SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 41
Descargar para leer sin conexión
Petunjuk Teknis
PENANGANAN
GANGGUAN REPRODUKSI
PADA SAPI POTONG
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Departemen Pertanian
2007
ISBN 978-979-8308-69-7
Petunjuk Teknis
PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI
PADA SAPI POTONG
Dian Ratnawati
Wulan Cahya Pratiwi
Lukman Affandhy. S
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
DEPARTEMEN PERTANIAN
2007
Penanganan Gangguan Reproduksi
Pada Sapi Potong
Diterbitkan : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Hak Cipta @ 2007. Loka Penelitian Sapi Potong
Jln. Pahlawan Grati No. 2 Grati Pasuruan 67184
Penyunting Pelaksana :
Andi Mulyadi
Marsandi
Tata Letak dan Rancangan Sampul :
Dicky Mohammad Dikman
Isi buku dapat disitasi dengan menyebutkan sumbernya
Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi
Potong, 2007.
Penulis :Dian Ratnawati, Wulan Cahya Pratiwi, dan Lukman Affandhy.
S, Grati
Loka Penelitian Sapi Potong Grati, 2007 : V + 35 halaman
ISBN 978-979-8308-69-7
Gangguan Reproduksi 2007
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
atas rahmat dan hidayahNya dengan diselesaikannya
buku ”Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan
Reproduksi Pada Sapi Potong”.
Buku petunjuk teknis ini disusun untuk
memberikan informasi kepada para pelaku dan pemerhati
usaha peternakan sapi potong tentang beberapa
gangguan reproduksi yang dapat terjadi pada ternak sapi
potong dan bagaimana cara menghindari maupun cara
penanganannya. Penerbitan buku ini dibiayai dari dana
kegiatan Prima Tani Loka Penelitian Sapi Potong T.A.
2007.
Kepada staf peneliti di Loka Penelitian Sapi
Potong yang telah menyusun buku petunjuk teknis ini,
diucapkan penghargaan dan terima kasih. Semoga buku
ini dapat bermanfaat bagi pembangunan sapi potong di
Indonesia.
Bogor, September 2007
Kepala Pusat,
Dr. Abdullah M. Bamualim
Gangguan Reproduksi 2007
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………… iii
DAFTAR ISI ………………………………... Iv
DAFTAR GAMBAR ……………………….. v
I. PENDAHULUAN....................................... 1
1. Latar Belakang....................................... 1
2.Tujuan dan Manfaat Teknologi................ 2
II. PERMASALAHAN REPRODUKSI DAN
PENANGANANNYA ………………..........
4
1. Penyebab Gangguan Reproduksi ……. 4
2. Macam Gangguan Reproduksi dan
Penanggulangannya ………….............
4
III. KESIMPULAN DAN SARAN ………….. 33
IV. DAFTAR BACAAN .................................. 35
Gangguan Reproduksi 2007
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Nomor
Gambar
Judul
1 Induk sapi dengan SKT yang baik.... 7
2 Sanitasi kandang.............................. 17
3 Vaksinasi brucellosis pada sapi........ 18
4 Prolapsus vagina pada induk sapi ... 25
5 Berbagai macam distokia induk........ 27
6 Penanganan distokia dengan tarik
paksa ............................................... 28
7 Retensio plasenta pada sapi induk... 29
Gangguan Reproduksi 2007
1
I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung
peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di
usaha peternakan rakyat, hingga saat ini sering dijumpai adanya
kasus gangguan reproduksi yang ditandai dengan rendahnya
fertilitas induk, akibatnya berupa penurunan angka kebuntingan
dan jumlah kelahiran pedet, sehingga mempengaruhi penurunan
populasi sapi dan pasokan penyediaan daging secara nasional.
Perlu dicarikan solusi untuk meningkatkan populasi sapi potong
dalam rangka mendukung kecukupan daging sapi secara nasional
tahun 2010.
Gangguan reproduksi yang umum terjadi pada sapi
diantaranya: (1) retensio sekundinarium (ari-ari tidak keluar), (2)
distokia (kesulitan melahirkan) (3) abortus (keguguran), dan (4)
Gangguan Reproduksi 2007
2
kelahiran prematur/sebelum waktunya. Gangguan reproduksi
tersebut menyebabkan kerugian ekonomi sangat besar bagi
petani yang berdampak terhadap penurunan pendapatan
peternak; umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
: (1). penyakit reproduksi, (2) buruknya sistem pemeliharaan, (3)
tingkat kegagalan kebuntingan dan (4) masih adanya
pengulangan inseminasi, yang kemungkinan salah satu
penyebabnya adalah adanya gangguan reproduksi; di Sumatera
Barat 60 % disebabkan oleh endometritis dan 40 % hormonal
(Riady, 2006).
