SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 90
BAB II

                             TINJAUAN PUSTAKA




2.1   Pengertian Semen

      Semen berasal dari bahasa latin “cementum”, dimana kata ini mula-mula

dipakai oleh bangsa Roma yang berarti bahan atau ramuan pengikat, dengan kata lain

semen dapat didefinisikan adalah suatu bahan perekat yang berbentuk serbuk halus,

bila ditambah air akan terjadi reaksi hidrasi sehingga dapat mengeras dan digunakan

sebagai pengikat (mineral glue). Pada mulanya semen digunakan orang-orang Mesir

Kuno untuk membangun piramida yaitu sejak abad ke-5 dimana batu batanya satu

sama lain terikat kuat dan tahan terhadap cuaca selama berabad-abad. Bahan pengikat

ini ditemukan sejak manusia mengenal api karena mereka membuat api di gua-gua

dan bila api kena atap gua maka akan rontok berbentuk serbuk. Serbuk ini bila kena

hujan menjadi keras dan mengikat batu-batuan disekitarnya dan dikenal orang

sebagai batu Masonry. (Anonim. 1980. Handout Kuliah Teknologi Semen. Jurusan

Teknik Kimia, FTI-ITS.

      Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air

mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan

kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya.

Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur (CaO), silikat (SiO2),

alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3), magnesit (MgO), serta oksida lain dalam

jumlah kecil (Lea and Desch, 1940).
Massa jenis semen yang diisyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 gr/cm3, pada

kenyataannya massa jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,03 gr/cm3 sampai

3,25 gr/cm3. Variasi ini akan berpengaruh proporsi campuran semen dalam

campuran. Pengujian massa jenis ini dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier

Flask (ASTM C 348-97).



2.2      Fungsi Semen

         Fungsi semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu

massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat. Walaupun

komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%, namun karena fungsinya sebagai

bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting. Semen yang digunakan untuk

pekerjaan beton harus disesuaikan dengan rencana kekuatan dan spesifikasi teknik

yang diberikan.



2.3      Bahan Baku Semen

         Bahan baku pembuatan semen adalah batu kapur, pasir silika, tanah liat dan

pasir besi. Total kebutuhan bahan mentah yang digunakan untuk memproduksi semen

yaitu:

1.       Batu kapur

         Batu kapur merupakan sumber utama oksida yang mempumyai rumus CaCO3

(Calcium Carbonat), pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur

yang baik dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5%, dan

penggunaan batu kapur dalam pembuatan semen itu sendiri sebanyak ± 81 %.
2.    Pasir silika

      Pasir silika memiliki rumus SiO2 (silikon dioksida). Pada umumnya pasir silika

terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih

warna pasir silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau

coklat, disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi.

Pasir silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%, dan

penggunaan pasir silika dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 9%.

3.    Tanah liat

      Rumus        kimia   tanah   liat   yang   digunakan   pada   produksi   semen

SiO2Al2O3.2H2O. Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar air ± 20 %,

kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46 %, dan penggunaan tanah liat dalam pembuatan

semen itu sendiri sebesar ± 9%.

4.    Pasir besi

      Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada umumnya

selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Fe2O3 berfungsi

sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan terak semen. Kadar yang baik

dalam pembuatan semen yaitu Fe3O2 ± 75%-80%. Pada penggilingan akhir

digunakan gipsum sebanyak 3-5% total pembuatan semen. penggunaan pasir besi

dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 1%.



2.4   Sejarah Semen

      Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu

kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu
raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil,

berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di

Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda menggunakan ketan

sebagai perekat. Ataupun menggunakan aspal alam sebagaimana peradaban di

Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau

Buton

     Benar atau tidak, cerita, legenda tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen

sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat

bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis.

Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk

Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.

     Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an

M), John Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno

berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu

kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai

Cornwall, Inggris.

     Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal

bakal semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada

1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai

begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris.

Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan.

Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap mengandalkan

dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah lempung yang
banyak mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida

(alumina) serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan

pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru.

      Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat

besi. Nah, agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan dihaluskan

hingga berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak.

Pengaduk semen sederhana.

      Lazimnya, untuk mencapai kekuatan tertentu, semen portland berkolaborasi

dengan bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain), misalnya,

memunculkan reaksi kimia yang sanggup mengubah ramuan jadi sekeras batu. Jika

ditambah pasir, terciptalah perekat tembok nan kokoh. Namun untuk membuat

pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih ditambah dengan bongkahan batu

atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton.

      Beton bisa disebut sebagai mahakarya semen yang tiada duanya di dunia. Nama

asingnya, concrete - dicomot dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya

bersama-sama, dan crescere (tumbuh). Maksudnya kira-kira, kekuatan yang tumbuh

karena adanya campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak ada gedung pencakar

langit berdiri tanpa bantuan beton.

      Meski bahan bakunya sama, "dosis" semen sebenarnya bisa disesuaikan dengan

beragam kebutuhan. Misalnya, jika kadar aluminanya diperbanyak, kolaborasi dengan

bahan bangunan lainnya bisa menghasilkan bahan tahan api. Ini karena sifat alumina

yang tahan terhadap suhu tinggi. Ada juga semen yang cocok buat mengecor karena

campurannya bisa mengisi pori-pori bagian yang hendak diperkuat.
2.5   Syarat-syarat dan karakteristik Semen Portland

      Proses pembuatan semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1.    Proses basah

      Pada proses basah, sebelum dibakar bahan dicampur dengan air (slurry) dan

digiling hingga berupa bubur halus. Proses basah umumnya dilakukan jika yang

diolah merupakan bahan-bahan lunak seperti kapur dan lempung. Bubur halus yang

dihasilkan selanjutnya dimasukkan dalam oven berbentuk silinder yang dipasang

miring (ciln). Suhu ciln ini sedikit demi sedikit dinaikkan dan diputar dengan

kecepatan tertentu. Bahan akan mengalai perubahan sedikit demi sedikit akibat

naiknya suhu dan akibatnya terjadi sliding di dalam ciln. Pada suhu 100 C air mulai

menguap, pada suhu 850 C karbondioksida dilepaskan. Pada suhu sekitar 1400 C,

berlangsung permulaan perpaduan di daerah pembakaran, di mana akan terbentuk

klinker yang terdiri dari senyawa kalsium silikat dan kalsium aluminat. Klinker

tersebut selanjutnya didinginkan, kemudian dihaluskan menjadi butir halus dan

ditambah dengan bahan gipsum.

2.    Proses kering

      Proses kering biasanya digunakan untuk jenis batuan yang lebih keras misalnya

untuk batu kapur jenis shale. Pada proses ini bahan dicampur dan digiling dalam

keadaan kering menjadi bubuk kasar. Selanjutnya, bahan tersebut dimasukkan ke

dalam ciln dan proses selanjutnya sama dengan proses basah.
Dalam pabrikasi akhir, semen portland digiling dalam kilang hingga halus dan

ditambah beberapa bahan tambahan. Bagai alir proses pabrikasi semen portland dapat

dilihat pada Gambar 2.1.




                       Gambar 2.1. Bagan alir proses pabrikasi semen



     Secara garis besar proses pembuatan semen portland adalah sebagai berikut:

1.   Pencampuran mineral-mineral utama seperti CaO, SiO2 dan Al2O3, dicampur

     bersama bahan tambahan lain dalam bentuk kering atau basah. Bentuk basah

     dikenal slurry.

2.   Campuran ini dimasukkan ke dalam rotary kiln, dibakar pada suhu       1400 C

     membentuk butiran-butiran bulat berdiameter antara 1,5 mm sampai 50 mm

     yang dikenal sebagai clinker.
3.   Clinker yang telah dingin dihaluskan sehingga mencapai kehalusan (specific

     surface)       3150 cm2/gr, sambil ditambahkan gypsum untuk mengontrol waktu

     ikat (setting time).

     Berkaitan dengan masalah keawetan (durability) beton, maka dibedakan atas

lima tipe semen, yaitu:

       Tipe I :       Semen biasa (normal) digunakan untuk beton yang tidak

                      dipengaruhi oleh lingkungan, seperti sulfat, perbedaan

                      suhu yang ekstrim.


       Tipe     :     Digunakan untuk pencegahan terhadap serangan sulfat dari

       II             lingkungan, seperti untuk struktur bawah tanah.


       Tipe     :     Beton yang dihasilkan mempunyai waktu perkerasan yang

       III            cepat (high early strength).


       Tipe     :     Beton yang dibuat akan memberikan panas hidrasi rendah,

       IV             cocok untuk pekerjaan beton massa.


       Tipe     :     Semen ini cocok untuk beton yang menahan serangan

       V              sulfat dengan kadar tinggi.

                                  Tabel 2.1 Tipe Semen
2.6   Sifat Kimia Semen

1.    Lime Saturated Factor (LSF) Batasan agar semen yang dihasilkan tidak

tercampur dengan bahan-bahan alami lainnya.

2.    Magnesium oksida (MgO)

      Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam

semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen

setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan persamaan reaksi sbb :

      Mg O + H2O  Mg (OH) 2

      Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O Menjadi

magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar.

3.    SO3

      Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat setting

time (pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk kuat tekan. Karena

kalau pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada sifat

expansive dan dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang

sering banyak digunakan adalah gypsum.

4.    Hilang Pijar (Loss On Ignition)

      Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk mencegah

adanya mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran. Kristal mineral-mineral

tersebut pada umumnya dapat mengalami metamorfosa dalam waktu beberapa tahun,

dimana metamorfosa tersebut dapat menimbulkan kerusakan.
5.    Residu tak larut

       Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan untuk

 mencegah dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang tidak dapat

 dibatasi dari persyaratan fisika mortar.

 6.    Alkali (Na2O dan K2O)

       Akali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton maupun pada

 mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif terhadap alkali.

 Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, maka

 kandungan alkali dalam semen tidak menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu

 tidak semua standard mensyaratkannya.

 7.    Mineral compound (C3S, C2S, C3A , C4AF)

       Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral compound

tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan mikroskopik yang mahal.

Mineral compound tersebut dapat di estimasi melalui perhitungan dengan rumus,

meskipun perhitungan tidak teliti. Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral

compound ini untuk jenisjenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen

type IV dan type V. Salah satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan

C3A dalam semen pada dasarnya adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan

semen dan beton. Tetapi karena C3A bereaksi terhadap sulfat, maka untuk pemakaian

di daerah yang mengandung sulfat dibatasi. Karena reaksi antara C3A dengan sulfat

dapat menimbulkan korosi pada beton.
Senyawa kimia semen

     Pada Tabel 2.2 s/d 2.5 diperlihatkan komposisi kimia tipikal semen portland

biasa dan komposisi oksida semen portland secara umum.


                                                                      Berat
      Nama Kimia                   Rumus Kimia            Notasi
                                                                      (%)


      Tricalcium silicate          3CaO.SiO2              C3 S        50


      Dicalcium silicate           2CaO.SiO2              C2 S        25


      Tricalcium aluminate         3CaO.Al2O3             C3 A        12


      Tetracalcium
                                   4CaO.Al2O3.Fe2O3       C4AF        8
      aluminoferrite


      Calcium sulfate dihydrate    CaSO4.2H2O             CSH2        3,5


             Tabel 2.2 Komposisi kimia tipikal semen portland biasa




                                                         Persen
      Oksida           Notasi       Nama
                                                         Berat


      CaO              C            Lime                 63


      SiO2             S            Silica               22
Al2O3            A             Alumina                6


 Fe2O3            F             Ferric oxide           2,5


 MgO              M             Magnesia               2,6


 K2O              K             Alkalis                0,6


 Na2O             N             Alkalis                0,3


 SO3              S             Sulfur trioxide        2,0


 CO2              C             Carbon dioxide


 H2O              H             Water


         Tabel 2.3 Komposisi oksida semen portland secara umum



                  C3S          C2S             C3A           C4AF
Senyawa
                  3CaOSiO2     2CaOSiO2        3CaOAl2O3     4CaOAl2O3Fe2O3


Kecepatan

reaksi dengan     sedang       lambat          cepat         Sedang

air


Sumbangan
                  baik         jelek           baik          Baik
terhadap
kekuatan awal


       Sumbangan

       terhadap                           sangat
                            baik                         sedang      Sedang
       kekuatan                           baik

       akhir


       Panas hidrasi        sedang        rendah         tinggi      Sedang


                  Tabel 2.4 Karakteristik senyawa kimia utama semen




         Komposisi dalam persen (%)
                                                                  Karakteristik

                                                                  umum
         C3 S     C2S   C3 A       C4AF   CaSO4    CaO      MgO


Tipe                                                              Semen      untuk
         49       25    12         8      2,9      0,8      2,4
I                                                                 semua tujuan


                                                                  Relatif      sedikit

Tipe                                                              pelepasan        panas,
         46       29    6          12     2,8      0,6      3
II                                                                digunakan        untuk

                                                                  struktur besar


Tipe                                                              Mencapai kekuatan
         56       15    12         8      3,9      1,4      2,6
III                                                               awal      yang     tinggi
pada umur 3 hari


 Tipe                                                             Dipakai    pada
          30     46      5      13      2,9       0,3     2,7
 IV                                                               bendunganbeton


 Tipe                                                             Dipakai pada saluran
          43     36      4      12      2,7       0,4     1,6
 V                                                                dan struktur


                      Tabel 2.5 Persentase komposisi semen portland



        Sifat fisika semen portland:

        Menurut Harian (2007), sifat fisik semen portland terdiri dari:

1.      Kehalusan butiran

        Kehalusan butiran semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan

(setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Jika permukaan

penampang semen lebih besar, semen akan memperbesar bidang kontak dengan air.

Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan

awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang.

        Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau

naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut

lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Untuk mengukur kehalusan

butir semen digunakan turbidimeter dari Wagner atau air permeability dari Blaine.
2.    Kepadatan atau berat jenis (density)

      Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 Mg/m3. kepadatan

akan berpengaruh pada proporsi semen dalam campuran. Menurut ASTM C-188,

untuk pengujian berat jenis dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask.

3.    Konsistensi

      Konsistensi semen portland berpengaruh pada saat pencampuran awal, yaitu

pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras. Konsistensi yang

terjadi tergantung pada rasio antara semen dan air serta kehalusan dan kecepatan

hidrasi.

4.    Waktu pengikatan (setting time)

      Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung

mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku

untuk menahan tekanan. Pengujian waktu ikat bertujuan untuk menentukan jumlah

air yang dibutuhkan untuk menghasilkan pasta dengan konsistensi normal. Waktu

ikat semen dibedakan menjadi dua, yaitu:

      1. Waktu ikat awal (initial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen

           dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat plastis. Waktu ikat

           awal sangat penting untuk kontrol pekerjaan beton.

      2. Waktu ikat akhir (final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta

           semen hingga beton mengeras.
Gambar 2.2 Alat ukur setting time (alat Vicat)



5.   Panas hidrasi

     Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air,

yang dipengaruhi oleh jenis semen yang dipakai dan kehalusan butir semen. Hasil

reaksi hidrasi, tobermorite gel merupakan jumlah yang terbesar, sekitar 50% Dari

jumlah senyawa yang dihasilkan. Reaksi tersebut dapat dikemukakan secara

sederhana, sebagai berikut :

     2(CaO.SiO2) + 4H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2

     2(3CaO.SiO2) + 6H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2 (Tobermorite)

     3CaO.Al2 O3 + 6H2O  3CaO.Al2 O3 .6H2O (Kalsium aluminat hidrat)

     3CaO.Al2 O3 + 6H2O + 3CaSO4.2H2O  3CaO.Al2 O3.3CaSO4 32H2O (

     Trikalsium sulfoaluminat).
4CaO.Al2 O3 .Fe2 O3 + XH2O  3CaO.Al2 O3 6H2O + 3CaO. Fe2 O3 6H2O

       (Kalsium Aluminoferrite hidrat).

       Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3 A akan bersifat

mempunyai panas hidrasi yang lebih tinggi.

6.     Keutuhan atau kekalan

       Kekalan pada pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang

menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan

untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Ketidakkekalan semen

disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang pembakarannya tidak

sempurna. Kapur bebas tersebut mengikat air kemudian menimbulkan gaya-gaya

ekspansi. Menurut ASTM C-151, alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen

portland adalah autoclave expansion of portland sement.

7.     Kekuatan

       Pengujian kekuatan semen dilakukan dengan cara membuat mortar semen pasir.

Pengujian kekuatan dapat berupa uji tekan, tarik dan lentur. ASTM C 109-80

mensyaratkan pengujian kuat tekan pada campuran semen-pasir dengan proporsi 1 :

2,75 dan rasio air-semen 0,485. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir

silika dengan perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus

berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Setelah berumur 3, 7, 14, 21 dan 28 hari dan

mengalami perawatan dengan perendaman, benda uji tersebut diuji kekuatannya.

     Selain itu dikenal pula beberapa semen khusus, seperti:

     1. Semen putih

     2. Semen pozolan
3. Semen untuk sumur minyak (oil weel cement)

      4. Semen plastik (plastic cement)

      5. Semen ekspansif

      6. Regulated set cement.



2.7     Jenis-jenis Semen

        Semen mempunyai beberapa jeni, yaitu :

1.      Semen non hidrolik

        Semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, tetapi

dapat mengeras di udara.

        Contoh: kapur.

2.      Semen hidrolik

        Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di

dalam air. Contoh:

        1    Semen pozzolan

             Semen portland pozzolan adalah suatu semen hidrolis yang terdiri dari

        campuran yang homogen antara semen portland dengan pozolan halus, yang di

        produksi dengan menggiling klinker semen portland dan pozolan bersama-

        sama, atau mencampur secara merata bubuk semen portland dengan bubuk

        pozolan, atau gabungan antara menggiling dan mencampur, dimana kadar

        pozolan 6 % sampai dengan 40 % massa semen portland pozolan. (SNI-15-

        0302-2004).
Menurut SNI 15-0302-1989, .Bahan yang mempunyai sifat pozolan

adalah bahan yang mengandung sifat silica aluminium dimana bentuknya halus

dengan adanya air, maka senyawa-senyawa ini akan bereaksi secara kimia

dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk senyawa yang

mempunyai sifat seperti semen. Semen Portland pozolan dapat digolongkan

menjadi 2 (dua) jenis yaitu sebagai berikut:

    Semen portland pozolan jenis SPP A yaitu semen Portland pozolan yang

    dapat dipergunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton serta

    tahan sulfat sedang dan panas hidrasinya sedang.

    Semen portland pozolan jenis SSP B yaitu semen Portland pozolan yang

    dapat dipergunakan untuk semua adukan beton tersebut tahan sulfat sedang

    dan panas hidrasi rendah.

2    Semen terak

     Semen terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu

campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor.

Sekitar 60% beratnya berasal dari terak tanur tinggi.

     Semen terak dibuat melalui proses tertentu yakni penggilingan, yang

menyebabkan terak itu bersifat hidrolik, sekaligus berkurang jumlah sulfat yang

dapat merusak. Terak tersebut kemudian dikeringkan dan ditambahi kapur

tohor dengan perbandingan tertentu. Seluruh bahan dicampur dan dihaluskan

kembali menjadi butiran yang halus.
3.   Semen alam

     Semen    alam    dihasilkan   melalui   pembakaran   batu   kapur   yang

mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan. Hasil

pembakaran kemudian digiling menjadi serbuk halus. Kadar silika, alumina dan

oksida besi pada serbuk cukup untuk membuatnya bergabung dengan kalsium

oksida sehingga membentuk senyawa kalsium silikat dan aluminat yang dapat

dianggap mempunyai sifat hidrolik. Semen alam yang dihasilkan mempunyai

komposisi sebagai berikut:

     CaO : 31% - 57%

     SiO2 : 22% - 29%

     Al2O3 : 5,2% - 8,8%

     Fe2O3 : 1,5% - 3,2%

     MgO : 1,5% - 2,2%

     NaO :

     K2O :

     Semen alam tidak boleh digunakan di tempat yang langsung terekspos

perubahan cuaca, tetapi dapat digunakan dalam adukan beton untuk konstruksi

yang tidak memerlukan kekuatan tinggi.

4.   Semen portland

     Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan

dalam pekerjaan beton. Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik

yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat

hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih.
Bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-

sama dengan bahan utamanya. Pembuatan semen portland dilaksanakan melalui

beberapa tahapan, yaitu:

     1.   Penambangan di quarry

     2.   Pemecahan di crushing plant

     3.   Penggilingan (blending)

     4.   Pencampuran bahan-bahan

     5.   Pembakaran (ciln)

     6.   Penggilingan kembali hasil pembakaran

     7.   Penambahan bahan tambah (gipsum)

     8.   Pengikatan (packing plant)

     Fungsi dari semen portland adalah untuk merekatkan butir-butir agregat

agar terjadi suatu massa yang kompak dan padat, selain juga untuk mengisi

rongga- rongga di antara butiran agregat (Tjokrodimuljo dan Kardiyono, 1988).
BAB III

                     SISTEM PRODUKSI DI PERUSAHAAN



3.1 Bahan Baku

     PT. Semen Gresik Tbk. bergerak dalam bidang produksi semen. Semen yang

diproduksi ada dua macam yaitu semen jenis OPC (Ordinary Portland Cement) dan

semen jenis PPC (Pozzoland Portland Cement). Dalam produksi semen terdapat

bahan baku utama dan bahan koreksi. Bahan baku utama meliputi batu kapur dan

tanah liat. Sedangkan bahan koreksi meliputi pasir silica dan pasir besi. Bahan baku

dan bahan koreksi tersebut dicampur dan diproses sehingga menghasilkan Terak.

Untuk memproduksi semen jenis OPC dibutuhkan pencampuran terak dengan

Gypsum. Sedangkan untuk memproduksi semen jenis PPC dibutuhkan pencampuran

Terak, Gypsum dan Trass. Karena sebagian besar produksi pabrik berupa debu (dust)

dan dapat diolah kembali sehingga dapat menggurangi pencemaran lingkungan dan

menghemat sumber daya alam.

