Teks membahas tentang Rasmul Qur'an, yaitu ilmu yang mempelajari pola penulisan Al-Qur'an dalam mushaf Utsmani. Teks menjelaskan beberapa pola penulisan Al-Qur'an dalam mushaf Utsmani seperti penghilangan, penambahan, dan penggantian huruf serta perdebatan ulama mengenai status hukum pola penulisan tersebut.
1. Rasmul Qur'an
Click here to download
I. PENDAHULUAN
Puji syukur pertama-tama saya haturkan ke hadirat Allah SWT yang dengan rahmat inayah-
Nya saya bisa menyelesaikan makalah sederhana ini yang berjudul ilmu tauhid dan ruang lingkupnya.
Semoga bisa bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi kita semua pada umumnya.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Rasmul Qur’an merupakan ilmu yang sangat
penting di dalam agama Islam. Sebab, Rasmul Qur’an adalah bagian sebagian dari tanda-tanda
agama sejati dan murni yang diturunkan Allah Yang Maha kuasa dan bijaksana. Tanpa mengetahui
Rasmul Qur’an, kita tidak akan mengetahui tujuan hidup sebenarnya. Sebab, seorang hamba harus
tahu benar siapa yang disembah dan dimana kita akan hidup setelah mati.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Rasmul Qur'an
Istilah rasmul al-Quran terdiri dari dua kata yaitu rasm dan al-Qur'an. Kata rasm berarti
bentuk tulisan. Dapat juga diartikan dengan `atsar dan alamah. Sedangkan al-Qur'an adalah kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dengan perantaraan malaikat Jibril, ditulis
dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada umat manusia secara mutawatir (oleh banyak
orang) dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah, dimulai dengan surat al-Patiihah dan diakhiri
dengan surat an-Nas. (Chirzin, 1998: 106).
Jadi ilmu rasm Al-Qur'an yaitu ilmu yang mempelajari tentang penulisan mushaf Al-Qur'an
yang di lakukan dengan cara khusus baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk
huruf yang di gunakannya. Adapun yang di maksud rasm al-mushaf dalam bahasa yaitu : ketentuan
atau orang yang di gunakan oleh usman ibn affan bersama sahabat-sahabat lainnya dalam Al-Qur'an
berkaitan dengan susunan huruf-hurufnya, yang terdapat dalam mushaf yang di kirim berbagai
daerah dana kata serta mushaf al-iman yang berada di tangan usman ibn affan sendiri”
2. Sementara ulama yang lebih mempersempit rasm al-mushaf yaitu : apa yang di tulis oleh
para sahabat Nabi menyangkut sebagian lafaz-lafaz Al-Qur'an dalam mushaf usmani dengan pola
tersendiri yang menyalahi kaidah-kaidah penulisan Bahasa Arab.
Bagaimana ragam pendapat berkaitan permasalahan rasmul Qur'an. Apakah rasmul Qur'an
merupakan tauqif (ketetapan) dari Nabi Muhammad SAW. ataukah bukan. Mengenai permasalahan
ini, muncul dua pendapat di kalangan ulama. Kelompok pertama menyatakan bahwa, rasmul Quran
adalah tauqifi dari Nabi Muhammad saw. Sedangkan kelompok kedua menyatakan bahwa, rasmul
Quran adalah bukan taugifi dari Nabi Muhammad SAW.
Menurut Kelompok pertama, bahwa rasmul Qur'an adalah tauqifi dan metode penulisannya
dinyatakan sendiri oleh Rasulullah SAW. Pendapat ini dianut dan dipertahankan oleh Ibnu Mubarak
yang sependapat dengan gurunya Abdul Aziz ad-Dabbagh. la menyatakan bahwa, tidak seujung
rambutpun huruf al-Qur'an yang ditulis atas kehendak seorang sahabat nabi atau yang lainnya. (as-
Shalih, 1990:361)
Sedangkan kelompok kedua berpandangan bahwa, rasmul Qur'an tersebut tidak masuk akal
kalau dikatakan tauqifi. Pendapat ini dipelopori oleh Qadhi Abu al-Bagilani. la mengatakan bahwa
mengenai tulisan al-Qur'an, Allah swt. sama sekali tidak mewajibkan kepada umat Islam dan tidak
melarang para penulis al-Qur'an untuk menggunakan rasam selama itu (baca; Utsman bin Affan).
Yang dikatakan kewajiban hanyalah diketahui dari berita-berita yang didengar. (as-Shalih, 1990:366)
B. Pola Penulisam Al-Qur'an Dalam Mushaf Usmani
Terdapat beberapa pola penulisan Al-Qur'an versi mushaf usamni yang menyimpang dari
kaidah penulisan bahasa arab.
1. Penghilangan huruf (al-hadzf)
Al-Hadzf ini terdiri dari enam bagian, yaitu:
3. a. Menghilangkan huruf, alif yaitu dari ya al-nida ( ) dari ha' al-tanbih ( ); dari
dhamir( ) lajazh jalalah ( ) dari dua kata ( ) dan ( ); sesudah huruf lam ( ); sesudah
dua huruf lam dari semua mustanna ( ); dari semua jama' shahih baik mudzakkar maupun
muannats ( ) dan ( ) dari semua jamak yang satu pola dengan ( ) dan dari semua
kata bilangan ( ) dari basmallah dan sebagainya.
b. Menghilangkan huruf ya, vaitu huruf ya dibuang dari manqush munawwan (bertanwin), baik ketika
berharakat rafa' maupun jar ( ); menghilangkan huruf ya' pada kata
dan, selain yang dikecualikan.
c. Menghilangkan huruf lam jika dalam keadaan idqham ( ) dan ( ) selain yang dikecualikan.
d. Menghilangkan huruf waw, yaitu jika terletak bergandengan ( ) dan ( ).
Di samping itu, ada beberapa penghilangan huruf yang tidak masuk kaidah. Misalnya
penghilangan huruf alif pada kata dan menghilangkan ya' dari kata serta menghilangkan waw
dari empat kata kerja (al-fil) dan
2. Penambahan huruf(al-ziyadah)
Penambahan ini, yaitu alif setelah waw pada akhir isim jamak atau yang mempunyai hukum
jamak. Misalnya , dan Di samping itu menambah alif setelah Hamzah
marsumah waw (Hamzah yang terletak di atas tulisan waw). Misalnya, Yang asalnya di
tulis Demikian pada kata , dalam ayat, kata Dalam ayat
dan , dalam ayat . Demikian juga penambahan huruf ya pada kata atau
penambahan huruf waw pada kata Dan .
3. Kaidah Hamzah
Yaitu apabila hamzah berharakat suku, maka di tulis dengan huruf yang beharakat
sebelumnya. Misalnya Dan , selain yang dikecualikan. Adapun Hamzah yang berharakat, jika
ia berada di awal kata dan bersambung dengan Hamzah itu huruf tambahan, maka ia harus di tulis
dengan alif secara mutlak, baik berharakat fathah maupun berharakat kasrah. Misalnya
selain yang dikecualikan. Sedangkan apabila Hamzah terletak di tengah maka ia tulis sesuai
dengan huruf harakatnya, yakni fathah dengan alif dan kasrah dengan ya serta dlamah dengan waw.
Misalnya Tetapi apabila huruf yang sebelum Hamzah itu sukun, maka tidak ada
tambahan. Misalnya dan selain yang dikecualikan.
4. Di samping itu, jika Hamzah itu terletak di ujung, Makkah ia di tulis dengan huruf dari jenis
harakat huruf sebelumnya. Misalnya, kata dan .
4. Menggantikan Huruf Dengan Huruf Lain
Badl ini ada beberapa macam yaitu :
a. Huruf alif di tulis dengan waw sebagai penghormatan pada kata dan selain yang
dikecualikan.
b. Huruf alif yang di tulis dengan huruf ya pada kata-kata seperti Yang berarti
(bagaimana) dan selain kata dalam surat Yusuf.
c. Huruf alif di ganti dengan nun tawkid khafifah pada kata .
d. Huruf ta’ ta’nits ( ) di ganti dengan ta’ maftuhah ( ) pada kata sebagai yang terdapat dalam
surat al-baqarah, al-araf, hud, maryam, al-rum dan al-zukhruf. Di samping itu huruf ta’ta’nits ( ) di
tulis dengan ta’ maftuhah ( ) pada kata sebagai terdapat dalam surat al-baqarah, ali imran, al
maidah, ibrahim dan sebagainya.
5. Menyambungkan dan memisahkan huruf (al washl dan al fashl)
Washl dan fashl banyak ragamnya yaitu :
a. Kata dengan harakat fathah pada hamzahnya, di susul dengan maka penulisannya bersambung
dengan menghilangkan huruf nun, misalnya tidak di tulis kecuali pada kata dan
.
b. Kata Yang bersambung dengan penulisannya disambungkan kata dan huruf nun pada mimnya
tidak di tulis, seperti kecuali pada kalimat Sebagai terdapat dalam Al-Qur'an
surat an-nisa’ dan ar-rum dan kata dalam surat al-munafiqun.
c. Kata yang bersambung dengan ditulis bersambung dengan menghilangkan-min, sehingga
menjadi kata bukan
d. Kata yang bersambung dengan ditulis bersambung dengan menghilangkan nun, sehingga
menjadi bukan kecuali dalam kalimat
e. Kata yang bersambung dengan ditulis bersambung dengan menghilangkan nun, sehingga
menjadi
5. f. Kata yang bersambung dengan ditulis bersambung dengan menghilangkan nun, sehingga
menjadi
g. Kata yang diiringi Di sambung sehingga menjadi Kecuali pada firman Allah SWT
dan
6. Kata yang bisa dibaca dengan dua bunyi (ma’ fih qiratani)
Apabila ada dua ayat Al-Qur'an yang memiliki versi qiraat yang berbeda yang dimungkinkan
ditulis dalam bentuk tulis dalam bentuk tulisan yang sama, maka pola penulisannya sama dalam
setiap Mushaf Ustmaniy. Dalam Mushaf Ustmaniy, kata tersebut di tulis dengan menghilangkan alif
Misalnya, kalimat dan
Ayat-ayat tersebut boleh dibaca dengan menetapkan alif (dibaca dua harakat) dan bisa
dibaca sebagai haknya lafzh (dibaca 1 harakat). Akan tetapi, apabila tidak memungkinkan ditulis
dalam bentuk tulisan yang sama, maka ditulis dalam Mushaf `Utsmaniy dengan rasm al-mushaf yang
berbeda. Misalnya kalimat Dalam sebagian mushaf ustmaiy di tulis dan di baca
sedangkan dalam sebagian mushaf lainnya di tulis dan dibaca Dan sebagainya.
C. Hukum Penulisan Al-Qur'an Dengan Rasmul Usmani
Pada ulama juga berbeda pendapat tentang hal ini apakah kaum muslimin di wajibkan
mengikuti rasm usmani dalam penulisan Al-Qur'an ataukah di bolehkan dengan rasm imlai (pola
penulisan konvensional).
Beberapa pendapat para ulama mengenai hal ini yaitu sebagai berikut.
a. Para ulama mengakui bahwa rasm usmani berhifat tauqifi wajib mengikuti rasm usmani dalam
penulisan Al-Qur'an dan tidak boleh menyalahinya, sehubungan dengan itu ahmad ibn hambal
berkata :
“Haram hukumnya menyalahi rasm usmani (dalam penulisan Al-Qur'an) seperti huruf wawu
alif, ya atau yang selainnya.
6. Sementara itu ketika Imam Malik di tanya mengenai penulisan Al-Qur'an dengan kaidah
hijaiyah (kaidah imla’) Malik berkata :
“Saya tidak berpendapat demikian. Akan tetapi hendaklah di tulis menurut tulisan pertama.
b. Para ulama tidak mengetahui bahwa rasm usmani itu bersifat tawqifi, tidak mesti kita mengikuti
rasm usmani dalam penulisan Al-Qur'an, dengan kata lain kita di bolehkan menulisnya dengan rasm
imlai’
Sehubungan dengan ini mereka menyatakan sebagai berikut :
“Sesungguhnya bentuk dan model tulisan tidak lain hanyalah merupakan tanda atau simbol,
karena itu segala bentuk serta model tulisan Al-Qur'an yang menunjukkan arah bacaan yang benar,
dapat dibenarkan. Sedangkan rasm usmani yang menyalahi rasm imla’ sebagaimana kita kenal,
menyulitkan banyak orang serta bisa mengakibatkan berat dan kacau (bagi pembacanya).
c. Sebagian ulama berpendapat boleh bahkan wajib mengikuti rasm imlai’ dalam Al-Qur'an yang di
runtuhkan bagi orang-orang awam dan tidak boleh menulisnya dengan rasm usmani. Namun rasm
usmani pun wajib di pelihara dan di tertarikan.
D. Faedah Penulisan-Penulisan Al-Qur'an Dengan Rasm Usmani
Penulisan Al-Qur'an dengan mengikuti atau berpedoman kepada rasm usmani yang di
lakukan pada masa khalifah usman sangat berfaedah bagi umat Islam.
a. Memelihara dan melestarikan penulisan al-Qur’an sesuai dengan pola penulisan al-Qur’an pada awal
penulisan dan pembukuannya.
b. Memberi kemungkinan pada lafazh yang sama untuk dibaca dengan versi qira’at yang berbeda,
seperti dalam firman Allah berikut ini:
7. Lafazh ( ) dalam ayat di atas, bisa dibaca menurut versi qira'at lainnya yaitu
Sementara kalau ditulis ( ) tidak memberi kemungkinan untuk dibaca ( )
c. Kemungkinan dapat menunjukkan makna atau maksud yang tersembunyi, dalam ayat-ayat tertentu
yang penulisannya menyalahi rasm imla'i, seperti dalam firman Allah berikut ini:
Menurut sementara ulama. lafaz ( ) ditulis dengan huruf ganda ( ), karena memberi
isyarat akan kebesaran kekuasaan Allah SWT. khususnya dalam penciptaan langit dan alam semesta.
d. Kemungkinan dapat menunjukkan keaslian harakat (syakl) suatu lafaz, seperti penambahan huruf
ayat ( ) pada ayat ( ) dan penambahan huruf ( ) pada ayat (
).
