SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 10
Surat Perintah Sebelas Maret
Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi
Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia
Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi
Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap
perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan
Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia
mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah
supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.
Keluarnya Supersemar
<Supersemar>
Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966,
Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang
dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur
sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak
"pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad
dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada
di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.
Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil
Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan.
Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian
menyusul ke Bogor.
Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden
menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan
Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral
(Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan
menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto
untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan).
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui
Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral
Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam
hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai
situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu
mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa
yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M
Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat
Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada
Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk
memulihkan keamanan dan ketertiban.
Supersemar2
Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 waktu
setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut
berdasarkan penuturan Sudharmono, dimana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto,
Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang
pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah
Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat
dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai Supersemar itu tiba.
Beberapa Kontroversi tentang Supersemar
<Supersemar Versi AD>
<Supersemar Versi Lain>
• Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat itu,
ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke Jakarta, salah seorang
perwira tinggi yang kemudian membacanya berkomentar "Lho ini khan perpindahan
kekuasaan". Tidak jelas kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian
naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan dimana
karena pelaku sejarah peristiwa "lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal dunia. Belakangan,
keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M.
Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.
• Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu)
Sukardjo Wilardjito, ketika pengakuannya ditulis di berbagai media massa setelah Reformasi
1998 yang juga menandakan berakhirnya Orde Baru dan pemerintahan Presiden Soeharto. Dia
menyatakan bahwa perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 11 Maret
1966 pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang perwira
yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) M. Panggabean. Bahkan pada saat peristiwa Supersemar
Brigjen M. Jusuf membawa map berlogo Markas Besar AD berwarna merah jambu serta Brigjen
M. Pangabean dan Brigjen Basuki Rahmat menodongkan pistol kearah Presiden Soekarno dan
memaksa agar Presiden Soekarno menandatangani surat itu yang menurutnya itulah Surat
Perintah Sebelas Maret yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo yang saat itu bertugas
mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para jenderal namun Presiden
Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan pistolnya dan menyarungkannya.
Menurutnya, Presiden kemudian menandatangani surat itu, dan setelah menandatangani,
Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera dikembalikan.
Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta. Presiden Soekarno
mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari istana. “Saya harus keluar dari istana,
dan kamu harus hati-hati,” ujarnya menirukan pesan Presiden Soekarno. Tidak lama kemudian
(sekitar berselang 30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan dari RPKAD dan Kostrad, Lettu
Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya dilucuti kemudian ditangkap dan ditahan di sebuah
Rumah Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer. Beberapa kalangan meragukan
kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah satu pelaku sejarah supersemar itu, Jendral
(Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M Panggabean membantah peristiwa itu.
• Menurut Kesaksian A.M. Hanafi dalam bukunya "A.M Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto",
seorang mantan duta besar Indonesia di Kuba yang dipecat secara tidak konstitusional oleh
Soeharto. Dia membantah kesaksian Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang mengatakan bahwa
adanya kehadiran Jendral M. Panggabean ke Istana Bogor bersama tiga jendral lainnya
(Amirmachmud, M. Jusuf dan Basuki Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang
menodongkan senjata terhadap Presiden Soekarno. Menurutnya, pada saat itu, Presiden
Soekarno menginap di Istana Merdeka, Jakarta untuk keperluan sidang kabinet pada pagi
harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari menteri sudah
menginap diistana untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi
yang sudah berjubel di Jakarta. A.M Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil Perdana
Menteri (Waperdam) Chaerul Saleh. Menurut tulisannya dalam bukunya tersebut, ketiga jendral
itu tadi mereka inilah yang pergi ke Istana Bogor, menemui Presiden Soekarno yang berangkat
kesana terlebih dahulu. Dan menurutnya mereka bertolak dari istana yang sebelumnya, dari
istana merdeka Amir Machmud menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi
Presiden Soekarno di Bogor, minta izin untuk datang ke Bogor. Dan semua itu ada saksinya-
saksinya. Ketiga jendral ini rupanya sudah membawa satu teks, yang disebut sekarang
Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak ditodong, sebab mereka datang baik-baik.
Tetapi di luar istana sudah di kelilingi demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan
istana. Mengingat situasi yang sedemikian rupa, rupanya Bung Karno menandatangani surat itu.
Jadi A.M Hanafi menyatakan, sepengetahuan dia, sebab dia tidak hadir di Bogor tetapi berada di
Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi yangdatang ke Istana Bogor tidak
ada Jendral Panggabean. Bapak Panggabean, yang pada waktu itu menjabat sebagai
Menhankam, tidak hadir.
• Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak
jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali
Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.
• Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben Anderson, oleh seorang tentara yang
pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar diketik di
atas surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan.
Inilah yang menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja dihilangkan.
Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat
ini. Bahkan, Arsip Nasional telah berkali-kali meminta kepada Jendral (Purn) M. Jusuf, yang
merupakan saksi terakhir hingga akhir hayatnya 8 September 2004, agar bersedia menjelaskan
apa yang sebenarnya terjadi, namun selalu gagal. Lembaga ini juga sempat meminta bantuan
Muladi yang ketika itu menjabat Mensesneg, Jusuf Kalla, dan M. Saelan, bahkan meminta DPR
untuk memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha Arsip Nasional itu tidak pernah terwujud.
Saksi kunci lainnya, adalah mantan presiden Soeharto. Namun dengan wafatnya mantan Presiden
Soeharto pada 27 Januari 2008, membuat sejarah Supersemar semakin sulit untuk diungkap.
Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia mengatakan
bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah Indonesia
yang masih gelap.
Rahasia di Balik SUPER SEMAR (Surat
Perintah Sebelas Maret)
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) adalah catatan sejarah yang sampai saat ini
keabsahannya masih menjadi kontroversi. Secara umum, isi Supersemar adalah perintah Presiden
Soekarno kepada Letnan Jendral Soeharto saat itu yang secara implisit mengalihkan tanggung
jawab kepresidenan.
Adapun latar belakang keluarnya Surat Perintah pada tanggal 11 Maret 1966 ini, versi resminya
adalah sebagai berikut. Menjelang akhir tahun 1965, operasi militer terhadap sisa-sisa G-30-
S/PKI boleh dikatakan sudah selesai, hanya penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut
belum dilaksanakan oleh Presiden Soekarno. PKI belum dibubarkan. Sementara krisis ekonomi
semakin parah. Laju inflasi mencapai 650%. Tanggal 13 Desember 1965 bahkan dilakukan
devaluasi, uang bernilai Rp 1.000,00 turun menjadi Rp 1,00. Sementara itu, harga-harga
membumbung naik. Hingga pada bulan Januari 1966 para mahasiswa dan pelajar yang tergabung
dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar
Indonesia) dengan salah satu pentolannya Soe Hok Gie telah melakukan aksi demonstrasi kepada
pemerintahan Soekarno. Selama 60 hari, dengan dipelopori para Mahasiswa Universitas
Indonesia, seluruh jalanan ibukota dipenuhi demonstran. Aksi yang dilancarkan melalui
demonstrasi maupun melalui surat kabar tersebut intinya mengecam Soekarno dan jajarannya
yang tidak peduli kepada rakyat. Mreka menyampaikan Tri tuntutan rakyat (Tritura), yang
isinya: Bubarkan PKI, Retool Kabinet Dwikora, dan Turunkan Harga.
Sementara itu, sejak terjadinya peristiwa gerakan 30 September 1965, terjadi perbedaan pendapat
antara Presiden Soekarno dengan Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai Menteri/Panglima
Angkatan Darat. Perbedaan pendapat berfokus pada cara untuk mengatasi krisis nasional yang
semakin memuncak setelah terjadinya G-30-S tersebut. Soeharto berpendapat bahwa pergolakan
rakyat tidak akan reda selama PKI tidak dibubarkan. Sementara Soekarno mengatakan bahwa ia
tidak mungkin membubarkan PKI karenahal itu bertentangan dengan doktrin Nasakom yang
telah dicanangakan ke seluruh dunia. Perbedaan pendapat ini selalu muncul dalam pertemuan-
pertemuan berikunya di antara keduanya. Soeharto kemudian menyediakn diri untuk
membubarkan PKI asal mendapat kebebasan bertindak dari presiden.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Kabinet yang dijuluki “Kabinet 100 menteri” (karena jumlah
menterinya mencapai 102 orang) mengadakan sidang paripurna untuk mencari jalan keluar dari
krisis. Sidang diboikot, para mahasiswa mengadakan pengempesan ban mobil di jalan-jalan
menuju ke istana. Ketika Presiden berpidato, Brigjen Sabur, Komandan Cakrabirawa (Pengawal
Presiden) memberitahukan bahwa istana sudah dikepung pasukan tak dikenal. Meskipun ada
jaminan dari Pangdam Jaya brigjen Amir Mahmud, bahwa keadaan tetap aman, Presiden
Soekarno yang tetap merasa khawatir, pergi dengan helikopter ke Istana Bogor bersama Wakil
Perdana Menteri Dr. Soebandrie dan Dr. Khairul Saleh.
Setelah itu, tiga perwira tinggi AD, Mayjen Basuki Rahmat (Menteri Urusan Veteran), Brigjen
M. Yusuf (Menteri Perindustriian), dan Brigjen Amir Mahmud, dengan seizin atasannya yaitu
Jenderal Soeharto yang menjabat Menpangand merangkap Pangkopkamtib, pergi menemui
Presiden Soekarno di Bogor. Di sana ketiganya mengadakan pembicaraan dengan Presiden
dengan didampingi ketiga Waperdam, yaitu Dr. Soebandrio, Dr. Khairul Saleh dan Dr. J.
Leimena. Pembicaraan yang berlangsung berjam-jam itu berkisar seputar cara-cara yang tepat
untuk menghadapi keadaan dan memulihkan keadaan presiden.
Akhirnya Presiden Soekarno memutuskan untuk membuat surat perintah yang ditujukan kepada
Jenderal Soeharto, yang intinya adalah memberi wewenang kepada Jenderal Soeharto untuk
mengamankan dan memulihkan keamanan negara, menjaga ajaran Bung Karno, menjaga
keamanan Presiden, dan melaporkan kepada Presiden. Jadi Soeharto diberi kewenangan untuk
mengambil semua tindakan yang dianggap perlu guna mengatasi keadaan dan memulihkan
kewibawaan Presiden. Teks surat dirumuskan oleh ketiga wakil perdana menteri bersama
perwira tinggi AD yang disebut di atas ditambah dengan Brigjen Sabur sebagaisekretaris surat
itu kemudian ditandatangani oleh Presiden. Serah terima secara resmi Surat Perintah 11 Maret
1966 dari ketiga Perwira Tinggi TNI-AD kepada Presiden Soeharto dilaksanakan saat itu juga,
sekitar pukul 21.00 WIB, bertempat di Markas Kostrad. Surat inilah yang kemudian dikenal
sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Super Semar).
Lepas tengah malam tanggal 11 Maret 1966, Jenderal Soeharto membubarkan PKI dengan dasar
hukum surat perintah tersebut. PKI beserta ormas-ormasnya dilarang di seluruh Indonesia
terhitung sejak 12 Maret 1966. Seminggu kemudian, 15 menteri yang dinilai terlibat dalam G-
30-S ditahan. Dengan demikian, dua dari Tritura, sudah dilaksanakan, Namun kewibawaan
Presiden Soekarno tidak pulih. Antara tahun 1966-1967 terjadi dualisme kepemimpinan nasional,
yaitu Soekarno sebagai presiden dan Soeharto sebagai Pengemban Super Semar yang
dikukuhkan dalam ketetapan MPRS No. IX/MPRS/66.
Soeharto kemudian ditugaskan membentuk Kabinet Ampera yang dibebani tugas pokok
memulihakan perekonomian dan menstabilkan kondisi politik. Konflik kepemimpinan
tampaknya berakhir setelah tanggal 20 Februari 1967, ketika Presiden Soekarno menyerahkan
kekuasaan pemerintahan kepada Jenderal Soeharto selaku Pengemban Tap No. IX/MPRS/66.
Surat Perintah Sebelas Maret ini yang banyak dipublikasikan adalah versi resmi dari Markas
Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan
sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih
ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor. Ada
yang mengatakan nasakah aslinya sebanyak dua halaman, di pihak lain ada yang menyebutnya
hanya satu halaman (seperti versi resminya).
Adapun menurut H.M. Yusuf Kalla yang merupakan orang kepercayaan Jenderal Yusuf –salah
satu saksi hidup pada pembuatan Supersemar- mengatakan bahwa naskah asli Supersemar
sebenarnya ada di tangan mantan Presiden Soeharto. Hal itu disampaikan Kalla di sela-sela
kedatangannya melayat Jend. Andi Muhammad Yusuf, Kamis 9 September 2004. “Naskah
