SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 67
Descargar para leer sin conexión
PANDUAN
E-BOOKS
Belajar Menulis
OPINI DAN KARYA ILMIAH
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
1
Kirim Tulisan di Dusan
duniasantri.co menjadi satu-satunya situs web berita berbasis
komunitas santri yang menerapkan konsep citizen journalism. Berikut
panduan bagi Anda untuk mengirimkan tulisan ke duniasantri.co:
Status Anda
Jika Anda seorang santri, alumnus pondok pesantren, atau tergolong
orang-orang yang bergiat dan berkhidmat di dunia pesantren, Anda
dapat menjadi kontributor dan mengirimkan berita/tulisan untuk dimuat
di duniasantri.co.
Registrasi Warga duniasantri
Sebelum mengirimkan tulisan, Anda terlebih dahulu harus melakukan
registrasi untuk menjadi warga duniasantri. Anda harus mengisi form
isian secara benar dan lengkap, seperti nama (sesuai KTP), tempat
dan tanggal lahir, usia, nama pesantren/lembaga pendidikan dan
alamatnya, dan hobi serta bidang yang diminati. Setelah registrasi
divalidasi, Anda dapat mulai submit tulisan. Cara registrasi seperti ini:
Bentuk Kiriman
Tulisan yang Anda kirimkan dapat berbentuk berita (straight
news), features, opini, puisi, cerpen, atau lainnya sesuai dengan
rubrikasi yang tersedia di duniasantri.co. Anda juga bisa mengirimkan
foto-foto atau video hasil dari rekaman peristiwa/kegiatan di pesantren-
pesantren dari berbagai pelosok Nusantara.
Berikut tutorial pengiriman ke duniasantri.co:
Ketentuan-ketentuan
1. Tulisan harus merupakan karya asli. Dan dilarang keras
mengirimkan karya orang lain atau plagiasi dari karya orang lain.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
2
2. Tulisan harus merupakan karya asli yang hanya dikirimkan dan
untuk dimuat di duniasantri.co. Dilarang mengirimkan tulisan untuk
duniasantri yang sekaligus dalam waktu bersamaan atau
berdekatan juga dikirimkan ke media lain.
3. Batas pemuatan tiap tulisan yang dikirim paling lama dua bulan.
Jika pengirim tulisan merasa sudah menunggu terlalu lama namun
tulisannya belum rilis, pengirim bisa mengirimkan karyanya ke
media lain dengan terlebih dahulu mencabut atau men-delete
tulisan yang sudah di-submit di duniasantri.co.
4. Tiap tulisan atau karya yang dimuat akan memperoleh honorarium
sebesar Rp 50.000 dan hanya bisa dimintakan klaim pembayaran
tiap lima kali pemuatan (kelipatan lima pemuatan karya).
5. Kontributor yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan ini akan
dinonaktifkan akunnya sebagai kontributor.
TANYA JAWAB MENULIS DI DUNIASANTRI
Sekadar menjawab sejumlah pertanyaan tentang kepenulisan di
duniasantri secara umum. Disampaikan dengan model tanya jawab
untuk memudahkan pembacaan. Jika masih ada yang kurang nanti
akan disempurkan, dan hasilnya akan di-insert ke dalam “Panduan
Mengirimkan Tulisan” di web kita.
Seperti apa kriteria umum tulisan yang bisa dimuat di
duniasantri?
Ya ditulis dalam bahasa Indonesia (dan Inggris) yang baik, yang baku.
Struktur penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah umum yang
berlaku, baik itu untuk kategori karya tulisan-tulisan jurnalistik maupun
kreatif. Tentu, untuk tulisan-tulisan yang lebih dekat dengan karya
jurnalistik, topik-topik yang hangat, yang up to date,
yang related dengan kondisi kekinian, akan lebih diutamakan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
3
Adakah batasan panjang-pendeknya tulisan?
Tidak ada pembatasan apakah tulisan akan sependek ingatan kita
atau sepanjang jalan kenangan kita. Sebab, pembatasan panjang-
pendek tulisan lebih cocok untuk media cetak yang ruangnya memang
terbatas. Media digital ini kan ruang maya, ruangnya tak terbatas.
Panjang-pendek tulisan akan lebih pas jika disesuaikan dengan jenis,
karakter, dan topik tulisan. Misalnya, untuk tulisan yang bersifat news,
informatif, akan lebih cocok jika tulisannya pendek. Tapi jika berupa
analisis teoretik dan empirik, atau kajian-kajian yang radiks, atau
penyajian dan analisis hasil-hasil riset, yang memang diperlukan
tulisan yang panjang, bahkan malah bisa bersambung-sambung.
Cerpen saja, yang berarti cerita pendek, tak berarti tulisannya harus
pendek. Tapi bagaimana cerita dan penceritaannya.
Apakah tulisan yang sudah baik pasti dimuat? Dan bagaimana
dengan politik redaksionalnya?
Pada kasus-kasus tertentu, tidak semua tulisan yang baik, yang sudah
menenuhi kaidah-kaidah umum penulisan, dimuat. Misalnya, tulisan
yang menyinggung SARA pasti tak dimuat. Yang mengandung unsur
diskriminatif, kebencian, penistaan, hoaks, dan semacamnya pasti tak
akan dimuat.
Bukan hanya itu, tulisan yang tak cocok dengan karakter politik
redaksional juga dikesampingkan. Misalnya, ada tulisan yang temanya
membahas keajaiban ayat-ayat tertentu, atau amalan-amalan tertentu,
seperti “jika ingin terbebas dari beban utang maka bacalah Al-Fatikhah
seribu kali”. Kita tahu hal-hal seperti itu bagian dari tradisi-tradisi santri,
tapi bukan ranahnya duniasantri untuk merilisnya. Jika kita ingin
menuliskannya, harus tetap dalam perspektif tradisi, menempatkannya
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
4
sebagai tradisi. Kita bukan pemberi “ijazah” untuk hal-hal seperti itu.
Karena itu, sebaik apa pun tulisannya, jika isinya hal-hal berbau
seperti itu pasti tidak akan dimuat.
Contoh lain, misalnya, banyak sekali submit naskah dengan tema
hukum-hukum domestik, yang merujuk pada produk fikih abad
pertengahan. Seperti, ngomongin status hukum anak di luar nikah,
hukum poligami, hukum nikah muda, hukum nikah dan syarat-
syaratnya, hukum riba, atau halal-haramnya hal ihwal. Bukan pada
tempatnya duniasantri merilis artikel-artikel dengan muatan seperti itu
kecuali membawa perspektif baru, menawarkan sudut pandang baru,
atau ide-ide baru. Karena semua itu sudah ada dalam kompilasi
hukum Islam, tak perlu diulang-ulang di sini.
Ada juga, tulisan yang baik namun tak dimuat karena temanya atau
topiknya mengulang-ulang hal yang sama yang pernah dimuat di
duniasantri. Jadi, penulis duniasantri juga harus membaca-baca
tulisan-tulisan yang pernah dimuat di duniasantri. Kalau tema atau
topiknya sama, tinggalkan. Kecuali kita akan menghadirkan perspektif
baru, sudut pandang baru.
Apakah ada kriteria-kriteria khusus untuk rubrik-rubrik yang
berbeda-beda?
Tiap rubrik memang memiliki kekhususan, dan banyak yang
mengutamakan local content. Misalnya, untuk rubrik berita Teras. Ini
memang dikhususkan untuk berita-berita kesantrian, yang datang dari
lingkungan santri atau pesantren. Tapi peristiwa yang diberitakan
memang harus update, yang terkini.
Contoh lain, misalnya, pada rubrik Sosok. Sedari awal, rubrik ini
memang tak dimaksudkan untuk memuat tulisan tentang profil tokoh-
tokoh yang sudah masyhur, yang sudah popular karena sosoknya
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
5
kerap nampang di berbagai media. Justru, rubrik Sosok ini memberi
ruang untuk tokoh-tokoh santri, orang-orang pesantren, atau kiai-kiai
kampung yang betebaran di berbagai pelosok Nusantara, yang belum
terendus media. Mengglobalkan yang lokal, itulah tujuannya. Karena
itu, banyak kiriman artikel yang mengangkat tokoh-tokoh yang sudah
sangat popular yang justru dikesampingkan oleh redaksi duniasantri.
Itu sekadar beberapa contoh. Kalau kita banyak membaca tulisan-
tulisan di berbagai rubrik yang ada, kita akan tahu seperti apa tanpa
harus dijelas-jelaskan.
Naskah apalagi yang banyak tak diloloskan, dan kenapa?
Cerpen dan puisi. Cerpen tergolong naskah yang banyak tak
diloloskan. Kenapa? Begini, cerpen itu bukan jalan lurus,
bukan sirathal mustaqim. Cerpen itu jalan berliku, bercecabang, naik
turun, penuh warna, beronak duri, dan tak bisa diduga-duga akan
berujung di mana atau mengantarkan kita ke mana. Sebab, cerpen itu
bukan menceritakan kehidupan malaikat atau setan, tapi kehidupan
manusia yang penuh kemungkinan, penuh misteri.
Ada satu kisah menarik, yang darinya kita bisa membuat pilihan mau
menulis cerpen atau naskah khotbah Jumat. Ini kisah Kiai Chudlori
Tegalrejo yang popular itu. Suatu waktu Kiai Chudlori didatangi warga
desa yang terpecah jadi dua kubu. Satu kubu ingin dana desa
digunakan membangun masjid. Kubu lain malah ingin buat beli
gamelan. Mereka nyaris berantem hanya karena perbedaan
penggunaan dana desa. Mereka akhirnya mendatangi Kiai Chudlori
untuk minta pendapat.
Jika kita ingin Kiai Chudlori memberi saran agar dana desa digunakan
untuk membangun masjid, tentu yang akan kita tulis berupa naskah
semacam bahan-bahan khotbah Jumat atau materi dakwah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
6
Beruntung, ketika itu Kiai Chudlori justru menyarankan agar dana desa
dipakai membeli gamelan saja. Alasannya, agar masyarakat rukun.
Jika masyarakat sudah rukun, masjid akan terbangun dengan
sendirinya melalui gotong royong.
Apa yang disarankan Kiai Chudlori itu, sampai di titik dana desa
digunakan untuk membeli gamelan, adalah jalan berliku itu, dan itulah
cerpen. Nanti, di titik jika pada akhirnya benar masyarakat dengan
bermain gamelan menjadi rukun dan bergotong royong membangun
masjid, itulah hikmah.
Jadi, meskipun penulisannya baik, cerpen yang ceritanya “lurus-lurus
saja” dan cenderung mendakwahi pembaca, kurang cocok untuk
duniasantri.
Kalau puisi bagaimana?
Ini termasuk yang paling rumit dan kompleks untuk dijelaskan. Sebab,
tak ada standar dan kualifikasi baku. Tulisan yang penulisannya paling
bebas ya puisi ini, termasuk dalam hal pilihan dan pengembangan
diksi.
Yang jelas begini: meskipun puisi itu soal rasa soal hati, ia bukan
“baperan” kita. Orang nulis puisi itu memang pakai bahasa rasa
bahasa hati, tapi tidak harus kita “baper” melalui puisi yang menjadikan
puisi kita “puisi baperan”. Kebanyakan puisi yang tak lolos itu ya
karena penulisnya baper —selain pilihan diksi dan susunan katanya
memang tak berlogos puisi.
Bisa dijelaskan seperti apa gambaran naskah-naskah yang masuk
ke duniasantri?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
7
Dari segi jumlah, banyak dan tergolong produktif. Selama tiga tahun
ini, total sudah ada hampir 5000 naskah yang masuk dari berbagai
genre, dari santri-santri di seluruh Indonesia. Namun, dari jumlah itu,
yang layak rilis masih kurang dari 3000. Dan, 2000-an naskah tak
diloloskan.
Problem krusialnya di mana sehingga ribuan naskah itu tak
diloloskan?
Yang paling krusial karena kita belum terbiasa bermain dengan data
dan referensi. Kebanyakan penulis kita belum terbiasa menulis
berbasis data, riset, dan referensi yang cukup. Sehingga tulisan-tulisan
itu menjadi tak punya makna apa, bahkan bisa tergelincir ke dalam
hoaks.
Bisa diberikan contoh?
Ok. Ini salah satu contoh submit naskah yang kalau berbasis data dan
riset akan menjadi tulisan sangat brilian. Tulisan itu mengangkat tema
wakaf. Sepertinya, penulisnya ingin mengatakan bahwa jika wakaf
dikelola dengan baik dan optimal, akan mampu menjadi pengungkit
dan memandirikan perekonomian rakyat.
Tulisannya diawali dengan narasi bahwa ekonomi Indonesia
mengalami krisis sehingga muncul kemiskinan di mana-mana sebab
pengangguran semakin banyak. Disusul kemudian dengan narasi
bahwa kondisi demikian bisa diatasi salah satunya dengan
pengelolaan wakaf, dan diakhiri dengan teori manajemen tentang
wakaf.
Bayangkan, menulis ekonomi tanpa data yang elementer sekalipun.
Contoh, data dan indikator yang menunjukkan terjadinya krisis tak
disebut, termasuk waktunya. Kalau hari ini kita menyebut Indonesia
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
8
mengalami krisis ekonomi, dipastikan akan menjadi hoaks karena data
resmi menunjukkan hal sebaliknya.
Juga, tentang keberadaan wakaf. Nihil data. Padahal, kalau mau riset
kecil-kecilan di Internet, kita bisa tahu berapa sebenarnya nilai dan
perputaran ekonominya. Termasuk, bagaimana kondisi lembaga-
lembaga pengelola wakaf dan pengelolaannya. Padahal, dengan data
dan referensi yang cukup, itu bisa menjadi tulisan dengan tawaran ide-
ide brilian.
Submit naskah sejenis yang lain juga banyak. Misalnya, ngomongin
tentang stigma kemiskinan dan kemandirian ekonomi pesantren, tapi
sama sekali tak didukung datanya. Jadi, ya, bagaimana bisa lolos.
Sayang, memang, kita belum terbiasa menulis berbasis riset dan data
plus referensi yang cukup.
CATATAN DARI REDAKSI (1)
Catatan dari redaksi ini dibuat khusus untuk sahabat-sahabat
mahasantri, namun sebagai pengingat dan untuk pembelajaran
bersama, seluruh warga duniasantri sebagai kontributor/penulis
duniasantri.co dapat menyimaknya.
Pertama, menulis artikel untuk media massa (baik cetak maupun
online) pasti berbeda dengan menulis untuk tugas-tugas akademis,
mulai dari paper, skripsi, tesis, sampai disertasi atau karya ilmiah
lainnya. Karakter, bentuk, dan gaya penulisannya pasti berbeda.
Dalam catatan redaksi terdahulu, sudah disampaikan tentang
bagaimana menulis artikel yang baik untuk media massa. Pada intinya,
setiap topik, pokoh bahasan, atau permasalahan ditulis dengan gaya
popular. So, sudah pasti “mengabaikan” kaidah-kaidah penulisan
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
9
karya ilmiah. Misalnya, tidak perlu ada abstrak, pendahuluan, landasan
teori, metodologi penelitian, tujuan penelitian, dan sebagainya.
Untuk itu, di mesin pencari Google ada banyak panduan dan contoh-
contohnya.
Kedua, artikel untuk media massa mensyaratkan keragaman dan
kehangatan (aktual/kontekstual), baik dari sisi ide/gagasan maupun
sudut pandang (angle) dari penulis dan kepenulisannya. Misalnya,
karena mahasantri dalam satu jurusan ada tugas kuliah penulisan
paper dengan topik hukum keluarga, maka naskah yang submit ke
duniasantri.co seragam belaka. Semua membahas tentang hukum
perkawinan/perceraian dalam Islam. Dari sudut pandang yang sama.
Dan itu jumlahnya puluhan.
Nah, rasanya tidak mungkin duniasantri.co akan memuat semua
tulisan, yang jumlahnya puluhan itu, padahal topik bahasan dan sudut
pandangnya sama —dari tinjauan teoretis dan tekstual pula. Pasti
hanya akan dipilih satu atau dua tulisan yang memenuhi syarat dan
sesuai dengan politik redaksional setelah melalui proses penyuntingan
atau bahkan pengguntingan. Tentang ini, sahabat-sahabat mahasantri
harus pintar-pintar memilih topik yang menarik, yang hangat, atau
memilih sudut pandang yang berbeda.
Ketiga, ini tentang artikel untuk media massa, yang kebetulan jenis
medianya media komunitas santri (santri journalism); artinya, kita tidak
sedang menulis artikel untuk “buku pintar” atau “buku panduan teknis
beribadah” atau bahkan “kitab mujarobat”. Misalnya, tentang
keutamaan membaca surat-surat atau ayat-ayat tertentu dari al-Quran.
Seperti, agar terhindar dari fitnah harus membaca ayat ini atau itu.
Atau, agar rezeki lancar maka bacalah ayat ini atau itu. Itu bukan
kaplingnya duniasantri.co. Terhadap fenonema seperti itu, misalnya,
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
10
duniasantri.co akan berdiri dari sudut pandang tradisinya. Tentang
keutamaan dan pahalanya, biarlah itu tetap menjadi rahasia dan
urusan Tuhan.
Karena itu, mohon maaf sekiranya tidak semua artikel yang di-submit
oleh sahabat-sahabat mahasantri bisa dimuat. Tapi tidak berarti kita
harus berhenti menulis untuk duniasantri.co. Bersama dengan
berjalannya waktu, kita pasti akan sampai pada satu titik: oh, ternyata
menulis itu, menulis untuk duniasantri.co, gampang belaka… dan tiba-
tiba para santri dan mahasantri telah menjadi penulis-penulis hebat
yang tulisannya dibaca begitu banyak kalangan.
CATATAN DARI REDAKSI (2)
Keempat: sebenarnya kita punya rubrik yang dari awal dipersiapkan
sebagai andalan dan kekhasan duniasantri.co, yaitu Santri Way (bisa
diartikan “jalan santri” atau “gaya santri, atau justru dibaca
sebagai santri wae [Jawa]). Dijadikan andalan dan kekhasan karena
rubrik ini dimaksudkan untuk mewadahi cerita-cerita yang hidup di
lingkungan pesantren dengan segala ragam keunikan dan
kekhasannya.
Namun, rupanya ini menjadi salah satu rubrik yang paling jarang diisi
oleh para kontributor duniasantri.co, meskipun kami telah
mengawalinya dengan beberapa tulisan yang bahkan sebagiannya
merupakan pengalaman pribadi. Padahal, ada banyak cerita hidup
yang khas di lingkungan pesantren yang memiliki tingkat human
interest tinggi, dengan segala hikmah dan pesan moralnya.
Cerita-cerita itu bisa berasal dari pengalaman pribadi atau kehidupan
santri pada umumnya. Bagi santri mungkin cerita-cerita itu sebagai hal
yang biasa dan tak bernilai apa-apa. Tapi bagi khalayak pembaca
yang lebih luas, akan berbeda sudut pandang dan penerimaannya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
11
Dari tulisan-tulisan yang pernah dimuat di rubrik Santri Way, dapat
dipelajari begitulah kira-kira cara penyajian ceritanya.
Kelima: kita juga punya rubrik Bintang yang dimaksudkan untuk
mewadahi kisah hidup santri berprestasi. Tapi harus dicatat: prestasi
tak melulu soal piala. Seorang santri yang mampu menghafal
kitab Alfiah lebih cepat dari waktu yang dibutuhkan oleh santri pada
umumnya, misalnya, jelas layak menjadi bintang. Seorang santri yang
mampu mengkhatamkan dan menguasai kitab al-Hikam lebih cepat
dari waktu yang dari waktu yang dibutuhkan oleh santri pada
umumnya, misalnya, jelas layak diberi bintang. Seorang santri yang
dengan segala keterbatasannya mampu menembus dan
menyelesaikan studi di perguruan tinggi bergengsi, misalnya, jelas
juga layak diberi bintang.
Santri-santri dengan pencapaian seperti itulah, mungkin kita sendiri,
atau teman-teman dekat kita, santri-santri di sekitar kita, sangat layak
untuk dituliskan dalam rubrik Bintang duniasantri.co. Tentu dengan
pertimbangan, jika santri dengan pencapaian seperti itu diprofilkan,
akan menginspirasi santri-santri yang lain.
Itulah perlunya ada konsep citizen journalism atau jurnalisme santri.
CATATAN DARI REDAKSI (3)
Keenam: di duniasantri.co, di antara rubrik-rubrik yang ada yang paling
digandrungi para kontributor adalah cerpen dan puisi (dibaca: sastra
pesantren). Cerpen dan puisi sepertinya menjadi rubrik “primadona”.
Saban hari cukup banyak para santri mengirim tulisan berupa cerpen
dan puisi. Namun, belum semua cerpen dan puisi yang dikirim para
santri bisa dirilis karena, tentu saja, pertimbangan kelayakan (dan juga
kemenarikan).
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
12
Untuk cerpen, misalnya, tentu saja syarat utamanya adalah kekuatan
cerita, penokohan, dan kemenarikan penceritaannya. Banyak cerpen
yang dikirim belum menyuguhkan cerita apa-apa. Atau ada cerita tapi
“datar-datar saja”. Misalnya, seorang cewek tiba-tiba tanpa alasan
yang jelas diputus pacarnya. Setelah dia berdoa, pacarnya kembali
dan meminta maaf. Dan sang tokoh kemudian bahagia…. Untuk
sebuah cerita, misalnya, lebih kuat dan menarik yang mana: doa yang
selalu langsung dikabulkan atau yang sebaliknya?
Begitu juga dengan puisi. Masih banyak yang baru berupa “curahan
kegalauan hati”, bukan buah dari kontemplasi, permenungan, dan
pergulatan hidup. Masih banyak juga yang kering dari metafor. Malah
tak jarang yang digunakan justru bahasa-bahasa teknis-akademis.
Puisi tak boleh kehilangan keindahannya, rimanya, dan maknanya.
Lalu apakah kita harus berhenti menulis cerpen dan puisi karena tidak
atau belum ada yang dirilis? Tidak! Pertama, kita hanya perlu lebih
banyak lagi membaca karya-karya terbaik, baik cerpen maupun puisi,
dari penulis-penulis terbaik sebagai proses pembelajaran dan terus
mencobanya lagi.
Kedua, kita harus selalu ingat pertanyaan ini: untuk apa sastra ada?
Sastra ada karena disiplin-disiplin ilmu yang lain tak bisa
menampungnya. Karena itu, ketika menulis karya sastra, kita harus
mampu menyuguhkan logika yang berbeda (terbalik?), cara berpikir
yang berbeda, sudut pandang yang berbeda, cara dan sikap hidup
yang berbeda. Kalau tidak memperoleh sesuatu yang berbeda, buat
apa kita membaca karya sastra?
CATATAN DARI REDAKSI (4)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
13
Ketujuh: seperti Santri Way, rubrik Pondok sejak mula juga disiapkan
sebagai unggulan dan kekhasan duniasantri.co. Namun, justru tak
banyak kontributor duniasantri.co yang mengirim tulisan tentang
pondok pesantren untuk rubrik Pondok ini. Padahal, jika mau
menuliskannya, ia boleh dibilang bisa menjadi sumber pertama
tentang profil pondoknya. Sebab, asumsinya, semua kontributor
duniasantri.co adalah santri, baik yang masih mondok maupun yang
jebolan pondok.
Seperti sering ditegaskan oleh almarhum Pak Bisri, “Inilah saatnya
santri menulis tentang dunianya sendiri, tentang pesantrennya sendiri.
Bukan santri dan pesantren yang ditulis oleh orang lain.”
Kami tidak tahu, kenapa santri justru sangat jarang menulis tentang
pesantrennya sendiri. Mungkin ewuh pakewuh? Takut kuwalat sama
kiainya? Atau tidak tahu bagaimana cara menuliskannya? Entahlah.
Menurut data Kemenag, di Indonesia tercatat ada sekitar 28 ribu
pesantren, dengan beragam kategori, kekhasan, dan keunikannya.
Betapa itu merupakan sumber pengetahuan yang sangat-sangat kaya,
lebih-lebih jika ditulis oleh tangan pertama, dari orang-orang yang
mengalaminya sendiri secara langsung.
Ada dua cara mudah untuk melakukannya. Pertama, menuliskan
pesantren sendiri tempat kita mondok. Tentu, yang diperlukan adalah
data sejarah pondok dan profiling lengkapnya. Data mentahnya
tentang itu pasti ada. Tinggal memperkaya dan memperdalam. Profil
dasarnya biasanya meliputi proses pendiriannya, tokoh pendirinya,
tahap-tahap pengembangannya, program-program unggulannya,
perkembangan kesantriannya. Berikutnya kita tinggal menentukan
tema, topik, atau angle yang paling menarik, yang didasarkan pada
kekhasan dan keunikan dari pondoknya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
14
Kedua, kita bisa menuliskan tentang pesantren lain, yang bukan
pondok kita sendiri. Tentu untuk ini diperlukan riset. Toh, di zaman
digital ini, untuk sekadar riset kecil-kecilan sudah ada “Mbah Google”.
Yang harus diingat hanya ini: jangan tergantung hanya pada satu
sumber. Kita harus punya lebih dari satu sumber untuk menguji hasil
riset dan memperkaya bahan. Dan, sama dengan sebelumnya,
berikutnya kita tinggal menentukan tema, topik, atau angle yang paling
menarik, yang didasarkan pada kekhasan dan keunikan dari
pondoknya.
Banyak tulisan tentang pesantren di Rubrik Pondok dihasilkan dengan
cara kedua ini. Kita bisa membaca ulang untuk mempelajarinya. Dan
ini merupakan salah satu dari produk jurnalistik, dalam hal ini citizen
journalism (jurnalisme santri).
CATATAN DARI REDAKSI (5)
Kedelapan: nyaris tak ada kontributor yang tidak pernah mencoba
mengirimkan tulisan untuk Rubrik Opini. Ini menjadi seperti
mahkotanya duniasantri.co, padahal seharusnya tidak begitu. Seperti
pada rubrik lain, lumayan banyak kiriman tulisan untuk Opini yang
belum bisa dirilis, tentu didasarkan pada pertimbangan kelayakan dan
kemenarikan.
Biasanya, tim redaksi membutuhkan effort yang ekstra untuk
memeriksa dan mengkurasinya. Misalnya, satu artikel harus dibaca
dulu berulang-ulang sebelum memperoleh sentuhan. Macam-macam
problemnya.
Ada tulisan opini yang pembukaannya berupa kalimat-kalimat puitis
mendayu-dayu. Banyak yang kalimat-kalimatnya ngalor-ngidul tidak
fokus pada pokok bahasannya. Ada pula yang hanya terdiri dari dua
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
15
alenia pendek. Ada yang bahasanya bertele-tele, dan sebagainya, dan
sebagainya.
Susah? Mungkin, bagi yang baru memulainya. Berikut adalah
pengetahuan dasar bagi yang memulai belajar menulis opini.
Pertama, tentu kita harus menguasai bidang atau masalah yang akan
kita tulis. Kedua, kita harus punya ide atau gagasan tentang apa yang
akan ditulis. Opini, meskipun artinya harfiahnya adalah pendapat,
dalam penulisan opini tak sekadar menuliskan pendapat, tapi harus
didukung dengan argumentasi yang logis dan kuat, kalau perlu
didasarkan pada teori atau hasil riset.
Ketiga, kita harus menguasai teknik penulisan. Teknik ini berkaitan
dengan struktur penulisan, seperti penjudulan, pembuka,
pembahasan, dan penutupnya. Dengan struktur yang baik, pesannya
lebih mudah dimengerti. Kalau struktur bolak-balik naik-turun, orang
keburu capek membacanya.
Keempat, kita memiliki kemampuan penggunaan bahasa yang baik,
benar, efektif, efisien, sederhana, mudah dimengerti. Banyak dari kita
yang suka menggunakan bahasa yang sok ilmiah dan asing, jelimet
dan bertele-tele, agar terlihat keren dan intelek, padahal malah sulit
dimengerti. Penulisan opini menghindari penggunaan bahasa seperti
ini. Kita juga harus menguasai penulisan dalam bahasa yang benar
dan baku.
Bagaimana menulis opini yang baik menurut standar media massa?
Selain keempat hal tersebut, ide tulisan opini yang pertama-tama
harus aktual. Peristiwa apa yang sedang terjadi dan menjadi
pembicaraan masyarakat luas, itulah yang dimaksud dengan aktual,
dalam jurnalistik istilahnya peg news atau cantolan peristiwa.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
16
Bagaimana jika tidak ada peristiwa aktual sebagai peg news,
sementara kita punya ide untuk menulis opini? Berarti harus ada unsur
kebaruan dalam artikel yang akan kita tulis. Kalau tidak ada hal baru,
buat apa kita menulis.
Selain itu, kita harus paham bahwa peristiwa yang terjadi di
masyarakat jelas bukan monopoli kita. Semua orang tahu. Maka, agar
tulisan opini kita memiliki daya tarik, kita harus lihai memilih atau
menentukan angle (sudut pandang). Contoh: saat ini semua orang
sibuk membincangkan Omnibus Law Cipta Kerja dengan nasib buruh.
Penulis yang jeli akan membidik dari angle lain: misalnya, adakah
pengaruhnya bagi santri kelak?
Yang tak kalah penting untuk membuat opini menarik adalah
bagaimana kita mampu mengeksplorasi ide atau gagasan yang kita
ajukan. Untuk menguatkan eksplorasi itu, lazimnya didukung dengan
contoh peristiwa atau data. Meskipun begitu, harus diingat, jangan
pernah menggurui (publik) dalam menulis opini, karena kita sedang
menulis opini untuk beradu argumen. Lain cerita kalau kita sedang
menjadi guru atau dai.
Sesungguhnya, rubrik Opini duniasantri.co ini memuat sekaligus apa
yang dimaksud dengan artikel, opini/kolom, dan esai. Meskipun
memiliki pengertian sama, semuanya berkaitan dengan penulisan
pendapat, namun pada dasarnya ketiganya memiliki karakteristik yang
berbeda. Artikel biasanya berupa sebentuk tulisan nonfiksi berisi fakta
dan data yang disertai (sedikit) analisis dan opini dari penulisnya,
hanya menyangkut satu pokok permasalahan, dan ditinjau dari satu
disiplin ilmu atau satu teori ilmiah. Ini masuk kategori tulisan ilmiah,
dan lebih dekat dengan terbitan berkala atau jurnal.
Opini juga karya tulis nonfiksi dan berisi pendapat atau gagasan dari
penulisnya seperti yang terurai tadi. Namun bersifat bebas, logis,
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
17
obyektif, disertai argumentasi berdasarkan fakta dan data. Namun,
pendapat pribadi penulis lebih diutamakan dengan dukungan
argumentasi atau penjelasan yang kuat.
Sementara, esai lebih merupakan karangan prosa. Maka, esai bisa
dimasukkan ke dalam kategori karya sastra. Meskipun, pengertiannya
nyaris sama dengan opini, di antara yang membedakannya adalah
faktor analisis, interpretasi, dan refleksi dari penulisnya dengan gaya
penulisan dan penggunaan bahasa yang khas. Konon, tingkat paling
sulit adalah menulis esai dibanding bentuk-bentuk opini yang lain.
Karena itu, pada esai, meskipun tanpa dicantumkan nama penulisnya,
biasanya orang akan tahu oh.. ini tulisannya Kang Sobary, Kang
Zastrouw, Mahbud Junaidi, atau bahkan Gunawan Muhamad.
Masih ada satu kunci lagi untuk membuat opini kita memiliki daya tarik
untuk dibaca: judulnya harus menarik, eye catching. Pada sambungan
berikutnya kita akan berbagi soal bagaimana trik membuat judul
semenarik mungkin.
CATATAN DARI REDAKSI (6)
Kesembilan: membuat judul menjadi salah satu bagian paling sulit,
terutama untuk tulisan di media dibandingkan dengan untuk karya
ilmiah seperti skripsi, tesis, atau disertasi. Kenapa? Faktor pembatas
dan tuntutannya jauh lebih banyak. Ada pembatas ruang (space) dan
waktu (deadline). Ada tuntutan ketertarikan publik (pasar).
Inilah kenapa, sudah lebih dari setahun duniasantri.co, lebih dari 80
persen tulisan yang dimuat, sedikit banyak judul-judulnya mengalami
pengubahan/penyesuaian dibandingkan dengan judul-judul aslinya. Ini
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
18
menunjukkan memang tak gampang membuat judul yang baik dan
menarik.
Nanti kita akan mengambil contoh dari web kita sendiri bagaimana
judul-judul itu berubah sebagai proses pembelajaran.
Per teori, kalau kita baca-baca referensi yang ada, syarat judul yang
baik itu hanya ini: singkat, lugas, menarik (eye catching / menggoda /
provokatif), mudah ditebak, meringkas / menggambarkan isi, logis, dan
estetis. Harus diingat, judul hanya berupa frasa, bukan kalimat
(sempurna).
Ayo kita bernostalgia sedikit: hingga 2005, koran harian masih
menggunakan kertas ukuran karton (sekarang sudah lebih kecil).
Kertas ukuran karton itu kemudian dibagi menjadi 9 kolom, lalu diplot
per tiga kolom ke samping dan tiga blok ke bawah. Dengan begitu,
yang lazim, halaman depan koran selalu berisi 9 berita/artikel plus 3-4
foto/gambar. Artinya, tiap berita/artikel hanya punya tempat 3 kolom ke
samping (dan 3-4 alenia sedang ke bawah). Teman-teman santri
mungkin ada yang tangannya belum pernah menyentuh koran dengan
9 kolom itu.
Dengan ruang (space) sesempit dan seterbatas itu, maka editor harus
mampu membuat judul “sesingkat-sesingkatnya”, namun mampu
menggambarkan keseluruhan isi dan menarik minat publik untuk
membaca. Karena ittu, judul berita/artikel di zaman itu biasanya hanya
terdiri dari 4 maksimal 5 kata dasar (yang sering 3-4 kata dasar).
Maka, sebagai contoh, pada 1994, saat Majalah Tempo dibredel,
banyak koran yang memasang headline dengan judul dua kata saja:
“Tempo Dibredel”. Malah ada koran yang memasang judul “Ojo
Dumeh” —diambil dari kutipan pemrednya. Judul yang hanya dua kata
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
19
itu telah menggambarkan semua-muanya: peristiwanya dan suasana
zamannya.
Belakangan, ketika tren media bergeser ke format digital dalam dunia
maya, pembatas ruang (space) dalam pembuatan judul mulai
berkurang. Sehingga, ada kecenderungan judul-judul tulisan semakin
panjang. Malah, di luar media mainstream, judul tidak lagi berupa
frasa, melainkan telah menjadi kalimat tersendiri saking panjangnya.
Nah, sebagai media berkonsep citizen journalism, duniasantri.co tetap
mempertahankan kaidah pembuatan judul layaknya media mainstream
tersebut: harus singkat, lugas, menarik (eye
catching/menggoda/provokatif), mudah ditebak,
meringkas/menggambarkan isi, logis, dan estetis.
Contoh pertama adalah tulisan Gus Rusdi Umar dalam tulisan berjudul
“Ma Jian: Kiprah Ilmuwan Muslim di Negeri Komunis”. Judul aslinya
adalah “Muhammad Ma Jian: Ilmuwan Muslim Tionghoa Modern”. Tak
ada yang salah judul lamanaya, namun kurang greget dibanding
dengan judul barunya.
Kenapa? Pertama, ada identitas dobel dalam judul lamanya yang
membuatnya kurang efektif dan provokatif: nama “Muhammad” dan
keterangan “Ilmuwan Muslim”. Kalau menyandang nama
“Muhammad” so pasti dia ilmuwan muslim. Jadi salah satunya harus
dibuang.
Kedua, penggalan judul atau frase “Ilmuwan Muslim Tionghoa Modern”
dalam judul tersebut “tidak bunyi”, tidak menggambarkan apa-apa,
tidak mengisyaratkan adanya “gerak hidup”. Dan, ketika diubah
menjadi “Kiprah Ilmuwan Muslim di Negeri Komunis”, ia telah
menggambarkan segalanya secara provokatif, menjadi lebih hidup.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
20
Dengan demikian, perubahan itu dilakukan untuk memenuhi kaidah
penulisan judul yang baik: provokatif dan mengambarkan apa yang
terjadi.
Contoh kedua adalah “Tafsir Kedekatan Tuhan dalam Puisi Abdul Hadi
