Dokumen tersebut merupakan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Jawa Tengah untuk periode 2011-2030 yang ditetapkan oleh Gubernur Jawa Tengah untuk pengelolaan hutan secara terencana dan terpadu dengan mengacu pada peraturan dan rencana kehutanan nasional serta provinsi.
1. Rencana Kehutanan
Tingkat Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2011 – 2030
DINAS KEHUTANAN
PROVINSI JAWA TENGAH
2012
2. RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2011-2030
Pengarah:
Dr. Ir. Sri Puryono K.S., MP.
Ir. Oman Djuharna, MM.
Tim Penyunting:
Ir. Triyono, MP.
Ammy Rita Manalu, S.Hut, M.Si.
Sigit Murhofiq, S.Hut.
Indira Puspita, S.Si.
Sumber Dana:
- Dana APBD Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
Foto Sampul :
- Hutan, Sungai dan Sawah (Fotografer : T. Satyatama)
3. KATA PENGANTAR
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Jawa Tengah Tahun 2011-2030 merupakan dokumen perencanaan sektor kehutanan jangka panjang, yang penyusunannya telah melalui proses sinkronisasi dengan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN), konsultasi para pihak dan disahkan oleh Gubernur. RKTP sebagai rencana sektor kehutanan diharapkan menjadi acuan dalam penyusunan rencana pembangunan, rencana investasi dan rencana kerja usaha dengan cakupan lebih rendah baik berdasarkan skala geografis, jangka waktu maupun program-program pembangunan kehutanan di tingkat provinsi maupun kabupaten.
Kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada para pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan RKTP Jawa Tengah Tahun 2011-2030 ini, khususnya kepada Bappeda Provinsi Jawa Tengah, Balai KSDA Jawa Tengah, BPKH Wilayah XI Jawa-Madura, BTN Karimunjawa, BTN Gunung Merapi, BTN Gunung Merbabu, BPDAS Solo, BPDAS Pemali Jratun, BPDAS Serayu Opak Progo, BPTKPDAS Solo dan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Djoko Marsono, Dr. Ir. Rishadi Purwanto, M.Agr, Gatot Kurniawan, S.Si, M.Si, sebagai tim ahli RKTP Jawa Tengah Tahun 2011-2030.
Semarang, November 2012
Kepala Dinas,
Ir. Oman Djuharna, MM.
Pembina Tk. I
NIP. 19570512 198502 1 003
7. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
I
GUBERNUR JAWA TENGAH
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH
NOMOR 46 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2011-2030
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TENGAH,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka pengelolaan Hutan di Provinsi Jawa Tengah, perlu dilakukan secara
terpadu dan terencana, dengan mengacu pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan sesuai ketentuan
Pasal 36 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan, ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 42/ Menhut-
II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan serta Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2011-2030, perlu
menetapkan Peraturan Gubernur tentang Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2011-2030;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pem-bentukan Provinsi Jawa Tengah (Himpunan
Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950 Halaman 86-92);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
8. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 II
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436);
7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun2007 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Per-lindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pem-bentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4405);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4452);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas
9. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
III
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan
Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5217);
16. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 22 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung Di Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jateng Tahun 2003 Nomor 134);
17. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Lingkungan
Hidup di Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 Nomor 5
Seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4);
18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan
Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 4 Seri E Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Nomor 10);
19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun
2008 Nomor 6 Seri D Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11);
20. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2010 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 28);
21. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.27/Menhut-II/ 2006 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Kehutanan Tahun 2006-2025;
22. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/ 2010 tentang Sistem Perencanaan
Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 460);
23. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/ 2011 tentang Rencana Kehutanan
Tingkat Nasional Tahun 2011-2030 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 381);
24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Penyusunan Produk Hukum
Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
25. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 78 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan
Fungsi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah (Berita Daerah Provinsi Jateng Tahun 2008
Nomor 78);
10. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 IV
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI JAWA
TENGAH TAHUN 2011-2030.
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Jawa Tengah.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah.
4. Dinas adalah Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.
6. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
7. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan
yang diselenggarakan secara terpadu.
8. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan.
9. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
10. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
11. Hutan Hak yang selanjutnya disebut hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak
atas tanah.
12. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
13. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
14. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
15. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasad yang berasal dari hutan.
16. Rencana Kehutanan Tingkat Nasional yang selanjutnya disingkat RKTN adalah rencana yang berisi
arahan-arahan makro pemanfaatan dan penggunaan spasial atau ruang dan potensi kawasan hutan untuk
pembangunan kehutanan dan pembangunan di luar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan serta
perkiraan kontribusi sektor kehutanan dalam skala nasional untuk jangka waktu 20 tahun.
17. Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi yang selanjutnya disingkat RKTP adalah rencana yang berisi arahan-arahan
makro pemanfaatan dan penggunaan spasial atau ruang dan potensi kawasan hutan untuk
pembangunan kehutanan dan pembangunan di luar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan serta
perkiraan kontribusi sektor kehutanan di wilayah provinsi untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
11. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
V
18. Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat RKTK adalah rencana yang berisi
arahan-arahan makro pemanfaatan dan penggunaan spasial atau ruang dan potensi kawasan hutan untuk
pembangunan kehutanan dan pembangunan di luar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan serta
perkiraan kontribusi sektor kehutanan di wilayah kabupaten/kota untuk jangka waktu 20 tahun.
19. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang memuat semua
aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan
dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta, dan nilai budaya masyarakat serta kondisi
lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang
lebih optimal dan lestari.
20. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah
untuk periode lima tahun.
21. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan.
22. Misi adalah rumusan umum upaya-upaya yang akan dilaksanakan dalam mewujudkan visi.
23. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan.
24. Strategi adalah langkah-langkah untuk mewujudkan visi dan misi.
Pasal 2
(1) RKTP Jawa Tengah sebagai dokumen bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengelolaan dan
pembangunan kehutanan dengan jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
(2) RKTP Jawa Tengah disusun secara transparan, dan partisipatif dengan melibatkan semua pemangku
kepentingan.
(3) RKTP Jawa Tengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun sekali.
Pasal 3
RKTP Jawa Tengah, terdiri dari:
a. RKTP Jawa Tengah Tahun 2011-2030 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan;
BAB II : Potensi Dan Realitas;
BAB III : Arahan Indikatif Kebijakan Pengurusan Hutan;
BAB IV : Visi Dan Misi Pengurusan Hutan;
BAB V : Indikasi Kekuatan, Kelemahan, Ancaman, Dan Peluang;
BAB VI : Kebijakan Dan Strategi;
BAB VII : Kontribusi Sektor Kehutanan; dan
BAB VIII: Penutup.
b. Data pendukung RKTP Jawa Tengah Tahun 2011-2030 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II;
12. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 VI
c. Peta Arahan RKTP Jawa Tengah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
Pasal 4
(1) RKTP Jawa Tengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a sebagai pedoman bagi penyusunan Rencana
Kehutanan yang meliputi:
a. penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/Kota;
b. penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH);
c. penyusunan Rencana Pembangunan Kehutanan Tingkat Provinsi ;
d. penyusunan Rencana Pembangunan Kehutanan Tingkat Kabupaten/ Kota;
e. penyusunan Rencana Pembangunan Kehutanan Tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan;
f. penyusunan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan;
g. koordinasi perencanaan kehutanan jangka panjang dan menengah antar sektor; dan
h. pengendalian kegiatan pembangunan kehutanan.
(2) Penyusunan Rencana Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 5
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya
dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah.
Ditetapkan di Semarang
Pada tanggal 28 September 2012
GUBERNUR JAWA TENGAH,
ttd
BIBIT WALUYO
Diundangkan di Semarang
Pada tanggal 28 September 2012
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH,
ttd
HADI PRABOWO
BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012 NOMOR 46.
13. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
VII
Hutan Produksi Jati KPH Kendal (Photograph by T. Satyatama)
15. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
IX
LAMPIRAN I
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH
NOMOR 46 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 - 2030
RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI
JAWA TENGAH
TAHUN 2011-2030
17. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
1
Sumber daya hutan di Provinsi Jawa Tengah, yang dikelola dan dikembangkan oleh Pemerintah
dan didukung dengan partisipasi masyarakat, sejak lama telah memberikan manfaat yang cukup besar,
antara lain: 1). merupakan sistem penyangga kehidupan terutama fungsi hidroorologis (menjaga
keseimbangan DAS, menyediakan air, dan menjaga degradasi tanah), bahan pangan, iklim, dan sumber
plasma nutfah; 2). sebagai sumber keanekaragaman hayati yang tinggi untuk kebutuhan generasi saat
ini maupun yang akan datang; 3). merupakan sumber bahan baku industri kehutanan (hasil hutan kayu,
hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan); 4). menyerap investasi yang memberikan andil dalam
pertumbuhan ekonomi; 5). menambah lapangan pekerjaan dan memberdayakan masyarakat di dalam
dan sekitar kawasan hutan.
Potensi sumber daya hutan di Provinsi Jawa Tengah meliputi luas kawasan hutan negara mencapai
761.200 ha (update SK Menteri Kehutanan Nomor 359/Menhut-II/2004) dan pengembangan areal hutan
rakyat seluas lebih dari 949.593 ha (hasil analisa spasial RTRWP Jawa Tengah Tahun 2010 dengan
Peta Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Tengah). Mengingat besarnya potensi sumber daya hutan dan
peranannya yang strategis dalam mendukung pembangunan Provinsi Jawa Tengah dan didukung oleh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka sumber daya hutan perlu
dipertahankan keberadaannya agar dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini maupun yang akan
datang. Hal ini juga telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan bahwa Provinsi dan/atau kabupaten/kota yang memiliki kawasan hutan yang
fungsinya sangat penting bagi perlindungan lingkungan provinsi dan/atau kabupaten/kota lainnya,
berkewajiban untuk mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan, serta mengelola kawasan hutan
tersebut sesuai dengan fungsinya.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan Pasal 42
mengamanatkan bahwa rencana kehutanan tingkat provinsi disusun oleh instansi kehutanan provinsi,
yang dinilai melalui konsultasi para pihak dan disahkan oleh Gubernur. RKTP merupakan rencana
kawasan hutan dengan periode waktu 20 tahun mencakup seluruh aspek pengurusan hutan yang meliputi
kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan pada waktu yang akan datang, serta arahan kegiatan untuk
menuju target yang diinginkan. Aspek pengurusan kehutanan, meliputi penyelenggaraan perencanaan
1.1. Latar Belakang
BAB I.
PENDAHULUAN
18. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 2
kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, penyuluhan
kehutanan serta pengawasan. Penyusunan RKTP berdasarkan hasil inventarisasi hutan provinsi sebagai
rencana jangka panjang 20 tahun yang memuat arahan makro yang bersifat indikatif serta meliputi
seluruh fungsi pokok hutan (konservasi, lindung, dan produksi). RKTP sebagai rencana sektor kehutanan
akan menjadi acuan bagi penyusunan rencana-rencana yang cakupannya lebih rendah baik berdasarkan
skala geografis, jangka waktu rencana maupun program-program pembangunan kehutanan di tingkat
provinsi dan kabupaten.
Penyusunan RKTP tidak dapat mengesampingkan isu-isu strategis dan berbagai permasalahan
mendasar yang dihadapi oleh sektor kehutanan di Jawa Tengah. Tekanan terhadap kawasan hutan
dewasa ini antara lain benturan kepentingan pemanfaatan kawasan antar sektor, aktivitas tukar
menukar kawasan yang belum ada lahan penggantinya serta pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin. Di
samping itu praktek illegal logging masih terus menjadi penyebab degradasi lahan. Pemanfaatan hutan
yang belum optimal disebabkan karena pemahaman akan nilai dan manfaat hutan yang masih terbatas
pada hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Adapun keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan
belum dikembangkan pemanfaatannya secara optimal. Pengelolaan hutan lindung di Provinsi Jawa
Tengah masih menghadapi berbagai permasalahan antara lain adanya penggarap tanaman semusim
di kawasan hutan lindung, pengolahan tanah intensif di hutan lindung, perencekan, dan konflik lahan
(tenurial). Permasalahan kawasan hutan juga disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat tentang arti
penting kelestarian hutan dan lingkungan sehingga budidaya pertanian belum diikuti upaya rehabilitasi
lahan dan konservasi tanah serta lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi di
dalam kawasan Hutan Negara.
Tantangan yang dihadapi oleh sektor kehutanan sebagai bagian dari tantangan pembangunan
global antara lain perubahan iklim, ketahanan pangan-energi-air, pencapaian target Millenium
Development Goals (MDG’s). Menghadapi tantangan tersebut, perlu direncanakan aksi jangka panjang
dan penyusunan strategi pencapaian komitmen internasional melalui pencapaian target pembangunan
kehutanan bersama sektor-sektor lain secara berkelanjutan.