3.1.1 Bahan Baku Utama

a.    Batu Kapur CaCO3 (80%)

      Diperoleh dari tambang batu kapur milik perusahaan sendiri yang berada tidak

      jauh dari lokasi pabrik.

      Prosentase komposisi kandungan batu kapur sebagai berikut :

       -   Batu Kapur Halus sebesar 60%

       -   Batu Kapur Kasar sebesar 40%
b.   Tanah Liat 2SiO2.Al2O3.2H2O (15%)

     Diperoleh dari tambang Tanah Liat milik perusahaan sendiri yang berada tidak

     jauh dari lokasi pabrik. Untuk pembuatan semen, yang diperlukan adalah

     Al2O3-nya, sehingga tanah liat dengan kadar Al2O3 yang tinggi sangat baik

     untuk bahan baku pembuatan semen. Sedangkan bila kadar SiO2nya melebihi

     separuh dari jumlah Al2O3 maka tanah liat itu termasuk jelek. Di alam, tanah

     liat biasanya mengandung SiO2 sebesar 46.5 %, sehingga termasuk baik.

3.1.2 Bahan Koreksi/Penunjang

     Bahan Baku Koreksi/Penunjang semen terbagi menjadi dua bagian yaitu pada

saat proses awal dan pada proses pencampuran di akhir. Bahan koreksi yang

digunakan mempunyai fungsi untuk menyeimbangkan unsur kimia yang terdapat

dalam batu kapur dan tanah liat agar memperoleh hasil sesuai kebutuhan dan jenis

dari semen yang akan dibuat. Macam-macam bahan Koreksi yang ditambahkan

adalah sebagai berikut:

1.   Bahan Baku Koreksi pada saat awal produksi.

     a.   Pasir Silika SiO2 (4%)

          Pada umumnya prosentase silika kurang dari 100%         karena tercampur

          dengan logam-logam lainnya. Untuk pembuatan semen itu sendiri

          memerlukan kadar      80, jika kurang dari 80% maka sudah tidak dapat

          digunakan untuk pembuatan semen dan telah bersifat tanah liat.
b.   Pasir Besi FeO3 (1%)

          Keadaan pasir besi selalu bercampur dengan SiO2, bila kadar FeO3 sampai

          80 % sudah termasuk baik. Selama ini pasir yang dipakai antara 60 - 80 %

          FeO3. Pasir besi ini berfungsi sebagai penghantar panas dalam pembuatan

          terak (clinker) dari umpan kiln, dan karena itu bersifat menggumpal dan

          berat jenisnya paling tinggi dari bahan baku yang ada.

2.   Bahan Baku Koreksi pada saat akhir pencampuran produksi.

     a. Batu Gips (CaSO4.2H2O)

          Batu Gips (Gypsum) digunakan sebagai bahan campuran pada terak sebagai

          penghambat reaksi (cement retarder) untuk selanjutnya digiling pada finish

          mill.

     b. Trass (SiO2, Al2O3, Fe2O3, H2O, CaO, MgO)

          Trass merupakan hasil pelapukan endapan vulkanik sebagian besar

          mengandung silica, besi dan alumina dengan ikatan gugus oksida. Sifat dari

          Trass meliputi warna : putih kemerahan, kecoklatan, kehitaman, kelabu,

          kekuning-kuningan, coklat tua, coklat muda, abu-abu. Dalam keadaan

          sendiri tidak mempunyai sifat mengeras, bila ditambah kapur tohor dan air

          akan memiliki masa seperti semen dan tidak larut dalam air. Hal ini

          disebabkan karena senyawa silica aktif dan senyawa alumina reaktif dengan

          reaksi :

          2Al2O3 2SiO2 + 7Ca(OH)2 ---> 3CaO2SiO2H2O + 2(2CaOAl2O3SiO2

          2H2O)
Mengerasnya semen pozzoland lebih lambat dari Portland meskipun

         kekuatannya bertambah terus Trass tahan terhadap agregat alkalin, nilai

         penyusutan dan pemuaian kecil, kelulusan air kecil (kedap air), tahan

         terhadap asam tanah maupun air laut, sifat lentur tidak mudah retak.

3.2   Permesinan

      Terdapat 3 bagian unit kerja yang mempunyai masing-masing mesin pekerja

diantaranya Crusher, RKC (Raw Mill, Kiln, Coal Mill) dan Finish Mill. Pembahasan

masing-masing mesin kerja sebagai berikut:

3.2.1 LIMESTONE DAN CLAY CRUSHING / CRUSHER

      Berdasarkan prinsip kerja dari crusher, maka peralatan crushing material secara

umum dapat dibagi menjadi 2 (dua) type yaitu :

1.    Compression Type Crusher

      Compression Type Crusher seperti Jaw Crusher dan Gyratory Crusher, dan

      Roller Crusher. Jaw Crusher dan Gyratory Crusher biasanya digunakan untuk

      meng-crushing material yang keras dan abrasive. Dan karena keterbasan

      reduction ratio sekitar 3:1 sampai 7:1, maka biasanya digunakan multiple stage

      crushing. Sedangkan Roller/Crusher dipakai untuk raw material yang kadar

      airnya tinggi dan lengket. Untuk mendapatkan ratio sekitar 5:1 pada umumnya

      menggunakan 2 stage crushing.
Gambar 3.1 Jaw crusher dan jenis-jenis liner dari jaw crusher




2.   Impact type Crusher

     Impact Type Crusher, disebut juga Fast Running Type Crusher, seperti

     Hammer Crusher dan Impact Crusher. Type Crusher ini sangat mudah dan

     sederhana bila dibandingkan dengan kemampuan dan kapasitasnya. Reduction

     Ratio untuk alat ini sampai dengan 50 : 1.




                   Gambar 3.2 Double rotor hammer crusher.
(a)                             (b)

Gambar 3.3 Gambar impact crusher. Gambar (a) single impeller

                  impact     crusher dan gambar (b) compound impact

                  crusher dengan primary dan secondary impeller.



     Circumferential speed untuk Hammer Crusher sekitar 30-40 m/detik,

sedangkan untuk Impact Crusher sekitar 30-50 m/detik. Penentuan kriteria

abrasivines dan stickness (kelengkatan) raw material berdasarkan pada :

      Untuk abrasivines dinyatakan oleh adanya kandungan silika bebas dalam

     raw material.

      Sedangkan derajat stickness raw material berdasarkan pada kandungan air

     dan komposisi mineraloginya.

3.2.2 RAW MILL (PENGGILINGAN MATERIAL)

     Untuk penggilingan Raw Material di pabrik Tuban digunakan Vertical Roller

Mill dengan tipe Fuller Loesche Mill Size LM-59.42, yang mempunyai Grinding

Table dengan diameter 5,9 m, dan empat buah Grinding Roller (lihat Gb-2.21).

Kapasitas terpasang dari Roller Mill adalah 600 MTPH. Raw Mill System untuk
Fuller Loesche Mill tipe LM-59.42, dilengkapi dengan tiga buah Mill Fan system

sehingga bisa disebut sebagai Air Swept Vertical Roller Mill. Raw material yang akan

digiling di dalam Mill mempunyai kadar air 16% dengan ukuran material kurang dari

108 mm.

       Komposisi dari Raw Material adalah sebagai berikut :

        Clay/Limestone Mix                : 84.46 % atau 507 MT.

        Corrective Limestone              : 13.51 % atau 81.10 MT.

        Silica Sand                       : 1.59 % atau 9.54 MT.

        Iron Sand                         : 0.44 % atau 2.64 MT.
Tabel 3.1 Spesifikasi Peralatan Utama di Raw Mill
3.2.3 KILN FEED (PEMBAKARAN MATERIAL)

     Tepung baku produk dari Roller Mill dimasukkan ke dalam dua Blending Silo

412.BH1 dan 412.BI2, yang masing-masing berkapasitas 20.000 MT. Tipe Blending

Silo adalah Continous Flow-Silo desain dari FLS, pemasukan tepung baku ke masing-

masing Silo diatur secara bergantian dengan Timer setiap 36 menit. Tepung baku

produk dari Roller Mill dimasukkan ke dalam setiap Blending Silo melalui lubang

pemasukan yang diletakkan di pusat dari puncak masing-masing Silo. CF-Silo

berfungsi sebagai Mixing Chamber dan Storage Silo yang beroperasi secara Continue

Flow Silo, artinya pengisian ke dalam Silo bersamaan dengan pengeluaran material

dari dalam Silo.




            Gambar 3.4 Homogenezing Chamber Silo dengan Feeding
                          Arrangement Preheater Kiln
Prinsip dari proses pencampuran material berdasarkan atas perbedaan Layer

Material yang bercampur sewaktu material tersebut dikeluarkan dari dalam Silo. Jadi

proses Blending akan berjalan dengan baik bila terbentuk sebanyak mungkin Layer

Material di dalam Silo dengan komposisi yang berbeda. Terbentuknya Layer di

dalam Silo akibat adanya pengumpanan ke dalam kedua Silo lewat Air Slide Feed

System yang bergantian, dengan ketebalan Layer maksimal satu meter. Layer-Layer

Material yang terbentuk di dalam Silo akan bergabung dan tercampur sewaktu proses

pengeluaran.

     Dasar dari Silo dibagi dalam 7 sektor heksagonal yang identik dan masing-

masing dibagi lagi menjadi 6 segmen yang berbentuk segitiga, sehingga di Bottom

atau dasar Silo terdiri dari 42 segmen. Pada semua segmen ditutup dengan Aeration

Box yang masing-masing tidak tergantung pada yang lainnya artinya masing-masing

Aeration Box berdiri sendiri. Supply udara untuk Aerasi atau Fluidizing pada tiga

segmen Aeration Box dilakukan secara serempak oleh Rotary Blower yang terpisah

atau berbeda. Atau dengan kata lain setiap segmen mendapat Aerasi dari satu Blower

dan Aerasi yang terjadi pada ketiga segmen berjalan serempak atau bersamaan

waktunya. Jadi kebutuhan Aerasi untuk kedua Silo dilayani oleh 6 buah Rotary

Blower 412.BL1 hingga 412.BL6. Di pusat masing-masing sektor terdapat lubang

pengeluaran dan di atasnya dipasang Cone yang terbuat dari baja. Tujuan

pemasangan Cone adalah untuk me-release Pressure yang ada di atas lubang

pengeluaran agar pengeluaran tepung baku dari bagian yang diaerasi di daerah

Bottom Silo terjamin kelancarannya. Prinsip kerja dari Homogenizing CF.Silo adalah

berdasarkan pada efek pengeluaran Raw Meal (tepung baku) pada beberapa tempat
pengeluaran yang terdapat di dalam dasar Silo dengan rate yang berbeda. Untuk

memperoleh hasil pencampuran yang terbaik, perlu menjaga isi dari setiap Silo

sedikitnya separuh dari kapasitas Silo atau 10.000 ton, sebab bila isi Silo kurang dari

setengahnya, akan mengakibatkan proses pencampuran material menjadi tidak baik.



3.2.3.1 Suspension Preheater

      Tipe dari Suspension Preheater yang digunakan di PT. Semen Gresik Tuban

adalah tipe Double String. Dimana setiap String pada Double String Preheater, terdiri

dari empat Stage, masing-masing Cyclone dipasang secara seri satu di atas yang lain.

Pada Cyclone paling atas atau Stage pertama terdapat dua Cyclone (Double Cyclone)

yang dipasang secara pararel, penomoran Stage pada Cyclone dimulai dari atas ke

bawah. Tujuan memasang Double Cyclone pada Stage pertama adalah untuk

meningkatkan efisiensi pemisahan antara gas panas dan material di dalam Preheater.

Stage pertama sampai ketiga berfungsi sebagai pemanas awal umpan Kiln, sedangkan

Stage keempat dipakai sebagai pemisah produk keluar dari Flash Calciner yang telah

ter-calcinasi.
Gambar 3.5 Preheater ILC Kiln




                        Gambar 3.6 Preheater SLC Kiln

     Perpindahan panas di dalam Cyclone, terbesar terjadi di dalam Riser Duct

masing-masing Cyclone. Hal ini terjadi terutama karena beda suhu antara gas dan

umpan Kiln masih cukup besar. Proses perpindahan panas antara gas panas dan
material dingin berjalan secara Cocurrent atau searah. Pada Down Pipe masing-

masing Cyclone dipasang Tipping Valve, sehingga ada sedikit material untuk

melindungi agar tidak terjadi aliran gas lewat Down Pipe. Dinding bagian dalam

Cyclone dan Calciner dilapisi oleh Refractory Brick dan Castable yang merupakan

bahan atau material yang tahan terhadap panas dan aus.

3.2.3.2 Flash Calciner

     Umpan Kiln yang telah mengalami pemanasan awal di dalam Cyclone Stage

satu sampai tiga dimasukkan ke dalam Calciner lewat Down Pipe Cyclone Stage tiga.

ILC dan SLC Calciner dilengkapi Second Burner sehingga Calciner berfungsi

sebagai Furnace. Umpan Kiln yang sebagian besar terdiri dari Limestone (Calcium

Carbonat), akan mengalami penguraian menjadi Calcium Oxyde dan Carbon

Dioxyde.

     Reaksinya sebagai berikut :

     CaCO3 ------------> CaO + O2.

     Kebutuhan bahan bakar batu bara pada kondisi operasi yang optimal untuk ILC

Calciner adalah 3.8 ton/jam dengan Heat Consumption 24.3 x 10 kCal/jam,

sedangkan untuk SLC Calciner adalah 16.8 ton/jam dengan Heat Consumption 108.0

x 10 kCal/jam. Temperatur operasi Furnace di dalam masing-masing Calciner diatur

dan dijaga agar Rate Calcinasi minimal dapat mencapai 90%.
Gambar 3.7 Kiln

     Exhaust Gas Kiln masuk ke dalam ILC Calciner secara Axial pada daerah

Bottom Cone dan meninggalkan Calciner lewat atas Calciner dari arah samping

menuju Cyclone ILC Stage-IV. Sedangkan untuk meningkatkan proses pencampuran

bahan bakar, umpan Kiln dan gas panas di dalam ILC Calciner, pemasukan udara

Tertiary pada Bottom Cone Calciner dibuat secara tangensial. Dengan masuknya

udara Tertiary secara tangensial maka akan menghasilkan Swirel Effect atau efek

putaran yang cukup di dalam Calciner, sehingga menaikkan Ratention Time partikel

di dalam Calciner. Udara Tertiary masuk ke dalam SLC Calciner dari Tertiary Air

Duct lewat Central Inlet Bottom Cone, dan Exhaust Gas Calciner meninggalkan

Calciner lewat Outlet Cone pada bagian atas Calciner. Posisi Damper Tertiary Air

Duct diatur sesuai dengan kebutuhan udara pembakar, untuk membakar bahan bakar

di dalam kedua Calciner agar tercapai pembakaran yang sempurna.

3.2.3.3 Rotary Kiln
Rotary Kiln merupakan silinder baja dengan diameter 5,6 m dan Panjangnya 84

m, dan ditumpu oleh tiga buah Tire. Setiap Tire ditumpu oleh sepasang Carrying

Roller. Sudut kemiringan Rotary Kiln adalah 4%, dan bagian dalam Rotary Kiln

dilapisi batu tahan api. Umpan Kiln dari Cyclone Stage empat SLC yang telah

mengalami Calcinasi di dalam Preheater masuk ke dalam Kiln pada Inlet Kiln.

Material tersebut di dalam Kiln akan mengalami empat tahapan proses atau seolah-

olah di dalam Kiln dibagi dalam empat zona tahapan proses yaitu :

      Calcina Zone (900 – 1000 C), material yang belum ter-calcinasi di dalam

        Preheater akan mengalami Calcinasi lebih lanjut di dalam Calcining Zone.

      Transition Zone (1000 – 1200 C), material mulai berubah fasa dari fasa

        padat ke fasa cair.

      Sintering Zone (1200 – 1350 C), pada daerah ini material akan meleleh

        (Sintering) membentuk mineral Clinker sebagai produk Kiln. Sintering Zone

        sering disebut juga sebagai Burning Zone.

Cooling Zone, material akan mengalami pendinginan awal sebelum masuk ke Cooler.




                              Gambar 3.8 Rotary Kiln
Kebutuhan bahan bakar atau panas untuk reaksi pembentukan terak di dalam

Kiln adalah sekitar 40% dari total bahan bakar seluruhnya dan sisanya yang 60 %

digunakan di Preheater. Agar diperoleh kualitas Clinker yang baik, maka bentuk api

dan temperatur reaksi di daerah Sintering Zone dijaga sekitar 1400o - 1500o C. Untuk

mendapatkan Loading Factor yang sesuai dan tepat dengan umpan rata-rata, maka

kecepatan putaran Kiln harus disesuaikan.

3.2.3.4 Clinker Cooler

     Clinker panas yang keluar dari Kiln dengan temperatur sekitar 1400oC turun ke

Cooler, dan didinginkan di dalam Reciprocating Grate Cooler yang terdiri dari 9

Compartment. Sebagai media pendingin diambil dari udara luar yang dihembuskan

ke dalam Undergrate Cooler atau Compartment oleh 14 buah Cooling Fan. Clinker

hasil pendinginan keluar dari Cooler dengan temperatur 82oC. Clinker yang

berukuran besar sebelum keluar dari Cooler dihancurkan dahulu oleh Clinker

Breaker.

3.2.3.5 Control dari Pyroprocessing System

     Sistem kontrol pada Pyroprocessing merupakan gabungan antara pengontrolan

secara automatis dan manual. Untuk menaikkan dan menurunkan umpan rat-rata Kiln

diatur (di-set) oleh operator, dan secara automatis Feed Kiln akan berubah naik atau

turun sesuai dengan ratio dari Feed dengan Feed Kiln. Atau dengan kata lain

penambahan Kiln Feed akan sinkron dengan kenaikan Feed Kiln agar Kiln Loading

terjaga konstan. Penambahan atau pengurangan kecepatan putaran SP.Fan dikontrol
secara manual agar kandungan oksigen dalam sistem terjaga sesuai dengan target

yaitu sekitar 2,5 - 3 %.

3.2.4 COAL MILL / COAL STORAGE DAN GRINDING

       Coal Grinding yang digunakan merupakan type RollerMill, size LM26.30D

atau Air Swept Vertical Roller Mill, yang didesain mampu menghasilkan produk batu

bara halus 55 MT/jam, dengan kehalusan 80% lolos ayakan 90 mikron. Kapasitas

Coal Mill sangat dipengaruhi oleh kualitas Raw Coal yang terdiri dari kadar air dan

kekerasan (HGI). Material masuk mill dengan kadar air maksimal sampai 15%, dan

sumber panas yang digunakan selama proses pengeringan dan penggilingan berasal

dari exit gas Preheater.

3.2.5 FINISH GRINDING (PENGGILINGAN AKHIR)

      Clinker Grinding System terdiri dari dari dua buah Finish Mill dengan system

Closed Circuit yang dilengkapi Roller Press dan didesain mampu menghasilkan

produk semen type-1 sebanyak 2 x 215 MT/jam. Dan bila mill beroperasi tanpa Roller

Press maka kapasitas masing-masing mill sekitar 130 T/jam. Clinker Grinding

Desain Traylor Shell Supported Rotary Grinding ini mempunyai ukuran diamater 4,8

meter dan panjang 13 m, kebutuhan power untuk setiap Drive Motor adalah 4900

Kw.
Gambar 3.9 Roller Press



3.3   Tenaga Kerja

      Dalam    pembagian    jam   kerja   karyawan,      PT.   Semen    Gresik   dalam

pengoperasiannya dibagi dua, yaitu; karyawan shift dan karyawan Non shift.

Pengangkatan karyawan di PT. Semen Gresik tingkat dan jabatannya disesuaikan

dengan pendidikan yang dimiliki. Sebagian besar karyawan yang diperkerjakan

sebagai pelaksana berijazah STM dan sederajatnya, karyawan tersebut jam kerjanya

dikenakan jadwal shift. Sedangkan karyawan yang Non shift mempunyai jabatan di

atas kepala regu dengan jam kerja 5 hari kerja. Pembagiannya, yaitu ;

      1. Karyawan Non shift

         Dengan jam kerja : 07.30 – 16.30 WIB

      2. Karyawan yang terkena shift

        Dengan pembagian jam kerja sebagai berikut :

        Pagi    : 07.30 – 15.30 WIB
Siang : 15.30 – 23.30 WIB

         Malam : 23.30 – 07.30 WIB

3.4   Proses Produksi

      Proses pembuatan semen di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. terdapat 5

tahapan pembuatan (operation process chart lihat di lampiran 2), yaitu:

a.    Tahap Penyiapan Bahan Baku

b.    Tahap Penggilingan Bahan Baku

c.    Tahap Pembakaran

d.    Tahap Penggilingan Akhir

e.    Tahap Pengemasan

3.4.1 Tahap Penyiapan Bahan Baku

      Bahan baku semen terdiri dari empat komponen yaitu: batu kapur 80%, tanah

liat 15%, pasir silika 4% dan pasir besi 1%. Sebagai sumber utama bahan baku semen

tersebut, yang terdiri dari batu kapur dan tanah liat yang berasal dari tambang di

sekitar pabrik.

Proses Alur Material di Limestone dan Clay Crushing

      Limestone dibawa dari quarry oleh Dump truck dan diumpankan ke dalam

Hopper Crusher 232.HPI dan 232.HP2, yang masing-masing kapasitasnya 75 MT. Di

dalam Crusher 232.CRT dan 232.CR2, limestone akan mengalami size reduction. Di

mana limestone yang berupa bongkahan-bongkahan besar dengan ukuran 1200 x

1200 mm, akan dihancurkan menjadi produk crusher yang berukuran 95% minus 108

mm, sedangkan sisanya berupa material halus, 90 mm akan jatuh lewat Wobber

Feeder. Produk dan kedua Crusher yang jatuh ke Belt Conveyor 242.BC1 dan
242.BC2, akan bercampur dalam Belt Conveyor 242.BC3, dan dimasukkan ke dalam

Surge Bin 242.FB1 yang kemudian dikeluarkan melalui Apron Feeder 242.AC1 turun

ke Belt Conveyor 242.BC4, dan ditimbang oleh Belt Scale Schenk Weighing System

242.BW1. Clay dibawa dari quarry oleh Dump Truck diumpankan ke dalam Clay

Hopper 252.HP1 dan dipotong-potong oleh Clay Crusher 252.CR1. Produk Clay

ditimbang di Belt Conveyor 252.BC1 oleh Belt Scale 252.BW1.




