Dokumen tersebut membahas latar belakang masalah mengenai pengaruh kebiasaan menonton acara informasi di televisi terhadap perilaku belajar siswa. Secara khusus dibahas mengenai kebiasaan menonton siswa, perilaku belajar siswa, dan hubungan antara keduanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebiasaan menonton acara informasi siswa dan perilaku belajar siswa serta mengkaji hubungan antara keduanya.
1. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat
ini sangat cepat. Perkembangan tersebut berpengaruh pada kehidupan masyarakat
termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Bidang pendidikan merupakan aspek
utama dalam membangun kualitas sumber daya manusia. Secara filosofis pendidikan
merupakan proses kemanusiaan yang diperlukan untuk memberikan kesempatan
pada setiap orang untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia berbudaya dan
beradab. Pendidikan juga dapat menjadikan manusia memiliki berbagai kemampuan
kemanusiaan untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan kehidupan
(Gaffar, 2001,:14). Pendidikan akan membentuk sebuah budaya masyarakat tertentu.
Budaya adalah dasar terbentuknya kepribadian manusia, dari budaya dapat terbentuk
identitas manusia, identitas suatu masyarakat dan identitas bangsa (Tilaar1998:8).
Budaya itu pula membawa seseorang memasuki budaya global dalam dunia terbuka
dewasa ini. Oleh kerena itu, pemerintah harus menjadikan pendidikan sebagai solusi
pembangunan bangsa. Indonesia baru yang kita cita-citakan adalah suatu negara dan
masyarakat yang mampu bekerjasama, menghargai, bermoral, dan menciptakan
kreasi positif untuk memajukan negara.
Pendidikan merupakan sebuah proses untuk memperbaiki kondisi bangsa.
Bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia?
1
Sejarah
membuktikan
bahwa
2. 2
sekitar 1980-an Indonesia adalah negara di Asia yang paling banyak menghasilkan
guru, bahkan banyak pendidik Indonesia yang dikirim ke Malaysia untuk melakukan
pengajaran. Kondisi negara juga sedang berkembang pesat, dengan kualitas sumber
daya alam yang mendukung maka bangsa kita sangat strategis untuk dijadikan
referensi dalam pendidikan. Namun kondisi krisis saat ini sangat berimplikasi bagi
proses pendidikan. Masyarakat merasa pendidikan tidak penting, hal ini dapat dilihat
dengan jumlah peserta didik yang rendah, banyaknya pengagguran usia sekolah, dan
menurunnya moralitas bangsa. Moralitas bangsa merupakan hal yang sangat
substantif dalam membangun sumber daya manusia. Salah satunya proses
pendidikan adalah pembelajaran.
Pembelajaran merupakan proses belajar dan pengajaran yang dilakukan
secara bertahap untuk mengubah perilaku seseorang (Sumadi: 1994:253).
Pembelajaran merupakan suatu system, berarti pengajaran itu terdiri dari sejumlah
komponen yang secara teratur saling berhubungan dan bergantung untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Perbedaan pembelajaraan dengan pengajaran lebih
kepada proses dan siapa yang melakukanannya. Pembelajaran proses belajar
mengajar tetapi pengajaran merupakan proses memberikan pelajaran. Komponenkomponen tersebut adalah Guru, Siswa, kurikulum, sumber belajar, media, dan
fasilitas. Guru merupakan sumber daya manusia yang sangat penting untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Bagaimana guru mempunyai pengetahuan,
penggunaan media, metode, dan lain-lain, yang digunakan guru sangat berpengaruh
bagi perkembangan siswa.
3. 3
Keberhasilan belajar mengajar juga dipengaruhi oleh faktor siswa.
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Clark dalam Nana Sudjana (1995:39)
bahwa 70% hasil belajar siswa disekolah dipengaruhi oleh
kemampuan siswa
dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Keberhasilan dan perilaku belajar siswa
bergantung dari lingkungan. Media pembelajaran, baik yang dua dimensi maupun
tiga dimensi sangat berpengaruh bagi peningkatan prestasi belajar.
Media televisi merupakan media pembelajaran tiga dimensi yang sangat
efektif untuk membantu peningkatan pengetahuan siswa (Mulyono, 1980: 10-12).
Media televisi sangat membantu siswa dalam menampilkan gambar gerak dan
benda-benda yang tidak dapat dilihat secara langsung.
Perkembangan media massa, baik media massa cetak maupun media massa
elektronik juga sangat mempengaruhi moralitas bangsa. Media massa bagi
masyarakat tidak hanya berperan sebagai penyebar informasi dan perstiwa yang
terjadi, tetapi media massa juga berperan sebagai media hiburan, pendidikan, dan
sosialisasi serta propaganda (Hiebert, 1979:56). Fungsi media lainnya sebagai sarana
untuk membujuk orang agar membeli barang-barang baru, membujuk untuk
mengadopsi suatu inovasi, bahkan mengubah selera budaya seseorang (Defluer &
Rokeach, 1982). Media sangat berperan sebagai system control dan membuat publik
opini. Masyarakat menjadikan informasi dari media massa elektronik dan media
massa cetak merupakan sumber utama.
Sejak tahun 1999, Habibie sangat mendukung bahkan memberikan jaminan
kebebasan kepada pers. Kondisi demikian merupakan kemajuan dalam demokrasi.
Setelah
itu
bermunculan
banyak
media
massa
cetak
dan
elektronik
4. 4
baru. Hal ini ditandai pada tahun 2000 mengudara 2 stasiun televisi baru yaitu:
Metro TV dan Trans TV, serta pada tahun berikutnya disusul TV 7 dan LATIVI.
Televisi sebagai salah satu media massa elektronik, memiliki beberapa
kelebihan dalam penyajiannya. Kelebihannya adalah televisis dapat meguasai jarak
dan ruang. Televisi dapat menjangkau massa yang banyak dan informasi yang
disampaikan sangat aktual. Televisi juga mempunyai daya tarik yaitu: informasi atau
berita yang disampaikan lebih singkat, jelas, dan sistematis, sehingga pemirsa tidak
perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi (Kuswandi, 1996).
Perkembangan televisi begitu pesat, dengan banyaknya pilihan tayangan di
berbagai stasiun televisi maka mempengaruhi pola hidup masyarakat. Televisi akan
menimbulkan dampak positif dan negatif bagi penontonnya. Maraknya tayangan
yang bersifat kekerasan pada televisi dikhawatirkan akan menimbulkan tindakan
agresif pada anak-anak. Tayangan-tayangan yang mengandung unsur pornografi
diduga sebagai penyebab meningkatnya kasus perkosaan dan perilaku seks bebas.
Tayangan-tayangan televisi menampilkan trend-trend aktual seperti model pakaian,
model rambut, selera musik, tempat-tempat gaul, dan lainnya yang kemudian ditiru
Selain televisi, faktor pengaruh lingkungan sangat penting dalam mengubah
perilaku siswa. Siswa berinteraksi sosial tidak hanya dengan televisi, tetapi juga
dengan keluarga dan lingkungannya. Keluarga adalah kelompok pertama siswa
berinterkasi dan menjadikan kebiasaan dalam keluarga sebagai pedoman
berperilaku.
5. 5
Tayangan televisi merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
perubahan perilaku remaja. Tayangan televisi dan kebiasaan menonton acara
informasi merupakan dua faktor yang saling berhubungan untuk mempengaruhi
perilaku remaja. Tayangan televisi dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Acara pendidikan, yaitu : jenis acara yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan pemirsa. Acara pendidikan di televisi dibedakan menjadi dua,
yaitu pendidikan sekolah dan luar Pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah
meliputi acara pengetahuan pelajaran sekolah (Matematika, IPA, dan yang
lainnya) dan cerdas cermat. Acara pendidikan luar sekolah meliputi acara
ceramah agama.
2. Acara Informasi, yaitu : jenis acara yang bertujuan untuk memberikan
informasi kepada pemirsa, contohnya : berita, informasi mengenai kesehatan,
informasi mengenai profil tokoh, dan film dokumenter.
3. Acara hiburan, yaitu jenis acara yang bertujuan untuk memberikan hiburan
kepada masyarakat, berupa film, sinetron, kuis, drama, komedi, musik, dan
lain-lain.
Sehubungan dengan itu maka pengetahuan penonton akan sangat berbeda-beda,
hal ini dapat berhubungan dengan jenis acara apa yang paling disukai dan paling
banyak ditonton. Pengetahuan seseorang dapat didukung oleh informasi yang
diterimanya melalui televisi. Penelitian ini sangat berpengaruh untuk melakukan
sebuah pengembangan program televisi. Penonton televisi harus mengetahui
manfaat
dari
tayangan - tayangannya.
Penonton televisi
juga
harus
6. 6
mengetahui pengaruh lingkungannya untuk peningkatan pengetahuan. Dewi
(1992) mengatakan bahwa televisi membawa pengaruh positif bagi aspek
pengetahuan pelajar sekolah. Menurut penelitian Hapsari (1995) menunjukkan
bahwa frekuensi menonton film sangat mempengaruhi pengetahuan siswa seperti
siswa menonton film horor dapat mempengaruhi pengetahuan dan persepsi siswa
tentang kenyataan dunia supernatural disekitarnya. Menurut Riana (1995) televisi
berpengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan siswa sekolah. Hal ini dapat
dilihat dengan siswa yang mengetahui banyak di luar pelajaran yang diajarkan di
sekolah.
Kuswandi dalam Wini (1999:11) mengatakan bahwa terdapat beberapa
efek dan dampak yang ditimbulkan oleh media massa khususnya tayangan
televisi terhadap pemirsa, sebagai berikut:
1. Dampak kognitif, yaitu kemampuan seseorang (pemirsa) untuk menyerap
dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan
pengetahuan bagi pemirsanya.
2. Dampak peniruan, yaitu pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang
ditayangkan televisi, contohnya model pakaian, medel rambut, gaya hidup,
dan lain-lain.
3. Dampak Perilaku, yaitu: proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang
telah ditayangkan acara televisi, kemudian deterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
7. 7
Penelitian ini akan mengetahui hubungan yang positif antara kebiasaan
menonton dengan perilaku belajar siswa, ataukah akan terjadi hubungan yang
negatif, atau juga tidak terdapat hubungan sama sekali.
Perilaku belajar siswa adalah kegiatan belajar siswa yang dilakukan baik di
kelas maupun di luar kelas. Setiap siswa akan berbeda perilakunya satu sama lain.
Berbagai macam aktivitas belajar siswa akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
Menurut Nasution (1982: 136) siswa akan dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal dalam melakukan perilaku belajar. Adapun faktor yang berasal dari dalam
diri siswa adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kecerdasan
Bakat
Minat dan perhatian
Motif
Kesehatan jasmani
Cara belajar
Sedangkan faktor yang berasal dari luar siswa adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
Lingkungan alam
Lingkungan Keluarga
Lingkungan Masyarakat
Sekolah
Peralatan Belajar
8. 8
Keadaan siswa SD Negeri Kersamanah 3 pada umumnya bersetatus sosial
yang cukup.Hampir semua siswa memiliki sarana informasi yang memadai misalnya
televisi, juga sarana belajar seperti buku-buku yang cukup bisa memberikan
motivasi belajar siswa.
Peran orang tua siswa cukup aktif dalam membantu kegiatan belajar
siswa.Sarana dan prasarana serta lingkungan sekitar sekolah SD Negeri Kersamanah
3 cukup kondusif karena lingkungan masyarakat sekitarnya sangat peduli terhadap
dunia pendidikan.Hal tersebut sangat membantu terhadap jalannya proses belajar
siswa.
Keadaan guru-guru yang ada di SD Negeri Kersamanah 3 sudah memenuhi
klasifikasi guru yang professional.Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap
kemajuan belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas bahwa perilaku belajar siswa akan berbeda-beda,
sesuai dengan karakteristik dan faktor yang mempengaruhinya. Perilaku belajar
merupakan hal terpenting untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Oleh karena itu kebiasaan menonton acara informasi di televisi apakah akan
berpengaruh kepada aktivitas belajar siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Kemajuan informasi dan teknologi, salah satunya yaitu televisi memang
menjadi dilema, karena mempunyai dampak positif dan negatif. Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum masalah yang akan
diteliti adalah ―Hubungan Kebiasaan Menonton Acara Informasi di Televisi
9. 9
terhadap Perilaku Belajar Siswa‖. Secara lebih khusus masalah penelitian
dirumuskan pada masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebiasaan siswa SD Negeri Kersamanah 03 dalam menonton
acara informasi di televisi
2. Bagaimana perilaku belajar siswa SD Negeri Kersamanah 03
3. Bagaimanakah hubungan antara kebiasaan menonton acara informasi di
televisi dengan perilaku belajar pada mata pelajaran IPS siswa SD Negeri
Kersamanah 03
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kebiasaan menonton acara informasi di televisi dengan perilaku belajar siswa.
Penelitian ini juga sangat penting untuk mengetahui bagai mana perilaku siswa
dalam kelompoknya, keluarga dan teman sebaya. Bagai mana pola hubungan
antara kebiasaan menonton terhadap perilaku belajar siswa. Siswa yang banyak
menonton acara informasi akan mempengaruhi perilaku belajar siswa. Kebiasaan
meonton acara informasi pada siswa akan berbeda-beda satu sama lain. Hal ini
dapat dilihat dari durasi menonton acara informasi, intensitas, jenis acara
informasi yang ditonton, dan gaya menonton acara informasi. Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kebiasaan menonton acara informasi di televisi pada siswa SD
Negeri Kersamanah 03.