1.2. Tujuan Penyusunan RKTP Jawa Tengah Tahun 2011 - 2030
Tujuan penyusunan RKTP Jawa Tengah Tahun 2011-2030 adalah untuk memberikan arahan dalam
pemanfaatan dan penggunaan spasial atau ruang dan potensi kawasan hutan untuk pembangunan
kehutanan dan pembangunan di luar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan dalam skala
provinsi untuk jangka waktu 20 tahun.
RKTP Jawa Tengah berfungsi sebagai:
a. Arahan makro yang bersifat indikatif untuk seluruh fungsi pokok hutan (konservasi, lindung,dan
produksi), kawasan lindung/ budidaya, dan hutan rakyat di Provinsi Jawa Tengah.
b. Acuan bagi penyusunan rencana-rencana yang cakupannya lebih rendah baik berdasarkan skala
1.3. Fungsi dan Kedudukan RKTP
19. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
3
geografis, jangka waktu rencana maupun program-program pembangunan kehutanan di tingkat
provinsi dan kabupaten.
Kedudukan RKTP di dalam pembangunan Provinsi Jawa Tengah terdapat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. RKTP Jawa Tengah dalam Sistem Perencanaan Kehutanan
1.4. Kerangka Pikir RKTP
Kondisi sosial ekonomi yang mempengaruhi pengelolaan hutan beserta isu-isu strategis
baik di tingkat daerah, nasional maupun internasional dengan memperhatikan potensi sumber
daya hutan yang ada akan digunakan untuk menentukan arah dan kebijakan pembangunan
kehutanan di Provinsi Jawa Tengah hingga tahun 2030.
Kerangka pikir RKTP Jawa Tengah disajikan pada Gambar 1.2.
20. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 4
Dasar hukum penyusunan RKTP Jawa Tengah Tahun 2011-2030 adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah;
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil;
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;
1.5. Dasar Hukum
Gambar 1.2. Kerangka Pikir Penyusunan RKTP Jawa Tengah Tahun 2011-2030
21. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
5
12. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam;
19. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;
20. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Nomor 9);
21. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029;
22. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.27/Menhut-II/2006 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Kehutanan Tahun 2006-2025;
23. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan
Kehutanan;
24. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata
Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam;
24. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat
Nasional Tahun 2011-2030;
25. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.1/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi.
1.6. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
BAB II POTENSI DAN REALITAS
BAB III ARAHAN INDIKATIF KEBIJAKAN PENGURUSAN HUTAN
BAB IV VISI DAN MISI PENGURUSAN HUTAN
BAB V INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG, DAN ANCAMAN
BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB VII KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN PADA PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH
BAB VIII PENUTUP
LAMPIRAN
22. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 6
BAB II.
POTENSI DAN REALITAS
2.1. Potensi dan Kondisi Umum Hutan di Provinsi Jawa Tengah
2.1.1. Luas Hutan di Provinsi Jawa Tengah
Luas kawasan hutan dan konservasi perairan Provinsi Jawa Tengah berdasarkan update SK
Menteri Kehutanan Nomor: SK.359/Menhut-II/2004 Tahun 2004 tentang Penunjukan Kawasan Hutan
di wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah ±761.200 hektar.
Sumber data:
*) Update SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.359/Menhut-II/2004 Tahun 2004
**) Potensi Hutan Rakyat pada RTRWP Jawa Tengah 2009-2029 (termasuk areal PTPN IX dan Perkebunan Swasta
Besar)
Tabel 2.1. Luas Hutan di Provinsi Jawa Tengah.
Fungsi Luas (Ha) %
A Hutan Konservasi (HK) ± 125.791 -
- Non Perairan
- Perairan
± 15.674
± 110.117
0,48
-
B Hutan Lindung (HL) ± 84.464 2,59
C Hutan Produksi (HP) ± 550.945 16,93
1.Hutan Produksi Terbatas
2.Hutan Produksi Jumlah Kawasan
Hutan*)
Jumlah Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan
± 185.976
± 364.969
± 651.083
± 761.200
5,72
11,21
20,00
-
D Hutan Rakyat **) ± 949.593 29,17
Jumlah Kawasan Hutan dan Hutan Rakyat
(tidak termasuk perairan) ± 1.600.677 49,18
Luas daratan Provinsi Jawa Tengah ± 3.254.900 100,00
23. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
7
Gambar 2.1. Perbandingan Luas Hutan dengan Luas Daratan Jawa Tengah
Perkembangan hutan rakyat di Jawa Tengah mengalami peningkatan yang signifikan seiring
dengan gencarnya Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan
didukung minat budidaya kayu oleh masyarakat yang cukup tinggi. Potensi luas hutan rakyat di Jawa
Tengah saat ini (2010) mencapai 949.593 ha (termasuk areal PTPN IX dan Perkebunan Swasta Besar).
2.1.2. Potensi Hasil Hutan Kayu
Hutan sebagai penyangga kehidupan secara alamiah merupakan harapan semua pihak karena
terkait dengan keberlangsungan hidup dan kehidupan. Luas dan kualitas hutan bagi suatu wilayah
menjadi sangat penting artinya bagi kehidupan karena diharapkan mampu menyediakan produk
yang diperlukan oleh makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya. Hutan memiliki nilai
keberlanjutan dan menegaskan keterkaitan antara kualitas kehidupan manusia dan kelestarian
ekosistem hutan. Manfaat hutan dapat dinikmati secara terus menerus bila hutan juga terpelihara
kelestariannya.
Manfaat yang diperoleh dari hutan bagi masyarakat Jawa Tengah yang sudah dapat dinikmati
masih jauh dari potensi yang ada karena tidak semua potensi dapat dihitung secara kuantitatif, di
samping masih banyak kendala yang dihadapi. Namun demikian, data berikut memberikan gambaran
upaya valuasi manfaat yang sudah dapat direalisasikan.
Produksi hasil hutan kayu di Jawa Tengah selama lima tahun terakhir tersaji pada Tabel 2.2..
Produksi kayu rakyat yang jauh lebih besar daripada kayu dari hutan negara akan menjadi tumpuan
sebagai bahan baku industri perkayuan di Jawa Tengah pada masa depan, tampak dalam Gambar 2.2.
24. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 8
Tabel 2.2. Produksi Hasil Hutan Kayu di Jawa Tengah.
No. Produksi Satuan 2006 2007 2008 2009 2010
1 Kayu Bulat Perhutani
(jati & rimba)
m3 318.153 342.311 236.217 246.158 289.306
2 Kayu Gergajian m3 3.606 8.490 8.231 9.320 8.556
3 Kayu Bulat Hutan
Rakyat
m3 1.139.723 704.665 1.230.284 1.244.640 846.894
4 Pendapatan Dalam
Negeri *)
x Rp Juta 440.420 573.562 487.975 524.850 603.032
5 Devisa Kayu *) x 1.000
US $
7.683 9.066 17.112 12.152 15.683
Sumber: 1. Buku Saku Statistik Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah 2006-2010 *)
2. Statistik Kehutanan Jawa Tengah 2010
Gambar 2.2. Produksi Kayu Bulat di Jawa Tengah
Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) mampu memberikan andil yang signifikan bagi
kontribusi ekonomi sektor kehutanan di Provinsi Jawa Tengah. Bahkan, pencapaian devisa hasil
hutan bukan kayu lebih besar daripada hasil hutan kayu. Produksi HHBK di Jawa Tengah dalam
lima tahun terakhir disajikan pada Tabel 2.3 di bawah ini.
2.1.3. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu
25. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
9
Tabel 2.3. Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu di Jawa Tengah
No. Produksi Satuan 2006 2007 2008 2009 2010
1 Getah pinus ton 41.416 47.687 45.244 46.139 41.120
2 Kopal ton 153 165 166 175 180
3 Daun Kayu Putih ton 8.820 8.490 8.231 2.812 10.346
4 Gondorukem ton 35.502 33.062 31.589 32.310 28.999
5 Terpentin ton 159.068 6.214 6.302 5.384
6 Minyak Kayu Putih kg 71.002 62.236 54.642 68.985 56.755
7 Kokon kg 22.083 31.367 27.986 17.660 18.526
8 Rotan batang 19.000 24.300 159.068 142.818 22.533
9 Madu kg 5.318 8.844 - 5.095 14.023
10 Pendapatan Dalam
Negeri
x Rp
Juta
70.694 51.650 54.098 85.995 113.767
11 Devisa x 1.000
US $
23.942 30.277 24.453 29.944 43.670
Sumber: Buku Saku Statistik Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah 2006-2010
2.1.4. Potensi Jasa Lingkungan
Potensi jasa lingkungan dari hutan yang dikembangkan baru sebatas pada:
a. Jasling berupa wisata alam
Saat ini, jumlah tempat wisata di Jawa Tengah yang dikelola secara komersial, baik oleh Dinas
Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, BKSDA Jawa Tengah, BTN
Gunung Merapi, BTN Gunung Merbabu, dan BTN Karimun Jawa sebanyak 37 lokasi.
Penerimaan PNBP yang berasal dari Taman Wisata Alam pada tahun 2010 sebesar Rp.
855.388.000,- (BKSDA), Rp. 20.547.000,- (TN Karimun Jawa), dan Rp. 17.550.000,- (TN Gunung
Merbabu). Sementara itu penerimaan PNBP dari Tumbuhan dan Satwa Liar yang dihimpun oleh
BKSDA Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar Rp. 92.529.990,-. Adapun penerimaan jasa wisata
dari wana wisata Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar Rp. 5.005.073.000,-.
b. Jasling pemanfaatan air
Pengembangan potensi jasa lingkungan berupa pemanfaatan air di Jawa Tengah belum
optimal. Data Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 menunjukkan
bahwa jumlah mata air di Jawa Tengah sebanyak 659 buah, dengan kapasitas 1.003.533.857
26. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 10
c. Jasling berupa perlindungan keanekaragaman hayati
Tercatat 8 (delapan) jenis burung endemik Jawa, salah satunya adalah Elang Jawa (Spizaetus
bartelsi), mirip lambang negara Garuda Pancasila dijumpai di Gunung Slamet. Burung ini menjadi
perhatian nasional karena statusnya yang terancam punah. Jenis–jenis lainnya adalah Burung
madu gunung (Aethopygia eximia), Burung madu jawa (Aethopygia mystacalis), Wergan jawa
(Alcippe pyrrhoptera), Bututut (Megalaima corvina), Kipasan ekor merah (Rhipidura phoenicura),
dan Tepus leher putih (Stachyris theracica orientalis). Empat jenis primata endemik, yaitu: Owa
Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Lutung Jawa (Trachypitecus auratus), dan
Kukang (Nycticebus coucang).
d. Jasling berupa penyerapan dan penyimpanan karbon
Potensi jasa lingkungan berupa potensi karbon belum banyak dikembangkan untuk
memberikan kontribusi ekonomi. Berdasarkan inventarisasi hutan rakyat Tahun 2009 oleh BPKH
Wilayah XI Jawa-Madura, potensi karbon pada hutan rakyat di Jawa Tengah terhitung sebesar
11.792.964,98 ton.
m3/tahun. Pemanfaatan mata air tersebut di antaranya untuk memenuhi kebutuhan air minum
domestik, irigasi, PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro), maupun industri (termasuk air
minum dalam kemasan/AMDK). Berdasarkan Buku Statistik Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2010, sedikitnya ada 29 unit PLTMH di seluruh wilayah Jawa Tengah. Pemanfaatan air tanah
diperkirakan sebesar 156.578.851 m3/tahun dari potensi air tanah di Jawa Tengah sebesar kurang
lebih 7,5 milyar m3. Potensi sumber daya yang ada tersebut telah merangsang bertambahnya
jumlah pengguna komersial yang memanfaatkan air baik sebagai bahan baku utama maupun
sebagai pendukung dalam proses produksi usahanya. Namun hingga saat ini jaminan sosial
berupa kontribusi kembali ke alam masih belum ada, padahal pengelolaan sumber daya air
merupakan tanggung jawab bersama antara hulu-hilir (kontribusi pengguna/pemanfaat/ publik
kepada alam). Penerapan imbal jasa lingkungan dari pemanfaatan air di Jawa Tengah saat ini sudah
dikembangkan 6 (enam) kabupaten, antara lain di Kabupaten Magelang, Kabupaten Banyumas,
Kabupaten Brebes, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Karanganyar.
