1. ANALISIS KOMPETENSI DAN PERUMUSAN TUJUAN PEMBELAJARAN BAHASA
BERDASARKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
DI SEKOLAH MENENGAH
A. Pendahuluan
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan
kualitas sumberdaya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses
yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri.
Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia, maka pemerintah
bersama kalangan swasta telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui
berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas, antara lain melalui
pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan,
pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga
kependidikan lainnya.
Pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya sangat penting untuk
dilakukan sebab melalui pelatihan, guru dapat mengembangkan kompetensinya. Pemilikian
kompetensi menjadi suatu keharusan bagi seseorang guru untuk dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Atas dasar itulah,
maka dianggap perlu memaknai istilah kompetensi secara jelas.
1. Tujuan Instruksional Umum
Secara umum, setelah mempelajari uraian materi tentang analisis kompetensi dan
perumusan tujuan pembelajaran Bahasa berdasarkan KTSP di Sekolah Menengah, peserta
diklat diharapkan dapat melakukan analisis kompetensi dan merumuskan tujuan
pembelajaran Bahasa berdasarkan KTSP diSekolah Menengah.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari uraian materi tentang analisis kompetensi dan perumusan
tujuan pembelajaran Bahasa berdasarkan KTSP di Sekolah Menengah, peserta diklat
diharapkan mampu:
a. Menjelaskan pengertian dan lima tipe kompetensi;
b. Menerapkan cara menyusun kompetensi siswa dalam pembelajaran Bahasa;
c. Menulis tujuan instruksional umum;
d. Melakukan analisis instruksional;
e. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa;
f. Merumuskan tujuan instruksional khusus.
B. Analisis Kompetensi
1. Pengertian Kompetensi
Istilah kompetensi didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh terhadap peran, perbuatan, prestasi, serta
pekerjaan seseorang. Dengan demikian, kompetensi dapat diukur dengan standar umum
serta dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Menurut Spencer dan Spencer
(1993) kompetensi merupakan karakterisitik mendasar seseorang yang berhubungan secara
timbal balik dengan suatu kritieria efektif kompetensi dan atau kecakapan terbaik seseorang
dalam pekerjaan atau keadaan.
Lebih lanjut Spencer (1993) menyebutkan lima tipe kompetensi, kelima tipe tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Motif, sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berpikir secara konsisiten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi. Misalnya, seseorang yang mempunyai motivasi akan
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
59
Universitas Negeri Makassar
2. menentukan tantangan untuk drinya sendiri, kemudian bertanggung jawab untuk
menghadapi tantangan tersebut dan menggunakan balikan untuk memperbaikinya.
b. Pembawaan, karakteristik fisik yang merespon secara konsisten berbagai situasi atau
informasi. Misalnya, reaksi terhadap waktu dan sudut pandang yang baik adalah
kompetensi bawaan dari seorang pilot pesawat empur. Kontrol emosi diri dan inisiatif
merupakan respon konsisten yang lebih kompleks. Kompetensi bawaan yang dapat
mengontrol emosi diri dan menumbuhkan inisiatif merupakan kompetesi dari seorang
manajer yang berhasil.
c. Konsep diri, adalah tingkah laku, nilai, atau citraan (image) seseorang. Misalnya, percaya
diri. Seseorang yang percaya diri akan bekerja efektif pada berbagai situasi yang
berbeda.
d. Pengetahuan, adalah informasi khusus yang dimiliki seseorang. Misalnya, ahli bahasa
memiliki pengetahuan tentang teori-teori kebahasaan.
e. Keterampilan, adalah kemampuan untuk melakukan tugas secara fisik dan mental.
Misalnya, sastrawan memiliki pengetahuan dan kemampuan menciptakan karya sastra.
Kelima tipe kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan
pengembangan kemampuan siswa dalam pembelajaran.
2. Cara Penyusunan Kompetensi
Penyajian kompetensi yang baik haruslah dapat kecakapan berpikir, bekerja, dan
prestasin seseorang. Dalam penyusunan kompetensi, perlu adanya perubahan penekanan
pola pikir dan pola tindakan dari ”Apa yang harus dipelajari seorang siswa ke bagaimana
membelajarkan siswa?” Selanjutnya, diperlukan persiapan yang memadai untuk menyusun
kompetensi.
Penyusunan kompetensi tidak dapat dilakukan sekali jadi. Diperlukan perbaikan dan
pemantapan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Langkah-langkah dalam menyusun
kompetensi dapat dilakukan seperti berikut ini.
a. Menentukan kompetensi lulusan/hasil belajar pada akhir satu atau serangkaian
pembelajaran. Gunakan kata-kata kerja dari taksonomi Bloom, Kratwohl, atau Anderson.
Penentuan kompetensi perlu menjawab hal-hal berikut:
1) Isi/pengetahuan (apa yang harus diketahui siswa?)
2) Keterampilan (bagaimana cara siswa melakukan sesuatu?)
3) Sikap (bagaimana cara siswa berperilaku?)
4) Nilai (bagaimana keyakinan siswa terhadap sesuatu?)
b. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti (jelas, lugas, tegas, serta dapat dikerjakan dan
dinilai) oleh siswa dan pembaca umum, termasuk guru, orangtua, dan pengambil
keputusan.
c. Nyatakan target pencapaian kompetensi yang memberikan informasi tentang
sejauhmana target kompetensi tersebut dapat dicapai?
d. Batasi kompetensi yang akan dicapai pada setiap kegiatan pembelajaran agar lebih
terarah dan lebih fokus.
e. Klasifikasi kompetensi yang sejenis ke dalam standar kompetensi, namun jangan
memaksakan perumusan kompetensi yang terlalu sarat. Jika dianggap perlu, rumuskan
kompetensi secara terpisah.
f. Koordinasikan kompetensi yang memerlukan urutan untuk menunjukkan
perkembangan, kesinambungan, keutuhan, dan keberlanjutan. Tunjukkan peningkatan
penguasaan kompetensi dari yang lebih mendasar ke yang rumit, dan kompleks dalam
urutan yang utuh.
g. Hindari mencampurkan definisi kompetensi (apa yang siswa harus ketahui dan lakukan)
dengan standar kinerja (seberapa baik) dan penilaian.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
60
Universitas Negeri Makassar
3. h. Hindari anggapan untuk dapat merumuskan kompetensi secara sempurna pada tahan
permulaan. Lakukan secara bertahap.
Dalam menyiapkan pembelajaran, khususnya ketika membuat silabus, guru perlu
mengkaji Standar Kompetensi sebagaimana tercantum pada Standar Isi dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
(1) Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi,
tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi;
(2) Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
(3) Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
3. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa untuk SMP
Standar Kompetensi yang tercantum dalam Standar Isi KTSP untuk SMP sesuai ruang
lingkup mata pelajaran Bahasa, yaitu:
a. Mendengarkan
1) Untuk kelas VII, yaitu:
a) memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan berita
b) mengapresiasi dongeng yang didengarkan
c) memahami wacana lisan melalui kegiatan wawancara
d) memahami pembacaan puisi
2) Untuk kelas VIII, yaitu:
a) memahami wacana lisan berbentuk laporan
b) mengapresiasi pementasan drama
c) memahami isi berita dari radio/televisi
d) memahami unsur intrinsik novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
3) Untuk kelas IX, yaitu:
a) memahami dialog interaktif pada tayangan televisi/siaran radio
b) memahami wacana sastra jenis syair melalui kegiatan mendengar syair
c) memahami isis pidato/khotbah/ceramah
d) memahami wacana sastra melalui kegiatan mendengarkan pembacaan
kutipan/sinopsis novel
b. Berbicara
1) Untuk kelas VII, yaitu:
a) mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan bercerita dan
menyampaikan pengumuman
b) mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita
c) mengungkapkan pikiran dan perasaan informasi dan pengalaman melalui
kegiatan menanggapi cerita dan bertelepon
d) mengungkapkan tanggapan terhadap pembicaraan cerpen
2) Untuk kelas VIII, yaitu:
a) mengungkap berbagai informasi melalui wawancara dan presentase laporan
b) mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan bermain peran
c) mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan
protokoler
d) mengapresiasi kutipan novel remaja (asli atau terjemahan) melalui kegiatan
diskusi
3) Untuk kelas IX, yaitu:
a) mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk komentar dan
laporan
b) mengungkapkan kembali cerpen dan puisi dalam bentuk yang lain
c) mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam pidato/diskusi
d) mengungkapkan tanggapan terhadap pementasan drama
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
61
Universitas Negeri Makassar
4. c. Membaca
1) Untuk kelas VII, yaitu:
a) memahami ragam teks nonsastra dengan berbagai cara membaca
b) memahami isi berbagai teks bacaan sastra dengan membaca
c) memahami wacana tulis melalui kegiatan membaca intensif dan membaca
memindai
d) memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan buku cerita anak
2) Untuk kelas VIII, yaitu:
a) memahami ragam wacana tulis dengan membaca memindai, membaca cepat
b) memahami teks drama dan novel remaja
c) memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif,
dan membaca nyaring
d) memahami buku novel remaja (asli atau terjemahan) dan antologi puisi
3) Untuk kelas IX, yaitu:
a) memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca
memindai
b) memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca buku kumpulan cerita
pendek (cerpen)
c) memahami ragam acana tulis dengan membaca ekstensif. Membaca intensif, dan
membaca cepat
d) memahami novel dari berbagai angkatan
d. Menulis
1) Untuk kelas VII, yaitu:
a) mengungkapkan pikiran dan pengalaman dalam buku harian dan surat pribadi
b) mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman melalui pantun dan
dongeng
c) mengungkapkan berbagai informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat
d) mengungkapkan keindahan alam dan pengalaman melalui kegiatan menulis
kreatif puisi
2) Untuk kelas VIII, yaitu:
a) mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat dinas, dan petunjuk
b) mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam menulis kreatif naskah drama
c) mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster
d) mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi bebas
3) Untuk kelas IX, yaitu:
a) mengungkapkan informasi dalam bentuk iklan baris, resensi, dan karangan
b) mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam bentuk cerita
pendek
c) mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karya ilmiah
sederhana, teks pidato, surat pembaca
d) menulis naskah drama
Selanjutnya, guru dharapkan dapat mengembangkan sejumlah indikator pencapaian
untuk setiap kompetensi dasar. Indikator pencapaian ialah karakteristik, ciri-ciri, tanda-
tanda, perbuatan, atau respons, yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa
untuk menunjukkan bahwa siswa itu telah memiliki kompetensi dasar tertentu.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
62
Universitas Negeri Makassar
5. C. Perumusan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran (instructional objective) adalah perilaku hasil belajar yang
diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembel-
ajaran tertentu. Pengertian lain menyebutkan, tujuan pembelajaran adalah pernyataan
mengenai keterampilan atau konsep yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa pada akhir
priode pembelajaran (Slavin, 1994). Tujuan pembelajaran merupakan arah yang hendak
dituju dari rangkaian aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Tujuan
pembelajaran dirumuskan dalam bentuk perilaku kompetensi spesifik, aktual, dan terukur
sesuai yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran tertentu.
