SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 61
Get Homework Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
STUDI KASUS PASIEN
COMMON COLD PADA BALITA DISERTAI GIZI KURANG DENGAN
PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA DI
PUSKESMAS KECAMATAN KELAPA GADING
PERIODE 10 JUNI – 22 JUNI 2013
1
Oleh :
Puspalia Pristiyanti
110.2007.216
Pembimbing :
Dr. dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes.
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
BAGIAN KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2013
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Studi Kasus Pasien mengenai COMMON COLD PADA BALITA DISERTAI
GIZI KURANG DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA DI
PUSKESMAS KECAMATAN KELAPA GADING PERIODE 10 JUNI – 22 JUNI 2013,
telah disetujui oleh pembimbing untuk dipresentasikan dalam rangka memenuhi salah satu
2
tugas kepaniteraan Kedokteran Keluarga Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi.
Jakarta, Juni 2013
Pembimbing,
DR. Dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes
LAPORAN KASUS
BERKAS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. T
3
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 3 tahun
Agama : Nasrani
Alamat : Jl. Gg. Armada
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : belum bersekolah
Pekerjaan : -
Tanggal berobat : 11 Juni 2013
B. Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa pada ibu pasien tanggal 11 Juni 2013
1. Keluhan Utama : Batuk Pilek sejak 1 minggu lalu
2. Keluhan Tambahan : Panas selama 2 hari naik turun
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading di bagian MTBS
dibawa oleh ibunya dengan keluhan pasien menderita batuk pilek sejak 1 minggu lalu.
Batuk yang di alami pasien berdahak dan bewarna putih. Saat batuk pasien tidak
mengeluarkan darah. Batuk biasanya terjadi kapan saja akan tetapi lebih sering pada
malam hari sehingga pasien tidak bisa tidur. Saat batuk tidak disertai dengan muntah.
Sebelum batuk pilek, pasien menderita panas selama 2 hari yang terjadi naik turun
dan biasanya panas terjadi kapan saja baik pagi siang ataupun malam. Panas yang
diderita pasien sekitar 37,7O
C. Pasien telah diberi obat penurun panas dan obat batuk
yang dibeli di warung namun tidak ada perbaikan sehingga ibu pasien membawa
pasien berobat ke Puskesmas Kelapa Gading. Sesak nafas tidak ada.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengatakan anaknya pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya sekitar 2 bulan yang lalu. Penyakit diare, kejang, alergi obat dan makanan
disangkal oleh ibu pasien.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit serupa pernah dialami keluarga sekitar bulan lalu
6. Riwayat Sosial Ekonomi
4
Pasien adalah seorang balita berusia 3 tahun, tinggal bersama kedua orang
tuanya. Dalam keluarga pasien kebutuhan sehari-sehari biasa dipenuhi dari
penghasilan ayah pasien yang bekerja sebagai Karyawan Swasta dengan penghasilan
2.000.000/bulan. Jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
biaya berobat pasien, Ibu pasein merupakan ibu rumah tangga yang bertugas
mengurus anak-anak setiap hari.
7. Riwayat Kebiasaan
Ibu pasien selalu memberikan makanan selingan seperti kue atau biskuit, dan menu
untuk satu hari terkadang tidak sesuai dengan 4 sehat 5 sempurna. Untuk sarapan
pagi hanya bubur ayam . Untuk makan siang dan makan malam, biasanya pasien
makan nasi dan ikan. Namun pasien tidak terlalu menyukai sayur-sayuran dan buah.
Pasien sering jajan di tukang jajanan depan rumah seperti chiki, sosis.
8. Riwayat Kelahiran
 Persalinan : spontan pervaginam
 Bayi lahir cukup bulan ( kehamilan 38 minggu )
 BBL : 2900 gram
 PB : 48 cm
 Kelainan kongenital : -
9. Makanan Pendamping
 ASI eksklusif : 6 bulan
 PASI : SGM, 8 bulan
 MPASI : Nasi Tim, 1 tahun
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Berat Badan : 10 kg
Panjang Badan : 80 cm
Frekuensi nadi : 100 kali/menit ( isi cukup, reguler, kuat angkat )
5
Frekuensi nafas : 24 kali/menit ( reguler, adekuat )
Suhu : 36,7 derajat celcius (axila)
Kepala : normocephalik, ubun-ubun sudah menutup, rambut tidak
mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik, mata terlihat
cekung -/-.
Hidung : bentuk biasa, cavum nasi lapang/lapang, sekret +/+,
mukosa hidung tidak hiperemis.
Telinga : normotia, serumen -/-, sekret -/-
Mulut : lidah tidak kotor, tonsil T1-T1 hiperemis,
faring hiperemis
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Thoraks :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri kanan
Vesikuler +/.+
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, murmur -, gallop –
rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen :
Inspeksi : perut tampak datar
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus + normal
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik
Kulit : turgor kulit cukup
2. Status Gizi WHO berdasarkan TB/U
6
7
Status Gizi An. T :
a. Usia : 3 tahun (36 bulan)
b. Berat badan : 11 kg (BBI = 14 Kg)
c. Tinggi badan : 80 cm
d. Status Gizi : Gizi Kurang ( -3 SD sampai dengan <-2 SD )
8
BERKAS KELUARGA
A. Profil Keluarga
1. Karakterisktik Keluarga
a. Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. T
Usia : 31 Tahun
b. Identitas Pasangan
Nama : Ny. T
Usia : 31 tahun
c. Struktur Komposisi Keluarga
Tabel 1. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah
No
.
Nama Kedudukan
Dalam
Keluarga
Gender Umur Pendidika
n
Perkerjaan Keterangan
Tambahan
1 Tumpal Ayah L 31 thn SMA Karyawan
Swasta
2.000.000/
bulan
2 Trina Ibu P 31 thn SMA IRT -
3 Talida Anak 1 P 3 thn - - -
4 Tiur Anak 2 P 4 bln - - -
Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
a. Lingkungan tempat tinggal
Tabel 2. Lingkungan Tempat Tinggal
Status Kepemilikan Rumah : Mengontrak
Daerah Perumahan : Padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 6m x 3m Rumah tingal mengontrak yang berada
pada lingkungan yang cukup padat.
Rumah tersebut kurang nyaman untuk
ditempati oleh empat orang anggota
keluarga
Jumlah penghuni dalam rumah : 4
orang
Luas halaman rumah : tidak memiliki
halaman
Tidak bertingkat
Lantai rumah : keramik
9
Dinding rumah : tembok
Jamban keluarga : ada
Tempat bermain : tidak ada
Penerangan listrik : 450 watt
Ketersediaan air bersih : ada (PAM)
Tempat pembuangan sampah : ada
b. Kepemilikan barang-barang berharga
Keluarga An. Rmemiliki barang elektronik antara lain satu buah televisi,
satu buah handphone dan satu buah kipas angin, Peralatan rumah tangga yang
dimiliki keluarga pasien antara lain magic jar,dan kompor gas 3kg.
c. Denah rumah
Gambar 1. Denah Rumah Keluarga An. T
3m2
Kamar mandi Dapur
6m2
Kamar
2. Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
a. Tempat Berobat : Puskesmas
b. Balita : Posyandu
c. Asuransi/Jaminan Kesehatan : Tidak Ada
3. Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
Tabel 3. Pelayanan Kesehatan
10
Ruang tamu
Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat
pelayanan kesehatan
Angkutan umum Pasien pergi berobat ke puskesmas
menggunakan angkutan umum. Tarif
berobat di Puskesmas dengan membayar
2000 dan kualitas pelayanannya pun
memuaskan.
Tarif pelayanan
kesehatan
Bayar
Kualitas pelayanan
kesehatan
Memuaskan
4. Pola Konsumsi Makanan Keluarga
a. Kebiasaan makan
Keluarga Tn. T makan sebanyak tiga kali sehari yaitu sarapan pagi, makan
siang dan makan malam dengan menu makanan yang tidak bervariasi dan
biasanya makanan dimasak sendiri oleh ibu pasien.Terkadang mereka juga
membeli makanan yang ada disekitar rumah. Menu makanan keluarga Tn.T
yaitu nasi, lauk dan sayur. Pasien biasa makan dengan cara disuapi oleh ibunya
dalam sekali makan, pasien menghabiskan 5-10 sendok makan. Pasien jarang
menghabiskan makanan yang diberikan oleh ibunya. Keluarga Tn. T jarang
mengkonsumsi buah-buahan
b. Menerapkan pola gizi seimbang
Menu makanan keluarga An. T yang selalu ada saat mereka makan setiap
harinya ialah nasi, telur, ikan, sayur. Pola makan pasien dua hari terakhir ialah :
a) Tanggal 9 Juni 2013
i. Pagi : 159 kalori
JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Bubur Ayam 100 gr = 159 kal 510 gr 2860 gr 210 gr
ii. Siang : 347 kalori
JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr
Ikan goreng 100 gr = 84 kal 14,8 gr 0 2,3 gr
Sayur asem 100 gr = 88 kal 0,7 gr 5 gr 0
11
iii. Malam : 381 kalori
JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr
Ikan goreng 100 gr = 84 kal 14,8 gr 0 2,3 gr
Susu 1 gelas = 122 kal 8,03 gr 11,49 gr 4,88 gr
Makanan camilan : 180 kalori
JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Biscuit 100 gr = 44 kal 1,35 gr 6,47 gr 1,62 gr
Chiki 80 kal 1 gr 8 gr 3 gr
b) Tanggal 10 Juni 2013
i. Pagi : 159 kalori
JumlahGr /kal Krotein Karbohidrat Lemak
Bubur Ayam 100 gr = 159 kal 510 gr 2860 gr 210 gr
ii. Siang :347 kal
Jumlah Gr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr
Ikan goreng 100 gr = 84 kal 14,8 gr 0 2,3 gr
Sayur bayam 100 gr = 88 kal 3,5 gr 6,5 gr 0,5 gr
iii. Malam : 485 kal
Jumlah Gr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr
Telor goring 75 gr = 188 kal 11,7 gr 0 0
Susu 1 gelas = 122 kal 8,03 gr 11,49 gr 4,88 gr
Makanan camilan : 132 kalori
JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Biscuit 100 gr = 44 kal 1,35 gr 6,47 gr 1,62 gr
Sosis 49 kal 5,06 gr 0,43 gr 2,83 gr
 BBI = (usia dalam tahun X 2) + 8
= ( 3 X 2) + 8 = 14 kg
12
 Kebutuhan Energi/kalori pada balita = 100 kalori / kg BBI
= 1000 + ( 100 X 3) = 1300 kal/ hari
 Kebutuhan Zat Gizi :
a . Protein 10% dari total kalori
= ( 10% X 1300) : 4 = 32.5 gr
b. Lemak 20% dari total kalori
= ( 20% X 1300) : 9 = 28,8 gr
c. Karbohidrat, sisa dari total kalori dikurangi prosentasi protein dan lemak
=( 70% X 1300) : 4 = 227,5 gr
Setelah menghitung jumlah BBI, kebutuhan energi/kalori serta kebutuhan zat gizi
pada pasien, juga dengan melihat food recall pasien selama 2 hari sebelum datang ke
puskesmas maka dapat disimpulkan bahwa setiap harinya menu makan pasien kurang
memenuhi jumlah energi/kalori yang dibutuhkan setiap harinya.
5. Pola Dukungan Keluarga
a. Faktor pendukung terselesainya masalah dalam keluarga
Orang tua pasien sadar akan penyakit yang diderita oleh anaknya sehingga saat
pasien sakit orangtuanya memeriksakan anaknya ke Puskesmas. Selain itu pihak
keluarga tidak berkeberatan dengan biaya pengobatan yang masih terjangkau.
b. Faktor penghambat terselesainya masalah dalam keluarga
Kurangnya pengetahuan orang tua pasien tentang penyakit yang diderita oleh
pasien. Pola konsumsi keluarga Ny. T tidak baik, dikarenakan tidak
bervariasinya menu makanan setiap harinya, hal ini menjadikan pasien susah
makan dan jarang mengkonsumsi buah-buahan. Dalam penatalaksanaan
penyakit pasien sangat diperlukan peran serta yang aktif dari seluruh
anggota keluarga terutama ibu pasien dalam merawat dan memperhatikan
pasien terutama masalah makanan. Peran keluarga pada saat ini kurang
memperhatikan keadaan kesehatan pasien.
13
Saat ini Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan satu saudari kandungnya, dimana
pasien memiliki adik kandung yang masih berusia 4 bulan, sehingga perhatian
ibu pasien harus terbagi antara pasien dan adik pasien.
B. Genogram
1. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga inti (nuclear family) dimana terdiri dari
ayah (Tn. T), ibu (Ny. T), dan kedua anaknya termasuk pasien (An. T) yang tinggal
dalam satu rumah.
2. Tahapan Siklus Keluarga
Menurut Duvall (1977) dikutip dalam Friedman (1998), keluarga An. T berada
pada tahapan siklus keluarga yang ke tahap tiga dimana Keluarga Anak Usia
Prasekolah/Family With Preschool Children ( oldest child 2,5 – 5 years). Dimulai
dengan anak pertama berusia 2,5 – 5 tahun.
3. Family Map
Tn.R Ny.P Tn. S Ny. A
T
Tn.Y Ny. T Ny.T Tn.T Tn. T
An.T An. T
Keterangan Gambar :
: Laki-laki : Pasien
14
: Perempuan : Meninggal
: Keturunan : Pernikahan
: Tinggal serumah
Pasien adalah balita berumur 3 tahun, merupakan anak pertama dari 2
bersaudara dari seorang ayah yang bekerja karyawan swasta dan diurus sehari-
harinya oleh ibunya sendiri. Saat ini pasien belum memasuki jenjang sekolah.
Ibu pasien selalu berusaha memberi asupan makan setiap harinya, namun pasien
memiliki kebiasaan untuk jajan jajanan yang tidak sehat di sekitar rumahnya,
sehingga suka mengalami keluhan batuk pilek. Ibu pasien sering melarang
kebiasaan anaknya untuk jajan sembarangan, namun terkadang pasien sulit
untuk diberitahu dan menangis jika keinginannya tidak terpenuhi.
a. Masalah dalam fungsi biologis
Di dalam keluarga pasien tidak terdapat satupun anggota yang mempunyai
riwayat penyakit tertentu.
b. Masalah dalam fungsi psikologi
Keluarga Tn. T dan Ny. T merupakan suami istri yang saling mendukung satu
sama lain, sekalipun mereka tergolong dalam keluarga menengah kebawah,
namun jika sudah menyangkut urusan anak – anak mereka, mereka selalu
mengutamakannya, termasuk dalam urusan pendidikan dan kesehatan. Tidak
ada masalah keluarga yang menyebabkan perkembangan psikis anak-anaknya
terganggu.
c. Masalah dalam fungsi ekonomi
Sumber penghasilan utama pada keluarga adalah dari orang tua pasien
terutama ayah pasien. Untuk biaya kesehatan, pasien tidak memiliki asuransi
kesehatan..
15
d. Masalah lingkungan
Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat dengan posisi rumah yang
saling berdempetan dan dengan pencahayaan yang kurang, serta sanitasi yang
kurang baik di sekitar lingkungan rumah.
e. Masalah perilaku kesehatan
Karena usia pasien yang masih balita, sehingga biasanya anak-anak sulit untuk
mendengar perkataan orang tuanya, maka pasien masih saja ingin
mengkonsumsi makanan yang kurang sehat hingga mengakibatkan pasien sakit,
dan akhirnya orangt tua pasien membawanya ke puskesmas.
C. Diagnosis Holistik
1. Aspek Personal
a. Alasan kedatangan
Pasien datang berobat ke puskesmas diantar oleh kedua orang tuanya atas
dorongan diri sendiri karena merasa khawatir dengan kondisi anaknya yang
tidak kunjung sembuh.
b. Harapan
Ibu pasien memiliki harapan agar penyakit anaknya dapat sembuh.
c. Kekhawatiran
Ibu pasien memiliki kekhawatiran jika penyakit anaknya akan bertambah
berat.
2. Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik disimpulkan sebagai berikut :
a. Diagnosis kerja : Common cold disertai dengan Gizi kurang
b. Diagnosis banding : -
3. Aspek Risiko Internal
a. Genetik
16
Tidak terdapat riwayat penyakit genetik pada keluarga pasien, riwayat TB
disangkal oleh orang tua pasien.
b. Pola makan
Pola makan pasien tidak memenuhi pola gizi seimbang
c. Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan dan sulit untuk makan
setiap harinya.
d. Spiritual
Ibu pasien selalu memperigati pasien bahwa penyakit yang dideritanya
merupakan teguran agar pasien lebih memperhatikan kesehatannya.
4. Aspek Psikososial Keluarga
Faktor pendukung kesehatan pasien adalah keluarganya sendiri, terutama ibu
pasien yang senantiasa mengurus pasien setiap harinya, sedangkan ayah pasien
bekerja mencari nafkah. Ibu pasien melarang anaknya untuk tidak jajan
sembarangan.
Faktor penghambat kesehatan pasien yang berasal dari keluarga adalah
kurangnya kesadaran dan pengetahuan ibu pasien mengenai pola makan sehari-hari
yang kurang bervariasi dan tidak memenuhi makanan 4 sehat 5 sempurna. Untuk
system pencahayaan dan sirkulasi udara di rumah tergolong kurang karena hanya
terdapat 2 jendela di ruang tamu sehingga keadaan di dalam rumah cukup lembab
5. Aspek Fungsional
Menurut skala WONCA pasien termasuk derajat 1 dimana pasien mampu
melakukan pekerjaan ringan sehari-hari seperti bermain di sekitar rumah seperti
biasa.
D. Rencana Pelaksanaan
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil yang diharapkan
17
Aspek
Personal
a. Memberikan edukasi
kepada orang tua pasien
tentang penyakit yang di
derita pasien, mulai dari
gejala penyakit,
pengobatan serta
komplikasi yang dapat
diakibatkan oleh penyakit
yang diderita pasien.
b. Melakukan edukasi kepada
orang tua pasien terhadap
pentingnya pengawasan
pertumbuhan dan
pekembangan anak serta
menjaga pola makan sesuai
dengan kebutuhan gizi.
Orang tua
Pasien
Saat pasien
berobat ke
Puskesmas
dan
kunjungan
rumah
pasien
Orang tua pasien mengerti
mengenai penyakit yang
diderita pasien serta
pencegahannya dan mulai
menerapkan pola makan yang
baik dan sehat untuk pasien.
Aspek
Klinik
a. Memberikan obat untuk
common cold seperti PCT
syrup 3x1 cth (PO), CTM
Tab 3x1/4 tab (PO),
Prednison 3x1/2 tab (PO),
Ambroxol Syr 3x1/2cth
(PO) serta multivitamin
guna meningkatkan daya
tahan tubuh
b. Memberikan penjelasan
kepada orang tua pasien
tentang obat-obat yang
dikonsumsi pasien
termasuk efek sampingnya
c. Memberikan informasi
tentang makanan yang baik
dan bergizi, contoh-contoh
makanan agar lebih
bervariasi serta jadwal
pemberian makan yang
tepat
Pasien
dan Orang
tua
Saat pasien
ke
Puskesmas
Keluhan pasien berkurang
sehingga mencapai taraf
kesembuhan serta
meningkatkan daya tahan
tubuh sehingga pasien
terhindar dari penyakit dan
status gizi pasien meningkat.
Aspek
Risiko
Internal
a. Membantu orang tua
pasien untuk merubah pola
makan pasien dengan
pemberian makanan yang
bergizi dan lebih bervariasi
dan memberitahukan
makanan apa yang
seharusnya dikonsumsi
pasien agar sesuai dengan
kebutuhan kalori pasien
dan rajin mengkonsumsi
sayur dan buah
b. Menganjurkan orang tua
pasien untuk menjaga
Pasien
dan
keluarga
Saat
kunjugan
rumah
pasien
Orang tua pasien mampu
mengelola makanan yang
bergizi untuk pasien,
mengetahui pola makan yang
baik dan bervariasi, mengerti
akan pentingnya kepatuhan
dalam pengobatan.
18
kebersihan agar anak tidak
mudah terserang penyakit
Aspek
Psikososial
Keluarga
a. Menganjurkan keluarga
untuk memberi dukungan
dan perhatian kepada
pasien untuk dapat
mengawasi dan
memantau makanan, pola
makan, kesehatan serta
pemberian obat yang
teratur.
b. Menganjurkan kepada
keluarga untuk selalu
membawa pasien kontrol
rutin agar kesehatan,
pertumbuhan dan
perkembangan pasien
lebih baik.
c. Menganjurkan untuk ibu
untuk selalu menjaga
kebersihan rumahnya
selalu membuka jendela
di pagi hari sehingga
udara sgar dapat masuk
kedalam rumah, dan
menutup pintu dan
jendela karena jalanan
depan rumah yang penuh
dengan debu.
Orang tua
pasien
Saat
kunjungan
rumah
pasien
Keluarga lebih peduli dengan
kondisi fisik pasien dan
memberi perhatian serta
dukungan kepada pasien agar
membantu penyembuhan
pasien.
Aspek
Fungsional
Memberitahu orang tua pasien
untuk terus memberikan obat
kepada pasien serta
mengkonsumsi makanan yang
baik dan sehat
Pasien
dan orang
tua pasien
Saat di
Puskesmas,
posyandu
dan
kunjungan
rumah
Kondisi tubuh pasien lebih
sehat dan kuat serta
meningkatkan berat badan
pasien.
E. Prognosis
1. Ad vitam : ad bonam
2. Ad sanasionam : ad bonam
3. Ad fungsionam : ad bonam
19
TINJAUAN PUSTAKA
COMMON COLD
Definisi
Common Cold (pilek, selesma) adalah suatu reaksi inflamasi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh infeksi virus
Penyebab
Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold:
• Rhinovirus
• Virus influenza A, B, C
• Virus Parainfluenza
• Virus sinsisial pernafasan.
Semuanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh
penderita. Common cold biasanya tidak berbahaya dan kebanyakan dapat sembuh
dengan sendirinya artinya virus akan mati dengan sendirinya bila masa inkubasi telah
berakhir.
20
Walaupun infeksi biasanya pada saluran nafas atas namun sering menyebar ke saluran
nafas bawah menimbulkan trakeitis, bronchitis, pneumonitis.pada saluran nafas atas,
virus ini menyebabkan nekrosis dan deskuamasi epitel bersilia disertai serbukan padat
sel radang terutama lifosit. Penyebaran infeksi ke saluran nafas bawah atau paru,
menyebabkan nekrosis serta sel pelapis alveoli mengelupas. Common cold
menyebabkan komplikasi seperti pneumonia virus primer, pneumonia bacteria
sekunder dan meningkatkan tahap serangan penyakit kronik.
Periode prepatogenesis dan pathogenesis common cold
1. Prepatogenesis dimulai kurang dari 24 jam
2. Masa inkubasi virus berlangsung sekitar 1-3 hari
Biasanya gejala diawali berupa rasa tidak enak pada hidung atau tenggorokan.
Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan.
Tanda-tanda sistemik common cold mulainya mendadak dan meliputi demam,
menggigil, nyeri kepala, mialgia, nyeri lumbosakral, dan sangat lemah.
3. Patogenesis biasanya berlangsung 4-10 hari
Sesak nafas dengan/ tanpa sumbatan hidung, bersin-bersin, tenggorokan
gatal, hidung meler, batuk, suara serak, lemas, sakit kepala, demam (biasanya ringan).
Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan
atau tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah dilakukan apabila gejala sudah berlangsung selama lebih 10 hari
atau dengan demam > 37,8°C.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tandanya.
21
Pengobatan
• Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman,
serta diusakahan agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.
• Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus menjalani
tirah baring di rumah.
• Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung sehingga
lebih mudah untuk dikeluarkan/dibuang.
• Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau
ibuprofen.
• Pada penderita dengan riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin
• Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu
mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada.
• Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu
mengeluarkan sekret yang kental
• Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris dari
saluran pernafasan.
Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu diobati, kecuali jika sangat
mengganggu dan menyebabkan penderita susah tidur.
• Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk
• Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik hanya
diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri.
Pencegahan
22
• Jagalah kebersihan diri dan lingkungan
• Sebaiknya sering mencuci tangan, membuang tisu kotor pada tempatnya serta
membersihkan permukaan barang-barang
• Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa mengurangi
resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang dikeluarkan oleh seorang
penderita.
23
TINJAUAN PUSTAKA
KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)
.1 Pendahuluan
KEP didefinisikan sebagai keadaan kurang gizi yang disebabkan karena rendahnya
konsumsi energi dan protein yang terkandung di dalam makanan sehari-hari sehingga Angka
Kecukupan Gizi (AKG) tidak terpenuhi. KEP menjadi masalah di beberapa negara
berkembang. Kelompok usia yang paling banyak terkena KEP adalah 6 bulan-5 tahun.
Kondisi ini disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau infeksi yang
menghilangkan nafsu makan, padahal pada masa ini tubuh memerlukan nutrisi untuk
pertumbuhan. Anak yang berusia 12-36 bulan merupakan kelompok usia yang paling
beresiko terkena KEP karena mereka rentan terhadap infeksi seperti gastroenteritis dan
campak.
Dari suatu penelitian di lima negara berkembang didapatkan bahwa penyebab kematian
balita terbanyak adalah malnutrisi.
KEP merupakan kasus yang harus segera diatasi. Hal ini disebabkan KEP kronis
berdampak terhadap fisik dan mental, baik jangka pendek maupun jangka panjang, misalnya
24
pertumbuhan yang terlambat, mudah terkena infeksi, dan meningkatkan angka mortalitas
anak.
Pemerintah dan masyarakat Indonesia berupaya menurunkan prevalensi KEP. Namun
pada saat ini karena sedang dilanda krisis ekonomi maka jumlah penderita KEP pun
mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan ditemukannya penderita gizi buruk yang
sebelumnya sudah jarang ditemui.
Untuk mengantisipasi masalah diatas, diperlukan upaya pencegahan dan
penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada sarana
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan,
puskesmas pembantu, pos pelayanan terpadu, dan pusat pemulihan gizi yang disertai peran
aktif masyarakat.
Agar penanggulangan gizi buruk lebih efektif diperlukan peran rumah sakit yang lebih
proaktif dalam membina puskesmas. Peran proaktif yang diharapkan adalah memfasilitasi
pelayanan rujukan meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sarana.
.2 Epidemiologi
KEP merupakan penyakit gizi yang sangat penting pada negara yang sedang
berkembang karena prevalensinya tinggi dan hubungannya dengan angka morbiditas dan
mortalitas anak, terhambatnya pertumbuhan fisik, dan ketidakcukupan perkembangan sosial
dan ekonomi. Analisis epidemiologi dari 53 negara sedang berkembang mengindikasikan
bahwa 56% kematian pada anak-anak 6-59 bulan disebabkan oleh potensiasi malnutrisi
dengan penyakit infeksius dan malnutrisi ringan-sedang sebanyak 83% dari kematian itu.
.3 Klasifikasi
KEP dapat diklasifikasikan menjadi 3 derajat, yaitu :
a. KEP ringan
Bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS dan/atau berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS
b. KEP sedang
Bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median
WHO-NCHS
c. KEP berat
Bila BB/U < 60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB < 70% baku median
WHO-NCHS
25
Secara klinis, KEP berat dibagi ke dalam 3 bentuk klinis, yaitu:
1. Marasmus
Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Perubahan mental (cengeng, rewel, apatis)
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah
pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”) sehingga turgor kulit
berkurang. Kulit juga tampak kering dan dingin
- Perut cekung
- Iga gombang
- Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare
- Otot-otot atrofi
- Tekanan darah rendah dan tidak jarang terdapat bradikardi
- Frekuensi nafas berkurang
- Anemia
2. Kwashiorkor
Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah:
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung
kaki (dorsum pedis)
- Penampilan seperti anak gendut
- Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 60% menurut welcome-trust, begitu pula
dengan tinggi badannya bila KEP sudah berlangsung lama
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis karena mudah dicabut tanpa rasa sakit dan rontok. Pada kwashiorkor yang
lanjut terlihat rambut kusam, kering, halus, jarang. Warna hitam menjadi merah, coklat,
kelabu sampai putih.
- Perubahan status mental, rewel, banyak menangis, dan pada stadium lanjut sangat apatis
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotropi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Kelainan kulit disebut crazy pavement dermatosis dimulai dengan titik merah
menyerupai petekie, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam, yang
kemudian akan mengelupas maka terdapat bagian yang merah dikelilingi oleh batas-
26
batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering basah disebabkan terjadinya keringat
atau air kencing dan terus-menerus berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna mendapat tekanan merupakan predileksi terjadinya crazy pavement
dermatosis.
- Sering disertai penyakit infeksi, anemia, dan diare
3. Marasmik-kwashiorkor
Gambaran klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.
.4 Etiologi
Orang yang beresiko menjadi kurang energi protein (KEP) adalah orang yang
kehilangan berat badan ketika terjadi:
- Intake atau asimilasi gastrointestinal untuk menghasilkan kalori tidak mencukupi
kebutuhan gizi.
- Kebutuhan energi lebih besar dibandingkan konsumsi makanan dan asimilasinya dalam
tubuh
- Metabolisme nutrisi yang tidak berfungsi baik karena adanya proses penyakit intrinsik.
Berdasarkan penyebabnya KEP dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Primer
KEP primer terjadi karena kekurangan konsumsi dan tidak tersedianya bahan makanan.
Faktor-faktor penyebab KEP akibat dari asupan makanan yang kurang atau asupan
makanan dengan kualitas nutrisi protein yang rendah diantaranya :
1. Faktor sosial dan ekonomi
Kemiskinan menyebabkan ketersediaaan makanan yang rendah, kepadatan
penduduk dan kondisi pemukiman yang tidak sehat, serta perawatan anak yang tidak
layak (penyebab sering KEP yang berakibat pada kebiasaan perawatan bayi atau anak
yang kurang), kesalahpahaman mengenai kegunaan makanan tertentu,
ketidakcukupan pemberian makan selama sakit, dan distribusi makanan yang tidak
tepat.
Masalah sosial seperti kekerasan anak, perampasan orang tua, ditinggalkan saat
lansia, alkoholisme, dan kecanduan obat dapat menyebabkan KEP. Kebiasaan budaya
27
dan sosial yang menentukan makanan tabu, beberapa makanan dan kebiasaan makan
terutama populer diantara dewasa dan wanita, dan perpindahan dari daerah desa
tradisional ke kota pinggiran dapat menyebabkan atau mempercepat pemunculan
KEP.
2. Faktor Biologis
Malnutrisi maternal sebelum dan/atau selama kehamilan lebih sering
menyebabkan berat badan bayi baru lahir yang rendah. Penyakit infeksius adalah
penyumbang utama sebagai penyebab KEP, seperti diare, campak, AIDS, tuberkulosis
yang menyebabkan keseimbangan negatif protein dan energi karena anoreksia
(pengurangan asupan makanan), muntah, penurunan absorpsi (kehilangan nutrien),
dan proses katabolik (peningkatan kebutuhan dan kehilangan metabolik).
Makanan-makanan dengan konsentrasi rendah protein dan energi akibat terjadinya
kelebihan air dari formula susu atau makanan dari sayuran yang sangat tinggi yang
mempunyai kepadatan nutrien yang rendah dapat menimbulkan KEP pada anak-anak.
Makanan yang rendah protein dan kaya akan karbohidrat terutama menimbulkan
kwashiorkor.
3. Faktor Lingkungan
Kondisi pemukiman padat/tidak sehat menimbulkan infeksi, yang juga merupakan
penyebab KEP yang sangat penting, terutama diantara orang dengan kejadian diare
yang berat dan sering. Pola pertanian, kekeringan, banjir, perang, dan perpindahan
darurat akan mengalami kekurangan makanan dan dapat menyebabkan KEP di semua
populasi.
4. Umur Host
KEP dapat mempengaruhi semua tingkat umur, namun lebih sering pada bayi dan
anak-anak yang sedang tumbuh dengan peningkatan kebutuhan nutrisi (mereka tidak
mendapat makanan sendiri dan biasanya tinggal pada kondisi higienis di bawah
rendah), sehingga sering menjadi diare atau infeksi lainnya. Bayi yang disapih lebih
awal dari ASI atau yang diberi susu formula untuk jangka panjang tanpa pemberian
makanan komplemen yang cukup akan menjadi malnutrisi karena kekurangan asupan
energi dan protein yang adekuat.
b. Sekunder
KEP sekunder disebabkan karena kekurangan kalori-protein akibat penyakit, seperti pada
penyakit ginjal, hati, jantung, dan paru-paru.
28
1.5 Patofisiologi
1. Respon Metabolik Terhadap Pemasukan Energi Inadekuat
KEP merupakan hasil dari tidak tercukupinya kebutuhan energi dan nutrisi dalam
waktu yang lama. Manifestasinya tergantung dari beberapa faktor, misalnya umur,
infeksi, status nutrisi awal dan kebiasaan mengurangi makan.
Pada keadaan puasa terjadi pengurangan lemak dan perubahan endokrin yang
mempunyai tujuan untuk menjaga fungsi vital dan bertahan hidup sampai didapatkan lagi
energi dari makanan. Akibatnya akan terjadi perubahan-perubahan yaitu berkurangnya
aktivitas, pertumbuhan yang lambat dan perubahan komposisi badan. Selain itu akan
terjadi penurunan laju metabolisme dan peningkatan total cairan tubuh terutama di
ekstaselular.
Hormon kortisol akan meningkat pada keadaan kelaparan dan stress. Sekresi insulin
akan menurun dan akan terjadi resistensi insulin di perifer. Aktivitas insulin-growth
factor 1 serta efektor metabolik pertumbuhan yang mempengaruhi hormon pertumbuhan
juga berkurang. Efek keseluruhan dari perubahan hormon ini adalah mobilisasi lemak,
degradasi protein otot, dan penurunan basal metabolic rate. Peningkatan aldosterone yang
29
berperan dalam kehilangan potassium sudah diikuti oleh pengurangan energi dan
penurunan sintesis adenosin trifosfat dalam sodium pump.
2. Adaptasi Terhadap Penurunan Pemasukan Protein
Selama kehilangan protein, otot skelet yang hilang akan diganti untuk menjaga enzim
yang penting dan memberikan energi untuk proses metabolisme, sehingga terjadi proses
pembentukan protein otot dan peningkatan pemecahan yang akan memberikan asam
amino essensial untuk sintesis protein dan glukoneogenesis. Di dalam hepar, terdapat
pertukaran laju sintesis dari protein yang berbeda : sintesis albumin, transferin dan
apolipoprotein B akan menurun sedangkan sintesis protein lain akan dijaga.
3. Perubahan Elektrolit
Pada marasmus dan kwashiorkor akan terjadi retensi sodium sehingga akan terjadi
peningkatan total sodium dalam tubuh, meskipun kadar serumnya rendah sedangkan total
potasium dalam tubuh akan menurun. Selain sodium dan potasium, elektrolit lain juga
akan berubah seperti fosfat , magnesium dan kalsium.
Hipofosfatemia ditemukan dalam anak-anak yang malnutrisi dan berhubungan dengan
tingginya angka mortalitas. Kadar fosfat yang rendah berhubungan dengan diare dan
dehidrasi. Selain hipofosfatemia, hipokalemia juga bisa menyebabkan hipotonus dan
kematian mendadak (sudden death).
4. Interaksi dengan Infeksi
Infeksi dan nutrisi saling berhubungan. Kondisi dimana pemasukan energi dan protein
yang tidak cukup berhubungan dengan kondisi peningkatan bakteri dan mikroba lain.
Produk makanan yang berasal dari daging seperti daging merah, daging unggas, ikan,
susu dan telur merupakan sumber nutrisi yang penting untuk melawan infeksi. Lemak
dibutuhkan untuk memfasilitasi penyerapan dari vitamin seperti E, D dan A serta untuk
menjaga infeksi.
Selama infeksi, terdapat perubahan metabolik yang akan meningkatkan produksi
protein fase akut. Perubahan endokrin juga berperan; hormon-hormon katabolik juga
meningkat seperti glukokortikoid, glukagon, dan epinefrin. Sebagai tambahan bahwa
perubahan efek metabolisme terhadap infeksi sesuai dengan status nutrisinya.
5. Sitokin
Sintesis sitokin dipercepat oleh infeksi, trauma, iskemi dan keadaan lain. Sitokin
berperan dalam metabolisme protein dan otot, puasa, dan cachexia pada kanker. Pada
anak yang malnutrisi berat didapatkan penurunan reaksi inflamasi dan menumpulnya
respon febrile.
30
6. Protein Fase Akut
Sitokin memodulasi pembentukan protein fase akut. Pembentukan protein tersebut
adalah di dalam hati dan meningkat bila ada stress seperti infeksi. Pada anak malnutrisi
berat akan terjadi penurunan protein fase akut negatif seperti albumin, prealbumin,
fibronektin dan retinol binding protein. Hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya
sistesis protein dalam hepar.
7. Kwashiorkor
Kwashiorkor berhubungan dengan kurangnya diet protein dan edema yang terjadi
adalah akibat dari rendahnya albumin, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa
kwashiorkor tergantung dari intake energi bukan protein dan edema tidak tergantung dari
albumin.
8. Perubahan Organ dan Sistem
• Sistem Endokrin
Perubahan endokrin diperantarai oleh adaptasi metabolik terhadap kelaparan. Atrofi
pankreas biasanya ditemukan pada anak sehingga akan mempengaruhi hormon
insulin, glukagon, dan arginine. Penelitian menunjukkan bahwa pada anak dengan
malnutrisi terdapat peningkatan hormon pertumbuhan namun konsentrasi yang tinggi
itu akan mengurangi berat badan. Konsentrasi kortisol yang tinggi dengan infeksi dan
peninggian kortisol ini akan mengakibatkan hipoglikemi. Fungsi kelenjar tiroid juga
mengalami perubahan.
• Sistem Imun
Anak dengan KEP berat sangat rentan terkena infeksi terutama bakteri gram negatif
dan dapat meninggal karena sepsis. Pada anak dengan malnutrisi terdapat perubahan
imunitas selular, sistem komplemen dan fungsi PMN dan imunitas humoral.
• Hati
Pada KEP berat, terdapat perubahan produksi protein karier dan protein akut inflamasi
relatif meningkat yang berespon terhadap infeksi atau jejas. Pada kwasiorkor terdapat
pembesaran hati dan terdapat infiltrasi lemak dan akumulasi trigliserida. Perubahan
ini akan baik bila gejala klinisnya membaik dan tidak ada bukti bahwa kwasiorkor
yang lama akan mengakibatkan kerusakan hati.
• Jantung
Pada anak dengan KEP berat, curah jantung menurun. Serta dapat terjadi sinus
bradikardi. Bersamaan dengan itu terdapat defisiensi seperti hipokalemia, anemia dan
31
defisiensi vitamin yang akan berpengaruh terhadap jantung. Efusi perikardial juga
mungkin ada pada malnutrisi dengan edema. Selama penyembuhan, ukuran jantung
meningkat cepat. Bila pergantian/pemasukan makanan dilakukan dengan cepat
terutama bila makanannya tinggi sodium maka gagal jantung dan kematian mendadak
akan terjadi. Tindakan pertama untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
membatasi intake sodium dan memberikan diuretik. Keadaan tersebut terlihat atau
mirip seperti sepsis oleh karena itu kematian yang terjadi dianggap wajar. Kelainan
jantung bukan kelainan primer di jantung tetapi karena syndrome refeeding.
• Saluran Pernapasan
Pengurangan massa otot berpengaruh juga pada otot pernapasan termasuk diafragma.
Hal tersebut akan menurunkan fungsi otot-otot pernapasan yang akan mempengaruhi
kapasitas vital dan inspirasi maksimal dan tekanan inspirasi. Kelemahan ini akan
mengakibatkan abnormalitas elektrolit seperti rendahnya fosfat dan hipokalemia.
Ventilasi berespon terhadap hipoksia tetapi tidak berespon terhadap hiperkapni.
Karena perubahan tersebut, takipnea dan retraksi sub costal dapat berguna sebagai
tanda untuk mendiagnosis pneumoni pada malnutrisi.
• Saluran Pencernaan
Diare dan malnutrisi biasanya terjadi bersamaan. Malnutrisi meningkatkan risiko
terjadinya diare persisten (>14 hari). Pada KEP berat, pengaruh terhadap saluran
pencernaan adalah penurunan produksi asam lambung, penipisan mukosa usus halus,
hilangnya villi dan sel kripta. Perubahan tersebut akan mengganggu fungsi mukosa,
peningkatan permeabilitas dan malabsorpsi. Meskipun ada gangguan fungsi saluran
pencernaan makanan tetap harus diberikan.
• Hematologi
Anemia biasanya terjadi pada malnutrisi dan mungkin berhubungan dengan defisiensi
besi dan atau penurunan produksi sel darah merah untuk adaptasi dari pengecilan
massa tubuh. Rendahnya transferin berhubungan dengan peningkatan resiko kematian
di rumah sakit pada anak dengan KEP.
• Kulit dan Rambut
Pada marasmus, kulit kering akibat hilangnya lemak subkutan. Hal tersebut
mengakibatkan meningkatnya area permukaan, menurunnya proteksi terhadap suhu
sehingga gampang terjadi hipotermi. Rambut menjadi lebih tipis serta tumbuhnya
lambat dan mudah rontok.
32
Pada kwasiorkor, beberapa perubahan mirip dengan acrodematitis enteropatika
dan akan membaik dengan pemebrian salep seng. Hal tersebut mendukung adanya
defisiensi seng. Defisiensi nutrisi lain seperti EFA, vitamin B dan asam amino yang
berpengaruh terhadap perubahan kulit. Rambut juga terpengaruh, terjadi depigmentasi
(tanda klasik).
• Fungsi Otak dan Perkembangan
Anak dengan KEP berat pada umur-umur awal mungkin terdapat penurunan
pertumbuhan otak, myelinasi saraf, produksi neurotransmitter dan kecepatan konduksi
saraf. Dalam jangka panjang, bila lingkungan tidak mendukunk, terjadi perubahan
dari perilaku dan kognitif anak.
• Tulang
Anak dengan KEP berat biasanya akan stunted setelah sembuh. Pada malnutrisi
terdapat laju turnover tulang yang rendah dan tinggi pada fase penyembuhan.
Demineralisasi tulang disebabkan oleh defisiensi fosfat. Defisiensi nutrisi lain oleh
vitamin D yang menyebabkan riketsia dan osteomalasia, vitamin C menyebabkan
scurvy dan perubahan bentuk tulang karena defisiensi tembaga mungkin dapat
ditemukan.
DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS
2.1 Diagnosis
Diagnosis KEP didapatkan dari anamnesa makanan, gambaran klinis termasuk
antropometri serta pemeriksaan laboratorium. Karakteristik klinik, biokimia, dan fisiologis
dari KEP bervariasi berdasarkan kehebatan penyakit, umur pasien, keberadaan defisit nutrisi
lain dan infeksi, dan predominan defisiensi energi atau protein.
2.1.1 Anamnesis
Di dalam anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut :
a. Intake makanan dan cairan saat ini
b. Diet sebelum sakit
c. Menyusui
d. Durasi dan frekuensi diare dan muntah
e. Tipe diare (berair/berdarah)
33
f. Hilangnya nafsu makan
g. Lingkungan keluarga untuk mengetahui latar belakang sosial anak
h. Batuk kronis
i. Kontak dengan penderita tuberkulosis
j. Kontak dengan penderita campak
k. Diketahui atau suspek menderita infeksi HIV
2.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilihat adanya:
a. Berat badan dibawah garis merah
b. Tanda dehidrasi atau syok
c. Tanda kepucatan pada palmar yang berat
d. Tanda defisiensi vitamin A pada mata : konjungtiva atau kornea kering (Bitot’s spot)
ulkus kornea, dan keratomalasia.
e. Tanda infesi, seperti infeksi telinga dan tenggorokan, infeksi kulit, atau pneumonia
f. Pitting Edema
34
g. Tanda infeksi HIV
h. Demam atau hipotermi
i. Ulkus pada mulut
j. Perubahan kulit pada kwashiorkor; hipo atau hiperpigmentasi, deskuamasi, ulserasi,
lesi eksudatif yang sering dengan infeksi sekunder (candida).
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus
Darah Tepi, Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL,
Trigliserida, Fe, TIBC, Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin,
Indeks Protrombin dan Biakan
b. Urin : Kultur, Urea N, Hidroksiprolin
c. Apus Rektal
Ciri-ciri biokimia dan histopatologis dari KEP berat
Penemuan biokimia umum sebagai berikut :
1. Konsentrasi total protein serum dan terutama albumin secara nyata berkurang pada KEP
edematus, dan normal atau rendah pada marasmus.
2. Hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah, terlebih pada kwashiorkor daripada
marasmus.
3. Rasio asam amino nonesensial dan esensial plasma meningkat pada kwashiorkor dan
biasanya normal pada marasmus.
4. Level Free Fatty Acid (FFA) serum meningkat, terutama pada kwashiorkor.
5. Level glukosa darah normal atau rendah setelah puasa 6 atau lebih.
6. Eksresi urin kreatinin, hidroksiprolin, 3-metil histidin, dan urea nitrogen rendah.
35
Banyak perubahan biokimia lain yang sudah diterangkan pada KEP berat, meskipun
mempunyai sedikit pengaruh pada diagnosis penyakit.
Penelitian histopatologis menunjukkan atrofi nonspesifik, terutama pada jaringan dengan
angka turnover sel yang besar seperti mukosa usus, sumsum tulang merah, dan epitel
testikular, sedangkan pada vili usus dan enterosit kehilangan penampakan columnarnya.
Perubahan kulit terdiri atas atrofi dermal, ekimosis, ulserasi, dan deskuamasi hiperkeratosis,
terlihat pada daerah yang iritasi. Hepar pada kwashiorkor besar dengan infiltrasi lemak;
lemak periportal terlihat pertama dan berlanjut sejalan dengan meningkatnya kehebatan
penyakit.
2.2 Manifestasi Klinis
Penurunan berat badan dan lemak di bawah kulit merupakan gambaran fisik yang
paling konsisten pada KEP ringan sampai sedang pada orang dewasa. Anak-anak dengan
KEP memberikan gambaran tambahan yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan fisik seperti bentuk tubuh kerdil (tinggi badan tidak sesuai dengan umur) atau
kurus kering (berat badan yang sangat rendah, tidak sesuai dengan tinggi badan) dan
keterlambatan pubertas. KEP juga menyebabkan keterlambatan perkembangan kognitif dan
psikososial anak.
2.2.1 Marasmus
Seiring adanya kegagalan dalam kenaikan berat badan akan diikuti kehilangan berat
badan, dengan kehilangan turgor kulit yang menjadi keriput dan longgar karena lemak
subkutan menghilang. Karena lemak hilang terakhir dari pipi, maka muka bayi dapat
bertahan relatif normal untuk beberapa saat sebelum menjadi lisut/berkerut dan keriput.
Atrofi otot pun terjadi dengan hipotonia.
Suhu biasanya subnormal, denyut nadi menjadi lambat dan BMR berangsur
berkurang. Awalnya, bayi akan bertingkah namun kemudian menjadi lesu tanpa gairah,
dan makannya berkurang. Bayi menjadi konstipasi namun tipe starvasi dari diare nampak,
dengan stool kecil mengandung mucus.
Kehilangan otot dan lemak subkutan memberi karakteristik KEP nonedematus berat
sebagai penampakan “tulang-kulit”. Pasien marasmus anak-anak memiliki keterlambatan
pada pertumbuhan longitudinal yang nyata. Rambut tipis dan kering, tanpa kilau normal,
mudah dicabut tanpa rasa sakit. Kulit kering dan tipis, dengan sedikit elastisitas dan
mudah keriput.
36
Beberapa pasien anoreksia, lapar, tetapi jarang menyesuaikan dengan makanan
jumlah besar dan mereka mudah muntah. Diare dapat terjadi dengan tanda-tanda lemah,
dan anak-anak sering tidak dapat berdiri tanpa pertolongan. Denyut jantung, tekanan
darah dan suhu tubuh rendah namun takikardi dapat terjadi. Hipoglikemia dapat terjadi,
terutama setelah puasa 6 jam atau lebih, dan sering disertai dengan hipotermia 35,5o
C
atau kurang. Terjadi distensi abdomen dan nodus limfatikus mudah teraba.
Ciri-ciri pelengkap umum antara lain gastroenteritis akut, dehidrasi, infeksi
respiratori, dan lesi mata disebabkan hipovitaminosis A. Infeksi sistemik menimbulkan
syok septik atau perdarahan intravaskular dengan angka mortalitas tinggi.
Gejala singkat dari marasmus :
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua ataupun monyet
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah pantat
tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Perut cekung
- Iga menonjol
- Sering disertai : - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare
2.2.2 Kwashiorkor
Bukti klinik awal dari malnutrisi protein adalah tidak jelas tetapi termasuk letargi,
apati, atau iritabilitas. Pada keadaan berlanjut, menyebabkan pertumbuhan yang
terhambat, kurang stamina, hilangnya jaringan otot, peningkatan kemungkinan infeksi,
dan edema. Imunodefisiensi sekunder adalah satu dari banyak manifestasi serius dan
konstan.
Infeksi, baik akut maupun kronik (TB dan HIV), dan infestasi parasit sangat umum
terjadi, sedangkan anoreksia, muntah dan diare berlanjut. Otot menjadi lemah, tipis, dan
atrofi, tetapi kadang-kadang ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental umumnya
terjadi, terutama iritabilitas dan apatis.
Ciri-ciri predominan dari kwashiorkor adalah edema tanpa rasa sakit, biasanya pada
kaki, tetapi pemanjangan sampai perineum, ekstrimitas atas dan muka pada kasus yang
berat. Kebanyakan pasien mempunyai lesi kulit (sering membingungkan dengan penyakit
37
pellagra) pada daerah edema, tekanan berlanjut, atau iritasi yang sering. Kulit dapat
eritematus, dan berkilau pada daerah edematus dengan zona yang kering, hiperkeratosis,
dan hiperpigmentasi. Lemak subkutan dipertahankan dan ada pengurangan otot. Defisit
berat badan, setelah dihitung terhadap berat edema biasanya tidak seberat pada marasmus.
Tinggi badan mungkin normal atau kurang, tergantung dari kekronikan dan riwayat
nutrisi lampau.
Rambut kering, rapuh, dan tanpa kemilau normal dan mudah dicabut tanpa sakit.
Rambut keriting menjadi lurus, dan pigmentasi biasanya berubah tidak mengkilap coklat,
merah, atau putih kekuning-kuningan. Mereka apatis dan iritabel, mudah menangis, dan
memiliki ekspresi sengsara dan sedih. Anoreksia (kadang-kadang perlu pemberian makan
lewat NGT), muntah setelah makan, dan diare umumnya terjadi. Kondisi ini meningkat
tanpa pengobatan gastrointestinal spesifik sebagai kemajuan kesembuhan nutrisi.
Hepatomegali disebabkan oleh infiltrasi lemak berat, perut sering menonjol keluar karena
distensi lambung dan loop intestinal, peristaltik tidak beraturan dan sering lambat, tonus
dan kekuatan otot secara besar dikurangi, serta terjadi takikardi. Hipotermia dan
hipoglikemia dapat terjadi setelah waktu puasa pendek.
Diferensial diagnosis harus dibuat dari kasus lain edema dan hipoproteinemia serta
dari KEP sekunder yang disebabkan oleh kelemahan dalam absorpsi atau metabolisme
protein. Infeksi fatal dapat terjadi, tanpa demam, takikardi, distres respiratori, atau
leukositosis yang tepat. Kasus meninggal umumnya akibat edema paru dengan
bronchopneumonia, septikemis, gastroenteritis, dan ketidakseimbangan air dan elektrolit.
Gejala singkat dari kwashiorkor :
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai : - penyakit infeksi, umumnya akut
38
- anemia
- diare
2.2.3 Marasmik-Kwashiorkor
Bentuk marasmik-kwashiorkor adalah kombinasi karakteristik klinik KEP marasmus
dan kwashiorkor (edematus). Ciri-ciri utama adalah edema dari kwashiorkor dengan atau
tanpa lesi kulit dan pengurangan otot dan penurunan lemak subkutan dari marasmus. Saat
edema hilang selama pengobatan awal, penampakan pasien menyerupai marasmus. Ciri-
ciri biokimia dari marasmus dan kwashiorkor terlihat, namun perubahan defisiensi protein
berat biasanya predominan.
Gejala singkat dari marasmik-kwashiorkor:
Gambaran klinik merupakan gabungan/campuran dari beberapa gejala klinik marasmus dan
kwashiorkor.
PENATALAKSANAAN
Pasien dengan KEP tidak kompleks seharusnya diobati di luar rumah sakit sejauh
memungkinkan. Perawatan rumah sakit meningkatkan resiko infeksi silang dan situasi yang
tidak umum, meningkatkan apatis dan anoreksia pada anak-anak, sehingga makannya akan
sulit. Anak-anak dengan malnutrisi berat dengan tanda dari prognosis buruk atau komplikasi
lain dan tinggal di lingkungan sosial menyedihkan yang tidak mempunyai sarana medis dan
nutrisional cukup, harus dirawat.
Strategi pengobatan dibagi ke dalam 3 tingkat (Penny, 2004; WHO, 1999):
a) Fase inisial atau akut (2-10 hari), pada fase ini diusahakan mengatasi komplikasi berupa
dehidrasi, hipoglikemia dan infeksi, bersamaan dengan dimulainya terapi nutrisi.
b) Fase pemulihan atau rehabilitasi (2-6 minggu). Pada fase ini, terjadi peningkatan jumlah
masukan nutrisi dan terjadi peningkatan berat badan. Selain itu stimulasi emosi dan fisik
ditingkatkan, sedangkan ibu atau pengasuh dilatih untuk melanjutkan pengasuhan di
rumah hingga persiapan anak dipulangkan.
39
c) Fase tindak lanjut (6-26 minggu). Fase ini anak telah dipulangkan. Anak dan keluarga
dipantau untuk mencegah adanya kekambuhan serta menilai adanya perkembangan fisik,
mental dan emosi anak.
3.1 TATA LAKSANA RAWAT INAP KEP BERAT/GIZI BURUK
Pada tata laksana rawat inap penderita KEP berat/Gizi buruk di rumah sakit terdapat 5
(lima) aspek penting, yang perlu diperhatikan :
A. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat/Gizi buruk (10 langkah utama).
B. Pengobatan penyakit penyerta.
C. Kegagalan pengobatan.
D. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas.
E. Tindakan pada kegawatan.
3.1.1 PRINSIP DASAR PENGOBATAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK
Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting yaitu :
1. Mengatasi/mencegah hipoglikemia
2. Mengatasi/mencegah hipotermia
3. Mengatasi/mencegah dehidrasi
4. Mengkoreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati/mencegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”)
8. Mengkoreksi defisiensi nutrien mikro
9. Melakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Menyiapkan dan merencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pengobatan KEP berat/ Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase inisial
(berupa fase stabilisasi dan fase transisi), fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut. Petugas
40
kesehatan harus terampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tata laksana
ini digunakan pada semua penderita KEP berat/Gizi buruk (kwashiorkor, marasmus maupun
marasmik-kwashiorkor).
Tabel 3.1 Jadwal Pengobatan KEP berat
3.1.1.1 Fase Inisial
3.1.1.1.1 Langkah ke-1 : Pengobatan /Pencegahan Hipoglikemia
Semua anak dengan malnutrisi berat berisiko mengalami hipoglikemia (kadar gula
darah <54mg/dl atau 3 mmol/l) yang merupakan faktor penting penyebab kematian dalam 2
hari pertama perawatan. Hipoglikemia dapat disebabkan infeksi sistemik berat atau dapat
terjadi pada anak malnutrisi berat yang tidak diberi makan selama 4-6 jam (WHO,1999).
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, sebagai tanda adanya infeksi.
Pemberian makanan yang sering yaitu paling kurang tiap 2-3 jam siang maupun malam
41
penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut (WHO,1999). Tanda hipoglikemia termasuk
hipotermia (<36.5 °C), letargi, penurunan kesadaran.
Apabila telah dicurigai adanya hipoglikemia, pengobatan harus segera diberikan
secepatnya tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium. Bila pasien masih sadar dan dapat
minum, segera berikan 50 ml glukosa atau sukrosa 10%, atau berikan F-75 melalui mulut.
Bila memungkinkan, berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam). Namun bila tidak bisa, berikan sekaligus semuanya.
Pasien harus diperhatikan dengan ketat hingga pasien benar-benar sadar. Terapi dilanjutkan
diberikan tiap 2-3 jam baik siang maupun malam (WHO,1999).
Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak bisa dibangunkan atau mengalami
kejang, berikan 5ml/kgbb glukosa 10% steril melalui intravena, kemudian diikuti dengan 50
ml glukosa atau sukrosa 10% (1 sdt dalam 3½ sdm air) melalui NGT. Bila glukosa IV tidak
bisa diberikan segera, berikan dulu lewat NGT. Bila pasien mulai sadar, segera mulai terapi
dengan diet F-75 atau larutan glukosa (60g/l). Setiap anak dengan dugaan hipoglikemia harus
diterapi juga dengan antibiotik spektrum luas (WHO,1999).
Pemantauan
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari
ujung jari atau tumit setelah 30 menit. Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30
menit. Bila gula darah turun lagi sampai < 50 mg/dL, ulangi pemberian 50 mL (bolus) larutan
glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil. Ulangi
pemeriksaan gula darah bila suhu aksila < 36 C dan atau kesadaran menurun.
Gambar 3.1 Tempat yang baik untuk penusukan pemeriksaan darah bagi bayi (WHO,1999)
Pencegahan
42
Mulai segera pemberian makanan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang
ada dikoreksi. Selalu memberikan makanan sepanjang malam.
Catatan
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat
menderita hipoglikemia dan atasi segera.
3.1.1.1.2 Langkah ke-2 : Pengobatan/Pencegahan Hipotermia
Bila suhu ketiak < 360
C
Periksalah suhu rektal dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak
tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan dengan
termometer biasa, anggap anak menderita hipotermi.
Bila suhu dubur < 360
C
o Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
o Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala. Letakkan dekat
lampu atau pemanas (jangan menggunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu
dan selimuti.
o Berikan antibiotik (langkah 5)
Pemantauan
Periksa suhu dubur setiap 2 jam smapai suhu mencapai > 36,5 C, bila memakai
pemanas ukur setiap 30 menit. Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu,
terutama malam hari. Raba suhu anak. Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan
hipoglikemia.
Pencegahan
43
Segera beri makan/formula khusus setiap 2 jam (langkah 6). Sepanjang malam selalu
beri makan. Selalu selimuti dan hindari basah. Hindari paparan langsung dengan udara
(mandi atau pemeriksaan medis terlalu lama)
3.1.1.1.3 Langkah ke-3 : Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi
Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada keadaan
syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk
menghindari beban sirkulasi dan jantung (penanganan kegawatan)
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak Na dan kurang K
untuk penderita KEP berat. Sebagai pengganti, berikan larutan garam khusus yaitu Resomal
atau penggantinya. Tidaklah mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat
dengan menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat dengan
diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi cairan resomal/pengganti sebanyak 5
mL/kgbb setiap 30 menit selama 2 jam p.o. atau lewat pipa nasogastrik. Selanjutnya beri 5-10
mL/kgbb/jam untuk 4-10 jam berikutnya; jumlah tepat yang harus diberikan tergantung
berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan
muntah. Ganti resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus
sejumlah, bila keadaan rehidrasi menetap/stabil. Selanjutnya mulai beri formula khusus
(langkah 6). Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik, dan anak
mulai kencing.
Tabel 3.2 Komposisi oral rehidration salts solution for severely malnourished (ReSoMal)
44
Pemantauan
Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam pertama
kemudian tiap jam untuk 6-12 jam, dengan memantau denyut nadi, pernafasan, frekuensi
kencing dan frekuensi diare/muntah. Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan
ubun-ubun besar yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi
telah berlangsung, tetapi pada KEP berat perubahan ini sering kali tidak terlihat, walaupun
rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama
rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan.
Tanda kelebihan cairan : frekuensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera
pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan
Bila diare encer berlanjut, teruskan pemberian formula khusus (langkah 6). Ganti
cairan yang hilang dengan Resomal/pengganti sebagai pedoman, berikan Resomal/penganti
sebanyak 50-100mL setiap kali buang air besar cair. Bila masih mendapat ASI teruskan.
3.1.1.1.4 Langkah ke-4 : Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan Na tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi K dan Mg sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu, untuk pemulihan.
Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan dalam terjadinya edema (jangan obati edema
dengan pemberian diuretik). Berikan K 2-4 mEq/kgbb/hr (150-300 mg KCL/kgbb/hr), Mg
0,3-0,6 mEq/kgbb/hr (7,5-15 mg MgCl2/kgbb/hr). Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah Na
(resomal/pengganti). Siapkan makanan tanpa diberi garam. Tambahan K dan Mg dapat
45
disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20
mL larutan pada 1 L formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg.
3.1.1.1.5 Langkah ke-5 : Pengobatan dan Pencegahan Infeksi
Pada KEP berat, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti demam
seringkali tidak tampak, karenanya pada semua KEP berat beri secara rutin antibiotika
spektrum luas. Vaksinasi campak bila usia anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi (bila
keadaan anak sudah memungkinkan, paling lambat sebelum anak dipulangkan). Ulangi
pemeberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik. Beberapa ahli memberikan
metronidazol (7,5 mg/kgbb, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai tambahan pada antibiotika
spektrum luas guna mempercepat perbaikan mukosa usus dan mengurangi risiko kerusakan
oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerob dalam usus halus.
Pilihan antibiotika spektrum luas, bila tanpa penyulit Kotrimoksazol 5 mL suspensi
pediatri p.o. 2x/hari selama 5 hari (2,5 mL bila berat badan < 4 kg). Bila anak sakit berat
(apatis, letargi) atau ada penyulit (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau
saluran kencing), berikan Ampisillin 50mg/kgbb im/iv setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian
p.o. amoksisilin 15mg/kgbb setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan
ampisilin 50 mg/kgbb setiap 6 jam p.o. dan Gentamisin 7,5 mg/kgbb/i.m./i.v. sekali sehari
selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloamfenikol 25
mg/kgbb/i.m/i.v. setiap 6 jam selama 5 hari. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik,
tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai. Tambahkan obat malaria bila pemeriksaan darah
untuk malaria positif. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotika, lengkapi
pemberian hingga 10 hari. Bila masih tetap ada, nilai kembali keadaan anak secara lengkap,
termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin
dan mineral telah diberikan dengan benar.
46
3.1.1.1.6 Langkah ke-6 : Mulai pemberian Makanan
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat hati-hati karena keadaan faali
anak sangat lemah dan kapasitas homeostasis berkurang. Pemberian makanan harus segera
dimulai setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein
cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja.
Formula khusus seperti F WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan
harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas (tabel pemberian
diet dan cairan). Berikan formula dengan cairan/gelas. Bila anak terlalu terlalu lemah, berikan
dengan sendok/pipet. Pada anak dengan selera makan baik tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap
tahap).
Bila masukan makanan < 80 Kkal/kgbb/hr, berikan sisa formula nasogastrik. Jangan
memberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hr pada fase stabilisasi ini. Pantau dan catat
jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah, frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
dan berat badan harian. Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan-lahan berkurang dan
berat badan mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema, berat badannya akan menurun
dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik. Bila diare
berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat bab diare
persisten.
3.1.1.1.7 Langkah ke-7 : Perhatikan Tumbuh Kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagi pendekatan secara gencar agar tercapai
masukan makan yang tinggi dan pertambahan berat badan lebih dari 10 gram/kgbb/hari.
47
Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu, setelah
dirawat.
Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung yang
dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula
khusus awal ke formula khusus lanjutan.
o Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 g per 100 ml)
dalam jangka waktu 48 jam.
o Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan
energi dan protein yang sama.
o Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi
o Frekuensi nafas
o Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 x/ menit dan denyut nadi > 25 x/ menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula.
Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi
o Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering
o Energi 150-220 Kkal/kgBB/hari
o Protein 4-6 g/kgBB/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.
48
Pemantauan setelah periode transisi
o Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan
o Timbang anak setiap pagi sebelum anak diberi makan
o Setiap minggu, kenaikan BB dihitung (g/kgBB/hari)
o Bila kenaikan BB
o Kurang (< 5 g/kgBB/hr) perlu re-evaluasi menyeluruh
o Sedang (5-10 g/kgbb/hr), evaluasi apakah masukan makanan mencapai target atau
apakah infeksi telah dapat diatasi.
3.1.1.1.8 Langkah ke-8 : Koreksi Defisiensi Nutrien-mikro
Semua KEP berat, menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia
biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai
anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian
besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari multivitamin, asam folat 1 mg/hr 95 mg pada hari pertama), seng
(Zn) 2 mg/kgbb/hr, tembaga (Cu) 0,25mg/kgbb/hr. Bila berat badan mulai naik : Fe 3
mg/kgbb/hr atau sulfas ferrosus 10 mg/kgbb/hr.
Vitamin A oral pada hari ke-1
Anak > 1 tahun : 200.000 SI
6-12 bulan : 100.000 SI
0-5 bulan : 50.000 SI (jangan berikan bila pasti sebelumnya
anak sudah mendapat vitamin A)
3.1.1.1.9 Langkah ke-9 : Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukung Emosional
Anak dengan KEP berat memiliki keterlambatan perkembangan mental dan prilaku
yang bila tidak diobati akan menjadi masalah serius jangka panjang. Stimulasi fisik dan
49
emosional yang dilalukan melalui program yang dimulai sejak rehabilitasi hingga pasien
pulang, akan mengurangi risiko retardasi mental dan gangguan emosional.
Wajah anak jangan ditutup; anak harus bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi
disekelilingnya. Anak jangan dibungkus kain atau diikat untuk mencegah ia berpindah dari
tempat tidurnya.
Sangat penting keberadaan ibu atau pengasuh anak ini di rumah sakit dan ia didorong
untuk terus memberi makan, menjaga aak agar tetap nyaman dan terus bermain dengannya
jika memungkinkan. Setiap orang dewasa disekelilingnya harus berbicara berinteraksi,
tersenyum kepada anak. Bial ada prosedur medis yang tidak nyaman (setelah penyuntikan
atau pemasangan infus) sebaiknya orang tua atau pengasuhnya mendukung anak pada posisi
yang nyaman.
Lingkungan
Suasana rumah sakit yang biasa tidak menunjang untuk pengobatan anak KEP.Ruang rawat
inap yang dihias dengan dinding berwarna warni akan menarik perhatian anak. Jikalau
memungkinkan staf dan pegawai ruang rawat tidak memakai seragam melainkan pakaian
seharian.Apron yang berwarna boleh dipakai untuk melindungi baju mereka. Musik dari
radio yang mengiringi dapat menambah susasana ceria di ruang rawat. Mainan yang
aman,mudah dicuci dan sesuai berdasarkan usia dan perkembangan anak harus selalu
tersedia.Pada dasarnya suasana di ruang rawat inap harus santai, ceria, dan menarik.
Kegiatan main anak
Anak yang kekurangan gizi perlu berinteraksi dengan anak-anak lain pada saat rehabilitasi
Setelah fase awal rehabilitasi,anak-anak ini perlu menghabiskan waktu yang lama dengan
bermain dengan anak-anak lain sambil diawasi oleh ibu atau play guide. Aktivfitas ini tidak
50
meninggikan resiko infeksi silang namun memberi keuntungan yang besar pada anak.Perawat
atau sukarelawan harus bertanggungjawab menyediakan kurikulum untuk aktifitas main
anak-anak. Aktifitas yang dijalankan bertujuan mengembangkan skill motorik dan bahasa.
Waktu 15-30menit disediakan tiap hari untuk bermain dengan setiap anak secara
individual.Skill baru harus didemonstrasikan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan diikuti
oleh anaknya.Effort dari anak harus selalu dipuji..
3.1.1.1.10 Langkah ke -10 : Tindak Lanjut di Rumah
Bila anak berat badannya sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh.
Pola pemberian makanan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah
penderita dipulangkan.
Peragakan kepada orang tua pemberian makan yang sering dengan kandungan energi
dan nutrien yang padat. Serta terapi bermain yang terstruktur.
Sarankan agar membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur, pemberian
suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster) serta pemberian vitamin A setiap 6 bulan.
3.1.1.2 Fase Rehabilitasi
Seorang anak dianggap memasuki fase rehabilitasi bila nafsu makannya telah
membaik. Sebaliknya bila pemberian makannya masih tetap melalui NGT maka ia belum
bisa memasuki fase rehabilitasi (WHO, 1999).
3.1.1.2.1 Prinsip Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fase rehabilitasi adalah:
o Mendorong anak untuk makan yang banyak
o Memulai atau medukung proses menyusui bila memungkinkan
o Menstimulasi perkembangan fisik dan emosi
51
o Mempersiapkan ibu atau pengasuh untuk merawat anak setelah pemulangan dari
rumah sakit
Kriteria pemindahan terapi nutrisi anak ke fase rehabilitasi:
o Nafsu makan baik
o Status mental membaik: tersenyum, dapat menerima rangsangan, tertarik terhadap
lingkungan
o Duduk, merangkak, berdiri atau berjalan (sesuai usia)
o Suhu tubuh normal (36.5–37.5 °C)
o Tidak ada muntah dan diare
o Tidak ada edema
o Peningkatan berat badan > 5gr/kgbb/hari
3.1.1.2.1 Penyuluhan mencegah rekurensi
Orang tua harus diberi pengetahuan bagaimana cara mencegah rekurensi dari
malnutrisi.Sebelum anak dipulangkan orang tua harus memahami penyebab dan cara
mencegah malnutrisi yang meliputi feeding yang benar,dan stimulasi mental dan emosional
yang berterusan.Pengetahuan tentang cara mengobati diare dan infeksi lain harus adequate
sehingga penyuluhan harus diberi kepada orang tua. Aktifitas main (play activity) yang sesuai
untuk anaknya juga harus diajarkan kepada ibunya.
3.1.1.2.2 Kriteria memulangkan pasien
Seorang anak dikatakan sembuh dan dapat dipulangkan apabila BB/U > 80% atau BB/TB
>90% menurut standard NCHS/WHO. Pada saat tertentu anak dapat dipulangkan sebelum
mencapai standard diatas tetapi dipantau terus sebagai outpatient.
3.1.1.2.3 Diet
52
Sewaktu rehabilitasi anak harus terus diberi makanan minimal 5kali sehari.Setelah sampai 1
SD dari nilai median NCHS/WHO anak diberi makan 3x sehari di rumah.
.
3.1.1.2.4 Immunization
Sebelum dipulangkan pasien harus diimunisasi mengikut ketentuan di Negara masing-
masing.Orang tua harus diinformasikan untuk membawa anaknya untuk imunisasi ulang dan
booster.
3.1.1.2.5 Follow-up
Pasien diinformasikan untuk kontrol seminggu sejak tanggal dia dipulangkan. Follow up
lebih baik dilakukan di klinik yang khusus untuk anak kekurangan gizi daripada klinik
pediatrik biasa. Bilamana mugkin volunteer diatur untuk melakukan homevisit dan mencari
solusi mengatasi masalah sosial dan ekonomi keluarga pasien selain kounseling
53
3.1.2 PENGOBATAN PENYAKIT PENYERTA
Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat, yaitu :
defisiensi vitamin A, dermatosis, parasit/cacing, diare melanjut, dan tuberkulosis (khusus
tuberkulosis, pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi)
dan Rö-foto toraks. Bila positif, sangat mungkin tuberkulosis (TB), obati sesuai pedoman
pengobatan TB).
3.1.2.1 Defisiensi vitamin A
Bila terdapat defisiensi vitamin A pada mata maka berikan vitamin A pada hari ke-1,
2 dan 14 p.o dengan dosis :
o Usia > 1 thn : 200.000 SI/x
o 6-12 bulan : 100.000 SI/x
o 0-5 bulan : 50.000 SI/x
Bila terdapat ulserasi pada mata maka tambahkan perawatan lokal untuk mencegah
prolaps lensa berupa :
o Tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin setiap 2-3 jam selama 7-10 hari
o Tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hari
o Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
3.1.2.2 Dermatosis
Dermatosis (ditandai hipo/hiperpigmentasi, deskuamasi/ kulit mengelupas, lesi
ulserasi eksudatif yang menyerupai luka bakar dan sering disertai infeksi sekunder antara lain
oleh kandida; umumnya terdapat defisiensi Zn).
Setelah suplementasi Zn dan dermatosis membaik maka penyembuhan akan lebih
cepat bila :
o Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KMnO4
1% selama 10 menit.
54
o Salep/krim (Zn dengan minyak kastor)
o Usahakan daerah perineum tetap kering
3.1.2.3 Parasit/cacing
Pengobatan dilakukan dengan memberikan Mebendazol 100 mg p.o. 2x sehari selama
3 hari
3.1.2.4 Diare berlanjut
Diare berlanjut (diare biasa menyertai KEP berat tetapi akan berkurang dengan
sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Intoleransi laktosa tidak jarang sebagai
penyebab diare. Diobati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum)
o Berikan formula bebas/rendah laktosa
o Metronidazol 7,5 mg/kgBB p.o setiap 8 jam, selama 7 hari
o Sering kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain berlanjutnya
diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik.
3.1.3 KEGAGALAN PENGOBATAN
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat badan :
1. Tingginya angka kematian
Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi kematian :
 Dalam 24 jam pertama : kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis yang
terlambat/ tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.
 Dalam 72 jam : diperiksa apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan
formula tidak tepat.
 Malam hari : kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak
diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu cepat.
55
2. Kenaikan berat badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi
Penilaian kenaikan BB : - baik : > 10 g/kgBB/hr
- sedang : 5-10 g/kgBB/hr
- kurang : <5 g/kgBB/hr
Kemungkinan penyebab kenaikan BB < 5gram/kgBB/hari antara lain:
 pemberian makanan tidak adekuat
 defisiensi nutrien tertentu, seperti vitamin, mineral
 infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.
 masalah psikologis.
3.1.3 PENANGANAN PASIEN PULANG SEBELUM REHABILITASI TUNTAS
Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis sudah
menghilang, berat badan/umur > 80% atau berat badan/tinggi badan >90%. Anak KEP berat
yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus diberi makanan tinggi energi (150
Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6 gram/kgBB/hari):
o Memberi makanan untuk anak yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling
sedikit 5 kali sehari.
o Memberi makanan selingan diantara makanan utama.
o Mengupayakan makanan selalu dihabiskan.
o Memberi suplementasi vitamin dan mineral atau elektrolit.
o Meneruskan ASI.
3.1.4 TINDAKAN PADA KEGAWATAN
3.1.4.1 Syok (renjatan) :
56
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan
keduanya secara klinis. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian
cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya
overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaC1 0,9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar
dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam 1 jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
o Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernafasan) dan status
hidrasi/syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti diatas untuk 1 jam
berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula
khusus (F-75/pengganti).
o Bila tidak ada perbaikan klinis pada anak menderita syok septik. Dalam hal ini,
berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak
10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian
formula (F-75/pengganti).
3.1.4.2 Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
o Hb <4 g/dl
o Hb 4-6 g/dl disertai distres pernafasan atau tanda gagal jantung.
Transfusi darah :
o Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ‘packed red cells’ untuk transfusi dengan
jumlah yang sama.
57
o Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v. pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).
Bila pada anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap <4 g/dl atau antara 4-6
g/dl, jangan mengulangi pemberian darah.
3.2 TATA LAKSANA DIET PADA BALITA KEP BERAT/GIZI BURUK
Tata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan makanan
tinggi energi, tinggi protein serta cukup vitamin dan mineral secara bertahap, guna mencapai
status gizi optimal.
Ada 4 kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu pemberian diet, pemantauan dan
evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut.
3.2.1 Pemberian diet
Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode rehabilitasi.
2. Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari.
3. Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari.
4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau pemberian bahan
makanan sumber mineral tertentu, sebagai berikut :
Bahan makanan sumber mineral khusus :
 Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam.
 Sumber Cuprum : tiram, daging, hati
 Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai
 Sumber Magnesium : daun seledri, bubuk coklat, kacang-kacangan, bayam,
 Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel, alpukat, bayam,
daging tanpa lemak.
58
5. Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari, bila terdapat edema dikurangi.
6. Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik (NGT).
7. Porsi makanan kecil dan frekuensi makan sering.
8. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan rendah serat
(lihat tabel formula WHO dan modifikasi).
9. Meneruskan pemberian ASI.
10. Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu:
BB<7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat langsung diberikan
makanan anak secara bertahap.
11. Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi.
3.2.2 Evaluasi dan pemantauan pemberian diet
1. BB sekali seminggu: Bila tidak naik, kaji penyebab antara lain: masukkan zat gizi tidak
adekuat, defisiensi zat tertentu, misalnya iodium, adanya infeksi, adanya masalah
psikologis.
2. Pemeriksaan laboratorium: Hb, Gula darah, feses (adanya cacing), dan urin
3. Masukan zat gizi: bila kurang, modifikasi diet sesuai selera
4. Kejadian diare: gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan hiperosmolar, misal: susu
rendah laktosa, tempe, dan tepung-tepungan
5. Kejadian hipoglikemi: beri minum air gula atau makan setiap 2 jam
59
3.2.3 Penyuluhan gizi di rumah sakit
1. Menggunakan leaflet khusus yang berisi: jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian makanan
2. Selalu memberikan contoh menu
3. Mempromposikan ASI
4. Memperhatikan riwayat gizi
5. Mempertimbangkan sosial-ekonomi keluarga
6. Memberikan demonstrasi atau praktek memasak makanan balita untuik ibu
3.2.4 Tindak lanjut
1. Merujuk ke puskesmas
2. Merencanakan dan mengikuti kunjungan rumah
3. Merencanakan pemberdayaan keluarga
60
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16th
ed.
Pennsylvania : W. B. Saunders Company.
Braunwald, Eugene, M.D., et al. Harrison’s Principles Of Internal Medicine 15th
ed.
Volume 1. McGraw Hill Medical Publishing Division.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Pedoman Kekurangan Energi Protein (KEP).
Http:// www. nhd_brochure_centre.pdf
Http:// www.protein_malnutrition.pdf
Mahan, L. Kathleen, MS, RD, CDE., Escott-Stump, Sylvia, MA, RD. 1996. Krause’s
Food, Nutrition and Diet Therapy 9th
ed. Pennsylvania : W. B. Saunders Company.
Penny, Mary E.,MB, ChB. 2004.Nutrition in Pediatric: Protein-Energy Malnutrition:
Pathophysiology, Clinical Consequences, and Treatment. Pennsylvania : Lippincott
Williams & Wilkins.
Shils, Maurice E., M.D., Sc.D., et. al. 1999. Modern Nutrition in Health and Disease 9th
ed.
Volume 1 & 2. Pennsylvania : Lippincott Williams & Wilkins.
WHO. 1999. Initial treatment in Management of Severe Malnutrition: A Manual For
Physicians and Other Senior Health Workers. Geneva. World Health Organization
61

