SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 36
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pemerintah terus mengupayakan adanya keseimbangan antara pembangunan
dengan kelestarian lingkungan hidup. Salah satu upaya tersebut adalah dengan
pembentukan kelembagaan. Efektivitas kelembagaan lingkungan hidup dapat dilihat
dari kinerja instansi pemerintah, perangkat hukum dan peraturan perundang-
undangan, serta program yang dijalankan pemerintah dalam rangka menjaga
kelestarian lingkungan hidup dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Saat
ini, banyak kegiatan atau usaha yang berhadapan dengan masalah lingkungan karena
tuntutan dari masyarakat. Masalah lingkungan juga dapat mempengaruhi kinerja
suatu perusahaan dalam berbagai aktivitas bisnisnya.
Pemerintah telah melakukan berbagai cara termasuk dengan memperbaiki
instrument-instrumen hukum terutama yang terkait dengan lingkungan hidup. Salah
satu produk hukum terbaru yang disahkan oleh pemerintah adalah UU No 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang yang
berlaku sejak oktober 2009 dan tercatat dalam lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2009 No 140 ini menggantikan peran dari UU No 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lingkungan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupuan
manusia. Hal ini dikarenakan dimana seseorang hidup maka akan tercipta suatu
lingkungan yang berbeda dan sebaliknya. Pembangunan adalah sebagai suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social,
sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping, tetap mengejar
akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpaan pendapatan, serta
pengentasan kemiskinan agar menjadi lebih baik dan sehat.
Kabupaten Gresik yang merupakan salah satu hinterland Kota Surabaya. Selain
itu Kabupaten Gresik juga merupakan salah satu pusat kawasan industri terbesar
yang berada di Jawa Timur. Sektor penghasil Produk Domestik Regional Bruto
tertinggi Kabupaten Gresik adalah sektor industri, sehingga masyarakat luas
mengenal Kabupaten Gresik sebagai kota industri.
Dalam proses penataan ruang wilayah kabupaten Gresik Pemda beserta Dinas
Kebersihan dan Pertamanan mempunyai peranan penting, tugas pokok dan fungsi
dinas kebersihan dan pertamanan mencakup, membantu Bupati dalam melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan
hidup, kebersihan dan pertamanan kabupaten Gresik.
2
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari dan mengkaji
bagaimana proses penerapan RTH di Kawasan Industri Gresik di wilayah Kabupaten
Gresik. Bagaimana proses penerapannya mulai dari mempelajari UU Penataan Ruang,
Pedoman Teknis Kawasan Industri, sampai penerapannya dalam pembangunan.
Kemudian permasalahan atau hal-hal apa saja yang harus dilakukan selama proses
penerapannya.
1.3 Ruang Lingkup
Wilayah penerapan RTH yang menjadi objek kajian di dalam penulisan makalah
ini adalah di Gresik, khususnya wilayah Kabupaten Gresik. Sedangkan penerapan RTH
yang dikaji adalah di wilayah Kawasan Industri Gresik.
3
BAB 2
DESKRIPSI WILAYAH
2.1 Kabupaten Gresik
A. Luas dan Batas Wilayah
Lokasi Kabupaten Gresik terletak disebelah barat laut Kota Surabaya yang
merupakan Ibukota Provinsi Jawa Timur dengan luas wilayah 1.191,25 km² yang
terbagi dalam 18 Kecamatan dan terdiri dari 330 Desa dan 26 Kelurahan.
Kabupaten Gresik juga mempunyai wilayah kepulauan, yaitu Pulau Bawean dan
beberapa pulau kecil di sekitarnya. Wilayah Kabupaten Gresik sebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Selat Madura dan
Kota Surabaya, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Mojokerto, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan. Kabupaten
Gresik Kawasan Industri Gresik.
B. Letak dan Kondisi Geografis
Secara geografi s wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112° sampai 113° Bujur
Timur dan 7° samapai 8° Lintang Selatan. Sebagian besar wilayahnya merupakan
dataran rendah dengan ketinggian 2 sampai 12 meter diatas permukaan air laut
kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter diatas
permukaan air laut. Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik
merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang 140 Km meliputi Kecamatan
Kebomas, Gresik, Manyar, Bungah, Sidayu, Ujungpangkah, dan Panceng serta
Kecamatan Tambak dan Sangkapura yang berada di Pulau Bawean. Pada wilayah
pesisir Kabupaten Gresik telah difasilitasi dengan pelabuhan umum dan
pelabuhan/dermaga khusus, sehingga Kabupaten Gresik memiliki akses
perdagangan regional dan nasional. Keunggulan geografi s ini menjadikan Gresik
sebagai alternatif terbaik untuk investasi atau penanaman modal.
C. Topografi
Sebagian wilayah Kabupaten Gresik mempunyai dataran tinggi diatas 25 meter
diatas permukaan laut, mempunyai kelerengan 2-15 %, serta adanya faktor
pembatas alam berupa bentuk-bentuk batuan yang relatif sulit menyerap air (tanah
clay) yang terdapat di Kecamatan Bungah dan Kecamatan Dukun. Sebagian
kawasan pantai terdapat kawasan yang terabrasi dan intrusi air laut. Abrasi yang
terjadi meliputi Kecamatan Bungah, Ujung Pangkah, Panceng, Sangkapura dan
Tambak, Sedangkan Intrusi air laut terjadi di wilayah kecamatan Gresik, Kebomas,
Manyar, Bungah, Sidayu dan Ujung Pangkah. Hal ini juga diperparah dengan adanya
kawasan budidaya terbangun yang berbatasan langsung dengan garis pantai tanpa
memperhatikan sempadan pantai yang semestinya bebas dari bangunan.
4
D. Geologi
Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari jenis Aluvial,
Grumusol, Mediteran Merah dan Litosol. Curah hujan di Kabupaten Gresik adalah
relatif rendah, yaitu rata-rata 2.245 mm per t ahun. Berdasarkan ciri-ciri fi sik
tanahnya, Kabupaten Gresik dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu:
a. Kabupaten Gresik bagian Utara ( meliputi wilayah Panceng, Ujung Pangkah,
Sidayu, Bungah, Dukun, Manyar) adalah bagian dari daerah pegunungan Kapur
Utara yang memiliki tanah relatif kurang subur (wilayah Kecamatan Panceng).
Sebagian dari daerah ini adalah daerah hilir aliran Bengawan Solo yang
bermuara di pantai Utara Kabupaten Gresik/Kecamatan Ujungpangkah. Daerah
hilir Bengawan solo tersebut sangat potensial karena mampu menciptakan
5
lahan yang cocok untuk industri, perikanan, perkebunan, dan permukiman.
Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial terutama dengan
adanya beberapa jenis bahan galian mineral non logam. Sebagian dari bahan
mineral non logam ini telah dieksplorasi, dan sebagian lainnya sudah dalam
taraf eksploitasi.
b. Kabupaten Gresik bagian Tengah (meliputi wilayah; Duduk Sampeyan, Balong
Panggang, Benjeng, Cerme, Gresik, Kebomas ) merupa kan kawasan dengan
tanah relatif subur. Di wilayah ini terdapat sungai-sungai kecil, antara lain Kali
Lamong, Kali Corong, Kali Manyar, sehingga di bagian tengah wilayah ini
merupakan daerah yang cocok untuk pertanian dan perikanan.
c. Kabupaten Gresik bagian Selatan ( meliputi Menganti, Kedamean, Driyorejo
dan Wringin Anom) adalah merupakan sebagian dataran rendah yang cukup
subur dan seba gian merupakan daerah berbukit sehingga di bagian selatan
wilayah ini merupakan daerah yang cocok untuk industri, permukiman dan
pertanian. Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial terutama
dengan adanya beberapa jenis bahan galian mineral non logam. Sebagian dari
bahan mineral non logam ini telah dieksplorasi, dan sebagian lainnya sudah
dalam taraf eksploitasi.
d. Wilayah kepulauan Kabupaten Gresik berada di Pulau Bawean dan pulau kecil
sekitarnya yang meliputi wilayah Kecamatan Sangkapura dan Tambak adalah
merupakan sebagian dataran rendah yang cukup subur dengan jenis tanah
mediteran coklat kemerahan dan sebagian merupakan daerah berbukit
sehingga di bagian wilayah ini merupakan daerah yang cocok untuk pertanian,
pariwisata, dan perikanan. Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup
potensial dengan adanya jenis bahan galian mineral non logam spesifik (batu
onyx).
E. Hidrologi
Keadaan permukaan air tanah di Wilayah Kabupaten Gresik pada umumnya relatif
dalam, hanya daerahdaerah tertentu di sekitar sungai atau rawa-rawa sajayang
mempunyai permukaan air tanah agak dangkal. Pola aliran sungai di Kabupten
Gresik memperlihatkan wilayah Gresik merupakan daerah muara Sungai
Bengawan Solo dan Kali Lamong dan juga dilalui oleh Kali Surabaya di Wilayah
Selatan. Sungai-sungai ini mempunyai sifat aliran dan kandungan unsur hara yang
berbeda. Sungai Bengawan Solo mempunyai debit air yang cukup tinggi dengan
membawa sedimen lebih banyak dibandingkan dengan Kali Lamong, sehingga
pendangkalan di Sungai Bengawan Solo lebih cepat. Dengan adanya peristiwa
tersebut mengakibatkan timbulnya tanah-tanah oloran yang seringkali oleh
penduduk dimanfaatkan untuk lahan perikanan. Selain dialiri oleh sungai-sungai
tersebut diatas keadaan hidrologi Kabupaten Gresik juga ditentukan oleh adanya
waduk, embung, mata air, pompa air dan sumur bor.
6
F. Klimatologi
Iklim Kabupaten Gresik termasuk tropis dengan temperatur ratarata 28,5 °C dan
kelembaban udara rata-rata 75%. Curah hujan relative rendah, yaitu rata-rata
2.245 mm per tahun.
G. Penggunaan Lahan
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gresik Tahun 2010-
2030 rencana peruntukan penggunaan lahan di Kabupaten Gresik adalah sebagai
berikut :
a. Kawasan peruntukan hutan produksi 1.017 hektar;
b. Kawasan peruntukan pertanian 42.831,843 hektar;
c. Kawasan peruntukan perikanan 21.678,358 hektar;
d. Kawasan peruntukan pertambangan 817.249 hektar;
e. Kawasan peruntukan industri 12.448,026 hektar;
f. Kawasan peruntukan pariwisata 82.851 hektar;
g. Kawasan peruntukan pemukiman 26.097,091 hektar;
h. Kawasan andalan 8.555 hektar; dan
i. Kawasan peruntukan lainnya 6.644,010 hektar.
2.2 Kawasan Industri Gresik
Kawasan Industri Gresik adalah perusahaan developer yang khusus menyediakan lahan
industri untuk para investor lokal, nasional maupun internasional. Saat ini kami
menawarkan beragam fasilitas seperti: lahan industri, pergudangan, bangunan pabrik
sesuai standar dan pusat bisnis. Kawasan ini didukung dengan fasilitas dan
infrastruktur terpercaya yang memberi jaminan atas investasi penyewa. Kawasan
Industri Gresik berdiri di atas lahan seluas 135 Ha, dengan lahan infrastruktur seluas
44 Ha dan lahan komersil seluas 91 Ha.
Seiring dengan perkembangan perusahaan, manajemen kami berencana untuk
memperluas usaha di kawasan lain. Saat ini kami mengembangkan Kawasan Industri
Tuban yang dikelola secara profesional seperti halnya Kawasan Industri Gresik. Kami
terus berupaya meningkatkan kinerja dan layanan kepada investor secara
berkelanjutan untuk mempertahankan kerjasama yang saling menguntungkan saat ini
maupun yang akan datang. Hal ini pun merefleksikan komitmen kami terhadap visi dan
misi perusahaan.
Visi:
Menjadi perusahaan pengembang properti terkemuka yang senantiasa tumbuh dan
berkembang secara berkelanjutan.
Misi :
 PT Kawasan Industri Gresik senantiasa mengedepankan nilai inovasi dalam
menyediakan solusi kebutuhan properti bagi industri dan masyarakat.
7
 PT Kawasan Industri Gresik senantiasa mengembangkan layanan dan sistem
manajemen yang handal guna meningkatkan nilai tambah bagi konsumen dan
pemegang saham.
 Mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif sehingga menjadi pilihan utama
karyawan bekerja dan berkarir secara profesional.
 Mengemban tanggung jawab sosial secara proposional melalui aktivitas-aktivitas
Corporate Social Responsibility.
8
BAB 3
KAJIAN PUSTAKA
3.1 Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau atau disingkat RTH merupakan suatu bentuk pemanfaatan
lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan tanaman. Ruang
terbuka hijau yang ideal adalah 40% dari luas wilayah, selain sebagai sarana
lingkungan juga dapat berfungsi untuk perlindungan habitat tertentu atau budidaya
pertanian dan juga untuk meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang kelestarian
air dan tanah. Klasifikasi bentuk RTH umumnya antara lain RTH Konservasi/Lindung
dan RTH Binaan.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan
Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya
ruang yang cukup bagi:
 kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;
 kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
 area pengembangan keanekaragaman hayati;
 area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
 tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
 tempat pemakaman umum;
 pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
 pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
 penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria
pemanfaatannya;
 area mitigasi/evakuasi bencana; dan
 ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan
tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
 Istilah dan Definisi
Elemen lansekap, adalah segala sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan
suasana yang merupakan pembentuk lansekap, baik yang bersifat alamiah maupun
buatan manusia. Elemen lansekap yang berupa benda terdiri dari dua unsur yaitu
benda hidup dan benda mati; sedangkan yang dimaksud dengan benda hidup ialah
tanaman, dan yang dimaksud dengan benda mati adalah tanah, pasir, batu, dan
elemen-eleme lainnya yang berbentuk padat maupun cair.
Garis sempadan, adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan
dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar
kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk,
tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas.
9
Hutan kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang
kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun
tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang
terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan
jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya
adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.
Kawasan perkotaan, adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah angka persentase perbandingan antara
luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara
luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi
pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Lansekap jalan, adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada
lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk
topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk
dari elemen lansekap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya.
Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan
persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan
pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah,
nyaman dan memenuhi fungsi keamanan.
Penutup tanah, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup
tanah.
Peran masyarakat, adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas
kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan
kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Perdu, adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang
dan memiliki lebih dari satu batang utama.
Pohon, adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras.
Pohon kecil, adalah pohon yang memiliki ketinggian sampai dengan 7 meter.
Pohon sedang, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa 7-12 meter.
Pohon besar, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa lebih dari 12 meter.
10
Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik
dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana
dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.
Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak
termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa
badan air.
Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang
perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa
kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan.
Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh
pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan
masyarakat secara umum.
Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk
membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu
dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.
Semak, adalah tumbuhan berbatang hijau serta tidak berkayu disebut sebagai
herbaseus.
Tajuk, adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk.
Taman kota, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana
kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.
Taman lingkungan, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai
sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan.
Tanaman penutup tanah, adalah jenis tanaman penutup permukaan tanah yang
bersifat selain mencegah erosi tanah juga dapat menyuburkan tanah yang
kekurangan unsur hara. Biasanya merupakan tanaman antara bagi tanah yang
kurang subur sebelum penanaman tanaman yang tetap (permanen).
Tanggul, adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan
teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air
sungai.
Vegetasi/tumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik
yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu,
semak, dan rumput.
Wilayah, adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis.
11
 Fungsi dan Manfaat
RTH memiliki fungsi sebagai berikut:
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
 memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara
(paru-paru kota);
 pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat
berlangsung lancar;
 sebagai peneduh;
 produsen oksigen;
 penyerap air hujan;
 penyedia habitat satwa;
 penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
 penahan angin.
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
1. Fungsi sosial dan budaya:
 menggambarkan ekspresi budaya lokal;
 merupakan media komunikasi warga kota;
 tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam
mempelajari alam.
2. Fungsi ekonomi:
 sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur
mayur;
 bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-
lain.
3. Fungsi estetika:
 meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala
mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap
kota secara keseluruhan;
 menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
 pembentuk faktor keindahan arsitektural;
 menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan
sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti
perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.
12
 Manfaat RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu
membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan
mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu
pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan
persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan
fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).
 Tipologi RTH
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:
 Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami,
kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan
seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
 Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
 Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok,
memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan
struktur ruang perkotaan.
 Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.
 Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
 Luas wilayah
 Jumlah penduduk
 Kebutuhan fungsi tertentu
1. Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai
berikut:
 Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH
privat;
 Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30%
yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari
ruang terbuka hijau privat;
 Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang
bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau
perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap
dipertahankan keberadaannya.
 Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi
dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang
13
dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan
masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
2. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan
dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar
luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat
kelurahan
 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/
pusat kecamatan
 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di
dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar).
3. Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau
pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian
sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan
penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau
jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat
berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH
pengamanan sumber air baku/mata air.
 Prosedur Perencanaan
Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:
 penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan
dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR
Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah setempat;
 penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah
disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;
 tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:
 perencanaan;
 pengadaan lahan;
 perancangan teknik;
 pelaksanaan pembangunan RTH;
 pemanfaatan dan pemeliharaan.
 penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh
masyarakattermasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan
pembangunan;
14
 pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame
(billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
 mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing
daerah;
 tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya
menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat
merusak keutuhan bentuk tajuknya;
 tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;
 memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH;
 tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis.
3.2 Kawasan Industri
Menurut National Industrial Zoning Committee’s (USA) 1967 , yang dimaksud dengan
kawasan industri atau Industrial Estate atau sering disebut dengan Industrial Park
adalah suatu kawasan industri di atas tanah yang cukup luas, yang secara administratif
dikontrol oleh seseorang atau sebuah lembaga yang cocok untuk kegiatan industri,
karena lokasinya, topografinya, zoning yang tepat, ketersediaan semua
infrastrukturnya (utilitas), dan kemudahan aksesibilitas transportasi.
Definisi lain, menurut Industrial Development Handbook dari ULI ( The Urban Land
Institute), Washington DC (1975)1, kawasan industri adalah suatu daerah atau
kawasan yang biasanya didominasi oleh aktivitas industri.
Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri atas peralatan-
peralatan pabrik (industrial plants), penelitian dan laboratorium untuk pengembangan,
bangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum
yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka dan
lainnya.
Istilah kawasan industri di Indonesia masih relatif baru. Istilah tersebut digunakan
untuk mengungkapkan suatu pengertian tempat pemusatan kelompok perusahaan
industri dalam suatu areal tersendiri. Kawasan industri dimaksudkan sebagai padanan
atas industrial estates. Sebelumnya, pengelompokan industri demikian disebut “
lingkungan industri”.
Beberapa peraturan perundangan yang ada belum menggunaan istilah kawasan
industri, seperti: Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, belum
mengenal istilah-istilah semacam Lingkungan, Zona atau Kawasan industri. Pasal 14
UUPA baru mengamanatkan pemerintah untuk menyusun rencana umum persediaan,
peruntukan dan penggunaan tanah dan baru menyebut sasaran peruntukan tanah yaitu
untuk keperluan pengembangan industri, transmigrasi dan pertambangan ayat (1)
huruf (e) Pasal 14 UUPA.
15
Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, juga belum mengenal istilah
“kawasan Industri”. Istilah yang digunakan UU No. 5/1984 dalam pengaturan untuk
suatu pusat pertumbuhan industri adalah Wilayah Industri.
Di Indonesia pengertian kawasan industri dapat mengacu kepada keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 41 Tahun 1996 . Menurut Keppres tersebut, yang dimaksud dengan
kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri.
Menurut Marsudi Djojodipuro1, kawasan industri (industrial estate) merupakan
sebidang tanah seluas beberapa ratus hektar yang telah dibagi dalam kavling dengan
luas yang berbeda sesuai dengan keinginan yang diharapkan pengusaha. Daerah
tersebut minimal dilengkapi dengan jalan antar kavling, saluran pembuangan limbah
dan gardu listrik yang cukup besar untuk menampung kebutuhan pengusaha yang
diharapkan akan berlokasi di tempat tersebut.
Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang kawasan industry tersebut, dapat
disimpulkan, bahwa suatu kawasan disebut sebagai kawasan industri apabila memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. adanya areal/bentangan lahan yang cukup luas dan telah dimatangkan,
2. dilengkapi dengan sarana dan prasarana,
3. ada suatu badan (manajemen) pengelola,
4. memiliki izin usaha kawasan industri,
5. biasanya diisi oleh industri manufaktur (pengolahan beragam jenis).
Ciri-ciri tersebut diatas yang membedakan “kawasan industri” dengan “Kawasan
Peruntukan Industri”, “ Zona Industri”, dan ” Cluster Industri”. Kawasan Peruntukan
Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah (Kabupaten/Kota) yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud Zona Industri
adalah satuan geografis sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri,
baik berupa industri dasar maupun industri hilir, berorientasi kepada konsumen akhir
dengan populasi tinggi sebagai pengerak utama yang secara keseluruhan membentuk
berbagai kawasan yang terpadu dan beraglomerasi dalam kegiatan ekonomi dan
memiliki daya ikat spasial. Cluster Industri adalah pengelompokan di sebuah wilayah
tertentu dari berbagai perusahaan dalam sektor yang sama.
3.3 Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Industri
1. Kebutuhan Lahan
Pembangunan kawasan industri minimal dilakukan pada areal seluas 20 hektar.
Hal ini didasarkan atas perhitungan efisiensi pemanfaatan lahan atas biaya
pembangunan yang dikeluarkan, dan dapat memberikan nilai tambah bagi
pengembang.
16
Disamping itu setiap jenis industri membutuhkan luas lahan yang berbeda sesuai
dengan skala dan proses produksinya. Oleh karena itu dalam pengalokasian ruang
industri tingkat kebutuhan lahan perlu diperhatikan, terutama untuk menampung
pertumbuhan industri baru ataupun relokasi. Secara umum dalam perencanaan
suatu kawasan industri yang akan ditempati oleh industri manufaktur, 1 unit
industri manufaktur membutuhkan lahan 1,34 Ha. Artinya bila di suatu daerah
akan tumbuh sebesar 100 unit usaha industri manufaktur, maka lahan kawasan
industri yang dibutuhkan adalah seluas 134 Ha.
2. Pola Penggunaan Lahan
Sesuai dengan SK Menteri Perindustrian & Perdagangan No. 50/1997 tentang
standar teknis kawasan industri, terdapat 2 komponen penggunaan lahan yang
diatur, yaitu:
 Luas areal kapling industri maksimum 70% dari total luas areal
 Luas ruang terbuka hijau (RTH) minimum 10% dari total luas areal.
Sedangkan dari segi teknis perencanaan terdapat pula 2 komponen lain, yaitu :
 Jalan dan saluran antara 8 – 12% dari total luas areal
 Fasilitas penunjang antara 6 – 12% dari total luas areal
Ketentuan tentang pemanfaatan tanah untuk bangunan seperti Koefisien Dasar
Bangunan (KDB/BCR), Koefisien Lantai Bangunan/KLB, Garis Sempadan
Bangunan/GSB diatur sesuai dengan ketentuan Pemerintah Daerah yang berlaku.
17
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 UU RTH
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
dan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa
pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam UU
No. 26 Tahun 2007, secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit
30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.
Tipologi Ruang Terbuka Hijau
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan,
mengklasifikasikan RTH yang ada sesuai dengan tipologi berikut :
 Berdasarkan Fisik
RTH Alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman
nasional.
RTH Non Alami/Binaan, yang terdiri dari taman, lapangan lahraga, makam, dan
jalur-jalur hijau jalan.
 Berdasarkan Struktur Ruang
RTH dengan pola ekologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengelompok,
memanjang, tersebar.
RTH dengan pola planologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengikuti
hirarki dan struktur ruang perkotaan.
 Berdasarkan Segi Kepemilikan
1. RTH Publik
2. RTH Privat
 Berdasarkan Fungsi
1. Fungsi Ekologis
2. Fungsi Sosial Budaya
3. Fungsi Arsitektural/Estetika
4. Fungsi Ekonomi
Jenis-Jenis Ruang Terbuka Hijau
Jenis-jenis Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan berdasarkan Permendagri No.1
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan dan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
18
Berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 2007
 Taman Kota
 Taman Wisata Alam
 Taman Rekreasi
 Taman Lingkungan Perumahan dan Permukiman
 Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial
 Taman Hutan Raya
 Hutan Kota
 Hutan Lindung
 Cagar Alam
 Kebun Raya
 Kebun Bintang
 Pemakaman Umum
 Lapangan Olah Raga
 Lapangan Upacara
 Parkir Terbuka
 Lahan Pertanian Perkotaan
 Jalur Dibawah Tegangan Tinggi (SUTT dan SUTET)
 Sempadan Sungai, Pantai, Bangunan, Situ dan Rawa
 Jalur Pengaman Jalan, Median Jalan, Rel Kereta Apu, Pipa Gas dan Pedestrian
 Kawasan dan Jalur Hijau
 Daerah Penyangga (Buffer Zone) Lapangan Udara
 Taman Atap
BERDASARKAN PERMEN PU NO.5/PRT/M/2008
 RTH Pekarangan
 RTH Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha
 RTH dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof Garden)
 RTH Taman Rukun Tetangga
 RTH Taman Rukun Warga
 RTH Kelurahan
 RTH Kecamatan
 RTH Taman Kota
 Hutan Kota
 Sabuk Hijau
 RTH Jalur Hijau Jalan
 RTH Ruang Pejalan Kaki
 RTH di Bawah Jalan Layang
 RTH Fungsi Tertentu
19
PERAN STAKEHOLDER TERHADAP RUANG TERBUKA HIJAU
 Peran Masyarakat
 Peran Individu/Kelompok
 Peran Swasta
 Peran Lembaga/Badan Hukum
ISU-ISU RUANG TERBUKA HIJAU
Dalam makalah lokakarya pengembangan sistem RTH di perkotaan dalam rangkaian
acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang
Departemen Pekerjaan Umum oleh Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur
Lanskap Fakultas Pertanian – IPB, disebutkan bahwa empat issue utama dari
ketersediaan dan kelestarian RTH adalah :
 RTH kota yang tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas
 Menurunnya kualitas ini bisa berupa RTH yang hanya sedikit atau tidak ada, ada
RTH tetapi tidak fungsional, dan berkurangnya RTH karena maraknya alih guna
dan fungsi lahan. Hal ini selanjutnya memberikan dampak yang cukup berarti
tehadap kesinambungan kota. Diantaranya adalah:
a. Menurunkan kenyamanan kota: penurunan kapasitas dan daya dukung
wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan airtanah menurun, suhu kota
meningkat, dll).
b. Menurunkan keamanan kota: hal ini bisa terjadi karena ruang-ruang untuk
interaksi antar penduduk berkurang sehingga satu sama lain tidak saling
mengenal dan mudah terjadi gesekan-gesekan.
c. Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan artifak alami
sejarah yang bernilai kultural tinggi.
d. Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya kesehatan
masyarakat secara fisik dan psikis).
 Lemahnya lembaga pengelola RTH
 Karena beberapa hal lembaga yang seharusnya mengelola RTH menjadi lemah
dan kurang berperan. Hal itu diantaranya adalah
a. Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat.
b. Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH.
c. Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH.
d. Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas.
 Lemahnya peran stake holders
a. Lemahnya persepsi masyarakat.
b. Lemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah.
 Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH
 Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota untuk RTH
fungsional.
20
4.2 UU KAWASAN INDUSTRI
Pembangunan kawasan industri merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan
industri yang berwawasanlingkungan serta memberikan kemudahan dan daya tarik
untuk berinvestasi. Hal ini sejalan dengan amanat dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1984 tentang Perindustrian bahwa upaya untuk mendorong pembangunan
industri perlu dilakukan melalui pembangunan lokasi industri yaitu berupa Kawasan
Industri. Guna mendorong percepatan pembangunan kawasan industri dimaksud,
pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Kawasan Industri, di mana setiap perusahaan industri baru setelah diberlakukannya
Peraturan Pemerintah tersebut, wajib masuk dalam Kawasan Industri. Dasar
pertimbangan mewajibkan industri baru masuk dalam kawasan industri agar industri
yang dibangun berada dalam tata ruang yang tepat dan benar, akrab lingkungan,
pengelolaan yang efektif dan efisien serta memudahkan dalam perencanaan dan
pengadaan infrastruktur yang diperlukan.
Dengan dibangunnya kawasan industri diharapkan dapat memberikan dampak
sebagai berikut:
a. Memberi kemudahan bagi dunia usaha untuk memperoleh kaveling industri siap
bangun yang sudah dilengkapi berbagai infrastruktur yang memadai;
b. Memberi kepastian hukum lokasi tempat usaha, sehingga terhindar dari segala
bentuk gangguan dan diperolehnya rasa aman bagi dunia usaha;
c. Mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus mengendalikan masalah
dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan industri.
Pembangunan suatu kawasan industri memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu
yaitu harus memenuhi kaidah-kaidah kelayakan teknis, ekonomis dan finansial; di
samping dukungan peraturan dan kebijakan pemerintah yang kondusif, yang diatur
dalam suatu Pedoman Teknis Kawasan Industri. Dengan adanya Pedoman Teknis
Kawasan Industri ini, diharapkan Pemerintah Daerah dan Instansi terkait lainnya
dapat memberikan pelayanan yang maksimal bagi para pelaku investasi dalam upaya
pengembangan kawasan industri di daerah.
LANDASAN HUKUM
Dalam penyusunan Pedoman Teknis Kawasan Industri ini, dilandasi oleh beberapa
peraturan perundangan yang terkait, yakni:
a. Undang-Undang:
1) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
2) Undang-Undang Nomor: 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
3) Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
4) Undang-Undang Nomor: 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
5) Undang-Undang Nomor: 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
6) Undang-Undang Nomor: 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
7) Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
21
8) Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
b. Peraturan Pemerintah:
1) Peraturan Pemerintah Nomor: 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan
Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri;
2) Peraturan Pemerintah Nomor: 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri;
3) Peraturan Pemerintah Nomor: 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup;
4) Peraturan Pemerintah Nomor: 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan;
5) Peraturan Pemerintah Nomor: 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
6) Peraturan Pemerintah Nomor: 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
7) Peraturan Pemerintah Nomor: 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber
Daya Air:
8) Peraturan Pemerintah Nomor: 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri;
c. Peraturan Presiden/Keputusan Presiden:
1) Keputusan Presiden Nomor: 33 Tahun 1990 tentang Pembangunan Tanah
bagi Pembangunan Kawasan Industri;
2) Keputusan Presiden Nomor: 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di
Bidang Pertanahan;
3) Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;
4) Peraturan Presiden Nomor: 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional;
5) Peraturan Presiden Nomor: 39 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu;
d. Peraturan Menteri/Keputusan Menteri:
1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 5 Tahun 1992 tentang Rencana
Tapak Tanah dan Tata Tertib Pengusahaan Kawasan Industri serta prosedur
Pemberian IMB dan Ijin Undang-Undang Gangguan (UUG)/HO bagi
perusahaan yang berlokasi dalam Kawasan Industri;
2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 63/PRT/1993 tentang Garis
Sempadan dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai
dan Bekas Sungai;
3) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 07/M-IND/PER/5/2005 tentang
Penetapan jenis-Jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat
Jenderal di Lingkungan Departemen Perindustrian;
22
4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 08 Tahun 2006 tentang
Pedoman Penyusunan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
5) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 11 Tahun 2006 tentang
Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
6) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 41/M-IND/PER/6/2008 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan
Tanda Daftar Industri;
7) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Negara Nomor:
2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi.
STANDAR TEKNIS PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI
Di samping kriteria lokasi dan kebutuhan infrastruktur, kegiatan industri juga harus
memenuhi standar teknis tertentu, yang juga akan mempengaruhi pengalokasian
ruang yang diperuntukkan bagi kegiatannya.
Pemahaman terhadap standar teknis kawasan industri diperlukan baik dalam rangka
memilih lokasi yang tepat bagi rencana lokasi kawasan industri maupun dalam
menilai apakah rencana pengembangan kawasan industri yang diusulkan oleh
investor dapat memenuhi berbagai prasyarat teknis, sehingga dapat menghindari
terjadinya permasalahan teknis dan lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut
beberapa persyaratan teknis kawasan industri akan diuraikan sebagai berikut:
a. Kebutuhan Lahan
Pembangunan kawasan industri minimal dilakukan pada areal seluas 50 hektar.
Hal ini didasarkan atas perhitungan efisiensi pemanfaatan lahan atas biaya
pembangunan yang dikeluarkan, dan dapat memberikan nilai tambah bagi
pengembang. Di samping itu setiap jenis industri membutuhkan luas lahan yang
berbeda sesuai dengan skala dan proses produksinya. Oleh karena itu dalam
pengalokasian ruang industri tingkat kebutuhan lahan perlu diperhatikan,
terutama untuk menampung pertumbuhan industri baru ataupun relokasi. Secara
umum dalam perencanaan suatu kawasan industri yang akan ditempati oleh
industri manufaktur, 1 unit industri manufaktur membutuhkan lahan 1,34 Ha.
Artinya bila di suatu daerah akan tumbuh sebesar 100 unit usaha industry
manufaktur, maka lahan kawasan industri yang dibutuhkan adalah seluas 134 Ha.
b. Pola Penggunaan Lahan
Pola Penggunaan Lahan untuk pengembangan kawasan industri adalah sebagai
berikut:
 Luas areal kapling industri maksimum 70% dari total luas areal.
 Luas ruang terbuka hijau (RTH) minimum 10% dari total luas areal.
 Jalan dan saluran antara 8 12% dari total luas areal.
 Fasilitas penunjang antara 6 12% dari total luas areal.
23
Ketentuan tentang pemanfaatan tanah untuk bangunan seperti Koefisien Dasar
Bangunan (KDB) atau Building Coverage Ratio (BCR), Koefisien Lantai Bangunan
(KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB) diatur sesuai dengan ketentuan
Pemerintah Daerah yang berlaku.
c. Sistim Zoning
Mengingat kawasan industri sebagai tempat beraglomerasinya berbagai kegiatan
industri manufaktur dengan berbagai karakteristik yang berbeda, dalam arti
kebutuhan utilitas, tingkat/jenis polutan maupun skala produksi, dan untuk
tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam penyediaan infrastruktur dan utilitas,
serta tercapai efisiensi dalam biaya pemeliharaan serta tidak saling mengganggu
antar industri yang saling kontradiktif sifat-sifat polutannya, maka diperlukan
penerapan sistem zoning dalam perencanaan bloknya, yang didasarkan atas:
 Jumlah limbah cair yang dihasilkan
 Ukuran produksi yang bersifat bulky/heavy
 Polusi udara Tingkat kebisingan
 Tingkat getaran Hubungan antar jenis industri
4.3 Pembangunan Kawasan Industri Ramah Lingkungan
Perencanaan pembangunan yang ramah lingkungan juga berdampak pada konsep
perencanaan konstruksi, pengaturan jendela berkaca dan penempatan massa. Iklim
sangat mempengaruhi konsep pembangunan suatu gedung yang nyaman ditambah
pula dengan konsep penghematan energi untuk pengaturan suhu dengan
menggunakan AC (air conditioner). Di Indonesia yang mempunyai iklim tropis panas
lembab membutuhkan efek pencahayaan yang tepat dan pengaturan suhu yang sesuai
agar suasana kerja dapat nyaman. Suhu dan kelembaban yang tinggi sangat tidak
nyaman karena penguapan sedikit dan gerak udara biasanya kurang. Beberapa unsur
pembangunan suatu kawasan baik perkotaan maupun industry yang perlu diamati
antara lain:
1. Desain dan konstruksi bangunan.
Adanya kemungkinan terdapat masalah bangunan dan geoteknik. Desain untuk
ventilasi dan pendinginan dengan cara alami, mungkin akan sangat diperlukan.
2. Ruang terbuka dan ekologi perkotaan.