E. Perkembangan Penulisan Al-Qur’an
Sebagian disebutkan dalam sejarah bahwa mushaf ustmaniy yang di tulis oleh panitia empat
(Abd Allah bin Zubair, Sa'id al-Rahman bin al-Hants dan Zaid bin Tsabit) belum bertitik dan bersyakal.
Hal ini dikarenakan tanda-tanda seperti itu belum dikenal pada waktu itu. Sekalipun Al-Qur'an di
tulis demikian, akan tetapi dan kaum muslimin dapat membaca Al-Qur'an dengan benar. Mushaf
utsmaniy sebagai di ungkapkan al ashari (w. 382 H) di baca oleh kaum muslimin selama sekitar 40
tahun.
Ketika Islam berkembang ke berbagai wilayah yang selanjutnya terjadi akulturasi budaya
(perpaduan budaya) antara masyarakat Arab dan non-Arab, pertumbuhan tanda baca dalam
penulisan Al-Qur'an merupakan hal yang sangat layak, khususnya untuk melestarikan bahasa Arab.
Ziyad Ibn Samiyyah, Gubernur Basrah pada masa pemerintahan Muawiyyah (661 -680 M), salah
seorang yang mempunyai atensi besar terhadap pembubuhan tanda baca (syakal). Hal ill] tidak
terlepas dari pemantauannya terhadap kaum Muslim"" yang melakukan kesalahan dalam membaca
Al-Qur'an. Misalnya, mereka melakukan kesalahan dalam membaca firman Allah SWT (Allah
berlepas diri dari orang-orang Musyirikin). Melihat kenyataannya ini, ziyad bin sammiyah meinta
Abu al-Aswad al-Dualliy untuk memubuhkan tanda baca (syakal) dalam mushaf agar tidak terjadi
kekeliruan dalam membaca Al-Qur'an di kalangan kaum Muslimin. Kendati demikian, Abu al-Aswad
belum meletakkan syakal untuk setiap huruf, kecuali syakal huruf akhir saja. Misalnya untuk tanda
8. fathah. (a) ia membubuhkan tanda titik satu yang terletak di atas burnt (_._), tanda kasrah (i) dengan
membubuhkan titik satu di bawah huruf ()dan tanda dhamah (u) dengan titik satu yang terletak di
antara bagian-bagian huruf () Sedangkan untuk sukun (mati) tidak diberi tanda apa-apa.
Pertumbuhan tanda baca (syakal) selanjutnva dikembangkan oleh murid al-Dualliy, al-Khalil
bin Ahmad. Pada masa Abasiah. Ia telah membuat fathah, dengan membubuhkan huruf alif kecil (')
terletak di atas huruf(_), tanda/kasrah dengan membubuhkan huruf ya' kecil ( ) di bawah huruf ( )
dan tanda dhamah dengan membubuhkan tanda kepada huruf waw kecil ( ) di atas huruf ( ).
Adapun tanda sukun (mati) yaitu dengan membubuhkan tanda kepala huruf ha ( ) yang terletak di
atas huruf ( ) dan tasydid dengan membubuhkan tanda kepala huruf sin ( ) yang terletak di atas
huruf ( ).
Seiring dengan ekspansi Islam ke berbagai wilayah dan semakin banyaknya masyarakat non
Arab rang masuk Islam, maka timbal upaya untuk membuat tanda-tanda huruf Al-Qur'an. Upaya
tersebut tampak pada masa Khalifah Abd al-Malik bin Marwan (685-705 M). Kemudian beliau
menugaskan seorang ulama, al-Hajjaj bin Yusuf Al-Tsaqafi untuk menyusun tanda-tanda baca Al-
qur’an (nugath al-'Ajam). al-Hajj, selanjutnya menugaskan Nashr bin Ibn Ashim dan Yahya bin
Ya’mur (keduanya murid al-Dualliy) untuk menyusun tanda-tanda baca tersebut. Atas titah al-Hajjaj
kepala dua orang ahli ini, make terdapatlah tanda-tanda huruf dalam Al-qur’an dengan cara
membubuhkan tanda titik (.) pada huruf-huruf yang serupa untuk membedakan antara huruf yang
satu dengan huruf yang lain. Misalnya huruf dal ( ) dengan dzal ( ) huruf ha ( ), jim( ) dan kha ( )
dan sebagainya. Menurut sebuah riwayat, al-Hajjaj telah melakukan perubahan Rasm `Utsmaniy di
11 tempat.
Tokoh-tokoh lain yang membubuhkan tanda huruf Al-qur’an adalah `Ubaidillah bin Zayyad
(67 H), yang memerintahkan seorang Persia meletakkan huruf alif, yang pada Rasm `Utsmaniy justru
dibuang misalnya, kata yang dalam Rasm `Utsmaniy ditulis al-Zanjani, seorang warga
Madinah, menciptakan bentuk melengkung. Kemudian pengikut al-Dualliy menambahkan tanda-
tanda lainnya yaitu dengan meletakkan garis horizontal di atas huruf yang terpisah, baik hamzah
maupun bukan hamzah. Sebagai tanda alif washal, mereka meletakkan garis vertikal jika
sebelumnya fathah dan ke bawah jika sebelumnya dhamah.
9. Adanya pembubuhan tanda-tanda huruf tersebut menimbulkan pro dan koma di kalangan
ulama paling tidak sampai generasi tabi'in. Untuk selanjutnya, para ulama banyak yang mendukung
upaya tersebut. Pertimbangan mereka, banyak kaum Muslimin yang merasa kesulitan membaca Al-
qur’an disebabkan mereka bukan penduduk di wilayah Arab.
III. KESIMPULAN
Ilmu rasm qur’an yaitu ilmu yang mempelajari tentang penulisan mushaf Al-Qur'an dengan
baik. Pola penulisan rasm qur’an dalam mushaf usmani menurut kaidah bahasa araba :
1. Penghilangan huruf (al hadzf)
2. Penambahan huruf (al ziyadah)
3. Kaidah hamzah
4. Menggantikan huruf dengan huruf lain (al hadl)
5. Menyambungkan dan memisahkan huruf (al washl dan al fashl)
6. Kata yang bisa di baca dengan dua bunyi (ma fih qiraatani)
Berbagai pendapat tentang hukum penulisan Al-Qur'an dengan rasm usmani para ulama
mengetahui bahwa rasm usmani bersifat taufiqi, namun ada juga ulama yang tidak mengetahui
rahm imlai dalam Al-Qur'an faedah penulisan Al-Qur'an dalam rasm usmani pada masa usman
a. Memelihara dan melestarikan penulisan Qur'an
b. Memberi kemungkinan pada lafad yang sama
c. Dapat menunjukkan makna atau maksud yang tersembunyi
d. Kemungkinan dapat menunjukkan keaslian harakat
Seiring dengan ekspresi Islam berbagai wilayah dan semakin banyaknya masyarakat non
arab masuk Islam, maka timbul upaya untuk membuat huruf Al-Qur'an.
10. IV. PENUTUP
Demikian makalah yang kami susun dan masih banyak kekurangannya. Penulis yakin bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kesalahan oleh karenanya saran dan kritik
anda yang membangun dan masukan buat kami yang akan menjadikan makalah ini akan lebih baik.
Amin
Makalah Tentang Rasm Al Qur'an
A. Muqaddimah
Al-Quran diturunkan secara bertahap. Setiap kali ada ayat turun, Rasulullah SAW segera
menyampaikannya kepada umat, dan memerintahkan untuk menulisnya. Diantara sahabat,
ada yang langsung menghafal ayat al-Qur'an setiap kali turun. Ada pula yang hanya
menulisnya, dan Rasulullah menuntun penulisan itu sesuai dengan urutan surat dan ayat.
Ketika Rasulullah SAW wafat, Al-Qur'an tidak terkumpul dalam satu buku (mushaf),
melainkan tersimpan dalam dada para sahabat, terukir diatas lembar-lembar para penulis
wahyu. Pada saat itu para penghafal al-Qur'an sangat banyak, dan ada yang hafal secara
keseluruhan.
Ketika Abu Bakar --khalifah pertama—memberantas kaum murtadin dan pendukung nabi
palsu; Musailamah, banyak dari penghafal al-Qur'an gugur sebagai Syahid, hingga Abu
Bakar khawatir hal ini akan mengakibatkan lenyapnya al-Qur'an dari muka bumi.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah, Umar bin Al-Khattab adalah sahabat yang mempunyai
banyak keistimewaan, diantaranya adalah sesuainya pendapat Umar dengan wahyu yang akan
diturunkan, seperti masalah disunahkannya shalat sunah di maqam Ibrahim. Dalam masalah
ini beliau menyarankan agar segera dilakukan pengumpulan Al-Quran dalam sebuah buku.
Melalui usaha keras akhirnya saran Umar ini diterima Abu Bakar menerimanya dan segera
memerintahkan Zaid bin Tsabit, pemuda cerdas penulis wahyu untuk Rasulullah SAW, untuk
11. membukukan al-Qur'an. Dengan pembukuan Al-Qur'an ini maka sempurnalah apa yang
terkandung dalam firman Allah:
"Sesunggunya kami telah menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya kami akan
melindunginya".
Al-Quran yang telah dikumpulkan berdasar hafalan-hafalan para sahabat, tulisan-tulisan yang
tercerai berai di atas bebatuan, kulit-kulit unta dan lembar-lembar daun kurma, disimpan di
kediaman Abu Bakar, lalu Hafshah binti Umar. Mushaf Abu Bakar ini adalah mushaf Al-
Qur'an yang memasukkan 7 bacaan, sesuai dengan riwayat shahih tentang bacaan al-Quran,
Mushaf ini dikenal dengan mushaf bakriyah.
Pada saat Utman bin Affan RA memerintah Islam, beliau melihat banyaknya perbedaan
dalam bacaan dan penulisan al-Qur'an, sebabkan tersebarnya para qari'in di berbagai kota,
hingga menimbulkan bacaan al-Qur'an dengan bermacam-macam dialek. Kemudian beliau
memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin al-'Ash, dan Abdurrahman bin
Harits bin Hasyim untuk menulis kembali Al-Qur'an dengan rujukan mushaf al-bakriyah
yang berada di kediaman Hafshah. Penulisan kedua ini didasarkan pada dialek arab suku
Quraisy dan berarti Utsman menyisakan hanya satu bacaan dari tujuh bacaan al-Qur'an yang
diturunkan. Alasannya ialah karena memang Al-Qur'an diturunkan dengan lughat bangsa
Quraisy. Dengan tindakan ini seluruh mushaf al-Qur'an yang berbeda dengan tulisan keempat
sahabat tersebut dibakar untuk menghindari perbedaan yang akan menimbulkan perpecahan.
Sementara Mushaf Bakriyah dikembalikan lagi ke Sayyidah Hafshah.
Mushaf ini diperbanyak dan dikirim diberbagai kota penting di wilayah kekuasaan Islam.
Mushaf ini terkenal dengan sebutan mushaf utsmani atau rasm utsmani. Kejadian ini terjadi
pada tahun 25 Hijriyah.
B. Pengertian Rasm Al-Qur'an
Rasm al-Quran yang disebut juga rasm utsmani ialah penulisan al-Qur'an oleh para sahabat
dengan kaidah khusus yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Arab. Kaidah ini
teringkas dalam enam kaidah;
1. Al–Hadzf (membuang,menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya,
menghilangkan huruf alif pada ya‘ nida‘ ( ).
2. Al-Ziyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang
mempunyai hukum jama‘ ( ) dan menambah alif setelah hamzah marsumah
(hamzah yang terletak di atas lukisan wawu ( ).
3. Al-Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah berharakat sukun, ditulis
dengan huruf berharakat yang sebelumnya, contoh ( ).
4. Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada
kata ( ).
5. Washal dan fashl (penyambungan dan pemisahan),seperti kata kul yang diiringi
dengan kata ma ditulis dengan disambung ( ).
6. Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua
bunyi,penulisanya disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf
ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif,
12. contohnya,( ). Ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca
dua alif), boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).
C. Susunan Ayat Dan Surah Dalam Rasm Utsmani
Dalam Al-Itqan, As-Suyuthi mengatakan bahwa berdasarkan Ijma dan nash-nash yang ada,
susunan surat dan ayat dalam al-Qur'an adalah tawqifi. Ijma' tentang urutan ayat dan surat ini
telah dinukil oleh sebagian besar ulama, diantaranya adalah Az-Zarkasyi dalam kitab "Al-
Burhan", dan Abu Ja'far bin Zubair dalam kitab "Al-Munasabat".
Sedangkan dari nash diantaranya adalah hadits riwayat Zaid bin Tsabit, ia berkata:
"Kami menulis al-quran dari riqa', yakni mengumpulkannya untuk menertibkannya"
Dan banyak hadits-hadits lain yang menjelaskan.
Nama surat juga tawqifi. Dalilnya ialah hadits Muslim dari Abuh Hurairah:
"Sesungguhnya rumah yang dibacakan surat al-Baqarah tidak akan kemasukan syetan".
(HR. Muslim)
Ulama yang mengatakan bahwa urutan surah bukan tawqifi, tetapi hasil ijtihad para sahabat
menggunakan dalil dari hadits riwayat Muslim dari Hudzaifah yang menceritakan bahwa
Rasulullah SAW dalam sebuah shalat pada rakaat pertama membaca surat An Nisa dan pada
rakaat kedua membaca surat Ali Imran. Ini membuktikan bahwa urutan surat dalam al-Qur'an
adalah hasil ijtihad para sahabat, seperti yang dikatakan al-Qadli 'Iyadl.
D. Perbedaan Ulama Tentang Kedudukan Rasm Utsmani
Mushaf-mushaf yang dikirim Utsman ke seluruh penjuru negeri yang disebut sebagai rasm
utsmani, adalah mushaf yang wajib diikuti berdasar kesepakatan para ulama, meskipun kita
tidak begitu mengerti apa hikmah dibalik perbedaan metode penulisan Rasm Utsmani dengan
kaidah-kaidah penulisan dalam bahasa Arab. Hukum wajib ini bukan tanpa alasan. Menurut
sebagian ulama rasm utsmani telah disepaki oleh 12000 sahabat. Kesepakatan ini menjadikan
sebuah kewajiban bagi kita untuk ittiba'. Rasulullah SAW memerintahkan kita berpegang
teguh terhadap sunnah beliau dan sunnah-sunnah khulafa'ur rasyidin.
