayah Kalimantan Timur
Kakao merupakan salah satu komoditi
unggulan di Provinsi ini. Pada tahun 2006,
luas areal kakao mencapai 41.312,50 ha
tersebar di hampir seluruh kabupaten dan
kota di Provinsi Kalimantan Timur dengan
produksi mencapai 26.774 ton
(produktivitas 1,02 ton/ha).
Wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang
luas berpotensi untuk dilakukannya
pengembangan kakao melalui perluasan
areal tanam.
7. KAKAO
Kakao diproduksi oleh lebih dari 50 negara yang
berada di kawasan tropis yang secara geografis
dapat dibagi dalam tiga wilayah yaitu Afrika, Asia
Oceania dan Amerika Latin.
• Produsen utama kakao dunia adalah Pantai
Gading.
• Produsen utama lainnya adalah Indonesia,
Ghana, Negeria dan Brazil dengan produksi pada
tahun 2002.
8. Perkembangan ekspor impor
mengisyaratkan bahwa peluang pasar
ekspor kakao Indonesia di masa-
masa mendatang masih terbuka
lebar.
Kakao di Indonesia
EKSPOR IMPOR
meningkat meningkat
9. Biji kakao merupakan bahan baku produk pangan dan non
pangan. Untuk bahan baku pangan, diperlukan proses
fermentasi agar dapat diperoleh cita rasa yang baik, sedangkan
Biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku non pangan tidak
memerlukan proses fermentasi.
Biji kakao yang telah kering dipisahkan antara kulit (shell) dan
liquor-nya. Dari liquor akan diperoleh lemak (fat) dan cake. Dari
kulit biji dan liquor tersebut, lebih lanjut akan diperoleh
bermacam-macam produk
Pangsa pasar biji kakao di dalam negeri masih relatif kecill, hal
ini disebabkan oleh belum berkembangnya industri pengolahan
biji kakao di Indonesia.
10.
11. INDONESIA
90 % Ekspor
• 78,5% biji
kering
• 21,5 % hasil
olahan
Impor
• Asia Pasifik
• Eropa
• Afrika
• Amerika
• Pantai
Gading
• Ghana
• Papua
Neguenea
pencampur
bahan baku
industri
pengolahan
kakao
domestik.
Negara-negara di Eropa
Konsumen kakao
Permintaan tertinggi
berasal dari Negara
Belanda, Amerika
Serikat dan Jerman.
Tidak memproduksi
kakao
12. Pasar ekspor produk kakao
Indonesia yang
kebutuhannya lebih dari
20.000 ton beberapa tahun
terakhir adalah China,
Malaysia, Singapura, Amerika
Serikat, Australia dan Brasil.
Kakao yang diimpor Uni
Eropa dari negara
berkembang kemudian
diolah menjadi berbagai
komoditi berbeda. Produk
hasil olahan kakao tersebut
kemudian diekspor kembali
ke berbagai negara asal bahan
mentahnya termasuk
Indonesia.
Hal terpenting yang
menentukan tingkat harga di
pasar internasional adalah
mutu biji kakao. Oleh
karenanya perhatian
produsen kakao Indonesia
terhadap kualitas biji kakao
yang diekspor sangat penting.
Harga biji kakao di tingkat
internasional sering
mendapat potongan sampai
15 persen karena persyaratan
standar mutu biji dan
persyaratan fermentasi kakao
yang relatif rendah bila
dibandingkan dengan harga
produk yang sama dari negara
produsen lain.
13. Perkembangan harga yang
meningkat setiap tahun
merupakan peluang bagi
produsen kakao seperti
Indonesia maupun negara
lain untuk semakin giat
mengembangkan usaha
bidang agribisnis kakao.
Meningkatnya harga seiring
dengan meningkatnya
kebutuhan konsumsi dunia
terhadap produk-produk
berbahan dasar kakao yakni
cokelat.
Perkembangan Harga Kakao Indonesia dan Dunia
14. Upaya rehabilitasi perlu dilakukan untuk meningkatkan potensi
kebun yang sudah ada melalui perbaikan bahan tanan dengan
teknologi sambung samping ataupun penyulaman dengan bibit
unggul. Tetapi apabila upaya rehabilitasi tidak memungkinkan,
maka perbaikan potensi kebun dapat dilakukan melalui
peremajaan. Kedua kegiatan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas kebun-kebun kakao petani yang
telah dibangun.