Desain perkotaan sebaiknya menggabungkan koridor-koridor habitat, badan air
dan anak sungai, dan pohonpohon peneduh. Penggunaan lahan multi fungsi
mungkin menjadi kunci adaptasi ekologi perkotaan, dengan fokus pada kelompok
permukiman baru untuk perencanaan dan pemeliharaan karakter ekologis.
3. Utilitas.
Area-area yang jauh dari pelayanan fasilitas dan utilitas, serta area-area pantai
akan menjadi area yang rentan. Pengaruh yang paling besar akan terjadi pada
perubahan geoteknik dalam hidrologi dan air tanah, yang akan mempengaruhi
24
drainase serta jaringan suplay air bersih. Infrastruktur utama lainnya sering kali
berada pada lintas otoritas kewenangan dan membutuhkan pendekatan yang
kolaboratif.
4. Transportasi.
Berbagai prasarana transportasi seperti jalan kereta api (terutama di daerah
pantai dan daerahdaerah yang berpotensi banjir) kanalkanal, pelabuhan laut dan
udara harus diadaptasikan terhadap kejadiankejadian cuaca ekstrim.
5. Pengembangan sistem drainase dan pembuangan air kotor.
Area perkotaan akan membutuhkan desain engineering yang memasukkan unsur
area permeabel dan soft engineering.
6. Perencanaan dan zoning sensitive terhadap iklim dan menuntut konsistensi
pembuatan keputusankeputusan yang didasarkan pada pengetahuan mengenai
keterhubungan unsur-unsur iklim dan elemen kota serta berbagai konsekuensi
terhadap berbagai perubahan.
Batas kemampuan suatu lingkungan menerima beban adalah permasalahan global,
sedangkan kegiatan manusia membebani lingkungan secara individual merupakan
permasalahan lokal. Oleh karena itu manusia merupakan pusat perhatian pada
pemikiran yang berkesinambungan terhadap perencanaan lingkungan dan
pembangunan. Gambar berikut menerangkan daya tamping ekosistem dan beban
lingkungan maksimal yang dapat diakibatkan oleh kegiatan pembangunan. Beban
lingkungan tersebut mengandung pencemaran yang disebabkan oleh persiapan
pembangunan, yang meliputi bahan, penggunaan dan pembongkaran.
Berdasarkan ambang batas dan factor ekonomi (statistik pengeluaran, statistik lalu
lintas, standar amdal dan pelaksanaan nyata) akan dapat ditentukan pencemaran
lingkungan maksimal yang diperbolehkan per unit hunian. Pada lahan yang akan
digunakan untuk membangun gedung, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu mengenai kesuburan tanah yang ada apakah dapat hilang dengan adanya
pembangunan. Tanah yang berpotensi subur sebaiknya dipertahankan sebagai lahan
hijau dan tidak dialihfungsikan sebagai daerah yang terbangun.
Gedung juga membutuhkan perlindungan terhadap radiasi matahari, hujan, serangga
dan perlindungan terhadap angin keras3). Secara fisiologis iklim mempengaruhi
kenyamanan termal manusia. Suhu inti manusia adalah ± 37 ºC pada otot dan di
permukaan kulit manusia suhu menjadi lebih rendah yaitu 30 - 35ºC sedangkan pada
ujung hidung dan telinga yaitu 22ºC. Dengan metabolisme energy dalam tubuh maka
badan manusia melepaskan kalor sebesar ± 100 Watt. Pertukaran panas manusia
dengan lingkungannya tergantung dari suhu udara, suhu permukaan yang berada di
sekelilingnya, penyalur panas oleh permukaan tersebut, kelembapan dan angin.
Pengaruh iklim terhadap bangunan juga dapat menjadi pertimbangan yaitu sebaiknya
dibuat secara terbuka dengan jarak yang cukup di antara bangunan tersebut agar
gerak udara terjamin. Orientasi bangunan ditempatkan diantara lintasan matahari
25
dan angin sebagai kompromi antara letak gedung berarah dari timur ke barat dan
yang terletak tegak lurus terhadap arah angin. Gedung sebaiknya berbentuk persegi
panjang yang memberikan efek penerapan ventilasi silang. Ruang di sekitar bangunan
sebaiknya dilengkapi pohon peneduh tanpa menganggu aliran angin. Perlu
dipersiapkan saluran dan resapan air hujan dari atap dan halaman yang telah
diperkeras. Meskipun demikian tetap harus menyisakan minimal 30% lahan terbuka
untuk penghijauan.
Pengaruh suhu terhadap bangunan dapat diatur dengan memperhatikan letak, bentuk
dan lapisan permukaan gedung. Bidang yang kurang panas selalu akan menerima
panas dari bidang yang lebih panas. Hal yang sama juga terjadi antara dua benda
(lewat udara) maupun antara dua permukaan dinding (lewat tembok) dimana benda
hangat berupa udara yang hangat akibat radiasi matahari dan benda dingin berupa
udara di dalam rumah. Penukaran panas pada lapisan bidang permukaan luar gedung
dapat juga dipengaruhi oleh faktor pantulan dan penyerapan sinar panas. Panas
diserap oleh bagian dinding luar dan akan menghangatkan juga permukaan dinding
dalam sesudah beberapa saat menurut daya serap panas dan tebalnya dinding.
Perlindungan bangunan terhadap matahari merupakan tuntutan utama pada iklim
tropis panas lembab. Langkah yang paling sederhana adalah dengan penanaman
pohon peneduh di sekitar bangunan.Dengan melihat situasi pembangunan dan
masalah- masalah lingkungan di perkotaan yang sangat kompleks dan parah dan
mengakibatkan kualitas lingkungan menurun, maka pengembangan daerah hijau
(hutan kota dan taman kota) sebagai peredam sumber polusi udara harus
dikembangkan.
Masalah-masalah lingkungan yang mendorong perlunya pengembangan daerah hijau
adalah :
1. Tingkat polusi udara (debu, asap, aerosol dan sebagainya) sudah melewati
ambang batas. Satu hektar hutan memiliki potensi untuk mengikat 1.000 kg
debu/tahun yang diakibatkan oleh polusi udara dan mengolahnya menjadi
humus.
2. Suhu udara yang semakin panas. Setiap pohon yang ditanam mempunyai
kapasitas mendinginkan udara sama dengan rata-rata lima pendingin udara (AC)
yang dioperasikan selama 20 jam setiap harinya.
3. Kebisingan yang semakin parah. Setiap 93 m² hutan mampu menyerap
kebisingan sebesar 8 dB dan setiap hektar hutan dapat menetralisir CO2 yang
diakibatkan oleh 20 kendaraan bermotor.
4. Air tanah semakin terkuras. Setiap pohon besar mampu menguapkan 280 – 380 L
air/hari dan 170 – 230 L air/hari dapat diterserap oleh tanah di sekeliling
akarnya dan kemudian air tersebut meresap kedalam tanah menjadi air tanah.
5. Kebutuhan Oksigen setiap jam atau setiap hari bagi manusia terus meningkat.
Setiap pohon besar mampu memproduksi 4.580 kg O2 pertahun dan setiap
26
manusia membutuhkan 2,9 kg O2 per hari, sedangkan sebuah mobil sedan 100 kg
O2 untuk setiap 100 km.
6. Ruang terbuka hijau yang seharusnya 30% dari luas wilayah permukiman
semakin sempit karena taman-taman berubah fungsi menjadi bangunan gedung.
Hal ini perlu dihentikan segera dan melakukan penataan ulang.
Telah diketahui perubahan iklim dapat mempengaruhi fungsi dan struktur ruang
hijau, yang pada akhirnya berdampak pada lingkungan perkotaan pada kawasan itu
sendiri. Pengetahuan mengenai hal ini menjadi penting untuk memberikan respon
terhadap pengaruh-pengaruh perubahan iklim dengan strategi yang adaptif melalui
manajemen, perancangan dan perencanaan ruang hijau perkotaan.
Adanya 3 (tiga) tujuan penataan RTH, yaitu:
1. Dapat menciptakan tata ruang kota yang berwawasan lingkungan dan manusiawi
serta serasi sesuai dengan keindahan kota;
2. Dapat meningkatkan dan memelihara mutu lingkungan hidup perkotaan yang
hijau, segar, nyaman, bersih, indah dan teratur dan
3. Dapat menjaga dan memelihara lingkungan alam dengan lingkungan binaan yang
berguna bagi kebutuhan hidup masyarakat penghuni.
Banyak pendapat tentang luas RTH ideal yang dibutuhkan oleh suatu kawasan. Hal
tersebut dinyatakan bahwa dari sudut kesehatan seorang penduduk kota maksimal
memerlukan ruang terbuka seluas 15 m2, kebutuhan normal 7 m2 dan minimal harus
tersedia 3 m2. Pendapat lain berasal dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui
World Development Report (1984) menyatakan bahwa prosentase RTH yang harus
ada di kota adalah 50% dari luas kota atau bila kondisi sudah sangat kritis minimal
15% dari luas kota. Untuk Indonesia, Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum menyatakan bahwa luas RTH yang dibutuhkan untuk satu orang
adalah seluas 1,8 m2. Jadi RTH walaupun hanya sempit atau dalam bentuk tanaman
dalam pot tetap harus ada di sekitar individu. Lain halnya jika RTH akan dimanfaatkan
secara fungsional, maka luasannya harus benar-benar diperhitungkan dan
proporsional.
4.4 Keberadaan Rth Di Kawasan Industri
Secara umum keberadaan RTH bertujuan untuk menjaga menjaga kelestarian,
keserasian dan keseimbangan ekosistem yang meliputi unsur-unsur lingkungan,
sosial dan budaya. Demikian pula halnya dengan keberadaan RTH di suatu kawasan
industri penelitian dari Dirjen Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum pada
tahun 2006 dapat menjelaskan bahwa keberadaan RTH yang berkaitan dengan suatu
kawasan industri diharapkan mampu menjaga keseimbangan ekosistem dan dapat
berfungsi antara lain sebagai:
27
1. Penahan dan penyaring partikel padat dari udara
Dengan adanya RTH-kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer
bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan
serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di
udara akan menurun. Partikel yang melayang- layang di permukaan bumi
sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang
berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap
masuk ke dalam ruang stomata daun. Manfaat dari adanya tajuk pada RTH-kota
ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat jika dibandingkan
dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk di RTH- kota.
2. Ameliorasi iklim
Keberadaan RTH diupayakan untuk mengelola lingkungan agar pada saat siang
hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya permukaan yang diperkeras,
misalnya jalan (beraspal maupun dari beton), gedung bertingkat, jembatan laying,
papan reklame, menara, antene pemancar radio dan lain-lain. Sebaliknya pada
malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi
balik dari bumi6). Selanjutnya dijelaskan bahwa jumlah pantulan radiasi surya
suatu RTH sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur
tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu
udara pada daerah hijau lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi
oleh tanaman.
3. Pengelolaan Sampah
RTH-kota dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah yaitu dapat berfungsi
sebagai penyekat bau,. penyerap bau, pelindung tanah hasil bentukan
dekomposisi dari sampah dan penyerap zat yang berbahaya dan beracun/B3 yang
mungkin terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta B3 lain.
4. Pelestarian air tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan
memperbesar jumlah pori-pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis
dengan kemampuan menyerap air yang lebih besar maka kadar air tanah hutan
akan meningkat. Selain itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar
porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang meresap masuk kedalam tanah
sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan (surface run off).
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan
tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah (aquifer). Dengan
demikian RTH-kota yang dibangun pada daerah resapan air akan dapat
membantu mengatasi masalah kekurangan air baku (air dengan kualitas yang
baik).
28
x X
5. Mengurangi tekanan yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan
Kesejukan dan kenyamanan yang ditimbulkan akibat adanya RTH mampu
mengurangi kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO, SO , NO dan lainnya
dapat dikurangi oleh tajuk dan keberadaan RTH tersebut. RTH juga mampu
mengurangi kekakuan dan monotonitas suatu kegiatan di kawasan yang sudah
mulai terkena dampak pencemaran lingkungan.
4.5 Penerapan Rth Di Kawasan Industri Gresik
Ketersediaan RTH di Kecamatan Gresik masih minim jika. Beberapa bentuk RTH yang
terdapat di wilayah perencanaan adalah makam, kolam, belukar, lahan-lahan kosong,
tanah urug dan tambang kapur. Selain itu, beberapa bentuk RTH di Kecamatan Gresik
yang dapat diidentifikasi karena sudah memiliki fungsi antara lain adalah RTH di
lingkungan PT. Petrokimia dan PT. Semen Gresik, seperti lapangan sepakbola dan golf,
taman-taman kota, RTH di sepanjang jalur pipa gas, dan alun-alun.
Penggunaan lahan untuk RTH di Kecamatan Gresik adalah 89,39 Ha atau sebesar
16,14% dari total penggunaan lahan dengan penjabaran 4,59 % berupa makam,
0,91% kolam, 7,75 % lahan kosong, 2,88 % belukar. Jadi, total Ruang Terbuka Hijau di
wilayah perencanaan adalah 651,56 Ha atau sebesar 18,3 % dari total penggunaan
lahan.
Terdapat dua jenis kegiatan industri dan pergudangan di Kota Gresik yaitu yang
membentuk kawasan dan yang tersebar (scattered). Kegiatan industri dan
pergudangan di wilayah perencanaan yang membentuk kawasan/kelompok
tersendiri yaitu Komplek Industri Semen Gresik, Petrokimia Gresik, dan Maspion.
Ruang Terbuka Hijau pada kawasan industri tersebut meliputi RTH pekarangan
pemukiman, fasilitas sosial, fasilitas pendidikan, dan kawasan penyangga/buffer zone.
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Industri di Kota Gresik
No.
Kawasan
Industri
Luas
Wilayah
KDB
(%)
Luas RTH
(Ha)
1 Semen Gresik 201,25 60 80,5
2 Petrokimia
Gresik
123,125 55 55,41
Jumlah 201,25 135,41
Sumber: Data non-fisik program adipura 2007-2008
Sedangkan industri yang relatif besar tersebar di daerah Selatan dan Barat, seperti
PT. Nusantara Plywood, Perusahaan Nippon Paint, Pabrik Baja Barata, Pabrik Sepatu
New Era, Pabrik spare part kendaraan, SumberMas Plywood dan beberapa lainnya.
Untuk industri dan pergudangan luas seluruhnya adalah 786,685 Ha.
Ruang Terbuka Hijau/green belt yang difungsikan sebagai buffer zone akan
dikembangkan disekitar pusat kegiatan industri. Tujuan utama pengembangan ruang
terbuka hijau ini diantaranya adalah :
29
 Membatasi pengaruh yang ditimbulkan oleh kegiatan yang akan dikembangkan
terhadap lingkungan sekitamya atau sebaliknya
 Sebagai pengaman
 Menjaga kelestarian lingkungan
 Sebagai peneduh dan menciptakan lingkungan yang sejuk dan asri
 Mengurangi tingkat polusi, terutama polusi udara dan suara
Kawasan industri sangat potensial terhadap pencemaran udara (CO, CO2, Timbal,
Merkuri, debu) , air dan suara maka Green belt yang difungsikan sebagai buffer zone
akan direncanakan berbentuk memanjang mengikuti batas-batas area industri yang
dipenuhi pepohonan/tanaman yang mempunyai kemampuan menyerap polusi udara,
air dan suara sehingga meminimalisir dampak polusi kawasan-kawasan industri
tersebut.
Rencana Jenis Vegetasi Sebagai Buffer Kawasan Industri
Fungsi Buffer Jenis Vegetasi Keterangan
Peredam
Kebisingan
Bambu Cina  Penanaman :
< 1 m (rapat)
Kembang sepatu  Penanaman :
< 1 m (rapat)
 Perawatan:
- Frekuensi pemupukan 1 kali/ 4 – 6 bulan
(pupuk kandang/ kompos)
- Pemangkasan secara insidental
Akasia  Penanaman :
< 3 m (rapat)
 Perawatan :
- penyiraman non intensif
- cahaya penuh
Fungsi Buffer Jenis Vegetasi Keterangan
Jati  Penanama
n : 3 m
(rapat)
Soka  Penanama
n : 3 m
(rapat)
 Perawatan
- Frekuensi pemupukan 1 kali/3 bulan
- Frekuensi pemangkasan 1 kali/ bulan
30
Penyerap
Polusi Udara
Mahoni  Penanaman :
- 3 -4 m
 Perawatan :
- Pemupukan NPK kandungan nitrogen
tinggi (masa pertumbuhan) dan NPK
kandungan fosfor tinggi (masa
pembungaan)
- Pemangkasan secara incidental
Tanjung  Penanaman
- Jarak penanaman : 3-4 meter
- Jika ditanam rapat < 3 m berfungsi sebagai
pemecah angin
 Pemeliharaan
- Pemupukan saat pertumbuhan (NPK
berkadar N tinggi) dan saat pembuangan
(NPK dengan kadar P tinggi)
- Pemangkasan secara insidental
- Penyiraman semiintensif
Asam Kranji  Penanaman
- Jarak : 3 m
 Pemeliharaan
- Pemupukan 1 kali/4 bulan
- Pemangkasan secara insidental.
- Penyiraman intensif
Angsana  Penanaman
- 3- 5 m
Fungsi Buffer Jenis Vegetasi Keterangan
Kiara Payung  Penanaman
- Jarak : 3-4 m
- Jika ditanam rapat < 3 m berfungsi sebagai
pemecah angin
 Pemeliharaan
- Pemupukan pada masa pertumbuhan
(NPK dengan N tinggi) dan pemupukan
pada masa pembungaan (NPK dengan
kadar P tinggi)
- Penyiraman intensif
Penyerap
Deb
u Semen
Mahoni  Penanaman :
- 3 -4 m
 Perawatan :
- Pemupukan NPK kandungan nitrogen
tinggi (masa pertumbuhan) dan NPK
kandungan fosfor tinggi (masa
pembungaan)
- Pemangkasan secara insidental
31
Tanjung  Penanaman
- Jarak penanaman : 3-4 meter
- Jika ditanam rapat < 3 m berfungsi sebagai
pemecah angin
 Pemeliharaan
- Pemupukan saat pertumbuhan (NPK
berkadar N tinggi) dan saat pembuangan
(NPK dengan kadar P tinggi)
- Pemangkasan secara insidental
- Penyiraman semiintensif
Kiara Payung  Penanaman
- Jarak : 3-4 m
- Jika ditanam rapat < 3 m berfungsi sebagai
pemecah angin
 Pemeliharaan
- Pemupukan pada masa pertumbuhan
(NPK dengan N tinggi) dan pemupukan
pada masa pembungaan (NPK dengan
kadar P tinggi)
- Penyiraman intensif
Sumber: Hasil Rencana, Tahun 2010
32
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
1. Ruang Terbuka Hijau berpotensi dapat memperbaiki kondisi kualitas udara dan
air tanah. Tanaman dalam RTH melalui proses fotosintesis dapat menyerap
polutan udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan cerobong asap
pabrik. Tanaman melalui proses evapotranspirasi dapat menyimpan air hujan
sebagai imbuhan untuk air tanah, meningkatkan kenyamanan dan paru- paru
kota.
2. Bentuk fisik tanaman yang khas secara tidak langsung bermanfaat untuk
melindungi, mencegah bising, mencegah erosi dan sedimentasi.
3. Keberadaan RTH dewasa ini semakin menyusut dengan laju pertumbuhan
penduduk yang mendorong adanya alih fungsi lahan, sebagai tempat permukiman
dan perluasan areal usaha dan industri.
4. Keberadaan pengurangan jumlah RTH sangat dipengaruhi antara lain oleh
strategi kebijakan pengembangan kawasan yang ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah setempat dan preferensi masyarakat dalam menentukan skala prioritas
kebutuhan ruang bagi masing-masing kepentingan kegiatan.
5.2 SARAN
1. Meningkatkan pembuatan RTH dikawasan industry akan mengurangi dampak
polusi, karena di kabupaten Gresik terdapat banyak kawasan industri yang
dibangun. Dengan begitu limbah pabrik yang mencemari udara dan air tanah akan
berkurang.
2. Memperbanyak penanaman pohon-pohon yang dapat mengurangi dampak polusi.
3. Adanya sosialaisasi terhadap stakeholder mengenai pentingnya RTH untuk
lingkungan.
4. Menimbang betul adanya pembangunan untuk pengembangan kawasan yang
menyebabkan berkurangnya RTH dengan mengingat UU RTH pada suatu wilayah.
33
REFERENSI
http://penataanruang.pu.go.id/
http://office.pusdakota.or.id/
http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html
http://penataanruang.pu.go.id/
http://ruangterbukahijaukotamalang.weebly.com/
http://williamarsitektur.blogspot.co.id/
https://dedewulanhapsari.wordpress.com/
https://id.wikipedia.org/wiki/Ruang_Terbuka_Hijau
http://bappeda.bandaacehkota.go.id/
http://www.enciety.co/
https://kafiarchitect.wordpress.com/2015
http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/UU_No26_2007.pdf
34
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Izin-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “RTH di Kawasan Industri Gresik” sebagai tugas
mata kuliah Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Makalah kami ini berisi
tentang penerapan RTH di Kawasan Industri Gresik.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya sebagai ilmu dan pengetahuan
tentang RTH di Kawasan Industri Gresik pada mata kuliah Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami butuhkan untuk menyempurnakan makalah
ini. Atas perhatiannya kami mengucapkan terimakasih.
Penyusun
i
35
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan ……………………………………………………………………………. 2
1.3 Ruang Lingkup ……………………………………………………………………………. 2
BAB 2 DESKRIPSI WILAYAH ……………………………………………………………………………. 3
2.1 Kabupaten Gresik ……………………………………………………………………………. 3
2.2 Kawasan Industri
Gresik
……………………………………………………………………………. 6
BAB 3 KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………………………………………. 8
3.1 Ruang Terbuka
Hijau
……………………………………………………………………………. 8
3.2 Kawasan Industri ……………………………………………………………………………. 14
3.3 RTH di Kawasan
Industri
……………………………………………………………………………. 15
BBA 4 PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………. 17
4.1 UU RTH ……………………………………………………………………………. 17
4.2 UU Kawasan
Industri
……………………………………………………………………………. 20
4.3 Pembangunan
Kawasan Industri
Ramah
Lingkungan
……………………………………………………………………………. 23
4.4 Keberadaan RTH
Di Kawasan
Industri
……………………………………………………………………………. 26
4.5 Penerapan RTH
Di
Kawasan Industri
Gresik
……………………………………………………………………………. 28
BAB 5 SIMPULAN DAN
SARAN
……………………………………………………………………………. 32
5.1 Simpulan ……………………………………………………………………………. 32
5.2 Saran ……………………………………………………………………………. 32
REFERENSI ……………………………………………………………………………. 33
ii
36
TUGAS
Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup
MAKALAH
“Penerapan RTH di Kawasan Industri”
Oleh :
Marlia Utami
NIM 20157279046
JURUSAN MAGISTER PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA JAKARTA
2017

