1. 1. Pengertian Evaluasi Belajar
Menurut Sudjana (1990:31) evaluasi adalah “proses pemberian atau menentukan nilai kepada
objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu”. Sedangkan menurut Rusli (1990:22)
bahwa yang dimaksud evaluasi adalah “suatu proses sistematik untuk menentukan sampai
berapa jauh tujuan intruksional dapat dicapai oleh siswa”.
Dari uraian di atas maka evaluasi mengandung dua aspek yang penting yaitu:
a. Dalam evaluasi terdapat suatu proses sistematik untuk mengukur apakah siswa dapat
mendiagnosa, menyeleksi dan menyelesaikan suatu pekerjaan.
b. Evaluasi digunakan untuk mengukur, menilai pencapaian tujuan dan keberhasilan dari
kerja atau usaha guru.
Berdasarkan pengertian di atas maka pengertian evaluasi dan penilaian adalah istilah-istilah
yang lebih luas artinya dari pada pengukuran. Evaluasi mencakup deskripsi kelakuan
(behavior) siswa secara kualitatif maupun kuantitatif dan terhadap penilaian kelakuan
tersebut. Sedangkan ukuran hanya terbatas pada aspek penilaian yang bersifat tetap dan
kuantitatif.
2. Teknik Evaluasi Belajar
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan dalam mengevaluasi hasil belajar. Sedangkan
yang dimaksud evaluasi hasil belajar ekonomi adalah cara yang digunakan oleh guru dalam
mengevaluasi proses hasil belajar mengajar studi ekonomi.
Menurut Bukhori dalam (Arikunto, 2002:32) “tes adalah suatu percobaan yang digunakan
untuk mengetahui ada tidaknya hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok
murid”.
Menurut Arikunto (2002:31) terdapat dua lat evaluasi yakni teknik tes dan non tes. Teknik tes
menurut Indrakusuma dalam (Arikunto, 2002:32) adalah “suatu alat atau prosedur yang
sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang di
inginkan seseorang dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat”.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas tiga macam tes,
yakni tes formatif, dan tes sumatif (Arikunto, 2002:33). Tes yang baik harus memiliki
veliditas, reabilitas, objektivitas, praktibilitas, dan ekonomis.
Sedangkan teknik evaluasi selanjutnya adalah teknik non tes, menurut Arikunto (2002:26)
“teknik non tes meliputi skala bertingkat, kuisioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan,
dan riwayat hidup”.
Dari pengertian di atas yang dimaksud tes adalah cara penilaian yang komprehensif seseorang
individu atau keseluruhan usaha evaluasi program atau tes merupakan suatu alat pengumpul
informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat lain tes ini bersifat lebih resmi karena
penuh dengan batasan-batasan.
Banyak model evaluasi yang dikemukakan oleh para ahli. Tayibnapis (2000)
mengelompokkan model-model evaluasi program menjadi tiga kelompok yaitu model
evaluasi kuantitaif, model evaluasi kualitatif, dan model gabungan. Model evaluasi kuantitatif
terdiri dari model Tyler, model Horfil Tyler dan Maquire, model pendekatan sistem Alkin,
model evaluasi Scriven’s Formative-Sumative Model; CIPP Model (Sufflebeam); CSE-
UCLA Model; Stake’s Countenance Stake Model; Sciven’s Goal Free Model; Stake’s
Responsive Model”.
Kaufman & Thomas (Suharsimi Arikunto & Cepi Safruddin, 2004) membedakan model
evaluasi menjadi 7 yaitu: (1) model goal oriented evaluation (Tyler); (2) model goal free
evaluation (Scriven); (3) model formative-summative evaluation (Scriven); (4) model
2. countenance evaluation model (Stake); (5) CSE-UCLA evaluation model; (6) CIPP
evaluation model (Stufflebeam); dan (7) discrepancy model (Provus).
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) mengatakan bahwa, pemilihan model evaluasi yang akan
digunakan tergantung pada: (1) tujuan dan pertanyaan penelitian; (2) metode pengumpulan
data; dan (3) hubungan antara evaluator dengan administrator, melihat evaluasi, individu-
individu dalam program dan organisasi yang akan dievaluasi.
