Teks tersebut merupakan ringkasan mengenai karya Imam Ibnu Qutaibah tentang penafsiran hadits-hadits yang tampak bertentangan (mukhtalaf). Ringkasannya membahas latar belakang penulis, kaidah-kaidah yang digunakan untuk menyelesaikan hadits mukhtalaf, serta definisi hadits mukhtalaf menurut beberapa ulama.
2. Riwayat Hidup Ibnu Qutaibah Nama lengkap Ibnu Qutaibah adalah ‘Abdullah bin Muslim binQutaibah al-Dainûrî al-Marwazî. Kun-yahnya adalah Abû Muhammad. Iadinisbatkan pada al-Dainûrî, yaitu suatu daerah di mana ia pernah menjadihakim di sana. Ibnu Qutaibah juga dinisbatkanpada al-Marwazî yang merupakan tempat kelahiran ayahnya.
3. Ibnu Qutaibah dilahirkan pada tahun 213 H / 828 M di Baghdad. Wafat tahun 276 H/889 M pada usia 63 tahun Pada masa itu Baghdad merupakan ibu kota negara yang berada di dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon. Dapat dikatakan bahwa pusat pemerintahan dinasti ‘Abbâsiah berada di tengah-tengahbangsa Persia. Sejak saat itu Baghdad tidak pernah sepi dariperkembangan ilmu pengetahuan dan kemunculan ulama, sehinggakesempatan ini tidak disia-siakan oleh Ibnu Qutaibah untuk menyerap ilmudari beberapa ulama setempat.
4. Rihlah ‘Ilmiyyah Ia mengunjungi Bashrah, Makkah, Naisabur dan tempat-tempat lain untukbelajar berbagai macam disiplin ilmu dari para ulama yang ada di sana. Beliau belajar hadits pada Ishâq bin Râhawaih, Abû Ishâq Ibrahim bin Sulaimân al-Ziyâdî, Muhammad bin Ziyâd bin ‘Ubaidillâh al-Ziyâdî, Ziyâd bin Yahyâ al-Hassânî, Abû Hâtim al-Sijistânî dan para ulama yang semasa dengan mereka.
5. Beliau menjadirujukan bagi Ibnu Atsîr dalam mengupas lafazh-lafazh hadits yang janggal dansulit dipahami dalam karyanya al-Nihâyah fî Ghorîb al-Hadîts dan ulama laindalam permasalahan yang sama. beliau mengikuti madzhab Imam Ahmad danImam Ishâq. Ibnu Qutaibah adalah salah seorang ulama yang gemar menulis. Hasilkaryanya tidak kurang dari 300 buah.
6. Di antara karya-karya Ibnu Qutaibah dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan adalah: (1) Al-Ibil, (2) Adab al-Qâdlî, (3) Adab al-Kâtib, (4) Al-Isytiqâq, (5) Al-Asyribah, (6) Ishlâh al-Ghalâth, (7) I’râb al-Qur'an, (8) A’lâmal-Nubuwwah, (9) Al-Alfâzh al-Muqribah bi al-Alqâb al-Mu’ribah, (10) Al-Imâmah wa al-Siyâsah, (11) Al-Anwâ', (12) Al-Taswiyah bain al-‘Arab wa al-‘Ajam, (13) Jâmi’ al-Nahwî, (14) Al-Ru'yâ, (15) Al-Rajul wa al-Manzil, (16) Al-Râd ‘alâ al-Syu’ûbiyah, (17) Al-Râd ‘ala Man Yaqûlu bi Khalq al-Qur'an,(18) Al-Syi’ru wa al-Syu’arâ, (19) Al-Shiyâm, (20) Thabaqât al-Syu’arâ, (21)Al-Arab wa ‘Ulûmuha, (22) ‘Uyûn al-Akhbâr, (23) Gharîb al-Hadîts, (24) Gharîb al-Qur'an, (25) Al-Faras, (26) Fadllu al-‘Arab ‘alâ al-Ajam, (27) Al-Fiqh, (28) Al-Qirâ'ât, (29) Al-Masâ'il wa al-Ajwibah, (30) Al-Musytabih minal-Hadîts wa al-Qur'an, (31) Musykil al-Hadîts, (32) Al-Ma’ârif, (33) Ma’ânial-Syi’r, (34) Al-Nabât, (35) Al-Hajwu, dan karya-karya yang lain.
