1. Membaca karya sastra (seperti novel dan drama) memerlukan pendekatan yang berbeda dari
membaca textbook. Dalam karya sastra, makna bacaan sering tidak disampaikan secara tersurat,
namun secara tersirat. Pembaca harus memiliki kepekaan tentang makna dari karya sastra, tanpa
mengharapkan pengarang secara tegas mengatakan, “Ini gagasan A. Ini gagasan B.”
Penulis yang baik menciptakan cerita yang tertata dan dapat dimengerti. Contohnya, cerita
biasanya diceritakan secara kronologis, secara flashback, dari sudut pandang yang berbeda, dan
lain sebagainya. Penulis kadang juga menyediakan banyak petunjuk tentang makna atau gagasan
utama yang ingin mereka sampaikan pada pembaca.
Secara khusus, poin-poin berikut penting untuk dipertimbangkan saat membaca dan
menganalisis karya sastra:
Penokohan: Siapa karakter utamanya? Siapa nama mereka dan apa peran mereka? Siapa
yang bercerita? Apakah orang ini memihak? Karena itu, bisakah kita mempercayai yang
dia katakana?
Kejadian dan Interaksi: Apa yang terjadi dalam cerita? Bagaimana tokoh-tokoh
berinteraksi? Bagaimana hubungan mereka? Mengapa mereka bersikap atau bertindak
seperti itu? Mengapa kejadiannya berjalan seperti itu?
Tempat: Dimana cerita berlangsung? Apakah tempatnya berarti pada cerita ?Apakah
tempatnya menyediakan background? Apakah tempatnya memberikan informasi historis,
fisik, atau informasi lain yang penting pada cerita?
Waktu: Kapan cerita terjadi? Apakah cerita tidak memiliki batasan waktu atau
ditempatkan pada tempat dan waktu tertentu?
Penataan : Bagaimana cerita ditata? Biasanya cerita diceritakan secara kronologis, namun
dalam beberapa karya, pembaca bisa menemukan penulis yang mundur dan maju (dalam
hal waktu dan tempat).
Gaya penulisan : Apa yang gaya penulisan ceritakan pada pembaca ? Apakah gaya
penulisannya penuh dengan detail ?Apakah ringan ?Bagaimana gaya penulisan
mempengaruhi makna cerita ?Apakah pembaca harus membuat asumsi atau tebakan
karena ada celah dalam cerita ?
Simbolisme : Simbolisme bisa menjadi rumit karena terkadang bacaan berlaku seperti
“sebuah cerutu hanyalah sebuah cerutu” (mengatakan yang sebenarnya atau bermakana
denotatif-pen.). Di lain waktu, sebuah perjalanan melambangkan sesuatu yang lebih dari
perjalanan itu sendiri. Misalnya, perjalanan Huck Finn lebih melambangkan
perkembangannya sebagai seorang individu daripada perjalanannya menyusuri sungai.
Tema : Apa saja tema dalam cerita ? Unsur atau gagasan apa yang diulangi atau
ditekankan ?Perhatikan ini di seluruh bacaan, tidak hanya di akhir cerita. Perhatikan
tokoh, tempat, dan kejadian yang berkali-kali muncul.
Penceritaan Kembali Sebuah Cerita : Banyak cerita bercerita dengan cara menceritakan
kembali cerita yang sudah ada sebelumnyha. Jika kita cermati perjalananan Huckleberry
Finn, kita bisa menemukan perjalanan-perjalanan serupa dari mitologi Yunani (Odyssey
karya Homer) sampai Injil (perjalanan ke Magi).
2. Sinopsis Novel Laskar Pelangi:
Novel “Laskar Pelangi” menceritakan kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu
komunitas Melayu yang sangat miskin Belitung. Anak orang-orang „kecil‟ ini mencoba
memperbaiki masa depan dengan menempuh pendidikan dasar dan menengah di sebuah lembaga
pendidikan yang puritan. Bersebelahan dengan sebuah lembaga pendidikan yang dikelola dan
difasilitasi begitu modern pada masanya, SD Muhammadiyah-sekolah penulis ini, tampak begitu
menyedihkan dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah).
Mereka, para native Belitung ini tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya
justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah
ulayat mereka.
Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas
jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak
Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin,
berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang nyaris
dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu,
terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tak pernah
mendapatkan rapor. Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas
marjinal itu begitu miskin, gedung sekolah bobrok, ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-
bolong, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis
sekalipun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya
dengan sekian kilo beras, sehingga para guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara
lain. Sang kepala sekolah mencangkul sebidang kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.
Kendati demikian, keajaiban seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari jauh tampak
seperti bangunan yang akan roboh. Semuanya terjadi karena sejak hari pertama kelas satu sang
kepala sekolah dan sang ibu guru muda yang hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri)
telah berhasil mengambil hati sebelas anak-anak kecil miskin itu.