Penanganan gangguan reproduksi ditingkat pelaku usaha
peternakan masih kurang, bahkan beberapa peternak terpaksa
menjual sapinya dengan harga yang murah karena ketidaktahuan
cara menangani. Perlu pemasyarakatan teknologi inovatif untuk
penanggulangan gangguan reproduksi sapi potong, khususnya
pada sapi induk usaha perbibitan rakyat dengan harapan sapi
induknya produktif sehingga memacu semangat untuk berusaha.
2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan pembuatan petunjuk teknis ini adalah: (1)
memberikan informasi kepada pelaku usaha peternakan tentang
Gangguan Reproduksi 2007
3
usaha penanggulangan dan cara menangani gangguan reproduksi
pada induk sapi potong secara mandiri dengan peralatan yang
sederhana.
Diketahuinya cara mengatasi gangguan reproduksi pada
sapi potong diharapkan pelaku usaha peternakan dapat
melaksanakan dengan mudah sehingga mengurangi tingkat
kemajiran dan memperlancar proses beranak serta dapat
meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan jumlah induk berkualitas
yang akhirnya dapat meningkatkan nilai tambah petani dari usaha
sapi potong.
Gangguan Reproduksi 2007
4
II PERMASALAHAN DAN PENANGANAN
GANGGUAN REPRODUKSI
1. Penyebab Gangguan Reproduksi
Gangguan reproduksi pada sapi potong disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya:
a. Cacat anatomi saluran reproduksi (defek kongenital).
b. Gangguan fungsional.
c. Kesalahaan manajemen.
d. Infeksi organ reproduksi.
2. Macam Gangguan Reproduksi dan Penanggulangannya
a. Cacat anatomi saluran reproduksi
Abnormalitas yang berupa cacat anatomi saluran
reproduksi ini dibedakan menjadi dua yaitu cacat kongenital
(bawaan) dan cacat perolehan.
Gangguan Reproduksi 2007
5
b. Cacat Kongenital
Gangguan karena cacat kongenital atau bawaan lahir dapat
terjadi pada ovarium (indung telur) dan pada saluran
reproduksinya. Gangguan pada ovarium meliputi: Hipoplasia
ovaria (indung telur mengecil) dan Agenesis ovaria (indung telur
tidak terbentuk). Hipoplasia ovaria merupakan suatu keadaan
indung telur tidak berkembang karena keturunan. Hal ini dapat
terjadi secara unilateral maupun bilateral. Apabila terjadi pada
salah satu indung telur maka sapi akan menunjukan gejala
anestrus (tidak pernah birahi) dan apabila terjadi pada kedua
indung telur maka sapi akan steril (majir). Secara perrektal indung
telur akan teraba kecil, pipih dengan permukaan berkerut.
Agenesis merupakan suatu keadaan sapi tidak mempunyai indung
telur karena keturunan. Dapat terjadi secara unilateral (salah satu
indung telur) ataupun bilateral (kedua indung telur).
Cacat turunan juga dapat terjadi pada saluran alat
reproduksi, diantaranya : Freemartin (abnormalitas kembar jantan
dan betina) dan atresia vulva (pengecilan vulva). Kelahiran
kembar pedet jantan dan betina pada umumnya (lebih dari 92%)
mengalami abnormalitas yang disebut dengan freemartin.
Abnormalitas ini terjadi pada fase organogenesis (pembentukan
Gangguan Reproduksi 2007
6
organ dari embrio di dalam kandungan), kemungkinan hal ini
disebabkan oleh adanya migrasi hormon jantan melalui
anastomosis vascular (hubungan pembuluh darah) ke pedet
betina dan karena adanya intersexuality (kelainan kromosom).