Imam Al-Baihaqi dalam kitab haditsnya "Syu'bul Iman", mengatakan bahwa hendaknya kita
membaca dan menulis Al-Qur'an sesuai dengan apa yang telah ditulis para sahabat. Karena
mereka lebih banyak ilmunya, lebih benar hati dan lisannya, dan lebih besar amanahnya.
Syeikh Abduraahman bin Al-Qadli al-Magrabi mengatakan bahwa hukum menulis al-Qur'an
tidak sesuai dengan rasm utsmani adalah haram. Alasan yang dijadikan dalil
memperbolehkan penulisan Al-Qur'an yang tidak sesuai dengan rasm utsmani berupa ketidak
mengertian kalangan awam atas rasm utsmani dan akan mengakibatkan mereka keliru dalam
membaca al-Qur'an dan alasan-alasan yang lain, adalah alasan yang tidak dapat diterima
13. karena ini bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh sebagian besar sahabat dan
para ulama sesudahnya.
Jika ditanya, mengapa kita tidak memakai mushaf Abu Bakar saja, padahal mushaf tersebut
ada sebelum mushaf utsman? Jawabannya adalah bahwa mushaf Abu Bakar mengumpulkan
ketujuh wajah qira'ah di mana di dalam penulisannya mengakibatkan adanya perbedaan antar
satu qira'ah dengan qari'ah yang lain, untuk menghindari kerancuan. Lagi pula mushaf Abu
Bakar telah sirna karena ikut tercuci saat Hafshah binti Umar ummul mukminin meninggal.
Sedangkan mushaf utsman dinukil dari mushaf Abu Bakar yang hanya menuliskan satu
qiraah yakni qiraah dengan dialek bahasa bangsa Quraisy.
E. Rasm Utsmani Diantara Qira'ah-Qira'ah Yang Lain
Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abbas, beliau berkata bahwa Rasulullah
bersabda:
"Jibril membacakan kepadaku satu huruf (bacaan) al-Qur'an lalu saya mengikutinya. Tidak
henti-hentinya saya memintanya mengulangi. Dan dia mengulanginya hingga sampai tujuh
(macam) bacaan". (HR. Bukhari).
Hadits ini adalah dalil bahwa Al-Qur'an memang diturunkan dengan tujuh macam qira'ah.
Ketujuhmacam qiraah tadi adalah shahih berdasar pengajaran Jibril kepada Rasulullah dan
ketujuh macam qiraah tadi juga disampaikan semuanya kepada sahabat.
Sebagaimana dijelaskan di atas mengikuti rasm utsmani adalah wajib. Hukum wajib ini akan
bertentangan dengan status shahih dari qiraah yang lain dan bisa mengharamkan qiraah sahih
dan mutawatir lain yang tidak sesuai dengan rasm utsmani. Syeikh Muhammad Ali Ad
Dlibagh mengatakan bahwa, rasm utsmani adalah salah satu rukun dari rukun-rukun ketujuh
qira'ah al-Qur'an, maka setiap qira'ah sama sekali tidak bertentangan dengan rasm utsmani.
Beliau menambahkan bahwa ketika seseorang menulis al-Qur'an yang di dalamnya ada qiraah
yang berbeda dan harus menggunakan tulisan yang berbeda pula, maka yang harus dilakukan
menulisnya sesuai dengan rasm utsmani lalu memberinya harakat atau tanda-tanda lain,
sehingga ia tidak dikatakan menyalahi mushaf utsmani. Sebab yang diharuskan mengikuti
rasm utsmani ialah hanya bentuk penulisan.
F. Pendapat Ulama Tentang Status Tawqifi Pada Rasm Utsmani
Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Sebagian mereka berpendapat bahwa rasm
utsmani adalah tauqifi, dan diajarkan oleh rasulullah SAW. Hal ini berdasarkan riwayat
bahwa Rasulullah membacakan ayat al-Quran di hadapan Zaid bin Tsabit untuk ditulis
(imla'), seperti penulisan dengan menggunakan ya' pada surat Al-Baqarah dan tanpa
ya' dalam surat Al-Maidah. Contoh-contoh lain banyak di dalam al-Quran, yang semuanya
disaksikan sekelompok besar sahabat. Semua dasar itu membuktikan rasm al-Qur'an adalah
tawqifi bukan hasil hasil ijtihad para sahabat. Alasan lain adalah sudah ditulisnya al-Qur'an
sejak zaman Rasulullah SAW, meski tidak terkumpul dalam satu tempat dan urutan surat
yang belum ditertibkan.
14. Pendapat yang mengatakan rasm utsmani bukan tauqifi melainkan hasil ijtihad sahabat
memberikan alasan sebagai berikut:
1. Rasulullah adalah seorang ummi, tidak bisa membaca dan menulis, meskipun ini
merupakan mukjizat bagi beliau.
2. Zaid bin Tsabit tidak akan berbeda pendapat dengan sahabat yang lain pada kalimah
apakah ditulis dengan ta' atau ha' (tak ta'nits), hingga akhirnya sampai ke
telinga Utsman dan beliau memerintahkan menulisnya dengan ta'.
3. Jika rasm utsmani tawqifi, maka tidak akan terjadi perbedaan diantara mushaf-mushaf
yang beliau kirim ke berbagai daerah.
4. Jika tawqifi, maka Imam Malik tidak akan memperbolehkan penulisan al-Qur'an
untuk bahan pelajaran anak-anak yang tidak sesuai dengan rasm utsmani
Meskipun para ulama ini mengatakan demikian, bukan berarti berika meremehkan para
sahabat penulis al-Qura'n, menganggap mereka telah berbuat teledor atau menganggap
mereka bodoh dan tidak paham akan kaidah-kaidah penulisan bahasa Arab, seperti yang
didengungkan para orientalis atau kaum Syiah yang menganggap para sahabat penulis al-
Qur'an telah berkhianat dengan melakukan tahrif dan taghyir pada al-Qur'an serta membuang
banyak ayat al-Qur'an diantaranya adalah ayat yang menjelaskan keberhakan 'Ali bin Abi
Thalib atas kursi khalifah sesudah Rasulullah SAW. Ingatlah Allah menjamin Al-Quran
melalui firmanNya:
"Sesunggunya kami telah menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya kami akan
melindunginya".
G. Usaha Ulama dalam menerjemahkan Gaya Penulisan Mushaf
Banyak para ulama yang berusaha menerjemahkan gaya penulisan mushaf utsmani yang
tidak sesuai dengan kaidah penulisan arab yang baku. Banyak alasan-alasan dan hikmah-
hikmah yang mereka kemukakan dibalik tulisan mushaf itu. Namun hal ini hanya sebagai
penghibur dan pemanis, karena alasan-alasan dan hikmah itu diciptakan jauh sesudah para
sahabat wafat, dimana mereka meninggalkan rasm yang tidak diketahui hikmahnya dan tidak
dipahami petunjuknya, tanpa memandang alasan-alasan nahwiyah atau sharfiyah yang sudah
tercipta.
Diantara hikmah-hikmah itu ialah:
1. Pembuangan alif dalam adalah untuk mempermudah dan meringankan, karena
sering digunakan. Ada yang mengatakan bahwa karena alif dibuang maka sebagai
petunjuk pembuangan alif, awal penulisan ba' dibuat panjang.
2. Pembuangan wawu pada ayat berfungsi sebagai petunjuk akan cepat
hilangnya kebatilah.
3. Penambahan ya' pada berfungsi untuk membedakan lafadz yang
bermakna kekuatan dan yang bermakna tangan.
4. Penambahan Alif pada berfungsi sebagai petunjuk bahwa penyembelihan tidak
terjadi, seolah-olah dalam ayat itu adalah nafiyah.
H. Penambahan Titik dan Harokat
15. Titik dan harokat pada zaman sebelum Islam tidak dikenal, begitu pula saat munculnya rasm
utsmani. Ketika agama Islam tersebar bukan hanya ke wilayah Arab saja, maka terjadi
kesalahan dalam pembacaan al-Qur'an oleh orang-orang non Arab. Orang yang memprakarsai
pertama kali penambahan harokat, titik, tanda waqaf dan tanda-tanda yang lain seperti yang
kita kenal saat ini adalah Gubernur Mekah Al-Hajjaj Yusuf Ats Tsaqafi, gubernur dzalim
pada zaman khalifah Abbasiyah Abdul Malik bin Marwan. Dialah yang telah membunuh
banyak ulama dan sahabat dan menghancurkan Ka'bah.
I. Penutup
Bagaimanapun, rasm utsmani adalah sebuah prestasi gemilang dalam sejarah perkembangan
Islam, meredam perbedaan dan menghindarkan Al-Qur'an dari kesirnaan. Jika rasm utsmani
tidak ada, mungkin al-Qur'an tidak akan pernah sampai ke tangan kita. Dan apapun pendapat
ulama tentang rasm utsmani, ia adalah maha karya sahabat dan khulafaur rasyidin, di mana
kita dianjurkan berpegang teguh kepada sunnahnya dan sunnah khulafaur rasyidin, jika
menginginkan keselamatan di saat perpecahan umat semakin menjadi yang menjadikan Islam
semakin penuh warna, dan semakin meningkatnya kecenderungan manusia terhadap dunia.
Semoga Allah menetapkan kita sebagai orang yang mampu mencicipi air segar telaga
Rasulullah SAW dan sebagai orang yang bisa memandang wajah Allah yang maha agung.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khudlari, Muhammad, Tarikh At-Tasyri' al-Islami, Maktabah Dar Ihya' al Kutub al-
Arabiah, Surabaya, Cet. Tahun 1981
Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah, Al-Mushannaf, Dar El Fikr, Beirut
Al-Suyuthi, Abdur Rahman bin Al-Kamal Jalaluddin, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an
Al-Kurdi, Muhammad Tahir, 'Ulum al-Qur'an
http://fadliyanur.multiply.com/journal/item/27
http://id.wikipedia.org/wiki/Rasm_al-Qur%27an
Wizarah Al-Awqaf li As-Syu'un Al-Islamiyah, Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah, Darul Wizarah,
Kuwait
29 April 2008
RASM AL-QUR’AN (Ulumul Qur'an)
RASM AL-QUR’AN (Ulumul Qur'an)
RASM AL-QUR’AN
BAB I
PENDAHULUAN
16. Pada zaman sekarang ini yang katanya zaman modern atau zaman yang sudah maju, sehingga hal-
hal yang berbau klasik atau lama sepertinya sudah jarang diperhatikan. Bahkan terkesan sepertinya
harus dihilangkan dan dilupakan. Karena kataya sudah tidak sesuai dengan zamannya lagi.
Begitu juga dengan kitab suci kita yaitu Al-qur’an karim yang oleh banyak pihak mulai dan sudah
diganggu ke-autentikannya dari segi manapun, termasuk juga dari segi tulisannya dan perbedaan
antara tulisan yang satu dengan tulisan yang lain. Dan hal ini merupakan hal yang sangat
mengganggu dan meresahkan di kalangan umat Islam. Sebagai contonya adalah dari kalangan
orientalisme.
Dalam banyak penelitan mereka, para orientalis menyebarkan berbagai syubhat batil seputar Al-
Quran. Seorang orientalis bernama Noeldeke dalam bukunya, Tarikh Al-Quran, menolak keabsahan
huruf-huruf pembuka dalam banyak surat Al-Quran dengan klaim bahwa itu hanyalah simbol-simbol
dalam beberapa teks mushaf yang ada pada kaum muslimin generasi awal dulu, seperti yang ada
pada teks mushhaf Utsmani. Ia berkata bahwa huruf mim adalah simbol untuk mushhaf al-Mughirah,
huruf Ha adalah simbol untuk mushhaf Abu Hurairah. Nun untuk mushhaf Utsman. Menurutnya,
simbol-simbol itu secara tidak sengaja dibiarkan pada mushhaf-mushhaf tersebut sehngga akhirnya
terus melekat pada mushhaf Al-Quran dan menjadi bagian dari Al-Quran hingga kini. Berkaitan
dengan sumber penulisan Al-Quran, kaum orientalis menuduh bahwa isi Al-Quran berasal dari ajaran
Nasrani, seperti tuduhan Brockelmann. Sedangkan Goldziher menuduhnya berasal dari ajaran
Yahudi. Kaum orientalis yakin bahwa Al-Quran adalah buatan Muhammad.[1]
Disinilah perlunya dan harusnya kita mempelajari kembali tentang ilmu Al-qur’an dari awal sehingga
tidak terjadi putusnya sejarah awal Al-qur’an diturunkan dan dibukukan dalam bentuk mushaf
seperti yang telah ada di zaman sekarang ini.
BAB II
RASM AL-QUR’AN
1. Definisi Rasm Al-quran Dan Rasm ‘Utsmani
Rasm qur’an yaitu penulisan mushaf Al-qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam
penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakannya.
Penulisan Al-qur’an pada masa Nabi SAW dilakukan oleh para sahabat-sahabatnya. Nabi juga
membentuk tim khusus untuk sekretaris (juru tulis) Al-qur’an guna mencatat setiap kali turun
wahyu. Diantara mereka ialah; zaid binTsabit, Ubai bin Ka’ab dan Tsabit bin Qais.*2+
Pada waktu itu mereka menulis Al-qur’an berdasarkan petunjuk Nabi SAW. Baik dalam penulisannya
maupun dalam urutannya. Pada masa khalifah Abu Bakar sedikitnya ada 70 hafidz Al-qur’an yang
mati syahid dalam suatu peperangan meluruskan orang-orang yang murtad dari agama Islam.
