2. PENGERTIAN ISRAILIYYAAT
Secara leksikal, adalah masdar shinai’y dari kata “
” yang merupakan gelar Nabi Ya’kub ibn Ishaq ibn
Ibrahim a.s. Nabi Ya’kub adalah nenek moyang bangsa
Yahudi, karena kedua belas suku bangsa Yahudi yang
terkenal itu berinduk kepadanya. Sedangkan kata
adalah bentuk jamak dari kata
Menurut Adz-Dzahabi dalam bukunya yang berjudul At
Tafsir wal Al-Mufassirun, secara sepintas israiliyat itu
mengandung pengertian pengaruh kebudayaan Yahudi dan
kebudayaan Nashrani dalam penafsiran AlQuran.
3. Pengertian Kebudayaan Yahudi Dan Kebudayaan
Nasrani Menurut Adz-Dzahaby
Kebudayaan Yahudi dalam pandangannya berpangkal pada kitab Taurat yang
diberitakan Al-Quran sebagai kitab suci yang di antaranya berisi bermacam-macam
hukum syari’at yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Musa a.s. Kemudian kitab Taurat
digunakan sebagai predikat terhadap semua kitab suci agama Yahudi, termasuk di
dalamnya kitab Jabur dan lain-lainnya yang kemudian dikenal dengan sebutan Kitab
Perjanjian Lama. Di samping kitab Taurat yang diterima bangsa Yahudi secara tertulis,
mereka juga mempunyai pelbagai ajaran dan keterangan yang diterima mereka dan Nabi
secara lisan, dan mulut ke mulut. Kemudian setelah beberapa abad lamanya, ajaran
tersebut dibukukan dengan nama Talmud. Selain itu, bangsa Yahudi juga mempunyai
kekayaan seni sastra berupa cerita-cerita, legenda-legenda, sejarah, dan sebagainya.
Semua itu memperkaya apa yang disebut “Kebudayaan Yahudi”.
Kebudayaan Nashrani menurut Adz-Dzahabi berpangkal kepada kitab Injil yang di
dalam Al-Quran diberitakan sebagai kitab suci yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Isa
a.s. Sedangkan kitab-kitab Injil yang diyakini di kalangan Nashrani, termasuk surat-surat
Rasul, kemudian dikenal dengan Kitab Perjanjian Baru. Di samping itu, mereka
mengenal adanya pelbagai keterangan atau penjelasan Injil-Injil tersebut berupa cerita-
cerita, berita-berita, ajaran-ajaran yang semuanya mereka anggap diterima dan Nabi Isa.
Inilah yang menjadi sumber kebudayaan Nashrani.
(At-Tafsir Wa Al-Mufasirun )
4. Latar Belakang Sejarah Masuknya
Israiliyat Ke Dalam Penafsiran Al-
quran
Menurut Adz-Dzhabi salah satu sumber tafsir Al-Quran pada
masa shahabat adalah Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani).