Organ betina sapi freemartin tidak berkembang (ovaria
hipoplastik) dan ditemukan juga organ jantan (glandula
vesikularis). Sapi betina nampak kejantanan seperti tumbuh
rambut kasar di sekitar vulva, pinggul ramping dengan hymen
persisten. Sedangkan Atresia Vulva merupakan suatu kondisi
pada sapi induk dengan vulva kecil dan ini membawa resiko pada
kelahiran sehingga sangat memungkinkan terjadi distokia
(kesulitan melahirkan). Penanganannya dengan pemilihan sapi
induk dengan skor kondisi tubuh (SKT) yang baik (tidak terlalu
kurus atau gemuk serta manajemen pakan yang baik (Gambar 1).
c. Cacat perolehan
Cacat perolehan dapat terjadi pada indung telur maupun
pada alat reproduksinya. Cacat perolehan yang terjadi pada
indung telur, diantaranya: Ovarian Hemorrhagie (perdarahan pada
indung telur) dan Oophoritis (radang pada indung telur).
Perdarahan indung telur biasanya terjadi karena efek sekunder
dari manipulasi traumatik pada indung telur. Bekuan darah yang
Gangguan Reproduksi 2007
7
terjadi dapat menimbulkan adhesi (perlekatan) antara indung telut
dan bursa ovaria ( Ovaro Bursal Adhesions / OBA). OBA dapat
terjadi secara unilateral dan bilateral. Gejalanya sapi mengalami
kawin berulang. Sedangkan Oophoritis merupakan keradangan
pada indung telur yang disebabkan oleh manipulasi yang
traumatik/ pengaruh infeksi dari tempat yang lain misalnya infeksi
pada oviduk (saluran telur) atau infeksi uterus (rahim). Gejala
yang terjadi adalah sapi anestrus.
Gambar 1. Induk sapi dengan SKT yang baik
Gangguan Reproduksi 2007
8
Cacat perolehan pada saluran reproduksi, diantaranya:
Salphingitis, trauma akibat kelahiran dan tumor. Salphingitis
merupakan radang pada oviduk. Peradangan ini biasanya
merupakan proses ikutan dari peradangan pada uterus dan
indung telur. Cacat perolehan ini dapat terjadi secara unilateral
maupun bilateral. Sedangkan trauma akibat kelahiran dapat terjadi
pada kejadian distokia dengan penanganan yang tidak benar
(ditarik paksa), menimbulkan trauma/ kerusakan pada saluran
kelahiran dan dapat berakibat sapi menjadi steril/ majir. Tumor
ovarium yang umum terjadi adalah tumor sel granulosa. Pada
tahap awal sel- sel tumor mensekresikan estrogen sehingga
timbul birahi terus menerus (nympomania) namun akhirnya
menjadi anestrus.
Penanganan cacat perolehan disesuaikan dengan
penyebab primernya. Jika penyebab primernya adalah infeksi
maka ditangani dengan pemberian antibiotika. Perlu hindari
trauma fisik penanganan reproduksi yang tidak tepat.
d. Gangguan fungsional
Salah satu penyebab gangguan reproduksi adalah adanya
gangguan fungsional (organ reproduksi tidak berfungsi dengan
baik). Infertilitas bentuk fungsional ini disebabkan oleh adanya
Gangguan Reproduksi 2007
9
abnormalitas hormonal. Berikut adalah contoh kasus gangguan
fungsional, diantaranya :
1. Sista ovarium
2. Subestrus dan birahi tenang
3. Anestrus
4. Ovulasi tertunda
1. Sista ovarium (ovaria, folikuler dan luteal)
Status ovarium dikatakan sistik apabila mengandung satu
atau lebih struktur berisi cairan dan lebih besar dibanding dengan
folikel masak. Penyebab terjadinya sista ovarium adalah
gangguan ovulasi dan endokrin (rendahnya hormon LH).
Sedangkan faktor predisposisinya adalah herediter, problem sosial
dan diet protein. Adanya sista tersebut menjadikan folikel de graf
(folikel masak) tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami
regresi (melebur) atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran
folikel meningkat, adanya degenerasi lapisan sel granulosa dan
menetap paling sedikit 10 hari. Akibatnya sapi –sapi menjadi
anestrus atau malah menjadi nymphomania (kawin terus).
Penanganan yang dilakukan yaitu dengan:
Sista ovaria : prostaglandin (jika hewan tidak bunting)
Gangguan Reproduksi 2007
10
Sista folikel : Suntik HCG/LH (Preynye, Nymfalon) secara
intramuskuler sebanyak 200 IU.
Sista luteal : PGH 7,5 mg secara intra uterina atau 2,5 ml
secara intramuskuler. Selain itu juga dapat diterapi dengan
PRID/CIDR intra uterina (12 hari). Dua sampai lima hari
setelah pengobatan sapi akan birahi.