Penyusunan tujuan pembelajaran merupakan tahapan penting dalam rangkaian
pengembangan desain pembelajaran. Dari tahap inilah ditentukan apa dan bagaimana harus
melakukan tahap lainnya. Apa yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran menjadi acuan
untuk menentukan jenis materi, strategi, metode, dan media yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran. Tanpa tujuan yang jelas, pembelajaran akan menjadi kegiatan tanpa
arah, tanpa fokus, dan menjadi tidak efektif.
Perumusan tujuan pembelajaran yang baik perlu memperhatikan beberapa
ketentuan. Berikut dikemukakan beberapa ketentuan dan pertimbangan yang perlu
diperhatikan dalam rangka perumusan tujuan pembelajaran tersebut.
1. Taksonomi Tujuan Pembelajaran
Taksonomi adalah usaha pengelompokan yang disusun dan diurut berdasarkan ciri-
ciri tertentu. Taksonomi tujuan pembelajaran, dengan demikian, merupakan usaha
mengelompokkan tujuan pembelajaran dalam susunan dalam urutan berdasarkan ciri yang
dikandungnya.
Taksonomi tujuan pembelajaran, menurut Suciati (2001), diperlukan dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Perlu adanya kejelasan terminologi tujuan yang digunakan dalam tujuan pembelajaran
Bahasa sebab tujuan pembelajaran tersebut berfungsi untuk memberikan arah kepada
proses belajar dan untuk menentukan perilaku yang diangap sebagai bukti hasil belajar
Bahasa pada setiap tingkatan pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah.
b. Sebagai alat yang akan membantu guru dalam mendeskripsikan dan menyusun tes,
teknik penilaian, dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar Bahasa di Sekolah Menengah.
Sejumlah ahli telah menyusun taksonomi untuk tujuan pembelajaran. Di antara ahli
tersebut, yaitu Bloom, Gagne, Merril, Krathwohl, Martin dan Briggs, ataupun Gerlach dan
Sullivan. Masing-masing ahli mempunyai kriteria pengelompokkan sendiri. Namun
demikian, umumnya ahli tersebut sepakat bahwa taksonomi tujuan pembelajaran terbagi
atas tiga kawasan utama, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
a. Tujuan Kognitif
Tujuan kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir. Ini mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, seperti mengingat, sampai pada kemampuan yang tinggi,
seperti kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa menghubungkan dan
menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang telah dipelajari untuk memecahkan
suatu masalah.
Bloom mengelompokkan tujuan kognitif ke dalam enam kategori. Keenam kategori
ini diasumsikan bersifat hirarkis, yang berarti tujuan pada level tinggi dapat dicapai hanya
apabila tujuan pada level lebih rendah telah dikuasai. Taksnomi perilaku keenam tujuan
kognitif tersebut dikemukakan pada Tabel 1 berikut ini.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
63
Universitas Negeri Makassar
6. Tabel 1 Taksonomi Perilaku dan Contoh Kata Kerja Operasional Tujuan Kognitif
Taksonomi
No. Kemampuan Internal Kata-kata Kerja Operasional
Perilaku
Pengetahuan
2. Mengatahui............. (1) mengidentifikasikan
Misalnya: istilah, kata benda, (2) menyebutkan
kata kerja (3) menunjukkan
(4) memberi nama
(5) menyusun daftar
(6) mengarisbawahi
(7) menjodohkan
(8) memilih
(9) memberikan defenisi
(10) menyatakan
Pemahaman
3. Menerjemahkan (1) menjelaskan
Menafsirkan (2) menguraikan
Memperkirakan (3) merumuskan
Menentukan ................ (4) merangkumkan
Misalnya: metode, prosedur (5) mengubah
(6) memberikan contoh
tentang
Memahami ................ (7) menyadur
Misalnya: konsep, kaidah, (8) meramalkan
prinsip, kaitan antara (9) menyimpulkan
fakta dan isi pokok (10) memperkirakan
(11) menerangkan
Mengartikan (12) menggantikan
Menginterpretasikan ...... (13) menarik kesimpulan
Misalnya: tabel, grafik, bagan (14) meringkas
(15) mengembangkan
(16) membuktikan
Penerapan
4. Memecahkan masalah (1) mendemonstrasikan
Membuat bagan dan grafik (2) menghitung
Menggunakan ....... (3) memperhitungkan
Misalnya: metode/prosedur, (4) membuktikan
konsep, kaidah, prinsip (5) menunjukkan
(6) melengkapi
(7) menyediakan
(8) menyesuaikan
(9) menemukan
Analisis
5. Mengenali kesalahan (1) memisahkan
Membedakan ................... (2) menerima
Misalnya: fakta dari interpretas (3) menyisihkan
data dan kesimpulan (4) menghubungkan
Menganalisis .............. (1) Memilih
Misalnya:struktur dasar, bagian- (2) Membandingkan
bagian, hubungan (3) Mempertentangkan
(4) Membagi
(5) membuat digram/skema
(6) menunjukan hubungan
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
64
Universitas Negeri Makassar
7. Sintesis
c. Menghasilkan ............. 1) mengategorikan
Misalnya: klasifikasi, karangan, 2) mengkombinasikan
kerangka teoritis 3) mengarang
4) menciptakan
Menyusun ............. 5) mendesain
Misalnya: rencana, skema, 6) mengatur
program kerja 7) menyusun kembali
8) merangkaikan
9) menghubungkan
10) menyimpulkan
11) merancangkan
12) membuat pola
13) menyajikan
Evaluasi
d. Menilai berdasarkan normal 1) memperbandingkan
internal .... 2) menyimpulkan
Misalnya: hasil karya seni, mutu 3) mengkritik
karangan, mutu 4) mengevaluasi
ceramah, program 5) memberi argumentasi
kerja, dsb 6) menafsirkan
Menilai berdasarkan normal 7) membahas
eksternal.... 8) menyimpulkan
Misalnya: hasil karya seni, mutu 9) memilih antara
karangan, mutu10) menguraikan
ceramah, program11) membedakan
kerja, dsb 12) melukiskan
Mempertimbangkan ........... 13) mendukung
Misalnya: baik-butuknya, pro-14) menyokong
kontranya, untung-15) menolak
ruginya
b. Tujuan Afektif
Tujuan afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap yang
menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Tujuan afektif mencakup
kemampuan dari level paling sederhana, seperti memperhatikan suatu fenemena, sampai
level paling kompleks seperti menentukan sikap berdasar hati nurani.
Krathwohl, Bloom, dan Masia (Suciati, 2001) mengelompokkan tujuan afektif ke
dalam lima kategori. Deskripsi taksonomi kelima kategori tujuan afektif ini diurikan seperti
tertera pada Tabel 2 berikut ini.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
65
Universitas Negeri Makassar
8. Tabel 2 Taksonomi Perilaku dan Contoh Kata Kerja Operasional Tujuan Afektif
Taksonomi Kata-kata Kerja
No Kemampuan Internal
Perilaku Operasional
Pengenalan
a. Menunjukkan .......... (1) mmenanyakan
(receiving) Misalnya: kesadaran, kemauan, (2) mengikuti
perhatian (3) menjawab
(4) melanjutkan
Mengakui ............. (5) memberi
Misalnya: kepentingan, perbedaan (6) menyatakan
(7) menempatkan
Pemberian
b. Mematuhi ..................... (1) membantu
respon Misalnya: peraturan, tuntutan, (2) menawarkan diri
(responding) perintah (3) menolong
Ikut secara aktif..................... (4) menyetujui
Misalnya: di labaroratorium (5) menyepakati
(6) menghargai
(7) menghormati
(8) membantu
Penghargaan/pe
c. Menerima (1) memilih di antara
nilauan (valuing) Memilih (2) meyakini
Memberi komitmen ...... (3) menghargai
Misalnya: terhadap suatu nilai, (4) menunjukkan
aturan, kesemapakatan komitmen
(5) membenarkan
(6) mengusulkan
Pengroganisa-
d. Memilah (1) memilih untuk
sian Menghimpun ............. (2) memutuskan
(organization) Misalnya: sistem nilai, aturan, (3) membandingkan
kesepakatan (4) membuat sistematisasi
(5) mengorganisasi
(6) menyiapkan
(7) menghubungkan
Pengamalan
e. Mengorganisasi (1) menunjukkan sikap
(characterization) Mengintegrasikan bertindak berdasarkan
Menerapkan (2) menghindari
Mengamalkan ............. (3) menolak untuk
Misalnya: sistem nilai, aturan, (4) memainkan
kesepakatan (5) mempengaruhi
(6) mendengarkan
(7) memodifikasi
(8) melaksanakan
(9) mempraktik
c. Tujuan Psikomotorik
Tujuan psikomotor berorientasi pada keterampilan motorik yang berhubungan
dengan anggota tubuh, atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot.