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

PPT MATERI I - PENATAAN RUANG DALAM FRAME - ZULFIKAR MARDIYADI.pdf
PPT MATERI I - PENATAAN RUANG DALAM FRAME - ZULFIKAR MARDIYADI.pdfPPT MATERI I - PENATAAN RUANG DALAM FRAME - ZULFIKAR MARDIYADI.pdf
PPT MATERI I - PENATAAN RUANG DALAM FRAME - ZULFIKAR MARDIYADI.pdf
HackEuy
 
LAPORAN PERJALANAN DINAS KE KEMEN LH DAN KEHUTANAN
LAPORAN PERJALANAN DINAS  KE KEMEN LH DAN KEHUTANANLAPORAN PERJALANAN DINAS  KE KEMEN LH DAN KEHUTANAN
LAPORAN PERJALANAN DINAS KE KEMEN LH DAN KEHUTANAN
NOPIAN ANDUSTI, S.E.,M.T
 
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAANMANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
Himpunan Mahasiswa Planologi ITS
 
Bab 4 pendekatan dan metodologi
Bab 4   pendekatan dan metodologiBab 4   pendekatan dan metodologi
Bab 4 pendekatan dan metodologi
dandi rustandi
 

La actualidad más candente (20)

Permen PU Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang K...
Permen PU Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang K...Permen PU Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang K...
Permen PU Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang K...
 