2. Subestrus dan birahi tenang
Subestrus merupakan suatu keadaan dimana gejala birahi
yang berlangsung singkat/ pendek (hanya 3- 4 jam) dan disertai
ovulasi (pelepasan telur). Birahi tenang merupakan suatu keadaan
sapi dengan aktifitas ovarium dan adanya ovulasi namun tidak
disertai dengan gejala estrus yang jelas. Penyebab kejadian ini
diantaranya: rendahnya estrogen (karena defisiensi β karotin, P,
Co, Kobalt dan berat badan yang rendah ).
Apabila terdapat corpus luteum maka dapat diterapi dengan
PGF2α (prostaglandin) dan diikuti dengan pemberian GnRH
(Gonadotropin Releasing Hormon).
3. Anestrus
Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina
yang tidak menunjukkan gejala estrus dalam jangka waktu yang
Gangguan Reproduksi 2007
11
lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut dapat disebabkan oleh
tidak adanya aktivitas ovaria atau akibat aktifitas ovaria yang tidak
teramati. Keadaan anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan
penyebabnya yaitu :
a. True anestrus (anestrus normal)
Abnormalitas ini ditandai dengan tidak adanya aktivitas
siklik dari ovaria, penyebabnya karena tidak cukupnya produksi
gonadotropin atau karena ovaria tidak respon terhadap hormon
gonadotropin. Secara perrektal pada sapi dara akan teraba kecil,
rata dan halus, sedangkan kalau pada sapi tua ovaria akan teraba
irreguler (tidak teratur) karena adanya korpus luteum yang regresi
(melebur).
b. Anestrus karena gangguan hormon
Biasanya terjadi karena tingginya kadar progesteron
(hormon kebuntingan) dalam darah atau akibat kekurangan
hormon gonadotropin.
c. Anestrus karena kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan gagalnya produksi
dan pelepasan hormon gonadotropin, terutama FSH dan LH,
akibatnya ovarium tidak aktif.
Gangguan Reproduksi 2007
12
d. Anestrus karena genetik
Anestrus karena faktor genetik yang sering terjadi adalah
hipoplasia ovarium dan agenesis ovaria.
Penanganan dengan perbaikan pakan sehingga skor
kondisi tubuh (SKT) meningkat, merangsang aktivitas ovaria
dengan cara pemberian (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/
CIDR dan estrogen).
4. Ovulasi yang tertunda
Ovulasi tertunda (delayed ovulation) merupakan suatu
kondisi ovulasi yang tertunda/ tidak tepat waktu. Hal ini dapat
menyebabkan perkawinan/ IB tidak tepat waktu, sehingga
fertilisasi (pembuahan) tidak terjadi dan akhirnya gagal untuk
bunting. Penyebab utama ovulasi tertunda adalah rendahnya
kadar LH dalam darah. Gejala yang nampak pada kasus ini
adalah adanya kawin berulang (repeat breeding).
Terapi yang dapat dilakukan diantaranya dengan injeksi
GnRH (100-250 µg gonadorelin) saat IB.
2.2.3. Kesalahan Manajemen
Faktor manajemen sangat erat hubungannya dengan faktor
pakan/ nutrisi. Jika tubuh kekurangan nutrisi terutama untuk
Gangguan Reproduksi 2007
13
jangka waktu yang lama maka akan mempengaruhi fungsi
reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah dan akhirnya
produktifitasnya rendah. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi
fungsi hipofisis anterior sehingga produksi dan sekresi hormon
FSH dan LH rendah (karena tidak cukupnya ATP), akibatnya
ovarium tidak berkembang (hipofungsi). Pengaruh lainnya pada
saat ovulasi, transport sperma, fertilisasi, pembelahan sel,
perkembangan embrio dan fetus. Kekurangan nutrisi yang terjadi
pada masa pubertas sampai beranak pertama maka
kemungkinannya adalah : birahi tenang, defek ovulatory (kelainan
ovulasi), gagal konsepsi, kematian embrio/ fetus. Nutrisi yang
sangat menunjang untuk saluran reproduksi diantaranya: protein,
vitamin A, mineral/ vitamin (P, Kopper,Kobalt, Manganese, Iodine,
Selenium). Selain nutrisi tersebut di atas, yang perlu diperhatikan
adalah adanya ransum yang harus dihindari selama masa
kebuntingan karena dapat menyebabkan abortus (keguguran),
diantaranya: racun daun cemara, nitrat, ergotamin, napthalen,
khlor dan arsenik.
e. Infeksi Organ Reproduksi
1. Infeksi non spesifik
Yang termasuk dalam infeksi non spesifik diantaranya:
Gangguan Reproduksi 2007
14
a. Endometritis (radang uterus)
Merupakan peradangan pada endometrium (dinding rahim).