2. Mengetahui perilaku belajar siswa SD Negeri Kersamanah 03.
10. 10
3. Mengkaji hubungan kebiasaan menonton acara informasi di televisi dengan
perilaku siswa.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak
yang langsung maupun tidak langsung yang terkait dalam pengembangan acara
televisi dan pendidikan sehingga dapat menghasilkan sebuah program yang sinergi
dengan pendidikan. Secara lebih khusus penelitian ini sangat berguna untuk
mengetahui seberapa jauh manpaat tayangan televisi terhadap peningkatan
pengetahuan siswa. Hal ini karena siswa terkadang hanya memilih acara hiburan
untuk ditonton, tetapi tidak acara informasi sebagai sumber pengetahuan. Secara
lebih khusus penelitian ini diharapkan dapat tercapai antara lain:
1. Di harapkan penelitian ini dapat di jadikan sebagai salah satu bahan referensi
untuk pengembangan kajian ilmiah yang sistematis dan komprehensif dalam
pengembangan keilmuan pendidikan.
2. Kegunaan praktis, diharapkan peneletian ini dapat dijadikan masukan bagi
pihak sekolah untuk bahan pertimbangan dalam meningkatkan pengetahuan
siswa.
11. 11
1.5 Definisi Operasional
Untuk memperjelas variabel-variabel yang terdapat dalam masalah
penelitian, maka peneliti akan memberikan penjelasan dalam bentuk definisi
operasional, yaitu:
a. Televisi adalah media elektronik yang menggunakan teknik komunikasi
massa dengan audio visual untuk memberikan informasi yang aktual. Televisi
dapat mengatasi keterbatasan ruang, jarak, dan waktu (Kuswandi, 1996).
Ditambahkan lagi menurut Surat Keputusan Menteri Penerangan RI No.
84A/Kep/Menpen/1992 mengenai penyiaran maka ada tiga kategori stasiun
televisi swasta (SPTS), yaitu: SPTS umum, SPTS pendidikan, SPTS khusus.
b. Acara informasi adalah jenis acara yang bertujuan untuk memberikan
informasi kepada pemirsa, contonya: berita, informasi kesehatan, dialog
interaktif, debat, profile, tokoh, film dokumenter, dan lain-lain. (Anggrek,
1999).
c. Kebiasaan berdasarkan hasil penelitian oleh Dr. Leonard Eron dan Dr.
Rowell Husmann dari University of Michigan (2004) adalah suatu yang sering
dilakukan, sedangkan kebiasaan menonton acara televisi dapat dikatakan
sebagai tingkat keseringan dalam menonton televisi, frekuensi, dan lamanya
dalam menonton. Menurut Lickona (1991) kebiasaan atau habit dapat
diartikan sebagai latihan yang dilakukan secara terus menerus sehingga
menjadi karkter. Karakter ini yang akan menjadi suatu budaya dalam
kehidupan sehari-hari.
12. 12
d. Belajar adalah perubaha tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkan oleh
pengalaman dan latihan (Lyle dalam Mustaqim, 2003:33). Belajar juga dapat
diartikan
sebagai
suatu
perubahan
dalam
kepribadian
sebagaimana
dimanifestasikan dalam pengusaan-penguasaan pola respon atau tingkah laku
baru yang mungkin berbentuk keterampilan, sikap, kebiasan, kemampuan dan
pemahaman (Witherington, 1950:165)
e. Perilaku belajar siswa adalah aktivitas pembelajaran yang dilakukan baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Menurut Nasution (1982:136) ada 8 tipe
belajar menurut Gagne, yaitu: Signal learning, Stimulus-Response, Chaining,
Verbal association, Discrimination learning, Concep learning, Rule learning,
Problem solving. Perilaku belajar merupakan kegiatan pembelajaran yang
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal siswa. Pengertian lain dikatakan
oleh Mar‘at (1984:9) bahwa perilaku merupakan produk dari proses sosialisasi
dimana seorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya.
f. IPS merupakan Program Pendidikan pada tingkat pendidikan Dasar dan
menengah, bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1975 dan dianggap
sebagai suatu yang baru dikarenakan cara pandang yang dianutnya memang
dianggap baru ( Djodjo.S 1993;3 ). Dilapangan pendidikan IPS pada
kenyataannya meliputi berbagai disiplin ilmu. Selain itu, IPS berkaitan dengan
seni dan musik, agama, dan pilsafat serta ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan IPS di
sekolah diberikan atas dasar pemikiran bahwa manusia merupakan makhluk
sosial yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia lainnya, bersama
individu atau manusia mereka mengembangkan hidupnya sebagai kekuatan
13. 13
sosial.pendidikan IPS harus mencerminkan hasil pengorganisasian konsepkonsep
ilmu
sosial
yang
disederhanakan
dan
mempertimbangkan tingkat perkembangan psikologi siswa.
disajikan
dengan
14. BAB 2
LANDASAN TEORIS
2.1 Televisi
2.1.1 Pengertian Televisi
Televisi dilihat dari asal kata, dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tele
dan vision, yang secara harfiah dapat berarti sebagai visualisasi dari sebuah
objek yang jauh. Paul Nipkov dalam J.B Wahyudi (1983:1) berpendapat bahwa
televisi adalah pengiriman gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat lain.
J.B. Wahyudi (1982:2) mengatakan televisi dengan menyebutkan trilogi televisi
yang terdiri dari proses pengiriman oleh studio pemancar, komponen televisi,
dan mekanisme manajemem siaran. Dalam televisi dikenal istilah manajemem
siaran dan jurnalistik, yang merupakan bagian dari publistik televisi.
Televisi dan radio merupakan media massa elektronik. Media elektornik
adalah media massa yang dalam menyampaikan pesan akan sangat bergantung
pada aliran listrik. Pada masa sekarang media massa elektronik juga dapat
ditayangkan melalui bantuan tenaga diesel. Sedangkan A.M. Hoetasoehoet
(1983:3) membedakan media cetak dengan media televisi sebagai berikut:
televisi dan radio menguasai ruang, tetapi tidak menguasai waktu, sementara
media cetak (surat kabar/majalah) menguasai waktu tetapi tidak menguasai
ruang. Wawan Kuswandi (1996:98) mengatakan bahwa televisi sebagai media
massa
harus
mempunyai
unsur-unsur
14
penting,
yaitu:
15. 15
a. Adanya sumber informasi
b. Isi pesan
c. Saluran informasi
d. Khalayak sasaran
e. Umpan balik
Menurut Ishadi (1983:4) televisi dapat diartikan sebagai media massa
elektornik yang menyampaikan pesan melalui empat faktor:
1. Komponen teknologi media
2. Sifat media televisi
3. Rumus Easy listening formula, artinya enak didengar pada awalnya. Hal
ini sangat erat hubungannya dalam memilih kata-kata yang mudah
dimengerti dan didengar, serta cara penyampaiannya sesuai karakteristik
penonton.
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pengertian televisi menurut Kepres No. 215 tahun 1963 adalah alat
komunikasi massa yang sangat diperlukan dalam revolusi spiritual dan fisik
dalam pembinaan bangsa dan negara. Televisi sudah menjadi media elektronik
yang keberadaannya sudah diatur oleh negara. Menurut peneliti televisi adalah
sebuah media audio
visual
yang dapat
menyampaikan pesan untuk
mempengaruhi penonton agar mencapai tujuan tertentu. Televisi merupakan
media komunikasi yang dapat memberikan informasi tentang sesuatu. Televisi
sebagai
media
elektronik
memiliki
jangkauan
yang
luas.
16. 16
Televisi sebagai media audio visual memiliki kelebihan dan kekurangan.
Berbagai kelebihan yang dimiliki televisi, telah menjadi media massa efektif
yang dapat menyampaikan informasi. Menurut Darwoto Sastro Subroto
(1992:23) mengatakan bahwa :
‗...televisi dinilai sebagai media massa yang paling efektif saat ini, dan
banyak menarik simpati kalangan masyarakat luas, karena perkembangan
teknologinya begitu cepat. Hal ini disebabkan oleh sifat audio visual yang tidak
dimiliki oleh media massa lainnya, sedangkan penayangannya mempunyai
jangkauan yang relatif tidak terbatas‖.
Televisi sebagai media audio visual juga memiliki kekurangan, baik itu
dari sifat medianya maupun pengemasannya. Menurut Waldoyo (2000)
kekurangannya antara lain:
a. Komunikasinya bersifat searah, sehingga kecil kemungkinan audience untuk
memberikan respon aktif terhadap informasi yang diterimanya. Padalah
dalam upaya mengoptimalkan kualitas ketika kita menyampaikan pesan,
sebaiknya komunikasi dilakukan secara timbal balik (dua arah).
b. Biaya yang relatif mahal untuk merancang dan mengembangkan paket
program siaran yang akan disajikan bagi pemirsanya.
c. Dipengaruhi oleh faktor cuaca dan kondisi geografis, kondisi cuaca yang
kurang baik kadang-kadang mengganggu kualitas tayangan program siaran
yang ditayangkan. Begitu pula pada daerah-daerah tertentu, acapkali siaran
televisi tidak dapat diterima dengan baik.
d. Sulitnya televisi mengendalikan dan menyeleksi informasi yang diterima.
Tayangan televisi cenderung dapat disaksikan oleh setiap orang tampa
17. 17
mengenal usia maupun status sosial dalam masyarakat. Karena bagaimanapun
suatu jenis informasi belum tentu cocok atau sesuai dengan semua orang.
2.1.2 Fungsi Televisi
Televisi
merupakan
media
elektornik
yang
sangat
efektif
untuk
mempengaruhi penonton. Menurut J.B. Wahyudi (1983:35) mengatakan bahwa
fungsi televisi dibagi menjadi tiga, yaitu:
A. Sebagai Media Informasi
Menyajikan pengetahuan, pesan, dan nilai-nilai baru yang dapat diterapkan
di masyarakat.
B. Sebagai Media Sosial
Televisi dapat menyampaikan pesan-pesan sosial yang dapat mempengaruhi
penonton supaya memiliki jiwa sosial. Pesan yang disajikan mengandung
sebuah upaya sosial, interaksi, dan imitasi.
C. Sebagai Media Pendidikan
Televisi sebagai media pendidikan, karena pesan yang ditayangkan
mengandung nilai-nilai pendidikan. Ajakan kepada penonton untuk
melakukan hal positif, mengajak untuk taat menjalankan ibadah, dan
menyadarkan penonton dari hal-hal yang tidak baik. Walaupun banyak
tayangan televisi yang merusak nilai-nilai positif.
D. Sebagai Media Hiburan
Televisi dalam menayangkan acaranya banyak yang bersifat menghibur
penonton. Hal tersebut agar mengajak penonton untuk tidak konflik dan
17
18. 18
stress. Tayangan hiburan mendominasi jam tayang televisi, walaupun banyak
tayangan hiburan yang merusak tetapi pemerintah belum berani untuk
bertindak tegas dalam menyaring acara hiburan televisi.
Pendapat lain dikemukakan Sasa Djuarsa (Kuswita, 1999,38), fungsi
komunikasi media massa ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu social
function dan individual function. Fungsi terhadap masyarakat (social function)
bersifat sosiologis sedangkan terhadap individu (individual function) bersifat
psikologis.
Pada bagian lain Harold D. Rasswell (Darwanto Sasto, 1992:23-24),
menyebutkan tentang fungsi televisi sebagai media massa yaitu:
a. The surveillance of the environment
Artinya media massa mempunyai fungsi sebagai pengamat lingkungan, atau
dalam bahasa sederhana, sebagai pemberi informasi tentang hal-hal yang
berada di luar jangkauan penglihatan masyarakat luas.
b. The correlation of the parts of society in responding to the environment
Artinya media massa berfungsi untuk melakukan seleksi, evaluasi, dan
interpretasi dari informasi.
c. The trsnsmission of the social heritagi from one generation to the next
Artinya media massa sebagai saran untuk menyampaikan nilai dan warisan
sosial budaya dari satu generasi ke generasi lain. Secara sederhana dapat
diartikan sebagai media pendidikan.
Televisi sebagai media massa dikemukakan juga oleh Wright (1985:
2-7) bahwa media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada
19. 19
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau
elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan
sesaat. Pengertian dapat di sini menekanakan pada pengertian, bahwa jumlah
sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidak
esensial.Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu: media
cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik (televisi,
radio, dan internet).
Menurut Sasa Duarsa (1993) terdapat lima jenis media massa yang
dikenal sebagai The big five of mass media yaitu televisi, film, radio, majalah dan
koran dengan fungsi komunikasi yang paling melengkapi yaitu Social function dan
Individual function.
1. Social function
Fungsi komunikasi massa terhadap masyarakat
a. Pengawasan lingkungan
b. Korelasi antar bagian di dalam masyarakat dengan lingkungannya.
c. Sosialisasi atau pewarisan nilai-nilai.
d. Hiburan (Lasswel dan Wright, 1975)
2. Individual function
Fungsi komunikasi massa terhadap individu:
a. Pengawasan atau pencarian individu
20. 20
b. Mengembangkan konsep diri
c. Fasilitasi dalam hubungan sosial
d. Substitusi dalam hubungan sosial
e. Membantu melegakan emosi
f. Sarana pelarian dari ketegangan dan keterasingan
g. Bagian dari kehidupan rutin atau ritualisasi (Samuel L. Becker, 1985)
2.1.3 Sejarah Perkembangan Televisi di Indonesia
Pemerintah Indonesia menjadikan televisi sebagai media informasi yang
mengatasi jarak dan ruang. Televisi menjadi sebuah media yang popular dengan
berbagai pilihan acara. Berdasarkan sejarahnya, stasiun televisi yang pertama
beroperasi di Indonesia adalah stasiun televisi pemerintah yang disebut Televisi
Republik Indonesia (TVRI) pada tahun 1962. Awalnya menurut Sumadi (1981)
TVRI
akan
dijadikan
media
massa
pemerintah
yang
menyiarkan
dan
mensosialisasikan kebijakan pemerintah. TVRI pada saat itu masih bekerja sama
dengan negara-negara tetangga untuk menggunakan direct broadcasting satellite
(DBS) atau siaran langsung melalui satelit.
