3. Mantan anggota Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat, Al
Amin Nur Nasution divonis delapan tahun penjara. Majelis menilai, Al
Amin hanya terbukti dalam dua dari tiga kasus korupsi yang
disangkakan jaksa.
"Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana
dalam dakwaan pertama subsider dan dakwaan kedua," kata Ketua
Majelis Hakim, Edward Pattinasarani, di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta (5/1).
Menurut hakim, dakwaan pertama tidak terbukti karena Amin
sebagai anggota Komisi Kehutanan tidak mempunyai kewenangan untuk
memutuskan soal peralihan fungsi hutan di Kabupaten Bintan.
Al Amin juga mendapat hukuman membayar denda sebanyak Rp
250 juta subsider enam bulan penjara. Hukuman ini lebih ringan dari
tuntutan jaksa sebelumnya. Jaksa juga meminta hakim menjatuhi
hukuman denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Jaksa
juga menuntut Amien mengembalikan uang yang dinikmati terdakwa
sebesar Rp 2,957 miliar.
4. Hal yang memberatkan menurut hakim, Al Amin seharusnya mencegah
menerima uang selaku anggota Dewan. Juga tidak seharusnya mencampuri urusan
legislatif. "Terdakwa pun seharusnya tidak berbuat keji menceredai amanat amanat
rakyat dengan meminta rakyat," kata Hakim Slamet. Hal yang meringankan, terdakwa
menyesali perbuatannya. "terdakwa masih muda dan masih memperbaiki dan
memberikan kontribusi kepada negara," kata Hakim.
Majelis menilai Amin telah menerima uang atas jabatan untuk proses alih fungsi
kawasan hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang. Rencananya hutan lindung itu akan
dibangun kawasan pelabuhan Tanjung Api-api, Sumatera Selatan. Amien bertemu calon
investor Chandra Antonio Tan. Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Azwar
Chesputera dan Sarjan Taher, Chandra menyerahkan uang dalam bentuk travel cheque.
"Al Amin menerima tiga lembar travel cheque senilai total Rp 75 juta," kata Hakim
Hendra Yospin.
Al Amin tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 9 April
2008 di Pub Hotel Ritz Carlton Jakarta bersama Sekertaris Daerah Kabupaten Bintan
Azirwan. KPK menyita uang senilai Rp 4 juta saat penangkapan dan Rp 67 juta di mobil
Al Amin. Penyidik juga menemukan uang SGD $30 ribu dari Azirwan. Selain
uang, ditemukan fotokopi hasil rapat Komisi Kehutanan DPR perihal persetujuan alih
fungsi di Bintan. Azirwan sendiri sedang menjalani sidang. Dia divonis hukuman selama
2,5 tahun oleh majelis hakim.
Al Amin meminta agar PT Almega Geosystem dimenangkan dalam proyek
pengadaan tersebut dengan tujuan keuntungan berupa komisi sebesar 20 persen dari
total pembayaran untuk terdakwa dan Sekertaris Badan Planologi Departemen
Kehutanan, M Ali Arsyad. "Ia mengancam akan mempersulit kelancaran proyek," kata
Hakim Martini.
5. Menurut dia, Amin mengungkapkan hal ini dalam pertemuan di
Rumah Makan Bebek Bali Senayan. Pertemuan tersebut dihadiri oleh
Ketua Panitia Pengadaan Eko Widjajanto dan perwakilan dari PT
Almega Geosystem selaku distributor tunggal produk LEICA.
Proyek pengadaan tersebut memutuskan PT Data Script sebagai
pemenang lelang. Atas hal ini, Amin kemudian meminta Eko agar PT
Data Script memberikan komisi 5,5 persen dari nilai pembayaran dan
PT Almega Geosystem memberikan komisi sebesar 20 persen dari nilai
pembayaran.
