Studi ini menunjukkan bahwa stres psikologis dan rendahnya kadar kortisol plasma berkorelasi positif dengan dermatitis atopik. Pasien dermatitis atopik memiliki skor stres yang lebih tinggi dan kadar kortisol yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa stres psikologis dan rendahnya kadar kortisol dapat menjadi faktor risiko terjadinya dermatitis atopik.
1. STRES PSIKOLOGIS DAN POLA HORMON STRES
PADA DERMATITIS ATOPIK
Made Wardhana.
Lab/SMF Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unud/RSU Sanglah. Denpasar, Bali
ABSTRAK
Latar Belakang: Dermatitis atopik (AD) adalah penyakit inflamasi kulit dengan ditandai hiperaktivitas
terhadap alergen dan dapat terjadi mulai sejak bayi atau anak-anak. Penyebab dan patogenesis penyakit ini
belum diketahui dengan pasti, namun faktor stresor psikologis memegang peran penting sebagai pencetus dan
memperberat penyakit. Diduga perubahan keseimbangan hormon stres seperti kortisol dan norepinefrin berefek
terhadap keseimbangan Th1-Th2, hal ini memegang peran terhadap meningkatkan hipersensitivitas terhadap
berbagai alergen.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan stresor psikologis pada dermatitis atopik dan
pola hormon stres seperti kortisol, norepinefrin dan IL-4, pada dermatitis atopik.
Subjek dan Metode: Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan matched-pair case-control, Kasus adalah
pasien dermatitis atopik baru dan kontrol adalah orang sehat yang tidak menderita dermatitis atopik dan
penyakit atopik lainnya. Skala/indeks stres diperoleh melalui wawancara dengan metode Rahe & Holmes.
Pemeriksaan kortisol, norepinefrin dan IL-4 diambil dari darah vena dalam waktu yang sama.
Hasil Penelitian: Penelitian ini melibatkan 36 kasus dan 36 kontrol. Skala stres pada kasus (165+12,4) lebih
tinggi secara statistik dibandingkan dengan kontrol (96,0+9,5). Kadar norepinefrin pada kasus (5,13+2,04
ng/ml) lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kontrol (1,95+0,75 ng/ml), kadar kortisol pada kasus
(4,90+2,15 ug/dl) lebih rendah secara bermakna dibandingkan kontrol (9,12+2,33 ug/dl) dan kadar IL-4 pada
kasus (4,54+1,22 pg/ml) lebih tinggi secara bermakni dibanding kontrol (2,98+0,70 pg/ml). Dijumpai korelasi
positip cukup kuat antara tingkat stres dengan severitas penyakit (Scorad) dengan koefisien korelasi (r) sebesar
0,62.
Kesimpulan:Dari penelitian ini disimpulkan bahwa stres psikologis dan rendahnya kadar kortisol plasma
dapat merupakan faktor risiko dermatitis atopik dan adanya korelasi positip antara severitas penyakit dengan
skala stres psikologis.
Kata kunci: Stres psikologis, Dermatitis atopik, kortisol, norepinefrin, IL-4
PSYCHOLOGICAL STRESS AND PROFIE OF STRESS HORMONE
IN ATOPIC DERMATITIS
Made Wardhana
Dept. of Dermato-venereology, Udayana Medical Faculty/Sanglah hospital, Denpasar Bali
ABSTRACT
Background: Atopic dermatitis (AD) is a skin inflammatory diseasecharacterized by hyperactivity of allergen
with an onsetin infancy or early childhood. The cause andpathogenesisof thisdiseaseis unknownclearly, buta
psychologicalstressorplay an important roleas atriggeroraggravate thedisease. Assumed changes inthe balance
ofstress hormones,cortisolandnorepinephrine was influences onTh1-Th2 balance, it holds
theroleofincreasedhypersensitivity tovariousenvironmental allergens.
