SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 34
Descargar para leer sin conexión
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
OLEH
MELSIM IMELDA LALUS
1101031030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
tuntunan-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Aljabar Linear
Elementer” ini dengan baik. Makalah ini merupakan rangkuman dari buku “Aljabar Linear
Elementer” karya Howard Anton.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Kupang, 19 Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I – PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................
1.2 TUJUAN .....................................................................................................
1.3 METODE PENULISAN...................................................................
BAB II – SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
2.1 SISTEM PERSAMAAN LINEAR ..............................................................
2.2 ELIMINASI GAUSS..................................................................................
2.3 SISTEM PERSAMAAN LINEAR HOMOGEN..........................................
2.4 MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS......................................................
2.5 ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS .....................................
2.6 MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1
..........
2.7 HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAAN DAN
KETERBALIKAN.....................................................................................
BAB III – DETERMINAN
3.1 FUNGSI DETERMINAN...........................................................................
3.2 MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS ................
3.3 SIFAT-SIFAT FUNGSI DETERMINAN....................................................
3.4 EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER ........................................
BAB VI – PENUTUP..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Banyak orang yang beranggapan bahwa Matematika itu rumit, karena alasan itulah
banyak orang yang menghindari Matematika. Padahal Matematika dapat kita jumpai di dalam
kehidupan sehari-hari, dan mau tidak mau kita pasti menggunakan Matematika. Oleh karena
itu kami membuat makalah ini dengan maksud membantu pemahaman masyarakat agar
mereka tidak menilai Matematika adalah sesuatu yang buruk.
1.2 TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai sumber informasi yang diharapkan dapat
bermanfaat dan dapat menambah wawasan para pembaca makalah ini.
1.3 METODE PENULISAN
Penulis menggunakan metode observasi dan kepusatakaan. Cara yang digunakan dalam
penulisan adalah Studi pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang
berkaitan dengan penulisan makalah ini, selain itu penulis juga mencari sumber-sumber dari
internet.
BAB II
SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
2.1 SISTEM PERSAMAAN LINIER
mnmnmm
nn
nn
bxaxaxa
bxaxaxa
bxaxaxa



...
...
...
2211
22222121
11212111

SPL mempunyai m persamaan dan n variable.
Matriks yang diperbesar (augmented matrix)












mmnmm
n
n
baaa
baaa
baaa
21
222221
111211
...
...

Contoh :
543
432
21
21


xx
xx
Solusi ( Pemecahan ) SPL, di bagi menjadi 2, yaitu :
1. Konsisten
 Solusi Tunggal
 Solusi Banyak
2. Tidak Konsisten
Definisi : Suatu sistem yang memiliki m persamaan dan n variabel.
( Bilangan yang tidak diketahui ).
Contoh : Solusi Tunggal
Contoh : Solusi Banyak
g1 = 2x - 3y = 6
g2 = 2x – 3y =6
m < n
Contoh : Tidak Konsisten
0 = Konstanta
2.2 ELIMINASI GAUSS
Pada bagian ini kita akan memberikan prosedur yang sistematik untuk memecahkan
sistem-sistem persamaan linear; prosedur tersebut didasarkan kepada gagasan untuk
mereduksi matriks yang diperbesar menjadi bentuk yang cukup sederhana sehingga sistem
persamaan tersebut dapat dipecahkan dengan memeriksa sistem tersebut.
Matriks di atas adalah contoh matriks yang dinyatakan dalam bentuk eselon baris
terreduksi (reduced row-echelon form). Supaya berbentuk seperti ini, maka matriks tersebut
harus mempunyai sifat-sifat berikut.
1. Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan taknol pertama dalam baris
tersebut adalah 1. (Kita namakan 1 utama).
2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka semua baris seperti itu
dikelompokkan bersama-sama di bawah matriks.
3. Dalam sebarang dua baris yang berurutan yang seluruhnya tidak terdiri dari nol, maka
1 utama dalam baris yang lebih rendah terdapat lebih jauh ke kanan dari 1 utama
dalam baris yang lebih tinggi.
4. Masing-masing kolom yang mengandung 1 utama mempunyai nol di tempat lain.
Matriks yang memiliki sifat-sifar 1,2 dan 3 dapat dikatakan dalam bentuk eselon baris
(row-echelon form).
Berikut ini adalah beberapa contoh matriks dalam bentuk seselon baris terreduksi.
Matriks-matriks berikut adalah matriks dalam bentuk eselon baris.
Prosedur untuk meredusi matriks menjadi bentuk eselon baris terreduksi dinamakan
eliminasi Gauss-Jordan, sedangkan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris
dinamakan eliminasi Gauss.
Contoh 1:
Pecahkanlah dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.
x1 + 3x2 – 2x3 + 2x5 = 0
2x1 + 6x2 – 5x3 – 2x4 + 4x5 – 3x6 = –1
5x3 + 10x4 + 15x6 = 5
2x1 + 6x2 + 8x4 + 4x5 + 18x6 = 6
Tidak sukar untuk memantau apabila matriks dalam bentuk eselon baris harus mempunyai
nol di bawah setiap 1 utama. Bertentangan dengan hal ini, matriks dalam bentuk eselon
baris terreduksi harus mempunyai nol di atas dan di bawah masing-masing 1 utama.
Maka matriks yang diperbesar dari sistem tersebut adalah
Dengan menambahkan -2 kali baris pertama pada baris kedua dan keempat maka akan
mendapatkan
Dengan mengalikan dengan -1 dan kemudian menambahkan -5 kali baris kedua kepada baris
ketiga dan -4 kali baris kedua kepada baris keempat maka akan memberikan
Dengan mempertukarkan baris ketiga dengan baris keempat dan kemudian mengalikan baris
ketiga dari matriks yang dihasilkan dengan 1/6 maka akan memberikan bentuk eselon baris
Dengan menambahkan -3 kali baris ketiga pada baris kedua dan kemudian menambahkan 2
kali baris kedua dari matriks yang dihasilkan pada baris pertama maka akan menghasilkan
bentuk eselon baris terreduksi
Sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian adalah
x1 + 3x2 + 4x4 + 2x5 = 0
x3 + 2x4 = 0
x6 =
Dengan memecahkannya untuk peubah peubah utama, maka kita dapatkan
x1 = – 3x2 – 4x4 – 2x5
x3 = – 2x4
x6 =
Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka
himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 =
Terkadang lebih mudah memecahkan sistem persamaan linear dengan menggunakan
eliminasi Gauss untuk mengubah matriks yang diperbesar menjadi ke dalam bentuk eselon
baris tanpa meneruskannya ke bentuk eselon baris terreduksi. Bila hal ini dilakukan, maka
sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian dapat dipecahkan dengan sebuah cara yang
dinamakan substitusi balik (back-substitution). Kita akan melukiskan metode ini dengan
menggunakan sistem persamaan-persamaan pada contoh 1.
Dari perhitungan dalam contoh 1, bentuk eselon baris dari matriks yang diperbesar tersebut
adalah
Untuk memecahkan sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian
x1 + 3x2 – 2x3 + 2x5 = 0
x3 + 2x4 + 3x6 = 1
x6 =
maka kita memprosesnya sebagai berikut :
Langkah 1.
Pecahkanlah persamaan-persamaan tersebut untuk peubah-peubah utama.
x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5
x3 = 1 – 2x4 – 3x6
x6 =
Dengan mensubstitusikan x6 = ke dalam persamaan kedua maka akan menghasilkan
x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5
x3 = – 2x4
x6 =
Dengan mensubstitusikan x3 = – 2x4 ke dalam persamaan pertama maka akan menghasilkan
x1 = – 3x2 – 4x4 – 2x5
x3 = – 2x4
x6 =
Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka
himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 =
Ini sesuai dengan pemecahan yang diperoleh pada contoh 1.
2.3 SISTEM PERSAMAAN LINIER HOMOGEN
Sebuah sistem persamaan-persamaan linier dikatakan homogen jika semua suku
konstan sama dengan nol; yakni sistem tersebut mempunyai bentuk
Langkah 2.
Mulailah dengan persamaan bawah dan bekerjalah ke arah atas, substitusikan secara
keseluruhan masing-masing persamaan ke dalam semua persamaan yang di atasnya.
Langkah 3.
Tetapkanlah nilai-nilai sebarang pada setiap peubah tak utama.
a11x1 + a12x2 + ……+ a1nxn = 0
a21x2 + a22x2 + ……+ a2nxn = 0
: : : :
am1x1 + am2x2 + ……+ amnxn = 0
Tiap-tiap sistem persamaan linier homogen adalah sistem yang konsisten, karena x1 =
0, x2 = 0,….., xn = 0 selalu merupakan pemecahan. Pemecahan terebut, dinamakan
pemecahan trivial (trivial solution); jika ada pemecahan lain, maka pemecahan tersebut
dinamakan pemecahan taktrivial (nontrivial solution).
Karena sistem persamaan linier homogen harus konsisten, maka terdapat satu
pemecahan atau tak terhingga banyaknya pemecahan. Karena salah satu di antara pemecahan
ini adalah pemecahan trivial, maka kita dapat membuat pernyataan berikut.
Untuk sistem persamaan-persamaan linier homogeny, maka persis salah satu di antara
pernyataan berikut benar.
1. Sistem tersebut hanya mempunyai pemecahan trivial.
2. Sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya pemecahan tak trivial
sebagai tambahan terhadap pemecahan trivial tersebut.
Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai pemecahan tak
trivial ; yakni, jika sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui dari
banyaknya persamaan. Untuk melihat mengapa hanya demikian, tinjaulah contoh berikut dari
empat persamaan dengan lima bilangan tak diketahui.
Contoh :
Pecahkanlah sistem persamaan-persamaan linier homogeny berikut dengan
menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.
2X + 2X2 – X3 + X5 = 0
-X1 – X2 + 2X3 – X4 + X5 = 0
X1 + X2 – 2X3 - 5X5 = 0
X3 + X4 + X5 = 0
Matriks yang diperbesar untuk sistem tersebut adalah
Dengan mereduksi matriks ii menjadi bentuk eselon baris tereduksi, maka kita dapatkan
Sistem persamaan yang bersesuaian adalah
X1 + X2 + X5 = 0
X3 + X5 = 0
X4 = 0
Dengan memecahkannya untuk peubah-peubah utama maka akan menghasilkan
X1 = -X2 – X5
X3 = -X5
X4 = 0
Maka himpunan pemecahan akan di berikan oleh
X1 = -s – t, X2 = s, X3 = -t , X4 = 0, X5 = t
Perhatikan bahwa pemecahan trivial kita dapatkan bila s = t = 0.
2.4 MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS
Matriks
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan
dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.
A =
Operasi Matriks
1. Penjumlahan :
Definisi : jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka
jumlah A + B adalah matriks yang di peroleh dengan menambahkan bersama-sama
entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya
berbeda tidak dapat di tambahkan.
A = , B =
A + B = + =
Contoh : A = , B = , C =
A + B =
Sedangkan A + C dan B + C tidak di definisikan.
2. Perkalian dengan konstanta
Definisi : Jka A adalah suatu matriks dan c adalah scalar, maka hasil kali cA adalah
matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing=masing entri dari A oleh c.
c =
Contoh : A = , maka 2A =
3. Perkalian, dengan syarat Am x n Bn x o = Cm x o
Definisi : Jika A adalah matriks m x r dan B matriks r x n, maka hasil kali AB adalah
matriks m x n yang entri- entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri
dalam baris I dan kolom j dari AB, pilihlah baris i dari matriks A dan kolom j dari
matriks B. Kalikanlah entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut
bersama-sama dan kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan.
A = , B =
AB = =
Contoh : A = , B =
AB =
Transpose
Definisi : Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka Transpos A dinyatakan oleh At
dan didefinisikan dengan matriks n x m yang kolom pertmanya adalah baris pertama dari A,
kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juaga dengan kolom ketiga adalah baris
ketiga dari A, dan seterusnya.
A =  At
=
Contoh : A =  At
=
2.5 ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS
Walaupun banyak dari aturan-aturan ilmu hitung bilangan riil berlaku juga untuk
matriks, namun terdapat beberapa pengecualian. Salah satu dari pengecualian yang terpenting
terjadi dalam perkalian matriks. Untuk bilangan-bilangan rill a dan b, kita selalu mempunyai
ab = bayang sering dinamakan hukum komutatif untuk perkalian. Akan tetapi, untuk matriks-
matriks, maka AB dan BA tidak perlu sama.
Contoh
Tinjaulah matriks-matriks
Dengan mengalikannya maka akan memberikan







