tantangan dan peluang bisnis tanaman buah - buahan
1. TUGAS AKHIR SEMESTER AGROTEKNOLOGI TANAMAN
HORTIKULTURA II
PELUANG DAN TANTANGAN BISNIS TANAMAN BUAH – BUAHAN
DPP/DPJ : Ir. PATRICIUS SIPAYUNG,M.Si
OLEH :
FEBRINA SINAGA
130420017
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
2. I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan buah di suatu wilayah tergantung potensi yang dimiliki
dan kendala yang dihadapi seperti potensi wilayah terutama ketersediaan
sumberdaya pertanian, keragaman sistem usahatani yang ada dan infrastruktur
serta ketersediaan teknologi pendukung. Peranan teknologi sangat menentukan
dalam memanfaatkan potensi tersebut terutama dalam memecahkan masalah
teknis. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan daya hasil dan daya guna dari
setiap sumberdaya untuk menghasilkan output yang diharapkan agar mampu
secara bertahap memperbaiki tingkat kesejahteraan, khususnya masyarakat tani
dan pendapatan daerah serta
Pengembangan sektor pertanian harus berbasis komoditas unggulan
rakyat. Dalam hal ini pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah
beberapa jenis buah-buahan andalan rakyat. Peluang pengembangan komoditas
unggulan secara umum ditentukan oleh seberapa kuat daya saing yang dimiliki
oleh produk tersebut. Bila daya saing cukup tinggi, maka komoditas tersebut
mempunyai peluang pengembangan yang cukup besar untuk dapat masuk dan
bertahan di pasaran.
Demikian pula sebaliknya bila daya saing suatu komoditas ternyata
rendah, muncul kendala dalam pemasaran. Karena itu, pengembangan komoditas
unggulan harus memperhatikan potensi dan kendala yang dihadapi dalam berbagai
aspek.
Prospek bisnis budidaya buah juga sama bagusnya dengan budidaya
sayuran. Hampir semua orang menyukai aneka macam buah-buahan, bahkan
produk ini telah menjadi salah satu bagian pokok dari menu makanan empat sehat
lima sempurna (nasi, sayur, lauk-pauk, buah, dan susu). Jadi, tidaklah heran bila
peluang pasar yang bisa kita bidik masih sangat luas. Mulai dari konsumen skala
rumah tangga, para pedagang buah di pasar tradisional, sampai supermarket besar
yang menawarkan buah-buahan segar kepada para konsumennya.
3. 1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni media informasi bagi
pembaca tentang peluang dan tantangan dalam bisnis produk hortikultura
khususnya buah – buahan dan juga sebagai salah satu syarat dalam memenuhi
tugas akhir semester mata kuliah Agroteknologi Tanaman Pangan II yang diampu
oleh Ir.Patricius Sipayung,M.Si.
4. II
ISI
2.1 Prospek Pengembangan Hortikultura
Salah satu tujuan pengembangan hortikultura adalah peningkatan
pendapatan petani yang dicapai melalui peningkatan produksi dan produktivitas.
Pembangunan subsektor hortikultura di Indonesia pada masa mendatang dipacu ke
arah sistem agribisnis. Peranan komoditas hortikultura cukup besar
sumbangannya terhadap perbaikan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan
petani, perluasan kesempatan kerja, pengembangan agribisnis dan agroindustry,
peningkatan ekspor serta pengurangan impor (Rukmana, 2004).
Indonesia memiliki sumbar daya alam yang sangat besar dan beragam.
Kekayaan akan sumber daya alam tersebut akan menjamin terjadinya arus
perdagangan antarwilayah. Otomatis suatu daerah akan membutuhkan produk
komoditas dari daerah lain, demikian pula sebaliknya. Keadaan ini akan
memberikan jaminan bahwa agribisnis hortikultura di Indonesia akan berkembang
secara berkelanjutan, berdaya saing, berbasis kerakyatan, dan terdesentralisasi,
selama para pelaku bisnis mampu mengenali selera konsumen di daerah lain.