Materi Teknis RTRW Provinsi Riau
Materi Teknis RTRW Provinsi RiauMateri Teknis RTRW Provinsi Riau
Materi Teknis RTRW Provinsi Riau
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi SelatanRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
 
Pedoman penyusunan RDTR Kota
Pedoman penyusunan RDTR KotaPedoman penyusunan RDTR Kota
Pedoman penyusunan RDTR Kota
 
PPT MATERI I - PENATAAN RUANG DALAM FRAME - ZULFIKAR MARDIYADI.pdf
PPT MATERI I - PENATAAN RUANG DALAM FRAME - ZULFIKAR MARDIYADI.pdfPPT MATERI I - PENATAAN RUANG DALAM FRAME - ZULFIKAR MARDIYADI.pdf
PPT MATERI I - PENATAAN RUANG DALAM FRAME - ZULFIKAR MARDIYADI.pdf
 
Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera
Rencana Tata Ruang Pulau SumateraRencana Tata Ruang Pulau Sumatera
Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera
 
Rencana tata ruang dan kaitannya dengan ripparda
Rencana tata ruang dan kaitannya dengan rippardaRencana tata ruang dan kaitannya dengan ripparda
Rencana tata ruang dan kaitannya dengan ripparda
 
Sekilas administrasi pertanahan
Sekilas administrasi pertanahanSekilas administrasi pertanahan
Sekilas administrasi pertanahan
 
Aspek Kelembagaan, Pembiayaan, Peraturan, dan Peran Masyarakat dalam Pengelol...
Aspek Kelembagaan, Pembiayaan, Peraturan, dan Peran Masyarakat dalam Pengelol...Aspek Kelembagaan, Pembiayaan, Peraturan, dan Peran Masyarakat dalam Pengelol...
Aspek Kelembagaan, Pembiayaan, Peraturan, dan Peran Masyarakat dalam Pengelol...
 
LAPORAN PERJALANAN DINAS KE KEMEN LH DAN KEHUTANAN
LAPORAN PERJALANAN DINAS  KE KEMEN LH DAN KEHUTANANLAPORAN PERJALANAN DINAS  KE KEMEN LH DAN KEHUTANAN
LAPORAN PERJALANAN DINAS KE KEMEN LH DAN KEHUTANAN
 
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAANMANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
 
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KotaPedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
 
Sistematika Dokumen Rencana Induk (Master Plan) Air Limbah
Sistematika Dokumen Rencana Induk (Master Plan) Air LimbahSistematika Dokumen Rencana Induk (Master Plan) Air Limbah
Sistematika Dokumen Rencana Induk (Master Plan) Air Limbah
 
LAPORAN ANTARA
LAPORAN ANTARALAPORAN ANTARA
LAPORAN ANTARA
 
Tata Cara Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan
Tata Cara Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Tata Cara Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan
Tata Cara Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan
 
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
 
KLHS
KLHSKLHS
KLHS
 
Bab 4 pendekatan dan metodologi
Bab 4   pendekatan dan metodologiBab 4   pendekatan dan metodologi
Bab 4 pendekatan dan metodologi
 
Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah
Perencanaan dan Penganggaran PemerintahPerencanaan dan Penganggaran Pemerintah
Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BandungRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung
 

Similar a Makalah RTH di kawasan industri

148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
Ary Ajo
 
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
Ade Rohima
 

Similar a Makalah RTH di kawasan industri (20)

Bab1 pendahuluan
Bab1 pendahuluanBab1 pendahuluan
Bab1 pendahuluan
 
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
 
Renja
RenjaRenja
Renja
 
Kelompok 4 teori pembangunan
Kelompok 4 teori pembangunanKelompok 4 teori pembangunan
Kelompok 4 teori pembangunan
 
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
P16 sumber daya alam dan lingkungan hidup (1)
 
Bab 4 rev 02
Bab 4 rev 02Bab 4 rev 02
Bab 4 rev 02
 
Tata ruang dan degradasi lahan
Tata ruang dan degradasi lahanTata ruang dan degradasi lahan
Tata ruang dan degradasi lahan
 
hidrogeologi sumber daya air provinsi jambi
hidrogeologi sumber daya air provinsi jambihidrogeologi sumber daya air provinsi jambi
hidrogeologi sumber daya air provinsi jambi
 
Galian c~dampak terhadap deliserdang
Galian c~dampak terhadap deliserdangGalian c~dampak terhadap deliserdang
Galian c~dampak terhadap deliserdang
 
Bab 3 gambaran
Bab 3   gambaranBab 3   gambaran
Bab 3 gambaran
 
Artikel plh
Artikel plhArtikel plh
Artikel plh
 
Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...
Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...
Uu no.-1-tahun-2014-tentang-perubahan-atas-uu-no.-27-tahun-2007-tentang-penge...
 
1 uu-2014-1
1 uu-2014-11 uu-2014-1
1 uu-2014-1
 
Presentasi polreg
Presentasi polregPresentasi polreg
Presentasi polreg
 
Makalah Reklamasi Pantai - Penolakan Masyarakat Terhadap Reklamasi Teluk Beno...
Makalah Reklamasi Pantai - Penolakan Masyarakat Terhadap Reklamasi Teluk Beno...Makalah Reklamasi Pantai - Penolakan Masyarakat Terhadap Reklamasi Teluk Beno...
Makalah Reklamasi Pantai - Penolakan Masyarakat Terhadap Reklamasi Teluk Beno...
 
Pengelolaan Pesisir
Pengelolaan  PesisirPengelolaan  Pesisir
Pengelolaan Pesisir
 
36 sebatik
36 sebatik36 sebatik
36 sebatik
 
Uu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 k
Uu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 kUu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 k
Uu 01 2014 ttg perubahan uu pegelolaan wilayah p3 k
 
Uu no 1 2014
Uu no 1 2014Uu no 1 2014
Uu no 1 2014
 

Último

Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
MaskuratulMunawaroh
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
DessyArliani
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 

Último (20)

MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
 
Latihan Soal untuk US dan Tryout SMP 2024
Latihan Soal untuk  US dan Tryout SMP 2024Latihan Soal untuk  US dan Tryout SMP 2024
Latihan Soal untuk US dan Tryout SMP 2024
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 