32
01
A







03
21
B




 

411
21
AB








03
63
BA
Teorema 2. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah sedemikian
sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat diperagakan, maka aturan-aturan
ilmu hitung matriks berikut akan shahih.
(a) A + B = B + A (Hukum komutatif untuk penambahan)
(b) A + (B + C) = (A + B) + C (Hukum asosiatif untuk penambahan)
(c) A(BC) = (AB)C (Hukum asosiatif untuk perkalian)
(d) A(B + C) = AB + AC (Hukum distributif)
(e) (B + C)A = BA + CA (Hukum distributif)
(f) A(B - C) = AB – AC
(g) (B - C)A = BA – CA
(h) a(B + C) = aB+ aC
(i) a(B - C) = aB – aC
(j) (a + b)C = aC + bC
(k) (a - b)C = aC – bC
(l) (ab)C = a(bC)
(m) a(BC) = (aB)C = B(aC)
Jadi, AB ≠ BA
Contoh
Sebagai gambaran hukum asosiatif untuk perkalian matriks, tinjaulah
Kemudian
Sehingga
Sebaliknya
Maka
Jadi, (AB)C = A(BC), seperti yang dijamin oleh Teorema 2(c).











10
43
21
A







12
34
B







32
01
C











10
43
21
AB






12
34











12
1320
58
)( CAB 





32
01











34
3946
1518







12
34
BC 





32
01







34
910











10
43
21
)(BCA






34
910











34
3946
1518
Teorema 3. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah
sedemikian rupa sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat dikabulkan,
maka aturan-aturan ilmu hitung matriks yang berikut akan shahih.
(a) A + 0 = 0 + A = A
(b) A – A = 0
(c) 0 – A = -A
(d) A0 = 0; 0A = 0
Teorema 4. Setiap sistem persamaan linear tidak mempunyai pemecahan, persis
satu pemecahan, atau tak terhingga banyaknya pemecahan.











12
1320
58
Bukti. Jika AX = B adalah sistem persamaan linear, maka persis satu dari antara berikut akan
benar: (a) sistem tersebut tidak mempunyai pemecahan, (b) sistem tersebut mempunyai persis
satu pemecahan, atau (c) sistem tersebut mempunyai lebih dari satu pemecahan. Bukti
tersebut akan lengkap jika kita dapat memperlihatkan bahwa sistem tersebut mempunyai
takhingga banyaknya pemecahan dalam kasus (c).
Contoh
Tinjaulah matriks
Maka
Dan
Contoh
Matriks
adalah invers dari
karena
dan







322212
312111
aaa
aaa
A







10
01
2 AI 





322212
312111
aaa
aaa
A
aaa
aaa







322212
312111







322212
312111
3
aaa
aaa
AI










100
010
001
A
aaa
aaa







322212
312111
Definisi. Jika A adalah matriks kuadrat, dan jika kita dapat mencari matriks B
sehingga AB = BA = I, maka A dikatakan dapat dibalik (invertible) dan B
dinamakan invers (inverse) dari A.







21
53
B 








31
52
A









31
52
AB 





21
53
I






10
01







21
53
BA 







31
52
I






10
01
Teorema 5. Jika baik B maupun C adalah invers matriks A, maka B = C
Bukti. Karena B adalah invers A, maka BA = I. Dengan mengalikan kedua ruas dari sebelah
kanan dengan C maka akan memberikan (BA)C = IC = I. Tetapi (BA)C = B(AC) = BI = B,
sehingga B = C.
Contoh
Tinjaulah matriks 2x2
Jika ad – bc ≠ 0, maka
Bukti. Jika kita dapat memperlihatkan bahwa (AB)(A 1
B 1
) = (B 1
A 1
)(AB)=I, maka kita
telah secara serempak membuktikan bahwa AB dapat dibalik dan bahwa (AB) 1
= B 1
A 1
.
Tetapi (AB)(B 1
A 1
) = AIA 1
= AA 1
= I. Demikian juga (B 1
A 1
)(AB) = I.
Contoh
Tinjaulah matriks-matriks
Dengan menerapkan rumus yang diberikan dalam contoh 25, kita dapatkan
Maka, (AB)-1
= B-1
A -1
seperti yang dijamin oleh Teorema 6.







dc
ba
A










ac
bd
bcad
A
11















bcad
a
bcad
c
bcad
b
bcad
d
Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat dibalik dan yang
ukurannya sama, maka
(a) AB dapat dibalik
(b) (AB) 1
= B 1
A 1
Sebuah hasil kali matriks yang dapat dibalik selalu dapat dibalik, dan invers hasil
kali tersebut adalah hasil kali invers dalam urutan yang terbalik







31
21
A 






22
23
B 






89
67
AB









11
231
A













2
3
1
11
1
B













2
7
2
9
34
1
AB
Teorema berikut, yang kita nyatakan tanpa bukti, menunjukkan bahwa hukum-hukum yang
sudah dikenal dari eksponen adalah sah.
Teorema selanjutnya menetapkan beberapa sifat tambahan yang berguna dari eksponen
matriks tersebut.
Bukti.
a. Karena AA-1
= A-1
A = I, maka A-1
dapat dibalik dan (A-1
)-1
= A.
b. –
c. Jika k adalah sebarang scalar yang taksama dengan nol, maka hasil (l) dan (m) dari
Teorema 2 akan memungkinkan kita untuk menuliskan
(kA) 




 11
A
k
=     IIAAk
k
AkA
k






 
1
11 11
Demikian juga 




 11
A
k
(kA) = I sehingga kA dapat dibalik dan (kA)-1
= 11 
A
k
.
Definisi. Jika A adalah sebuah matriks kuadrat, maka kita mendefinisikan
pangkat-pangkat bilangan bulat tak negative A menjadi
A0
= 1 An
= AA….A (n > 0)
Akan tetapi, jika A dapat dibalik, maka kita mendefinisikan pangkat bilangan
bulat negative menjadi
A-1
= (A-1
)n
= A-1
A-1
….. A-1
Factor n
Factor n
Teorema 7. Jika A adalah matriks kuadrat dan r serta s adalah bilangan bulat, maka
Ar
As
= Ar+s
(Ar
)s
= Ars
Teorema 8. Jika A adalah sebuah matriks yang dapat dibalik, maka:
a) A-1
dapat dibalik dan (A-1
)-1
= A
b) An
dapat dibalik dan (An
)-1
= (A-1
)n
untuk n = 0,1,2,…..
c) Untuk setiap skalar k yang taksama dengan nol, maka kA dapat dibalik
dan (kA)-1
=
k
1
A-1
Kita simpulkan bagian ini dengan sebuah Teorema yang menyenaraikan sifat-sifat utama dari
operasi transpose.
2.6 MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1
Dibawah ini kita daftarkan matriks elementer dan operasi-operasi yang menghasilkannya.
(i) 





 30
01
(ii)












0010
0100
1000
0001
(iii)










100
010
301
(iv)










100
010
001
Operasi baris pada I yang menghasilkan E Operasi baris pada E yang menghasilkan I
Kalikanlah baris I dengan c ≠ 0. Kalikanlah baris I dengan
Pertukarkan baris I dan baris j. Pertukarkan baris i dan baris j.
Tambahkan c kali baris I ke baris j. Tambahkan – c kali baris i ke baris j.
Operasi-operasi d ruas kanan dari tabel ini dinamakan operasi invers dari operasi-operasi
yang bersesuaian di ruas kiri.
Teorema 9. Jika ukuran matriks seperti operasi yang diberikan dapat
dilakukan, maka
a. (At
)t
= A
b. (A+B)t
= At
+ Bt
c. (kA)t
= kAt
, dimana k adalah sebarang scalar.
d. (AB)t
= Bt
At
Transpose sebuah hasil kali matriks sama dengan hasil kali transposnya
dalam urutan kebalikannya.
Ketika baris
kedua I2
dengan -3
Pertukarkan baris
kedua dan baris
keempat dari I4
Tambahkan tiga kali
baris ketiga dari I3
pada baris pertama
Kalikan baris
pertama dari I3
dengan I
Teorema 10 : Jika matriks elementer E dihasilkan dengan melakukan sebuah operasi
baris tertentu pada Im dan jika A adalah matriks m x n, maka hasil kali EA adalah
matriks yang dihasilkan bila operasi baris yang sama ini dilakukan pada A.
Bukti. Jika E adalah matriks elementer, maka E dihasilkan dari peragaan operasi baris pada I.
Misalnya Eo adalah matriks yang dihasilkan bila invers operasi ini diterapkan pada I. Baris
invers akan saling meniadakan efek satu sama lain, maka diperoleh
EoE = I dan EEo = I
Jadi, matriks elementer Eo adalah invers dari E.
A I = I A-1
Contoh :
A =