Desember 2007, kata Hakim, Al Amin menerima penyerahan uang
dari PT Data Script melalui Bambang Dwi Hartono senilai Rp 186 juta
atau sama dengan tiga persen dari pembayaran yang diterima PT Data
Script. Atas hal ini, lanjut dia, Amin merasa uang yang diterimanya tidak
sesuai dengan permintaannya sebesar 5,5 persen. Terdakwa, kata
Martini, meminta kekurangannya serta mengancam akan membatalkan
kontrak dan akan mempermasalahkan pengadaan tersebut di DPR.
PT Data Script kemudian memberikan tambahan uang sebesar Rp
100 juta kepada Amin. Januari 2008, lanjut Kadek, Amin menerima
uang dari PT Almega Geosystem sebanyak dua kali. Masing-masing
sebesar Rp 1,2 miliar.
7. Mantan Wali Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Achmad
Amins, hadiri pemeriksaan jaksa soal dugaan korupsi pengadaan lahan
matang untuk Korpri Samarinda, Jumat (11/2). Kehadiran Amins
merupakan panggilan kedua untuk diperiksa sebagai saksi dugaan
penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun
2007.
Amins diperiksa Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri
Samarinda, Bambang Dwi Murcolono, di ruangannya. Mengenakan batik
corak Kalimantan Timur dipadu celana abu-abu, ia diperiksa sejak pukul
08.00 Wita.
Usai diperiksa Amins yang ditunggu wartawan enggan memberikan
komentar perihal pemeriksaannya. "Nanti saja setelah salat Jumat saya
balik (diperiksa) lagi," kata Amins kepada wartawan, Jumat (11/2).
8. Pengadaan lahan kapling tanah itu untuk anggota Korpri Samarinda
di Kelurahan Sambutan dengan luas lahan 400 hektare.
Pembebasan lahan menghabiskan Rp 27,6 miliar dari sumber
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran 2007.
Amins meninggalkan kantor Kejaksaan Negeri sekitar pukul
10.30 Wita. Ia dijemput dengan mobil Honda Freed warna merah
hati dengan nomor polisi B 1537 KFM.
Pengungkapan perkara ini bermula dari temuan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Kejaksaan dalam proses
penyidikan, telah memeriksa David Effendi dari PT Davido Jaya
Mandiri dan Fauzi A Bahtar dari PT Tunas Satria Muda. Kedua
perusahaan ini merupakan penjual tanah sekaligus pengembang
perumahan untuk pegawai itu. Tapi hingga akhir pemeriksaan
BPK, kedua perusahaan itu tidak dapat menunjukkan bukti
kepemilikan tanah seluas 400 hektare itu.
9.
10. Sempat ngendon setahun di Mahkamah Agung (MA), akhirnya perkara
korupsi reklamasi pantai Bawean yang menimpa Suhabuddin (53), diterima
Pengadilan Negeri Gresik. Dalam putusannya, majelis MA yang dipimpin Joko
Sarwoko mengganjar pria asal Bawean dengan vonis 1 tahun penjara.
Dalam amar putusannya, majelis yang juga beranggotakan Qomariyah E
Sapardjaja dan Ahmadi Usman Sirathan mengabulkan kasasi JPU atau
pemohon. Ini artinya, MA membatalkan putusan PN Gresik Nomor
169/Pid.B/PN yang membebaskan segala dakwaan dari perkara korupsi senilai
Rp1,1 miliar.
Dalam amar putusan yang ditetapkan 27 Oktober 2009 itu, majelis MA
juga membebani denda warga Jalan Tanah Massa Perum Gresik Kota Baru
tersebut sebesar Rp50 juta subsider 2 bulan penjara.
Turunnya putusan kasasi yang diajukan JPU Wido Utomo itu terbilang
lama. Pasalnya, majelis MA sudah memutuskan 27 Oktober 2009, nyatanya
baru diterima Pengadilan Negeri Gresik pada 24 Januari 2011.
Menanggapi hal ini, Humas Pengadilan Negeri (PN) Gresik H. Fathul
Mujib menegaskan, bila hal itu menjadi urusan dari MA. "Atas surat
pengantarnya, amar putusan dikirim dari MA pada 4 Januari 2011 dan baru
kami terima pada 24 Januari 2011,” ujarnya.