                    (a)                                   (b)

Gambar 3.10      Proses size reduction yang dilakukan oleh impact crusher.

                 Gambar (a) Double impeller impact crusher dan (b) single

                 impeller crusher

     Produk Limestone Crusher dicampur dengan produk Clay Crusher yang telah

tertimbang Belt Scale 252.BW1, dibawa ke Limestone Clay Mix Storage melalui Belt

Conveyor 242.BC3, 242.BC4, 242.BC5, 242.BC6. Campuran Limestone dan Clay

dari Belt Conveyor 242.BC6 masuk ke dalam Roller Press 242.CR1 dan turun ke

Belt Conveyor 242.BC7, 242.BC8, 242.BC9 dan Tripper 242.TR1 untuk disimpan di

dalam Limestone Mix Storage yang kapasitasnya 100.000 MT.

     Limestone dan Clay produk dari Crusher dibawa Belt Conveyor untuk disimpan

di dalam Limestone / Clay Mix Storage dengan metode Chevron, cara ini merupakan
metode yang paling umum digunakan pada           Stock Pailing tipe Longitudinal

Preblending Bed. Dimana material ditimbun secara selapis demi selapis ke atas

sehingga membentuk prisma segitiga. Panjang total tumpukan sama dengan panjang

Preblending Bed.

     Peralatan untuk Stacking (penumpukan) pada tipe Preblending Bed,

menggunakan Tripper     yang dipasang pada atap dari bangunan Storage. Luas

bangunan dari Storage adalah 48,8 x 354 m, yang kapasitasnya 100.000 MT, dibagi

menjadi dua Stock Pile yang masing-masing 50.000 MT Limestone / Clay Mix

dilengkapi dengan Reclaimer tipe Bridge Scrapper dengan Harrow. Jarak antara rel

yang satu dengan yang lainnya untuk Bridge Reclaimer adalah 39 m.




                   Gambar 3.11 Blending bed reclaiming dengan bucket.

     Produk Limestone Crusher yang telah tertimbang dapat pula dibawa ke

Limestone Conical Pile Storage yang berkapasitas 7.200 MT, yang berupa High

Grade Limestone berfungsi sebagai Limestone koreksi.
Pada awalnya Limestone dan Clay Crusher diatur untuk menghasilkan

campuran antara Limestone dan Clay dengan perbandingan 4 : 1. Perbandingan ini

disesuaikan dengan standar yang telah ditentukan untuk memperoleh campuran yang

sesuai dengan standar umpan Kiln.



3.4.2 Tahap Penggilingan bahan baku

     Setelah selesai tahap penyiapan bahan baku kemudian masuk pada tahap

penggilingan bahan baku. Prosesnya meliputi:

Proses Alur Raw Mill

     Limestone / clay mix, Silica sand, dan Iron sand keluar dari masing-masing Bin

sebelum masuk ke dalam Belt Conveyor 332.BC1 ditimbang dahulu oleh Mix

WeighFeeder 332.WF1, Silica WeighFeeder 332.WF4, Iron Sand WeighFeeder

332.WF3 sesuai dengan proporsi komposisi standar umpan Kiln yang disyaratkan.

Kebutuhan High Grade Limestone sebagai material koreksi juga ditimbang dengan

WeighFeeder 332.WF2. Keempat material tersebut dengan total rate 600 MT/jam,

kadar air 16% selanjutnya diumpankan ke Roller Mill melalui Belt Conveyor

332.BC1, 332.BC2, dan Triple Gate 342.TG1.

     Kebutuhan udara panas pada Raw Mill System untuk pengeringan selama

penggilingan Raw Material, digunakan sisa udara panas dari Preheater dan Clinker

Cooler. Selain itu Raw Mill system dilengkapi pula dengan Air Heater 342.AH1, bila

panas dari Preheater dan Clinker Cooler tidak mencukupi atau bila kondisi Kiln tidak

jalan. Produk yang keluar dari Roller Mill adalah dengan kehalusan 90% lolos ayakan

90 micron dan kadar air kurang dari 1%.
Produk raw Mill kemudian dibawa oleh aliran udara panas ke dalam 4-FLS

6300 Cyclones 342.CN1 sampai dengan 342.CN4 akibat tarikan Mill Fan 342.FN4

dan 342.FN5, dimana 93% dari material akan terpisahkan dari aliran udara. Gas yang

keluar dari Cyclone lewat melalui kedua Mill Fan 342.FN4 dan 342.FN5, kemudian

dilepaskan ke Stack 342.SK1 melalui Electrostatic Precipitator 342.EP1. Sisa produk

yang masih ada di dalam gas panas tersebut diambil oleh EP. sedangkan gas yang

telah bersih terus ke EP.Fan 342.FN6 dan dibuang ke udara bebas lewat Stack

342.SK1. Kedua produk dari Cyclone dan EP dibawa oleh Air Slide, Screw Conveyor,

dan Bucket Elevator ke Blending Silo. Produk dari Roller Mill sebelum disimpan ke

dalam Blending Silo diambil dulu sample-nya melalui alat Sampler 352.SM1, yang

terdapat pada Air Slide 352.AS1 dan dibawa ke Laboratorium untuk dianalisa oleh

Sample Transport 342.ST1.

     Reject dari Raw Mill sekitar 143 MT/jam, dikembalikan lagi ke dalam sistem

lewat Belt Conveyor 342.BC5 & 342.BC1 dan Belt Conveyor 342.BC6 dan 342.BC2,

masuk ke Belt Conveyor 342.BC3, Bucket Elevator 342.BE1 dan bersama-sama

Fresh Feed masuk ke Belt Conveyor 342.BC4.

     Bila Roller Mill tidak beroperasi, gas panas dari Preheater dan Clinker Cooler

dikeluarkan lewat Conditioning Tower. Untuk menurunkan temperatur gas panas

tersebut, maka Conditioning Tower dilengkapi dengan Spray Water. Normal

temperatur gas panas yang keluar Preheater dan Clinker Cooler adalah 329oC dan

410oC. Normal temperatur gas panas yang masuk ke Electrostatic Precipitator pada

kondisi Mill jalan 90oC dan Raw Mill Down 150oC, sedangkan batas minimal dan
maksimal temperatur gas masuk Electrostatic Precipitator adalah 85oC dan 350oC.

Selama Raw Mill Down, debu dari Conditioning Tower dan Electrostatic Precipitator

di-transport ke Blending Silo 412.BS1 atau 412.BS2 melalui 352.BE2, 352.AS9, dan

352.BE1.

3.4.3    Tahap Pembakaran

         Material yang keluar dari Silo merupakan umpan Kiln, dikirim ke Kiln Feed

Bin 422.BI1 yang letaknya di bawah Silo. Kapasitasnya masing-masing Kiln Feed

Bin minimal sesuai dengan kebutuhan Kiln selama 12 menit atau sebesar 83,4 ton.

Kiln Feed Bin dilengkapi dengan Load Cell untuk memelihara level material di

dalamnya, dan dilengkapi pula dengan Aeration Blower. Material yang keluar dari

kedua Silo menuju masing-masing Kiln Feed Bin melalui Air Slide 412.AS1 dan

412.AS2, masuk ke dalam Junction Box 412.JB1 dan 412.JB2.

        Dari Feed Bin 422.BI1 dan 422.BI2 umpan Kiln dibawa melalui Air Slide

422.AS1 atau 422.AS2 dan 422.AS3 atau 422.AS4 ke Air Slide 422.AS5 atau

422.AS6 menuju Bucket Elevator 422.BE1 atau 422.BE2. Dari Bucket 422.BE1 atau

422.BE2 material dibawa oleh Air Slide 422.ASA atau 422.ASB menuju Air Slide

422.AS7. Pada Air Slide 422.AS7 umpan Kiln dibagi dua menuju ILC dan SLC oleh

Splitter Gate 422.SP1. Material yang masuk ke ILC sebelumnya ditimbang oleh Flow

Meter 422.FM1, dan hasil timbangan 422.FM1 akan mengatur bukaan dari 422.SP1.

        Pada Kiln Feeding System ini dilengkapi dengan sarana untuk recycle umpan

Kiln selama Kiln dalam periode Heating-up, yang bertujuan untuk mempersiapkan

umpan Kiln sebelum Feeding. Umpan Kiln dapat di-recycle melalui salah satu Bucket
Elevator 422.BE1 dan 422.BE2 menuju Blending Silo 422.BI1 atau 422.BI2 lewat

Air Slide 422.AS9 dan 422.ASC atau 422.ASD. Bucket Elevator 422.BI1 dapat pula

digunakan untuk men-transfer Dust dari EP Mill menuju Silo sewaktu Roller Mill

Down.

3.4.4 Tahap Penggilingan akhir

     Clinker, Trass dan Gypsum keluar dari masing-masing bin ditimbang dulu

dengan Weighfeeder 543.WF3, 543.WF2 dan 543.WF1, kemudian dibawa ke Surge

Bin 543.BI1 oleh Belt Conveyor 543.BC1. Bucket Elev. 543.BE1, dan Belt Conv.

543.BC2. Proporsi dari clinker dan gypsum bila tanpa trass adalah sebagai berikut:

        Rate dari clinker            : 204 T/jam

        Rate dari gypsum             : 10,7 T/jam

        Material dari Surge Bin 543.BI1 diumpankan ke Roll Crusher 543.CR1 untuk

dihancurkan kemudian dibawa Belt Conveyor 543.BC3 dan diumpankan ke dalam

Finish Mill 543.BM1. Sebagai material yang dihancurkan disirkulasi dengan Belt

Conveyor 543.BC4, dicampur dengan umpan baru dari Bucket Elev.543.BE1 masuk

ke dalam Surge Bin 543.BI1. Apabila Roller Crusher 543.CR1 rusak, material dari

Belt Conv.543.BC2 bisa diumpankan langsung ke Finish Mill dengan membuka Two

Way Gate 543.GA1.

        Belt Conveyor 543.BC2 dilengkapi dengan Magnetic Separator 543.MS1 dan

Metal Detector 543.MD1 untuk mengambil material asing atau metal yang ikut

tarbawa. Pada Surge Bin 543.BI1 dilengkapi dengan alat penimbang Load Cell dan

kapasitas bin 40 MT. Material yang berupa campuran clinker dan gypsum masuk
hydrailic Roller Crusher dengan rate 506T/jam, yang diumpankan ke dalam Finish

Mill sebanyak 52215 T/jam, sedangkan sisanya yang 219 T/jam disirkulasi ke Surge

Bin. Produk dari Finish Mill 543.BM1 dikirim ke O-Sepa Separator 543.SR1 melalui

Air Slide 543.AS1, Bucket Elev. 543.BE2 dan Air Slide 543.AS2 untuk dipisahkan

antara partikel yang halus dan kasar. Partikel yang kasar keluar dari bottom O-Sepa

Separator dibawa oleh Air Slide 543.AS3, diumpankan kembali ke dalam Finish Mill

untuk digiling ulang bersama-sama umpan baru. Material yang halus dibawa oleh

aliran udara ke dalam Cyclone

543.CN1 dan Fuller Plenum Dust Collector 543.BF3,di sini partikel yang halus

dipisahkan dari udaranya. Produk dari cyclone 543.CN1 dicampur dengan produk

dari Dust Collector 543.BF3 yang merupakan semen diumpankan ke Air Slide

543.AS5. Dari Air Slide 543.AS5, 543.AS8, diumpankan ke dalam Bucket Elev.

543.BE1, atau Air Slide 543.AS5 , 543.AS6, dan 543.AS7 dimasukkan ke dalam

Bucket Elev. 543.BE2. Dari Bucket Elev. 543.BE1 dimasukan ke dalam Cement Silo

# 3 dan # 4, melalui Air Slide 562.AS1 atau ke Cement Silo # 1 & # 2 melalui Air

Slide 562.AS2. Pengisian ke masing-masing ke Cement Silo dapat diatur melalui

Diverter Valve 562.DV1 sampai 562.DV6.

     Material di dalam Finish Mill dapat mengalir, akibat adanya tarikan Dust

Collector Fan 543.FNC. Untuk memperoleh kehalusan produk semen dapat

dillakukan dengan mengatur speed dari separator, dan mengatur volume udara di

dalam separator melalui Separator Fan 543.FN7. Kehalusan produk Finish Mill yang

dipersyaratkan berdasarkan disain adalah 3.200 bline, tetapi plant standart untuk PT

Semen Gresik (Persero) adalah 3.000 bline.
Temperatur produk semen yang keluar Finish Mill dapat dikontrol melalui Mill

Fanting System dan untuk yang berada di dalam Finis Mill bisa dilakukan melalui

Water Spraying System 543.WS1. Mill Fan Sistem dan Water Spray System

mengontrol temperatur produk yang keluar Mill agar dijaga tidak boleh lebih dari

107oC. Selanjutnya pendinginan dilakukan selama pemisahan di dalam O-Sepa

Separator sehingga temperatur produk akhir semen type-1 berkurang menjadi 96oC.

Untuk Finish Grinding System prosesnya sama dengan Finish Grinding.



3.4.5 Tahap Pengemasan

     Tahap pengantongan semen dimulai dari silo penyimpanan semen, yaitu 1, 2, 3,

dan 4 dimana masing–masing silo ini berkapasitas 18.000 ton. Alur proses semen dari

keempat silo ini dibagi menjadi dua jalur, yaitu jalur pertama untuk material yang

keluar dari silo 1 & 2, dan jalur kedua untuk material yang keluar

         Dari silo 3 dan 4. Material yang keluar dari silo–silo ini diatur oleh pengendali

aliran pada masing–masing silo dengan masa pergantian pengendali adalah 8–12

menit.

     Dari silo material di hembuskan udara untuk dibawa dengan air slide menuju

dari dua bucket elevator berkapasitas 500 ton/jam. Dari bucket elevator di lewatkan

pengayak getar untuk memisahkan semen dengan material asing. Setelah diayak,

semen dibawa ke bin pusat yang berjumlah dua buah dan proses akan dilakukan ke

dua bin ini akan dilakukan bergantian. Aliran semen setelah melewati bin pusat akan

terbagi menjadi dua, yaitu aliran untuk semen curah (semen yang langsung
dimasukkan kedalam mobil, biasanya untuk proyek besar) dan semen yang akan

dijual dalam bentuk kantong.

     Aliran semen curah dilanjutkan ke air slide 1 dan 2 kemudian ke bin semen

curah, kemudian ke truk khusus yang akan membawa semen kepada konsumen.

Sedangkan aliran semen kantong setelah melewati bin Pusat, semen akan dibawa

dengan air slide untuk diteruskan ke rotary feeder dan akhirnya ke rato packer. Pada

alat ini terdapat spot tube yaitu semacam suntikan untuk memasukkan semen kedalam

kantong. Pemasukan semen ke dalam kantong ini telah diatur dengan rentang berat 49

,75 kg atau dengan 50,75 kg. Jika berat semen kurang dari 49,25 maka semen yang

sudah dalam kantong tersebut terpantau dengan penimbang dan semen tersebut akan

dikeluarkan melalui bagian reject. Semen yang tidak lolos ini akan dibawa ke ayak,

kemudian dibawa ke screw conveyor untuk dikembalikan ke bucket elevator. Semen

yang lolos uji akan dibawa ke belt conveyor, kemudian ke truk dan siap di

distribusikan kepada konsumen.



3.5 Metode Kerja

    Dalam sistem produksi di PT Semen Gresik (Persero) Tbk. memerlukan kerja

sama antar bidang yaitu seksi Pemasaran yang bertugas menerima order dari

customer kemudian menginformasikan ke seksi Perencanaan dan Pengendalian

Bahan Baku, di bagian ini dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku untuk

diinformasikan ke bagian seksi Produksi agar memproduksi sesuai dengan jadwal

dan kebutuhan yang telah ditetapkan oleh seksi perancangan dan pengendalian bahan

baku. Seksi Pengadaan Bahan Baku melakukan pembelian kebutuhan bahan baku
dan spare part sesuai dengan instruksi dari bagian seksi perancangan dan

pengendalian bahan baku. Bahan Baku datang dan diterima oleh seksi penerimaan

bahan baku. Seksi Produksi melakukan pemesanan bahan baku ke Bagian

Pergudangan (Warehouse Raw Material). Dalam keseluruhan proses produksi

dilakukan pengendalian kualitas oleh seksi Jaminan Mutu. Produk yang sudah jadi

disimpan dalam Silo Penyimpanan semen jadi dan siap dikirim ke Customer bentuk

kantong, jumbo bag ataupun berbentuk curah.

      Bahan baku yang digunakan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. sebagian

besar adalah dari bahan tambang sendiri, yaitu sekitar 95% meliputi batu kapur 80%,

tanah liat 15%. Ini dikarenakan bahan baku dari lokal dapat mencukupi kebutuhan

bahan baku yang diperlukan perusahaan.

      Pengiriman barang ke konsumen dilakukan oleh seksi ekspedisi yang sudah

bukan merupakan tanggung jawab PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Maka dari itu,

sebelum barang dikirim, dilakukan pengecekan oleh bagian seksi Jaminan Mutu

dari PT. Semen Gresik (Persero) Tbk dan pihak ekspedisi untuk memastikan bahwa

barang dari PT. Semen Gresik (Persero) Tbk sudah terjamin kualitasnya.



3.6    Produk

       PT. SEMEN GRESIK (Persero) Tbk. memproduksi dua jenis semen dengan

kegunaan yang berbeda-beda. Diantaranya adalah:

1.     OPC (Ordinary Portland Cement)

       Semen berjenis OPC dibuat dari campuran Terak (Hasil dari pencampuran batu

       kapur, tanah liat, pasir silica dan pasir besi yang sudah dalam tahap
pembakaran) dan Gypsum. Kegunaan semen OPC untuk membangun bangunan

      pada umumnya, Seperti : gedung perkantoran, perumahan, dll.

2.    PPC (Pozzoland Portland Cement)

      Semen berjenis PPC dibuat dari campuran Terak (Hasil dari pencampuran batu

      kapur, tanah liat, pasir silica dan pasir besi yang sudah dalam tahap

      pembakaran), Gypsum dan Trass. Kegunaan semen PPC untuk membangun

      bangunan yang mampu menahan tingkat ke asaman,basa dan garam yang

      tinggi, seperti: Dermaga, Bendungan, Jembatan, Jalan raya.



3.7 Pola Aliran Bahan untuk Proses Produksi

     Pola aliran bahan proses produksi semen di PT Semen Gresik (Persero) Tbk.

ditunjukkan seperti gambar 3.1 berikut ini:




                Gambar 3.12 Pola aliran bahan untuk proses produksi

3.8 OPC dan Layout Mesin

     Proses operasi produksi semen dan layout mesin di PT. Semen Gresik (Persero)

Tbk. ditunjukan seperti pada lampiran 1 dan 2.
BAB IV

                                   TUGAS KHUSUS



  4.1    Struktur Organisasi Departemen Kualitas (Quality Control)

         Struktur organisasi di dalam divisi quality control (QC) adalah sebagai berikut

  ini:

                                         Seksi
                                   Pengendalian Proses




    Karu                Karu                Karu                Karu                Karu
Pengendalian        Pengendalian          Preventif           Preventif           Mix Pile
 Tuban 1&2           Tuban 3&4           Tuban 1&2           Tuban 3&4          Tuban 1,2,3,4




Membawahi            Membawahi
 Pelaksana            Pelaksana
Tuban 1&2            Tuban 3&4




  4.2    Tugas dan Tanggung Jawab (Job Description)

   1.    Kepala Regu Pengendalian Tuban 1 dan 2

         Bertanggung jawab terhadap :

            Melakukan pengontrolan kualitas proses produksi pada mesin Tuban 1&2

            Membuat laporan secara rutin tiap hari

            Melaksanakan tugas- tugas yang diberikan atasan

            Melakukan “action” jika ditemukan penyimpangan
   Mendokumentasikan sample dan data laporan kerja QC

        Melaksanakan tugas- tugas yang diberikan atasan

2.   Kepala Regu Pengendalian Tuban 3 dan 4

     Bertanggung jawab terhadap :

        Melakukan pengontrolan kualitas proses produksi pada mesin Tuban 3&4

        Membuat laporan secara rutin tiap hari

        Melaksanakan tugas- tugas yang diberikan atasan

        Melakukan “action” jika ditemukan penyimpangan atau problem mesin

        Mendokumentasikan sample dan data laporan kerja QC

        Melaksanakan tugas- tugas yang diberikan atasan

3.   Kepala Regu Preventive Tuban 1 dan 2

     Bertanggung jawab terhadap :

        Melakukan “action” jika ditemukan penyimpangan/ problem pada mesin

        Melakukan pengawasan di setiap mesin

        Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan

         pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan

        Menentukan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan sistem

         prosedur, hubungan dan tata kerjanya

        Menentukan sistem koordinasi, pelaporan dan pemeriksaan

        Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pekerja yang menyimpang dari

         peraturan yang telah ditetapkan

4.   Kepala Regu Preventive Tuban 3&4

     Bertanggung jawab terhadap :
   Melakukan “action” jika ditemukan penyimpangan/ problem pada mesin

        Melakukan pengawasan di setiap mesin

        Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan

         pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan

        Menentukan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan sistem

         prosedur, hubungan dan tata kerjanya

        Menentukan sistem koordinasi, pelaporan dan pemeriksaan

        Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pejabat yang menyimpang dari

         peraturan yang telah ditetapkan

5.   Kepala Regu Mix Pile Tuban 1, 2, 3 dan 4

     Bertanggung jawab terhadap :

        Menentukan skala bahan baku yang akan di butuhkan

        Menentukan bahan baku yang akan di butuhkan

        Menyeleksi bahan baku yang layak untuk proses produk

        Mengecek bahan baku mulai dari tambang sampai gudang penyimpanan

         sementara

6.   Pelaksana Tuban 1 dan 2

     Bertanggung jawab terhadap :

        Membuat program kerja mingguan dan mengadakan pengarahan kegiatan

         harian kepada pekerja

        Mengadakan evaluasi dan membuat hasil pelaksanaan kerja dilapangan

        Menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan program kerja, metode kerja dan

         spesifikasi teknik
    Menerapkan program keselamatan kerja dan kebersihan di lapangan

            Mengupayakan efisiensi dan efektifitas pemakaian bahan, tenaga dan alat

             lapangan



4.3     Proses Pengontrolan Kualitas Produk

        Untuk mengecek kualitas produk yang dihasilkan oleh sebuah mesin maka

diperlukan suatu pengontrolan kualitas produk itu sendiri. Dimana pengontrolan

kualitas tersebut dibagi menjadi 5 macam/ jenis yaitu:

        1.   Pengontrolan kualitas pada penyediaan bahan baku seperti :

                 Pemeriksaan Batu kapur

                 Pemeriksaan Tanah liat

                 Pemeriksaan Pasir silica

                 Pemeriksaan Pasir besi

        2.   Pengontrolan kualitas pada saat penggilingan bahan baku seperti :

                 Campuran Harus Merata

        3.   Pengontrolan kualitas pada saat pembakaran seperti:

                 Suhu Pembakaran

                 Kualitas Terak

        4.   Pengontrolan kualitas pada saat penggilingan akhir seperti:

                 Kehalusan

                 Kandungan SO3

      5. Pengontrolan kualitas pada saat pengemasan seperti:
Kualitas Kantong Semen

4.4   Pengawasan Mutu Pada Penyediaan Bahan Baku

      Pengawasan/ pengontrolan kualitas pada bahan baku sangat penting, karena

kualitas bahan baku sangat mempengaruhi terhadap hasil suatu produksi, maka

pengontrolan kualitas bahan baku adalah sebagai berikut:

 1.   Pemeriksaan Batu Kapur

      Hal- hal yang diperiksa adalah :

          Pada prinsipnya batu kapur bisa digunakan utnuk pembuatan semen

          tergantung kadar kimia di dalamnya. Batu kapur yang baik dalam

          penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5%, dan penggunaan

          batu kapur dalam pembuatan semen itu sendiri sebanyak ± 81 %.