Aim of the Study: The purpose of this study was to determine that stress scale and lower concentration of
plasma cortisol is a risk factor for atopic dermatitis and the positive correlation with stress scale with severity
od the disease.
Subjects and Methods: This studies was conduct a matched pair case control design to prove that low
concentration of cortisol is a risk factor for atopic dermatitis, in 36 cases and 36 controls. Stress scale was
measurement by Holmes & Rahe methods.
Results: The result of the study showed that stress level in cases group (165+12,4) significantly higher than
control group (96,0+9,5). Plasma norepinephrine concentration of the case group was significantly higher
(5.53 + 2.04 ug/dl) than control group (1.95+0.75 ug/dl), cortisol concentration of the case group was
significantly lower (4.90+2.15 ug/dl) than the control group (9.12+2.33 ug/dl).
Conclusion:This study suggeststhatpsychologicalstressandlow levels ofplasmacortisolcan bea risk factor
foratopicdermatitisandapositivecorrelationbetween theseverityof disease withpsychologicalstressscale.
Key word: Psychological stress, atopic dermatitis, cortisol, norepinephrine, IL-4
Stres DA-PIT Solo/3/26/2012 1
2. PENDAHULUAN
Dermatitis atopik adalah penyakit peradangan kulit yang kronik-residif dapat mulai sejak usia
dini, umumnya bersifat familiar dengan gejala klinis yang khas dan disertai rasa gatal. Selain
gejala pada kulit juga dijumpai gejala lainnya seperti gangguan sekresi kelenjar keringat, rentan
terhadap infeksi bakteri dan gangguan vaskuler. Dermatitis atopik merupakan penyakit
multifaktorial dengan mekanisme hipersensitivitas kulit yang dapat dipicu oleh paparan alergen
lingkungan seperti,alergen makanan, alergen hirup (aeroalergen), bahan iritan, eksotoksin dari
streptococcus, stresor fisik dan stresor psikologis.1
Penyakit ini cukup banyak dijumpai di masyarakat, prevalensidi Indonesia sekitar 5 – 10 %. Di
masyarakat diduga 2-3 % dari penyakit ini terjadi pada anak dan dewasa muda dan berkurang
setelah bertambahnya usia.2
Penyebab dan patogenesis penyakit ini belum diketahui dengan jelas karena melibatkan
banyak organ, namun telah disepakati bahwa penyakit ini berhubungan dengan hipersensitivitas
seseorang terhadap alergen lingkungan, hal ini didasari oleh perubahan keseimbangan aktivitas sel
limfosit T helper 1 (Th1) dan sel limfosit T helper 2 (Th2), pada dermatitis atopik didominasi oleh
peran sel Th2 yang menyebabkan peningkatan kadar imunoglobulin E (IgE), interleukin-4 (IL-4)
dan interleukin-5 (IL-5), mediator tersebut merupakan mediator utama dalam patogenesis
dermatitis atopik. Oleh karena itu dermatitis atopik disebut juga Th2 mediated disease.2,3
Peningkatan kadar IgE spesifik maupun IgE total pada dermatitis atopik terjadi sekitar 70-80 %
kasus, hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini secara klinis berhubungan dengan faktor alergi.4
Faktor stresor psikologis juga memegang peran kejadian dermatitis atopik, hal ini terbukti
keterlibatan sistem saraf dan sistem endokrin dalam patogenesis penyakit ini. Stresor psikologis,
sebagai suatu perubahan emosional akan menyebabkan perubahan neurokimiawi pada otak yang
pada awalnya diterima oleh saraf pusat sebagai stress perception, kemudian akan menimbulkan
stress responses pada jalur hipothalamus dan sistem saraf simpatetik, hasil akhir dari respon ini
akan menyebabkan meningkatnya sintesis kortisol dan norepinefrin. Ke dua hormon tersebut
merupakan biomarker adanya respon stres, dan akan mempengaruhi respon imun melalui berbagai
jalur.4
Kortisol adalah salah satu hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal, merupakan
produk akhir dari sumbu Hypothalamus-Pituitary-Adrenal sebagai pusat stress responses
terhadap berbagai stresor, yang diterima oleh sel paraventricular nucleus (PVN) yang akan