MW”. Judul aslinya adalah “Mengurai Kedekatan Tuhan dalam Puisi
Abdul Hadi MW”. Yang diubah hanya satu kata: “Mengurai” menjadi
“Tafsir”. Ini sekadar pilihan diksi, tapi untuk memenuhi kaidah
penulisan judul “lugas”. Yang baru lebih lugas dari yang lama.
Contoh ketiga adalah “Filosofi Sarung”. Judul aslinya adalah “Santri,
Sarung, dan Identitas Budaya”. Judul aslinya tak ada yang salah dan
sudah baik. Namun, “Filosofi Sarung” lebih memiliki magnitut karena
“membonceng” ketenaran judul/istilah “Filosofi Kopi”. Jadi ada unsur
“pencatolan” pada istilah yang lebih popular.
Contoh lain adalah tulisan kontributor lain, “Srikandi Literasi di Zaman
Nabi”. Judul asli tulisan Sirojul Azmin ini adalah “Srikandi Literasi di
Era Nabi Muhammad SAW”. Perubahan judul dilakukan untuk kaidah
pemendekan (agar lebih singkat) dari “Nabi Muhammad SAW” menjadi
“Nabi”. Juga dimaksudkan untuk memenuhi unsur estetis dengan
repitisi bunyi ketika dibaca, di mana hampir semua kata dalam frasa
berakhiran i.
Dengan catatan ini, semoga teman-teman santri sudah memiliki trik
dan pengetahuan untuk bagaimana membuat judul yang baik. Lebih
dari sekadar trik teoritis tadi, pengalaman membaca dan jam terbang
juga ikut menentukan hasilnya.
CATATAN DARI REDAKSI (7)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
21
Kesepuluh: Apa istimewanya situs web kita, duniasantri.co, ini saat
semua orang, setiap orang, sudah dengan mudah bisa membuat blog-
blog pribadi sendiri, membuat situs-situs berbasis web sendiri?
Dengan blog pribadi, dengan situs web sendiri, setiap orang bisa
mengunggah konten apa saja dan kapan saja, tanpa harus direcoki
oleh redaksi duniasantri.co, misalnya. Dan, teman-teman santri di sini
mungkin juga sudah banyak yang memiliki blog pribadi atau situs web
sendiri. Ya, lalu apa istimewanya situs web kita, duniasantri.co, ini?
Beberapa bulan yang lalu, ada seorang santri yang tinggal di suatu
kota di Filipina melakukan registrasi di duniasantri.co untuk menjadi
warga duniasantri, dengan ajuan menjadi kontributor penulis. Setelah
di-approved, ia menjalin komunikasi pribadi (japri) dengan salah satu
pengurus JDS.
Setelah ngobrol ngalur-ngidul, ia meminta satu hal: begitu ia submit
artikel, maunya artikelnya langsung terpublish tanpa harus melalui
pemeriksaan/validasi dan editing dari tim redaksi. Kompasiana dan
beberapa media berkonsep citizen journalism ia rujuk. Kalau maunya
begitu, kami menyarankannya untuk membuat blog pribadi atau situs
web sendiri. Sesederhana itu urusannya kalau sekadar mengunggah
konten di dunia maya.
Jangankan tanpa saringan. Sudah disaring sedemikian rupa pun
masih juga kebobolan. Belum lama ini, kami terpaksa menonaktifkan
akun salah satu kontributor karena diketahui beberapa artikel yang
disubmit dan sebagian telah kita rilis ternyata hasil copypaste dari
media lain. Ini termasuk pengkhianatan terhadap jurnalisme, dan kita
menutup diri untuk itu.
Kembali ke pertanyaan di awal: Ya, lalu apa istimewanya situs web
kita, duniasantri.co, ini?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
22
Ketika duniasantri.co masih berupa konsep dan belum resmi rilis,
seorang wartawan senior memberi komentar: bukankah citizen
journalism itu, meskipun toh menggunakan nama santri, tetap rawan
disusupi penyebaran hoax atau berita palsu, ujaran kebencian, dan
akurasi kontennya rendah? Kami menjawab: tidak!
Kenapa? Meskipun ini berkonsep citizen journalism, jurnalisme warga
(santri), kami akan tetap menggunakan prosedur dan standar kerja
jurnalistik. Karena itulah kami menolak permintaan santri yang
bermukin di luar negeri itu, dan menonaktifkan akun kontributor yang
melakukan penjiplakan artikel.
Nah, itulah yang, menurut kami, membuat duniasantri.co ini istimewa.
Ia satu-satunya media berkonsep citizen journalism yang dikhususkan
bagi komunitas santri atau masyarakat pesantren yang tetap
menggunakan prosedur dan standar kerja jurnalistik, dengan standar
kualitas yang dipancang tinggi-tinggi.
Dan, sesungguhnya, kami ini sekadar mengawali dan memfasilitasi.
Pada nantinya, ketika jejaring duniasantri ini sudah muncul di mana-
mana, tersebar hingga ke pelosok-pelosok Nusantara, atau bahkan
ada di negara-negara lain, tugas kita semualah untuk tetap
menjaganya, dan terus membesarkan dan mengembangkannya.
Entah bagaimana caranya.
Mimpi kita, suatu saat akan muncul kebanggaan tersendiri saat tulisan
kita dimuat, karena duniasantri.co telah berkembang menjadi “media
otoritatif” dalam menyuarakan keislaman, kepesantrenan,
kebangsaan… dengan standar kualitas yang teruji dan terpercaya.
Jadi, seiring berjalannya waktu, teman-teman santri jangan pernah
berhenti meningkatkan kualitas kepenulisan. Semakin lama, artikel
yang disubmit dan dimuat di duniasantri.co harus makin baik, makin
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
23
berkualitas, makin beragam. Itulah yang akan membuat kita
istimewa…
CATATAN JURNALISTIK
Kegiatan jurnalistik seringkali diidealisasi atau diklaim untuk
mengungkap kebenaran. Pertanyaannya adalah, kebenaran yang
bagaimana? Kebenaran versi siapa? Benarkah kebenaran yang
diungkap melalui kerja jurnalistik adalah kebenaran yang sebenar-
benarnya alias kebenaran hakiki?
Tentu tidak. Pada kenyataannya, kebenaran jurnalistik adalah
kebenaran faktual, bukan kebenaran material atau kebenaran
substansial menurut pengertian hukum positif. Artinya, pekerjaan
jurnalistik hanyalah mengungkap suatu peristiwa sesuai dengan
kejadian yang senyatanya, kejadian yang sebenarnya, sesuai dengan
fakta-fakta yang ditemukan.
Yang harus kita ingat ini: kerja jurnalistik hanya mengungkap, bukan
menghakimi atau menilai suatu peristiwa yang terjadi. Apakah menurut
hukum positif kejadian atau peristiwa itu benar atau salah, itu bukan
urusan jurnalistik. Itu urusan pengadilan. Apakah menurut ukuran nilai-
nilai tertentu, kejadian atau peristiwa itu baik atau buruk, bukan juga
urusan jurnalistik. Itu urusan penilaian publik.
Karena itulah, dalam mengungkap suatu peristiwa untuk dijadikan
berita, pertama, seorang jurnalis tidak boleh berbohong. Itu kode
etiknya. Seorang jurnalis bisa saja salah atau teledor dalam
mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap peristiwa yang
sebenarnya, sehingga beritanya tidak akurat. Itu kesalahan yang bisa
dimaaafkan (ma‟fu) dalam dunia jurnalistik. Tapi tidak dengan
kebohongan. Sengaja memberitakan sesuatu peristiwa yang tak
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
24
pernah terjadi, atau memberitakan sesuatu yang berbeda dengan
kejadian sebenarnya, adalah suatu kesalahan yang tak termaafkan.
Kedua, seorang jurnalis tidak boleh menilai atau memberikan opini
terhadap suatu peristiwa yang terjadi. Tugasnya hanyalah benar-benar
mengungkap suatu peristiwa dan merekonstruksinya menjadi berita
sesuai dengan kejadian dan fakta-fakta yang sebenar-benarnya.
Mari kita ambil contoh, lagi-lagi, kasus kecelakaan Hanafi Rais di jalan
tol belum lama ini, seperti yang kita ceritakan dalam catatan-catatan
sebelumnya.
Seperti seorang penyidik atau detektif, seorang jurnalis juga harus
turun ke lapangan, memeriksa bukti-bukti yang masih bisa ditemukan
di lapangan, mewawancarai saksi-saksi (saksi korban/pelaku atau
orang yang berada di lokasi ketika kecelakaan itu terjadi).
Beginilah kira-kira fakta-faktanya:
Bukti:
1. Hanya ada satu mobil Alphard (milik Hanafi Rais) di lokasi dengan
kondisi ringsek bagian depan;
2. Hanafi Rais mengalami luka serius dan dirawat di sebuah rumah
sakit.
3. Sopirnya mengalami luka ringan.
Saksi:
1. Dari pihak Hanafi Rais (keluarga): mobil Alphard milik Hanafi Rais
korban tabrak lari. Kejadiannya, diseruduk dari belakang, kemudian
menabrak truk di depannya. Kendaraan yang menyeruduk dari
belakang dan yang ditabrak sama-sama lari.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
25
2. Dari pihak sopir: keterangan berubah-ubah, semula ia mengaku
menabrak kendaraan di depannya; lalu berubah ditabrak dari
belakangan.
3. Kepolisian: mobil Alphard ditabrak dari belakang, lalu menabrak
kendaraan yang ada di depannya. Semua kendaraan yang terlibat
dalam kecelakaan itu kabur. Belum bisa memastikan tindakan
selanjutnya.
Kemungkinan penyebab kecelakaan sebenarnya berdasarkan temuan
di lapangan:
1. Alphard melaju terlalu kencang, lalu menabrak kendaraan di
depannya.
2. Alphard disenggol dari samping belakang, sopir Alphard tak bisa
kendalikan kendaraannya dan menabrak kendaraan di depannya.
3. Sopir ngantuk atau mabuk (perlu pemeriksaan laboratorium).
Seorang jurnalis, berdasarkan temuannya di lapangan, bisa saja
punya kesimpulan: Alphard menabrak kendaraan di depannya lantaran
sopirnya ngantuk. Namun, berita bukanlah kesimpulan. Berita adalah
pengungkapan fakta-fakta atas kejadian yang sebenarnya. Karena itu
jurnalis tidak bisa menyampaikan kesimpulannya karena itu bersifat
opini dan penilaian. Itu ranahnya penegak hukum.
Dengan fakta dan keterangan yang berbeda-beda, seorang jurnalis
tidak boleh menyebut, misalnya, pihak Hanafi Rais atau saksi lain
berbohong atau memberikan keterangan palsu dalam tulisannya
karena itu sudah bersifat opini dan penilaian. Misalnya, menulis
“Hanafi Rais berbohong atau memberi keterangan palsu”. Jurnalis
hanya bisa menuliskan begini: “Hanafi Rais (atau saksi lainnya)
memberikan keterangan berbeda, bla-bla-bla…”
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
26
Apakah dalam kecelakaan ini Hanafi Rais (dan saksi lainnya) telah
berbohong atau memberikan keterangan palsu, hanya hakim yang
berwenang membuat keputusan. Polisi pun, bila menangani kasus ini,
kewenangannya hanya sampai pada level “menyangka”. Apakah
dalam kasus kecelakaan ini pihak Hanafi Rais yang bersalah, itu juga
ranahnya pengadilan, bukan ranahnya kerja jurnalistik.
Itulah yang disebut kebenaran dalam dunia jurnalistik, yaitu kebenaran
faktual.
CATATAN UNTUK CERPEN
Ternak yang “Menguntungkan”
Perayaan wisuda di madrasah aliyah tempat Mansur dihelat, dengan
mengundang dai untuk memberikan mauizah hasanah;nasihat
keagamaan, sebagai pengantar ijazah yang terselip ditangan para
alumni.
“Adik-adikku wisudawan MA Darussalam, yang diberkahi Allah.
Selesai belajar di sini, saya harapkan kalian melanjutkan kuliah atau
bekerja. Pokoknya jangan nganggur. Harus terus menyibukkan diri,
sibuk yang berkualitas dan sibuk yang produktivitas. Laysal ghina
„ankatsratil‟ardhi walakinnal ghina ghinan nafsi. Jadilah kaya, kaya
bukan lantaran banyak harta, tetapi kaya itu adalah kaya jiwa”.
Hadirin tertegun, ada juga yang melamun. Para lulusan
mendengarkan, tidak sedikit pula yang melewatkan. Mansur terpaku
pada seremonial. Duduk tenang, sembari melirik orang tuanya yang
berada di barisan yang berbeda. Pikirannya membuncah, tak berani ia
berpikir untuk melanjutkan kuliah. Alasan ekonomi jelas menjadi
kendala utama. Syukur-syukur ia mampu melanjutkan sampai jenjang
aliyah. Berkat adanya kartu sakti; Indonesia Pintar dan Program
Keluarga Harapan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
27
“Di tengah zaman yang disebut „edan‟, jauh dari sudut kewarasan.
Dosa yang sudah dianggap kewajaran. Maka, kayakan dirimu wahai
para lulusan..Kaya iman, kaya ilmu, kaya hati, kaya wawasan-
pengetahuan, juga kaya materi. Bekerjalah dengan keras dibarengi
dengan tawakal dan doa. Petani, pegawai kantoran, pedagang,
peternak, apapun itu carilah rejeki yang halal.
Berbicara tentang ternak, saya mau tanya, ternak apa yang bisa
membuat cepat kaya?” Sang dai meneruskan ceramahnya dengan
pertanyaan retorika untuk membuat pesona orasinya. Hadirin siap
menunggu jawaban dai, yang pasti akan menderai tawa dalam benak
mereka.
“Ternak yang cepat membuat kaya adalah dengan cara beternak
tu..yul”. Disambut riuh tawa dari seluruh hadirin undangan wisuda.
“Ya, ternak tuyul itu cepat menghasilkan. Tapi, saya yakin lulusan
madrasah Darussalam tidak akan melakukannya. Karena sudah
dibekali ketahuidan, dibentengi dengan bermacam ilmu keagamaan.
Akhirnya, selamat dan sukses kepada para lulusan.
Wassalamualaikum Wr.Wb.”
Sang dai menutup ceramahnya. Mansur tetap tertegun, terngiang kata
“sukses”yang menjadi akhir seremoni. Semua mengatakan tentang
sukses. Kepala madrasah, Kepala Desa, Ketua Komite, sampai dai
yang diundang, tidak pernah teralpha kata “sukses”. “Selamat dan
sukses!”
Sejak sepuluh tahun silam, Mansur benar-benar membenci kata
“sukses”. Kata tersebut, baginya adalah buaian. Kata bohong;
sebuah noun pengingkaran tentang hidupnya kini. Sukses secara
harfiah beretimologi beruntung atau berhasil. Dan harfiah “sukses”
tersebut, berbanding terjungkir dengan kehidupan Mansur.
Setelah lulus, Mansur bekerja serabutan. Menjadi buruh tani, kuli
bangunan, mencari rumput, kuli angkut pasar, marbot masjid, apa
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
28
saja. Demi hidup, demi uang, demi makan dan demi sekedar untuk
bisa buang hajat layaknya manusia normal.
Sukses bagi Mansur adalah mimpi; dongeng kocak, fable dan dia
sebagai hewan yang bisa berbicara. Dengan kemustahilan sebagai
karakteristiknya. Sukses bagi Mansur adalah ketika takdir kerelaan
Sundari menerimanya sebagai pendamping hidupnya. Tanpa syarat,
tanpa sebab. Dan jelas kerelaannya menjadi wilwatikta, swargaloka
nan indah. Smaradhana, Sundari menyempurnakan simbol kejantanan
Mansur, dengan satu plasma nutfah yang nyata. Lengkap dengan
hidung dan mulut. Mata dan senyum mungil yang membuat Mansur
rela mengorbankan apa pun. Meruntuhkan langit jika ia meminta
sanggup Mansur lakukan. Menggoyang mayapada, bila perlu. Agar
Mikail sudi turun dan berdebat dengannya, tentang rejeki yang
mungkin terlewat, Mansur siap melakukannya.
Klimaks dari putar balik plot kehidupan Mansur berawal sore ini. Ketika
bapaknya yang renta, menunggunya diteras tragedi. “Le, pinjami aku
uang dulu yo. Untuk nggarap sawah. Beli bibit, pupuk, sama buruh
tandurnya.” Mansur mengangguk satu kali.
“Oh ya, lali aku. Sekalian biaya selamaten mbahmu. Pinjami dulu
ya le.”. Mansur mengangguk dua kali tak menjawab. Bapaknya
tersenyum, kemudian bergegas pulang.
Mansur mengetuk pintu, mengucap salam yang dibalas istrinya
dengan raut elegi, merintih yang tak terucapkan. Tergambar dalam
cekungan pipinya. Daster yang tipis, sobek di dua ketiak, bahkan jauh
dari kata pantas untuk sekedar dijadikan kain lap meja kotor.
Tapi, sambatan dari sayatan meminta kepada suami, Sundari
sembunyikan dalam sepuluh ribu kesabaran, bahkan lebih. Mansur
sukses mendapatkan istri yang begitu nrima ing pandum, selalu diam,
tak pernah mengeluh. Justru ini semakin membuat Mansur membenci
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
29
dirinya, membenci kehidupannya, seakan ingin mengepalkan dan
mengajak tawuran dengan Sang malaikat pembagi rejeki.
“Mas, adikku tadi kesini. Ia bilang, ibuku butuh uang untuk kontrol
diabetnya. Ibu harus terapi insulin. Pinjami dulu duit ya mas”. Mansur
bergeming. Mengangguk tiga kali. Sundari kembali ke kamar, setelah
mendengar Maksum putera bak parabel dengan tokoh Parikesit di
dalamnya, yang mampu mengubah baratayudha di padang kurusetra,
menjadi negeri pandhawa nan sentosa, gemah ripah loh jinawi.
Sundari dari dalam bilik menenangkan Maksum yang tiga puluh
delapan derajat panas dijidatnya yang tak jua turun.
“Mas, maksum harus dibawa ke bidan. Ini panasnya sudah dua hari
tidak turun. Sore atau besok ya mas, sekalian bayar BPJS biar dapat
keringanan”, Sundari memelas kasih, suaranya tampak parau.
Tersayat kekhawatiran mendengar jerit tangis buah hati. Mansur diam,
dadanya bergaung sembilu, ia mengangguk empat kali.
“O ya mas, ini tadi ada pegawai bank kesini, katanya mas telat
membayar. Dan besok harus bayar cicilan pokok dan bunganya”,
Sundari seperti tak tega melanjutkan tuntutan, dengan suaminya
sebagai terdakwa prahara kehidupan yang ia sendiri tahu, carut-marut,
miskin semiskin-miskinnya, dengan tangan di bawah bentuk dari
sebuah kepantasan tak terelakkan. Mansur mengangguk lima kali,
bahkan lebih. Tak berkata, hanya mengangguk. Anggukan untuk
melegakan bapaknya, istrinya, tapi tidak kepada dirinya sendiri.
Mansur lunglai, ia menutup pintu triplek rumahnya. Berjalan seperti
biasa ke TPQ masjid untuk mengajar santri kecilnya. Tetap dalam
mengangguk disertai cabikan kehidupan tak mapannya. Mansur
mengadu:
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
30
“Ya Allah, perkenankan aku sambat. Kewajibanku sebagai hamba
telah aku lakukan. Ku ikuti perintahMu, kujauhi laranganMu.
Selayaknya derita menjauhiku. Seharusnya aku pantas menyandang
kata sukses. Sudikah diriMu mengiyakan? Aku tidak berbuat yang
sekiranya membuatMu marah, jadi tolaklah kemiskinanku, tolak segala
ketidakberuntunganku. Gantikan nasib burukku. Dunia ini fana, tapi
batin ini meronta. Karena Mansur adalah manusia biasa, tak lepas dari
keinginan fiddunya hasanah..wa fil akhirati..”. doanya terputus.
Mansur menutup doanya, tetapi tidak dengan mengusap kedua tapak
tangan ke wajah. Doa yang ditutup dengan batas kesabaran. Batas
pengharapan yang baginya tak pernah nyata berbalas. Batas
ketabahan dari garis nasib yang begitu perih, tersayat luka dunia, yang
semakin menganga. Lebih perih lagi, seakan luka itu tertetesi air
garam, sedikit demi sedikit. Tangan kanan Mansur menelungkupkan
jarinya ke dalam. Mengepal erat, kemudian memukul ke dinding
tembok masjid yang keras. Pukulannya penuh tekad. Keras hingga
kulit luarnya sedikit mengelupas.
Kini, Mansur tak peduli apapun. Ia siap dengan segala konsekuensi. Ia
harus akrab dengan kata “sukses”. Mulai sekarang. Nasibnya yang
terus di bawah, harus diubah ke atas, menyentuh awang-awang langit
nasib. Merobek kertas derita. Mengoyak jala “kesusahan”.
Puncak klimaks tragedi, yang jelas bukan komedi unik ala Iwan
Simatupang, disertai anggukan Mansur dua tahun lalu, secara cepat
berganti ode; pujaan untuk dirinya sendiri.
“Ayo, kang..cepat carikan sewa tanah untukku. Aku siap menanami
apa saja. Tebu, padi, apa saja”, kata Mansur kepada Kang Seno.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
31
“Apa belum cukup to, Nak Mansur. Hampir sepertiga tanah di desa ini
telah kau sewa. Telah kau garap. Biarkan mereka menggarap sendiri
meski hasil tidak seberapa, setidaknya penduduk bisa menjadi juragan
di tanahnya sendiri”, Kang Seno menasihati.
“Ah, mereka itu pemalas, Kang! Aku dulu juga pernah diposisi itu.
Tidak sedikitpun aku minta bantuan mereka. Aku kerja keras, Kang.
Dan, kini lihat..Aku sukses sekarang. Aku telah memiliki toko sembako,
sewa tanah dimana-mana, justru aku membantu mereka, Kang. Biar
mereka sukses seperti aku. Sukses, Kang..sukses..” Mansur berbalik.
Kini ia akrab dan mencintai dengan kata “sukses”.
Mansur tempo dua tahun sejak mengepalkan tinju dendamnya ke
langit berubah. Ia kaya. Tangannya tak lagi di bawah. Tapi, di atas
dengan tapak tangan berposisi ke bawah.
Santri kecil di TPQ malas Mansur memberi ngaji. Kini, ia menjadi
juragan toko sembako terbesar di desanya. Tuan tanah. Rumah
megah, mentereng, dengan pagar menjulang. Seolah memisahkan
dan menjadi metafor kesuksesan. Gubuk kemiskinan, ratapan rintihan
tak lagi berdenging di gendang telinga. Bahwa, Mansur kini seorang
yang sukses, memunyai banyak harta, melimpah kebendaan duniawi,
dan jauh dari kata sambatan yang dulu ia sering ucapkan pada dirinya
sendiri ataupun Tuhan.
Mansur tidak pernah sambat atau mengeluh lagi kepada Sang Ghani.
Ia jauh, bahkan terlampau jauh, untuk sekedar mengingat, apalagi
menyebut dan menyembah bersujud, sudah samar. Mansur berada di
puncak kata “kesuksesan”.
“Jadi begini saja, Pak Darno. Saya sepakat kemitraan dengan Bapak
dalam usaha ternak ayam petelor dan pedaging. Segera
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
32
nanti sampeyan urus semua. Saya tinggal teken dan transfer
uangnya”, Mansur bermufakat dengan rekan bisnisnya.
“Baiklah kalau begitu Pak Mansur. Segera saya urus pembuatan
kandang dan bibit ayamnya. Untuk masalah limbah nanti bagaimana
Pak? Ya, takut kalau ada warga yang protes karena menyengatnya
bau kotoran ayam, kerumunan lalat, juga limbah lainnya?”
“Santai saja, Pak. Biar nanti saya tepuk muka mereka dengan uang,
biar mereka diam. Wong miskin saja, kalau dikasih duit juga akan
diam. Hahaa”. Mansur dan Pak Darno terkekeh membayangkan pundi
laba yang segera bertambah.
Tersilap, Mansur melihat dua makhluk gundul, hanya
menggunakan cawat menatapnya. Berkulit putih pucat, dengan bola
mata yang bulat. Buah hati Sundari? bukan!.
Mansur melihat dan memahaminya. Tapi, Pak Darno tidak menyadari
keberadaan dua makhluk tak kasat mata tadi, melihatpun tidak. Hanya
Mansur yang bisa melihat, karena dua makhluk tadi
adalah rumatannya.
Mansur meminta izin kepada tamunya, “Sebentar saya tinggal dulu, ya
Pak. Saya mau ternak dulu”
Pak Darno bingung, “Memang ada ternak yang lebih menghasilkan
dari ternak ayam ini, Pak?”
“Lo..ada. Ternak tuyul..”, jawab Mansur tergelak persis derai tawa saat
lulusan waktu silam. Dan Pak Darno menganggapnya sebagai tiupan
angin lalu.
Catatan: Setelah saya baca ulang, ini beberapa catatan saya:
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
33
1. Karya sastra yang paling genuine itu yang disajikan secara realis.
Dalam hal cerpen, ia menceritakan tentang kehidupan tokoh(-
tokoh)-nya melalui dialog antartokoh atau penggambaran riil apa
yang dilakukan oleh tokoh(-tokoh)nya. Dalam hal Mansur, misalnya,
dari mana pengarang/pembaca tahu perasaan dan pikiran Mansur
kalau tidak dari dialog atau penggambaran riil apa yang
dilakukannya. Contoh (1): Mansur benci kata sukses; dari mana kita
tahu hal itu. Tak ada dialog soal itu baik dari Mansur atau tokoh
lain. Ia miskin, benar adanya. Tapi miskin tak identik “benci
sukses”. Jadi kita perlu lebih fokus dan intens menyajikan dialog
dan penggambaran riil apa yang dilakukan oleh tokoh(-tokoh)nya.
Contoh terbaik untuk ini salah satunya cerpen-cerpen Ernest
Hemingway.
2. Karya sastra harus “subversive”. Artinya menyajikan sudut pandang
di luar common sense, di luar logika umum, tak terduga. Contoh
adegan dalam sebuah cerita Gabriel Marquez: dalam suatu
penguburan seorang tokoh, si istri justru tampak sumringah, banyak
senyum. Tidak menampakkan wajah duka. Tidak meneteskan air
mata. Temannya bertanya, “Kenapa kau tampak bahagia justru
ketika sedang mengubur suamimu?” Si istri menjawab, “Sejak detik
inilah aku tahu di mana keberadaan suamiku ketika sedang tidak
berada di rumah…”.
Subversifnya: ia bahagia saat seharusnya sedang duka (sudut
pandang berbeda) dan sebaliknya.
Realisnya: isi perasaan diungkapkan melalui dialog dan
penggambaran bahasa tubuh (bahagia: senyum, tidak menangis)
karena pengarang sebagai orang ketiga sama dengan posisi
pembaca.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
34
3. Dalam hal cerpen ini, karakter tokoh utamanya di klimak plot justru
tidak ada. Dari miskin tiba-tiba kaya —yang belakangan baru
diketahui punya tuyul. Hal yang terpenting seharusnya adalah
penggambaran bagaimana Mansur menyikapi kemiskinannya,
bagaimana pergulatan batinnya ketika terjadi “migrasi” dari seorang
santri menjadi peternak tuyul. Sudut “subversive” mana yang akan
kita peroleh dari “migrasi” Mansur ini?
4. Dalam hal cerpen ini, ada fragmen-fragmen yang tidak logis.
Misalnya, sudah pasti kemiskinan Mansur diketahui oleh orang-
orang terdekatnya, istri dan bapaknya, misalnya. Logiskah kalau
kita pinjam uang kepada orang yang kita tahu orang tersebut
miskin?
Terakhir, di banyak tulisan Mas Anang sering memasukkan banyak hal
lain yang dimaksudkan asosiatif pada peristiwa yang pernah ada, yang
sesungguhnya tak perlu karena mengganggu. Di cerpen ini, misalnya,
yang dimasukkan kebetulan ini: komedi unik ala Iwan Simatupang.
Pembaca akan meninggalkan Mansur dan justru mencari Iwan
Simatupang.
POLITIK REDAKSIONAL KITA
Sahabat-sahabat warga duniasantri, ayo berdiskusi lagi, kali ini
tentang politik redaksional duniasantri.co —semacam kebijakan
redaksional pada media massa.
Sedari mula, web kita memang bukan dirancang dan diposisikan
sebagai media Islam atau islami, karena itu namanya bukan
duniaislam.co atau duniaislami.co. Melainkan, duniasantri.co.
Kenapa? Spiritnya adalah bagaimana santri memandang dunia, dunia
yang sangat begitu luas, dan bagaimana dunia yang beragam itu
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
35
memandang dunia santri sebagai sebuah subkultur —meminjam istilah
Gus Dur.
Bagaimana santri memandang dunia, dan bagaimana dunia memang
santri, itu kemudian dituangkan ke dalam bentuk tulisan yang
difasilitasi oleh duniasantri.co. Karena itulah, sejak awal jejaring
duniasantri berusaha mendorong lahirnya penulis-penulis baru dari
kalangan santri melalui Gerakan Santri Menulis, dengan sesering
mungkin mengadakan diklat, workshop, dan diskusi kepenulisan.
Apakah yang menulis harus santri? Tidak. Yang bukan santri, dan
bahkan yang memiliki kepercayaan yang berbeda dengan santri, bisa
menuliskan pandangannya melalui duniasantri.co. Karena, faktanya,
banyak juga nonmuslim yang memiliki kepedulian dan bergiat di dunia
pesantren.
Begitulah tradisi dan jiwa santri: beragam, terbuka menerima siapa
saja.
Lalu, apa impact-nya dengan rancang bangun politik redaksional
seperti itu? Kira-kira begini: saat ini sangat banyak artikel yang di-
pending pemuatannya. Jumlahnya mungkin sudah ratusan. Kenapa?
Sebagian besar karena isi dan cara penulisannya memang tidak atau
belum sesuai dengan politik redaksionalnya.
Andai semua tulisan yang di-pending itu kita muat, maka beginilah
kemungkinannya: Pertama, web kita akan berubah menjadi kumpulan
naskah khutbah jumat. Di dalamnya rata-rata berisi pesan untuk
melakukan ini-itu dan menjauhi ini-itu lengkap dengan ayat dan hadits
sebagai dalilnya.
Kedua, web kita akan berubah menjadi kumpulan naskah fikih Islam.
Yang kategori ini, di dalamnya rata-rata berisi pesan bahwa yang ini
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
36
halal dan yang itu haram, misal kawin beda agama itu haram dan
sebagainya, juga lengkap dengan ayat dan hadits sebagai dalilnya.
Ketiga, web kita akan berubah menjadi kumpulan naskah tuntunan
beribadah. Yang kategori ini, di dalamnya rata-rata berisi pesan
tentang cara-cara beribadah, seperti bagaimana tata cara wudlu atau
salat yang benar, tentu disertai dengan dalil-dalil rujukannya.
Keempat, web kita akan berubah menjadi kumpulan naskah kitab
mujarobat. Yang kategori ini, di dalamnya rata-rata berisi pesan
tentang keutaman atau khasiat jika kita melakukan amalan tertentu.
Misalnya, kalau kita ingin lulus ujian, tinggal baca surat al-Waqiah
selama tiga puluh hari dan semacanya itu. Tentu juga disertakan dalil-
dalilnya.
Kelima, web kita akan berubah menjadi kumpulan naskah dari buku
motivator atau buku pintar. Yang masuk kategori ini kebanyakan
memang berupa berbagai “motivasi” dan tips-tips yang berbau
sloganistik dan artifisial.
Tak ada yang salah dengan itu semua, tapi standing
position duniasantri.co memang bukan di situ. Ini perlu disampaikan
agar sahabat-sahabat warga duniasantri tak merasa di-PHP. Naskah
yang masuk dalam lima kategori itu bisa dipastikan memang tidak
diloloskan untuk dimuat karena alasan standing position politik
redaksional tersebut.
Lalu yang seperti apa? Terutama bagi sahabat-sabahat yang baru
bergabung, ada baiknya menyempatkan diri untuk membaca-baca
seluruh unggahan duniasantri.co di semua rubriknya, mulai dari Opini,
Cerpen, Puisi, Pondok, Sosok, Teras, Pustaka, Bintang, Santri Way,
dan Humor. Benang merahnya: semua tentang bertukar gagasan, ide,
pemikiran, informasi, dan cerita —tentu bersumber dari bagaimana
santri memang dunia dan dunia memang santri.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
37
Mungkin, bagi yang belum terbiasa menulis, ini akan terasa sulit, lebih-
lebih untuk tulisan opini. Tapi ada cara mengawalinya dengan mudah.
Misalnya, dimulai dengan membuat tulisan resensi buku tentang buku-
buku yang sedang kita baca. Atau menuliskan profil pondok pesantren
kita atau pengalaman kita mondok, atau memprofilkan hidup dan
perjuangan para kiai kita —daripada kita menulis, misalnya, biografi
Imam Ibnu Hambal yang seluruh dunia sudah mengetahuinya. Atau
mencoba-coba menulis cerpen atau puisi, yang kebetulan sudah mulai
jarang disubmit di web kita.
Nah, mumpung besok kita mengadakan workshop penulisan
cerpen/novel, ada baiknya sahabat-sahabat warga duniasantri bisa
meluangkan waktu mengikutinya, agar kita memiliki pengetahuan dan
kemampuan menulis yang beragam.
Tentang politik redaksional ini, kita bisa terus menduskusikannya…
“SECEPAT APA TULISAN SAYA DIMUAT?”
Pertanyaan dalam judul itu bisa jadi juga ngendon di kepala kita, para
kontributor duniasantri.co. Sebab, memang ada saja teman-teman
kontributor yang secara pribadi mengajukan pertanyaan seperti itu.
Ada juga yang berulang-ulang men-submit artikel yang sudah di-
submit.
Karena itu, berikut kami sampaikan “pemeringkatan kecepatan”
pemuatannya.
Pertama, artikel yang disegerakan untuk dimuat adalah yang
bentuk/sifatnya berita, dalam hal ini untuk rubrik “Teras”. Tidak pakai
lama, hari itu juga, bahkan mungkin hanya dalam hitungan menit atau
jam akan langsung diproses. Itu semata-mata karena sifat dan
karakternya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
38
Kenapa? Karena web kita sejak awal memang dirancang sebagai situs
berita dengan konsep citizen journalism. Contohnya sudah ada.
Beberapa teman dari Madura dan Yogyakarta sering mengirim artikel
berita dan langsung dimuat saat itu juga setelah dilakukan
penyuntingan.
Kedua, artikel dalam bentuk produk jurnalistik non-berita juga
disegerakan, seperti untuk rubrik “Sosok” (profil tokoh), “Pondok” (profil
pesantren), dan “Bintang” —tapi peringkatnya masih di bawah Teras.
Tujuannya apa? Agar semakin banyak kiai-kiai kita, ustaz-ustaz kita,
dan pesantren-pesantren kita, memperoleh tempat dalam dunia
literasi.
Untuk yang kedua ini, terutama untuk rubrik “Sosok”, politik
redaksional kita begini: lebih mengutamakan tokoh-tokoh di daerah,
kiai-kiai di daerah, nyai-nyai di daerah, ustaz-ustaz di daerah, bahkan
kiai-kiai langgar di kampung ketimbang para pesohor. Misalnya, belum
lama ini ada yang submit profil Oki Setiana Dewi, artis yang ustazah
atau ustazah yang artis. Bagi duniasantri buat apa? Sebab, kalau kita
ingin tahu tentang Oki Setiana Dewi, profilnya sudah ditulis di mana-
mana, sudah ada di mana-mana. Tapi kalau kita ingin tahu siapa kiai
alim nan zuhud di Ciwaringin, Cirebon, di mana mencarinya? Itu tugas
duniasantri.co.
Intinya, kita tidak menulis profil tokoh yang sudah sohor, yang semua
orang sudah tahu, karena sudah banyak yang menuliskannya. Kecuali,
kita memotret dan menghadirkan sosoknya dari sudut pandang yang
berbeda —dan itu berarti sudah setengah opini.
Ketiga, artikel-artikel non-produk jurnalistik, seperti untuk Opini,
Cerpen, Puisi, Santri Way, Pustaka, dan Humor. Untuk artikel-artikel
dalam kelompok ini banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan
pemuatan—dengan asumsi artikelnya sudah layak muat.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
39
Faktor pertama adalah kapasitas sumber daya pengelola(an) web.
Untuk saat, kapasitasnya baru sekitar pemuatan 5 artikel per hari.
Faktor kapasitas ini akan berkorelasi-relatif dengan faktor-faktor
berikutnya.
Faktor kedua adalah keragaman rubrik per rubrik. Contohnya, tidak
mungkin dalam sehari kita memuat lima artikel tapi semuanya puisi,
atau semuanya cerpen. Keragamannya harus kita jaga. Jadi, jika
sehari memuat lima artikel, maka akan diambilkan dari rubrik per
rubrik; ada opini, ada puisi, ada cerpen, ada santri way, atau resensi
buku. Agar web kita tetap variatif.
Faktor ketiga adalah “pemerataan” penulis. Misalnya, tidak mungkin
tiap hari kita akan terus-menerus memuat tulisannya Si Fulan tanpa
jeda meskipun naskahnya numpuk di redaksi. Sepanjang artikel yang