7. Di antarapara muridnya yang mampu menyerap pengetahuan yang diajarkan oleh IbnuQutaibah adalah anaknya sendiri, Abû Ja’far Ahmad bin ‘Abdillah yang pernahmenjabat sebagai Qâdli di Mesir sekitar tahun 320 H.
8. Latar Belakang Penyusunan Kitab Ta'wîl Mukhtalaf al-Hadîts Imam Ibnu Qutaibah hidup pada masa Daulah ‘Abbâsiyah yang pusatkekuasaannya di kota Bahgdad. Beliau hidup pada masa ‘Abbâsiyah, yaitumasa Khalifah al-Mutawakkil sejak tahun 232 H/847 M. Pada masa inikeadaan politik dan militer mulai mengalami kemerosotan, namun dalambidang ilmu pengetahuan semakin mengalami kemajuan, tidak terkecualidalam bidang hadits. Keadaan itu antara lain karena negara-negara bagian darikerajaan Islam berlomba-lomba dalam memberi penghargaan atau kedudukanterhormat kepada para ulama dan para pujangga.
9. Seiring dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan, banyak pulabermunculan gerakan-gerakan politik yang berselimutkan agama, sebagaikelanjutan dari masa sebelumnya, baik yang mendukung pemerintah maupunyang melakukan oposisi, seperti revolusi Khawarij di Afrika Utara, gerakanZindik di Persia, gerakan Syi’ah, Murji'ah, Ahl al-Sunnah dan Mu’tazilah.
10. Ketegangan semakin memuncakketika kaum Mu’tazilah mendapat angin segar dari penguasa pada waktu ituyaitu ketika pemerintahan dipegang oleh Khalifah al-Ma'mûn (wafat 218H/833 M) yang dengan tegas mendukung pendapat-pendapat Mu’tazilah. Keadaan yang sangat tidak menguntungkan bagi ulama hadits ini tetapberlanjut pada masa Khalifah al-Mu’tashim (wafat 227 H/842 M) dan al-Watsîq (wafat 232 H/846 M). Barulah pada waktu Khalifah al-Mutawakkilmulai memerintah (232 H/846 M), ulama hadits mulai mendapat kelonggaran,sebab khalifah ini memiliki kepedulian terhadap sunnah
11. Sebagai seorang ulama yang santun, berilmu tinggi dan berwawasanyang luas, Ibnu Qutaibah merasa terpanggil untuk menancapkan kembalipondasi kebenaran dan kewibawaan Islam yang telah diceraiberaikan olehorang-orang yang tidak bertanggung jawab, melalui salah satu karyanya yangmonumental Ta'wil Mukhtalaf al-Hadîts. Di dalam karyanya tersebut, beliau berusaha menepis anggapansebagian golongan yang menuduh ulama hadits telah melakukan kecerobohan,dengan meriwayatkan hadits yang dianggap saling berlawanan maupun tidaksejalan dengan al-Qur'an, pemahaman akal serta mengamalkan hadits-haditsyang bertentangan dengan Kemahasucian Allah. Beliau juga memberikanjawaban sebagai solusi pemecahan hadits-hadits tersebut berdasarkan keahlianyang beliau miliki.
12. Konsep Sunnah Menurut Ibnu Qutaibah Ibnu Qutaibahmembagi sunnah berdasarkan sumbernya ke dalam tiga bagian: Sunnah yang disampaikan Malaikat Jibrîl dari Allah SWTyang mengandung pokok-pokokhukum syariat. Sunnah di mana Nabi diizinkan oleh Allah untuk menetapkannyasendiri dengan menggunakan pendapatnya. Sunnah yang telah ditetapkan oleh Nabi sebagai pelajaran etika bagi umatnya. Jika melakukannya, maka akan memperoleh keutamaan, namun jika tidak melaksanakannya, maka juga tidak berdosa.