mengaktivasihipothalamus untuk melepaskan corticotropin releasing hormone (CRH) yang akan
menstimuli kelenjar pituitary anterior (hipofise anterior) untuk melepaskan adreno-corticotropin
hormone (ACTH), hormone ini akan berikatan dengan sel-sel kelenjar adrenal bagian korteks
(cortex adrenal), sebagai hasil akhir sintesis terjadi peningkatan kortisol serum. Kortisol
memegang peran dalam homeostatis tubuh sebagai anti-inflamasi dan imunosupresi.Norepinefrin
adalah hormon stres yang disintesis oleh locus ceruleus di batang otak, sistem saraf simpatetik
dan medula adrenal. Norepinefrin, selain sebagai hormon juga sebagai neurotransmiter berefek
langsung terhadap monosit melalui reseptornya untuk meningkatkan sintesis IL-10, Interleukin ini
secara langsung mengaktivasi Th2 untuk meningkatkan produksi IL-4 dan IL-5. Tampaknya ke
dua hormon stres tersebut sangat berperan dalam mengatur keseimbangan peran sel Th1 dan sel
Th2.5
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan faktor stresor psikologis terhadap
dermatitis atopik serta pola kadar kortisol, norepinefrin dan IL-4 plasma sebagai landasan kajian
psikoneuroimunologi.
METODE DAN SUBYEK PENELITIAN
Untuk mengetahui peran stres psikologis pada dermatitis atopik dilakukan penelitian dengan
pendekatan match pair case-control study. Kasus adalah pasien dermatitis atopik yang berobat ke
poliklinik Penyakit Kulit RS Sanglah Denpasar yang belum mendapat pengobatan, berumur 14 -
65 tahun. Diagnosis dermatitis atopik ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas sesuai
Stres DA-PIT Solo/3/26/2012 2
3. dengan kriteria Hanifin & Rajka.6Kontrol adalah subyek yang sehat tidak menderita dermatitis
atopik atau penyakit alergi lainnya. Antara kasus dan kontrol dilakukan matching, dipasangkan
berdasarkan jenis kelamin dan usia dengan rentang 5 tahun. Setelah ke dua kelompok
mendapatkan informasi yang cukup dan bersedia menanda tangani surat informed consent,
selanjutnya dilakukan anamnesis yang mendalam untuk mendapatkan indeks/skala stres dengan
metode Holmes & Rahe.7Penentuan severitas dermatitis atopik berdasarkan sistem SCORAD dari
European Task Force on atopic dermatitis.8
Pemeriksaan norepinefrin, kortisol dan IL-4 diambil dari vena kubiti pada pagi hari sebelum
melakukan aktivitas. Semua data yang terkumpul kemudian uji statistik, beda mean, Chi square
dan analisis korelasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam kurun waktu 6 bulan penelitian tercatat 72 sampel dengan 36 pasien dermatitis atopik yang
sesuai dengan keiteria penelitian dan 36 tanpa dermatitis atopik sebagai kontrol. Karateristik
umum sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1Karateristik Umum Subjek Penelitian
Kasus (n=36) Kontrol (n=36) Odds ratio (CI 95 %) p
Jenis Kelamin
Laki-laki 21 21
Perempuan 15 15
Umur (tahun) 39,47 + 15,14 36,16 + 12,58 > 0.05
Severitas: (SCORAD)
Ringan 10 --
Sedang 15 --
Berat 7 --
Skor Stres
< 150 25 31
> 150 11 5 < 0,05
Rerata level stres 165 + 12,4 96 + 9,5 2,65(0,78 – 3,67) <0,05
Riwayat atopi (+) 20 (27,8 %) 11 (15,3 %)
(-) 16 (22,2 %) 25 (34,7 %) 1,68(0,78 – 3,67) <0,05
Kortisol (ug/dl) 4,90 + 2,15 9,12 + 2,33 5,45(1,66 + 4,67) <0,05
Norepinefrin (ng/ml) 5,13 + 2,04 1,95+ 0,75 1,84(0,78 + 2,74) <0,05
IL-4 (pg/ml) 5.54+ 1,28 2,98+ 0,70 1,93 (0,15 +5,81) <0,05
Karakteristik Sampel
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 36 orang penderita dermatitis atopik sebagai kasus
dan 36 orang sebagai kontrol terdiri dari laki-laki 21 0rang (58,30 %) dan perempuan 15 orang
(41,70 %). Rerata umur kelompok kasus adalah 39,47 15,45 dan rerata umur kelompok kontrol
adalah 36,17 12,59, dari hasil pemasangan ini, tidak ada perbedaan umur umur yang bermakna
(p > 0,05). Dari 36 kasus 10 pasien (27,7 %) dengan keparahan ringan, 15 pasien (41,6 ) sedang
dan 7 pasien (19,4) berat.
