2. Pendahuluan
Pemahaman umum kaum muslimin tentang da’wah adalah:
1. Aktivitas yang dilakukan di mimbar-mimbar
pengajian, ceramah, kuliah subuh atau melalui media-media
lain, misalnya
madrasah/sekolah, TV, radio, cassette, majalah, buletin, dlsb.
2. Aktivitas tersebut harus dibawakan oleh
Kyai, Ulama, Muballigh, Ahli Ilmu agama atau kursus kilat
menggunakan ayat-ayat Al Qur’an dan Hadist .
3. Semua itu dilakukan dalam rangka pembekalan (pemberian materi)
agar berilmu untuk bisa berda’wah
Apakah benar untuk berda’wah harus mempunyai ilmu
yang memadai???
1. Tidak sepenuhnya benar, meskipun pemahaman seperti itu merata di
kalangan ummat Islam, hampir semua strata, hampir di seluruh dunia.
2. Opini seperti itu muncul akibat kesalahfahaman /kerancuan dalam
membedakan antara “Da‟wah” dan “Taklim”.
3. PERMASALAHAN
Jika alur pemikiran seperti itu kita ikuti, maka muncul permasalahan-
permasalahan sebagai berikut:
1. Seberapa tinggi ilmu yang dituntut agar boleh berda’wah?
2. Siapa atau Lembaga apa yang berhak mengukur kadar ilmu
tersebut?
3. Andaikata ada suatu lembaga yang diakui siapa yang berhak
menentukan lembaga tersebut?
4. Adakah dalil Al Qur’an dan Hadist yang membenarkan alur
pemikiran di atas?
5. Adakah yang lebih berilmu daripada Nabi? Bagaimanakah
keadaan Nabi pada saat beliau mulai berda’wah?
6. Seberapa tinggikah bekal ilmu Nabi pada saat mulai berda’wah?
4. Diskusi/Pembahasan
Marilah kita sepakati dulu hal-hal berikut:
1. Kita umat Islam sepakat bahwa dasar/patokan bergama
yang utama adalah Kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah
Nabi (Hadist). Tidak ada yang lebih faham, apakah
namanya ulama, kyai, muballigh, waliyullah, guru
agama, dll. Yang bisa melebihi kefahamannya tentang
Alqur’an melebihi kefahamannya Nabi saw.
2. Ummat Islam pun sepakat bahwa praktek Al Qur’an dan
sunnah yang paling tepat/sesuai dengan yang
dikehendaki Nabi saw adalah yang dilakukan oleh
murid-murid langsung Nabi saw yang dituntun langsung
oleh Allah swt dan RasulNya yaitu para sahabat Nabi
radliyallohu ‘anhum (r.hum).
Karena itu untuk melihat apakah da’wah memerlukan bekal ilmu yang
tinggi kita harus melihat praktek Rasulullah dan para Sahabat pada
saat mulai berda’wah
5. A. Sejarah Nabi: Latar Belakang Keilmuan
Nabi Sebelum diangkat menjadi Nabi
A1. Pendidikan orang tua dan lingkungan:
1. Beliau saw sudah ditinggal wafat ayahnya sebelum beliau lahir
2. Ibunya pun Allah panggil ketika beliau berumur 6 tahun
3. Semasa bayi sampai berhenti menyusu beliau diasuh oleh ibunda
Halimatus Sa’diyah di desanya yang jauh dari kota Makkah (lebih
terbelakang dari kota Makkah)
4. Bagaimana kondisi masyarakat tempat beliau diutus (Makkah):
2. Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka,
........(Al Jumu’ah 62/2)
67. Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan
(negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok.
Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan
ingkar kepada nikmat Allah? (Al Ankabut 29/67).
157. (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka ...... (Al A’raaf 7/157).
48. Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu
tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah
membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu). (Al Ankabut
29/48).
6. A2. Sebelum menjadi Nabi
1. Meskipun Nabi Cerdas (contoh penyelesaian sengketa hajar Aswad)
tetapi dikatakan oleh Allah dalam keadaan bingung dalam hal bagaimana
menyelesaikan persoalan umat saat itu, lalu Allah memberinya hidayah
berupa jalan keluar dari masalah yang dihadapi ummatnya, sebagaimana
tercantum dalam Al Qur‟an surat Adh-Dhuha, 93/7:
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung[1583], lalu Dia
memberikan petunjuk”.
[1583]. Yang dimaksud dengan bingung di sini ialah kebingungan untuk mendapatkan
kebenaran yang tidak bisa dicapai oleh akal, lalu Allah menurunkan wahyu kepada
Muhammad s.a.w. sebagai jalan untuk memimpin ummat menuju keselamatan dunia dan
akhirat.
2. Sebelum beliau diangkat sebagai sebagai Nabi dan Rasul, beliau dalam
keadaan tidak mengerti Kitab dan Iman (:QS Asy-Syuraa 42/52):
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan
perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab
(Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami
menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa
yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya
kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.
7. A3. Bekal Wahyu ketika harus mulai berdakwah
• Wahyu pertama yang turun adalah QS Al Alaq 1-5:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[1589]. Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
• Sesudah itu turun wahyu kedua surat Al Qolam
• Kemudian setelah agak lama turun wahyu ke-tiga,
QS Al Mudatstsir 74/1-7:
1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
2. bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. dan Tuhanmu agungkanlah!
4. dan pakaianmu bersihkanlah,
5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)
yang lebih banyak.
7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
“ Sampaikanlah dariku, walau hanya satu ayat” (Al Hadist)
8. B. Praktek para Sahabat Nabi
B1. Fase Makiyah
(1) Sahabat Abu Bakar Ashidiq, ra.