Perilaku psikomotor menekankan pada keterampilan neuromascular yaitu keterampilan yang
bersangkutan dengan gerakan otot. Taksonomi perilaku untuk tujuan kawasan psikomotor
dikelompokkan dalam enam kategori, sebagaimana tertera pada Tabel 3 berikut ini.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
66
Universitas Negeri Makassar
9. Tabel 3 Taksnomi Perilaku dan Kata Kerja Operasional Tujuan Psikomotor
Taksonomi Kata-kata Kerja
No Kemampuan Internal
Perilaku Operasional
Persepsi d. Menafsirkan ransangan (1) memilih
Peka terhadap ransangan (2) Membedakan
Mendiskriminasikan (3) Mempersiapkan
(4) Menyisihkan
(5) Menujukkan
(6) Mengidentifikasikan
(7) Menghubungkan
Kesiapan e. Berkonsentrasi (1) Memulai
Menyiapkan diri (fisik dan mental) (2) Mengawali
(3) Bereaksi
(4) Mempersiapkan
(5) Memprakarsai
(6) Menanggapi
(7) Mempertunjukkan
Gerakan f. Meniru contoh (1) Mempraktikkan
terbimbing (2) Memainkan
(3) Mengikuti
(4) Mengerjakan
(5) Membuat
(6) Mencobakan
(7) Memasang
(8) Membongkar
Gerakan g. Berketerampilan (1) Mengoperasionalkan
terbiasa Berpegang pada pola (2) Membangun
(3) Membongkar
(4) Memperbaiki
(5) Mengerjakan
(6) Menyusun
(7) Menggunakan
(8) Mengatur
(9) Memainkan
Gerakan h. Berketerampilan secara ..... Sama dengan di atas
Kompleks Misalnya: lancar, luwes, supel,
gesit, lincah
Menyesuaikan
i. Menyesuaikan diri (1) Mengubah
pola gerakan Mevariasikan (2) Mengadaptasi
(3) Mengatur kembali
(4) Membuat variasi
Kreativitasj. Menciptakan yang baru (1) Merancang
Berinisiatif (2) Menyusun
(3) Menciptakan
(4) Mendesain
(5) Mengkombinasikan
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
67
Universitas Negeri Makassar
10. 2. Analisis Instruksional atau Analisis Tugas (Task Analysis)
Dalam membuat perencanaan pembelajaran, penting untuk mengetahui
keterampilan atau kompetensi apa saja yang dibutuhkan dalam tugas-tugas yang akan
diajarkan atau diberikan. Sebagai contoh, guru dapat meminta siswa menggunakan
perpustakaan untuk menulis suatu laporan singkat mengenai suatu topik yang menarik
minat. Tugas ini tampak cukup mudah, tapi perhatikan sejumlah keterampilan terpisah
yang terlibat di dalamnya, yaitu:
a. mengetahui urutan abjad;
b. menggunakan katalog kartu untuk menemukan judul buku tertentu;
c. menggunakan indeks buku untuk menemukan informasi tentang suatu topik;
d. menemukan ide utama untuk materi karangan;
e. merencanakan atau membuat skema laporan ringkas;
f. menulis paragraf karangan;
g. mengetahui keterampilan teknis kebahasaan (seperti kapitalisasi, tanda baca, pemilihan
kata-kata, dan sebagainya).
Keterampilan-keterampilan tersebut sendiri masing-masing dapat dijabarkan ke
dalam sub-sub keterampilan yang lebih spesifik. Guru harus menyadari sub-sub
keterampilan yang terlibat dalam suatu tugas pembelajaran untuk menjamin bahwa siswa
mengetahui apa yang diperlukan untuk berhasil.
Dalam mengajarkan suatu keterampilan baru, penting bagi guru untuk
mempertimbangkan semua subketerampilan yang terkait dengannya. Pikirkan semua
tahapan terpisah yang terlibat dalam suatu keterampilan baru tersebut. Proses menjabarkan
tugas atau tujuan menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana ini disebut dengan
analisis tugas (task analysis).
Analisis tugas, atau sering pula disebut analisis instruksional, adalah proses
penjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan
sistematis. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi perilaku-perlaku khusus yang
dapat menggambarkan perilaku umum secara rinci. Dari susunan tersebut, dapat diketahui
perlunya menempatkan perilaku khusus tertentu untuk dikuasai lebih dahulu dari perilaku
lainnya, disebabkan karena perilaku tersebut:
a. kedudukannya sebagai perilaku prasyarat,
b. merupakan perilaku yang menurut urutan gerakan fisik berlangusung lebih dahulu,
atau
c. merupakan perilaku yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu, atau secara
kronologis terjadi lebih awal.
Dalam merencanakan pembelajaran, ada tiga tahap dalam proses analisis tugas yang
perlu dilakukan, yaitu:
a. Mengidenifikasi keterampilan prasyarat (prerequisite skills)
Apa yang seharus siswa sudah ketahui sebelum guru mengajarkan suatu materi tertentu.
Sebagai contoh, untuk pelajaran mengenai penyusunan kalimat sederhana, siswa harus
lebih dahulu menguasai kata serta konsep subjek dan predikat.
b. Mengidentifikasi keterampilan komponen (component skills)
Dalam mengajarkan pelajaran tertentu, subketerampilan apa yang harus diajarkan
kepada siswa sebelum mereka dapat belajar untuk mencapai tujuan yang lebih umum?
Dalam contoh keterampilan menulis kalimat yang baku, misalnya, siswa perlu belajar
mengenai diksi, struktur kalimat, maupun ejaan dan tanda baca. Setiap tahapan ini harus
direncanakan untuk diajarkan dan dinilai selama pembelajaran.
c. Merencanakan bagaimana keterampilan komponen akan diatur dan diurut menuju
keterampilan akhir.
Tahap akhir dalam analisis tugas adalah menata kembali sub-sub keterampilan menjadi
keterampilan utuh yang akan diajarkan. Misalnya, siswa mungkin mempunyai diksi
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
68
Universitas Negeri Makassar
11. yang memadai, menuasai tanda baca, tapi ini tidak selalu berarti mereka dapat
menyusun kalimat yang baku. Sub-sub keterampilan harus diintegrasikan ke dalam
proses yang utuh agar siswa dapat mengerti dan mempraktikkannya.
Bila perilaku atau keterampilan umum diuraikan menjadi perilaku khusus atau sub-
sub keterampilan akan terdapat empat macam susunan, yaitu hirarkis, prosedural,
pengelompokan, dan kombinasi.
a. Struktur Hirarki
Struktur prilaku yang hirarkil adalah kedudukan dua perilaku yang menunjukkan
bahwa salah satu perilaku hanya dapat dilakukan bila telah dikuasai perilaku yang lain.
Perilaku B, misalnya, hanya dapat dipelajari bila perilaku A telah dikuasai. Ini berarti
perilaku atau keterampilan A merupakan prasyarat bagi perilaku atau keterampilan B.
Struktur perilaku hirarkikal dapat digambarkan dalam bentuk susunan kotak atas-bawah
yang dihubungkan dengan garis vertikal, seperti pada bagan berikut ini.
Perilaku A
Perilaku B
b. Struktur Prosedural
Struktur perilaku prosedural adalah kedudukan beberapa perilaku yang
menunjukkan satu seri urutan penampilan perilaku, tetapi tidak ada yang menjadi perilaku
prasyarat untuk yang lainnya. Walaupun kedua perilaku khusus itu harus dilakukan
berurutan untuk dapat melakukan suatu perilaku umum, namun setiap perilaku itu dapat
dipelajari secara terpisah. Perilaku-perilaku yang tersusun secara prosedural dilukiskan
dalam kotak-kotak yang berderet ke samping dan dihubungkan dengan garis horisontal,
seperti pada bagan berikut.
Perilaku A Perilaku B Perilaku C
c. Struktur Pengelompokan
Terdapat bentuk perilaku-perilaku khusus yang saling berhubungan, namun tidak
mempunyai mempunyai keterafantungan satu sama lain. Dalam keadaan seperti ini, garis
penghubung antar perilaku khusus tidak diperlukan. Namun demikian, saling hubungan
antar perilaku dapat digambarkan dalam bentuk pengelompokkan kotak-kotak yang
dihubungkan dengan garis satu sama lain, seperti pada bagan berikut.
Perilaku A
Perilaku B Perilaku C Perilaku D
d. Struktur Kombinasi
Bila perilaku diuraikan menjadi perilaku-perilaku khusus, sebagian tersebar dalam
bentuk struktur kombinasi antara hirarkikal, prosedural, dan pengelompokan. Sebagian dari
perilaku khusus yang terdapat dalam ruang lingkup perilaku umum itu mempersyaratkan
perilaku khusus lain, sebagian lainnya merupakan urutan penampilan perilaku umum dan
khusus. Skema hubungan antar perilaku dalam struktur kombinasi dapat digambarkan
seperti pada bagan berikut.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
69
Universitas Negeri Makassar
12. Perilaku A Perilaku B Perilaku C
Perilaku A2 Perilaku B2 Perilaku C2
Perilaku A1 Perilaku B1 Perilaku C1
2. Analisis Perilaku dan Karakteristik Awal Siswa
Perilaku keterampilan awal atau yang biasa disebut perilaku masukan (entry behavior,
sub-skill), adalah level perilaku keterampilan yang telah dimiliki oleh setiap siswa terkait
dengan perilaku keterampilan umum yang akan dipelajari. Dalam menghadapi tugas belajar
penyusunan kalimat, misalnya, sampai di manakah pemahaman siswa terhadap
keterampilan-keterampilan bawahan (sub-skills) yang menjadi prasyarat bagi tugas tersebut,
seperti penguasaan diksi, unsur-unsur kalimat, ejaan dan tanda bca? Level pemahaman
siswa terhadap berbagai keterampilan prasyarat tersebut perlu dikenali dengan baik, baik
secara kelompok maupun secara individu. Pemahaman di antara siswa mungkin bersifat
homogen (bisa homogen memadai, bisa juga homogen rendah), mungkin pula level
penguasaan mereka sangat bervariasi.
Pemahaman terhadap perilaku keterampilan awal siswa terkait dengan suatu tugas
belajar akan menjadi basis bagi guru dalam merancang pembelajaran yang lebih sesuai
dengan kemampuan kelompok sasaran (siswa) pembelajaran tersebut. Berdasarkan hasil
asesmen terhadap perilaku awal tersebut, guru dapat mengidentifikasi perilaku-perilaku
spesifik yang masih perlu dikembangkan dan merumuskannya sebagai tujuan pembelajaran
khusus sebagai target belajar bagi siswanya. Hasil asesmen tersebut juga dapat memandu
guru dalam merancang urutan dan mengelola aktivitas pembelajaran untuk membantu
siswa menguasai keterampilan atau kompetensi umum yang menjadi target pembelajaran.
Sumber informasi yang dapat digunakan dalam rangka asesmen perilaku
keterampilan awal siswa, antara Iain: dokumen yang tersedia, khususnya hasil belajar yang
diperoleh sebelumnya, siswa itu sendiri, orang-orang yang mengetahui kemampuan
kemampuan siswa tesebut. Teknik yang dapat digunakan dalam mengasesmen kemampuan
awal tersebut, antara lain: dokumentasi, kuesioner, observasi, wawancara, ataupun
melakukan tes diagostik secara khusus.
Di samping mengidentifikasi perilaku keterampilan awal siswa, guru juga perlu
mengenali karakteristik siswa lainnya yang berhubungan dengan perilaku belajar mereka.
Beberapa di antara karakterstik ini, misalnya: motivasi belajar, kemampuan dan tingkat
kecerdasan, minat, kebiasaan belajar, harapan dan aspirasi siswa, maupun daya dukung
lingkungan masing-masing siswa. Informasi-informasi seperti ini dapat menjadi acuan
dalam menetapkan jenis perilaku sebagai target belajar, cakupan kegiatan belajar, maupun
bentuk-bentuk pengalaman belajar yang dapat diberikan kepada siswa.
3. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Pelaksanaan setiap kegiatan pembelajaran, menurut Joyce & Weil (1986), akan
menghasilkan dua macam dampak pembelajaran, yaitu dampak instruksional (instructional
effects) dampak pengiring (nurturant effects). Dampak instruksional ialah hasil belajar yang
dicapai langsung dengan mengarahkan siswa pada tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Dampak instruksional merupakan perilaku khusus atau kompetensi yang diharapkan dimiliki
oleh siswa yang terkait langsung dengan suatu topik atau pokok bahasan tertentu dari suatu
mata pelajaran.
Dalam praktik penyusunan rancangan pembelajaran di sekolah, umumnya guru
hanya mencantumkan rumusan tujuan pembelajaran kategori ini. Tujuan pembelajaran
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
70
Universitas Negeri Makassar
13. khusus (TPK) ataupun indikator perilaku khusus sebagai target pencapaian hasil belajar
yang dibuat guru umumnya hanya didominasi dengan rumusan yang diarahkan untuk
mencapai dampak instruksional semacam ini.
Dampak pengiring ialah perilaku hasil belajar yang diperoleh siswa di luar dampak
instruksional. Perilaku dampak pengiring ini terutama dihasilkan sebagai akibat terciptanya
suasana atau kondisi tertentu yang dialami siswa dalam proses pembelajaran, tanpa pengarahan
langsung dari guru. Setiap situasi, kondisi, pola interaksi, atau pengalaman belajar yang
dialami oleh siswa dalam proses pembelajaran dapat menstimulasi berkembangnya perilaku
dan sikap tertentu pada diri siswa.
Menurut Joyce dan Weil (1998), setiap pilihan model pembelajaran memiliki
sintakmatik (pentahapan), sistem sosial, prinsip rekasi, dan sistem pendukung tersendiri,
sehingga dapat memberi dampak pencapaian dampak instruksional dan dampak pengiring
yang berbeda pula. Penerapan model pembelajaran inkuiri, misalnya, dapat menstimulasi
berkembangnya perilaku dampak instruksional dan dampak pengiring, seperti diukiskan
pada bagan berikut.
Keterampilan proses ilmiah
Strategi penyelidikan secara kreatif
Proses
Pembel- Semangat daya cipta dan kreativitas
ajaran
Kebebasan dan otonomi bekerja
= Dampak instruksional Kemampuan dan semangat kerjasama
= Dampak pengiring
Bagan Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Situasi dan kondisi yang dialami oleh siswa dalam suatu proses pembelajaran dapat
memberi dampak pengiring yang bersifat positif, berupa berkembangnya perilaku yang
dikehendaki, tapi sebaliknya pula sebaliknya bersifat negatif, yaitu berkembangnya perilaku
yang tidak diharapkan. Sebagai contoh, ketika guru meminta setiap siswa mengemukakan
pemikirannya tentang suatu topik di depan kelas, maka proses ini dapat menstimulasi
berkembangnya perilaku berani dan percaya diri pada siswa. Namun demikian, jika seorang
siswa mengemukakan gagasannya yang berbeda dan tidak sesuai harapan guru, lalu yang
bersangkutan diberi sanksi, misalnya berdiri di depan kelas atau ditertawai, maka siswa ini
akan belajar bahwa mengemukakan gagasan berbeda itu tidak boleh dan akan mendapat
konsekuensi negatif. Pengelaman seperti ini akan memberi dampak pengiring negatif bagi
pengembangan kreativitas anak.
Mengingat potensi yang terkandung dalam dampak pengiring bagi perubahan
perilaku siswa, maka dampak pengiring perlu dikelola dan dikendalikan. Pembelajaran yan
efektif harus mengoptimalkan pencapaian dampak pengiring positif dan meminimalkan
dampak pengiring negatif. Pengendalian dampak pengiring ini dapat dilakukan dengan
sejak awal menjadikannya sebagai target belajar yang diformuasikan dalam bentuk
perumusan tujuan tersendiri, di samping tujuan instruksional. Perilaku positif tertentu yang
dikehendaki terjadi pada siswa dapat menjadi target belajar tersendiri dan ditetapkan
sebagai sasaran dampak pengiring dalam pembelajaran. Dengan menetapkan perilaku
seperti itu sebagai target belajar, maka dalam merencanakan pembelajaran, guru akan
berkomitmen untuk mencapainya. Guru akan berupaya memilih model pengelolaan kelas,
strategi dan pengalaman belajar, serta media dan sumber pembelajaran yang dianggap tepat
untuk menstimulasi berkembangnya perilaku khusus tersebut.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
71
Universitas Negeri Makassar
14. Dalam MPE, perumusan tujuan dampak pengiring seperti ini merupakan bagian
penting tujuan pembelajaran yang perlu diidentifikasi dan dirumuskan tersendiri oleh guru.
Guru ditekankan untuk merumuskan perilaku-perilaku tambahan tertentu yang perlu
dikembangkan pada diri siswa ke dalam butir-butir tujuan pembelajarannya. Penekanan
perlunya perumusan khusus target belajar untuk dampak pengiring, didasari oleh beberapa
pertimbangan sebagai berikut:
a. Rumusan-rumusan kompotensi dasar yang menjadi dasar perumusan tujuan
pembelajaran pada hampir semua mata pelajaran di sekolah terlalu berorientasi kognitif
dan cenderung hanya mengarah kepada pengembangan kecerdasan intelektual. Dengan
demikian, pembelajaran juga akan cenderung diarahkan pada dihasilkannya dampak
instruksional yang juga hanya berorientasi pada penguasaan keterampilan dan perilaku
kecerdasan intelektual.
b. Banyak perilaku dan kompetensi yang merupakan target dalam tujuan pendidikan
nasional, kompetensi lulusan sekolah, bahkan standar kompetensi mata pelajaran,
merupakan atribut perilaku kecerdasan emosional dan kecerdasan sipiritual. Namun
demikian, aspek-aspek kecerdasan seperti ini sangat sedikit terjabarkan dalam bentuk
kompetensi dasar pada hampir semua mata pelajaran. Akibatnya, orientasi pembelajaran
di sekolah kurang memperhatikan atau jarang secara sadar diarahkan kepada
pengembangan kedua kelompok kecerdasan ini.
c. Proses pembelajaran di sekolah selalu melibatkan interaksi sosial, tata ruang, suasana
dan iklim, aktivitas dan pengalaman-pengalaman tertentu. Semua kondisi dan situasi
seperti ini akan merupakan stimulus bagi berkembanganya banyak pengalaman belajar
pada diri siswa, termasuk perilaku-perilaku kecerdasan emosional dan kecerdasan
spritual.
d. Dengan menetapkan perilaku dari rumpun kecerdasan emosional dan atau kecerdasan
sebagai target dampak pengiring yang secara sengaja dirumuskan sejak awal, maka guru
akan memiliki kesadaran dan komitmen untuk mengarahkan proses pembelajarannya
pada dua arah, yaitu menghasilkan dampak instruksional dan menstimulasi dampak
pengiring.
e. Stimulasi dampak pengiring tidak memerlukan biaya mahal. Guru hanya dituntut untuk
secara sengaja memilih, mengelola, dan menata khusus berbagai aspek yang terkait
dengan pembelajarannya (seperti penataan setting kelas, pemilihan strategi, penggunaan
media dan sumber, dan pengelolaan pengalaman belajar) agar dapat menstimulasi
berkembanganya perilaku dan kompetensi non-instruksional yang ditetapkan sebagai
target dampak pengiring tersebut.
Jika perilaku atau kompetensi target belajar pada dampak instruksional dirumuskan
dari kompentesi dasar yang telah ditetapkan dalam kurikulum, maka perilaku atau
kompetensi target belajar pada dampak pengiring terutama identifikasi dan ditetapkan
berdasarkan pada hasil asesmen lapangan. Berdasarkan hasil pengamatan sehari-hari, guru
dapat mengenali jenis perilaku siswa yang memerlukan perhatian khusus untuk dikembang-
kan. Ketika merumuskan tujuan pembelajaran, guru perlu memasukkan perilaku yang diha-
rapkan itu sebagai sasaran pencapaian dampak pengiring dalam proses pembelajaran.
Beberapa contoh perilaku yang dapat ditetapkan sebagai target dampak pengiring, antara
lain:
a. Kelompok Perilaku Kecerdasan Emosional, misalnya:
1) Memiliki kesadaran diri
2) Mampu mengambilan keputusan pribadi
3) Mampu mengelola perasaan
4) Mampu menangani keadaan yang menekan
5) Terampil berkomunikasi
6) Keterbukaan diri (self-disclosure)
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
72
Universitas Negeri Makassar
15. 7) Empatik dan peduli pada orang lain
8) Menerima keadaan diri (self-acceptance)
9) Tegas
10) Mampu menyelesaian konflik
11) Hormat terhadap sesame
12) Mampu dan bersedia bekerja sama
13) Bertanggung jawab
14) Memahami dan menerima perbedaan
15) Kreatif
b. Kelompok Perilaku Kecerdasan Spiritual, misalnya:
1) Taat beribadah
2) Memahami keberartian dan tujuan hidup
3) Hidup selaras dan damai
4) Memiliki prinsip untuk hidup
5) Mendahulukan kepentingan orang lain ketimbang dirinya sendiri
6) Jujur
7) Adil
8) Berakhlak mulia
9) Rela memaafkan
10) Memiliki rasa malu
11) Rendah hati
12) Sopan santun
Selanjutnya, untuk mewujudkan perilaku-perilaku tersebut, guru dapat memilih
strategi dan menciptakan suasana pembelajaran yang dapat mendorong dan meng-
kondisikan siswa mengembangkan perilaku-perilaku tersebut. Setiap strategi yang dipilih
menjadi strategi dasar MPE memiliki sintagmatik, sistem sosial, prinsip rekreasi, dan sistem
pendukung yang berpotensi untuk dapat menciptakan iklim, interaksi, dan kondisi tertentu
bagi terjadinya pembelajaran prilaku tertentu, seperti kerjasama, kreativitas, berfikir kritis,
problem-solving, kemandirian, dsb. Aplikasi secara konsisten strategi-strategi MPE dalam
proses pembelajaran memungkinkan pencapaian berbagai perilaku-perilaku non-
instruksional oleh siswa.
4. Perumusan Tujuan Pembelajaran Khusus
Hasil akhir kegiatan analisis kompetensi dan analisis tugas sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya adalah menentukan garis batas antara perilaku (kompetensi) yang
tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada siswa. Perilaku yang
ditetapkan sebagai perlu diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam tujuan pembelajaran
khusus (TPK) atau tujuan instruksional khusus (TIK), yang merupakan terjemahan dari
specific instructional objective.