Stres Psikologis pada Dermatitis Atopik
Pengukuran Indeks/skala stres ditentukan dengan wawancara mendalam dengan metode Holmes
& Rahe.Rerata skala stres pada kasus adalah165 + 12,4 dan pada kontrol 96 + 9,5. Secara
statistik perbedaan ini sangat bermakna, berarti faktor stres mempengaruhi kejadian dermatitis
atopik. Holmes dan Rahe menyatakan bila skala stres >150 berarti sangat rentan terhadar stres dan
dapat menimbulkan manifestasi klinis. Pada penelitian ini selain membandingkan rerata skala
Stres DA-PIT Solo/3/26/2012 3
4. stres juga dilakukan skoring dengan hasil; dari 36 kasus, 11 pasien (30,5 %) dengan skala stres >
150 dan 5 pasien (13,8 %) dengan skala stres < 150. Sedangkan pada 36 kontrol, 31 orang
(86,11%) dengan skala stres < 150 dan hanya 5 orang (13,88 %) dengan skala stres > dari 150.
Setelah dilakukan analisis Chi2 perbedaan proporsi ini bermakna secara statistik. Dengan
menghitung rasio Odds dengan 2 by 2 table maka didapat rasio Odds sebesar 2,278, ini berarti
risiko terjadinya psoriasis yang terpapar stres sekitar 3 kali dari yang tidak terpapar stres.
Kadar Hormon Stres dan IL-4 pada Dermatitis Atopik
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa reratakortisol pada kasus (4,90 2,15 ug/dl) lebih rendah
secara signifikan dibandingkan kontrol (9,12 2,33 ug/dl). Beberapa peneliti lain seperti Ionescu
et al (1988) Menyatakan bahwa meningkatnya kadar norepinefrin dan rendahnya kadar kortisol
pada pasien dermatitis atopik yang berat.9Buske-Kirschbaum at al dengan tiga kali penelitian pada
tahun 2002 dan pata tahun 2003 memperoleh hasil yang sama walaupun dengan metode sedikit
berbeda. Dermatitis atopik pada anak usia 8-14 tahun yang diberikan stresor psikis dan fisiologis
dengan cara Trial Social Stress Test for Children (TSST-C). Sebelum dan setelah diberi
perlakuankortisol saliva diukur secara berseri berseri setiap 10 menit sampai 30 menit. Setelah
perlakuan kadar kortisol pada kasus lebih rendah secara bermakna dibandingkan pada kontrol.
Peneliti menyimpulkan bahwa terjadi hiporeaktivitas sumbu HPA terhadap stres pada pasien
dengan penyakit atopik, baik pada dermatitis atopik maupun asma.10,11Wamboldt et al (2003)
meneliti 202 pasien usia 12-19 tahun yang menderita dermatitis atopik, rinitis dan asma.