Pada tahun 1987, pihak swasta di Indonesia diizinkan oleh pemerintah untuk
mendirikan stasiun televisi swasta. Hal itu disambut baik oleh pihak swasta yang
diawali oleh Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) pada tahun 1989. Kemudian
Surya Cipta Televisi (SCTV) yang mengudara pada tahun 1990. Ternyata acara pada
stasiun swasta mampu membuka prospek usaha, dan munculah Televisi Pendidikan
Indonesia (TPI) tahun 1991. Stasiun ini pada awalnya menfokuskan pada
pengembangan program pendidikan. Banyak tayangan acara untuk pembelajaran
21. 21
mata pelajaran maupun program pendidikan secara umum. Setelah itu, munculah
stasiun televisi Andalas Televisi (ANTEVE) tahun 1993 dan Indosiar Visual
Mandiri tahun 1995 (Wahyuni,2000). Saat ini banyak bermunculan televisi lokal,
seperti O TV, Bali TV, dan lain-lain. Kehadiran televisi lokal sangat berpengaruh
bagi perkembangan kehidupan di daerah.
Menurut Ishadi (1983:7) banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan
jurnalistik televisi di Indonesia, yaitu:
Peralatan yang dimiliki oleh stasiun televisi
a. Kurangnya tenaga ahli
b. Posisi Indonesia yang masih sebagai negara pembeli teknologi
c. Terdapat tiga perbedaan waktu di Indonesia
d. Terdapat dua kelompok besar penonton televisi, yaitu penonton di
perkotaan dan penonton di pedesaan
e. Semakin kritisnya penonton televisi
f. Peranan satelit komunikasi
g. Kebijakan pemerintah di bidang televisi
Surat
Keputusan
Menteri
Penerangan
Republik
Indonesia
No
84A/Kep/Menpen tanggal 1 Mei 1992 mengenai penyiaran televisi di Indonesia,
menyatakan bahwa ada tiga kategori stasiun penyiaran televisi swasta (SPTS), yaitu
SPTS umum, SPTS Pendidikan, dan SPTS Khusus. Hal ini menandakan bahwa TPI
menjadi SPTS Pendidikan, yang seharusnya emmberikan porsi acara pendidikan
yang lebih. SPTS Umum seperti RCTI, SCTV, ANTEVE, LATIVI, TV 7
selayaknya lebih banyak menyiarkan acara hiburan. SPTS Khusus, seperti Metro
22. 22
TV, INDOSIAR, Global TV seharusnya memberikan kekhususan dalam menyiarkan
acara. Jenis ini akan mengklasifikasikan stasiun televisi berdasarkan acaranya.
Berikut ini akan digambarkan persentase isi acara stasiun televisi di
Indonesia, yaitu:
Tabel Hipotesis Penelitian 2.1
Persentase Isi Acara Stasiun Penyiaran Televisi di Indonesia Pada Bulan
Pebruari 2009, Shaliza (2009).
Stasiun
TVRI
RCTI
SCTV
TPI
ANTV
M TV
Jenis Acara
PENDIDIKAN
8.33
5.70
5.19
3.04
3.91
2.07
INFORMASI
50.88
20.25
18.68
21.30
30.08
18.62
HIBURAN
Musik
Sinetron dan
Film
Komedi
Anak-anak
Olahraga
Kuis
40.79
14.91
6.58
74.05
4.75
45.25
76.13
9.34
51.21
75.66
14.07
39.92
66.01
39.45
15.24
79.31
5.17
51.72
2.20
10.08
4.82
2.20
2.53
7.60
10.44
3.48
3.50
9.7
1.69
0.69
3.42
13.31
0.38
4.56
1.95
0.39
7.03
1.95
1.03
10.70
4.48
6.21
TOTAL
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
Acara pendidikan paling banyak disiarkan oleh TVRI, yaitu 8,33 persen.
Jumlah ini lebih besar dibanding stasiun TPI. Hal ini bertentangan dengan sifat TPI
sebagai stasiun penyiaran televisi swasta pendidikan yang seharusnya memberikan
porsi yang lebih besar pada acara pendidikan. Acara informasi terbanyak disiarkan
oleh TVRI yaitu 50,88 persen. Acara informasi ini meliputi berita dan informasi
pembangunan pedesaan. Hal ini sesuai dengan visi TVRI untuk meningkatkan
persatuan dan kesatuan bangsa. Acara hiburan, paling banyak disiarkan oleh stasiun
23. 23
televisi Metro TV yaitu sebesar 79,31 persen. Jenis progran yang ditayangkan
berbeda-beda. Dalam hal ini peneliti memberikan contoh :
a. Jenis siaran hiburan
: Film Kartun Sinchan
Indonesia Mencari Bakat (2010)
Musik (Inbox)
b. Jenis siaran pendidikan
: National Geographic (Anteve)
Pembelajaran Fisika (TVRI)
Kontes Bahasa Inggris (TVRI)
c. Jenis siaran informasi
: Seputar Indonesia (RCTI)
Cakrawala (Anteve)
Liputan 6 (SCTV)
Stasiun televisi swasta lainnya juga memberikan porsi yang cukup besar
dalam acara hiburan. Hal ini sesuai dengan orientasi televisi swasta yaitu komersial.
Acara televisi dibagi pada bebarapa jam tayang khusus untuk klasifikasi pemirsa
tertentu.
Perubahan status TVRI menjadi perseroan terbatas berdasarkan peraturan
pemerintah No. 9 tahun 2002 menyebabkan acara TVRI juga sudah berubah
komposisinya. Dilihat dari jangkauan siaran TVRI mampu mencapai 42,90% luar
wilayah Indonesia dan ditonton 81,90% (169 juta jiwa) penduduk Indonesia.
Karyawan TVRI mencapai 7.200 orang, stasiun pemancar yang dimiliki mencapai
402 buah, 14 stasiun penyiaran, dan delapan produksi. Komposisi acaranya sudah
hampir 40% berisi hiburan, yang berdampak pada nilai-nilai yang berada di
masyarakat.
24. 24
2.1.4 Televisi sebagai Media Pembelajaran
Televisi sebagai media memiliki karakteristik yang berbeda dengan media
lain. Susilo Bambang Yudhoyono (Metro TV, 22 Desember 2004) mengatakan
bahwa media televisi harus dijauhkan dari hal-hal pornografi dan pornoaksi. Oemar
Hamalik (1982:36) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah alat, media,
dan teknik yang digunakan dalam rangka mengefektifan komunikasi dan interaksi
guru dengan siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Gagne
dan Briggs dalam Latuheru (1988:14) menyatakan bahwa media pembelajaran
adalah alat untuk menyampaikan isi pesan atau pesan pembelajaran.
Menurut Paul Bosner (1988:60) televisi merupakan aplikasi dari berbagai
metode dan teknologi pertelevisian yang dimanfaatkan untuk kepentingan
pembelajaran. Pesan pembelajaran dapat dikemas melalui media televisi.
Berdasarkan sejarah, kerja sama dilakukan antara Yayasan TVRI dengan PT.
Televisi
Pendidikan
Indonesia
pada
tanggal
16
Agustus
1990
untuk
menyelenggarakan siaran televisi pendidikan. Pada bulan Januari 1991 sudah
dimulai siaran televisi pendidikan dengan lima acara pendidikan (Yusuf Hadi,
1992:379)
Fahmi Alatas (1994:5) berpendapat bahwa televisi pembelajaran merupakan
program televisi yang berfungsi sebagai penunjang penyelenggaraan program
pendidikan dan sebagai media belajar. Astrid Susanto (1994:7) berpendapat bahwa
yang penting dalam penyelenggaraan televisi pembelajaran adalah kemampuannya
untuk menyajikan sesuatu pesan sehingga pesan mudah diserap oleh penonton
25. 25
Peneliti berpendapat bahwa televisi merupakan media yang dapat
digunakan untuk pembelajaran baik formal maupun non formal. Sehinga
pengemasan pesan sangat efektif disesuaikan dengan karakteristik siswa. Pesan yang
disampaikan harus jelas dan dapat memotivasi siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Gavriel Solmon (1977:55) mengemukakan bahwa salah satu potensi
pembelajaran adalah kemampuannya untuk menunjukkan secara jelas dan nyata
tentang proses dari suatu kejadian atau proses dari suatu perubahan.
Beberapa pertimbangan televisi digunakan sebagai media pembelajaran,
yaitu:
h. Efektifitas pedagogis
Media televisi dapat membantu pembelajaran tatap muka, dengan memperhatikan
karakteristik anak yang lebih senang apabila penyampaiannya menggunakan gambar
dan suara.
i. Skala Penggunaan
Kebutuhan pendidikan di Indonesia sangat besar, sementara sumber belajar dan dana
sangat terbatas. Penggunaan media televisi dengan biaya yang murah dan dapat
diserap di berbagai daerah. Siaran televisi juga dapat menjangkau daerah yang jauh
dan dapat menampilkan pembelajaran interaktif.
j. Kesesuaian Waktu
Pendidikan formal dalam melakuan kegiatan pembelajaran terbatas oleh jam
pelajaran di sekolah. Media televisi ini dapat menjadi media pembelajaran yang
tidak terkait pada jam pelajaran sekolah.
26. 26
Kegunaan televisi sebagai media pembelajaran sangat bermanfaat. Perin
(1997:7) meyatakan bahwa televisi merupakan sumber belajar siswa utama. (a prime
of news) Perin juga menyatakan bahwa televisi memberikan pengaruh yang begitu
besar dalam kehidupan sehari-hari jika dibandingkan mendia massa lainnya. Televisi
mempunyai peran utama dalam kehidupan dan merupakan sumber informasi dan
sumber belajar.
Oemar Hamalik (dalam Darwanto Subroto, 1992:86) mengemukakan
manfaat penggunaan televisi khususnya di sekolah, yaitu:
a. Televisi bersifat langsung dan nyata
b. Televisi memperluas tinjauan kelas
c. Televisi dapat menciptakan kembali semua peristiwa yang lalu
d. Televisi dapat menunjukkan semua hal dan segi
Pengemasan program televisi sebagai media pembelajaran juga harus
membawa misi edukatif. Misi edukatif akan menggambarkan isi peran yang
disampaikan.
Yusuf Hadi Miarso (1993:418) menjabarkan misi tersebut sebagai berikut:
1. Program siaran harus diusahakan sesuai dengan kebutuhan para khalayak
yang dituju intended audience
2. Isi siaran harus diusahakan sesuai dengan nilai-nilai budaya yang
diterima oleh masyarakat Indonesia.
3. Program siaran diusahakan berkaitan dengan kegiatan yang ada di
masyarakat, paling tidak harus serasi dengan pola tindak yang ada di
masyarakat.
27. 27
4. Tiap mata acara diusahakan untuk dikembangkan dalam bentuk paket
yang berkesinambungan.
5. Tiap program harus dibuat dengan arah dan tujuan tertentu.
Pelaksanaan misi itu harus sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003
Pemanfaatan media televisi sebagai media pembelajaran menurut Darwanto
Sastro Subroto (1992:94) disebabkan karena beberapa alasan, yaitu:
a. Buku pelajaran yang tidak mencukupi dan penyebarannya sangat sulit
akibat transportasi yang tidak lancar.
b. Jumlah kelas tempat belajar yang sangat terbatas.
c. Peralatan laboratorium yang jumlahnya terbatas pula.
Pada prinsipnya penggunaan media televisi sebagai media pembelajaran
adalah untuk pendingkatan kualitas pembelajaran dan mencapai tujuan belajar.
Pendidikan sudah saatnya harus menggunakan teknologi pembelajaran agar
mempermudah proses belajar mengajar.
2.1.5 Pengaruh Televisi Terhadap Perilaku
Televisi sebagai sebuah media komunikasi mempunyai pengaruh terhadap
tingkah laku. Menurut Rakhmat (2000:19), pengaruh televisi terhadap perilaku
terjadi bila terdapat perubahan pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang
meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku. Menurut Rakhmat
(1985: 216-258), terdapat paling tidak empat buah efek pemanfaatan media massa,
yaitu:
28. 28
a. Efek kehadiran media massa, yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media
massa secara fisik.
b. Efek kognitif, yaitu mengenai terjadinya perubahan pada apa yang diketahui,
difahami, atau dipersepsi siswa.
c. Efek afektif, yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apa yang
dirasakan, disenangi, atau dibenci siswa.
k. Efek behavior, yaitu berkaitan pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang
mencakup pola-pola tindakan kegiatan, atau kebiasaan berperilaku siswa.
Televisi mempuyai pengaruh yang positif dan negatif bagi perilaku siswa
Johnson dalam fara (2001:19) mengatakan bahwa terdapat perubahan pada perilaku
siswa bebas bermain di dalam, bermain dengan air dan tanah, namun pada saat
menonton televisi, anak menjadi tidak perhatian pada orang lain dan pada apa yang
terjadi disekitarnya. Oos M.Asnwas (1998) mengatakan bahwa kecenderungan
meningkatnya tindak kekerasan dan perilaku negatif lainnya pada siswa diduga
sebagai dampak gencarnya tayangan televisi. Setelah televisi dimatikan, anak akan
menjadi gugup, menangis dan tak jarang akan berteriak. Menurut hasil penelitian
yang dilakukan oleh organisasi psikologis di Amerika tahun 2001, mengatakan
bahwa anak-anak yang menonton film kartun menjadi lebih agresif dan mudah
melakukan tindakan kekerasan. Organisasi tersebut menjelaskan ada tiga efek dari
menonton kekerasan di televisi, yaitu siswa jadi kurang sensitif terhadap penderitaan
orang lain, anak menjadi takut bersosialisasi dengan dunia luar dan siswa menjadi
lebih agresif terhadap orang lain.