Tujuan pembelajaran khusus (TPK) menjadi dasar bagi guru untuk menentukan
urutan pembelajaran, serta pemilihan strategi, sumber, dan media. Di samping itu, TPK juga
menjadi landasan dalam penyusunan indikator dalam rangka mengembangkan butir-butir
pertanyaan-pertanyan untuk penilaian hasil belajar. Oleh sebab itu, TPK harus mengandung
unsusr-unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun alat evaluasi aga dapat
mengembakan butir-butir tes yang betul-betul dapat mengukur perilaku yang terdapat di
dalammnya.
Penyusunan TPK yang baik perlu melibatkan unsur-unsur yang dikenal dengan
ABCD, yang berasal dari empat kata sebagai berikut:
A = Audience
B = Behavior
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
73
Universitas Negeri Makassar
16. C = Condition
D = Degree
A = Audence adalah pelaku yang menjadi kelompok sasaran pembelajaran, yaitu
siswa. Dalam TPK harus dijelaskan siapa siswa yang mengikuti pelajaran itu. Keterangan
mengenai kelompok siswa yang akan manjadi kelompok sasaran pembelajaran diusahakan
sespesifik mungkin. Misalnya, siswa jenjang sekolah apa, kelas berapa, semester berapa, dan
bahkan klasifikasi pengelompokan siswa tertentu.
Batasan yang spesifik ini penting artinya agar sejak awal mereka yang tidak
termasuk dalam batasan tersebut sadar bahwa bahan pembelajaran yang dirumuskan atas
dasar TPK itu belum tentu sesuai bagi mereka. Mungkin bahan pembelajarannya terlalu
mudah, terlalu sulit. Atau tidak sesuai dengan kebutuhannya. Dalam pembelajaran
berwawasan gender, penyebutan siswa perempuan dan siswa laki-laki alam TPK kadang-
kadang ditekankan, terutama jika jenis perilaku yang menjadi target belajar bagi kedua jenis
kelamin dibedakan levelnya, misalnya dalam pelajaran olahraga. Begitu pula, dalam
pembelajaran terhadap kelas yang dibagi atas beberapa kelompok yang bahan
pembelajarannya diklasifikasi atas dasar kemampuan individu siswa, maka penyebutan
klasifikasi siswa tersebut juga perlu tercantum pada TPK masing-masing.
B = Behavior adalah perilaku spesifik khusus yang diharapkan dilakukan siswa
setelah selesai mengikuti proses pembelajaran. Perilaku ini terdiri atas dua bagian penting,
yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja menunjukkan bagaimana siswa mempertunjukkan
sesuatu, seperti: menyebutkan, menganalisis, menyusun, dan sebagainya. Objek
menunjukkan pada apa yang akan dipertunjukkan itu, misalnya contoh kalimat pasif,
kesalahan tanda baca dalam kalimat, karangan berdasarkan gambar seri, dsb. Komponen
perilaku dalam TPK adalah tulung punggung TPK secara keselutuhan. Tanpa perilaku yang
jelas, komponen yang lain menjadi tidak bermakna.
Bila contoh kata kerja dan objek dalam contoh di atas disatukan dalam bentuk
perilaku, akan tersusun sebagai berikut:
1) Menyebutkan contoh kalimat pasif
2) Mengenalisis kesalahan tanda baca dalam kalimat
3) Menyusun karangan berdasarkan gambar seri
C = Condition adalah kondisi yang dijadikan syarat atau alat yang digunakan pada
saat siswa diuji kinerja belajarnya. TPK yang baik di samping memuat unsur penyebutan
audens (siswa sebagai sasaran belajar) dan perilaku, hendaknya pula mengandung unsur
yang memberi petunjuk kepada penyusun tes mengenai kondisi atau dalam keadaan
bagaimana siswa diharapkan mempertunjukkan perilaku yang dikehendaki pada saat diuji.
Berikut diberikan beberapa contoh kondisi yang dimaksud:
1) Diberikan satu teks karangan, siswa dapat menyebutkan contoh kalimat pasif.
2) Diberikan satu teks karangan, siswa dapat mengenalisis kesalahan tanda baca dalam
kalimat.
3) Diberikan gambar seri, siswa dapat menyusun karangan berdasarkan gambar seri
tersebut
D = Degree adalah derajat atau tingkatan keberhasilan yang ditargetkan harus
dicapai siswa dalam mempertunjukkan perilaku hasil belajar. Target perilaku yang
diharapkan dapat berupa: melakukan tanpa salah, dalam batas waktu tertentu, pada
ketinggian tertentu, atau ukuran tingkatan keberhasilan lainnya.
Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu
perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu, siswa dianggap belum
mencapai tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan. Perhatikan contoh berikut ini.
1) Diberikan satu teks karangan, siswa dapat menyebutkan minimal lima contoh
kalimat pasif.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
74
Universitas Negeri Makassar
17. 2) Diberikan satu teks karangan, siswa dapat mengenalisis minimal 20 kesalahan tanda
baca.
3) Diberikan gambar seri, siswa dapat menyusun karangan sepanjang 150 kata
berdasarkan gambar seri tersebut.
D. Rangkuman
Kompetensi didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh terhadap peran, perbuatan, prestasi, serta
pekerjaan seseorang. Dengan demikian, kompetensi dapat diukur dengan standar umum
serta dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Penyusunan kompetensi
tidak dapat dilakukan sekali jadi. Diperlukan perbaikan dan pemantapan secara terus-
menerus dan berkelanjutan.
Pengembangan instruksional sebagai suatu proses yang sistematis untuk
menghasilkan suatu sistem instruksional yang siap digunakan merupakan proses yang
panjang. Sebagai suatu siklus dan sistem instruksional keseluruhan, letak pengembangan
instruksional berada paling awal. Proses tersebut disusul dengan implementasi dan diakhiri
dengan evaluasi.
Tujuan pembelajaran (instructional objective) adalah perilaku hasil belajar yang
diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembel-
ajaran tertentu. Penyusunan tujuan pembelajaran merupakan tahapan penting dalam
rangkaian pengembangan desain pembelajaran. Apa yang dirumuskan dalam tujuan pem-
belajaran menjadi acuan untuk menentukan jenis materi, strategi, metode, dan media yang
akan digunakan dalam proses pembelajaran. Tanpa tujuan yang jelas, pembelajaran akan
menjadi kegiatan tanpa arah, tanpa fokus, dan menjadi tidak efektif.
Dalam merencanakan pembelajaran, ada tiga tahap dalam proses analisis
instruksional/tugas yang perlu dilakukan, yaitu: (1) mengidenifikasi keterampilan prasyarat
(prerequisite skills); (2) mengidentifikasi keterampilan komponen (component skills); (3)
merencanakan bagaimana keterampilan komponen akan diatur dan diurut menuju
keterampilan akhir.
Pemahaman terhadap perilaku keterampilan awal siswa terkait dengan suatu tugas
belajar akan menjadi basis bagi guru dalam merancang pembelajaran yang lebih sesuai
dengan kemampuan kelompok sasaran (siswa) pembelajaran tersebut. Berdasarkan hasil
asesmen terhadap perilaku awal tersebut, guru dapat mengidentifikasi perilaku-perilaku
spesifik yang masih perlu dikembangkan dan merumuskannya sebagai tujuan pembelajaran
khusus sebagai target belajar bagi siswanya.
Penyusunan TPK yang baik perlu melibatkan unsur-unsur yang dikenal dengan
ABCD, yang berasal dari empat kata sebagai berikut: A = Audience, B = Behavior, C =
Condition, D = Degree.
E. Penilaian
1. Buatlah tujuan instruksional umum untuk bidang studi Bahasa yang Anda ajarkan di
Sekolah Menengah!
2. Dengan menggunakan TIU yang telah Anda rumuskan, lakukanlah analisis instruksional
dengan mengikuti langkah-langkah yang telah dijelaskan!
3. Lakukanlah identifikasi perilaku awal yang biasa Anda temukan pada siswa yang
berkaitan dengan TIU yang telah Anda rumuskan!
4. Buatlah TIK dari TIU yang telah Anda rumuskan!
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
75
Universitas Negeri Makassar
18. PENGELOLAAN KELAS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA BERDASARKAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH
A. Pendahuluan
Sekolah merupakan tempat belajar bagi siswa. Sebagian tugas guru di kelas adalah
membelajarkan siswa dengan menyediakan kondisi belajar yang optimal. Pembelajaran yang
efektif membutuhkan kondisi kelas yang kondusif. Kelas yang kondusif adalah lingkungan
belajar yang mendorong terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif. Strategi belajar
apapun yang ditempuh guru akan menjadi tidak efektif jika tidak didukung dengan iklim
dan kondisi kelas yang kondusif. Oleh karena itu, guru perlu menata dan mengelola
lingkungan belajar di kelas sedemikian rupa sehingga menyenangkan, aman, dan
menstimulasi setiap anak untuk terlibat dalam proses pembelajaran.
Pengelolaan kelas merupakan kompetensi yang sangat penting dikuasai guru dalaam
kerangka keberhasilan proses belajar mengajar. Dalam sebuah kelas, guru berhadapan
dengan sejumlah siswa yang memiliki karakter dan latar belakang pengalaman yang
berbeda-beda. Untuk dapat melayani dan memenuhi kebutuhan siswa menurut karakter
yang mereka miliki, diperlukan kemampuan mengelola kelas.
1. Tujuan Instruksional Umum
Secara umum, setelah mempelajari uraian materi tentang pengelolaan kelas dalam
pembelajaran Bahasa berdasarkan KTSP di Sekolah Menengah, peserta diklat diharapkan
dapat memahami sistem pengelolaan kelas dalam pembelajaran Bahasa berdasarkan KTSP
di Sekolah Menengah yang dapat mengoptimalkan proses dan hasil belajar.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari uraian materi tentang pengelolaan kelas dalam pembelajaran
Bahasa berdasarkan KTSP di Sekolah Menengah, peserta diklat diharapkan mampu:
a. menjelaskan pengertian pengelolaan kelas;
b. menguraikan prinsip-prinsip dalam pengelolaan kelas;
c. menerapkan proses penciptaan atmosfer belajar;
d. menjelaskan model-model pengaturan meja-kursi dalam kelas;
e. menjelaskan cara penataan lingkungan kelas yang kondusif;
f. mendesaian pengelolaan aktivitas belajar siswa;
g. mendesaian pengelolaan waktu belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan.
B. Pengertian Pengelolaan Kelas
Pengertian pengelolaan kelas secara tradisional adalah tindakan yang dilakukan oleh
guru untuk menegakkan ketertiban kelas, sedangkan pengertian pengelolaan kelas secara
progresif adalah semua upaya dan tindakan guru dalam memanfaatkan sumber daya kelas
secara selektif, efektif, dan efisien dalam penyelesaian problema kelas agar proses
pembelajaran dapat berangsung secara efektif.