 2.   Pemeriksaan Tanah Liat

      Hal- hal yang diperiksa adalah :

          Untuk pembuatan semen yang diperlukan adalah Al2O3-nya, sehingga

          tanah liat dengan kadar Al2O3 yang tinggi sangat baik untuk bahan baku

          pembuatan semen. Sedangkan bila kadar SiO2nya melebihi separuh dari

          jumlah Al2O3 maka tanah liat itu termasuk jelek. Di alam, tanah liat

          biasanya mengandung SiO2 sebesar 46.5 %, sehingga termasuk baik. Tanah

          liat harus memiliki kadar air ± 20 %, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46

          %, dan penggunaan tanah liat dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ±

          9%.
3.   Pemeriksaan Pasir Silica

      Hal-hal yang diperiksa adalah :

           Pasir silika harus memiliki kadar SiO2 minimsl 88% dan ± 90%.

           Penggunaan pasir silika dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 9%.

 4.   Pemeriksaan Pasir Besi

      Hal-hal yang diperiksa adalah :

           Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada umumnya selalu tercampur dengan SiO2

           dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Karena Fe2O3 berfungsi sebagai

           penghantar panas dalam proses pembuatan terak maka kadar yang baik

           dalam pembuatan semen yaitu Fe3O2 ± 75%-80%.

           Penggunaan pasir besi dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 1%.

 5.   Pemeriksaan Hasil Campuran/ Mix Pile

      Hal-hal yang diperiksa adalah :

           Kandungan dari Mixpile meliputi cornection ( ≥ 95%), medium Cao (50%-

           93%), Low grade (30%-50%), pedel ( ± 30%) dan dolomite < 0,5%.



4.5   Pengawasan Mutu Dalam Penggilingan Bahan Baku Produksi

      Pengontrolan mutu pada saat penggilingan bahan baku produksi adalah sebagai

berikut:

 1.   Pemeriksaan Kualitas Penggilingan

      Hal- hal yang diperiksa adalah :
Standart ukuran hasil Pencampuran LSF = 97%, SM= 2,10, AM=1,50

4.6   Proses Pengontrolan Mutu Dalam Proses Pembakaran Bahan Baku

      Produksi

      Pengawasan/ kontrol kualitas/ mutu pada saat proses pembakaran bahan baku

adalah sebagai berikut:

 1.   Kualitas Hasil Suhu Pembakaran

      Hal- hal yang diperiksa adalah :

          Suhu pembakaran pada Kiln Feed bekisar 1350oC – 1400oC agar

          menghasilkan terak dengan kadar campuran meliputi LSF = 97%, SM=

          2,10, AM=1,50



4.7   Proses Pengontrolan Mutu Dalam Proses Penggilingan Bahan Baku

      Produksi

      Pengawasan/ kontrol kualitas/ mutu pada saat proses penggilingan akhir bahan

baku sangat penting karena untuk mencegah kecacatan pada produk akhir sehingga

kecacatan tidak menyebar sampai ke tangan konsumen yang bisa merugika

konsumen. Pengontrolan mutu pada saat tahap akhir adalah adalah sebagai berikut:

 1.   Kualitas Kehalusan

      Hal- hal yang diperiksa adalah :

          Hasil dari Penggilingan akhir harus merata dan dengan ukuran 90 mikron.

 2.   Kualitas Kadar Campuran

      Hal- hal yang diperiksa adalah:
Hasil dari penggilingan mempunyai kandungan SO3 0,10% , Blaine 5,5%

          dan Mesh 1,38%



4.8   Proses Pengontrolan Mutu Dalam Proses Penggilingan Bahan Baku

      Produksi

      Pengawasan/ kontrol kualitas/ mutu pada saat proses pengemasan         adalah

sebagai berikut:

 1.   Kualitas Curah

      Hal- hal yang diperiksa adalah :

          Keadaan Truk Curah atau Truk pengangkut semen harus dalam keadaan

          baik dan tidak mengalami kebocoran.

 2.   Kualitas Kantong

          Karena Kantong Semen membeli dari perusahaan lain dan jenis bahan

          kantong merupakan bahan impor, maka keadaan harus baik dan tidak robek

          meskipun di banting sebanyak 10 kali.



4.9   Macam- Macam Variasi (Cacat) Yang Terjadi Pada Proses Produksi

      Ada beberapa jenis kecacatan/ problem pada setiap proses, diantaranya adalah:

      A. Proses Penyediaan Bahan Baku

          Problem/ kecacatan pada Proses Penyediaan Bahan Baku antara lain :

          1.   Sampel Bahan Baku

          2.   Timbangan
3.   Penghancuran Batu kapur pada Crusher

      B. Proses Penggilingan Bahan Baku

           Problem/ kecacatan pada Proses Penggilingan Bahan Baku antara lain :

           1.   Kadar Campuran

      C. Proses Pembakaran

           Problem/    kecacatan   pada    Proses   Pembakaran      antara   lain   :

           1.   LSF (Lime Saturation Factor)

           2.   Suhu

      D. Proses Penggilingan Akhir

           Problem/ kecacatan pada Proses Penggilingan Akhir antara lain :

           1.   Campuran Harus Merata

      E. Proses Pengemasan

           1.   Kantong



4.10 Penyebab Timbulnya Kecacatan dan Penyelesaian Masalah

      Adapun yang menjadi penyebab suatu kecacatan di dalam suatu produk, antara

lain yaitu :

      A. Proses Penyediaan Bahan Baku

           Problem/ kecacatan pada Proses Penyediaan Bahan Baku antara lain :
1.     Sampel Bahan Baku

         Penyebab Sampel Bahan Baku dan penyelesaian masalahnya akan di

         jelaskan pada tabel berikut:



Tabel 4.1. Penyebab dan penyelesaian masalah problem Sampel Bahan Baku

       Penyebab                         Penyelesaian Masalah

       Salah Sampel                        Bagian    Penggali    tambang

                                           harus teliti dalam pemilihan

                                           bahan baku

                                           Sampel harus homogen



  2.     Timbangan

         Penyebab Timbangan dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan

         pada tabel berikut:

 Tabel 4.2. Penyebab dan penyelesaian masalah problem Sampel Bahan Baku

       Penyebab                         Penyelesaian Masalah

       Timbangan Error/rusak               Segera di perbaiki secepatnya

                                           karena menimbul kecacatan

                                           fatal pada akhir produk jadi

                                           Dibutuhkan kalibrasi ulang
B. Proses Pengilingan Bahan Baku

   Problem/ kecacatan pada Proses Penggilingan Bahan Baku antara lain :

   1.    Kadar Campuran

         Penyebab Kadar Campuran dan penyelesaian masalahnya akan di

         jelaskan pada tabel berikut:



          Tabel 4.3. Penyebab dan penyelesaian masalah Kadar Campuran

        Penyebab                         Penyelesaian Masalah

        Campuran yang tidak seimbang        Karena proses penggilangan

                                            dilakukan          setiap    per

                                            jamnya,maka pada setiap jam

                                            berikutnya         menambahkan

                                            komposisi     campuran      yang

                                            kurang      agar    mendapatkan

                                            hasil yang homogen



C. Proses Pembakaran

   Problem/ kecacatan pada Proses Pembakaran Bahan Baku antara lain :

   1.    LSF (Lime Saturation Factor)

         Penyebab LSF dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan pada

         tabel berikut:

               Tabel 4.4. Penyebab dan penyelesaian masalah LSF
Penyebab                          Penyelesaian Masalah

     LSF tidak seimbang                   Kadar        LSF          biasanya

                                          dipengaruhi        oleh      suhu

                                          pembakaran,maka suhu harus

                                          optimal    agar    semen     yang

                                          dihasilkan    tidak   tercampur

                                          dengan     bahan-bahan      alami

                                          lainnya.

2.    Suhu

      Penyebab Suhu dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan pada

      tabel berikut:

             Tabel 4.5. Penyebab dan penyelesaian masalah Suhu

     Penyebab                          Penyelesaian Masalah

     Suhu Berubah                         Suhu harus tidak lebih dan

                                          tidak kurang dari 1350o C-

                                          1400oC agar terjadi reaksi

                                          C3S.
D. Proses Penggilingan Akhir

   Problem/ kecacatan pada Proses Penggilingan Akhir antara lain :

   1.    Campuran

         Penyebab campuran dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan

         pada tabel berikut:

             Tabel 4.6. Penyebab dan penyelesaian masalah kehalusan

        Penyebab                         Penyelesaian Masalah

        Campuran tidak bagus                 Campuran yang memiliki SO3

                                             yang    tidak      bagus    akan

                                             dicampur    lagi     dari   hasil

                                             penggilingan di setiap jamnya

                                             agar                  campuran

                                             merata/Homogen.




E. Proses Pengemasan

   Problem/ kecacatan pada Proses Pengemasan antara lain :

   1.    Kantong / SAK

         Penyebab Kantong dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan

         pada tabel berikut:
Tabel 4.7. Penyebab dan penyelesaian masalah Robek

               Penyebab                              Penyelesaian Masalah

               Kantong Pecah / robek                    SAK      semen    harus     diuji

                                                        ketahanannya              dengan

                                                        percobaan        di       banting

                                                        sebanyak 10 kali hingga tidak

                                                        robek.


4.11 Peta Kontrol C

        Telah diketahui bahwa suatu produk dikatakan cacat (defective) jika produk itu

tidak memenuhi suatu syarat atau lebih. Setiap kekurangan disebut defect. Jadi setiap

produk cacat terdapat lebih dari satu defect. Seandainya sehelai merk “Bejo” terdapat

sakunya sobek dan dua kancingnya lepas, maka baju itu dikatakan cacat dan terdapat

3 defect pada baju itu.

        Chart C memperhatikan banyaknya defect pada kelompok yang besarnya tetap.

Didalam banyak hal kelompok dalam chart C adalah satu, variable C menunjukkan

banyaknya defect pada tiap produk. Tidak selalu demikian, banyaknya produk dalam

kelompok tidak harus satu, yang penting banyaknya produk dalam kelompok selalu

sama.

            Limit pada peta control C adalah sebagai berikut:

            Jika banyaknya defect pada kelompok (mungkin juga hanya satu

        anggotanya kelompok) maka menurut poisson P(C) = µc = C’ dan deviasi

        standart σ =      , sehingga limit 3σ untuk C adalah:
LKAc = C’ + 3

          LKBc = C’ - 3

          Jika Harga C’ tidak diketahui maka diestimasi dengan rata- rata C dari

      pengamatan = sehingga

          LKAc =       +3

          LKBc =          -3

      Contoh rekap problem- problem QC (Quality Control) dapat dilihat di lampiran

dan peta control dapat dilihat pada gambar peta control dibawah ini:

 1.   Problem Pada Proses Penyediaan Bahan Baku Bahan Baku

          Pada Rekap Problem Kandungan SiO2 Bulan

                                                        P e ta C o ntr o l C

                              2 4 .0                                                          V ar iab le
                                                                                              D ata
                                                                                              CL
                                                                                              BKB
                                                                                              BKA
                              2 3 .5
                     Da t a




                              2 3 .0




                              2 2 .5




                              2 2 .0

                                       3   6   9   12      15       18    21   24   27   30
                                                           Ha r i




      Analisa Peta Kontrol :

      Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

      data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

      sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
Pada Rekap Problem Kandungan Al2O3

                                                  P e ta K o tr o l C
                        1 0 .2                                                          V ar iab le
                                                                                        D ata
                                                                                        CL
                        1 0 .0                                                          BKB
                                                                                        BKA


                         9 .8




               Da t a
                         9 .6



                         9 .4



                         9 .2



                         9 .0
                                 3   6   9   12      15       18    21   24   27   30
                                                     Ha r i




Analisa Peta Kontrol :

Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.

    Pada Rekap Problem Kandungan Fe2O3

                                                  P e ta K o ntr o l C

                                                                                        V ar iab le
                        4 .5 5
                                                                                        D ata
                                                                                        CL
                                                                                        BKB

                        4 .5 0                                                          BKA




                        4 .4 5
               Da t a




                        4 .4 0



                        4 .3 5



                        4 .3 0
                                 3   6   9   12      15       18    21   24   27   30
                                                     Ha r i




Analisa Peta Kontrol :

Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
Pada Rekap Problem Kandungan CaO

                                                          P e ta K o ntr o l C
                        5 9 .5                                                                  V ar iab le
                                                                                                D ata
                                                                                                CL
                                                                                                BKB
                        5 9 .0
                                                                                                BKA




                        5 8 .5




               Da t a
                        5 8 .0



                        5 7 .5



                        5 7 .0

                                     3       6   9   12      15       18    21   24   27   30
                                                             Ha r i




Analisa Peta Kontrol :

Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.

    Pada Rekap Problem Kandungan MgO

                                                          P e ta K o ntr o l C

                                                                                                V ar iab le
                        1 .2
                                                                                                D ata
                                                                                                CL
                                                                                                BKB
                        1 .1                                                                    BKA




                        1 .0
               Da t a




                        0 .9



                        0 .8



                        0 .7

                                 3       6       9   12      15       18    21   24   27   30
                                                             Ha r i




Analisa Peta Kontrol :

Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
2.   Problem Pada Proses Penggilingan Bahan Baku / Raw Mill

         Pada Rekap Problem Kandungan LSF (Lime Saturation Factor)

                                                                    P e ta K o ntr o l C

                                                                                                          V ar iab le
                             79
                                                                                                          D ata
                                                                                                          CL
                             78
                                                                                                          BKB
                                                                                                          BKA
                             77

                             76

                             75


                    Da t a   74

                             73

                             72

                             71

                             70

                                      3       6       9       12      15        18   21    24   27   30
                                                                      Ha r i




     Analisa Peta Kontrol :

     Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

     data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

     sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.

         Pada Rekap Problem Kadungan SM (Silika Modulus)

                                                                    P e ta K o ntr o l C

                                                                                                          V ar iab le
                             1 .7 0
                                                                                                          D ata
                                                                                                          CL
                                                                                                          BKB

                             1 .6 8                                                                       BKA




                             1 .6 6
                    Da t a




                             1 .6 4



                             1 .6 2



                             1 .6 0
                                          3       6       9    12      15       18    21   24   27   30
                                                                       Ha r i




     Analisa Peta Kontrol :

     Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

     data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

     sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
Pada Rekap Problem Kandungan AM (Alumina Modulus)

                                                                        P e ta K o ntr o l C
                                  2 .3 5                                                                      V ar iab le
                                                                                                              D ata
                                                                                                              CL
                                  2 .3 0
                                                                                                              BKB
                                                                                                              BKA
                                  2 .2 5


                                  2 .2 0




                        Da t a
                                  2 .1 5


                                  2 .1 0


                                  2 .0 5


                                  2 .0 0

                                               3       6       9   12       15       18   21   24   27   30
                                                                            Ha r i




     Analisa Peta Kontrol :

     Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

     data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

     sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.

3.   Problem Pada Proses Pembakaran / Kiln Feed

         Pada Rekap Problem Kandungan C3S (Trikalsium Silikat)

                                                                        P e ta K o ntr o l C
                                  10                                                                            V ar iab le
                                                                                                                d ata
                                                                                                                CL
                                   5
                                                                                                                BKB
                                                                                                                BKA

                                   0


                                  -5
                    Da t a




                                 -1 0


                                 -1 5


                                 -2 0


                                 -2 5
                                           3       6       9       12      15        18   21   24   27   30
                                                                           Ha r i




     Analisa Peta Kontrol :

     Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

     data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

     sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
Pada Rekap Problem Kandungan C2S (Dikalsinasi Silikat)

                                                               P e ta K o ntr o l C

                                                                                                     V ar iab le
                        85                                                                           D ata
                                                                                                     CL
                                                                                                     BKB
                        80                                                                           BKA




                        75




               Da t a
                        70



                        65



                        60



                                 3       6       9       12      15        18   21    24   27   30
                                                                 Ha r i




Analisa Peta Kontrol :

Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.

    Pada Rekap Problem Kandungan C3A (Trikalsium Aluminat)

                                                               P e ta K o ntr o l C
                        1 9 .5                                                                       V ar iab le
                                                                                                     D ata
                                                                                                     CL
                        1 9 .0                                                                       BKB
                                                                                                     BKA


                        1 8 .5
               Da t a




                        1 8 .0



                        1 7 .5



                        1 7 .0



                        1 6 .5

                                     3       6       9    12      15       18    21   24   27   30
                                                                  Ha r i




Analisa Peta Kontrol :

Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
Pada Rekap Problem Kandungan C4AF(Tetrakalsium Alumino ferrit)

                                                                       P e ta K o ntr o l C
                                1 3 .9                                                                       V ar iab le
                                                                                                             D ata
                                1 3 .8                                                                       CL
                                                                                                             BKB
                                1 3 .7                                                                       BKA


                                1 3 .6

                                1 3 .5




                      Da t a
                                1 3 .4

                                1 3 .3

                                1 3 .2

                                1 3 .1

                                1 3 .0
                                             3       6       9    12      15        18   21   24   27   30
                                                                           Ha r i




     Analisa Peta Kontrol :

     Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

     data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

     sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.

4.   Problem Pada Proses Penggilingan Akhir

         Pada Rekap Problem Kandungan SO3 (Oksida belerang)

                                                                       P e ta K o ntr o l C
                               2 .5                                                                           V ar iab le
                                                                                                              D ata
                                                                                                              CL
                               2 .4                                                                           BKB
                                                                                                              BKA


                               2 .3
                    Da t a




                               2 .2



                               2 .1



                               2 .0



                               1 .9
                                         3       6       9       12       15        18   21   24   27   30
                                                                          Ha r i




     Analisa Peta Kontrol :

     Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

     data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

     sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
Pada Rekap Problem Kandungan FL (Fly Ash)

                                                  P e ta K o ntr o l C
                        0 .4 5                                                          V ar iab le
                                                                                        D ata
                                                                                        CL

                        0 .4 0                                                          BKB
                                                                                        BKA



                        0 .3 5




               Da t a
                        0 .3 0



                        0 .2 5



                        0 .2 0



                                 3   6   9   12      15       18    21   24   27   30
                                                     Ha r i




Analisa Peta Kontrol :

Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.