Pengembangan sektor agribisnis hortikultura di Indonesia harus dibagi
menjadi dua aspek, yaitu aspek budi daya tanaman dan aspek produk hortikultura.
Aspek budi daya tanaman sepenuhnya menjadi tanggung jawab petani, praktisi,
dan institusi pemerintah yang relevan. Sementara aspek produk hortikultura
selayaknya ditangani oleh para pengusaha swasta/industri hortikultura dan
pemerintah daerah setempat (Zulkarnain, 2010).
2.2 Peranan dan Kontribusi Hortikultura
Komoditas hortikultura selain menjadi salah satu komoditas andalan
ekspor non migas, tanaman dan produk yang dihasilkannya banyak memberikan
keuntungan bagi manusia dan lingkungan hidup. Buah-buahan dan sayuran yang
dikonsumsi bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia; pohon buah-buahan,
sayuran dan tanaman hias dapat berfungsi sebagai penyejuk, penyerap air hujan,
peneduh dan penyerap CO2 atau pencemar udara lainnya; limbah tanamannya
serta limbah buah atau sayuran dapat dipergunakan sebagai pupuk organik atau
5. kompos yang dapat menyuburkan tanah, sedang keindahannya dapat dinikmati
dan berpengaruh baik bagi kesehatan jiwa (Sunu, 2006).
Meningkatnya apresiasi terhadap berbagai komoditas dan produk
hortikultura menyebabkan fungsi tanaman hortikultura bukan lagi hanya sebagai
bahan pangan, tetapi juga terkait dengan fungis-fungsi yang lain. Menurut
Zulkarnain (2010), secara sederhana fungsi utama tanaman hortikultura dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1. Fungsi penyediaan pangan, yakni terutama sekali dalam kaitannya dengan
penyediaan vitamin, mineral, serat, dan senyawa lain untuk pemenuhan gizi.
2. Fungsi ekonomi, di mana pada umumnya komoditas hortikultura memiliki
nilai ekonomi yang tinggi, menjadi sumber pendapatan bagi petani, pedagang,
kalangan industri dan lain-lain.
3. Fungsi kesehatan, ditunjukkan oleh manfaat komoditas biofarmaka untuk
mencegah dan mengobati berbagai penyakit tidak menular.
4. Fungsi sosial budaya, yang ditunjukkan oleh peran komoditas hortikultura
sebagai salah satu unsur keindahan atau kenyamanan lingkungan, serta
peranannya dalam berbagai upacara, kepariwisataan, dan lain-lain.
Menurut Mirsadiq (2012), peranan hortikultura adalah sebagai berikut.
1. Memperbaiki gizi masyarakat,
2. Memperbesar devisa negara,
3. Memperluas kesempatan kerja,
4. Meningkatkan pendapatan petani, dan
5. Pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian lingkungan.
2.3 Tantangan Dan Peluang Pengembangan Hortikultura di Indonesia
Indonesia adalah negara tropis dengan wilayah cukup luas, dengan variasi
agroklimat yang tinggi, merupakan daerah yang potensial bagi pengembangan
Hortikultura baik untuk tanaman dataran rendah maupun dataran tinggi. Variasi
agroklimat ini juga menguntungkan bagi Indonesia, karena musim buah, sayur
dan bunga dapat berlangsung sepanjang tahun. Peluang pasar dalam negeri bagi
komoditas hortikultura diharapkan akan semakin meningkat dengan semakin
6. meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, serta timbulnya
kesadaran akan gizi di kalangan masyarakat. Peningkatan kebutuhan komoditas
hortikultura ini juga ditunjang oleh perkembangan sektor industri pariwisata dan
peningkatan ekspor. Apabila dilihat terhadap kebutuhan konsumsi buah dan
sayuran, nampak bahwa kebutuhan masing-masing adalah 32,6 kg/kapita/tahun
dan 32 kg/kapita/tahun, ternyata baru tercapai sekitar 21,1 kg/kapita/tahun dan 14
kg/kapita/tahun (Sunaryono, 1987, dalam Notodimedjo, 1997).