Setelah masuk Islam lalu beliau bertanya kepada RasuluLLah
SAW: “Apa tugasku sekarang?” jawah Rasul: “Tugasmu adalah
sebagaimana tugasku”, yakni berdakwah. Lalu beliau langsung
berdakwah dan pada hari pertama mendapatkan 4 orang yang
masuk Islam, yaitu Utsman bin Waqqash . Pada hari kedua
masuk Islam 5 orang, yaitu Utsman bin Madz‟un, Abu
Ubaidillah bin Jarrah, Abdurrahman bin „Auf, Abu Salamah bin
As‟ad dan Arqom bin Abil Arqom.
Bayangkan kalau hal seperti ini terjadi saat ini tentu orang-orang akan
berkomentar dengan sinis: “berani-beraninya dia berdakwah padahal
baru saja masuk Islam, apa bekal ilmu yang ia punyai? bisa sesat dan
menyesatkan!”
9. (2) Sh. Tufail Ad-Dausi, ra.
Ahli syair berasal dari suku Daus dan telah diprovokasi oleh orang-orang
kafir tentang adanya seorang yang mengaku Nabi sehingga jangan sampai
ia mendekat-dekat Nabi. Tufail menutup telinganya dengan kapas agar
tidak terhasut omongan Nabi. Suatu ketika ia datang ke Masjidil Harom
dengan telinga tertutup kapas tetapi ia tetap mendengar ayat-ayat alqur‟an
yang dibaca Nabi, dia heran karena yang dibaca bukan syair, bukan
mantera, bukan puisi tetapi terasa indah. Ia kemudian masuk Islam dan
langsung meminta ijin untuk berdakwah kepada kaumnya, tetapi
sebagian besar kaumnya menolak, ia meminta Rasullulah untuk
mendoakan kaumnya agar dimusnahkan semua. Rasullullah saw kemudian
berdo‟a tetapi do‟a Beliau lain: “ Ya Allah berilah hidayah kepada kaum
Daus, dan pertemukanlah mereka dengan aku”.
Rasul saw kemudian berkata kepada Thufail: “ Berdakwahlah kepada
mereka dengan lemah lembut, ada mutiara-mutiara di tengah kaummu”.
Thufail kembali berdakwah kepada kaumnya tanpa kenal lelah
sebagaimana pesan Nabi hingga akhirnya 80 kepala keluarga masuk Islam
termasuk di dalamnya Abu Hurairoh, ra. Dan mereka semua ikut berhijrah
ke Madinah.
10. B2. Fase Madaniyah
Dalam satu riwayat dikisahkan: Ada seorang dari suku Bal „Adawiyah datang
ke Madinah. Tidak ada yang paling dibenci di benaknya kecuali orang yang
bernama Muhammad (akibat hasutan orang kafir). Ketika masuk Medianah
orang ini melihat penjual kambing sedang bertengkar hebat dengan seorang
pembeli. Pembeli kemudian melapor kepada seseorang untuk menasehati
penjual kambing tersebut agar menjual dagangannya dengan baik.. Setelah
dinasehati pertengkaran menjadi surut dan mereka sangat akrab seperti saudara
sendiri. Orang dari suku Bal „Adawiyah tadi dengan penuh keheranan
kemudian mendekat dan bertanya kepada orang ketiga yang mendamaikan
pertengkaran: “siapakah engkau?” dijawab oleh orang ketiga: “Aku
Muhammad Rasulullah”. Orang itu bertanya lagi:”Apa yang engkau ajarkan?”
jawab Nabi: “Aku mengajarkan bahwasannya Tiada Tuhan selain Allah, maka
sembahlah olehmu Allah dan bersaksilah bahwa aku utusan Allah, dirikanlah
sholat, tunaikanlah zakat”. Orang tersebut berkata: “kalau dulu orang yang
paling kubenci engkau, sekarang tidak ada yang paling kucintai kecuali
engkau”.
Orang tersebut masuk Islam dan minta ijin untuk berdakwah kepada kaumnnya
di balik lembah diantara dua gunung, Nabi pun mengijinkannya hingga semua
penduduknya masuk Islam.
11. Kesimpulan
Pada fase Madaniyah sudah banyak Da‟i, orang alim yang ilmunya
mumpuni, tetapi begitu ada orang masuk Islam dan meminta ijin untuk
berdakwah Nabi saw tidak mencegahnya atau tidak menyuruhnya untuk mencari
ilmu dulu kemudian berdakwah.
Sekarang orang faham tentang ibadah, tetapi berapa banyak yang faham akan
pentingnya menuntut ilmu (ta‟lim), dan berapa banyak yang faham akan
kewajiban berda‟wah?
Bila ada orang yang baru masuk Islam kemudian berda‟wah, bagaimana
tanggapan kita? Jangankan masuk Islam terus berda‟wah, masuk islam terus
menuntut Ilmu saja tidak banyak. Biasanya yang kita anjurkan sesudah masuk
Islam adalah mengerjakan sholat. Ini tentu saja benar, tetapi menandakan betapa
asingnya kita terhadap kefahaman “da‟wah”.
Hal ini terjadi karena sebagian ummat rancu membedakan “da‟wah” dan
“ta‟lim”. Da‟wah berarti “mengajak” (kepada yang baik) sedangkan “ta‟lim”
adalah “mengajar”.
Untuk mengajar memang perlu ilmu yang memadai, harus „alim, sedangkan
untuk mengajak (da‟wah), dengan ilmu seberapapun dapat dilakukan.
Da’wah: kepada siapapun, suka atau tidak suka, setuju atau menentang, butuh
atau tidak butuh.
Ta’lim: Disampaikan hanya kepada yang mau , yang datang adalah orang yang
mau dan butuh.