SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 34
SKABIES



A. Morfologi dan Siklus Hidup Skabies

      Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina,
   superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali
   itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.

      Morfologi

      Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung
   dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak
   bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron,
   sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron.
   Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat
   untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
   sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
   berakhir dengan alat perekat.




                                   Sarcoptes scabiei var hominis

      Siklus Hidup

      Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi
   di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
   terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
                                                                                       1
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan
sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 .
Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan
menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang
kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3
hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.(Handoko, R, 2001).

   Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan
terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi
nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah
meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. ( Mulyono, 1986).

   Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7
– 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan
kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh
badan dapat terserang. (Orkin, 2008).




                                Siklus Hidup Skabies

Sumber : http://seekerofthetruth12.wordpress.com/2010/12/30/pedikulosis-dan-skabies/

                                                                                       2
B. Gejala Klinis Skabies


       Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa gatal pada kulit yang
   umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha. Gejala lain
   adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan di bawah kulit yang
   merupakan terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul
   gelembung berair (vesikel) pada kulit.


       Ada 4 tanda cardinal (Handoko, R, 2005) :
   a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
       tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
   b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah
       keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
       sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
       berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi,
       yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau,
       tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
   c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
       putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1
       cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
       sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain).
       Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang
       tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,
       lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia
       eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan
       dan telapak kaki.
   d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu
       atau lebih stadium hidup tungau ini.
       Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.


C. DASAR PENEGAKKAN DIAGNOSIS PENYAKIT SKABIES
       1. Anamnesis
       Menurut Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis
    antara lain:
       1. Biodata
                                                                                           3
Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit scabies bisa menyerang semua
   kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa terkena penyakit ini,
   tempat, paling sering di lingkungan yang kebersihannya kurang dan padat
   penduduknya seperti asrama dan penjara.
2. Keluhan Utama
   Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada kulit.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
   Biasanya penderita mengeluh gatal terutama malam hari dan timbul lesi
   berbentuk pustule pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, areola
   mammae, bokong, atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan gatal,
   biasanya penderita menggaruk lesi tersebut sehingga ditemukan adanya lesi
   tambahan akibat garukan.
4. Riwayat penyakit dahulu
   Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan scabies kecuali kontak
   langsung atau tidak langsung dengan penderita.
5. Riwayat penyakit keluarga
   Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga atau
   juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang sama.
6. Psikososial
   Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi
   yang berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang
   terkena lesi pada saat interaksi sosial.
7. Pola kehidupan sehari-hari
   Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau kurang
   (kebiasaan mandi, cuci tangan dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat
   anamnesis, perlu ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri penderita
   maupun keluarga. Dengan adanya rasa gatal dimalam hari, tidur penderita
   sering kali terganggu. Lesi dan bau yang ridak sedap, yang tercium dari sela-
   sela jari atau telapak tangan akan menimbulkan gangguan aktivitas dan interaksi
   sosial.


2. Pemeriksaan Fisik
Menurut Harahap (2000), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:
1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus, berbentuk
   benang.
                                                                                4
2. Papula, urtikaria, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi
   sekunder yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan
   eksantem.
3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impegtinasi dan furunkulosis.


Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti: sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan
perutbagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tngan dan kaki bahkan
diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa dapat timbul pada
kulit kepala dan wajah (Siregar, 2005).
Sifat-sifat lesi berupa papula dan vesikel milier sampai lentikuler disertai
ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustule lentiuler. Lesi yang khas
adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu papula atau
vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung kanalikuli adalah
tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei (Siregar, 2005).




                            Gambar lesi skabies
        Sumber: http://intanrisna.blogspot.com/2010/04/scabies.html


3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tabri (2005), diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau
pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
1. Kerokan kulit.
   Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang masih
   utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk mengangkat
   atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas objek, di tutup dengan
   gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil positif apabila tampak


                                                                                 5
tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan
        hati-hati pada bayi dan anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif
     2. Mengambil tungau dengan jarum.
        Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu
        digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat
        diangkat keluar.
     3. Epidermal shave biopsi.
        Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu jari dan
        jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan scalpel no.16
        yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi          dilakukan sangat
        superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anestesi.
        Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu ditetesi minyak mineral
        dan periksa di bawah mikroskop.
     4. Tes tinta Burrow.
        Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan
        alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang            karakteristik
        berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga dapat
        dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.
     5. Kuretasi terowongan.
        Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul, lalu
        kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral. Cara ini
        dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.


D. Pengobatan
     Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk
     topikal antara lain:
     1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep
         atau krim. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
         Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.
         -   Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah
             mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.
         -   Keuntungannya: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-
             satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.Bila kontak
             dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan
             pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara
                                                                                           6
umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil
       dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
   -   Kerugian/Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak,
       mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%)
   Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
   bahan sintesis balsam peru.
   -   Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
   -   Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24
       jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi
       menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik
       dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
   -   Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan
       pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak
       menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan
       dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan
       menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate
       lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane
   -   Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena,
       adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP)
       tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan
       selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi
       tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi,
       konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan
       melalui urin dan feses.
   -   Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak
       berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan
       ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1%
       krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan
       lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang
       menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa
       penelitian menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif.
       Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak
       menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
                                                                              7
-   Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas
       SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang
       terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu
       sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan,
       berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan
       kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi
       perjalanan   fisiologis   kelainan    darah    seperti    anemia    aplastik,
       trombositopenia, dan pancytopenia.
4. Krotamiton 10%
   Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
   lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
   -   Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali
       sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian
       dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi
       kedua.
   -   Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka
       panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak
       memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton 10% dalam
       krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada
       wanita hamil, bayi dan anak kecil
5. Permetrin dengan kadar 5%
   -   Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara
       mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan
       natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi
       paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan
       scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
       kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat
       kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan
       cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat
       dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi
       setelah penggunaan obat ini.
   -   Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang
       diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum
       sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.
       Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2
                                                                                  8
bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan
                 dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.
             -   Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal,
                 namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang
                 sensitive dan terekskoriasi.


E. Upaya Pencegahan
   Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
   langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
   pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang
   mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
   asimptomatik. Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
   handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan
   dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar
   kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (Orkin, 2005)


F. Diagnosis Banding

Diagnosis banding skabies adalah (Siregar, R.S,1996):
a. Prurigo
   Diagnosis banding berupa prurigo hampir menimbulkan gejala yang sama dengan
   skabies. Namun biasanya pada prurigo ditemukan papel-papel yang gatal, predileksi
   pada bagian ekstensor ekstremitas. Hal ini berbeda dengan predileksi dari skabies yang
   cenderung mengenai bagian tubuh yang memiliki stratum korneum kulit yang tipis,
   seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, dll.




                                       Gambar lesi prurigo
                 Sumber: http://www.dermis.net/dermisroot/en/33728/image.htm

                                                                                       9
b. Gigitan serangga
   Diagnosis banding gigitan serangga biasanya gejalanya jelas timbul sesudah ada
   gigitan. Efloresensinya urtikaria papuler yang hampir sama dengan skabies.


c. Folikulitis
   Perbedaannya dengan skabies adalah bahwa pada folikulitis biasanya disertai nyeri
   berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang eritema.




    Gambar lesi folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.
           Sumber: http://referatnaya.blogspot.com/2011_08_01_archive.html




                                                                                           10
PEDIKULOSIS KAPITIS



A. Morfologi dan Siklus Hidup Pediculosis Humanus Var Capitis

       Bentuk pediculus humanus lonjong, pipih dorso-ventralkepala berbentuk segitiga,
segmen toraks bersatu dan abdomen bersegmen. Ujung setiap kaki dilengkapi dengan
kuku. Tuma kepala berjalan dari satu helai rambut ke rambut lain dengan menjepit rambut
dengan kuku-kukunya. Tuma dapat pindah ke hospes lain. Telur (nits) berwarna putih,
dilekatkan pada rambut dengan perekat kitin (chitin-like cement).Pediculus dewasa lebih
menyukai rambut di bagian belakang kepala daripada rambut bagian depan kepala. Tuma
kepala mengisap darah sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama. Waktu yang
diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur sampai menjadi dewasa rata-rata 18 hari,
sedangkan tuma dewasa dapat hidup 27 hari (Sutanto, 2008)




                              Pediculosis humanus var capitis

       Pediculosis humanus var capitis mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna
abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Terdapat 2 jenis kelamin
ialah jantan dan betina, yang betina dengan ukuran panjang 1,0-1,5 mm dan lebar kurang ½
panjangnya, jantan lebih kecil dan jumlahnya hanya sedikit. Siklus hidupnya melalui
stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur diletakkan di sepanjang rambut dan
mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebih
matang (Fitzpatrick, 2008).


                                                                                     11
Siklus hidup

Sumber : http://seekerofthetruth12.wordpress.com/2010/12/30/pedikulosis-dan-skabies/

B. Gejala Klinis Pedikulosis Kapitis
       Gejala yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal
serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosis, ekskoriasi,
dan infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal,
disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan disertai dengan pembesaran
kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroaurikuler). Pada keadaan tersebut kepala
memberikan bau busuk (Mansjoer, 2000).


C. Dasar Penegakkan Diagnosis
   1. Anamnesis
       -   Biodata : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
       -   Anamnesa yang berkaitan dengan pedikulosis
           o Keluhan atau gejala yang dirasakan?
           o Sejak kapan gejala dirasakan?
           o Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
              pasien?
           o Apakah pasien pernah mengalami gatal-gatal di sekitar kulit kepala?
                                                                                       12
o Apakah pasien pernah pinjam-meminjam alat mandi, handuk, baju, sisir,
             bantal, kasur, topi kepada orang lain atau anggota keluarga?
         o Identifikasi aktifitas pasien selama di rumah.
         o Riwayat penggunaan obat (bagaimana pengobatan sebelumnya)?