Kemudian ketika itu Umar bin Khattab mengajukan usul kepada khalifah untuk mengumpulkan
17. catatan-catatan Al-qur’an menjadi satu. Dengan berbagai pertimbangan Abu Bakar menerima usulan
Umar, sehingga dibentuklah tim penuls Al-qur’an yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit. Tim menulis
ayat-ayat Al-qur’an dengan berpegangan dengan ayat-ayat Al-qur’an yang disimpan oleh Nabi SAW.
dan ayat-ayat yang dihapal oleh para sahabat yang masih hidup. Sesudah Abu Bakar wafat, tulisan
tersebut diserahkan kepada Umar bin Khattab lalu diserahkan lagi kepada khafsoh.
2. Pola Penulisan Al-Qur`an Dalam Mushaf Utsmani
Bangsa Arab sebelu Islam dalam tulis menulis menggunakan khot Hijri. Setelah datang Islam
dinamakan Khot Kufi.[3] Sejauh itu Bahasa dapat terpelihara dari kerusakan-kerusakan, karena ada
kemampuan berbahasa yang tertanam dalam jiwa mereka.
Pada masa khalifah utsman bin Affan, umat Islam telah tersebar ke berbagai kepenjuru dunia
sehingga pemeluk agama Islam bukan hanya orang-orang Arab saja. Pada saat itu muncul
perdebatan tentang bacaan Al-Qur’an yang masing-masing pihak mempunyai dialek yang berbeda.
Sangat di sayangkan masing-masing pihak merasa bahwa bacaan yang di gunakannya adalah yang
terbaik.[4]
Untuk mengantisipasi kesalahan dan kerusakan serta untuk memudahkan membaca Al-Qur`an bagi
orang-orang awam, maka Utsman bin Affan membentuk panitia yang terdiri dari 12 orang untuk
menyusun penulisan dan memperbanyak naskah Al-Qur`an. Mereka itu adalah: 1. Sa`id bin Al-As bin
Sa`id bin Al-As, 2. Nafi bin Zubair bin Amr bin Naufal, 3. Zaid bin Tsabit, 4.Ubay bin ka`b, 5.Abdullah
bin az-Zubair, 6.Abrur-Rahman bin Hisham, 7.Khatir bin Aflah, 8. Anas bin Malik, 9.Abdullah bin
Abbas, 10. Malik bin Abi Amir, 11. Abdullah bin Umar, 12. Abdullah bin Amr bin al-As.[5] Mereka
inilah yang menyusun mushaf Al-Qur`an yang kemudian di kenal dengan mushaf Utsmani, ada juga
yang mengatakan bahwa panitia yang di bentuk oleh Utsman ada empat orang mereka itu adalah
Zaid bin Tsabit, abdulalh bin Zubair, Sa’id bin Al-As dan Abdurrahman bin Al-Harits [6], karena di
tetapkan pada masa khalifah Utsman bin Affan. Mushaf itu ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu.
Para Ulama meringkas kaidah-kaidah itu menjadi 6 istilah, yaitu:
a. Al-Hadzf(membuang, menghilangkan, ataumeniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf
alif pada ya`nida` ,dari tanbih , pada lafadzh ,dan dari kata na .
b. Al-Jiyadah(penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai
hokum jma` ( ) dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang terletak di atas tulisan
wawu) ( ).
c.. Al-hamzah, salah satu kaidahnya berbunyi bahwa apabila hamzah berharakat sukun, di tulis
dengan huruf berharakat yang sebelumnya, contoh “i`dzan( ) dan “u`tumin”( ).
d. Badal (penggantian), seperti alif di tulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata , .
e. Washal dan Fashl (penyambungan dan pemisahan), seperti kata kul yang di iringi kata ma di tulis
dengan di sambung ( ).
f. Kata yang dapat dibaca dua bunyi. Penulis kata yang dapat di baca dua bunyi disesuaikan dengan
salah satu bunyinya. Di dalam mushaf `Utsmani, penuli kata semacam itu di tulis dengan
18. menghilangkan alif, misalnya “maliki yaumiddin”( ). Ayat di atas boleh di baca dengan menetapkan
alif(yakni di baca dua alif),boleh juga hanya menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).[7]
3. Kedudukan Rasm ‘Utsmani
Khalifah Utsman menyuruh ziad bin Tsabit untuk mengambil suhuf dari A’isyah sebagai
perbandingan dengan suhuf yang telah disusun oleh panitia yang telah dibentuk Utsman, dan
melakukan pengoreksian terhadap kesalahan-keslaahan yang ada pada mushaf yang dipegang oleh
panitia. Khalifah Utsman juga melakukan verifikasi dengan suhuf resmi yang sejak semula ada pada
Hafsah guna melakukan verifikasi dengan mushaf yang dia pegang.
Seseorang bisa jadi keheran-heranan mengapa khalifah ‘Utsman bersusah payah mengumpulkan
naskah tersendiri sedang akhirnya juga dibandingkan dengan suhuf yang ada pada Hafsah. Alasan
yang paling mendekati kemungkinan barangkali sekedar upaya simbolik. Satu dasawarsa sebelumnya
ribuan sahabat, yang sibuk berperang melawan orang-orang murtad di Yamamah dan di tempat
lainnya, tidak bisa berpartisipasi dalam kompilasi suhuf. Untuk menarik lebih banyak kompilasi
bahanbahan tulisan, naskah Utsman tersendiri(independen) memberi kesempatan kepada sahabat
yang masih hidup untuk melakukan usaha yang penting ini.[8]
Dalam keterangan diatas, tidak terdapat inkonsistensi di natara suhuf dan mushaf tersendiri, dan
dari kesimpulan yang luas ini terdapat: pertama, sejak awal teks Al-qur’an ini sudah benar-benar
kukuh hingga abad ketiga. Kedua metodologi yang dipakai dalam kompilasi Al-qur’an pada zaman
kedua pemerintahan sangat tepat dan akurat.
Setelah naskah mushaf tersebut selesai dibuat, maka disebarkan dan dibuat menjadi beberapa
duplikat dan dikirimkan ke beberapa tempat. Maka tak perlu lagi ada fragmentasi tulisan Al-qur’an
yang bergulir di tangan orang-orang. Oleh karena itu semua pecahan tulisan (fragmentasi) Al-qur’an
telah dibakar. Mus’ab bin Sa’d menyatakan bahwa masyarakat telah menerima keputusan Utsman,
setidaknya tidak mendengar kata-kata keberatan. Riwayat lain mengukuhkan kesepakatan ini,
termasuk Ali bin Abi Thalib berkata,”Demi Allah, dia tidak melakukan apa-apa dengan pecahan-
pecahan (mushaf) kecuali dengan persetujuan kami semua (tak ada seorang pun diantara kami yang
membantah)”.
Di dalam melakukan pengumpulan tujuan utama Utsman adalah ingin menutup semua celah-celah
perbedaan dalam bacaan Al-qur’an dengan mengirim mushaf atau mengirim sekalian dengan
pembacanya.dan juga dengan dua perintah: 1. agar membakar semua mushaf milik pribadi yang
berbeda denganmushaf milikya harus dibakar.[9] 2. agar tidak membaca sesuatu yang berbeda
dengan mushaf Utsmani. Oleh karena itu adanya kesatuan secara total yang ada teks Al-qur’an di
seluruh dunia selama empat belas abad, diberbagai wilayah dengan warna-warni yang ada,
merupakan bukti keberhasilan Utsman yang tak mungkin tersaingi oleh siapa pun dalam
menyatukan umat Islam dalam satu teks.[10]
4. Hukum Penulisan Dengan Rasm Utsmani
19. Para ualma berbeda pendapat mengenai status Rasm utsmani atau Rasm Al-qur’an. Pendapat-
pendapat tersebut ialah:
a. sebagian ulama berpendapat bahwa Rasm Al-qur’an itu bersifat tauqifi*11+, sehingga wasjib di
ikuti oleh siapa saja ketika menulis Al-quran. Untuk menegaskan pendapatnya,mereka merujuk pada
sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi pernah bersabda Mu’awiyah, salah seorang
sekretatarisnya,”Letakkan tinta. Pegang pena baik-baik. Luruskan huruf ba’.bedakan huruf sin.
Jangan butakan huruf min. perbaguslah (tulisan) Allah. Panjangkanlah (tulisan) Ar-Rahman dan
perbaguslah (tulisan) Ar-RAhim. Lalu letakkan penamu di atas telinga kirimu, karena itu akan
memuatmu lebih ingat”.*12+
Al-Qattan dalam bukunya berpendapat bahwa tidak ada suatu riwayat dari Nabi yang dijadikan alas
an untuk menjadikan Rasm Utsmani sebagai tauqifi. Rasm Utsmani merupakan kreatif panitia yang
telah di bentuk Utsman sendiri atas persetujuannya. Jika di antara panitia itu ada berbeda pendapat
dalam menulis mushaf, maka hendaknya di tulis dengan lisan Quraisy karena dengan lisan itu Al-
Qur’an turun.*13+
b. Sebagian besar Ulama berpendapat bahwa Rasm Utsmani bukan tauqifi, tetapi merupakan
kesepakatan cara penulisan (ishtilahi) yang di setujui Utsman dan diterima ummat, sehingga wajib di
ikuti dan ditaati siapapun ketika menulis Al-Qur`an.[14] Banyak Ulama terkemuka menyatakan
perlunya konsistensi menggunakan Rasm Utsmani. Asyhab berkata ketika ditanya tentang penulisan
Al-qur`an, apkah perlu menulisnya seperti yang di pakai banyak orang sekarang, Malik menjawab,
“Aku tidak berpendapat demikian. Seseorang hendaklah menulisnya sesuai dengan tulisan
pertama.”*15+Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata, “Haram hukumnya menyalahi khot Utsmani
dalam soal wawu, alif, ya` atau huruf lainnya.”*16+
c. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak ada halangan
untuk menyalahinya tatkala suatu generasi sepakat menggunakan cara untuk menuliskan Al-qur’an
ayng berlainan dengan Rasm Utsmani.[17]
Berkaitan denganketiga pendapat diatas, Al-Qattan memilih pendapat yang kedua karena lebih
memungkinkan untuk memelihara Al-qur’an dari perubahan dan penggantian hurufnya. Seandainya
setiap masa diperbolehkan menulis Al-qur’an sesuai dengan trend tulisan pada masanya, perubahan
tulisan Al-qur’an terbuka lebar pada setiap masa. Padahal, setiap kurun waktu memiliki trend tulisan
yang berbeda-beda. Al-qattan menegaskan bahwa perbedaan Khot pada mushaf-mushaf yang ada
merupakan hal lain. Yang pertama berkaitan dengan huruf , sedangkan yang kedua berkaitan dengan
20. cara penulisan huruf.[18] Untuk memperkuat pendapatnya, Al-qattan mengutip ucapan Al-Baihaqi di
dalam kitab Syu’b Al-Iman,”Siapa saja yang hendak menulis mushaf hendaknya memperhatikan cara
mereka yang pertama kali menulisnya. Janganlah berbeda dengannya. Tidak boleh mengubah
sediitpun apa-apa yang telah mereka tulis karena mereka lebih banyak pengetahuannya, ucapan dan
kebenarannya lebih dipercaya, serta dapat memegang amanah dari pada kita. Jangan ada diantara
kita yang merasa dapat menyamai mereka.”
5. Penulisan dan Percetakan Rasm Utsmani
Mushaf yang ditulis atas perintah Utsman bin Affan tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga
dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh. Dan banya terjadi kesulitan bagi orang non-arab
yang baru masuk Islam. Oleh karena itu pada masa khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705), dilakukan
penyempurnaannya.
Upaya ini tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan dilakukan sampai abad III H (atau akhir
abad IX M). Tercatat tiga nama yang disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali meletakkan titik
pada Mushaf Utsmani, yaitu: Abu Al-Aswad Ad-Dau’ali, Yahya bin Ya’mar(45-125 H) dan Nashr bin
Asim Al-Laits (w.89 H).
Penulisan Al-quran ini di upayakan denga tulisan ayng bagus. Untuk pertama kaliAl-qur’an di cetak di
Bunduqiyah pada tahun 1530 M. Tapi ketika dikeluarkan, penguasa gereja memerintahkan
pemusnahan kitab suci ini. Cetakan selanjutnya dialkukan oleh seorang jerman bernama hinkelman
pada pada athun 1694 M. di jerman. Kemudian disusul oleh Mracci pada tahun 1698 M. di Padoue.
Sayangnya tak satupun Al-qur’an cetakan I, II, III ini yang tersisa di dunia Islam dan sayangnya
perintis tersebut bukan dari kalangan Islam.
Penerbitan Qur’an dengan label Islam mulai pada tahun 1787, yang lahir di rusia. Kemudian di kazan,
lalu di Iran pada tahun 1248 H/1828 M. lima tahun kemudian 8 terbit di Tabriz. Setelah dua kali
diterbitkan di Iran setahun kemudian terbit di Jerman.
Di Negara Arab dimuali Raja Fuad dai mesir yang membentukpanitia khusus penerbitan Al-qur’an di
peremaptan pertama abad XX. Panitia yang di motori oleh para syaikh Al-Azhar ini pada tahun 1342
H/1923 M. Sejak itulah Al-quran dicetak berjuta-juta mushaf di Mesir dan berbagai negara lainnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Rasm Al-qur’an adalah tata cara penulisan Al-qur’an, yang biasa disebut juga dengan rasm Utsmani.
Status hokum Rasm Al-qur’an masih diperselisihkan dalam tiga hal: apakah tauqifi, bukan tauqifi
atau ishtilahi.
Rasm Utsmani memiliki fungsi yang sangat besar dalam menyatukan umat Islam.
Pada awalnya rasm Utsmani tidak memiliki tanda baca tapi kemudian di tambahi dan
disempurnakan.
21. DAFTAR PUSTAKA
Al-Azami,M.M. 2005. The History Of Qur’anic Text. Terj. Sohirin Solihin dkk. Jakarta: Gema Insani
Press.
Al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu Ilmu Al-Qur’an. Tarj. Mudzakkir AS. Bandung: Pustaka
Litera AntarNusa.
Anwar, Rosihon. 2006. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
As-Suyuti, jaluddin. 1978. Al-Itqoan Fi Ulum Al-Qur’an. Beirut: Darul Ma’arif.