    Pada Rekap Problem blaine atau Kehalusan

                                                  P e ta K o ntr o l C
                        355                                                             V ar iab le
                                                                                        D ata
                                                                                        CL
                                                                                        BKB
                        350
                                                                                        BKA




                        345
               Da t a




                        340



                        335



                        330


                                 3   6   9   12      15       18    21   24   27   30
                                                     Ha r i




Analisa Peta Kontrol :

Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
Pada Rekap Problem Blaine atau Kehalusan

                                              P e ta K o ntr o l C

                                                                                    V ar iab le
                        94                                                          D ata
                                                                                    CL
                                                                                    BKB
                        93                                                          BKA




                        92




               Da t a
                        91


                        90


                        89


                        88
                             3   6   9   12     15       18    21    24   27   30
                                                Ha r i




Analisa Peta Kontrol :

Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan

data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja,

sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)
Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

La actualidad más candente (20)

Mekanika fluida 2 pertemuan 4 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 4 okkMekanika fluida 2 pertemuan 4 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 4 okk
 
Kelompok 5 penentuan kadar fe dalam perairan
Kelompok 5 penentuan kadar fe dalam perairan Kelompok 5 penentuan kadar fe dalam perairan
Kelompok 5 penentuan kadar fe dalam perairan
 
Kinetika adsorpsi 2
Kinetika adsorpsi 2Kinetika adsorpsi 2
Kinetika adsorpsi 2
 
Ion Exchange
Ion ExchangeIon Exchange
Ion Exchange
 
Annes : Analisis Gravimetri
Annes : Analisis GravimetriAnnes : Analisis Gravimetri
Annes : Analisis Gravimetri
 
Pengolahan keramik 1
Pengolahan keramik 1Pengolahan keramik 1
Pengolahan keramik 1
 
Pengaruh kadar air terhadap beton
Pengaruh kadar air terhadap betonPengaruh kadar air terhadap beton
Pengaruh kadar air terhadap beton
 
Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2Matematika teknik kimia_2
Matematika teknik kimia_2
 
Substitusi Nukleofilik
Substitusi NukleofilikSubstitusi Nukleofilik
Substitusi Nukleofilik
 
Proses produksi plastik
Proses produksi plastikProses produksi plastik
Proses produksi plastik
 
Sintesis TiO2 melalui metoda sol gel dan pendoppingan
Sintesis TiO2 melalui metoda sol gel dan pendoppinganSintesis TiO2 melalui metoda sol gel dan pendoppingan
Sintesis TiO2 melalui metoda sol gel dan pendoppingan
 
jurnal aluminium
jurnal aluminiumjurnal aluminium
jurnal aluminium
 
Presentasi keramik
Presentasi keramikPresentasi keramik
Presentasi keramik
 
Pertemuan 5 perhitungan alat filtrasi
Pertemuan 5 perhitungan alat filtrasiPertemuan 5 perhitungan alat filtrasi
Pertemuan 5 perhitungan alat filtrasi
 
Tutorial powersim
Tutorial powersimTutorial powersim
Tutorial powersim
 
Atk 1 pertemuan 1 dan 2
Atk 1 pertemuan 1 dan 2Atk 1 pertemuan 1 dan 2
Atk 1 pertemuan 1 dan 2
 
Kimia Organik (Asam karboksilat dan ester)
Kimia Organik (Asam karboksilat dan ester)Kimia Organik (Asam karboksilat dan ester)
Kimia Organik (Asam karboksilat dan ester)
 
7 energi bebas gibbs
7 energi bebas gibbs7 energi bebas gibbs
7 energi bebas gibbs
 
XRD
XRDXRD
XRD
 
Modul Penyelesaian Soal Alat Penukar Kalor
Modul Penyelesaian Soal Alat Penukar KalorModul Penyelesaian Soal Alat Penukar Kalor
Modul Penyelesaian Soal Alat Penukar Kalor
 

Destacado

HOMOGENISASI SAMPEL BOTTOM ASH SEBAGAI SAMPEL MONITORING MENGGUNAKAN ED-XRF E...
HOMOGENISASI SAMPEL BOTTOM ASH SEBAGAI SAMPEL MONITORING MENGGUNAKAN ED-XRF E...HOMOGENISASI SAMPEL BOTTOM ASH SEBAGAI SAMPEL MONITORING MENGGUNAKAN ED-XRF E...
HOMOGENISASI SAMPEL BOTTOM ASH SEBAGAI SAMPEL MONITORING MENGGUNAKAN ED-XRF E...Anggi Sagitha
 
distribusi partikel debu di kawasan pabrik semen citeureup bogor
distribusi partikel debu di kawasan pabrik semen citeureup bogordistribusi partikel debu di kawasan pabrik semen citeureup bogor
distribusi partikel debu di kawasan pabrik semen citeureup bogorgede5
 
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHA...
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHA...FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHA...
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHA...Warnet Raha
 
Presentasi sidang..
Presentasi sidang..Presentasi sidang..
Presentasi sidang..piok_kuek
 

Destacado (6)

Ppt
PptPpt
Ppt
 
HOMOGENISASI SAMPEL BOTTOM ASH SEBAGAI SAMPEL MONITORING MENGGUNAKAN ED-XRF E...
HOMOGENISASI SAMPEL BOTTOM ASH SEBAGAI SAMPEL MONITORING MENGGUNAKAN ED-XRF E...HOMOGENISASI SAMPEL BOTTOM ASH SEBAGAI SAMPEL MONITORING MENGGUNAKAN ED-XRF E...
HOMOGENISASI SAMPEL BOTTOM ASH SEBAGAI SAMPEL MONITORING MENGGUNAKAN ED-XRF E...
 
distribusi partikel debu di kawasan pabrik semen citeureup bogor
distribusi partikel debu di kawasan pabrik semen citeureup bogordistribusi partikel debu di kawasan pabrik semen citeureup bogor
distribusi partikel debu di kawasan pabrik semen citeureup bogor
 
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHA...
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHA...FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHA...
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHA...
 
Proposal
ProposalProposal
Proposal
 
Presentasi sidang..
Presentasi sidang..Presentasi sidang..
Presentasi sidang..
 

Similar a Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)

Pkl PT Semen gresik tbk-pabriktuba
Pkl PT Semen gresik tbk-pabriktubaPkl PT Semen gresik tbk-pabriktuba
Pkl PT Semen gresik tbk-pabriktubaAhya Alamsyah
 
Teknik Industri proses kimia semen dan kapur
Teknik Industri proses kimia semen dan kapurTeknik Industri proses kimia semen dan kapur
Teknik Industri proses kimia semen dan kapurIqbal Nak-bah Nak-bah
 
Industri semen
Industri semenIndustri semen
Industri semenliabika
 
Makalah kimia edit ffff
Makalah kimia edit ffffMakalah kimia edit ffff
Makalah kimia edit fffflouischristian
 
Digital 122933 r010843-pengaruh pemakaian-literatur
Digital 122933 r010843-pengaruh pemakaian-literaturDigital 122933 r010843-pengaruh pemakaian-literatur
Digital 122933 r010843-pengaruh pemakaian-literaturkusmira
 
Pengantar teknologi keramik
Pengantar teknologi keramikPengantar teknologi keramik
Pengantar teknologi keramikaditiass
 
Rekayasa bahan Galian Industri-1
Rekayasa bahan Galian Industri-1Rekayasa bahan Galian Industri-1
Rekayasa bahan Galian Industri-1UDIN MUHRUDIN
 
Teknologi bahan konstruksi bahan 1
Teknologi bahan konstruksi   bahan 1Teknologi bahan konstruksi   bahan 1
Teknologi bahan konstruksi bahan 1Dangzt Iman
 
Bab vii pengendapan gamping travertin
Bab vii pengendapan gamping travertinBab vii pengendapan gamping travertin
Bab vii pengendapan gamping travertinSamuel Semy
 
fedib mekban.docx
fedib mekban.docxfedib mekban.docx
fedib mekban.docxRoyMaor4
 
SLIDE BAHAN BANGUNAN UNTUK PENGETAHUAN DASAR
SLIDE BAHAN BANGUNAN UNTUK PENGETAHUAN DASARSLIDE BAHAN BANGUNAN UNTUK PENGETAHUAN DASAR
SLIDE BAHAN BANGUNAN UNTUK PENGETAHUAN DASARtaplakm13
 
84449599-Fly-Ash-Dalam-Semen.docx
84449599-Fly-Ash-Dalam-Semen.docx84449599-Fly-Ash-Dalam-Semen.docx
84449599-Fly-Ash-Dalam-Semen.docxIwanWahyudi36
 
BATU KAPUR - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
BATU KAPUR - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITABATU KAPUR - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
BATU KAPUR - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITABonita Susimah
 

Similar a Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban) (20)

Pkl PT Semen gresik tbk-pabriktuba
Pkl PT Semen gresik tbk-pabriktubaPkl PT Semen gresik tbk-pabriktuba
Pkl PT Semen gresik tbk-pabriktuba
 
Teknik Industri proses kimia semen dan kapur
Teknik Industri proses kimia semen dan kapurTeknik Industri proses kimia semen dan kapur
Teknik Industri proses kimia semen dan kapur
 
Industri semen
Industri semenIndustri semen
Industri semen
 
Makalah kimia edit ffff
Makalah kimia edit ffffMakalah kimia edit ffff
Makalah kimia edit ffff
 
Industri semen
Industri semenIndustri semen
Industri semen
 
Bahan banguan
Bahan banguanBahan banguan
Bahan banguan
 
Tipe-Tipe Semen (Konstruksi Beton)
Tipe-Tipe Semen (Konstruksi Beton)Tipe-Tipe Semen (Konstruksi Beton)
Tipe-Tipe Semen (Konstruksi Beton)
 
Modul 3
Modul 3Modul 3
Modul 3
 
Digital 122933 r010843-pengaruh pemakaian-literatur
Digital 122933 r010843-pengaruh pemakaian-literaturDigital 122933 r010843-pengaruh pemakaian-literatur
Digital 122933 r010843-pengaruh pemakaian-literatur
 
Pengantar teknologi keramik
Pengantar teknologi keramikPengantar teknologi keramik
Pengantar teknologi keramik
 
Rekayasa bahan Galian Industri-1
Rekayasa bahan Galian Industri-1Rekayasa bahan Galian Industri-1
Rekayasa bahan Galian Industri-1
 
Bahankonstruksiteknik
BahankonstruksiteknikBahankonstruksiteknik
Bahankonstruksiteknik
 
Teknologi bahan konstruksi bahan 1
Teknologi bahan konstruksi   bahan 1Teknologi bahan konstruksi   bahan 1
Teknologi bahan konstruksi bahan 1
 
Batu kapur
Batu kapurBatu kapur
Batu kapur
 
Bab vii pengendapan gamping travertin
Bab vii pengendapan gamping travertinBab vii pengendapan gamping travertin
Bab vii pengendapan gamping travertin
 
bahan teknik
bahan teknikbahan teknik
bahan teknik
 
fedib mekban.docx
fedib mekban.docxfedib mekban.docx
fedib mekban.docx
 
SLIDE BAHAN BANGUNAN UNTUK PENGETAHUAN DASAR
SLIDE BAHAN BANGUNAN UNTUK PENGETAHUAN DASARSLIDE BAHAN BANGUNAN UNTUK PENGETAHUAN DASAR
SLIDE BAHAN BANGUNAN UNTUK PENGETAHUAN DASAR
 
84449599-Fly-Ash-Dalam-Semen.docx
84449599-Fly-Ash-Dalam-Semen.docx84449599-Fly-Ash-Dalam-Semen.docx
84449599-Fly-Ash-Dalam-Semen.docx
 
BATU KAPUR - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
BATU KAPUR - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITABATU KAPUR - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
BATU KAPUR - BAHAN GALIAN INDUSTRI - BONITA
 

Último

Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 

Último (20)

Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 

Pkl pt. semen gresik tbk. (pabrik tuban)