  2. Pemeriksaan fisik
     Kulit kepala: ditemukan telur-telur di rambut pada oksiput dan di atas telinga
     (biasanya terdapat kurang dari 10 ekor kutu dewasa). Ditemukan impetigo sekunder
     dan furunkulosis (Fitzpatrick, 2008)


  3. Pemeriksaan Penunjang
     Diagnosis pasti adalah dengan menemukan kutu atau telur, terutama dicari di
     daerah oksiput dan temporal, telur berwarna abu-abu dan berkilat (Mansjoer, 2000)


D. Pengobatan
  1. Permethrin 1%
     Permethrin 1% cream rinse diberikan ke kulit kepala dan rambut. Awalnya rambut
     dicuci dengan shampo dan kemudian dikeringkan dengan handuk. Lalu diberikan
     permethin 1% selama 10 menit kemudian dibilas. Hal ini diperkirakan dapat
     membasmi sekitar 20-30% dari telur. Tetapi, disarankan pemakainnya diulang
     apabila masih terlihat 7-10 hari setelahna. Permethrin mempunyai keuntungan efek
     toksin yang rendah dan pengobatannya cepat.
   2. Pyrethrin
     Pyrethrin diperoleh dari suatu sari alami bunga chrysanthemum. Pytherin yang
     dikombinasi dengan piperonyl butoxide adalah neurotoksik untuk kutu tetapi
     kurang toksik terhadap manusia. Produk ini seperti sampo dimana diberikan pada
     rambut yang kering dan didiamkan selama 10 menit sebelum dibilas. Penggunaan
     dapat diulang 7-10 hari kemudian untuk membasmi kutu kepala yang baru.
   3. Malathion
     Malathion adalah penghambat kolinesterase dan telah digunakan selama 20 tahun
     untuk pengobatan kutu kepala. Malathion 0,5% atau 1% digunakan dalam bentuk
     lotion atau spray.
     Caranya: malam sebelum tidur, rambut dicuci dengan sabun kemudian dipakai
     lotion malathion, lalu kepala ditutup dengan kain. Keesokan harinya, rambut dicuci


                                                                                    13
lagi dengan sabun lalu disisir dengan sisir yang halus dan rapat. Pengobatan ini
       dapat diulang lagi seminggu kemudian, jika masih terdapat kutu atau telur.
    4. Lindane 1%
       Lindane adalah organochloride yang mempunyai efek toksik terhadap CNS apabila
       penggunaanya tidak benar. Penggunaannya seperti sampo dan dapat didiamkan
       kurang lebih selama 10 menit dengan pemakaian yang berulang dalam 7-10 hari.
       Dalam beberapa tahun kasus resisten pernah dilaporkan diseluruh dunia. Oleh
       karena adanya efek toksik terhadap CNS yang dapat menyebabkan serangan dan
       kematian, sehingga penggunaan lindane terhadap pasien harus dibatasi.
    5. Krotamiton 10%
       Krotamitron 10% dalam bentuk lotion digunakan untuk terapi. Pemakaiaanya
       adalah dengan pengolesan di kulit kepala dan didiamkan selama 24 jam sebelum
       dibilas. Aman untuk anak-anak, dewasa, dan wanita hamil.


E. Upaya Pencegahan

       Penyakit ini pada dasarnya dapat dicegah melalui pola hidup yang bersih. Misalnya
dengan pemberantasan kutu yang berada dilingkungan sekitar. Benda-benda yang terpapar
dengan penderita (misalnya, kasur, bantal, linen, handuk, mainan, topi) seharusnya dicuci
bila memungkinkan kemudian dikeringkan. Air yang digunakan adalah air panas dengan
suhu lebih dari 50-55°C selama paling kurang 5 menit.

       Membersihkan lingkungan tempat tinggal akan membantu mengurangi kesempatan
untuk terpapar kembali dengan kutu kepala. Periksalah setiap orang yang berada didalam
lingkungan rumah tangga pada saat bersamaan, sebelum membersihkan lingkungan
tersebut. Bersihkan semua lantai dengan alat penghisap debu, permadani, bantal, karpet,
dan semua pelapis meubel yang ada. Semua sisir dan sikat rambut yang digunakan oleh
penderita kutu kepala harus di rendam dalam air dengan suhu diatas 130°F( 540C) ,
alkohol atau pedikulosid selama 1 jam.

       Penjelasan kepada anak-anak terutama tentang cara mencegah penularan melalui
penggunaan topi, sisir, dan bandana bersama juga dapat dipertimbangkan. Menyediakan
tempat penyimpanan barang-barang milik anak secara terpisah di dalam ruang kelas juga
dapat mencegah penyebaran kutu ini.




                                                                                      14
F. Diagnosis banding
   Diagnosis banding pedikulosis korporis (Mansjoer, 2000) :
   1. Tinea kapitis
       Adalah dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala dimana terdapat kelainan
   berupa lesi bersisik, kemerahan, kerion dan gatal. Pada pemeriksaan dengan KOH,
   akan didapatkan spora dan hifa yang merupakan elemen jamur yang merupakan
   penyebab tinea kapitis.




                                         Gambar kerion
                      Sumber : http://alfinzone.wordpress.com/2010/11/17/60/


      Persamaan antara pedikulosis kapitis dan tinea kapitis antara lain:
         Pada kedua kasus terdapat pruritus sebagai salah satu gejala
         Pada kedua kasus dapat timbul papula, namun papula yang timbul di
         pedikulosis capitis diakibatkan karena gigitan sedangkan pada tinea kapitis
         karena peradangan yang timbul akibat infeksi jamur
         Pada kedua kasus dapat timbul pus dan krusta, pada pedikulosis kapitis pus dan
         krusta timbul karena infeksi sekunder
         Lesi pada kedua kasus dapat menjalar hingga alis mata dan dekat mata
         Kedua kasus sering terjadi pada pasien anak-anak
         Dapat terjadi limfadenopati regional pada kedua kasus


       Perbedaan pedikulosis kapitis dan tinea kapitis:

                                                                                    15
No             Pedikulosis Kapitis                         Tinea Kapitis
1    Gejala pruritus merupakan gejala awal Gejala awal dapat berupa papula eritema
     dan lebih berat pada malam hari, gejala tous dan pruritus yang didapati memiliki
     pruritus dapat mengganggu aktivitas derajat yang minimal
     termasuk tidur di malam hari

2    Erosi dan ekskoriasi sering terjadi Erosi dan ekskoriasi sangat jarang
     karena garukan akibat pruritus yang terjadi
     berat

3    Alopecia merupakan gejala yang jarang Alopecia sering terjadi
     terjadi pada pedikulosis kapitis

4    Tidak terdapat perubahan warna rambut   Grey patch ringworm merupakan tanda
                                             yang khas dengan terjadinya perubahan
                                             warna rambut menjadi abu-abu dan tidak
                                             berkilat lagi.

5    Tidak terdapat kerion                   Kerion  reaksi peradangan yang berat
                                             pada tinea kapitis yang berupa
                                             pembengkakan yang menyerupai sarang
                                             lebah dengan sebukan sel radang yang
                                             padat di sekitarnya, terutama jika
                                             penyebabnya adalah Microsporum canis
                                             dan Microsporum gypseum

6    Tidak terdapat black dot                Black dot ringworm merupakan salah
                                             satu tanda yang khas terutama jika
                                             disebabkan oleh Trichophyton tonsurans
                                             dan Trichophyton violaceum. Rambut
                                             yang terkena infeksi patah, tepat pada
                                             muara folikel dan yang tertinggal adalah
                                             ujung rambut yang penuh dengan spora.
                                             Ujung rambut yang hitam itu member
                                             gambaran yang khas, yaitu black dot

7    Pada     pemeriksaan wood   lamp, Pada pemeriksaan wood lamp dapat
     fluoresensi yang didapat berwarna berwarna kehijauan sampai kuning
     kuning kehijauan                  kehijauan pada by M canis, M audouinii,
                                       M rivalieri, dan M ferrugineum atau
                                       hijau sampai biru keputihan pada
                                       Trichophyton schoenleinii

8    Dapat ditemukan Pediculus humanus Tidak ditemukan Pediculus humanus
     var. capitis pada rambut penderita var. capitis kecuali pada infeksi
                                        sekunder dari kedua belah pihak




                                                                                    16
2. Pioderma (Impetigo Krustosa)
         Impetigo krustosa disebabkan oleh Staphylococcus beta hemolyticus ditandai
     dengan eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang
     berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu.




                               Gambar lesi impetigo krustosa

        Persamaan antara pedikulosis kapitis dan impetigo krustosa, antara lain:

                Pada kedua penyakit dapat ditemukan pus dan krusta
                Pruritus merupakan salah satu gejala penyakit yang dapat terjadi
                Limfadenopati regional dapat terjadi
                Pada kedua kasus dapat didapati gigitan serangga terutama jika pioderma ini
                merupakan infeksi sekunder pedikulosis kapitis
                Sering terjadi pada anak-anak

        Perbedaan antara pedikulosis kapitis dan impetigo krustosa:


No               Pedikulosis Kapitis                        Impetigo krustosa
1      Gejala pruritus merupakan gejala awal     Gejala awal dapat berupa vesikel dan
       dan lebih berat pada malam hari, gejala   eritema yang mudah pecah sehingga
       pruritus dapat mengganggu aktivitas       kemudian meninggalkan eksudat pus
       termasuk tidur di malam hari              diwajah, pruritus minimal.

2      Erosi dan ekskoriasi sering terjadi Erosi dan ekskoriasi sangat jarang
       karena garukan akibat pruritus yang terjadi, namun dapat terjadi karena
       berat                               pruritus

3      Gejala dan gambaran klinik terjadi di Predileksi terjadinya lesi adalah di
       kepala dan rambut pasien              mwajah, yakni di sekitar hidung dan
                                             mulut karena dianggap merupakan
                                             sumber infeksi tersebut.

4      Tidak ada komplikasi ke organ dalam       Dapat melibatkan ginjal sehingga
                                                 menimbulkan glomerulonefritis




                                                                                        17
3. Dermatitis Seboroik
         Dermatitis seboroik memberikan gambaran klinis berupa daerah eritema dan
     skuama pada daerah kepala dan terasa gatal oleh penderita. Dapat dibedakan dengan
     pedikulosis kapitis dengan tidak ditemukannya telur ataukutu pada daerah kepala yang
     gatal.




                                 Gambar dermatitis seboroik

              Sumber: http://www.docstoc.com/docs/55947197/Dermatitis-Seboroik


         Perbedaan antara pedikulosis kapitis dan dermatitis seboroik:
No               Pedikulosis Kapitis                       Dermatitis seboroik
1      Gejala pruritus merupakan gejala awal    Gejala awal dapat berupa eritema dan
       dan lebih berat pada malam hari, gejala  skuama berminyak dan pruritus terjadi
       pruritus dapat mengganggu aktivitas      pada     dermatitis       seboroik  yang
       termasuk tidur di malam hari             bermanifestasi secara aktif
2      Erosi dan ekskoriasi sering terjadi      Erosi dan ekskoriasi sangat jarang
       karena garukan akibat pruritus yang      terjadi, namun dapat terjadi karena
       berat                                    pruritus
3      Tidak terdapat skuama                    Dapat terjadi skuama berminyak dengan
                                                batas yang tidak terlalu jelas dan agak
                                                kekuningan. Skuama yang halus mulai
                                                sebagai bercak kecil yang kemudian
                                                mengenai seluruh kulit kepala dengan
                                                skuama yang halus dan kasar. Kelainan
                                                ini disebut pitiariasis sika
4      Kecenderungan rambut untuk rontak Rambut punya kecendenrungan untuk
       kurang                                   rontok, mulai di bagian vertex dan
                                                frontal
5      Tidak terjadi blefaritis                 Dapat terjadi blefaritis
6      Hanya terjadi di kulit kepala dan rambut Dapat mengenai liang telinga luar,
       sebagai tempat tinggal organism          lipatan nasolabial, daerah sterna, areola
                                                mammae, lipatan di bawah mammae
                                                pada wanita, interskapular, umbilicus,
                                                lipat paha, dan daerah anogenital
7      Papula yang timbul di kulit kepala Papula sering timbul di daerah pipi,
       karena gigitan kutu                      hidung dan dahi                         18
Persamaan antara pedikulosis kapitis dan dermatitis seboroik:
   Daerah predileksi yaitu di daerah kulit kepala
   Dapat terbentuk eksudat dan krusta yang tebal
   Pruritus merupakan salah satu gejala yang dapat terjadi pada kedua kasus
   Sering terjadi pada anak-anak, pada dermatitis seboroik dihubungkan dengan
   aktifnya kelenjar sebasea.




                                                                          19
PEDIKULOSIS KORPORIS



A. Morfologi dan Daur Hidup Pediculosis humanus var corporis

       Pediculosis humanus var corporis mempunyai 2 jenis kelamin, yakni jantan dan
betina berukuran panjang 1,2-4,2 mm dan lebar kira-kira ½ panjangnya, sedangkan yang
jantan lebih kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang ditemukan pada
kepala (Fitzpatrick, 2008).