As-Shalih, Subhi. 1988. Mabahis Fi Ulum Al-Quran. Beirut: Darul Ilmi.
Az-Zanzani, Abu Abdullah. 1991. Wawasan Baru Tarikh Al-Qur’an. Tarj. Kamaluddin Marzuki Amwar.
Bandung: MIZAN.
Chirzin, Muhammad. 2003. Permata Al-Qur’an. Yogyakarta: QIRTAS.
Syadali, Ahmad dan Rofii, Ahmad. 2000. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka setia.
FOOTNOTE
[1] http://gasus85.wordpress.com/
*2+ Syadali, Ahmad dan Rofii, Ahmad. 2000. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka setia. Hal. 21.
[3] As-Shalih, Subhi. 1988. Mabahis Fi Ulum Al-Quran. Beirut: Darul Ilmi. Hal. 361-362.
[4] As-Suyuti, jaluddin. 1978. Al-Itqoan Fi Ulum Al-Qur’an. Beirut: Darul Ma’arif. Juz 5.
[5] Al-A’zami,M.M. 2005. The History Of Qur’anic Text. Terj. Sohirin Solihin dkk. Jakarta: Gema Insani
Press. Hal. 99-100.
6. Anwar, Rosihon. 2006. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.hal.50
[7] Anwar, Rosihon. ibid.hal.50-52.
22. [8] Al-A’zami. Op cit. hal. 104
[9] Menurut Ibnu Hajar hal ini tergantung dari induvidu yang memilikinya, apa di hapus, di robek
atau di bakar.
[10] Ibid. hal 107
[11] Yakni bukan produk manusia, tetapi merupakan sesuatu yang ditetapkan berdasarkan wahyu
Allah, yang Nabi sendiri tidak memiliki otoritas untuk menyangkalnya.
[12] Anwar, rosihon. Op cit hal.52
[13] Al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu Ilmu Al-Qur’an. Tarj. Mudzakkir AS. Bandung: Pustaka
Litera AntarNusa.hal.215.
[14] Ibid. hal. 216.
[15]As-Suyuti, Jaluddin. Op. cit. hal 167.
[16] Ibid.
[17] Anwar,Rosihon. Op. cit. hal. 55.
[18] Ibid. hal. 56
telah di presentasikan di Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al Hakim (STAIL) Surabaya
Rabu, 29 Februari 2012
MAKALAH ‘ULUMUL QUR’AN SEJARAH TURUN DAN PENULISAN
AL-QUR’AN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nuzulul Qur’an (Turunnya Al-Qur’an )
23. Menurut Jumhurul Ulama’ arti Nuzulul Qur’an itu secara hakiki tidak cocok untuk Al-Qur’an
sebagai kalam Allah yang berada pada dzat-Nya. Sebab , dengan memakai ungkapan “diturunkan”
menghendaki adanya materi kalimat atau lafal atau tulisan huruf yang riel yang harus diturunkan.
Karena itu harus menggunakan arti majazi, yaitu menetapkan / memantapkan / memberitahukan
/menyampaikan Al-Qur’an, baik di sampaikan Al-Qur’an itu ke Lauhil Mahfudz atau ke Baitul Izzah di
langit dunia, maupun kepada Nabi Muhammad SAW.
B. Tahap-tahap Al-Qur’an di turunakan
Yang dimaksud dengan “ tahap-tahap turunnya Al-Qur’an” ialah tertib dari fase-fase
disampaikan kitab suci Al-Qur’an, mulai dari sisi Allah hingga langsung kepada Nabi Muhammad
SAW, kitab suci ini tidak seperti kitab-kitab suci sebelumnya. Sebab kitab suci ini diturunkan secara
bertahap, sehingga betul-betul menunjukkan kemukjizatannya.
Allah SWT telah memberikan penghormatan kepada Al-Qur’an dengan membuat turnnya tiga
tahap;
1. Tahap Pertama Turun Di Lauh Mahfudz ( )
sebagaimana dalm firman allah:
Artinya: bahkan yang di dustakan itu ialah Al-Qur’an yang mulia, yang tersimpan di Lauhul Mahfudz
( QS. Al-Buruj 21).
Wujudnya Al-Qur’an di Lauhu Mahfudz adalah dalam suatu cara dan tempat yang tidak bisa
diketahui kecuali oleh Allah sendiri. dalam Lauhul Mahfudz Al-Qur’an berupa kumpualn lengkap
tidak terpisah-pisah.
Hikmah dari Tanazul tahap pertama ini adalah seperti hikmah dari eksistensi Lauhul Mahfudz itu
sendiridan fungsinya sebagai tempat catatan umum dari segala hal yang ditentukan dan diputuskan
Allah dari segala makhluq alam dan semua kejadian. Dan membuktikan kebesaran kekuasaan Allah
SWT dan keluasaan ilmunya serta kekuatan kehendak dan kebijaksanaa-Nya
2. Tahap Kedua Di Baitul Izzah ( )
24. yaitu tempat mulia di langit yaitu langit pertama, atau langit yang terdekat dengan bumi.
Berdasarkan firman allah:
Artinya: sesungguhanya kami menurunkannya (al-qur’an )pada suatu malam yang diberkahi.
(QS. Ad-dukhan: 3)
Ayat tersebut menunjukkan turunnya Al-Qur’an tahap kedua ini dan cara turunnya, yaitu secara
sekaligus turun seluruh isi al-qur’an dari lauhul mahfudz ke baitul izzah, sebelum di sampaikan ke
nabi Muhammad SAW
3. tahap ketiga.
Al-Qur’an turun dari dari Baitul Izzah di langit dunia langsung kepada nabi Muhammad. Artinya,
Al-Qur’an disampaikan langsung kepada Nabi Muhammad, baik melalui perantara Malaikat Jibril
ataupun secara langsung ke dalam hati sanubari nabi Muhammad SAW, maupun dari balik tabir.
Dalilnya ayat Al-Qur’an antara lain:
Artinya: dan sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas.” (Q.S. al-
baqoroh:99)
Artinya: ia (al-qur’an ) dibawa turun oleh Ar-Ruhul Al-Amin (Jibril) kedalam hatimu
(Muhammad)agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan.”
(Q.S. asy-syu’ara: 193-194)
C. Sejarah turunnya al-qur’an kepada nabi Muhammad SAW.
1. Waktu turunya alqur’an
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dari sebuah surat atau
sebuah surat ynag pendek secara lengkap. Dan penyampaian Al-Qur’an secara keseluruhan
memakan waktu lebih kurang 23 tahun, yakni 13 tahun waktu nabi masih tingggal di makkah
sebelum hijrah dan 10 tahun waktu nabi hijrah ke madinah.
25. Sedangka permulaan turunya Al-Qur’an adalah pada malam lailatul qadar, tanggal 17
Ramadhan pada waktu Nabi telah berusia 41 tahun bertepatan tanggal 6 Agustus 610 M, sewaktu
beliau sedang berkhalwat (meditasi ) di dalam gua hira’ di atas Jabal Nur. Ayat yang pertama kali
turun adalah 1-5 surah al-alaq:
Sedangkan wahyu yang terakhir yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah surat Al-
Maidah:3, pada waktu nabi sedang berwukuf di Arafah melaukan Haji Wada’pada tanggal 9 Dzul
hijjah 10 H, yaitu ayat:
Artinya:
pada hari ini telah ku-sempurnakan untukmu agamamu dan telah ku-cukupkan nikmat-ku
kepadamu, serta ku-ridhai bagimu Islam sebagai agamamu
2. periodesasi turunya alqur’an
Masa turunnya Al-Qur’an sealam 22 tahun lebih tersebut terbagi dalam dua periode, sebagai
berikut:
a. Periode pertama adalah Makkah. Yaitu, Wahyu Ilahi yang diturunkan sebelum hijrah
tersebut di sebut surat/ ayat makkiyah merupakan 19/30 dari Al-Qur’an, yang menurut Ahli
Tahkiq selama 12 tahun 5 bulan dan lebih 13 hari. Dan terdiri dari 90 surah yang mencakup
4.773 ayat. surat dan ayatnya pendek-pendek dan gaya bahasanya singkat-padat ( Ijaz ),
karena sasaran pertama dan utama pada periode ini adalah orang-orang arab asli ( Suku
Quraisy )yang sudah tentu paham benar akan bahasa Arab. Mengenai isi surat/ayat
Makkiyah pada umumnya berupa ajakan untuk bertauhid yang murni atau ketuhanan yang
Maha Esa secara murni dan juga tentang pembinaan mental dan akhlaq.
b. Periode kedua adalah periode Madinah. Yaitu, wahyu Ilahi yang turun sesudah hijrah disebut
surat/ayat Madaniyyah dan merupakan 11/30 dari Al-Qur’an. Selam 9 tahun 9 bulan lebih 9
hari, yang terdiri dari 24 surah yang meliputi 1463 ayat. surat dan ayatnya panjang-panjang
dan gaya bahasanya panjang lebar dan lebih jelas ( Ithnab ), karena sasarannya bukan hanya
26. orang-orang arab asli, melainkanjuga non arab dari berbagai bangsa yang telah mulai masuk
islam dan sudah tentu mereka belum menguasai bahasa arab. Mengenai isi surat/ayat
Madaniyyah pada umumnya berupa norma-norma hukum untuk pembentukan dan
pembinaan suatu masyarakat / umat islam dan Negara yang adil dan makmur yang diridhai
Allah SWT.
D. Hikmah dan rahasia al-qur’an diturunkan berangsur-angsur
1) Memperkuat dan memperkokoh hati Nabi Muhammad SAW karena turunnya wahyu baru, membuat
kegembiraan yang memenuhi hati nabi, mempermudah dalam menghafal, memahami dan
hikmahnya yang di dalamnya memperkuat perkara yang haq dan membatalkan perkara yang batal.
2) Bertahap dalam mendidik umat yang sedang tumbuh baik dengan Ilmy maupun dengan Amaly,
disamping mempermudah hafalan dan pemahaman Al-Qur’an bagi orang arab agar kaum Muslimin
menengok kepada kesalahan mereka yang perlu diperbaiki serta menunjukkan kebenaran kepada
mereka.
3) Bertahap dalam menanamkan keyakinan dan ibadah yang benar serta budi pekerti yang luhur.
4) Menunjukkan bahwa sumber Al-Qur’an adalah Kalam Allah SWT sendiri.
5) Turun berangsur-angsur dalam beberapa masa, sejalan dengan situasi, peristiwa dan kejadian
kejadian.
E. Sejarah penulisan Al-Qur’an
Penulisan/penghimpunan Al-Qur’an mengalami 3 ( tiga ) periode yaitu:
1. penulisan Al-Qur’an pada periode Nabi Muhammad SAW
Nabi menunjuk beberapa sahabat yang pandai tulis baca sebagai penulis Wahyu, antara lain
empat sahabat nabi yang terkemuka, Mu’awiyah, Zaid Bin Tsabit, Ubay Bin Ka’ab Dan Khalid Bin
Walid.
Para penulis wahyu itu diperinatah Nabi untuk menuliskan setiap wahyu yang diterimanya dan
meletakkan urut-urutanya sesuai dengan petunjuk nabi berdasarkan petunjuk tuhan lewat Jibril. Dan
kemudian Nabi bersabda:
27. Artinya: “letakkan surat ini pada tempat yang disebutkan didalamnya ungkapan ini dan itu”
Kemudian ayat-ayat Al-Qur’an yang telah ditulis dihadapan Nabi di atas benda-benda yang
bermacam-macam antara lain batu, tulang, kulit binatang, pelepah kurma dan sebagainya.
Semuanya itu disimpan di rumah Nabi dalam keadaan terpencar-pencar ayatnya belum dihimpun
dalam suatu Mushaf Al-Qur’an, dan diperkuat dengan naskah-naskah Al-Qur’an yang dibuat oleh
para penulis untuk pribadi masing-masing serta ditunjang oleh hafalan para sahabat yang Hafidz Al-
Qur’an yang tidak sedikit jumlahnya, maka semuanya itu menjamin Al-Qur’an tetap terpelihara
secara lengkap dan murni.
2. Penulisan Al-Qur’an pada periode Khalifah Abu Bakar
Setelah Nabi wafat dan Abu Bakar diangkat sebagai Khalifah, terjadilah gerakan pembangkangan
membayar zakat dan gerakan keluar dari agama islam (Murtad) dibawah pimpinan Musailamah.
Gerakan ini segera di tindak Oleh Abu Bakar dengan mengirimkan pasukan di bawah Khalid Bin
Walid. Terjadilah clash fisik di Yamamah yang menimbulkan banyak korban di kalangan Islam
termasuk 70 sahabat yang Hafidz Al-Qur’an terbunuh sebagai Syuhada’
Peristiwa itu mendorong umar untuk menyarankan kepada Khalifah segera menghimpun ayat-
ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf, karena kawatir kehilangan sebagian Al-Qur’an dengan wafatnya
sebagian para penghafalnya. Ide sahabat Umar di terima oleh Abu Bakar, kemudian ia
memerintahkan Kepada Zaid Bin Tsabit agar segera menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu
mushaf/suhuf
Zaid sangat berhati-hati dalam menjalankan tugas ini, ia berpegangan pada dua hal, ialah:
1. Ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis di hadapan nabi dan di simapn di rumah Nabi Muhammad SAW.
2. Ayat-ayat yang dihafal oleh para sahabat yang Hafidz Al-Qur’an.
Zaid tidak mau menerima tulisan ayat-ayat Al-Qur’an kecuali kalau disaksikan dengan dua orang
saksi yang adil bahwa ayat itu benar-benar ditulis dihadapan Nabi atas perintah/ petunjuknya. Tugas
penulisan ini oleh zaid dapat di laksanakan dalam waktu kurang lebih 1 (satu) tahun, yakni antara
sesudah terjadi perang Yamamah dan sebelum Abu Bakar wafat.
28. Mushaf karya Zaid Bin Tsabit ini kemudian disimpan oleh Abu Bakar dan kemudian Umar setelah
Abu Bakar wafat,. Kemudian disimpan hafsah setelah Umar mangkat atas pesan Umar, dengan
pertimbangan bahwa Hafsah adalah istri nabi yang hafidz Al-Qur’an dan pandai baca tulis.