Makalah RTH di kawasan industri

  • 1. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemerintah terus mengupayakan adanya keseimbangan antara pembangunan dengan kelestarian lingkungan hidup. Salah satu upaya tersebut adalah dengan pembentukan kelembagaan. Efektivitas kelembagaan lingkungan hidup dapat dilihat dari kinerja instansi pemerintah, perangkat hukum dan peraturan perundang- undangan, serta program yang dijalankan pemerintah dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Saat ini, banyak kegiatan atau usaha yang berhadapan dengan masalah lingkungan karena tuntutan dari masyarakat. Masalah lingkungan juga dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan dalam berbagai aktivitas bisnisnya. Pemerintah telah melakukan berbagai cara termasuk dengan memperbaiki instrument-instrumen hukum terutama yang terkait dengan lingkungan hidup. Salah satu produk hukum terbaru yang disahkan oleh pemerintah adalah UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang yang berlaku sejak oktober 2009 dan tercatat dalam lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 No 140 ini menggantikan peran dari UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lingkungan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupuan manusia. Hal ini dikarenakan dimana seseorang hidup maka akan tercipta suatu lingkungan yang berbeda dan sebaliknya. Pembangunan adalah sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping, tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpaan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan agar menjadi lebih baik dan sehat. Kabupaten Gresik yang merupakan salah satu hinterland Kota Surabaya. Selain itu Kabupaten Gresik juga merupakan salah satu pusat kawasan industri terbesar yang berada di Jawa Timur. Sektor penghasil Produk Domestik Regional Bruto tertinggi Kabupaten Gresik adalah sektor industri, sehingga masyarakat luas mengenal Kabupaten Gresik sebagai kota industri. Dalam proses penataan ruang wilayah kabupaten Gresik Pemda beserta Dinas Kebersihan dan Pertamanan mempunyai peranan penting, tugas pokok dan fungsi dinas kebersihan dan pertamanan mencakup, membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup, kebersihan dan pertamanan kabupaten Gresik.
  • 2. 2 1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari dan mengkaji bagaimana proses penerapan RTH di Kawasan Industri Gresik di wilayah Kabupaten Gresik. Bagaimana proses penerapannya mulai dari mempelajari UU Penataan Ruang, Pedoman Teknis Kawasan Industri, sampai penerapannya dalam pembangunan. Kemudian permasalahan atau hal-hal apa saja yang harus dilakukan selama proses penerapannya. 1.3 Ruang Lingkup Wilayah penerapan RTH yang menjadi objek kajian di dalam penulisan makalah ini adalah di Gresik, khususnya wilayah Kabupaten Gresik. Sedangkan penerapan RTH yang dikaji adalah di wilayah Kawasan Industri Gresik.
  • 3. 3 BAB 2 DESKRIPSI WILAYAH 2.1 Kabupaten Gresik A. Luas dan Batas Wilayah Lokasi Kabupaten Gresik terletak disebelah barat laut Kota Surabaya yang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Timur dengan luas wilayah 1.191,25 km² yang terbagi dalam 18 Kecamatan dan terdiri dari 330 Desa dan 26 Kelurahan. Kabupaten Gresik juga mempunyai wilayah kepulauan, yaitu Pulau Bawean dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Wilayah Kabupaten Gresik sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Selat Madura dan Kota Surabaya, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan. Kabupaten Gresik Kawasan Industri Gresik. B. Letak dan Kondisi Geografis Secara geografi s wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112° sampai 113° Bujur Timur dan 7° samapai 8° Lintang Selatan. Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2 sampai 12 meter diatas permukaan air laut kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter diatas permukaan air laut. Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang 140 Km meliputi Kecamatan Kebomas, Gresik, Manyar, Bungah, Sidayu, Ujungpangkah, dan Panceng serta Kecamatan Tambak dan Sangkapura yang berada di Pulau Bawean. Pada wilayah pesisir Kabupaten Gresik telah difasilitasi dengan pelabuhan umum dan pelabuhan/dermaga khusus, sehingga Kabupaten Gresik memiliki akses perdagangan regional dan nasional. Keunggulan geografi s ini menjadikan Gresik sebagai alternatif terbaik untuk investasi atau penanaman modal. C. Topografi Sebagian wilayah Kabupaten Gresik mempunyai dataran tinggi diatas 25 meter diatas permukaan laut, mempunyai kelerengan 2-15 %, serta adanya faktor pembatas alam berupa bentuk-bentuk batuan yang relatif sulit menyerap air (tanah clay) yang terdapat di Kecamatan Bungah dan Kecamatan Dukun. Sebagian kawasan pantai terdapat kawasan yang terabrasi dan intrusi air laut. Abrasi yang terjadi meliputi Kecamatan Bungah, Ujung Pangkah, Panceng, Sangkapura dan Tambak, Sedangkan Intrusi air laut terjadi di wilayah kecamatan Gresik, Kebomas, Manyar, Bungah, Sidayu dan Ujung Pangkah. Hal ini juga diperparah dengan adanya kawasan budidaya terbangun yang berbatasan langsung dengan garis pantai tanpa memperhatikan sempadan pantai yang semestinya bebas dari bangunan.
  • 4. 4 D. Geologi Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari jenis Aluvial, Grumusol, Mediteran Merah dan Litosol. Curah hujan di Kabupaten Gresik adalah relatif rendah, yaitu rata-rata 2.245 mm per t ahun. Berdasarkan ciri-ciri fi sik tanahnya, Kabupaten Gresik dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu: a. Kabupaten Gresik bagian Utara ( meliputi wilayah Panceng, Ujung Pangkah, Sidayu, Bungah, Dukun, Manyar) adalah bagian dari daerah pegunungan Kapur Utara yang memiliki tanah relatif kurang subur (wilayah Kecamatan Panceng). Sebagian dari daerah ini adalah daerah hilir aliran Bengawan Solo yang bermuara di pantai Utara Kabupaten Gresik/Kecamatan Ujungpangkah. Daerah hilir Bengawan solo tersebut sangat potensial karena mampu menciptakan
  • 5. 5 lahan yang cocok untuk industri, perikanan, perkebunan, dan permukiman. Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial terutama dengan adanya beberapa jenis bahan galian mineral non logam. Sebagian dari bahan mineral non logam ini telah dieksplorasi, dan sebagian lainnya sudah dalam taraf eksploitasi. b. Kabupaten Gresik bagian Tengah (meliputi wilayah; Duduk Sampeyan, Balong Panggang, Benjeng, Cerme, Gresik, Kebomas ) merupa kan kawasan dengan tanah relatif subur. Di wilayah ini terdapat sungai-sungai kecil, antara lain Kali Lamong, Kali Corong, Kali Manyar, sehingga di bagian tengah wilayah ini merupakan daerah yang cocok untuk pertanian dan perikanan. c. Kabupaten Gresik bagian Selatan ( meliputi Menganti, Kedamean, Driyorejo dan Wringin Anom) adalah merupakan sebagian dataran rendah yang cukup subur dan seba gian merupakan daerah berbukit sehingga di bagian selatan wilayah ini merupakan daerah yang cocok untuk industri, permukiman dan pertanian. Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial terutama dengan adanya beberapa jenis bahan galian mineral non logam. Sebagian dari bahan mineral non logam ini telah dieksplorasi, dan sebagian lainnya sudah dalam taraf eksploitasi. d. Wilayah kepulauan Kabupaten Gresik berada di Pulau Bawean dan pulau kecil sekitarnya yang meliputi wilayah Kecamatan Sangkapura dan Tambak adalah merupakan sebagian dataran rendah yang cukup subur dengan jenis tanah mediteran coklat kemerahan dan sebagian merupakan daerah berbukit sehingga di bagian wilayah ini merupakan daerah yang cocok untuk pertanian, pariwisata, dan perikanan. Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial dengan adanya jenis bahan galian mineral non logam spesifik (batu onyx). E. Hidrologi Keadaan permukaan air tanah di Wilayah Kabupaten Gresik pada umumnya relatif dalam, hanya daerahdaerah tertentu di sekitar sungai atau rawa-rawa sajayang mempunyai permukaan air tanah agak dangkal. Pola aliran sungai di Kabupten Gresik memperlihatkan wilayah Gresik merupakan daerah muara Sungai Bengawan Solo dan Kali Lamong dan juga dilalui oleh Kali Surabaya di Wilayah Selatan. Sungai-sungai ini mempunyai sifat aliran dan kandungan unsur hara yang berbeda. Sungai Bengawan Solo mempunyai debit air yang cukup tinggi dengan membawa sedimen lebih banyak dibandingkan dengan Kali Lamong, sehingga pendangkalan di Sungai Bengawan Solo lebih cepat. Dengan adanya peristiwa tersebut mengakibatkan timbulnya tanah-tanah oloran yang seringkali oleh penduduk dimanfaatkan untuk lahan perikanan. Selain dialiri oleh sungai-sungai tersebut diatas keadaan hidrologi Kabupaten Gresik juga ditentukan oleh adanya waduk, embung, mata air, pompa air dan sumur bor.
  • 6. 6 F. Klimatologi Iklim Kabupaten Gresik termasuk tropis dengan temperatur ratarata 28,5 °C dan kelembaban udara rata-rata 75%. Curah hujan relative rendah, yaitu rata-rata 2.245 mm per tahun. G. Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gresik Tahun 2010- 2030 rencana peruntukan penggunaan lahan di Kabupaten Gresik adalah sebagai berikut : a. Kawasan peruntukan hutan produksi 1.017 hektar; b. Kawasan peruntukan pertanian 42.831,843 hektar; c. Kawasan peruntukan perikanan 21.678,358 hektar; d. Kawasan peruntukan pertambangan 817.249 hektar; e. Kawasan peruntukan industri 12.448,026 hektar; f. Kawasan peruntukan pariwisata 82.851 hektar; g. Kawasan peruntukan pemukiman 26.097,091 hektar; h. Kawasan andalan 8.555 hektar; dan i. Kawasan peruntukan lainnya 6.644,010 hektar. 2.2 Kawasan Industri Gresik Kawasan Industri Gresik adalah perusahaan developer yang khusus menyediakan lahan industri untuk para investor lokal, nasional maupun internasional. Saat ini kami menawarkan beragam fasilitas seperti: lahan industri, pergudangan, bangunan pabrik sesuai standar dan pusat bisnis. Kawasan ini didukung dengan fasilitas dan infrastruktur terpercaya yang memberi jaminan atas investasi penyewa. Kawasan Industri Gresik berdiri di atas lahan seluas 135 Ha, dengan lahan infrastruktur seluas 44 Ha dan lahan komersil seluas 91 Ha. Seiring dengan perkembangan perusahaan, manajemen kami berencana untuk memperluas usaha di kawasan lain. Saat ini kami mengembangkan Kawasan Industri Tuban yang dikelola secara profesional seperti halnya Kawasan Industri Gresik. Kami terus berupaya meningkatkan kinerja dan layanan kepada investor secara berkelanjutan untuk mempertahankan kerjasama yang saling menguntungkan saat ini maupun yang akan datang. Hal ini pun merefleksikan komitmen kami terhadap visi dan misi perusahaan. Visi: Menjadi perusahaan pengembang properti terkemuka yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Misi :  PT Kawasan Industri Gresik senantiasa mengedepankan nilai inovasi dalam menyediakan solusi kebutuhan properti bagi industri dan masyarakat.
  • 7. 7  PT Kawasan Industri Gresik senantiasa mengembangkan layanan dan sistem manajemen yang handal guna meningkatkan nilai tambah bagi konsumen dan pemegang saham.  Mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif sehingga menjadi pilihan utama karyawan bekerja dan berkarir secara profesional.  Mengemban tanggung jawab sosial secara proposional melalui aktivitas-aktivitas Corporate Social Responsibility.
  • 8. 8 BAB 3 KAJIAN PUSTAKA 3.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau atau disingkat RTH merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan tanaman. Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 40% dari luas wilayah, selain sebagai sarana lingkungan juga dapat berfungsi untuk perlindungan habitat tertentu atau budidaya pertanian dan juga untuk meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang kelestarian air dan tanah. Klasifikasi bentuk RTH umumnya antara lain RTH Konservasi/Lindung dan RTH Binaan. Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:  kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;  kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;  area pengembangan keanekaragaman hayati;  area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;  tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;  tempat pemakaman umum;  pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;  pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;  penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya;  area mitigasi/evakuasi bencana; dan  ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.  Istilah dan Definisi Elemen lansekap, adalah segala sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan suasana yang merupakan pembentuk lansekap, baik yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Elemen lansekap yang berupa benda terdiri dari dua unsur yaitu benda hidup dan benda mati; sedangkan yang dimaksud dengan benda hidup ialah tanaman, dan yang dimaksud dengan benda mati adalah tanah, pasir, batu, dan elemen-eleme lainnya yang berbentuk padat maupun cair. Garis sempadan, adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas.
  • 9. 9 Hutan kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau. Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu. Kawasan perkotaan, adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Lansekap jalan, adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan. Penutup tanah, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah. Peran masyarakat, adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang. Perdu, adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki lebih dari satu batang utama. Pohon, adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras. Pohon kecil, adalah pohon yang memiliki ketinggian sampai dengan 7 meter. Pohon sedang, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa 7-12 meter. Pohon besar, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa lebih dari 12 meter.
  • 10. 10 Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu. Semak, adalah tumbuhan berbatang hijau serta tidak berkayu disebut sebagai herbaseus. Tajuk, adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk. Taman kota, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota. Taman lingkungan, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan. Tanaman penutup tanah, adalah jenis tanaman penutup permukaan tanah yang bersifat selain mencegah erosi tanah juga dapat menyuburkan tanah yang kekurangan unsur hara. Biasanya merupakan tanaman antara bagi tanah yang kurang subur sebelum penanaman tanaman yang tetap (permanen). Tanggul, adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai. Vegetasi/tumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput. Wilayah, adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis.
  • 11. 11  Fungsi dan Manfaat RTH memiliki fungsi sebagai berikut: Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:  memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota);  pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar;  sebagai peneduh;  produsen oksigen;  penyerap air hujan;  penyedia habitat satwa;  penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;  penahan angin. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu: 1. Fungsi sosial dan budaya:  menggambarkan ekspresi budaya lokal;  merupakan media komunikasi warga kota;  tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam. 2. Fungsi ekonomi:  sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur;  bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain- lain. 3. Fungsi estetika:  meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;  menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;  pembentuk faktor keindahan arsitektural;  menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.
  • 12. 12  Manfaat RTH Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas: 1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah); 2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).  Tipologi RTH Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:  Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.  Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.  Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.  Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.  Penyediaan RTH Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:  Luas wilayah  Jumlah penduduk  Kebutuhan fungsi tertentu 1. Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:  Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;  Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;  Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.  Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang
  • 13. 13 dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. 2. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.  250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT  2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW  30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan  120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan  480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar). 3. Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.  Prosedur Perencanaan Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:  penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat;  penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;  tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:  perencanaan;  pengadaan lahan;  perancangan teknik;  pelaksanaan pembangunan RTH;  pemanfaatan dan pemeliharaan.  penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan;
  • 14. 14  pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:  mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing daerah;  tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya;  tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;  memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH;  tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis. 3.2 Kawasan Industri Menurut National Industrial Zoning Committee’s (USA) 1967 , yang dimaksud dengan kawasan industri atau Industrial Estate atau sering disebut dengan Industrial Park adalah suatu kawasan industri di atas tanah yang cukup luas, yang secara administratif dikontrol oleh seseorang atau sebuah lembaga yang cocok untuk kegiatan industri, karena lokasinya, topografinya, zoning yang tepat, ketersediaan semua infrastrukturnya (utilitas), dan kemudahan aksesibilitas transportasi. Definisi lain, menurut Industrial Development Handbook dari ULI ( The Urban Land Institute), Washington DC (1975)1, kawasan industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh aktivitas industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri atas peralatan- peralatan pabrik (industrial plants), penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka dan lainnya. Istilah kawasan industri di Indonesia masih relatif baru. Istilah tersebut digunakan untuk mengungkapkan suatu pengertian tempat pemusatan kelompok perusahaan industri dalam suatu areal tersendiri. Kawasan industri dimaksudkan sebagai padanan atas industrial estates. Sebelumnya, pengelompokan industri demikian disebut “ lingkungan industri”. Beberapa peraturan perundangan yang ada belum menggunaan istilah kawasan industri, seperti: Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, belum mengenal istilah-istilah semacam Lingkungan, Zona atau Kawasan industri. Pasal 14 UUPA baru mengamanatkan pemerintah untuk menyusun rencana umum persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah dan baru menyebut sasaran peruntukan tanah yaitu untuk keperluan pengembangan industri, transmigrasi dan pertambangan ayat (1) huruf (e) Pasal 14 UUPA.