Pendapat ini tampaknya didasarkan atas fakta sejarah bahwa
sementara tokoh-tokoh mufasir Al-Quran pada masa itu ada
yang bertanya dan menerima keterangan-keterangan dan tokoh-
tokoh Ahli Kitab yang telah masuk Islam, untuk menafsirkan
ayat-ayat tertentu dalam Al-Quran. Ibn Abbas, yang terkenal
sebagai tokoh mufasir terkemuka pada masa itu, banyak juga
mempergunakan sumber ini dalam karya tafsirnya. Berdasarkan
pendapat ini, masuknya Israiliyat ke dalam penafsiran Al-Quran
sudah dimulai sejak masa sahabat, yaitu sesaat setelah
Rasulullah wafat. Jika dikaji faktor-faktor apa saja yang
melatarbelakangi tindakan para sahabat tersebut, dapat
dikategorikan dalam dua aspek besar, kultural dan struktural
pada masa itu. (At-Tafsir Wa Al-Mufasirun )
5. ASPEK KULTURAL
(Adz-Dzahaby, At-Tafsir Wa Al-Mufasirun )
Secara umum kebudayaan bangsa Arab, baik sebelum maupun pada masa lahirnya
agama Islam, relatif lebih rendah ketimbang kebudayaan Ahli Kitab, karena kehidupan
mereka yang nomad dan buta huruf. Meskipun pada umumnya Ahli Kitab di Arabia juga
tak terlepas dan kehidupan nomad mereka, namun mereka relatif lebih mempunyai ilmu
pengetahuan, khususnya tentang sejarah masa lalu seperti diketahui oleh umumnya Ahli
Kitab waktu itu. Oleh karena itu, wajar adanya kecenderungan kebudayaan yang rendah
menyerap kebudayaan yang lebih tinggi jika keduanya bertemu dalam suatu dimensi
ruang dan waktu tertentu
Isi Al-Quran di antaranya mempunyai titik-titik persamaan dengan isi kitab-kitab
terdahulu seperti Taurat dan Injil yang dipegang oleh Ahli Kitab pada masa itu, terutama
pada cerita-cerita para nabi dan rasul terdahulu yang berbeda dalam penyajiannya. Pada
umumnya, Al-Quran menyajikan secara ijaz, sepotong-sepotong disesuaikan dengan
kondisi, sebagai nasihat dan pelajaran bagi kaum Muslimin. Sedangkan dalam kitab suci
Ahli Kitab penyajiannya agak lengkap seperti dalam penulisan sejarah. Oleh karena itu,
wajar jika ada ke-cenderungan untuk melengkapi isi cerita dalam Al-Quran dengan
bahan cerita yang sama dan sumber kebudayaan Ahli Kitab
Adanya beberapa hadis Rasulullah yang dapat dijadikan sandaran oleh para sahabat
untuk menerima dan meriwayatkan sesuatu yang bersumber dan Ahli Kitab, meskipun
dalam batas-batas tertentu yang dapat dipergunakan untuk menafsirkan A1-Quran
6. ASPEK STRUKTURAL
(Adz-Dzahaby, At-Tafsir Wa Al-Mufasirun )
a. Struktur pemukiman penduduk Arabia waktu itu, di mana kaum Ahli Kitab memiliki
pemukiman yang berbaur dengan penduduk asli sejak lama. Menurut sejarah, terjadinya
perpindahan penduduk Ahli Kitab dari daerah Syam ke Arabia diawali sejak tahun 70 M.
Mereka memasuki Arabia melepaskan diri dari keganasan Kaisar Titus dari Romawi yang telah
membakar habis bait Al-Maq’dis. Malah pada waktu Madinah sudah menjadi ibu kota negara
yang dipimpin Rasulullah SAW., bangsa Yahudi memiliki pemukiman-pemukiman di sekitar
kota. Adanya pembauran pemukiman ini dengan sendirinya membawa kepada adanya
pembauran di bidang kebudayaan.[
b. Adanya rute perdagangan bangsa Arab khususnya bangsa Quraisy yang berpusat di Mekah
sejak masa Jahiliyah ke utara dan ke selatan pada musim-musim tertentu, mengakibatkan
pertemuan mereka dengan orang-orang Ahli Kitab di ujung rute-rute perdagangan tersebut.
Hal ini memungkinkan adanya pengaruh kebudayaan Ahli Kitab kepada kebudayaan bangsa
Arab.