29. 29
Menurut Steven H. Chaffee dalam Sesa Djuarsa (1993) televisi sebagai
media massa dapat memberikan pengaruh terhadap beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek Kognitif
2. Aspek Afektif
3. Aspek Konatif
Pengaruh pesan media massa yang berupa pola-pola tindakan, kegiatan atau
perilaku yang dapat diamati, adalah dampak pesan media massa yang telah sampai
pada tahap konatif. Secara teoritis pesan media massa biasanya hanya sampai pada
tahap kognitif dan afektif, tetapi ada beberapa kondisi yang menyebabkan pesan
media massa sampai pada tahap konatif, yaitu:
1. Exposure (Jangkauan pengenaan)
Jika sebagian besar khalayak telah terexpose oleh media massa.
2. Kredibilitas
Jika pesan media massa mem-punyai kredibilitas yang tinggi dimata
khalayaknya dalam arti kebenarannya dapat dipercaya
3. Konsonasi
Jika isi informasi yang disam-paikan oleh beberapa media massa, baik
materi, arah serta orientasinya maupun dalam hal waktu, frekuensi dan cara
penyajiannya sama atau serupa.
4. Signifikansi
Jika materi pesan media massa signifikan dalam arti berkaitan secara
langsung dengan kepen-tingan dan kebutuhan khalayak.
30. 30
5. Sensitif
Jika materi dan penyajian pesan media massa menyentuh hal-hal yang
sensitif
6. Situasi kritis
Jika ada ketidakstabilan struktural yang menyebabkan masyarakat berada
dalam situasi kritis.
7. Dukungan komunikasi antar pribadi
Jika informasi melalui media massa menjadi topik pembica-raan, karena
didukung oleh komunikasi antar pribadi.
Pengaruh televisi terhadap perilaku dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu
pendidikan, sosial, dan ekonomi. Perubahan perilaku dapat dilihat secara bertahap
dan tidak langsung berubah secara signifikan.
Pada tahun 1982 National Institute of Mental Health mengadakan pengkajian
terhadap 2.500 penelitian tentang dampak televisi dengan kesimpulan:
1. Ada korelasi langsung antar kekerasan dalam televisi dan perilaku agresif,
meskipun tidak dapat diduga siapa dan mengapa dipengaruhi.
2. Penonton setia televisi lebih menunjukkan sifat penakut, kurang percaya diri,
dan lebih gelisah.
3. Anak yang menonton program yang prososial (program yang konstruktif)
akan lebih berkelakuan baik.( Biagi, 1988)
Dilihat dari aspek pendidikan, bahwa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan
akan lebih jelas dan tergambarkan oleh tayangan media audio visual. Tayangantayangan informasi, seperti acara keagamaan, berita, dan dialog merupakan jenis
31. 31
tayangan yang bernuansa pendidikan.Penonton akan melakukan hal yang positif dari
tayangan tetsebut, seperti tayangan keagamaam mengajak penonton yang tadinya
tidak menjalankan ibadahnya, maka dengan menonton akan menjalankan ibadahnya.
penonton akan meningkat pengetahuanna, salah satunya melalui tayangan televisi.
Berdasarkan hasil penelitian Starkey dan Swinford dalam Myrna Ratna M
(1991) kebiasaan menonton televisi secara pasti menurunkan kemampuan anak
untuk membaca. Baik buku umum terlebih buku pelajaran. Splaine (Shaver, 1991
:300-309) menyebutkan bahwa media massa sangat berpengaruh dalam pendidikan
IPS. Informasi yang ditayangkan oleh televisi akan menggugah penonton untuk
melakukan sesuatu. Menurut Oemar Hamalik (dalam Darwanto Sastro, 1992:86)
mengemukakan Manfaat penggunaan televisi khususnya di sekolah, yaitu:
a. Televisi bersifat langsung dan nyata
b. Televisi memperluas tinjauan kelas
c. Televisi dapat menciptakan kembali semua peristiwa yang lalu
d. Televisi dapat menunjukkan semua hal dan segi.
Dilihat dari aspek sosial, penonton akan menjadi mudah untuk berinteraksi
satu sama lain dan Menjadi lebih peduli terhadap lingkungan. Siregar (2001:23)
berpendapat bahwa kandungan nilai-nilai sosial dalam muatan televisi berperan
dalam proses sosialisasi, bersamaan dengan berbagai institusi sosial lainnya..
Dilihat dari aspek ekonomi, menurut Anggrek dalam Fara (2001:24)
penonton akan mengikuti gaya yang ditayangkan pada televisi, seperti menjadi lebih
konsumtif. Pendapat tersebut ditambahkan oleh Bennet dan Kassarjian (1987:104)
bahwa siaran televisi dalam kategori sosial akan mempengaruhi penonton untuk
32. 32
membeli produk. Penonton bisa melakukan pemborosan sesuai dengan isi tayangan
acara televisi. Penonton juga dapat diajak untuk hidup lebih disiplin, hemat, dan
dapat mengatur kehidupannya.
Menurut Esther Tjahja, S.Psi (2000) televisi dapat menjadi guru bertombol,
ditambah jika televisi dapat memberikan tampilan acara-acara yang bersifat edukatif
Program televisi yang bersifat pendidikan, misalnya ―si bolang‖ yang dapat
meningkatkan pengetahuan umum, dan ―jika aku menjadi‖ yang mengandung nilainilai sosial. Program tersebut dikemas dengan menarik walaupun nuansa
pendidikannya tetap ada. Televisi merupakan sumber belajar yang sangat efektif
untuk meningkatkan perilaku pembelajaran peserta didik. Televisi juga dapat
menyajikan kejadian yang aktual dengan kondisi yang nyata sehingga dapat
memberikan informasi sesuai kejadian, seperti kejadian Aceh, Solo, Irak, dan lainlain.
Kejadian gempa bumi dan gelombang tsunami di Aceh dan Sumatra Utara,
dapat divisualisasikan melalui siaran televisi. Televisi dapat menayangkan betapa
besarnya gelombang tsunami yang terjadi di Aceh dari mulai sampai selesai.
Kejadian kecelakaan pesawat ―lion air‖ dapat digambarkan dengan visuallisasi yang
jelas. Televisi dapat menyampaikan kekuatan emosi yang begitu besar kepada
penontonnya. Media televisi merupakan media audio visual yang sangat efektif
mempengaruhi perilaku penonton melalui tayangannya.
Peneliti
berpendapat
bahwa
media
televisi
sangat
efektif
untuk
mempengaruhi penonton. Pesan atau informasi yang diberikan oleh media televisi
33. 33
dapat membuat penonton melakukan sesuatu. Perilaku seseorang merupakan sebuah
respon akibat dorongan yang ada.
2.2 Kebiasaan Anak Untuk Menonton Acara Informasi
2.2.1 Pengertian Kebiasaan
Kebiasaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari kata biasa
yang artinya lazim, umum, dan sering, sedangkan kebiasaan adalah sesuatu yang
sudah biasa dilakukan. Kebiasaan berdasarkan hasil penelitian oleh Dr. Leonard
Eron dan Dr. Rowell Huesmann dari University of Michigan (2004) adalah sesuatu
yang sering dilakukan, sedangkan kebiasaan menonton acara televisi dapat
dikatakan sebagai tingkat keseringan dalam menonton televisi, frekuensi, dan
lamanya dalam menonton.
Menurut Lickona (1991) kebiasaan habit dapat diartikan sebagai latihan yang
dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi karakter. Karakter ini yang akan
menjadi suatu budaya dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian George Boggs
(dalam Jefferson Center, 1997) mengatakan bahwa perilaku yang dilakukan secara
terus menerus dan akan membentuk budaya tertentu maka dapat dikatakan sebagai
budaya.
Kebiasaan menonton setiap individu akan berbeda-beda bergantung dari
karakteristik anak. Psikolog Evi Elvianti (2004) mengatakan bahwa tingkat
frekuensi dan lamanya menonton bergantung pada umur dan kondisi keluarga.
Aktivitas
sehari-hari
kehidupannya.
anak
sangat
mempengaruhi
pembentukan
karakter
34. 34
Perilaku seseorang yang dilakukan secara intensif akan melahirkan sebuah
kebiasaan. Kebiasaan tersebut akan menjadikan budaya yang berkembang pada
individu-individu dan menjadi budaya masyarakat. Ade Armando (2004)
mengatakan bahwa kebiasaan menonton televisi pada anak bergantung pada peran
orang tua dalam mendidik anak. Kebiasaan menonton akan berpengaruh pada
pendewasaan anak. Lamanya waktu menonton televisi akan menjadikan perilaku
rutin yang terbiasa.
Kebiasaan itu sendiri terjadi karena adanya paradigma. Pengertian tentang
paradigma adalah sudut pandang atau kerangka yang terbentuk oleh pengalaman
hidup. Terdapat tujuh kebiasaan yang harus dimiliki oleh seseorang, yaitu:
1. Jadilah Proaktif (be proactive)
2. Merujuk pada tujuan akhir (Begin with the end in mind)
3. Dahulukan yang Utama (Put first thing first)
4. Berpikir menang-menang (Think win-win)
5. Berusaha mengerti terlebih dahulu baru dimengerti (Seek first to
understand then to be understood)
6. Wujudkan Sinergi (Synergize)
7. Kebiasaan untuk pengembangan diri
Bentuk ketujuh aspek diatas maka akan terlihat bahwa kebiasaan seseorang
akan perilaku seseorang yang dapat dilihat dari keaktifan, pikirannya, usahanya, dan
pengembangan dirinya.
35. 35
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Menonton Acara Informasi
Berdasarkan penelitian Guntoro (2003) kebiasaan menonton acara televisi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya umur, jenis kelamin, gaya menonton,
frekuensi, dan lamanya menonton. Perbedaan umur akan mempengaruhi kebiasaan
menonton. Piaget mengemukakan tentang fase perkembangan kognitif, yaitu:
a. Fase sensorik (umur 0-2 tahun)
Pada umur ini dapat dikatakan bahwa anak terikat pada pengalaman langsung.
Interaksi antara panca indera dan lingkungan.
b. Fase intuituf atau praoperasional (umur 2-7 tahun)
Pada umur ini anak sudah tidak lagi terikat oleh lingkungan, ia mulai
mengembangkan berbagai tanggapan mental yang terbentuk dalam fase
sebelumnya. Fase ini kemampuan menyimpan tanggapan bertambah besar.
c. Fase operasi konkret (umur 7-11 tahun)
Fase ini menggambarkan bahwa anak sedang mengalami perkembangan
struktur mental. Pada pengajaran maka perkembangan kongnitif siswa harus
dicapai dengan hal yang konkret. Pengajar dapat mengembangkan aktivitas
siswa seperti menghitung, mengelompokkan, membentuk, dan lainnya.
d. Fase operasi formal (umur 11-16 tahun)
Fase ini merupakan pengembangan pola-pola berfikir formal. Anak pada umur
ini sudah dapat menangkap arti simbolsis, arti kiasan, kesamaan, dan perbedaan,
anak sudah mampu menganalisis sesuatu yang terjadi.
Menurut JB. Wahyudi (1983: 52-53) faktor yang mempengaruhi kebiasaan
anak menonton acara informasi dibagi menjadi Tiga, macam yaitu:
36. 36
1. Rasa ingin tahu
2. Pengaruh lingkungan
3. Motif atau dorongan tugas
Ishadi (1981) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan anak terbiasa menonton acara televisi, yaitu:
1. Kebutuhan akan informasi
2. Budaya keluarga
3. Kejadian atau peristiwa
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Uki (1993) bahwa di Amerika
anak lulusan SMA menghabiskan waktu sekitar 15.000 jam untuk menonton televisi.
Jumlah waktu ini lebih banyak daripada yang digunakan untuk kegiatan apa pun
lainnya, kecuali tidur. Selama 15.000 jam, selain itu anak SMA juga telah
dihadapkan dengan 350.000 iklan dan telah menyaksikan 18.000 pembunuhan.
Penelitian lain oleh Milton Chen, Ph.D (2002), seorang pakar pertelevisian
acara anak-anak di Amerika, memaparkan banyaknya waktu yang dilewatkan anakanak Amerika untuk menonton TV. Rata-rata mereka menonton selama empat jam
dalam sehari, 28 jam seminggu, 1.400 jam setahun, atau sekitar 18.000 jam ketika
seorang siswa lulus sekolah menengah atas. Padahal waktu yang dibutuhkan siswa
untuk menyelesaikan pendidikan mulai TK hingga tiga SMU adalah 13.000 jam.
Kesimpulannya adalah bahwa siswa meluangkan lebih banyak waktu untuk
menonton televisi dibandingkan dengan kegiatan apapun lainnya, kecuali tidur.
Penelitian ini sekalipun dilakukan di Amerika, harus kita perhatikan. Kenyataan
bahwa siswa menonton televisi dan film lebih banyak dibanding aktivitas lain yang
37. 37
mereka lakukan tidak hanya terjadi di Amerika, melainkan juga di Indonesia.
Bagaimana dengan di Indonesia? Kalau setiap anak rata-rata menonton televisi
selama tiga jam sehari maka dalam setahun ia sudah menghabiskan waktu sekitar
1.095 jam. Jika ia sudah mulai menonton sejak umur 4 atau 5 tahun, pada waktu ia
lulus SMA, sama seperti di Amerika, ia juga sudah menghabiskan sekitar 15.000
jam untuk menonton televisi. Kita patut bersyukur bahwa ditinjau dari segi moral
dan sadisme, televisi Indonesia masih relatif jauh lebih baik daripada siaran di
Amerika atau di negeri-negeri lain yang sudah ―maju‖.