disubmit memenuhi kelayakan, kami akan selalu menghadirkan
penulis-penulis yang berbeda secara “berselang-seling”. Sebab apa?
Web kita memang dirancang sebagai tempat semua santri mengasah
diri dalam dunia kepenulisan.
Faktor keempat adalah relasi kontektual dan aktualitas tulisan.
Misalnya, jika ada dua opini sama-sama memenuhi kelayakan, maka
juga akan ditimbang aktualitas dan kontekstualitasnya. Yang topiknya
lebih aktual dan kontekstual akan didahulukan.
Nah, semoga ini menjawab jika ada pertanyaan “kok tulisan saya
belum dimuat-muat sih?” Jadi, kita tak perlu berulang-ulang submit
naskah yang sama —kecuali ada penyempurnaan. Status naskah
yang telah disubmit pada akun penulis adalah “pending”, artinya
sumbit sudah berhasil tapi naskahnya ditahan di ruang redaksi.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
40
Jangan pernah khawatir naskahnya tak dibaca oleh tim redaksi. Pasti
dibaca, bahkan lebih dari sekali, baru dilakukan proses penyuntingan.
Semoga berfaedah.
TANGGUNG JAWAB JURNALISTIK
Teman-teman warga duniasantri semoga ada yang sempat mengikuti
kehebohan pemilihan Presiden AS. Ada satu pelajaran yang dapat
dipetik, yang relevan dengan kepenulisan di duniasantri.co, yaitu
tanggung jawab jurnalistik.
Ini sering menjadi pertanyaan: kepada siapa jurnalistik bertanggung
jawab? Pertanyaan seperti ini wajar sering diajukan karena jurnalistik
atau pers memang merupakan institusi independen, yang tidak
memiliki relasi (dependen) dengan pihak mana pun. Ia tidak punya
atasan. Ia tidak punya juragan.
Filososi dasarnyanya, jurnalistik bekerja untuk memenuhi hak-hak
dasar publik, yaitu hak untuk memperoleh informasi dan menyatakan
pendapat. Itulah kenapa jurnalistik atau pers juga sering disebut
sebagai pilar keempat demokrasi —setelah lembaga eksekutif,
legislatif, dan judikatif. Melalui pers, publik dapat menyuarakan
pendapatnya. Atas dasar itu, maka tanggung jawab jurnalistik adalah
tanggung jawab ke publik. Bagaimana mengukurnya?
Mari kita lihat apa yang terjadi di AS, dan kemudian kita bisa
mengambil contoh dengan apa yang dimiliki duniasantri.co.
Ketika calon incumbent Donald Trump memprovokasi publik dengan
klaim kemenangan dan menuding pihak lawan melakukan kecurangan,
baik melalui platform media sosial maupun media massa mainstream,
namun tidak disertai dengan bukti-bukti yang didaku, maka media-
media di AS langsung mengambil tindakan. Sebuah stasiun televisi
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
41
ternama langsung menghentikan siarannya. Media-medoa mainstream
tidak memuat pernyataannya —kalau pun memuat diberi catatan. Dan,
media-media sosial memberi notice khusus.
Kenapa hal itu dilakukan oleh media-media AS? Bukankah Trump
yang melakukan jumpa pers adalah peristiwa dan fakta? Bukankah
Trump yang menulis di media sosialnya adalah juga peristiwa dan
fakta? Dan Trump adalah tokoh yang prominence?
Di sinilah media-media AS memberi bobot tinggi pada nilai impact dari
10 nilai berita yang pernah kita diskusikan sebelumnya. Andai saja
Trump, saat menyiarkan klaim kemenangan dan menuding
kucurangan, melengkapinya dengan bukti, setidaknya bukti-bukti awal,
pers di sana pasti akan memberikan liputan luar biasa, bahkan bisa
langsung menurunkan tim untuk melakukan invesgative reporting.
Sebab, impact atau dampaknya akan luar biasa bagi masa depan
politik negeri Paman Sam itu.
Rupanya, pers di sana mencium gelagat yang ganjil. Media hanya
akan dimanfaatkan oleh Trump atau dijadikan corong untuk
menggiring dan membentuk opini publik, bahwa pemilu dipenuhi
kecurangan dan karena itu harus ditolak. Pers di sana tidak mau
hanya dijadikan corong, dan karena itu harus mengambil sikap: tidak
memuat atau menyiarkannya, atau memuat dan menyiarkannya
dengan catatan.
Apa yang dilakukan media-media di AS itu merupakan salah satu
contoh tanggung jawab jurnalistik kepada publiknya. Pers tak mau
publik disesatkan oleh pemberitaannya.
Kasus duniasantri.co
Kita, yang memiliki situs web duniasantri.co, juga memiliki tanggung
jawab yang sama kepada publik kita, pembaca tulisan-tulisan kita.
Karena itu, ada saatnya kita tidak memuat tulisan —semua tulisan
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
42
yang disiarkan media pers masuk kategori bagian dari produk
jurnalistik— salah satunya karena pertimbangan impact tersebut.
Belum lama ini, seorang dari kita men-submit tulisan yang tidak
memenuhi nilai impact tersebut. Judulnya cukup provokatif:
“Kesesatan Aqidah dan Ajaran Syi’ah di Indonesia”. Di dalam
artikelnya, penulis membuat list pokok-pokok ajaran Syiah. Pada
bagian penutup, penulis menyimpulkan bahwa ajaran Syi’ah adalah
sesat dan menyesatkan.
Kita tahu, firqah dalam Islam sudah terjadi sejak sepeninggal Nabi,
dan terus berkembang hingga harus diakui banyak firqah yang masih
eksis sampai saat ini. Salah satunya adalah Syiah. Yang menyebut
Syiah sebagai sesat pasti datang dari kelompok lain. Dan Syiah juga
melakukan klaim yang sama. Faktanya, di Iran aliran Syiah ini menjadi
agama resmi negara. Di banyak negara lain, Syiah menjadi mayoritas.
Dari sini kita sudah bisa membayangkan, begitu duniasantri.co
meloloskan artikel ini, sudah pasti akan memunculkan minimal
ketegangan publik. Itulah impact-nya pada publik. Di sisi lain,
duniasantri.co bisa jadi akan diposisikan sebagai “corongnya” lawan
Syiah.
Tim redaksi sudah sempat berdiskusi dengan penulisnya. Dan teman
kita yang menulis bisa memahaminya. Malah sempat dicandai: apa
siap kalau nanti didatangi orang Syiah jika tulisannya dimuat?
Hmmm…
Begitulah teman-teman santri, saat menulis, sekaligus kita sudah
harus menimbang soal tanggung jawab dan impact dari apa yang kita
tulis.
ETIK DAN ETIKA KEPENULISAN
Kepada sahabat-sahabat penulis duniasantri, sudah lama rasanya kita
belum berbagi lagi hal ihwal kepenulisan di duniasantri.co. Hal ihwal
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
43
berupa catatan-catatan dari tim redaksi kali ini semoga ada
manfaatnya buat kita.
(1)
Jumlah penulis semakin banyak. Per hari ini, Senin 13 Juni 2022 pukul
09.000, sudah mencapai 1.023 orang. Tak hanya datang dari
lingkungan pondok pesantren, tapi juga berlatar belakang pendidikan
umum, bahkan dari berbagai universitas ternama.
Kita patut bangga akan hal ini. Tentu, jumlah tulisan yang submit ke
duniasantri akan semakin banyak dan beragam. Dan diharapkan
makin berkualitas. Tapi tentu juga ada “konsekuensi” tertentu.
Misalnya, persaingan untuk bisa dimuat semakin ketat. Juga,
antreannya untuk dimuat semakin panjang. Dengan demikian,
(seharusnya) apa yang kita sajikan di duniasantri.co juga semakin
berkualitas.
Poin ini membuat tim redaksi mengubah “masa tunggu” yang
sebelumnya maksimal sebulan menjadi dua bulan untuk pemuatan
tulisan sejak tanggal submit.
(2)
Tim redaksi merasa harus kembali mengingatkan soal etik dan etika di
dunia kepenulisan, terutama yang berkaitan dengan pengiriman satu
tulisan ke beberapa media sekaligus dan penjiplakan.
Sebab, belakangan beberapa kali muncul kasus satu tulisan dikirim ke
beberapa media sekaligus, sehingga terjadi duplikasi pemuatan atas
satu tulisan yang sama di media yang berbeda dalam waktu
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
44
bersamaan atau berdekatan. Juga, ada beberapa kasus tulisan yang
disubmit tidak asli alias jiplakan dengan tingkatan yang berbeda-beda.
Poin ini membuat tim redaksi harus mengambil tindakan tegas,
memberikan “notice” terhadap pengiriman tulisan dari penulis-penulis
yang telah menyalahi etik dan etika di dunia kepenulisan.
(3)
Banyak sahabat-sahabat yang bertanya-tanya: kenapa aturan-aturan
penulisan di duniasantri tidak secara resmi diumumkan di webnya,
baik yang menyangkut soal-soal teknis maupun etik dan etika
kepenulisannya? Bahkan, notice terhadap pelanggaran tidak diberi
peringatan terlebih dulu.
Pertama, ketika kita sudah ber-nawaitu menjadi penulis atau aktif di
dunia kepenulisan, harus dianggap kita sudah memahami bagaimana
etik dan etikanya, memahami rambu-rambunya. Ibarat kita akan
menjadi sopir bus, segala syarat dan persyaratnya harus dipenuhi,
harus dikuasai. Jangan hanya karena ingin mengejar setoran, rambu-
rambu diterabas.
Bukankah tujuan awal kita menulis di duniasantri untuk menyebar dan
berbagi kebaikan, dan yang lain-lain kita anggap berkahnya?
Kedua, kita adalah komunitas santri, kaum santri, di mana hal ihwal
bentuk-bentuk relasi informal dan relasi kultural di antara kita tak bisa
dihilangkan (begitu saja), seprofesional apa pun kita mengelola media
ini, secanggih apa pun media yang kita gunakan. Maka, kita harus
saling membaca, saling memahami, dan saling menjaga agar relasi
kita tetap terbangun dengan kokoh demi menjaga kualitas seperti
tujuan awalnya.
KEJUJURAN SEBAGAI PENULIS
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
45
Sahabat-sahabat santri, mungkin di antara kita ada yang belum
sempat membaca tulisan dalam link
ini: https://www.duniasantri.co/jurnalisme-itu-soal-kejujuran/. Bagi yang
belum, sempatkanlah membacanya untuk kebaikan kita bersama.
Kami merasa perlu mengingatkan kembali hal ini karena semakin
banyak tulisan atau artikel yang di-submit, ternyata masih banyak kami
temui hal-hal yang seperti itu. Bukan sekadar soal kelayakannya
sebuah tulisan atau artikel bisa dimuat, melainkan juga melibatkan
soal orisinalitas.
Sejak peristiwa yang tergambar dalam link tersebut, kami memang
memiliki pekerjaan tambahan. Sebelum melakukan editing atau proses
penyuntingan, terhadap setiap tulisan akan dilakukan tracking —
karena kami tidak ingin kecolongan lagi dengan muat tulisan atau
artikel yang ternyata hasil copypaste atau penjiplakan. Dan tentu
urusan tracking ini menguras energi yang sesungguhnya tidak perlu.
Hasil tracking menyimpulkan bahwa masih banyak tulisan atau artikel
yang di-submit ternyata memiliki kemiripan atau kesamaan dengan
yang pernah dimuat oleh media-media lain. Kami tidak tahu apakah itu
disengaja atau tidak. Mungkin tidak ada maksud untuk menjiplak dari
penulisnya, atau tidak tahu bahwa itu penjiplakan. Sebab, kami tahu
bahwa salah satu tahapan belajar menulis adalah meniru. Tapi
menurut kamus, meniru dan menjiplak itu beda arti.
Jadi, sekali lagi mohon maaf, begitu hasil tracking menunjukkan bahwa
satu tulisan atau artikel yang di-submit memiliki kemiripan atau
kesamaan dengan tulisan atau artikel yang pernah dimuat oleh media
lain yang menjurus pada penjiplakan, kami tidak bisa meloloskannya
ke tahap penyuntingan.
Jadi, sekali lagi, ini tentang kejujuran dalam jurnalisme yang harus kita
junjung tinggi jika ingin terus berkarya dalam dunia kepenulisan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
46
PLAGIASI PENULIS
Sahabat-sahabat santri dan mahasantri, mungkin ada yang belum
sempat mengikuti catatan kita terdahulu atau yang bergabung dengan
Gerakan Santri Menulis (GSM) duniasantri.co, kita perlu sekali bicara
tentang plagiasi.
Kenapa? Ternyata, dari banyak artikel yang di-submit, masih banyak
saja yang merupakan plagiasi. Tentu ini tidak baik dan tidak sehat bagi
keberlanjutan GSM. Karena itu, dalam menyunting setiap artikel, kami
menetapkan prosedur sangat ketat.
Sebelum disunting, setiap artikel akan dibaca lebih dari sekali,
kemudian dilakukan tracking, penelurusan atau pelacakan atau audit
untuk memastikan setiap artikel bukan hasil plagiasi. Jika
lolos tracking, barulah dilakukan penyuntingan. Nah,
prosedur tracking ini cukup menguras waktu dan energi. Tapi, itu tetap
harus kita lakukan demi menjaga marwah kita bersama.
Kami tak bisa bayangkan jika kemudian banyak orang bilang, “Ah,
artikel di duniasantri.co ternyata banyak yang plagiasi….” Ya, lebih
baik sedikit menerbitkan artikel tapi benar-benar merupakan karya
sendiri, daripada banyak tapi plagiasi.
Sebagai contoh, misalnya, ada beberapa artikel yang belum lama di-
submit, dengan topik cukup menarik dan penulisan yang baik. Tapi,
setelah di-tracking, tulisan yang sama persis, atau setidaknya lebih
dari 50 persennya, pernah dimuat Repulika, Kompasiana, atau
beberapa situs web lainnya. Tentu ini menyedihkan.
Karena itu, bagi sahabat-sahabat santri dan mahasantri, sekiranya
memang belum siap untuk menulis sendiri, lebih baik bersiap diri dulu,
tak perlu memaksanakan diri untuk lekas-lekas submit artikel. Masih
ada waktu bagi kita untuk saling belajar.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
47
Ini contohnya: misalnya kita ingin menulis tentang profil Syekh Nawawi
—kebetulan memang ada yang submit artikel tentang Syekh Nawawi,
tapi setelah di-tracking ternyata sama persis dengan yang pernah
dimuat di Republika.
Untuk menulis profil Syekh Nawawi itu kita tak perlu plagiasi. Yang
perlu kita lakukan adalah riset, riset, dan riset dengan membaca
sebanyak mungkin referensi tentang Syekh Nawawi. Barulah setelah
itu kita akan menemukan sesuatu yang baru, gagasan baru, atau
sudut pandang yang baru tentang Syekh Nawawi yang memang perlu
kita tulis sendiri. Dan menulislah kita…
Kami khawatir, suatu saat kami lengah, dan kecolongan memuat
artikel yang ternyata hasil plagiasi. Itu akan akan mencoreng apa yang
telah kita lakukan selama ini.
Untuk itu, kepada sahabat-sahabat santri dan mahasantri, mari saling
menjaga, agar kita tetap berada di “jalan yang lurus…”
MEMBIASAKAN DIRI DENGAN DATA
Assalamualaikum sahabat-sahabat santri. Rasanya sudah lumayan
lama kami tidak membuat catatan hal ikhwal kepenulisan di
duniasantri.co. Kini, izinkan ada satu catatan tentang bagaimana
seorang penulis membiasakan diri dengan data.
Kebetulan, itulah salah satu kelemahan atau kekurangan paling umum
dari tulisan-tulisan yang disubmit ke duniasantri.co: data, fakta,
referensi.
Padahal, tulisan yang paling kuat adalah yang dibangun dari atau
didukung oleh data, fakta, dan referensi yang kuat pula. Ini berlaku
untuk semua jenis, kategori, atau genre tulisan. Tulisan opini,
misalnya, meskipun ia merupakan pendapat atau gagasan dari si
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
48
penulis, tetaplah bahwa pendapat atau gagasan yang disuguhkan
harus dibangun dari data, fakta, dan referensinya. Apalagi untuk jenis-
jenis tulisan yang masuk kategori produk jurnalistik, seperti sosok dari
seorang tokoh atau profil suatu pondok pesantren.
Bahkan, karya sastra pun, seperti cerita (novel/cerpen), yang terbilang
bagus dan kuat adalah yang didasarkan pada hasil riset data, fakta,
dan referensinya. Bahkan puisi/sajak pun, banyak yang dihasilkan dari
atau diperkuat oleh pengamatan dan pergulatan si penulis dengan
data atau fakta-fakta kehidupan. Kita harus ingat bahwa puisi atau
sajak bukanlah sekadar untaian kata-kata yang mendayu-dayu, yang
mengharu-biru —yang malah sulit dimengerti.
Begitu pentingnya data, fakta, dan referensi itulah maka banyak tulisan
yang disubmit ke duniasantri.co akhirnya ditangguhkan —karena tidak
didukung oleh ketiganya.
Satu contoh, misalnya, ada tulisan yang menyorot tentang konflik
Palestina-Israel. Mungkin saja pendapat atau opini si penulis benar,
tapi karena tidak didukung oleh bangunan data dan fakta yang kuat,
sehingga menjadi argumentatif, maka tulisan tersebut
dikesampingkan. Tanpa didukung dan dibangun di atas data, fakta,
dan referensi yang sahih, tulisan opini kita akan terasa “gerundelan”.
Atau contoh lain lagi yang elementer. Misalnya kita menulis tentang
profil pesantren. Kita menyebut pesantren X sebagai salah satu
pesantren tertua atau terbesar. Bagaimana kita bisa mengukur
“ketuaannya” kalau tidak pernah disebutkan tahun berapa pesantren
itu didirikan. Bagaimana kita mengukur “kebesarannya” kalau kita tidak
pernah menyebut, misalnya, luas bangunannya, jumlah
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
49
gedung/kamarnya, luas tanahnya, ragam fasilitas pendidikannya,
jumlah santrinya, dan sebagainya.
Sahabat-sahabat santri bisa membanding-bandingkan berbagai tulisan
di banyak media, termasuk yang bertebaran di dunia maya.
Bandingkanlah tulisan-tulisan yang dibangung di atas dan didukung
oleh banyak data/fakta/referensi dengan yang sebaliknya. Rasakan
bedanya. Bedakan kualitasnya.
Karena itu, mari biasakan diri bergulat dengan data/fakta/referensi
untuk menghasilkan tulisan terbaik, yang semakin baik. Bagaimana
caranya?
Ada satu contoh menarik. Dulu, pernah ada dua orang
wartawan Tempo melakukan wawancara khusus dengan KH Ahmad
Shiddiq (almarhum), pengasuh Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyah
Jember. Saat wawancara dimulai, hanya satu wartawan yang
melakukan wawancara. Satunya lagi? Jalan-jalan keliling pesantren.
Hasilnya? Perpaduan antara hasil wawancara dengan pengamatan
lapangan (hasil jalan-jalan). Artinya? Betapa riset/survei untuk
memperoleh data/fakta sama pentingnya dengan (kutipan)
wawancaranya.
Nah, data/fakta/referensi untuk membangun argumen kita, tulisan kita,
bisa kita peroleh melalui riset kecil-kecilan atau memperbanyak
referensi (bacaan). Misalnya, kalau kita ingin menulis tentang satu
pesantren, paling tidak kita sudah harus siap lebih dulu dengan data
elementernya. Begitu juga, kalau kita punya ide (topik) untuk menulis
sebuah opini, maka kita sudah harus siap lebih dulu dengan datanya,
fakta-faktanya, referensinya —meskipun tidak semua
data/fakta/referensi tersebut kita cantumkan dalam tulisan kita.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
50
Rasanya tidak ada penulis sejati yang malas untuk menggali data,
fakta, referensi.
Dengan membiasakan diri bergulat dengan data/fakta/referensi,
semoga tulisan kita menjadi semakin berkualitas.
EKOSISTEM LITERASI KITA
Hari ini, Senin 23 Agustus 2021, web kita mengunggah 5 artikel baru,
tapi hanya 1 yang link pemuatannya di-share di grup percakapan
“Gerakan Santri Menulis” (GSM). Itu memang disengaja. Dan mulai
hari ini kebiasaan kami men-share link artikel yang baru diunggah
ditiadakan —kecuali untuk hal-hal khusus.
Dari sudut tertentu mungkin ini terlihat sebagai perkara remeh. Tapi,
dari sudut lain, ini bisa jadi perkara serius:tentang konstruksi
ekosistem literasi kita.
Hari ini, inilah yang terjadi: artikel pertama, puisi dengan judul besar
“Kekasih Semua Orang” diunggah pada pukul 04.24 WIB. Sampai
dengan pukul 06.39, saat linknya di-share, tak satu pun ada jejak
orang yang membacanya. Padahal, selama hampir tiga jam itu, ada
beberapa dari kita melakukan login, masuk ke akunnya di web, dan
men-submit artikel. Setelah linknya di-share, barulah ada yang mulai
membaca tulisan yang pertama diunggah tersebut.
Setelah itu ada 4 artikel lagi diunggah dalam jeda waktu berlainan, dan
semua link pemuatannya tidak di-share. Apa yang terjadi? Hanya 1
artikel yang dibaca beberapa kali. Tiga sisanya tak ada jejak dibaca
orang sampai sekitar pukul 17.00. Padahal, dalam rentang waktu
seharian ini, banyak, puluhan orang, yang melakukan login, masuk ke
akunnya di web, dan men-submit artikel. Banyak artikel yang hari ini
di-submit.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
51
Apa arti dari gejala ini? Inilah perkara serius yang bisa dibilang
mengkhawatirkan itu: jangan-jangan, kita hanya peduli pada diri
sendiri. Mengirim artikel sendiri, menunggu pemberitahuan dimuat, lalu
dibaca sendiri, dan di-share di kelompoknya sendiri. Selesai. Abai
pada artikel lain yang juga dimuat. Tak peduli pada karya
teman/penulis lain.
Jika gejala ini benar, maka mirip-mirip dengan apa yang disebut
sebagai bagian dari snobisme intelektual, yang tak kondusif bagi
ekosistem literasi.
Diam-diam, sudah beberapa lama, kami melakukan pengamatan
terhadap “perilaku” kejejaringan kita dalam web duniasantri.co. Jika
di-profiling, dari 343 kontributor yang terdata kira-kira ditemukan
tipologi seperti ini: Pertama, kontributor pasif. Jumlahnya sangat
banyak. Bahkan terbanyak, mungkin. Mereka ini membuat akun
sebagai kontributor, namun belum pernah submit artikel atau sudah
submit sekali dua kali tapi belum ada yang dimuat. Mungkin mereka ini
menjadi pembaca yang pasif.
Kedua, kontributor superaktif. Jumlahnya tak terlalu banyak, tapi
sangat-sangat aktif submit artikel. Ketiga, kontributor aktif. Jumlahnya
juga tak terlalu banyak, tapi terbilang aktif (rutin) submit
artikel. Keempat, kontributor agak-aktif. Jumlahnya relatif banyak dan
tidak rutin dalam submit artikel.
Nah, “gejala abai pada yang lain” tadi, “snobisme intelektual” itu, bisa
jadi ada di tipe kedua, ketiga, dan keempat sekaligus. Apakah itu baik?
Apakah itu buruk? Bukan di situ persoalannya. Persoalannya ada pada
apa yang seharusnya kita lakukan dalam membangun ekosistem
literasi yang kondusif.
Di situ ada yang disebut apresiasi. Dalam ekosistem literasi yang
kondusif, ada saling memberi apresiasi, ada saling respect. Jika tak
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
52
ada itu, maka ekosistem literasi tidak akan kondusif. Apresiasi tidak
identik dengan memuja atau memuji. Membaca tulisan orang lain
adalah sebentuk apresiasi. Mengkritik atau memberi komentar apalagi.
Itulah salah satu alasan utama duniasantri.co ada: saling menguatkan
melalui apresiasi dalam berliterasi. Mari bertanya pada diri sendiri:
pernahkah kita merindukan membaca tulisan teman-teman kita di
jejaring ini? Pernahkah kita “mencolek” teman-teman kita yang terasa
sudah lama tidak menulis lagi?
(Saya secara pribadi, meskipun jarang, beberapa kali melakukan itu.
Jika ada yang sudah lama sekali tidak menulis, saya biasanya japri
sekadar menyapa begini: “gus (atau ning) apa kabar? Saya kangen
baca tulisannya.”—meskipun belum tentu tulisannya nanti dimuat).
Nah, dengan ditiadakannya kebiasaan share link unggahan artikel itu,
maka jika ingin mengetahui informasi apakah tulisan kita sudah dimuat
atau belum, kita bisa mencari tahu sendiri di web kita. Jadi tak perlu
menunggu-nunggu ada share link unggahannya. Semoga ekosistem
literasi makin kuat, makin baik.
PROFILING KEPENULISAN KITA
Berikut beberapa catatan dari redaksi duniasantri.co untuk dijadikan
pertimbangan dan bahan diskusi dalam berliterasi.
(1)
Semula ada kekhawatiran, peniadaan kebiasaan share link pemuatan
artikel di grup-grup percakapan Gerakan Santri Menulis akan
menurunkan tingkat keterbacaan (views) situs web kita. Nyaranya
kekhawatiran itu tak terjadi. Trennya justru terus menaik meski tak
signifikan benar. Artinya kesadaran berliterasi yang sebenarnya telah
terbangun; bahwa ilmu dan informasi itu harus dicari, bukan dinanti.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
53
(2)
Ada kecenderungan para kontributor mulai banyak menulis berita
untuk rubrik Teras. Namun, masih banyak yang belum terbiasa dengan
bentuk berita yang sebenarnya. Sering bercampur antara berita dan
opini —padahal dalam berita tak boleh ada opini.
Untuk kecenderungan ini ada dua hal yang perlu
digarisbawahi. Pertama, kita harus lebih membiasakan diri dengan
rumus “5W1H” dalam penulisan berita —kalau perlu sering-sering
berlatih menulis berita (bukan untuk dimuat) dan membanding-
bandingkan hasilnya dengan berita-berita pada media mainstream.
Kedua, berita yang cocok muat di situs web kita benar-benar berita
tentang dunia santri, dunia pesantren, oleh dan untuk kalangan
pesantren. Misalnya, belum lama ini ada kontributor yang submit berita
tentang Kementerian Agama menyelenggarakan diklat (dakwah)
digital. Institusi negara ini punya perangkat dan modal berlebih untuk
menyiarkan kegiatannya ke seluruh dunia, karena itu web kita tak
merasa perlu untuk memberitakannya. Lain soal kalau kegiatan serupa
diselanggarakan oleh pesantren, maka duniasantri.co harus
memberitakannya. Sesederhana itu rumusan umumnya.
Sebagai catatan di poin kedua, direkomendasikan, dan memang ada
baiknya demikian, seluruh kontributor duniasantri.co membiasakan diri
dengan penulisan jurnalistik dengan penerapan kaidah “5W1H”.
Percayalah, dengan membiasakan diri dan menguasai penulisan
jurnalistik, menulis dalam bentuk apa saja akan terasa lebih mudah.
Basis atau fondasi kepenulisan kita akan semakin kukuh. Itulah
kenapa, dalam satu workshop cerpen kita, Putu Fajar Arcana
menyodorkan teknik penulisan cerpen dengan mengadopsi kaidah
penulisan jurnalistik “5W1H” ini.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
54
Karena kita bukan jurnalis sungguhan, kita bisa belajar dan
mencobanya dengan cara sangat sederhana. Menuliskan peristiwa
sehari-hari di sekitar kita dalam bentuk berita, dengan penerapan
kaidah “5W1H”, diulang dan terus diulang hingga kita mahir
melakukannya. Persis seperti belajar naik sepeda.
(3)
Jumlah santri yang melakukan registrasi sebagai kontributor semakin
banyak dan beragam, terutama beragam dalam hal kemampuan dan
usia. Saat ini sudah bergerak ke angka 500 kontributor. Dari segi
kemampuan, misalnya, ada yang sudah mahir dan memiliki gaya
tersendiri dalam menulis. Namun, tak sedikit yang masih belajar dan
tulisannya belepotan. Dari segi usia, misalnya, ada yang sudah di atas
40 tahun. Tapi ada juga yang masih 12 tahun! (Bayangkan, anak 12
tahun mendaftar menjadi kontributor duniasantri.co!)
Dengan semakin banyaknya kontributor, tentu tingkat “persaingan”
menulis di duniasantri.co menjadi lebih ketat. Setidaknya, durasi
pemuatan tulisan dari seorang kontributor akan “terganggu” dengan
hadirnya kontributor- kontributor lain —mengingat keterbatasan
sumber daya di lingkungan jejaring duniasantri.
Dengan latar itu tentu diperlukan “seni” tersendiri dalam menentukan
“standar mutu” pemuatan tulisan, mula-mula dimulai dari “standar
minimalis” dan terus di-upgrade sesuai dengan perkembangannya.
Jika cermat memeriksa tulisan-tulisan masa-masa awal duniasantri.co
hingga yang terkini, pasti akan terasa ada tahapan “upgrading” standar
yang dipakai.
Intinya, dari waktu ke waktu harus selalu ada peningkatan standar
kualitas. Kita tidak bisa hanya “begini-begini saja” atau “begitu-begitu
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
55
saja” dan cukup puas dengan itu. Harus ada saatnya situs web kita ini,
duniasantri.co, “tak layak” lagi mewadahi perkembangan kepenulisan
kita hingga kita harus mencari media-media yang lebih besar, yang
lebih berkualitas, mungkin lebih berkelas dan bergengsi, untuk
mewadahi karya-karya kita. Dan di saat itu mungkin kita juga sudah
menerbitkan media baru yang sekarang sedang digagas oleh teman-
teman di jejaring duniasantri: “jurnal ilmiah duniasantri”.
Untuk naik ke puncak, kita harus menyiapkan dulu tangganya. Dan
duniasantri.co adalah salah satu dari anak-anak tangga itu.
Untuk catatan poin ketiga ini, ada beberapa hal yang perlu
digarisbawahi. Pertama, tidak semua penulis selalu bisa melahirkan
tulisan yang baik, atau sebaik sebelumnya dan setelahnya. Itulah
kenapa adakalanya kadang-kadang tulisan kita dimuat kadang-kadang
tidak. Yang tulisannya pernah dimuat duniasantri.co tidak berarti
seluruh tulisan yang kemudian juga akan dimuat. Sebab, setiap tulisan
akan diperlakukan sama: melalui tahapan dan proses editing.
Tapi reaksi para penulisnya memang berbeda-beda. Ada yang tak
peduli jika ada tulisannya yang tidak dimuat dan terus saja berkarya.
Ada yang setelah tulisan terakhirnya tak dimuat berhenti mengirimkan
karyanya. Ada yang tak peduli tulisannya tak pernah ada yang dimuat
dan terus saja mengirimkan karyanya. Ada yang sekali dua kali
mengirimkan tulisan dan berhenti melakukannya karena tak dimuat.
Ada yang baru bergabung dan baru submit satu tulisan minta segera
dimuat. Bermacam ragam.
Sekarang kita ambil contoh. Di duniasantri.co, Kiai Rusdi tergolong
paling aktif dan tulisannya paling banyak dimuat. Tapi jangan salah
sangka. Bukan berarti tak ada tulisannya yang tak dimuat. Banyak.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
56
Mungkin malah paling banyak. Tapi Kiai Rusdi sepertinya paham
kenapa tulisannya yang ini atau yang itu tak dimuat.
Contoh lain adalah Khalil Satta Elman yang puisi teranyarnya dimuat
pada Jumat (10/9/2021). Empat puisi di bawah judul “Ibu, Malam
Sudah Terpejam” itu merupakan seleksi dari sekitar 15 puisinya yang
dikirimkan secara berturut-turut sejak sebulan sebelumnya. Artinya,
ketika “serumpun” puisi yang dikirimkannya belum dimuat, Khalil Satta
tetap berkarya dan mengirimkan karya-karya lainnya. Artinya, banyak
juga puisi Khalil Satta yang oleh tim redaksi dinilai tidak layak muat.
Kedua, ada sejumlah penulis yang mencoba “curang”. Mungkin sudah
tidak ada lagi plagiasi atau copy paste —setelah tahun lalu. Tapi ada
saja yang mencoba-coba mengirimkan tulisan sendiri tapi sebelumnya
sudah pernah dimuat media lain. Tim redaksi selalu
melakukan tracing terhadap setiap tulisan yang masuk. Jika diketahui
ada yang seperti ini, maka duniasantri.co tidak akan memuat
tulisannya, termasuk tulisan-tulisannya yang lain, sampai dengan
adanya klarifikasi dari yang bersangkutan dengan catatan tidak akan
ada lagi pengulangan.
Ketiga, untuk yang baru bergabung dengan duniasantri.co, karena
dalam dua minggu belakangan banyak yang baru membuka akun
kontributor, ada baiknya mempelajari terlebih dahulu karakter dari
setiap rubrik di duniasantri.co dan standar penulisannya. Ini diperlukan
agar kita mengenal betul karakter dan politik redaksional
duniasantri.co sehingga tidak melakukan hal yang sia-sia. Contohnya,
seseorang mengirimkan tulisan yang isinya berasal dari ceramah
seorang gus/kiai di kanal Youtube. Itu bukan konsumsinya
duniasantri.co. Sebab, orang sudah bisa menyimaknya di kanal
Youtube.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
57
Atau, contoh lain, adalah tulisan-tulisan bertema “Islam amalan” atau
“Islam how to”. Misalnya, tentang bacaan ayat tertentu agar cepat
kaya atau terbebas dari utang, dan yang semacamnya itu. Tulisan-
tulisan bernada seperti ini pasti tak dipertimbangkan. Jadi, mengenali
karakter dan politik redaksional itu penting bagi semua penulis.
Keempat, bagi yang sudah (sering) mengirimkan tulisan tapi belum
pernah dimuat sebaiknya tak pernah berputus asa mencoba dan terus
meng-upgrade kemampuan kepenulisannya. Untuk sementara, tulisan-
tulisan tersebut oleh tim redaksi memang dinilai belum memenuhi
syarat —bahkan setelah dibongkar-pasang secara berulang. Ada
baiknya sebelum submit mengonsultasikan tulisannya ke kanan-ke kiri
atau ke teman-teman yang sudah piawai, termasuk teman-teman yang
ada di grup Gerakan Santri Menulis. Intinya, tunas-tunas kepenulisan
itu jangan sampai layu atau mati sebelum berkembang.
EJAAN BAKU
Salah/Tak Baku Benar/Baku
adzan azan
afdol/afdhol afdal
agamis agamais
ajeg ajek
akherat akhirat
aktifitas aktivitas
Alquran Al Quran
anugrah anugerah
analisa analisis
antri antre
apotik apotek
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
58
aquarium akuarium
asesoris aksesoris
ashar asar
atlit atlet
azas asas
baligh balig; akil balig
baqo baqa
barzah barzakh
barokah berkah
bathil batil
bathin batin
cabe cabai
cendikiawan cendekiawan
cenderamata cinderamata
ceritera cerita
cidera cedera
capek capai
coklat cokelat
da’i dai
dekrit dekret
derajad derajat
detil detail
dhuhur zuhur
diagnosa diagnosis
dzikir zikir
efektifitas efektivitas
ekstrim ekstrem
elit elite
fardhu fardu
faham paham
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan----------
-
59
fikir(an) pikir (an)
fiqih fikih
formil formal
gubug gubuk
hadang adang (mengadang, menghalangi)
handal andal
hadist/hadits hadis
hafidz hafiz
hakekat hakikat
hapal(an) hafal(an)
hembus embus
himbau imbau
hirarki hierarki
hisap isap
utang utang
ijasah ijazah
ijin izin
imaginasi imajinasi
indra indera
insyaf insaf
isro mi’roj isra mikraj
isteri istri
jamaah jemaah
jaman zaman
jariyah (amal) jariah
jenasah jenazah
Juma’at Jumat
Jus (buah) juz (bab)
kantong kantung
karomah keramat
Panduan Menulis _ebooks.pdf
Panduan Menulis _ebooks.pdf
Panduan Menulis _ebooks.pdf
Panduan Menulis _ebooks.pdf
Panduan Menulis _ebooks.pdf
Panduan Menulis _ebooks.pdf
Panduan Menulis _ebooks.pdf