Pengukuran kortisol diambil dari saliva, hasilnya bahwa kortisol saliva pada pasien dengan
penyakit atopik lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kontrol. Peneliti
menyimpulkan bahwa kortisol sebagai produk akhir dari sumbu HPA memegang peran penting
dalam penyakit atopik.12
Walaupun sebenarnya setiap adanya stresor psikologis semua hormon stres meningkat termasuk
kortisol, tetapi akibat ada gangguan pada sumbu HPA, sintesis kortisol dari sumbu tersebut
kurang responsif sehingga kortisol rendah. Kita ketahui bahwa peran kortisol sebagai
imunosuresif dan anti-inflamasi.9,10
Rerata kadar norepinefrin pada kasus adalah 5,13 2,14 ng/ml, sedangkan pada kontrol adalah
1,95 0,83 ng/ml, tampak adanya peningkatan norepinefrin yang bermakna pada dermatitis
atopik. Penelitian sebelumnya, Ionescu et al (1988) meneliti beberapa kadar hormon stres seperti
norepinefrin, epinefrin, dopamin dan serotonin pada pasien dermatitis atopik yang berat, ternyata
didapatkan bahwa norepinefrin pada dermatitis atopik 401,3 + 164,5 pg/ml) lebih tinggi secara
bermakna dari pada kontrol (174,3 + 55,8 pg/ml), hormon adrenalin, dopamin dan serotonin
peningkatannya tidak bermakna.9Hasil yang sama juga dilakukan oleh Rupprechet et al (1997)
melakukan penelitian pada 14 dermatitis atopik dan kontrol orang sehatbahwa pada pasien dengan
penyakit atopik termasuk dermatitis atopik menunjukkan kadar norepinefrin (270,3 pg/ml) lebih
tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kontrol (211,0 pg/ml).13Schallreuter et al (1997)
dalam penelitiannya terhadap dermatitis atopik (23 kasus) dan kontrol (30 orang), dengan hasil
kadar plasma norepinefrin (701,5 + 51 ng/l, lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan
kontrol (283 + 26 ng/l), sedangkan kadar epinefrinnya tidak ada perbedaan yang bermakna.
Peningkatan norepinefrin secara langsung mempengaruhi diferensiasi dan maturasi sel T helper
yang menyebabkan terjadinya dominasi peran sel Th2, sel ini berperan dalam imunitas humoral
dan patogenesis dermatitis atopik.14
Peran IL-4pada imunopatogenesis dermatitis atopik sudah diterima secara umum, karena
IL-4 berperan dalam sistesis imunoglobulin E, eosinofil, hal ini merupakan faktor utama dalam
patogenesis dermatitis atopik. Pada penelitian ini, kadar IL-4 pada kasus adalah 4,64 1,24 pg/ml
dan kontrol 2,98 0,70 pg/ml, terdapat peningkatan bermakna kadar IL-4 pada dermatitis
15,16
atopik.
Korelasi Indeks, Kortisol, norepinefrin dengan Severitas Penyakit
Stres DA-PIT Solo/3/26/2012 4
5. Severitas dermatitis atopik diukur berdasarkan sistem Scorad dari European Atopic dermatitis
Task force. Untuk mengatahui hubungan antara indeks stres, kortisol dan norepinefrin dengan
severitas dermatitis atopik dilakukan analisis korelasi dan regresi linier untuk melihat gambaran
kekuatan korelasi dapat dilihat diagram baur (scatter plot) gambar 1,2 dan 3. Hasilnya, ternyata
ditemukan ada korelasi positip antara indeks stresdengan severitas pada dermatitis atopik dengan
koefisien korelasi r = 0,60, ini beratri adanya korelasi yang kuat. Demikian juga dijumpai
hubungan linier antara indeks stres dengan severitas penyakit, seperti terlihat pada gambar 1 di
bawah ini.