814
312
201
A-1
= . . . ?
Jawab :
A I =
=
=
=
=
I A-1
Teorema 11 : Setiap matriks elementer dapat dibalik, dan inversnya adalah juga
matriks elementer.
Baris ke 2 dikurang 2 kali baris pertama dan baris ke
3 dikurang 4 kali baris pertama untuk mendapatkan
nol.
Baris ke 2 ditukar baris
ke3.
Baris ke 3 dikalikan – baris ke 3, untuk
mendapatkan 1 utama.
Baris ke 3 dikurangi baris ke 2 untuk
mendapatkan nol.
2.7 HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAN DAN
KETERBALIKAN
AX = B → X = → I . B = B
A . = B
A . X = B
X = A-1
. B
X . A = B
X . . . ?
Jawab:
B . I = B
. A = B
X . A = B
X = B . A-1
Teorema 13 : Jika A adalah matriks n x n yang dapat dibalik,maka untuk setiap matriks B
yang berukuran n x 1, sistem persamaan AX = B mempunyai persis satu pecahan, yakni, X
= A-1
B.
BAB III
DETERMINAN
3.1 FUNGSI DETERMINAN
Dalam bagian ini kita memulai pengkajian fungsi bernilai rill dari sebuah peubah
matriks, yakni fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan riil dengan sebuah matriks
. Sebelum kita mampu mendefinisikan fungsi determinan, maka kita perlu menetapkan
beberapa hasil yang menyangkut permutasi.
Contoh :
Ada enam permutasi yang berbeda dari himpunan bilangan-bilangan bulat .
Permutasi-permutasi ini adalah
(1, 2, 3) (2, 1, 3) (3, 1, 2)
(1, 3, 2) (2, 3, 1) (3, 2, 1)
Salah satu metode yang mudah secara sistematis mendaftarkan permutasi-permutasi
adalah dengan menggunakan pohon permutasi (permutation tree).
Contoh :
Untuk menyatakan permutasi umum dari himpunan , maka kita akan
menuliskan . Disini, adalah bilangan bulat pertama dalam permutasian,
adalah bilangan bulat kedua, dan seterusnya. Sebuah invers (inversion) dikatakan terjadi
dalam permutasi jika sebuah bilangan bulat yang lebih besar mendahului sebuah
Definisi : Permutasi bilangan-bilangan bulat adalah susunan bilangan-
bilangan bulat ini menurut suatu aturan tanpa menghasilkan atau mengulangi
bilangan-bilangan tersebut.
1
2 3
3 2
2
1 3
3 1
3
1 2
2 1
bilangan bulat yang lebih kecil. Jumlah invers seluruhnya yang terjadi dalam permutasi dapat
diperoleh sebagai berikut:
1) Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari dan yang membawa
dalam mutasi tersebut.
2) Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari dan yang membawa
dalam mutasi tersebut.
Teruskanlah proses penghitungan ini untuk . Jumlah bilangan-bilangan ini
akan sama dengan jumlah invers seluruhnya dalam permutasi tersebut.
Contoh :
Tentukanlah banyaknya invers dalam permutasi-permutasi berikut
a) (3, 4, 1, 5, 2)
b) (4, 2, 5, 3, 1)
Jawab:
a) Banyaknya invers adalah 2 + 2 + 0 + 1 = 5
b) Banyaknya invers adalah 3 + 1 + 2 + 1 = 7
Contoh :
Tabel berikut mengklasifikasikan berbagai permutasi dari sebagai genap atau ganjil.
Permutasi
Banyaknya
Invers
Klasifikasi
(1, 2, 3) 0 Genap
(1, 3, 2) 1 Ganjil
(2, 1, 3) 1 Ganjil
(2, 3, 1) 2 Genap
(3, 1, 2) 2 Genap
(3, 2, 1) 3 Ganjil
Definisi : sebuah permutasi dinamakan genap (even) jika jumlah invers seluruhnya
adalah sebuah bilangan bulat yang genap dan dinamakan ganjil (odd) jika jumlah
invers seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang ganjil.
Fungsi Determinan
Definisi : misalkan A adalah matriks kuadrat. Fungsi determinan dinyatakan oleh det,
dan kita definiskan det(A) sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A jumlah
det(A) kita namakan determinan A.
Contoh 5
det =
det =
Caranya sebagai berikut :
Dengan mengalikan entri-entri pada panah yang mengarah ke kanan dan mengurangkan hasil
kali entri-entri pada panah yang mengarah ke kiri.
Contoh 6
Hitunglah determinan-determinan dari :
A. =
B. =
Dengan menggunakan cara dari contoh 5 maka :
det(A) = (3)(-2) – (1)(4) = -10
dengan mnggunakan cara dari contoh 5 maka :
det(A) = (45) + (84) + (96) – (105) – (-48) – (-72) = 240
*Perhatian bahwa metode/cara yang digunakan pada contoh 5 dan 6 tidak berlaku
determinan matriks 4 x 4 atau untuk matriks yang lebih tinggi.
3.2 MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS
Matriks kuadrat kita namakan segitiga atas (upper triangular) jika semua entri di
bawah diagonal utama adalah nol. Begitu juga matriks kuadrat kita namakan segitiga bawah
(lower triangular), jika semua entri di atas diagonal utama adalah nol. Sebuah matriks baik
yang merupakan segitiga atas maupun segitiga bawah kita namakan segitiga (triangular).
Contoh:
Sebuah matriks segitiga atas 4 4 yang umum mempunyai bentuk
Sebuah matriks segitiga bawah 4 4 yang umum mempunyai bentuk
Contoh:
= 1 . 1 . 7 = 7
Teorema 1 : jika A adalah sembarang matriks kuadrat yang mengandung sebaris
bilangan nol, maka det (A) = 0
Teorema 2 : jika A adalah matriks segitiga , maka det (A) adalah hasil kali
entri-entri pada diagonal utama; yakni det (A) = .
Teorema 3: Misalkan A adalah sembarang matriks .
a) Jika adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal A dikalikan oleh konstanta k,
maka det = k det(A).
b) Jika adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris A dipertukarkan, maka det = -
det(A).
c) Jika adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris A ditambahkan pada baris
lain, maka det = det(A).
Contoh :
A = = - 2
= = 4
= 4 . (-2)
= -8
= =
= - (-2)
= 2
= =
= -2
Contoh :
A =
Det (A) =
Kita tidak memerlukan reduksi selanjutnya karena dari Teorema 1 kita peroleh bahwa
det (A) = 0. Dari contoh ini seharusnya sudah jelas bahwa bila matriks kuadrat mempunyai
dua baris yang terdiri dari bilangan nol dengan menambahkan kelipatan yang sesuai dari
salah satu baris ini pada baris yang satu lagi. Jadi, jika matriks kuadrat mempunyai dua
baris yang sebanding, maka determinannya sama dengan nol.
¼ Karena operasi perkalian maka
kebalikannya dikali
ditukar Karena pertukaran antar baris
maka dikali .
Karena pertambahan antar baris
maka tidak berpengaruh.
Contoh :
Karena baris pertama dan kedua sebanding yaitu 1 : 2 maka det (A) = 0.
3.3 SIFAT-SIFAT FUNGSI DETEREMINAN
Pernyataan. Karena hasil ini, maka hampir tiap-tiap teorema mengenai determinan yang
mengandung perkataan baris dalam pernyataannya akan benar juga bila perkataan “kolom”
disubstitusikan untuk “baris”. Untuk membuktikan pernyataan kolom, kita hanya perlu
mentranspos (memindahkan) matriks yang di tinjau untuk mengubah pernyataan kolom
tersebut pada pernyataan baris, dan kemudian menerapkan hasil yang bersesuaian yang sudah
kita ketahui untuk baris.
Contoh
Hitunglah determinan dari
A =
Determinan ini dapat di hitung seperti sebelumunya dengan menggunakan operasi baris
elementer untuk mereduksi A pada bentuk eelon baris. Sebaliknya, kita dapat menaruh A
pada bentuk segitiga bawah dalam satu langkah dengan menambahkan -3 kali kolom pertama
pada kolom keempat untuk mendapatkan
Det (A) = det =(1)(7)(3)(-26)= -546
Contoh ini menunjukkan bahwa selalu merupakan hal yang bijaksana untuk memperhatikan
operasi kolom yang tepat yang akan meringkaskan perhitungan tersebut.
Misalkan A dan B adalah matriks-matriks n x n dan k adalah sebarang skalar. Kita karang
meninjau hubungan yang mungkin di antara det(A), det(B), dan
det(kA), det(A + B), dan det(AB)
Teorema 4. Jika A adalah sembarang matiks kuadrat, maka det (A) =det (At
).
karena sebuah faktor bersama dari sebarang baris matriks dapat dipindahkan melalui tanda
det, dan karena setiap baris n baris dalam kA mempunyai factor bersama sebesr k, maka kita
dapatkan
det(kA) = kn
det(A)
Contoh
Dengan menghitung determinan, anda dapat memeriksa bahwa
det










 )1(71401
302
571
=










741
302
571
det +










110
302
571
det
Contoh
Tinjaulah matriks-matriks







12
13
A 






85
31
B 






143
172
AB
Kita peroleh det(A) det(B) = (1) (-23) = -23. Sebaliknya dengan perhitungan langsung maka
det(AB) = -23, sehingga det(AB) = det(A) det(B).
Contoh
Karena baris pertama dan baris ketiga dari
Teorema 5. Misalkan A, A’, dan A” adalah matiks n x n yang hanya berbeda dalam
garis tunggal, katakanlah baris ke r, dan anggaplah bahwa baris ke r dari A” dapat
diperoleh dengan menambahkan entri-entri yang bersesuaian dalam baris ke r dari A
dan dalam baris ke r dari A’. Maka
det(A”) = det (A) + det (A’)
Hasil yang serupa berlaku untuk kolom-kolom itu.
Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks kuadrat yang ukurannya sama, maka
det(AB) = det(A)det(B)
Teorema 7. Sebuah matriks A kuadrat dapat di balik jika dan hanya jika det(A) 0