Dari kenyataan tersebut tercermin adanya peluang dan tantangan yang
harus kita hadapi. Di era globalisasi ini, kita dihadapkan pada persaingan yang
semakin ketat, oleh karena itu kita harus mampu memanfaatkan keunggulan yang
kita miliki, baik keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang
perlu ditingkatkan secara kualitatif. Globalisasi ini jelas akan menimbulkan
peluang sekaligus ancaman bagi pembangunan pertanian dan perdagangan
nasional di masa mendatang. Sukses tidaknya Indonesia dalam memanfaatkan
peluang dan menghadapi ancaman akan ditentukan oleh kemampuan untuk
mendayagunakan kekuatan yang dimiliki dan mengatasi kelemahan yang ada
secara efisien, produktif dan efektif dalam rangka mewujudkan daya saing yang
semakin meningkat dalam skala global atas barang dan jasa yang dihasilkan.
Menghadapi persaingan yang semakin tajam mutlak diperlukan daya saing
yang tinggi. Oleh karena itu seluruh lapisan masyarakat, pemerintah dan terlebih
dunia usaha diharuskan mempersiapkan diri dengan langkah-langkah yang
konkrit, sehingga mampu membangun suatu sistem ekonomi yang memiliki daya
hidup dan berkembang secara mandiri serta mengakar pada struktur ekonomi dan
struktur masyarakat Indonesia. Kita perlu menyadari bahwa kita dikelilingi oleh
negara-negara yang memiliki daya saing yang kuat, apabila kita tidak
meningkatkan daya saing maka tidak akan mampu bersaing, bukan hanya di pasar
luar negeri, tetapi juga di pasar dalam negeri sendiri, yang telah nampak pada
kasus sekarang ini, seperti : beras, gula, buah-buahan dan lainnya.
Rendahnya daya saing sektor pertanian kita disebabkan oleh : sempitnya
penguasaan lahan, tidak efisiennya usahatani, dan iklim usaha yang kurang
kondusif serta ketergantungan pada alam masih tinggi. Untuk meningkatkan daya
saing sektor pertanian ini tidak ada jalan lain, selain kerja keras masyarakat dan
7. pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pertanian,
membuka areal pertanian baru yang dibagikan kepada petani-petani gurem/buruh
tani, memperluas pengusahaan lahan oleh setiap keluarga tani dan menggunakan
teknologi maju untuk meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian
(Siswono Yudohusodo, 1999).
Dengan adanya arus globalisasi, tidak mungkin dihindari semakin lama
produk hortikultura yang masuk ke Indonesia dari negara-negara lain akan
semakin beragam jenisnya dan volumenya semakin banyak.
Menghadapi realitas ini mau tidak mau produk hortikultura harus bersaing
dengan produk dari negara lain. Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut dengan
tanpa mengesampingkan keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai tentunya
perlu dikaji berbagai permasalahan yang ada sehingga upaya pencapaian tujuan di
atas dapat terlaksana dengan baik.
Permasalahan yang menonjol dalam upaya pengembangan hortikultura
ialah produktivitas yang masih tergolong rendah, hal ini merupakan refleksi dari
rangkaian berbagai faktor yang ada, antara lain : pola usahatani yang kecil, mutu
bibit yang rendah yang ditunjang oleh keragaman jenis/varietas, serta rendahnya
penerapan teknologi budidaya (Dudung Abdul Adjid, 1993).
Selanjutnya Dudung Abdul Adjid (1993) menyatakan bahwa pada Pelita
VI yang merupakan awal PJPT II ditandai dengan terjadinya arus globalisasi yang
mengakibatkan pembangunan nasional semakin terkait dengan perkembangan
dunia internasional antara lain dengan adanya putaran Uruguay (GATT) sehingga
pasar Indonesia khususnya di bidang pertanian makin terbuka akan produk
pertanian dari luar negeri.
Kondisi ini selain mengandung berbagai kendala juga membuka peluang
pasar internasional yang besar bagi produk pertanian yang sifatnya kompetitif.