Hasil studi yang dilakukan oleh Maria Fransisca, Rahma Sugiharti, dan
Tandiyoat all, dalam Oos M. Anwas (1998:48), mengatakan bahwa rata-rata lama
waktu yang diluangkan anak-anak untuk menonton televisi pada kelompok umur 612 tahun sekitar 2-3 jam/hari di hari biasa dan 4-5 jam pada hari minggu dan libur.
Pada umur 13 tahun ke atas terdapat perbedaan yang bervariasi tergantung
kesibukannya.
Penelitian Barrie Gunter dan Jill L. MC. Aller (dalam Farah T
Suryaman:2001) mengatakan bahwa waktu menonton televisi telah berpengaruh
secara signifikan menggantikan waktu membaca komik dan buku-buku hiburan
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan televisi telah cukup berpengaruh
terhadap perilaku belajar siswa. Penelitian ini juga telah dikontrol oleh tingkat
intelegensi. Hilde Himmelwit (dalam Farah T. Suryaman, 2001) mengatakan bahwa
tayangan televisi sangat berpengaruh pada siswa dengan kecerdasan. Menonton
televisi dapat menstimulasi siswa untuk membaca buku yang isi ceritanya berkaitan
dengan tayangan yang ada di televisi.Tayangan televisi dapat membentuk sebuah
38. 38
kebiasaan seseorang. Tingkat pengetahuan seseorang akan terlihat berbeda antara
yang sering menonton tayangan televisi dan yang tidak menonton.
2.3 Perilaku Belajar
2.3.1 Pengertian Perilaku Belajar
Perilaku belajar merupakan aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh siswa
baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Perilaku dilihat dari kamus besar Bahasa
Indonesia departemen pendidikan dan kebudayaan(1991:755) berarti tanggapan atau
reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Belajar berarti proses berfikir.
Perilaku belajar dapat dikatakan sebagai reaksi seseorang terhadap
rangsangan atau lingkungan melalui proses berpikir. Perilaku belajar sangat
berbeda-beda tergantung kepada kondisi dan situasi pembelajarannya. Menurut S
Nasution (1982:131) maka perilaku belajar adalah kondisi-kondisi belajar yang
dapat diatur dan diubah untuk mengembangkan bentuk kelakuan tertentu seseorang,
atau mempertinggi kemampuannya atau mengubah kelakuannya. Liswono (1989)
mengatakan bahwa perilaku adalah aktivitas sehari-hari. Perilaku belajar merupakan
aktivitas sehari-hari yang menggunakan proses berpikir antara Guru dengan siswa.
Untuk lebih memperjelas konsep perilaku ada baiknya dicermati wujud aktivitas
sebagai berikut:
Tidak tahu
==>
Kognitif
=
Cipta = Penalaran
Tidak suka
==>
Afektif
=
Rasa
= penghayatan
Karsa
= Pengalaman
Tidak bisa Sensorik
Motorik
39. 39
Tidak mau ==>
Konatif
Menurut Sumadi (1983:253) perubahan perilaku belajar dapat dilihat dari
peningkatan kecakapan baru, perubahan perilaku, dan perilaku positif atas respon
yang terjadi. Lefton (1982:3) mengatakan bahwa perilaku adalah segala aspek dari
kegiatan organisme, termasuk pikiran, dan aktivitas fisik.
Perilaku belajar didasari atas teori belajar. Ada beberapa pengertian belajar menurut
tokoh-tokoh pendidikan, yaitu: Pavlov mengadakan eksperimen mengenai refleks,
kohler mempelajari cara binatang memecahkan masalah. EL Thorndike mempelajari
masalah belajar dengan merintis cara baru, yaitu trial and error. Teori belajar yang
paling tua adalah teori asosiasi, yakni hubungan antara stimulus dan respon.
Hubungan itu bertambah kuat bila sering diulangi dan respons yang tepat diberi
ganjaran berupa pujian atau cara lain yang memberi rasa puas dan senang. Perilaku
belajar merupakan aktivitas yang dipengaruhi oleh teori belajar. Pada dasarnya teori
belajar menjadi acuan dalam proses belajar mengajar untuk di semua jenjang
pendidikan.
Menurut Moh. Surya (1996:74) berpendapat bahwa perubahan tingkah laku
sebagai hasil belajar mempunyai ciri-ciri khas yang dapat membedakan kegiatan
belajar dari kegiatan lainnya. Adapun ciri-ciri hasil belajar adalah:
a. Belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi
terus-menerus.
b. Belajar adalah perbuatan sadar, karena itu belajar selalu mempunyai tujuan.
40. 40
a. Belajar hanya terjadi melalui pengalaman individual. Belajar hanya terjadi
apabila dialami sendiri oleh yang bersangkutan dan tidak dapat digantikan oleh
orang lain.
b. Belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh, melibatkan keseluruhan
tingkah laku yang mengintegrasikan semua aspek-aspek yang terlibat
didalamnya, baik norma, fakta, sikap, kecakapan, maupun keterampilan.
c. Belajar adalah proses interaksi
d. Perubahan tingkah laku berlangsung dari hal yang sederhana sampai pada hal
yang kompleks.
Pendapat lain menurut Brofenbrenner, U. (1979) perilaku seseorang
(termasuk perilaku malas belajar pada anak) tidak berdiri sendiri, melainkan
merupakan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di
luarnya. Perilaku merupakan respon terhadap sesuatu yang terjadi dengan dirinya
dan lingkungannya. Kejadian dalam lingkungan menjadikan anak berfikir dan
bereraksi untuk melakukan sesuatu. Perilaku belajar harus dilakukan secara
seimbang dan positif terhadap lingkungannya.
Maslow dalam Lefton (1982:186) berasumsi bahwa perilaku manusia
termotivasi ke arah self fulfillment. Pada awalnya Maslow mengemukakan teorinya
dengan hanya menyebutkan 5 hirarki kebutuhan manusia, namun kemudian ia
menyempurnakan teorinya dengan menjadikan 7 hirarki kebutuhan manusia, yaitu:
1. Physiological needs
2. Safety needs
3. Belongingness and love needs
41. 41
4. Extreem needs
5. Cognitive needs
6. Aesthetics needs
7. Self actualization
Memahami perilaku belajar maka secara tidak langsung memahami proses
pembelajaran. Secara visual konsep dasar pembelajaran dapa digambarkan sebagai
berikut:
Mengajar
Guru
Menyampaikan
Memotivasi
Membina
Memonitor
Mengevaluasi
Merehabilitasi
Tujuan
Universal
Nasional
Institusional
Kurikuler
instruksional
Belajar
(siswa)
Bentuk Kegiatan Belajar
Perilaku Belajar
Sumber Media-Bahan Ajar
Bagan 2.1
Konsep Dasar Pembelajaran
(Sumber: Tim Pengembang MKDK Kurpem, 2002 kurikulum dan pembelajaran)
Proses pembelajaran meliputi empat tahap, yaitu tahap persiapan yang
meliputi: tujuan, metode, media sumber, evaluasi, dan kegiatan belajar siswa. Proses
42. 42
pembelajaran itu harus dilakukan secara utuh. Pembelajaran akan menggambarkan
perilaku belajar siswa.
Menurut Lefton (1982: 143) bahwa perilaku seseorang akan sangat
menentukan pembentukan budaya seseorang dan mencapai tujuan tertentu. Perilaku
dalam organisasi merupakan faktor penting untuk membawa anggotanya dalam
mencapai sebuah misi organisasi tertentu.
2.3.1 Jenis-Jenis Perilaku Belajar
Perilaku belajar terbagi kedalam dua pembelajaran, yaitu: bersifat tatap muka
dan mandiri. Menurut Abu Ahmadi (1997: 26) dari segi pengaturan siswa dapat
dibedakan menjadi tiga bentuk perilaku belajar, yaitu:
1. Berilaku belajar klasikal, bila seseorang guru menghadapi kelompok besar siswa
didalam kelas dan memberi pelajaran dengan satujenismetode mengajar.
2. Perilaku belajar kelompok kecil, bila siswa dalam satu kelas dibagi ke dalam
beberapa kelompok (5-7 siswa/kelompok) dan masing-masing kelompok diberi
tugas untuk menyelesaikan tugas.
3. Perilaku belajar perseorangan, bila masing-masing siswa secara pribadi diberi
beban belajar secara mandiri, misalnya dalam pengjaran modul.
Menurut Engkoswara (1984:70) bahwa struktur peristiwa belajar mengajar
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Struktur peristiwa belajar mengajar bersifat tertutup, ialah belajar mengajar
yang segala sesuatunya telah ditentukan secara relatif ketat dimana guru
tidak berani menyimpang dari persiapan mengajar yang telah dibuat.
43. 43
b. Struktur peristiwa belajar mengajar yang bersifat terbuka, ialah proses belajar
mengajar di mana tujuan, materi, dan prosedur yang akan ditempuh
ditentukan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Menurut Abu Ahmadi (1982:35) cara-cara belajar tersebut meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Cara belajar di dalam kelas
2. Cara membaca buku
3. Cara menghapal
4. Cara membuat ringkasan
5. Cara menghadapi ujian
Menurut Syamsu Yusuf (1992:9) terdapat dasar-dasar perbuatan belajar yaitu:
1. Mendengarkan
Mendengarkan berarti menyimak informasi dari luar yang disampaikan secara
verbal. Melalui pendengaran seseorang dapat mendengar, membedakan,
menghayati, atau menikmati berbagai suara (bunyi). Begitupun dalam proses
belajar di sekolah, anak didik memperoleh berbagai informasi tentang ilmu
pengetahuan, nilai-nilai moral, atau agama banyak diserap atau diterima malalui
pendengaran.
2. Memandang (melihat)
Setiap rangsangan visual memberi kesempatan kepada individu untuk belajar.
Melalui pandangannya, seseorang dapat mengenal warna, bentuk, ukuran, dan
keindahan berbagai objek yang ada. Dalam proses belajar, melalui
44. 44
pandangan, siswa dapat mengenal huruf, angka, lambang, dan symbol-symbol
pembelajaran lainnya.
3. Mencium
Mencium merupakan aktivitas mengenal rangsangan dari luar melalui indera
pencium. Melalui aktivitas ini, seseorang dapat mengenal dan membedakan
wangi setiap objek yang ada.
Meraba dan Mencicipi
Meraba dan mencicipi merupakan kegiatan sensorik, seperti halnya pada
mendengarkan dan memandang. Pada proses pembelajaran, siswa dapat
mengenal sifat bendan (halus-kasar, dingin atau panas), bagi yang
mengalami tuna netra mereka dapat membaca huruf bryle dengan meraba.
4. Menghapal
Menghapal merupakan kegiatan untuk menerima atau mencamkan
rangsangan (kesan-kesan) dengan sengaja, dikehendaki, atau sungguhsungguh.
5. Membaca
Membaca dapat diartikan sebagai perbuatan melihat serta memahami isi dari
yang tertulis, baik melisankannya maupun membaca di dalam hati.
Spears dalam Sumadi (1984):251), mengemukakan bahwa yang termasuk
perilaku belajar adalah: to observe (mengamati), to read (membaca), to imitate
(meniru), to trysomething themselves (mencoba sendiri tentang sesuatu), to listen
(mendengarkan, dan to follow direction (mengikuti perintah).
45. 45
Pada bagian lain Agoes Soejanto (1990:53) mengemukakan bahwa cara
belajar siswa dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan pelajaran
b. Tahap mengikuti pelajaran
c. Aktivitas sesudah mengikuti pelajaran
1) Mengulang pelajaran
2) Mempelajari untuk materi besok
a) Mencatat pelajaran
b) Mendengarkan guru mengajar
c) Diskusi
d) Memberikan perhatian pada pelajaran
e) Ikut aktif berpartisipasi
f) Membuat kesimpulan pelajaran
Perilaku belajar juga sangat berkaitan erat dengan gaya belajar (learning
style). Menurut Nasution (2000:93) gaya belajar adalah cara seseorang berintaraksi
dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam proses belajar.
Gaya belajar dapat digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu:
1.
Tiap siswa belajar menurut cara sendiri yang kita sebut gaya belajar. Guru
juga mempunyai gaya mengajar masing-masing.
2.
Kita dapat menemukan gaya belajar itu dengan instrumen tertentu.
3.
Kesesuaian gaya mengajar dengan gaya belajar mempertinggi efektivitas
belajar.
46. 46
Penggunaan satu metode belajar tidak ada yang langsung sesuai dengan
semua karakter siswa. Metode akan sangat berpengaruh pada perilaku dan tujuan
yang ingin dicapai. Berdasarkan studi longitudinal yang dilakukan oleh H. Witken
(1954-1970: 95) terdapat beberapa gaya belajar, diantaranya:
Field dependence – Field independence
1.
Tabel 2.2
Tipe Belajar Field dependence dan Field independence
Type : Field dependence
1.
Sangat
dipengaruhi
Type : Field independence
oleh
1.
Kurang
dipengaruhi
oleh
lingkungan, banyak bergantung pada
lingkungan dan oleh pendidikan di masa
pendidikan sewaktu kecil.
lampau
2.
Dididik
untuk
selalu
memperhatikan orang lain.
3.
Bicara
lambat
2.
Dididik untuk berdiri sendiri dan
mempunyai otonomi atau tindakan
agar
dapat
3.
Berbicara
cepat
tampa
dipahami orang lain.
menghiraukan daya tangkap orang lain.
4.
4.
Cenderung melakukan diskusi,
demokratis
2.
Cenderung
untuk
kuliah,
menyampaikan pelajaran.
Impulsif – reflektif
Pada gaya belajar ini, orang akan mengambil keputusan dengan cepat tanpa
memikirkannya
secara
mendalam.