c. Struktur sosial umat Islam sejak masa Rasulullah, termasuk di dalamnya orang-orang Ahli
Kitab yang telah menganut agama Islam. Malah di antara tokoh-tokoh mereka di kalangan
Ahli Kitab itu mendapat kehormatan pula dalam masyarakat Islam. Sangatlah wajar apabila
para sahabat menggunakan ilmu pengetahuan mereka yang lebih tinggi tentang cerita-cerita
para nabi di kalangan Bani Israil yang juga ada di kalangan masyarakat Islam sendiri, untuk
memperjelas bagian-bagian tertentu dan cerita-cerita yang ada dalam Al-Quran.[
7. SUMBER ISRAILIYAT
Menurut Al-Qattan, kebanyakan riwayat yang disebut
Israiliyat itu dihubungkan kepada empat nama yang
terkenal yaitu :
1. Abdulah Ibn Salam (W.43 H.), ( Abu Yusuf Abdulah Ibn Salam Ibn
Harits Al-Israil Al-Anshari. Semula ia bernama “Al Hashin” yang diubah oleh
Rasulullah menjadi Abdullah ketika ia menyatakan keislamannya sesaat
sesudah Rasulullah tiba di Madinah dalam peristiwa hijrah)
2. Ka’b Al-Ahbar (Tabi’iy, W. 32 H dalam usia 140 th), (Ishaq
Ka’ab Ibn Mani Al-Himyari)
3. Wahab Ibn Munabbih (Tabi’iy, 34 H - 110 H), (Abu Abdilah
Wahab Ibn Munabbih Ibn Sij Ibn Zinas Al-Yamani Al-Sha’ani)
4. Abd Al Malik Ibn Abd Aziz Ibn Juraij (tabi’u tabi’iy, 80 H
- 150 H)
8. 3 Materi Yang Terkandung Dalam Israiliyyat
(Az-Zahabi, Al-Israiliyat fi At-Tafsir wa Al-Hadis)
Pertama, yang berhubungan dengan akidah,
seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab-nya, ketika
menerangkan firman Alah Swt:
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah, dengan pengagungan yang
semestinya.......” (QS. Az-Zumar: 67),
yaitu sebagai berikut:
“Telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Mansyur, dari Ibrahim, dan
Ubaidah, dari Abdillah, semoga Allah meridhoinya, ia berkata: Telah datang
kepada Nabi seorang ulama yahudi dan berkata: Wahai Muhammad, kami
menemukan bahwasanya langit diciptakan di atas sebuah jari, bumi-bumi
pada sebuah jari pula, air dan bintang pada sebuah jari dan makhluk lainnya
pada sebuah jari pula, kemudian ia berkata: Kami adalah raja. Mendengar itu
semua Nabi tertawa, membenarkan ucapannya sehingga kelihatan jelas
geraham giginya. Kemudian Rasulullah Saw membaca ayat di atas.
9. 3 Materi Yang Terkandung Dalam Israiliyyat
(Az-Zahabi, Al-Israiliyat fi At-Tafsir wa Al-Hadis)
Kedua, yang berhubungan dengan masalah hukum,
seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya; “....(jika kamu mengatakan
bahwa ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu
bacah dia, jika kmu orang-orang yang benar” (QS. Ali Imran: 93), keterangan lengkapnya
sebagai berikut:
“Tetelah menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Munzir dari Abu Damrah, dari Musa bin
Uqbah, dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar, semoga Allah meridhai keduanya, bahwasanya
orang-orang Yahudi datang kepada Nabi membawa dua orang laki-laki dan seorang
perempuan yang telah berbuat zina. Nabi berkata: Bagaimana tindakan kamu sekalian
terhadap orang yang berzina? Mereka menjawab: kami mengucurkan air panas kepada
keduanya dan memukulnya, Nabi bersabda: Tidakkah kamu sekalian menemukan hukumnya
di dalam kitab Taurat? Mereka menjawab: kami tidak menemukan apapun di dalamnya.
Abdullah bin Salam berkata kepada mereka: kalian dusta, ambillah oleh kamu sekalian kitab
Taurat dan bacalah, jika kalian merasa benar. Kemudian ia meletakkan telapak tangannya pada
Taurat yang mempelajarinya pada ayat tentang rajam. Kemudian ia berhasil membaca apa
yang berada di bawah telapak tangannya dan tidak membaca ayat rajam. Kemudian ia
mengangkat tangannya dari ayat tersebut, dan berkata: ayat apakah ini? Ketika mereka
melihat, mereka berkata bahwa ayat tersebut adalah ayat tentang rajam. Kemudian Rasulullah
Saw memerintahkan keduanya untuk dirajam pada tempat dimana mereka akan di kuburkan.