3. Penulisan/ penghimpunan Al-Qur’an periode Khalifah Utsman Bin Affan
Pada masa pemerintahan Utsman, terjadilah perbedaan bacaan Al-Qur’an di kalangan umat
islam dan kalau dibiarkan, bisa menggganggu persatuan dan kesatuan umat Islam. Karena itu
sahabat Hudzaifah menyarankan kepada khalifah agar berusaha mengusahakan keseragaman
bacaaan Al-Qur’an.
Khalifah Utsman dapat menerima ide Hudzaifah, kemudian membentuk panitia terdiri dari
empat orang, yakni: Zaid Bin Tsabit, Sai’id Bin Al-Ash, Abdullah Bin Al-Zubair Dan Abdurrahman Bin
Harits Bin Hisyam. Panitia ini diketuai oleh Zaid dan bertugas menyalin Al-Qur’an yang disimapn oleh
Hafsah, sebab suhuf Hafsah ini di pandang sebagai naskah Al-Qur’an standart.
Panitia Zaid diperintah menyalin suhuf Hafsah dalam jumlah beberapa buah untuk dikirimkan ke
beberapa daerah Islam disertai intruksi bahwa semua suhuf yang berbeda dengan Mushaf Utsman
yang terkirim itu harus di musnahkan / dibakar.
Setelah panitia Zaid berhasil melaksanakan tugasnya, mushaf Hafsah yang dipinjamnya
dikembalikan ke Hafsah. Marwan Bin Al-Hakam seoarang Khalifah Bani Umayyah, pernah meminta
Hafsah agar suhufnya dibakar, tetappi ditolak oleh Hafsah. Baru setelah hafsah wafat, suhufnya di
ambil oleh Marwan dan kemudian dibakarnya. Tindakannya terpaksa dilakukan, demi untuk
menagamankan keseragaman mushaf Al-Qur’an yang telah diusahakan oleh Khlaifah Utsman, dan
lagi untuk menghindari keragu-raguan umat Islam di masa yang akan dating terhadap mushaf Al-
Qur’an, jika masih terdapat dua macam naskah (Suhuf Hafsah dan Mushaf Utsman).
BAB III
PENUTUP
29. KESIMPULAN
Pengertian turunnya alqur’an ialah menetapkan / memantapkan / memberitahukan
/menyampaikan Al-Qur’an, baik di sampaikan Al-Qur’an itu ke Lauhil Mahfudz atau ke Baitul Izzah di
langit dunia, maupun kepada Nabi Muhammad.
tahap-tahap turunnya Al-Qur’an” ialah tertib dari fase-fase disampaikan kitab suci Al-Qur’an,
mulai dari sisi Allah hingga langsung kepada Nabi Muhammad SAW, kitab suci ini tidak seperti kitab-
kitab suci sebelumnya. Sebab kitab suci ini diturunkan secara bertahap, sehingga betul-betul
menunjukkan kemukjizatannya.
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dari sebuah surat atau
sebuah surat ynag pendek secara lengkap. Dan penyampaian Al-Qur’an secara keseluruhan
memakan waktu lebih kurang 23 tahun, yakni 13 tahun waktu nabi masih tingggal di makkah
sebelum hijrah dan 10 tahun waktu nabi hijrah ke madinah.
Sedangka permulaan turunya Al-Qur’an adalah pada malam Lailatul Qadar, tanggal 17
Ramadhan pada waktu Nabi telah berusia 41 tahun bertepatan tanggal 6 Agustus 610 M, sewaktu
beliau sedang berkhalwat (meditasi ) di dalam gua hira’ di atas Jabal Nur. Ayat yang pertama kali
turun adalah 1-5 surah Al-Alaq:
Sedangkan Penulisan/penghimpunan Al-Qur’an mengalami 3 ( tiga ) periode yaitu:
1) penulisan Al-Qur’an pada periode Nabi Muhammad SAW
2) Penulisan Al-Qur’an pada periode Khalifah Abu Bakar
3) Penulisan/ penghimpunan Al-Qur’an periode Khalifah Utsman Bin Affan
Setelah kita mengetahui dari sejarah turunnya al-qur’an al-karim, dan sejarah penulisan Al-
Qur’an yang begitu panjang prosesnya, semoga menimbulkan ketebalan iman kita terhadap Al-
Qur’an. Dan kita mau mengamalkan apa yang di perintahkan dalam Al-Qur’an dan meninggalkan apa
yang dilarang oleh Al-Qur’an, sehingga kita akan selamat di Dunia maupun di Akherat kelak, Amin…
DAFTAR PUSTAKA
30. - Masjfuk Zuhdi,Drs. Pengantar Ulumul Quran, PT. Bina Ilmu, Surabaya. 1980
- Taufiqurrohman, Drs. M. Ag. Studi Ulumul Quran Telaah Atas Mushaf Utsmani, Pustaka Setia. Bandung,
2003
- Rosihan Anwar, M. Ag. Ulumul Quran, Pustaka Setia. Bandung, 2001
- Djalal, Prof. Dr. H. Abdul. H. A, Ulumul Quran, Dunia Ilmu, Surabaya. 2000
1.ULUMUL QUR‘AN DAN PERKEMBANGANNYA
I. PENGERTIAN ULUMUL QUR‘AN
Kata ‗Uluum jamak dari kata ‗ilmu. ‗Ilmu berarti al-fahmu walidraak (―paham dan
menguasai‖). Kemudian arti kata ini berubah menjadi masalah-masalah yang beraneka ragam
yang disusun secara ilmiah.
Jadi; yang dimaksud dengan ‗ULUUMUL QUR‘AN ialah yang membahas masalah-masalah
yang berhubungan dengan Qur‘an dari segi asbaabun nuzuul, an-Nasikh wal mansukh, al-
muhkam wal mutasyaabih, al-Makki wal Madani, dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan Qur‘an. Terkadang ilmu ini dinamakan juga USUULUT TAFSIIR (―dasar-dasar
tafsir‖), karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh
seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur‘an.
Terdapat berbagai defenisi tentang yang dimaksud dengan Ulumul Qur‘an ( ilmu ilmu al-
qur‘an ). contohnya yaitu :
Imam Al-Zarqani dalam kitabnya manahil al-irfan fi ulum al-qur‘an merumuskan Ulumul
Qur‘an sebagai berikut : ― Pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan al-
qur‘an, dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya,
mukjizatnya, nasikh mansukhnya, dan bantahan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan
keragu-raguan terhadap al-qur‘an dan sebagainya‖.
Imam Al-Suyuthi dalam kitab itmamu al-dirayah mengatakan, Ulumul Qur‘an adalah : ― ilmu
yang membahas tentang keadaan al-qur‘an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna –
maknanya, baik yang berhubungan dengan lafal-lafalnya maupun yang berhubungan dengan
hukum-hukumnya, dan sebagainya‖.
II. PERKEMBANGAN ULUMUL QUR‘AN
Ulumul Qur‘an itu sendiri bermula dari Rasulullah SAW, tetapi saat itu Rasulullah S.A.W
tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dia selain Qur‘an, karena ia khawatir
Qur‘an akan tercampur dengan yang lain. ― Muslim meriwayatkan dari Abu Sa‘id al-khudri,
bahwa rasulullah S.A.W berkata :
―Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa yang menuliskan
dari aku selain Qur‘an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
31. di api neraka.‖
Sekalipun sesudah itu, Rasulullah S.A.W baru mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk
menulis hadist, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur‘an, para sahabat menulis tetap
didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah S.A.W., dimasa
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.
Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a dan keadaan menghendaki untuk
menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf. Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut
mushaf imam. Salinan salinan mushaf itu juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan
mushaf tersebut dinamakan Rasmul ‗Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman.r.a. Dan ini
dianggap sebagai permulaan dari ‗Ilmu Rasmil Qur‘an.
Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-Du‘ali
meletakkan kaidah kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat, baku, dan memberikan
ketentuan harakat pada Qur‘an. Ini juga dianggap sebagai permulaan ‗Ilmu I‘rabil Qur‘an.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna
Qur‘an dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya
perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian
diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi‘in.
Diantara para mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalah empat orang khalifah,
kemudian Ibn Mas‘ud, Ibn ‗Abbas, Ubai bin Ka‘b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al- Asy‘ari dan
Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Mas‘ud, dan Ubai bin Ka‘b. Dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah
merupakan tafsir Qur‘an yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat
dengan penafsiran tentang apa yang masih samara dan penjelasan apa yang masih global.
Mengenai para tabi‘in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini
dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad
dalam menafsirkan ayat.
Diantara murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang terkenal ialah Sa‘id bin jubair, Mujahid,
‗Ikrimah bekas sahaya (maula) Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‗Ataa‘ bin Abi
Rabaah.
Dan terkenal pula diantara murid-murid Ubai bin Ka‘b di medinah, Zaid bin Aslam, Abul
‗Aliyah dan Muhammad bin Ka‘b al-Qurazi.
Dari murid-murid Abdullah bin Mas‘ud di Irak yang terkenal ‗Alqamah bin Qais, Masruq, al-
Aswad bin Yazid, ‗Amir asy-Sya‘bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di‘amah as-Sadusi.
Ibnu Taimiyah berkata : ―Adapun mengenai Ilmu tafsir, orang yang paling tahu adalah
penduduk Mekkah, karena mereka sahabat Ibn Abbas, seperti Mujahid, ‗Ataa‘ bin Abi
Rabaah, ‗Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat sahabat Ibn Abbas lainnya. Begitu juga
penduduk Kufah dari sahabat Ibn Mas‘ud; dan mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli
tafsir yang lain. Ulama penduduk Medinah dalam ilmu tafsir diantaranya adalah Zubair bin
Aslam, Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb.
Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu Tafsir, ilmu Gariibil Qur‘an,
ilmu Asbaabun Nuzuul, ilmu Makki Wal Madani, dan ilmu Nasikh dan Mansukh. Tetapi
semua itu tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.
Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan (tadwiin)yang dimulai dengan pembukuan hadist
dengan segala babnya yang bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal berhubungan
dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur‘an yang diriwayatkan dari
Rasulullah SAW, dari para sahabat atau dari para tabi‘in.
Diantara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117H), Syu‘bah
bin Hajjaj (wafat 160H), Waki‘ bin Jarraah (wafat 197H), Sufyan bin ‗Uyainah (wafat 198),
dan ‗Abdurrazzaq bin hammam (wafat 112H).
32. Mereka semua adalah para ahli hadist. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu
bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.
Kemudian langkah mereka diikuti oleh segolongan ulama. Mereka menyusun tafsir Qur‘an
yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal diantara mereka
ada Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310H).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukilkan (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut
ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadist; selanjutnya
ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-tafsir bil ma‘sur
(berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra‘yi (berdasarkan penalaran).
Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok
pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Qur‘an, dan hal ini sangat diperlukan oleh
seorang mufasir.
Pada abad ketiga hijri, ada :
- Ali bin al-Madani (wafat 234H), guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbaabun
nuzuul.
- Abu ‗Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224H), menulis tentang Nasikh-Mansukh dan
Qira‘aat.
- Ibn Qutaibah (wafat 276H), menyusun tentang problematika Qur‘an / Musykilatul Qur‘an.
Pada abad keempat hijri, ada :
- Muhammad bin khalaf bin Marzaban (wafat 309H), menyusun al-Haawii faa ‗Uluumil
Qur‘an.
- Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 351H), juga menulis tentang ilmu-ilmu
Qur‘an.
- Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330H), menyusun Ghariibil Qur‘an.
- Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388H), menyusun al-Istignaa‘fi ‗Uluumil Qur‘an.
Kemudian kegiatan karang mengarang dalam hal ilmu ilmu Qur‘an tetap berlangsung
sesudah itu, seperti :
- Abu Bakar al-Baqalani (wafat 403H), menyusun I‘jazul Qur‘an.
- Ali bin Ibrahim bin Sa‘id al-Hufi (wafat 430H), menulis mengenai I‘raabul Qur‘an.
- Al-Mawardi (wafat 450H), menyusun tentang tamsil-tamsil dalam Qur‘an (Amsaalul
Qur‘an).
- Al-‗Izz bin ‗Abdus Salam (wafat 660H), menyusun tentang majaz dalam Qur‘an.
- ‗Alamuddin as-Sakhawi (wafat 634H), menulis mengenai ilmu Qira‘at (cara membaca
Qur‘an) dan Aqsaaul Qur‘an.
Setiap penulis dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yang
berhubungan dengan ilmu-ilmu Qur‘an.
Sedang pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu
Qur‘an, semuanya atau sebagian besarnya dalam satu karangan, maka Syaikh Muhammad
‗Abdul ‗Aziim az-Zarqaani menyebutkan didalam kitabnya Manaahilul ‗Irfan fi ‗Uluumil
Qur‘an bahwa ia telah menemukan didalam perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis
oleh Ali bin Ibrahim bin Sa‘id yang terkenal dengan al-Hufi, judulnya al-Burhaan fi ‗uluumil
Qur‘an yang terdiri atas tiga puluh jilid.
Pengarang membicarakan ayat-ayat Qur‘an menurut tertib mushaf. Dia membicarakan ilmu-
ilmu Qur‘an yang dikandung ayat itu secara tersendiri, masing-masing diberi judul sendiri
pula, dan judul yang umum disebut dengan al-Qaul fii Qaulihi ‗Azza wa jalla (pendapat
mengenai firman Allah ‗Azza wa jalla). Kemudian dibawah judul ini dicantumkan :
- al-Qaul fil I‘rab (pendapat mengenai morfologi)
- al-Qaul fil ma‘naa wat Tafsir (pendapat mengenai makna dan tafsirnya)
33. - al-Qaul fil waqfi wat tamaam ( pendapat mengenai tanda berhenti dan tidak)
Sedangkan Qira‘at diletakkan dalam judul tersendiri pula, yang disebut al-Qaul fil Qira‘at
(pendapat mengenai qira‘at). Dan kadang ia berbicara tentang hukum-hukum dalam Qur‘an.