       Pada kutu tubuh P.humanus var corporis lebih besar dari kutu kepala 30%, tapi
pada dasarnya memiliki morfologi yang sama. Rentang kehidupan rata-rata 18 hari dan
selama waktu ini kutu betina dapat menghasilkan 270-300 telur. Kutu ini biasanya
ditularkan melalui pakaian yang terkontaminasi atau tempat tidur. Kutu bisa bertahan
hidup di lapisan pakaian tanpa makan sampai 3 hari. Setelah terkena, tidak mencuci
pakaian dan mengganti baju memungkinkan kutu dapat bertahan (Fitzpatrick, 2008).




                                Pediculus humanus var corporis




                       Siklus hidup Pediculus humanus var corporis
                                                                                   20
B. Gejala Klinis Pedikulosis Korporis

   Gejala klinisnya (Fitzpatrick, 2008):

      -   Makula, terutama pada daerah tubuh tempat pakaian terikat seperti pinggang,
          bokong, dan paha.
      -   Bekas garukan berukuran 1,5 cm pada badan karena gatal baru berurang dengan
          garukan yang lebih intensif.
      -   Kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening
          regional/
      -   Pigmentasi pascainflamasi yang terjadi pada kasus kronis


C. Dasar Penegakkan Diagnosis
   1. Anamnesis
      -   Biodata : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
      -   Anamnesa yang berkaitan dengan pedikulosis
          o Keluhan atau gejala yang dirasakan?
          o Sejak kapan gejala dirasakan?
          o Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
              pasien?
          o Apakah pasien pernah mengalami gatal-gatal di sekitar badan?
          o Apakah pasien pernah pinjam-meminjam alat mandi, handuk, baju, sisir,
              bantal, kasur, topi kepada orang lain atau anggota keluarga?
          o Identifikasi aktifitas pasien selama di rumah.
          o Riwayat penggunaan obat (bagaimana pengobatan sebelumnya)?


   2. Pemeriksaan Fisik
      Terlihat jalur bekas garukan sejajar, perubahan-perubahan urtikaria, dan papula
      erithematosa, lesi tampak jelas. Ditemukan kutu-kutu yang biasanya terdapat pada
      lipatan-lipatan pakaian dan jarang sekali di kulit.


   3. Pemeriksaan Penunjang




                                                                                   21
Diagnosis pasti adalah menemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian. Bisa
     juga dilakukan pemeriksaan lampu wood pada lesi yang akan berfloresensi
     berwarna kuning-kehijauan.


D. Pengobatan
  1. Gameksan (Lindane)
     Cara Kerja: Gameksan atau lindane adalah organoklorid yang dapat membunuh
     kutu dengan menyebabkan aralisis system respiratorius. Obat ini menekan aksi
     parasit dengan menyerap langsung pada parasit dan telurnya. GABA-gated chloride
     channel menurunkan inhibisi neuronal yang mengakibatkan terjadinya hipereksitasi
     system saraf pusat sehingga menyebabkan kematian. Cara Pemakaian: Gameksan
     1% dioleskan tipis diseluruh tubuh kemudian didiamkan 24 jam, setelah itu
     penderita disuruh mandi. Efek samping: dapat menimbulkan risiko tokisisitas pada
     system saraf pusat (Ko CJ, 2004).
   2. Permethrin 5%
     Cara Kerja : mengganggu transport sodium pada arthropoda, kemudian
     menimbulkan depolarisasi neuromembran dan berakhir dengan paralisis system
     respiratoriusnya.
     Cara Pemakaian: krim permethrin 5% dioleskan diseluruh tubuh sampai jempol,
     kemudian didiamkan 8-10 jam lalu dibersihkan dengan cara mandi (Fitzpatrick,
     2008)
   3. Benzil benzoate
     Cara kerja: merusak system saraf kutu dan akhirnya menyebabkan kematian hanya
     dalam waktu 5 menit.
     Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam
     dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%.
     Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara
     kosmetik bisa diterima.
     Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan, karena itu
     penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan.
     Penggunaan      berulang   dapat    menyebabkan   dermatitis   alergi.   Terapi   ini
     dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang
     dari 2 tahun.



                                                                                        22
4. Malathion
       Malathion       adalah   senyawa   organofosfat   yang bekerja   sebagai   inhibitor
       kolinesterase lemah dan menyebabkan paralisis system respiratorius arthropoda.
       Obat ini memiliki rentang keamanan penggunaan yang baik. Malathion
       membutuhkan waktu 8 sampai 12 jam untuk waktu terapi dan tidak memunculkan
       bau yang tidak sedap. Lebih jauh lagi, vehikulum malathion adalah 78%
       isopropanol sehingga mudah terbakar (Ko CJ, 2004)
       Vehikulum pada malathion sangat mempengaruhi efikasinya. Dipentene terpineol
       dan 78% isopropanol adalah bahan vehikulum untuk esikasi malathion tertinggi.
       Kelebihan dari malathion adalah sangat ampuh membunuh kutu golongan
       pediculus humanis dan tidak menyebabkan urticaria serta insidensi rendah
       menimbulkan dermatitis kontk alergi dan iritan.


E. Upaya Pencegahan

       Edukasi pencegahan difokuskan kepada factor pencetus terjadinya penyakit
pedikulosis korporis. Edukasi pencegahan bisa dilakukan dengan cara pasien disarankan
untuk mandi, mengganti dan mencuci baju setiap hari. Menghindari kebiasaan bertukar
baju dengan orang lain dan tidur bersama-sama apalagi dengan jumlah yang padat. Media
tempat terdapatnya pediculosis humanis corporis seperti baju, selimut maupun sprei bisa
dicuci dengan air panas untuk menjaga kebersihan pakaian dari mikroorganisme penyebab
(Fitzpatrick, 2008).

F. Diagnosis Banding

    1.Skabies

    Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
    terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya.

    Persamaannya dengan pedikulosis korporis adalah: dari manifestasi klinis pruritus
    nokturna, biasanya penyakit ini juga menyerang manusia secara berkelompok dengan
    latar belakanga hygiene yang buruk yang sama dengan penyakit pedikulosis korporis.
    Efloresensi manifestasi kliniknya juga ditemukan makula, ekskoriasi dan lesi bekas
    garukan di kulit penderita.

    Perbedaannya terletak pada : kalau skabies dalam pemeriksaan selanjutnya akan
    ditemukan tungau sebagai penyebabnya dengan ekskoriasi yang lebih luas daripada
                                                                                        23
pedikulosis    korporis.   Pada     skabies    ditemukan     lesi    yang    berbentuk
terowongan/kunikulus. Perbedaan selanjutnya terletak pada daerah predileksi lesi.
Dimana skabies pada umumnya menyerang daerah tubuh/kulit dengan stratum
korneum yang tipis (sela-sela jari tangan, ketiak, dll) sedangkan pedikulosis korporis
pada daerah lipatan-lipatan baju tempat terdapatnya kutu.




                              Gambar lesi akibat skabies

                   Sumber: http://pedscases.com/user/questions/215

2. Neurotic Excoriation

Merupakan diagnosis diferensial dari pedikulosis korporis. Daerah predileksi biasanya
dipermukaan ekstensor ekstremitas, wajah bagian atas belakang.              Gejala dan
manifestai yang ditemukan hampir sama dengan pedikulosis korporis. Perbedaannya
pada penyakit ini, pasien memiliki gangguan psikis dan neurogenik yang melatar-
belakangi timbulnya lesi garukan dikulit.Pasien merasa gatal, lesi berkerak, erosi
linier, eritema. Erosi dan Bekas luka tdk berbatas jelas, ukurannya sama, dan jumlah
variabel. Erosi, kerak, dan bekas luka hanya terletak di mana pasien dapat memilih
(pasien sadar menggaruk diri sendiri).




                             Gambar lesi ekskoriasi

    Sumber: http://andinidwikartikasari.blogspot.com/2010/11/kulit-manusia.html

                                                                                    24
PEDIKULOSIS PUBIS



A. Morfologi dan Siklus Hidup Phthirus pubis

       P.pubis bentuknya pipih dorsoventral, bulat menyerupai ketam dengan kuku pada
ketiga pasang kakinya. Stadium dewasa berukuran 1,5-2 mm dan berwarna abu-abu.
Karena bentuknya menyerupai ketam , P.pubis juga disebut crab louse.

       P.pubis hidup pada rambut kemaluan, dapat juga ditemukan pada rambut ketiak,
jenggot, kumis, alis dan bulu mata. Tuma memasukkan bagian mulutnya kedalam kulit
untuk jangka waktu beberapa hari sambil mengisap darah. Waktu yang diperlukan untuk
pertumbuhan telur menjadi tuma dewasa lebih kurang 3-4 minggu.




                                     Phthirus pubis

B. Gejala klinis Phthiriasis Pubis

       Menurut Djuanda (2010), gejala klinis yang terutama dari pedikulosis pubis adalah
gatal di daerah pubis dan di sekitarnya. Gatal ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen
dan dada, disitu dijumai bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut
sebagai makula serulae. Kutu ini dapat dilihat dengan mata biasa dan susah untuk
dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut.

       Gejala patognomonik lainnya adalah black dot, yaitu adanya bercak-bercak hitam
yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada
waktu bangun tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta berasal dari darah yang sering di
interpretasikan salah sebagai hematuria. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan
pembesaran kelenjar getah bening regional (Mensjoer, 2000)
                                                                                     25
C. Dasar Penegakkan Diagnosis
   1. Anamnesis
       -   Biodata : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
       -   Anamnesa yang berkaitan dengan pedikulosis
           o Keluhan atau gejala yang dirasakan?
           o Sejak kapan gejala dirasakan?
           o Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
               pasien?
           o Apakah pasien pernah mengalami gatal-gatal di sekitar pubis?
           o Apakah pasien pernah pinjam-meminjam alat mandi, handuk, baju, sisir,
               bantal, kasur, topi kepada orang lain atau anggota keluarga?
           o Identifikasi aktifitas pasien selama di rumah.
           o Riwayat hubungan seksual
           o Riwayat penggunaan obat (bagaimana pengobatan sebelumnya)?


   2. Pemeriksaan Fisik
       Rambut pubis atau paha dihuni oleh beberapa buah telur (nits) saja atau sampai tak
       terhitung jumlahnya.
       Ditemukan noktah-noktah hitam kecil / black dot yang merupakan titik-titik darah
       terhisap dalam kutu dewasa ataupun bagian kotorannya.


   3. Pemeriksaan Penunjang
       Dilakukan pemeriksaan dengan perhatian khusus terhadap kemaluan kalau perlu
       dengan menggunakan kaca pembesar, biasanya ditemukan telur atau kutu bentuk
       dewasa (Mansjoer, 2000).


D. Pengobatan

       Pengobatannya sama dengan pengobatan pedikulosis korporis, yakni dengan krim
gameksan 1% atau emulsi benzyl benzoate 25% yang dioleskan dan didiamkan 4 hari
kemudian, jika belum sembuh. Sebaiknya rambut kelamin dicukur. Pakaian dalam direbus
atau diseterika. Mitra seksual harus pula diperiksa dan jika perlu diobati.