Más contenido relacionado

Más de Ketua LBM MWC NU Lenteng dan Wakil Ketua Ansor lenteng bagian MDS RA

Más de Ketua LBM MWC NU Lenteng dan Wakil Ketua Ansor lenteng bagian MDS RA (20)

KOP MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH TARBIYATUL BANAT.docx
KOP MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH  TARBIYATUL BANAT.docxKOP MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH  TARBIYATUL BANAT.docx
KOP MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH TARBIYATUL BANAT.docx
 
SK- MADRASAH DINIYAH- TARBIYATUL BANAT - GURU-.docx
SK- MADRASAH DINIYAH- TARBIYATUL BANAT - GURU-.docxSK- MADRASAH DINIYAH- TARBIYATUL BANAT - GURU-.docx
SK- MADRASAH DINIYAH- TARBIYATUL BANAT - GURU-.docx
 
panduan menulis karya ilmiah bagi pemulapdf
panduan menulis karya ilmiah bagi pemulapdfpanduan menulis karya ilmiah bagi pemulapdf
panduan menulis karya ilmiah bagi pemulapdf
 
Tugas Makalah Instika Annuqayah Guluk- Guluk .docx
Tugas Makalah Instika Annuqayah Guluk- Guluk .docxTugas Makalah Instika Annuqayah Guluk- Guluk .docx
Tugas Makalah Instika Annuqayah Guluk- Guluk .docx
 