642
101
321
A
Sebanding, maka det(A) = 0, jadi A tidak dapat dibalik
3.4 EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER
Pada bagian ini kita meninjau sebuah metode untuk mengitung determinan yang
berguna untuk perhitungan yang menggunakan tangan dan secara teoritis penting
penggunaannya. Sebagai konsekuensi dari kerja kita di sini, kita akan mendapatkan rumus
untuk invers dari matriks yang dapat dibalik dan juga akan mendapatkan rumus untuk
pemecahan sistem-sistem persamaan linear tertentu yang dinyatakan dalam determinan.
Contoh :
Misalkan
Minor entri a11 adalah
Kofaktor a11 adalah
C11 = (-1)1 + 1
M11 = M11 = 16
Demikian juga, minor entri a32 adalah
Kofaktor a32 adalah
Definisi : Jika A adalah matriks kuadrat, maka minor entri aij dinyatakan oleh Mij dan
didefinisikan menjadi determinan submatriks yang tetap setelah baris ke i dan kolom ke j
dicoret dari A. Bilangan (-1)i
+ jMij dinyatakan oleh Cij dan dinamakan kofaktor entri aij.
C32 = (-1)3 + 2
M32 = M32 = – 26
Perhatikan bahwa kofaktor dan minor elemen aij hanya berbeda dalam tandanya, yakni, Cij =
± Mij. Cara cepat untuk menentukan apakah penggunaan tanda + atau tanda – merupakan
kenyataan bahwa penggunaan tanda yang menghubungkan Cij dan Mij berada dalam baris ke i
dan kolom ke j dari susunan
Misalnya, C11 = M11, C21 = – M21, C12 = – M12, C22 = M22, dan seterusnya.
Tinjaulah matriks 3 x 3 umum
dapat kita tuliskan kembali menjadi
Karena pernyataan-pernyataan dalam kurung tidak lain adalah kofaktor-kofaktor C11, C21 dan
C31, maka kita peroleh
Persamaan di atas memperlihatkan bahwa determinan A dapat dihitung dengan mengalikan
entri-entri pada kolom pertama A dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil
kalinya. Metode menghitung det(A) ini dinamakan ekspansi kofaktor sepanjang kolom
pertama A.
Contoh :
Hitunglah det(A) dengan metode ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A.
Pemecahan.
Perhatikan bahwa dalam setiap persamaan semua entri dan kofaktor berasal dari baris atau
kolom yang sama. Persamaan ini dinamakan ekspansi-ekspansi kofaktor det(A).
Hasil-hasil yang baru saja kita berikan untuk matriks 3 x 3 membentuk kasus khusus dari
teorema umum berikut, yang kita nyatakan tanpa memberikan buktinya.
Maka, ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j
dan ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i
Jika matriks A adalah sebarang matriks n x n dan Cij adalah kofaktor aij, maka matriks
Teorema 8.
Determinan matriks A yang berukuran n x n dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri
dalam suatu baris (atau kolom) dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil-hasil
kali yang dihasilkan; yakni untuk setiap 1 ≤ i ≤ n dan 1 ≤ j ≤ n
Dinamakan matriks kofaktor A. Transpos matriks ini dinamakan adjoin A dan dinyatakan
dengan adj(A).
Teorema 9.
Jika A adalah matriks yang dapat dibalik, maka
Teorema 10 (Aturan Cramer)
Jika AX = B adalah sistem yang terdiri dari n persamaan linear dalam n bilangan
takdiketahui sehingga det(A) ≠ 0, maka sistem tersebut mempunyai pemecahan yan unik.
Pemecahan ini adalah
dimana Aj adalah matriks yang kita dapatkan dengan mengganti entri-entri dalam kolom ke j
dari A dengan entri-entri dalam matriks
BAB III
PENUTUP
Saran
Alangkah baiknya kita mengenal Matematika dulu sebelum kita menganggap Matematika itu
sulit, karena bila kita telah mengenal Matematika dengan baik dan menikmati bagaimana Matematika
itu bekerja akan terasa bahwa Matematika itu tidaklah seburuk apa yang kita pikirkan.
DAFTAR PUSTAKA
 Anton Howard. 1991. Aljabar Linear Elementer. Jakarta: Erlangga.
 www.google.com
 www.wikipedia.com

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Sub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoSub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoYadi Pura
 
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi Rekursi
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi RekursiRelasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi Rekursi
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi RekursiOnggo Wiryawan
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Arvina Frida Karela
 
Modul 4 kongruensi linier
Modul 4   kongruensi linierModul 4   kongruensi linier
Modul 4 kongruensi linierAcika Karunila
 
03 limit dan kekontinuan
03 limit dan kekontinuan03 limit dan kekontinuan
03 limit dan kekontinuanRudi Wicaksana
 
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsisten
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsistenMenentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsisten
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsistenBAIDILAH Baidilah
 
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi MatriksPembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi MatriksIpit Sabrina
 
Pertemuan 02 teori dasar himpunan
Pertemuan 02   teori dasar himpunanPertemuan 02   teori dasar himpunan
Pertemuan 02 teori dasar himpunanFajar Istiqomah
 
Graf ( Matematika Diskrit)
Graf ( Matematika Diskrit)Graf ( Matematika Diskrit)
Graf ( Matematika Diskrit)zachrison htg
 
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...Onggo Wiryawan
 
Matematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi RekursifMatematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi RekursifAyuk Wulandari
 

La actualidad más candente (20)

Struktur aljabar-2
Struktur aljabar-2Struktur aljabar-2
Struktur aljabar-2
 
Sub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup faktoSub grup normal dan grup fakto
Sub grup normal dan grup fakto
 
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi Rekursi
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi RekursiRelasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi Rekursi
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi Rekursi
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
 
relasi himpunan
relasi himpunanrelasi himpunan
relasi himpunan
 
ANALISIS REAL
ANALISIS REALANALISIS REAL
ANALISIS REAL
 
Transformasi elementer
Transformasi elementerTransformasi elementer
Transformasi elementer
 
Modul 4 kongruensi linier
Modul 4   kongruensi linierModul 4   kongruensi linier
Modul 4 kongruensi linier
 
03 limit dan kekontinuan
03 limit dan kekontinuan03 limit dan kekontinuan
03 limit dan kekontinuan
 
Geometri analitik ruang
Geometri analitik ruangGeometri analitik ruang
Geometri analitik ruang
 
Basis dan Dimensi
Basis dan DimensiBasis dan Dimensi
Basis dan Dimensi
 
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsisten
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsistenMenentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsisten
Menentukan sistem persamaan linier dalam bentuk sistem konsisten dan inkonsisten
 
Prinsip Inklusi Eksklusi
Prinsip Inklusi EksklusiPrinsip Inklusi Eksklusi
Prinsip Inklusi Eksklusi
 
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi MatriksPembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
 
Pertemuan 02 teori dasar himpunan
Pertemuan 02   teori dasar himpunanPertemuan 02   teori dasar himpunan
Pertemuan 02 teori dasar himpunan
 
Graf ( Matematika Diskrit)
Graf ( Matematika Diskrit)Graf ( Matematika Diskrit)
Graf ( Matematika Diskrit)
 
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
 
Matematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi RekursifMatematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi Rekursif
 
Teori bilangan
Teori bilanganTeori bilangan
Teori bilangan
 
Modul 7 basis dan dimensi
Modul 7 basis dan dimensiModul 7 basis dan dimensi
Modul 7 basis dan dimensi
 

Destacado

aljabar linier elementer 1
aljabar linier elementer 1aljabar linier elementer 1
aljabar linier elementer 1cut maisarah
 
Dasar dasar aljabar linier
Dasar dasar aljabar linierDasar dasar aljabar linier
Dasar dasar aljabar linierL Yudhi Prihadi
 
Bahan ajar alin 2 rev 2014 pdf
Bahan ajar alin 2 rev 2014 pdfBahan ajar alin 2 rev 2014 pdf
Bahan ajar alin 2 rev 2014 pdfPawit Ngafani
 
Vektor, Aljabar Linier
Vektor, Aljabar LinierVektor, Aljabar Linier
Vektor, Aljabar LinierSartiniNuha
 
Soal n Jawaban aljabar linier dg 3 persamaan
Soal n Jawaban aljabar linier dg 3 persamaanSoal n Jawaban aljabar linier dg 3 persamaan
Soal n Jawaban aljabar linier dg 3 persamaanMuslimin Saliman
 
Modul aljabar matriks
Modul aljabar matriksModul aljabar matriks
Modul aljabar matriksSafran Nasoha
 
Materi kalkulus 1
Materi kalkulus 1Materi kalkulus 1
Materi kalkulus 1pt.ccc
 
Sistem persamaan linear homogen
Sistem persamaan linear homogenSistem persamaan linear homogen
Sistem persamaan linear homogenIpit Sabrina
 
Metode Numerik Penyelesaian Persamaan Linier Simultan
Metode Numerik Penyelesaian Persamaan Linier SimultanMetode Numerik Penyelesaian Persamaan Linier Simultan
Metode Numerik Penyelesaian Persamaan Linier SimultanAururia Begi Wiwiet Rambang
 
aljabar linier elementer
aljabar linier elementeraljabar linier elementer
aljabar linier elementerIqbalzone Coolz
 
Aplikasi modulo dalam menentukan hari lahir - teori bilangan - Roswati 2014B
Aplikasi modulo dalam menentukan hari lahir - teori bilangan - Roswati 2014BAplikasi modulo dalam menentukan hari lahir - teori bilangan - Roswati 2014B
Aplikasi modulo dalam menentukan hari lahir - teori bilangan - Roswati 2014Broswati_terbil
 
Sistem persamaan linier_a
Sistem persamaan linier_aSistem persamaan linier_a
Sistem persamaan linier_aTriana Yusman
 
2-3 pembelajaran berbantuan komputer
2-3 pembelajaran berbantuan komputer2-3 pembelajaran berbantuan komputer
2-3 pembelajaran berbantuan komputerwahyuarfan
 
Buku aljabar linear dasar
Buku aljabar linear dasarBuku aljabar linear dasar
Buku aljabar linear dasaraldzegan18
 
Pembelajaran Berbantuan Komputer Kedua
Pembelajaran Berbantuan Komputer KeduaPembelajaran Berbantuan Komputer Kedua
Pembelajaran Berbantuan Komputer Keduachairinnisaf
 

Destacado (20)

aljabar linier elementer 1
aljabar linier elementer 1aljabar linier elementer 1
aljabar linier elementer 1
 
Dasar dasar aljabar linier
Dasar dasar aljabar linierDasar dasar aljabar linier
Dasar dasar aljabar linier
 
Bahan ajar alin 2 rev 2014 pdf
Bahan ajar alin 2 rev 2014 pdfBahan ajar alin 2 rev 2014 pdf
Bahan ajar alin 2 rev 2014 pdf
 
Kalkulus 3
Kalkulus 3Kalkulus 3
Kalkulus 3
 
Vektor, Aljabar Linier
Vektor, Aljabar LinierVektor, Aljabar Linier
Vektor, Aljabar Linier
 