Berdasarkan hasil penelitian Purwanto dkk. (2008) yang dilakukan di areal hutan lindung
Baturraden, tepatnya di Sub DAS Banjaran, bagian hulu dari DAS Serayu, nilai ekonomi air yang
dihasilkan sebesar Rp. 3.790.911.714,-, yang diperoleh dari pemanfaatan PLTA Ketenger, irigasi
DAM Karangnangka, irigasi DAM Beji, dan irigasi DAM Bobosan.
Valuasi ekonomi oleh Nababan et al. (2010) terhadap manfaat tidak langsung keberadaan
ekosistem mangrove, terumbu karang, lamun, hutan hujan tropis dataran rendah di TN Karimun
Jawa sebesar Rp. 11,2 Milyar per tahun (asumsi 1 US$=Rp. 9.000,-).
27. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
11
2.1.5. Industri Pengolahan Kayu
a. Industri Primer Hasil Hutan Kayu
Perkembangan jumlah Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) semakin bertambah pesat
b. Furnitur dan Pengolahan lainnya
Pada tahun 2009, jumlah industri furnitur dan pengolahan kayu lainnya sebanyak 660 unit,
dengan menyerap tenaga kerja kurang lebih 77.184 orang serta investasi yang ditanamkan kurang
lebih sebesar Rp. 2.277,48 milyar (BPS Jateng, 2009).
2.2. Kontribusi Sektor Kehutanan Provinsi Jawa Tengah
2.2.1. Kontribusi Ekonomi
Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan
bahwa kontribusi sektor kehutanan terbatas pada manfaat hutan yang berupa hasil hutan yang
terhitung, bernilai uang, dan hasil hutan yang telah dipasarkan.
Laju pertumbuhan sektor kehutanan Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami kenaikan
yang signifikan, di mana pada tahun 2010 pertumbuhan sektor kehutanan mencapai 8,9%. Sementara
itu, kontribusi ekonomi berupa PDRB sektor kehutanan Jawa Tengah atas dasar harga berlaku pada
lima tahun terakhir tersaji dalam Gambar 2.3.
seiring dengan meningkatnya produksi kayu rakyat sebagai bahan baku utama industri perkayuan
di Jawa Tengah. Penyerapan tenaga kerja dan investasi yang ditanamkan berbanding lurus dengan
bertambahnya jumlah IPHHK tersebut.
Tabel 2.4. Jumlah IPHHK, Tenaga Kerja, dan Investasinya di Jawa Tengah
No. Uraian Satuan 2006 2007 2008 2009 2010
1 IPHHK Unit 185 255 292 381 549
2 Tenaga Kerja Orang 25.308 31.056 35.253 40.619 44.807
3 Investasi x Rp Juta 240.765 408.913 504.857 657.776 827.278
Sumber: Statistik Pengusahaan Hutan Jawa Tengah Tahun 2010
28. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 12
Gambar 2.3. Produk Domestik Regional Bruto sektor Kehutanan
Kontribusi ekonomi dikembangkan dengan mengoptimalkan penggunaan kawasan hutan. Pola
pengelolaan kawasan hutan dengan mengombinasikan tanaman kehutanan dengan tanaman pangan
(tumpang sari) telah lama diterapkan di kawasan hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani
Unit I Jawa Tengah. Peranan hutan sebagai penyediaan pangan mampu menghasilkan produk pangan
dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Realisasi sistem tumpang sari yang mampu menghasilkan
bahan pangan tersebut selama lima tahun terakhir ditampilkan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Hasil Tumpang Sari Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
No. Komoditi Satuan 2006 2007 2008 2009 2010
1 Padi ton 14.793 42.811 22.302 26.654 16.240
2 Jagung ton 85.716 101.293 97.648 470.308 278.569
3 Kedelai ton 62 322 692 703 88
4 Kacang tanah ton 3.878 9.078 3.328 5.174 6.287
5 Lainnya ton 86.678 35.980 72.099 164.239 180.511
Sumber: Buku Saku Statistik Tahun 2006-2010 Perum Perhutani Unit I Jateng
Selain tanaman pangan, Pemanfaatan Lahan Di Bawah Tegakan (PLDT) dilaksanakan dengan
penanaman berbagai jenis komoditas, antara lain: Kapulogo, Kopi, Ganyong, Porang, Garut, Kunyit,
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
PDRB (juta
Rupiah)
1.335.331 1.433.375 1.903.219 2.032.962 2.354.617
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka 2011
29. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
13
Temulawak, Cengkeh, Kaliandra, Salak, Genetri, Rosela, Nanas, Kina, Bambu, Carica, Jahe Genjah,
Kunci Pepet, dan sebagainya.
Kontribusi Hasil Tanaman Pangan dalam Reboisasi dan Rehabilitasi Hutan di wilayah Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah dari Tahun 2001 s/d 2010 sebesar Rp. 1,98 Trilyun, seperti dalam Tabel
2.6 berikut ini.
Tabel 2.6. Kontribusi Hasil Tanaman Pangan di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Sampai Tahun 2010
No. Komoditi Produksi (Ton) Nilai (Rp. Milyar)
1 Padi 284.331,4 479,8
2 Jagung 732.053,3 1.058,3
3 Kedelai 16.621,4 49,3
4 Kacang tanah 54.047,2 107,1
5 Lainnya 385.209,2 292,0
Jumlah 1.472.262,5 1.986,5
Sumber: Perum Perhutani Unit I Jateng, 2010
2.2.2. Kontribusi Ekologi
Keberadaan hutan di Jawa Tengah diyakini mampu berfungsi sebagai pengatur tata air, menjaga
waktu dan penyebaran aliran sungai, menjaga iklim mikro, perlindungan plasma nutfah, perlindungan
habitat flora dan fauna, dan mampu melindungi dari bahaya banjir. Rusaknya hutan dapat berimbas
pada terganggunya siklus hidrologi DAS. Serangkaian bencana seperti banjir, tanah longsor, dan
kekeringan yang terjadi pada tahun-tahun terakhir ini diduga terkait dengan kerusakan hutan di
kawasan hulu DAS. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pembukaan dan penebangan
hutan berdampak negatif pada peningkatan aliran permukaan yang dapat menyebabkan banjir. Luas
hutan jati yang optimal sebagai pengatur tata air di daerah aliran sungai berbahan induk kapur kurang
lebih sebesar 53% (Pramono dkk., 2010).
2.2.3. Kontribusi Sosial Budaya
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan program
pembangunan kehutanan di Jawa Tengah. Partisipasi masyarakat tersebut menjadi sangat penting
karena pada akhirnya masyarakat adalah penerima manfaat pembangunan kehutanan. Pengelolaan
hutan tidak cukup hanya dengan memperhatikan aspek bio-fisik semata. Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat merupakan salah satu bentuk tatanan pengelolaan hutan yang ditawarkan pemerintah
untuk mengakomodir berbagai kepentingan pihak terkait sumber daya hutan.
30. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 14
Tabel 2.7. Sharing PHBM dari Produksi Kayu dan Non Kayu
TAHUN PRODUKSI KAYU (Rp)
PRODUKSI
NON KAYU (Rp)
JUMLAH
(KAYU+NON KAYU) (Rp)
2002 4.724.073 19.371.878 24.095.951
2003 322.007.055 123.596.892 445.603.947
2004 2.799.211.703 712.067.520 3.511.279.223
2005 5.844.838.101 965.844.831 6.810.682.932
2006 10.238.692.383 2.390.025.614 12.628.717.997
2007 12.231.173.152 2.984.022.614 15.215.195.642
2008 12.094.288.904 3.656.046.611 15.750.335.515
2009 13.743.507.675 3.828.095.047 17.571.602.722
JUMLAH 57.278.443.046 14.679.070.883 71.957.513.929
Sumber: Perum Perhutani Unit I Jateng, 2009
2.3. Kondisi Kelembagaan Sektor Kehutanan Provinsi Jawa Tengah
Untuk membangun sektor kehutanan di Provinsi Jawa Tengah diperlukan sinergitas antara
lembaga-lembaga pemerintah dan dukungan masyarakat Jawa Tengah. Instansi kehutanan di Provinsi
Jawa Tengah terdiri dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, UPT Kementerian Kehutanan di wilayah
Jawa Tengah, dan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. UPT Kementerian Kehutanan yang dimaksud
adalah BKSDA Jawa Tengah, BPK Solo, BTN Gunung Merapi, BTN Gunung Merbabu, BTN Karimun Jawa,
BPDAS Solo, BPDAS Pemali Jratun, dan BPKH Wilayah XI Jawa-Madura. Sumber Daya Manusia sektor
kehutanan pada tahun 2010 sebagai ujung tombak pembangunan kehutanan Provinsi Jawa Tengah
jumlahnya tidak kurang dari 9.735 orang (8.993 laki-laki dan 742 perempuan), yang terdiri dari jumlah
pegawai pada instansi kehutanan dan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Luas kawasan hutan dan
konservasi perairan Provinsi Jawa Tengah berdasarkan update SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.359/
Menhut-II/2004 Tahun 2004 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang
tertuang dalam RTRW Jawa Tengah adalah ±761.200 ha. Dengan demikian rasio antara SDM yang
tersedia dengan luas kawasan yang harus dikelola oleh 1 (satu) orang adalah seluas 78 ha.
Sementara itu, kelembagaan di tingkat masyarakat terwadahi dalam Lembaga Masyarakat
Desa Hutan (LMDH), Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
lembaga-lembaga lainnya. Hingga saat ini dari 1.929 desa hutan yang ada di Provinsi Jawa Tengah,
terdapat LMDH sebanyak 1.923 buah. Sedangkan Kelompok Tani Hutan Rakyat di wilayah Provinsi Jawa
Tengah jumlahnya tidak kurang dari 2.700 kelompok tani. Jumlah penduduk di dalam kawasan hutan
sebanyak 162.383 orang, sedangkan jumlah penduduk di sekitar kawasan hutan mencapai 1.441.286
orang.
31. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
15
2.4. Isu Strategis Terkait Pengurusan Hutan
Perencanaan pengurusan hutan di Jawa Tengah perlu mengakomodasi berbagai isu strategis
pengelolaan hutan dalam 20 tahun ke depan, yang meliputi:
2.4.1. Ketataprajaan yang baik
Pembangunan sektor kehutanan mensyaratkan pemerintahan yang baik dengan indikator
bersih dari korupsi, efisien dalam bekerja, transparan, dan partisipatif konsisten dalam penyusunan
maupun pelaksanaan kebijakan dan program, serta mampu mempertanggungjawabkan kebijakan
dan program kepada publik. Kondisi seperti itu dirasa belum sepenuhnya tercapai, sehingga harapan
tersebut perlu didukung dengan regulasi yang tepat dan penegakan hukum yang konsisten dalam
pengawasan terhadap penyimpangan, sehingga keberhasilan pembangunan kehutanan dalam 20
tahun mendatang dapat tercapai.
2.4.2. Tata Ruang
Penataan ruang menjadi isu strategis di Jawa Tengah berkaitan dengan tingginya kebutuhan
sumberdaya lahan seiring dengan meningkatnya kepadatan penduduk. Kondisi yang sekarang ini di
dalam pemanfaatan ruang, antar instansi pemerintah kadang masih terdapat ego sektoral. Untuk
itu di dalam pemanfaatan kawasan yang berkaitan dengan peruntukan kegiatan kehutanan perlu
selalu disinkronkan dengan berbagai kepentingan non kehutanan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) di tingkat Provinsi sebagaimana dijabarkan dalam RTRW Kabupaten/Kota, yang dimaksudkan
untuk mengoptimalkan alokasi pemanfaatan lahan secara terpadu serta menghindari konflik tenurial.
Demikian pula wilayah perbatasan antar provinsi dan kabupaten perlu disepakati bersama dalam
penyusunan tata ruang dengan semakin berkembangnya kerjasama antar daerah, khususnya terkait
dengan pengelolaan sumber daya hutan yang seringkali melintasi batas administrasi.
2.4.3. Pengelolaan Hutan
Pengelolaan hutan di Pulau Jawa pada umumnya, termasuk di Jawa Tengah, menggunakan
pendekatan sistem silvikultur hutan tanaman. Pengelolaan kawasan hutan negara yang berfungsi
sebagai hutan konservasi dikelola dengan prinsip penerapan tiga pilar konservasi, yaitu perlindungan,
pengawetan, dan pemanfaatan. Hutan produksi dikelola dengan penetapan kelas perusahaan
menurut aspek kesesuaian jenis dengan kualitas tempat tumbuh, penetapan silvikultur dan trend
pasar hasil hutan. Adapun hutan lindung di Jawa Tengah merupakan potensi pengembangan yang
perlu mendapat perhatian serius, mengingat keberadaannya semakin rentan dari berbagai gangguan
yang terkait dengan meningkatnya kebutuhan sumber daya lahan serta berbagai potensi hutan
lindung yang belum digarap secara optimal.