SOAL PAS PENDIDIKAN JASMANI KELAS ENAM SEMESTER GANJIL
SOAL PAS PENDIDIKAN JASMANI KELAS ENAM SEMESTER GANJILSOAL PAS PENDIDIKAN JASMANI KELAS ENAM SEMESTER GANJIL
SOAL PAS PENDIDIKAN JASMANI KELAS ENAM SEMESTER GANJIL
 
HASIL KEPUTUSAN BAHSUL MASAIL LENTENG 2023.pdf
HASIL KEPUTUSAN BAHSUL MASAIL  LENTENG 2023.pdfHASIL KEPUTUSAN BAHSUL MASAIL  LENTENG 2023.pdf
HASIL KEPUTUSAN BAHSUL MASAIL LENTENG 2023.pdf
 
Praktis Pantuan Materi Bahasa Indonesia.docx
Praktis Pantuan Materi Bahasa Indonesia.docxPraktis Pantuan Materi Bahasa Indonesia.docx
Praktis Pantuan Materi Bahasa Indonesia.docx
 
Mengenal Tokoh tasawuf indonesia dari masa kemasa.docx
Mengenal Tokoh tasawuf indonesia dari masa kemasa.docxMengenal Tokoh tasawuf indonesia dari masa kemasa.docx
Mengenal Tokoh tasawuf indonesia dari masa kemasa.docx
 
KUMPULAN Qaidah nahwu (imriti dan alfiyah).docx
KUMPULAN Qaidah nahwu (imriti dan alfiyah).docxKUMPULAN Qaidah nahwu (imriti dan alfiyah).docx
KUMPULAN Qaidah nahwu (imriti dan alfiyah).docx
 
SOAL NAHWU MTS TARBIYATUL BANAT SIP.docx
SOAL NAHWU MTS TARBIYATUL BANAT SIP.docxSOAL NAHWU MTS TARBIYATUL BANAT SIP.docx
SOAL NAHWU MTS TARBIYATUL BANAT SIP.docx
 
SOAL NAHWU UNTUK MADRASAH TSANAWIYAH .docx
SOAL NAHWU UNTUK MADRASAH TSANAWIYAH .docxSOAL NAHWU UNTUK MADRASAH TSANAWIYAH .docx
SOAL NAHWU UNTUK MADRASAH TSANAWIYAH .docx
 
04. Kisi-kisi PAS Fikih Kelas VII -MTS TARBIYATUL BANAT.docx
04. Kisi-kisi PAS Fikih Kelas VII -MTS TARBIYATUL BANAT.docx04. Kisi-kisi PAS Fikih Kelas VII -MTS TARBIYATUL BANAT.docx
04. Kisi-kisi PAS Fikih Kelas VII -MTS TARBIYATUL BANAT.docx
 
Marjius_Salik_juz_1.pdf
Marjius_Salik_juz_1.pdfMarjius_Salik_juz_1.pdf
Marjius_Salik_juz_1.pdf
 
Piagam_MQK_Fathul_Qorib_Lengkap.pdf
Piagam_MQK_Fathul_Qorib_Lengkap.pdfPiagam_MQK_Fathul_Qorib_Lengkap.pdf
Piagam_MQK_Fathul_Qorib_Lengkap.pdf
 
SOAL PAS FIQIH KELAS 7 - MTs tarbiyatul banat.docx
SOAL PAS FIQIH KELAS 7 - MTs tarbiyatul banat.docxSOAL PAS FIQIH KELAS 7 - MTs tarbiyatul banat.docx
SOAL PAS FIQIH KELAS 7 - MTs tarbiyatul banat.docx
 
PAS FIQIH Kls 8 MTs Tarbiyatul Banat.docx
PAS  FIQIH Kls 8 MTs Tarbiyatul Banat.docxPAS  FIQIH Kls 8 MTs Tarbiyatul Banat.docx
PAS FIQIH Kls 8 MTs Tarbiyatul Banat.docx
 
E-Book Cinta Bahasa Indonesia.pdf
E-Book Cinta Bahasa Indonesia.pdfE-Book Cinta Bahasa Indonesia.pdf
E-Book Cinta Bahasa Indonesia.pdf
 
TEKNIK DASAR PENGUASAAN WORD.docx
TEKNIK DASAR PENGUASAAN WORD.docxTEKNIK DASAR PENGUASAAN WORD.docx
TEKNIK DASAR PENGUASAAN WORD.docx
 
Bahasa Arab 3-pdf sip.pdf
Bahasa Arab 3-pdf sip.pdfBahasa Arab 3-pdf sip.pdf
Bahasa Arab 3-pdf sip.pdf
 
Bahasa Arab 3.docx
Bahasa Arab 3.docxBahasa Arab 3.docx
Bahasa Arab 3.docx
 

Último

Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfsdn3jatiblora
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 

Último (20)

Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 

Panduan Menulis _ebooks.pdf

  • 2. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 1 Kirim Tulisan di Dusan duniasantri.co menjadi satu-satunya situs web berita berbasis komunitas santri yang menerapkan konsep citizen journalism. Berikut panduan bagi Anda untuk mengirimkan tulisan ke duniasantri.co: Status Anda Jika Anda seorang santri, alumnus pondok pesantren, atau tergolong orang-orang yang bergiat dan berkhidmat di dunia pesantren, Anda dapat menjadi kontributor dan mengirimkan berita/tulisan untuk dimuat di duniasantri.co. Registrasi Warga duniasantri Sebelum mengirimkan tulisan, Anda terlebih dahulu harus melakukan registrasi untuk menjadi warga duniasantri. Anda harus mengisi form isian secara benar dan lengkap, seperti nama (sesuai KTP), tempat dan tanggal lahir, usia, nama pesantren/lembaga pendidikan dan alamatnya, dan hobi serta bidang yang diminati. Setelah registrasi divalidasi, Anda dapat mulai submit tulisan. Cara registrasi seperti ini: Bentuk Kiriman Tulisan yang Anda kirimkan dapat berbentuk berita (straight news), features, opini, puisi, cerpen, atau lainnya sesuai dengan rubrikasi yang tersedia di duniasantri.co. Anda juga bisa mengirimkan foto-foto atau video hasil dari rekaman peristiwa/kegiatan di pesantren- pesantren dari berbagai pelosok Nusantara. Berikut tutorial pengiriman ke duniasantri.co: Ketentuan-ketentuan 1. Tulisan harus merupakan karya asli. Dan dilarang keras mengirimkan karya orang lain atau plagiasi dari karya orang lain.
  • 3. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 2 2. Tulisan harus merupakan karya asli yang hanya dikirimkan dan untuk dimuat di duniasantri.co. Dilarang mengirimkan tulisan untuk duniasantri yang sekaligus dalam waktu bersamaan atau berdekatan juga dikirimkan ke media lain. 3. Batas pemuatan tiap tulisan yang dikirim paling lama dua bulan. Jika pengirim tulisan merasa sudah menunggu terlalu lama namun tulisannya belum rilis, pengirim bisa mengirimkan karyanya ke media lain dengan terlebih dahulu mencabut atau men-delete tulisan yang sudah di-submit di duniasantri.co. 4. Tiap tulisan atau karya yang dimuat akan memperoleh honorarium sebesar Rp 50.000 dan hanya bisa dimintakan klaim pembayaran tiap lima kali pemuatan (kelipatan lima pemuatan karya). 5. Kontributor yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan ini akan dinonaktifkan akunnya sebagai kontributor. TANYA JAWAB MENULIS DI DUNIASANTRI Sekadar menjawab sejumlah pertanyaan tentang kepenulisan di duniasantri secara umum. Disampaikan dengan model tanya jawab untuk memudahkan pembacaan. Jika masih ada yang kurang nanti akan disempurkan, dan hasilnya akan di-insert ke dalam “Panduan Mengirimkan Tulisan” di web kita. Seperti apa kriteria umum tulisan yang bisa dimuat di duniasantri? Ya ditulis dalam bahasa Indonesia (dan Inggris) yang baik, yang baku. Struktur penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah umum yang berlaku, baik itu untuk kategori karya tulisan-tulisan jurnalistik maupun kreatif. Tentu, untuk tulisan-tulisan yang lebih dekat dengan karya jurnalistik, topik-topik yang hangat, yang up to date, yang related dengan kondisi kekinian, akan lebih diutamakan.
  • 4. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 3 Adakah batasan panjang-pendeknya tulisan? Tidak ada pembatasan apakah tulisan akan sependek ingatan kita atau sepanjang jalan kenangan kita. Sebab, pembatasan panjang- pendek tulisan lebih cocok untuk media cetak yang ruangnya memang terbatas. Media digital ini kan ruang maya, ruangnya tak terbatas. Panjang-pendek tulisan akan lebih pas jika disesuaikan dengan jenis, karakter, dan topik tulisan. Misalnya, untuk tulisan yang bersifat news, informatif, akan lebih cocok jika tulisannya pendek. Tapi jika berupa analisis teoretik dan empirik, atau kajian-kajian yang radiks, atau penyajian dan analisis hasil-hasil riset, yang memang diperlukan tulisan yang panjang, bahkan malah bisa bersambung-sambung. Cerpen saja, yang berarti cerita pendek, tak berarti tulisannya harus pendek. Tapi bagaimana cerita dan penceritaannya. Apakah tulisan yang sudah baik pasti dimuat? Dan bagaimana dengan politik redaksionalnya? Pada kasus-kasus tertentu, tidak semua tulisan yang baik, yang sudah menenuhi kaidah-kaidah umum penulisan, dimuat. Misalnya, tulisan yang menyinggung SARA pasti tak dimuat. Yang mengandung unsur diskriminatif, kebencian, penistaan, hoaks, dan semacamnya pasti tak akan dimuat. Bukan hanya itu, tulisan yang tak cocok dengan karakter politik redaksional juga dikesampingkan. Misalnya, ada tulisan yang temanya membahas keajaiban ayat-ayat tertentu, atau amalan-amalan tertentu, seperti “jika ingin terbebas dari beban utang maka bacalah Al-Fatikhah seribu kali”. Kita tahu hal-hal seperti itu bagian dari tradisi-tradisi santri, tapi bukan ranahnya duniasantri untuk merilisnya. Jika kita ingin menuliskannya, harus tetap dalam perspektif tradisi, menempatkannya
  • 5. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 4 sebagai tradisi. Kita bukan pemberi “ijazah” untuk hal-hal seperti itu. Karena itu, sebaik apa pun tulisannya, jika isinya hal-hal berbau seperti itu pasti tidak akan dimuat. Contoh lain, misalnya, banyak sekali submit naskah dengan tema hukum-hukum domestik, yang merujuk pada produk fikih abad pertengahan. Seperti, ngomongin status hukum anak di luar nikah, hukum poligami, hukum nikah muda, hukum nikah dan syarat- syaratnya, hukum riba, atau halal-haramnya hal ihwal. Bukan pada tempatnya duniasantri merilis artikel-artikel dengan muatan seperti itu kecuali membawa perspektif baru, menawarkan sudut pandang baru, atau ide-ide baru. Karena semua itu sudah ada dalam kompilasi hukum Islam, tak perlu diulang-ulang di sini. Ada juga, tulisan yang baik namun tak dimuat karena temanya atau topiknya mengulang-ulang hal yang sama yang pernah dimuat di duniasantri. Jadi, penulis duniasantri juga harus membaca-baca tulisan-tulisan yang pernah dimuat di duniasantri. Kalau tema atau topiknya sama, tinggalkan. Kecuali kita akan menghadirkan perspektif baru, sudut pandang baru. Apakah ada kriteria-kriteria khusus untuk rubrik-rubrik yang berbeda-beda? Tiap rubrik memang memiliki kekhususan, dan banyak yang mengutamakan local content. Misalnya, untuk rubrik berita Teras. Ini memang dikhususkan untuk berita-berita kesantrian, yang datang dari lingkungan santri atau pesantren. Tapi peristiwa yang diberitakan memang harus update, yang terkini. Contoh lain, misalnya, pada rubrik Sosok. Sedari awal, rubrik ini memang tak dimaksudkan untuk memuat tulisan tentang profil tokoh- tokoh yang sudah masyhur, yang sudah popular karena sosoknya
  • 6. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 5 kerap nampang di berbagai media. Justru, rubrik Sosok ini memberi ruang untuk tokoh-tokoh santri, orang-orang pesantren, atau kiai-kiai kampung yang betebaran di berbagai pelosok Nusantara, yang belum terendus media. Mengglobalkan yang lokal, itulah tujuannya. Karena itu, banyak kiriman artikel yang mengangkat tokoh-tokoh yang sudah sangat popular yang justru dikesampingkan oleh redaksi duniasantri. Itu sekadar beberapa contoh. Kalau kita banyak membaca tulisan- tulisan di berbagai rubrik yang ada, kita akan tahu seperti apa tanpa harus dijelas-jelaskan. Naskah apalagi yang banyak tak diloloskan, dan kenapa? Cerpen dan puisi. Cerpen tergolong naskah yang banyak tak diloloskan. Kenapa? Begini, cerpen itu bukan jalan lurus, bukan sirathal mustaqim. Cerpen itu jalan berliku, bercecabang, naik turun, penuh warna, beronak duri, dan tak bisa diduga-duga akan berujung di mana atau mengantarkan kita ke mana. Sebab, cerpen itu bukan menceritakan kehidupan malaikat atau setan, tapi kehidupan manusia yang penuh kemungkinan, penuh misteri. Ada satu kisah menarik, yang darinya kita bisa membuat pilihan mau menulis cerpen atau naskah khotbah Jumat. Ini kisah Kiai Chudlori Tegalrejo yang popular itu. Suatu waktu Kiai Chudlori didatangi warga desa yang terpecah jadi dua kubu. Satu kubu ingin dana desa digunakan membangun masjid. Kubu lain malah ingin buat beli gamelan. Mereka nyaris berantem hanya karena perbedaan penggunaan dana desa. Mereka akhirnya mendatangi Kiai Chudlori untuk minta pendapat. Jika kita ingin Kiai Chudlori memberi saran agar dana desa digunakan untuk membangun masjid, tentu yang akan kita tulis berupa naskah semacam bahan-bahan khotbah Jumat atau materi dakwah.
  • 7. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 6 Beruntung, ketika itu Kiai Chudlori justru menyarankan agar dana desa dipakai membeli gamelan saja. Alasannya, agar masyarakat rukun. Jika masyarakat sudah rukun, masjid akan terbangun dengan sendirinya melalui gotong royong. Apa yang disarankan Kiai Chudlori itu, sampai di titik dana desa digunakan untuk membeli gamelan, adalah jalan berliku itu, dan itulah cerpen. Nanti, di titik jika pada akhirnya benar masyarakat dengan bermain gamelan menjadi rukun dan bergotong royong membangun masjid, itulah hikmah. Jadi, meskipun penulisannya baik, cerpen yang ceritanya “lurus-lurus saja” dan cenderung mendakwahi pembaca, kurang cocok untuk duniasantri. Kalau puisi bagaimana? Ini termasuk yang paling rumit dan kompleks untuk dijelaskan. Sebab, tak ada standar dan kualifikasi baku. Tulisan yang penulisannya paling bebas ya puisi ini, termasuk dalam hal pilihan dan pengembangan diksi. Yang jelas begini: meskipun puisi itu soal rasa soal hati, ia bukan “baperan” kita. Orang nulis puisi itu memang pakai bahasa rasa bahasa hati, tapi tidak harus kita “baper” melalui puisi yang menjadikan puisi kita “puisi baperan”. Kebanyakan puisi yang tak lolos itu ya karena penulisnya baper —selain pilihan diksi dan susunan katanya memang tak berlogos puisi. Bisa dijelaskan seperti apa gambaran naskah-naskah yang masuk ke duniasantri?
  • 8. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 7 Dari segi jumlah, banyak dan tergolong produktif. Selama tiga tahun ini, total sudah ada hampir 5000 naskah yang masuk dari berbagai genre, dari santri-santri di seluruh Indonesia. Namun, dari jumlah itu, yang layak rilis masih kurang dari 3000. Dan, 2000-an naskah tak diloloskan. Problem krusialnya di mana sehingga ribuan naskah itu tak diloloskan? Yang paling krusial karena kita belum terbiasa bermain dengan data dan referensi. Kebanyakan penulis kita belum terbiasa menulis berbasis data, riset, dan referensi yang cukup. Sehingga tulisan-tulisan itu menjadi tak punya makna apa, bahkan bisa tergelincir ke dalam hoaks. Bisa diberikan contoh? Ok. Ini salah satu contoh submit naskah yang kalau berbasis data dan riset akan menjadi tulisan sangat brilian. Tulisan itu mengangkat tema wakaf. Sepertinya, penulisnya ingin mengatakan bahwa jika wakaf dikelola dengan baik dan optimal, akan mampu menjadi pengungkit dan memandirikan perekonomian rakyat. Tulisannya diawali dengan narasi bahwa ekonomi Indonesia mengalami krisis sehingga muncul kemiskinan di mana-mana sebab pengangguran semakin banyak. Disusul kemudian dengan narasi bahwa kondisi demikian bisa diatasi salah satunya dengan pengelolaan wakaf, dan diakhiri dengan teori manajemen tentang wakaf. Bayangkan, menulis ekonomi tanpa data yang elementer sekalipun. Contoh, data dan indikator yang menunjukkan terjadinya krisis tak disebut, termasuk waktunya. Kalau hari ini kita menyebut Indonesia
  • 9. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 8 mengalami krisis ekonomi, dipastikan akan menjadi hoaks karena data resmi menunjukkan hal sebaliknya. Juga, tentang keberadaan wakaf. Nihil data. Padahal, kalau mau riset kecil-kecilan di Internet, kita bisa tahu berapa sebenarnya nilai dan perputaran ekonominya. Termasuk, bagaimana kondisi lembaga- lembaga pengelola wakaf dan pengelolaannya. Padahal, dengan data dan referensi yang cukup, itu bisa menjadi tulisan dengan tawaran ide- ide brilian. Submit naskah sejenis yang lain juga banyak. Misalnya, ngomongin tentang stigma kemiskinan dan kemandirian ekonomi pesantren, tapi sama sekali tak didukung datanya. Jadi, ya, bagaimana bisa lolos. Sayang, memang, kita belum terbiasa menulis berbasis riset dan data plus referensi yang cukup. CATATAN DARI REDAKSI (1) Catatan dari redaksi ini dibuat khusus untuk sahabat-sahabat mahasantri, namun sebagai pengingat dan untuk pembelajaran bersama, seluruh warga duniasantri sebagai kontributor/penulis duniasantri.co dapat menyimaknya. Pertama, menulis artikel untuk media massa (baik cetak maupun online) pasti berbeda dengan menulis untuk tugas-tugas akademis, mulai dari paper, skripsi, tesis, sampai disertasi atau karya ilmiah lainnya. Karakter, bentuk, dan gaya penulisannya pasti berbeda. Dalam catatan redaksi terdahulu, sudah disampaikan tentang bagaimana menulis artikel yang baik untuk media massa. Pada intinya, setiap topik, pokoh bahasan, atau permasalahan ditulis dengan gaya popular. So, sudah pasti “mengabaikan” kaidah-kaidah penulisan
  • 10. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 9 karya ilmiah. Misalnya, tidak perlu ada abstrak, pendahuluan, landasan teori, metodologi penelitian, tujuan penelitian, dan sebagainya. Untuk itu, di mesin pencari Google ada banyak panduan dan contoh- contohnya. Kedua, artikel untuk media massa mensyaratkan keragaman dan kehangatan (aktual/kontekstual), baik dari sisi ide/gagasan maupun sudut pandang (angle) dari penulis dan kepenulisannya. Misalnya, karena mahasantri dalam satu jurusan ada tugas kuliah penulisan paper dengan topik hukum keluarga, maka naskah yang submit ke duniasantri.co seragam belaka. Semua membahas tentang hukum perkawinan/perceraian dalam Islam. Dari sudut pandang yang sama. Dan itu jumlahnya puluhan. Nah, rasanya tidak mungkin duniasantri.co akan memuat semua tulisan, yang jumlahnya puluhan itu, padahal topik bahasan dan sudut pandangnya sama —dari tinjauan teoretis dan tekstual pula. Pasti hanya akan dipilih satu atau dua tulisan yang memenuhi syarat dan sesuai dengan politik redaksional setelah melalui proses penyuntingan atau bahkan pengguntingan. Tentang ini, sahabat-sahabat mahasantri harus pintar-pintar memilih topik yang menarik, yang hangat, atau memilih sudut pandang yang berbeda. Ketiga, ini tentang artikel untuk media massa, yang kebetulan jenis medianya media komunitas santri (santri journalism); artinya, kita tidak sedang menulis artikel untuk “buku pintar” atau “buku panduan teknis beribadah” atau bahkan “kitab mujarobat”. Misalnya, tentang keutamaan membaca surat-surat atau ayat-ayat tertentu dari al-Quran. Seperti, agar terhindar dari fitnah harus membaca ayat ini atau itu. Atau, agar rezeki lancar maka bacalah ayat ini atau itu. Itu bukan kaplingnya duniasantri.co. Terhadap fenonema seperti itu, misalnya,
  • 11. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 10 duniasantri.co akan berdiri dari sudut pandang tradisinya. Tentang keutamaan dan pahalanya, biarlah itu tetap menjadi rahasia dan urusan Tuhan. Karena itu, mohon maaf sekiranya tidak semua artikel yang di-submit oleh sahabat-sahabat mahasantri bisa dimuat. Tapi tidak berarti kita harus berhenti menulis untuk duniasantri.co. Bersama dengan berjalannya waktu, kita pasti akan sampai pada satu titik: oh, ternyata menulis itu, menulis untuk duniasantri.co, gampang belaka… dan tiba- tiba para santri dan mahasantri telah menjadi penulis-penulis hebat yang tulisannya dibaca begitu banyak kalangan. CATATAN DARI REDAKSI (2) Keempat: sebenarnya kita punya rubrik yang dari awal dipersiapkan sebagai andalan dan kekhasan duniasantri.co, yaitu Santri Way (bisa diartikan “jalan santri” atau “gaya santri, atau justru dibaca sebagai santri wae [Jawa]). Dijadikan andalan dan kekhasan karena rubrik ini dimaksudkan untuk mewadahi cerita-cerita yang hidup di lingkungan pesantren dengan segala ragam keunikan dan kekhasannya. Namun, rupanya ini menjadi salah satu rubrik yang paling jarang diisi oleh para kontributor duniasantri.co, meskipun kami telah mengawalinya dengan beberapa tulisan yang bahkan sebagiannya merupakan pengalaman pribadi. Padahal, ada banyak cerita hidup yang khas di lingkungan pesantren yang memiliki tingkat human interest tinggi, dengan segala hikmah dan pesan moralnya. Cerita-cerita itu bisa berasal dari pengalaman pribadi atau kehidupan santri pada umumnya. Bagi santri mungkin cerita-cerita itu sebagai hal yang biasa dan tak bernilai apa-apa. Tapi bagi khalayak pembaca yang lebih luas, akan berbeda sudut pandang dan penerimaannya.
  • 12. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 11 Dari tulisan-tulisan yang pernah dimuat di rubrik Santri Way, dapat dipelajari begitulah kira-kira cara penyajian ceritanya. Kelima: kita juga punya rubrik Bintang yang dimaksudkan untuk mewadahi kisah hidup santri berprestasi. Tapi harus dicatat: prestasi tak melulu soal piala. Seorang santri yang mampu menghafal kitab Alfiah lebih cepat dari waktu yang dibutuhkan oleh santri pada umumnya, misalnya, jelas layak menjadi bintang. Seorang santri yang mampu mengkhatamkan dan menguasai kitab al-Hikam lebih cepat dari waktu yang dari waktu yang dibutuhkan oleh santri pada umumnya, misalnya, jelas layak diberi bintang. Seorang santri yang dengan segala keterbatasannya mampu menembus dan menyelesaikan studi di perguruan tinggi bergengsi, misalnya, jelas juga layak diberi bintang. Santri-santri dengan pencapaian seperti itulah, mungkin kita sendiri, atau teman-teman dekat kita, santri-santri di sekitar kita, sangat layak untuk dituliskan dalam rubrik Bintang duniasantri.co. Tentu dengan pertimbangan, jika santri dengan pencapaian seperti itu diprofilkan, akan menginspirasi santri-santri yang lain. Itulah perlunya ada konsep citizen journalism atau jurnalisme santri. CATATAN DARI REDAKSI (3) Keenam: di duniasantri.co, di antara rubrik-rubrik yang ada yang paling digandrungi para kontributor adalah cerpen dan puisi (dibaca: sastra pesantren). Cerpen dan puisi sepertinya menjadi rubrik “primadona”. Saban hari cukup banyak para santri mengirim tulisan berupa cerpen dan puisi. Namun, belum semua cerpen dan puisi yang dikirim para santri bisa dirilis karena, tentu saja, pertimbangan kelayakan (dan juga kemenarikan).
  • 13. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 12 Untuk cerpen, misalnya, tentu saja syarat utamanya adalah kekuatan cerita, penokohan, dan kemenarikan penceritaannya. Banyak cerpen yang dikirim belum menyuguhkan cerita apa-apa. Atau ada cerita tapi “datar-datar saja”. Misalnya, seorang cewek tiba-tiba tanpa alasan yang jelas diputus pacarnya. Setelah dia berdoa, pacarnya kembali dan meminta maaf. Dan sang tokoh kemudian bahagia…. Untuk sebuah cerita, misalnya, lebih kuat dan menarik yang mana: doa yang selalu langsung dikabulkan atau yang sebaliknya? Begitu juga dengan puisi. Masih banyak yang baru berupa “curahan kegalauan hati”, bukan buah dari kontemplasi, permenungan, dan pergulatan hidup. Masih banyak juga yang kering dari metafor. Malah tak jarang yang digunakan justru bahasa-bahasa teknis-akademis. Puisi tak boleh kehilangan keindahannya, rimanya, dan maknanya. Lalu apakah kita harus berhenti menulis cerpen dan puisi karena tidak atau belum ada yang dirilis? Tidak! Pertama, kita hanya perlu lebih banyak lagi membaca karya-karya terbaik, baik cerpen maupun puisi, dari penulis-penulis terbaik sebagai proses pembelajaran dan terus mencobanya lagi. Kedua, kita harus selalu ingat pertanyaan ini: untuk apa sastra ada? Sastra ada karena disiplin-disiplin ilmu yang lain tak bisa menampungnya. Karena itu, ketika menulis karya sastra, kita harus mampu menyuguhkan logika yang berbeda (terbalik?), cara berpikir yang berbeda, sudut pandang yang berbeda, cara dan sikap hidup yang berbeda. Kalau tidak memperoleh sesuatu yang berbeda, buat apa kita membaca karya sastra? CATATAN DARI REDAKSI (4)
  • 14. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 13 Ketujuh: seperti Santri Way, rubrik Pondok sejak mula juga disiapkan sebagai unggulan dan kekhasan duniasantri.co. Namun, justru tak banyak kontributor duniasantri.co yang mengirim tulisan tentang pondok pesantren untuk rubrik Pondok ini. Padahal, jika mau menuliskannya, ia boleh dibilang bisa menjadi sumber pertama tentang profil pondoknya. Sebab, asumsinya, semua kontributor duniasantri.co adalah santri, baik yang masih mondok maupun yang jebolan pondok. Seperti sering ditegaskan oleh almarhum Pak Bisri, “Inilah saatnya santri menulis tentang dunianya sendiri, tentang pesantrennya sendiri. Bukan santri dan pesantren yang ditulis oleh orang lain.” Kami tidak tahu, kenapa santri justru sangat jarang menulis tentang pesantrennya sendiri. Mungkin ewuh pakewuh? Takut kuwalat sama kiainya? Atau tidak tahu bagaimana cara menuliskannya? Entahlah. Menurut data Kemenag, di Indonesia tercatat ada sekitar 28 ribu pesantren, dengan beragam kategori, kekhasan, dan keunikannya. Betapa itu merupakan sumber pengetahuan yang sangat-sangat kaya, lebih-lebih jika ditulis oleh tangan pertama, dari orang-orang yang mengalaminya sendiri secara langsung. Ada dua cara mudah untuk melakukannya. Pertama, menuliskan pesantren sendiri tempat kita mondok. Tentu, yang diperlukan adalah data sejarah pondok dan profiling lengkapnya. Data mentahnya tentang itu pasti ada. Tinggal memperkaya dan memperdalam. Profil dasarnya biasanya meliputi proses pendiriannya, tokoh pendirinya, tahap-tahap pengembangannya, program-program unggulannya, perkembangan kesantriannya. Berikutnya kita tinggal menentukan tema, topik, atau angle yang paling menarik, yang didasarkan pada kekhasan dan keunikan dari pondoknya.
  • 15. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 14 Kedua, kita bisa menuliskan tentang pesantren lain, yang bukan pondok kita sendiri. Tentu untuk ini diperlukan riset. Toh, di zaman digital ini, untuk sekadar riset kecil-kecilan sudah ada “Mbah Google”. Yang harus diingat hanya ini: jangan tergantung hanya pada satu sumber. Kita harus punya lebih dari satu sumber untuk menguji hasil riset dan memperkaya bahan. Dan, sama dengan sebelumnya, berikutnya kita tinggal menentukan tema, topik, atau angle yang paling menarik, yang didasarkan pada kekhasan dan keunikan dari pondoknya. Banyak tulisan tentang pesantren di Rubrik Pondok dihasilkan dengan cara kedua ini. Kita bisa membaca ulang untuk mempelajarinya. Dan ini merupakan salah satu dari produk jurnalistik, dalam hal ini citizen journalism (jurnalisme santri). CATATAN DARI REDAKSI (5) Kedelapan: nyaris tak ada kontributor yang tidak pernah mencoba mengirimkan tulisan untuk Rubrik Opini. Ini menjadi seperti mahkotanya duniasantri.co, padahal seharusnya tidak begitu. Seperti pada rubrik lain, lumayan banyak kiriman tulisan untuk Opini yang belum bisa dirilis, tentu didasarkan pada pertimbangan kelayakan dan kemenarikan. Biasanya, tim redaksi membutuhkan effort yang ekstra untuk memeriksa dan mengkurasinya. Misalnya, satu artikel harus dibaca dulu berulang-ulang sebelum memperoleh sentuhan. Macam-macam problemnya. Ada tulisan opini yang pembukaannya berupa kalimat-kalimat puitis mendayu-dayu. Banyak yang kalimat-kalimatnya ngalor-ngidul tidak fokus pada pokok bahasannya. Ada pula yang hanya terdiri dari dua
  • 16. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 15 alenia pendek. Ada yang bahasanya bertele-tele, dan sebagainya, dan sebagainya. Susah? Mungkin, bagi yang baru memulainya. Berikut adalah pengetahuan dasar bagi yang memulai belajar menulis opini. Pertama, tentu kita harus menguasai bidang atau masalah yang akan kita tulis. Kedua, kita harus punya ide atau gagasan tentang apa yang akan ditulis. Opini, meskipun artinya harfiahnya adalah pendapat, dalam penulisan opini tak sekadar menuliskan pendapat, tapi harus didukung dengan argumentasi yang logis dan kuat, kalau perlu didasarkan pada teori atau hasil riset. Ketiga, kita harus menguasai teknik penulisan. Teknik ini berkaitan dengan struktur penulisan, seperti penjudulan, pembuka, pembahasan, dan penutupnya. Dengan struktur yang baik, pesannya lebih mudah dimengerti. Kalau struktur bolak-balik naik-turun, orang keburu capek membacanya. Keempat, kita memiliki kemampuan penggunaan bahasa yang baik, benar, efektif, efisien, sederhana, mudah dimengerti. Banyak dari kita yang suka menggunakan bahasa yang sok ilmiah dan asing, jelimet dan bertele-tele, agar terlihat keren dan intelek, padahal malah sulit dimengerti. Penulisan opini menghindari penggunaan bahasa seperti ini. Kita juga harus menguasai penulisan dalam bahasa yang benar dan baku. Bagaimana menulis opini yang baik menurut standar media massa? Selain keempat hal tersebut, ide tulisan opini yang pertama-tama harus aktual. Peristiwa apa yang sedang terjadi dan menjadi pembicaraan masyarakat luas, itulah yang dimaksud dengan aktual, dalam jurnalistik istilahnya peg news atau cantolan peristiwa.
  • 17. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 16 Bagaimana jika tidak ada peristiwa aktual sebagai peg news, sementara kita punya ide untuk menulis opini? Berarti harus ada unsur kebaruan dalam artikel yang akan kita tulis. Kalau tidak ada hal baru, buat apa kita menulis. Selain itu, kita harus paham bahwa peristiwa yang terjadi di masyarakat jelas bukan monopoli kita. Semua orang tahu. Maka, agar tulisan opini kita memiliki daya tarik, kita harus lihai memilih atau menentukan angle (sudut pandang). Contoh: saat ini semua orang sibuk membincangkan Omnibus Law Cipta Kerja dengan nasib buruh. Penulis yang jeli akan membidik dari angle lain: misalnya, adakah pengaruhnya bagi santri kelak? Yang tak kalah penting untuk membuat opini menarik adalah bagaimana kita mampu mengeksplorasi ide atau gagasan yang kita ajukan. Untuk menguatkan eksplorasi itu, lazimnya didukung dengan contoh peristiwa atau data. Meskipun begitu, harus diingat, jangan pernah menggurui (publik) dalam menulis opini, karena kita sedang menulis opini untuk beradu argumen. Lain cerita kalau kita sedang menjadi guru atau dai. Sesungguhnya, rubrik Opini duniasantri.co ini memuat sekaligus apa yang dimaksud dengan artikel, opini/kolom, dan esai. Meskipun memiliki pengertian sama, semuanya berkaitan dengan penulisan pendapat, namun pada dasarnya ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda. Artikel biasanya berupa sebentuk tulisan nonfiksi berisi fakta dan data yang disertai (sedikit) analisis dan opini dari penulisnya, hanya menyangkut satu pokok permasalahan, dan ditinjau dari satu disiplin ilmu atau satu teori ilmiah. Ini masuk kategori tulisan ilmiah, dan lebih dekat dengan terbitan berkala atau jurnal. Opini juga karya tulis nonfiksi dan berisi pendapat atau gagasan dari penulisnya seperti yang terurai tadi. Namun bersifat bebas, logis,
  • 18. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 17 obyektif, disertai argumentasi berdasarkan fakta dan data. Namun, pendapat pribadi penulis lebih diutamakan dengan dukungan argumentasi atau penjelasan yang kuat. Sementara, esai lebih merupakan karangan prosa. Maka, esai bisa dimasukkan ke dalam kategori karya sastra. Meskipun, pengertiannya nyaris sama dengan opini, di antara yang membedakannya adalah faktor analisis, interpretasi, dan refleksi dari penulisnya dengan gaya penulisan dan penggunaan bahasa yang khas. Konon, tingkat paling sulit adalah menulis esai dibanding bentuk-bentuk opini yang lain. Karena itu, pada esai, meskipun tanpa dicantumkan nama penulisnya, biasanya orang akan tahu oh.. ini tulisannya Kang Sobary, Kang Zastrouw, Mahbud Junaidi, atau bahkan Gunawan Muhamad. Masih ada satu kunci lagi untuk membuat opini kita memiliki daya tarik untuk dibaca: judulnya harus menarik, eye catching. Pada sambungan berikutnya kita akan berbagi soal bagaimana trik membuat judul semenarik mungkin. CATATAN DARI REDAKSI (6) Kesembilan: membuat judul menjadi salah satu bagian paling sulit, terutama untuk tulisan di media dibandingkan dengan untuk karya ilmiah seperti skripsi, tesis, atau disertasi. Kenapa? Faktor pembatas dan tuntutannya jauh lebih banyak. Ada pembatas ruang (space) dan waktu (deadline). Ada tuntutan ketertarikan publik (pasar). Inilah kenapa, sudah lebih dari setahun duniasantri.co, lebih dari 80 persen tulisan yang dimuat, sedikit banyak judul-judulnya mengalami pengubahan/penyesuaian dibandingkan dengan judul-judul aslinya. Ini
  • 19. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 18 menunjukkan memang tak gampang membuat judul yang baik dan menarik. Nanti kita akan mengambil contoh dari web kita sendiri bagaimana judul-judul itu berubah sebagai proses pembelajaran. Per teori, kalau kita baca-baca referensi yang ada, syarat judul yang baik itu hanya ini: singkat, lugas, menarik (eye catching / menggoda / provokatif), mudah ditebak, meringkas / menggambarkan isi, logis, dan estetis. Harus diingat, judul hanya berupa frasa, bukan kalimat (sempurna). Ayo kita bernostalgia sedikit: hingga 2005, koran harian masih menggunakan kertas ukuran karton (sekarang sudah lebih kecil). Kertas ukuran karton itu kemudian dibagi menjadi 9 kolom, lalu diplot per tiga kolom ke samping dan tiga blok ke bawah. Dengan begitu, yang lazim, halaman depan koran selalu berisi 9 berita/artikel plus 3-4 foto/gambar. Artinya, tiap berita/artikel hanya punya tempat 3 kolom ke samping (dan 3-4 alenia sedang ke bawah). Teman-teman santri mungkin ada yang tangannya belum pernah menyentuh koran dengan 9 kolom itu. Dengan ruang (space) sesempit dan seterbatas itu, maka editor harus mampu membuat judul “sesingkat-sesingkatnya”, namun mampu menggambarkan keseluruhan isi dan menarik minat publik untuk membaca. Karena ittu, judul berita/artikel di zaman itu biasanya hanya terdiri dari 4 maksimal 5 kata dasar (yang sering 3-4 kata dasar). Maka, sebagai contoh, pada 1994, saat Majalah Tempo dibredel, banyak koran yang memasang headline dengan judul dua kata saja: “Tempo Dibredel”. Malah ada koran yang memasang judul “Ojo Dumeh” —diambil dari kutipan pemrednya. Judul yang hanya dua kata
  • 20. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 19 itu telah menggambarkan semua-muanya: peristiwanya dan suasana zamannya. Belakangan, ketika tren media bergeser ke format digital dalam dunia maya, pembatas ruang (space) dalam pembuatan judul mulai berkurang. Sehingga, ada kecenderungan judul-judul tulisan semakin panjang. Malah, di luar media mainstream, judul tidak lagi berupa frasa, melainkan telah menjadi kalimat tersendiri saking panjangnya. Nah, sebagai media berkonsep citizen journalism, duniasantri.co tetap mempertahankan kaidah pembuatan judul layaknya media mainstream tersebut: harus singkat, lugas, menarik (eye catching/menggoda/provokatif), mudah ditebak, meringkas/menggambarkan isi, logis, dan estetis. Contoh pertama adalah tulisan Gus Rusdi Umar dalam tulisan berjudul “Ma Jian: Kiprah Ilmuwan Muslim di Negeri Komunis”. Judul aslinya adalah “Muhammad Ma Jian: Ilmuwan Muslim Tionghoa Modern”. Tak ada yang salah judul lamanaya, namun kurang greget dibanding dengan judul barunya. Kenapa? Pertama, ada identitas dobel dalam judul lamanya yang membuatnya kurang efektif dan provokatif: nama “Muhammad” dan keterangan “Ilmuwan Muslim”. Kalau menyandang nama “Muhammad” so pasti dia ilmuwan muslim. Jadi salah satunya harus dibuang. Kedua, penggalan judul atau frase “Ilmuwan Muslim Tionghoa Modern” dalam judul tersebut “tidak bunyi”, tidak menggambarkan apa-apa, tidak mengisyaratkan adanya “gerak hidup”. Dan, ketika diubah menjadi “Kiprah Ilmuwan Muslim di Negeri Komunis”, ia telah menggambarkan segalanya secara provokatif, menjadi lebih hidup.