13. Pengertian Hadits Mukhtalaf Bisa dibaca Mukhtalif, bisa juga Mukhtalaf. المراد ب ((مختلِف الحديث)) : الحديث الذي عارضه ظاهرا مثله. والمراد ب ((مختلَف الحديث)) : أنه الحديث الذي وقع فيه الاختلاف، أي أن يأتي حديثان متضادان فى المعنى ظاهرا. (مختَلف الحديث بين المحدثين والأصوليين الفقهاء)
14. Pengertian Hadits Mukhtalaf Pada dasarnya tidak semua hadits yang memenuhi persyaratan untukditerima sebagai hujjah terlepas dari permasalahan. Salah satu persoalan yangsering terjadi adalah adanya beberapa riwayat yang tampak saling bertentanganmakna lahiriahnya. Namun pada hakikatnya, pertentangan inisebenarnya tidak pernah terjadi, sebab tidak mungkin di antara sabda-sabdaNabi terjadi ketidaksesuaian apalagi sampai mengarah pada pertentangan.Yang ada hanyalah kurangnya informasi yang diterima seorang periwayatmaupun kesalahan dalam memahami hadits Nabi.Hadits-hadits tersebut olehpara ulama hadits dinamakan hadits mukhtalaf atau Musykil al-Hadîts.
15. Sebagian ulama membedakan antara istilah Mukhtalaf al-Hadîts danMusykil al-Hadîts. Musykil al-Hadîts (Isykâl) lebih bersifat umum dari padaMukhtalaf al-Hadîts (Ikhtilâf). Karena, terkadang sebab terjadinya Isykâladalah adanya kata-kata yang sulit dipahami dalam al-Qur'an maupun haditsdan munculnya pertentangan antara dua hadits, maupun hadits dengan al-Qur'an. Sedangkan Ikhtilâf (perbedaan) hanya terbatas pada pertentanganantara dua hadits secara lahiriah maknanya saja. Oleh karena itu setiapMukhtalaf al-Hadîts pasti termasuk Musykil al-Hadîts, tetapi tidaksebaliknya.
16. Beberapa Definisi Mukhtalaf Hadits Imam An-Nawawi sebagaimana dikutip As-Suyuthi أن يأتي حديثان متضادان في المعنى ظاهرا فيوفق بينهما أو يرجح أحدهما (تدريب الراوي) “Hadits mukhtalif adalah dua buah hadits yang saling bertentanganpada makna lahiriahnya, kemudian dikompromikan antarakeduanya atau ditarjih salah satunya.”
17. Abû Zahwu أن يرد حديثان يناقض كل منهما الآخر ظاهرا (الحديث والمحدثون) Artinya: “Hadits mukhtalaf adalah terjadinya dua hadits yang masing-masingdari keduanya bertentangan secara lahiriah dengan yang lain.”
18. Mahmud Ath-Thahhan هو الحديث المقبول المٌعَارَض بمثله مع إمكان الجمع بينهما. أي هو الحديث الصحيح أو الحسن الذي يجيء حديث آخر مثله في المرتبة والقوة ويناقضه فيالمعنى ظاهرا، ويمكن لأولى العلم والفهم الثاقب أن يجمعوا بين مدلوليهما بشكل مقبول.(تيسير مصطلح الحديث) Artinya: “(Hadits mukhtalif) adalah hadits maqbûl yang bertentangan denganhadits yang sepadan dengannya, dan antara keduanya memungkinkanuntuk dikompromikan. Dengan kata lain, hadits mukhtalif itu merupakan hadits Shahîh atau Hasan yang datang bersama-samahadits lain yang sepadan kualitasnya serta terjadi pertentangan pada makna lahiriahnya. (Hal itu) bagi orang yang memilikipengetahuan dan pemahaman yang mendalam memungkinkan untuk mengkompromikan maksud kandungan yang dituju di antara keduanyadengan cara yang dapat diterima.”