Sesuai dengan tujuan evaluasi dalam mengevaluasi peran Kepala Sekolah dalam peningkatan
kinerja guru SD Kabupaten Keerom Provinsi Papua adalah model pendekatan evaluasi yang
berfokus kepada keputusan (the decision focused approach).
Pendekatan evaluasi yang berfokus kepada keputusan, menekankan pada peranan informasi
yang sistemik untuk pengelolaan program dalam menjalankan tugasnya. Oleh sebab itu,
kegiatan evaluasi harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk keputusan program.
Pendekatan data dan laporan dibuat untuk menambah efektivitas pengelola program.
Selanjutnya karena program sering berubah selama beroperasi dari awal sampai akhir,
kebutuhan pemegang keputusan juga berubah dan evaluasi harus disesuaikan dengan keadaan
tersebut.
Pada tingkat perencanaan, pembuat program memerlukan informasi tentang masalah dan
kapasitas organisasi. Selama dalam tingkat implementasi administrator memerlukan
informasi tentang proses yang sedang berjalan. Bila program sudah selesai, keputusan-
keputusan penting akan dibuat berdasarkan hasil yang dicapai. Sebagai akibatnya, evaluator
harus mengetahui dan mengerti perkembangan program dan harus siap menyediakan
bermacam-macam waktu. Idealnya program dan sistem evaluasi dikembangkan bersama, tapi
hal ini tidak selalu dapat terjadi. Malahan sering evaluator diminta mengevaluasi setelah
program belajar.
Biasanya evaluator bekerja mundur, dari berbagai butir keputusan untuk mendesain kegiatan
pengumpulan data yang memberikan data yang relevan untuk mengurangi keragu-raguan.
Evaluator memerlukan 2 macam informasi dari klien. Pertama, ia harus mengetahui butir-
butir keputusan penting pada setiap periode selama program berjalan; kedua, ia perlu
mengetahui macam informasi yang mungkin akan sangat berpengaruh untuk setiap
keputusan. Tentu juga ada keputusan yang dibuat berdasarkan politik dan pertimbangan lain
yang tidak berhubungan dengan informasi yang relevan.
Keunggulan pendekatan ini ialah perhatiannya terhadap kebutuhan pembuat keputusan yang
khusus dan pengaruh, yang makin besar pada keputusan program yang relevan. Keterbatasan
pendekatan ini yaitu banyak keputusan ptb dibuat tiap pada waktu yang tepat, tapi dibuat
pada waktu yang kurang tepat. Seringkali banyak keputusan tidak dibuat berdasarkan data,
tapi tergantung pada impresi perorangan politik, perasaan, kebutuhan pribadi, dan lain-lain.
Dalam hal ini evaluator mungkin dapat memberi pengaruh positif yang lebih objektif dan
rasional. Pengaruh pendekatan ini terhadap pemfokusan evaluasi, seperti yang diperkirakan
bahwa proses pemfokusan evaluasi berasal dari pembuat keputusan sendiri. Evaluator perlu
mengetahui dan menentukan siapa di antara orang-orang tersebut yang memegang kunci
keputusan dan berkonsultasi dengannya.
Evaluasi pendidikan adalah suatu proses pembuatan pertimbangan tentang jasa, nilai, atau
manfaat program, hasil dan proses. Evaluasi biasanya dilakukan untuk kepentingan
pengambilan keputusan, misalnya tentang akan digunakan atau tidaknya sesuatu sistem,
strategi atau metode. Penelitian evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan data secara
sistematis guna membantu para pengambil keputusan. Para peneliti evaluasi yakin bahwa
hasil kerjanya akan bermanfaat bagi para pengambil keputusan dalam mengambil keputusan
yang lebih baik jika dibandingkan dengan apabila tidak ada penelitian yang dilakukan.
Nana Syaodih Sukamadinata (2005) mengemukakan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk
3. menyempurnakan program, kelayakan program, program dilanjutkan atau dihentikan, diubah
atau diganti. Sedangkan Suharsimi Arikunto & Cepi Safruddin (2004) menyatakan bahwa ada
dua macam tujuan evaluasi yaitu tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan umum diarahkan
pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing
komponen.