Dengan metode seperti ini, al-Hufi (wafat 330H) dianggap sebagai orang pertama yang
membukukan ‗Ulumul Qur‘an/ ilmu-ilmu Qur‘an. Meskipun pembukuannya memakai cara
tertentu seperti yang disebut diatas.
Kemudian karang mengarang tentang ilmu-ilmu Qur‘an terus berlanjut, seperti ada :
- Ibnul jauzi (wafat 597H), dengan menulis sebuah kitab berjudul Funuunul Afnaan fi
‗Aja‘ibi ‗Uluumil Qur‘an.
- Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794H), menulis sebuah kitab lengkap dengan judul al-
Burhaan fi ‗Uluumil Qur‘an.
- Jalaluddin al-Balqini (wafat 824H), memberikan tambahan atas kitab al-Burhan didalam
kitabnya Mawaqi‘ul ‗Uluum min Mawaaqi‘in Nujuum.
- Jalaluddin as-Suyuti (wafat 911H), menyusun kitab yang terkenal al-Itqaan fi Uluumil
Qur‘an.
Kepustakaan ilmu-ilmu Qur‘an pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil daripada
nasib ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran
islam telah mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan Qur‘an dengan
metode baru pula, seperti :
- Kitab I‘jaazul Qur‘an, yang ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi‘i.
- Kitab at-Taswiirul Fanni fil Qur‘an dan Masyaahidul Qiyaamah fil Qur‘an, oleh Sayid
Qutb.
- Kitab Tarjamatul Qur‘an, oleh Muhammad Mustafa al-Maragi.
- Kitab Mas‘alatu Tarjamatil Qur‘an, oleh Mustafa Sabri.
- Kitab an-Naba‘ul ‗Aziim, oleh Dr. Muhammad ‗Abdullah Daraz.
- Kitab Mukaddimah tafsir Mahaasinut Ta‘wil, oleh Jamaluddin al-Qasimi.
- Kitab at-Tibyaan fi ‗uluumil Qur‘an, oleh Syaikh Tahir al-Jaza‘iri.
- Kitab Manhajul Furqaan fi ‗Uluumil Qur‘an, oleh Syaikh Muhammad ‗Ali Salamah.
- Kitab Manaahilul ‗irfan fi ‗Uluumil Qur‘an, oleh Muhammad ‗Abdul ‗Azim az-Zarqani.
- Kitab Muzakkiraat ‗Uluumil Qur‘an, oleh Syaikh Ahmad ‗Ali.
Dan akhirnya muncul Kitab Mabaahisu fi ‗Uluumil Qur‘an oleh Dr. Subhi as-Salih. Juga
diikuti oleh Ustadz Ahmad Muhammad Jaml yang menulis beberapa studi sekitar masalah
―Maa‘idah‖ dalam Qur‘an.
Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‗ULUUMUL QUR‘AN, dan
kata ini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.
III. RUANG LINGKUP ULUMUL QUR‘AN
Dari uraian diatas tersebut tergambar bahwa Ulumul Qur‘an adalah ilmu ilmu yang
berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-qur‘an.
Subhi al-shalih lebih lanjut menjelaskan bahwa para perintis ilmu al-qur‘an adalah sebagai
berikut :
Dari kalangan sahabat nabi
Dari kalangan tabi‘in di madinah
Dari kalangan tabi‘ut tabi‘in (generasi ketiga kaum muslimin)
Dan dari generasi-generasi setelah itu.
Para ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup dalam lingkup
Uluumul Qur‘an menafsirkan Qur‘an selalu berpegang pada :
34. 1). Al-Qur‘anul Karim
Sebab apa yang yang dikemukakan secara global di satu tempat/ayat dijelaskan secara
terperinci ditempat/ayat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq
atau umum namun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya.
Inilah yang dinamakan ―Tafsir Qur‘an dengan Qur‘an‖.
2). Nabi S.A.W
Mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Qur‘an. Karena itu wajarlah kalau
para sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu
ayat. Diantara kandungan Qur‘an terdapat ayat ayat yang tidak dapat diketahui ta‘wilnya
kecuali melalui penjelasan Rasulullah . misalnya rincian tentang perintah dan larangan-Nya
serta ketentuan mengenai hukum-hukum yang difardhukan-Nya.
3). Para Sahabat
Mengingat para sahabatlah yang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah SAW cukup
menjadi acuan dalam mengembangkan ilmu-ilmu Qur‘an. Dan yang cukup banyak
menafsirkan Qur‘an seperti empat orang khalifah dan para sahabat lainnya.
4). Pemahaman dan ijtihad
Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Qur‘an dan tidak pula mendapatkan
sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah, dan banyak perbedaan-
perbedaan dari kalangan sahabat, maka mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan
segenap kemampuan nalar. Ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat
menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang ada
didalamnya.
Pada masa kalangan sahabat, tidak ada sedikit pun tafsir / ilmu ilmu tentang Qur‘an yang
dibukukan, sebab pembukuan baru dilakukan pada abad kedua hijri. Masa pembukuan
dimulai pada akhir dinasti Bani Umayah dan awal dinasti Abbasiyah.
IV. CABANG CABANG ULUMUL QUR‘AN
Secara garis besar Ulumul Qur‘an terbagi dua, yaitu:
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata mata, seperti ilmu qira‘at, tempat turunnya
ayat-ayat al-qur‘an, waktu turunnya, dan sebab-sebabnya.
Ilmu yang berhubungan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara
mendalam seperti memahami lafal yang gharib (asing pengertiannya) serta mengetahui
makna ayat yang berhubungan dengan hukum.
Tujuan mempelajari ulumul qur‘an ini adalah untuk memperoleh keahlian dalam
mengistimbath hukum syara‘, baik mengenai keyakinan atau I‘tiqad, amalan, budi pekerti,
maupun lainnya. Cabang-cabang dari Ulumul Qur‘an adalah sebagai berikut :
Ilmu Mawathin al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan tempat tempat turunnya ayat,
masanya, awal dan akhirnya.
Ilmu Tawarikh al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan
tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib turun surat dengan
sempurna.
Ilmu Asbab al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan sebab sebab turunnya ayat.
Ilmu Qira‘at yaitu : ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira‘at ( bacaan Al-Qur‘an yang
35. diterima dari Rasulullah SAW ).
Ilmu tajwid yaitu : ilmu yang menerangkan cara membaca al-qur‘an, tempat mulai dan
pemberhentiannya.
Ilmu Gharib al-qur‘an yaitu : ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak
terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini
menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi, dan pelik.
Ilmu I‘rabil qur‘an yaitu : ilmu yang menerangkan baris al-qur‘an dan kedudukan lafal dalam
ta‘bir ( susunan kalimat ).
Ilmu Wujuh wa al-nazhair yaitu : ilmu yang menerangkan kata-kata al-qur‘an yang banyak
arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat.
Ilmu Ma‘rifat al-muhkam wa al-mutasyabih yaitu : ilmu yang menyatakan ayat ayat yang
dipandang muhkam dan ayat ayat yang dianggap mutasyabih.
Ilmu Al-Nasikh wa al-Mansukh yaitu : ilmu yang menerangkan ayat ayat yang dianggap
mansukh oleh sebagian mufasir.
Ilmu Bada‘I al-qur‘an yaitu : ilmu yang membahas keindahan keindahan al-qur‘an. ilmu ini
menerangkan kesusastraan al-qur‘an, kepelikan, dan ketinggian balaghahnya.
Ilmu I‘daz al-qur‘an yaitu : ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al-qur‘an,
sehingga ia dipandang sebagai mukjizat.
Ilmu Tanasub ayat al-qur‘an yaitu : ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat
dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
Ilmu Aqsam al-qur‘an yaitu : ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah tuhan
atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di al-qur‘an.
Ilmu Amtsal al-qur‘an yaitu : ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam
al-qur‘an.
Ilmu Jidal al-qur‘an yaitu : ilmu untuk mengetahui rupa rupa debat yang dihadapkan al-
qur‘an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
Ilmu Adab al-tilawah al-qur‘an yaitu : ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang
harus dipakai dan dilaksanakan didalam membaca al-qur‘an. Segala kesusilaan, kesopanan,
dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-qur‘an.
Dan ilmu-ilmu lain yang membahas tentang Al-Qur‘an.
Sejarah Dan Perkembangan Ulumul Qur'an
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur‘an adalah sumber hukum islam yang pertama.sehingga kita hendaknya harus dapat
memahami tentang kandungan di dalamnya. Al-Qur‘an dengan huruf-hurufnya, bab-babnya, surat-
suratnya dan ayat-ayatnya yang sama di seluruh dunia, baik di Jepang, Brasilia, Iraq dan lain-lain.
Andaikata ia bukan dari allah Swt, tentu terdapat perbedaan yang banyak.
Al-Qur‘an adalah laksana sinar yang memberikan penerangan terhadap kehidupan manusia,
bagaikan pelita yang memberikan cahaya kearah hidayah ma‘rifah. Al-Qur‘an juga adalah kitab
36. hidayah dan ijaz (melemahkan yang lain). Ayat-ayatnya tentu ditetapkan kemudian diperinci dari
allah Swt. Yang maha bijaksana dan maha mengetahui.
Oleh karena itu kita sebagai umat islam harus benar-benar mengetahui kandungan-kandungan
yang ada didalamnya dari berbagai aspek. Ulumul Qur‘an adalah salah satu jalan yang bisa membawa
kita dalam memahami kandungan Al-Qur‘an.
Selain memahami alqur‘an kita juga perlu tau mengetahui bagaimana perkembangan ulumul
qur‘an dan siapa saja tokoh-tokoh yang menjadi pendongkrak munculnya ulumul qur‘an. Secara tidak
langsung pemikiran merekalah yang mengilhami kita dalam memaham al-qur‘an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan sejarah ulumul qur’an
Ungkapan Ulumul Qur‘an berasal dari bahasa arab, yaitu Ulum dan Al-Qur‘an. Kata Ulum
merupakan bentuk jama‘ dari kata Ilmu, ilmu yang dimaksud disini sebagaimana didefinisikan Abu
Syahbah adalah sejumlah materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema ataupun tujuan. Adapun
Al-Qur‘an sebagaimana didefinisikan sebagian ulama adalah kalamullah yang diturunkan kepada
Nabi-Nya Muhammad SAW, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, dan ditulis pada mushaf
mulai dari awal Surat Al-Fatihah(1) sampai akhir Surat An-Nas(114). Dengan demikian , secara
bahasa ulumul qur‘an adalah ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan Al Qur‘an.1[1]
Adapun secara definisi umum Ulumul Qur‘an adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan
dengan Al-Qur‘an dan pembahasan itu menyangkut materi-materi yang selanjutnya menjadi pokok-
pokok bahasan Ulumul Qur‘an.
Mengenai kemunculan istilah ulumul qur‘an untuk yang pertama kalinya para penulis
menyatakan bahwa Abu Al-Farj Bin Al-Jauzi – lah yang pertama kali memunculkan kata tersebut
pada abad ke-6 H. adapun Az-Zarqani menyatakan bahwa istilah itu muncul pada abad 5 H, yang
disampaikan oleh Al-Hufi (w. 430 H) dalam karyanya yang berjudul Al-Burhan fi Ulum Al-Qur‘an.
Dengan merujuk kitab Muqaddimatani Fi Ulum Al-Qur‘an yang dicetak tahun 1954 dan disunting
oleh Arthur Jeffri, berpendapat bahwa istilah ulumul qur‘an muncul dalam kitab Al-Mabani fi Nazhm
Al-Ma‘ani yang ditulis tahun 425 H.
Kitab hasil cetakannya mencapai 250 halaman itu menyajikan tentang Makki-madani, nuzul al
qur‘an, kondifikasi al qur‘an, penulisan mushaf, penolakan terhadap berbagai keraguan yang
37. menyangkut pengodifikasian al qur‘an dan penulisan mushaf, jumlah surat dan ayat, tafsir, takwil,
muhkam mutasyabih, turunnya Al-Qur‘an dengan Tujuh Huruf (Sab‘ah Ahruf) dan pembahasan
lainnya. Lebih lanjutnya syahbah mengkritik analisis yang dikeluarkan Az-Zarqani, kritiknya itu
menyangkut penyebutan istilah Ulumul Qur‘an dalam kitab Al-Burhan Fi Ulumul Qur‘an yang
pertama kali muncul. Ia berpendapat bhwa istilah ulumul qur‘an sudah muncul sejak abad 3 H. yaitu
ketika Ibn Al-Marzuban menullis kitab yang berjudul Al-Hawi Fi Ulum Al-Qur‘an.
Banyaknya ilmu yang ada kaitannya dengan pembahasan Al-Qur‘an menyebabkan banyak pula
pembahasan ruang lingkup Ulumul Qur‘an. Ilmu-ilmu Al-Qur‘an mencapai 77.450. hitungan itu
diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat Al-Qur‘an dengan empat karena tiap-tiap kalimat dalam
Al-Qur‘an mempunyai empat makna yaitu zhahir, batin, hadd, dan mathla.