       -   Gameksan 1%


                                                                                      26
Cara Kerja: Gameksan atau lindane adalah organoklorid yang dapat membunuh
           kutu dengan menyebabkan aralisis system respiratorius. Obat ini menekan aksi
           parasit dengan menyerap langsung pada parasit dan telurnya. GABA-gated
           chloride channel menurunkan inhibisi neuronal yang mengakibatkan terjadinya
           hipereksitasi system saraf pusat sehingga menyebabkan kematian.
           Cara Pemakaian: Gameksan 1% dioleskan tipis diseluruh tubuh kemudian
           didiamkan 24 jam, setelah itu penderita disuruh mandi.
           Efek samping: dapat menimbulkan risiko tokisisitas pada system saraf pusat
           (Ko CJ, 2004).
       -   Benzyl benzoate 25%
           Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
           bahan sintesis balsam peru.
           Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik.
           Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam
           dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi
           12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur
           dan secara kosmetik bisa diterima.
           Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan , karena
           itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan.
           Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini
           dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak
           kurang dari 2 tahun.


E. Upaya Pencegahan

       Edukasi pencegahan difokuskan kepada factor pencetus terjadinya penyakit
pedikulosis pubis. Edukasi pencegahan dengan meningkatkan hygiene pasien dan
menghindari hubungan seksual dengan orang yang mengidap pedikulosis pubis sebagai
salah satu factor risiko dari penyakit hubungan seksual.

F. Diagnosis Banding


   1. Dermatitis seboroik
       Dermatitis seboroik memberikan gambaran klinis berupa daerah eritema dan
       skuama pada daerah pubis dan terasa gatal oleh penderita.


                                                                                      27
Gambar dermatitis seboroik pada bayi
                                       Sumber:
      http://www.dermnetnz.org/common/image.php?path=/dermatitis/img/cradle.jpg


2. Dermatomikosis
   Pada penyakit dermatomikosis, biasanya didapatkan ruam ataupun lesi dengan tepi
   berskuama, eritematous, dan meninggi serta berbentuk lingkaran (siklik) dan gatal.
   Penyebabnya adalah jamur.




                 Gambar salah satu bentuk lesi dermatomikosis

      Sumber: http://kantongkeresek.wordpress.com/author/kantongkeresek/



                                                                                  28
CUTANEUS LARVA MIGRANS


A. Siklus Hidup Cutaneus Larva Migrans




     Sumber : http://www.scribd.com/doc/52741225/RESPONSI-KASUS-lily-clm




                                                                           29
B. Gejala klinis creeping eruption / Cutaneus larva migrans
   Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan
   timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linier atau
   berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan.
   Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah
   berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya papul
   merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa,
   menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm.
   rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Tempat predileksi adalah di
   tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh dimana saja
   yang sering berkontak dengan tempat larva berada (Aisah, 2007).



C. Dasar Penegakkan Diagnosis Cutenaeus larva migrans
   1. Anamnesis
   Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain:
      a. Biodata
      Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit cuteneus larva migrant
      biasanya menyerang anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. Orang
      dewasa biasanya berhubungan dengan faktor resiko pekerjaan sebagai tukang
      kebun, petani, dan orang-orang dengan hobi atau aktivitas yang berhubungan
      dengan tanah lembab dan berpasir (Jusych, 2009).

      b. Keluhan Utama
      Biasanya penderita datang dengan keluhan rasa gatal yang menjalar yang
      merupakan karakteristik cutaneus larva migrant/ creeping eruption.

      c. Riwayat Penyakit Sekarang
      Biasanya pasien mengeluh rasa gatal dan panas ketika larva menembus kulit.
      Lesi berbentuk papul kemerahan disertai gatal yang hebat. Rasa gatal biasanya
      lebih hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur. Biasanya terdapat
      krusta akibat lesi dan bila pasien sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi
      yang rentan terhadap infeksi sekunder.
      Tempat predileksi adalah di tempat – tempat yang kontak langsung dengan
      tanah, baik saat beraktivitas duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai,
      plantar, tangan, anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang
      sering berkontak dengan tempat larva berada.

      d. Riwayat penyakit dahulu
      Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan cutaneus larva migrans
      kecuali kontak langsung dengan tanah lembab atau berpasir, yang telah
      terkontaminasi dengan feces anjing atau kucing

                                                                                 30
biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang terkena lesi pada saat interaksi
      sosial.

      e. Pola kehidupan sehari-hari
      Biasanya ditemukan pada orang-orang yang jarang menggunakan alas kaki pada
      tanah lembab ataupun pasir yang terkontaminasi agen penyebab.

   2. Pemeriksaan Fisik
   Menurut Aisah (2007), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:
   Terdapatnya bentuk yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang
   lurus atau berkelok – kelok, menimbul dan terdapat papul atau vesikel di atasnya.
   Mula – mula , pada point of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk
   yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok – kelok (snakelike
   appearance– bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal, menimbul dengan lebar
   2 – 3 mm, panjang 3 – 4 cm dari point of entry, dan berwarna kemerahan. Adanya
   lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada dikulit
   selama beberapa jam atau hari.

   3. Pemeriksaan Penunjang
   Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eosinofilia perifer dan ditemukannya
   larva filariform nematode pada pemeriksaan biopsi kulit (Inderayanti, 2011).

D. Pengobatan

   Sejak tahun 1963, telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum luas, misalnya
   tiabendazol (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 50mg/kgBB/hari, sehari 2 kali,
   diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum
   sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek
   sampingnya mual, pusing, dan muntah. Eyster mencobakan pengobatan topical
   solusio tiabendazol dalam DMSO dan ternyata efektif. Demikian pula pengobatan
   dengan suspensi obat tersebut secara oklusi selama 24-48 jam telah dicoba oleh
   Davis dan Israel.

   Obat lain adalah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal, diberikan
   3 hari berturut-turut. Cara terapi ialah dengan menggunakann CO2 snow (dry ice)
   dengan penekanan selama 45” sampai 1’, dua hari berturut-turut. Penggunaan N2
   liqoid juga dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.
   Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara pasti dimana
   larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan disekitarnya. Pengobatan
   cara lama dan sudah ditinggalkan adalah dengan preparat antimon.


E. Upaya edukasi dan pencegahan :
   Edukasi        :

                                                                                   31
Konsumsi obat secara teratur.
           Menjaga kebersihan lingkungan dan hewan peliharaan seperti kucing.
   1. Terhadap Keluarga
           Awasi pengkonsumsian obat pasien
           Meningkatkan sistem sanitasi yang baik terutama yang terkait dengan feses.
           Pemakaian sepatu pada area dimana banyak terdapat penyakit cacing
           tambang.
           Memperhatikan kebersihan dan menghindari kontak yang terlalu banyak
           dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang.
   2. Terhadap Lingkungan
           Menjaga kebersihan dan sanitasi.
           Pemakaian sepatu pada area yang banyak terdapat penyakit cacing tambang.
           Menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang
           merupakan karier cacing tambang seperti kucing dan anjing.


F. Diagnosis Banding
   1. Skabies
        Gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan skabies. Yang membedakan pada
        skabies terowongan yang terbentuk tidak sepanjang seperti pada penyakit
        cutaneus larva migran.

   2.   Dermatofitosis
        Biasanya penyakit ini memiliki gejala yang sama dengan penyakit
        dermatofitosis. Lesi yang berbentuk polisiklik biasanya tumpang tindih dengan
        penyakit dermatofitosis yang disebabkan oleh mikroorganisme jamur.

   3. Dermatitis insect bite
        Diagmosis banding ini ditegakkan oleh karena gejala awal pada permulaan lesi
        berupa papul yang menyerupai cutaneus larva migran.

   4.   Herpes zooster
        Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul – papul lesi dini dapat
        menyerupai herpes zoster, oleh sebab itu penyakit herpes zoster bisa menjadi
        diferensial diagnosis pada penyakit cutaneus lava migran.




                                                                                   32
DAFTAR PUSTAKA


Aisah S.2007. Creeping Eruption dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima.
        Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI.

Djuanda, A., Hamzah,M. Aisah, S. 2010 Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam.
        Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Handoko R, Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.
        Jakarta: FKUI.

Handoko R. 2008. Skabies. Dalam: Adhi D, Mochtar M, Siti A, editor. Ilmu Penyakit Kulit
        dan Kelamin Edisi 5. Cetakan ke 3. Jakarta. Balai Penerbit FK UI.

Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates.

Inderayanti, L. 2011. Cutaneus larva migrans. Responsi Kasus Ilmu Penyakit Kulit dan
        Kelamin Rumah Sakit Haji Surabaya.[skripsi] Fakultas Kedokteran Universitas
        Muhammadiyah Malang.

Jusych, LA. Douglas     MC.Cutaneous     Larva   Migrans:     Overview,   Treatment   and
        Medication. Diunduh dari www.emedicine.com. Pada tanggal 6 Maret 2012.

Ko CJ, Elston DM. 2004. Pediculosis. J Am Acad Dermatol.

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani, W, Setiowulan, W. 2000. Kapita Selekta
        Kedokteran. Edisi 3, Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Mulyono. 1986. Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, 1st ed, ,Jakarta:
        Meidian Mulya Jaya.
Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. 2008. Scabies and Pediculosis. Fitzpatrick’s
        Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill.

Rahariyani, Loetfia Dwi. 2007. Buku Ajar Asuhan keperawatan Klien gangguan Sistem
        Integumen. Jakarta : EGC.

Siregar R.S, Wijaya C, Anugerah P. 1996. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3.
        Jakarta: EGC.

Siregar R.S. 2005. Skabies. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta. EGC.


                                                                                        33
Sutanto, I, Ismid S.I, Sjarifuddin P, Sungkar, S. 2008. Pedikulosis. Buku Ajar Parasitologi
        Kedokteran Edisi 4. Jakarta: FKUI.

Tabri F. 2005. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati
        DD, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: FKUI.

Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest SA, Paller AS, Leffel GJ. 2008. Fitzpatrick’s
        Dermatology in General medicine. 7th ed. New York: Mc Graw Hill: p.2035




                                                                                        34

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosisSkenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosisSyscha Lumempouw
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisyudhasetya01
 
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus MalariaBuku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus Malariahersu12345
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)fikri asyura
 
CUTANEUS LARVA MIGRAN / CREEPING ERUPTION
CUTANEUS LARVA MIGRAN / CREEPING ERUPTIONCUTANEUS LARVA MIGRAN / CREEPING ERUPTION
CUTANEUS LARVA MIGRAN / CREEPING ERUPTIONBrenda Panjaitan
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikuspeternugraha
 
Urtikaria
UrtikariaUrtikaria
UrtikariaKindal
 
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorLaporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorazmiarraga
 
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI Suharti Wairagya
 
Urtikaria akut
Urtikaria akutUrtikaria akut
Urtikaria akutdeky akbar
 
Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengueDemam berdarah dengue
Demam berdarah dengueJoni Iswanto
 
Impetigo Bullosa
Impetigo BullosaImpetigo Bullosa
Impetigo BullosaPhil Adit R
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKPhil Adit R
 
PRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataPRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataSK Sulistyaningrum
 

La actualidad más candente (20)

Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosisSkenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
 
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus MalariaBuku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
 
CUTANEUS LARVA MIGRAN / CREEPING ERUPTION
CUTANEUS LARVA MIGRAN / CREEPING ERUPTIONCUTANEUS LARVA MIGRAN / CREEPING ERUPTION
CUTANEUS LARVA MIGRAN / CREEPING ERUPTION
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikus
 
Urtikaria
UrtikariaUrtikaria
Urtikaria
 
Cutaneous Larva Migrans
Cutaneous Larva MigransCutaneous Larva Migrans
Cutaneous Larva Migrans
 
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorLaporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolor
 
Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012
 
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
 
Kista Bartholini
Kista BartholiniKista Bartholini
Kista Bartholini
 
Urtikaria akut
Urtikaria akutUrtikaria akut
Urtikaria akut
 
Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengueDemam berdarah dengue
Demam berdarah dengue
 
Prurigo nodularis
Prurigo nodularisPrurigo nodularis
Prurigo nodularis
 
Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroikDermatitis seboroik
Dermatitis seboroik
 
Impetigo Bullosa
Impetigo BullosaImpetigo Bullosa
Impetigo Bullosa
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIK
 
Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
PRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataPRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminata
 

Destacado

Destacado (20)

Makalah xenopsylla cheopis
Makalah xenopsylla cheopisMakalah xenopsylla cheopis
Makalah xenopsylla cheopis
 
Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan PengendaliannyaKutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
 
Kutu kepala (nurul fitri , 10117011)
Kutu kepala (nurul fitri , 10117011)Kutu kepala (nurul fitri , 10117011)
Kutu kepala (nurul fitri , 10117011)
 
Parasitologi arthropoda presentation
Parasitologi arthropoda presentationParasitologi arthropoda presentation
Parasitologi arthropoda presentation
 
Puskesmas
PuskesmasPuskesmas
Puskesmas
 
Makalah kusta
Makalah kustaMakalah kusta
Makalah kusta
 
Rumah sakit KARIADI
Rumah sakit KARIADIRumah sakit KARIADI
Rumah sakit KARIADI
 
Biologi 2
Biologi 2Biologi 2
Biologi 2
 
Scabies
ScabiesScabies
Scabies
 
Evaluasi kesja kessus yankes 2011
Evaluasi kesja kessus yankes 2011Evaluasi kesja kessus yankes 2011
Evaluasi kesja kessus yankes 2011
 
Skabies AKPER PEMKAB MUNA
Skabies AKPER PEMKAB MUNA Skabies AKPER PEMKAB MUNA
Skabies AKPER PEMKAB MUNA
 
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan KesadaranRuang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
 
Ppt jamur kelompok 2 kelas a 2015
Ppt jamur kelompok 2 kelas a 2015Ppt jamur kelompok 2 kelas a 2015
Ppt jamur kelompok 2 kelas a 2015
 
Skabies/Kurap Kambing, Pengobatan
Skabies/Kurap Kambing, PengobatanSkabies/Kurap Kambing, Pengobatan
Skabies/Kurap Kambing, Pengobatan
 
Immunologically mediated skin diseases
Immunologically mediated skin diseasesImmunologically mediated skin diseases
Immunologically mediated skin diseases
 
Krida bina lingkungan sehat
Krida bina lingkungan sehatKrida bina lingkungan sehat
Krida bina lingkungan sehat
 
Makalah dermatitis atopik part 2
Makalah dermatitis atopik part 2Makalah dermatitis atopik part 2
Makalah dermatitis atopik part 2
 
Pedoman ukk2014 revisi
Pedoman ukk2014  revisi Pedoman ukk2014  revisi
Pedoman ukk2014 revisi
 
Triase
TriaseTriase
Triase
 
Kesehatan mata telinga dan kulit
Kesehatan mata telinga dan kulitKesehatan mata telinga dan kulit
Kesehatan mata telinga dan kulit
 

Similar a Makalah

Enterobius vermicularis
Enterobius vermicularisEnterobius vermicularis
Enterobius vermicularisMulkan Fadhli
 
Parasitologi Loa-Loa, Ochocerca volvulus dan Dracunculus medinensis
Parasitologi Loa-Loa, Ochocerca volvulus dan Dracunculus medinensisParasitologi Loa-Loa, Ochocerca volvulus dan Dracunculus medinensis
Parasitologi Loa-Loa, Ochocerca volvulus dan Dracunculus medinensisNiakhairani
 
Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoidesAscaris lumbricoides
Ascaris lumbricoidesMulkan Fadhli
 
Presus skabies.pptx
Presus skabies.pptxPresus skabies.pptx
Presus skabies.pptxDokterKaris
 
(Ascaris lumbricoides).pptx
(Ascaris lumbricoides).pptx(Ascaris lumbricoides).pptx
(Ascaris lumbricoides).pptxFickry2
 
Insecta class.pptx
Insecta class.pptxInsecta class.pptx
Insecta class.pptxRakhmatul1
 
Kingdom Animalia - Nemathelmintes dan Annelida, Lengkap. Kelas X SMA
Kingdom Animalia - Nemathelmintes dan Annelida, Lengkap. Kelas X SMAKingdom Animalia - Nemathelmintes dan Annelida, Lengkap. Kelas X SMA
Kingdom Animalia - Nemathelmintes dan Annelida, Lengkap. Kelas X SMATeuku Ichsan
 
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralis
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralisPPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralis
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralisRiskymessyana99
 
Morfologi kutu busuk, kutu rambut, kutu kemaluan
Morfologi kutu busuk, kutu rambut, kutu kemaluanMorfologi kutu busuk, kutu rambut, kutu kemaluan
Morfologi kutu busuk, kutu rambut, kutu kemaluanMoh Nurul Ramadhan
 
nematoda
nematodanematoda
nematoda-
 
Jaringan 1 converted
Jaringan 1 convertedJaringan 1 converted
Jaringan 1 convertedhenirahayu8
 

Similar a Makalah (20)

Referat kulit
Referat kulitReferat kulit
Referat kulit
 
Scabies 1.pdf
Scabies 1.pdfScabies 1.pdf
Scabies 1.pdf
 
Onchocerca volvulus
Onchocerca volvulusOnchocerca volvulus
Onchocerca volvulus
 
Enterobius vermicularis
Enterobius vermicularisEnterobius vermicularis
Enterobius vermicularis
 
Parasitologi Loa-Loa, Ochocerca volvulus dan Dracunculus medinensis
Parasitologi Loa-Loa, Ochocerca volvulus dan Dracunculus medinensisParasitologi Loa-Loa, Ochocerca volvulus dan Dracunculus medinensis
Parasitologi Loa-Loa, Ochocerca volvulus dan Dracunculus medinensis
 
Cacing nematoda
Cacing nematodaCacing nematoda
Cacing nematoda
 
Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoidesAscaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides
 
Presus skabies.pptx
Presus skabies.pptxPresus skabies.pptx
Presus skabies.pptx
 
Usus converted
Usus convertedUsus converted
Usus converted
 
(Ascaris lumbricoides).pptx
(Ascaris lumbricoides).pptx(Ascaris lumbricoides).pptx
(Ascaris lumbricoides).pptx
 
Insecta class.pptx
Insecta class.pptxInsecta class.pptx
Insecta class.pptx
 
Kingdom Animalia - Nemathelmintes dan Annelida, Lengkap. Kelas X SMA
Kingdom Animalia - Nemathelmintes dan Annelida, Lengkap. Kelas X SMAKingdom Animalia - Nemathelmintes dan Annelida, Lengkap. Kelas X SMA
Kingdom Animalia - Nemathelmintes dan Annelida, Lengkap. Kelas X SMA
 
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralis
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralisPPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralis
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralis
 
Cacing Gelang
Cacing GelangCacing Gelang
Cacing Gelang
 
Morfologi kutu busuk, kutu rambut, kutu kemaluan
Morfologi kutu busuk, kutu rambut, kutu kemaluanMorfologi kutu busuk, kutu rambut, kutu kemaluan
Morfologi kutu busuk, kutu rambut, kutu kemaluan
 
nematoda usus
nematoda ususnematoda usus
nematoda usus
 
Bahan ajar2 nemathelminthes
Bahan ajar2 nemathelminthesBahan ajar2 nemathelminthes
Bahan ajar2 nemathelminthes
 
nematoda
nematodanematoda
nematoda
 
Miasis Makhluk Hidup
Miasis Makhluk HidupMiasis Makhluk Hidup
Miasis Makhluk Hidup
 
Jaringan 1 converted
Jaringan 1 convertedJaringan 1 converted
Jaringan 1 converted
 

Más de Amelia Manatar

Más de Amelia Manatar (8)

Stimulasi case 1
Stimulasi case 1Stimulasi case 1
Stimulasi case 1
 
My task_tropical disease
My task_tropical diseaseMy task_tropical disease
My task_tropical disease
 
DD, DHF, and DSS
DD, DHF, and DSSDD, DHF, and DSS
DD, DHF, and DSS
 
My task 2
My task 2My task 2
My task 2
 
My task
My taskMy task
My task
 
Trikomoniasis
TrikomoniasisTrikomoniasis
Trikomoniasis
 
12 infertilitasdasar-100619085120-phpapp01
12 infertilitasdasar-100619085120-phpapp0112 infertilitasdasar-100619085120-phpapp01
12 infertilitasdasar-100619085120-phpapp01
 
12 Infertilitasdasar 100619085120 Phpapp01
12 Infertilitasdasar 100619085120 Phpapp0112 Infertilitasdasar 100619085120 Phpapp01
12 Infertilitasdasar 100619085120 Phpapp01
 