  • 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Semen Semen berasal dari bahasa latin “cementum”, dimana kata ini mula-mula dipakai oleh bangsa Roma yang berarti bahan atau ramuan pengikat, dengan kata lain semen dapat didefinisikan adalah suatu bahan perekat yang berbentuk serbuk halus, bila ditambah air akan terjadi reaksi hidrasi sehingga dapat mengeras dan digunakan sebagai pengikat (mineral glue). Pada mulanya semen digunakan orang-orang Mesir Kuno untuk membangun piramida yaitu sejak abad ke-5 dimana batu batanya satu sama lain terikat kuat dan tahan terhadap cuaca selama berabad-abad. Bahan pengikat ini ditemukan sejak manusia mengenal api karena mereka membuat api di gua-gua dan bila api kena atap gua maka akan rontok berbentuk serbuk. Serbuk ini bila kena hujan menjadi keras dan mengikat batu-batuan disekitarnya dan dikenal orang sebagai batu Masonry. (Anonim. 1980. Handout Kuliah Teknologi Semen. Jurusan Teknik Kimia, FTI-ITS. Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya. Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur (CaO), silikat (SiO2), alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3), magnesit (MgO), serta oksida lain dalam jumlah kecil (Lea and Desch, 1940).
  • 2. Massa jenis semen yang diisyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 gr/cm3, pada kenyataannya massa jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,03 gr/cm3 sampai 3,25 gr/cm3. Variasi ini akan berpengaruh proporsi campuran semen dalam campuran. Pengujian massa jenis ini dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask (ASTM C 348-97). 2.2 Fungsi Semen Fungsi semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat. Walaupun komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%, namun karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting. Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus disesuaikan dengan rencana kekuatan dan spesifikasi teknik yang diberikan. 2.3 Bahan Baku Semen Bahan baku pembuatan semen adalah batu kapur, pasir silika, tanah liat dan pasir besi. Total kebutuhan bahan mentah yang digunakan untuk memproduksi semen yaitu: 1. Batu kapur Batu kapur merupakan sumber utama oksida yang mempumyai rumus CaCO3 (Calcium Carbonat), pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur yang baik dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5%, dan penggunaan batu kapur dalam pembuatan semen itu sendiri sebanyak ± 81 %.
  • 3. 2. Pasir silika Pasir silika memiliki rumus SiO2 (silikon dioksida). Pada umumnya pasir silika terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih warna pasir silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau coklat, disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi. Pasir silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%, dan penggunaan pasir silika dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 9%. 3. Tanah liat Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen SiO2Al2O3.2H2O. Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar air ± 20 %, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46 %, dan penggunaan tanah liat dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 9%. 4. Pasir besi Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada umumnya selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Fe2O3 berfungsi sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan terak semen. Kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe3O2 ± 75%-80%. Pada penggilingan akhir digunakan gipsum sebanyak 3-5% total pembuatan semen. penggunaan pasir besi dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 1%. 2.4 Sejarah Semen Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu
  • 4. raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton Benar atau tidak, cerita, legenda tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana. Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris. Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan. Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah lempung yang
  • 5. banyak mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina) serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru. Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat besi. Nah, agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan dihaluskan hingga berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak. Pengaduk semen sederhana. Lazimnya, untuk mencapai kekuatan tertentu, semen portland berkolaborasi dengan bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain), misalnya, memunculkan reaksi kimia yang sanggup mengubah ramuan jadi sekeras batu. Jika ditambah pasir, terciptalah perekat tembok nan kokoh. Namun untuk membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih ditambah dengan bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton. Beton bisa disebut sebagai mahakarya semen yang tiada duanya di dunia. Nama asingnya, concrete - dicomot dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh). Maksudnya kira-kira, kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak ada gedung pencakar langit berdiri tanpa bantuan beton. Meski bahan bakunya sama, "dosis" semen sebenarnya bisa disesuaikan dengan beragam kebutuhan. Misalnya, jika kadar aluminanya diperbanyak, kolaborasi dengan bahan bangunan lainnya bisa menghasilkan bahan tahan api. Ini karena sifat alumina yang tahan terhadap suhu tinggi. Ada juga semen yang cocok buat mengecor karena campurannya bisa mengisi pori-pori bagian yang hendak diperkuat.
  • 6. 2.5 Syarat-syarat dan karakteristik Semen Portland Proses pembuatan semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Proses basah Pada proses basah, sebelum dibakar bahan dicampur dengan air (slurry) dan digiling hingga berupa bubur halus. Proses basah umumnya dilakukan jika yang diolah merupakan bahan-bahan lunak seperti kapur dan lempung. Bubur halus yang dihasilkan selanjutnya dimasukkan dalam oven berbentuk silinder yang dipasang miring (ciln). Suhu ciln ini sedikit demi sedikit dinaikkan dan diputar dengan kecepatan tertentu. Bahan akan mengalai perubahan sedikit demi sedikit akibat naiknya suhu dan akibatnya terjadi sliding di dalam ciln. Pada suhu 100 C air mulai menguap, pada suhu 850 C karbondioksida dilepaskan. Pada suhu sekitar 1400 C, berlangsung permulaan perpaduan di daerah pembakaran, di mana akan terbentuk klinker yang terdiri dari senyawa kalsium silikat dan kalsium aluminat. Klinker tersebut selanjutnya didinginkan, kemudian dihaluskan menjadi butir halus dan ditambah dengan bahan gipsum. 2. Proses kering Proses kering biasanya digunakan untuk jenis batuan yang lebih keras misalnya untuk batu kapur jenis shale. Pada proses ini bahan dicampur dan digiling dalam keadaan kering menjadi bubuk kasar. Selanjutnya, bahan tersebut dimasukkan ke dalam ciln dan proses selanjutnya sama dengan proses basah.
  • 7. Dalam pabrikasi akhir, semen portland digiling dalam kilang hingga halus dan ditambah beberapa bahan tambahan. Bagai alir proses pabrikasi semen portland dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Bagan alir proses pabrikasi semen Secara garis besar proses pembuatan semen portland adalah sebagai berikut: 1. Pencampuran mineral-mineral utama seperti CaO, SiO2 dan Al2O3, dicampur bersama bahan tambahan lain dalam bentuk kering atau basah. Bentuk basah dikenal slurry. 2. Campuran ini dimasukkan ke dalam rotary kiln, dibakar pada suhu 1400 C membentuk butiran-butiran bulat berdiameter antara 1,5 mm sampai 50 mm yang dikenal sebagai clinker.
  • 8. 3. Clinker yang telah dingin dihaluskan sehingga mencapai kehalusan (specific surface) 3150 cm2/gr, sambil ditambahkan gypsum untuk mengontrol waktu ikat (setting time). Berkaitan dengan masalah keawetan (durability) beton, maka dibedakan atas lima tipe semen, yaitu: Tipe I : Semen biasa (normal) digunakan untuk beton yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan, seperti sulfat, perbedaan suhu yang ekstrim. Tipe : Digunakan untuk pencegahan terhadap serangan sulfat dari II lingkungan, seperti untuk struktur bawah tanah. Tipe : Beton yang dihasilkan mempunyai waktu perkerasan yang III cepat (high early strength). Tipe : Beton yang dibuat akan memberikan panas hidrasi rendah, IV cocok untuk pekerjaan beton massa. Tipe : Semen ini cocok untuk beton yang menahan serangan V sulfat dengan kadar tinggi. Tabel 2.1 Tipe Semen
  • 9. 2.6 Sifat Kimia Semen 1. Lime Saturated Factor (LSF) Batasan agar semen yang dihasilkan tidak tercampur dengan bahan-bahan alami lainnya. 2. Magnesium oksida (MgO) Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan persamaan reaksi sbb : Mg O + H2O  Mg (OH) 2 Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O Menjadi magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar. 3. SO3 Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat setting time (pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk kuat tekan. Karena kalau pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak digunakan adalah gypsum. 4. Hilang Pijar (Loss On Ignition) Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk mencegah adanya mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran. Kristal mineral-mineral tersebut pada umumnya dapat mengalami metamorfosa dalam waktu beberapa tahun, dimana metamorfosa tersebut dapat menimbulkan kerusakan.
  • 10. 5. Residu tak larut Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika mortar. 6. Alkali (Na2O dan K2O) Akali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton maupun pada mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen tidak menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard mensyaratkannya. 7. Mineral compound (C3S, C2S, C3A , C4AF) Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral compound tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan mikroskopik yang mahal. Mineral compound tersebut dapat di estimasi melalui perhitungan dengan rumus, meskipun perhitungan tidak teliti. Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk jenisjenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen type IV dan type V. Salah satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan C3A dalam semen pada dasarnya adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan semen dan beton. Tetapi karena C3A bereaksi terhadap sulfat, maka untuk pemakaian di daerah yang mengandung sulfat dibatasi. Karena reaksi antara C3A dengan sulfat dapat menimbulkan korosi pada beton.
  • 11. Senyawa kimia semen Pada Tabel 2.2 s/d 2.5 diperlihatkan komposisi kimia tipikal semen portland biasa dan komposisi oksida semen portland secara umum. Berat Nama Kimia Rumus Kimia Notasi (%) Tricalcium silicate 3CaO.SiO2 C3 S 50 Dicalcium silicate 2CaO.SiO2 C2 S 25 Tricalcium aluminate 3CaO.Al2O3 C3 A 12 Tetracalcium 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 8 aluminoferrite Calcium sulfate dihydrate CaSO4.2H2O CSH2 3,5 Tabel 2.2 Komposisi kimia tipikal semen portland biasa Persen Oksida Notasi Nama Berat CaO C Lime 63 SiO2 S Silica 22
  • 12. Al2O3 A Alumina 6 Fe2O3 F Ferric oxide 2,5 MgO M Magnesia 2,6 K2O K Alkalis 0,6 Na2O N Alkalis 0,3 SO3 S Sulfur trioxide 2,0 CO2 C Carbon dioxide H2O H Water Tabel 2.3 Komposisi oksida semen portland secara umum C3S C2S C3A C4AF Senyawa 3CaOSiO2 2CaOSiO2 3CaOAl2O3 4CaOAl2O3Fe2O3 Kecepatan reaksi dengan sedang lambat cepat Sedang air Sumbangan baik jelek baik Baik terhadap
  • 13. kekuatan awal Sumbangan terhadap sangat baik sedang Sedang kekuatan baik akhir Panas hidrasi sedang rendah tinggi Sedang Tabel 2.4 Karakteristik senyawa kimia utama semen Komposisi dalam persen (%) Karakteristik umum C3 S C2S C3 A C4AF CaSO4 CaO MgO Tipe Semen untuk 49 25 12 8 2,9 0,8 2,4 I semua tujuan Relatif sedikit Tipe pelepasan panas, 46 29 6 12 2,8 0,6 3 II digunakan untuk struktur besar Tipe Mencapai kekuatan 56 15 12 8 3,9 1,4 2,6 III awal yang tinggi
  • 14. pada umur 3 hari Tipe Dipakai pada 30 46 5 13 2,9 0,3 2,7 IV bendunganbeton Tipe Dipakai pada saluran 43 36 4 12 2,7 0,4 1,6 V dan struktur Tabel 2.5 Persentase komposisi semen portland Sifat fisika semen portland: Menurut Harian (2007), sifat fisik semen portland terdiri dari: 1. Kehalusan butiran Kehalusan butiran semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen akan memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Untuk mengukur kehalusan butir semen digunakan turbidimeter dari Wagner atau air permeability dari Blaine.
  • 15. 2. Kepadatan atau berat jenis (density) Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 Mg/m3. kepadatan akan berpengaruh pada proporsi semen dalam campuran. Menurut ASTM C-188, untuk pengujian berat jenis dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask. 3. Konsistensi Konsistensi semen portland berpengaruh pada saat pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras. Konsistensi yang terjadi tergantung pada rasio antara semen dan air serta kehalusan dan kecepatan hidrasi. 4. Waktu pengikatan (setting time) Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Pengujian waktu ikat bertujuan untuk menentukan jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan pasta dengan konsistensi normal. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Waktu ikat awal (initial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat plastis. Waktu ikat awal sangat penting untuk kontrol pekerjaan beton. 2. Waktu ikat akhir (final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras.
  • 16. Gambar 2.2 Alat ukur setting time (alat Vicat) 5. Panas hidrasi Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air, yang dipengaruhi oleh jenis semen yang dipakai dan kehalusan butir semen. Hasil reaksi hidrasi, tobermorite gel merupakan jumlah yang terbesar, sekitar 50% Dari jumlah senyawa yang dihasilkan. Reaksi tersebut dapat dikemukakan secara sederhana, sebagai berikut : 2(CaO.SiO2) + 4H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2 2(3CaO.SiO2) + 6H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2 (Tobermorite) 3CaO.Al2 O3 + 6H2O  3CaO.Al2 O3 .6H2O (Kalsium aluminat hidrat) 3CaO.Al2 O3 + 6H2O + 3CaSO4.2H2O  3CaO.Al2 O3.3CaSO4 32H2O ( Trikalsium sulfoaluminat).
  • 17. 4CaO.Al2 O3 .Fe2 O3 + XH2O  3CaO.Al2 O3 6H2O + 3CaO. Fe2 O3 6H2O (Kalsium Aluminoferrite hidrat). Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3 A akan bersifat mempunyai panas hidrasi yang lebih tinggi. 6. Keutuhan atau kekalan Kekalan pada pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang pembakarannya tidak sempurna. Kapur bebas tersebut mengikat air kemudian menimbulkan gaya-gaya ekspansi. Menurut ASTM C-151, alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen portland adalah autoclave expansion of portland sement. 7. Kekuatan Pengujian kekuatan semen dilakukan dengan cara membuat mortar semen pasir. Pengujian kekuatan dapat berupa uji tekan, tarik dan lentur. ASTM C 109-80 mensyaratkan pengujian kuat tekan pada campuran semen-pasir dengan proporsi 1 : 2,75 dan rasio air-semen 0,485. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir silika dengan perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Setelah berumur 3, 7, 14, 21 dan 28 hari dan mengalami perawatan dengan perendaman, benda uji tersebut diuji kekuatannya. Selain itu dikenal pula beberapa semen khusus, seperti: 1. Semen putih 2. Semen pozolan
  • 18. 3. Semen untuk sumur minyak (oil weel cement) 4. Semen plastik (plastic cement) 5. Semen ekspansif 6. Regulated set cement. 2.7 Jenis-jenis Semen Semen mempunyai beberapa jeni, yaitu : 1. Semen non hidrolik Semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, tetapi dapat mengeras di udara. Contoh: kapur. 2. Semen hidrolik Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh: 1 Semen pozzolan Semen portland pozzolan adalah suatu semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen portland dengan pozolan halus, yang di produksi dengan menggiling klinker semen portland dan pozolan bersama- sama, atau mencampur secara merata bubuk semen portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara menggiling dan mencampur, dimana kadar pozolan 6 % sampai dengan 40 % massa semen portland pozolan. (SNI-15- 0302-2004).
  • 19. Menurut SNI 15-0302-1989, .Bahan yang mempunyai sifat pozolan adalah bahan yang mengandung sifat silica aluminium dimana bentuknya halus dengan adanya air, maka senyawa-senyawa ini akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen. Semen Portland pozolan dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu sebagai berikut: Semen portland pozolan jenis SPP A yaitu semen Portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton serta tahan sulfat sedang dan panas hidrasinya sedang. Semen portland pozolan jenis SSP B yaitu semen Portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk semua adukan beton tersebut tahan sulfat sedang dan panas hidrasi rendah. 2 Semen terak Semen terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor. Sekitar 60% beratnya berasal dari terak tanur tinggi. Semen terak dibuat melalui proses tertentu yakni penggilingan, yang menyebabkan terak itu bersifat hidrolik, sekaligus berkurang jumlah sulfat yang dapat merusak. Terak tersebut kemudian dikeringkan dan ditambahi kapur tohor dengan perbandingan tertentu. Seluruh bahan dicampur dan dihaluskan kembali menjadi butiran yang halus.
  • 20. 3. Semen alam Semen alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan. Hasil pembakaran kemudian digiling menjadi serbuk halus. Kadar silika, alumina dan oksida besi pada serbuk cukup untuk membuatnya bergabung dengan kalsium oksida sehingga membentuk senyawa kalsium silikat dan aluminat yang dapat dianggap mempunyai sifat hidrolik. Semen alam yang dihasilkan mempunyai komposisi sebagai berikut: CaO : 31% - 57% SiO2 : 22% - 29% Al2O3 : 5,2% - 8,8% Fe2O3 : 1,5% - 3,2% MgO : 1,5% - 2,2% NaO : K2O : Semen alam tidak boleh digunakan di tempat yang langsung terekspos perubahan cuaca, tetapi dapat digunakan dalam adukan beton untuk konstruksi yang tidak memerlukan kekuatan tinggi. 4. Semen portland Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih.
  • 21. Bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama- sama dengan bahan utamanya. Pembuatan semen portland dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: 1. Penambangan di quarry 2. Pemecahan di crushing plant 3. Penggilingan (blending) 4. Pencampuran bahan-bahan 5. Pembakaran (ciln) 6. Penggilingan kembali hasil pembakaran 7. Penambahan bahan tambah (gipsum) 8. Pengikatan (packing plant) Fungsi dari semen portland adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang kompak dan padat, selain juga untuk mengisi rongga- rongga di antara butiran agregat (Tjokrodimuljo dan Kardiyono, 1988).
  • 22. BAB III SISTEM PRODUKSI DI PERUSAHAAN 3.1 Bahan Baku PT. Semen Gresik Tbk. bergerak dalam bidang produksi semen. Semen yang diproduksi ada dua macam yaitu semen jenis OPC (Ordinary Portland Cement) dan semen jenis PPC (Pozzoland Portland Cement). Dalam produksi semen terdapat bahan baku utama dan bahan koreksi. Bahan baku utama meliputi batu kapur dan tanah liat. Sedangkan bahan koreksi meliputi pasir silica dan pasir besi. Bahan baku dan bahan koreksi tersebut dicampur dan diproses sehingga menghasilkan Terak. Untuk memproduksi semen jenis OPC dibutuhkan pencampuran terak dengan Gypsum. Sedangkan untuk memproduksi semen jenis PPC dibutuhkan pencampuran Terak, Gypsum dan Trass. Karena sebagian besar produksi pabrik berupa debu (dust) dan dapat diolah kembali sehingga dapat menggurangi pencemaran lingkungan dan menghemat sumber daya alam. 3.1.1 Bahan Baku Utama a. Batu Kapur CaCO3 (80%) Diperoleh dari tambang batu kapur milik perusahaan sendiri yang berada tidak jauh dari lokasi pabrik. Prosentase komposisi kandungan batu kapur sebagai berikut : - Batu Kapur Halus sebesar 60% - Batu Kapur Kasar sebesar 40%
  • 23. b. Tanah Liat 2SiO2.Al2O3.2H2O (15%) Diperoleh dari tambang Tanah Liat milik perusahaan sendiri yang berada tidak jauh dari lokasi pabrik. Untuk pembuatan semen, yang diperlukan adalah Al2O3-nya, sehingga tanah liat dengan kadar Al2O3 yang tinggi sangat baik untuk bahan baku pembuatan semen. Sedangkan bila kadar SiO2nya melebihi separuh dari jumlah Al2O3 maka tanah liat itu termasuk jelek. Di alam, tanah liat biasanya mengandung SiO2 sebesar 46.5 %, sehingga termasuk baik. 3.1.2 Bahan Koreksi/Penunjang Bahan Baku Koreksi/Penunjang semen terbagi menjadi dua bagian yaitu pada saat proses awal dan pada proses pencampuran di akhir. Bahan koreksi yang digunakan mempunyai fungsi untuk menyeimbangkan unsur kimia yang terdapat dalam batu kapur dan tanah liat agar memperoleh hasil sesuai kebutuhan dan jenis dari semen yang akan dibuat. Macam-macam bahan Koreksi yang ditambahkan adalah sebagai berikut: 1. Bahan Baku Koreksi pada saat awal produksi. a. Pasir Silika SiO2 (4%) Pada umumnya prosentase silika kurang dari 100% karena tercampur dengan logam-logam lainnya. Untuk pembuatan semen itu sendiri memerlukan kadar 80, jika kurang dari 80% maka sudah tidak dapat digunakan untuk pembuatan semen dan telah bersifat tanah liat.
  • 24. b. Pasir Besi FeO3 (1%) Keadaan pasir besi selalu bercampur dengan SiO2, bila kadar FeO3 sampai 80 % sudah termasuk baik. Selama ini pasir yang dipakai antara 60 - 80 % FeO3. Pasir besi ini berfungsi sebagai penghantar panas dalam pembuatan terak (clinker) dari umpan kiln, dan karena itu bersifat menggumpal dan berat jenisnya paling tinggi dari bahan baku yang ada. 2. Bahan Baku Koreksi pada saat akhir pencampuran produksi. a. Batu Gips (CaSO4.2H2O) Batu Gips (Gypsum) digunakan sebagai bahan campuran pada terak sebagai penghambat reaksi (cement retarder) untuk selanjutnya digiling pada finish mill. b. Trass (SiO2, Al2O3, Fe2O3, H2O, CaO, MgO) Trass merupakan hasil pelapukan endapan vulkanik sebagian besar mengandung silica, besi dan alumina dengan ikatan gugus oksida. Sifat dari Trass meliputi warna : putih kemerahan, kecoklatan, kehitaman, kelabu, kekuning-kuningan, coklat tua, coklat muda, abu-abu. Dalam keadaan sendiri tidak mempunyai sifat mengeras, bila ditambah kapur tohor dan air akan memiliki masa seperti semen dan tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena senyawa silica aktif dan senyawa alumina reaktif dengan reaksi : 2Al2O3 2SiO2 + 7Ca(OH)2 ---> 3CaO2SiO2H2O + 2(2CaOAl2O3SiO2 2H2O)