Pengertian pengelolaan kelas menurut para ahli dapat diuraikan berikut ini. Menurut
Made Fidarte dengan mengutip pendapat Lois V. Johelson dan Mary A. Bani bahwa
pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap
problema dan situasi kelas. Dalam hal ini guru bertugas menciptakan, mempertahankan,
dan memelihara sistem/organisasi kelas.
Menurut Sudirman, dkk., pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunakan potensi
kelas. Hadari menjelaskan bahwa pengelolaan kelas sebagai kemampuan guru atau wali
kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
76
Universitas Negeri Makassar
19. luasnya pada setiap person dalam kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan
dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien serta untuk melakukan kegiatan-
kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan siswa.
Jadi, dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang
dengan segaja dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran atau pengaturan kelas untuk
kepentingan pengajaran. Pengelolaan kelas meliputi dua hal, yaitu pengelolaan yang
menyangkut siswa dan pengelolaan fisik (ruangan, perabot, alat pelajaran).
C. Prinsip-prinsip dalam Pengelolaan Kelas
Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam proses belajar mengajar,
prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang dapat dipergunakan adalah:
1. Kehangatan dan keantusiasan
Kehangatan dan keantusiasan guru dapat mempermudah terciptanya iklim kelas yang
menyenangkan yang merupakan salah satu syarat bagi kegiatan belajar mengajar yang
optimal.
2. Tatangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, atau bahan yang menantang akan meningkatkan gairah
siswa untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang
menyimpang.
3. Bervariasi
Penggunaan alat atau media, gaya mengajar, dan interaksi belajar mengajar yang
bervariasi merupakan kunci tercapainya pengelolaan kelas yang efektif yang sekaligus
dapat menghindari kejenuhan.
4. Keluesan
Keluesan tingkah laku guru dalam mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah
kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar
yang efektif.
5. Penekananan pada hal-hal yang positif
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan hal-hal yang
positif dan menghindari pemusatan perhatian siswa pada hal-hal yang negatif.
Penekanan pada hal-hal yang positif, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap
tingkah laku anak didik yang positif dengan pemberian penguatan yang positif dan
kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses
belajar mengajar.
6. Penanaman disiplin diri
Pengembangan disiplin diri sendiri oleh siswa merupakan tujuan akhir dari pengelolaan
kelas. Untuk itu, guru harus selalu mendorong siswa untuk melaksanakan disiplin diri
sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi contoh atau teladan tentang pengendalian
diri dan pelaksanaan tanggung jawab.
D. Penciptaan Atmosfir Belajar
Atmosfir atau iklim yang tercipta dalam interaksi belajar mengajar di kelas
memegang peranan penting dalam menstimulasi dan mempertahankan keterlibatan siswa
dalam belajar. Karena itu, guru perlu menciptakan iklim komunikasi dan interaksi dalam
kelas yang kondusif bagi proses pembelajaran.
Berikut dikemukakan beberapa kondisi dan iklim kelas yang dapat mendorong
proses pembelajaran yang efektif.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
77
Universitas Negeri Makassar
20. a. Menyenangkan
Menyenangkan terkait dengan aspek afektif (perasaan). Guru harus berani mengubah
iklim dari suka ke bisa. Guru harus memilki jiwa pendidik; bersikap ramah, suka
tersenyum, berkomunikasi dengan santun dan patut, adil terhadap semua siswa, dan
senanatiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya.
b. Mengasyikkan
Mengasyikkan terkait dengan perilaku (learning to do). Guru hendaknya dapat me-
ngundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi pembelajaran yang disukai dan
menantang siswa untuk berkreasi secara aktif. Untuk itu, guru harus menciptakan
kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema yang menarik yang dekat dengan
kehidupan siswa. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang
kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus dengan baik oleh guru.
c. Mencerdaskan
Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, melainkan juga dengan
kecerdasan majemuk (multiple intelegency). Pemberdayaan otak kiri dan otak kanan harus
dicermati dalam proses pembelajaran. Pilihlah tema yang dapat mengajak anak bukan
hanya sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tidak kalah pentingnya
adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendidikan normatif ke dalam mata pel-
ajaran sehingga menjadi adaptif dalam keseharian anak. Inilah yang merupakan tujuan
utama dari fundamen pendidikan kecakapan hidup (life skill).
d. Menguatkan
Menguatkan terkait dengan proses 3 M sebelumnya. Jika anak senang dan asyik, tentu
saja bukan hanya kecerdasan yang diperoleh, melainkan juga mekarnya “kepribadian
anak” yang menguatkan mereka sebagai pembelajar. Anak-anak yang memiliki pribadi
yang kuatlah yang diharapkan bangsa kita untuk mengatasi dan keluar dari berbagai
kemelut multidimensi dan dapat menyongsong era globalisasi.
e. Hidup dan Memberi Kebebasan
Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol
terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang memberi
kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk
terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan
dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya,
mengapa setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai
dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.
Prakarsa anak untuk belajar (the will to learn) akan mati bila kepadanya dihadapkan
pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar, sebagaimana
ditemukan dalam paradigma behavioristik. Banyaknya aturan yang seringkali dibuat oleh
guru dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan
sekaligus diselimuti rasa bersalah. Lebih jauh lagi, anak-anak akan kehilangan kebebasan
berbuat dan melakukan kontrol diri (Kontrol diri, dalam hal ini, bisa menjadi modal awal
penumbuhan penghargaan pada keragaman).
E. Pengaturan Meja-Kursi
Susunan meja-kursi hendaknya memungkinkan siswa-siswa dapat saling
berinteraksi dan memberi keluasaan untuk terjadinya mobilitas pergerakan untuk
melakukan aktivitas belajar. Meja-kursi juga hendaknya dapat digerakkan, dipindahkan,
dan disusun secara fleksibel. Beri keleluasaan siswa mengatur sendiri atau memilih meja-
kursinya masing-masing, walaupun mungkin akan tampak acak-acakan dan tidak
beraturan. Prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam pengaturan meja-kursi adalah
tatanan mana yang dapat menstimulasi dan mempertahakan tingkat keterlibatan belajar
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
78
Universitas Negeri Makassar
21. yang tinggi.
Berikut dikemukakan beberapa bentuk penataan meja-kursi yang dapat dipilih oleh
guru guna meningkatkan keterlibatan dan interaksi antar siswa dalam proses pembelajaran.
1. Model huruf U
odel susunan meja-kursi model U dapat dipilih untuk berbagai tujuan. Dalam
model ini, para siswa memiliki alas untuk menulis dan membaca, dapat
melihat guru atau media visual dengan mudah, dan memungkinkan mereka
bisa saling berhadapan langsung. Susunan model ini juga memudahkan untuk membagi
bahan pelajaran kepada siswa secara cepat, di mana guru dapat masuk ke dalam huruf U
dan berjalan ke berbagai arah.
Dalam menyusun meja-kursi model U, sediakan ruangan yang cukup antara satu tempat
duduk dengan yang lainnya sehingga kelompok kecil siswa yang terdiri atas tiga orang atau
lebih dapat keluar-masuk dari tempatnya dengan mudah.
2. Model Corak Tim
Pada model ini, meja-meja dikelompokkan setengah lingkaran atau oblong di
ruang tengah kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi dengan
setiap tim (kelompok siswa). Guru dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi
meja-meja guna menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat memutar kursi
melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat guru atau papan tulis.
3. Model Meja Konferensi
Model ini cocok jika meja relatif persegi panjang. Susunan ini mengurangi
dominasi pengajar dan meningkatkan keterlibatan siswa. Susunan meja kursi
pada model ini dapat dilihat pada foto sebagai berikut ini.
4. Model Lingkaran
Dalam model ini, tempat duduk siswa disusun dalam bentuk lingkaran
sehingga mereka dapat berinteraksi berhadap-hadapan secara langsung. Model
lingkaran seperti ini cocok untuk diskusi kelompok penuh. Sediakan ruangan
yang cukup, sehingga guru dapat menyuruh siswa menyusun kursi-kursi
mereka secara cepat dalam berbagai susunan kelompok kecil. Jika mereka ingin menulis,
mereka dapat menghadap ke meja masing-masing, namun jika mereka berdiskusi, mereka
dapat memutar kursi untuk berhadap-hadapan satu sama lain.
5. Model Fishbowl
Susunan ini memungkinkan guru melakukan kegiatan diskusi untuk
menyusun permainan peran, berdebat, atau mengobservasi aktivitas kelompok.
Susunan yang paling khusus terdiri atas dua konsentrasi lingkaran kursi. Guru
juga dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah, dikelilingi oleh kursi-kursi pada
sisi luar.
6. Model Breakout groupings
Jika kelas cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, letakkan meja-meja
dan kursi di mana kelompok-kelompok kecil siswa dapat melakukan aktivitas
belajar yang didasarkan pada tugas tim. Tempatkan susunan pecahan-
pecahan kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak saling
mengganggu. Tetapi hindarkan penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu jauh
dari ruang kelas utama sehingga hubungan di antara mereka dapat tetap terjaga.
7. Model Workstation
Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, di mana setiap siswa
duduk secara berpasangan pada meja tertentu untuk mengerjakan suatu tugas
(seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laboral, dsb)
sesaat setelah dimenostrasikan. Meja diatur sedemikian rupa, sehingga siswa
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
79
Universitas Negeri Makassar
22. dapat bekerja secara berpasangan sebagai partner belajar. Susunan seperti ini tepat
digunakan bila pokok bahasan melibatkan tugas mandiri (seat work) sekaligus tugas
kelompok kecil.
F. Penataan Ruang Kelas sebagai Sentra Belajar
Sentra belajar merupakan area khusus di ruang kelas untuk menata materi,
perlengkapan, peralatan, dan karya siswa yang terkait dengan pokok bahasan, keterampilan
atau kegiatan tertentu. Sentra belajar bisa berlokasi di atas meja, rak buku, sudut ruang, atau
bahkan di kolong meja. Sentra belajar bisa bersifat permanen atau hanya terkait dengan
kegiatan atau bidang pembelajaran tertentu, misalnya sentra penerbitan, sentra pembel-
ajaran matematika, dsb. Sentra belajar juga bisa bersifat fleksibel dan sementara (ditata
untuk keperluan, tema, atau unit tertentu yang dipelajari).