aslinya, itu di tangan Pak Harto sebenarnya. Karena pada waktu malam itu, beliau (Jenderal
Jusuf) menyerahkan ke Pak Harto,” kata Kalla. Saat ditanya soal kemungkinan adanya kopian
yang dipegang Jend. Yusuf, Kalla mengatakan, “Tentu banyak dokumen-dokumen di tangan dia
(Jenderal Jusuf). Dokumen-dokumen yang menyangkut tugas-tugas. Tapi itu milik pribadi
beliau.” (dari www.tempointeraktif.com)
Nah, peristiwa 11 Maret ini sering dikatakan sebagai kudeta terselubung dari Soeharto terhadap
Soekarno, padahal atas dasar beberapa referensi yang saya dapat, hal ini sebenarnya kurang
tepat.
Secara pengertian, kudeta (coup d’etat) merupakan pengambilan atau penggulingan kekuasaan
(seizure of, topple of, state power) secara paksa dan mendadak. Atau bisa diartikan bahwa ketika
terjadi kudeta dari A ke B, maka saat itu juga si A kehilangan kekuasaan dan si B mengemban
kekuasaan sepenuhnya.
Dengan adanya Supersemar, Letjen. Soeharto saat itu
belum menjadi penguasa tertinggi di Indonesia. Secara de facto dan de jure, Soekarno masih
berstatus Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata,
bahkan Pemimpin Besar Revolusi. Banyak diceritakan bahwa Soekarno didesak untuk
melakukan perlawanan fisik terhadap klik Soeharto, namun Soekarno yang cinta damai
menolaknya dan memilih untuk melewati jalan damai akan konflik politiknya dengan Soeharto.
Soekarno sendiri dalam setiap kesempatan terus menerus menyampaikan penolakan terhadap
tekanan-tekanan Soeharto. Sedikitnya, ia sering membantah laporan luar negeri bahwa dirinya
telah digulingkan oleh Soeharto. Berikut adalah pernyataannya yang ia sampaikan pada
sambutan Peringatan Idul Adha di Masjid Istiqlal 1 April 1966, 3 minggu stelah keluarnya
Supersemar.
“Sang duta besar kita harus menerangkan lagi, menerangkan bahwa berita-berita surat kabar-
surat kabar nekolim itu tidak benar. President Soekarno has not been toppled, Presiden
Soekarno tidak digulingkan. President Soekarno has not been ousted. Presiden Soekarno tidak
ditendang keluar. President Soekarno is still president. Presiden Soekarno masih tetap presiden.
Presiden Soekarno is still supreme commander of the armed forces. Presiden Soekarno masih
tetap Panglima Tertinggi daripada Angkatan Bersenjata!”
Adapun mengenai Supersemar itu sendiri, pada sambutannya memperingati 40.000 jiwa
pahlawan Sulawesi Selatan di Istora pada 10 Desember 1966, Soekarno mengingatkan bahwa:
“It (Supersemar) is not a transfer of authority kepada General Soeharto. Ini sekadar perintah
kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk menjamin jalannya pemerintahan, untuk ini, untuk itu,
untuk itu. Perintah itu bisa juga saya berikan, misalnya, kepada Pak Mul. Muljadi Pangal
(Panglima Angkatan Laut, pen.). Saya bisa juga perintahkan kepada Pak Sutjipto Judodihardjo,
apalagi dia itu Pangak (Panglima Angkatan Kepolisian, pen.). Saya bisa: He, Sdr. Tjip Pangak,
saya perintahkan kepadamu untuk keamanan, kestabilan jalannya pemerintahan. Untuk
keamanan pribadi Presiden/Pemimpin Besar Revolusi dan lain-lain sebagainya. I repeat again:
it is not a transfer of authority. Sekadar satu perintah! Mengamankan! ”
Namun sejarah mencatat bahwa Soeharto memanfaatkan Supersemar untuk sedikit demi sedikit
mengambil alih kekuasaan Soekarno. Bahkan dia memantapkan tujuannya itu dengan cara
merekayasa terselenggaranya Sidang Umum (SU) MPRS pada Juli 1966. Hasilnya, 2 ketetapan
yang “mendukung” Soeharto, keluar, yaitu TAP No. IX/1966 dan TAP No. XV/1966. Dengan
adanya ketetapan ini maka seolah Supersemar telah “dikukuhkan”, dari hanya “sekedar” perintah
eksekutif, menjadi “ketetapan” yang hanya MPR itu sendiri yang berkewenangan untuk
mencabutnya. TAP yang pertama memberikan jaminan terhadap Letnan Jendral Soeharto, untuk
setiap saat menjadi presiden “apabila Presiden berhalangan”. Namun, MPRS saat itu tidak
memberikan penjelasa apapun tentang apa yang dimaksud dengan “berhalangan”.
Sejak SU MPRS ini, kesan terjadinya dualisme kepemimpinanpun semakin hebat. Padahal
dualisme kepemimpinan ini hanya rekayasa. Yang sebenarnya terjadi adalah adanya semacam
perlawanan politik dari Soeharto kepada Soekarno. Apapun yang diucapkan Soekarno, selalu
mendapat penentangan dari militer yang sepenuhnya dikendalikan Soeharto, serta para
mahasiswapun terus-menerus berdemonstrasi di seluruh pelosok tanah air.
Di satu pihak, Soeharto hampir sepenuhnya mengambil alih kekuasaan, di pihak lain Soekarno
terus-menerus meneriakkan bahwa dirinya masih Presiden dan Panglima Tertinggi yang sah.
“Dualisme kepemimpinan nasional” yang semakin kuat ini menimbulkan isu publik bahwa
penyerahan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto merupakan jalan terbaik untuk mengakhiri
krisis politik. Karena bargaining power-nya yang semakin lemah, Soekarno tidak punya pilihan
lain kecuali berkapitulasi. Beberapa permintaannya pun ditolak, seperti jaminan keamanan dan
sebagainya.
Maka, pada 20 Februari 1967 sekitar pukul 5 sore Soekarno di Istana Merdeka menandatangani
Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan. Soeharto datang sendiri ke Istana didampingi beberapa
petinggi militer. Namun, pengumumannya ditunda hingga “saat yang tepat”. Oleh sebagian
sejarawan, peristiwa 20 Februari 1967 inilah yanga dikategorikan sebagai “kudeta” Soeharto
terhadap Presiden Soekarno. Dengan dokumen tersebut, Soekarno kehilangan semua
kekuasaannya. Sebaliknya, Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia.
Tanggal 22 Februari 1967 pagi, berita tentang penyerahan kekuasaan Soekarno kepada Soeharto
ternyata sudah bocor ke luar. Bahkan sudah ada koran yang memberitakannya Menjelang
pengumuman dokumen penting itu pada 22 Februari 1967 pukul 19:00, Soekarno dengan wajah
kesal bertanya kepada Soeharto yang duduk disampingnya sambil menunjuk-nunjuk Koran yang
dimaksud: “Kenapa beritanya sudah bocor?” Soeharto jawab sambil tersenyum: “Cuma
menerka-nerka saja……”
Perhatikan Diktum pertama pengumuman Presiden Soekarno pada 22 Februari 1967 ini: “Kami
Presiden RI/Mandataris MPRS/Pangti ABRI terhitung mulai hari ini menyerahkan kekuasaan
pemerintahan kepada Pengemban Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966 Jenderal TNI Soeharto
sesuai dengan ji- wa Ketetapan MPRS No XV/ MPRS/1966 dengan tidak mengurangi maksud
dan jiwa UUD 1945.”
Jadi, penyerahan kekuasaan Soekarno kepada Soeharto didasarkan
pada TAP MPRS No XV/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa “Apabila Presiden berhalangan,
maka pemegang Surat Presiden 11 Maret 1966 memegang jabatan Presiden”. Tapi, apakah
Soekarno ketika itu berhalangan atau berhalangan tetap sehingga ia tidak lagi bisa menjalankan
kekuasaannya? Tidak, menurut Prof. Dahlan Ranuwihardjo, yang saya kutip dari
http://www.suarapembaruan.com, Soekarno sehat wal’afiat ketika mengumumkan transfer of
power-nya di Istana. Secara fisik, ia masih gagah perkasa, apalagi muncul dengan seragam
kebesarannya, lengkap dengan segala atribut kehormatan di dadanya yang bidang. Soekarno
sengaja dibuat “berhalangan” – dalam arti pemerintahannya tidak lagi efektif, selama kurang-
lebih 8 bulan oleh klik militer pimpinan Soeharto, sehingga timbul kesan berbahaya karena
Indonesia tidak memiliki pemerintahan yang efektif.
Referensi:
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Perintah_Sebelas_Maret
2. http://diarydiar.wordpress.com/2013/11/06/rahasia-di-balik-super-semar/