11. H. Fajtul Mujib juga menegaskan, bila sudah memberikan surat
pemberitahuan atas salinan amar putusan MA tersebut. Bahkan, semua
pihak-pihak sudah dikirimi surat tersebut, termasuk diantaranya dengan
Kejari Gresik.
Perkara korupsi reklamasi pantai Bawean senilai Rp 1,1 miliar,
terdapat lima terdakwa. Selain, keempat terdakwa di atas, ada
tambahan Zainal Arifin, mantan Kesubdin Kelistrikan dan Pertambangan
BLH Gresik. Hanya untuk Zainal Arifin, saat sidang di Pengadilan Negeri
(PN) Gresik Pebruari 2009 lalu diputus 1,5 tahun penjara. Saat banding
dikurangi 1 tahun. Dan, sekarang pria yang tinggal di Jalan Kalimatan
Perum GKB itu sudah bebas.
Sementara, untuk empat rekannya JPU Wido Utomo mengajukan
kasasi, setelah pada 10 Pebruari 2009, majelis yang dipimpin Eddy Kir
Biantoro memutus bebas. Kendati keempat terdakwa dalam satu
berkas, namun baru putusan Buang Idang Guntur dan Sihabuddin yang
turun. Sedangkan, untuk Soemarsono dan Siti Kuntjarni belum juga
turun.
Sementara itu, Plt Kasie Pidsus Kejari Gresik Adung Sutranggono
menegaskan, pihaknya masih belum bisa melakukan eksekusi. Karena,
sampai saat ini pihaknya belum menerima salinan amar putusan
tersebut
13. Kasus dugaan korupsi Soeharto menyangkut penggunaan uang negara oleh
7 buah yayasan yang diketuainya, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan
Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi
Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana
Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto
mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini
menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya
untuk Yayasan Dana Mandiri.
Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas
setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan
9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang
pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999
Uang negara 400 miliar mengalir ke Yayasan Dana Mandiri antara tahun
1996 dan 1998. Asalnya dari pos Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos
bantuan presiden. Dalam berkas kasus Soeharto, terungkap bahwa Haryono
Suyono, yang saat itu Menteri Negara Kependudukan dan Kepala Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, mengalihkan dana itu untuk yayasan.
Ketika itu, dia masih menjadi wakil ketua di Dana Mandiri. Bambang
Trihatmodjo, yang menjadi bendahara yayasan ini, bersama Haryono, ternyata
mengalirkan lagi dana Rp 400 miliar yang telah masuk ke yayasan itu ke dua bank
miliknya, Bank Alfa dan Bank Andromeda, pada 1996-1997, dalam bentuk
deposito.
14. Dari data dalam berkas Soeharto, Bob Hasan paling
besar merugikan keuangan negara, diduga mencapai Rp
3,3 triliun. Hal ini juga terungkap dari pengakuan Ali
Affandi, Sekretaris Yayasan Supersemar, ketika diperiksa
sebagai saksi kasus Soeharto. Dia membeberkan, Yayasan
Supersemar, Dakab, dan Dharmais memiliki saham di 27
perusahaan Grup Nusamba milik Bob Hasan. Sebagian
saham itu masih atas nama Bob Hasan pribadi, bukan
yayasan.
Hutomo Mandala Putra, putra bungsu Soeharto
bersama bersama Tinton Suprapto, pernah memanfaatkan
nama Yayasan Supersemar untuk mendapatkan lahan 144
hektare di Citeureup, Bogor, guna pembangunan Sirkuit
Sentul. Sebelumnya, Tommy dan Tinton berusaha
menguasai tanah itu lewat Pemerintah Provinsi Jawa
Barat, tapi gagal.
16. Beberapa kasus korupsi yang menyeret nama
Nurdin, kembali menjadi sorotan, diantaranya kasus cek
perjalanan terkait pemenangan Miranda Swaray
Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia pada 2004 lalu. Nama Nurdin Halid disebut-
sebut ikut menerima aliran dana cek perjalanan senilai
Rp 500 juta.