  • 25. Mengerasnya semen pozzoland lebih lambat dari Portland meskipun kekuatannya bertambah terus Trass tahan terhadap agregat alkalin, nilai penyusutan dan pemuaian kecil, kelulusan air kecil (kedap air), tahan terhadap asam tanah maupun air laut, sifat lentur tidak mudah retak. 3.2 Permesinan Terdapat 3 bagian unit kerja yang mempunyai masing-masing mesin pekerja diantaranya Crusher, RKC (Raw Mill, Kiln, Coal Mill) dan Finish Mill. Pembahasan masing-masing mesin kerja sebagai berikut: 3.2.1 LIMESTONE DAN CLAY CRUSHING / CRUSHER Berdasarkan prinsip kerja dari crusher, maka peralatan crushing material secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua) type yaitu : 1. Compression Type Crusher Compression Type Crusher seperti Jaw Crusher dan Gyratory Crusher, dan Roller Crusher. Jaw Crusher dan Gyratory Crusher biasanya digunakan untuk meng-crushing material yang keras dan abrasive. Dan karena keterbasan reduction ratio sekitar 3:1 sampai 7:1, maka biasanya digunakan multiple stage crushing. Sedangkan Roller/Crusher dipakai untuk raw material yang kadar airnya tinggi dan lengket. Untuk mendapatkan ratio sekitar 5:1 pada umumnya menggunakan 2 stage crushing.
  • 26. Gambar 3.1 Jaw crusher dan jenis-jenis liner dari jaw crusher 2. Impact type Crusher Impact Type Crusher, disebut juga Fast Running Type Crusher, seperti Hammer Crusher dan Impact Crusher. Type Crusher ini sangat mudah dan sederhana bila dibandingkan dengan kemampuan dan kapasitasnya. Reduction Ratio untuk alat ini sampai dengan 50 : 1. Gambar 3.2 Double rotor hammer crusher.
  • 27. (a) (b) Gambar 3.3 Gambar impact crusher. Gambar (a) single impeller impact crusher dan gambar (b) compound impact crusher dengan primary dan secondary impeller. Circumferential speed untuk Hammer Crusher sekitar 30-40 m/detik, sedangkan untuk Impact Crusher sekitar 30-50 m/detik. Penentuan kriteria abrasivines dan stickness (kelengkatan) raw material berdasarkan pada :  Untuk abrasivines dinyatakan oleh adanya kandungan silika bebas dalam raw material.  Sedangkan derajat stickness raw material berdasarkan pada kandungan air dan komposisi mineraloginya. 3.2.2 RAW MILL (PENGGILINGAN MATERIAL) Untuk penggilingan Raw Material di pabrik Tuban digunakan Vertical Roller Mill dengan tipe Fuller Loesche Mill Size LM-59.42, yang mempunyai Grinding Table dengan diameter 5,9 m, dan empat buah Grinding Roller (lihat Gb-2.21). Kapasitas terpasang dari Roller Mill adalah 600 MTPH. Raw Mill System untuk
  • 28. Fuller Loesche Mill tipe LM-59.42, dilengkapi dengan tiga buah Mill Fan system sehingga bisa disebut sebagai Air Swept Vertical Roller Mill. Raw material yang akan digiling di dalam Mill mempunyai kadar air 16% dengan ukuran material kurang dari 108 mm. Komposisi dari Raw Material adalah sebagai berikut :  Clay/Limestone Mix : 84.46 % atau 507 MT.  Corrective Limestone : 13.51 % atau 81.10 MT.  Silica Sand : 1.59 % atau 9.54 MT.  Iron Sand : 0.44 % atau 2.64 MT.
  • 29. Tabel 3.1 Spesifikasi Peralatan Utama di Raw Mill
  • 30. 3.2.3 KILN FEED (PEMBAKARAN MATERIAL) Tepung baku produk dari Roller Mill dimasukkan ke dalam dua Blending Silo 412.BH1 dan 412.BI2, yang masing-masing berkapasitas 20.000 MT. Tipe Blending Silo adalah Continous Flow-Silo desain dari FLS, pemasukan tepung baku ke masing- masing Silo diatur secara bergantian dengan Timer setiap 36 menit. Tepung baku produk dari Roller Mill dimasukkan ke dalam setiap Blending Silo melalui lubang pemasukan yang diletakkan di pusat dari puncak masing-masing Silo. CF-Silo berfungsi sebagai Mixing Chamber dan Storage Silo yang beroperasi secara Continue Flow Silo, artinya pengisian ke dalam Silo bersamaan dengan pengeluaran material dari dalam Silo. Gambar 3.4 Homogenezing Chamber Silo dengan Feeding Arrangement Preheater Kiln
  • 31. Prinsip dari proses pencampuran material berdasarkan atas perbedaan Layer Material yang bercampur sewaktu material tersebut dikeluarkan dari dalam Silo. Jadi proses Blending akan berjalan dengan baik bila terbentuk sebanyak mungkin Layer Material di dalam Silo dengan komposisi yang berbeda. Terbentuknya Layer di dalam Silo akibat adanya pengumpanan ke dalam kedua Silo lewat Air Slide Feed System yang bergantian, dengan ketebalan Layer maksimal satu meter. Layer-Layer Material yang terbentuk di dalam Silo akan bergabung dan tercampur sewaktu proses pengeluaran. Dasar dari Silo dibagi dalam 7 sektor heksagonal yang identik dan masing- masing dibagi lagi menjadi 6 segmen yang berbentuk segitiga, sehingga di Bottom atau dasar Silo terdiri dari 42 segmen. Pada semua segmen ditutup dengan Aeration Box yang masing-masing tidak tergantung pada yang lainnya artinya masing-masing Aeration Box berdiri sendiri. Supply udara untuk Aerasi atau Fluidizing pada tiga segmen Aeration Box dilakukan secara serempak oleh Rotary Blower yang terpisah atau berbeda. Atau dengan kata lain setiap segmen mendapat Aerasi dari satu Blower dan Aerasi yang terjadi pada ketiga segmen berjalan serempak atau bersamaan waktunya. Jadi kebutuhan Aerasi untuk kedua Silo dilayani oleh 6 buah Rotary Blower 412.BL1 hingga 412.BL6. Di pusat masing-masing sektor terdapat lubang pengeluaran dan di atasnya dipasang Cone yang terbuat dari baja. Tujuan pemasangan Cone adalah untuk me-release Pressure yang ada di atas lubang pengeluaran agar pengeluaran tepung baku dari bagian yang diaerasi di daerah Bottom Silo terjamin kelancarannya. Prinsip kerja dari Homogenizing CF.Silo adalah berdasarkan pada efek pengeluaran Raw Meal (tepung baku) pada beberapa tempat
  • 32. pengeluaran yang terdapat di dalam dasar Silo dengan rate yang berbeda. Untuk memperoleh hasil pencampuran yang terbaik, perlu menjaga isi dari setiap Silo sedikitnya separuh dari kapasitas Silo atau 10.000 ton, sebab bila isi Silo kurang dari setengahnya, akan mengakibatkan proses pencampuran material menjadi tidak baik. 3.2.3.1 Suspension Preheater Tipe dari Suspension Preheater yang digunakan di PT. Semen Gresik Tuban adalah tipe Double String. Dimana setiap String pada Double String Preheater, terdiri dari empat Stage, masing-masing Cyclone dipasang secara seri satu di atas yang lain. Pada Cyclone paling atas atau Stage pertama terdapat dua Cyclone (Double Cyclone) yang dipasang secara pararel, penomoran Stage pada Cyclone dimulai dari atas ke bawah. Tujuan memasang Double Cyclone pada Stage pertama adalah untuk meningkatkan efisiensi pemisahan antara gas panas dan material di dalam Preheater. Stage pertama sampai ketiga berfungsi sebagai pemanas awal umpan Kiln, sedangkan Stage keempat dipakai sebagai pemisah produk keluar dari Flash Calciner yang telah ter-calcinasi.
  • 33. Gambar 3.5 Preheater ILC Kiln Gambar 3.6 Preheater SLC Kiln Perpindahan panas di dalam Cyclone, terbesar terjadi di dalam Riser Duct masing-masing Cyclone. Hal ini terjadi terutama karena beda suhu antara gas dan umpan Kiln masih cukup besar. Proses perpindahan panas antara gas panas dan
  • 34. material dingin berjalan secara Cocurrent atau searah. Pada Down Pipe masing- masing Cyclone dipasang Tipping Valve, sehingga ada sedikit material untuk melindungi agar tidak terjadi aliran gas lewat Down Pipe. Dinding bagian dalam Cyclone dan Calciner dilapisi oleh Refractory Brick dan Castable yang merupakan bahan atau material yang tahan terhadap panas dan aus. 3.2.3.2 Flash Calciner Umpan Kiln yang telah mengalami pemanasan awal di dalam Cyclone Stage satu sampai tiga dimasukkan ke dalam Calciner lewat Down Pipe Cyclone Stage tiga. ILC dan SLC Calciner dilengkapi Second Burner sehingga Calciner berfungsi sebagai Furnace. Umpan Kiln yang sebagian besar terdiri dari Limestone (Calcium Carbonat), akan mengalami penguraian menjadi Calcium Oxyde dan Carbon Dioxyde. Reaksinya sebagai berikut : CaCO3 ------------> CaO + O2. Kebutuhan bahan bakar batu bara pada kondisi operasi yang optimal untuk ILC Calciner adalah 3.8 ton/jam dengan Heat Consumption 24.3 x 10 kCal/jam, sedangkan untuk SLC Calciner adalah 16.8 ton/jam dengan Heat Consumption 108.0 x 10 kCal/jam. Temperatur operasi Furnace di dalam masing-masing Calciner diatur dan dijaga agar Rate Calcinasi minimal dapat mencapai 90%.
  • 35. Gambar 3.7 Kiln Exhaust Gas Kiln masuk ke dalam ILC Calciner secara Axial pada daerah Bottom Cone dan meninggalkan Calciner lewat atas Calciner dari arah samping menuju Cyclone ILC Stage-IV. Sedangkan untuk meningkatkan proses pencampuran bahan bakar, umpan Kiln dan gas panas di dalam ILC Calciner, pemasukan udara Tertiary pada Bottom Cone Calciner dibuat secara tangensial. Dengan masuknya udara Tertiary secara tangensial maka akan menghasilkan Swirel Effect atau efek putaran yang cukup di dalam Calciner, sehingga menaikkan Ratention Time partikel di dalam Calciner. Udara Tertiary masuk ke dalam SLC Calciner dari Tertiary Air Duct lewat Central Inlet Bottom Cone, dan Exhaust Gas Calciner meninggalkan Calciner lewat Outlet Cone pada bagian atas Calciner. Posisi Damper Tertiary Air Duct diatur sesuai dengan kebutuhan udara pembakar, untuk membakar bahan bakar di dalam kedua Calciner agar tercapai pembakaran yang sempurna. 3.2.3.3 Rotary Kiln
  • 36. Rotary Kiln merupakan silinder baja dengan diameter 5,6 m dan Panjangnya 84 m, dan ditumpu oleh tiga buah Tire. Setiap Tire ditumpu oleh sepasang Carrying Roller. Sudut kemiringan Rotary Kiln adalah 4%, dan bagian dalam Rotary Kiln dilapisi batu tahan api. Umpan Kiln dari Cyclone Stage empat SLC yang telah mengalami Calcinasi di dalam Preheater masuk ke dalam Kiln pada Inlet Kiln. Material tersebut di dalam Kiln akan mengalami empat tahapan proses atau seolah- olah di dalam Kiln dibagi dalam empat zona tahapan proses yaitu :  Calcina Zone (900 – 1000 C), material yang belum ter-calcinasi di dalam Preheater akan mengalami Calcinasi lebih lanjut di dalam Calcining Zone.  Transition Zone (1000 – 1200 C), material mulai berubah fasa dari fasa padat ke fasa cair.  Sintering Zone (1200 – 1350 C), pada daerah ini material akan meleleh (Sintering) membentuk mineral Clinker sebagai produk Kiln. Sintering Zone sering disebut juga sebagai Burning Zone. Cooling Zone, material akan mengalami pendinginan awal sebelum masuk ke Cooler. Gambar 3.8 Rotary Kiln
  • 37. Kebutuhan bahan bakar atau panas untuk reaksi pembentukan terak di dalam Kiln adalah sekitar 40% dari total bahan bakar seluruhnya dan sisanya yang 60 % digunakan di Preheater. Agar diperoleh kualitas Clinker yang baik, maka bentuk api dan temperatur reaksi di daerah Sintering Zone dijaga sekitar 1400o - 1500o C. Untuk mendapatkan Loading Factor yang sesuai dan tepat dengan umpan rata-rata, maka kecepatan putaran Kiln harus disesuaikan. 3.2.3.4 Clinker Cooler Clinker panas yang keluar dari Kiln dengan temperatur sekitar 1400oC turun ke Cooler, dan didinginkan di dalam Reciprocating Grate Cooler yang terdiri dari 9 Compartment. Sebagai media pendingin diambil dari udara luar yang dihembuskan ke dalam Undergrate Cooler atau Compartment oleh 14 buah Cooling Fan. Clinker hasil pendinginan keluar dari Cooler dengan temperatur 82oC. Clinker yang berukuran besar sebelum keluar dari Cooler dihancurkan dahulu oleh Clinker Breaker. 3.2.3.5 Control dari Pyroprocessing System Sistem kontrol pada Pyroprocessing merupakan gabungan antara pengontrolan secara automatis dan manual. Untuk menaikkan dan menurunkan umpan rat-rata Kiln diatur (di-set) oleh operator, dan secara automatis Feed Kiln akan berubah naik atau turun sesuai dengan ratio dari Feed dengan Feed Kiln. Atau dengan kata lain penambahan Kiln Feed akan sinkron dengan kenaikan Feed Kiln agar Kiln Loading terjaga konstan. Penambahan atau pengurangan kecepatan putaran SP.Fan dikontrol
  • 38. secara manual agar kandungan oksigen dalam sistem terjaga sesuai dengan target yaitu sekitar 2,5 - 3 %. 3.2.4 COAL MILL / COAL STORAGE DAN GRINDING Coal Grinding yang digunakan merupakan type RollerMill, size LM26.30D atau Air Swept Vertical Roller Mill, yang didesain mampu menghasilkan produk batu bara halus 55 MT/jam, dengan kehalusan 80% lolos ayakan 90 mikron. Kapasitas Coal Mill sangat dipengaruhi oleh kualitas Raw Coal yang terdiri dari kadar air dan kekerasan (HGI). Material masuk mill dengan kadar air maksimal sampai 15%, dan sumber panas yang digunakan selama proses pengeringan dan penggilingan berasal dari exit gas Preheater. 3.2.5 FINISH GRINDING (PENGGILINGAN AKHIR) Clinker Grinding System terdiri dari dari dua buah Finish Mill dengan system Closed Circuit yang dilengkapi Roller Press dan didesain mampu menghasilkan produk semen type-1 sebanyak 2 x 215 MT/jam. Dan bila mill beroperasi tanpa Roller Press maka kapasitas masing-masing mill sekitar 130 T/jam. Clinker Grinding Desain Traylor Shell Supported Rotary Grinding ini mempunyai ukuran diamater 4,8 meter dan panjang 13 m, kebutuhan power untuk setiap Drive Motor adalah 4900 Kw.
  • 39. Gambar 3.9 Roller Press 3.3 Tenaga Kerja Dalam pembagian jam kerja karyawan, PT. Semen Gresik dalam pengoperasiannya dibagi dua, yaitu; karyawan shift dan karyawan Non shift. Pengangkatan karyawan di PT. Semen Gresik tingkat dan jabatannya disesuaikan dengan pendidikan yang dimiliki. Sebagian besar karyawan yang diperkerjakan sebagai pelaksana berijazah STM dan sederajatnya, karyawan tersebut jam kerjanya dikenakan jadwal shift. Sedangkan karyawan yang Non shift mempunyai jabatan di atas kepala regu dengan jam kerja 5 hari kerja. Pembagiannya, yaitu ; 1. Karyawan Non shift Dengan jam kerja : 07.30 – 16.30 WIB 2. Karyawan yang terkena shift Dengan pembagian jam kerja sebagai berikut : Pagi : 07.30 – 15.30 WIB
  • 40. Siang : 15.30 – 23.30 WIB Malam : 23.30 – 07.30 WIB 3.4 Proses Produksi Proses pembuatan semen di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. terdapat 5 tahapan pembuatan (operation process chart lihat di lampiran 2), yaitu: a. Tahap Penyiapan Bahan Baku b. Tahap Penggilingan Bahan Baku c. Tahap Pembakaran d. Tahap Penggilingan Akhir e. Tahap Pengemasan 3.4.1 Tahap Penyiapan Bahan Baku Bahan baku semen terdiri dari empat komponen yaitu: batu kapur 80%, tanah liat 15%, pasir silika 4% dan pasir besi 1%. Sebagai sumber utama bahan baku semen tersebut, yang terdiri dari batu kapur dan tanah liat yang berasal dari tambang di sekitar pabrik. Proses Alur Material di Limestone dan Clay Crushing Limestone dibawa dari quarry oleh Dump truck dan diumpankan ke dalam Hopper Crusher 232.HPI dan 232.HP2, yang masing-masing kapasitasnya 75 MT. Di dalam Crusher 232.CRT dan 232.CR2, limestone akan mengalami size reduction. Di mana limestone yang berupa bongkahan-bongkahan besar dengan ukuran 1200 x 1200 mm, akan dihancurkan menjadi produk crusher yang berukuran 95% minus 108 mm, sedangkan sisanya berupa material halus, 90 mm akan jatuh lewat Wobber Feeder. Produk dan kedua Crusher yang jatuh ke Belt Conveyor 242.BC1 dan
  • 41. 242.BC2, akan bercampur dalam Belt Conveyor 242.BC3, dan dimasukkan ke dalam Surge Bin 242.FB1 yang kemudian dikeluarkan melalui Apron Feeder 242.AC1 turun ke Belt Conveyor 242.BC4, dan ditimbang oleh Belt Scale Schenk Weighing System 242.BW1. Clay dibawa dari quarry oleh Dump Truck diumpankan ke dalam Clay Hopper 252.HP1 dan dipotong-potong oleh Clay Crusher 252.CR1. Produk Clay ditimbang di Belt Conveyor 252.BC1 oleh Belt Scale 252.BW1. (a) (b) Gambar 3.10 Proses size reduction yang dilakukan oleh impact crusher. Gambar (a) Double impeller impact crusher dan (b) single impeller crusher Produk Limestone Crusher dicampur dengan produk Clay Crusher yang telah tertimbang Belt Scale 252.BW1, dibawa ke Limestone Clay Mix Storage melalui Belt Conveyor 242.BC3, 242.BC4, 242.BC5, 242.BC6. Campuran Limestone dan Clay dari Belt Conveyor 242.BC6 masuk ke dalam Roller Press 242.CR1 dan turun ke Belt Conveyor 242.BC7, 242.BC8, 242.BC9 dan Tripper 242.TR1 untuk disimpan di dalam Limestone Mix Storage yang kapasitasnya 100.000 MT. Limestone dan Clay produk dari Crusher dibawa Belt Conveyor untuk disimpan di dalam Limestone / Clay Mix Storage dengan metode Chevron, cara ini merupakan
  • 42. metode yang paling umum digunakan pada Stock Pailing tipe Longitudinal Preblending Bed. Dimana material ditimbun secara selapis demi selapis ke atas sehingga membentuk prisma segitiga. Panjang total tumpukan sama dengan panjang Preblending Bed. Peralatan untuk Stacking (penumpukan) pada tipe Preblending Bed, menggunakan Tripper yang dipasang pada atap dari bangunan Storage. Luas bangunan dari Storage adalah 48,8 x 354 m, yang kapasitasnya 100.000 MT, dibagi menjadi dua Stock Pile yang masing-masing 50.000 MT Limestone / Clay Mix dilengkapi dengan Reclaimer tipe Bridge Scrapper dengan Harrow. Jarak antara rel yang satu dengan yang lainnya untuk Bridge Reclaimer adalah 39 m. Gambar 3.11 Blending bed reclaiming dengan bucket. Produk Limestone Crusher yang telah tertimbang dapat pula dibawa ke Limestone Conical Pile Storage yang berkapasitas 7.200 MT, yang berupa High Grade Limestone berfungsi sebagai Limestone koreksi.
  • 43. Pada awalnya Limestone dan Clay Crusher diatur untuk menghasilkan campuran antara Limestone dan Clay dengan perbandingan 4 : 1. Perbandingan ini disesuaikan dengan standar yang telah ditentukan untuk memperoleh campuran yang sesuai dengan standar umpan Kiln. 3.4.2 Tahap Penggilingan bahan baku Setelah selesai tahap penyiapan bahan baku kemudian masuk pada tahap penggilingan bahan baku. Prosesnya meliputi: Proses Alur Raw Mill Limestone / clay mix, Silica sand, dan Iron sand keluar dari masing-masing Bin sebelum masuk ke dalam Belt Conveyor 332.BC1 ditimbang dahulu oleh Mix WeighFeeder 332.WF1, Silica WeighFeeder 332.WF4, Iron Sand WeighFeeder 332.WF3 sesuai dengan proporsi komposisi standar umpan Kiln yang disyaratkan. Kebutuhan High Grade Limestone sebagai material koreksi juga ditimbang dengan WeighFeeder 332.WF2. Keempat material tersebut dengan total rate 600 MT/jam, kadar air 16% selanjutnya diumpankan ke Roller Mill melalui Belt Conveyor 332.BC1, 332.BC2, dan Triple Gate 342.TG1. Kebutuhan udara panas pada Raw Mill System untuk pengeringan selama penggilingan Raw Material, digunakan sisa udara panas dari Preheater dan Clinker Cooler. Selain itu Raw Mill system dilengkapi pula dengan Air Heater 342.AH1, bila panas dari Preheater dan Clinker Cooler tidak mencukupi atau bila kondisi Kiln tidak jalan. Produk yang keluar dari Roller Mill adalah dengan kehalusan 90% lolos ayakan 90 micron dan kadar air kurang dari 1%.
  • 44. Produk raw Mill kemudian dibawa oleh aliran udara panas ke dalam 4-FLS 6300 Cyclones 342.CN1 sampai dengan 342.CN4 akibat tarikan Mill Fan 342.FN4 dan 342.FN5, dimana 93% dari material akan terpisahkan dari aliran udara. Gas yang keluar dari Cyclone lewat melalui kedua Mill Fan 342.FN4 dan 342.FN5, kemudian dilepaskan ke Stack 342.SK1 melalui Electrostatic Precipitator 342.EP1. Sisa produk yang masih ada di dalam gas panas tersebut diambil oleh EP. sedangkan gas yang telah bersih terus ke EP.Fan 342.FN6 dan dibuang ke udara bebas lewat Stack 342.SK1. Kedua produk dari Cyclone dan EP dibawa oleh Air Slide, Screw Conveyor, dan Bucket Elevator ke Blending Silo. Produk dari Roller Mill sebelum disimpan ke dalam Blending Silo diambil dulu sample-nya melalui alat Sampler 352.SM1, yang terdapat pada Air Slide 352.AS1 dan dibawa ke Laboratorium untuk dianalisa oleh Sample Transport 342.ST1. Reject dari Raw Mill sekitar 143 MT/jam, dikembalikan lagi ke dalam sistem lewat Belt Conveyor 342.BC5 & 342.BC1 dan Belt Conveyor 342.BC6 dan 342.BC2, masuk ke Belt Conveyor 342.BC3, Bucket Elevator 342.BE1 dan bersama-sama Fresh Feed masuk ke Belt Conveyor 342.BC4. Bila Roller Mill tidak beroperasi, gas panas dari Preheater dan Clinker Cooler dikeluarkan lewat Conditioning Tower. Untuk menurunkan temperatur gas panas tersebut, maka Conditioning Tower dilengkapi dengan Spray Water. Normal temperatur gas panas yang keluar Preheater dan Clinker Cooler adalah 329oC dan 410oC. Normal temperatur gas panas yang masuk ke Electrostatic Precipitator pada kondisi Mill jalan 90oC dan Raw Mill Down 150oC, sedangkan batas minimal dan
  • 45. maksimal temperatur gas masuk Electrostatic Precipitator adalah 85oC dan 350oC. Selama Raw Mill Down, debu dari Conditioning Tower dan Electrostatic Precipitator di-transport ke Blending Silo 412.BS1 atau 412.BS2 melalui 352.BE2, 352.AS9, dan 352.BE1. 3.4.3 Tahap Pembakaran Material yang keluar dari Silo merupakan umpan Kiln, dikirim ke Kiln Feed Bin 422.BI1 yang letaknya di bawah Silo. Kapasitasnya masing-masing Kiln Feed Bin minimal sesuai dengan kebutuhan Kiln selama 12 menit atau sebesar 83,4 ton. Kiln Feed Bin dilengkapi dengan Load Cell untuk memelihara level material di dalamnya, dan dilengkapi pula dengan Aeration Blower. Material yang keluar dari kedua Silo menuju masing-masing Kiln Feed Bin melalui Air Slide 412.AS1 dan 412.AS2, masuk ke dalam Junction Box 412.JB1 dan 412.JB2. Dari Feed Bin 422.BI1 dan 422.BI2 umpan Kiln dibawa melalui Air Slide 422.AS1 atau 422.AS2 dan 422.AS3 atau 422.AS4 ke Air Slide 422.AS5 atau 422.AS6 menuju Bucket Elevator 422.BE1 atau 422.BE2. Dari Bucket 422.BE1 atau 422.BE2 material dibawa oleh Air Slide 422.ASA atau 422.ASB menuju Air Slide 422.AS7. Pada Air Slide 422.AS7 umpan Kiln dibagi dua menuju ILC dan SLC oleh Splitter Gate 422.SP1. Material yang masuk ke ILC sebelumnya ditimbang oleh Flow Meter 422.FM1, dan hasil timbangan 422.FM1 akan mengatur bukaan dari 422.SP1. Pada Kiln Feeding System ini dilengkapi dengan sarana untuk recycle umpan Kiln selama Kiln dalam periode Heating-up, yang bertujuan untuk mempersiapkan umpan Kiln sebelum Feeding. Umpan Kiln dapat di-recycle melalui salah satu Bucket
  • 46. Elevator 422.BE1 dan 422.BE2 menuju Blending Silo 422.BI1 atau 422.BI2 lewat Air Slide 422.AS9 dan 422.ASC atau 422.ASD. Bucket Elevator 422.BI1 dapat pula digunakan untuk men-transfer Dust dari EP Mill menuju Silo sewaktu Roller Mill Down. 3.4.4 Tahap Penggilingan akhir Clinker, Trass dan Gypsum keluar dari masing-masing bin ditimbang dulu dengan Weighfeeder 543.WF3, 543.WF2 dan 543.WF1, kemudian dibawa ke Surge Bin 543.BI1 oleh Belt Conveyor 543.BC1. Bucket Elev. 543.BE1, dan Belt Conv. 543.BC2. Proporsi dari clinker dan gypsum bila tanpa trass adalah sebagai berikut: Rate dari clinker : 204 T/jam Rate dari gypsum : 10,7 T/jam Material dari Surge Bin 543.BI1 diumpankan ke Roll Crusher 543.CR1 untuk dihancurkan kemudian dibawa Belt Conveyor 543.BC3 dan diumpankan ke dalam Finish Mill 543.BM1. Sebagai material yang dihancurkan disirkulasi dengan Belt Conveyor 543.BC4, dicampur dengan umpan baru dari Bucket Elev.543.BE1 masuk ke dalam Surge Bin 543.BI1. Apabila Roller Crusher 543.CR1 rusak, material dari Belt Conv.543.BC2 bisa diumpankan langsung ke Finish Mill dengan membuka Two Way Gate 543.GA1. Belt Conveyor 543.BC2 dilengkapi dengan Magnetic Separator 543.MS1 dan Metal Detector 543.MD1 untuk mengambil material asing atau metal yang ikut tarbawa. Pada Surge Bin 543.BI1 dilengkapi dengan alat penimbang Load Cell dan kapasitas bin 40 MT. Material yang berupa campuran clinker dan gypsum masuk