Uterus (rahim) sapi biasanya terkontaminasi dengan berbagai
mikroorganisme (bakteri) selama masa puerpurium (masa nifas).
Gejalanya meliputi : leleran berwarna jernih keputihan sampai
purulen (kekuningan) yang berlebihan, uterus mengalami
pembesaran (peningkatan ukuran). Penderita bisa nampak sehat,
walaupun dengan leleran vulva purulen dan dalam uterusnya
tertimbun cairan. Pengaruh endometritis terhadap fertilitas
(pembuahan) adalah dalam jangka pendek, menurunkan
kesuburan, Calving Interval dan S/C naik, sedangkan jangka
panjang menyebabkan sterilitas (kemajiran) karena terjadi
perubahan saluran reproduksi. Faktor predisposisi (pendukung)
terjadinya endometritis adalah distokia, retensi plasenta, musim,
kelahiran kembar, infeksi bakteri serta penyakit metabolit.
Penanganannya dengan injeksi antibiotik, hormon (PGF2α)
dan irigasi/ pemasukan antiseptik intra uterina.
b. Piometra (radang uterus bernanah)
Merupakan pengumpulan sejumlah eksudat purulen dalam
lumen uterus (rongga rahim) dan adanya korpus luteum persisten
pada salah satu ovariumnya. Korpus luteum mengalami
Gangguan Reproduksi 2007
15
persistensi mungkin karena adanya isi uterus abnormal,
menyebabkan hambatan pelepasan prostaglandin dari
endometrium atau menahan prostaglandin dalam lumen uterus.
Gejala yang timbul meliputi : leleran vagina purulen (kekuningan),
sapi anestrus.
Penanganan medisnya yaitu dengan kombinasi pemberian
antibiotik dan hormon prostaglandin.
c. Vaginitis
Merupakan peradangan pada vagina, biasanya sebagai
penjalaran dari metritis dan pneumovagina atau dapat disebabkan
oleh tindakan penanganan masalah reproduksi yang tidak tepat
seperti tarikan paksa/ fetotomi. Penyebab vaginitis diantaranya
virus IBR-IPV dan penyakit – penyakit kelamin. Tanda-tanda
vaginitis bervariasi, mulai dari leleran lendir keruh dan hiperemia
mukosa (mukosa kemerahan) vagina sampai nekrosis mukosa
(kematian jaringan mukosa) vagina disertai pengejanan terus –
menerus dan septikemia.
Penanganan kasus vaginitis ini ditujukan untuk
menghilangkan iritasi, menghentikan pengejanan dengan anastesi
epidural, koreksi operatif dari defek vulva dan urovagina serta
pengobatan antibiotik sistemik.
Gangguan Reproduksi 2007
16
2. Infeksi Spesifik
Infeksi yang bersifat spesifik,diantaranya :
a. Bakterial
1. Brucellosis
Penyebab brucellosis pada sapi adalah Brucella abortus
sedangkan pada kambing/ domba adalah Brucella melitensis.
Bersifat zoonosis dan menyebabkan demam undulan pada
manusia bila mengkonsumsi susu yang tercemar B.abortus.
Brucellosis dapat menular melalui eksudat (lendir) alat kelamin,
selaput lendir mata, makanan dan air yang tercemar ataupun
melalui IB dari semen yang terinfeksi. Gejala yang nampak
biasanya sapi bunting mengalami abortus pada 6-9 bulan
kebuntingan; selaput fetus yang diaborsikan terlihat oedema,
hemorhagi, nekrotik dan adanya eksudat kental serta adanya
retensi plasenta, metritis dan keluar kotoran dari vagina.
Penanggulangan dan pencegahan brucellosis diataranya
dengan :
Sanitasi dan kebersihan harus terpelihara
Vaksinasi strain 19 usia 3 – 7 bulan
Pemberian antiseptik dan antibiotika pada hewan yang sakit
Penyingkiran reaktor (sapi terinfeksi sebagai sumber infeksi)
Gangguan Reproduksi 2007
17
Sapi yang terinfeksi diisolasi/ dijual/ dipotong.