Hal itu terungkap dalam persidangan terpidana
kasus yang sama, Hamka Yandhu pada 27 April 2010
silam. Namun, Nurdin tidak masuk dalam daftar 25
tersangka baru yang telah ditahan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Nurdin ternyata juga pernah menjalani pemeriksaan
di KPK pada 12 Oktober 2009, sebelum kasus Hamka
Yandhu disidangkan. Kala itu, Nurdin dimintai
keterangan sebagai saksi untuk Hamka Yandhu. Adanya
pemeriksaan tersebut, semakin menguatkan indikasi
keterlibatan Nurdin, meski dirinya membantah telah
menerima aliran dana dari Hamka.
17. Di bagian lain, Indonesia Corruption
Watch (ICW) kembali mendesak KPK untuk
segera menindaklanjuti dugaan keterlibatan
Nurdin, terkait pengakuan Hamka Yandhu.
"Dalam persidangan kasus cek perjalanan di
Pengadilan Tipikor, terdakwa Hamka Yandhu
sempat mengatakan pernah menyetor uang
cash Rp 500 juta ke Nurdin Halid. Tapi
sekarang hilang begitu, saja. Nurdin juga
tidak masuk dalam list para tersangka baru
kasus tersebut. Pengakuan Hamka Yandhu
harus ditindaklanjuti," papar Wakil
Koordinator ICW Emerson Yuntho.
18. Menurut keterangan Hamka, ketiga pihak
tersebut meminta jatah mereka dibayar dengan
uang tunai, bukan dalam bentuk cek perjalanan
seperti yang diberikan Hamka kepada 11 anggota
komisi IX fraksi Partai Golkar lainnya.
Sebelumnya, ketiga nama tersebut tidak disebut
dalam dakwaan Hamka. Hal itu terungkap ketika
Jaksa Penunut Umum (JPU) Siswanto
menanyakan kepada Hamka, apakah dirinya
memberikan jatah cek perjalanan sebanyak
masing-masing sepuluh lembar kepada Abdullah
Zaini dan Nurdin Halid.
19. Uang yang dibagikan Hamka kepada tiga pihak tersebut, berasal dari
bagian milik Hamka sebesar Rp 2,25 miliar, yakni sebanyak 45 lembar cek
perjalanan (satu cek bernilai Rp 50 juta). Hamka menerima duit panas
tersebut dari mantan staf Nunun Nurbaeti, Arie Malangjudo. Terkait
keterangan Hamka tersebut, Nurdin pernah menyatakan bantahannya.
"Tidak, itu tidak pernah, bantahnya saat itu.
Selain Hamka, Pengadilan Tipikor telah memvonis tiga terpidana
lainnya, yakni Dudhie Makmun Murod, Endin Soefihara dan Udju Djuhaeri.
Dalam pengembangan kasus tersebut, KPK telah menetapkan 26 tersangka
baru para mantan anggota komisi IX DPR RI periode 1999-2004, yang juga
menerima aliran dana cek perjalanan. KPK juga telah melakukan
penahanan atas 24 tersangka.
Dua tersangka yang tersisa, Jeffrey Tongas Lumbanbatu telah
meninggal dunia, sementara Anthony Zeidra Abidin telah menjadi
terpidana kasus korupsi dan mendekam di Lapas Cipinang.
Terlepas dari dugaan keterlibatan pada kasus cek perjalanan, Nurdin
juga diincar dalam dugaan suap yang melibatkan General Manager
Persisam Samarinda Aidil Fitri. Seperti yang diketahui, Pengadilan Negeri
Samarinda telah memvonis Aidil dengan hukuman satu tahun penjara.
Dia dinyatakan berslan lantaran telah menyalahgunakan penggunaan
dana klub yang berasal dari APBD. Dalam persidangan tersebut, PN
Samarinda juga menyatakan Nurdin Halid dan Ketua Badan Liga Sepakbola
Indonesia Andi Darussalam Tabusalla menerima uang dari hasil korupsi
APBD Kota Samarinda yang dilakukan Aidil.