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Makalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaMakalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaWahiid Sayy'a
 
Pembahasan hukum islam
Pembahasan hukum islamPembahasan hukum islam
Pembahasan hukum islamNanda_khalisa
 
Tugas esai, judul galau
Tugas esai, judul galauTugas esai, judul galau
Tugas esai, judul galauAkbar Syada
 
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ahPengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ahAde Pratama
 
Mengenal Apa itu Nasakom
Mengenal Apa itu NasakomMengenal Apa itu Nasakom
Mengenal Apa itu NasakomRatri nia
 
Makalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
Makalah Pencemaran Lingkungan dan SolusinyaMakalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
Makalah Pencemaran Lingkungan dan SolusinyaNurul Afdal Haris
 
Makalah demokrasi terpimpin
Makalah demokrasi terpimpinMakalah demokrasi terpimpin
Makalah demokrasi terpimpinWarnet Raha
 
Contoh Resume Buku Tugas 1 Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
Contoh Resume Buku Tugas 1  Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi Contoh Resume Buku Tugas 1  Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
Contoh Resume Buku Tugas 1 Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi Muhammad Yasir Abdad
 
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintahAbid Zamzami
 
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaKemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaLestari Moerdijat
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitianEndah Aibara
 
Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Masa pemerintahan Susilo Bambang YudhoyonoMasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Masa pemerintahan Susilo Bambang YudhoyonoIsmi Ayu
 
Islam rahmatan lil’ alamin
Islam rahmatan lil’ alaminIslam rahmatan lil’ alamin
Islam rahmatan lil’ alaminMirabela Islami
 
Makalah sewa menyewa dan upah mengupah
Makalah sewa menyewa dan upah mengupahMakalah sewa menyewa dan upah mengupah
Makalah sewa menyewa dan upah mengupahRobet Saputra
 
Contoh laporan observasi lapangan
Contoh laporan observasi lapanganContoh laporan observasi lapangan
Contoh laporan observasi lapanganAburafika
 
Pancasila di era reformasi
Pancasila di era reformasiPancasila di era reformasi
Pancasila di era reformasiFathur Rohman
 
Makalah puasa menurut pandangan hadits
Makalah puasa menurut pandangan haditsMakalah puasa menurut pandangan hadits
Makalah puasa menurut pandangan haditsSeptian Muna Barakati
 

La actualidad más candente (20)

Makalah korupsiiiiii
Makalah korupsiiiiiiMakalah korupsiiiiii
Makalah korupsiiiiii
 
Makalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaMakalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragama
 
Pembahasan hukum islam
Pembahasan hukum islamPembahasan hukum islam
Pembahasan hukum islam
 
Tugas esai, judul galau
Tugas esai, judul galauTugas esai, judul galau
Tugas esai, judul galau
 
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ahPengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
 
Mengenal Apa itu Nasakom
Mengenal Apa itu NasakomMengenal Apa itu Nasakom
Mengenal Apa itu Nasakom
 
Makalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
Makalah Pencemaran Lingkungan dan SolusinyaMakalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
Makalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
 
Makalah demokrasi terpimpin
Makalah demokrasi terpimpinMakalah demokrasi terpimpin
Makalah demokrasi terpimpin
 
Contoh Resume Buku Tugas 1 Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
Contoh Resume Buku Tugas 1  Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi Contoh Resume Buku Tugas 1  Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
Contoh Resume Buku Tugas 1 Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
 
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
 
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaKemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Masa pemerintahan Susilo Bambang YudhoyonoMasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
 
Islam rahmatan lil’ alamin
Islam rahmatan lil’ alaminIslam rahmatan lil’ alamin
Islam rahmatan lil’ alamin
 
Makalah sewa menyewa dan upah mengupah
Makalah sewa menyewa dan upah mengupahMakalah sewa menyewa dan upah mengupah
Makalah sewa menyewa dan upah mengupah
 
Tugas pkn implementasi
Tugas pkn implementasiTugas pkn implementasi
Tugas pkn implementasi
 
Contoh laporan observasi lapangan
Contoh laporan observasi lapanganContoh laporan observasi lapangan
Contoh laporan observasi lapangan
 
Pancasila di era reformasi
Pancasila di era reformasiPancasila di era reformasi
Pancasila di era reformasi
 
teori dan madzhab kriminologi
teori dan madzhab kriminologiteori dan madzhab kriminologi
teori dan madzhab kriminologi
 
Makalah puasa menurut pandangan hadits
Makalah puasa menurut pandangan haditsMakalah puasa menurut pandangan hadits
Makalah puasa menurut pandangan hadits
 

Similar a Supersemar Versi AD

Similar a Supersemar Versi AD (18)

Ppt supersemar
Ppt supersemarPpt supersemar
Ppt supersemar
 
Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret)
Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret)Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret)
Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret)
 
Presentasi: Nawaksara atau Kudeta Konstitusi?
Presentasi: Nawaksara atau Kudeta Konstitusi?Presentasi: Nawaksara atau Kudeta Konstitusi?
Presentasi: Nawaksara atau Kudeta Konstitusi?
 
Tugas sejarah kelompok_2 peristiwa G30SPKI
Tugas sejarah kelompok_2 peristiwa G30SPKITugas sejarah kelompok_2 peristiwa G30SPKI
Tugas sejarah kelompok_2 peristiwa G30SPKI
 
Sejarah orde baru
Sejarah orde baruSejarah orde baru
Sejarah orde baru
 
Makalah sejarah g30 spki pdf
Makalah sejarah g30 spki pdfMakalah sejarah g30 spki pdf
Makalah sejarah g30 spki pdf
 
30 spki
30 spki30 spki
30 spki
 
Makalah sejarah g30 spki word
Makalah sejarah g30 spki wordMakalah sejarah g30 spki word
Makalah sejarah g30 spki word
 
Sejarah Penumpasan G 30 SPKI
Sejarah Penumpasan G 30 SPKISejarah Penumpasan G 30 SPKI
Sejarah Penumpasan G 30 SPKI
 
Malakal orde baru
Malakal orde baruMalakal orde baru
Malakal orde baru
 
Malakal orde baru
Malakal orde baruMalakal orde baru
Malakal orde baru
 
Malakal orde baru
Malakal orde baruMalakal orde baru
Malakal orde baru
 
Malakal orde baru
Malakal orde baruMalakal orde baru
Malakal orde baru
 
G30 S PKI dan Supersemar serta Disintegrasi Bangsa
G30 S PKI dan Supersemar serta Disintegrasi BangsaG30 S PKI dan Supersemar serta Disintegrasi Bangsa
G30 S PKI dan Supersemar serta Disintegrasi Bangsa
 
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada masa Orde BaruPerkembangan Masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru
 
Bukus 170126061037rafiq
Bukus 170126061037rafiqBukus 170126061037rafiq
Bukus 170126061037rafiq
 
Politik danEkonomi Masa Orde Baru.pptx
Politik danEkonomi Masa Orde Baru.pptxPolitik danEkonomi Masa Orde Baru.pptx
Politik danEkonomi Masa Orde Baru.pptx
 
1 d-memasuki orde baru
1 d-memasuki orde baru1 d-memasuki orde baru
1 d-memasuki orde baru
 

Último

presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptxSirlyPutri1
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 

Último (20)

presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 

Supersemar Versi AD

  • 1. Surat Perintah Sebelas Maret Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu. Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor. Keluarnya Supersemar <Supersemar> Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.
  • 2. Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul ke Bogor. Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan). Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam. Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Supersemar2 Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan penuturan Sudharmono, dimana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai Supersemar itu tiba.
  • 3. Beberapa Kontroversi tentang Supersemar <Supersemar Versi AD> <Supersemar Versi Lain> • Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat itu, ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke Jakarta, salah seorang perwira tinggi yang kemudian membacanya berkomentar "Lho ini khan perpindahan kekuasaan". Tidak jelas kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan dimana karena pelaku sejarah peristiwa "lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal dunia. Belakangan, keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank. • Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu) Sukardjo Wilardjito, ketika pengakuannya ditulis di berbagai media massa setelah Reformasi 1998 yang juga menandakan berakhirnya Orde Baru dan pemerintahan Presiden Soeharto. Dia menyatakan bahwa perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) M. Panggabean. Bahkan pada saat peristiwa Supersemar Brigjen M. Jusuf membawa map berlogo Markas Besar AD berwarna merah jambu serta Brigjen M. Pangabean dan Brigjen Basuki Rahmat menodongkan pistol kearah Presiden Soekarno dan memaksa agar Presiden Soekarno menandatangani surat itu yang menurutnya itulah Surat Perintah Sebelas Maret yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo yang saat itu bertugas mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para jenderal namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan pistolnya dan menyarungkannya. Menurutnya, Presiden kemudian menandatangani surat itu, dan setelah menandatangani, Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera dikembalikan. Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta. Presiden Soekarno mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari istana. “Saya harus keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati,” ujarnya menirukan pesan Presiden Soekarno. Tidak lama kemudian
  • 4. (sekitar berselang 30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan dari RPKAD dan Kostrad, Lettu Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya dilucuti kemudian ditangkap dan ditahan di sebuah Rumah Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer. Beberapa kalangan meragukan kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah satu pelaku sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M Panggabean membantah peristiwa itu. • Menurut Kesaksian A.M. Hanafi dalam bukunya "A.M Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto", seorang mantan duta besar Indonesia di Kuba yang dipecat secara tidak konstitusional oleh Soeharto. Dia membantah kesaksian Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang mengatakan bahwa adanya kehadiran Jendral M. Panggabean ke Istana Bogor bersama tiga jendral lainnya (Amirmachmud, M. Jusuf dan Basuki Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang menodongkan senjata terhadap Presiden Soekarno. Menurutnya, pada saat itu, Presiden Soekarno menginap di Istana Merdeka, Jakarta untuk keperluan sidang kabinet pada pagi harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari menteri sudah menginap diistana untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjubel di Jakarta. A.M Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Chaerul Saleh. Menurut tulisannya dalam bukunya tersebut, ketiga jendral itu tadi mereka inilah yang pergi ke Istana Bogor, menemui Presiden Soekarno yang berangkat kesana terlebih dahulu. Dan menurutnya mereka bertolak dari istana yang sebelumnya, dari istana merdeka Amir Machmud menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi Presiden Soekarno di Bogor, minta izin untuk datang ke Bogor. Dan semua itu ada saksinya- saksinya. Ketiga jendral ini rupanya sudah membawa satu teks, yang disebut sekarang Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak ditodong, sebab mereka datang baik-baik. Tetapi di luar istana sudah di kelilingi demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan istana. Mengingat situasi yang sedemikian rupa, rupanya Bung Karno menandatangani surat itu. Jadi A.M Hanafi menyatakan, sepengetahuan dia, sebab dia tidak hadir di Bogor tetapi berada di Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi yangdatang ke Istana Bogor tidak ada Jendral Panggabean. Bapak Panggabean, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menhankam, tidak hadir. • Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa. • Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben Anderson, oleh seorang tentara yang pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar diketik di atas surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan. Inilah yang menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja dihilangkan. Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat ini. Bahkan, Arsip Nasional telah berkali-kali meminta kepada Jendral (Purn) M. Jusuf, yang merupakan saksi terakhir hingga akhir hayatnya 8 September 2004, agar bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun selalu gagal. Lembaga ini juga sempat meminta bantuan Muladi yang ketika itu menjabat Mensesneg, Jusuf Kalla, dan M. Saelan, bahkan meminta DPR untuk memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha Arsip Nasional itu tidak pernah terwujud. Saksi kunci lainnya, adalah mantan presiden Soeharto. Namun dengan wafatnya mantan Presiden Soeharto pada 27 Januari 2008, membuat sejarah Supersemar semakin sulit untuk diungkap.