Más contenido relacionado

Similar a 154086369 case-cici

19 Oktober_Marasmus-Kwarshiokor_dr Yanuar.pptx
19 Oktober_Marasmus-Kwarshiokor_dr Yanuar.pptx19 Oktober_Marasmus-Kwarshiokor_dr Yanuar.pptx
19 Oktober_Marasmus-Kwarshiokor_dr Yanuar.pptx
AgungBudiLaksono7
 
Hiperbilirubin
HiperbilirubinHiperbilirubin
Hiperbilirubin
tiofanni
 
pasien SN + Hipertensi stage 1 (3).docx
pasien SN + Hipertensi stage 1 (3).docxpasien SN + Hipertensi stage 1 (3).docx
pasien SN + Hipertensi stage 1 (3).docx
selipertiwi1
 
Cc bangsal rs uns 20 september 2021
Cc bangsal rs uns 20 september 2021Cc bangsal rs uns 20 september 2021
Cc bangsal rs uns 20 september 2021
budimansekali
 
451715122222222222-ADIME-DIARE-pptx.pptx
451715122222222222-ADIME-DIARE-pptx.pptx451715122222222222-ADIME-DIARE-pptx.pptx
451715122222222222-ADIME-DIARE-pptx.pptx
verapardosi92
 
Askeb_kebidanan_pada_balita.docx
Askeb_kebidanan_pada_balita.docxAskeb_kebidanan_pada_balita.docx
Askeb_kebidanan_pada_balita.docx
FebySischa
 
materi mata pelatihan Penugasan MPI 2.docx
materi mata pelatihan Penugasan MPI 2.docxmateri mata pelatihan Penugasan MPI 2.docx
materi mata pelatihan Penugasan MPI 2.docx
SittiJamilah2
 

Similar a 154086369 case-cici (20)

Cbd kd dr.sri
Cbd kd dr.sriCbd kd dr.sri
Cbd kd dr.sri
 
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
 
151297729 case-rds-hie
151297729 case-rds-hie151297729 case-rds-hie
151297729 case-rds-hie
 
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptxPPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
 
Bst dhf (guntur)
Bst dhf (guntur)Bst dhf (guntur)
Bst dhf (guntur)
 