Dalam menata kelas menjadi sentra belajar, siswa perlu dilibatkan, baik dalam
perencanaan, desain, pembuatan, ataupun pengadaan sumber-sumber tertentu yang
diperlukan. Pelibatan siswa dalam merancang ruang kelas dapat membangun rasa
kebanggaan dan kebersamaan di kalangan siswa. Di samping itu, pelibatan siswa tersebut
juga membantu membangun keterampilan “perawatan rumah” yang dipelukan untuk
mempertahankan suasana kelas yang aktif dan berorientasi pada siswa. Untuk masud
tersebut, guru dapat mendorong siswa untuk memiliki dan mengemukakan beberapa
pilihan dalam menyusun aturan dasar bagi kegiatan berbasis-sentra mereka.
Guna mengoptimalkan lingkungan kelas sebagai sentra belajar, maka hasil-hasil pekerjaan
siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas. Yang dipajangkan dapat berupa
hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta,
diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh
dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru
dalam proses pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu
masalah. Di samping itu itu, karya-karya terpilih siswa yang dipajang dapat berfungsi
sebagai reward dan praise yang dapat memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan
menimbulkan inspirasi bagi siswa lain.
Kehadiran suara musik lembut di kelas juga diyakini dapat memperkuat daya tahan
dan konsentrasi belajar siswa. Suara musik yang lembut, semacam orkestra karya Bethoven
atau musik klasik lainnya, memiliki nada-nada yang seirama dengan panjang gelombang
otak manusia, sehingga dapat menjaga daya tahan otak untuk aktif dan bekerja, seperti saat
belajar. Di samping itu, belajar sambil mendengar musik dapat menciptakan suasana
menyenangkan dan rasa betah tinggal di kelas. Oleh karena itu, jika dana memungkinkan, di
setiap kelas dapat disediakan radio tape untuk memutar dan memperdengarkan musik-
musik lembut, khususnya saat siswa mengerjakan tugas-tugas yang menuntut konsentrasi
dan dan daya pikir yang tinggi. Akan lebih baik, jika di kelas telah dipersiapkan dengan
sound-system yang baik.
Penataan ruang kelas perlu pula diarahkan untuk menanamkan, menumbuhkan, dan
memperkuat rasa keberagamaan dan perilaku-perilaku spritual siswa. Guru bersama siswa
dapat memilih gambar-gambar atau pesan-pesan tertulis yang memuat pesan spritual untuk
dipajang di dalam kelas. Dengan demikian, setiap hari siswa berinteraksi dengan
lingkungan fisik kelas yang spritualistik. Guna menghindari kejenuhan terhadap gambar
dan pesan verbal yang sama, guru perlu secara priodik mengganti gambar-gambar atau
pesan-pesan tersebut. Siswa dapat dan perlu dilibatkan dalam pengadaan dan penataan
pajangan-pajangan yang dibutuhkan dalam kelas. Siswa, misalnya, dapat diminta membuat
gambar, motto, puisi, atau petikan ayat, hadis, dan pesan tokoh tertentu, untuk dipilih dan
dipajang dalam kelas.
Penggunaan sistem moving-class (kelas berpindah) merupakan alternatif yang dapat
ditempuh untuk mengefektifkan penataan ruangan kelas sebagai sentra belajar. Dalam
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
80
Universitas Negeri Makassar
23. sistem moving-class ini, ruang-ruang kelas tertentu dapat ditata khusus untuk mendukung
pembelajaran mata pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika, kelas
kesenian, dan sebagainya. Kelas-kelas ini ditata menjadi semacam home-room atau sentra
belajar khusus. Meja, kursi, peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada di kelas
diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan karaketeristik pembelajaran mata pelajaran
tertentu.
Penggunaan sistem moving-class seperti ini memiliki beberapa keuntungan, sebagai
berikut:
1. Atmosfir dan tatanan kelas dapat memperlancar aktivitas dan proses pembelajaran.
Semua elemen dalam kelas menjadi semacam reinforcer (penguat) dan stimulator untuk
membangkitkan gairah dan aktivitas belajar terhadap mata pelajaran tertentu.
2. Memungkinkan penggunaan sarana, fasilitas, serta berbagai media dan peralatan belajar
secara lebih efisien. Media dan peralatan pembelajaran Sains, misalnya, tidak perlu ada
di semua kelas, semua kebutuhan pembelajaran mata pelajaran tersebut cukup
ditempatkan dan ditata khusus pada kelas tertentu. Demikian pula kebutuhan media
dan alat bantu belajar pada mata-mata pelajaran lainnya ditata khusus pada kelas-kelas
tersendiri.
3. Setiap hari, siswa dapat menikmati dan mengalami proses belajar pada tempat dan
lingkungan belajar yang bervariasi. Mobilitas gerak seperi Ini dapat menghindarkan
siswa dari kejenuhan akibat tata ruang kelas yang monoton.
4. Pergerakan-pergerakan yang dialami siswa saat perpindahan kelas memungkinkan
terjadinya interkasi yang lebih aktif dan hidup di kalangan siswa. Ini dapat menstimulasi
dan mengembangkan sikap-sikap empati, kerjasama, kepedulian, dan berbagai sikap
prososial siswa lainnya.
G. Pengelolaan Aktivitas Belajar Siswa
Biasanya, pengelolaan aktivitas belajar siswa dilakukan dalam beragam bentuk
seperti individual, berpasangan, kelompok kecil, atau klasikal. Beberapa pertimbangan perIu
diperhitungkan sewaktu melakukan pengelolaan siswa. Antara lain jenis kegiatan, tujuan
kegiatan, keterlibatan siswa, waktu belajar, dan ketersediaan sarana/prasarana. Hal yang
sangat penting perIu diperhitungkan adalah keberagaman karakteristik siswa. Guru harus
memahami bahwa setiap siswa memiliki karakter yang berbeda-beda. Untuk itu, perlu
dirancang kegiatan belajar mengajar dengan suasana yang memungkinkan setiap siswa
memperoleh peluang sama untuk menunjukkan dan mengembangkan potensinya. Berikut
ini beberapa contoh perbedaan karakteristik masing-masing siswa (lihat Tabel 1).
Tabel 1 Faktor Keberagaman Karekteristik Siswa dan Implikasi bagi Pengelolaan Siswa
Faktor Pengelolaan Siswa
Keberagaman
Isi (by content) Memberikan peluang kepada siswa untuk mempelajari materi
yang berbeda dalam sasaran kompetensi yang sama ataupun
berbeda.
Minat dan motivasi Memberikan peluang kepada siswa untuk berkreasi sesuai dengan
siswa (by interest) minat dan motivasi belajar terlepas dari kompetensi yang sama
atau berbeda. Hal ini diharapkan mampu memacu motivasi siswa
untuk belajar lebih lanjut secara mandiri.
Kecepatan tahapan Memberikan peluang kepada siswa untuk belajar (bekerja) sesuai
belajar (by piece) dengan kecepatan belajar yang dimilikinya. Keberagaman bisa
pada kompetensi dan/atau isi materi pelajaran, serta kegiatan
yang dilakukan siswa.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
81
Universitas Negeri Makassar
24. Tingkat kemampuan Memberikan peluang kepada setiap siswa untuk mencapai
(by level) kompetensi secara maksimal sesuai dengan tingkat kemampuan
yang dimiliki. Keberagaman bisa pada kompetensi dan/ atau isi
materi pelajaran serta kegiatan yang dilakukan siswa.
Reaksi yang Memberikan kesempatan atau peluang kepada siswa untuk
diberikan siswa (by menunjukkan respon melalui presentasi/penyajian hasil karyanya
respond) secara lisan, tenulis, benda kreasi, dan sebagainya.
Siklus cara berpikir Memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menguasai
(by circular sequence) materi melalui cara-cara berdasarkan perspektif yang mereka
pilih. Struktur pengetahuan (by structure) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memilih (menyeleksi) materi
berdasarkan cara yang dikuasai, misalnya: dari yang mudah ke
sulit, dari yang diketahui ke yang tidak diketahui, dari dekat ke
jauh.
Waktu (by time) Memberikan perhatian kepada setiap individu siswa yang
kemungkinannya memiliki perbedaan durasi untuk mencapai
ketuntasan dalam belajar.
Pendekatan Memberikan perlakuan yang berbeda kepada setiap individu
pembelajaran (by sesuai dengan keadaan siswa.
teaching style)
H. Pengelolaan Waktu
Pembelajaran berlangsung selama priode waktu tertentu. Waktu merupakan sumber
terbatas yang perlu dialokasi dan dimanfaatkan secara efesien dan efektif. Alokasi waktu
pelaksanaan pembelajaran setiap mata pelajaran telah dialokasikan dalam satuan jam
tertentu. Alokasi jam pembelajaran tersebut harus dapat digunakan secara optimal untuk
menghasilkan perubahan belajar pada diri siswa.
Guna mengoptimalkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kebutuhan
pembelajaran, guru perlu memperhatikan beberapa petunjuk berikut ini.
1. Hindari waktu terbuang akibat keterlambatan penyiapan sumber atau media, penundaan
memulai awal pembelajaran, atau terlalu banyak menggunakan waktu untuk
menyelesaikan tugas administratif. Guru perlu menemukan cara-cara kerja yang efisien
dalam menyelesaikan tugas-tugas administratif yang memang perlu dilakukan untuk
menunjung program pembelajarannya. Penggunaan komputer merupakan salah satu
cara yang dapat ditempuh.
2. Mulai pembelajaran pada waktunya. Hindari menghabiskan terlalu banyak waktu
menghadapi siswa terlambat atau problem siswa lain. Guru terkadang terlalu banyak
menghabiskan waktu mengurusi siswa-siswa terlambat atau menampilkan perilaku
salah-suai lainnya. Siswa-siswa semacam itu sebaiknya ditangani setelah waktu
pembelajaran, atau dilimpahkan ke konselor sekolah.
3. Hindari menghentikan PBM sebelum waktunya. Jika skenario pembelajaran disiapkan
dengan baik, guru dapat mememperkirakan macam dan kuantitas kegiatan pembelajaran
yang sesuai dengan alokasi waktu yang ditetapkan. Dengan demikian, sumber-sumber
waktu yang disediakan untuk setiap jam pembelajaran dapat digunakan secara efektif
dan efisien.
4. Hindari terjadinya hal-hal yang dapat mengganggu selama proses pembelajaran.
Kondisikan agar prosedur dan kegiatan rutin siswa di kelas dapat dilakukan dengan
lancar dan cepat. Gunakan petunjuk tertulis, denah, atau gambar untuk membantu siswa
memahami apa yang harus dilakukan, bagaimana dan di mana suatu tugas harus
dilakukan. Tata peralatan dan bahan yang diperlukan sedemikian rupa di lokasi yang
mudah dijangkau dan digunakan oleh semua siswa saat dibutuhkan. Penataan ruang
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
82
Universitas Negeri Makassar
25. kelas yang baik, sebagaimana diuraikan sebelumnya, dapat membantu memperlancar
aktivitas pembelajaran di kelas.