Soal n Jawaban aljabar linier dg 3 persamaan
Soal n Jawaban aljabar linier dg 3 persamaanSoal n Jawaban aljabar linier dg 3 persamaan
Soal n Jawaban aljabar linier dg 3 persamaan
 
Modul aljabar matriks
Modul aljabar matriksModul aljabar matriks
Modul aljabar matriks
 
Aljabar linear-1
Aljabar linear-1Aljabar linear-1
Aljabar linear-1
 
Materi kalkulus 1
Materi kalkulus 1Materi kalkulus 1
Materi kalkulus 1
 
19. Soal-soal Matriks
19. Soal-soal Matriks19. Soal-soal Matriks
19. Soal-soal Matriks
 
Sistem persamaan linear homogen
Sistem persamaan linear homogenSistem persamaan linear homogen
Sistem persamaan linear homogen
 
Metode Numerik Penyelesaian Persamaan Linier Simultan
Metode Numerik Penyelesaian Persamaan Linier SimultanMetode Numerik Penyelesaian Persamaan Linier Simultan
Metode Numerik Penyelesaian Persamaan Linier Simultan
 
aljabar linier elementer
aljabar linier elementeraljabar linier elementer
aljabar linier elementer
 
Aplikasi modulo dalam menentukan hari lahir - teori bilangan - Roswati 2014B
Aplikasi modulo dalam menentukan hari lahir - teori bilangan - Roswati 2014BAplikasi modulo dalam menentukan hari lahir - teori bilangan - Roswati 2014B
Aplikasi modulo dalam menentukan hari lahir - teori bilangan - Roswati 2014B
 
Aplikasi modulo dalam
Aplikasi modulo dalamAplikasi modulo dalam
Aplikasi modulo dalam
 
Vektor dan ruang euclid
Vektor dan ruang euclidVektor dan ruang euclid
Vektor dan ruang euclid
 
Sistem persamaan linier_a
Sistem persamaan linier_aSistem persamaan linier_a
Sistem persamaan linier_a
 
2-3 pembelajaran berbantuan komputer
2-3 pembelajaran berbantuan komputer2-3 pembelajaran berbantuan komputer
2-3 pembelajaran berbantuan komputer
 
Buku aljabar linear dasar
Buku aljabar linear dasarBuku aljabar linear dasar
Buku aljabar linear dasar
 
Pembelajaran Berbantuan Komputer Kedua
Pembelajaran Berbantuan Komputer KeduaPembelajaran Berbantuan Komputer Kedua
Pembelajaran Berbantuan Komputer Kedua
 

Similar a ALJABAR LINEAR ELEMENTER

Sistem persamaan linier
Sistem persamaan linierSistem persamaan linier
Sistem persamaan linierBisma Kemal
 
Aljabar matriks-its
Aljabar matriks-itsAljabar matriks-its
Aljabar matriks-itsMasnia Siti
 
Matriks eselon baris dan eselon baris tereduksi
Matriks eselon baris dan eselon baris tereduksiMatriks eselon baris dan eselon baris tereduksi
Matriks eselon baris dan eselon baris tereduksiElemantking Daeva
 
presentasi skripsi 2014
presentasi skripsi 2014presentasi skripsi 2014
presentasi skripsi 2014Ruth Dian
 
Aturan Cramer, Eliminasi Gauss & Eliminasi Gauss Jordan.ppt
Aturan Cramer, Eliminasi Gauss & Eliminasi Gauss Jordan.pptAturan Cramer, Eliminasi Gauss & Eliminasi Gauss Jordan.ppt
Aturan Cramer, Eliminasi Gauss & Eliminasi Gauss Jordan.pptnovajuniati1
 
Makalah Metode Numerik : Sistem Persamaan Linear
Makalah Metode Numerik : Sistem Persamaan Linear Makalah Metode Numerik : Sistem Persamaan Linear
Makalah Metode Numerik : Sistem Persamaan Linear Kannal Bakti Pakinde
 
BAB II - OPERASI MATRIKS.pptx
BAB II - OPERASI MATRIKS.pptxBAB II - OPERASI MATRIKS.pptx
BAB II - OPERASI MATRIKS.pptxsoegihbgt
 
Topik 1 -_sistem_persamaan_linear
Topik 1 -_sistem_persamaan_linearTopik 1 -_sistem_persamaan_linear
Topik 1 -_sistem_persamaan_linearKanages Rethnam
 
Linear Algebra - System of Linear Equation
Linear Algebra - System of Linear EquationLinear Algebra - System of Linear Equation
Linear Algebra - System of Linear EquationDiponegoro University
 
Materi ajar matriks pdf
Materi ajar matriks pdfMateri ajar matriks pdf
Materi ajar matriks pdfLalu Irpahlan
 
sistem linier .ppt
sistem linier .pptsistem linier .ppt
sistem linier .pptAmmadong
 
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013Yoollan MW
 
PPT_Kelompok3_Eliminasi Gauss.pptx
PPT_Kelompok3_Eliminasi Gauss.pptxPPT_Kelompok3_Eliminasi Gauss.pptx
PPT_Kelompok3_Eliminasi Gauss.pptxIanVemasSilalahi
 

Similar a ALJABAR LINEAR ELEMENTER (20)

Materi Aljabar linear
Materi Aljabar linearMateri Aljabar linear
Materi Aljabar linear
 
Sistem persamaan linier
Sistem persamaan linierSistem persamaan linier
Sistem persamaan linier
 
Gayus
GayusGayus
Gayus
 
Gaussjordan
GaussjordanGaussjordan
Gaussjordan
 
Gaussjordan
GaussjordanGaussjordan
Gaussjordan
 
Aljabar matriks-its
Aljabar matriks-itsAljabar matriks-its
Aljabar matriks-its
 
Draft 2
Draft 2Draft 2
Draft 2
 
Matriks eselon baris dan eselon baris tereduksi
Matriks eselon baris dan eselon baris tereduksiMatriks eselon baris dan eselon baris tereduksi
Matriks eselon baris dan eselon baris tereduksi
 
presentasi skripsi 2014
presentasi skripsi 2014presentasi skripsi 2014
presentasi skripsi 2014
 
Aturan Cramer, Eliminasi Gauss & Eliminasi Gauss Jordan.ppt
Aturan Cramer, Eliminasi Gauss & Eliminasi Gauss Jordan.pptAturan Cramer, Eliminasi Gauss & Eliminasi Gauss Jordan.ppt
Aturan Cramer, Eliminasi Gauss & Eliminasi Gauss Jordan.ppt
 
Makalah Metode Numerik : Sistem Persamaan Linear
Makalah Metode Numerik : Sistem Persamaan Linear Makalah Metode Numerik : Sistem Persamaan Linear
Makalah Metode Numerik : Sistem Persamaan Linear
 
Pertemuan3&4
Pertemuan3&4Pertemuan3&4
Pertemuan3&4
 
BAB II - OPERASI MATRIKS.pptx
BAB II - OPERASI MATRIKS.pptxBAB II - OPERASI MATRIKS.pptx
BAB II - OPERASI MATRIKS.pptx
 
Topik 1 -_sistem_persamaan_linear
Topik 1 -_sistem_persamaan_linearTopik 1 -_sistem_persamaan_linear
Topik 1 -_sistem_persamaan_linear
 
Linear Algebra - System of Linear Equation
Linear Algebra - System of Linear EquationLinear Algebra - System of Linear Equation
Linear Algebra - System of Linear Equation
 
Materi ajar matriks pdf
Materi ajar matriks pdfMateri ajar matriks pdf
Materi ajar matriks pdf
 
sistem linier .ppt
sistem linier .pptsistem linier .ppt
sistem linier .ppt
 
MATRIKS.pptx
MATRIKS.pptxMATRIKS.pptx
MATRIKS.pptx
 
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
Bahan Ajar Persamaan Kuadrat SMP Kelas IX Kurikulum 2013
 
PPT_Kelompok3_Eliminasi Gauss.pptx
PPT_Kelompok3_Eliminasi Gauss.pptxPPT_Kelompok3_Eliminasi Gauss.pptx
PPT_Kelompok3_Eliminasi Gauss.pptx
 