Hutan rakyat di Jawa Tengah diharapkan dapat dikembangkan mengingat peranannya cukup
besar dalam memasok bahan baku hasil hutan kayu, meningkatkan ekonomi masyarakat. Namun
demikian, mengingat keberadaannya di atas lahan milik, maka pengelolaannya dilakukan oleh
masyarakat sendiri dengan dukungan Pemerintah. Dalam 20 tahun ke depan pengelolaan hutan rakyat
32. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 16
perlu dibenahi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pengelola, deregulasi,
akses pasar hasil hutan serta tersedianya IPTEK dalam penyediaan bibit unggul, pemeliharaan
(pemberantasan hama penyakit), dan pengolahan hasil hutan.
2.4.4. Industri Kehutanan
Industri primer hasil hutan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 tercatat sebanyak 549 unit
serta 660 unit industri furnitur dan pengolahan kayu lainnya merupakan unit-unit pengolahan hasil
hutan yang perlu mendapat perhatian mengingat peranannya sebagai outlet produk hasil hutan,
penyerap tenaga kerja dan merupakan sektor pengungkit bagi pertumbuhan suatu kawasan. Dengan
banyaknya industri hasil hutan dapat merupakan ancaman apabila kebutuhan bahan baku dari industri
tersebut tidak dapat terpenuhi dari lahan hutan (utamanya kawasan hutan negara). Untuk itu dalam
20 tahun ke depan peranan Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan akses produksi hutan rakyat
dalam penyediaan bahan baku industri, penyediaan informasi dan IPTEK pengolahan hasil hutan kayu
dan hasil hutan bukan kayu, serta pengendalian usaha industri pengolahan hasil hutan.
2.4.5. Degradasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan dan Lingkungan
Deplesi sumber daya hutan dan degradasi lingkungan merupakan isu strategis yang terkait
dengan dampak aktivitas pembangunan yang sangat signifikan, ditunjukkan dengan indikasi
banyaknya kejadian bencana alam yang sangat serius, misalnya banjir besar, kekeringan, dan tanah
longsor.
Hutan berperan bukan hanya sebagai penghasil kayu yang bernilai ekonomi, tetapi juga
sangat berperan untuk mencegah banjir, kekeringan dan tanah longsor. Untuk itu peran hutan
sebagai jasa lingkungan seperti pencegah banjir, kekeringan, dan tanah longsor, penyerap emisi
gas CO2 perlu dimasukkan sebagai pertimbangan dalam perencanaan pembangunan khususnya
melalui penghitungan kontribusi hijau sektor kehutanan, sehingga pemahaman tentang nilai guna
langsung dan nilai guna tidak langsung dari sumber daya hutan semakin dipahami dan menjadi bahan
pertimbangan kebijakan dan pengelolaan sektor kehutanan 20 tahun ke depan.
2.4.6. Kemiskinan
Pengukuran kemiskinan yang dilakukan BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar. Garis kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar Rp 192.435,-
perkapita/bulan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita/
bulan di bawah nilai tersebut. Jumlah penuduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010
sebanyak 5.369.200 atau 16,56%. Persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah masih lebih
tinggi dari rata-rata nasional, yaitu sebesar 13,33%. Kondisi tersebut menempatkan Jawa Tengah
pada peringkat ke-17 dari 33 provinsi di Indonesia. Isu kemiskinan dalam pengelolaan hutan terfokus
pada penduduk miskin di desa-desa sekitar hutan. Saat ini di Provinsi Jawa Tengah terdapat 1.929
desa hutan, di mana upaya-upaya pemberdayaan dilakukan terhadap 1.923 Lembaga Masyarakat
Desa Hutan (LMDH) dan sekitar 2.700 Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR).
33. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
17
2.4.7. Sumber Daya Manusia Sektor Kehutanan
Sumber Daya Manusia (SDM) sektor kehutanan merupakan isu strategis yang penting dalam
rencana pengelolaan sumber daya hutan di Jawa Tengah mengingat masih kurang memadainya baik
dalam hal kuantitas maupun kualitasnya. Masih banyak dijumpai adanya keterbatasan jumlah maupun
kualitas SDM di beberapa kabupaten/kota, sementara di sisi lain pengelolaan kawasan membutuhkan
ketersediaan SDM yang profesional dan memiliki kapasitas yang memadai dalam mengelola sumber
daya hutan.
2.4.8. Gangguan Keamanan Hutan
Gangguan keamanan hutan yang sampai saat ini masih dijumpai di Provinsi Jawa Tengah antara
lain berupa illegal logging, perencekan cabang-cabang pohon untuk kayu bakar, penggembalaan
liar (grazing), perambahan kawasan hutan, dan perburuan terhadap flora dan fauna yang dilindungi.
Pembangunan kehutanan Jawa Tengah dalam 20 tahun ke depan perlu memasukkan isu ini dalam
pengelolaan berbagai fungsi hutan mengingat hal tersebut juga telah masuk dalam komitmen dan
kesepakatan internasional dalam sektor kehutanan.
2.4.9. Perubahan Iklim
Emisi gas rumah kaca yang berakibat pada perubahan iklim global dipastikan memiliki
konsekuensi terhadap pengelolaan hutan. Untuk meminimalkan adanya dampak dari perubahan
iklim tersebut diperlukan penyiapan dan pembenahan berbagai aspek pengembangan kebijakan
pemanfaatan spasial, organisasi, regulasi, sumber daya manusia, dan pemberdayaan masyarakat
sekitar hutan. Pembangunan kehutanan Jawa Tengah dalam 20 tahun ke depan perlu memasukkan
isu perubahan iklim tersebut dalam pengelolaan hutan. Hal ini mengingat bahwa perubahan iklim
merupakan salah satu agenda global yang diharapkan semua negara di dunia berperan aktif dalam
hal pengurangan emisi gas CO2.
34. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 18
BAB III.
ARAHAN INDIKATIF
KEBIJAKAN PENGURUSAN HUTAN
3.1. Analisis Spasial
Arahan pemanfaatan ruang kawasan hutan provinsi dilakukan mengacu pada pemanfaatan
ruang kawasan hutan nasional. Analisis spasial dilakukan terhadap hasil overlay peta-peta tematik
dengan skala 1 : 250.000, meliputi peta kawasan hutan, peta morfologi DAS, peta lahan kritis, peta
kelas perusahaan, peta kawasan pertambangan, peta hutan rakyat, dan peta kawasan lindung di luar
kawasan hutan. Selanjutnya hasil tumpangsusun (overlay) diklasifikasikan menjadi 6 (enam) arahan
spasial sebagai berikut:
Tabel 3.1. Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTP
No. ARAHAN KRITERIA UMUM
1 Kawasan untuk Konservasi • Seluruh kawasan konservasi dan usulan kawasan konservasi.
2 Kawasan untuk Perlindungan • Kawasan Hutan Lindung; Hutan Mangrove/payau.
3 Kawasan untuk Rehabilitasi • Kawasan hutan dalam wilayah DAS dengan kriteria agak kritis,
kritis & sangat kritis yang berada di hulu,tengah & hilir DAS;
• Areal pertambangan.
4 Kawasan untuk Pengusahaan • Kawasan hutan produksi atau produksi terbatas dengan kriteria
potensial kritis dan tidak kritis yang berada di hulu, tengah
dan hilir DAS, dan bukan areal pertambangan.
5 Hutan Rakyat untuk Perlindungan • Area di luar kawasan hutan dengan kriteria kawasan lindung
fisiografis, kawasan resapan air, sempadan sungai/saluran, sempadan
pantai, sempadan danau/ waduk, dan kawasan lindung karst.
• Area di luar kawasan hutan yang rawan bencana longsor.
6 Hutan Rakyat untuk Budidaya • Area di luar kawasan hutan berupa hutan tanaman, pertanian lahan
kering atau pertanian lahan kering campur semak, dalam wilayah
DAS dengan kriteria agak kritis, kritis, sangat kritis, potensial kritis
dan tidak kritis yang berada di hulu, tengah dan hilir DAS.
35. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
19
Pemanfaatan sumber daya hutan pada kriteria lahan tersebut bertujuan sebagai berikut:
Tabel 3.2. Arahan Pemanfaatan Lahan
No. ARAHAN PEMANFAATAN
1 Kawasan untuk Konservasi Kawasan ini diarahkan untuk:
• Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya Dalam
pengelolaannya tetap mempertimbangkan aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan dan mempertimbangkan aspek
perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan berdasarkan
zonasi yang ditetapkan.
2 Kawasan untuk Perlindungan Kawasan ini diarahkan untuk:
• Perlindungan hidroorologis
• Carbon stock
• Pemanfaatan secara terbatas dapat dilakukan tanpa mening-galkan
tujuan utamanya.
3 Kawasan untuk Rehabilitasi Kawasan ini diarahkan untuk:
• Percepatan rehabilitasi karena kondisinya berada dalam
wilayah DAS kritis dan areal pertambangan. Apabila proses
rehabilitasinya telah selesai dapat dilakukan pemanfaatan
sesuai fungsi dan arahan pemanfaatannya.
4 Kawasan untuk Pengusahaan Kawasan ini tujuan utamanya untuk pengusahaan hutan. Pada
kawasan ini diharapkan peran serta dan akses masyarakat
terhadap sumber daya hutan menjadi terbuka.
5 Hutan Rakyat untuk
Perlindungan
Area ini diarahkan untuk:
• Perlindungan hidroorologis
• Carbon stock
• Pemanfaatan secara terbatas dengan pemberian insentif dan
disinsentif kepada masyarakat.
6 Hutan Rakyat untuk Budidaya • Area ini diarahkan untuk pengusahaan hutan oleh masyarakat
melalui percepatan rehabilitasi karena kondisinya berada
dalam wilayah DAS kritis. Apabila proses rehabilitasinya telah
selesai dapat dilakukan pemanfaatan sesuai fungsi dan arahan
pemanfaatannya.
36. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 20
Hasil analisis kawasan hutan dan hutan rakyat secara spasial dengan metode tumpangsusun
(overlay) peta lahan kritis, peta kawasan hutan (RTRW Provinsi), peta kelas perusahaan, peta
morfologi DAS, peta kawasan pertambangan (RTRW Provinsi), peta hutan rakyat, dan peta kawasan
lindung, serta mengacu pada arahan indikatif RKTN, menghasilkan data luas arahan indikatif RKTP
sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.3., Tabel 3.4., Tabel 3.5., dan Gambar 3.1..
Tabel 3.3. Luas Arahan Indikatif RKTP
NO ARAHAN LUAS (Ha)
1 Kawasan untuk Konservasi
- Non Perairan
- Perairan
125.791
15.674
110.117
2 Kawasan untuk Perlindungan 100.440
3 Kawasan untuk Rehabilitasi 386.272
4 Kawasan untuk Pengusahaan 148.697
Jumlah Kawasan Hutan 761.200
5 Hutan Rakyat untuk Perlindungan 258.362
6 Hutan Rakyat untuk Budidaya 691.231
Jumlah Hutan Rakyat 949.594
Total Luas Hutan 1.710.794
3.2. Hasil Analisis Kawasan
Tabel 3.4. Luas Arahan Indikatif RKTP berdasarkan Fungsi Kawasan Hutan.
No. ARAHAN LUAS
(Ha)
FUNGSI
HK
(Ha)
HL
(Ha)
HP
TETAP
(Ha)
TERBATAS
(Ha)
1 Kawasan untuk
Konservasi
125.791 125.791
2 Kawasan untuk
Perlindungan
100.440 84.464 15.976
3 Kawasan untuk
Rehabilitasi
386.272 237.549 148.723
4 Kawasan untuk
Pengusahaan
148.697 111.444 37.253
Jumlah 761.200 125.791 84.464 364.969 185.976
37. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
21
Tabel 3.5 Luas Arahan Indikatif RKTP pada Hutan Rakyat.