Makalah

  • 1. SKABIES A. Morfologi dan Siklus Hidup Skabies Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Morfologi Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Sarcoptes scabiei var hominis Siklus Hidup Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali 1
  • 2. terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.(Handoko, R, 2001). Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. ( Mulyono, 1986). Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang. (Orkin, 2008). Siklus Hidup Skabies Sumber : http://seekerofthetruth12.wordpress.com/2010/12/30/pedikulosis-dan-skabies/ 2
  • 3. B. Gejala Klinis Skabies Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha. Gejala lain adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan di bawah kulit yang merupakan terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul gelembung berair (vesikel) pada kulit. Ada 4 tanda cardinal (Handoko, R, 2005) : a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut. C. DASAR PENEGAKKAN DIAGNOSIS PENYAKIT SKABIES 1. Anamnesis Menurut Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain: 1. Biodata 3
  • 4. Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit scabies bisa menyerang semua kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa terkena penyakit ini, tempat, paling sering di lingkungan yang kebersihannya kurang dan padat penduduknya seperti asrama dan penjara. 2. Keluhan Utama Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada kulit. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya penderita mengeluh gatal terutama malam hari dan timbul lesi berbentuk pustule pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, areola mammae, bokong, atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan gatal, biasanya penderita menggaruk lesi tersebut sehingga ditemukan adanya lesi tambahan akibat garukan. 4. Riwayat penyakit dahulu Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan scabies kecuali kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita. 5. Riwayat penyakit keluarga Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga atau juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang sama. 6. Psikososial Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi yang berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang terkena lesi pada saat interaksi sosial. 7. Pola kehidupan sehari-hari Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau kurang (kebiasaan mandi, cuci tangan dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat anamnesis, perlu ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri penderita maupun keluarga. Dengan adanya rasa gatal dimalam hari, tidur penderita sering kali terganggu. Lesi dan bau yang ridak sedap, yang tercium dari sela- sela jari atau telapak tangan akan menimbulkan gangguan aktivitas dan interaksi sosial. 2. Pemeriksaan Fisik Menurut Harahap (2000), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa: 1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus, berbentuk benang. 4
  • 5. 2. Papula, urtikaria, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi sekunder yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan eksantem. 3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impegtinasi dan furunkulosis. Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perutbagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tngan dan kaki bahkan diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah (Siregar, 2005). Sifat-sifat lesi berupa papula dan vesikel milier sampai lentikuler disertai ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustule lentiuler. Lesi yang khas adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung kanalikuli adalah tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei (Siregar, 2005). Gambar lesi skabies Sumber: http://intanrisna.blogspot.com/2010/04/scabies.html 3. Pemeriksaan Penunjang Menurut Tabri (2005), diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: 1. Kerokan kulit. Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang masih utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil positif apabila tampak 5
  • 6. tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif 2. Mengambil tungau dengan jarum. Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar. 3. Epidermal shave biopsi. Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop. 4. Tes tinta Burrow. Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif. 5. Kuretasi terowongan. Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul, lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral. Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif. D. Pengobatan Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain: 1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M. - Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut. - Keuntungannya: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu- satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara 6
  • 7. umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. - Kerugian/Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. 2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%) Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan bahan sintesis balsam peru. - Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies. - Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. - Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. 3. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane - Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. - Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%. 7
  • 8. - Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia. 4. Krotamiton 10% Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. - Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. - Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil 5. Permetrin dengan kadar 5% - Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini. - Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 8
  • 9. bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam. - Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi. E. Upaya Pencegahan Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (Orkin, 2005) F. Diagnosis Banding Diagnosis banding skabies adalah (Siregar, R.S,1996): a. Prurigo Diagnosis banding berupa prurigo hampir menimbulkan gejala yang sama dengan skabies. Namun biasanya pada prurigo ditemukan papel-papel yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor ekstremitas. Hal ini berbeda dengan predileksi dari skabies yang cenderung mengenai bagian tubuh yang memiliki stratum korneum kulit yang tipis, seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, dll. Gambar lesi prurigo Sumber: http://www.dermis.net/dermisroot/en/33728/image.htm 9
  • 10. b. Gigitan serangga Diagnosis banding gigitan serangga biasanya gejalanya jelas timbul sesudah ada gigitan. Efloresensinya urtikaria papuler yang hampir sama dengan skabies. c. Folikulitis Perbedaannya dengan skabies adalah bahwa pada folikulitis biasanya disertai nyeri berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang eritema. Gambar lesi folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot. Sumber: http://referatnaya.blogspot.com/2011_08_01_archive.html 10
  • 11. PEDIKULOSIS KAPITIS A. Morfologi dan Siklus Hidup Pediculosis Humanus Var Capitis Bentuk pediculus humanus lonjong, pipih dorso-ventralkepala berbentuk segitiga, segmen toraks bersatu dan abdomen bersegmen. Ujung setiap kaki dilengkapi dengan kuku. Tuma kepala berjalan dari satu helai rambut ke rambut lain dengan menjepit rambut dengan kuku-kukunya. Tuma dapat pindah ke hospes lain. Telur (nits) berwarna putih, dilekatkan pada rambut dengan perekat kitin (chitin-like cement).Pediculus dewasa lebih menyukai rambut di bagian belakang kepala daripada rambut bagian depan kepala. Tuma kepala mengisap darah sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur sampai menjadi dewasa rata-rata 18 hari, sedangkan tuma dewasa dapat hidup 27 hari (Sutanto, 2008) Pediculosis humanus var capitis Pediculosis humanus var capitis mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Terdapat 2 jenis kelamin ialah jantan dan betina, yang betina dengan ukuran panjang 1,0-1,5 mm dan lebar kurang ½ panjangnya, jantan lebih kecil dan jumlahnya hanya sedikit. Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang (Fitzpatrick, 2008). 11
  • 12. Siklus hidup Sumber : http://seekerofthetruth12.wordpress.com/2010/12/30/pedikulosis-dan-skabies/ B. Gejala Klinis Pedikulosis Kapitis Gejala yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosis, ekskoriasi, dan infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal, disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroaurikuler). Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau busuk (Mansjoer, 2000). C. Dasar Penegakkan Diagnosis 1. Anamnesis - Biodata : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan - Anamnesa yang berkaitan dengan pedikulosis o Keluhan atau gejala yang dirasakan? o Sejak kapan gejala dirasakan? o Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien? o Apakah pasien pernah mengalami gatal-gatal di sekitar kulit kepala? 12
  • 13. o Apakah pasien pernah pinjam-meminjam alat mandi, handuk, baju, sisir, bantal, kasur, topi kepada orang lain atau anggota keluarga? o Identifikasi aktifitas pasien selama di rumah. o Riwayat penggunaan obat (bagaimana pengobatan sebelumnya)? 2. Pemeriksaan fisik Kulit kepala: ditemukan telur-telur di rambut pada oksiput dan di atas telinga (biasanya terdapat kurang dari 10 ekor kutu dewasa). Ditemukan impetigo sekunder dan furunkulosis (Fitzpatrick, 2008) 3. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis pasti adalah dengan menemukan kutu atau telur, terutama dicari di daerah oksiput dan temporal, telur berwarna abu-abu dan berkilat (Mansjoer, 2000) D. Pengobatan 1. Permethrin 1% Permethrin 1% cream rinse diberikan ke kulit kepala dan rambut. Awalnya rambut dicuci dengan shampo dan kemudian dikeringkan dengan handuk. Lalu diberikan permethin 1% selama 10 menit kemudian dibilas. Hal ini diperkirakan dapat membasmi sekitar 20-30% dari telur. Tetapi, disarankan pemakainnya diulang apabila masih terlihat 7-10 hari setelahna. Permethrin mempunyai keuntungan efek toksin yang rendah dan pengobatannya cepat. 2. Pyrethrin Pyrethrin diperoleh dari suatu sari alami bunga chrysanthemum. Pytherin yang dikombinasi dengan piperonyl butoxide adalah neurotoksik untuk kutu tetapi kurang toksik terhadap manusia. Produk ini seperti sampo dimana diberikan pada rambut yang kering dan didiamkan selama 10 menit sebelum dibilas. Penggunaan dapat diulang 7-10 hari kemudian untuk membasmi kutu kepala yang baru. 3. Malathion Malathion adalah penghambat kolinesterase dan telah digunakan selama 20 tahun untuk pengobatan kutu kepala. Malathion 0,5% atau 1% digunakan dalam bentuk lotion atau spray. Caranya: malam sebelum tidur, rambut dicuci dengan sabun kemudian dipakai lotion malathion, lalu kepala ditutup dengan kain. Keesokan harinya, rambut dicuci 13
  • 14. lagi dengan sabun lalu disisir dengan sisir yang halus dan rapat. Pengobatan ini dapat diulang lagi seminggu kemudian, jika masih terdapat kutu atau telur. 4. Lindane 1% Lindane adalah organochloride yang mempunyai efek toksik terhadap CNS apabila penggunaanya tidak benar. Penggunaannya seperti sampo dan dapat didiamkan kurang lebih selama 10 menit dengan pemakaian yang berulang dalam 7-10 hari. Dalam beberapa tahun kasus resisten pernah dilaporkan diseluruh dunia. Oleh karena adanya efek toksik terhadap CNS yang dapat menyebabkan serangan dan kematian, sehingga penggunaan lindane terhadap pasien harus dibatasi. 5. Krotamiton 10% Krotamitron 10% dalam bentuk lotion digunakan untuk terapi. Pemakaiaanya adalah dengan pengolesan di kulit kepala dan didiamkan selama 24 jam sebelum dibilas. Aman untuk anak-anak, dewasa, dan wanita hamil. E. Upaya Pencegahan Penyakit ini pada dasarnya dapat dicegah melalui pola hidup yang bersih. Misalnya dengan pemberantasan kutu yang berada dilingkungan sekitar. Benda-benda yang terpapar dengan penderita (misalnya, kasur, bantal, linen, handuk, mainan, topi) seharusnya dicuci bila memungkinkan kemudian dikeringkan. Air yang digunakan adalah air panas dengan suhu lebih dari 50-55°C selama paling kurang 5 menit. Membersihkan lingkungan tempat tinggal akan membantu mengurangi kesempatan untuk terpapar kembali dengan kutu kepala. Periksalah setiap orang yang berada didalam lingkungan rumah tangga pada saat bersamaan, sebelum membersihkan lingkungan tersebut. Bersihkan semua lantai dengan alat penghisap debu, permadani, bantal, karpet, dan semua pelapis meubel yang ada. Semua sisir dan sikat rambut yang digunakan oleh penderita kutu kepala harus di rendam dalam air dengan suhu diatas 130°F( 540C) , alkohol atau pedikulosid selama 1 jam. Penjelasan kepada anak-anak terutama tentang cara mencegah penularan melalui penggunaan topi, sisir, dan bandana bersama juga dapat dipertimbangkan. Menyediakan tempat penyimpanan barang-barang milik anak secara terpisah di dalam ruang kelas juga dapat mencegah penyebaran kutu ini. 14