ALJABAR LINEAR ELEMENTER

  • 1. ALJABAR LINEAR ELEMENTER OLEH MELSIM IMELDA LALUS 1101031030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2013
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan tuntunan-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Aljabar Linear Elementer” ini dengan baik. Makalah ini merupakan rangkuman dari buku “Aljabar Linear Elementer” karya Howard Anton. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Kupang, 19 Mei 2013 Penulis
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................................................................. DAFTAR ISI............................................................................................... BAB I – PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................. 1.2 TUJUAN ..................................................................................................... 1.3 METODE PENULISAN................................................................... BAB II – SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS 2.1 SISTEM PERSAMAAN LINEAR .............................................................. 2.2 ELIMINASI GAUSS.................................................................................. 2.3 SISTEM PERSAMAAN LINEAR HOMOGEN.......................................... 2.4 MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS...................................................... 2.5 ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS ..................................... 2.6 MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1 .......... 2.7 HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAAN DAN KETERBALIKAN..................................................................................... BAB III – DETERMINAN 3.1 FUNGSI DETERMINAN........................................................................... 3.2 MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS ................ 3.3 SIFAT-SIFAT FUNGSI DETERMINAN.................................................... 3.4 EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER ........................................ BAB VI – PENUTUP.............................................................................. DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
  • 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Banyak orang yang beranggapan bahwa Matematika itu rumit, karena alasan itulah banyak orang yang menghindari Matematika. Padahal Matematika dapat kita jumpai di dalam kehidupan sehari-hari, dan mau tidak mau kita pasti menggunakan Matematika. Oleh karena itu kami membuat makalah ini dengan maksud membantu pemahaman masyarakat agar mereka tidak menilai Matematika adalah sesuatu yang buruk. 1.2 TUJUAN Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai sumber informasi yang diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan para pembaca makalah ini. 1.3 METODE PENULISAN Penulis menggunakan metode observasi dan kepusatakaan. Cara yang digunakan dalam penulisan adalah Studi pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini, selain itu penulis juga mencari sumber-sumber dari internet.
  • 5. BAB II SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS 2.1 SISTEM PERSAMAAN LINIER mnmnmm nn nn bxaxaxa bxaxaxa bxaxaxa    ... ... ... 2211 22222121 11212111  SPL mempunyai m persamaan dan n variable. Matriks yang diperbesar (augmented matrix)             mmnmm n n baaa baaa baaa 21 222221 111211 ... ...  Contoh : 543 432 21 21   xx xx Solusi ( Pemecahan ) SPL, di bagi menjadi 2, yaitu : 1. Konsisten  Solusi Tunggal  Solusi Banyak 2. Tidak Konsisten Definisi : Suatu sistem yang memiliki m persamaan dan n variabel. ( Bilangan yang tidak diketahui ).
  • 6. Contoh : Solusi Tunggal Contoh : Solusi Banyak g1 = 2x - 3y = 6 g2 = 2x – 3y =6 m < n Contoh : Tidak Konsisten 0 = Konstanta 2.2 ELIMINASI GAUSS Pada bagian ini kita akan memberikan prosedur yang sistematik untuk memecahkan sistem-sistem persamaan linear; prosedur tersebut didasarkan kepada gagasan untuk mereduksi matriks yang diperbesar menjadi bentuk yang cukup sederhana sehingga sistem persamaan tersebut dapat dipecahkan dengan memeriksa sistem tersebut. Matriks di atas adalah contoh matriks yang dinyatakan dalam bentuk eselon baris terreduksi (reduced row-echelon form). Supaya berbentuk seperti ini, maka matriks tersebut harus mempunyai sifat-sifat berikut. 1. Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan taknol pertama dalam baris tersebut adalah 1. (Kita namakan 1 utama).
  • 7. 2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka semua baris seperti itu dikelompokkan bersama-sama di bawah matriks. 3. Dalam sebarang dua baris yang berurutan yang seluruhnya tidak terdiri dari nol, maka 1 utama dalam baris yang lebih rendah terdapat lebih jauh ke kanan dari 1 utama dalam baris yang lebih tinggi. 4. Masing-masing kolom yang mengandung 1 utama mempunyai nol di tempat lain. Matriks yang memiliki sifat-sifar 1,2 dan 3 dapat dikatakan dalam bentuk eselon baris (row-echelon form). Berikut ini adalah beberapa contoh matriks dalam bentuk seselon baris terreduksi. Matriks-matriks berikut adalah matriks dalam bentuk eselon baris. Prosedur untuk meredusi matriks menjadi bentuk eselon baris terreduksi dinamakan eliminasi Gauss-Jordan, sedangkan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris dinamakan eliminasi Gauss. Contoh 1: Pecahkanlah dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan. x1 + 3x2 – 2x3 + 2x5 = 0 2x1 + 6x2 – 5x3 – 2x4 + 4x5 – 3x6 = –1 5x3 + 10x4 + 15x6 = 5 2x1 + 6x2 + 8x4 + 4x5 + 18x6 = 6 Tidak sukar untuk memantau apabila matriks dalam bentuk eselon baris harus mempunyai nol di bawah setiap 1 utama. Bertentangan dengan hal ini, matriks dalam bentuk eselon baris terreduksi harus mempunyai nol di atas dan di bawah masing-masing 1 utama.
  • 8. Maka matriks yang diperbesar dari sistem tersebut adalah Dengan menambahkan -2 kali baris pertama pada baris kedua dan keempat maka akan mendapatkan Dengan mengalikan dengan -1 dan kemudian menambahkan -5 kali baris kedua kepada baris ketiga dan -4 kali baris kedua kepada baris keempat maka akan memberikan Dengan mempertukarkan baris ketiga dengan baris keempat dan kemudian mengalikan baris ketiga dari matriks yang dihasilkan dengan 1/6 maka akan memberikan bentuk eselon baris Dengan menambahkan -3 kali baris ketiga pada baris kedua dan kemudian menambahkan 2 kali baris kedua dari matriks yang dihasilkan pada baris pertama maka akan menghasilkan bentuk eselon baris terreduksi Sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian adalah x1 + 3x2 + 4x4 + 2x5 = 0 x3 + 2x4 = 0
  • 9. x6 = Dengan memecahkannya untuk peubah peubah utama, maka kita dapatkan x1 = – 3x2 – 4x4 – 2x5 x3 = – 2x4 x6 = Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 = Terkadang lebih mudah memecahkan sistem persamaan linear dengan menggunakan eliminasi Gauss untuk mengubah matriks yang diperbesar menjadi ke dalam bentuk eselon baris tanpa meneruskannya ke bentuk eselon baris terreduksi. Bila hal ini dilakukan, maka sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian dapat dipecahkan dengan sebuah cara yang dinamakan substitusi balik (back-substitution). Kita akan melukiskan metode ini dengan menggunakan sistem persamaan-persamaan pada contoh 1. Dari perhitungan dalam contoh 1, bentuk eselon baris dari matriks yang diperbesar tersebut adalah Untuk memecahkan sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian x1 + 3x2 – 2x3 + 2x5 = 0 x3 + 2x4 + 3x6 = 1 x6 = maka kita memprosesnya sebagai berikut : Langkah 1. Pecahkanlah persamaan-persamaan tersebut untuk peubah-peubah utama.
  • 10. x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5 x3 = 1 – 2x4 – 3x6 x6 = Dengan mensubstitusikan x6 = ke dalam persamaan kedua maka akan menghasilkan x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5 x3 = – 2x4 x6 = Dengan mensubstitusikan x3 = – 2x4 ke dalam persamaan pertama maka akan menghasilkan x1 = – 3x2 – 4x4 – 2x5 x3 = – 2x4 x6 = Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 = Ini sesuai dengan pemecahan yang diperoleh pada contoh 1. 2.3 SISTEM PERSAMAAN LINIER HOMOGEN Sebuah sistem persamaan-persamaan linier dikatakan homogen jika semua suku konstan sama dengan nol; yakni sistem tersebut mempunyai bentuk Langkah 2. Mulailah dengan persamaan bawah dan bekerjalah ke arah atas, substitusikan secara keseluruhan masing-masing persamaan ke dalam semua persamaan yang di atasnya. Langkah 3. Tetapkanlah nilai-nilai sebarang pada setiap peubah tak utama.
  • 11. a11x1 + a12x2 + ……+ a1nxn = 0 a21x2 + a22x2 + ……+ a2nxn = 0 : : : : am1x1 + am2x2 + ……+ amnxn = 0 Tiap-tiap sistem persamaan linier homogen adalah sistem yang konsisten, karena x1 = 0, x2 = 0,….., xn = 0 selalu merupakan pemecahan. Pemecahan terebut, dinamakan pemecahan trivial (trivial solution); jika ada pemecahan lain, maka pemecahan tersebut dinamakan pemecahan taktrivial (nontrivial solution). Karena sistem persamaan linier homogen harus konsisten, maka terdapat satu pemecahan atau tak terhingga banyaknya pemecahan. Karena salah satu di antara pemecahan ini adalah pemecahan trivial, maka kita dapat membuat pernyataan berikut. Untuk sistem persamaan-persamaan linier homogeny, maka persis salah satu di antara pernyataan berikut benar. 1. Sistem tersebut hanya mempunyai pemecahan trivial. 2. Sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya pemecahan tak trivial sebagai tambahan terhadap pemecahan trivial tersebut. Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai pemecahan tak trivial ; yakni, jika sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui dari banyaknya persamaan. Untuk melihat mengapa hanya demikian, tinjaulah contoh berikut dari empat persamaan dengan lima bilangan tak diketahui. Contoh : Pecahkanlah sistem persamaan-persamaan linier homogeny berikut dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan. 2X + 2X2 – X3 + X5 = 0 -X1 – X2 + 2X3 – X4 + X5 = 0 X1 + X2 – 2X3 - 5X5 = 0 X3 + X4 + X5 = 0 Matriks yang diperbesar untuk sistem tersebut adalah
  • 12. Dengan mereduksi matriks ii menjadi bentuk eselon baris tereduksi, maka kita dapatkan Sistem persamaan yang bersesuaian adalah X1 + X2 + X5 = 0 X3 + X5 = 0 X4 = 0 Dengan memecahkannya untuk peubah-peubah utama maka akan menghasilkan X1 = -X2 – X5 X3 = -X5 X4 = 0 Maka himpunan pemecahan akan di berikan oleh X1 = -s – t, X2 = s, X3 = -t , X4 = 0, X5 = t Perhatikan bahwa pemecahan trivial kita dapatkan bila s = t = 0. 2.4 MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS Matriks Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks. A = Operasi Matriks 1. Penjumlahan : Definisi : jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka jumlah A + B adalah matriks yang di peroleh dengan menambahkan bersama-sama