Upaya perluasan areal perlu didukung dengan penyediaan bibit
unggul dan dukungan teknologi budidaya maju, sehingga
produktivitas kebun yang berhasil dibangun cukup tinggi.
Dengan melakukan berbagai upaya perbaikan tersebut maka
perluasan areal perkebunan kakao diharapkan terus berlanjut.
15. • Rehabilitasi kebun dengan
menggunakan bibit unggul dengan
teknik sambung samping.
• Peremajaan kebun tua/rusak dengan
bibit unggul.
• Perluasan areal pada lahan-lahan
potensial dengan menggunakan bibit
unggul.
• Peningkatan upaya pengendalian
hama PBK.
• Perbaikan mutu produksi sesuai
dengan tuntutan pasar.
• Pengembangan industri pengolahan
hasil mulai dari hulu sampai hilir,
sesuai dengan kebutuhan.
• Pengembangan sub sistem
penunjang aggribisnis kakao yang
meliputi: bidang usaha pengadaan
sarana produksi, kelembagaan
petani dan lembaga keuangan
Arah
pengembangan
agribisnis
kakao
16. Indonesia berpotensi menjadi
produsen utama kakao dunia,
apabila berbagai permasalahan
utama yang dihadapi perkebunan
kakao dapat diatasi dan agribisnis
kakao dikembangkan dan dikelola
secara baik.
Indonesia masih memiliki lahan
potensial yang cukup besar untuk
pengembangan kakao.
Kebun yang telah di bangun masih
berpeluang untuk ditingkatkan
produktivitasnya karena
produktivitas rata-rata saat ini
kurang dari 50% potensinya. Di sisi
lain situasi perkakaoan dunia
beberapa tahun terakhir sering
mengalami defisit, sehingga harga
kakao dunia stabil pada tingkat
yang tinggi.
Dengan kondisi harga kakao
dunia yang relatif stabil dan
cukup tinggi maka perluasan areal
perkebunan kakao Indonesia
diperkirakan akan terus berlanjut
dan hal ini perlu mendapat
dukungan agar kebun yang
berhasil dibangun dapat
memberikan produktivitas yang
tinggi
Prospek kakao di Indonesia
17. Beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao (5%),
kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao
Indonesia terus menyusut. Selain itu para pedagang (terutama
trader asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao.
KAKAO Ekspor
Biji
kering
Nilai tambah terhadap
perekonomian sedikit
Kualitas biji kakao
sangat rendah
pengelolaan
produk
masih
tradisional.
dikenai diskon
10%-15% dari harga
pasar internasional
18. Sebagian besar sentra-sentra produksi kakao nasional terdapat di
daerah yang jaraknya cukup terpencil dari kota besar tempat
penampungan ataupun pelabuhan. Padahal jalan dan khususnya
jembatan sebagai infrastruktur yang menghubungkan sentra-sentra
produksi kakao belum terbangun dengan baik.
Jumlah dan kualitas sarana gudang dan pelabuhan kurang
memenuhi syarat untuk menjangkau sentra-sentra produksi kakao.
Kondisi ini menjadi kendala bagi pengembangan agribisnis kakao
khususnya pada sentra produksi yang belum memiliki pelabuhan
ekspor.
Masih lambatnya penyebarluasan teknologi maju hasil penelitian.
Kondisi ini terutama disebabkan oleh terbatasnya tenaga penyuluh
dan pembina petani serta terbatasnya dana penyebarluasan
teknologi maju.
19. Terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
pengembangan kakao di Indonesia, yakni
(1) PPN 10 % terhadap transaksi lokal atas biji kakao;
(2) pembebasan tarif ekspor ke luar negeri;
(3) pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao (5%);
(4) Kebijakan Pengendalian hama PBK secara nasional;
(5) diskon harga (automatic detention) yang dikenakan
terhadap ekspor biji kakao Indonesia oleh Amerika Serikat;
(6) Mulai tahun 2009 Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu
Kakao Nasional melalui program rehabilitasi, peremajaan
dan intensifikasi perkebunan rakyat.
Dengan mengetahui kapasitas terpasang industri dalam negeri
juga harga kakao yang semakin meningkat serta kebutuhan
dunia yang meningkat dan kebijakan pemerintah, maka investasi
usaha dan agribisnis kakao masih menjadi peluang bagi pelaku
ekonomi di Indonesia untuk dikembangkan.