  • 15. 15 Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, juga belum mengenal istilah “kawasan Industri”. Istilah yang digunakan UU No. 5/1984 dalam pengaturan untuk suatu pusat pertumbuhan industri adalah Wilayah Industri. Di Indonesia pengertian kawasan industri dapat mengacu kepada keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1996 . Menurut Keppres tersebut, yang dimaksud dengan kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri. Menurut Marsudi Djojodipuro1, kawasan industri (industrial estate) merupakan sebidang tanah seluas beberapa ratus hektar yang telah dibagi dalam kavling dengan luas yang berbeda sesuai dengan keinginan yang diharapkan pengusaha. Daerah tersebut minimal dilengkapi dengan jalan antar kavling, saluran pembuangan limbah dan gardu listrik yang cukup besar untuk menampung kebutuhan pengusaha yang diharapkan akan berlokasi di tempat tersebut. Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang kawasan industry tersebut, dapat disimpulkan, bahwa suatu kawasan disebut sebagai kawasan industri apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. adanya areal/bentangan lahan yang cukup luas dan telah dimatangkan, 2. dilengkapi dengan sarana dan prasarana, 3. ada suatu badan (manajemen) pengelola, 4. memiliki izin usaha kawasan industri, 5. biasanya diisi oleh industri manufaktur (pengolahan beragam jenis). Ciri-ciri tersebut diatas yang membedakan “kawasan industri” dengan “Kawasan Peruntukan Industri”, “ Zona Industri”, dan ” Cluster Industri”. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah (Kabupaten/Kota) yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud Zona Industri adalah satuan geografis sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri, baik berupa industri dasar maupun industri hilir, berorientasi kepada konsumen akhir dengan populasi tinggi sebagai pengerak utama yang secara keseluruhan membentuk berbagai kawasan yang terpadu dan beraglomerasi dalam kegiatan ekonomi dan memiliki daya ikat spasial. Cluster Industri adalah pengelompokan di sebuah wilayah tertentu dari berbagai perusahaan dalam sektor yang sama. 3.3 Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Industri 1. Kebutuhan Lahan Pembangunan kawasan industri minimal dilakukan pada areal seluas 20 hektar. Hal ini didasarkan atas perhitungan efisiensi pemanfaatan lahan atas biaya pembangunan yang dikeluarkan, dan dapat memberikan nilai tambah bagi pengembang.
  • 16. 16 Disamping itu setiap jenis industri membutuhkan luas lahan yang berbeda sesuai dengan skala dan proses produksinya. Oleh karena itu dalam pengalokasian ruang industri tingkat kebutuhan lahan perlu diperhatikan, terutama untuk menampung pertumbuhan industri baru ataupun relokasi. Secara umum dalam perencanaan suatu kawasan industri yang akan ditempati oleh industri manufaktur, 1 unit industri manufaktur membutuhkan lahan 1,34 Ha. Artinya bila di suatu daerah akan tumbuh sebesar 100 unit usaha industri manufaktur, maka lahan kawasan industri yang dibutuhkan adalah seluas 134 Ha. 2. Pola Penggunaan Lahan Sesuai dengan SK Menteri Perindustrian & Perdagangan No. 50/1997 tentang standar teknis kawasan industri, terdapat 2 komponen penggunaan lahan yang diatur, yaitu:  Luas areal kapling industri maksimum 70% dari total luas areal  Luas ruang terbuka hijau (RTH) minimum 10% dari total luas areal. Sedangkan dari segi teknis perencanaan terdapat pula 2 komponen lain, yaitu :  Jalan dan saluran antara 8 – 12% dari total luas areal  Fasilitas penunjang antara 6 – 12% dari total luas areal Ketentuan tentang pemanfaatan tanah untuk bangunan seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB/BCR), Koefisien Lantai Bangunan/KLB, Garis Sempadan Bangunan/GSB diatur sesuai dengan ketentuan Pemerintah Daerah yang berlaku.
  • 17. 17 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 UU RTH Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam UU No. 26 Tahun 2007, secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Tipologi Ruang Terbuka Hijau Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, mengklasifikasikan RTH yang ada sesuai dengan tipologi berikut :  Berdasarkan Fisik RTH Alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman nasional. RTH Non Alami/Binaan, yang terdiri dari taman, lapangan lahraga, makam, dan jalur-jalur hijau jalan.  Berdasarkan Struktur Ruang RTH dengan pola ekologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengelompok, memanjang, tersebar. RTH dengan pola planologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.  Berdasarkan Segi Kepemilikan 1. RTH Publik 2. RTH Privat  Berdasarkan Fungsi 1. Fungsi Ekologis 2. Fungsi Sosial Budaya 3. Fungsi Arsitektural/Estetika 4. Fungsi Ekonomi Jenis-Jenis Ruang Terbuka Hijau Jenis-jenis Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan berdasarkan Permendagri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
  • 18. 18 Berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 2007  Taman Kota  Taman Wisata Alam  Taman Rekreasi  Taman Lingkungan Perumahan dan Permukiman  Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial  Taman Hutan Raya  Hutan Kota  Hutan Lindung  Cagar Alam  Kebun Raya  Kebun Bintang  Pemakaman Umum  Lapangan Olah Raga  Lapangan Upacara  Parkir Terbuka  Lahan Pertanian Perkotaan  Jalur Dibawah Tegangan Tinggi (SUTT dan SUTET)  Sempadan Sungai, Pantai, Bangunan, Situ dan Rawa  Jalur Pengaman Jalan, Median Jalan, Rel Kereta Apu, Pipa Gas dan Pedestrian  Kawasan dan Jalur Hijau  Daerah Penyangga (Buffer Zone) Lapangan Udara  Taman Atap BERDASARKAN PERMEN PU NO.5/PRT/M/2008  RTH Pekarangan  RTH Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha  RTH dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof Garden)  RTH Taman Rukun Tetangga  RTH Taman Rukun Warga  RTH Kelurahan  RTH Kecamatan  RTH Taman Kota  Hutan Kota  Sabuk Hijau  RTH Jalur Hijau Jalan  RTH Ruang Pejalan Kaki  RTH di Bawah Jalan Layang  RTH Fungsi Tertentu
  • 19. 19 PERAN STAKEHOLDER TERHADAP RUANG TERBUKA HIJAU  Peran Masyarakat  Peran Individu/Kelompok  Peran Swasta  Peran Lembaga/Badan Hukum ISU-ISU RUANG TERBUKA HIJAU Dalam makalah lokakarya pengembangan sistem RTH di perkotaan dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum oleh Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian – IPB, disebutkan bahwa empat issue utama dari ketersediaan dan kelestarian RTH adalah :  RTH kota yang tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas  Menurunnya kualitas ini bisa berupa RTH yang hanya sedikit atau tidak ada, ada RTH tetapi tidak fungsional, dan berkurangnya RTH karena maraknya alih guna dan fungsi lahan. Hal ini selanjutnya memberikan dampak yang cukup berarti tehadap kesinambungan kota. Diantaranya adalah: a. Menurunkan kenyamanan kota: penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan airtanah menurun, suhu kota meningkat, dll). b. Menurunkan keamanan kota: hal ini bisa terjadi karena ruang-ruang untuk interaksi antar penduduk berkurang sehingga satu sama lain tidak saling mengenal dan mudah terjadi gesekan-gesekan. c. Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi. d. Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya kesehatan masyarakat secara fisik dan psikis).  Lemahnya lembaga pengelola RTH  Karena beberapa hal lembaga yang seharusnya mengelola RTH menjadi lemah dan kurang berperan. Hal itu diantaranya adalah a. Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat. b. Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH. c. Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH. d. Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas.  Lemahnya peran stake holders a. Lemahnya persepsi masyarakat. b. Lemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah.  Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH  Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota untuk RTH fungsional.
  • 20. 20 4.2 UU KAWASAN INDUSTRI Pembangunan kawasan industri merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan industri yang berwawasanlingkungan serta memberikan kemudahan dan daya tarik untuk berinvestasi. Hal ini sejalan dengan amanat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian bahwa upaya untuk mendorong pembangunan industri perlu dilakukan melalui pembangunan lokasi industri yaitu berupa Kawasan Industri. Guna mendorong percepatan pembangunan kawasan industri dimaksud, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, di mana setiap perusahaan industri baru setelah diberlakukannya Peraturan Pemerintah tersebut, wajib masuk dalam Kawasan Industri. Dasar pertimbangan mewajibkan industri baru masuk dalam kawasan industri agar industri yang dibangun berada dalam tata ruang yang tepat dan benar, akrab lingkungan, pengelolaan yang efektif dan efisien serta memudahkan dalam perencanaan dan pengadaan infrastruktur yang diperlukan. Dengan dibangunnya kawasan industri diharapkan dapat memberikan dampak sebagai berikut: a. Memberi kemudahan bagi dunia usaha untuk memperoleh kaveling industri siap bangun yang sudah dilengkapi berbagai infrastruktur yang memadai; b. Memberi kepastian hukum lokasi tempat usaha, sehingga terhindar dari segala bentuk gangguan dan diperolehnya rasa aman bagi dunia usaha; c. Mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus mengendalikan masalah dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan industri. Pembangunan suatu kawasan industri memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu yaitu harus memenuhi kaidah-kaidah kelayakan teknis, ekonomis dan finansial; di samping dukungan peraturan dan kebijakan pemerintah yang kondusif, yang diatur dalam suatu Pedoman Teknis Kawasan Industri. Dengan adanya Pedoman Teknis Kawasan Industri ini, diharapkan Pemerintah Daerah dan Instansi terkait lainnya dapat memberikan pelayanan yang maksimal bagi para pelaku investasi dalam upaya pengembangan kawasan industri di daerah. LANDASAN HUKUM Dalam penyusunan Pedoman Teknis Kawasan Industri ini, dilandasi oleh beberapa peraturan perundangan yang terkait, yakni: a. Undang-Undang: 1) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; 2) Undang-Undang Nomor: 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; 3) Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 4) Undang-Undang Nomor: 38 Tahun 2004 tentang Jalan; 5) Undang-Undang Nomor: 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; 6) Undang-Undang Nomor: 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 7) Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
  • 21. 21 8) Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; b. Peraturan Pemerintah: 1) Peraturan Pemerintah Nomor: 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri; 2) Peraturan Pemerintah Nomor: 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri; 3) Peraturan Pemerintah Nomor: 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; 4) Peraturan Pemerintah Nomor: 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan; 5) Peraturan Pemerintah Nomor: 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 6) Peraturan Pemerintah Nomor: 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; 7) Peraturan Pemerintah Nomor: 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air: 8) Peraturan Pemerintah Nomor: 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri; c. Peraturan Presiden/Keputusan Presiden: 1) Keputusan Presiden Nomor: 33 Tahun 1990 tentang Pembangunan Tanah bagi Pembangunan Kawasan Industri; 2) Keputusan Presiden Nomor: 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan; 3) Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur; 4) Peraturan Presiden Nomor: 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; 5) Peraturan Presiden Nomor: 39 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu; d. Peraturan Menteri/Keputusan Menteri: 1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 5 Tahun 1992 tentang Rencana Tapak Tanah dan Tata Tertib Pengusahaan Kawasan Industri serta prosedur Pemberian IMB dan Ijin Undang-Undang Gangguan (UUG)/HO bagi perusahaan yang berlokasi dalam Kawasan Industri; 2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai; 3) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 07/M-IND/PER/5/2005 tentang Penetapan jenis-Jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal di Lingkungan Departemen Perindustrian;
  • 22. 22 4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; 5) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; 6) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 41/M-IND/PER/6/2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri; 7) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Negara Nomor: 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi. STANDAR TEKNIS PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI Di samping kriteria lokasi dan kebutuhan infrastruktur, kegiatan industri juga harus memenuhi standar teknis tertentu, yang juga akan mempengaruhi pengalokasian ruang yang diperuntukkan bagi kegiatannya. Pemahaman terhadap standar teknis kawasan industri diperlukan baik dalam rangka memilih lokasi yang tepat bagi rencana lokasi kawasan industri maupun dalam menilai apakah rencana pengembangan kawasan industri yang diusulkan oleh investor dapat memenuhi berbagai prasyarat teknis, sehingga dapat menghindari terjadinya permasalahan teknis dan lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut beberapa persyaratan teknis kawasan industri akan diuraikan sebagai berikut: a. Kebutuhan Lahan Pembangunan kawasan industri minimal dilakukan pada areal seluas 50 hektar. Hal ini didasarkan atas perhitungan efisiensi pemanfaatan lahan atas biaya pembangunan yang dikeluarkan, dan dapat memberikan nilai tambah bagi pengembang. Di samping itu setiap jenis industri membutuhkan luas lahan yang berbeda sesuai dengan skala dan proses produksinya. Oleh karena itu dalam pengalokasian ruang industri tingkat kebutuhan lahan perlu diperhatikan, terutama untuk menampung pertumbuhan industri baru ataupun relokasi. Secara umum dalam perencanaan suatu kawasan industri yang akan ditempati oleh industri manufaktur, 1 unit industri manufaktur membutuhkan lahan 1,34 Ha. Artinya bila di suatu daerah akan tumbuh sebesar 100 unit usaha industry manufaktur, maka lahan kawasan industri yang dibutuhkan adalah seluas 134 Ha. b. Pola Penggunaan Lahan Pola Penggunaan Lahan untuk pengembangan kawasan industri adalah sebagai berikut:  Luas areal kapling industri maksimum 70% dari total luas areal.  Luas ruang terbuka hijau (RTH) minimum 10% dari total luas areal.  Jalan dan saluran antara 8 12% dari total luas areal.  Fasilitas penunjang antara 6 12% dari total luas areal.
  • 23. 23 Ketentuan tentang pemanfaatan tanah untuk bangunan seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau Building Coverage Ratio (BCR), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB) diatur sesuai dengan ketentuan Pemerintah Daerah yang berlaku. c. Sistim Zoning Mengingat kawasan industri sebagai tempat beraglomerasinya berbagai kegiatan industri manufaktur dengan berbagai karakteristik yang berbeda, dalam arti kebutuhan utilitas, tingkat/jenis polutan maupun skala produksi, dan untuk tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam penyediaan infrastruktur dan utilitas, serta tercapai efisiensi dalam biaya pemeliharaan serta tidak saling mengganggu antar industri yang saling kontradiktif sifat-sifat polutannya, maka diperlukan penerapan sistem zoning dalam perencanaan bloknya, yang didasarkan atas:  Jumlah limbah cair yang dihasilkan  Ukuran produksi yang bersifat bulky/heavy  Polusi udara Tingkat kebisingan  Tingkat getaran Hubungan antar jenis industri 4.3 Pembangunan Kawasan Industri Ramah Lingkungan Perencanaan pembangunan yang ramah lingkungan juga berdampak pada konsep perencanaan konstruksi, pengaturan jendela berkaca dan penempatan massa. Iklim sangat mempengaruhi konsep pembangunan suatu gedung yang nyaman ditambah pula dengan konsep penghematan energi untuk pengaturan suhu dengan menggunakan AC (air conditioner). Di Indonesia yang mempunyai iklim tropis panas lembab membutuhkan efek pencahayaan yang tepat dan pengaturan suhu yang sesuai agar suasana kerja dapat nyaman. Suhu dan kelembaban yang tinggi sangat tidak nyaman karena penguapan sedikit dan gerak udara biasanya kurang. Beberapa unsur pembangunan suatu kawasan baik perkotaan maupun industry yang perlu diamati antara lain: 1. Desain dan konstruksi bangunan. Adanya kemungkinan terdapat masalah bangunan dan geoteknik. Desain untuk ventilasi dan pendinginan dengan cara alami, mungkin akan sangat diperlukan. 2. Ruang terbuka dan ekologi perkotaan. Desain perkotaan sebaiknya menggabungkan koridor-koridor habitat, badan air dan anak sungai, dan pohonpohon peneduh. Penggunaan lahan multi fungsi mungkin menjadi kunci adaptasi ekologi perkotaan, dengan fokus pada kelompok permukiman baru untuk perencanaan dan pemeliharaan karakter ekologis. 3. Utilitas. Area-area yang jauh dari pelayanan fasilitas dan utilitas, serta area-area pantai akan menjadi area yang rentan. Pengaruh yang paling besar akan terjadi pada perubahan geoteknik dalam hidrologi dan air tanah, yang akan mempengaruhi