19 Oktober_Marasmus-Kwarshiokor_dr Yanuar.pptx
19 Oktober_Marasmus-Kwarshiokor_dr Yanuar.pptx19 Oktober_Marasmus-Kwarshiokor_dr Yanuar.pptx
19 Oktober_Marasmus-Kwarshiokor_dr Yanuar.pptx
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
Kasus dislipidemia tika
Kasus dislipidemia tikaKasus dislipidemia tika
Kasus dislipidemia tika
 
Nutrition Care Process (NCP) Obesitas Anak
Nutrition Care Process (NCP) Obesitas AnakNutrition Care Process (NCP) Obesitas Anak
Nutrition Care Process (NCP) Obesitas Anak
 
TUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptx
TUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptxTUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptx
TUBERKULOSIS PARU - DIANA FADHILAH SARI 2110221100.pptx
 
askeb pitaa.pptx
askeb pitaa.pptxaskeb pitaa.pptx
askeb pitaa.pptx
 
Hiperbilirubin
HiperbilirubinHiperbilirubin
Hiperbilirubin
 
208548844 case-fix
208548844 case-fix208548844 case-fix
208548844 case-fix
 
Batu empedu
Batu empeduBatu empedu
Batu empedu
 
pasien SN + Hipertensi stage 1 (3).docx
pasien SN + Hipertensi stage 1 (3).docxpasien SN + Hipertensi stage 1 (3).docx
pasien SN + Hipertensi stage 1 (3).docx
 
Cc bangsal rs uns 20 september 2021
Cc bangsal rs uns 20 september 2021Cc bangsal rs uns 20 september 2021
Cc bangsal rs uns 20 september 2021
 
Askeb pp dg anemi
Askeb pp dg anemiAskeb pp dg anemi
Askeb pp dg anemi
 
451715122222222222-ADIME-DIARE-pptx.pptx
451715122222222222-ADIME-DIARE-pptx.pptx451715122222222222-ADIME-DIARE-pptx.pptx
451715122222222222-ADIME-DIARE-pptx.pptx
 
Askeb_kebidanan_pada_balita.docx
Askeb_kebidanan_pada_balita.docxAskeb_kebidanan_pada_balita.docx
Askeb_kebidanan_pada_balita.docx
 
materi mata pelatihan Penugasan MPI 2.docx
materi mata pelatihan Penugasan MPI 2.docxmateri mata pelatihan Penugasan MPI 2.docx
materi mata pelatihan Penugasan MPI 2.docx
 

Más de homeworkping4

Más de homeworkping4 (20)

242269855 dell-case-study
242269855 dell-case-study242269855 dell-case-study
242269855 dell-case-study
 
242266287 case-study-on-guil
242266287 case-study-on-guil242266287 case-study-on-guil
242266287 case-study-on-guil
 
242259868 legal-research-cases
242259868 legal-research-cases242259868 legal-research-cases
242259868 legal-research-cases
 
241999259 case-hemstoma-sukonjungtiva
241999259 case-hemstoma-sukonjungtiva241999259 case-hemstoma-sukonjungtiva
241999259 case-hemstoma-sukonjungtiva
 
241985748 plm-case-study
241985748 plm-case-study241985748 plm-case-study
241985748 plm-case-study
 
241946212 case-study-for-ocd
241946212 case-study-for-ocd241946212 case-study-for-ocd
241946212 case-study-for-ocd
 
241941333 case-digest-statcon
241941333 case-digest-statcon241941333 case-digest-statcon
241941333 case-digest-statcon
 
241909563 impact-of-emergency
241909563 impact-of-emergency241909563 impact-of-emergency
241909563 impact-of-emergency
 
241905839 mpcvv-report
241905839 mpcvv-report241905839 mpcvv-report
241905839 mpcvv-report
 
241767629 ethics-cases
241767629 ethics-cases241767629 ethics-cases
241767629 ethics-cases
 
241716493 separation-of-powers-cases
241716493 separation-of-powers-cases241716493 separation-of-powers-cases
241716493 separation-of-powers-cases
 
241603963 drug-study-final
241603963 drug-study-final241603963 drug-study-final
241603963 drug-study-final
 
241585426 cases-vii
241585426 cases-vii241585426 cases-vii
241585426 cases-vii
 
241573114 persons-cases
241573114 persons-cases241573114 persons-cases
241573114 persons-cases
 
241566373 workshop-on-case-study
241566373 workshop-on-case-study241566373 workshop-on-case-study
241566373 workshop-on-case-study
 
241524597 succession-full-cases
241524597 succession-full-cases241524597 succession-full-cases
241524597 succession-full-cases
 
241356684 citibank
241356684 citibank241356684 citibank
241356684 citibank
 
241299249 pale-cases-batch-2
241299249 pale-cases-batch-2241299249 pale-cases-batch-2
241299249 pale-cases-batch-2
 
241262134 rubab-thesis
241262134 rubab-thesis241262134 rubab-thesis
241262134 rubab-thesis
 
241259161 citizenship-case-digests
241259161 citizenship-case-digests241259161 citizenship-case-digests
241259161 citizenship-case-digests
 

Último

Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 

Último (20)

MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 

154086369 case-cici

  • 1. Get Homework Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites STUDI KASUS PASIEN COMMON COLD PADA BALITA DISERTAI GIZI KURANG DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA DI PUSKESMAS KECAMATAN KELAPA GADING PERIODE 10 JUNI – 22 JUNI 2013 1
  • 2. Oleh : Puspalia Pristiyanti 110.2007.216 Pembimbing : Dr. dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes. KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT BAGIAN KEDOKTERAN KELUARGA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA 2013 LEMBAR PERSETUJUAN Laporan Studi Kasus Pasien mengenai COMMON COLD PADA BALITA DISERTAI GIZI KURANG DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA DI PUSKESMAS KECAMATAN KELAPA GADING PERIODE 10 JUNI – 22 JUNI 2013, telah disetujui oleh pembimbing untuk dipresentasikan dalam rangka memenuhi salah satu 2
  • 3. tugas kepaniteraan Kedokteran Keluarga Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi. Jakarta, Juni 2013 Pembimbing, DR. Dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes LAPORAN KASUS BERKAS PASIEN A. Identitas Pasien Nama : An. T 3
  • 4. Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 3 tahun Agama : Nasrani Alamat : Jl. Gg. Armada Suku Bangsa : Indonesia Pendidikan : belum bersekolah Pekerjaan : - Tanggal berobat : 11 Juni 2013 B. Anamnesa Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa pada ibu pasien tanggal 11 Juni 2013 1. Keluhan Utama : Batuk Pilek sejak 1 minggu lalu 2. Keluhan Tambahan : Panas selama 2 hari naik turun 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading di bagian MTBS dibawa oleh ibunya dengan keluhan pasien menderita batuk pilek sejak 1 minggu lalu. Batuk yang di alami pasien berdahak dan bewarna putih. Saat batuk pasien tidak mengeluarkan darah. Batuk biasanya terjadi kapan saja akan tetapi lebih sering pada malam hari sehingga pasien tidak bisa tidur. Saat batuk tidak disertai dengan muntah. Sebelum batuk pilek, pasien menderita panas selama 2 hari yang terjadi naik turun dan biasanya panas terjadi kapan saja baik pagi siang ataupun malam. Panas yang diderita pasien sekitar 37,7O C. Pasien telah diberi obat penurun panas dan obat batuk yang dibeli di warung namun tidak ada perbaikan sehingga ibu pasien membawa pasien berobat ke Puskesmas Kelapa Gading. Sesak nafas tidak ada. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Ibu pasien mengatakan anaknya pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya sekitar 2 bulan yang lalu. Penyakit diare, kejang, alergi obat dan makanan disangkal oleh ibu pasien. 5. Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit serupa pernah dialami keluarga sekitar bulan lalu 6. Riwayat Sosial Ekonomi 4
  • 5. Pasien adalah seorang balita berusia 3 tahun, tinggal bersama kedua orang tuanya. Dalam keluarga pasien kebutuhan sehari-sehari biasa dipenuhi dari penghasilan ayah pasien yang bekerja sebagai Karyawan Swasta dengan penghasilan 2.000.000/bulan. Jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya berobat pasien, Ibu pasein merupakan ibu rumah tangga yang bertugas mengurus anak-anak setiap hari. 7. Riwayat Kebiasaan Ibu pasien selalu memberikan makanan selingan seperti kue atau biskuit, dan menu untuk satu hari terkadang tidak sesuai dengan 4 sehat 5 sempurna. Untuk sarapan pagi hanya bubur ayam . Untuk makan siang dan makan malam, biasanya pasien makan nasi dan ikan. Namun pasien tidak terlalu menyukai sayur-sayuran dan buah. Pasien sering jajan di tukang jajanan depan rumah seperti chiki, sosis. 8. Riwayat Kelahiran  Persalinan : spontan pervaginam  Bayi lahir cukup bulan ( kehamilan 38 minggu )  BBL : 2900 gram  PB : 48 cm  Kelainan kongenital : - 9. Makanan Pendamping  ASI eksklusif : 6 bulan  PASI : SGM, 8 bulan  MPASI : Nasi Tim, 1 tahun C. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan Kesadaran : compos mentis Berat Badan : 10 kg Panjang Badan : 80 cm Frekuensi nadi : 100 kali/menit ( isi cukup, reguler, kuat angkat ) 5
  • 6. Frekuensi nafas : 24 kali/menit ( reguler, adekuat ) Suhu : 36,7 derajat celcius (axila) Kepala : normocephalik, ubun-ubun sudah menutup, rambut tidak mudah dicabut Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik, mata terlihat cekung -/-. Hidung : bentuk biasa, cavum nasi lapang/lapang, sekret +/+, mukosa hidung tidak hiperemis. Telinga : normotia, serumen -/-, sekret -/- Mulut : lidah tidak kotor, tonsil T1-T1 hiperemis, faring hiperemis Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar Thoraks : Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri kanan Vesikuler +/.+ Palpasi : stem fremitus kanan = kiri Perkusi : sonor kanan = kiri Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, murmur -, gallop – rhonki -/-, wheezing -/-. Abdomen : Inspeksi : perut tampak datar Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar Perkusi : timpani Auskultasi : bising usus + normal Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik Kulit : turgor kulit cukup 2. Status Gizi WHO berdasarkan TB/U 6
  • 7. 7
  • 8. Status Gizi An. T : a. Usia : 3 tahun (36 bulan) b. Berat badan : 11 kg (BBI = 14 Kg) c. Tinggi badan : 80 cm d. Status Gizi : Gizi Kurang ( -3 SD sampai dengan <-2 SD ) 8
  • 9. BERKAS KELUARGA A. Profil Keluarga 1. Karakterisktik Keluarga a. Identitas Kepala Keluarga Nama : Tn. T Usia : 31 Tahun b. Identitas Pasangan Nama : Ny. T Usia : 31 tahun c. Struktur Komposisi Keluarga Tabel 1. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah No . Nama Kedudukan Dalam Keluarga Gender Umur Pendidika n Perkerjaan Keterangan Tambahan 1 Tumpal Ayah L 31 thn SMA Karyawan Swasta 2.000.000/ bulan 2 Trina Ibu P 31 thn SMA IRT - 3 Talida Anak 1 P 3 thn - - - 4 Tiur Anak 2 P 4 bln - - - Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup a. Lingkungan tempat tinggal Tabel 2. Lingkungan Tempat Tinggal Status Kepemilikan Rumah : Mengontrak Daerah Perumahan : Padat Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan Luas rumah : 6m x 3m Rumah tingal mengontrak yang berada pada lingkungan yang cukup padat. Rumah tersebut kurang nyaman untuk ditempati oleh empat orang anggota keluarga Jumlah penghuni dalam rumah : 4 orang Luas halaman rumah : tidak memiliki halaman Tidak bertingkat Lantai rumah : keramik 9
  • 10. Dinding rumah : tembok Jamban keluarga : ada Tempat bermain : tidak ada Penerangan listrik : 450 watt Ketersediaan air bersih : ada (PAM) Tempat pembuangan sampah : ada b. Kepemilikan barang-barang berharga Keluarga An. Rmemiliki barang elektronik antara lain satu buah televisi, satu buah handphone dan satu buah kipas angin, Peralatan rumah tangga yang dimiliki keluarga pasien antara lain magic jar,dan kompor gas 3kg. c. Denah rumah Gambar 1. Denah Rumah Keluarga An. T 3m2 Kamar mandi Dapur 6m2 Kamar 2. Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga a. Tempat Berobat : Puskesmas b. Balita : Posyandu c. Asuransi/Jaminan Kesehatan : Tidak Ada 3. Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas) Tabel 3. Pelayanan Kesehatan 10 Ruang tamu
  • 11. Faktor Keterangan Kesimpulan Cara mencapai pusat pelayanan kesehatan Angkutan umum Pasien pergi berobat ke puskesmas menggunakan angkutan umum. Tarif berobat di Puskesmas dengan membayar 2000 dan kualitas pelayanannya pun memuaskan. Tarif pelayanan kesehatan Bayar Kualitas pelayanan kesehatan Memuaskan 4. Pola Konsumsi Makanan Keluarga a. Kebiasaan makan Keluarga Tn. T makan sebanyak tiga kali sehari yaitu sarapan pagi, makan siang dan makan malam dengan menu makanan yang tidak bervariasi dan biasanya makanan dimasak sendiri oleh ibu pasien.Terkadang mereka juga membeli makanan yang ada disekitar rumah. Menu makanan keluarga Tn.T yaitu nasi, lauk dan sayur. Pasien biasa makan dengan cara disuapi oleh ibunya dalam sekali makan, pasien menghabiskan 5-10 sendok makan. Pasien jarang menghabiskan makanan yang diberikan oleh ibunya. Keluarga Tn. T jarang mengkonsumsi buah-buahan b. Menerapkan pola gizi seimbang Menu makanan keluarga An. T yang selalu ada saat mereka makan setiap harinya ialah nasi, telur, ikan, sayur. Pola makan pasien dua hari terakhir ialah : a) Tanggal 9 Juni 2013 i. Pagi : 159 kalori JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak Bubur Ayam 100 gr = 159 kal 510 gr 2860 gr 210 gr ii. Siang : 347 kalori JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr Ikan goreng 100 gr = 84 kal 14,8 gr 0 2,3 gr Sayur asem 100 gr = 88 kal 0,7 gr 5 gr 0 11
  • 12. iii. Malam : 381 kalori JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr Ikan goreng 100 gr = 84 kal 14,8 gr 0 2,3 gr Susu 1 gelas = 122 kal 8,03 gr 11,49 gr 4,88 gr Makanan camilan : 180 kalori JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak Biscuit 100 gr = 44 kal 1,35 gr 6,47 gr 1,62 gr Chiki 80 kal 1 gr 8 gr 3 gr b) Tanggal 10 Juni 2013 i. Pagi : 159 kalori JumlahGr /kal Krotein Karbohidrat Lemak Bubur Ayam 100 gr = 159 kal 510 gr 2860 gr 210 gr ii. Siang :347 kal Jumlah Gr /kal Protein Karbohidrat Lemak Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr Ikan goreng 100 gr = 84 kal 14,8 gr 0 2,3 gr Sayur bayam 100 gr = 88 kal 3,5 gr 6,5 gr 0,5 gr iii. Malam : 485 kal Jumlah Gr /kal Protein Karbohidrat Lemak Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr Telor goring 75 gr = 188 kal 11,7 gr 0 0 Susu 1 gelas = 122 kal 8,03 gr 11,49 gr 4,88 gr Makanan camilan : 132 kalori JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak Biscuit 100 gr = 44 kal 1,35 gr 6,47 gr 1,62 gr Sosis 49 kal 5,06 gr 0,43 gr 2,83 gr  BBI = (usia dalam tahun X 2) + 8 = ( 3 X 2) + 8 = 14 kg 12
  • 13.  Kebutuhan Energi/kalori pada balita = 100 kalori / kg BBI = 1000 + ( 100 X 3) = 1300 kal/ hari  Kebutuhan Zat Gizi : a . Protein 10% dari total kalori = ( 10% X 1300) : 4 = 32.5 gr b. Lemak 20% dari total kalori = ( 20% X 1300) : 9 = 28,8 gr c. Karbohidrat, sisa dari total kalori dikurangi prosentasi protein dan lemak =( 70% X 1300) : 4 = 227,5 gr Setelah menghitung jumlah BBI, kebutuhan energi/kalori serta kebutuhan zat gizi pada pasien, juga dengan melihat food recall pasien selama 2 hari sebelum datang ke puskesmas maka dapat disimpulkan bahwa setiap harinya menu makan pasien kurang memenuhi jumlah energi/kalori yang dibutuhkan setiap harinya. 5. Pola Dukungan Keluarga a. Faktor pendukung terselesainya masalah dalam keluarga Orang tua pasien sadar akan penyakit yang diderita oleh anaknya sehingga saat pasien sakit orangtuanya memeriksakan anaknya ke Puskesmas. Selain itu pihak keluarga tidak berkeberatan dengan biaya pengobatan yang masih terjangkau. b. Faktor penghambat terselesainya masalah dalam keluarga Kurangnya pengetahuan orang tua pasien tentang penyakit yang diderita oleh pasien. Pola konsumsi keluarga Ny. T tidak baik, dikarenakan tidak bervariasinya menu makanan setiap harinya, hal ini menjadikan pasien susah makan dan jarang mengkonsumsi buah-buahan. Dalam penatalaksanaan penyakit pasien sangat diperlukan peran serta yang aktif dari seluruh anggota keluarga terutama ibu pasien dalam merawat dan memperhatikan pasien terutama masalah makanan. Peran keluarga pada saat ini kurang memperhatikan keadaan kesehatan pasien. 13
  • 14. Saat ini Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan satu saudari kandungnya, dimana pasien memiliki adik kandung yang masih berusia 4 bulan, sehingga perhatian ibu pasien harus terbagi antara pasien dan adik pasien. B. Genogram 1. Bentuk Keluarga Bentuk keluarga ini adalah keluarga inti (nuclear family) dimana terdiri dari ayah (Tn. T), ibu (Ny. T), dan kedua anaknya termasuk pasien (An. T) yang tinggal dalam satu rumah. 2. Tahapan Siklus Keluarga Menurut Duvall (1977) dikutip dalam Friedman (1998), keluarga An. T berada pada tahapan siklus keluarga yang ke tahap tiga dimana Keluarga Anak Usia Prasekolah/Family With Preschool Children ( oldest child 2,5 – 5 years). Dimulai dengan anak pertama berusia 2,5 – 5 tahun. 3. Family Map Tn.R Ny.P Tn. S Ny. A T Tn.Y Ny. T Ny.T Tn.T Tn. T An.T An. T Keterangan Gambar : : Laki-laki : Pasien 14
  • 15. : Perempuan : Meninggal : Keturunan : Pernikahan : Tinggal serumah Pasien adalah balita berumur 3 tahun, merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari seorang ayah yang bekerja karyawan swasta dan diurus sehari- harinya oleh ibunya sendiri. Saat ini pasien belum memasuki jenjang sekolah. Ibu pasien selalu berusaha memberi asupan makan setiap harinya, namun pasien memiliki kebiasaan untuk jajan jajanan yang tidak sehat di sekitar rumahnya, sehingga suka mengalami keluhan batuk pilek. Ibu pasien sering melarang kebiasaan anaknya untuk jajan sembarangan, namun terkadang pasien sulit untuk diberitahu dan menangis jika keinginannya tidak terpenuhi. a. Masalah dalam fungsi biologis Di dalam keluarga pasien tidak terdapat satupun anggota yang mempunyai riwayat penyakit tertentu. b. Masalah dalam fungsi psikologi Keluarga Tn. T dan Ny. T merupakan suami istri yang saling mendukung satu sama lain, sekalipun mereka tergolong dalam keluarga menengah kebawah, namun jika sudah menyangkut urusan anak – anak mereka, mereka selalu mengutamakannya, termasuk dalam urusan pendidikan dan kesehatan. Tidak ada masalah keluarga yang menyebabkan perkembangan psikis anak-anaknya terganggu. c. Masalah dalam fungsi ekonomi Sumber penghasilan utama pada keluarga adalah dari orang tua pasien terutama ayah pasien. Untuk biaya kesehatan, pasien tidak memiliki asuransi kesehatan.. 15
  • 16. d. Masalah lingkungan Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat dengan posisi rumah yang saling berdempetan dan dengan pencahayaan yang kurang, serta sanitasi yang kurang baik di sekitar lingkungan rumah. e. Masalah perilaku kesehatan Karena usia pasien yang masih balita, sehingga biasanya anak-anak sulit untuk mendengar perkataan orang tuanya, maka pasien masih saja ingin mengkonsumsi makanan yang kurang sehat hingga mengakibatkan pasien sakit, dan akhirnya orangt tua pasien membawanya ke puskesmas. C. Diagnosis Holistik 1. Aspek Personal a. Alasan kedatangan Pasien datang berobat ke puskesmas diantar oleh kedua orang tuanya atas dorongan diri sendiri karena merasa khawatir dengan kondisi anaknya yang tidak kunjung sembuh. b. Harapan Ibu pasien memiliki harapan agar penyakit anaknya dapat sembuh. c. Kekhawatiran Ibu pasien memiliki kekhawatiran jika penyakit anaknya akan bertambah berat. 2. Aspek Klinik Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik disimpulkan sebagai berikut : a. Diagnosis kerja : Common cold disertai dengan Gizi kurang b. Diagnosis banding : - 3. Aspek Risiko Internal a. Genetik 16
  • 17. Tidak terdapat riwayat penyakit genetik pada keluarga pasien, riwayat TB disangkal oleh orang tua pasien. b. Pola makan Pola makan pasien tidak memenuhi pola gizi seimbang c. Kebiasaan Pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan dan sulit untuk makan setiap harinya. d. Spiritual Ibu pasien selalu memperigati pasien bahwa penyakit yang dideritanya merupakan teguran agar pasien lebih memperhatikan kesehatannya. 4. Aspek Psikososial Keluarga Faktor pendukung kesehatan pasien adalah keluarganya sendiri, terutama ibu pasien yang senantiasa mengurus pasien setiap harinya, sedangkan ayah pasien bekerja mencari nafkah. Ibu pasien melarang anaknya untuk tidak jajan sembarangan. Faktor penghambat kesehatan pasien yang berasal dari keluarga adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan ibu pasien mengenai pola makan sehari-hari yang kurang bervariasi dan tidak memenuhi makanan 4 sehat 5 sempurna. Untuk system pencahayaan dan sirkulasi udara di rumah tergolong kurang karena hanya terdapat 2 jendela di ruang tamu sehingga keadaan di dalam rumah cukup lembab 5. Aspek Fungsional Menurut skala WONCA pasien termasuk derajat 1 dimana pasien mampu melakukan pekerjaan ringan sehari-hari seperti bermain di sekitar rumah seperti biasa. D. Rencana Pelaksanaan Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil yang diharapkan 17
  • 18. Aspek Personal a. Memberikan edukasi kepada orang tua pasien tentang penyakit yang di derita pasien, mulai dari gejala penyakit, pengobatan serta komplikasi yang dapat diakibatkan oleh penyakit yang diderita pasien. b. Melakukan edukasi kepada orang tua pasien terhadap pentingnya pengawasan pertumbuhan dan pekembangan anak serta menjaga pola makan sesuai dengan kebutuhan gizi. Orang tua Pasien Saat pasien berobat ke Puskesmas dan kunjungan rumah pasien Orang tua pasien mengerti mengenai penyakit yang diderita pasien serta pencegahannya dan mulai menerapkan pola makan yang baik dan sehat untuk pasien. Aspek Klinik a. Memberikan obat untuk common cold seperti PCT syrup 3x1 cth (PO), CTM Tab 3x1/4 tab (PO), Prednison 3x1/2 tab (PO), Ambroxol Syr 3x1/2cth (PO) serta multivitamin guna meningkatkan daya tahan tubuh b. Memberikan penjelasan kepada orang tua pasien tentang obat-obat yang dikonsumsi pasien termasuk efek sampingnya c. Memberikan informasi tentang makanan yang baik dan bergizi, contoh-contoh makanan agar lebih bervariasi serta jadwal pemberian makan yang tepat Pasien dan Orang tua Saat pasien ke Puskesmas Keluhan pasien berkurang sehingga mencapai taraf kesembuhan serta meningkatkan daya tahan tubuh sehingga pasien terhindar dari penyakit dan status gizi pasien meningkat. Aspek Risiko Internal a. Membantu orang tua pasien untuk merubah pola makan pasien dengan pemberian makanan yang bergizi dan lebih bervariasi dan memberitahukan makanan apa yang seharusnya dikonsumsi pasien agar sesuai dengan kebutuhan kalori pasien dan rajin mengkonsumsi sayur dan buah b. Menganjurkan orang tua pasien untuk menjaga Pasien dan keluarga Saat kunjugan rumah pasien Orang tua pasien mampu mengelola makanan yang bergizi untuk pasien, mengetahui pola makan yang baik dan bervariasi, mengerti akan pentingnya kepatuhan dalam pengobatan. 18
  • 19. kebersihan agar anak tidak mudah terserang penyakit Aspek Psikososial Keluarga a. Menganjurkan keluarga untuk memberi dukungan dan perhatian kepada pasien untuk dapat mengawasi dan memantau makanan, pola makan, kesehatan serta pemberian obat yang teratur. b. Menganjurkan kepada keluarga untuk selalu membawa pasien kontrol rutin agar kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan pasien lebih baik. c. Menganjurkan untuk ibu untuk selalu menjaga kebersihan rumahnya selalu membuka jendela di pagi hari sehingga udara sgar dapat masuk kedalam rumah, dan menutup pintu dan jendela karena jalanan depan rumah yang penuh dengan debu. Orang tua pasien Saat kunjungan rumah pasien Keluarga lebih peduli dengan kondisi fisik pasien dan memberi perhatian serta dukungan kepada pasien agar membantu penyembuhan pasien. Aspek Fungsional Memberitahu orang tua pasien untuk terus memberikan obat kepada pasien serta mengkonsumsi makanan yang baik dan sehat Pasien dan orang tua pasien Saat di Puskesmas, posyandu dan kunjungan rumah Kondisi tubuh pasien lebih sehat dan kuat serta meningkatkan berat badan pasien. E. Prognosis 1. Ad vitam : ad bonam 2. Ad sanasionam : ad bonam 3. Ad fungsionam : ad bonam 19
  • 20. TINJAUAN PUSTAKA COMMON COLD Definisi Common Cold (pilek, selesma) adalah suatu reaksi inflamasi saluran pernapasan yang disebabkan oleh infeksi virus Penyebab Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold: • Rhinovirus • Virus influenza A, B, C • Virus Parainfluenza • Virus sinsisial pernafasan. Semuanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita. Common cold biasanya tidak berbahaya dan kebanyakan dapat sembuh dengan sendirinya artinya virus akan mati dengan sendirinya bila masa inkubasi telah berakhir. 20
  • 21. Walaupun infeksi biasanya pada saluran nafas atas namun sering menyebar ke saluran nafas bawah menimbulkan trakeitis, bronchitis, pneumonitis.pada saluran nafas atas, virus ini menyebabkan nekrosis dan deskuamasi epitel bersilia disertai serbukan padat sel radang terutama lifosit. Penyebaran infeksi ke saluran nafas bawah atau paru, menyebabkan nekrosis serta sel pelapis alveoli mengelupas. Common cold menyebabkan komplikasi seperti pneumonia virus primer, pneumonia bacteria sekunder dan meningkatkan tahap serangan penyakit kronik. Periode prepatogenesis dan pathogenesis common cold 1. Prepatogenesis dimulai kurang dari 24 jam 2. Masa inkubasi virus berlangsung sekitar 1-3 hari Biasanya gejala diawali berupa rasa tidak enak pada hidung atau tenggorokan. Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan. Tanda-tanda sistemik common cold mulainya mendadak dan meliputi demam, menggigil, nyeri kepala, mialgia, nyeri lumbosakral, dan sangat lemah. 3. Patogenesis biasanya berlangsung 4-10 hari Sesak nafas dengan/ tanpa sumbatan hidung, bersin-bersin, tenggorokan gatal, hidung meler, batuk, suara serak, lemas, sakit kepala, demam (biasanya ringan). Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan atau tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah dilakukan apabila gejala sudah berlangsung selama lebih 10 hari atau dengan demam > 37,8°C. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tandanya. 21
  • 22. Pengobatan • Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman, serta diusakahan agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. • Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus menjalani tirah baring di rumah. • Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan/dibuang. • Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen. • Pada penderita dengan riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin • Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada. • Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu mengeluarkan sekret yang kental • Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris dari saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu diobati, kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan penderita susah tidur. • Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk • Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik hanya diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri. Pencegahan 22
  • 23. • Jagalah kebersihan diri dan lingkungan • Sebaiknya sering mencuci tangan, membuang tisu kotor pada tempatnya serta membersihkan permukaan barang-barang • Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa mengurangi resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang dikeluarkan oleh seorang penderita. 23
  • 24. TINJAUAN PUSTAKA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) .1 Pendahuluan KEP didefinisikan sebagai keadaan kurang gizi yang disebabkan karena rendahnya konsumsi energi dan protein yang terkandung di dalam makanan sehari-hari sehingga Angka Kecukupan Gizi (AKG) tidak terpenuhi. KEP menjadi masalah di beberapa negara berkembang. Kelompok usia yang paling banyak terkena KEP adalah 6 bulan-5 tahun. Kondisi ini disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau infeksi yang menghilangkan nafsu makan, padahal pada masa ini tubuh memerlukan nutrisi untuk pertumbuhan. Anak yang berusia 12-36 bulan merupakan kelompok usia yang paling beresiko terkena KEP karena mereka rentan terhadap infeksi seperti gastroenteritis dan campak. Dari suatu penelitian di lima negara berkembang didapatkan bahwa penyebab kematian balita terbanyak adalah malnutrisi. KEP merupakan kasus yang harus segera diatasi. Hal ini disebabkan KEP kronis berdampak terhadap fisik dan mental, baik jangka pendek maupun jangka panjang, misalnya 24
  • 25. pertumbuhan yang terlambat, mudah terkena infeksi, dan meningkatkan angka mortalitas anak. Pemerintah dan masyarakat Indonesia berupaya menurunkan prevalensi KEP. Namun pada saat ini karena sedang dilanda krisis ekonomi maka jumlah penderita KEP pun mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan ditemukannya penderita gizi buruk yang sebelumnya sudah jarang ditemui. Untuk mengantisipasi masalah diatas, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada sarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan, puskesmas pembantu, pos pelayanan terpadu, dan pusat pemulihan gizi yang disertai peran aktif masyarakat. Agar penanggulangan gizi buruk lebih efektif diperlukan peran rumah sakit yang lebih proaktif dalam membina puskesmas. Peran proaktif yang diharapkan adalah memfasilitasi pelayanan rujukan meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sarana. .2 Epidemiologi KEP merupakan penyakit gizi yang sangat penting pada negara yang sedang berkembang karena prevalensinya tinggi dan hubungannya dengan angka morbiditas dan mortalitas anak, terhambatnya pertumbuhan fisik, dan ketidakcukupan perkembangan sosial dan ekonomi. Analisis epidemiologi dari 53 negara sedang berkembang mengindikasikan bahwa 56% kematian pada anak-anak 6-59 bulan disebabkan oleh potensiasi malnutrisi dengan penyakit infeksius dan malnutrisi ringan-sedang sebanyak 83% dari kematian itu. .3 Klasifikasi KEP dapat diklasifikasikan menjadi 3 derajat, yaitu : a. KEP ringan Bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS b. KEP sedang Bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median WHO-NCHS c. KEP berat Bila BB/U < 60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB < 70% baku median WHO-NCHS 25