  • 13. entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya berbeda tidak dapat di tambahkan. A = , B = A + B = + = Contoh : A = , B = , C = A + B = Sedangkan A + C dan B + C tidak di definisikan. 2. Perkalian dengan konstanta Definisi : Jka A adalah suatu matriks dan c adalah scalar, maka hasil kali cA adalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing=masing entri dari A oleh c. c = Contoh : A = , maka 2A = 3. Perkalian, dengan syarat Am x n Bn x o = Cm x o Definisi : Jika A adalah matriks m x r dan B matriks r x n, maka hasil kali AB adalah matriks m x n yang entri- entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris I dan kolom j dari AB, pilihlah baris i dari matriks A dan kolom j dari matriks B. Kalikanlah entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan. A = , B = AB = = Contoh : A = , B = AB = Transpose Definisi : Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka Transpos A dinyatakan oleh At dan didefinisikan dengan matriks n x m yang kolom pertmanya adalah baris pertama dari A, kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juaga dengan kolom ketiga adalah baris ketiga dari A, dan seterusnya.
  • 14. A =  At = Contoh : A =  At = 2.5 ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS Walaupun banyak dari aturan-aturan ilmu hitung bilangan riil berlaku juga untuk matriks, namun terdapat beberapa pengecualian. Salah satu dari pengecualian yang terpenting terjadi dalam perkalian matriks. Untuk bilangan-bilangan rill a dan b, kita selalu mempunyai ab = bayang sering dinamakan hukum komutatif untuk perkalian. Akan tetapi, untuk matriks- matriks, maka AB dan BA tidak perlu sama. Contoh Tinjaulah matriks-matriks Dengan mengalikannya maka akan memberikan        32 01 A        03 21 B        411 21 AB         03 63 BA Teorema 2. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah sedemikian sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat diperagakan, maka aturan-aturan ilmu hitung matriks berikut akan shahih. (a) A + B = B + A (Hukum komutatif untuk penambahan) (b) A + (B + C) = (A + B) + C (Hukum asosiatif untuk penambahan) (c) A(BC) = (AB)C (Hukum asosiatif untuk perkalian) (d) A(B + C) = AB + AC (Hukum distributif) (e) (B + C)A = BA + CA (Hukum distributif) (f) A(B - C) = AB – AC (g) (B - C)A = BA – CA (h) a(B + C) = aB+ aC (i) a(B - C) = aB – aC (j) (a + b)C = aC + bC (k) (a - b)C = aC – bC (l) (ab)C = a(bC) (m) a(BC) = (aB)C = B(aC)
  • 15. Jadi, AB ≠ BA Contoh Sebagai gambaran hukum asosiatif untuk perkalian matriks, tinjaulah Kemudian Sehingga Sebaliknya Maka Jadi, (AB)C = A(BC), seperti yang dijamin oleh Teorema 2(c).            10 43 21 A        12 34 B        32 01 C            10 43 21 AB       12 34            12 1320 58 )( CAB       32 01            34 3946 1518        12 34 BC       32 01        34 910            10 43 21 )(BCA       34 910            34 3946 1518 Teorema 3. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah sedemikian rupa sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat dikabulkan, maka aturan-aturan ilmu hitung matriks yang berikut akan shahih. (a) A + 0 = 0 + A = A (b) A – A = 0 (c) 0 – A = -A (d) A0 = 0; 0A = 0 Teorema 4. Setiap sistem persamaan linear tidak mempunyai pemecahan, persis satu pemecahan, atau tak terhingga banyaknya pemecahan.            12 1320 58
  • 16. Bukti. Jika AX = B adalah sistem persamaan linear, maka persis satu dari antara berikut akan benar: (a) sistem tersebut tidak mempunyai pemecahan, (b) sistem tersebut mempunyai persis satu pemecahan, atau (c) sistem tersebut mempunyai lebih dari satu pemecahan. Bukti tersebut akan lengkap jika kita dapat memperlihatkan bahwa sistem tersebut mempunyai takhingga banyaknya pemecahan dalam kasus (c). Contoh Tinjaulah matriks Maka Dan Contoh Matriks adalah invers dari karena dan        322212 312111 aaa aaa A        10 01 2 AI       322212 312111 aaa aaa A aaa aaa        322212 312111        322212 312111 3 aaa aaa AI           100 010 001 A aaa aaa        322212 312111 Definisi. Jika A adalah matriks kuadrat, dan jika kita dapat mencari matriks B sehingga AB = BA = I, maka A dikatakan dapat dibalik (invertible) dan B dinamakan invers (inverse) dari A.        21 53 B          31 52 A          31 52 AB       21 53 I       10 01        21 53 BA         31 52 I       10 01 Teorema 5. Jika baik B maupun C adalah invers matriks A, maka B = C
  • 17. Bukti. Karena B adalah invers A, maka BA = I. Dengan mengalikan kedua ruas dari sebelah kanan dengan C maka akan memberikan (BA)C = IC = I. Tetapi (BA)C = B(AC) = BI = B, sehingga B = C. Contoh Tinjaulah matriks 2x2 Jika ad – bc ≠ 0, maka Bukti. Jika kita dapat memperlihatkan bahwa (AB)(A 1 B 1 ) = (B 1 A 1 )(AB)=I, maka kita telah secara serempak membuktikan bahwa AB dapat dibalik dan bahwa (AB) 1 = B 1 A 1 . Tetapi (AB)(B 1 A 1 ) = AIA 1 = AA 1 = I. Demikian juga (B 1 A 1 )(AB) = I. Contoh Tinjaulah matriks-matriks Dengan menerapkan rumus yang diberikan dalam contoh 25, kita dapatkan Maka, (AB)-1 = B-1 A -1 seperti yang dijamin oleh Teorema 6.        dc ba A           ac bd bcad A 11                bcad a bcad c bcad b bcad d Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat dibalik dan yang ukurannya sama, maka (a) AB dapat dibalik (b) (AB) 1 = B 1 A 1 Sebuah hasil kali matriks yang dapat dibalik selalu dapat dibalik, dan invers hasil kali tersebut adalah hasil kali invers dalam urutan yang terbalik        31 21 A        22 23 B        89 67 AB          11 231 A              2 3 1 11 1 B              2 7 2 9 34 1 AB
  • 18. Teorema berikut, yang kita nyatakan tanpa bukti, menunjukkan bahwa hukum-hukum yang sudah dikenal dari eksponen adalah sah. Teorema selanjutnya menetapkan beberapa sifat tambahan yang berguna dari eksponen matriks tersebut. Bukti. a. Karena AA-1 = A-1 A = I, maka A-1 dapat dibalik dan (A-1 )-1 = A. b. – c. Jika k adalah sebarang scalar yang taksama dengan nol, maka hasil (l) dan (m) dari Teorema 2 akan memungkinkan kita untuk menuliskan (kA)       11 A k =     IIAAk k AkA k         1 11 11 Demikian juga       11 A k (kA) = I sehingga kA dapat dibalik dan (kA)-1 = 11  A k . Definisi. Jika A adalah sebuah matriks kuadrat, maka kita mendefinisikan pangkat-pangkat bilangan bulat tak negative A menjadi A0 = 1 An = AA….A (n > 0) Akan tetapi, jika A dapat dibalik, maka kita mendefinisikan pangkat bilangan bulat negative menjadi A-1 = (A-1 )n = A-1 A-1 ….. A-1 Factor n Factor n Teorema 7. Jika A adalah matriks kuadrat dan r serta s adalah bilangan bulat, maka Ar As = Ar+s (Ar )s = Ars Teorema 8. Jika A adalah sebuah matriks yang dapat dibalik, maka: a) A-1 dapat dibalik dan (A-1 )-1 = A b) An dapat dibalik dan (An )-1 = (A-1 )n untuk n = 0,1,2,….. c) Untuk setiap skalar k yang taksama dengan nol, maka kA dapat dibalik dan (kA)-1 = k 1 A-1
  • 19. Kita simpulkan bagian ini dengan sebuah Teorema yang menyenaraikan sifat-sifat utama dari operasi transpose. 2.6 MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1 Dibawah ini kita daftarkan matriks elementer dan operasi-operasi yang menghasilkannya. (i)        30 01 (ii)             0010 0100 1000 0001 (iii)           100 010 301 (iv)           100 010 001 Operasi baris pada I yang menghasilkan E Operasi baris pada E yang menghasilkan I Kalikanlah baris I dengan c ≠ 0. Kalikanlah baris I dengan Pertukarkan baris I dan baris j. Pertukarkan baris i dan baris j. Tambahkan c kali baris I ke baris j. Tambahkan – c kali baris i ke baris j. Operasi-operasi d ruas kanan dari tabel ini dinamakan operasi invers dari operasi-operasi yang bersesuaian di ruas kiri. Teorema 9. Jika ukuran matriks seperti operasi yang diberikan dapat dilakukan, maka a. (At )t = A b. (A+B)t = At + Bt c. (kA)t = kAt , dimana k adalah sebarang scalar. d. (AB)t = Bt At Transpose sebuah hasil kali matriks sama dengan hasil kali transposnya dalam urutan kebalikannya. Ketika baris kedua I2 dengan -3 Pertukarkan baris kedua dan baris keempat dari I4 Tambahkan tiga kali baris ketiga dari I3 pada baris pertama Kalikan baris pertama dari I3 dengan I Teorema 10 : Jika matriks elementer E dihasilkan dengan melakukan sebuah operasi baris tertentu pada Im dan jika A adalah matriks m x n, maka hasil kali EA adalah matriks yang dihasilkan bila operasi baris yang sama ini dilakukan pada A.
  • 20. Bukti. Jika E adalah matriks elementer, maka E dihasilkan dari peragaan operasi baris pada I. Misalnya Eo adalah matriks yang dihasilkan bila invers operasi ini diterapkan pada I. Baris invers akan saling meniadakan efek satu sama lain, maka diperoleh EoE = I dan EEo = I Jadi, matriks elementer Eo adalah invers dari E. A I = I A-1 Contoh : A =            814 312 201 A-1 = . . . ? Jawab : A I = = = = = I A-1 Teorema 11 : Setiap matriks elementer dapat dibalik, dan inversnya adalah juga matriks elementer. Baris ke 2 dikurang 2 kali baris pertama dan baris ke 3 dikurang 4 kali baris pertama untuk mendapatkan nol. Baris ke 2 ditukar baris ke3. Baris ke 3 dikalikan – baris ke 3, untuk mendapatkan 1 utama. Baris ke 3 dikurangi baris ke 2 untuk mendapatkan nol.
  • 21. 2.7 HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAN DAN KETERBALIKAN AX = B → X = → I . B = B A . = B A . X = B X = A-1 . B X . A = B X . . . ? Jawab: B . I = B . A = B X . A = B X = B . A-1 Teorema 13 : Jika A adalah matriks n x n yang dapat dibalik,maka untuk setiap matriks B yang berukuran n x 1, sistem persamaan AX = B mempunyai persis satu pecahan, yakni, X = A-1 B.
  • 22. BAB III DETERMINAN 3.1 FUNGSI DETERMINAN Dalam bagian ini kita memulai pengkajian fungsi bernilai rill dari sebuah peubah matriks, yakni fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan riil dengan sebuah matriks . Sebelum kita mampu mendefinisikan fungsi determinan, maka kita perlu menetapkan beberapa hasil yang menyangkut permutasi. Contoh : Ada enam permutasi yang berbeda dari himpunan bilangan-bilangan bulat . Permutasi-permutasi ini adalah (1, 2, 3) (2, 1, 3) (3, 1, 2) (1, 3, 2) (2, 3, 1) (3, 2, 1) Salah satu metode yang mudah secara sistematis mendaftarkan permutasi-permutasi adalah dengan menggunakan pohon permutasi (permutation tree). Contoh : Untuk menyatakan permutasi umum dari himpunan , maka kita akan menuliskan . Disini, adalah bilangan bulat pertama dalam permutasian, adalah bilangan bulat kedua, dan seterusnya. Sebuah invers (inversion) dikatakan terjadi dalam permutasi jika sebuah bilangan bulat yang lebih besar mendahului sebuah Definisi : Permutasi bilangan-bilangan bulat adalah susunan bilangan- bilangan bulat ini menurut suatu aturan tanpa menghasilkan atau mengulangi bilangan-bilangan tersebut. 1 2 3 3 2 2 1 3 3 1 3 1 2 2 1