Gambar 1: Diagram baur korelasiindeks stres dengan severitas penyakit
Temuan tersebut membuktikan bahwa faktor stresor psikologis mempengaruhi severitas
dermatitis atopik. Ionescu et al (1988) dan Buske-Kirschbaum (2003) juga mendapatkan hasil
yang tidak jauh berbeda, bahwa severitas penyakit sangat dipengaruhi oleh tingkat stresor pasien.
Demikian juga penelitian Landstra et al (2002) indeks stres berkorelasi positip dengan keparahan
dari penyakit atopi lainnya.9,11,15
Korelasi kadar norepinefrin dengan keparahan penyakit dengan koefisien korelasi r = 0,631, ini
beratri adanya korelasi yang kuat antara norepinefrin dengan severitas penyakit. Di permukaan sel
T, telah dikatahui memiluki reseptor untuk beta-adrenergik, sehingga peran norepinefrin sangat
penting dalam pergeseran atau aktivasi sel Th2, sehingga produksi IL-4 akan meningkat, sitokin
ini merupakan sitokin proinflamasi yang dapat digunakan sebagai marker (petanda) keparahan
dermtaitis atopik.16
Stres DA-PIT Solo/3/26/2012 5
6. Gambar 1: Diagram baurkorelasi norepinrfin dengan severitas penyakit
Hubungan dermatitis atopik dan sistem saraf otonom telah diteliti oleh Crespi et al (1982), pada
penelitiannya dilakukan pada anak-anak dengan dermatitis atopik dengan mengukur epinefrin,
norepinefrin dan dopamin yang diambil dari saliva dan urin setelah subyek distimulasi dengan
furusemide. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa norepinefrin pada kasus (91,80 + 21,48)
lebih tinggi dari pada kontrol (37,60 + 8,46), hasil ini secara statistik bermakna dan meningkat
secara bermakna dibandingkan dengan epinefrin dan dopamin. Peneliti menyimpulkan adanya
dugaan terjadi gangguan respon dari beta-adrenergic pada dermatitis atopik. Pada diagram baur
diatas jelas tampak adanya hubungan positip yang cukup kuat.16
Dalam tabel 1 diatas tampak kadar kortisol lebih rendah secara bermakna dibandingkan
dengan kontrol. Dengan analisis regresi linier dengan r = 0.06, hubungan yang sangat lemah, ini
berarti kortisol hampir tidak berpengaruh terhadap severitas penyakit.
Gambar 1: Diagram baur korelasikortisol dengan severitas penyakit
Stres DA-PIT Solo/3/26/2012 6
7. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar kortisol pada dermatitis atopik rendah secara
bermakna dibandingkan kontrol, penybab rendahnya kortisol belum ada informasi yang jelas.
Buske mengatakan kemungkinan akibat gangguan pada sumbu HPA, responnya terhadap stres
sangat lemah, mungkin ditingkat hipothalamus, hipofise anterion atau di korteks kelenjar adrenal.
Hal ini perlu diteliti lebih lanjut. Namun kadar epinefrin lebih tinggi secara bermakna. Secara
fisiologis ke dua hormon stres tersebut akan meningkat, kortisol memiliki efek anti-inflamasi dan
imunosupresan sedangkan norepinefrin memiliki efek stimulasi terhadap Th2 sehingga
meningkatkan sintesis sitokin proinflamasi, hal ini memegang peran dalam patogenesis dermatitis
atopik. Kortisol yang semestinya menstimuli pelepasan IL-4. Hal ini memberi petunjuk bahwa
kortisol dan norepinefrin dapat mempengaruhi keseimbangan Th1 dan Th2. Mekanisme atau jalur
yang lain juga dikatakan bahwa kortisol dapat menekan sel Mast untuk mensintesis
imunoglobulin (Ig), namun karena rendahnya kortisol sehingga sel mast lebih teraktivasi untuk
memproduksi imunoglobulin, termasuk Ig E. 16,17
DAFTAR PUSTAKA
1. Leung DYM, Eicheenfield LF and Bogunieicz. 2008. Atopic Dermatitis. In Wolff K. et al. Eds. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. McGraw Hill. 7 th Ed. New York: 146-158.