Sebaliknya
orang
yang
reflektif
mempertimbangkannya secara alternatif sebelum mengambil keputusan dalam
situasi yang tidak mudah untuk diselesaikan. Gaya belajar impulsif atau reflektif
menunjukkan the tendency to reflect over alternative solution possibililties, in
contrast with high response uncertanity, yang dapat dikatakan seseorang
47. 47
bergantung pada kecenderungan untuk merfleksi atau memikirkan alternatifalternatif
kemungkinan
pemecahan
masalah
yang
bertentangan
dengan
kecenderungan untuk mengambil keputusan yang impulsive dalam menghadapi
masalah-masalah yang sangat tidak pasti jawabannya. Perilaku belajar orang
seperti ini akan proaktif dengan informasi yang ada, baik melalui media massa
cetak maupun elektronik.
3.
Peseptif atau reseptif – sistematis atau intuitif
Precept artinya aturan. Orang yang prseptif dalam mengumpulkan informasi
mencoba mengadakan organisasi dalam hal-hal yang diterimanya, Perilaku ini
dapat menyaring informasi yang masuk dan memperhatikan hubungan-hubungan
diantaranya.
Orang yang reseptif lebih memperhatikan secara mendalam atau perincian
infomasi dan tidak berusaha untuk membulatkan atau menghubungkan informasi
yang satu dengan yang lain. Orang yang reseptif mengumpulkan banyak informasi
tetapi tidak melihat atau membentuknya menjadi kebutuhan yang bermakna.
Orang yang sistematis mencoba melihat masalah dan bekerja sistematis dengan
data atau informasi untuk memecahkan suatu persoalan.
Orang yang intuitif langsung mengemukakan jawaban tertentu tanpa menggunakan
informasi secara sistematis. Orang seperti ini lebih cenderung untuk memecahkan
suatu persoalan dengan cara trial and error dan mudah berpindah-pindah dari cara
penyelesaiannya yang satu dengan yang lain. Perilaku orang seperti ini lebih
banyak mencoba dan melakukan suatu dengan cepat. Perilaku seperti ini cenderung
kurang teratur dalam melakukan sesuatu.
48. 48
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Belajar.
Faktor yang memperngaruhi perilaku belajar merupakan komponenkomponen yang terkait dengan perilaku belajar. Faktor yang mempengaruhi
perilaku belajar dapat diklasifikasikan ke dalam faktor internal dan eksternal.
Syamsu Yusuf, (1993:11) berpendapat bahwa faktor internal adalah faktor yang
muncul dari dalam diri seseorang, dan yang dapat mempengaruhi dari
kepribadian atau karakter seseorang. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal
dari luar individu siswa.
2. Faktor Internal
Dilihat dari segi individu yang belajar, terdapat beberapa syarat yang
harus dipenuhi agar belajarnya berhasil. Syarat-syarat itu meliputi aspek fisik
dan psikis. Faktor Fisik meliputi nutrisi (gizi, makanan), kesehatan, dan
fungsi-fungsi pada panca indera. Faktor internal sangat mempengaruhi
perilaku belajar seseorang. Faktor internal dapat juga berasal dari keturunan.
Apabila terdapat gangguan dalam faktor internal akan terjadi perbedaan perilaku
belajar.
Faktor yang termasuk psikis adalah intelegensi (kecerdasan), bakat
(kemampuan khusus), sikap, minat, motif, dan suasana emosinya. W.H Burton
(1952:637) mengatakan bahaw faktor internal yang mengakibatkan kesulitan
belajar sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan mental atau gangguan fungsi mental, seperti kurangnya
perhatian, kurangnya energi, dan kesiapan diri yang kurang. Adanya perasaan
49. 49
trauma atau mengingat kejadian yang sangat mengganggu jiwa sangat
berengaruh
b. Gangguan fisik, seperti kurang berfungsi organ-organ perasaan, alat-alat
bicara, dan gangguan kesehatan. Adanya perbedaan atau kelainan pada
fisik. Hal tersebut dapat membuat peserta didik kurang percaya diri.
c. Gangguan emosi, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaiakan
diri, situasi, adanya perasaan kompleks (takut yang berlebihan, trauma),
dan ketidak matangan emosi. Emosi ini dapat membuat siswa tidak dapat
belajar dengan baik. Harus ada usaha terjadinya pengendalian emosi
yang seimbang dan dilatih secara intensif.
3. Faktor Eksternal
Faktor ini meliputi aspek-aspek sosial dan non sosial. Faktor sosial
adalah kehadiran manusia dengan yang lainnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Faktor sosial ini akan menentukan interaksi
seseorang dengan yang lainnya. Pada proses pembelajaran interaksi siswa
yang satu akan mempengaruhi perilaku siswa yang lainnya. Faktor non sosial
adalah keadaan udara (panas-dingin), keadaan tempat pembelajaran (gedung,
kelas), buku sumber, dan media komunikasi belajar. Faktor ini sangat
mendukung kenyamanan dan produktivitas dalam pembelajaran.
Abu Ahmadi (1997:103) mengatakan bahwa terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar, yaitu:
1. Faktor raw input yaitu: kondisi fisiologis dan kondisi psikolgogis
50. 50
2. Faktor environmental yaitu kondisi lingkungan, baik itu lingkungan
yang alami maupun lingkungan sosial.
3. Faktor instrumental input yaitu:
a. Kurikulum
b. Program/bahan pengajaran
c. Sarana dan media pembelajaran
d. Guru
Faktor tersebut dapat digambarkan pada diagram di bawah ini:
1. Lingkungan
1. Dari Luar
F
A
K
T
O
R
2. Instrumental
1. Fisiologis
P
E
R
IL
A
K
U
T
U
J
U
A
N
2. Dari Dalam
2. Psikologis
Bagan 2.2
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku dan Hasil Belajar
Televisi merupakan media pembelajarn, maka media ini dapat dikategorikan
sebagai faktor eksternal yang dapat mempengaruhi siswa. Televisi dapat
mempengaruhi perilaku belajar siswa karena pengemasan pembelajaran melalui
51. 51
televisi sangat menarik. Pembelajaran yang disampaikan melalui televisi sangat
efektif mempengaruhi perilaku penonton. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya
perilaku yang meniru adegan-adegan ditelevisi. Pengetahuan yang disampaikan oleh
televisi lebih aktual dan menyeluruh, maka dapat membuat penonton mengikuti
pesan yang disampaikan.
Moh Surya (1985: 62) menyebutkan tujuh faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku belajar, yaitu:
1. Karakteristik pelajar
2. Karakteristik guru atau pengajar
3. Karakteristik kelompok
4. Karakteristik fasilitas fisik
5. Subjek Matter
6. Faktor lingkungan luar
Perilaku belajar akan optimal apabila faktor baik internal maupun eksternal
sudah dapat diselesaikan dengan baik. Pendapat lain dikatakan oleh Usman Uzer
(1993:10) yang berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
belajar siswa meliputi faktor yang berasal dari diri sendiri (internal) yang terdiri atas,
Pertama, faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh. Hal-hal yang termasuk faktor ini adalah panca indera yang tidak
berfungsi, perkembangan yang tidak sempurna, terdapat kelainan tingkah laku.
Kedua faktor psikologis yang terdiri atas faktor intelektif dan non intelektif. Faktor
intelektif meliputi faktor-faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat serta faktor
kecakapan yaitu prestasi yang dimiliki. Faktor non intelektif yaitu unsur-unsur
52. 52
kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi emosi dan
penyesuaian diri.
2.4 Pengertian/Hakikat IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
IPS merupakan program pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah, bersamaan dengan diberlakukannya kurikulum 1975 dan dianggap
sebagai suatu yang baru dikarenakan cara pandang yang di anutnya memang di
anggap baru (Djodjo S 1993;3). Di lapangan pendidikan IPS padakenyataannya
meliputi berbagai disiplin Ilmu. Selain itu, IPS berkaitan dengan seni dan musik,
agama, dan filsafat serta ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan IPS di sekolah diberikan
atas dasar pemikiran bahawa manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia lainnya, bersama individu atau manusia
mereka mengembangkan hidupnya sebagai kekuatan sosial. Pendidikan IPS harus
mencerminkan hasil pengorganisasian konsep-konsep ilmu sosial yang di
sederhanakan dan disajikan dengan mempertimbangkan tingkat perkembengan
pisikologi anak.
Melalui pengajaran PIPS diharapkan berbagai kemampuan dapat
berkembang pada diri siswa, khususnya untuk hidup di lingkungan masyarakat
tempat tinggal siswa. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial mengantarkan siswa
menjadi warga Negara yang baik, mengajarkan siswa bagaimana berpikir dan
dengan pelajaran IPS dapat menyampaikan warisan kebudayaan kepada anak.
Selain itu PIPS merupakan pengetahuan yang selalu berkenaan dengan kehidupan
nyata di lingkungan masyarakat. Dengan kata lain IPS merupakan usaha
mempelajari, menelaah dan mengkaji kehidupan sosial manusia dalam
53. 53
lingkungan masyarakat setempat, Nasional dan Internasional. Oleh karena itu,
IPS merupakan pengetahuan peraktis yang di ajarkan mulai dari tingkat sekolah
dasar hingga pendidikan menengah atas. Sekolah sebagai lembaga yang
mempersiapkan generasi penerus bangsa harus mampu membina siswa sesuai
dengan keadaan masa kini, serta siap berperan aktif dan menciptakan landasan
yang mampu berkiprah di masyarakat.
―pembelajaran IPS hendaklah menempatkan siswa sebagai subjek bukan hanya
sekedar objek dalam kegiatan belajar, dengan demikian adanya pengakuan
terhadap siswa dengan berbagai potensi yang dimiliki‖. (Swarma, 2004;23)
Program
pembelajaran
Ilmu Pengetahuan
sosial
harus mampu
memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang berorientasi pada aktifitas
belajar siswa. Keterlibatan siswa secara penuh dalam serangkaian aktifitas dan
pengalaman belajar mampu memberikan kesempatan yang luas pada siswa untuk
terlibat dalam proses memecahkan masalah di dalam lingkungan belajar yang
dibuat sebagaimana realitas yang sesungguhnya,
2.5 Tujuan Pembelajaran IPS
Menurut Clark (dalam Buchari Alma,2003:149-150) titik erat dari studi
sosial atau IPS adalah perkembangan individu yang dapat memahami
lingkungan sosialnya serta manusia dalam kegiatan dan interaksi antara
mereka. Untuk itu diharapkan agar siswa menjadi masyarakat yang
produktif serta dapat memberikan andil kepada masyarakat,mempunyai
rasa tanggung jawab, tolong menolong dan dapat mengembangkan nilainilai yang berlaku di masyarakat.
54. 54
Untuk mencapai tujuan yang umum ini, program pembelajaran IPS
difokuskan kepada penyediaan pengalaman belajar yang akan membantu siswa
untuk:
1. Memahami bahwa lingkungan fisik menentukan bila dan bagaimana
mansusia hidup.
2. Memahami bagaimana manusia berusaha menyesuaikan,mempergunakan,
mengontrol tenaga dan sumber daya lingkungan
3. Memahami bahwa perubahan adalah merupakan kondisi masyarakat yang
selalu ada berkembang setiap waktu mereka harus terlibat di dalamnya.
4. Mengenal dan mengerti implikasi dan perkembangan saling ketergantungan
manusia satu sama lain dan dengan bangsa lain di dunia.
5. Menghargai dan mengerti
persamaan semua ras,etnik,agama, dan
kebudayaan serta dapat menempatkan diri dalam masyarakat yang
pluralistic
6.
Menghargai hak-hak individu orang lain.
7.
Mengerti dan menghargai warisan leluhur sbagai asset bangsa.
Melalui tujuan-tujuan yang telah disebutkan diatas dapat kita
simpulkan
bahwa semuanya bermuara kepada siswa menjadi warga ngara yang baik. Oleh
karena itu tujuan program pembelajaran IPS diklasifikasikan sebagai berikut:
-Understanding ; Artinya siswa harus memiliki latar belakang pengetahuan yang
dibutuhkan dalam menghadapi masalah-masalah sosial.
-Attitude
; Artinya moral,cita-cita dan aspek kepercayaan yang dapat
membantu siswa bersikap baik dan bertanggung jawab.
55. 55
-Skill
; Meliputi skill sosial, keterampilan belajar dan kebiasaan
kerja,keterampilan kerja kelompok.
2.6 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan menggambarkan bagaimana ―Hubungan Antara
Kebiasaan Menonton Acara Informasi di Televisi Terhadap Perilaku Belajar
Siswa‖. Berdasarkan pengertian di atas, maka Peneliti mempunyai kerangka
pemikiran bahwa:
1. Tayangan televisi khususnya acara informasi sebagai media massa yang
memberikan informasi bagi khalayak.
2. Acara informasi sangat berpengaruh untuk meningkatkan pengetahuan siswa.
3. Perilaku belajar siswa dipengaruhi oleh tayangan televisi khususnya acara
informasi. Dari hasil studi yang dilakukan di Amerika Serikat tahun 1972
dikeluarkan laporan berjudul Television and Growing Up terdapat hubungan
antara kebiasaan menonton acara informasi dengan perilaku belajar siswa.
2.7 Anggapan Dasar
Anggapan dasar merupakan landasan teori dalam suatu penelitian, yang
kebenarannya dapat diterima tanpa mendahulukan penelitian. Asumsi atau
anggapan dasar menurut Subino (1982:6) adalah suatu kebenaran yang tidak
memerlukan lagi pengujian sekurang-kurangnya bagi peneliti saat ini. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Winarno Surakhmad (1982:38),
bahwa anggapan dasar, asumsi, atau postulat menjadi tumpuan segala pandangan
dan kegiatan terhadap masalah atau problematik. Anggapan dasar ini akan
melandasi proses penelitian ini dengan pengujian hipotesis. Penjelasan mengenai
56. 56
kebiasaan menonton acara informasi di televisi dan perilaku belajar menjadi
pandangan utama.