  • 23. bilangan bulat yang lebih kecil. Jumlah invers seluruhnya yang terjadi dalam permutasi dapat diperoleh sebagai berikut: 1) Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari dan yang membawa dalam mutasi tersebut. 2) Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari dan yang membawa dalam mutasi tersebut. Teruskanlah proses penghitungan ini untuk . Jumlah bilangan-bilangan ini akan sama dengan jumlah invers seluruhnya dalam permutasi tersebut. Contoh : Tentukanlah banyaknya invers dalam permutasi-permutasi berikut a) (3, 4, 1, 5, 2) b) (4, 2, 5, 3, 1) Jawab: a) Banyaknya invers adalah 2 + 2 + 0 + 1 = 5 b) Banyaknya invers adalah 3 + 1 + 2 + 1 = 7 Contoh : Tabel berikut mengklasifikasikan berbagai permutasi dari sebagai genap atau ganjil. Permutasi Banyaknya Invers Klasifikasi (1, 2, 3) 0 Genap (1, 3, 2) 1 Ganjil (2, 1, 3) 1 Ganjil (2, 3, 1) 2 Genap (3, 1, 2) 2 Genap (3, 2, 1) 3 Ganjil Definisi : sebuah permutasi dinamakan genap (even) jika jumlah invers seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang genap dan dinamakan ganjil (odd) jika jumlah invers seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang ganjil.
  • 24. Fungsi Determinan Definisi : misalkan A adalah matriks kuadrat. Fungsi determinan dinyatakan oleh det, dan kita definiskan det(A) sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A jumlah det(A) kita namakan determinan A. Contoh 5 det = det = Caranya sebagai berikut : Dengan mengalikan entri-entri pada panah yang mengarah ke kanan dan mengurangkan hasil kali entri-entri pada panah yang mengarah ke kiri. Contoh 6 Hitunglah determinan-determinan dari : A. = B. = Dengan menggunakan cara dari contoh 5 maka : det(A) = (3)(-2) – (1)(4) = -10 dengan mnggunakan cara dari contoh 5 maka : det(A) = (45) + (84) + (96) – (105) – (-48) – (-72) = 240 *Perhatian bahwa metode/cara yang digunakan pada contoh 5 dan 6 tidak berlaku determinan matriks 4 x 4 atau untuk matriks yang lebih tinggi.
  • 25. 3.2 MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS Matriks kuadrat kita namakan segitiga atas (upper triangular) jika semua entri di bawah diagonal utama adalah nol. Begitu juga matriks kuadrat kita namakan segitiga bawah (lower triangular), jika semua entri di atas diagonal utama adalah nol. Sebuah matriks baik yang merupakan segitiga atas maupun segitiga bawah kita namakan segitiga (triangular). Contoh: Sebuah matriks segitiga atas 4 4 yang umum mempunyai bentuk Sebuah matriks segitiga bawah 4 4 yang umum mempunyai bentuk Contoh: = 1 . 1 . 7 = 7 Teorema 1 : jika A adalah sembarang matriks kuadrat yang mengandung sebaris bilangan nol, maka det (A) = 0 Teorema 2 : jika A adalah matriks segitiga , maka det (A) adalah hasil kali entri-entri pada diagonal utama; yakni det (A) = . Teorema 3: Misalkan A adalah sembarang matriks . a) Jika adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal A dikalikan oleh konstanta k, maka det = k det(A). b) Jika adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris A dipertukarkan, maka det = - det(A). c) Jika adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris A ditambahkan pada baris lain, maka det = det(A).
  • 26. Contoh : A = = - 2 = = 4 = 4 . (-2) = -8 = = = - (-2) = 2 = = = -2 Contoh : A = Det (A) = Kita tidak memerlukan reduksi selanjutnya karena dari Teorema 1 kita peroleh bahwa det (A) = 0. Dari contoh ini seharusnya sudah jelas bahwa bila matriks kuadrat mempunyai dua baris yang terdiri dari bilangan nol dengan menambahkan kelipatan yang sesuai dari salah satu baris ini pada baris yang satu lagi. Jadi, jika matriks kuadrat mempunyai dua baris yang sebanding, maka determinannya sama dengan nol. ¼ Karena operasi perkalian maka kebalikannya dikali ditukar Karena pertukaran antar baris maka dikali . Karena pertambahan antar baris maka tidak berpengaruh.
  • 27. Contoh : Karena baris pertama dan kedua sebanding yaitu 1 : 2 maka det (A) = 0. 3.3 SIFAT-SIFAT FUNGSI DETEREMINAN Pernyataan. Karena hasil ini, maka hampir tiap-tiap teorema mengenai determinan yang mengandung perkataan baris dalam pernyataannya akan benar juga bila perkataan “kolom” disubstitusikan untuk “baris”. Untuk membuktikan pernyataan kolom, kita hanya perlu mentranspos (memindahkan) matriks yang di tinjau untuk mengubah pernyataan kolom tersebut pada pernyataan baris, dan kemudian menerapkan hasil yang bersesuaian yang sudah kita ketahui untuk baris. Contoh Hitunglah determinan dari A = Determinan ini dapat di hitung seperti sebelumunya dengan menggunakan operasi baris elementer untuk mereduksi A pada bentuk eelon baris. Sebaliknya, kita dapat menaruh A pada bentuk segitiga bawah dalam satu langkah dengan menambahkan -3 kali kolom pertama pada kolom keempat untuk mendapatkan Det (A) = det =(1)(7)(3)(-26)= -546 Contoh ini menunjukkan bahwa selalu merupakan hal yang bijaksana untuk memperhatikan operasi kolom yang tepat yang akan meringkaskan perhitungan tersebut. Misalkan A dan B adalah matriks-matriks n x n dan k adalah sebarang skalar. Kita karang meninjau hubungan yang mungkin di antara det(A), det(B), dan det(kA), det(A + B), dan det(AB) Teorema 4. Jika A adalah sembarang matiks kuadrat, maka det (A) =det (At ).
  • 28. karena sebuah faktor bersama dari sebarang baris matriks dapat dipindahkan melalui tanda det, dan karena setiap baris n baris dalam kA mempunyai factor bersama sebesr k, maka kita dapatkan det(kA) = kn det(A) Contoh Dengan menghitung determinan, anda dapat memeriksa bahwa det            )1(71401 302 571 =           741 302 571 det +           110 302 571 det Contoh Tinjaulah matriks-matriks        12 13 A        85 31 B        143 172 AB Kita peroleh det(A) det(B) = (1) (-23) = -23. Sebaliknya dengan perhitungan langsung maka det(AB) = -23, sehingga det(AB) = det(A) det(B). Contoh Karena baris pertama dan baris ketiga dari Teorema 5. Misalkan A, A’, dan A” adalah matiks n x n yang hanya berbeda dalam garis tunggal, katakanlah baris ke r, dan anggaplah bahwa baris ke r dari A” dapat diperoleh dengan menambahkan entri-entri yang bersesuaian dalam baris ke r dari A dan dalam baris ke r dari A’. Maka det(A”) = det (A) + det (A’) Hasil yang serupa berlaku untuk kolom-kolom itu. Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks kuadrat yang ukurannya sama, maka det(AB) = det(A)det(B) Teorema 7. Sebuah matriks A kuadrat dapat di balik jika dan hanya jika det(A) 0
  • 29.            642 101 321 A Sebanding, maka det(A) = 0, jadi A tidak dapat dibalik 3.4 EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER Pada bagian ini kita meninjau sebuah metode untuk mengitung determinan yang berguna untuk perhitungan yang menggunakan tangan dan secara teoritis penting penggunaannya. Sebagai konsekuensi dari kerja kita di sini, kita akan mendapatkan rumus untuk invers dari matriks yang dapat dibalik dan juga akan mendapatkan rumus untuk pemecahan sistem-sistem persamaan linear tertentu yang dinyatakan dalam determinan. Contoh : Misalkan Minor entri a11 adalah Kofaktor a11 adalah C11 = (-1)1 + 1 M11 = M11 = 16 Demikian juga, minor entri a32 adalah Kofaktor a32 adalah Definisi : Jika A adalah matriks kuadrat, maka minor entri aij dinyatakan oleh Mij dan didefinisikan menjadi determinan submatriks yang tetap setelah baris ke i dan kolom ke j dicoret dari A. Bilangan (-1)i + jMij dinyatakan oleh Cij dan dinamakan kofaktor entri aij.
  • 30. C32 = (-1)3 + 2 M32 = M32 = – 26 Perhatikan bahwa kofaktor dan minor elemen aij hanya berbeda dalam tandanya, yakni, Cij = ± Mij. Cara cepat untuk menentukan apakah penggunaan tanda + atau tanda – merupakan kenyataan bahwa penggunaan tanda yang menghubungkan Cij dan Mij berada dalam baris ke i dan kolom ke j dari susunan Misalnya, C11 = M11, C21 = – M21, C12 = – M12, C22 = M22, dan seterusnya. Tinjaulah matriks 3 x 3 umum dapat kita tuliskan kembali menjadi Karena pernyataan-pernyataan dalam kurung tidak lain adalah kofaktor-kofaktor C11, C21 dan C31, maka kita peroleh Persamaan di atas memperlihatkan bahwa determinan A dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri pada kolom pertama A dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil kalinya. Metode menghitung det(A) ini dinamakan ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A. Contoh : Hitunglah det(A) dengan metode ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A.
  • 31. Pemecahan. Perhatikan bahwa dalam setiap persamaan semua entri dan kofaktor berasal dari baris atau kolom yang sama. Persamaan ini dinamakan ekspansi-ekspansi kofaktor det(A). Hasil-hasil yang baru saja kita berikan untuk matriks 3 x 3 membentuk kasus khusus dari teorema umum berikut, yang kita nyatakan tanpa memberikan buktinya. Maka, ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j dan ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i Jika matriks A adalah sebarang matriks n x n dan Cij adalah kofaktor aij, maka matriks Teorema 8. Determinan matriks A yang berukuran n x n dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri dalam suatu baris (atau kolom) dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil-hasil kali yang dihasilkan; yakni untuk setiap 1 ≤ i ≤ n dan 1 ≤ j ≤ n
  • 32. Dinamakan matriks kofaktor A. Transpos matriks ini dinamakan adjoin A dan dinyatakan dengan adj(A). Teorema 9. Jika A adalah matriks yang dapat dibalik, maka Teorema 10 (Aturan Cramer) Jika AX = B adalah sistem yang terdiri dari n persamaan linear dalam n bilangan takdiketahui sehingga det(A) ≠ 0, maka sistem tersebut mempunyai pemecahan yan unik. Pemecahan ini adalah dimana Aj adalah matriks yang kita dapatkan dengan mengganti entri-entri dalam kolom ke j dari A dengan entri-entri dalam matriks
  • 33. BAB III PENUTUP Saran Alangkah baiknya kita mengenal Matematika dulu sebelum kita menganggap Matematika itu sulit, karena bila kita telah mengenal Matematika dengan baik dan menikmati bagaimana Matematika itu bekerja akan terasa bahwa Matematika itu tidaklah seburuk apa yang kita pikirkan.
  • 34. DAFTAR PUSTAKA  Anton Howard. 1991. Aljabar Linear Elementer. Jakarta: Erlangga.  www.google.com  www.wikipedia.com