1. Apa itu merek?
Merek merupakan suatu identitas. Pada dasarnya, identitas tersebut berfungsi
untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi dan dijual.
Dari segi marketing, merek digunakan sebagai alat promosi. Oleh karena itu,
pemilihan merek mempertimbangkan segi psikologisnya pula. Selain itu, merek
juga berfungsi sebagai jaminan atas mutu suatu barang.
Dari segi kepemilikan, merek adalah bukti bagi pemilik yang memiliki hak atas
produk atau jasa yang mereka jual. Oleh karena itu, sebuah merek harus
dipatenkan untuk mencegah orang atau pihak lain menggunakan merek yang
sama dalam peredarannya untuk barang atau jasa sejenis.
Untuk mempertahankan kelangsungan suatu merek, konsistensi kualitas harus
dipertahankan dari waktu ke waktu. Terus mengembangkan diri menjadi yang
terbaik adalah salah satu kunci sukses untuk mempertahankan kepercayaan
konsumen.
Produk yang baik adalah produk yang mudah diakses. Megingat banyaknya
merek yang beredar di pasaran saat ini, pemilihan warna, desain produk, logo,
dan pembuatan merek, semuanya harus membuat produk yang dijual mudah
diingat dan dikenali oleh konsumen.
Banyaknya merek yang beredar, di satu sisi sangat menguntungkan bagi
konsumen. Mereka mendapat kebebasan besar untuk memilih produk yang
mereka inginkan, yang sesuai dengan selera, kebutuhan, atau gaya hidup mereka.
2. Masalah mulai muncul ketika terjadi perdagangan ekspor-impor. Banyak sekali
barang palsu yang dibuat untuk mengurangi pajak dan biaya transportasi yang
mahal. Ketika ini, merek menjadi jaminan atau garasi atas keaslian suatu barang.
Kualitas itu sendiri tidak lagi cukup untuk melegitimasi sebuah merek kepada
konsumen. Mereka mengharapkan jaminan yang sama dari tingkat kualitas yang
inovatif dan kreatif. Yogurt tidak hanya produk yang mengyegarkan, tetapi juga
bagaimana produk tersebut dapat menyehatkan. Hal ini menrupakan kewajiban
bagi produsen, karena kualitas produk tetap menjadi argument utama yang
permanen, yang bisa menjamin keberhasilan sebuah merek, dan hal itu dijamin
oleh merek.
Pemalsuan barang mengakibatkan banyak hal negatif. Yang pertama adalah
rusaknya citra merek. Kualitas barang tiruan sebagian besar kalah dengan produk
asli. Konsumen bisa saja merasa ditipu dan menjadi kecewa pada merek yang
aslim bahkan menolak lagi untuk membeli. Banyaknya imitasi merusak tanda
secara keseluruhan dan menciptakan kerusakan ekonomi kolektif. Fenomena ini
merugikan merek, produsen, dan konsumen, sehingga dibuatnya perlindungan
hukum dan penegakan hukuman yang dapat melindungi keaslian suatu barang.
Sebelum membeli barang , konsumen biasanya mempertimbangkan dua hal.
Yang pertama adalah kualitas, yang kedua adalah konsistensi kualitas tersebut.
Oleh karena itulah, merek yang sudah dibangun bertahun-tahun biasanya lebih
dipercaya konsumen karena pengalaman yang telah mereka lalui dan konsistensi
yang tetap mereka jaga.
Sarana branding dan iklan baru mulai muncul pada tahun 1880, dimulai oleh
brand “Sunlight”, yang mengakibatkan peningkatan penjualan sebesar 3.000 ton
3. pada tahun 1886 menjadi 60.000 pada thaun 1910. Semenjak itu, merek berubah
fungsi menjadi sarana promosi. Merek lain yang menggunakan cara promosi
sejenis, sebut saja, Nestle (produk susu kental manis).
Sementara itu, cara promosi tradisional ini menciptakan kedekatan psikologis
dengan konsumen untuk memenuhi kebutuhan terdalam para konsumen
potensial. Produsen bukan hanya menjual barang, bukan sekedar “Mercedes”
atau “BMW”, tetapi juga menjual gengsi dan citra yang berbicara bahwa benda-
benda tersebut mempunyai “cerita”.
Pada tahun 1960, terjadi pengembangan penjualan system self-service berupa
supermarket dan hypermarket di seluruh negeri. Saham-saham besar yang
ditanam menjadi salah satu fermentasi yang paling kuat bagi roda ekonomi saat
itu.
Sekitar 165.000 aplikasi merek dagang baru diajukan setiap tahun di Perancis.
Sekarang, menciptakan sebuah merek menjadi sangat kompleks multidisiplin,
menangani inspirasi kreatid di tengah kendala hukum, linguistic, fonetik, dan
komersial.
Tidak ada aturan mutlak untuk menciptakan sebuah nama (merek). Namun
biasanya, pemilihan nama didasarkan pada factor psikologis: bagaimana nama
tersebut terdengar menyenangkan, dan sesuai dengan produk yang dijual.
Beberapa nama juga dipilih dengan mempertimbangkan konotasinya. Misalnya
“Jaguar”, dipilih untuk menjadi merek mobil karena dikonotasikan dengan
“kecepatan”.
4. Beberapa merek terkait erat dengan logonya. Sehingga konsumen sudah
dapat mengenali merek suatu produk hanya dengan melihat logonya. Contohnya,
gambar buaya untuk Lacoste.
Merek yang kuat adalah ekonomi yang kuat. Persaingan internasional antar
negara-negara industri membantu meningkatkan neraca perdagangan bangsa-
bangsa.
Alvina Valencia Yuwono