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan pada anggapan dasar, yaitu:
1. Kebiasaan menonton acara informasi di televisi merupakan salah satu
aktivitas sehari-hari yang dapat memberikan pengaruh bagi aktivitas lainnya.
2. Perilaku belajar siswa merupakan aktivitas pembelajaran yang dilakukan
untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan.
3. Setiap siswa memiliki kebiasaan dan perilaku belajar yang berbeda-beda.
Kebiasaan seorang siswa dalam menonton acara informasi akan berpengaruh
pada perilaku belajar siswa di sekolah maupun di rumah. Hubungan antara
kedua variabel tersebut akan menjadi acuan dalam penelitian ini.
2.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau alternatif yang masih perlu
diuji kebenarannya melalui data hasil penelitian dikatakan oleh S. Nasution
(1989:49).
Hipotesis
harus
dibuktikan
kebenarannya
secara
empirik.
Berdasarkan pengertian di atas, maka peneliti akan merumuskan hipotesisnya,
Hipotesis pokoknya adalah ―Terdapat Hubungan Antara Kebiasaan Menonton
Acara Informasi di Televisi Terhadap Perilaku Belajar Siswa‖.
Hipotesis yang dapat digunakan oleh peneliti yaitu:
Ho
: Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan menonton acara informasi di
televisi dengan perilaku siswa
H1
: Terdapat hubungan antara kebiasaan menonton acara informasi di
televisi
dengan
perilaku
belajar
siswa.
57. 57
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode merupakan sebuah strategi, cara atau pendekatan yang
digunakan untuk mencapai tujuan. Menurut Winarno Surakhmad (1994:20)
mengemukakan tentang pengertian metode, yaitu:
Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai
suatu tujuan, misalnya untuk menguji hipotesis, dengan menggunakan teknik
dan alat-alat tertentu, cara utama itu dipergunakan setelah penyelidikan
memperhitungkan kewajiban ditinjau dari tujuan penyelidikan serta dari situasi
penyelidikan.
Pengujian hipotesis dengan mempergunakan teknik-teknik tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
menggunakan
korelasi
Correlation
merupakan
angka
yang
menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel secara bersamasama atau lebih. Setelah itu akan digambarkan (deskriptif) dan penjelasan
(analitik) mengenai hubungan antara kedua variabel terhadap objek. Studi
deskriptif analitik dengan menggunakan pengujian hipotesis korelasi ganda
maka akan terlihat pola hubungannya.
Jenis penelitian deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi korelasi, yaitu penelaahan hubungan antara dua variabel pada situasi atau
satu objek. Penelitian ini akan menguji ―Hubungan Antara Kebiasaan
Menonton Acara Informasi di Televisi Terhadap Perilaku Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran IPS‖. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan antara
57
58. 58
fenomena atau hubungan antara satu variabel dengan variabel lain (Ali,
1993:28)
Pendapat lain dikemukakan menurut Hasan (2002:13) bahwa:
Metode deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata
cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, termasuk tentang
hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta
proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena.
Soedarmayanti dan Syarifudin Hidayat (2002:33) mengemukakan
bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam pencarian fakta status
kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun
suatu peristiwa pada masa sekarang dengan interpretasi yang tepat.
Studi korelasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
keterkaitan antara kebiasaan menonton acara informasi di televisi terhadap
perilaku belajar siswa untuk mengetahui seberapa banyak terdapat hubungan
antara variabel X (kebiasaan menonton acara informasi ditelevisi) dengan
variabel Y (perilaku belajar siswa).Arah penelitian juga akan terlihat pada
penelitian ini,dengan melihat
korelasi positif atau berkorelasi negatif.
Penelitian ini juga dapat menggambarkan uji liniaritas, artinya memang tidak
ada korelasi positif antara variabel satu dengan variabel yang lainnya.
Adapun pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.
Menurut Sugiyono (2007:13) pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang
memungkinkan dilakukan perncatatan hasil penelitian secara eksak dalam
bentuk angka.
59. 59
Penelitian ini mengkaji dua variabel utama, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel perlakuan atau sengaja diukur
oleh peneliti untuk menentukan hubungan atau pengaruh gejala yang diamati.
Variabel bebas disebut juga variabel penyebab karena merupakan variabel yang
mempengaruhi variabel lainnya, diberi notasi (X). Variabel X adalah kebiasaan
menonton acara informasi di televisi.
Variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk
mengetahui efek dari variabel bebas, disebut juga variabel akibat dan diberi
notasi (Y). Variabel bebas (X) adalah kebiasaan menonton acara informasi di
televisi dan varibel terkait (Y) adalah perilaku belajar.
Di bawah ini akan dijelaskan bagaimana pola hubungan antara
kebiasaan menonton acara informasi di televisi dengan perilaku belajar siswa.
Komponen apa saja yang dapat menjadi indikator pada variabel X. Komponen
apa saja yang dapat menjadi indikator variabel Y. Akan terlihat juga instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan dua
instrumen, yaitu angket dan wawancara.
60. 60
Penjelasan hubungan variabel penelitian ini dapat digambarkan pada
bagan di bawah ini sebagai berikut:
Kebiasaan menonton acara
informasi di televisi
Variabel X
Perilaku Belajar
Variabel Y
Indikator:
Indikator:
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
Intensitas menonton
Frekuensi menonton
Cara menonton
Jenis Acara Informasi
yang ditonton
Angket/Wawancara
Mengerjakan PR
Mempelajari materi
Mengerjakan tugas Sekolah
Jenis perilaku belajar yang
dilakukan
Angket/Wawancara
Uji Statistik
Bagan 2.3
Hubungan Variabel X dengan Variabel Y
3.2 Desain Penelitian
Agar memudahkan penelitian, diperlukan rancangan desain penelitian.
Menurut Sudjana (1991:1) satu hal yang penting diperhatikan dalam metode
penelitian adalah desain penelitian. Desain ini menggunakan penyebaran dua kali
angket.Angket yang pertama untuk mengklasifikasikan penonton dengan jenis
61. 61
kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan angket kedua tentang perilaku belajar
siswa.
Penelitian ini mengkaji dua variabel, yaitu kebiasaan menonton acara
informasi di televisi (X) dan perilaku belajar siswa (Y). Hubungan antara
varibel-variabel tersebut digambarkan dalam desain penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.1
Desain Penelitian
Variabel X Kebiasaan Menonton Acara Informasi di Televisi
(X)
Variabel Y
Perilaku Belajar
(Y)
XY
3.3 Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2007:117), populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan. Suatu kegiatan penelitian akan membutuhkan objek yang diteliti
baik berupa benda, gejala, peristiwa, maupun manusia.
Suharsimi Arikunto (1997:108) mengatakan bahwa populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen
yang ada di dalam wilayah peneliltian, penelitiannya merupakan penelitian
populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus.
62. 62
Populasi menurut Rochman Natawidjaja adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan masalah benda, atau kesatuan lain, ialah ruang lingkup atau
kesatuan lain yang dikenal kesimpulan dari research yang akan bersangkutan,
sedangkan ruang lingkup atau kesatuan yang dijadikan sumber data disebut
sampel. (Rohman N, 1982:29)
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa populasi adalah
segala sesuatu yang dapat dijadikan sumber penelitian (data). Sumber data dapat
berupa benda atau kesatuan yang dapat dijadikan kesimpulan dari penelitian.
Dalam penelitian ini, populasinya adalah siswa SD Negeri Kersamanah
Kabupaten Garut kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 yang berjumlah 180 responden.
Sampel dalam penelitian ini, menurut pendapat Suharsimi Arikunto
(1999:55), yaitu:
―Untuk sededar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100,
lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat
diambil antara 10% sampai 15% atau 20% sampai 25% atau lebih
bergantung pada besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti‖.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki sifat atau
karakteristik dari populasi tesebut. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SD
Negeri Kersamanah Kabupaten Garut berjumlah 36 orang. Pengambilan sampel
dengan cara teknik random yang telah dipisahkan menurut Teori Suharsimi
Arikunto
.Tabel 3.2
Daftar Populasi dan Sampel
Nama Sekolah
Populasi
Sampel
Kelas 4
Kelas 5
Kelas 6
SD Negeri
Jumlah
20% dari 180
A&B
A&B
A&B
Kersamanah
36
66
58
56
180
Kabupaten Garut
63. 63
3.4 Instrumen Penelitian
Mohammad
Ali
(1993:63)
mengemukakan
bahwa
instrumen
penelitian adalah alat pengumpulan data sesuai masalah yang diteliti Sudjana
(1989:97) menyatakan bahwa keberhasilan penelitian ditentukan oleh
instrumen yang digunakan, sebab data yang digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian (masalah) dan menguji hipotesis diperoleh melalui
instrumen. Penelitian ini akan menggunakan angket dan wawancara kepada
responden. Angket yang digunakan adalah angket tertutup. Menurut
Mohammad Ali (1958:128), angket jenis tertutup merupakan angket yang
sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan angket dengan jawaban
berupa skala sikap atau likert. Dalam skala likert, pertanyaan diajukan dan
dinilai sebagai berikut:
Sangat Setuju (SS)
Setuju (S)
Ragu – Ragu (RR)
Tidak Setuju (TS)
Sangat Tidak Setuju (STS)
Mohammad Ali (1992:72) mengatakan bahwa data yang dapat
dikumpulkan melalui penggunaan instrumen skala, diantaranya adalah data
tentang sikap, motivasi, minat, dan penilaian. Pada bagian lain Nana Sudjana
(1990:72) mengemukakan bahwa skala adalah alat untuk mengukur nilai,
sikap, perhatian, motivasi, yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk
64. 64
dinilai responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai angka sesuai
dengan kriterianya. Pada alternatif jawaban, terdapat masing-masing skor yang
bergantung pada jawaban-jawaban responden. Rating scale data mentah yang
diperoleh berupa angka yang kemudian ditafsirkan dalam bentuk deskriptif.
Pada skor jawaban angket ini menggunakan 1 sampai 5. Skor ini yang akan
menjadikan peneliti dapat mengambil kesimpulan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.3
Skala Penilaian Instrumen Penelitian Model Likert
Pertanyaan
SS
Positif
5
Negatif
1
Skor Jawaban
S
R
S
5
4
4
3
2
2
3
R
TS
2
4
T
STS
2
1
4
5
Instrumen kedua adalah wawancara. Menurut Suharsimi Arikunto
(1997:132), Interview yang sering disebut dengan wawancara atau kuesioner
lisan
adalah
sebuah
dialog
yang
dilakukan
oleh
pewawancara
(interviewer)untuk memperolah informasi dari terwawancara. Interview yang
digunakan peneliti untuk menilai keadaan seseorang, misalnya untuk mencari
data tentang variabel latar belakang murid, orang tua, pendidikan, perhatian,
sikap terhadap sesuatu. Wawancara pada penelitian ini digunakan untuk
mencari data pendukung angket. Objek wawancara ditujukan kepada orang tua
dan guru. Dilihat dari pelaksanaannya, penggunaan metode wawancara bebas
S
1
5
65. 65
(inguided interview) dengan pertanyaan inti yang tersusun. Diberikan kepada
lima orang guru dan lima orangtua siswa.Langkah-langkah yang dilakukan
dalam menyusun instrumen angket ini adalah sebagai berikut:
1.
Membuat kisi-kisi angket yang mencakup tujuan, aspek yang dinilai, dan
indikator.
2.
Menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan pada kisi-kisi yang telah
dibuat.
3.
Setiap butir pertanyaan oleh pembimbing dan untuk memperkuat kualitas
dari angket tersebut maka diadakan uji coba kepada peserta di luar sampel
penelitian dan selanjutnya dihitung validitas dan relliabilitas dari
instrumen uji coba.
4.
Hasil uji coba, kemudian dinilai untuk direvisi dan digunakan untuk
penelitian.
5.
Membuat petunjuk pengisian angket dan membuat kata pengantar dari
penulis.
6.
Penggandaan instrumen.
7.
Penyebaran angket pada responden sebenarnya.
3.5 Uji Coba Alat Pengumpulan Data
Instrumen ini diujicobakan kepada 15 orang siswa SD Negeri
Kersamanah 3 yang diklasifikasikan memiliki kesamaan dengan subjek
penelitian. Uji coba ini dilakukan dengan maksud untuk menguji tingkat
66. 66
validitas dan reliabilitasnya. Angket setelah diujicobakan baru akan terlihat
tingkat validitas dan reliabilitasnya.
1. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan atau
kesahihan dari suatu instrumen. Pengujian validitas butir dengan skor total
yang merupakan jumlah tiap skor butir. Rumus pendekatan yang digunakan
untuk tujuan ini adalah rumus korelasi Product Moment yang dikemukakan
oleh Pearson
N∑XY - (∑X)(∑Y)
rxy = —————————————————
2―
(∑X 2)(N∑Y)2 ― (∑Y)2)
√ ( N ∑X
keterangan
Rxy
= koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y
X
= jumlah skor dari tiap item dari seluruh responden
Y
= jumlah skor total seluruh item dari seluruh responden
N
= jumlah responden
Pengujian validitas instrumen ini menggunakan SPSS versi 11.0, melihat
mean, standar devisi, dan validasi. Dari hasil distribusi data akan terlihat :
N of Cases dan N of Item serta df dengan rumus:
Df = 15 – 2 = 13
Maka lihat r tabel pada taraf signifikansi 95% menurut buku Sugiyono
(1997:288) yaitu = 0,553. Hasil yang valid akan dilanjutkan menjadi angket
yang akan dijadikan penelitian.Uji validitas ini menghasilkan hasil yaitu: dua
67. 67
item pada variabel X tidak valid dengan jumlah 0,227 (no.14) dan 0,1262
(no. 18). Pada variabel Y terdapat lima item yang tidak valit, yaitu : nomor
10 dengan nilai 0,3032, nomor 45 dengan nilai 0,2272, nomor 47 dengan
nilai 0,4287, nomor 49 dengan nilai 0,2457, dan nomor 50 dengan nilai
0,4670. Hal ini mengurangi jumlah item yang akan diujicobakan. Untuk
variabel X menjadi 30 item dan variabel Y menjadi 45 item.