19. dapat disimpulkan mengenai pengertian haditsmukhtalaf menurut pemahaman para ulama adalah hadits maqbûl (haditsShahîh atau Hasan) yang secara lahiriah maknanya tampak saling bertentangandengan hadits maqbûl lainnya, namun maksud yang dituju oleh hadits-hadits tersebut tidaklah bertentangan karena antara hadits satu dengan yang lainnya sebenarnya dapat dikompromikan atau dicari penyelesaiannyadengan cara-cara tertentu. Secara garis besar definisi haditsmukhtalif mencakup dua aspek. Pertama, adanya pertentangan secara lahiriahantara dua hadits, dan kedua ada kemungkinan dikompromikannya keduahadits tersebut.
20. Kaidah-Kaidah Penyelesaian Hadits Mukhtalaf Dalam menyelesaikan hadits-hadits yang tampak saling bertentangan,Jumhur ulama telah menentukan berbagai cara yang ditempuh secaraberurutan. Di antaranya adalah menyelesaikannya dengan jalan al-jam’u waal-taufîq (penggabungan), nasakh (menghapus), tarjîh (menguatkan salah satudalil), al-ikhtilâf min jihah al-mubâh (dianggap sebagai tata cara ibadah yangberbeda), tawaqquf (mendiamkan hukum) dan mengembalikan pada hukumasal. takhyîr
21. 1. al-jam’u waal-taufîq (penggabungan) Ulama hadits menetapkan beberapa syarat yang harusdipenuhi, di antaranya adalah: Hadits-hadits yang bertentangan tersebut termasuk kategori haditsyang maqbûl Penggabungan tersebut tidak berakibat pada batalnya pengamalandalil syar’î maupun salah satu hadits yang bertentangan tersebut. Karena tujuan utama al-jam’u adalah mengamalkan kedua haditstersebut, bukan salah satunya. Penggabungan tersebut harus sesuai dengan kaidah bahasa Arab dariberbagai aspeknya dan tidak menyalahi tujuan ditetapkannya hukumsyara’. Pertentangan hadits-hadits tersebut tidak bermakna saling bertolak belakang atau saling menafikan. Yang patut meneliti dan mendalami kegiatan ini adalah paramujtahid yang ahli dalam bidangnya dan memiliki kapasitas yangmemadai.
22. 2. Naskh Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa suatu haditstelah menasakh hadits yang lain, di antaranya adalah: Adanya penjelasan dari Rasulullah bahwa suatu hadits itu telahdinasakh. Adanya petunjuk dari sahabat tentang hadits-hadits yang dinasakh. Telah diketahui tarikhnya. Berdasarkan dalil Ijmâ’. (Taisir Mushthalah Hadits)
23. 3. Tarjih Penyelesaian hadits-hadits mukhtalif dengan cara tarjîh dilakukanjika hadits-hadits tersebut tidak bisa dikompromikan dan tidak puladitemukan keterangan yang menunjukkan diperbolehkannya nasakh. Adapun yang dimaksud dengan tarjîh sebagaimana yang dirumuskan olehpara ulama adalah menampakkan kelebihan salah satu dari dua dalil yangsama, dengan sesuatu yang menjadikannya lebih utama daripada yanglain. Hadits-hadits yang bertentangan tersebut kemudian dikaji lebih jauhagar diketahui mana yang lebih kuat dan lebih tinggi ke-hujjah-annya,kemudian diamalkan yang kuat dan ditinggalkan yang lemah.