Kondisi tersebut merupakan tantangan yang cukup berat bagi pengembangan
hortikultura pada khususnya, karena dalam pengusahaannya dituntut untuk
efisien, mampu meningkatkan dan menganekaragamkan hasil, meningkatkan
mutu pengolahan hasil serta menunjang pembangunan wilayah. Oleh karena itu
dalam pengembangan hortikultura tidak lagi hanya memperhatikan aspek
produksi, tetapi lebih menitik beratkan pada pengembangan komoditi pasar.
8. 2.4 Komoditas buah-buahan
Sebagian besar produksi buah nasional bukan dihasilkan dari kegiatan
budidaya yang intensif, kecuali untuk beberapa komoditas seperti jeruk, salak dan
pepaya, sehingga dinamika produksi buah dalam jangka pendek tidak banyak
dipengaruhi oleh dinamika harga buah dan harga faktor produksi.
Sementara itu, faktor iklim memiliki pengaruh nyata terhadap dinamika
produksi buah-buahan.Akibat El Nino 1997/1998 areal panen buah pada 1997
turun sebesar 32.3 persen, tetapi pengaruhnya terhadap produktivitas tidak selalu
negatif akibat tidak terganggunya proses pembungaan oleh curah hujan yang
seringkali menyebabkan gugur bunga.
Konsekuensinya adalah total produksi buah-buahan antara 1996 dan 1997
hanya turun sebesar 1.4 persen sedangkan pro duksi mangga yang biasanya
mengalami proses pembungaan pada periode musim hujan justru meningkat 38.9
persen akibat peningkatan produktivitas sebesar 40.3 persen.
Pemasaran buah – buahan dapat dilihat pada gambar 1. Dimana terdiri dari
beberapa tipe pemasaran, dari tipe I yang sederhana langsung kepada produsen,
tipe II yang tekait antara pedagang – pedagang lainnya, tipe III dimana terdapat
pedagang pengumpul, pedagang besar pengecer dan kemudian sampai pada
konsumen. Tipe IV yang bercabang pada supermarket dan pedagang pengumpul
kemudian berakhir di supermarket dan dari supermarket inilah konsumen membeli
buah – buahan yang diinginkan, hingga tipe V yang bersistemkan pada
pengolahan pabrik yang diecer hingga sampai pada konsumen.
3.5 Peluang bisnis buah - buahan
1. Ketersediaan Lahan dan Dukungan Agroklimat
Secara geografis Indonesia memiliki sumberdaya alam yang cukup
potensial untuk pengembangan komoditas pertanian yang berorientasi agribisnis,
baik ditinjau dari segi agroklimat maupun dari potensi lahan. Kondisi biofisik
wilayah yang komplek, mulai dataran rendah sampai dataran tinggi dengan
berbagai tipe iklim dan jenis tanah, sangat memungkinkan untuk pengembangan
berbagai komoditas, baik komoditas unggulan wilayah maupun komoditas
potensial (prospektif).
9. 2. Sumberdaya Manusia
Potensi sumberdaya manusia dapat dilihat dari besarnya angkatan kerja
produktif yang bekerja di sekor pertanian, ataupun kualitas sumberdaya yang
dimiliki. Kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki dicerminkan oleh tingkat
pendidikan. Kecenderungan di Indonesia adalah kurangnya minat tenaga
berpendidikan untuk terlibat langsung dalam kegiatan agribisnis atau usahatani.
Warga cenderung bekerja di luar daerah sebagai perantau baik bekerja di sektor
formal ataupun informal. Kurangnya minat angkatan kerja bekerja di sektor
pertanian tersebut menyebabkan tingkat upah menjadi lebih tinggi, skala usaha
kecil dan pada gilirannya biaya produksi produk yang dihasilkan secara linear
juga meningkat.
3. Infrastruktur
Kondisi infrastruktur di Sumbar relatif baik, sehingga asessibilitas
masyarakat antar desa ke ibu kecamatan, ibu kabupaten ataupun pusat-pusat
pelayanan masyarakat lainnya termasuk lancer.