5. Tingkatkan time on-task setiap siswa untuk mengikuti setiap sesi pembelajartan. Time on-
task siswa, yaitu curah waktu dimana siswa secara aktif terlibat secara mental pada
proses belajar. Ini dapat dilakukan dengan mengaitkan pelajaran dengan hal-hal yang
menarik, bersifat melibatkan, dan sesuai dengan minat siswa.
6. Pertahankan momentum belajar. Momentum belajar adalah momen, kesempatan, atau saat
khusus tertentu di mana kelas sedang berada pada kondisi sangat kondusif dan terlibat
aktif dalam proses pembelajaran. Setiap siswa bergiat untuk saling belajar.
Mempertahan momentum belajar selama proses pembelajaran merupakan salah satu
kunci untuk menjaga tingkat keterlibatan belajar yang tinggi. Dalam kelas yang menjaga
momentum dengan baik, siswa selalu memiliki sesuatu untuk dilakukan dan begitu
pekerjaan dimulai tidak ada lagi gangguan yang merusak konsentrasi belajar.
I. Rangkuman
Pengelolaan kelas adalah semua upaya dan tindakan guru dalam memanfaatkan
sumber daya kelas secara selektif, efektif, dan efisien dalam penyelesaian problema kelas
agar proses pembelajaran dapat berangsung secara efektif.
Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam proses belajar mengajar, ada
enam prinsip pengelolaan kelas yang dapat dipergunakan, yaitu (1) kehangatan dan
keantusiasan, (2) tatangan , (3) bervariasi, (4) keluesan, (5) penekananan pada hal-hal yang
positif, dan (6) penanaman disiplin diri.
Kondisi dan iklim kelas yang dapat mendorong proses pembelajaran yang efektif,
yaitu: (1) menyenangkan , (2) mngasyikkan, (3) mencerdaskan, (4) menguatkan, (5) hidup dan
memberi kebebasan.
Beberapa bentuk penataan meja-kursi yang dapat dipilih oleh guru guna
meningkatkan keterlibatan dan interaksi antar siswa dalam proses pembelajaran, yaitu: (1)
model huruf U, (2) model corak tim, (3) model meja konferensi, (4) model lingkaran, (5)
model fishbowl, (6) model breakout groupings, (67) model Workstation.
Penataan ruang kelas perlu pula diarahkan untuk menanamkan, menumbuhkan, dan
memperkuat rasa keberagamaan dan perilaku-perilaku spritual siswa.
Biasanya, pengelolaan aktivitas belajar siswa dilakukan dalam beragam bentuk
seperti individual, berpasangan, kelompok kecil, atau klasikal. Beberapa pertimbangan perIu
diperhitungkan sewaktu melakukan pengelolaan siswa. Antara lain jenis kegiatan, tujuan
kegiatan, keterlibatan siswa, waktu belajar, dan ketersediaan sarana/prasarana.
Waktu merupakan sumber terbatas yang perlu dialokasi dan dimanfaatkan secara
efesien dan efektif. Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran setiap mata pelajaran telah
dialokasikan dalam satuan jam tertentu. Alokasi jam pembelajaran tersebut harus dapat
digunakan secara optimal untuk menghasilkan perubahan belajar pada diri siswa.
J. Penilaian
Berdasarkan TIU dan TIK yang telah Anda rumuskan, buatlah rancangan atau desain
pengelolaan kelas yang kondusif dalam pencapaian tujuan tersebut dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam pengelolaan kelas; penciptaan atmosfer belajar;
model-model pengaturan meja-kursi dalam kelas; pengelolaan aktivitas belajar siswa; dan
pengelolaan waktu belajar!
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
83
Universitas Negeri Makassar
26. Workshop Model Pembelajaran
Bahasa P3G - Bahasa Lembar Kerja Guru
Pengelolaan Kelas
Nama : ______________________________________________
Mata Pelajaran : ______________________________________________
Kabupaten/Kota : ______________________________________________
SMP SMP SMA SMK
PETUNJUK
Lengkapi rancangan pengelolaan kelas berikut ini sesuai dengan pilihan pokok
bahasan di atas agar terbentuk kondisi dan lingkungan kelas yang kondusif.
a. Penciptaan Atmosfir Belajar
Kegiatan untuk menciptakan iklim kelas berikut ini yang menyenangkan,
mengasyikkan, mencerdaskan, menguatkan, hidup dan memberi kebebasan:
b. Pengaturan Meja-kursi
Model-model yang akan digunakan:
c. Penataan Ruang Kelas sebagai Sentra Belajar
Sentra belajar:
Kelengkapan/Peralatan:
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
84
Universitas Negeri Makassar
27. d. Penggunaan Musik
e. Penerapan Sistem Moving-Class (Kelas Berpindah)
Sentra belajar khusus:
f. Pengelolaan Aktivitas Belajar Siswa
Variari kegiatan pembelajaran:
g. Pengelolaan Waktu
Tentukan waktu yang dibutuhkan dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan:
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
85
Universitas Negeri Makassar
28. STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA BERDASARKAN KURIKULUM
TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH
A. Pendahuluan
Guru merupakan sosok yang bergelut di dunia seni, seni yang digelutinya adalah
seni mengajar. Mengajar dikatakan sebagai seni sebab mengajar merupakan proses aktivitas
pembelajaran yang melibatkan semua unsur inderawi, pikiran, perasaan, nilai dan sikap
yang secara terintegrasi membangun dan mendorong perubahan siswa. Untuk mencapai
proses itu, guru membutuhkan gaya tersendiri dalam mengelola pembelajaran agar menarik,
menyenangkan, dan memberikan manfaat bagi siswa. Hal itu berarti bahwa aspek strategi
pembelajaran diolah di dalam kelas dengan pengalaman guru yang telah dipetik selama ini,
yang pada akhirnya memunculkan kesan tersendiri bagi guru. Di situlah letak seni mengajar
itu.
Untuk menjadi guru yang baik, guru membutuhkan perjalanan yang panjang,
kompleks, dan keasyikan tersendiri. Perhatian terhadap pembelajaran sangat dibutuhkan
bagi keberhasilan guru. Perhatian itu terfokus ke dalam penggunaan strategi pembelajaran
dengan tepat. Apalagi, perkembangan strategi pembelajaran saat ini sangat cepat. Tentunya
banyak hal baru yang perlu dipahami berkenaan dengan perkembangan strategi
pembelajaran itu. Lebih-lebih saat ini, Kurikulum 2006 (KTSP) yang berbasis kompetensi itu
mengisyaratkan perubahan ke arah kompetensi dasar Bahasa. Dengan KTSP itu, guru
dituntut dapat lebih fleksibel dalam menjabarkan materi pokok pembelajaran
1. Tujuan Instruksional Umum
Secara umum, setelah mempelajari uraian materi tentang strategi pembelajaran
Bahasa berdasarkan KTSP di Sekolah Menengah, peserta diklat diharapkan dapat
memahami berbagai macam strategi pembelajaran Bahasa berdasarkan KTSP yang dapat
diterapkan di Sekolah Menengah.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari uraian materi tentang strategi pembelajaran Bahasa berdasarkan
KTSP di Sekolah Menengah, peserta diklat diharapkan mampu:
a. menjelaskan pengertian strategi pembelajaran;
b. menguraikan prinsip umum pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran;
c. menjelaskan 11 jenis strategi pembelajaran Bahasa di Sekolah Menengah.
B. Pengertian Strategi Pembelajaran
Dalam dunia pendidikan, strategi pembelajaran diartikan sebagai perencanaan yang
berisi rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu (Dick
& Carey, 1985; Kemp, 1995; Sanjaya, 2006). Dari pengertian ini nampak bahwa strategi
pembelajaran merupakan kegiatan terencana dengan mempertimbangkan dan
memanfaatkan berbagai sumber daya (termasuk kondisi siswa, waktu, media dan sumber
belajar lainnya) untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Selain itu, strategi pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan dengan baik oleh guru
dapat mendorong siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas, sebagaimana
telah dinyatakan oleh Oxford (1990:1) bahwa pemilihan dan penggunaan strategi
pembelajaran secara baik dapat berdampak pada meningkatnya keterampilan mengajar
guru dan rasa percaya dirinya.
Strategi pembelajaran berbeda dengan pendekatan (approach) dalam pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Strategi pembelajaran yang digunakan dapat bersumber dari
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
86
Universitas Negeri Makassar
29. pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) mengemukakan dua pendekatan pembelajaran, yaitu
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approach) dan pendekatan yang
berpusat pada siswa (student-centered approach). Pendekatan yang berpusat pada guru
misalnya menurunkan strategi pembelajaran ekspositori atau pembelajaran langsung (direct
instruction). Sedangkan, pendekatan yang berpusat pada siswa antara lain menurunkan
strategi discovery dan inquiry.
Joyce and Weil (1996) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran dapat
dikategorikan dalam empat kelompok seperti ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1 Empat kategori strategi pembelajaran dari Joyce & Weil (1996)
Contoh Strategi
Kategori Fokus
Pembelajaran
Sistem behavioristik Kecakapan dan perilaku Pembelajaran langsung
peserta didik (direct instruction)
Pembelajaran tuntas
(mastery learning)
Pemrosesan informasi Pengembangan konsep dan Pencapaian konsep
prinsip di dalam psikologi (concept attainment)
kognitif Pelatihan inkuiri (inquiry
training)
Pengembangan
kemampuan berpikir
Pengembangan diri Hasil belajar yang Facilitative teaching
diharapkan dari pendidik Increasing personal
yang beraliran humanistik, awarenes
seperti; Synectics
Konsep-diri dan rasa
percaya diri yang tinggi
Kemandirian
Kreativitas dan rasa
ingin tahu
Pengembangan sikap
dan emosi
Interaksi Sosial Pengembangan konsep dan Kooperatif
kecakapan yang diperlukan Bermain peran (role-
untuk bekerja di dalam playing)
kelompok
C. Pemilihan dan Penggunaan Strategi Pembelajaran
Prinsip umum pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak
semua strategi pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua
keadaan. Killen (1998) mengemukakan bahwa” No teaching strategy is better than others in all
circumstances, so you have to be able to use a variety of teaching strategies, and make rational
decisions about when each of teaching strategies is likely to most effective”. Menurut Sanjaya
(2006) ada empat prinsip utama penggunaan strategi pembelajaran, yakni; (i) berorientasi pada
tujuan, (ii) aktivitas, (iii) individualitas, dan (iv) integritas.
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24
87
Universitas Negeri Makassar