  • 47. hydrailic Roller Crusher dengan rate 506T/jam, yang diumpankan ke dalam Finish Mill sebanyak 52215 T/jam, sedangkan sisanya yang 219 T/jam disirkulasi ke Surge Bin. Produk dari Finish Mill 543.BM1 dikirim ke O-Sepa Separator 543.SR1 melalui Air Slide 543.AS1, Bucket Elev. 543.BE2 dan Air Slide 543.AS2 untuk dipisahkan antara partikel yang halus dan kasar. Partikel yang kasar keluar dari bottom O-Sepa Separator dibawa oleh Air Slide 543.AS3, diumpankan kembali ke dalam Finish Mill untuk digiling ulang bersama-sama umpan baru. Material yang halus dibawa oleh aliran udara ke dalam Cyclone 543.CN1 dan Fuller Plenum Dust Collector 543.BF3,di sini partikel yang halus dipisahkan dari udaranya. Produk dari cyclone 543.CN1 dicampur dengan produk dari Dust Collector 543.BF3 yang merupakan semen diumpankan ke Air Slide 543.AS5. Dari Air Slide 543.AS5, 543.AS8, diumpankan ke dalam Bucket Elev. 543.BE1, atau Air Slide 543.AS5 , 543.AS6, dan 543.AS7 dimasukkan ke dalam Bucket Elev. 543.BE2. Dari Bucket Elev. 543.BE1 dimasukan ke dalam Cement Silo # 3 dan # 4, melalui Air Slide 562.AS1 atau ke Cement Silo # 1 & # 2 melalui Air Slide 562.AS2. Pengisian ke masing-masing ke Cement Silo dapat diatur melalui Diverter Valve 562.DV1 sampai 562.DV6. Material di dalam Finish Mill dapat mengalir, akibat adanya tarikan Dust Collector Fan 543.FNC. Untuk memperoleh kehalusan produk semen dapat dillakukan dengan mengatur speed dari separator, dan mengatur volume udara di dalam separator melalui Separator Fan 543.FN7. Kehalusan produk Finish Mill yang dipersyaratkan berdasarkan disain adalah 3.200 bline, tetapi plant standart untuk PT Semen Gresik (Persero) adalah 3.000 bline.
  • 48. Temperatur produk semen yang keluar Finish Mill dapat dikontrol melalui Mill Fanting System dan untuk yang berada di dalam Finis Mill bisa dilakukan melalui Water Spraying System 543.WS1. Mill Fan Sistem dan Water Spray System mengontrol temperatur produk yang keluar Mill agar dijaga tidak boleh lebih dari 107oC. Selanjutnya pendinginan dilakukan selama pemisahan di dalam O-Sepa Separator sehingga temperatur produk akhir semen type-1 berkurang menjadi 96oC. Untuk Finish Grinding System prosesnya sama dengan Finish Grinding. 3.4.5 Tahap Pengemasan Tahap pengantongan semen dimulai dari silo penyimpanan semen, yaitu 1, 2, 3, dan 4 dimana masing–masing silo ini berkapasitas 18.000 ton. Alur proses semen dari keempat silo ini dibagi menjadi dua jalur, yaitu jalur pertama untuk material yang keluar dari silo 1 & 2, dan jalur kedua untuk material yang keluar Dari silo 3 dan 4. Material yang keluar dari silo–silo ini diatur oleh pengendali aliran pada masing–masing silo dengan masa pergantian pengendali adalah 8–12 menit. Dari silo material di hembuskan udara untuk dibawa dengan air slide menuju dari dua bucket elevator berkapasitas 500 ton/jam. Dari bucket elevator di lewatkan pengayak getar untuk memisahkan semen dengan material asing. Setelah diayak, semen dibawa ke bin pusat yang berjumlah dua buah dan proses akan dilakukan ke dua bin ini akan dilakukan bergantian. Aliran semen setelah melewati bin pusat akan terbagi menjadi dua, yaitu aliran untuk semen curah (semen yang langsung
  • 49. dimasukkan kedalam mobil, biasanya untuk proyek besar) dan semen yang akan dijual dalam bentuk kantong. Aliran semen curah dilanjutkan ke air slide 1 dan 2 kemudian ke bin semen curah, kemudian ke truk khusus yang akan membawa semen kepada konsumen. Sedangkan aliran semen kantong setelah melewati bin Pusat, semen akan dibawa dengan air slide untuk diteruskan ke rotary feeder dan akhirnya ke rato packer. Pada alat ini terdapat spot tube yaitu semacam suntikan untuk memasukkan semen kedalam kantong. Pemasukan semen ke dalam kantong ini telah diatur dengan rentang berat 49 ,75 kg atau dengan 50,75 kg. Jika berat semen kurang dari 49,25 maka semen yang sudah dalam kantong tersebut terpantau dengan penimbang dan semen tersebut akan dikeluarkan melalui bagian reject. Semen yang tidak lolos ini akan dibawa ke ayak, kemudian dibawa ke screw conveyor untuk dikembalikan ke bucket elevator. Semen yang lolos uji akan dibawa ke belt conveyor, kemudian ke truk dan siap di distribusikan kepada konsumen. 3.5 Metode Kerja Dalam sistem produksi di PT Semen Gresik (Persero) Tbk. memerlukan kerja sama antar bidang yaitu seksi Pemasaran yang bertugas menerima order dari customer kemudian menginformasikan ke seksi Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku, di bagian ini dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku untuk diinformasikan ke bagian seksi Produksi agar memproduksi sesuai dengan jadwal dan kebutuhan yang telah ditetapkan oleh seksi perancangan dan pengendalian bahan baku. Seksi Pengadaan Bahan Baku melakukan pembelian kebutuhan bahan baku
  • 50. dan spare part sesuai dengan instruksi dari bagian seksi perancangan dan pengendalian bahan baku. Bahan Baku datang dan diterima oleh seksi penerimaan bahan baku. Seksi Produksi melakukan pemesanan bahan baku ke Bagian Pergudangan (Warehouse Raw Material). Dalam keseluruhan proses produksi dilakukan pengendalian kualitas oleh seksi Jaminan Mutu. Produk yang sudah jadi disimpan dalam Silo Penyimpanan semen jadi dan siap dikirim ke Customer bentuk kantong, jumbo bag ataupun berbentuk curah. Bahan baku yang digunakan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. sebagian besar adalah dari bahan tambang sendiri, yaitu sekitar 95% meliputi batu kapur 80%, tanah liat 15%. Ini dikarenakan bahan baku dari lokal dapat mencukupi kebutuhan bahan baku yang diperlukan perusahaan. Pengiriman barang ke konsumen dilakukan oleh seksi ekspedisi yang sudah bukan merupakan tanggung jawab PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Maka dari itu, sebelum barang dikirim, dilakukan pengecekan oleh bagian seksi Jaminan Mutu dari PT. Semen Gresik (Persero) Tbk dan pihak ekspedisi untuk memastikan bahwa barang dari PT. Semen Gresik (Persero) Tbk sudah terjamin kualitasnya. 3.6 Produk PT. SEMEN GRESIK (Persero) Tbk. memproduksi dua jenis semen dengan kegunaan yang berbeda-beda. Diantaranya adalah: 1. OPC (Ordinary Portland Cement) Semen berjenis OPC dibuat dari campuran Terak (Hasil dari pencampuran batu kapur, tanah liat, pasir silica dan pasir besi yang sudah dalam tahap
  • 51. pembakaran) dan Gypsum. Kegunaan semen OPC untuk membangun bangunan pada umumnya, Seperti : gedung perkantoran, perumahan, dll. 2. PPC (Pozzoland Portland Cement) Semen berjenis PPC dibuat dari campuran Terak (Hasil dari pencampuran batu kapur, tanah liat, pasir silica dan pasir besi yang sudah dalam tahap pembakaran), Gypsum dan Trass. Kegunaan semen PPC untuk membangun bangunan yang mampu menahan tingkat ke asaman,basa dan garam yang tinggi, seperti: Dermaga, Bendungan, Jembatan, Jalan raya. 3.7 Pola Aliran Bahan untuk Proses Produksi Pola aliran bahan proses produksi semen di PT Semen Gresik (Persero) Tbk. ditunjukkan seperti gambar 3.1 berikut ini: Gambar 3.12 Pola aliran bahan untuk proses produksi 3.8 OPC dan Layout Mesin Proses operasi produksi semen dan layout mesin di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. ditunjukan seperti pada lampiran 1 dan 2.
  • 52. BAB IV TUGAS KHUSUS 4.1 Struktur Organisasi Departemen Kualitas (Quality Control) Struktur organisasi di dalam divisi quality control (QC) adalah sebagai berikut ini: Seksi Pengendalian Proses Karu Karu Karu Karu Karu Pengendalian Pengendalian Preventif Preventif Mix Pile Tuban 1&2 Tuban 3&4 Tuban 1&2 Tuban 3&4 Tuban 1,2,3,4 Membawahi Membawahi Pelaksana Pelaksana Tuban 1&2 Tuban 3&4 4.2 Tugas dan Tanggung Jawab (Job Description) 1. Kepala Regu Pengendalian Tuban 1 dan 2 Bertanggung jawab terhadap :  Melakukan pengontrolan kualitas proses produksi pada mesin Tuban 1&2  Membuat laporan secara rutin tiap hari  Melaksanakan tugas- tugas yang diberikan atasan  Melakukan “action” jika ditemukan penyimpangan
  • 53. Mendokumentasikan sample dan data laporan kerja QC  Melaksanakan tugas- tugas yang diberikan atasan 2. Kepala Regu Pengendalian Tuban 3 dan 4 Bertanggung jawab terhadap :  Melakukan pengontrolan kualitas proses produksi pada mesin Tuban 3&4  Membuat laporan secara rutin tiap hari  Melaksanakan tugas- tugas yang diberikan atasan  Melakukan “action” jika ditemukan penyimpangan atau problem mesin  Mendokumentasikan sample dan data laporan kerja QC  Melaksanakan tugas- tugas yang diberikan atasan 3. Kepala Regu Preventive Tuban 1 dan 2 Bertanggung jawab terhadap :  Melakukan “action” jika ditemukan penyimpangan/ problem pada mesin  Melakukan pengawasan di setiap mesin  Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan  Menentukan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan sistem prosedur, hubungan dan tata kerjanya  Menentukan sistem koordinasi, pelaporan dan pemeriksaan  Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pekerja yang menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan 4. Kepala Regu Preventive Tuban 3&4 Bertanggung jawab terhadap :
  • 54. Melakukan “action” jika ditemukan penyimpangan/ problem pada mesin  Melakukan pengawasan di setiap mesin  Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan  Menentukan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan sistem prosedur, hubungan dan tata kerjanya  Menentukan sistem koordinasi, pelaporan dan pemeriksaan  Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pejabat yang menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan 5. Kepala Regu Mix Pile Tuban 1, 2, 3 dan 4 Bertanggung jawab terhadap :  Menentukan skala bahan baku yang akan di butuhkan  Menentukan bahan baku yang akan di butuhkan  Menyeleksi bahan baku yang layak untuk proses produk  Mengecek bahan baku mulai dari tambang sampai gudang penyimpanan sementara 6. Pelaksana Tuban 1 dan 2 Bertanggung jawab terhadap :  Membuat program kerja mingguan dan mengadakan pengarahan kegiatan harian kepada pekerja  Mengadakan evaluasi dan membuat hasil pelaksanaan kerja dilapangan  Menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan program kerja, metode kerja dan spesifikasi teknik
  • 55. Menerapkan program keselamatan kerja dan kebersihan di lapangan  Mengupayakan efisiensi dan efektifitas pemakaian bahan, tenaga dan alat lapangan 4.3 Proses Pengontrolan Kualitas Produk Untuk mengecek kualitas produk yang dihasilkan oleh sebuah mesin maka diperlukan suatu pengontrolan kualitas produk itu sendiri. Dimana pengontrolan kualitas tersebut dibagi menjadi 5 macam/ jenis yaitu: 1. Pengontrolan kualitas pada penyediaan bahan baku seperti : Pemeriksaan Batu kapur Pemeriksaan Tanah liat Pemeriksaan Pasir silica Pemeriksaan Pasir besi 2. Pengontrolan kualitas pada saat penggilingan bahan baku seperti : Campuran Harus Merata 3. Pengontrolan kualitas pada saat pembakaran seperti: Suhu Pembakaran Kualitas Terak 4. Pengontrolan kualitas pada saat penggilingan akhir seperti: Kehalusan Kandungan SO3 5. Pengontrolan kualitas pada saat pengemasan seperti:
  • 56. Kualitas Kantong Semen 4.4 Pengawasan Mutu Pada Penyediaan Bahan Baku Pengawasan/ pengontrolan kualitas pada bahan baku sangat penting, karena kualitas bahan baku sangat mempengaruhi terhadap hasil suatu produksi, maka pengontrolan kualitas bahan baku adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Batu Kapur Hal- hal yang diperiksa adalah : Pada prinsipnya batu kapur bisa digunakan utnuk pembuatan semen tergantung kadar kimia di dalamnya. Batu kapur yang baik dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5%, dan penggunaan batu kapur dalam pembuatan semen itu sendiri sebanyak ± 81 %. 2. Pemeriksaan Tanah Liat Hal- hal yang diperiksa adalah : Untuk pembuatan semen yang diperlukan adalah Al2O3-nya, sehingga tanah liat dengan kadar Al2O3 yang tinggi sangat baik untuk bahan baku pembuatan semen. Sedangkan bila kadar SiO2nya melebihi separuh dari jumlah Al2O3 maka tanah liat itu termasuk jelek. Di alam, tanah liat biasanya mengandung SiO2 sebesar 46.5 %, sehingga termasuk baik. Tanah liat harus memiliki kadar air ± 20 %, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46 %, dan penggunaan tanah liat dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 9%.
  • 57. 3. Pemeriksaan Pasir Silica Hal-hal yang diperiksa adalah : Pasir silika harus memiliki kadar SiO2 minimsl 88% dan ± 90%. Penggunaan pasir silika dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 9%. 4. Pemeriksaan Pasir Besi Hal-hal yang diperiksa adalah : Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada umumnya selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Karena Fe2O3 berfungsi sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan terak maka kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe3O2 ± 75%-80%. Penggunaan pasir besi dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 1%. 5. Pemeriksaan Hasil Campuran/ Mix Pile Hal-hal yang diperiksa adalah : Kandungan dari Mixpile meliputi cornection ( ≥ 95%), medium Cao (50%- 93%), Low grade (30%-50%), pedel ( ± 30%) dan dolomite < 0,5%. 4.5 Pengawasan Mutu Dalam Penggilingan Bahan Baku Produksi Pengontrolan mutu pada saat penggilingan bahan baku produksi adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Kualitas Penggilingan Hal- hal yang diperiksa adalah :
  • 58. Standart ukuran hasil Pencampuran LSF = 97%, SM= 2,10, AM=1,50 4.6 Proses Pengontrolan Mutu Dalam Proses Pembakaran Bahan Baku Produksi Pengawasan/ kontrol kualitas/ mutu pada saat proses pembakaran bahan baku adalah sebagai berikut: 1. Kualitas Hasil Suhu Pembakaran Hal- hal yang diperiksa adalah : Suhu pembakaran pada Kiln Feed bekisar 1350oC – 1400oC agar menghasilkan terak dengan kadar campuran meliputi LSF = 97%, SM= 2,10, AM=1,50 4.7 Proses Pengontrolan Mutu Dalam Proses Penggilingan Bahan Baku Produksi Pengawasan/ kontrol kualitas/ mutu pada saat proses penggilingan akhir bahan baku sangat penting karena untuk mencegah kecacatan pada produk akhir sehingga kecacatan tidak menyebar sampai ke tangan konsumen yang bisa merugika konsumen. Pengontrolan mutu pada saat tahap akhir adalah adalah sebagai berikut: 1. Kualitas Kehalusan Hal- hal yang diperiksa adalah : Hasil dari Penggilingan akhir harus merata dan dengan ukuran 90 mikron. 2. Kualitas Kadar Campuran Hal- hal yang diperiksa adalah:
  • 59. Hasil dari penggilingan mempunyai kandungan SO3 0,10% , Blaine 5,5% dan Mesh 1,38% 4.8 Proses Pengontrolan Mutu Dalam Proses Penggilingan Bahan Baku Produksi Pengawasan/ kontrol kualitas/ mutu pada saat proses pengemasan adalah sebagai berikut: 1. Kualitas Curah Hal- hal yang diperiksa adalah : Keadaan Truk Curah atau Truk pengangkut semen harus dalam keadaan baik dan tidak mengalami kebocoran. 2. Kualitas Kantong Karena Kantong Semen membeli dari perusahaan lain dan jenis bahan kantong merupakan bahan impor, maka keadaan harus baik dan tidak robek meskipun di banting sebanyak 10 kali. 4.9 Macam- Macam Variasi (Cacat) Yang Terjadi Pada Proses Produksi Ada beberapa jenis kecacatan/ problem pada setiap proses, diantaranya adalah: A. Proses Penyediaan Bahan Baku Problem/ kecacatan pada Proses Penyediaan Bahan Baku antara lain : 1. Sampel Bahan Baku 2. Timbangan
  • 60. 3. Penghancuran Batu kapur pada Crusher B. Proses Penggilingan Bahan Baku Problem/ kecacatan pada Proses Penggilingan Bahan Baku antara lain : 1. Kadar Campuran C. Proses Pembakaran Problem/ kecacatan pada Proses Pembakaran antara lain : 1. LSF (Lime Saturation Factor) 2. Suhu D. Proses Penggilingan Akhir Problem/ kecacatan pada Proses Penggilingan Akhir antara lain : 1. Campuran Harus Merata E. Proses Pengemasan 1. Kantong 4.10 Penyebab Timbulnya Kecacatan dan Penyelesaian Masalah Adapun yang menjadi penyebab suatu kecacatan di dalam suatu produk, antara lain yaitu : A. Proses Penyediaan Bahan Baku Problem/ kecacatan pada Proses Penyediaan Bahan Baku antara lain :
  • 61. 1. Sampel Bahan Baku Penyebab Sampel Bahan Baku dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan pada tabel berikut: Tabel 4.1. Penyebab dan penyelesaian masalah problem Sampel Bahan Baku Penyebab Penyelesaian Masalah Salah Sampel Bagian Penggali tambang harus teliti dalam pemilihan bahan baku Sampel harus homogen 2. Timbangan Penyebab Timbangan dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan pada tabel berikut: Tabel 4.2. Penyebab dan penyelesaian masalah problem Sampel Bahan Baku Penyebab Penyelesaian Masalah Timbangan Error/rusak Segera di perbaiki secepatnya karena menimbul kecacatan fatal pada akhir produk jadi Dibutuhkan kalibrasi ulang
  • 62. B. Proses Pengilingan Bahan Baku Problem/ kecacatan pada Proses Penggilingan Bahan Baku antara lain : 1. Kadar Campuran Penyebab Kadar Campuran dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan pada tabel berikut: Tabel 4.3. Penyebab dan penyelesaian masalah Kadar Campuran Penyebab Penyelesaian Masalah Campuran yang tidak seimbang Karena proses penggilangan dilakukan setiap per jamnya,maka pada setiap jam berikutnya menambahkan komposisi campuran yang kurang agar mendapatkan hasil yang homogen C. Proses Pembakaran Problem/ kecacatan pada Proses Pembakaran Bahan Baku antara lain : 1. LSF (Lime Saturation Factor) Penyebab LSF dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan pada tabel berikut: Tabel 4.4. Penyebab dan penyelesaian masalah LSF
  • 63. Penyebab Penyelesaian Masalah LSF tidak seimbang Kadar LSF biasanya dipengaruhi oleh suhu pembakaran,maka suhu harus optimal agar semen yang dihasilkan tidak tercampur dengan bahan-bahan alami lainnya. 2. Suhu Penyebab Suhu dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan pada tabel berikut: Tabel 4.5. Penyebab dan penyelesaian masalah Suhu Penyebab Penyelesaian Masalah Suhu Berubah Suhu harus tidak lebih dan tidak kurang dari 1350o C- 1400oC agar terjadi reaksi C3S.
  • 64. D. Proses Penggilingan Akhir Problem/ kecacatan pada Proses Penggilingan Akhir antara lain : 1. Campuran Penyebab campuran dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan pada tabel berikut: Tabel 4.6. Penyebab dan penyelesaian masalah kehalusan Penyebab Penyelesaian Masalah Campuran tidak bagus Campuran yang memiliki SO3 yang tidak bagus akan dicampur lagi dari hasil penggilingan di setiap jamnya agar campuran merata/Homogen. E. Proses Pengemasan Problem/ kecacatan pada Proses Pengemasan antara lain : 1. Kantong / SAK Penyebab Kantong dan penyelesaian masalahnya akan di jelaskan pada tabel berikut:
  • 65. Tabel 4.7. Penyebab dan penyelesaian masalah Robek Penyebab Penyelesaian Masalah Kantong Pecah / robek SAK semen harus diuji ketahanannya dengan percobaan di banting sebanyak 10 kali hingga tidak robek. 4.11 Peta Kontrol C Telah diketahui bahwa suatu produk dikatakan cacat (defective) jika produk itu tidak memenuhi suatu syarat atau lebih. Setiap kekurangan disebut defect. Jadi setiap produk cacat terdapat lebih dari satu defect. Seandainya sehelai merk “Bejo” terdapat sakunya sobek dan dua kancingnya lepas, maka baju itu dikatakan cacat dan terdapat 3 defect pada baju itu. Chart C memperhatikan banyaknya defect pada kelompok yang besarnya tetap. Didalam banyak hal kelompok dalam chart C adalah satu, variable C menunjukkan banyaknya defect pada tiap produk. Tidak selalu demikian, banyaknya produk dalam kelompok tidak harus satu, yang penting banyaknya produk dalam kelompok selalu sama. Limit pada peta control C adalah sebagai berikut: Jika banyaknya defect pada kelompok (mungkin juga hanya satu anggotanya kelompok) maka menurut poisson P(C) = µc = C’ dan deviasi standart σ = , sehingga limit 3σ untuk C adalah:
  • 66. LKAc = C’ + 3 LKBc = C’ - 3 Jika Harga C’ tidak diketahui maka diestimasi dengan rata- rata C dari pengamatan = sehingga LKAc = +3 LKBc = -3 Contoh rekap problem- problem QC (Quality Control) dapat dilihat di lampiran dan peta control dapat dilihat pada gambar peta control dibawah ini: 1. Problem Pada Proses Penyediaan Bahan Baku Bahan Baku Pada Rekap Problem Kandungan SiO2 Bulan P e ta C o ntr o l C 2 4 .0 V ar iab le D ata CL BKB BKA 2 3 .5 Da t a 2 3 .0 2 2 .5 2 2 .0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
  • 67. Pada Rekap Problem Kandungan Al2O3 P e ta K o tr o l C 1 0 .2 V ar iab le D ata CL 1 0 .0 BKB BKA 9 .8 Da t a 9 .6 9 .4 9 .2 9 .0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah. Pada Rekap Problem Kandungan Fe2O3 P e ta K o ntr o l C V ar iab le 4 .5 5 D ata CL BKB 4 .5 0 BKA 4 .4 5 Da t a 4 .4 0 4 .3 5 4 .3 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
  • 68. Pada Rekap Problem Kandungan CaO P e ta K o ntr o l C 5 9 .5 V ar iab le D ata CL BKB 5 9 .0 BKA 5 8 .5 Da t a 5 8 .0 5 7 .5 5 7 .0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah. Pada Rekap Problem Kandungan MgO P e ta K o ntr o l C V ar iab le 1 .2 D ata CL BKB 1 .1 BKA 1 .0 Da t a 0 .9 0 .8 0 .7 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
  • 69. 2. Problem Pada Proses Penggilingan Bahan Baku / Raw Mill Pada Rekap Problem Kandungan LSF (Lime Saturation Factor) P e ta K o ntr o l C V ar iab le 79 D ata CL 78 BKB BKA 77 76 75 Da t a 74 73 72 71 70 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah. Pada Rekap Problem Kadungan SM (Silika Modulus) P e ta K o ntr o l C V ar iab le 1 .7 0 D ata CL BKB 1 .6 8 BKA 1 .6 6 Da t a 1 .6 4 1 .6 2 1 .6 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
  • 70. Pada Rekap Problem Kandungan AM (Alumina Modulus) P e ta K o ntr o l C 2 .3 5 V ar iab le D ata CL 2 .3 0 BKB BKA 2 .2 5 2 .2 0 Da t a 2 .1 5 2 .1 0 2 .0 5 2 .0 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah. 3. Problem Pada Proses Pembakaran / Kiln Feed Pada Rekap Problem Kandungan C3S (Trikalsium Silikat) P e ta K o ntr o l C 10 V ar iab le d ata CL 5 BKB BKA 0 -5 Da t a -1 0 -1 5 -2 0 -2 5 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
  • 71. Pada Rekap Problem Kandungan C2S (Dikalsinasi Silikat) P e ta K o ntr o l C V ar iab le 85 D ata CL BKB 80 BKA 75 Da t a 70 65 60 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah. Pada Rekap Problem Kandungan C3A (Trikalsium Aluminat) P e ta K o ntr o l C 1 9 .5 V ar iab le D ata CL 1 9 .0 BKB BKA 1 8 .5 Da t a 1 8 .0 1 7 .5 1 7 .0 1 6 .5 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
  • 72. Pada Rekap Problem Kandungan C4AF(Tetrakalsium Alumino ferrit) P e ta K o ntr o l C 1 3 .9 V ar iab le D ata 1 3 .8 CL BKB 1 3 .7 BKA 1 3 .6 1 3 .5 Da t a 1 3 .4 1 3 .3 1 3 .2 1 3 .1 1 3 .0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah. 4. Problem Pada Proses Penggilingan Akhir Pada Rekap Problem Kandungan SO3 (Oksida belerang) P e ta K o ntr o l C 2 .5 V ar iab le D ata CL 2 .4 BKB BKA 2 .3 Da t a 2 .2 2 .1 2 .0 1 .9 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
  • 73. Pada Rekap Problem Kandungan FL (Fly Ash) P e ta K o ntr o l C 0 .4 5 V ar iab le D ata CL 0 .4 0 BKB BKA 0 .3 5 Da t a 0 .3 0 0 .2 5 0 .2 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah. Pada Rekap Problem blaine atau Kehalusan P e ta K o ntr o l C 355 V ar iab le D ata CL BKB 350 BKA 345 Da t a 340 335 330 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.
  • 74. Pada Rekap Problem Blaine atau Kehalusan P e ta K o ntr o l C V ar iab le 94 D ata CL BKB 93 BKA 92 Da t a 91 90 89 88 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 Ha r i Analisa Peta Kontrol : Tidak Terdapat nilai Out of Control ( keluar dari batas ), hal ini menunjukan data seragam karena jumlah nilai cacat yang seimbang di setiap stasiun kerja, sehingga nilai tersebut tidak diluar batas kontrol atas dan bawah.