  • 5. Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia mengatakan bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah Indonesia yang masih gelap. Rahasia di Balik SUPER SEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret) Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) adalah catatan sejarah yang sampai saat ini keabsahannya masih menjadi kontroversi. Secara umum, isi Supersemar adalah perintah Presiden Soekarno kepada Letnan Jendral Soeharto saat itu yang secara implisit mengalihkan tanggung jawab kepresidenan. Adapun latar belakang keluarnya Surat Perintah pada tanggal 11 Maret 1966 ini, versi resminya adalah sebagai berikut. Menjelang akhir tahun 1965, operasi militer terhadap sisa-sisa G-30- S/PKI boleh dikatakan sudah selesai, hanya penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut belum dilaksanakan oleh Presiden Soekarno. PKI belum dibubarkan. Sementara krisis ekonomi semakin parah. Laju inflasi mencapai 650%. Tanggal 13 Desember 1965 bahkan dilakukan devaluasi, uang bernilai Rp 1.000,00 turun menjadi Rp 1,00. Sementara itu, harga-harga membumbung naik. Hingga pada bulan Januari 1966 para mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) dengan salah satu pentolannya Soe Hok Gie telah melakukan aksi demonstrasi kepada pemerintahan Soekarno. Selama 60 hari, dengan dipelopori para Mahasiswa Universitas Indonesia, seluruh jalanan ibukota dipenuhi demonstran. Aksi yang dilancarkan melalui demonstrasi maupun melalui surat kabar tersebut intinya mengecam Soekarno dan jajarannya yang tidak peduli kepada rakyat. Mreka menyampaikan Tri tuntutan rakyat (Tritura), yang isinya: Bubarkan PKI, Retool Kabinet Dwikora, dan Turunkan Harga. Sementara itu, sejak terjadinya peristiwa gerakan 30 September 1965, terjadi perbedaan pendapat antara Presiden Soekarno dengan Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat. Perbedaan pendapat berfokus pada cara untuk mengatasi krisis nasional yang semakin memuncak setelah terjadinya G-30-S tersebut. Soeharto berpendapat bahwa pergolakan rakyat tidak akan reda selama PKI tidak dibubarkan. Sementara Soekarno mengatakan bahwa ia tidak mungkin membubarkan PKI karenahal itu bertentangan dengan doktrin Nasakom yang telah dicanangakan ke seluruh dunia. Perbedaan pendapat ini selalu muncul dalam pertemuan- pertemuan berikunya di antara keduanya. Soeharto kemudian menyediakn diri untuk membubarkan PKI asal mendapat kebebasan bertindak dari presiden.
  • 6. Pada tanggal 11 Maret 1966, Kabinet yang dijuluki “Kabinet 100 menteri” (karena jumlah menterinya mencapai 102 orang) mengadakan sidang paripurna untuk mencari jalan keluar dari krisis. Sidang diboikot, para mahasiswa mengadakan pengempesan ban mobil di jalan-jalan menuju ke istana. Ketika Presiden berpidato, Brigjen Sabur, Komandan Cakrabirawa (Pengawal Presiden) memberitahukan bahwa istana sudah dikepung pasukan tak dikenal. Meskipun ada jaminan dari Pangdam Jaya brigjen Amir Mahmud, bahwa keadaan tetap aman, Presiden Soekarno yang tetap merasa khawatir, pergi dengan helikopter ke Istana Bogor bersama Wakil Perdana Menteri Dr. Soebandrie dan Dr. Khairul Saleh. Setelah itu, tiga perwira tinggi AD, Mayjen Basuki Rahmat (Menteri Urusan Veteran), Brigjen M. Yusuf (Menteri Perindustriian), dan Brigjen Amir Mahmud, dengan seizin atasannya yaitu Jenderal Soeharto yang menjabat Menpangand merangkap Pangkopkamtib, pergi menemui Presiden Soekarno di Bogor. Di sana ketiganya mengadakan pembicaraan dengan Presiden dengan didampingi ketiga Waperdam, yaitu Dr. Soebandrio, Dr. Khairul Saleh dan Dr. J. Leimena. Pembicaraan yang berlangsung berjam-jam itu berkisar seputar cara-cara yang tepat untuk menghadapi keadaan dan memulihkan keadaan presiden.
  • 7. Akhirnya Presiden Soekarno memutuskan untuk membuat surat perintah yang ditujukan kepada Jenderal Soeharto, yang intinya adalah memberi wewenang kepada Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan memulihkan keamanan negara, menjaga ajaran Bung Karno, menjaga keamanan Presiden, dan melaporkan kepada Presiden. Jadi Soeharto diberi kewenangan untuk mengambil semua tindakan yang dianggap perlu guna mengatasi keadaan dan memulihkan kewibawaan Presiden. Teks surat dirumuskan oleh ketiga wakil perdana menteri bersama perwira tinggi AD yang disebut di atas ditambah dengan Brigjen Sabur sebagaisekretaris surat itu kemudian ditandatangani oleh Presiden. Serah terima secara resmi Surat Perintah 11 Maret 1966 dari ketiga Perwira Tinggi TNI-AD kepada Presiden Soeharto dilaksanakan saat itu juga, sekitar pukul 21.00 WIB, bertempat di Markas Kostrad. Surat inilah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Super Semar). Lepas tengah malam tanggal 11 Maret 1966, Jenderal Soeharto membubarkan PKI dengan dasar hukum surat perintah tersebut. PKI beserta ormas-ormasnya dilarang di seluruh Indonesia terhitung sejak 12 Maret 1966. Seminggu kemudian, 15 menteri yang dinilai terlibat dalam G- 30-S ditahan. Dengan demikian, dua dari Tritura, sudah dilaksanakan, Namun kewibawaan Presiden Soekarno tidak pulih. Antara tahun 1966-1967 terjadi dualisme kepemimpinan nasional, yaitu Soekarno sebagai presiden dan Soeharto sebagai Pengemban Super Semar yang dikukuhkan dalam ketetapan MPRS No. IX/MPRS/66. Soeharto kemudian ditugaskan membentuk Kabinet Ampera yang dibebani tugas pokok memulihakan perekonomian dan menstabilkan kondisi politik. Konflik kepemimpinan tampaknya berakhir setelah tanggal 20 Februari 1967, ketika Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Jenderal Soeharto selaku Pengemban Tap No. IX/MPRS/66. Surat Perintah Sebelas Maret ini yang banyak dipublikasikan adalah versi resmi dari Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor. Ada yang mengatakan nasakah aslinya sebanyak dua halaman, di pihak lain ada yang menyebutnya hanya satu halaman (seperti versi resminya). Adapun menurut H.M. Yusuf Kalla yang merupakan orang kepercayaan Jenderal Yusuf –salah satu saksi hidup pada pembuatan Supersemar- mengatakan bahwa naskah asli Supersemar sebenarnya ada di tangan mantan Presiden Soeharto. Hal itu disampaikan Kalla di sela-sela kedatangannya melayat Jend. Andi Muhammad Yusuf, Kamis 9 September 2004. “Naskah aslinya, itu di tangan Pak Harto sebenarnya. Karena pada waktu malam itu, beliau (Jenderal Jusuf) menyerahkan ke Pak Harto,” kata Kalla. Saat ditanya soal kemungkinan adanya kopian yang dipegang Jend. Yusuf, Kalla mengatakan, “Tentu banyak dokumen-dokumen di tangan dia (Jenderal Jusuf). Dokumen-dokumen yang menyangkut tugas-tugas. Tapi itu milik pribadi beliau.” (dari www.tempointeraktif.com) Nah, peristiwa 11 Maret ini sering dikatakan sebagai kudeta terselubung dari Soeharto terhadap Soekarno, padahal atas dasar beberapa referensi yang saya dapat, hal ini sebenarnya kurang tepat.