B. Beberapa ruang lingkup pembahasan ulumul qur’an
1. Persoalan turunnya al-qur‘an (nuzul al-qur‘an)
2. Persoalan sanad (rangkaian para periwayat).
3. Persoalan qira‘at ( cara pembacaan al-qur‘an)
4. Persoalan kata-kata al-qur‘an.
5. Persoalan makna-makna al-qur‘an yang berkaitan dengan hukum.
6. Persoalan makna al-qur‘an yag berkaitan dengan kata-kata al-quran.1[2]
C. Pokok-Pokok Pembahasan Ulumul Quran
Dari kedua definisi yang telah dikemukakan sebelumnya terlihat ada sebelas macam contoh
nama-nama ilmu Quran yang disebutkan, yaitu :
a. Ilmu Nuzul al-Quran, adalah ilmu yang membahas al-Quran dari segi penurunannya, baik
menyangkut proses turunya maupun cara penurunanya. Termasuk di dalamnya ilmu asbab an-nuzul
adalah ilmu yang membicarakan tentang latar belakang historis turunnya suatu ayat atau beberapa
ayat al-Quran.
b. Ilmu Tartib al-Quran, adalah ilmu yang membicarakan tentang pengumpulan al-Quran,
baik dari segi proses pengumpulanya maupun cara-caranya.
c. Ilmu Jam‘ al-Quran, adalah ilmu yang membahas tentang pengumpulan al-Quran , baik dari
segi proses pengumpulannya maupun cara-caranya.
d. Ilmu Kitabah al-Quran adalah, ilmu yang menceritakan tentang bahsan tata cara penulisan
al-Quran.
e. Ilmu Qira‘at al-Quran, adalah ilmu yang membicarakan tentang al-Quran dari segi
melafalkannya yang dinisabkan pada nama-nama qiraat termasuk didalamnya ilmu tajwid.1[3]
38. f. Ilmu Tafsir al-Quran, adalah ilmu yang membicarakan tentang cara menjelaskan dan
menguraikan isi kandungan atau makna ayat-ayat al-Quran. Sedekat mungkin sesuai dengan apa yang
dimaksud oleh penuturnya (Allah swt). Namun sebatas kemampuan manusia.
g. Ilmu I‘jaz al-Quran, adalah ilmu yang membicarakan tentang keistimewaan al-Quran yang
berfungsi sebagai bukti kenabian Muhammd saw.
h. Ilmu an-Nasikh wa al-Mansukh, adalah ilmu yang membicarakan tentang penghapus atau
pembatalan hukum yang terkandung dalam suata ayat dan pemberlakuan hukum pada ayat lainya. Hal
ini terjadi apabila dua ayat dipandang mengandaung hukum yang kontradiktif.
i. Ilmu Daf‘ al-Syubhah, adalah ilmu yang membicarakan tentang cara menolak hujatan yang
mencela eksistensi al-Quran, sehingga membuat orang mukmin ragu terhadap kewahyuannya dan
otentisitasnya/keasliannya.
j. Ilmu al-Makkiy wa al-Madany, adalah ilmu yang membicarakan tentang klasifikasi ayat-
ayat al-Quran berdasarkan tempat turunnya, di Makkah atau di Madainah, dan juga berdasarkan waktu
turunnya, sebelum hijrah atau sesudah hijrah.
k. Ilmu al-Muhkam wa al-Mutasyabbih, adalah ilmu yang membicarakan tentang adanya ayat-
ayat al-Quran yang jelas dan tagas kandungan maknanya, serta ayat-ayat yang maknanya masih
samar, tidak jelas dan menimbulkan multi interpretasi.
Sebenarnya ulumul quran tidak terpatok pada sebelas ilmu tersebut, masih banyak lagi
cabang-cabang ulumul quran yang lain. Bahkan al-Qadhi Abu Bakr ibn al-Arabi dalam kitabnya
(Qanun at-Ta‘wil) menyebutkan ulumul quran itu memiliki cabang sebanyak 77.450 (tujuh puluh ribu
empat ratus lima puluh ribu) ilmu .1[4]
D. Fase perkembangan Ulumul Qur’an
1. Fase Sebelum Kodifikasi (Qobl ‘Ashr At-Tadwin)
Pada fase sebelum kodifikasi, ulumul qur‘an telah dianggap sebagai benih yang kemunculannya
sangat diraqsakan sejak masa Nabi. Hal itu ditandai dengan kegairahan para sahabat untuk
mempelajari al-qur‘an dengan sungguh-sungguh terlebih lagi diantara mereka sebagaimana
diceritakan oleh Abu Abdurrahman As-Sulami, memiliki kebiasaan untuk tidak berpindah kepad ayat
lain, sebelum memahami dan mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya.
2. Fase Kodifikasi
Sebagaimana diketahui pada fase sebelum kodifikasi, ulumul qur‘an dan ilmu-ilmu lainnya
sebelum dikodifikasikan dalam bentuk kitab atau mushaf, satu-satunya yang sudah dikodofikasikan
39. pada saat itu hanyalah Al-Qur‘an. Hal it uterus berlangsung sampai ketika Ali Bin Abi Thalib
memerintahkan Abu Al-Aswad untuk menulis nahwu1[5]. Perintah Ali inilah yang membuka gerbang
pengodifikasian ilmu-ilmu agama dan bahasa arab, pengodifikasisan itu semakin marak dan meluas
ketika Islam berada di bawah pemerintahan Bani Umayyah dan Abbasyah pada periode-0periode awal
pemerintahannya.
E. Perkembangan ulumul qur’an
1. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad II H.
Pada masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak permulaan abad II H. pada ulama
memberikan prioritas atas penyusunan tafsir sebab sebab tafsir merupakan induk ulumul qur‘an.
Diantara ulama abad II. Adalah :
- Syu‘bah Bin Hijjaj
- Sufyan Bin Umayah
- Sufyan Ats-Tsauri
- Waqi‘ Bin Al-Jarrh
- Muqotil Bin Sulaiman
- Ibn Jarir Ath-Thobari
2. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad III H.
Pada abad III selain tafsir dan ilmu tafsir para ulama mulai menyusun beberapa ilmu Al-Qur‘an
(ulumul qur‘an), diantaranya :
- Ali Bin Al-Madani Ilmu Asbab An-Nuzul
- Abu Ubaid Al-Qosimi Bin Salam Ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh, Ilmu Qiraat, Dan Fadha‘il Al-
Qur‘an
- Muhammad Bin Ayyub Adh-Dhurraits Makki Wa Al-Madani
- Muhammad Bin Khalaf Al-Marzuban Kitab Al-Hawei Fi Ulum Al-Qur‘an
3. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad IV H.
Pada abad IV H. Mulai disusun ilmu gharib al-qur‘an dan beberapa diantaranya memakai istilah
ulumul qur‘an, diantara kitabnya adalah ;
40. - Gharib Al-Qur‘an
- Aja‘ib Ulum Al-Qur‘an
- Al-Mukhtazan Fi Ulum Al-Qur‘an
- Nukat Al-Qur‘an Ad-Dallah Ala Bayyan Fi Anwa Al-Qur‘an Wa Al-Ahkam Al-Munbi‘ah‘an
Ikhtilaf Al-Anam
- Al-Astigna‘ Fi Ulum Al-Qur‘an1[6]
4. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad V H.
Pada abad ini mulai disusun ilmu-ilmu I‘rab al-qur‘an dalam satu kitab. Namun demikian
penulisan kitab-kitab ulumul qur‘an masih terus dilakukan . ulama masa ini diantaranya :
- Ali Bin Ibrahim Bin Sa‘id Al-Hufi
- Abu Amr-Dani
5. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VI H.
Pada abad ini disamping ada ulama yang meneruskan pengembangan ulumul qur‘an, juga
terdapat ulama yang mulai menyusun ilmu mubhamat al-qu‘an diantaranya :
- Abu Al-Qosim Bin Abdurrahamn As-Suhali Kitab Mubhamat Al-Qur‘an
- Ibn Al-Jauzi Funun Al-Afnan Fi Aja‘ib Al-Qur‘an Dan Kitab Al-Mujtab Fi Ulum Tata‘allaq Bi
Al-Qur‘an1[7]
6. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VII H.
Pada abad VII H ilmu-ilmu Al-qur‘an terus berkembang dengan mulai tersusunnya ilmu majaz
al-qur‘an dan ilmu qira‘at. Diantara ulamanya :
- Alamuddin As-Sakhawi Hidayat Al-Murtab Fi Mutasyabih
- Ibn ‗Abd As-Salam / Al Izz Ilmu Majaz Al-Qur‘an
- Abu Syamah Al-Mursyid Al-Wajiz Fi Ulum Al-Qur‘an Tata‘allaq Bi Al-Qur‘an Al-Aziz
7. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VIII H.
Pada abad ini muncullah ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-qur‘an, namun
demikian penulisan kitab-kitab tentang ulumul qur‘an tetapo berjalan, diantaranya :
41. - Ibn Abi Al-Isba‘ Ilmu Badu‘i Al-Qur‘an
- Ibn Al-Qayyim Ilmu Aqsam Al-Qur‘an
- Najmuddin Ath-0thufi Ilmu Hujjaj Al-Qur‘an
8. Perkembangan Ulumul Qur’an Abad IX dan X H.
Pada abad IX dan permulaan abad XH. Makin banyak karya para ulama tentang ulumul qur‘an
pada masa ini ulumul qur‘an mencapai kesempurnaan. Diantara ulamanya antara lain :
- Jalaludin Al-Bulqini Mawaqi‘ An-Nujum
- Muhammad Bin Sulaiman Al-Kafiyaji At-Tafsir Fi Qowa‘id At-Tafsir
- Jalaludin Abdurrahman Bin Kamaluddin As-Suyuti At-Tahbir Fi Ulum At-Tafsir
Setelah as-suyuti wafat pada tahun 911 H. perkembangan ilmu al-qur‘an seolah-olah telah
mencapai puncaknya dan berhenti dengan berhentinya para ulama‘dalam pengembangan ilmu-ilmu
al-qur‘an keadaan ini berlanjut sampai abad XIII H.1[8]
9. Pengembangan Ulumul Qur’an Abad Abad Modern.
Sebagaimana penjelasan diatas, bahwa setelah wafatnya imam as-suyuti tahun 911 H, maka
terhentilah gerakan penulisan al-qur‘an dan pertumbuhannya sampai abad ke-XIV H. sebab pada abad
ke-XIV H atau pada abad modern ini bangkit kembali kegiatan penulisan ulumul qur‘an dan
perkembangan kitab-kitabnya. Hal itu ditengarai dengan banyaknya ulama‘ yang mengarang ulumul
qur‘an dan menuls kitab-kitabnya, baik tafsir maupun macam-macamnya kitab ulumul qur‘an.
Diantara para ulama‘ yang menulis tafsir/ ulumul qur‘an pada abad modern inin adalah sebagai
berikut.
- Ad-Dahlawi Al-Fauzul Kabir Fi Ushulil Tafsir
- Thahir Al-Jaziri At-Tibyan Fi ‗Ulumil Qur‘an.
- Abu Daqiqah ‗Ulumul Qur‘an
- M. Ali Salamah Minhajul Furqon Fi ‗Ulumil Qur‘an
42. BAB III
PENUTUP
Ungkapan Ulumul Qur‘an berasal dari bahasa arab, yaitu Ulum dan Al-Qur‘an. Kata Ulum
merupakan bentuk jama‘ dari kata Ilmu, Adapun Al-Qur‘an sebagaimana didefinisikan sebagian
ulama adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW, yang lafadz-lafadznya
mengandung mukjizat, dan ditulis pada mushaf mulai dari awal Surat Al-Fatihah(1) sampai akhir
Surat An-Nas(114).
Definisi umum Ulumul Qur‘an adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur‘an
dan pembahasan itu menyangkut materi-materi yang selanjutnya menjadi pokok-pokok bahasan
Ulumul Qur‘an.
Banyaknya ilmu yang ada kaitannya dengan pembahasan Al-Qur‘an menyebabkan banyak pula
pembahasan ruang lingkup ulumul qur‘an. Ilmu-ilmu Al-Qur‘an mencapai 77.450. Persoalan turunnya
al-qur‘an (nuzul al-qur‘an). Persoalan sanad (rangkaian para periwayat). Persoalan qira‘at ( cara
pembacaan al-qur‘an). Persoalan kata-kata al-qur‘an. Persoalan makna-makna al-qur‘an yang
berkaitan dengan hukum. Persoalan makna al-qur‘an yag berkaitan dengan kata-kata al-quran1[9].
Pada fase sebelum kodifikasi, ulumul qur‘an telah dianggap sebagai benih yang kemunculannya
sangat dirasakan sejak masa Nabi. Sebagaimana diketahui pada fase sebelum kodifikasi, ulumul
qur‘an dan ilmu-ilmu lainnya sebelum dikodifikasikan dalam bentuk kitab atau mushaf, satu-satunya
yang sudah dikodofikasikan pada saat itu hanyalah Al-Qur‘an.
43. DAFTAR PUSTAKA
Djalal, Prof. Dr. H. Abdul. H. A, Ulumul Quran, Dunia Ilmu, Surabaya. 2000
Taufiqurrohman, Drs. M. Ag. Studi Ulumul Quran Telaah Atas Mushaf Utsmani, Pustaka Setia.
Bandung, 2003
Rosihan Anwar, M. Ag. Ulumul Quran, Pustaka Setia. Bandung, 2001
Ahmad Syadali, ‘Ulumul Qur’an I, Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997
Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, (Cet. I, Pekan Baru : Amzah, 2009)
PENGERTIAN ULUMUL QUR'AN
A. PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
Ungkapan ulumul qur‟an berasal dari bahasa arab yaitu dari kata ulum dan al-qur‟an. Kata
ulum jamak dari ilmu dan al-qur‟an. Menurut Abu syahbah ulumul qur‟an adalah sebuah ilmu
yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-qur‟an,mulai dari
proses penurunan, urutan penulisan,kodifikasi,cara pembaca,penafsiran,nasikh
mansukh,muhkam mutashabih serta pembahasan lainnya
B. SEJARAH TURUNNYA ALQUR’AN DAN PENULISAN ALQUR’AN
Hikmah diwahyukan alqur‟an secara berangsur-angsur adalah al-qur‟an diturunkan dalam
waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari yaitu mulai dari malam 17 romadhan tahun 41 dari kelahiran
nabi sampai 9 dzulhijah haji wada‟ tahun 63 dari kelahiran nabi atau tahun 10 H. Proses
turunnya ql-quran melalui 3 tahapan yaitu
1. Al-qur‟an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh mahfuzh yaitu tempat yang merupakan
catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah. Dalam firmanya “ Bahkan yang
didustakan mereka ialah Al-qur‟an yang mulia yang tersimpan dalam lauh al-mahfuzh (Q.S
AL-buruuj :21-22)
2. Al-qur‟an diturunkan dari lauh al mahfuzh ke bait Al-Izzah ( tempat yang berada di langit
dunia )
3. Al-qur‟an diturunkan dari bait al-Izzah ke dalam hati nabi melalui malaikat jibril dengan
cara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakala satu ayat kadang satu surat.
Disamping hikmah diatas ada hikmah yang lainnya yaitu
1. Memantapkan hati nabi
2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-qur‟an