4.Kelembagaan
Kelembagaan merupakan faktor penting dalam pengembangan usahatani.
Kelembagaan utama yang terkait dengan sistem produksi adalah Kelompok Tani
(Pokatn). Pada setiap desa atau nagari ada beberapa Poktan dan pada setiap
Poktan terdiri dari sejumlah anggota. Tidak semua petani pada suatu wilayah
menjadi anggota Poktan. Namun kemajuan manajemen Poktan yang aktif dalam
mengadopsi inovasi teknologi diharapkan akan berdampak pada petani lainnya
yang bukan anggota.
Kelembagaan sarana produksi usahatani berupa kios sarana produksi juga
tersedia pada pasar desa atau pasar kecamatan terdekat, sehingga untuk pengadaan
sarana produksi seperti pupuk, obat-obatan cukup lancar pada keadaan
normal. Kecuali bila terjadi gangguan pasokan, terutama yang sering terjadi
pada pupuk. Kelembagaan pasar juga tidak masalah, hal ini didukung oleh sarana
dan prasarana transportasi yang lancar. Pedagang untuk komoditas pangan
maupun produk perkebunan umumnya ada pada desa atau desa tetangga yang
tidak jauh dari lokasi petani. Lembaga keuangan seperti Lembaga Keuangan
Mikro Agribisnis (LKM-A) sudah mulai berkembang sebagai sumber pembiayaan
10. bagi petani dalam mengembangan usaha pertanian mereka. Keberadaan LKM-A
ini akan sangat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi di pedesaan,
khususnya usaha agribisnis skala kecil (Hosen et al. 2009).
6 Aspek Sosial dan Budaya
Peluang dari aspek sosial budaya dapat direfleksikan melalui tingkat
kesadaran masyarakat sebagai konsumen yang memahami arti penting dari
mengkonsumsi buah sebagai sumber mineral dalam menu sehari-hari. Promosi
untuk pemahaman ini dilakukan sangat intensif sejak dini mulai dari anak balita
bahkan dimulai dari ibu hamil. Bahkan bagi sebagian golongan masyarakat
tertentu, mereka lebih mengutamakan mengkonsumsi buah dibanding sumber
karbohidrat
3.6 Tantangan bisnis buah - buahan
1. Aspek Teknis
2. Kemampuan IPTEK
Keberadaan lembaga penelitian baik yang berada dibawah jajaran Badan
Litbang Pertanian maupun Perguruan Tinggi, pada dasarnya dimaksudkan untuk
menjawab permasalahan yang dihadapi petani, terutama dalam aspek inovasi
teknologi. Untuk mempercepat diseminasi inovasi teknologi, perakitan
komponen/paket teknologi dan pengembangannya dilakukan dengan melibatkan
petani koperator secara aktif. Selain itu, beberapa media diseminasi akhir-kahir ini
juga dipacu pengembangannya. Dengan demikian, respon yang terlambat dalam
menjawab permasalahan di lapang dapat diatasi. Pada waktu bersamaan, secara
simultan kemampuan SDM petani dalam mengakses Iptek melalui website secara
kelembagaan juga terus ditingkatkan.
3. Aspek Ekonomi
Dari aspek ekonomi, pengembangan suatu komoditas pada agroekosistem
yang sama sangat ditentukan oleh tingkat keuntungan usaha yang dihasilkan.
Artinya petani sebagai produsen bebas memilih jenis komoditas yang akan
diusahakan sesuai dengan kemampuan (lahan, tenaga kerja, dan modal) yang
mereka miliki. Sebagai tanaman tahunan yang berumur panjang, tanaman buah
tidak mudah diganti satu sama lain dalam waktu pendek. Oleh sebab itu
pemeliharaan baik sebelum menghasilkan maupun pada kondisi tanaman
11. produktif perlu dilakukan secara intensif. Pemupukan, pengendalian OPT, serta
perawatan tanaman lainnya membutuhkan biaya cukup besar. Hal ini seringkali
kurang mendapat perhatian, sehingga produktivitas dan keuntungan usahatani jadi
rendah.