No. ARAHAN LUAS (Ha)
1 Hutan Rakyat untuk Perlindungan 258.362
2 Hutan Rakyat untuk Budidaya 691.231
Jumlah 949.593
Gambar 3.1. Persentase Luas Arahan Indikatif RKTP Jawa Tengah
3.3. Hutan sebagai Sistem Penyangga Kehidupan
Pencapaian visi terwujudnya hutan lestari sebagai penyangga kehidupan untuk kesejahteraan
masyarakat dalam 20 tahun ke depan diupayakan dengan arahan alokasi hutan rakyat yang berfungsi
lindung sebanyak 258.362,25 ha. Jika dijumlahkan dengan kawasan hutan konservasi non perairan
seluas 15.674 ha, kawasan untuk perlindungan seluas 100.440,15 ha, dan hutan produksi terbatas seluas
185.976,10 ha, maka hutan yang diharapkan dapat berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan luasnya adalah 560.452,50 atau 17,22% dari luas daratan Jawa Tengah. Areal tersebut perlu
dijaga keberadaannya mengingat kondisi fisiografisnya sehingga dengan pemanfaatan yang terbatas
diharapkan mampu menjaga keseimbangan ekosistem.
38. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 22
BAB IV.
VISI DAN MISI PENGURUSAN HUTAN
Pembangunan kehutanan Provinsi Jawa Tengah berpedoman pada visi yang ingin dicapai
dan penjabarannya dalam misi pembangunan kehutanan Tahun 2011–2030 sesuai dengan karakteristik
wilayah provinsi Jawa Tengah termasuk biogeofisik, ekologi, sosial budaya, dan kondisi ekonomi serta
mengacu pada visi pembangunan kehutanan nasional. Visi dan misi pembangunan kehutanan Jawa
Tengah Tahun 2011–2030 adalah sebagai berikut:
4.1. Visi
Visi pembangunan kehutanan Jawa Tengah Tahun 2011-2030 ditetapkan sebagai berikut:
“Terwujudnya hutan lestari sebagai penyangga kehidupan untuk kesejahteraan masyarakat”.
Dalam visi tersebut terkandung tujuan agar hutan Jawa Tengah dapat berfungsi sebagai ekosistem
dengan terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia secara lestari. Hutan diharapkan dapat
memberikan manfaat yang seimbang antara manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat
ekonomi. Fungsi penyangga hutan penting untuk dipertahankan mengingat bahwa Provinsi Jawa
Tengah dengan jumlah penduduk yang tinggi menyandang tekanan sosial ekonomi dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat yang tinggi.
4.2. Misi
Misi pembangunan kehutanan adalah sebagai berikut:
1. Memantapkan pra kondisi pengelolaan sumber daya hutan yang meliputi perencanaan sumber daya
hutan dan pembangunan sistem informasi kehutanan.
2. Menanggulangi deplesi dan degradasi hutan dan lahan.
3. Mengoptimalkan produktifitas sumber daya hutan.
4. Memantapkan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
5. Mewujudkan kelembagaan pengelolaan hutan yang efisien dan efektif.
6. Meningkatkan ketersediaan IPTEK pengelolaan sumber daya hutan.
7. Mendorong partisipasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar hutan.
39. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
23
BAB V.
INDIKASI KEKUATAN,
KELEMAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG
Pemanfaatan ruang kawasan hutan dan hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah diarahkan
menjadi 6 (enam) arahan, merupakan rencana spasial untuk mendukung pembangunan kehutanan
berbasis sinergitas ekologi, ekonomi, dan sosial pembangunan untuk meningkatkan produktivitas
kawasan hutan. Visi pembangunan kehutanan duapuluh tahun mendatang diwujudkan dengan
memperhatikan indikasi kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang.
5.1. Analisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
Proses transformasi potensi manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan sumber daya hutan menjadi
barang jasa nyata dalam mendukung hidup dan kehidupan kesejahteraan masyarakat di Provinsi
Jawa Tengah dan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu mengelola kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada.
Konsep pendekatan SWOT dengan mengenal kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman
dalam pengelolaan sumber daya hutan di Provinsi Jawa Tengah, sehingga dapat diketahui masalah
yang dihadapi, bagaimana mencapainya serta tindakan yang perlu dilakukan untuk memaksimalkan
kekuatan dan merebut peluang yang ada serta mengatasi kelemahan dan ancaman yang dihadapi.
5.1.1. Kekuatan dan Kelemahan (Strengths & Weaknesses)
Faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) merupakan faktor-faktor yang berasal
dari internal yang dilihat dari aspek regulator. Beberapa faktor tersebut dipergunakan untuk mengawasi
tingkat berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pengelolaan sumber daya hutan dan kehutanan di
Provinsi Jawa Tengah.
a. Faktor Kekuatan (Strenghts)
Faktor kekuatan dalam memperkuat manajemen dan tingkat pencapaian penyelenggaraan
pengelolaan sumber daya hutan Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
- Eksistensi instansi kehutanan sebagai penyelenggara dalam pengelolaan hutan;
- Semakin mantapnya penataan batas kawasan hutan;
- Sistem pengelolaan hutan yang sudah mantap;
- Rencana pengelolaan hutan cukup lengkap;
- Potensi sumber daya kayu dan non kayu dari hutan negara;
40. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 24
b. Faktor Kelemahan (Weaknesses)
Beberapa kelemahan yang diindikasikan sebagai faktor yang memperlemah manajemen dan
pencapaian tujuan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya hutan di Provinsi Jawa Tengah adalah
sebagai berikut:
- Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang belum terpadu;
- Minimnya kuantitas dan kualitas SDM, serta terbatasnya kompetensi;
- Lemahnya koordinasi antar lembaga pengelola hutan;
- Rendahnya pengawasan dan penegakan hukum;
- Rendahnya investasi, akses modal, dan terbatasnya anggaran;
- Rendahnya pemasaran dan akses pasar;
- Belum lengkap dan akuratnya data potensi sumber daya hutan terkini;
- Pemanfaatan hasil hutan masih berfokus pada hasil hutan kayu (timber management);
- Distribusi manfaat hutan belum berkeadilan;
- Pemberian peran kepada masyarakat dalam pengelolaan hutan masih kurang;
- Hasil-hasil penelitian dan iptek belum terimplementasikan dalam pembangunan kehutanan;
- Peraturan perundang-undangan yang terkait belum sinkron;
- Terbatasnya sarana dan prasarana pendukung.
5.1.2. Peluang dan Ancaman (Opportunity & Threats)
Peluang dan ancaman merupakan faktor-faktor dari luar (eksternal), yang dapat mempengaruhi
pada penyelenggaraan pengelolaan sumber daya hutan dari aspek kemasyarakatan, aspek regulasi,
dan infrastruktur.
- Potensi sumber daya kayu dan non kayu dari hutan rakyat;
- Adanya kelembagaan formal yang mendukung program-program kehutanan;
- Adanya pasar bagi perdagangan hasil hutan baik kayu maupun non kayu;
- Potensi hutan sebagai Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW);
- Peraturan perundang-undangan untuk pembangunan hutan dan kehutanan;
- Adanya peningkatan aksesibilitas dan transportasi terhadap kawasan hutan;
- Kemitraan dengan Instansi terkait, swasta serta masyarakat;
- Keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan tinggi;
- Berkembangnya paradigma tentang konservasi hutan;
- Adanya kelompok tani hutan binaan sebagai mitra pengelola hutan;
- Peran sektor kehutanan dalam pembangunan nasional;
- Faktor iklim tropis dan tanah Pulau Jawa yang relatif subur untuk pertumbuhan vegetasi;
- Biodiversitas hutan yang tinggi.
41. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
25
b. Faktor Ancaman (Threats)
- Masih banyaknya gangguan hutan (illegal logging, perencekan kayu bakar di hutan negara, dll);
- Degradasi lingkungan akibat pembukaan areal pertanian di dalam kawasan;
- Masih kentalnya sistem manajemen birokratis yang kurang memperhatikan aspek kinerja;
- Masih adanya tukar guling kawasan hutan yang belum terselesaikan;
- Kerusakan karena faktor alam terutama akibat bencana alam;
- Minimnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai konservasi;
- Adanya aktivitas penambangan di dalam kawasan hutan;
- Ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang belum merata;
- Masih tingginya penduduk miskin yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan;
- Ego sektoral yang cukup tinggi;
- Rendahnya kontribusi PDRB dari sektor kehutanan;
- Masih banyaknya lahan-lahan kritis.
- Dukungan pemerintah pusat dalam kebijakan konservasi SDA dan ekosistemnya;
- Tingginya permintaan pasar terhadap hasil hutan kayu & non kayu;
- Pengembangan hutan rakyat;
- Pengembangan kegiatan penelitian terkait dengan hutan & kehutanan;
- Pengembangan budidaya sumber daya hutan berupa kayu dan non kayu;
- Dukungan dunia internasional agar hutan dapat dikelola secara lestari;
- Wacana perdagangan karbon di dunia (carbon trading);
- Keterlibatan Perguruan Tinggi dan masyarakat dalam pembangunan kehutanan;
- Diversitas produk-produk hutan non kayu;
- Wacana dunia tentang pengutamaan jasa lingkungan dari hutan.
5.2. Sintesis hasil analisis SWOT
Berdasarkan hasil pengolahan data pada matrik evaluasi faktor strategis internal (X) dan
eksternal (Y), diperoleh analisis kuadran SWOT sebagaimana tercantum pada Gambar 5.1.
a. Faktor Peluang (Opportunity)
- Potensi pengembangan obyek wisata alam;
- Program back to nature & Bali nDeso mBangun Desa dari Pemprov Jateng;
42. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 26
Berdasarkan Gambar 5.1., hasil analisis kuadran menunjukan bahwa posisi penyelenggaraan
pengelolaan hutan di Provinsi Jawa Tengah berada pada Kuadran I (Strategi Agresif). Posisi ini
menggambarkan bahwa pengelolaan hutan di Provinsi jawa Tengah mempunyai kekuatan dan
berpeluang. Dengan kondisi ini, maka strategi perencanaan program mengarah pada bentuk Strategi
Progresif yang memungkinkan untuk melakukan pengembangan atau ekspansi.
5.2.1. Strategi memakai Kekuatan untuk memanfaatkan Peluang:
a. Koordinasi secara sinergis dengan para pihak.
b. Pengembangan hutan rakyat lestari secara berkelanjutan.
c. Peningkatan PDRB sektor kehutanan secara berimbang.
d. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui pengembangan Kelompok Tani.
e. Percepatan proses pengukuhan kawasan hutan.
f . Peningkatan pemanfaatan jasa lingkungan hutan dan HHBK.
g. Mempertahankan keberadaan hutan.
h. Sertifikasi hasil hutan utamanya kayu untuk meningkatkan nilai jual dalam rangka mencukupi
pasar luar negeri.
5.2.2. Strategi memakai Kekuatan untuk mengatasi Ancaman.
a. Penegakan hukum dalam perlindungan hutan.
b. Percepatan rehabilitasi hutan dan lahan.
c. Pemberian ruang kelola kepada masyarakat sekitar hutan.
d. Penghitungan PDRB hijau sektor kehutanan dalam perencanaan pembangunan.
1
-1
-1
1
- 2 2
-2
2
(2,3801;0,0442)
Kekuatan (S)
Peluang (O)
Kelemahan (W)
Ancaman (T)
Kuadran I (SO)
mendukung
Strategi Agresif
Kuadran III (WO)
mendukung Strategi
Turn around
Kuadran IV (WT)
mendukung Strategi
Defensif
Kuadran II (ST)
mendukung Strategi
Diversifikasi
Gambar 5. 1. Hasil analisis kuadran SWOT
43. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
27
5.2.3. Strategi menanggulangi Kelemahan dengan memanfaatkan Peluang.
a. Kerja sama dengan para pihak dalam updating database kehutanan.
b. Sosialisasi keunggulan jasa lingkungan dan HHBK.
c. Mendorong penelitian jasa lingkungan dan HHBK secara aplikatif.
d. Penyempurnaan mekanisme sharing manfaat hasil hutan.
e. Peningkatan keterlibatan masyarakat desa dalam pembangunan kehutanan, khususnya di
daerah penyangga.
f. Pengembangan ekonomi kerakyatan.
5.2.4. Strategi memperkecil Kelemahan dan mengatasi Ancaman.
a. Sinkronisasi penyelenggaraan kehutanan provinsi, kabupaten, dan KPH.
b. Mendorong pengembangan ekonomi masyarakat di sekitar hutan.
c. Peningkatkan kuantitas dan kualitas SDM Kehutanan.
d. Peningkatan pemanfaatan aneka fungsi hutan.
e. Penguatan kelembagaan masyarakat desa untuk mengembangkan usaha produktif.
e. Peningkatan peran serta masyarakat sekitar hutan dalam pemanfaatan hutan.
44. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 28
BAB VI.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai target kontribusi sektor kehutanan dalam pembangunan dalam kerangka arahan
indikatif pengurusan hutan di Jawa Tengah selanjutnya disusun kebijakan dan strategi pembangunan
kehutanan Jawa Tengah yang komprehensif.