  • 8. Secara pengertian, kudeta (coup d’etat) merupakan pengambilan atau penggulingan kekuasaan (seizure of, topple of, state power) secara paksa dan mendadak. Atau bisa diartikan bahwa ketika terjadi kudeta dari A ke B, maka saat itu juga si A kehilangan kekuasaan dan si B mengemban kekuasaan sepenuhnya. Dengan adanya Supersemar, Letjen. Soeharto saat itu belum menjadi penguasa tertinggi di Indonesia. Secara de facto dan de jure, Soekarno masih berstatus Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, bahkan Pemimpin Besar Revolusi. Banyak diceritakan bahwa Soekarno didesak untuk melakukan perlawanan fisik terhadap klik Soeharto, namun Soekarno yang cinta damai menolaknya dan memilih untuk melewati jalan damai akan konflik politiknya dengan Soeharto. Soekarno sendiri dalam setiap kesempatan terus menerus menyampaikan penolakan terhadap tekanan-tekanan Soeharto. Sedikitnya, ia sering membantah laporan luar negeri bahwa dirinya telah digulingkan oleh Soeharto. Berikut adalah pernyataannya yang ia sampaikan pada sambutan Peringatan Idul Adha di Masjid Istiqlal 1 April 1966, 3 minggu stelah keluarnya Supersemar. “Sang duta besar kita harus menerangkan lagi, menerangkan bahwa berita-berita surat kabar- surat kabar nekolim itu tidak benar. President Soekarno has not been toppled, Presiden Soekarno tidak digulingkan. President Soekarno has not been ousted. Presiden Soekarno tidak ditendang keluar. President Soekarno is still president. Presiden Soekarno masih tetap presiden. Presiden Soekarno is still supreme commander of the armed forces. Presiden Soekarno masih tetap Panglima Tertinggi daripada Angkatan Bersenjata!” Adapun mengenai Supersemar itu sendiri, pada sambutannya memperingati 40.000 jiwa pahlawan Sulawesi Selatan di Istora pada 10 Desember 1966, Soekarno mengingatkan bahwa: “It (Supersemar) is not a transfer of authority kepada General Soeharto. Ini sekadar perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk menjamin jalannya pemerintahan, untuk ini, untuk itu, untuk itu. Perintah itu bisa juga saya berikan, misalnya, kepada Pak Mul. Muljadi Pangal (Panglima Angkatan Laut, pen.). Saya bisa juga perintahkan kepada Pak Sutjipto Judodihardjo, apalagi dia itu Pangak (Panglima Angkatan Kepolisian, pen.). Saya bisa: He, Sdr. Tjip Pangak, saya perintahkan kepadamu untuk keamanan, kestabilan jalannya pemerintahan. Untuk keamanan pribadi Presiden/Pemimpin Besar Revolusi dan lain-lain sebagainya. I repeat again: it is not a transfer of authority. Sekadar satu perintah! Mengamankan! ”
  • 9. Namun sejarah mencatat bahwa Soeharto memanfaatkan Supersemar untuk sedikit demi sedikit mengambil alih kekuasaan Soekarno. Bahkan dia memantapkan tujuannya itu dengan cara merekayasa terselenggaranya Sidang Umum (SU) MPRS pada Juli 1966. Hasilnya, 2 ketetapan yang “mendukung” Soeharto, keluar, yaitu TAP No. IX/1966 dan TAP No. XV/1966. Dengan adanya ketetapan ini maka seolah Supersemar telah “dikukuhkan”, dari hanya “sekedar” perintah eksekutif, menjadi “ketetapan” yang hanya MPR itu sendiri yang berkewenangan untuk mencabutnya. TAP yang pertama memberikan jaminan terhadap Letnan Jendral Soeharto, untuk setiap saat menjadi presiden “apabila Presiden berhalangan”. Namun, MPRS saat itu tidak memberikan penjelasa apapun tentang apa yang dimaksud dengan “berhalangan”. Sejak SU MPRS ini, kesan terjadinya dualisme kepemimpinanpun semakin hebat. Padahal dualisme kepemimpinan ini hanya rekayasa. Yang sebenarnya terjadi adalah adanya semacam perlawanan politik dari Soeharto kepada Soekarno. Apapun yang diucapkan Soekarno, selalu mendapat penentangan dari militer yang sepenuhnya dikendalikan Soeharto, serta para mahasiswapun terus-menerus berdemonstrasi di seluruh pelosok tanah air. Di satu pihak, Soeharto hampir sepenuhnya mengambil alih kekuasaan, di pihak lain Soekarno terus-menerus meneriakkan bahwa dirinya masih Presiden dan Panglima Tertinggi yang sah. “Dualisme kepemimpinan nasional” yang semakin kuat ini menimbulkan isu publik bahwa penyerahan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto merupakan jalan terbaik untuk mengakhiri krisis politik. Karena bargaining power-nya yang semakin lemah, Soekarno tidak punya pilihan lain kecuali berkapitulasi. Beberapa permintaannya pun ditolak, seperti jaminan keamanan dan sebagainya. Maka, pada 20 Februari 1967 sekitar pukul 5 sore Soekarno di Istana Merdeka menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan. Soeharto datang sendiri ke Istana didampingi beberapa petinggi militer. Namun, pengumumannya ditunda hingga “saat yang tepat”. Oleh sebagian sejarawan, peristiwa 20 Februari 1967 inilah yanga dikategorikan sebagai “kudeta” Soeharto terhadap Presiden Soekarno. Dengan dokumen tersebut, Soekarno kehilangan semua kekuasaannya. Sebaliknya, Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Tanggal 22 Februari 1967 pagi, berita tentang penyerahan kekuasaan Soekarno kepada Soeharto ternyata sudah bocor ke luar. Bahkan sudah ada koran yang memberitakannya Menjelang pengumuman dokumen penting itu pada 22 Februari 1967 pukul 19:00, Soekarno dengan wajah kesal bertanya kepada Soeharto yang duduk disampingnya sambil menunjuk-nunjuk Koran yang dimaksud: “Kenapa beritanya sudah bocor?” Soeharto jawab sambil tersenyum: “Cuma menerka-nerka saja……” Perhatikan Diktum pertama pengumuman Presiden Soekarno pada 22 Februari 1967 ini: “Kami Presiden RI/Mandataris MPRS/Pangti ABRI terhitung mulai hari ini menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Pengemban Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966 Jenderal TNI Soeharto sesuai dengan ji- wa Ketetapan MPRS No XV/ MPRS/1966 dengan tidak mengurangi maksud dan jiwa UUD 1945.”
  • 10. Jadi, penyerahan kekuasaan Soekarno kepada Soeharto didasarkan pada TAP MPRS No XV/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa “Apabila Presiden berhalangan, maka pemegang Surat Presiden 11 Maret 1966 memegang jabatan Presiden”. Tapi, apakah Soekarno ketika itu berhalangan atau berhalangan tetap sehingga ia tidak lagi bisa menjalankan kekuasaannya? Tidak, menurut Prof. Dahlan Ranuwihardjo, yang saya kutip dari http://www.suarapembaruan.com, Soekarno sehat wal’afiat ketika mengumumkan transfer of power-nya di Istana. Secara fisik, ia masih gagah perkasa, apalagi muncul dengan seragam kebesarannya, lengkap dengan segala atribut kehormatan di dadanya yang bidang. Soekarno sengaja dibuat “berhalangan” – dalam arti pemerintahannya tidak lagi efektif, selama kurang- lebih 8 bulan oleh klik militer pimpinan Soeharto, sehingga timbul kesan berbahaya karena Indonesia tidak memiliki pemerintahan yang efektif. Referensi: 1. http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Perintah_Sebelas_Maret 2. http://diarydiar.wordpress.com/2013/11/06/rahasia-di-balik-super-semar/