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesebelas anak-
anak marjinal tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, agar menghargai dan menempatkan
pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam hidup ini. Mereka mengajari kesebelas
muridnya agar tegar, tekun, tak mudah menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan
sebesar apapun. Kedua guru itu juga merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan
3. seorang murid yang sangat pintar dan mereka mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya.
Pak Harfan dan Bu Mus juga mengajarkan cinta sesama dan mereka amat menyayangi kesebelas
muridnya. Kedua guru miskin itu memberi julukan kesebelas murid itu sebagai para Laskar
Pelangi.
Keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu laskar pelangi
mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan keajaiban mencapai puncaknya ketika
tiga orang anak anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan Sahara) berhasil menjuarai lomba
cerdas tangkas mengalahkan sekolah-sekolah PN dan sekolah-sekolah negeri. Suatu prestasi
yang puluhan tahun selalu digondol sekolah-sekolah PN.
Tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah ketika
Lintang, siswa paling jenius anggota laskar pelangi itu harus berhenti sekolah padahal cuma
tinggal satu triwulan menyelesaikan SMP. Ia harus berhenti karena ia anak laki-laki tertua yang
harus menghidupi keluarga sebab ketika itu ayahnya meninggal dunia. Native Belitong kembali
dilanda ironi yang besar karena seorang anak jenius harus keluar sekolah karena alasan biaya dan
nafkah keluarga justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya dengan
mengekploitasi tanah leluhurnya.
Meskipun awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena sama
sekali sudah tidak bisa membiayai diri sendiri tapi semangat, integritas, keluruhan budi, dan
ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar
pelangi. Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena diantara sebelas orang anggota laskar
pelangi sekarang ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi research and development
manager di salah satu perusahaan multi nasional paling penting di negeri ini, ada yang
mendapatkan bea siswa international kemudian melakukan research di University de Paris,
Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di
Inggris. Semua itu, buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh
Bu Mus dan Pak Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar dari
pulau mereka sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.
Identitas Buku:
Judul Buku: Laskar Pelangi
Pengarang: Andrea Hirata
Tahun Terbit: 2005
4. Kota Terbit: Yogyakarta
Tebal Buku: 529 halaman
Unsur Intrinsik
Tema:
Kisah masa kecil dari anak-anak kampung yang miskin yang mencoba memperbaiki masa depan
dengan menempuh pendidikan dasar dan menengah di sebuah lembaga pendidikan yang puritan
Tokoh:
Tokoh:
1.Ikal (Tokoh Utama)
2.Sahara
3.Lintang
4.Mahar
5.Flo
6.Bu Mus
7.Pak Harfan
8.Trapani
9.Kucai
10.A Kiong
11.Syahdan
12.Borek
13.A Ling
14.Harun
Penokohan:
Ikal (Pantang menyerah)
Harun (Kekanak-kanakan)
Sahara (Rajin)
Lintang (Jenius dan bersahabat)
Mahar (Pemberani)
Flo (Keras kepala)
Bu Mus (Guru yang sabar dan penyayang)
P.Harfan (Kepala sekolah yang bijaksana)
Trapani (Manja)
Kucai (Berjiwa pemimpin)
A Kiong (Baik hati)
Syahdan (Rajin)
Borek (Sok)
A Ling (Penurut)
Setting:
Tempat
•Pulau Belitong
•SD Muhammadiyah Gunung Selumar
5. •Pulau Lanun
•Jakarta
•Zaal Batu
Suasana
•Menyedihkan
•Menyenangkan
•Cemas
•Menegangkan
•Mengharukan
Waktu
•Siang hari
•Malam hari
Alur:
Campuran.
Karena dalam novel tersebut cerita berawal dari sebuah sekolah yang mengalami kekurangan
siswa sampai pada akhirnya ada seorang siswa yang menolong nasib sekolah dan murid-murid
yang ingin bersekolah di sekolah tersebut hingga mereka dewasa dan mendapatkan pekerjaan.
Selain itu, dalam novel tersebut juga di ceritakan kejadian-kejadian yang sudah terjadi di bagian
belakang yang menunjukkan bahwa novel tersebut memiliki alur campuran.
Sudut Pandang:
Orang pertama tunggal. Karena dalam novel tersebut penulis menceritakan kisah hidup penulis
tersebut. (Aku)
Gaya Bahasa:
Ilmiah dan Melayu
Amanat:
Kita harus mensyukuri dengan hidup kita yang serba berkecukupan dan bisa mendapatkan
pendidikan dengan layak.
Oke teman, cukup sampai di situ saja share tentang ANALISIS NOVEL LASKAR PELANGI
KARYA ANDREA HIRATA-nya, semoga bisa membantu teman-teman dalam membuat tugas-
tugas novel lainnya. Ingat, mengkopy pekerjaan orang lain adalah perbuatan yang merugikan diri
kita, namun apabila menjadikan pekerjaan orang lain sebagai acuan dan motivasi kita dalam
mengerjakan tugas, fine-fine saja... Ilmu tetep dapet...,
Oke, sekiaan,....