Agar dapat melakukan tugasnya maka seorang evaluator dituntut untuk mampu mengenali
komponen-komponen program. Program kerja yang dianggap sebagai perwujudan kinerja
dan pengembangan sumber daya pengurus dalam menjalankan perannya. Dengan
mengelolanya secara wajar dan berhasil guna akan dapat membantu meningkatkan partisipasi
masyarakat di daerah. Karena itu, ketika program tersebut tidak memperlihatkan hasil yang
maksimal diperlukan evaluasi terhadapnya. Pendapat-pendapat tersebut dapat saja
digolongkan ke dalam dua tujuan pokok, yakni sebagai penyempurnaan program yang
biasanya disebut formatif dan untuk memutuskan apakah program diteruskan atau dihentikan,
yang sering disebut sumatif.
Kegiatan evaluasi program tidak hanya ingin melanjutkan program, tetapi juga menghentikan
program, di samping meningkatkan prosedur-prosedur pelaksanaannya, mengalokasikan
sumber-sumber kelemahan, tetapi juga menentukan strategi serta teknik-teknik tertentu untuk
memperbaiki program di masa yang akan datang.
Kriteria Evaluasi
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriteria empirik. Kriteria empirik adalah
kriteria yang disusun atau yang dikembangkan berdasarkan kondisi lapangan dengan
mengacu pada komponen-komponen yang terlibat program sekolah.
Kriteria evaluasi selalu berhubungan dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
Dasar pertimbangannya adalah memudahkan evaluator dalam mempertimbangkan nilai atau
harga terhadap komponen-komponen program yang dinilainya, apakah telah berhasil sesuai
dengan yang ditentukan atau tidak, seperti yang dinyatakan oleh Sudarsono (1994) bahwa
kriteria yang dimaksud adalah kriteria keberhasilan program dan hal yang dinilai dapat
berupa dampak atau hasil yang dicapai atau prosesnya itu sendiri.
Sebagaimana diketahui bahwa belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Belajar menunjukkan pada apa
yang harus dilakukan seseorang sebagai objek yang harus dilakukan seseorang
sebagai subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjukkan pada
apa yang harus dilakukan oleh Guru sebagai Pengajar.
Pengertian Belajar Mengajar sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (1991 : 21)
sebagai berikut :
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai
bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah
lakunya, ketrampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya
penerimaannya dan lain- lain aspek yang ada pada individu.
Selanjutnya pengertian belajar yang dikemukakan oleh Gagae adalah sebagai berikut :
“Proses internal (proses yang terjadi dalam diri anak) yang berupa pemrosesan informasi
untuk menghasilkan perubahan- perubahan tingkah laku” (Moedjiono, dkk, 1992 : 17).
Bertitik tolak dari pengertian belajar tersebut dapatlah dipahami bahwa hakekat dari proses
belajar adlah upaya untuk mengubah perilaku seseorang. Jadi inilah hakekat belajar sebagai
inti dari proses pengajaran.
Seperti halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakekatnya adalah suatu proses mengatur,
4. mengorganisasian lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan
mendorong siswa melakukan proses belajar. Dalam hal ini Sudjana (1991 : 29) berpendapat
bahwa : “Mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam
melakukan proses belajar”.
Pendapat tersebut sejalan pengertian yang dikemukakan oleh William H. Bouston bahwa :
“Mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang (stimulan) bimbingan, pengarahan
dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar” (Moedjiono, 1992 : 17).
Keterpaduan proses belajar siswa dengan proses mengajar Guru, sehingga terjadi interaksi
belajar mengajar tidak datang begitu saja dan tidak tumbuh tanpa pengaturan dan
perencanaan yang seksama. Dalam hal ini yang perlu diingat adalah dalam proses pengajaran
terdapat empat komponen utama yang perlu diatur dan dikembangkan sedemikian rupa
sehingga seluruh komponen saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lainnya.
Keempat komponen tersebut adalah tujuan, bahan pelajaran, metode dan alat evaluasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penegrtian proses belajar mengajar adalah
serangkaian kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh Guru dan Siswa sebagai upaya
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Dalam proses pengajaran atau interaksi belajar mengajar yang menjadi persoalan utama
adalah adanya proses belajar pada siswa didik. Pelaksanaan kegiatan atau proses belajar
siswa ini mencapai dan memperoleh hasil yang optimal, maka perlu memperhatikan faktor-
faktor yang mempengaruhi. Walaupun faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa banyak
macamnya, namun pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) faktor utama, yaitu :
faktor intern dan faktor ekstern. Untuk lebih jelasnya dikemukakan beberapa teori sebagai
berikut :
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa (individu), yang dapat dibagi
menjadi beberapa bagiaa. Menurut Slameto (1988 : 89) berpendapat bahwa : “Faktor intern
dapat dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor psikologi, faktor fisiologi dan faktor kelelahan.