  • 26. Secara klinis, KEP berat dibagi ke dalam 3 bentuk klinis, yaitu: 1. Marasmus Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah - Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit - Wajah seperti orang tua - Perubahan mental (cengeng, rewel, apatis) - Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”) sehingga turgor kulit berkurang. Kulit juga tampak kering dan dingin - Perut cekung - Iga gombang - Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare - Otot-otot atrofi - Tekanan darah rendah dan tidak jarang terdapat bradikardi - Frekuensi nafas berkurang - Anemia 2. Kwashiorkor Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah: - Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) - Penampilan seperti anak gendut - Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 60% menurut welcome-trust, begitu pula dengan tinggi badannya bila KEP sudah berlangsung lama - Wajah membulat dan sembab - Pandangan mata sayu - Rambut tipis karena mudah dicabut tanpa rasa sakit dan rontok. Pada kwashiorkor yang lanjut terlihat rambut kusam, kering, halus, jarang. Warna hitam menjadi merah, coklat, kelabu sampai putih. - Perubahan status mental, rewel, banyak menangis, dan pada stadium lanjut sangat apatis - Pembesaran hati - Otot mengecil (hipotropi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk - Kelainan kulit disebut crazy pavement dermatosis dimulai dengan titik merah menyerupai petekie, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam, yang kemudian akan mengelupas maka terdapat bagian yang merah dikelilingi oleh batas- 26
  • 27. batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering basah disebabkan terjadinya keringat atau air kencing dan terus-menerus berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna mendapat tekanan merupakan predileksi terjadinya crazy pavement dermatosis. - Sering disertai penyakit infeksi, anemia, dan diare 3. Marasmik-kwashiorkor Gambaran klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok. .4 Etiologi Orang yang beresiko menjadi kurang energi protein (KEP) adalah orang yang kehilangan berat badan ketika terjadi: - Intake atau asimilasi gastrointestinal untuk menghasilkan kalori tidak mencukupi kebutuhan gizi. - Kebutuhan energi lebih besar dibandingkan konsumsi makanan dan asimilasinya dalam tubuh - Metabolisme nutrisi yang tidak berfungsi baik karena adanya proses penyakit intrinsik. Berdasarkan penyebabnya KEP dapat dibagi menjadi 2, yaitu : a. Primer KEP primer terjadi karena kekurangan konsumsi dan tidak tersedianya bahan makanan. Faktor-faktor penyebab KEP akibat dari asupan makanan yang kurang atau asupan makanan dengan kualitas nutrisi protein yang rendah diantaranya : 1. Faktor sosial dan ekonomi Kemiskinan menyebabkan ketersediaaan makanan yang rendah, kepadatan penduduk dan kondisi pemukiman yang tidak sehat, serta perawatan anak yang tidak layak (penyebab sering KEP yang berakibat pada kebiasaan perawatan bayi atau anak yang kurang), kesalahpahaman mengenai kegunaan makanan tertentu, ketidakcukupan pemberian makan selama sakit, dan distribusi makanan yang tidak tepat. Masalah sosial seperti kekerasan anak, perampasan orang tua, ditinggalkan saat lansia, alkoholisme, dan kecanduan obat dapat menyebabkan KEP. Kebiasaan budaya 27
  • 28. dan sosial yang menentukan makanan tabu, beberapa makanan dan kebiasaan makan terutama populer diantara dewasa dan wanita, dan perpindahan dari daerah desa tradisional ke kota pinggiran dapat menyebabkan atau mempercepat pemunculan KEP. 2. Faktor Biologis Malnutrisi maternal sebelum dan/atau selama kehamilan lebih sering menyebabkan berat badan bayi baru lahir yang rendah. Penyakit infeksius adalah penyumbang utama sebagai penyebab KEP, seperti diare, campak, AIDS, tuberkulosis yang menyebabkan keseimbangan negatif protein dan energi karena anoreksia (pengurangan asupan makanan), muntah, penurunan absorpsi (kehilangan nutrien), dan proses katabolik (peningkatan kebutuhan dan kehilangan metabolik). Makanan-makanan dengan konsentrasi rendah protein dan energi akibat terjadinya kelebihan air dari formula susu atau makanan dari sayuran yang sangat tinggi yang mempunyai kepadatan nutrien yang rendah dapat menimbulkan KEP pada anak-anak. Makanan yang rendah protein dan kaya akan karbohidrat terutama menimbulkan kwashiorkor. 3. Faktor Lingkungan Kondisi pemukiman padat/tidak sehat menimbulkan infeksi, yang juga merupakan penyebab KEP yang sangat penting, terutama diantara orang dengan kejadian diare yang berat dan sering. Pola pertanian, kekeringan, banjir, perang, dan perpindahan darurat akan mengalami kekurangan makanan dan dapat menyebabkan KEP di semua populasi. 4. Umur Host KEP dapat mempengaruhi semua tingkat umur, namun lebih sering pada bayi dan anak-anak yang sedang tumbuh dengan peningkatan kebutuhan nutrisi (mereka tidak mendapat makanan sendiri dan biasanya tinggal pada kondisi higienis di bawah rendah), sehingga sering menjadi diare atau infeksi lainnya. Bayi yang disapih lebih awal dari ASI atau yang diberi susu formula untuk jangka panjang tanpa pemberian makanan komplemen yang cukup akan menjadi malnutrisi karena kekurangan asupan energi dan protein yang adekuat. b. Sekunder KEP sekunder disebabkan karena kekurangan kalori-protein akibat penyakit, seperti pada penyakit ginjal, hati, jantung, dan paru-paru. 28
  • 29. 1.5 Patofisiologi 1. Respon Metabolik Terhadap Pemasukan Energi Inadekuat KEP merupakan hasil dari tidak tercukupinya kebutuhan energi dan nutrisi dalam waktu yang lama. Manifestasinya tergantung dari beberapa faktor, misalnya umur, infeksi, status nutrisi awal dan kebiasaan mengurangi makan. Pada keadaan puasa terjadi pengurangan lemak dan perubahan endokrin yang mempunyai tujuan untuk menjaga fungsi vital dan bertahan hidup sampai didapatkan lagi energi dari makanan. Akibatnya akan terjadi perubahan-perubahan yaitu berkurangnya aktivitas, pertumbuhan yang lambat dan perubahan komposisi badan. Selain itu akan terjadi penurunan laju metabolisme dan peningkatan total cairan tubuh terutama di ekstaselular. Hormon kortisol akan meningkat pada keadaan kelaparan dan stress. Sekresi insulin akan menurun dan akan terjadi resistensi insulin di perifer. Aktivitas insulin-growth factor 1 serta efektor metabolik pertumbuhan yang mempengaruhi hormon pertumbuhan juga berkurang. Efek keseluruhan dari perubahan hormon ini adalah mobilisasi lemak, degradasi protein otot, dan penurunan basal metabolic rate. Peningkatan aldosterone yang 29
  • 30. berperan dalam kehilangan potassium sudah diikuti oleh pengurangan energi dan penurunan sintesis adenosin trifosfat dalam sodium pump. 2. Adaptasi Terhadap Penurunan Pemasukan Protein Selama kehilangan protein, otot skelet yang hilang akan diganti untuk menjaga enzim yang penting dan memberikan energi untuk proses metabolisme, sehingga terjadi proses pembentukan protein otot dan peningkatan pemecahan yang akan memberikan asam amino essensial untuk sintesis protein dan glukoneogenesis. Di dalam hepar, terdapat pertukaran laju sintesis dari protein yang berbeda : sintesis albumin, transferin dan apolipoprotein B akan menurun sedangkan sintesis protein lain akan dijaga. 3. Perubahan Elektrolit Pada marasmus dan kwashiorkor akan terjadi retensi sodium sehingga akan terjadi peningkatan total sodium dalam tubuh, meskipun kadar serumnya rendah sedangkan total potasium dalam tubuh akan menurun. Selain sodium dan potasium, elektrolit lain juga akan berubah seperti fosfat , magnesium dan kalsium. Hipofosfatemia ditemukan dalam anak-anak yang malnutrisi dan berhubungan dengan tingginya angka mortalitas. Kadar fosfat yang rendah berhubungan dengan diare dan dehidrasi. Selain hipofosfatemia, hipokalemia juga bisa menyebabkan hipotonus dan kematian mendadak (sudden death). 4. Interaksi dengan Infeksi Infeksi dan nutrisi saling berhubungan. Kondisi dimana pemasukan energi dan protein yang tidak cukup berhubungan dengan kondisi peningkatan bakteri dan mikroba lain. Produk makanan yang berasal dari daging seperti daging merah, daging unggas, ikan, susu dan telur merupakan sumber nutrisi yang penting untuk melawan infeksi. Lemak dibutuhkan untuk memfasilitasi penyerapan dari vitamin seperti E, D dan A serta untuk menjaga infeksi. Selama infeksi, terdapat perubahan metabolik yang akan meningkatkan produksi protein fase akut. Perubahan endokrin juga berperan; hormon-hormon katabolik juga meningkat seperti glukokortikoid, glukagon, dan epinefrin. Sebagai tambahan bahwa perubahan efek metabolisme terhadap infeksi sesuai dengan status nutrisinya. 5. Sitokin Sintesis sitokin dipercepat oleh infeksi, trauma, iskemi dan keadaan lain. Sitokin berperan dalam metabolisme protein dan otot, puasa, dan cachexia pada kanker. Pada anak yang malnutrisi berat didapatkan penurunan reaksi inflamasi dan menumpulnya respon febrile. 30
  • 31. 6. Protein Fase Akut Sitokin memodulasi pembentukan protein fase akut. Pembentukan protein tersebut adalah di dalam hati dan meningkat bila ada stress seperti infeksi. Pada anak malnutrisi berat akan terjadi penurunan protein fase akut negatif seperti albumin, prealbumin, fibronektin dan retinol binding protein. Hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya sistesis protein dalam hepar. 7. Kwashiorkor Kwashiorkor berhubungan dengan kurangnya diet protein dan edema yang terjadi adalah akibat dari rendahnya albumin, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa kwashiorkor tergantung dari intake energi bukan protein dan edema tidak tergantung dari albumin. 8. Perubahan Organ dan Sistem • Sistem Endokrin Perubahan endokrin diperantarai oleh adaptasi metabolik terhadap kelaparan. Atrofi pankreas biasanya ditemukan pada anak sehingga akan mempengaruhi hormon insulin, glukagon, dan arginine. Penelitian menunjukkan bahwa pada anak dengan malnutrisi terdapat peningkatan hormon pertumbuhan namun konsentrasi yang tinggi itu akan mengurangi berat badan. Konsentrasi kortisol yang tinggi dengan infeksi dan peninggian kortisol ini akan mengakibatkan hipoglikemi. Fungsi kelenjar tiroid juga mengalami perubahan. • Sistem Imun Anak dengan KEP berat sangat rentan terkena infeksi terutama bakteri gram negatif dan dapat meninggal karena sepsis. Pada anak dengan malnutrisi terdapat perubahan imunitas selular, sistem komplemen dan fungsi PMN dan imunitas humoral. • Hati Pada KEP berat, terdapat perubahan produksi protein karier dan protein akut inflamasi relatif meningkat yang berespon terhadap infeksi atau jejas. Pada kwasiorkor terdapat pembesaran hati dan terdapat infiltrasi lemak dan akumulasi trigliserida. Perubahan ini akan baik bila gejala klinisnya membaik dan tidak ada bukti bahwa kwasiorkor yang lama akan mengakibatkan kerusakan hati. • Jantung Pada anak dengan KEP berat, curah jantung menurun. Serta dapat terjadi sinus bradikardi. Bersamaan dengan itu terdapat defisiensi seperti hipokalemia, anemia dan 31
  • 32. defisiensi vitamin yang akan berpengaruh terhadap jantung. Efusi perikardial juga mungkin ada pada malnutrisi dengan edema. Selama penyembuhan, ukuran jantung meningkat cepat. Bila pergantian/pemasukan makanan dilakukan dengan cepat terutama bila makanannya tinggi sodium maka gagal jantung dan kematian mendadak akan terjadi. Tindakan pertama untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membatasi intake sodium dan memberikan diuretik. Keadaan tersebut terlihat atau mirip seperti sepsis oleh karena itu kematian yang terjadi dianggap wajar. Kelainan jantung bukan kelainan primer di jantung tetapi karena syndrome refeeding. • Saluran Pernapasan Pengurangan massa otot berpengaruh juga pada otot pernapasan termasuk diafragma. Hal tersebut akan menurunkan fungsi otot-otot pernapasan yang akan mempengaruhi kapasitas vital dan inspirasi maksimal dan tekanan inspirasi. Kelemahan ini akan mengakibatkan abnormalitas elektrolit seperti rendahnya fosfat dan hipokalemia. Ventilasi berespon terhadap hipoksia tetapi tidak berespon terhadap hiperkapni. Karena perubahan tersebut, takipnea dan retraksi sub costal dapat berguna sebagai tanda untuk mendiagnosis pneumoni pada malnutrisi. • Saluran Pencernaan Diare dan malnutrisi biasanya terjadi bersamaan. Malnutrisi meningkatkan risiko terjadinya diare persisten (>14 hari). Pada KEP berat, pengaruh terhadap saluran pencernaan adalah penurunan produksi asam lambung, penipisan mukosa usus halus, hilangnya villi dan sel kripta. Perubahan tersebut akan mengganggu fungsi mukosa, peningkatan permeabilitas dan malabsorpsi. Meskipun ada gangguan fungsi saluran pencernaan makanan tetap harus diberikan. • Hematologi Anemia biasanya terjadi pada malnutrisi dan mungkin berhubungan dengan defisiensi besi dan atau penurunan produksi sel darah merah untuk adaptasi dari pengecilan massa tubuh. Rendahnya transferin berhubungan dengan peningkatan resiko kematian di rumah sakit pada anak dengan KEP. • Kulit dan Rambut Pada marasmus, kulit kering akibat hilangnya lemak subkutan. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya area permukaan, menurunnya proteksi terhadap suhu sehingga gampang terjadi hipotermi. Rambut menjadi lebih tipis serta tumbuhnya lambat dan mudah rontok. 32
  • 33. Pada kwasiorkor, beberapa perubahan mirip dengan acrodematitis enteropatika dan akan membaik dengan pemebrian salep seng. Hal tersebut mendukung adanya defisiensi seng. Defisiensi nutrisi lain seperti EFA, vitamin B dan asam amino yang berpengaruh terhadap perubahan kulit. Rambut juga terpengaruh, terjadi depigmentasi (tanda klasik). • Fungsi Otak dan Perkembangan Anak dengan KEP berat pada umur-umur awal mungkin terdapat penurunan pertumbuhan otak, myelinasi saraf, produksi neurotransmitter dan kecepatan konduksi saraf. Dalam jangka panjang, bila lingkungan tidak mendukunk, terjadi perubahan dari perilaku dan kognitif anak. • Tulang Anak dengan KEP berat biasanya akan stunted setelah sembuh. Pada malnutrisi terdapat laju turnover tulang yang rendah dan tinggi pada fase penyembuhan. Demineralisasi tulang disebabkan oleh defisiensi fosfat. Defisiensi nutrisi lain oleh vitamin D yang menyebabkan riketsia dan osteomalasia, vitamin C menyebabkan scurvy dan perubahan bentuk tulang karena defisiensi tembaga mungkin dapat ditemukan. DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS 2.1 Diagnosis Diagnosis KEP didapatkan dari anamnesa makanan, gambaran klinis termasuk antropometri serta pemeriksaan laboratorium. Karakteristik klinik, biokimia, dan fisiologis dari KEP bervariasi berdasarkan kehebatan penyakit, umur pasien, keberadaan defisit nutrisi lain dan infeksi, dan predominan defisiensi energi atau protein. 2.1.1 Anamnesis Di dalam anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : a. Intake makanan dan cairan saat ini b. Diet sebelum sakit c. Menyusui d. Durasi dan frekuensi diare dan muntah e. Tipe diare (berair/berdarah) 33
  • 34. f. Hilangnya nafsu makan g. Lingkungan keluarga untuk mengetahui latar belakang sosial anak h. Batuk kronis i. Kontak dengan penderita tuberkulosis j. Kontak dengan penderita campak k. Diketahui atau suspek menderita infeksi HIV 2.1.2 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik dilihat adanya: a. Berat badan dibawah garis merah b. Tanda dehidrasi atau syok c. Tanda kepucatan pada palmar yang berat d. Tanda defisiensi vitamin A pada mata : konjungtiva atau kornea kering (Bitot’s spot) ulkus kornea, dan keratomalasia. e. Tanda infesi, seperti infeksi telinga dan tenggorokan, infeksi kulit, atau pneumonia f. Pitting Edema 34
  • 35. g. Tanda infeksi HIV h. Demam atau hipotermi i. Ulkus pada mulut j. Perubahan kulit pada kwashiorkor; hipo atau hiperpigmentasi, deskuamasi, ulserasi, lesi eksudatif yang sering dengan infeksi sekunder (candida). 2.1.3 Pemeriksaan Penunjang a. Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus Darah Tepi, Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL, Trigliserida, Fe, TIBC, Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin, Indeks Protrombin dan Biakan b. Urin : Kultur, Urea N, Hidroksiprolin c. Apus Rektal Ciri-ciri biokimia dan histopatologis dari KEP berat Penemuan biokimia umum sebagai berikut : 1. Konsentrasi total protein serum dan terutama albumin secara nyata berkurang pada KEP edematus, dan normal atau rendah pada marasmus. 2. Hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah, terlebih pada kwashiorkor daripada marasmus. 3. Rasio asam amino nonesensial dan esensial plasma meningkat pada kwashiorkor dan biasanya normal pada marasmus. 4. Level Free Fatty Acid (FFA) serum meningkat, terutama pada kwashiorkor. 5. Level glukosa darah normal atau rendah setelah puasa 6 atau lebih. 6. Eksresi urin kreatinin, hidroksiprolin, 3-metil histidin, dan urea nitrogen rendah. 35
  • 36. Banyak perubahan biokimia lain yang sudah diterangkan pada KEP berat, meskipun mempunyai sedikit pengaruh pada diagnosis penyakit. Penelitian histopatologis menunjukkan atrofi nonspesifik, terutama pada jaringan dengan angka turnover sel yang besar seperti mukosa usus, sumsum tulang merah, dan epitel testikular, sedangkan pada vili usus dan enterosit kehilangan penampakan columnarnya. Perubahan kulit terdiri atas atrofi dermal, ekimosis, ulserasi, dan deskuamasi hiperkeratosis, terlihat pada daerah yang iritasi. Hepar pada kwashiorkor besar dengan infiltrasi lemak; lemak periportal terlihat pertama dan berlanjut sejalan dengan meningkatnya kehebatan penyakit. 2.2 Manifestasi Klinis Penurunan berat badan dan lemak di bawah kulit merupakan gambaran fisik yang paling konsisten pada KEP ringan sampai sedang pada orang dewasa. Anak-anak dengan KEP memberikan gambaran tambahan yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan fisik seperti bentuk tubuh kerdil (tinggi badan tidak sesuai dengan umur) atau kurus kering (berat badan yang sangat rendah, tidak sesuai dengan tinggi badan) dan keterlambatan pubertas. KEP juga menyebabkan keterlambatan perkembangan kognitif dan psikososial anak. 2.2.1 Marasmus Seiring adanya kegagalan dalam kenaikan berat badan akan diikuti kehilangan berat badan, dengan kehilangan turgor kulit yang menjadi keriput dan longgar karena lemak subkutan menghilang. Karena lemak hilang terakhir dari pipi, maka muka bayi dapat bertahan relatif normal untuk beberapa saat sebelum menjadi lisut/berkerut dan keriput. Atrofi otot pun terjadi dengan hipotonia. Suhu biasanya subnormal, denyut nadi menjadi lambat dan BMR berangsur berkurang. Awalnya, bayi akan bertingkah namun kemudian menjadi lesu tanpa gairah, dan makannya berkurang. Bayi menjadi konstipasi namun tipe starvasi dari diare nampak, dengan stool kecil mengandung mucus. Kehilangan otot dan lemak subkutan memberi karakteristik KEP nonedematus berat sebagai penampakan “tulang-kulit”. Pasien marasmus anak-anak memiliki keterlambatan pada pertumbuhan longitudinal yang nyata. Rambut tipis dan kering, tanpa kilau normal, mudah dicabut tanpa rasa sakit. Kulit kering dan tipis, dengan sedikit elastisitas dan mudah keriput. 36
  • 37. Beberapa pasien anoreksia, lapar, tetapi jarang menyesuaikan dengan makanan jumlah besar dan mereka mudah muntah. Diare dapat terjadi dengan tanda-tanda lemah, dan anak-anak sering tidak dapat berdiri tanpa pertolongan. Denyut jantung, tekanan darah dan suhu tubuh rendah namun takikardi dapat terjadi. Hipoglikemia dapat terjadi, terutama setelah puasa 6 jam atau lebih, dan sering disertai dengan hipotermia 35,5o C atau kurang. Terjadi distensi abdomen dan nodus limfatikus mudah teraba. Ciri-ciri pelengkap umum antara lain gastroenteritis akut, dehidrasi, infeksi respiratori, dan lesi mata disebabkan hipovitaminosis A. Infeksi sistemik menimbulkan syok septik atau perdarahan intravaskular dengan angka mortalitas tinggi. Gejala singkat dari marasmus : - Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit - Wajah seperti orang tua ataupun monyet - Cengeng, rewel - Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”) - Perut cekung - Iga menonjol - Sering disertai : - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) - diare 2.2.2 Kwashiorkor Bukti klinik awal dari malnutrisi protein adalah tidak jelas tetapi termasuk letargi, apati, atau iritabilitas. Pada keadaan berlanjut, menyebabkan pertumbuhan yang terhambat, kurang stamina, hilangnya jaringan otot, peningkatan kemungkinan infeksi, dan edema. Imunodefisiensi sekunder adalah satu dari banyak manifestasi serius dan konstan. Infeksi, baik akut maupun kronik (TB dan HIV), dan infestasi parasit sangat umum terjadi, sedangkan anoreksia, muntah dan diare berlanjut. Otot menjadi lemah, tipis, dan atrofi, tetapi kadang-kadang ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental umumnya terjadi, terutama iritabilitas dan apatis. Ciri-ciri predominan dari kwashiorkor adalah edema tanpa rasa sakit, biasanya pada kaki, tetapi pemanjangan sampai perineum, ekstrimitas atas dan muka pada kasus yang berat. Kebanyakan pasien mempunyai lesi kulit (sering membingungkan dengan penyakit 37
  • 38. pellagra) pada daerah edema, tekanan berlanjut, atau iritasi yang sering. Kulit dapat eritematus, dan berkilau pada daerah edematus dengan zona yang kering, hiperkeratosis, dan hiperpigmentasi. Lemak subkutan dipertahankan dan ada pengurangan otot. Defisit berat badan, setelah dihitung terhadap berat edema biasanya tidak seberat pada marasmus. Tinggi badan mungkin normal atau kurang, tergantung dari kekronikan dan riwayat nutrisi lampau. Rambut kering, rapuh, dan tanpa kemilau normal dan mudah dicabut tanpa sakit. Rambut keriting menjadi lurus, dan pigmentasi biasanya berubah tidak mengkilap coklat, merah, atau putih kekuning-kuningan. Mereka apatis dan iritabel, mudah menangis, dan memiliki ekspresi sengsara dan sedih. Anoreksia (kadang-kadang perlu pemberian makan lewat NGT), muntah setelah makan, dan diare umumnya terjadi. Kondisi ini meningkat tanpa pengobatan gastrointestinal spesifik sebagai kemajuan kesembuhan nutrisi. Hepatomegali disebabkan oleh infiltrasi lemak berat, perut sering menonjol keluar karena distensi lambung dan loop intestinal, peristaltik tidak beraturan dan sering lambat, tonus dan kekuatan otot secara besar dikurangi, serta terjadi takikardi. Hipotermia dan hipoglikemia dapat terjadi setelah waktu puasa pendek. Diferensial diagnosis harus dibuat dari kasus lain edema dan hipoproteinemia serta dari KEP sekunder yang disebabkan oleh kelemahan dalam absorpsi atau metabolisme protein. Infeksi fatal dapat terjadi, tanpa demam, takikardi, distres respiratori, atau leukositosis yang tepat. Kasus meninggal umumnya akibat edema paru dengan bronchopneumonia, septikemis, gastroenteritis, dan ketidakseimbangan air dan elektrolit. Gejala singkat dari kwashiorkor : - Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) - Wajah membulat dan sembab - Pandangan mata sayu - Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok - Perubahan status mental, apatis, dan rewel - Pembesaran hati - Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk - Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis) - Sering disertai : - penyakit infeksi, umumnya akut 38
  • 39. - anemia - diare 2.2.3 Marasmik-Kwashiorkor Bentuk marasmik-kwashiorkor adalah kombinasi karakteristik klinik KEP marasmus dan kwashiorkor (edematus). Ciri-ciri utama adalah edema dari kwashiorkor dengan atau tanpa lesi kulit dan pengurangan otot dan penurunan lemak subkutan dari marasmus. Saat edema hilang selama pengobatan awal, penampakan pasien menyerupai marasmus. Ciri- ciri biokimia dari marasmus dan kwashiorkor terlihat, namun perubahan defisiensi protein berat biasanya predominan. Gejala singkat dari marasmik-kwashiorkor: Gambaran klinik merupakan gabungan/campuran dari beberapa gejala klinik marasmus dan kwashiorkor. PENATALAKSANAAN Pasien dengan KEP tidak kompleks seharusnya diobati di luar rumah sakit sejauh memungkinkan. Perawatan rumah sakit meningkatkan resiko infeksi silang dan situasi yang tidak umum, meningkatkan apatis dan anoreksia pada anak-anak, sehingga makannya akan sulit. Anak-anak dengan malnutrisi berat dengan tanda dari prognosis buruk atau komplikasi lain dan tinggal di lingkungan sosial menyedihkan yang tidak mempunyai sarana medis dan nutrisional cukup, harus dirawat. Strategi pengobatan dibagi ke dalam 3 tingkat (Penny, 2004; WHO, 1999): a) Fase inisial atau akut (2-10 hari), pada fase ini diusahakan mengatasi komplikasi berupa dehidrasi, hipoglikemia dan infeksi, bersamaan dengan dimulainya terapi nutrisi. b) Fase pemulihan atau rehabilitasi (2-6 minggu). Pada fase ini, terjadi peningkatan jumlah masukan nutrisi dan terjadi peningkatan berat badan. Selain itu stimulasi emosi dan fisik ditingkatkan, sedangkan ibu atau pengasuh dilatih untuk melanjutkan pengasuhan di rumah hingga persiapan anak dipulangkan. 39
  • 40. c) Fase tindak lanjut (6-26 minggu). Fase ini anak telah dipulangkan. Anak dan keluarga dipantau untuk mencegah adanya kekambuhan serta menilai adanya perkembangan fisik, mental dan emosi anak. 3.1 TATA LAKSANA RAWAT INAP KEP BERAT/GIZI BURUK Pada tata laksana rawat inap penderita KEP berat/Gizi buruk di rumah sakit terdapat 5 (lima) aspek penting, yang perlu diperhatikan : A. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat/Gizi buruk (10 langkah utama). B. Pengobatan penyakit penyerta. C. Kegagalan pengobatan. D. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas. E. Tindakan pada kegawatan. 3.1.1 PRINSIP DASAR PENGOBATAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting yaitu : 1. Mengatasi/mencegah hipoglikemia 2. Mengatasi/mencegah hipotermia 3. Mengatasi/mencegah dehidrasi 4. Mengkoreksi gangguan keseimbangan elektrolit 5. Mengobati/mencegah infeksi 6. Mulai pemberian makanan 7. Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”) 8. Mengkoreksi defisiensi nutrien mikro 9. Melakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental 10. Menyiapkan dan merencanakan tindak lanjut setelah sembuh. Dalam proses pengobatan KEP berat/ Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase inisial (berupa fase stabilisasi dan fase transisi), fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut. Petugas 40