  • 15. F. Diagnosis banding Diagnosis banding pedikulosis korporis (Mansjoer, 2000) : 1. Tinea kapitis Adalah dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala dimana terdapat kelainan berupa lesi bersisik, kemerahan, kerion dan gatal. Pada pemeriksaan dengan KOH, akan didapatkan spora dan hifa yang merupakan elemen jamur yang merupakan penyebab tinea kapitis. Gambar kerion Sumber : http://alfinzone.wordpress.com/2010/11/17/60/ Persamaan antara pedikulosis kapitis dan tinea kapitis antara lain: Pada kedua kasus terdapat pruritus sebagai salah satu gejala Pada kedua kasus dapat timbul papula, namun papula yang timbul di pedikulosis capitis diakibatkan karena gigitan sedangkan pada tinea kapitis karena peradangan yang timbul akibat infeksi jamur Pada kedua kasus dapat timbul pus dan krusta, pada pedikulosis kapitis pus dan krusta timbul karena infeksi sekunder Lesi pada kedua kasus dapat menjalar hingga alis mata dan dekat mata Kedua kasus sering terjadi pada pasien anak-anak Dapat terjadi limfadenopati regional pada kedua kasus Perbedaan pedikulosis kapitis dan tinea kapitis: 15
  • 16. No Pedikulosis Kapitis Tinea Kapitis 1 Gejala pruritus merupakan gejala awal Gejala awal dapat berupa papula eritema dan lebih berat pada malam hari, gejala tous dan pruritus yang didapati memiliki pruritus dapat mengganggu aktivitas derajat yang minimal termasuk tidur di malam hari 2 Erosi dan ekskoriasi sering terjadi Erosi dan ekskoriasi sangat jarang karena garukan akibat pruritus yang terjadi berat 3 Alopecia merupakan gejala yang jarang Alopecia sering terjadi terjadi pada pedikulosis kapitis 4 Tidak terdapat perubahan warna rambut Grey patch ringworm merupakan tanda yang khas dengan terjadinya perubahan warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. 5 Tidak terdapat kerion Kerion  reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis yang berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat di sekitarnya, terutama jika penyebabnya adalah Microsporum canis dan Microsporum gypseum 6 Tidak terdapat black dot Black dot ringworm merupakan salah satu tanda yang khas terutama jika disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh dengan spora. Ujung rambut yang hitam itu member gambaran yang khas, yaitu black dot 7 Pada pemeriksaan wood lamp, Pada pemeriksaan wood lamp dapat fluoresensi yang didapat berwarna berwarna kehijauan sampai kuning kuning kehijauan kehijauan pada by M canis, M audouinii, M rivalieri, dan M ferrugineum atau hijau sampai biru keputihan pada Trichophyton schoenleinii 8 Dapat ditemukan Pediculus humanus Tidak ditemukan Pediculus humanus var. capitis pada rambut penderita var. capitis kecuali pada infeksi sekunder dari kedua belah pihak 16
  • 17. 2. Pioderma (Impetigo Krustosa) Impetigo krustosa disebabkan oleh Staphylococcus beta hemolyticus ditandai dengan eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Gambar lesi impetigo krustosa Persamaan antara pedikulosis kapitis dan impetigo krustosa, antara lain: Pada kedua penyakit dapat ditemukan pus dan krusta Pruritus merupakan salah satu gejala penyakit yang dapat terjadi Limfadenopati regional dapat terjadi Pada kedua kasus dapat didapati gigitan serangga terutama jika pioderma ini merupakan infeksi sekunder pedikulosis kapitis Sering terjadi pada anak-anak Perbedaan antara pedikulosis kapitis dan impetigo krustosa: No Pedikulosis Kapitis Impetigo krustosa 1 Gejala pruritus merupakan gejala awal Gejala awal dapat berupa vesikel dan dan lebih berat pada malam hari, gejala eritema yang mudah pecah sehingga pruritus dapat mengganggu aktivitas kemudian meninggalkan eksudat pus termasuk tidur di malam hari diwajah, pruritus minimal. 2 Erosi dan ekskoriasi sering terjadi Erosi dan ekskoriasi sangat jarang karena garukan akibat pruritus yang terjadi, namun dapat terjadi karena berat pruritus 3 Gejala dan gambaran klinik terjadi di Predileksi terjadinya lesi adalah di kepala dan rambut pasien mwajah, yakni di sekitar hidung dan mulut karena dianggap merupakan sumber infeksi tersebut. 4 Tidak ada komplikasi ke organ dalam Dapat melibatkan ginjal sehingga menimbulkan glomerulonefritis 17
  • 18. 3. Dermatitis Seboroik Dermatitis seboroik memberikan gambaran klinis berupa daerah eritema dan skuama pada daerah kepala dan terasa gatal oleh penderita. Dapat dibedakan dengan pedikulosis kapitis dengan tidak ditemukannya telur ataukutu pada daerah kepala yang gatal. Gambar dermatitis seboroik Sumber: http://www.docstoc.com/docs/55947197/Dermatitis-Seboroik Perbedaan antara pedikulosis kapitis dan dermatitis seboroik: No Pedikulosis Kapitis Dermatitis seboroik 1 Gejala pruritus merupakan gejala awal Gejala awal dapat berupa eritema dan dan lebih berat pada malam hari, gejala skuama berminyak dan pruritus terjadi pruritus dapat mengganggu aktivitas pada dermatitis seboroik yang termasuk tidur di malam hari bermanifestasi secara aktif 2 Erosi dan ekskoriasi sering terjadi Erosi dan ekskoriasi sangat jarang karena garukan akibat pruritus yang terjadi, namun dapat terjadi karena berat pruritus 3 Tidak terdapat skuama Dapat terjadi skuama berminyak dengan batas yang tidak terlalu jelas dan agak kekuningan. Skuama yang halus mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama yang halus dan kasar. Kelainan ini disebut pitiariasis sika 4 Kecenderungan rambut untuk rontak Rambut punya kecendenrungan untuk kurang rontok, mulai di bagian vertex dan frontal 5 Tidak terjadi blefaritis Dapat terjadi blefaritis 6 Hanya terjadi di kulit kepala dan rambut Dapat mengenai liang telinga luar, sebagai tempat tinggal organism lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mammae, lipatan di bawah mammae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital 7 Papula yang timbul di kulit kepala Papula sering timbul di daerah pipi, karena gigitan kutu hidung dan dahi 18
  • 19. Persamaan antara pedikulosis kapitis dan dermatitis seboroik: Daerah predileksi yaitu di daerah kulit kepala Dapat terbentuk eksudat dan krusta yang tebal Pruritus merupakan salah satu gejala yang dapat terjadi pada kedua kasus Sering terjadi pada anak-anak, pada dermatitis seboroik dihubungkan dengan aktifnya kelenjar sebasea. 19
  • 20. PEDIKULOSIS KORPORIS A. Morfologi dan Daur Hidup Pediculosis humanus var corporis Pediculosis humanus var corporis mempunyai 2 jenis kelamin, yakni jantan dan betina berukuran panjang 1,2-4,2 mm dan lebar kira-kira ½ panjangnya, sedangkan yang jantan lebih kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang ditemukan pada kepala (Fitzpatrick, 2008). Pada kutu tubuh P.humanus var corporis lebih besar dari kutu kepala 30%, tapi pada dasarnya memiliki morfologi yang sama. Rentang kehidupan rata-rata 18 hari dan selama waktu ini kutu betina dapat menghasilkan 270-300 telur. Kutu ini biasanya ditularkan melalui pakaian yang terkontaminasi atau tempat tidur. Kutu bisa bertahan hidup di lapisan pakaian tanpa makan sampai 3 hari. Setelah terkena, tidak mencuci pakaian dan mengganti baju memungkinkan kutu dapat bertahan (Fitzpatrick, 2008). Pediculus humanus var corporis Siklus hidup Pediculus humanus var corporis 20
  • 21. B. Gejala Klinis Pedikulosis Korporis Gejala klinisnya (Fitzpatrick, 2008): - Makula, terutama pada daerah tubuh tempat pakaian terikat seperti pinggang, bokong, dan paha. - Bekas garukan berukuran 1,5 cm pada badan karena gatal baru berurang dengan garukan yang lebih intensif. - Kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional/ - Pigmentasi pascainflamasi yang terjadi pada kasus kronis C. Dasar Penegakkan Diagnosis 1. Anamnesis - Biodata : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan - Anamnesa yang berkaitan dengan pedikulosis o Keluhan atau gejala yang dirasakan? o Sejak kapan gejala dirasakan? o Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien? o Apakah pasien pernah mengalami gatal-gatal di sekitar badan? o Apakah pasien pernah pinjam-meminjam alat mandi, handuk, baju, sisir, bantal, kasur, topi kepada orang lain atau anggota keluarga? o Identifikasi aktifitas pasien selama di rumah. o Riwayat penggunaan obat (bagaimana pengobatan sebelumnya)? 2. Pemeriksaan Fisik Terlihat jalur bekas garukan sejajar, perubahan-perubahan urtikaria, dan papula erithematosa, lesi tampak jelas. Ditemukan kutu-kutu yang biasanya terdapat pada lipatan-lipatan pakaian dan jarang sekali di kulit. 3. Pemeriksaan Penunjang 21
  • 22. Diagnosis pasti adalah menemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian. Bisa juga dilakukan pemeriksaan lampu wood pada lesi yang akan berfloresensi berwarna kuning-kehijauan. D. Pengobatan 1. Gameksan (Lindane) Cara Kerja: Gameksan atau lindane adalah organoklorid yang dapat membunuh kutu dengan menyebabkan aralisis system respiratorius. Obat ini menekan aksi parasit dengan menyerap langsung pada parasit dan telurnya. GABA-gated chloride channel menurunkan inhibisi neuronal yang mengakibatkan terjadinya hipereksitasi system saraf pusat sehingga menyebabkan kematian. Cara Pemakaian: Gameksan 1% dioleskan tipis diseluruh tubuh kemudian didiamkan 24 jam, setelah itu penderita disuruh mandi. Efek samping: dapat menimbulkan risiko tokisisitas pada system saraf pusat (Ko CJ, 2004). 2. Permethrin 5% Cara Kerja : mengganggu transport sodium pada arthropoda, kemudian menimbulkan depolarisasi neuromembran dan berakhir dengan paralisis system respiratoriusnya. Cara Pemakaian: krim permethrin 5% dioleskan diseluruh tubuh sampai jempol, kemudian didiamkan 8-10 jam lalu dibersihkan dengan cara mandi (Fitzpatrick, 2008) 3. Benzil benzoate Cara kerja: merusak system saraf kutu dan akhirnya menyebabkan kematian hanya dalam waktu 5 menit. Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. 22
  • 23. 4. Malathion Malathion adalah senyawa organofosfat yang bekerja sebagai inhibitor kolinesterase lemah dan menyebabkan paralisis system respiratorius arthropoda. Obat ini memiliki rentang keamanan penggunaan yang baik. Malathion membutuhkan waktu 8 sampai 12 jam untuk waktu terapi dan tidak memunculkan bau yang tidak sedap. Lebih jauh lagi, vehikulum malathion adalah 78% isopropanol sehingga mudah terbakar (Ko CJ, 2004) Vehikulum pada malathion sangat mempengaruhi efikasinya. Dipentene terpineol dan 78% isopropanol adalah bahan vehikulum untuk esikasi malathion tertinggi. Kelebihan dari malathion adalah sangat ampuh membunuh kutu golongan pediculus humanis dan tidak menyebabkan urticaria serta insidensi rendah menimbulkan dermatitis kontk alergi dan iritan. E. Upaya Pencegahan Edukasi pencegahan difokuskan kepada factor pencetus terjadinya penyakit pedikulosis korporis. Edukasi pencegahan bisa dilakukan dengan cara pasien disarankan untuk mandi, mengganti dan mencuci baju setiap hari. Menghindari kebiasaan bertukar baju dengan orang lain dan tidur bersama-sama apalagi dengan jumlah yang padat. Media tempat terdapatnya pediculosis humanis corporis seperti baju, selimut maupun sprei bisa dicuci dengan air panas untuk menjaga kebersihan pakaian dari mikroorganisme penyebab (Fitzpatrick, 2008). F. Diagnosis Banding 1.Skabies Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Persamaannya dengan pedikulosis korporis adalah: dari manifestasi klinis pruritus nokturna, biasanya penyakit ini juga menyerang manusia secara berkelompok dengan latar belakanga hygiene yang buruk yang sama dengan penyakit pedikulosis korporis. Efloresensi manifestasi kliniknya juga ditemukan makula, ekskoriasi dan lesi bekas garukan di kulit penderita. Perbedaannya terletak pada : kalau skabies dalam pemeriksaan selanjutnya akan ditemukan tungau sebagai penyebabnya dengan ekskoriasi yang lebih luas daripada 23