Dalam pembahasan ini faktor kelelahan dapat dimasukkan pada pembahasan faktor
psikologis dan faktor fisiologis”.
Faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar siswa, meliputi hal- hal sebagai berikut :
a. Faktor psikologis, meliputi : Intelegensi, Minat dan Bakat, Motivasi, Perhatian,
Kematengan, Kesiapan, Kondisi dan situasi psikologis siswa yang bersifat temporer
(Sementara).
b. Faktor Fisiologis, meliputi : kesehatan, kesehatan indera, cacat tubuh, kondisi fisik yang
bersifat temporer.
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar siswa itu adalah faktor yang berasal dari luar
diri siswa atau individu siswa. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Yang datang dari keluarga
b. Yang datang dari lingkungan sekolah
c. Yang datang dari masyarakat
Sedangkan aktivitas adalah suatu keadaan yang selalu digambarkan dengan gerak, jadi yang
dimaksud dengan aktivitas belajar adalah suatu gerak pelajar yang di dalamnya terdapat
berbagai cara yang dijalankan oleh para siswa untuk mencapai tujuan belajar.
5. Ujian ( Evaluasi )
Untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran, perlu dilakukan
usaha atau tindakan pengevalusian, dimana evaluasi pada dasarnya dapat memberikan
pertimbangan atau penilaian berdasarkan criteria tertentu. Menurut Nurkancana & Sumartana
(1986 : 1) yang dimaksud dengan evaluasi adalah : “suatu tindakan atau proses untuk
menentukan nilai dari pada sesuatu”.
Selanjutnya pengertian evaluasi menurut deskripsinya dapat dibedakan menjadi :
1. Evaluasi adalah proses memahami atau memberikan arti, mendapatkan dan
mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak – pihak yang mengambil
keputusan.
2. Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas- luasnya, sedalam- dalamnya yang
bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa
yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
3. Dalam rangka pengembangan system intruksional, evaluasi merupakan suatu kegaiatan
untuk menilai seberapa jauh program telah berjalan sebagaimana yang telah direncanakan.
4. Suatu alat untuk menentukan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada
dijalan yang diharapkan (Roetiyah, 2006: 97).
Dari pengertian evaluasi tersebut diatas dan dikaitkan dengan pembahasan dalam penulisan
skripsi ini, maka jelaslah bahwa evaluasi merupakan suatu patokan atau tolok ukur untuk
mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menyerap dan mengimplementasikan hasil
belajar dan sekaligus untuk mengukur dan menilai sampai sejauh mana program- program
penagajaran dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Evaluasi yang berarti pengungkapan dan pengukuran hasil belajar itu, pada dasarnya
merupakan proses penyususnan deskripsi siswa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif
Namun perlu penyusun kemukakan, bahwa kebanyakan pelaksanaan evaluasi cenderung
bersifat kuantitatif, lantaran penggunaan symbol angka atau skor utnuk menentukan kualitas
keseluruahan kinerja akademik siswa dianggap sangat nisbi. Walaupun begitu, yang piawai
dan professional perlu berusaha mencari kiat evaluasi yang lugas, tuntas, dan meliputi seluruh
kemampuan ranah cipta rasa, dan karsa siswa guna mengurangi kenisbian hasilnya.
Daftar Rujukan:
1. Hallen , A, 2002. Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Jakarta; Ciputat Pers.
2. Mudjiono, 1992. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.
3. Notoatmodjo, Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
4. Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika.
5. Prayitno & Erman Amti, 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka
Cipta.
6. Prayitno. 2001. Buku Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Padang: P4T IKIP Padang.
7. Slameto, 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.
8. Sudjana, Nana, 2003. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
9. Sukardi, Dewa Ketut. 2003. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
10. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Citra
Umbara.