24. 4. al-ikhtilâf min jihah al-mubâh Yang dimaksud dengan bentuk al-ikhtilâf min jihah al-mubâhadalah memahami beberapa hadits yang tampak saling bertentangansebagai cara atau bentuk pelaksanaan ibadah yang bervariasi dan bolehdiikuti dengan cara mengumpulkan semua bentuk pelaksanaan tersebutatau mengamalkan secara bergantian. Penyelesaian dalam bentuk ini hanyaterbatas pada hadits-hadits yang menyangkut tata cara pelaksanaan ibadahdan hadits tersebut pun termasuk kategori hadits maqbûl. (Muqaddimah Ibnu Shalah)
25. 5. tawaqquf. Penyelesaian dalam bentuk ini berarti mendiamkan atau tidakmengamalkan kedua hadits yang saling bertentangan untuk sementarawaktu, sampai terdapat dalil lain yang mengunggulkan salah satunya.Sebagian ulama berpendapat bahwa konsekuensi dari bentuk penyelesaianini adalah menganggap tidak adanya kedua hadits yang bertentangantersebut dan mengembalikan semua permasalahan pada kaidah ushul yangmenyatakan bahwa pada dasarnya segala sesuatu boleh dilakukan,sampai terdapat dalil yang mengharamkannya.
26. 6. At-Takhyir Yang dimaksud takhyîr dalam permasalahan ini adalah memilihsalah satu dalil yang dikehendaki dari kedua hadits yang bertentangantersebut untuk diamalkan. Metode penyelesaian ini ditempuh apabila tidakmungkin melakukan ketentuan-ketentuan sebelumnya maupun menungguketidakpastian hukum. Oleh sebagian ulama, pendapat ini didasarkan padawajibnya melaksanakan suatu ketentuan hukum yang telah dibebankanpertama kali bagi seorang mukallaf. (Al-Ta’arudh wa al-Tarih baina al Adillah al Syar’iyyah)
27. METODE PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALAFDALAM KITAB TA'WÎL MUKHTALIF AL-HADÎTS Penyelesaian Antara Hadits Dengan Hadits Penyelesaian Antara Hadits Dengan Al-Qur`an Penyelesaian Hadits Yang Tidak Sejalan Dengan PemahamanAkal Penyelesaian Hadits-Hadits Mutasyabihat
28. A. Penyelesaian Antara Hadits Dengan Hadits Contoh لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ (البخاري) Artinya: “Tidak ada penularan dan ramalan jelek.”
29. A. Hadits tersebut dianggap bertentangan dengan 1- لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ (البخاري وأبو داود) Artinya: “Jangan sekali-sekali orang yang sakit mendatangi orang yangsehat.” 2- فِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ فِرَارَكَ مِنْ الْأَسَدِ (أحمد) Artinya: “Larilah dari orang yang sakit lepra, seperti kamu lari dari singa.” 3- الشُّؤْمُ فِي الْمَرْأَةِ وَالدَّارِ وَالْفَرَسِ (البخاري) Artinya:“Suatu bencana (sial) itu (bermula) pada wanita, rumah dan hewan.”
30. Ketiga hadits di atas justru memberi pemahaman bahwa suatu penyakitakan mudah sekali menular pada orang lain jika terjadi kontak langsungmaupun tidak langsung dengan penderita. Menurut Ibnu Qutaibah, hadits-hadits di atas sebenarnya tidakbertentangan sama sekali bila telah diketahui makna dan konteksnya masing-masing.
31. B. Penyelesaian antara hadits dengan al-Qur'an Hadits : إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ(البخاري ومسلم) Dianggap bertentangan dengan ayat : لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (الأنعام 103) قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي (الأعراف 143)
32. C. Penyelesaian antara hadits yang tidak sejalan dengan pemahaman akal Hadits : إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً (البخاري) Hadits ini dianggap bertentangan dengan akal.
33. D. Penyelesaian hadits-hadits mutasyâbihât Hadits لاَ تَسُبُّوا الرِّيحَ ، فَإِنَّهَا مِنْ نَفَسِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ(النسائي والحاكم) Menurut Ibnu Qutaibah Yang dikehendaki dalam hadits di atas bukanlah seperti yang merekakatakan, akan tetapi maksudnya adalah bahwa angin yang berhembustersebut termasuk kemurahan dari Allah.