4. Kelembagaan/diseminasi
Penguatan kelembagaan petani seperti Poktan dan Gapoktan mendapat
perhatian khusus akhir-akhir ini. Hal ini dimaksudkan agar aksesibilitas petani
terhadap informasi, teknologi, permodalan, dan pasar yang selama ini menjadi
kendala bagi petani dalam pengembangan usaha dapat teratasi.
komparatif pada kawasan-kawasan yang agoekosistemnya sesuai menjadi
prioritas pengembangan komoditas selanjutnya.
12. III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi konsumsi per kapita buah mengalami peningkatan dalam
jangka panjang. Di pasar dunia perdagangan bahan pangan juga semakin bergeser
pada produk hortikultura akibat terjadinya pergeseran preferensi konsumen yang
semakin menghindari bahan pangan berkolesterol tinggi.
Kedua kecenderungan tersebut mengindikasikan bahwa pasar produk
hortikultura akan semakin besar di masa yang akan datang, baik di pasar domestik
maupun di pasar dunia. Sejalan dengan liberalisasi perdagangan peluang pasar
tersebut akan semakin terbuka bagi negaranegara eksportir akibat dihapuskannya
berbagai hambatan perdagangan antar negara sesuaidengan kesepakatan GATT.
Perkembangan hortikultura di Indonesia memiliki prospek atau peluang
yang baik dikarenakan tingkat konsumsi di masyarakat terkhusus masyarakat
domestic yang semakin meningkat dan di Indonesia memiliki keadaan lingkungan
yang bersahabat. Peranan hortikultura berfungsi sebagai penyedia pangan,
ekonomi, kesehatan, dan sosial budaya. Tantangan atau permasalahan yang di
hadapi untuk pengembangan hortikultura di Indonesia di karenakan pola usahatani
yang kecil, mutu bibit yang rendah yang ditunjang oleh keragaman jenis/varietas,
serta rendahnya penerapan teknologi budidaya.
3.2 Saran
Pengembangan bisnis hortikultura di Indonesia khususnya buah –
buahan memiliki prospek yang sangat baik, oleh karena itu sebaiknya masyarakat
pemerintah, peneliti, dan lembaga pendidikan terkhusus di bidang pertanian lebih
giat dan berupaya dalam pengembangan hortikultura agar dapat bersaing dengan
produk luar dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
13. DAFTAR PUSTAKA
Amrin Kahar, 1994. Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.
Proc. Simp. Hort. Nas., Malang.
Badan Litbang Pertanian. 2008. Limapuluh Teknologi Unggulan Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Badan Peneltian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian.
Dudung Abdul Adjid, 1993. Kebijaksanaan Pengembangan Hortikultura di
Indonesia dalam Pelita VI. Seminar dan Konggres PERHORTI.
Malang.
Edmond, J.B., T.L. Senn, F.S. Andrew and R.G. Halfacre, 1975. Fundamentals of
Horticulture. Tata McGraw Hill Publ. Co. Ltd. New Delhi.
Janick, J., 1972. Horticultural Science. W.H. Freeman and Co. San Francisco.
Mirsadiq. 2012. Hortikultura.http://mirsadiq.wordpress.com/2012/01/08/
hortikultura-2/.Diakses pada 10 Juni 2016.
Notodimedjo, Soewarno. 1997. Strategi Pengembangan Hortikultura Khususnya
Buah- buahan dalam menyongsong Era Pasar Bebas. Pidato Pengukuhan
Guru Besar dalam Ilmu Hortikultura, Fak.Pertanian Unibraw, Malang.
Siswono, Yudohusodo, 1999. Upaya Pemberdayaan Petani sebagai Faktor
Utama Program Pembangunan Nasional. Gerakan Terpadu Peduli
Pertanian, Undip Semarang.
Sunu, Pratignja dan Wartoyo. 2006. Buku Ajar : Dasar Hortikultura.
http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/dashor.html. Diakses pada 10 Juni
2016.
Zulkarnain, 2010. Dasar-Dasar Hortikultura. Jakarta: Bumi Aksara.