  • 24. 24 drainase serta jaringan suplay air bersih. Infrastruktur utama lainnya sering kali berada pada lintas otoritas kewenangan dan membutuhkan pendekatan yang kolaboratif. 4. Transportasi. Berbagai prasarana transportasi seperti jalan kereta api (terutama di daerah pantai dan daerahdaerah yang berpotensi banjir) kanalkanal, pelabuhan laut dan udara harus diadaptasikan terhadap kejadiankejadian cuaca ekstrim. 5. Pengembangan sistem drainase dan pembuangan air kotor. Area perkotaan akan membutuhkan desain engineering yang memasukkan unsur area permeabel dan soft engineering. 6. Perencanaan dan zoning sensitive terhadap iklim dan menuntut konsistensi pembuatan keputusankeputusan yang didasarkan pada pengetahuan mengenai keterhubungan unsur-unsur iklim dan elemen kota serta berbagai konsekuensi terhadap berbagai perubahan. Batas kemampuan suatu lingkungan menerima beban adalah permasalahan global, sedangkan kegiatan manusia membebani lingkungan secara individual merupakan permasalahan lokal. Oleh karena itu manusia merupakan pusat perhatian pada pemikiran yang berkesinambungan terhadap perencanaan lingkungan dan pembangunan. Gambar berikut menerangkan daya tamping ekosistem dan beban lingkungan maksimal yang dapat diakibatkan oleh kegiatan pembangunan. Beban lingkungan tersebut mengandung pencemaran yang disebabkan oleh persiapan pembangunan, yang meliputi bahan, penggunaan dan pembongkaran. Berdasarkan ambang batas dan factor ekonomi (statistik pengeluaran, statistik lalu lintas, standar amdal dan pelaksanaan nyata) akan dapat ditentukan pencemaran lingkungan maksimal yang diperbolehkan per unit hunian. Pada lahan yang akan digunakan untuk membangun gedung, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu mengenai kesuburan tanah yang ada apakah dapat hilang dengan adanya pembangunan. Tanah yang berpotensi subur sebaiknya dipertahankan sebagai lahan hijau dan tidak dialihfungsikan sebagai daerah yang terbangun. Gedung juga membutuhkan perlindungan terhadap radiasi matahari, hujan, serangga dan perlindungan terhadap angin keras3). Secara fisiologis iklim mempengaruhi kenyamanan termal manusia. Suhu inti manusia adalah ± 37 ºC pada otot dan di permukaan kulit manusia suhu menjadi lebih rendah yaitu 30 - 35ºC sedangkan pada ujung hidung dan telinga yaitu 22ºC. Dengan metabolisme energy dalam tubuh maka badan manusia melepaskan kalor sebesar ± 100 Watt. Pertukaran panas manusia dengan lingkungannya tergantung dari suhu udara, suhu permukaan yang berada di sekelilingnya, penyalur panas oleh permukaan tersebut, kelembapan dan angin. Pengaruh iklim terhadap bangunan juga dapat menjadi pertimbangan yaitu sebaiknya dibuat secara terbuka dengan jarak yang cukup di antara bangunan tersebut agar gerak udara terjamin. Orientasi bangunan ditempatkan diantara lintasan matahari
  • 25. 25 dan angin sebagai kompromi antara letak gedung berarah dari timur ke barat dan yang terletak tegak lurus terhadap arah angin. Gedung sebaiknya berbentuk persegi panjang yang memberikan efek penerapan ventilasi silang. Ruang di sekitar bangunan sebaiknya dilengkapi pohon peneduh tanpa menganggu aliran angin. Perlu dipersiapkan saluran dan resapan air hujan dari atap dan halaman yang telah diperkeras. Meskipun demikian tetap harus menyisakan minimal 30% lahan terbuka untuk penghijauan. Pengaruh suhu terhadap bangunan dapat diatur dengan memperhatikan letak, bentuk dan lapisan permukaan gedung. Bidang yang kurang panas selalu akan menerima panas dari bidang yang lebih panas. Hal yang sama juga terjadi antara dua benda (lewat udara) maupun antara dua permukaan dinding (lewat tembok) dimana benda hangat berupa udara yang hangat akibat radiasi matahari dan benda dingin berupa udara di dalam rumah. Penukaran panas pada lapisan bidang permukaan luar gedung dapat juga dipengaruhi oleh faktor pantulan dan penyerapan sinar panas. Panas diserap oleh bagian dinding luar dan akan menghangatkan juga permukaan dinding dalam sesudah beberapa saat menurut daya serap panas dan tebalnya dinding. Perlindungan bangunan terhadap matahari merupakan tuntutan utama pada iklim tropis panas lembab. Langkah yang paling sederhana adalah dengan penanaman pohon peneduh di sekitar bangunan.Dengan melihat situasi pembangunan dan masalah- masalah lingkungan di perkotaan yang sangat kompleks dan parah dan mengakibatkan kualitas lingkungan menurun, maka pengembangan daerah hijau (hutan kota dan taman kota) sebagai peredam sumber polusi udara harus dikembangkan. Masalah-masalah lingkungan yang mendorong perlunya pengembangan daerah hijau adalah : 1. Tingkat polusi udara (debu, asap, aerosol dan sebagainya) sudah melewati ambang batas. Satu hektar hutan memiliki potensi untuk mengikat 1.000 kg debu/tahun yang diakibatkan oleh polusi udara dan mengolahnya menjadi humus. 2. Suhu udara yang semakin panas. Setiap pohon yang ditanam mempunyai kapasitas mendinginkan udara sama dengan rata-rata lima pendingin udara (AC) yang dioperasikan selama 20 jam setiap harinya. 3. Kebisingan yang semakin parah. Setiap 93 m² hutan mampu menyerap kebisingan sebesar 8 dB dan setiap hektar hutan dapat menetralisir CO2 yang diakibatkan oleh 20 kendaraan bermotor. 4. Air tanah semakin terkuras. Setiap pohon besar mampu menguapkan 280 – 380 L air/hari dan 170 – 230 L air/hari dapat diterserap oleh tanah di sekeliling akarnya dan kemudian air tersebut meresap kedalam tanah menjadi air tanah. 5. Kebutuhan Oksigen setiap jam atau setiap hari bagi manusia terus meningkat. Setiap pohon besar mampu memproduksi 4.580 kg O2 pertahun dan setiap
  • 26. 26 manusia membutuhkan 2,9 kg O2 per hari, sedangkan sebuah mobil sedan 100 kg O2 untuk setiap 100 km. 6. Ruang terbuka hijau yang seharusnya 30% dari luas wilayah permukiman semakin sempit karena taman-taman berubah fungsi menjadi bangunan gedung. Hal ini perlu dihentikan segera dan melakukan penataan ulang. Telah diketahui perubahan iklim dapat mempengaruhi fungsi dan struktur ruang hijau, yang pada akhirnya berdampak pada lingkungan perkotaan pada kawasan itu sendiri. Pengetahuan mengenai hal ini menjadi penting untuk memberikan respon terhadap pengaruh-pengaruh perubahan iklim dengan strategi yang adaptif melalui manajemen, perancangan dan perencanaan ruang hijau perkotaan. Adanya 3 (tiga) tujuan penataan RTH, yaitu: 1. Dapat menciptakan tata ruang kota yang berwawasan lingkungan dan manusiawi serta serasi sesuai dengan keindahan kota; 2. Dapat meningkatkan dan memelihara mutu lingkungan hidup perkotaan yang hijau, segar, nyaman, bersih, indah dan teratur dan 3. Dapat menjaga dan memelihara lingkungan alam dengan lingkungan binaan yang berguna bagi kebutuhan hidup masyarakat penghuni. Banyak pendapat tentang luas RTH ideal yang dibutuhkan oleh suatu kawasan. Hal tersebut dinyatakan bahwa dari sudut kesehatan seorang penduduk kota maksimal memerlukan ruang terbuka seluas 15 m2, kebutuhan normal 7 m2 dan minimal harus tersedia 3 m2. Pendapat lain berasal dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui World Development Report (1984) menyatakan bahwa prosentase RTH yang harus ada di kota adalah 50% dari luas kota atau bila kondisi sudah sangat kritis minimal 15% dari luas kota. Untuk Indonesia, Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum menyatakan bahwa luas RTH yang dibutuhkan untuk satu orang adalah seluas 1,8 m2. Jadi RTH walaupun hanya sempit atau dalam bentuk tanaman dalam pot tetap harus ada di sekitar individu. Lain halnya jika RTH akan dimanfaatkan secara fungsional, maka luasannya harus benar-benar diperhitungkan dan proporsional. 4.4 Keberadaan Rth Di Kawasan Industri Secara umum keberadaan RTH bertujuan untuk menjaga menjaga kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem yang meliputi unsur-unsur lingkungan, sosial dan budaya. Demikian pula halnya dengan keberadaan RTH di suatu kawasan industri penelitian dari Dirjen Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2006 dapat menjelaskan bahwa keberadaan RTH yang berkaitan dengan suatu kawasan industri diharapkan mampu menjaga keseimbangan ekosistem dan dapat berfungsi antara lain sebagai:
  • 27. 27 1. Penahan dan penyaring partikel padat dari udara Dengan adanya RTH-kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang- layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Manfaat dari adanya tajuk pada RTH-kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk di RTH- kota. 2. Ameliorasi iklim Keberadaan RTH diupayakan untuk mengelola lingkungan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya permukaan yang diperkeras, misalnya jalan (beraspal maupun dari beton), gedung bertingkat, jembatan laying, papan reklame, menara, antene pemancar radio dan lain-lain. Sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik dari bumi6). Selanjutnya dijelaskan bahwa jumlah pantulan radiasi surya suatu RTH sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah hijau lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. 3. Pengelolaan Sampah RTH-kota dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah yaitu dapat berfungsi sebagai penyekat bau,. penyerap bau, pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari sampah dan penyerap zat yang berbahaya dan beracun/B3 yang mungkin terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta B3 lain. 4. Pelestarian air tanah Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori-pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang lebih besar maka kadar air tanah hutan akan meningkat. Selain itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang meresap masuk kedalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan (surface run off). Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah (aquifer). Dengan demikian RTH-kota yang dibangun pada daerah resapan air akan dapat membantu mengatasi masalah kekurangan air baku (air dengan kualitas yang baik).
  • 28. 28 x X 5. Mengurangi tekanan yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan Kesejukan dan kenyamanan yang ditimbulkan akibat adanya RTH mampu mengurangi kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO, SO , NO dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan keberadaan RTH tersebut. RTH juga mampu mengurangi kekakuan dan monotonitas suatu kegiatan di kawasan yang sudah mulai terkena dampak pencemaran lingkungan. 4.5 Penerapan Rth Di Kawasan Industri Gresik Ketersediaan RTH di Kecamatan Gresik masih minim jika. Beberapa bentuk RTH yang terdapat di wilayah perencanaan adalah makam, kolam, belukar, lahan-lahan kosong, tanah urug dan tambang kapur. Selain itu, beberapa bentuk RTH di Kecamatan Gresik yang dapat diidentifikasi karena sudah memiliki fungsi antara lain adalah RTH di lingkungan PT. Petrokimia dan PT. Semen Gresik, seperti lapangan sepakbola dan golf, taman-taman kota, RTH di sepanjang jalur pipa gas, dan alun-alun. Penggunaan lahan untuk RTH di Kecamatan Gresik adalah 89,39 Ha atau sebesar 16,14% dari total penggunaan lahan dengan penjabaran 4,59 % berupa makam, 0,91% kolam, 7,75 % lahan kosong, 2,88 % belukar. Jadi, total Ruang Terbuka Hijau di wilayah perencanaan adalah 651,56 Ha atau sebesar 18,3 % dari total penggunaan lahan. Terdapat dua jenis kegiatan industri dan pergudangan di Kota Gresik yaitu yang membentuk kawasan dan yang tersebar (scattered). Kegiatan industri dan pergudangan di wilayah perencanaan yang membentuk kawasan/kelompok tersendiri yaitu Komplek Industri Semen Gresik, Petrokimia Gresik, dan Maspion. Ruang Terbuka Hijau pada kawasan industri tersebut meliputi RTH pekarangan pemukiman, fasilitas sosial, fasilitas pendidikan, dan kawasan penyangga/buffer zone. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Industri di Kota Gresik No. Kawasan Industri Luas Wilayah KDB (%) Luas RTH (Ha) 1 Semen Gresik 201,25 60 80,5 2 Petrokimia Gresik 123,125 55 55,41 Jumlah 201,25 135,41 Sumber: Data non-fisik program adipura 2007-2008 Sedangkan industri yang relatif besar tersebar di daerah Selatan dan Barat, seperti PT. Nusantara Plywood, Perusahaan Nippon Paint, Pabrik Baja Barata, Pabrik Sepatu New Era, Pabrik spare part kendaraan, SumberMas Plywood dan beberapa lainnya. Untuk industri dan pergudangan luas seluruhnya adalah 786,685 Ha. Ruang Terbuka Hijau/green belt yang difungsikan sebagai buffer zone akan dikembangkan disekitar pusat kegiatan industri. Tujuan utama pengembangan ruang terbuka hijau ini diantaranya adalah :
  • 29. 29  Membatasi pengaruh yang ditimbulkan oleh kegiatan yang akan dikembangkan terhadap lingkungan sekitamya atau sebaliknya  Sebagai pengaman  Menjaga kelestarian lingkungan  Sebagai peneduh dan menciptakan lingkungan yang sejuk dan asri  Mengurangi tingkat polusi, terutama polusi udara dan suara Kawasan industri sangat potensial terhadap pencemaran udara (CO, CO2, Timbal, Merkuri, debu) , air dan suara maka Green belt yang difungsikan sebagai buffer zone akan direncanakan berbentuk memanjang mengikuti batas-batas area industri yang dipenuhi pepohonan/tanaman yang mempunyai kemampuan menyerap polusi udara, air dan suara sehingga meminimalisir dampak polusi kawasan-kawasan industri tersebut. Rencana Jenis Vegetasi Sebagai Buffer Kawasan Industri Fungsi Buffer Jenis Vegetasi Keterangan Peredam Kebisingan Bambu Cina  Penanaman : < 1 m (rapat) Kembang sepatu  Penanaman : < 1 m (rapat)  Perawatan: - Frekuensi pemupukan 1 kali/ 4 – 6 bulan (pupuk kandang/ kompos) - Pemangkasan secara insidental Akasia  Penanaman : < 3 m (rapat)  Perawatan : - penyiraman non intensif - cahaya penuh Fungsi Buffer Jenis Vegetasi Keterangan Jati  Penanama n : 3 m (rapat) Soka  Penanama n : 3 m (rapat)  Perawatan - Frekuensi pemupukan 1 kali/3 bulan - Frekuensi pemangkasan 1 kali/ bulan
  • 30. 30 Penyerap Polusi Udara Mahoni  Penanaman : - 3 -4 m  Perawatan : - Pemupukan NPK kandungan nitrogen tinggi (masa pertumbuhan) dan NPK kandungan fosfor tinggi (masa pembungaan) - Pemangkasan secara incidental Tanjung  Penanaman - Jarak penanaman : 3-4 meter - Jika ditanam rapat < 3 m berfungsi sebagai pemecah angin  Pemeliharaan - Pemupukan saat pertumbuhan (NPK berkadar N tinggi) dan saat pembuangan (NPK dengan kadar P tinggi) - Pemangkasan secara insidental - Penyiraman semiintensif Asam Kranji  Penanaman - Jarak : 3 m  Pemeliharaan - Pemupukan 1 kali/4 bulan - Pemangkasan secara insidental. - Penyiraman intensif Angsana  Penanaman - 3- 5 m Fungsi Buffer Jenis Vegetasi Keterangan Kiara Payung  Penanaman - Jarak : 3-4 m - Jika ditanam rapat < 3 m berfungsi sebagai pemecah angin  Pemeliharaan - Pemupukan pada masa pertumbuhan (NPK dengan N tinggi) dan pemupukan pada masa pembungaan (NPK dengan kadar P tinggi) - Penyiraman intensif Penyerap Deb u Semen Mahoni  Penanaman : - 3 -4 m  Perawatan : - Pemupukan NPK kandungan nitrogen tinggi (masa pertumbuhan) dan NPK kandungan fosfor tinggi (masa pembungaan) - Pemangkasan secara insidental
  • 31. 31 Tanjung  Penanaman - Jarak penanaman : 3-4 meter - Jika ditanam rapat < 3 m berfungsi sebagai pemecah angin  Pemeliharaan - Pemupukan saat pertumbuhan (NPK berkadar N tinggi) dan saat pembuangan (NPK dengan kadar P tinggi) - Pemangkasan secara insidental - Penyiraman semiintensif Kiara Payung  Penanaman - Jarak : 3-4 m - Jika ditanam rapat < 3 m berfungsi sebagai pemecah angin  Pemeliharaan - Pemupukan pada masa pertumbuhan (NPK dengan N tinggi) dan pemupukan pada masa pembungaan (NPK dengan kadar P tinggi) - Penyiraman intensif Sumber: Hasil Rencana, Tahun 2010
  • 32. 32 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN 1. Ruang Terbuka Hijau berpotensi dapat memperbaiki kondisi kualitas udara dan air tanah. Tanaman dalam RTH melalui proses fotosintesis dapat menyerap polutan udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan cerobong asap pabrik. Tanaman melalui proses evapotranspirasi dapat menyimpan air hujan sebagai imbuhan untuk air tanah, meningkatkan kenyamanan dan paru- paru kota. 2. Bentuk fisik tanaman yang khas secara tidak langsung bermanfaat untuk melindungi, mencegah bising, mencegah erosi dan sedimentasi. 3. Keberadaan RTH dewasa ini semakin menyusut dengan laju pertumbuhan penduduk yang mendorong adanya alih fungsi lahan, sebagai tempat permukiman dan perluasan areal usaha dan industri. 4. Keberadaan pengurangan jumlah RTH sangat dipengaruhi antara lain oleh strategi kebijakan pengembangan kawasan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat dan preferensi masyarakat dalam menentukan skala prioritas kebutuhan ruang bagi masing-masing kepentingan kegiatan. 5.2 SARAN 1. Meningkatkan pembuatan RTH dikawasan industry akan mengurangi dampak polusi, karena di kabupaten Gresik terdapat banyak kawasan industri yang dibangun. Dengan begitu limbah pabrik yang mencemari udara dan air tanah akan berkurang. 2. Memperbanyak penanaman pohon-pohon yang dapat mengurangi dampak polusi. 3. Adanya sosialaisasi terhadap stakeholder mengenai pentingnya RTH untuk lingkungan. 4. Menimbang betul adanya pembangunan untuk pengembangan kawasan yang menyebabkan berkurangnya RTH dengan mengingat UU RTH pada suatu wilayah.
  • 34. 34 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “RTH di Kawasan Industri Gresik” sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Makalah kami ini berisi tentang penerapan RTH di Kawasan Industri Gresik. Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya sebagai ilmu dan pengetahuan tentang RTH di Kawasan Industri Gresik pada mata kuliah Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami butuhkan untuk menyempurnakan makalah ini. Atas perhatiannya kami mengucapkan terimakasih. Penyusun i
  • 35. 35 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………. i DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………………. 1 1.2 Tujuan ……………………………………………………………………………. 2 1.3 Ruang Lingkup ……………………………………………………………………………. 2 BAB 2 DESKRIPSI WILAYAH ……………………………………………………………………………. 3 2.1 Kabupaten Gresik ……………………………………………………………………………. 3 2.2 Kawasan Industri Gresik ……………………………………………………………………………. 6 BAB 3 KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………………………………………. 8 3.1 Ruang Terbuka Hijau ……………………………………………………………………………. 8 3.2 Kawasan Industri ……………………………………………………………………………. 14 3.3 RTH di Kawasan Industri ……………………………………………………………………………. 15 BBA 4 PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………. 17 4.1 UU RTH ……………………………………………………………………………. 17 4.2 UU Kawasan Industri ……………………………………………………………………………. 20 4.3 Pembangunan Kawasan Industri Ramah Lingkungan ……………………………………………………………………………. 23 4.4 Keberadaan RTH Di Kawasan Industri ……………………………………………………………………………. 26 4.5 Penerapan RTH Di Kawasan Industri Gresik ……………………………………………………………………………. 28 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………………………………. 32 5.1 Simpulan ……………………………………………………………………………. 32 5.2 Saran ……………………………………………………………………………. 32 REFERENSI ……………………………………………………………………………. 33 ii
  • 36. 36 TUGAS Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup MAKALAH “Penerapan RTH di Kawasan Industri” Oleh : Marlia Utami NIM 20157279046 JURUSAN MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDRAPRASTA JAKARTA 2017