Abdullah bin Umar berkata: Aku melihat mereka berdua menyeringai karena merasa ngeri
terhadap lemparan batu”.
10. 3 Materi Yang Terkandung Dalam Israiliyyat
(Az-Zahabi, Al-Israiliyat fi At-Tafsir wa Al-Hadis)
Ketiga, Cerita yang berhubungan dengan nasihat atau
kejadian yang tidak berkaitan dengan akidah dan
hukum.
Artinya:Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk
wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-
orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan”.
(Q.S. Hud : 37)
Muhammad bin Ishak telah menerangkan bahwa di dalam kitab
Taurat,Allah menyuruh nabi Nuh untuk membuat kapal dari kayu
jati.Kapal itu panjangnya delapan puluh sikut,lebarnya lima puluh
sikut,luar dan dalamnya dipenuhi dengan kaca,dan dilengkapi dengan
alat – alat yang tajam yang dapat membelah air.
11. HUKUM MERIWAYATKAN
ISRAILIYAT
Berdasarkan konstelasi di atas, para ahli tafsir tidak
sepakat tentang sikap dan penilaian mereka terhadap
Israiliyat. Di antaranya :
1. ada yang menolak sama sekali, seperti Muhammad
Abduh dan Rasyid Ridla
2. lebih banyak yang menerima secara selektif. Seperti
Ath Thabari dan Ibn Katsir
12. PANDANGAN IBN KATSIR
TERHADAP ISRAILIYAT
Dalam tafsir Al-Quran Al-Azhim, ia membagi Israiliyat
kepada tiga golongan :
1. yang diketahui kebenarannya, karena ada
konfirmasinya dalam syariat, maka dapat diterima.
2. yang diketahui kebohongannya, karena ada
pertentangannya dengan syariat, maka harus ditolak.
3. yang tidak masuk ke dalam bagian pertama dan
kedua tersebut, maka terhadap golongan ini tidak
boleh membenarkan dan tidak boleh
mendustakannya, tetapi boleh meriwayatkannya.
13. Metodologi Ibn Katsir dalam
penyusunan tafsirnya
Menafsirkan al-Qur`an dengan al-Qur`an.
Menafsirkan al-Qur`an dengan Sunnah.
Menafsirkan al-Qur`an dengan perkataan sahabat.
Menafsirkan dengan perkataan tabi’in.
(Abul fidâ al-hafizh bin katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, yang di
tahkik oleh Dr. Ahmad abdul wahab faith, Vol I, dar al-Hadits, kairo,
cet. VI, 2002, hal. 22)
14. Kesimpulan
Israiliyyat adalah suatu realita yang tidak bisa kita tolak sepenuhnya
terutama dengan kriteria yang telah disebutkan di atas.
Meriwayatkan sesuatu belum tentu menjadi gambaran akidah si rawi
seperti yang diriwayatkannya, dalam konteks ini Ibn Katsir.
Ibnu Katsir adalah :
a. seorang ahli hadits, yang mengetahui kondisi kwalitas hadits yang ia
takhrij termasuk yang ada di dalam kitab tafsirnya
b. Ahli sejarah, yang sudah tentu beliau tidak akan melewatkan begitu
saja informasi yang menjelaskan kondisi masa lalu sekalipun berupa
israiliyat
c. Ahli fiqih, yang faham betul akan konsekuensi dalam penempatan
setiap hujjahnya
d. Manusia biasa yang berpotensi berbuat salah, yang berarti kewajiban
kita untuk selalu kritis dalam menerima informasi apapun dan dari
siapapun.