  • 41. kesehatan harus terampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada semua penderita KEP berat/Gizi buruk (kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwashiorkor). Tabel 3.1 Jadwal Pengobatan KEP berat 3.1.1.1 Fase Inisial 3.1.1.1.1 Langkah ke-1 : Pengobatan /Pencegahan Hipoglikemia Semua anak dengan malnutrisi berat berisiko mengalami hipoglikemia (kadar gula darah <54mg/dl atau 3 mmol/l) yang merupakan faktor penting penyebab kematian dalam 2 hari pertama perawatan. Hipoglikemia dapat disebabkan infeksi sistemik berat atau dapat terjadi pada anak malnutrisi berat yang tidak diberi makan selama 4-6 jam (WHO,1999). Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, sebagai tanda adanya infeksi. Pemberian makanan yang sering yaitu paling kurang tiap 2-3 jam siang maupun malam 41
  • 42. penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut (WHO,1999). Tanda hipoglikemia termasuk hipotermia (<36.5 °C), letargi, penurunan kesadaran. Apabila telah dicurigai adanya hipoglikemia, pengobatan harus segera diberikan secepatnya tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium. Bila pasien masih sadar dan dapat minum, segera berikan 50 ml glukosa atau sukrosa 10%, atau berikan F-75 melalui mulut. Bila memungkinkan, berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam). Namun bila tidak bisa, berikan sekaligus semuanya. Pasien harus diperhatikan dengan ketat hingga pasien benar-benar sadar. Terapi dilanjutkan diberikan tiap 2-3 jam baik siang maupun malam (WHO,1999). Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak bisa dibangunkan atau mengalami kejang, berikan 5ml/kgbb glukosa 10% steril melalui intravena, kemudian diikuti dengan 50 ml glukosa atau sukrosa 10% (1 sdt dalam 3½ sdm air) melalui NGT. Bila glukosa IV tidak bisa diberikan segera, berikan dulu lewat NGT. Bila pasien mulai sadar, segera mulai terapi dengan diet F-75 atau larutan glukosa (60g/l). Setiap anak dengan dugaan hipoglikemia harus diterapi juga dengan antibiotik spektrum luas (WHO,1999). Pemantauan Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari ujung jari atau tumit setelah 30 menit. Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit. Bila gula darah turun lagi sampai < 50 mg/dL, ulangi pemberian 50 mL (bolus) larutan glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil. Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila < 36 C dan atau kesadaran menurun. Gambar 3.1 Tempat yang baik untuk penusukan pemeriksaan darah bagi bayi (WHO,1999) Pencegahan 42
  • 43. Mulai segera pemberian makanan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang ada dikoreksi. Selalu memberikan makanan sepanjang malam. Catatan Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat menderita hipoglikemia dan atasi segera. 3.1.1.1.2 Langkah ke-2 : Pengobatan/Pencegahan Hipotermia Bila suhu ketiak < 360 C Periksalah suhu rektal dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan dengan termometer biasa, anggap anak menderita hipotermi. Bila suhu dubur < 360 C o Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu) o Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala. Letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan menggunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu dan selimuti. o Berikan antibiotik (langkah 5) Pemantauan Periksa suhu dubur setiap 2 jam smapai suhu mencapai > 36,5 C, bila memakai pemanas ukur setiap 30 menit. Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam hari. Raba suhu anak. Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia. Pencegahan 43
  • 44. Segera beri makan/formula khusus setiap 2 jam (langkah 6). Sepanjang malam selalu beri makan. Selalu selimuti dan hindari basah. Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis terlalu lama) 3.1.1.1.3 Langkah ke-3 : Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada keadaan syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung (penanganan kegawatan) Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak Na dan kurang K untuk penderita KEP berat. Sebagai pengganti, berikan larutan garam khusus yaitu Resomal atau penggantinya. Tidaklah mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat dengan menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi cairan resomal/pengganti sebanyak 5 mL/kgbb setiap 30 menit selama 2 jam p.o. atau lewat pipa nasogastrik. Selanjutnya beri 5-10 mL/kgbb/jam untuk 4-10 jam berikutnya; jumlah tepat yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah. Ganti resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus sejumlah, bila keadaan rehidrasi menetap/stabil. Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6). Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik, dan anak mulai kencing. Tabel 3.2 Komposisi oral rehidration salts solution for severely malnourished (ReSoMal) 44
  • 45. Pemantauan Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam pertama kemudian tiap jam untuk 6-12 jam, dengan memantau denyut nadi, pernafasan, frekuensi kencing dan frekuensi diare/muntah. Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah berlangsung, tetapi pada KEP berat perubahan ini sering kali tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan. Tanda kelebihan cairan : frekuensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam. Pencegahan Bila diare encer berlanjut, teruskan pemberian formula khusus (langkah 6). Ganti cairan yang hilang dengan Resomal/pengganti sebagai pedoman, berikan Resomal/penganti sebanyak 50-100mL setiap kali buang air besar cair. Bila masih mendapat ASI teruskan. 3.1.1.1.4 Langkah ke-4 : Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit Pada semua KEP berat terjadi kelebihan Na tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi K dan Mg sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu, untuk pemulihan. Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan dalam terjadinya edema (jangan obati edema dengan pemberian diuretik). Berikan K 2-4 mEq/kgbb/hr (150-300 mg KCL/kgbb/hr), Mg 0,3-0,6 mEq/kgbb/hr (7,5-15 mg MgCl2/kgbb/hr). Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah Na (resomal/pengganti). Siapkan makanan tanpa diberi garam. Tambahan K dan Mg dapat 45
  • 46. disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 mL larutan pada 1 L formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. 3.1.1.1.5 Langkah ke-5 : Pengobatan dan Pencegahan Infeksi Pada KEP berat, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, karenanya pada semua KEP berat beri secara rutin antibiotika spektrum luas. Vaksinasi campak bila usia anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi (bila keadaan anak sudah memungkinkan, paling lambat sebelum anak dipulangkan). Ulangi pemeberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik. Beberapa ahli memberikan metronidazol (7,5 mg/kgbb, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai tambahan pada antibiotika spektrum luas guna mempercepat perbaikan mukosa usus dan mengurangi risiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerob dalam usus halus. Pilihan antibiotika spektrum luas, bila tanpa penyulit Kotrimoksazol 5 mL suspensi pediatri p.o. 2x/hari selama 5 hari (2,5 mL bila berat badan < 4 kg). Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada penyulit (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), berikan Ampisillin 50mg/kgbb im/iv setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian p.o. amoksisilin 15mg/kgbb setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgbb setiap 6 jam p.o. dan Gentamisin 7,5 mg/kgbb/i.m./i.v. sekali sehari selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloamfenikol 25 mg/kgbb/i.m/i.v. setiap 6 jam selama 5 hari. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai. Tambahkan obat malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria positif. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotika, lengkapi pemberian hingga 10 hari. Bila masih tetap ada, nilai kembali keadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar. 46
  • 47. 3.1.1.1.6 Langkah ke-6 : Mulai pemberian Makanan Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat hati-hati karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostasis berkurang. Pemberian makanan harus segera dimulai setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Formula khusus seperti F WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas (tabel pemberian diet dan cairan). Berikan formula dengan cairan/gelas. Bila anak terlalu terlalu lemah, berikan dengan sendok/pipet. Pada anak dengan selera makan baik tanpa edema, jadwal pemberian makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap). Bila masukan makanan < 80 Kkal/kgbb/hr, berikan sisa formula nasogastrik. Jangan memberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hr pada fase stabilisasi ini. Pantau dan catat jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah, frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja dan berat badan harian. Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan-lahan berkurang dan berat badan mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema, berat badannya akan menurun dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik. Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat bab diare persisten. 3.1.1.1.7 Langkah ke-7 : Perhatikan Tumbuh Kejar Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagi pendekatan secara gencar agar tercapai masukan makan yang tinggi dan pertambahan berat badan lebih dari 10 gram/kgbb/hari. 47
  • 48. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu, setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula khusus awal ke formula khusus lanjutan. o Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 g per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. o Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. o Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari). Pemantauan pada masa transisi o Frekuensi nafas o Frekuensi denyut nadi Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 x/ menit dan denyut nadi > 25 x/ menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas. Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi o Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering o Energi 150-220 Kkal/kgBB/hari o Protein 4-6 g/kgBB/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar. 48
  • 49. Pemantauan setelah periode transisi o Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan o Timbang anak setiap pagi sebelum anak diberi makan o Setiap minggu, kenaikan BB dihitung (g/kgBB/hari) o Bila kenaikan BB o Kurang (< 5 g/kgBB/hr) perlu re-evaluasi menyeluruh o Sedang (5-10 g/kgbb/hr), evaluasi apakah masukan makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi. 3.1.1.1.8 Langkah ke-8 : Koreksi Defisiensi Nutrien-mikro Semua KEP berat, menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap hari multivitamin, asam folat 1 mg/hr 95 mg pada hari pertama), seng (Zn) 2 mg/kgbb/hr, tembaga (Cu) 0,25mg/kgbb/hr. Bila berat badan mulai naik : Fe 3 mg/kgbb/hr atau sulfas ferrosus 10 mg/kgbb/hr. Vitamin A oral pada hari ke-1 Anak > 1 tahun : 200.000 SI 6-12 bulan : 100.000 SI 0-5 bulan : 50.000 SI (jangan berikan bila pasti sebelumnya anak sudah mendapat vitamin A) 3.1.1.1.9 Langkah ke-9 : Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukung Emosional Anak dengan KEP berat memiliki keterlambatan perkembangan mental dan prilaku yang bila tidak diobati akan menjadi masalah serius jangka panjang. Stimulasi fisik dan 49
  • 50. emosional yang dilalukan melalui program yang dimulai sejak rehabilitasi hingga pasien pulang, akan mengurangi risiko retardasi mental dan gangguan emosional. Wajah anak jangan ditutup; anak harus bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi disekelilingnya. Anak jangan dibungkus kain atau diikat untuk mencegah ia berpindah dari tempat tidurnya. Sangat penting keberadaan ibu atau pengasuh anak ini di rumah sakit dan ia didorong untuk terus memberi makan, menjaga aak agar tetap nyaman dan terus bermain dengannya jika memungkinkan. Setiap orang dewasa disekelilingnya harus berbicara berinteraksi, tersenyum kepada anak. Bial ada prosedur medis yang tidak nyaman (setelah penyuntikan atau pemasangan infus) sebaiknya orang tua atau pengasuhnya mendukung anak pada posisi yang nyaman. Lingkungan Suasana rumah sakit yang biasa tidak menunjang untuk pengobatan anak KEP.Ruang rawat inap yang dihias dengan dinding berwarna warni akan menarik perhatian anak. Jikalau memungkinkan staf dan pegawai ruang rawat tidak memakai seragam melainkan pakaian seharian.Apron yang berwarna boleh dipakai untuk melindungi baju mereka. Musik dari radio yang mengiringi dapat menambah susasana ceria di ruang rawat. Mainan yang aman,mudah dicuci dan sesuai berdasarkan usia dan perkembangan anak harus selalu tersedia.Pada dasarnya suasana di ruang rawat inap harus santai, ceria, dan menarik. Kegiatan main anak Anak yang kekurangan gizi perlu berinteraksi dengan anak-anak lain pada saat rehabilitasi Setelah fase awal rehabilitasi,anak-anak ini perlu menghabiskan waktu yang lama dengan bermain dengan anak-anak lain sambil diawasi oleh ibu atau play guide. Aktivfitas ini tidak 50
  • 51. meninggikan resiko infeksi silang namun memberi keuntungan yang besar pada anak.Perawat atau sukarelawan harus bertanggungjawab menyediakan kurikulum untuk aktifitas main anak-anak. Aktifitas yang dijalankan bertujuan mengembangkan skill motorik dan bahasa. Waktu 15-30menit disediakan tiap hari untuk bermain dengan setiap anak secara individual.Skill baru harus didemonstrasikan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan diikuti oleh anaknya.Effort dari anak harus selalu dipuji.. 3.1.1.1.10 Langkah ke -10 : Tindak Lanjut di Rumah Bila anak berat badannya sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makanan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan. Peragakan kepada orang tua pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat. Serta terapi bermain yang terstruktur. Sarankan agar membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur, pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster) serta pemberian vitamin A setiap 6 bulan. 3.1.1.2 Fase Rehabilitasi Seorang anak dianggap memasuki fase rehabilitasi bila nafsu makannya telah membaik. Sebaliknya bila pemberian makannya masih tetap melalui NGT maka ia belum bisa memasuki fase rehabilitasi (WHO, 1999). 3.1.1.2.1 Prinsip Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan fase rehabilitasi adalah: o Mendorong anak untuk makan yang banyak o Memulai atau medukung proses menyusui bila memungkinkan o Menstimulasi perkembangan fisik dan emosi 51
  • 52. o Mempersiapkan ibu atau pengasuh untuk merawat anak setelah pemulangan dari rumah sakit Kriteria pemindahan terapi nutrisi anak ke fase rehabilitasi: o Nafsu makan baik o Status mental membaik: tersenyum, dapat menerima rangsangan, tertarik terhadap lingkungan o Duduk, merangkak, berdiri atau berjalan (sesuai usia) o Suhu tubuh normal (36.5–37.5 °C) o Tidak ada muntah dan diare o Tidak ada edema o Peningkatan berat badan > 5gr/kgbb/hari 3.1.1.2.1 Penyuluhan mencegah rekurensi Orang tua harus diberi pengetahuan bagaimana cara mencegah rekurensi dari malnutrisi.Sebelum anak dipulangkan orang tua harus memahami penyebab dan cara mencegah malnutrisi yang meliputi feeding yang benar,dan stimulasi mental dan emosional yang berterusan.Pengetahuan tentang cara mengobati diare dan infeksi lain harus adequate sehingga penyuluhan harus diberi kepada orang tua. Aktifitas main (play activity) yang sesuai untuk anaknya juga harus diajarkan kepada ibunya. 3.1.1.2.2 Kriteria memulangkan pasien Seorang anak dikatakan sembuh dan dapat dipulangkan apabila BB/U > 80% atau BB/TB >90% menurut standard NCHS/WHO. Pada saat tertentu anak dapat dipulangkan sebelum mencapai standard diatas tetapi dipantau terus sebagai outpatient. 3.1.1.2.3 Diet 52
  • 53. Sewaktu rehabilitasi anak harus terus diberi makanan minimal 5kali sehari.Setelah sampai 1 SD dari nilai median NCHS/WHO anak diberi makan 3x sehari di rumah. . 3.1.1.2.4 Immunization Sebelum dipulangkan pasien harus diimunisasi mengikut ketentuan di Negara masing- masing.Orang tua harus diinformasikan untuk membawa anaknya untuk imunisasi ulang dan booster. 3.1.1.2.5 Follow-up Pasien diinformasikan untuk kontrol seminggu sejak tanggal dia dipulangkan. Follow up lebih baik dilakukan di klinik yang khusus untuk anak kekurangan gizi daripada klinik pediatrik biasa. Bilamana mugkin volunteer diatur untuk melakukan homevisit dan mencari solusi mengatasi masalah sosial dan ekonomi keluarga pasien selain kounseling 53
  • 54. 3.1.2 PENGOBATAN PENYAKIT PENYERTA Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat, yaitu : defisiensi vitamin A, dermatosis, parasit/cacing, diare melanjut, dan tuberkulosis (khusus tuberkulosis, pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Rö-foto toraks. Bila positif, sangat mungkin tuberkulosis (TB), obati sesuai pedoman pengobatan TB). 3.1.2.1 Defisiensi vitamin A Bila terdapat defisiensi vitamin A pada mata maka berikan vitamin A pada hari ke-1, 2 dan 14 p.o dengan dosis : o Usia > 1 thn : 200.000 SI/x o 6-12 bulan : 100.000 SI/x o 0-5 bulan : 50.000 SI/x Bila terdapat ulserasi pada mata maka tambahkan perawatan lokal untuk mencegah prolaps lensa berupa : o Tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin setiap 2-3 jam selama 7-10 hari o Tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hari o Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali 3.1.2.2 Dermatosis Dermatosis (ditandai hipo/hiperpigmentasi, deskuamasi/ kulit mengelupas, lesi ulserasi eksudatif yang menyerupai luka bakar dan sering disertai infeksi sekunder antara lain oleh kandida; umumnya terdapat defisiensi Zn). Setelah suplementasi Zn dan dermatosis membaik maka penyembuhan akan lebih cepat bila : o Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KMnO4 1% selama 10 menit. 54
  • 55. o Salep/krim (Zn dengan minyak kastor) o Usahakan daerah perineum tetap kering 3.1.2.3 Parasit/cacing Pengobatan dilakukan dengan memberikan Mebendazol 100 mg p.o. 2x sehari selama 3 hari 3.1.2.4 Diare berlanjut Diare berlanjut (diare biasa menyertai KEP berat tetapi akan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Intoleransi laktosa tidak jarang sebagai penyebab diare. Diobati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum) o Berikan formula bebas/rendah laktosa o Metronidazol 7,5 mg/kgBB p.o setiap 8 jam, selama 7 hari o Sering kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain berlanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. 3.1.3 KEGAGALAN PENGOBATAN Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat badan : 1. Tingginya angka kematian Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi kematian :  Dalam 24 jam pertama : kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis yang terlambat/ tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.  Dalam 72 jam : diperiksa apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan formula tidak tepat.  Malam hari : kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu cepat. 55
  • 56. 2. Kenaikan berat badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi Penilaian kenaikan BB : - baik : > 10 g/kgBB/hr - sedang : 5-10 g/kgBB/hr - kurang : <5 g/kgBB/hr Kemungkinan penyebab kenaikan BB < 5gram/kgBB/hari antara lain:  pemberian makanan tidak adekuat  defisiensi nutrien tertentu, seperti vitamin, mineral  infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.  masalah psikologis. 3.1.3 PENANGANAN PASIEN PULANG SEBELUM REHABILITASI TUNTAS Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis sudah menghilang, berat badan/umur > 80% atau berat badan/tinggi badan >90%. Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus diberi makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6 gram/kgBB/hari): o Memberi makanan untuk anak yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling sedikit 5 kali sehari. o Memberi makanan selingan diantara makanan utama. o Mengupayakan makanan selalu dihabiskan. o Memberi suplementasi vitamin dan mineral atau elektrolit. o Meneruskan ASI. 3.1.4 TINDAKAN PADA KEGAWATAN 3.1.4.1 Syok (renjatan) : 56
  • 57. Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi. Pedoman pemberian cairan : Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaC1 0,9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam 1 jam pertama. Evaluasi setelah 1 jam : o Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernafasan) dan status hidrasi/syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti diatas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti). o Bila tidak ada perbaikan klinis pada anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti). 3.1.4.2 Anemia berat Transfusi darah diperlukan bila : o Hb <4 g/dl o Hb 4-6 g/dl disertai distres pernafasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah : o Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam. Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ‘packed red cells’ untuk transfusi dengan jumlah yang sama. 57
  • 58. o Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v. pada saat transfusi dimulai. Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap <4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan mengulangi pemberian darah. 3.2 TATA LAKSANA DIET PADA BALITA KEP BERAT/GIZI BURUK Tata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein serta cukup vitamin dan mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal. Ada 4 kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu pemberian diet, pemantauan dan evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut. 3.2.1 Pemberian diet Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode rehabilitasi. 2. Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari. 3. Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari. 4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu, sebagai berikut : Bahan makanan sumber mineral khusus :  Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam.  Sumber Cuprum : tiram, daging, hati  Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai  Sumber Magnesium : daun seledri, bubuk coklat, kacang-kacangan, bayam,  Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel, alpukat, bayam, daging tanpa lemak. 58
  • 59. 5. Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari, bila terdapat edema dikurangi. 6. Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik (NGT). 7. Porsi makanan kecil dan frekuensi makan sering. 8. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan rendah serat (lihat tabel formula WHO dan modifikasi). 9. Meneruskan pemberian ASI. 10. Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu: BB<7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat langsung diberikan makanan anak secara bertahap. 11. Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi. 3.2.2 Evaluasi dan pemantauan pemberian diet 1. BB sekali seminggu: Bila tidak naik, kaji penyebab antara lain: masukkan zat gizi tidak adekuat, defisiensi zat tertentu, misalnya iodium, adanya infeksi, adanya masalah psikologis. 2. Pemeriksaan laboratorium: Hb, Gula darah, feses (adanya cacing), dan urin 3. Masukan zat gizi: bila kurang, modifikasi diet sesuai selera 4. Kejadian diare: gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan hiperosmolar, misal: susu rendah laktosa, tempe, dan tepung-tepungan 5. Kejadian hipoglikemi: beri minum air gula atau makan setiap 2 jam 59
  • 60. 3.2.3 Penyuluhan gizi di rumah sakit 1. Menggunakan leaflet khusus yang berisi: jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian makanan 2. Selalu memberikan contoh menu 3. Mempromposikan ASI 4. Memperhatikan riwayat gizi 5. Mempertimbangkan sosial-ekonomi keluarga 6. Memberikan demonstrasi atau praktek memasak makanan balita untuik ibu 3.2.4 Tindak lanjut 1. Merujuk ke puskesmas 2. Merencanakan dan mengikuti kunjungan rumah 3. Merencanakan pemberdayaan keluarga 60
  • 61. DAFTAR PUSTAKA Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16th ed. Pennsylvania : W. B. Saunders Company. Braunwald, Eugene, M.D., et al. Harrison’s Principles Of Internal Medicine 15th ed. Volume 1. McGraw Hill Medical Publishing Division. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Pedoman Kekurangan Energi Protein (KEP). Http:// www. nhd_brochure_centre.pdf Http:// www.protein_malnutrition.pdf Mahan, L. Kathleen, MS, RD, CDE., Escott-Stump, Sylvia, MA, RD. 1996. Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy 9th ed. Pennsylvania : W. B. Saunders Company. Penny, Mary E.,MB, ChB. 2004.Nutrition in Pediatric: Protein-Energy Malnutrition: Pathophysiology, Clinical Consequences, and Treatment. Pennsylvania : Lippincott Williams & Wilkins. Shils, Maurice E., M.D., Sc.D., et. al. 1999. Modern Nutrition in Health and Disease 9th ed. Volume 1 & 2. Pennsylvania : Lippincott Williams & Wilkins. WHO. 1999. Initial treatment in Management of Severe Malnutrition: A Manual For Physicians and Other Senior Health Workers. Geneva. World Health Organization 61