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Setelah diuji validitas setiap item selanjutnya alat pengumpul data tersebut
diuji reliabilitasnya. Reliabilitas berhubungan dengan masalah ketetapan atau
konsistensi tes. Reliabilitas tes berarti bahwa suatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data yang baik.
Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus p alpha,
mengingat setiap skor bukan item 1 dan 0, melainkan rentang antara nilai,
Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Suharsimi Arikunto (1998:20)
bahwa ―Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang
skornya bukan satu dan nol, misalnya angket atau bukan uraian‖.
Perhitungan reliabel juga dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 11.0.
Angket ini dapat dikatakan reliabel apabila nilai alpha hitung > r tabel. Akan
terlihat jumlah alpha yang lebih besar atau kecil dari r tabel. Untuk variabel
X maka nilai alpha hitung = 0,9745 > 0,553, maka angket tersebut relilabel.
Untuk variabel Y nilai alpha hitung = 0,9782 > 0,553, maka angket tersebut
reliabel.
68. 68
3.6 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
membuktikan kebenaran hipotesis yang telah dirumuskan.
3.6.1 Uji Kecenderungan
Uji ini untuk mengetahui gambaran umum mengenai kebiasaankebiasaan menonton acara informasi di televisi dan mengetahui gambaran umum
tentang perilaku belajar siswa. Uji ini dilakukan dengan menaksir rata-rata
menggunakan skor ideal, dengan klasifikasi sebagai berikut:
; Jika X > X ideal + 0,61 S ideal
adalah tinggi
; Jika X ideal – 0,61 S ideal < X ideal + 0,61 Sideal
adalah sedang
: Jika X < X ideal – 0,61 S ideal
adalah rendah
(Cece Rakhmat dan Solehudin, 1988:86)
3.6.2 Uji Normalitas
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui tingkat kenormalan
distribusi skor tentang hubungan kebiasaan menonton acara informasi di televisi
terhadap perilaku belajar siswa SD Negeri Kersamanah 3 Kabupaten Garut. .
Perhitungan Uji Normalitas data variabel X dan Variabel Y dilakukan
dengan menggunakan Uji One-Sample Kolmogrov-Smirnov Test. Uji normalitas
data penelitian ini menggunakan taraf signifikansi 0,05 atau tingkat kepercayaan
95% dengan pengujian normalitas, yaitu:
a. Jika nilai signifikansi uji normalitas data variabel X dan Y lebih besar dari
0,05 (>0,05) maka data berdistribusi normal.
69. 69
b. Jika nilai signifikansi uji normalitas data variabel X dan Y lebih kecil dari
0,05 (<0,05) maka data diatas berdistribusi tidak normal.
3.6.3 Uji Hipotesis
Uji hipotesis ini ditujukan untuk membuktikan hipotesis yang telah
dirumuskan. Pada uji hipotesis ini dapat melihat analisis mengenai hasil
penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis kerja. Hipotesis yang
dirumuskan adalah:
Ho : Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan menonton acara informasi
di televisi dengan perilaku belajar siswa.
H1 : Terdapat hubungan antara kebiasaan menonton acara informasi di
televisi dengan perilaku belajar siswa.
a. Uji Korelasi
Dalam mengolah data penelitian diperlukan uji korelasi yang akan melihat
keterkaitan antara hubungan antara variabel X yaitu : kebiasaan menonton
acara informasi di televisi dengan variabel Y yaitu: perilaku belajar siswa.
Maka dilakukan uji korelasi Product Moment Pearson, dengan rumus:
N∑XY - (∑X)(∑Y)
rxy = —————————————————
2―
(∑X 2)(N∑Y)2 ― (∑Y)2)
√ ( N ∑X
keterangan
Rxy
= koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y
X
= jumlah skor dari tiap item dari seluruh responden
Y
= jumlah skor total seluruh item dari seluruh responden
70. 70
N
= jumlah responden
Setelah harga rxy diperoleh, kemudian didistribusikan ke dalam rumus
uji t. Penggunaan rumus t ini digunakan untuk mengetahui nilai signifikansi
antara x dan y, yaitu:
r√ n - 2
t = ——————
2
√1–r
keterangan :
t
= uji signifikansi
r
= koefisien korelasi
N = jumlah responden
Pada pengujian hipotesis data dilakukan dengan taraf signifikansi 0,05
atau tingkat kepercayaan 95% dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
#. Jika nilai signifikansi (sig) uji hipotesis lebih besar dari 0,5 (>0,5), maka Ho
diterima dan Hi ditolak.
#.Jika nilai signifikansi (sig) uji hipotesis lebih kecil dari 0,5 (<0,5), maka Ho
diterima dan Hi ditolak.
Dalam pengertian:
Ho adalah hipotesis kerja yang menyatakan hubungan yang tidak berarti Hi
adalah hipotesis kerja yang menyatakan terdapat hubungan yang berarti. Untuk
lebih jelas dalam melihat hasil korelasi, setelah ini dapat kita koefisien korelasi
ditafsirkan dengan menggunakan kriteria penafsiran interpretasi r :
71. 71
Tabel 3.4
Interpretasi r
INTERVAL KOEFISIEN
TINGKAT HUBUNGAN
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
(Sugiyono, 1999:149)
Pengujian korelasi ini dengan menggunakan bantuan program SPSS versi
11.0. Dengan panduan buku latihan SPSS (Singgih Santoso, 2002)
b. Uji Koefisien Determinasi
Proses ini, merupakan langkah terakhir pengolahan data untuk mengetahui
bahwa variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain, hingga dapat
diketahui dengan menggunakan rumus koefisien determinan (KD), yaitu:
KD = r2 x 100%
Dengan r = koefisien korelasi
Hasil itu menunjukkan jumlah daya pengaruh antara satu variabel yang satu
dengan yang lainnya.
c. Uji Regresi
Uji Regresi digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu:
variabel bebas (kebiasaan menonton acara informasi di televisi) dan variabel
terikat (perilaku belajar siswa). Persamaan regresi sederhana dirumuskan
sebagai berikut; Y = a + bX
72. 72
Keterangan:
Y = Subyek variabel terikat
X = Variabel besar yang mempunyai nilai tertentu untuk diprediksikan
a
= Nilai Konstanta harga Y jika X = 0
b
= Nilai arah sebagai penentu prediksi yang menunjukkan nilai
peningkatan (+) atau penurunan (-) variabel Y
Dengan rumus,
n∑XY - ∑X∑Y
a = ———————————
n∑X2- (∑X)2
∑Y - b∑X
b = ———————
n
Perhitungan Uji Regresi dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer
program SPSS versi 11.0
d. Uji Anova
Uji Anova ini akan menunjukkan bahwa apakah X secara signifikansi
benar-benar mempengaruhi Y atau tidak ada hubungan (uji linearitas).
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan komputer SPSS versi 11.0. Uji
anova akan melihat berapa daya pengaruh ―Hubungan Antara Kebiasaan
Menonton Acara Informasi di Televisi Terhadap Perilaku Belajar Siswa pada
Mata Pelajaran IPS ‖.
73. 58
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk megetahui hubungan antara kebiasaan
menonton acara informasi di televisi dengan perilaku belajar siswa. Variabel X
akan dihubungkan dengan variabel Y dapat dilihat dengan :
X ideal
= Skor maksimal yang diperoleh sampel atau sempurna
X ideal
= ½ X ideal (dibagi setengah dari skor maksimal)
S ideal
= ⅓ X ideal (sepertiga dari hasil X rata-rata ideal)
Tabel 4.1
Sedang Interval Kategori
No
Interval
Kategori
1
Jika X > X ideal + 0,61 S ideal
Tinggi
2
X ideal – 0,61 S ideal < X ideal + 0,61 S ideal
Sedang
3
X < X ideal – 0,61 S ideal
Rendah
(Cece Rakhmat dan Solehudin, 1988:86)
Dari tabel di atas, maka akan dapat dinilai apakah antara variabel X dan
Y (Kebiasaan menonton acara informasi di televisi dengan perilaku belajar)
termasuk katergori tinggi, sedang, atau rendah. Data akan terlihat frekuensi dan
persentase dalam klasifikasi tersebut.
73
74. 74
4.1.1 Gambaran umum tentang variabel X (Kebiasaan Menonton Acara
Informasi di televisi)
Data variabel X dapat digambarkan tentang variabel X (kebiasaan menonton
acara informasi di televisi)
X ideal
= 150 diperoleh dari 30 item yang valid x 5 dari skor maksimal
X ideal
= 75 diperoleh dari setengah dari 150
S ideal
= 25 diperoleh dari sepertiga dari 75
Tabel 4.2
Sedang Interval Kategori
Variabel X (Kebiasaan Menonton Acara Informasi di Televisi)
No
Interval
Kategori
Frekuensi
Persentase
1
2
3
X > 105,5
44,5 < X < 105,5
X < 44,5
Tinggi
Sedang
Rendah
6
30
0
16,67
83,33
0
Data di atas dapat dianalisis menjadi bahwa 16,67% siswa mempunyai
kebiasaan menonton acara informasi di televisi yang tinggi, 83,33% sedang, dan
0% yang rendah. Hal ini dapat menjadi cermin bahwa kebiasaan menonton acara
informasi lebih tinggi 16,67%,yang menandakan bahwa jumlah menonton
sedang lebih banyak. Data ini dapat menggambarkan bahwa terdapat
kemungkinan siswa lebih menyukai acara lain dibanding acara informasi. Pada
36 sampel penelitian maka sebanyak 36 orang yang frekuensi menonton acara
informasi tinggi, 30 orang yang frekuensinya sedang, dan tidak ada siswa yang
tidak menonton acara informasi di televisi. Untuk lebih jelas, akan digambarkan
75. 75
melalui grafik tentang kebiasaan menonton acara informasi di televisi, sebagai
berikut:
83.33
persentase
100
50
16.67
0
0
Tinggi
Sedang
Rendah
Kategori
Grafik 4.3
Kebiasaan Menonton Acara Informasi di Televisi
Grafik di atas menunjukkan bahwa persentase kebiasaan menonton acara
informasi di televisi. Terlihat 83,33% jumlah sedang lebih banyak dibandingkan
jumlah yang lainnya.
4.1.2 Gambaran umum tentang variabel Y (perilaku Belajar Siswa)
Data pada pariabel Y akan menggambarkan perilaku belajar siswa. Akan
terlihat data menurut klasifikasi tinggi, sedang, dan rendah. Data uji
kecenderungan dapat digambarkan sebagai berikut:
X ideal
= 225
X ideal
= 112,5
S ideal
= 37,5
Dari data di atas, dapat dilihat X
item x 5 atau skor maksimal, X
ideal
ideal
sebesar 225 yang diperoleh dari 45
sebesar 112,5 yang diperoleh dari 225, dan
Sideal sebersar 37,5 yang diperoleh dari sepertiga 112,5. X ideal merupakan hasil
76. 76
dari skor maksimal dengan skala maksimal, hal ini tidak terjadi dalam penelitian
ini.
Dapat digambarkan secara lebih jelas tabel selang interval berikut ini:
Tabel 4.4
Selang Interval Untuk Perilaku Belajar
No
Interval
Kategori
Frekuensi
Persentase
1
2
3
X > 158,25
66,75 < X < 158,25
X < 66,75
Tinggi
Sedang
Rendah
6
30
0
16,67
83,33
0
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 16,67% siswa yang
memiliki perilaku belajar tinggi, sebesar 83,33% yang memiliki perilaku belajar
sedang, dan 0% yang berada dalam kategori rendah. sebagian besar dari hasil
penelitian mengatakan bahwa perilaku belajar siswa SD Negeri Kersamanah 3
adalah sedang.Dan perilaku belajar siswa tidak ada yang rendah seperti yang
terdapat dalam grafik ini:
83.33
persentase
100
50
16.67
0
0
Tinggi
Sedang
Rendah
Kategori
Grafik 4.5
Perilaku Belajar Siswa
Grafik di atas memperjelas keterangan kecenderungan data variabel Y
(perilaku belajar siswa)
77. 77
4.1.3 Analisis Hasil Perhitungan Instrumen
a. Uji Normalitas Data
Dalam melakukan perhitungan instrumen ini, peneliti menggunakan bantuan
perhitungan Program SPSS Versi 11.0. Data hasil perhitungan dapat dilihat
data hasil penelitian apakah normal atau tidak normal. Dalam tabel di bawah
ini akan terlihat berapa jumlah mean, standar deviasi, dan yang lainnya.
Tabel 4.6
One-Sample Kolmogorov-Smimov Test
Kebiasaan
Menonton
N
Normal Parameters a.b
Mean
Std. Deviation
Absolut
Positive
Negative
Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smimov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a.
b.
Perilaku
Belajar
36
50.08
10.001
.186
.186
.128
1.114
.167
36
50.03
9.970
.086
.052
.086
.516
.952
Test distribution is Normal
Calculated from data.
1) Dasar pengambilan keputusan
Jika probabillitas (Asymp.Sig.2-tailed) > 0,05 maka berdistribusi
Normal.
jika probabillitas (Asymp.Sig.2-tailed) < 0,05 maka berdistribusi Tidak
Normal.
2) Pengambilan Keputusan
Pada tabel di atas terlihat bahwa nila Asimp. Sig 2- tailed variabel X =
0,167 > 0,05, sehingga variabel X berdistribusikan Normal.
Pada tabel di atas terlihat bahwa nila Asimp. Sig 2- tailed variabel Y =
0,952 > 0,05, sehingga variabel X berdistribusikan Normal