  • 24. pedikulosis korporis. Pada skabies ditemukan lesi yang berbentuk terowongan/kunikulus. Perbedaan selanjutnya terletak pada daerah predileksi lesi. Dimana skabies pada umumnya menyerang daerah tubuh/kulit dengan stratum korneum yang tipis (sela-sela jari tangan, ketiak, dll) sedangkan pedikulosis korporis pada daerah lipatan-lipatan baju tempat terdapatnya kutu. Gambar lesi akibat skabies Sumber: http://pedscases.com/user/questions/215 2. Neurotic Excoriation Merupakan diagnosis diferensial dari pedikulosis korporis. Daerah predileksi biasanya dipermukaan ekstensor ekstremitas, wajah bagian atas belakang. Gejala dan manifestai yang ditemukan hampir sama dengan pedikulosis korporis. Perbedaannya pada penyakit ini, pasien memiliki gangguan psikis dan neurogenik yang melatar- belakangi timbulnya lesi garukan dikulit.Pasien merasa gatal, lesi berkerak, erosi linier, eritema. Erosi dan Bekas luka tdk berbatas jelas, ukurannya sama, dan jumlah variabel. Erosi, kerak, dan bekas luka hanya terletak di mana pasien dapat memilih (pasien sadar menggaruk diri sendiri). Gambar lesi ekskoriasi Sumber: http://andinidwikartikasari.blogspot.com/2010/11/kulit-manusia.html 24
  • 25. PEDIKULOSIS PUBIS A. Morfologi dan Siklus Hidup Phthirus pubis P.pubis bentuknya pipih dorsoventral, bulat menyerupai ketam dengan kuku pada ketiga pasang kakinya. Stadium dewasa berukuran 1,5-2 mm dan berwarna abu-abu. Karena bentuknya menyerupai ketam , P.pubis juga disebut crab louse. P.pubis hidup pada rambut kemaluan, dapat juga ditemukan pada rambut ketiak, jenggot, kumis, alis dan bulu mata. Tuma memasukkan bagian mulutnya kedalam kulit untuk jangka waktu beberapa hari sambil mengisap darah. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan telur menjadi tuma dewasa lebih kurang 3-4 minggu. Phthirus pubis B. Gejala klinis Phthiriasis Pubis Menurut Djuanda (2010), gejala klinis yang terutama dari pedikulosis pubis adalah gatal di daerah pubis dan di sekitarnya. Gatal ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen dan dada, disitu dijumai bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut sebagai makula serulae. Kutu ini dapat dilihat dengan mata biasa dan susah untuk dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut. Gejala patognomonik lainnya adalah black dot, yaitu adanya bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta berasal dari darah yang sering di interpretasikan salah sebagai hematuria. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional (Mensjoer, 2000) 25
  • 26. C. Dasar Penegakkan Diagnosis 1. Anamnesis - Biodata : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan - Anamnesa yang berkaitan dengan pedikulosis o Keluhan atau gejala yang dirasakan? o Sejak kapan gejala dirasakan? o Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien? o Apakah pasien pernah mengalami gatal-gatal di sekitar pubis? o Apakah pasien pernah pinjam-meminjam alat mandi, handuk, baju, sisir, bantal, kasur, topi kepada orang lain atau anggota keluarga? o Identifikasi aktifitas pasien selama di rumah. o Riwayat hubungan seksual o Riwayat penggunaan obat (bagaimana pengobatan sebelumnya)? 2. Pemeriksaan Fisik Rambut pubis atau paha dihuni oleh beberapa buah telur (nits) saja atau sampai tak terhitung jumlahnya. Ditemukan noktah-noktah hitam kecil / black dot yang merupakan titik-titik darah terhisap dalam kutu dewasa ataupun bagian kotorannya. 3. Pemeriksaan Penunjang Dilakukan pemeriksaan dengan perhatian khusus terhadap kemaluan kalau perlu dengan menggunakan kaca pembesar, biasanya ditemukan telur atau kutu bentuk dewasa (Mansjoer, 2000). D. Pengobatan Pengobatannya sama dengan pengobatan pedikulosis korporis, yakni dengan krim gameksan 1% atau emulsi benzyl benzoate 25% yang dioleskan dan didiamkan 4 hari kemudian, jika belum sembuh. Sebaiknya rambut kelamin dicukur. Pakaian dalam direbus atau diseterika. Mitra seksual harus pula diperiksa dan jika perlu diobati. - Gameksan 1% 26
  • 27. Cara Kerja: Gameksan atau lindane adalah organoklorid yang dapat membunuh kutu dengan menyebabkan aralisis system respiratorius. Obat ini menekan aksi parasit dengan menyerap langsung pada parasit dan telurnya. GABA-gated chloride channel menurunkan inhibisi neuronal yang mengakibatkan terjadinya hipereksitasi system saraf pusat sehingga menyebabkan kematian. Cara Pemakaian: Gameksan 1% dioleskan tipis diseluruh tubuh kemudian didiamkan 24 jam, setelah itu penderita disuruh mandi. Efek samping: dapat menimbulkan risiko tokisisitas pada system saraf pusat (Ko CJ, 2004). - Benzyl benzoate 25% Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan bahan sintesis balsam peru. Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik. Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan , karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. E. Upaya Pencegahan Edukasi pencegahan difokuskan kepada factor pencetus terjadinya penyakit pedikulosis pubis. Edukasi pencegahan dengan meningkatkan hygiene pasien dan menghindari hubungan seksual dengan orang yang mengidap pedikulosis pubis sebagai salah satu factor risiko dari penyakit hubungan seksual. F. Diagnosis Banding 1. Dermatitis seboroik Dermatitis seboroik memberikan gambaran klinis berupa daerah eritema dan skuama pada daerah pubis dan terasa gatal oleh penderita. 27
  • 28. Gambar dermatitis seboroik pada bayi Sumber: http://www.dermnetnz.org/common/image.php?path=/dermatitis/img/cradle.jpg 2. Dermatomikosis Pada penyakit dermatomikosis, biasanya didapatkan ruam ataupun lesi dengan tepi berskuama, eritematous, dan meninggi serta berbentuk lingkaran (siklik) dan gatal. Penyebabnya adalah jamur. Gambar salah satu bentuk lesi dermatomikosis Sumber: http://kantongkeresek.wordpress.com/author/kantongkeresek/ 28
  • 29. CUTANEUS LARVA MIGRANS A. Siklus Hidup Cutaneus Larva Migrans Sumber : http://www.scribd.com/doc/52741225/RESPONSI-KASUS-lily-clm 29
  • 30. B. Gejala klinis creeping eruption / Cutaneus larva migrans Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh dimana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada (Aisah, 2007). C. Dasar Penegakkan Diagnosis Cutenaeus larva migrans 1. Anamnesis Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain: a. Biodata Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit cuteneus larva migrant biasanya menyerang anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. Orang dewasa biasanya berhubungan dengan faktor resiko pekerjaan sebagai tukang kebun, petani, dan orang-orang dengan hobi atau aktivitas yang berhubungan dengan tanah lembab dan berpasir (Jusych, 2009). b. Keluhan Utama Biasanya penderita datang dengan keluhan rasa gatal yang menjalar yang merupakan karakteristik cutaneus larva migrant/ creeping eruption. c. Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya pasien mengeluh rasa gatal dan panas ketika larva menembus kulit. Lesi berbentuk papul kemerahan disertai gatal yang hebat. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur. Biasanya terdapat krusta akibat lesi dan bila pasien sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder. Tempat predileksi adalah di tempat – tempat yang kontak langsung dengan tanah, baik saat beraktivitas duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada. d. Riwayat penyakit dahulu Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan cutaneus larva migrans kecuali kontak langsung dengan tanah lembab atau berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feces anjing atau kucing 30
  • 31. biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang terkena lesi pada saat interaksi sosial. e. Pola kehidupan sehari-hari Biasanya ditemukan pada orang-orang yang jarang menggunakan alas kaki pada tanah lembab ataupun pasir yang terkontaminasi agen penyebab. 2. Pemeriksaan Fisik Menurut Aisah (2007), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa: Terdapatnya bentuk yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok – kelok, menimbul dan terdapat papul atau vesikel di atasnya. Mula – mula , pada point of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok – kelok (snakelike appearance– bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal, menimbul dengan lebar 2 – 3 mm, panjang 3 – 4 cm dari point of entry, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam atau hari. 3. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eosinofilia perifer dan ditemukannya larva filariform nematode pada pemeriksaan biopsi kulit (Inderayanti, 2011). D. Pengobatan Sejak tahun 1963, telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum luas, misalnya tiabendazol (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 50mg/kgBB/hari, sehari 2 kali, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek sampingnya mual, pusing, dan muntah. Eyster mencobakan pengobatan topical solusio tiabendazol dalam DMSO dan ternyata efektif. Demikian pula pengobatan dengan suspensi obat tersebut secara oklusi selama 24-48 jam telah dicoba oleh Davis dan Israel. Obat lain adalah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal, diberikan 3 hari berturut-turut. Cara terapi ialah dengan menggunakann CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45” sampai 1’, dua hari berturut-turut. Penggunaan N2 liqoid juga dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi. Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan disekitarnya. Pengobatan cara lama dan sudah ditinggalkan adalah dengan preparat antimon. E. Upaya edukasi dan pencegahan : Edukasi : 31
  • 32. Konsumsi obat secara teratur. Menjaga kebersihan lingkungan dan hewan peliharaan seperti kucing. 1. Terhadap Keluarga Awasi pengkonsumsian obat pasien Meningkatkan sistem sanitasi yang baik terutama yang terkait dengan feses. Pemakaian sepatu pada area dimana banyak terdapat penyakit cacing tambang. Memperhatikan kebersihan dan menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang. 2. Terhadap Lingkungan Menjaga kebersihan dan sanitasi. Pemakaian sepatu pada area yang banyak terdapat penyakit cacing tambang. Menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang seperti kucing dan anjing. F. Diagnosis Banding 1. Skabies Gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan skabies. Yang membedakan pada skabies terowongan yang terbentuk tidak sepanjang seperti pada penyakit cutaneus larva migran. 2. Dermatofitosis Biasanya penyakit ini memiliki gejala yang sama dengan penyakit dermatofitosis. Lesi yang berbentuk polisiklik biasanya tumpang tindih dengan penyakit dermatofitosis yang disebabkan oleh mikroorganisme jamur. 3. Dermatitis insect bite Diagmosis banding ini ditegakkan oleh karena gejala awal pada permulaan lesi berupa papul yang menyerupai cutaneus larva migran. 4. Herpes zooster Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul – papul lesi dini dapat menyerupai herpes zoster, oleh sebab itu penyakit herpes zoster bisa menjadi diferensial diagnosis pada penyakit cutaneus lava migran. 32
  • 33. DAFTAR PUSTAKA Aisah S.2007. Creeping Eruption dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI. Djuanda, A., Hamzah,M. Aisah, S. 2010 Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Handoko R, Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta: FKUI. Handoko R. 2008. Skabies. Dalam: Adhi D, Mochtar M, Siti A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Cetakan ke 3. Jakarta. Balai Penerbit FK UI. Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates. Inderayanti, L. 2011. Cutaneus larva migrans. Responsi Kasus Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Haji Surabaya.[skripsi] Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Jusych, LA. Douglas MC.Cutaneous Larva Migrans: Overview, Treatment and Medication. Diunduh dari www.emedicine.com. Pada tanggal 6 Maret 2012. Ko CJ, Elston DM. 2004. Pediculosis. J Am Acad Dermatol. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani, W, Setiowulan, W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius. Mulyono. 1986. Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, 1st ed, ,Jakarta: Meidian Mulya Jaya. Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. 2008. Scabies and Pediculosis. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill. Rahariyani, Loetfia Dwi. 2007. Buku Ajar Asuhan keperawatan Klien gangguan Sistem Integumen. Jakarta : EGC. Siregar R.S, Wijaya C, Anugerah P. 1996. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta: EGC. Siregar R.S. 2005. Skabies. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta. EGC. 33
  • 34. Sutanto, I, Ismid S.I, Sjarifuddin P, Sungkar, S. 2008. Pedikulosis. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4. Jakarta: FKUI. Tabri F. 2005. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: FKUI. Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest SA, Paller AS, Leffel GJ. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General medicine. 7th ed. New York: Mc Graw Hill: p.2035 34