6.1. Umum
Pembangunan sektor kehutanan di Provinsi Jawa Tengah 20 tahun ke depan diarahkan untuk
mewujudkan hutan lestari sebagai penyangga kehidupan untuk kesejahteraan masyarakat. Pencapaian
visi tersebut dilakukan melalui tiga aspek pengurusan hutan, yaitu: aspek ekologi, ekonomi, dan sosial
secara seimbang menurut fungsi hutan.
Kebijakan Strategi
Milestone
Instansi Penanggung
2011- jawab
2015
2016-
2020
2021-
2025
2026-
2030
Pembaharuan
sistem
Transformasi teknologi dan
kelembagaan V Semua instansi
Perbaikan Sistem pengelolaan
kawasan hutan V
Perhutani, BKSDA
Jateng, Taman Nasional,
Dinhut Jateng
Pembangunan baseline sistem
informasi kehutanan V
Perhutani, BKSDA
Jateng, Taman Nasional,
Dinhut Jateng
Penyelesaian review RTRWK
tepat waktu V BAPPEDA Jateng, Dinas
Cipkataru Jateng
Peningkatan produktifitas hutan V V Taman Nasional, Dinhut
Jateng BPDAS
Penerapan multisistem dalam
pengelolaan kawasan hutan
(contoh:joint production) V V V V
Perhutani, BKSDA ateng,
Taman Nasional, Dinhut
Jateng
Peningkatan PNBP
pemanfaatan kawasan hutan V V V V Perhutani, Dinhut Jateng,
BKSDA Jateng, Taman
45. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
29
Kebijakan Strategi
Milestone
Instansi Penanggung
2011- jawab
2015
2016-
2020
2021-
2025
2026-
2030
Pemantapan
dan
optimalisasi
kawasan
hutan
Pemanfaatan kawasan hutan
dalam mendukung ketahanan
pangan, air, dan energi
V V V V
Perhutani, BPDAS Jateng
Dinhut Jateng
Pengembangan/diversifikasi jasa
lingkungan dan wisata alam yang
kreatif
V V V V
Perhutani, Dinhut Jateng
Taman Nasional
Promosi/pemasaran termasuk
penyusunan peta investasi jasa
lingkungan dan wisata alam
V V V V
Perhutani, Taman
Nasional, Dinhut Jateng
BKSDA Jateng
Pemantapan
dan
optimalisasi
kawasan
hutan
Pelibatan swasta dalam
meningkatkan HHBK V V V V Perhutani, Taman asional,
Dinhut Jateng, Asosiasi
Pengembangan energi baru
terbarukan V V V V Perhutani, Dinhut Jateng
Penanganan dan penyelesaian
masalah tenurial, pinjam pakai,
dan tukar menukar kawasan
hutan
V V V V
Perhutani, BPKH Wil. XI,
Dinhut Jateng
Pengem-bangan
sistem
insentif dan
disinsentif
Pemberian kemudahan proses
perizinan kepada swasta yang
secara sungguh-sungguh
mengelola hutannya
V
Perhutani, BPKH Wil. XI,
Dinhut Jateng
Insentif Hutan Rakyat untuk yang
bersertifikat V V V V Dinhut Jateng BPDAS
Perhutani
Peningkatan
penelitian
dan pengem-bangan
kehutanan
Pelaksanaan 9 (sembilan) tema
penelitian dan pengembangan
(lanskap hutan, hutan alam, hutan
tanaman, biodiversitas, HHBK,
pengelolaan DAS, perubahan
iklim, pengolahan hasil hutan,
dan kebijakan kehutanan)
V V V V
Perhutani, BPDAS, Taman
Nasional, Dinhut Jateng
Pengembangan penelitian
berbasis kebutuhan V V V V BPTKP DAS, Badan
Litbang Prov. Jateng
46. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 30
Kebijakan Strategi
Milestone Instansi
Penanggung
jawab
2011-
2015
2016-
2020
2021-
2025
2026-
2030
Peningkatan
penelitian dan
pengembangan
kehutanan
Pemanfaatan dan penerapan hasil riset dan
teknologi bagi perbaikan pengelolaan hutan
V V V V
Semua Instansi
Memberikan kemudahan kepada masyarakat
untuk mengakses teknologi dan hasil riset
kehutanan
V V V V
Semua Instansi
Pola
pengelolaan
hutan
Pengembangan ekonomi lokal dan daerah
berbasis potensi wilayah V V V V
Dinhut Jateng,
Bappeda Jateng
Peningkatan
Koordinasi
lintas sektor/
kerja sama
daerah
Pembangunan infrastruktur penunjang
pembangunan kehutanan
V V V V
Perhutani
Promosi produk-produk kayu, HHBK, dan
jasa lingkungan V
Perhutani,Dinhut
Jateng, Taman
Nasional
Penggunaan PDRB kawasan hutan dalam
instrument ekonomi provinsi
V V V V
Dinhut Jateng
Perhutani
Pengelolaan daerah aliran sungai yang
terintegrasi
V V
Perhutani, BP DAS,
Dinhut Jateng
Pengembangan
SDM
Kehutanan
Peningkatan dan pengembangan SDM
dengan Badan Diklat Daerah
V V V V
Dinhut Jateng
Pengembangan SDM kehutanan sesuai
komoditas unggulan daerah V V V V
Dinhut Jateng
Pengembangan
SDM
Kehutanan
Peningkatan kompetensi dan sertifikasi SDM
kehutanan daerah V V V V
Dinhut Jateng
Peningkatan
peran sektor
kehutanan
Provinsi di
tingkat nasional
dan global
Peningkatan kerjasama daerah berbasis
kesetaraan
V V V V
Dinhut Jateng
Bappeda Jateng
Peningkatan kekuatan penetrasi produk
kehutanan dalam pasar nasional dan global
V V V V
Perhutani
Peningkatan peran kehutanan Jawa Tengah
dalam kepemimpinan nasional dan global
V V V V
Semua Instansi
Komitmen dan
konsistensi
penegakan
hukum bidang
kehutanan
Penegakan hukum secara konsekuen dan
konsisten
V V V V
Semua Instansi
Penyiapan SDM Polhut provinsi dan
kabupaten
V
Dinhut Jateng,
BKSDA Jateng
Koordinasi intensif dengan aparat hukum
V V V V
Dinhut Jateng,BKSDA
Jateng, Perhutani,
Taman Nasional
47. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
31
6.2. Kebijakan dan Strategi Kawasan untuk Konservasi
Hasil analisis spasial pemanfaatan kawasan hutan, luas arahan kawasan untuk konservasi
adalah 125.791 ha yang meliputi 15.674 ha kawasan non perairan dan 110.117 ha kawasan perairan.
Pada prinsipnya kawasan konservasi dikelola melalui tiga pilar konservasi yang meliputi kegiatan
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan biodiversity, dan pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Perlindungan sistem penyangga kehidupan meliputi penguatan kapasitas kelembagaan
perlindungan hutan dan konservasi alam serta penegakan hukum. Pengawetan biodiversity diarahkan
pada kegiatan-kegiatan pengelolaan keanekaragaman hayati baik keanekaragaman genetik, jenis
maupun ekosistem. Pengelolaan beberapa kawasan ekosistem esensial perlu dioptimalkan sehingga
dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Upaya ini perlu didukung dengan pemantapan
kapasitas kelembagaan unit pengelolaan kawasan konservasi serta peningkatan sumber daya
manusia dan sarana prasarana pengelolaan.
Pemanfaatan di kawasan konservasi dalam 20 tahun ke depan dapat dikembangkan pada
produk-produk hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, seperti wisata alam, karbon, air, dan
energi panas bumi. Berbagai faktor pendukung dalam pengembangannya perlu disiapkan antara lain
regulasi yang tepat, informasi yang lengkap dan akurat, inovasi teknologi produksi dan pengolahan
hasil hutan bukan kayu, valuasi jasa lingkungan, dan akses pemasaran.
Pengelolaan kawasan konservasi ke depan perlu didukung dengan pemantapan pengelolaan,
baik dari segi perencanaan maupun kelembagaan dan peningkatan peran serta masyarakat di
daerah penyangga, sehingga diharapkan kawasan konservasi dapat mengembalikan fungsi kawasan
sebagai sistem penyangga kehidupan secara mandiri dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan Strategi
Milestone Instansi
Penanggung
jawab
2011-
2015
2016-
2020
2021-
2025
2026-
2030
Penguatan
pemanfaatan
SDA untuk
tujuan
Perlindungan
dan
Pelestarian
Alam
Peningkatan peran pemanfaatan
dalam perlindungan dan Konservasi
SDH (Perlindungan, Pengawetan,
dan Pemanfaatan)
V V V V
Dinhut Jateng,
BKSDA Jateng,
Taman Nasional
Mendorong investasi hijau (green
investment) melalui pemberian
insentif/ disinsentif
V V V V
BKSDA Jateng,
Dinhut Jateng
Optimalisasi pemanfaatan jasa
lingkungan dan ekowisata V V V V
Dinhut Jateng
Taman Nasional,
Perhutani
48. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 32
Kebijakan Strategi
Milestone Instansi
Penanggung
jawab
2011-
2015
2016-
2020
2021-
2025
2026-
2030
Perubahan orientasi kawasan
konservasi yang mandiri (dari
cost center menjadi profit
center) tanpa menghilangkan
fungsi konservasi
V V V V
BKSDA Jateng,
BPKH Wil. XI,
Taman Nasional,
Dinhut Jateng
Rehabilitasi Kawasan
Konservasi yang rusak/
terdegradasi
V V V V
Taman Nasional,
Dinhut Jateng
Pemantapan pengelolaan
Kawasan Konservasi dengan
perencanaan pengelolaan
secara terpadu
V V V V
Semua Instansi
Pemberdayaan masyarakat di
sekitar kawasan konservasi V V V V
Dinhut Jateng
BKSDA Jateng,
Taman Nasional
6.3. Kebijakan dan Strategi Kawasan untuk Perlindungan
Luas total kawasan untuk perlindungan adalah 100.440 ha. Kawasan ini berfungsi sebagai
penyangga kehidupan bagi ekosistem di bawahnya, untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Secara ekologis,
kawasan ini memiliki peranan penting dalam mengendalikan pemanasan global karena kemampuan
untuk menyerap karbon yang terkandung dalam gas-gas rumah kaca, yang ke depan merupakan salah
satu sumber pendapatan ekonomi melalui perdagangan karbon. Berdasarkan data yang dipublikasikan
Kementerian Kehutanan rata-rata potensi serapan karbon pada hutan lindung sebesar 177,7 ton/
ha. Dengan asumsi bahwa potensi karbon pada tegakan hutan 177,7 ton/ha, maka kawasan untuk
perlindungan dapat menyimpan 17.848.188 ton karbon.
Mengingat fungsi kawasan perlindungan yang penting dalam menjaga sumber daya air dan
tanah, maka pemanfaatannya dilakukan secara terbatas. Pemanfaatan yang sesuai untuk kawasan ini
meliputi pengembangan jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu. Pada kawasan ini dapat dilakukan
pemanfaatan untuk kebutuhan non sektor kehutanan, misalnya pertambangan secara tertutup, dengan
prosedur sesuai perundangan. Reboisasi dan atau pengkayaan dikembangkan dengan jenis-jenis yang
sesuai untuk perlindungan DAS dengan ciri berdaun panjang, mempunyai perakaran dalam, dan tingkat
evapotranspirasi rendah serta menghasilkan getah, kulit, dan buah.
49. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
33
Kebijakan Strategi
Milestone Instansi
Penanggung
jawab
2011-
2015
2016-
2020
2021-
2025
2026-
2030
Penyusunan
pola
pengelolaan
kawasan
Memperkuat kelembagaan LMDH dan
ekonomi lokal sekitar kawasan berbasis
potensi sumber daya hutan.
V V V V
Dinhut Jateng
Perhutani
Menetapkan pola-pola pengelolaan
kawasan di hutan mangrove V Dinhut Jateng
Perhutani
Menyusun Rencana Pengelolaan Hutan
Lindung V Dinhut Jateng
Perhutani.