  • 21. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 20 Dengan demikian, perubahan itu dilakukan untuk memenuhi kaidah penulisan judul yang baik: provokatif dan mengambarkan apa yang terjadi. Contoh kedua adalah “Tafsir Kedekatan Tuhan dalam Puisi Abdul Hadi MW”. Judul aslinya adalah “Mengurai Kedekatan Tuhan dalam Puisi Abdul Hadi MW”. Yang diubah hanya satu kata: “Mengurai” menjadi “Tafsir”. Ini sekadar pilihan diksi, tapi untuk memenuhi kaidah penulisan judul “lugas”. Yang baru lebih lugas dari yang lama. Contoh ketiga adalah “Filosofi Sarung”. Judul aslinya adalah “Santri, Sarung, dan Identitas Budaya”. Judul aslinya tak ada yang salah dan sudah baik. Namun, “Filosofi Sarung” lebih memiliki magnitut karena “membonceng” ketenaran judul/istilah “Filosofi Kopi”. Jadi ada unsur “pencatolan” pada istilah yang lebih popular. Contoh lain adalah tulisan kontributor lain, “Srikandi Literasi di Zaman Nabi”. Judul asli tulisan Sirojul Azmin ini adalah “Srikandi Literasi di Era Nabi Muhammad SAW”. Perubahan judul dilakukan untuk kaidah pemendekan (agar lebih singkat) dari “Nabi Muhammad SAW” menjadi “Nabi”. Juga dimaksudkan untuk memenuhi unsur estetis dengan repitisi bunyi ketika dibaca, di mana hampir semua kata dalam frasa berakhiran i. Dengan catatan ini, semoga teman-teman santri sudah memiliki trik dan pengetahuan untuk bagaimana membuat judul yang baik. Lebih dari sekadar trik teoritis tadi, pengalaman membaca dan jam terbang juga ikut menentukan hasilnya. CATATAN DARI REDAKSI (7)
  • 22. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 21 Kesepuluh: Apa istimewanya situs web kita, duniasantri.co, ini saat semua orang, setiap orang, sudah dengan mudah bisa membuat blog- blog pribadi sendiri, membuat situs-situs berbasis web sendiri? Dengan blog pribadi, dengan situs web sendiri, setiap orang bisa mengunggah konten apa saja dan kapan saja, tanpa harus direcoki oleh redaksi duniasantri.co, misalnya. Dan, teman-teman santri di sini mungkin juga sudah banyak yang memiliki blog pribadi atau situs web sendiri. Ya, lalu apa istimewanya situs web kita, duniasantri.co, ini? Beberapa bulan yang lalu, ada seorang santri yang tinggal di suatu kota di Filipina melakukan registrasi di duniasantri.co untuk menjadi warga duniasantri, dengan ajuan menjadi kontributor penulis. Setelah di-approved, ia menjalin komunikasi pribadi (japri) dengan salah satu pengurus JDS. Setelah ngobrol ngalur-ngidul, ia meminta satu hal: begitu ia submit artikel, maunya artikelnya langsung terpublish tanpa harus melalui pemeriksaan/validasi dan editing dari tim redaksi. Kompasiana dan beberapa media berkonsep citizen journalism ia rujuk. Kalau maunya begitu, kami menyarankannya untuk membuat blog pribadi atau situs web sendiri. Sesederhana itu urusannya kalau sekadar mengunggah konten di dunia maya. Jangankan tanpa saringan. Sudah disaring sedemikian rupa pun masih juga kebobolan. Belum lama ini, kami terpaksa menonaktifkan akun salah satu kontributor karena diketahui beberapa artikel yang disubmit dan sebagian telah kita rilis ternyata hasil copypaste dari media lain. Ini termasuk pengkhianatan terhadap jurnalisme, dan kita menutup diri untuk itu. Kembali ke pertanyaan di awal: Ya, lalu apa istimewanya situs web kita, duniasantri.co, ini?
  • 23. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 22 Ketika duniasantri.co masih berupa konsep dan belum resmi rilis, seorang wartawan senior memberi komentar: bukankah citizen journalism itu, meskipun toh menggunakan nama santri, tetap rawan disusupi penyebaran hoax atau berita palsu, ujaran kebencian, dan akurasi kontennya rendah? Kami menjawab: tidak! Kenapa? Meskipun ini berkonsep citizen journalism, jurnalisme warga (santri), kami akan tetap menggunakan prosedur dan standar kerja jurnalistik. Karena itulah kami menolak permintaan santri yang bermukin di luar negeri itu, dan menonaktifkan akun kontributor yang melakukan penjiplakan artikel. Nah, itulah yang, menurut kami, membuat duniasantri.co ini istimewa. Ia satu-satunya media berkonsep citizen journalism yang dikhususkan bagi komunitas santri atau masyarakat pesantren yang tetap menggunakan prosedur dan standar kerja jurnalistik, dengan standar kualitas yang dipancang tinggi-tinggi. Dan, sesungguhnya, kami ini sekadar mengawali dan memfasilitasi. Pada nantinya, ketika jejaring duniasantri ini sudah muncul di mana- mana, tersebar hingga ke pelosok-pelosok Nusantara, atau bahkan ada di negara-negara lain, tugas kita semualah untuk tetap menjaganya, dan terus membesarkan dan mengembangkannya. Entah bagaimana caranya. Mimpi kita, suatu saat akan muncul kebanggaan tersendiri saat tulisan kita dimuat, karena duniasantri.co telah berkembang menjadi “media otoritatif” dalam menyuarakan keislaman, kepesantrenan, kebangsaan… dengan standar kualitas yang teruji dan terpercaya. Jadi, seiring berjalannya waktu, teman-teman santri jangan pernah berhenti meningkatkan kualitas kepenulisan. Semakin lama, artikel yang disubmit dan dimuat di duniasantri.co harus makin baik, makin
  • 24. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 23 berkualitas, makin beragam. Itulah yang akan membuat kita istimewa… CATATAN JURNALISTIK Kegiatan jurnalistik seringkali diidealisasi atau diklaim untuk mengungkap kebenaran. Pertanyaannya adalah, kebenaran yang bagaimana? Kebenaran versi siapa? Benarkah kebenaran yang diungkap melalui kerja jurnalistik adalah kebenaran yang sebenar- benarnya alias kebenaran hakiki? Tentu tidak. Pada kenyataannya, kebenaran jurnalistik adalah kebenaran faktual, bukan kebenaran material atau kebenaran substansial menurut pengertian hukum positif. Artinya, pekerjaan jurnalistik hanyalah mengungkap suatu peristiwa sesuai dengan kejadian yang senyatanya, kejadian yang sebenarnya, sesuai dengan fakta-fakta yang ditemukan. Yang harus kita ingat ini: kerja jurnalistik hanya mengungkap, bukan menghakimi atau menilai suatu peristiwa yang terjadi. Apakah menurut hukum positif kejadian atau peristiwa itu benar atau salah, itu bukan urusan jurnalistik. Itu urusan pengadilan. Apakah menurut ukuran nilai- nilai tertentu, kejadian atau peristiwa itu baik atau buruk, bukan juga urusan jurnalistik. Itu urusan penilaian publik. Karena itulah, dalam mengungkap suatu peristiwa untuk dijadikan berita, pertama, seorang jurnalis tidak boleh berbohong. Itu kode etiknya. Seorang jurnalis bisa saja salah atau teledor dalam mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap peristiwa yang sebenarnya, sehingga beritanya tidak akurat. Itu kesalahan yang bisa dimaaafkan (ma‟fu) dalam dunia jurnalistik. Tapi tidak dengan kebohongan. Sengaja memberitakan sesuatu peristiwa yang tak
  • 25. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 24 pernah terjadi, atau memberitakan sesuatu yang berbeda dengan kejadian sebenarnya, adalah suatu kesalahan yang tak termaafkan. Kedua, seorang jurnalis tidak boleh menilai atau memberikan opini terhadap suatu peristiwa yang terjadi. Tugasnya hanyalah benar-benar mengungkap suatu peristiwa dan merekonstruksinya menjadi berita sesuai dengan kejadian dan fakta-fakta yang sebenar-benarnya. Mari kita ambil contoh, lagi-lagi, kasus kecelakaan Hanafi Rais di jalan tol belum lama ini, seperti yang kita ceritakan dalam catatan-catatan sebelumnya. Seperti seorang penyidik atau detektif, seorang jurnalis juga harus turun ke lapangan, memeriksa bukti-bukti yang masih bisa ditemukan di lapangan, mewawancarai saksi-saksi (saksi korban/pelaku atau orang yang berada di lokasi ketika kecelakaan itu terjadi). Beginilah kira-kira fakta-faktanya: Bukti: 1. Hanya ada satu mobil Alphard (milik Hanafi Rais) di lokasi dengan kondisi ringsek bagian depan; 2. Hanafi Rais mengalami luka serius dan dirawat di sebuah rumah sakit. 3. Sopirnya mengalami luka ringan. Saksi: 1. Dari pihak Hanafi Rais (keluarga): mobil Alphard milik Hanafi Rais korban tabrak lari. Kejadiannya, diseruduk dari belakang, kemudian menabrak truk di depannya. Kendaraan yang menyeruduk dari belakang dan yang ditabrak sama-sama lari.
  • 26. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 25 2. Dari pihak sopir: keterangan berubah-ubah, semula ia mengaku menabrak kendaraan di depannya; lalu berubah ditabrak dari belakangan. 3. Kepolisian: mobil Alphard ditabrak dari belakang, lalu menabrak kendaraan yang ada di depannya. Semua kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan itu kabur. Belum bisa memastikan tindakan selanjutnya. Kemungkinan penyebab kecelakaan sebenarnya berdasarkan temuan di lapangan: 1. Alphard melaju terlalu kencang, lalu menabrak kendaraan di depannya. 2. Alphard disenggol dari samping belakang, sopir Alphard tak bisa kendalikan kendaraannya dan menabrak kendaraan di depannya. 3. Sopir ngantuk atau mabuk (perlu pemeriksaan laboratorium). Seorang jurnalis, berdasarkan temuannya di lapangan, bisa saja punya kesimpulan: Alphard menabrak kendaraan di depannya lantaran sopirnya ngantuk. Namun, berita bukanlah kesimpulan. Berita adalah pengungkapan fakta-fakta atas kejadian yang sebenarnya. Karena itu jurnalis tidak bisa menyampaikan kesimpulannya karena itu bersifat opini dan penilaian. Itu ranahnya penegak hukum. Dengan fakta dan keterangan yang berbeda-beda, seorang jurnalis tidak boleh menyebut, misalnya, pihak Hanafi Rais atau saksi lain berbohong atau memberikan keterangan palsu dalam tulisannya karena itu sudah bersifat opini dan penilaian. Misalnya, menulis “Hanafi Rais berbohong atau memberi keterangan palsu”. Jurnalis hanya bisa menuliskan begini: “Hanafi Rais (atau saksi lainnya) memberikan keterangan berbeda, bla-bla-bla…”
  • 27. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 26 Apakah dalam kecelakaan ini Hanafi Rais (dan saksi lainnya) telah berbohong atau memberikan keterangan palsu, hanya hakim yang berwenang membuat keputusan. Polisi pun, bila menangani kasus ini, kewenangannya hanya sampai pada level “menyangka”. Apakah dalam kasus kecelakaan ini pihak Hanafi Rais yang bersalah, itu juga ranahnya pengadilan, bukan ranahnya kerja jurnalistik. Itulah yang disebut kebenaran dalam dunia jurnalistik, yaitu kebenaran faktual. CATATAN UNTUK CERPEN Ternak yang “Menguntungkan” Perayaan wisuda di madrasah aliyah tempat Mansur dihelat, dengan mengundang dai untuk memberikan mauizah hasanah;nasihat keagamaan, sebagai pengantar ijazah yang terselip ditangan para alumni. “Adik-adikku wisudawan MA Darussalam, yang diberkahi Allah. Selesai belajar di sini, saya harapkan kalian melanjutkan kuliah atau bekerja. Pokoknya jangan nganggur. Harus terus menyibukkan diri, sibuk yang berkualitas dan sibuk yang produktivitas. Laysal ghina „ankatsratil‟ardhi walakinnal ghina ghinan nafsi. Jadilah kaya, kaya bukan lantaran banyak harta, tetapi kaya itu adalah kaya jiwa”. Hadirin tertegun, ada juga yang melamun. Para lulusan mendengarkan, tidak sedikit pula yang melewatkan. Mansur terpaku pada seremonial. Duduk tenang, sembari melirik orang tuanya yang berada di barisan yang berbeda. Pikirannya membuncah, tak berani ia berpikir untuk melanjutkan kuliah. Alasan ekonomi jelas menjadi kendala utama. Syukur-syukur ia mampu melanjutkan sampai jenjang aliyah. Berkat adanya kartu sakti; Indonesia Pintar dan Program Keluarga Harapan.
  • 28. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 27 “Di tengah zaman yang disebut „edan‟, jauh dari sudut kewarasan. Dosa yang sudah dianggap kewajaran. Maka, kayakan dirimu wahai para lulusan..Kaya iman, kaya ilmu, kaya hati, kaya wawasan- pengetahuan, juga kaya materi. Bekerjalah dengan keras dibarengi dengan tawakal dan doa. Petani, pegawai kantoran, pedagang, peternak, apapun itu carilah rejeki yang halal. Berbicara tentang ternak, saya mau tanya, ternak apa yang bisa membuat cepat kaya?” Sang dai meneruskan ceramahnya dengan pertanyaan retorika untuk membuat pesona orasinya. Hadirin siap menunggu jawaban dai, yang pasti akan menderai tawa dalam benak mereka. “Ternak yang cepat membuat kaya adalah dengan cara beternak tu..yul”. Disambut riuh tawa dari seluruh hadirin undangan wisuda. “Ya, ternak tuyul itu cepat menghasilkan. Tapi, saya yakin lulusan madrasah Darussalam tidak akan melakukannya. Karena sudah dibekali ketahuidan, dibentengi dengan bermacam ilmu keagamaan. Akhirnya, selamat dan sukses kepada para lulusan. Wassalamualaikum Wr.Wb.” Sang dai menutup ceramahnya. Mansur tetap tertegun, terngiang kata “sukses”yang menjadi akhir seremoni. Semua mengatakan tentang sukses. Kepala madrasah, Kepala Desa, Ketua Komite, sampai dai yang diundang, tidak pernah teralpha kata “sukses”. “Selamat dan sukses!” Sejak sepuluh tahun silam, Mansur benar-benar membenci kata “sukses”. Kata tersebut, baginya adalah buaian. Kata bohong; sebuah noun pengingkaran tentang hidupnya kini. Sukses secara harfiah beretimologi beruntung atau berhasil. Dan harfiah “sukses” tersebut, berbanding terjungkir dengan kehidupan Mansur. Setelah lulus, Mansur bekerja serabutan. Menjadi buruh tani, kuli bangunan, mencari rumput, kuli angkut pasar, marbot masjid, apa
  • 29. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 28 saja. Demi hidup, demi uang, demi makan dan demi sekedar untuk bisa buang hajat layaknya manusia normal. Sukses bagi Mansur adalah mimpi; dongeng kocak, fable dan dia sebagai hewan yang bisa berbicara. Dengan kemustahilan sebagai karakteristiknya. Sukses bagi Mansur adalah ketika takdir kerelaan Sundari menerimanya sebagai pendamping hidupnya. Tanpa syarat, tanpa sebab. Dan jelas kerelaannya menjadi wilwatikta, swargaloka nan indah. Smaradhana, Sundari menyempurnakan simbol kejantanan Mansur, dengan satu plasma nutfah yang nyata. Lengkap dengan hidung dan mulut. Mata dan senyum mungil yang membuat Mansur rela mengorbankan apa pun. Meruntuhkan langit jika ia meminta sanggup Mansur lakukan. Menggoyang mayapada, bila perlu. Agar Mikail sudi turun dan berdebat dengannya, tentang rejeki yang mungkin terlewat, Mansur siap melakukannya. Klimaks dari putar balik plot kehidupan Mansur berawal sore ini. Ketika bapaknya yang renta, menunggunya diteras tragedi. “Le, pinjami aku uang dulu yo. Untuk nggarap sawah. Beli bibit, pupuk, sama buruh tandurnya.” Mansur mengangguk satu kali. “Oh ya, lali aku. Sekalian biaya selamaten mbahmu. Pinjami dulu ya le.”. Mansur mengangguk dua kali tak menjawab. Bapaknya tersenyum, kemudian bergegas pulang. Mansur mengetuk pintu, mengucap salam yang dibalas istrinya dengan raut elegi, merintih yang tak terucapkan. Tergambar dalam cekungan pipinya. Daster yang tipis, sobek di dua ketiak, bahkan jauh dari kata pantas untuk sekedar dijadikan kain lap meja kotor. Tapi, sambatan dari sayatan meminta kepada suami, Sundari sembunyikan dalam sepuluh ribu kesabaran, bahkan lebih. Mansur sukses mendapatkan istri yang begitu nrima ing pandum, selalu diam, tak pernah mengeluh. Justru ini semakin membuat Mansur membenci
  • 30. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 29 dirinya, membenci kehidupannya, seakan ingin mengepalkan dan mengajak tawuran dengan Sang malaikat pembagi rejeki. “Mas, adikku tadi kesini. Ia bilang, ibuku butuh uang untuk kontrol diabetnya. Ibu harus terapi insulin. Pinjami dulu duit ya mas”. Mansur bergeming. Mengangguk tiga kali. Sundari kembali ke kamar, setelah mendengar Maksum putera bak parabel dengan tokoh Parikesit di dalamnya, yang mampu mengubah baratayudha di padang kurusetra, menjadi negeri pandhawa nan sentosa, gemah ripah loh jinawi. Sundari dari dalam bilik menenangkan Maksum yang tiga puluh delapan derajat panas dijidatnya yang tak jua turun. “Mas, maksum harus dibawa ke bidan. Ini panasnya sudah dua hari tidak turun. Sore atau besok ya mas, sekalian bayar BPJS biar dapat keringanan”, Sundari memelas kasih, suaranya tampak parau. Tersayat kekhawatiran mendengar jerit tangis buah hati. Mansur diam, dadanya bergaung sembilu, ia mengangguk empat kali. “O ya mas, ini tadi ada pegawai bank kesini, katanya mas telat membayar. Dan besok harus bayar cicilan pokok dan bunganya”, Sundari seperti tak tega melanjutkan tuntutan, dengan suaminya sebagai terdakwa prahara kehidupan yang ia sendiri tahu, carut-marut, miskin semiskin-miskinnya, dengan tangan di bawah bentuk dari sebuah kepantasan tak terelakkan. Mansur mengangguk lima kali, bahkan lebih. Tak berkata, hanya mengangguk. Anggukan untuk melegakan bapaknya, istrinya, tapi tidak kepada dirinya sendiri. Mansur lunglai, ia menutup pintu triplek rumahnya. Berjalan seperti biasa ke TPQ masjid untuk mengajar santri kecilnya. Tetap dalam mengangguk disertai cabikan kehidupan tak mapannya. Mansur mengadu:
  • 31. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 30 “Ya Allah, perkenankan aku sambat. Kewajibanku sebagai hamba telah aku lakukan. Ku ikuti perintahMu, kujauhi laranganMu. Selayaknya derita menjauhiku. Seharusnya aku pantas menyandang kata sukses. Sudikah diriMu mengiyakan? Aku tidak berbuat yang sekiranya membuatMu marah, jadi tolaklah kemiskinanku, tolak segala ketidakberuntunganku. Gantikan nasib burukku. Dunia ini fana, tapi batin ini meronta. Karena Mansur adalah manusia biasa, tak lepas dari keinginan fiddunya hasanah..wa fil akhirati..”. doanya terputus. Mansur menutup doanya, tetapi tidak dengan mengusap kedua tapak tangan ke wajah. Doa yang ditutup dengan batas kesabaran. Batas pengharapan yang baginya tak pernah nyata berbalas. Batas ketabahan dari garis nasib yang begitu perih, tersayat luka dunia, yang semakin menganga. Lebih perih lagi, seakan luka itu tertetesi air garam, sedikit demi sedikit. Tangan kanan Mansur menelungkupkan jarinya ke dalam. Mengepal erat, kemudian memukul ke dinding tembok masjid yang keras. Pukulannya penuh tekad. Keras hingga kulit luarnya sedikit mengelupas. Kini, Mansur tak peduli apapun. Ia siap dengan segala konsekuensi. Ia harus akrab dengan kata “sukses”. Mulai sekarang. Nasibnya yang terus di bawah, harus diubah ke atas, menyentuh awang-awang langit nasib. Merobek kertas derita. Mengoyak jala “kesusahan”. Puncak klimaks tragedi, yang jelas bukan komedi unik ala Iwan Simatupang, disertai anggukan Mansur dua tahun lalu, secara cepat berganti ode; pujaan untuk dirinya sendiri. “Ayo, kang..cepat carikan sewa tanah untukku. Aku siap menanami apa saja. Tebu, padi, apa saja”, kata Mansur kepada Kang Seno.
  • 32. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 31 “Apa belum cukup to, Nak Mansur. Hampir sepertiga tanah di desa ini telah kau sewa. Telah kau garap. Biarkan mereka menggarap sendiri meski hasil tidak seberapa, setidaknya penduduk bisa menjadi juragan di tanahnya sendiri”, Kang Seno menasihati. “Ah, mereka itu pemalas, Kang! Aku dulu juga pernah diposisi itu. Tidak sedikitpun aku minta bantuan mereka. Aku kerja keras, Kang. Dan, kini lihat..Aku sukses sekarang. Aku telah memiliki toko sembako, sewa tanah dimana-mana, justru aku membantu mereka, Kang. Biar mereka sukses seperti aku. Sukses, Kang..sukses..” Mansur berbalik. Kini ia akrab dan mencintai dengan kata “sukses”. Mansur tempo dua tahun sejak mengepalkan tinju dendamnya ke langit berubah. Ia kaya. Tangannya tak lagi di bawah. Tapi, di atas dengan tapak tangan berposisi ke bawah. Santri kecil di TPQ malas Mansur memberi ngaji. Kini, ia menjadi juragan toko sembako terbesar di desanya. Tuan tanah. Rumah megah, mentereng, dengan pagar menjulang. Seolah memisahkan dan menjadi metafor kesuksesan. Gubuk kemiskinan, ratapan rintihan tak lagi berdenging di gendang telinga. Bahwa, Mansur kini seorang yang sukses, memunyai banyak harta, melimpah kebendaan duniawi, dan jauh dari kata sambatan yang dulu ia sering ucapkan pada dirinya sendiri ataupun Tuhan. Mansur tidak pernah sambat atau mengeluh lagi kepada Sang Ghani. Ia jauh, bahkan terlampau jauh, untuk sekedar mengingat, apalagi menyebut dan menyembah bersujud, sudah samar. Mansur berada di puncak kata “kesuksesan”. “Jadi begini saja, Pak Darno. Saya sepakat kemitraan dengan Bapak dalam usaha ternak ayam petelor dan pedaging. Segera
  • 33. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 32 nanti sampeyan urus semua. Saya tinggal teken dan transfer uangnya”, Mansur bermufakat dengan rekan bisnisnya. “Baiklah kalau begitu Pak Mansur. Segera saya urus pembuatan kandang dan bibit ayamnya. Untuk masalah limbah nanti bagaimana Pak? Ya, takut kalau ada warga yang protes karena menyengatnya bau kotoran ayam, kerumunan lalat, juga limbah lainnya?” “Santai saja, Pak. Biar nanti saya tepuk muka mereka dengan uang, biar mereka diam. Wong miskin saja, kalau dikasih duit juga akan diam. Hahaa”. Mansur dan Pak Darno terkekeh membayangkan pundi laba yang segera bertambah. Tersilap, Mansur melihat dua makhluk gundul, hanya menggunakan cawat menatapnya. Berkulit putih pucat, dengan bola mata yang bulat. Buah hati Sundari? bukan!. Mansur melihat dan memahaminya. Tapi, Pak Darno tidak menyadari keberadaan dua makhluk tak kasat mata tadi, melihatpun tidak. Hanya Mansur yang bisa melihat, karena dua makhluk tadi adalah rumatannya. Mansur meminta izin kepada tamunya, “Sebentar saya tinggal dulu, ya Pak. Saya mau ternak dulu” Pak Darno bingung, “Memang ada ternak yang lebih menghasilkan dari ternak ayam ini, Pak?” “Lo..ada. Ternak tuyul..”, jawab Mansur tergelak persis derai tawa saat lulusan waktu silam. Dan Pak Darno menganggapnya sebagai tiupan angin lalu. Catatan: Setelah saya baca ulang, ini beberapa catatan saya:
  • 34. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 33 1. Karya sastra yang paling genuine itu yang disajikan secara realis. Dalam hal cerpen, ia menceritakan tentang kehidupan tokoh(- tokoh)-nya melalui dialog antartokoh atau penggambaran riil apa yang dilakukan oleh tokoh(-tokoh)nya. Dalam hal Mansur, misalnya, dari mana pengarang/pembaca tahu perasaan dan pikiran Mansur kalau tidak dari dialog atau penggambaran riil apa yang dilakukannya. Contoh (1): Mansur benci kata sukses; dari mana kita tahu hal itu. Tak ada dialog soal itu baik dari Mansur atau tokoh lain. Ia miskin, benar adanya. Tapi miskin tak identik “benci sukses”. Jadi kita perlu lebih fokus dan intens menyajikan dialog dan penggambaran riil apa yang dilakukan oleh tokoh(-tokoh)nya. Contoh terbaik untuk ini salah satunya cerpen-cerpen Ernest Hemingway. 2. Karya sastra harus “subversive”. Artinya menyajikan sudut pandang di luar common sense, di luar logika umum, tak terduga. Contoh adegan dalam sebuah cerita Gabriel Marquez: dalam suatu penguburan seorang tokoh, si istri justru tampak sumringah, banyak senyum. Tidak menampakkan wajah duka. Tidak meneteskan air mata. Temannya bertanya, “Kenapa kau tampak bahagia justru ketika sedang mengubur suamimu?” Si istri menjawab, “Sejak detik inilah aku tahu di mana keberadaan suamiku ketika sedang tidak berada di rumah…”. Subversifnya: ia bahagia saat seharusnya sedang duka (sudut pandang berbeda) dan sebaliknya. Realisnya: isi perasaan diungkapkan melalui dialog dan penggambaran bahasa tubuh (bahagia: senyum, tidak menangis) karena pengarang sebagai orang ketiga sama dengan posisi pembaca.
  • 35. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 34 3. Dalam hal cerpen ini, karakter tokoh utamanya di klimak plot justru tidak ada. Dari miskin tiba-tiba kaya —yang belakangan baru diketahui punya tuyul. Hal yang terpenting seharusnya adalah penggambaran bagaimana Mansur menyikapi kemiskinannya, bagaimana pergulatan batinnya ketika terjadi “migrasi” dari seorang santri menjadi peternak tuyul. Sudut “subversive” mana yang akan kita peroleh dari “migrasi” Mansur ini? 4. Dalam hal cerpen ini, ada fragmen-fragmen yang tidak logis. Misalnya, sudah pasti kemiskinan Mansur diketahui oleh orang- orang terdekatnya, istri dan bapaknya, misalnya. Logiskah kalau kita pinjam uang kepada orang yang kita tahu orang tersebut miskin? Terakhir, di banyak tulisan Mas Anang sering memasukkan banyak hal lain yang dimaksudkan asosiatif pada peristiwa yang pernah ada, yang sesungguhnya tak perlu karena mengganggu. Di cerpen ini, misalnya, yang dimasukkan kebetulan ini: komedi unik ala Iwan Simatupang. Pembaca akan meninggalkan Mansur dan justru mencari Iwan Simatupang. POLITIK REDAKSIONAL KITA Sahabat-sahabat warga duniasantri, ayo berdiskusi lagi, kali ini tentang politik redaksional duniasantri.co —semacam kebijakan redaksional pada media massa. Sedari mula, web kita memang bukan dirancang dan diposisikan sebagai media Islam atau islami, karena itu namanya bukan duniaislam.co atau duniaislami.co. Melainkan, duniasantri.co. Kenapa? Spiritnya adalah bagaimana santri memandang dunia, dunia yang sangat begitu luas, dan bagaimana dunia yang beragam itu
  • 36. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 35 memandang dunia santri sebagai sebuah subkultur —meminjam istilah Gus Dur. Bagaimana santri memandang dunia, dan bagaimana dunia memang santri, itu kemudian dituangkan ke dalam bentuk tulisan yang difasilitasi oleh duniasantri.co. Karena itulah, sejak awal jejaring duniasantri berusaha mendorong lahirnya penulis-penulis baru dari kalangan santri melalui Gerakan Santri Menulis, dengan sesering mungkin mengadakan diklat, workshop, dan diskusi kepenulisan. Apakah yang menulis harus santri? Tidak. Yang bukan santri, dan bahkan yang memiliki kepercayaan yang berbeda dengan santri, bisa menuliskan pandangannya melalui duniasantri.co. Karena, faktanya, banyak juga nonmuslim yang memiliki kepedulian dan bergiat di dunia pesantren. Begitulah tradisi dan jiwa santri: beragam, terbuka menerima siapa saja. Lalu, apa impact-nya dengan rancang bangun politik redaksional seperti itu? Kira-kira begini: saat ini sangat banyak artikel yang di- pending pemuatannya. Jumlahnya mungkin sudah ratusan. Kenapa? Sebagian besar karena isi dan cara penulisannya memang tidak atau belum sesuai dengan politik redaksionalnya. Andai semua tulisan yang di-pending itu kita muat, maka beginilah kemungkinannya: Pertama, web kita akan berubah menjadi kumpulan naskah khutbah jumat. Di dalamnya rata-rata berisi pesan untuk melakukan ini-itu dan menjauhi ini-itu lengkap dengan ayat dan hadits sebagai dalilnya. Kedua, web kita akan berubah menjadi kumpulan naskah fikih Islam. Yang kategori ini, di dalamnya rata-rata berisi pesan bahwa yang ini
  • 37. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 36 halal dan yang itu haram, misal kawin beda agama itu haram dan sebagainya, juga lengkap dengan ayat dan hadits sebagai dalilnya. Ketiga, web kita akan berubah menjadi kumpulan naskah tuntunan beribadah. Yang kategori ini, di dalamnya rata-rata berisi pesan tentang cara-cara beribadah, seperti bagaimana tata cara wudlu atau salat yang benar, tentu disertai dengan dalil-dalil rujukannya. Keempat, web kita akan berubah menjadi kumpulan naskah kitab mujarobat. Yang kategori ini, di dalamnya rata-rata berisi pesan tentang keutaman atau khasiat jika kita melakukan amalan tertentu. Misalnya, kalau kita ingin lulus ujian, tinggal baca surat al-Waqiah selama tiga puluh hari dan semacanya itu. Tentu juga disertakan dalil- dalilnya. Kelima, web kita akan berubah menjadi kumpulan naskah dari buku motivator atau buku pintar. Yang masuk kategori ini kebanyakan memang berupa berbagai “motivasi” dan tips-tips yang berbau sloganistik dan artifisial. Tak ada yang salah dengan itu semua, tapi standing position duniasantri.co memang bukan di situ. Ini perlu disampaikan agar sahabat-sahabat warga duniasantri tak merasa di-PHP. Naskah yang masuk dalam lima kategori itu bisa dipastikan memang tidak diloloskan untuk dimuat karena alasan standing position politik redaksional tersebut. Lalu yang seperti apa? Terutama bagi sahabat-sabahat yang baru bergabung, ada baiknya menyempatkan diri untuk membaca-baca seluruh unggahan duniasantri.co di semua rubriknya, mulai dari Opini, Cerpen, Puisi, Pondok, Sosok, Teras, Pustaka, Bintang, Santri Way, dan Humor. Benang merahnya: semua tentang bertukar gagasan, ide, pemikiran, informasi, dan cerita —tentu bersumber dari bagaimana santri memang dunia dan dunia memang santri.
  • 38. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 37 Mungkin, bagi yang belum terbiasa menulis, ini akan terasa sulit, lebih- lebih untuk tulisan opini. Tapi ada cara mengawalinya dengan mudah. Misalnya, dimulai dengan membuat tulisan resensi buku tentang buku- buku yang sedang kita baca. Atau menuliskan profil pondok pesantren kita atau pengalaman kita mondok, atau memprofilkan hidup dan perjuangan para kiai kita —daripada kita menulis, misalnya, biografi Imam Ibnu Hambal yang seluruh dunia sudah mengetahuinya. Atau mencoba-coba menulis cerpen atau puisi, yang kebetulan sudah mulai jarang disubmit di web kita. Nah, mumpung besok kita mengadakan workshop penulisan cerpen/novel, ada baiknya sahabat-sahabat warga duniasantri bisa meluangkan waktu mengikutinya, agar kita memiliki pengetahuan dan kemampuan menulis yang beragam. Tentang politik redaksional ini, kita bisa terus menduskusikannya… “SECEPAT APA TULISAN SAYA DIMUAT?” Pertanyaan dalam judul itu bisa jadi juga ngendon di kepala kita, para kontributor duniasantri.co. Sebab, memang ada saja teman-teman kontributor yang secara pribadi mengajukan pertanyaan seperti itu. Ada juga yang berulang-ulang men-submit artikel yang sudah di- submit. Karena itu, berikut kami sampaikan “pemeringkatan kecepatan” pemuatannya. Pertama, artikel yang disegerakan untuk dimuat adalah yang bentuk/sifatnya berita, dalam hal ini untuk rubrik “Teras”. Tidak pakai lama, hari itu juga, bahkan mungkin hanya dalam hitungan menit atau jam akan langsung diproses. Itu semata-mata karena sifat dan karakternya.
  • 39. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 38 Kenapa? Karena web kita sejak awal memang dirancang sebagai situs berita dengan konsep citizen journalism. Contohnya sudah ada. Beberapa teman dari Madura dan Yogyakarta sering mengirim artikel berita dan langsung dimuat saat itu juga setelah dilakukan penyuntingan. Kedua, artikel dalam bentuk produk jurnalistik non-berita juga disegerakan, seperti untuk rubrik “Sosok” (profil tokoh), “Pondok” (profil pesantren), dan “Bintang” —tapi peringkatnya masih di bawah Teras. Tujuannya apa? Agar semakin banyak kiai-kiai kita, ustaz-ustaz kita, dan pesantren-pesantren kita, memperoleh tempat dalam dunia literasi. Untuk yang kedua ini, terutama untuk rubrik “Sosok”, politik redaksional kita begini: lebih mengutamakan tokoh-tokoh di daerah, kiai-kiai di daerah, nyai-nyai di daerah, ustaz-ustaz di daerah, bahkan kiai-kiai langgar di kampung ketimbang para pesohor. Misalnya, belum lama ini ada yang submit profil Oki Setiana Dewi, artis yang ustazah atau ustazah yang artis. Bagi duniasantri buat apa? Sebab, kalau kita ingin tahu tentang Oki Setiana Dewi, profilnya sudah ditulis di mana- mana, sudah ada di mana-mana. Tapi kalau kita ingin tahu siapa kiai alim nan zuhud di Ciwaringin, Cirebon, di mana mencarinya? Itu tugas duniasantri.co. Intinya, kita tidak menulis profil tokoh yang sudah sohor, yang semua orang sudah tahu, karena sudah banyak yang menuliskannya. Kecuali, kita memotret dan menghadirkan sosoknya dari sudut pandang yang berbeda —dan itu berarti sudah setengah opini. Ketiga, artikel-artikel non-produk jurnalistik, seperti untuk Opini, Cerpen, Puisi, Santri Way, Pustaka, dan Humor. Untuk artikel-artikel dalam kelompok ini banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan pemuatan—dengan asumsi artikelnya sudah layak muat.