2. Leung DYM, Eicheenfield LF and Bogunieicz. 2008. Atopic Dermatitis. In Wolff K. et al. Eds. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. McGraw Hill. 7th Ed. New York: 146-158.
3. Bieber T. 2008. Mechanism of Disease Atopic Dermatitis. NEJM; 358[14]: 1483-1494.
4. Buske-Kirschbaum A, Jobst S, Wustmans A, Kirschbaum C, Rauh W and Hellammer D. 1997. Attenuated Free
Cortisol Response to Psychosocial Stress in Children with Atopic Dermatitis. Psychosomatic Medicine 59 : 419 –
426.
5. Necela BM, and Cidlowski. 2004. Mechanism of Glucocorticoid Receptor Action in Noninflammatory and
Inflammatory Cells. The Proceedings of the American Thoracic Society; 1: 239-246.
6. Hanifin JM, and Rajka G. 1986. Diagnostic features of atopic dermatitis. Acta Derm Venereol ; 92: 44-47.
7. Rahe, R.H and Holmes, T.H. &. (1967). The social readjustment rating scale. Journal of Psychosomatic
Research, 1967;11: 213-218.
8. European Task Force on atopic dermatitis
9. Ionescu G, and Kiehl R. 1988. High Palasma Levels of Noradrenaline in Severe Atopic Dermatitis. Zeitscrift fur
Hautkrankheiten ; 64(11): 1036-1037
10. Buske-Kirschbaum A, Geiben A, Hollig H, Morschhauser E, and Hellhammer D. 2002. Altered Responsiveness
of the Hypothalamus-Pituitary-Adrenal Axis and the Sympathetic Adrenomedullary System to Stress in Patient
with Atopic Dermatitis. J Clin Endocrinol Metab ; 87: 4245-4251.
11. Buske-Kirschbaum A, Auer KV, Krieger S, Weis S, Rauh R, and Hellhammer D. 2003. Blunted Cortisol
Responses to Psychosocial Stress in Asthmatic Children: A General Feature of Atopic Disease? Psychosomatic
Medicine ; 65: 806-810.
12. Wamboldt MZ, Laudenslagen M, Wamboldt FS, Kelsay K, and Hewitt J. 2003. Adolecents With Atopic
Disorders Have an Attenuated Cortisol Response to Laboratpry Stress. J Allergy Clin Immunol ; 111(3): 509-14.
13. Rupprecht M, Salzer B, Raum B, Hornstein OP, Koch HU, and Riederer P. 1997. Physical Stress-induce
secretion of adrenal and pituitary hormones in patients with atopic eczema compared with normal controls. Exp
Clin Endocrinol Diabetes ; 105: 39-45.
14. Schallreuter KU, Pittelkow MR, Swanson NN, Beazley WD, Christine-Ehrke CK, and Buttner, G. 1997. Aaltered
Catecholamine Sysnthesis and Degradation in the Epidermis of Patients with Atopic Dermatitis. Arch Dermatol
Res; 289 : 663-666.
15. Landstra AM, Postma DS, Boezen HM, and Van Alderen WMC. 2002. Role of Serum Cortisol Levels in
Children with Asthma. Am J Respir Crit Care Med.165: 708-712.
16. Crepsi H, Armando I, Tumilasci O, Levin G, Massimo J, Barontini M, and Perec C. 1982. Catecholamines levels
and parotid secretion in children with atopic dermatitis. J Invest Dermatol; 78(6): 493-497
17. Sewell WA, Scurr LL, Orphanides H, Kinder S and Ludowyke RI. 1998. Induction of IL-4 and IL-5 Expression
in Mast Cell Is Inhibited by Glucocorticoid. Clinical and Diagnosis Laboratory Immunology; 5(1): 18-23
Stres DA-PIT Solo/3/26/2012 7