Penguatan
pemanfaatan
SDA untuk
keseimbangan
lingkungan
global
Mendorong investasi hijau (green
investment) melalui pemberian insentif/
disinsentif
V V V V
Dinhut Jateng
Perhutani
Optimalisasi pemanfaatan lahan dengan
pengembangan jasa lingkungan dan HHBK V V V V
Dinhut Jateng
Perhutani
Melakukan reboisasi untuk menutup tanah
kosong dan meningkatkan kerapatan
pohon
V V V V
Dinhut Jateng
Perhutani
Perlindungan
Kawasan
Peningkatan penegakan hukum V V V V Dinhut Jateng
Perhutani
Perlindungan pencurian, perambahan,
kebakaran, hama penyakit, dan daya-daya
alam
V V V V
Dinhut Jateng
Perhutani
Penguatan kemitraan dengan masyarakat
dalam perlindungan hutan V V V V
Dinhut Jateng
Perhutani
6.4. Kebijakan dan Strategi Kawasan untuk Rehabilitasi
Arahan kawasan untuk rehabilitasi luasnya mencapai 386.272 ha, di mana area ini merupakan
kawasan hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas dengan kondisi agak kritis, kritis, dan sangat
kritis, yang perlu penanganan rehabilitasi lahan. Hasil rehabilitasi dapat dikelola sesuai dengan fungsi
dan arahan pemanfaatannya, baik secara ekologi, ekonomi, dan sosial.
Pada kawasan ini perlu rebosiasi dan atau pengkayaan yang ditujukan untuk percepatan pemulihan
tanah kosong atau lahan terbuka, miskin riap, dan tegakan dengan pertumbuhan yang rendah, untuk
mempercepat penutupan lahan. Pada kawasan ini diterapkan sistem silvikultur pada hutan tanaman
disamping silvikultur intensif yang meliputi seleksi jenis unggul, manipulasi lingkungan tapak, dan
proteksi tanaman.
50. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 34
Kebijakan Strategi
Milestone
Instansi Penanggung
2011- jawab
2015
2016-
2020
2021-
2025
2026-
2030
Percepatan
rehabilitasi
kawasan
hutan
Diversifikasi pola rehabilitasi di
seluruh fungsi kawasan V V V V Dinhut Jateng, Perhutani
Pemberian insentif kepada para
pihak yang mempunyai inisiatif
melakukan rehabilitasi/menarik
investasi di bidang rehabilitasi
V V V V
Dinhut Jateng
Optimalisasi pemanfaatan
lahan di bawah tegakan dan
pengembangan agroforestry
V V V V
Dinhut Jateng, Perhutani
Mempermudah masyarakat
untuk mengakses pusat bibit
yang berkualitas (bersertifikat)
dan dalam jumlah yang memadai
V V V V
Dinhut Jateng
6.5. Kebijakan dan Strategi Kawasan untuk Pengusahaan
Arahan kawasan untuk pengusahaan luasnya mencapai 148.697 ha. Kawasan ini dimanfaatkan
untuk tujuan meningkatkan produktivitas kawasan hutan produksi sebagai upaya pemenuhan bahan
baku kayu dan pengembangan ekonomi rakyat. Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah telah menghitung
proyeksi produksi berdasarkan batasan etat luas dan volume dengan beberapa asumsi, yaitu: a).
umur tebang minimal sama dengan daur; b). faktor koreksi sebagai faktor keamanan dan kegagalan
tanaman; c). produktivitas tegakan JPP sesuai tabel volume Jati APB dengan pendekatan 2 kali lebih
besar, selama 20 tahun yaitu sampai tahun 2030, diproyeksikan kawasan hutan produksi dan produksi
terbatas mampu menghasilkan kayu sebanyak 9.183.334 m3 (jati 6.035.334 m3 dan rimba 3.148.000 m3)
atau rata-rata 459.166,70 m3/tahun.
Tabel 6.1. Proyeksi Produksi Kayu dari Kawasan untuk Pengusahaan
No. Produksi Kayu 2011-2015 2016-2020 2021-2025 2026-2030 Jumlah
1 Jati (m3) 1.099.209 1.046.739 1.668.372 2.221.014 6.035.334
2 Rimba (m3) 933.117 852.506 674.246 688.131 3.148.000
3 Jumlah (m3) 2.080.476 1.850.373 2.342.618 2.909.145 9.183.334
Sumber: Redesign Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, 2010
Secara umum, pengusahaan dilakukan dengan pembangunan pada masing-masing kelas
perusahaan dengan pengaturan daur, pengembangan jenis unggul dan fast growing species, dengan
teknik silvikultur yang telah dikuasai, diorientasikan sesuai dengan kebutuhan pasar. Sebagian dari
51. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
35
kawasan ini juga dimanfaatkan untuk pengusahaan hasil hutan non kayu (gondorukem dan terpentin)
yang menghasilkan nilai tinggi di samping pemanfaatan jasa lingkungan serta mendukung kebutuhan
lahan non sektor kehutanan dengan prosedur sesuai peraturan perundang-undangan. Kawasan ini juga
dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebutuhan lahan non sektor kehutanan dengan prosedur sesuai
perundang-undangan.
Kebijakan Strategi
Milestone
Instansi Penanggung
2011- jawab
2015
2016-
2020
2021-
2025
2026-
2030
Peningkatan
produk hasil
hutan
Intensifikasi produk hasil hutan
kayu V V V V Perhutani
Diversifikasi dan peningkatan
nilai tambah hasil hutan kayu dan
HHBK
V V V V
Perhutani
Penetapan dan pengembangan
komoditas strategi kehutanan V V V V Perhutani
Pembentukan kelas hutan
produktif (Kelas Perusahaan dan
Klaster)
V V V V
Perhutani
Peningkatan
akses dan
Pengembangan pengelolaan
kawasan hutan berbasis
masyarakat
V V V V
Dinhut jateng,
Perhutani
peran
masyarakat
dalam
pengelolaan
hutan
Pembinaan dan pengembangan
hutan rakyat dan industri
ikutannya
V V V V
Dinhut Jateng,
Perhutani
Kolaborasi pengadaan bahan
baku dan peningkatan kemitraan
dengan masyarakat
V V V V
Dinhut Jateng,
Perhutani
6.6. Kebijakan dan Strategi Hutan Rakyat untuk Perlindungan
Arahan hutan rakyat untuk perlindungan luasnya adalah 258.362 ha, dengan arahan pemanfaatan
ditujukan untuk perlindungan kawasan di bawahnya, pengatur tata air, dan stok karbon. Berdasarkan
penghitungan potensi karbon hutan rakyat di Pulau Jawa pada tahun 2009 oleh BPKH Wilayah XI Jawa-
Madura bekerjasama dengan Multistakeholder Forestry Programme (MFP II), potensi karbon pada hutan
rakyat di Jawa Tengah terhitung sebesar 11.792.964,98 ton, atau rata-rata 15,87 ton/ha. Dengan asumsi
bahwa potensi karbon pada hutan rakyat 15,87 ton/ha, maka hutan rakyat untuk perlindungan dapat
menyimpan 4.100.205 ton karbon. Pada areal ini dapat diberikan insentif kepada masyarakat, misalnya
berupa fasilitasi usaha ekonomi produktif yang sesuai, antara lain pemanfaatan lahan di bawah tegakan,
52. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 36
Kebijakan Strategi
Milestone Instansi
2011- Penanggung jawab
2015
2016-
2020
2021-
2025
2026-
2030
Penyusunan pola
pengelolaan
kawasan
Memperkuat kelembagaan
KTHR dan pola pengembangan
kawasan berbasis potensi SDH
V V V V
Dinhut Jateng,
Perhutani
Pemanfaatan
SDA untuk
keseimbangan
lingkungan global
Mendorong investasi hijau
(green investment) melalui
pemberian insentif/ disinsentif.
V V V V
Dinhut Jateng,
Perhutani
Optimalisasi pemanfaatan lahan
melalui pengembangan jasling
dan HHBK
V V V V
Dinhut Jateng,
Perhutani
Rehabilitasi lahan yang rusak/
terdegradasi V V V V
Dinhut Jateng
BPDAS
BLH Jateng
6.7. Kebijakan dan Strategi Hutan Rakyat untuk Budidaya
Luas arahan hutan rakyat untuk budidaya adalah 691.231 ha. Areal ini diupayakan untuk memiliki
produktivitas yang optimal sebagai pemasok bahan baku kayu dan pengembangan ekonomi rakyat.
Pada areal ini digunakan jenis tanaman yang sesuai lahan dan biofisik lainnya, juga mempertimbangkan
pemilihan jenis yang diinginkan masyarakat sebagai pemilik lahan.
Pada areal ini terdapat lahan kritis yang perlu dilakukan upaya rehabilitasi sampai tahun 2030
seluas 158.871,06 ha. Upaya rehabilitasi lahan dikembangkan secara khas sesuai morfologi DAS, selain
mempertimbangkan masalah utama yang dihadapi, juga mempertimbangkan faktor-faktor geo-biofisik
dan sosial ekonomi serta budaya setempat terutama yang ditengarai sangat mempengaruhi
sistem usaha tani.
Rehabilitasi lahan hutan rakyat pada daerah hulu dikembangkan kegiatan vegetatif dengan jenis-silvopasture,
silvofishery, pengembangan produk bukan kayu, dan jasa lingkungan.
Mengingat kondisi areal ini berdasarkan peta kekritisan DAS juga meliputi areal yang agak kritis,
kritis, dan sangat kritis, maka dalam pemulihan kawasan lindung di luar kawasan hutan diarahkan agar
dapat mengembalikan lagi fungsi perlindungan daerah di bawah dan sekitarnya, sehingga dapat dipilih
jenis-jenis tanaman dengan ciri mempunyai perakaran dalam, tingkat evapotranspirasi rendah, dan
diupayakan yang hanya menghasilkan bukan kayu (HHBK) serta disertai penanaman rumput penguat
teras. Diharapkan upaya pemulihan kawasan lindung pada hutan rakyat mampu memulihkan fungsi
lindung, penyerap karbon, sekaligus meningkatkan produktivitas lahan sehingga dapat berfungsi
secara optimal.
53. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
37
jenis yang memiliki perakaran dalam, penanaman dengan atau tanpa teras, dan dapat dilakukan
pengembangan silvopastur. Hutan rakyat pada morfologi DAS tengah dan hilir direhabilitasi
dengan jenis-jenis vegetasi yang memiliki kemampuan memperbaiki kondisi tanah, bernilai
ekonomis tinggi, dengan atau tanpa teras. Kegiatan vegetatif dilakukan dengan penanaman secara
penuh dilakukan pada lahan terlantar, lahan kosong maupun pengayaan tanaman pada lahan-lahan
menurut pertimbangan teknis maupun sosial ekonomi masih perlu diperkaya dengan tanaman
tahunan. Kegiatan teknik sipil sesuai kebutuhan diarahkan untuk mencegah erosi dan banjir serta
mengatasi kekeringan.
Penghijauan dan atau pengkayaan dilakukan dengan pengembangan jenis-jenis dengan
ciri-ciri yang mempunyai pertumbuhan cepat, nilai komersialnya tinggi, teknik silvikulturnya
telah dikuasai, mudah pengadaan benih dan bibit yang berkualitas, diorientasikan sesuai dengan
kebutuhan pasar. Juga perlu dipertimbangkan jenis-jenis yang mempunyai perakaran dalam
dengan pengembangan silvopasture secara umum. Pada areal untuk agroforestry diutamakan jenis-jenis
yang mempunyai multifungsi (Multi Purpose Trees Species/MPTS) sehingga dapat memberikan
tambahan pendapatan bagi petani.
54. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 38
Peningkatan
akses dan
peran
masyarakat
dalam
pengelolaan
hutan
Pengembangan pengelolaan kawasan
hutan berbasis masyarakat
V V V V
Dinhut Jateng,
Perhutani,
Penguatan kelembagaan dan jaringan
bisnis UMKM
V V V V
Perhutani, Dinhut Jateng
Dinkop & UMKM
Pengembangan SDM pelaku UMKM
V V V V
Perhutani, Dinhut Jateng
Dinkop & UMKM
Pengembangan teknologi dan
permodalan
V V V
Perhutani
Pemantapan sistem basis data UMKM
berdasarkan potensi (keunggulan),
sebaran dan skala usaha dan jenis
usaha
V V V V
Dinhut Jateng, Perhutani
Pembinaan dan pengembangan hutan
rakyat dan industri ikutannya V V V V
Dinhut Jateng,
Dinbun Jateng
Dinperindag,Perhutani,
Kolaborasi pengadaan bahan baku
dan peningkatan kemitraan dengan
masyarakat dengan dukungan regulasi
V V V V Perhutani, Dinhut Jateng
Kebijakan Strategi
Milestone Instansi Penanggung jawab
2011-
2015
2016-
2020
2021-
2025
2026-
2030
Percepatan
rehabilitasi
kawasan
hutan
Diversifikasi pola rehabilitasi di luar
kawasan hutan V V V V BPDAS, Perhutani
Dinhut Jateng
Pemberian insentif kepada para pihak
yang mempunyai inisiatif melakukan
rehabilitasi/menarik investasi di
bidang rehabilitasi
V V V V
BPDAS, Dinhut Jateng
Perhutani
Mempermudah masyarakat untuk
mengakses pusat bibit yang
berkualitas (bersertifikat) dan dalam
jumlah yang memadai
V V V V
Perhutani, Dinhut Jateng
Peningkatan
produk
hasil hutan
Intensifikasi produk hasil hutan kayu V V V V Perhutani, Dinhut Jateng
Diversifikasi dan peningkatan nilai
tambah hasil hutan V V V V Perhutani,
Dinhut Jateng
Penetapan dan pengembangan
komoditas strategi kehutanan
V V V V
Perhutani,
Dinhut Jateng
Penetapan wilayah-wilayah tertentu
sebagai pusat produksi hasil hutan
V V V V
Perhutani,
Dinhut Jateng
55. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
39
BAB VII.
KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN
7.1. Target Kontribusi Ekonomi
Pada tahun 2010 PDRB sektor kehutanan Jawa Tengah sebesar 0,53%, nilai tersebut bersumber
dari nilai tambah pemanfaatan hasil hutan yang dapat divaluasi berupa kayu dan non kayu yang
dihasilkan dari kawasan hutan negara. Sementara angka tersebut belum mencerminkan kontribusi
ekonomi sebenarnya yang bisa diperoleh dari sumber daya hutan, yang meliputi kayu gelondongan
(rimba dan budidaya), kayu bakar, rotan, bambu, hasil hutan lainnya, perburuan, penangkaran satwa
liar, dan sebagainya.
Pada tahun 2030, PDRB sektor kehutanan (PDRB Kawasan/satellite account) Jawa Tengah
ditargetkan sebesar 2,53% dengan asumsi pertumbuhan sektor kehutanan sebesar 8,12% tiap tahunnya.
Target tersebut diperkirakan dapat dicapai dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya hutan
dan selanjutnya memasukkan dalam perhitungan PDRB beberapa komoditi yang dapat dikembangkan
ke depannya, yaitu kayu rakyat, produk jasa lingkungan (ekowisata, air, karbon, energi), industri primer
kehutanan, dan jasa kehutanan.
7.1.1. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Hingga 20 tahun ke depan, kawasan hutan produksi diproyeksikan mampu memproduksi kayu
sebesar 9.183.334 m3 (jati 6.035.334 m3 dan rimba 3.148.000 m3) atau rata-rata 459.166,7 m3/tahun.
Sedangkan dari hutan rakyat untuk budidaya diharapkan mampu memproduksi kayu sebesar 5.529.848
m3/tahun, dengan asumsi rata-rata riap volume pertumbuhan atau Mean Annual Increment (MAI) sebesar
8 m3/ha/tahun. Dengan jumlah produksi tersebut pada 20 tahun ke depan produksi kayu dari kawasan
hutan dan hutan rakyat rata-rata sebesar 5.989.014 m3/tahun.
Tabel 7.1. Proyeksi Produksi Kayu
No. Produksi Kayu 2011-2015 2016-2020 2021-2025 2026-2030 Jumlah
1 Perhutani (m3) 2.080.476 1.850.373 2.342.618 2.909.145 6.035.334
2 Kayu Rakyat (m3) 27.649.240 27.649.240 27.649.240 27.649.240 110.596.960
Jumlah (m3) 29.729.716 29.499.613 29.991.858 30.558.385 116.632.294
Adapun kebutuhan bahan baku industri kehutanan di Jawa Tengah berdasarkan sumber bahan
baku sebesar 4.676.619 m3/tahun, yang meliputi kayu hutan alam 1.590.127,12 m3 dan hutan tanaman
(termasuk hutan rakyat) 3.086.491,55 m3. Dengan demikian pemenuhan bahan baku asal hutan tanaman
56. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 40
7.1.2. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam 20 tahun mendatang harus dikembangkan di Jawa
Tengah mengingat bahwa potensinya cukup besar baik di kawasan hutan negara maupun hutan rakyat.
Proyeksi produksi hasil hutan bukan kayu dari kawasan hutan sampai tahun 2030 diperkirakan sebagai
berikut:
Tabel 7.2. Proyeksi Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu
No. Produksi HHBK 2011-2015 2016-2020 2021-2025 2026-2030 Jumlah
1 Getah pinus (ton)* 252.838 322.251 431.070 463.925 6.842
2 Kopal (ton)* 1.250 1.593 1.828 2.171 6.842
3 Minyak Kayu Putih (ton)* 439 495 506 493 1.933
4 Gondorukem (ton) 150.000 150.000 150.000 150.000 600.000
5 Terpentin (ton) 30.000 30.000 30.000 30.000 120.000
6 Daun Kayu Putih (ton) 37.500 37.500 37.500 37.500 150.000
7 Kokon (kg) 100.000 100.000 100.000 100.000 400.000
8 Rotan(batang) 350.000 350.000 350.000 350.000 1.400.000
9 Madu (kg) 40.000 40.000 40.000 40.000 160.000
Sumber: * Redesign Sumber Daya Hutan - Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, 2010
Pengembangan hasil hutan bukan kayu untuk 20 tahun ke depan sesuai potensi dan prospek
yang ada di Jawa Tengah adalah persuteraan, madu, bambu, minyak atsiri (nilam), rotan dan
sebagainya. Di samping itu pengembangan tanaman nyamplung dan jarak sebagai penghasil bahan
baku untuk produk biofuel perlu terus diteliti dan dikembangkan agar dapat bersaing secara ekonomi
dengan produk bahan bakar fosil, didukung dengan regulasi dan inovasi teknologi pengolahan serta
pemasaran yang tepat.
7.1.3. Pemanfaatan Jasa Lingkungan
Pemanfaatan jasa lingkungan di Jawa Tengah memiliki potensi dan prospek yang baik untuk
pengembangan 20 tahun ke depan. Kawasan hutan lindung yang luasnya saat ini sebesar 84.464,02
ha dan kawasan konservasi seluas 13.919,56 ha dapat dikelola untuk pengembangan produk jasa
lingkungan berupa air, wisata alam, dan stok karbon. Pengembangan ini mensyaratkan perubahan
regulasi dalam pengelolaan hutan, penyiapan SDM, dan informasi yang akurat dalam perencanaan
pengembangannya.
(termasuk hutan rakyat) dapat terpenuhi, bahkan surplus. Sedangkan kebutuhan industri akan kayu
hutan alam, sesuai permintaan pasar, tetap dipasok dari luar Pulau Jawa.
57. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030
41
7.2. Target Kontribusi Sosial Budaya
Kontribusi sosial budaya dinilai antara lain dengan peran sektor kehutanan dalam penciptaan
lapangan kerja. Pada tahun 2030 diharapkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan
semakin meningkat dan berperan aktif dalam pengawasannya. Hal ini sejalan dengan target RPJP
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025, pada tahapan kedua (2010-2014) salah satunya adalah
peningkatan daya saing ekonomi rakyat. Pengembangan ekonomi kerakyatan oleh sektor kehutanan
dilakukan dengan mewujudkan perekonomian daerah berbasis pada potensi unggulan daerah dengan
dukungan rekayasa teknologi dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan.
Kontribusi Sosial dapat diketahui peranannya dari indikator sosial antara lain dari nilai Indeks
Pembangunan Manusia dan Indeks Kualitas Hidup (PQLI/Physical Quality Life Index). Dengan mengetahui
indikator atau angka-angka indeks tersebut dan membandingkan dengan nilai pencapaian ideal dari
angka indeks bersesuaian, maka dapat diketahui sejauh mana pencapaian pembangunan dan menyusun
strategi untuk mencapai tujuan pembangunan, yaitu terwujudnya rakyat yang sejahtera.
Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi dengan tingkat
kemiskinan pada tahun 2007 sebesar 20,43% penduduk. Jika mengacu pada indikator MDG’s, maka pada
tahun 2015, jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah harus berkurang setengahnya menjadi 10,21%
penduduk. Angka tersebut diharapkan dapat tercapai dengan kontribusi sektor kehutanan dalam
perhitungannya, khususnya kontribusi sosial bagi masyarakat sekitar hutan.
Sharing produksi dari kawasan hutan negara (kayu dan non kayu) yang dikelola bersama
masyarakat melalui kegiatan PHBM sejak tahun 2002 hingga 2009 sebesar Rp.71.957.513.929,-. Dengan
asumsi peningkatan 10% setiap tahun, maka pada tahun 2030 diproyeksikan sharing PHBM dapat
mencapai sebesar Rp. 22.594.315.511,-. Namun, ke depannya perlu dikembangkan mekanisme agar
distribusi manfaat dari pengelolaan hutan bersama masyarakat dapat diterima secara adil, tidak saja
oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan produksi, namun juga hutan lindung dan hutan konservasi.
7.3. Target Kontribusi Ekologi
Proporsi luas tutupan pohon Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar 32% dan menurut
target dari MDG’s akan meningkat sampai tahun 2015 hingga 33% dari luas daratan Jawa Tengah.
Pada tahun 2030 kondisi ekologi hutan di Jawa Tengah diharapkan semakin membaik dengan kualitas
penutupan lahan di daratan sebesar 40% sehingga mampu menjaga fungsi hutan sebagai pengatur tata
air, penyimpan karbon, dan fungsi ekologi lainnya.
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sektor kehutanan di Jawa Tengah pada tahun 2020 diperkirakan
berkisar antara 173.000 ton CO2e sampai dengan maksimal 1.289.000 ton CO2e dengan emisi tengah
sebesar 731.000 CO2e. Nilai tengah ini yang akan digunakan sebagai patokan target penurunan emisi
gas rumah kaca di Jawa Tengah.
58. RKTP Jawa Tengah 2011 - 2030 42
7.4. Target Kontribusi Kawasan Hutan di bidang Ketahanan Pangan
Hutan selain memberi kontribusi berupa kayu dan non kayu, dari kawasan hutannya juga memberi
kontribusi yang tidak sedikit dalam hal ketahan pangan. Sebagai salah satu contoh adalah rata-rata hasil
tanaman pangan dari kegiatan tumpangsari di kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah (ton) dari tahun
2006-2010 adalah seperti yang tersaji di dalam Tabel 7.3 berikut ini.
Kontribusi sektor kehutanan Jawa Tengah untuk menurunkan emisi diupayakan dengan
meningkatkan luasan dan kualitas atau menekan laju penurunan luasan dan kualitas tutupan pohon.
Rencana aksi penurunan emisi gas rumah kaca sektor kehutanan Jawa Tengah melalui kegiatan Rehabilitasi
hutan dan lahan kritis, Perencanaan dan pengendalian pembangunan kehutanan, Pengembangan
pengelolaan hutan bersama masyarakat, Pengembangan hasil hutan bukan kayu, Pengembangan
jasa lingkungan, Penatagunaan hutan, Perlindungan hutan, Pengembangan hutan rakyat, Penertiban
penatausahaan hutan dan hasil hutan, Pengelolaan kawasan konservasi daerah penyangga, dan
Pengelolaan hutan produksi secara lestari diperkirakan berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca
sebesar 114.000 ton CO2e hingga tahun 2020. Jika dibandingkan dengan skenario Bussiness as Ussual
(BAU) emisi sektor kehutanan, maka penurunan emisi tersebut setara dengan 15,6%.
No. Komoditi 2006 (ton) 200 (ton) 2008 (ton) 2009 (ton) 2010 (ton) Rata-rata
(ton/th)
Harga
rata-rata
(Rp/kg)
1 Padi 14.793 42.811 22.302 26.654 16.240 21.637 1.700
2 Jagung 85.716 101.293 97.648 470.308 278.568 206.707 1.450
3 Kedelai 62 322 692 703 88 373 3.000
4
Kacang
tanah
3.878 9.078 3.328 5.174 6.287 5.549 1.980
5
Lainnya
(ubikayu)
86.678 35.980 72.099 164.239 180.511 101.425 760
Sumber: Buku Saku Statistik Tahun 2006-2010 Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
Pada Tabel 7.3 terlihat bahwa kontribusi kawasan hutan dalam memberikan pendapatan (uang) dari
jenis-jenis tanaman pangan per tahun sebagai berikut:
a. Padi = Rp 1.700/kg x 21.637 x 1000 kg
= Rp 36.782.900.000,00
b. Jagung = Rp 1.450/kg x 206.707 x 1000 kg
= Rp 299.725.150.000,00
c. Kedelai = Rp 3000/kg x 373 x 1000 kg
= Rp 1.119.000.000,00
Tabel 7.3. Kontribusi kawasan hutan di bidang ketahanan pangan nasional (ton)