  • 40. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 39 Faktor pertama adalah kapasitas sumber daya pengelola(an) web. Untuk saat, kapasitasnya baru sekitar pemuatan 5 artikel per hari. Faktor kapasitas ini akan berkorelasi-relatif dengan faktor-faktor berikutnya. Faktor kedua adalah keragaman rubrik per rubrik. Contohnya, tidak mungkin dalam sehari kita memuat lima artikel tapi semuanya puisi, atau semuanya cerpen. Keragamannya harus kita jaga. Jadi, jika sehari memuat lima artikel, maka akan diambilkan dari rubrik per rubrik; ada opini, ada puisi, ada cerpen, ada santri way, atau resensi buku. Agar web kita tetap variatif. Faktor ketiga adalah “pemerataan” penulis. Misalnya, tidak mungkin tiap hari kita akan terus-menerus memuat tulisannya Si Fulan tanpa jeda meskipun naskahnya numpuk di redaksi. Sepanjang artikel yang disubmit memenuhi kelayakan, kami akan selalu menghadirkan penulis-penulis yang berbeda secara “berselang-seling”. Sebab apa? Web kita memang dirancang sebagai tempat semua santri mengasah diri dalam dunia kepenulisan. Faktor keempat adalah relasi kontektual dan aktualitas tulisan. Misalnya, jika ada dua opini sama-sama memenuhi kelayakan, maka juga akan ditimbang aktualitas dan kontekstualitasnya. Yang topiknya lebih aktual dan kontekstual akan didahulukan. Nah, semoga ini menjawab jika ada pertanyaan “kok tulisan saya belum dimuat-muat sih?” Jadi, kita tak perlu berulang-ulang submit naskah yang sama —kecuali ada penyempurnaan. Status naskah yang telah disubmit pada akun penulis adalah “pending”, artinya sumbit sudah berhasil tapi naskahnya ditahan di ruang redaksi.
  • 41. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 40 Jangan pernah khawatir naskahnya tak dibaca oleh tim redaksi. Pasti dibaca, bahkan lebih dari sekali, baru dilakukan proses penyuntingan. Semoga berfaedah. TANGGUNG JAWAB JURNALISTIK Teman-teman warga duniasantri semoga ada yang sempat mengikuti kehebohan pemilihan Presiden AS. Ada satu pelajaran yang dapat dipetik, yang relevan dengan kepenulisan di duniasantri.co, yaitu tanggung jawab jurnalistik. Ini sering menjadi pertanyaan: kepada siapa jurnalistik bertanggung jawab? Pertanyaan seperti ini wajar sering diajukan karena jurnalistik atau pers memang merupakan institusi independen, yang tidak memiliki relasi (dependen) dengan pihak mana pun. Ia tidak punya atasan. Ia tidak punya juragan. Filososi dasarnyanya, jurnalistik bekerja untuk memenuhi hak-hak dasar publik, yaitu hak untuk memperoleh informasi dan menyatakan pendapat. Itulah kenapa jurnalistik atau pers juga sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi —setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan judikatif. Melalui pers, publik dapat menyuarakan pendapatnya. Atas dasar itu, maka tanggung jawab jurnalistik adalah tanggung jawab ke publik. Bagaimana mengukurnya? Mari kita lihat apa yang terjadi di AS, dan kemudian kita bisa mengambil contoh dengan apa yang dimiliki duniasantri.co. Ketika calon incumbent Donald Trump memprovokasi publik dengan klaim kemenangan dan menuding pihak lawan melakukan kecurangan, baik melalui platform media sosial maupun media massa mainstream, namun tidak disertai dengan bukti-bukti yang didaku, maka media- media di AS langsung mengambil tindakan. Sebuah stasiun televisi
  • 42. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 41 ternama langsung menghentikan siarannya. Media-medoa mainstream tidak memuat pernyataannya —kalau pun memuat diberi catatan. Dan, media-media sosial memberi notice khusus. Kenapa hal itu dilakukan oleh media-media AS? Bukankah Trump yang melakukan jumpa pers adalah peristiwa dan fakta? Bukankah Trump yang menulis di media sosialnya adalah juga peristiwa dan fakta? Dan Trump adalah tokoh yang prominence? Di sinilah media-media AS memberi bobot tinggi pada nilai impact dari 10 nilai berita yang pernah kita diskusikan sebelumnya. Andai saja Trump, saat menyiarkan klaim kemenangan dan menuding kucurangan, melengkapinya dengan bukti, setidaknya bukti-bukti awal, pers di sana pasti akan memberikan liputan luar biasa, bahkan bisa langsung menurunkan tim untuk melakukan invesgative reporting. Sebab, impact atau dampaknya akan luar biasa bagi masa depan politik negeri Paman Sam itu. Rupanya, pers di sana mencium gelagat yang ganjil. Media hanya akan dimanfaatkan oleh Trump atau dijadikan corong untuk menggiring dan membentuk opini publik, bahwa pemilu dipenuhi kecurangan dan karena itu harus ditolak. Pers di sana tidak mau hanya dijadikan corong, dan karena itu harus mengambil sikap: tidak memuat atau menyiarkannya, atau memuat dan menyiarkannya dengan catatan. Apa yang dilakukan media-media di AS itu merupakan salah satu contoh tanggung jawab jurnalistik kepada publiknya. Pers tak mau publik disesatkan oleh pemberitaannya. Kasus duniasantri.co Kita, yang memiliki situs web duniasantri.co, juga memiliki tanggung jawab yang sama kepada publik kita, pembaca tulisan-tulisan kita. Karena itu, ada saatnya kita tidak memuat tulisan —semua tulisan
  • 43. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 42 yang disiarkan media pers masuk kategori bagian dari produk jurnalistik— salah satunya karena pertimbangan impact tersebut. Belum lama ini, seorang dari kita men-submit tulisan yang tidak memenuhi nilai impact tersebut. Judulnya cukup provokatif: “Kesesatan Aqidah dan Ajaran Syi’ah di Indonesia”. Di dalam artikelnya, penulis membuat list pokok-pokok ajaran Syiah. Pada bagian penutup, penulis menyimpulkan bahwa ajaran Syi’ah adalah sesat dan menyesatkan. Kita tahu, firqah dalam Islam sudah terjadi sejak sepeninggal Nabi, dan terus berkembang hingga harus diakui banyak firqah yang masih eksis sampai saat ini. Salah satunya adalah Syiah. Yang menyebut Syiah sebagai sesat pasti datang dari kelompok lain. Dan Syiah juga melakukan klaim yang sama. Faktanya, di Iran aliran Syiah ini menjadi agama resmi negara. Di banyak negara lain, Syiah menjadi mayoritas. Dari sini kita sudah bisa membayangkan, begitu duniasantri.co meloloskan artikel ini, sudah pasti akan memunculkan minimal ketegangan publik. Itulah impact-nya pada publik. Di sisi lain, duniasantri.co bisa jadi akan diposisikan sebagai “corongnya” lawan Syiah. Tim redaksi sudah sempat berdiskusi dengan penulisnya. Dan teman kita yang menulis bisa memahaminya. Malah sempat dicandai: apa siap kalau nanti didatangi orang Syiah jika tulisannya dimuat? Hmmm… Begitulah teman-teman santri, saat menulis, sekaligus kita sudah harus menimbang soal tanggung jawab dan impact dari apa yang kita tulis. ETIK DAN ETIKA KEPENULISAN Kepada sahabat-sahabat penulis duniasantri, sudah lama rasanya kita belum berbagi lagi hal ihwal kepenulisan di duniasantri.co. Hal ihwal
  • 44. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 43 berupa catatan-catatan dari tim redaksi kali ini semoga ada manfaatnya buat kita. (1) Jumlah penulis semakin banyak. Per hari ini, Senin 13 Juni 2022 pukul 09.000, sudah mencapai 1.023 orang. Tak hanya datang dari lingkungan pondok pesantren, tapi juga berlatar belakang pendidikan umum, bahkan dari berbagai universitas ternama. Kita patut bangga akan hal ini. Tentu, jumlah tulisan yang submit ke duniasantri akan semakin banyak dan beragam. Dan diharapkan makin berkualitas. Tapi tentu juga ada “konsekuensi” tertentu. Misalnya, persaingan untuk bisa dimuat semakin ketat. Juga, antreannya untuk dimuat semakin panjang. Dengan demikian, (seharusnya) apa yang kita sajikan di duniasantri.co juga semakin berkualitas. Poin ini membuat tim redaksi mengubah “masa tunggu” yang sebelumnya maksimal sebulan menjadi dua bulan untuk pemuatan tulisan sejak tanggal submit. (2) Tim redaksi merasa harus kembali mengingatkan soal etik dan etika di dunia kepenulisan, terutama yang berkaitan dengan pengiriman satu tulisan ke beberapa media sekaligus dan penjiplakan. Sebab, belakangan beberapa kali muncul kasus satu tulisan dikirim ke beberapa media sekaligus, sehingga terjadi duplikasi pemuatan atas satu tulisan yang sama di media yang berbeda dalam waktu
  • 45. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 44 bersamaan atau berdekatan. Juga, ada beberapa kasus tulisan yang disubmit tidak asli alias jiplakan dengan tingkatan yang berbeda-beda. Poin ini membuat tim redaksi harus mengambil tindakan tegas, memberikan “notice” terhadap pengiriman tulisan dari penulis-penulis yang telah menyalahi etik dan etika di dunia kepenulisan. (3) Banyak sahabat-sahabat yang bertanya-tanya: kenapa aturan-aturan penulisan di duniasantri tidak secara resmi diumumkan di webnya, baik yang menyangkut soal-soal teknis maupun etik dan etika kepenulisannya? Bahkan, notice terhadap pelanggaran tidak diberi peringatan terlebih dulu. Pertama, ketika kita sudah ber-nawaitu menjadi penulis atau aktif di dunia kepenulisan, harus dianggap kita sudah memahami bagaimana etik dan etikanya, memahami rambu-rambunya. Ibarat kita akan menjadi sopir bus, segala syarat dan persyaratnya harus dipenuhi, harus dikuasai. Jangan hanya karena ingin mengejar setoran, rambu- rambu diterabas. Bukankah tujuan awal kita menulis di duniasantri untuk menyebar dan berbagi kebaikan, dan yang lain-lain kita anggap berkahnya? Kedua, kita adalah komunitas santri, kaum santri, di mana hal ihwal bentuk-bentuk relasi informal dan relasi kultural di antara kita tak bisa dihilangkan (begitu saja), seprofesional apa pun kita mengelola media ini, secanggih apa pun media yang kita gunakan. Maka, kita harus saling membaca, saling memahami, dan saling menjaga agar relasi kita tetap terbangun dengan kokoh demi menjaga kualitas seperti tujuan awalnya. KEJUJURAN SEBAGAI PENULIS
  • 46. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 45 Sahabat-sahabat santri, mungkin di antara kita ada yang belum sempat membaca tulisan dalam link ini: https://www.duniasantri.co/jurnalisme-itu-soal-kejujuran/. Bagi yang belum, sempatkanlah membacanya untuk kebaikan kita bersama. Kami merasa perlu mengingatkan kembali hal ini karena semakin banyak tulisan atau artikel yang di-submit, ternyata masih banyak kami temui hal-hal yang seperti itu. Bukan sekadar soal kelayakannya sebuah tulisan atau artikel bisa dimuat, melainkan juga melibatkan soal orisinalitas. Sejak peristiwa yang tergambar dalam link tersebut, kami memang memiliki pekerjaan tambahan. Sebelum melakukan editing atau proses penyuntingan, terhadap setiap tulisan akan dilakukan tracking — karena kami tidak ingin kecolongan lagi dengan muat tulisan atau artikel yang ternyata hasil copypaste atau penjiplakan. Dan tentu urusan tracking ini menguras energi yang sesungguhnya tidak perlu. Hasil tracking menyimpulkan bahwa masih banyak tulisan atau artikel yang di-submit ternyata memiliki kemiripan atau kesamaan dengan yang pernah dimuat oleh media-media lain. Kami tidak tahu apakah itu disengaja atau tidak. Mungkin tidak ada maksud untuk menjiplak dari penulisnya, atau tidak tahu bahwa itu penjiplakan. Sebab, kami tahu bahwa salah satu tahapan belajar menulis adalah meniru. Tapi menurut kamus, meniru dan menjiplak itu beda arti. Jadi, sekali lagi mohon maaf, begitu hasil tracking menunjukkan bahwa satu tulisan atau artikel yang di-submit memiliki kemiripan atau kesamaan dengan tulisan atau artikel yang pernah dimuat oleh media lain yang menjurus pada penjiplakan, kami tidak bisa meloloskannya ke tahap penyuntingan. Jadi, sekali lagi, ini tentang kejujuran dalam jurnalisme yang harus kita junjung tinggi jika ingin terus berkarya dalam dunia kepenulisan.
  • 47. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 46 PLAGIASI PENULIS Sahabat-sahabat santri dan mahasantri, mungkin ada yang belum sempat mengikuti catatan kita terdahulu atau yang bergabung dengan Gerakan Santri Menulis (GSM) duniasantri.co, kita perlu sekali bicara tentang plagiasi. Kenapa? Ternyata, dari banyak artikel yang di-submit, masih banyak saja yang merupakan plagiasi. Tentu ini tidak baik dan tidak sehat bagi keberlanjutan GSM. Karena itu, dalam menyunting setiap artikel, kami menetapkan prosedur sangat ketat. Sebelum disunting, setiap artikel akan dibaca lebih dari sekali, kemudian dilakukan tracking, penelurusan atau pelacakan atau audit untuk memastikan setiap artikel bukan hasil plagiasi. Jika lolos tracking, barulah dilakukan penyuntingan. Nah, prosedur tracking ini cukup menguras waktu dan energi. Tapi, itu tetap harus kita lakukan demi menjaga marwah kita bersama. Kami tak bisa bayangkan jika kemudian banyak orang bilang, “Ah, artikel di duniasantri.co ternyata banyak yang plagiasi….” Ya, lebih baik sedikit menerbitkan artikel tapi benar-benar merupakan karya sendiri, daripada banyak tapi plagiasi. Sebagai contoh, misalnya, ada beberapa artikel yang belum lama di- submit, dengan topik cukup menarik dan penulisan yang baik. Tapi, setelah di-tracking, tulisan yang sama persis, atau setidaknya lebih dari 50 persennya, pernah dimuat Repulika, Kompasiana, atau beberapa situs web lainnya. Tentu ini menyedihkan. Karena itu, bagi sahabat-sahabat santri dan mahasantri, sekiranya memang belum siap untuk menulis sendiri, lebih baik bersiap diri dulu, tak perlu memaksanakan diri untuk lekas-lekas submit artikel. Masih ada waktu bagi kita untuk saling belajar.
  • 48. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 47 Ini contohnya: misalnya kita ingin menulis tentang profil Syekh Nawawi —kebetulan memang ada yang submit artikel tentang Syekh Nawawi, tapi setelah di-tracking ternyata sama persis dengan yang pernah dimuat di Republika. Untuk menulis profil Syekh Nawawi itu kita tak perlu plagiasi. Yang perlu kita lakukan adalah riset, riset, dan riset dengan membaca sebanyak mungkin referensi tentang Syekh Nawawi. Barulah setelah itu kita akan menemukan sesuatu yang baru, gagasan baru, atau sudut pandang yang baru tentang Syekh Nawawi yang memang perlu kita tulis sendiri. Dan menulislah kita… Kami khawatir, suatu saat kami lengah, dan kecolongan memuat artikel yang ternyata hasil plagiasi. Itu akan akan mencoreng apa yang telah kita lakukan selama ini. Untuk itu, kepada sahabat-sahabat santri dan mahasantri, mari saling menjaga, agar kita tetap berada di “jalan yang lurus…” MEMBIASAKAN DIRI DENGAN DATA Assalamualaikum sahabat-sahabat santri. Rasanya sudah lumayan lama kami tidak membuat catatan hal ikhwal kepenulisan di duniasantri.co. Kini, izinkan ada satu catatan tentang bagaimana seorang penulis membiasakan diri dengan data. Kebetulan, itulah salah satu kelemahan atau kekurangan paling umum dari tulisan-tulisan yang disubmit ke duniasantri.co: data, fakta, referensi. Padahal, tulisan yang paling kuat adalah yang dibangun dari atau didukung oleh data, fakta, dan referensi yang kuat pula. Ini berlaku untuk semua jenis, kategori, atau genre tulisan. Tulisan opini, misalnya, meskipun ia merupakan pendapat atau gagasan dari si
  • 49. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 48 penulis, tetaplah bahwa pendapat atau gagasan yang disuguhkan harus dibangun dari data, fakta, dan referensinya. Apalagi untuk jenis- jenis tulisan yang masuk kategori produk jurnalistik, seperti sosok dari seorang tokoh atau profil suatu pondok pesantren. Bahkan, karya sastra pun, seperti cerita (novel/cerpen), yang terbilang bagus dan kuat adalah yang didasarkan pada hasil riset data, fakta, dan referensinya. Bahkan puisi/sajak pun, banyak yang dihasilkan dari atau diperkuat oleh pengamatan dan pergulatan si penulis dengan data atau fakta-fakta kehidupan. Kita harus ingat bahwa puisi atau sajak bukanlah sekadar untaian kata-kata yang mendayu-dayu, yang mengharu-biru —yang malah sulit dimengerti. Begitu pentingnya data, fakta, dan referensi itulah maka banyak tulisan yang disubmit ke duniasantri.co akhirnya ditangguhkan —karena tidak didukung oleh ketiganya. Satu contoh, misalnya, ada tulisan yang menyorot tentang konflik Palestina-Israel. Mungkin saja pendapat atau opini si penulis benar, tapi karena tidak didukung oleh bangunan data dan fakta yang kuat, sehingga menjadi argumentatif, maka tulisan tersebut dikesampingkan. Tanpa didukung dan dibangun di atas data, fakta, dan referensi yang sahih, tulisan opini kita akan terasa “gerundelan”. Atau contoh lain lagi yang elementer. Misalnya kita menulis tentang profil pesantren. Kita menyebut pesantren X sebagai salah satu pesantren tertua atau terbesar. Bagaimana kita bisa mengukur “ketuaannya” kalau tidak pernah disebutkan tahun berapa pesantren itu didirikan. Bagaimana kita mengukur “kebesarannya” kalau kita tidak pernah menyebut, misalnya, luas bangunannya, jumlah
  • 50. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 49 gedung/kamarnya, luas tanahnya, ragam fasilitas pendidikannya, jumlah santrinya, dan sebagainya. Sahabat-sahabat santri bisa membanding-bandingkan berbagai tulisan di banyak media, termasuk yang bertebaran di dunia maya. Bandingkanlah tulisan-tulisan yang dibangung di atas dan didukung oleh banyak data/fakta/referensi dengan yang sebaliknya. Rasakan bedanya. Bedakan kualitasnya. Karena itu, mari biasakan diri bergulat dengan data/fakta/referensi untuk menghasilkan tulisan terbaik, yang semakin baik. Bagaimana caranya? Ada satu contoh menarik. Dulu, pernah ada dua orang wartawan Tempo melakukan wawancara khusus dengan KH Ahmad Shiddiq (almarhum), pengasuh Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyah Jember. Saat wawancara dimulai, hanya satu wartawan yang melakukan wawancara. Satunya lagi? Jalan-jalan keliling pesantren. Hasilnya? Perpaduan antara hasil wawancara dengan pengamatan lapangan (hasil jalan-jalan). Artinya? Betapa riset/survei untuk memperoleh data/fakta sama pentingnya dengan (kutipan) wawancaranya. Nah, data/fakta/referensi untuk membangun argumen kita, tulisan kita, bisa kita peroleh melalui riset kecil-kecilan atau memperbanyak referensi (bacaan). Misalnya, kalau kita ingin menulis tentang satu pesantren, paling tidak kita sudah harus siap lebih dulu dengan data elementernya. Begitu juga, kalau kita punya ide (topik) untuk menulis sebuah opini, maka kita sudah harus siap lebih dulu dengan datanya, fakta-faktanya, referensinya —meskipun tidak semua data/fakta/referensi tersebut kita cantumkan dalam tulisan kita.
  • 51. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 50 Rasanya tidak ada penulis sejati yang malas untuk menggali data, fakta, referensi. Dengan membiasakan diri bergulat dengan data/fakta/referensi, semoga tulisan kita menjadi semakin berkualitas. EKOSISTEM LITERASI KITA Hari ini, Senin 23 Agustus 2021, web kita mengunggah 5 artikel baru, tapi hanya 1 yang link pemuatannya di-share di grup percakapan “Gerakan Santri Menulis” (GSM). Itu memang disengaja. Dan mulai hari ini kebiasaan kami men-share link artikel yang baru diunggah ditiadakan —kecuali untuk hal-hal khusus. Dari sudut tertentu mungkin ini terlihat sebagai perkara remeh. Tapi, dari sudut lain, ini bisa jadi perkara serius:tentang konstruksi ekosistem literasi kita. Hari ini, inilah yang terjadi: artikel pertama, puisi dengan judul besar “Kekasih Semua Orang” diunggah pada pukul 04.24 WIB. Sampai dengan pukul 06.39, saat linknya di-share, tak satu pun ada jejak orang yang membacanya. Padahal, selama hampir tiga jam itu, ada beberapa dari kita melakukan login, masuk ke akunnya di web, dan men-submit artikel. Setelah linknya di-share, barulah ada yang mulai membaca tulisan yang pertama diunggah tersebut. Setelah itu ada 4 artikel lagi diunggah dalam jeda waktu berlainan, dan semua link pemuatannya tidak di-share. Apa yang terjadi? Hanya 1 artikel yang dibaca beberapa kali. Tiga sisanya tak ada jejak dibaca orang sampai sekitar pukul 17.00. Padahal, dalam rentang waktu seharian ini, banyak, puluhan orang, yang melakukan login, masuk ke akunnya di web, dan men-submit artikel. Banyak artikel yang hari ini di-submit.
  • 52. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 51 Apa arti dari gejala ini? Inilah perkara serius yang bisa dibilang mengkhawatirkan itu: jangan-jangan, kita hanya peduli pada diri sendiri. Mengirim artikel sendiri, menunggu pemberitahuan dimuat, lalu dibaca sendiri, dan di-share di kelompoknya sendiri. Selesai. Abai pada artikel lain yang juga dimuat. Tak peduli pada karya teman/penulis lain. Jika gejala ini benar, maka mirip-mirip dengan apa yang disebut sebagai bagian dari snobisme intelektual, yang tak kondusif bagi ekosistem literasi. Diam-diam, sudah beberapa lama, kami melakukan pengamatan terhadap “perilaku” kejejaringan kita dalam web duniasantri.co. Jika di-profiling, dari 343 kontributor yang terdata kira-kira ditemukan tipologi seperti ini: Pertama, kontributor pasif. Jumlahnya sangat banyak. Bahkan terbanyak, mungkin. Mereka ini membuat akun sebagai kontributor, namun belum pernah submit artikel atau sudah submit sekali dua kali tapi belum ada yang dimuat. Mungkin mereka ini menjadi pembaca yang pasif. Kedua, kontributor superaktif. Jumlahnya tak terlalu banyak, tapi sangat-sangat aktif submit artikel. Ketiga, kontributor aktif. Jumlahnya juga tak terlalu banyak, tapi terbilang aktif (rutin) submit artikel. Keempat, kontributor agak-aktif. Jumlahnya relatif banyak dan tidak rutin dalam submit artikel. Nah, “gejala abai pada yang lain” tadi, “snobisme intelektual” itu, bisa jadi ada di tipe kedua, ketiga, dan keempat sekaligus. Apakah itu baik? Apakah itu buruk? Bukan di situ persoalannya. Persoalannya ada pada apa yang seharusnya kita lakukan dalam membangun ekosistem literasi yang kondusif. Di situ ada yang disebut apresiasi. Dalam ekosistem literasi yang kondusif, ada saling memberi apresiasi, ada saling respect. Jika tak
  • 53. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 52 ada itu, maka ekosistem literasi tidak akan kondusif. Apresiasi tidak identik dengan memuja atau memuji. Membaca tulisan orang lain adalah sebentuk apresiasi. Mengkritik atau memberi komentar apalagi. Itulah salah satu alasan utama duniasantri.co ada: saling menguatkan melalui apresiasi dalam berliterasi. Mari bertanya pada diri sendiri: pernahkah kita merindukan membaca tulisan teman-teman kita di jejaring ini? Pernahkah kita “mencolek” teman-teman kita yang terasa sudah lama tidak menulis lagi? (Saya secara pribadi, meskipun jarang, beberapa kali melakukan itu. Jika ada yang sudah lama sekali tidak menulis, saya biasanya japri sekadar menyapa begini: “gus (atau ning) apa kabar? Saya kangen baca tulisannya.”—meskipun belum tentu tulisannya nanti dimuat). Nah, dengan ditiadakannya kebiasaan share link unggahan artikel itu, maka jika ingin mengetahui informasi apakah tulisan kita sudah dimuat atau belum, kita bisa mencari tahu sendiri di web kita. Jadi tak perlu menunggu-nunggu ada share link unggahannya. Semoga ekosistem literasi makin kuat, makin baik. PROFILING KEPENULISAN KITA Berikut beberapa catatan dari redaksi duniasantri.co untuk dijadikan pertimbangan dan bahan diskusi dalam berliterasi. (1) Semula ada kekhawatiran, peniadaan kebiasaan share link pemuatan artikel di grup-grup percakapan Gerakan Santri Menulis akan menurunkan tingkat keterbacaan (views) situs web kita. Nyaranya kekhawatiran itu tak terjadi. Trennya justru terus menaik meski tak signifikan benar. Artinya kesadaran berliterasi yang sebenarnya telah terbangun; bahwa ilmu dan informasi itu harus dicari, bukan dinanti.
  • 54. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 53 (2) Ada kecenderungan para kontributor mulai banyak menulis berita untuk rubrik Teras. Namun, masih banyak yang belum terbiasa dengan bentuk berita yang sebenarnya. Sering bercampur antara berita dan opini —padahal dalam berita tak boleh ada opini. Untuk kecenderungan ini ada dua hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, kita harus lebih membiasakan diri dengan rumus “5W1H” dalam penulisan berita —kalau perlu sering-sering berlatih menulis berita (bukan untuk dimuat) dan membanding- bandingkan hasilnya dengan berita-berita pada media mainstream. Kedua, berita yang cocok muat di situs web kita benar-benar berita tentang dunia santri, dunia pesantren, oleh dan untuk kalangan pesantren. Misalnya, belum lama ini ada kontributor yang submit berita tentang Kementerian Agama menyelenggarakan diklat (dakwah) digital. Institusi negara ini punya perangkat dan modal berlebih untuk menyiarkan kegiatannya ke seluruh dunia, karena itu web kita tak merasa perlu untuk memberitakannya. Lain soal kalau kegiatan serupa diselanggarakan oleh pesantren, maka duniasantri.co harus memberitakannya. Sesederhana itu rumusan umumnya. Sebagai catatan di poin kedua, direkomendasikan, dan memang ada baiknya demikian, seluruh kontributor duniasantri.co membiasakan diri dengan penulisan jurnalistik dengan penerapan kaidah “5W1H”. Percayalah, dengan membiasakan diri dan menguasai penulisan jurnalistik, menulis dalam bentuk apa saja akan terasa lebih mudah. Basis atau fondasi kepenulisan kita akan semakin kukuh. Itulah kenapa, dalam satu workshop cerpen kita, Putu Fajar Arcana menyodorkan teknik penulisan cerpen dengan mengadopsi kaidah penulisan jurnalistik “5W1H” ini.
  • 55. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 54 Karena kita bukan jurnalis sungguhan, kita bisa belajar dan mencobanya dengan cara sangat sederhana. Menuliskan peristiwa sehari-hari di sekitar kita dalam bentuk berita, dengan penerapan kaidah “5W1H”, diulang dan terus diulang hingga kita mahir melakukannya. Persis seperti belajar naik sepeda. (3) Jumlah santri yang melakukan registrasi sebagai kontributor semakin banyak dan beragam, terutama beragam dalam hal kemampuan dan usia. Saat ini sudah bergerak ke angka 500 kontributor. Dari segi kemampuan, misalnya, ada yang sudah mahir dan memiliki gaya tersendiri dalam menulis. Namun, tak sedikit yang masih belajar dan tulisannya belepotan. Dari segi usia, misalnya, ada yang sudah di atas 40 tahun. Tapi ada juga yang masih 12 tahun! (Bayangkan, anak 12 tahun mendaftar menjadi kontributor duniasantri.co!) Dengan semakin banyaknya kontributor, tentu tingkat “persaingan” menulis di duniasantri.co menjadi lebih ketat. Setidaknya, durasi pemuatan tulisan dari seorang kontributor akan “terganggu” dengan hadirnya kontributor- kontributor lain —mengingat keterbatasan sumber daya di lingkungan jejaring duniasantri. Dengan latar itu tentu diperlukan “seni” tersendiri dalam menentukan “standar mutu” pemuatan tulisan, mula-mula dimulai dari “standar minimalis” dan terus di-upgrade sesuai dengan perkembangannya. Jika cermat memeriksa tulisan-tulisan masa-masa awal duniasantri.co hingga yang terkini, pasti akan terasa ada tahapan “upgrading” standar yang dipakai. Intinya, dari waktu ke waktu harus selalu ada peningkatan standar kualitas. Kita tidak bisa hanya “begini-begini saja” atau “begitu-begitu
  • 56. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 55 saja” dan cukup puas dengan itu. Harus ada saatnya situs web kita ini, duniasantri.co, “tak layak” lagi mewadahi perkembangan kepenulisan kita hingga kita harus mencari media-media yang lebih besar, yang lebih berkualitas, mungkin lebih berkelas dan bergengsi, untuk mewadahi karya-karya kita. Dan di saat itu mungkin kita juga sudah menerbitkan media baru yang sekarang sedang digagas oleh teman- teman di jejaring duniasantri: “jurnal ilmiah duniasantri”. Untuk naik ke puncak, kita harus menyiapkan dulu tangganya. Dan duniasantri.co adalah salah satu dari anak-anak tangga itu. Untuk catatan poin ketiga ini, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, tidak semua penulis selalu bisa melahirkan tulisan yang baik, atau sebaik sebelumnya dan setelahnya. Itulah kenapa adakalanya kadang-kadang tulisan kita dimuat kadang-kadang tidak. Yang tulisannya pernah dimuat duniasantri.co tidak berarti seluruh tulisan yang kemudian juga akan dimuat. Sebab, setiap tulisan akan diperlakukan sama: melalui tahapan dan proses editing. Tapi reaksi para penulisnya memang berbeda-beda. Ada yang tak peduli jika ada tulisannya yang tidak dimuat dan terus saja berkarya. Ada yang setelah tulisan terakhirnya tak dimuat berhenti mengirimkan karyanya. Ada yang tak peduli tulisannya tak pernah ada yang dimuat dan terus saja mengirimkan karyanya. Ada yang sekali dua kali mengirimkan tulisan dan berhenti melakukannya karena tak dimuat. Ada yang baru bergabung dan baru submit satu tulisan minta segera dimuat. Bermacam ragam. Sekarang kita ambil contoh. Di duniasantri.co, Kiai Rusdi tergolong paling aktif dan tulisannya paling banyak dimuat. Tapi jangan salah sangka. Bukan berarti tak ada tulisannya yang tak dimuat. Banyak.
  • 57. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 56 Mungkin malah paling banyak. Tapi Kiai Rusdi sepertinya paham kenapa tulisannya yang ini atau yang itu tak dimuat. Contoh lain adalah Khalil Satta Elman yang puisi teranyarnya dimuat pada Jumat (10/9/2021). Empat puisi di bawah judul “Ibu, Malam Sudah Terpejam” itu merupakan seleksi dari sekitar 15 puisinya yang dikirimkan secara berturut-turut sejak sebulan sebelumnya. Artinya, ketika “serumpun” puisi yang dikirimkannya belum dimuat, Khalil Satta tetap berkarya dan mengirimkan karya-karya lainnya. Artinya, banyak juga puisi Khalil Satta yang oleh tim redaksi dinilai tidak layak muat. Kedua, ada sejumlah penulis yang mencoba “curang”. Mungkin sudah tidak ada lagi plagiasi atau copy paste —setelah tahun lalu. Tapi ada saja yang mencoba-coba mengirimkan tulisan sendiri tapi sebelumnya sudah pernah dimuat media lain. Tim redaksi selalu melakukan tracing terhadap setiap tulisan yang masuk. Jika diketahui ada yang seperti ini, maka duniasantri.co tidak akan memuat tulisannya, termasuk tulisan-tulisannya yang lain, sampai dengan adanya klarifikasi dari yang bersangkutan dengan catatan tidak akan ada lagi pengulangan. Ketiga, untuk yang baru bergabung dengan duniasantri.co, karena dalam dua minggu belakangan banyak yang baru membuka akun kontributor, ada baiknya mempelajari terlebih dahulu karakter dari setiap rubrik di duniasantri.co dan standar penulisannya. Ini diperlukan agar kita mengenal betul karakter dan politik redaksional duniasantri.co sehingga tidak melakukan hal yang sia-sia. Contohnya, seseorang mengirimkan tulisan yang isinya berasal dari ceramah seorang gus/kiai di kanal Youtube. Itu bukan konsumsinya duniasantri.co. Sebab, orang sudah bisa menyimaknya di kanal Youtube.
  • 58. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 57 Atau, contoh lain, adalah tulisan-tulisan bertema “Islam amalan” atau “Islam how to”. Misalnya, tentang bacaan ayat tertentu agar cepat kaya atau terbebas dari utang, dan yang semacamnya itu. Tulisan- tulisan bernada seperti ini pasti tak dipertimbangkan. Jadi, mengenali karakter dan politik redaksional itu penting bagi semua penulis. Keempat, bagi yang sudah (sering) mengirimkan tulisan tapi belum pernah dimuat sebaiknya tak pernah berputus asa mencoba dan terus meng-upgrade kemampuan kepenulisannya. Untuk sementara, tulisan- tulisan tersebut oleh tim redaksi memang dinilai belum memenuhi syarat —bahkan setelah dibongkar-pasang secara berulang. Ada baiknya sebelum submit mengonsultasikan tulisannya ke kanan-ke kiri atau ke teman-teman yang sudah piawai, termasuk teman-teman yang ada di grup Gerakan Santri Menulis. Intinya, tunas-tunas kepenulisan itu jangan sampai layu atau mati sebelum berkembang. EJAAN BAKU Salah/Tak Baku Benar/Baku adzan azan afdol/afdhol afdal agamis agamais ajeg ajek akherat akhirat aktifitas aktivitas Alquran Al Quran anugrah anugerah analisa analisis antri antre apotik apotek
  • 59. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 58 aquarium akuarium asesoris aksesoris ashar asar atlit atlet azas asas baligh balig; akil balig baqo baqa barzah barzakh barokah berkah bathil batil bathin batin cabe cabai cendikiawan cendekiawan cenderamata cinderamata ceritera cerita cidera cedera capek capai coklat cokelat da’i dai dekrit dekret derajad derajat detil detail dhuhur zuhur diagnosa diagnosis dzikir zikir efektifitas efektivitas ekstrim ekstrem elit elite fardhu fardu faham paham
  • 60. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Panduan Kirim Tulisan---------- - 59 fikir(an) pikir (an) fiqih fikih formil formal gubug gubuk hadang adang (mengadang, menghalangi) handal andal hadist/hadits hadis hafidz hafiz hakekat hakikat hapal(an) hafal(an) hembus embus himbau imbau hirarki hierarki hisap isap utang utang ijasah ijazah ijin izin imaginasi imajinasi indra indera insyaf insaf isro mi’roj isra mikraj isteri istri jamaah jemaah jaman zaman jariyah (amal) jariah jenasah jenazah Juma’at Jumat Jus (buah) juz (bab) kantong kantung karomah keramat