Fetus dan plasenta yang digugurkan dibakar kemudian
dikubur.
Hewan baru dikarantina, diperiksa dan diuji.
Gambar 2. Sanitasi kandang
Gangguan Reproduksi 2007
18
2. Leptospirosis
Penyebabnya yaitu Leptospira pomona, Leptospira
gripothyposa, Leptospira conicola, Leptospira hardjo. Cara
penularannya melalui kulit terbuka/ selaput lendir (mulut, pharynx,
hidung, mata) karena kontak dengan makanan dan minuman yang
tercemar. Gejala yang nampak diantaranya : anoreksia (tidak mau
makan), produksi susu turun, abortus pada pertengahan
Gambar 3. Vaksinasi brucellosis pada sapi
Gangguan Reproduksi 2007
19
kebuntingan dan biasanya terjadi retensi plasenta, metritis dan
infertilitas.
Pengendalian kejadian leptospirosis meliputi sanitasi yang
baik, isolasi hewan yang sakit serta hindari pakan dan minuman
dari pencemaran, vaksinasi dengan serotipe (jenis) leptospira
yang ada di daerah tersebut. Pengobatan dengan antibiotika dosis
tinggi, 3 juta IU penicillin dan 5 gr streptomycin (2x sehari).
3. Vibriosis
Penyebabnya adalah Vibrio fetus veneralis atau
Campylobacter foetus veneralis. Dapat menular melalui
perkawinan dengan pejantan tercemar. Gejala yang timbul
diataranya : endometritis dan kadang – kadang salpingitis dengan
leleran mukopurulen, siklus estrus diperpanjang ± 32 hari,
kematian embrio, abortus pada trisemester 2 kebuntingan dan
terjadinya infertilitas karena kematian embrio dini.
Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen
sehat, istirahat kelamin selama 3 bulan pada hewan yang
terinfeksi, vaksinasi dengan bakterin 30-90 hari sebelum
dikawinkan atau setiap tahun. Pengobatan dengan infusi
(pemasukan) antibiotika spektrum luas secara intra uterin, injeksi
Gangguan Reproduksi 2007
20
pejantan dengan dihydrostreptomisin dosis 22 mg/kg BB secara
subkutan (di bawah kulit).
4. Tuberkulosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium bovis. Dapat menular
melalui ekskresi, sputum (riak), feses, susu, urin, semen, traktus
genitalis (saluran kelamin), pernafasan, ingesti dan perkawinan
dengan hewan yang sakit. Gejala yang nampak diataranya :
abortus, retensi plasenta, lesi uterus bilateral, salpingitis dan
adhesi (perlekatan) antara uterus.
Penanganan dan pencegahan diantaranya dengan sanitasi
kandang dan lingkungan, pengobatan dengan antibiotika, isolasi
hewan yang terinfeksi dan vaksinasi.
5. Viral
a. IBR- IPV
Penyebabnya adalah virus herpes dengan tingkat kematian
prenatal dan neonatal cukup tinggi. Penularan dapat melalui air,
pakan, kontak langsung maupun tidak langsung. Gejala yang
nampak dalam berbagai bentuk, yaitu :
Gangguan Reproduksi 2007
21
Respiratorik bagian atas (demam, anorexia, depresi, leleran
hidung, nodula/ bungkul-bungkul pada hidung, pharynx,
trachea, batuk, penurunan produksi susu).
Konjungtival (hiperlakrimasi dengan eksudat mukopurulen,
konjungtiva merah dan bengkak, adanya pustula pada
konjungtiva dan ulcer nekrotik.
Digestif neonatal ( septikemia, lesi pada mulut, larynx dan
pharynx).
Meningoencepalitis (kelesuan, inkoordinasi, tremor, mati dalam
3-4 hari).
Vulvovagina (septikemia, pustula dan ulcer pada vagina dan
vulva disertai leleran purulen).
Preputial (pustula dan ulcer pada penis dan preputium).
Abortus dan prenatal (abortus pada trisemester kebuntingan).
Intrauterina (endometritis nekrotik, uterus tegang dan
edematus).
Pengendalian dan pengobatan: Pemberian antibiotik,
karantina hewan dan istirahat kelamin selama 3-4 minggu,
vaksinasi kombinasi (IBR, IPV dan BVD-MD).
Gangguan Reproduksi 2007
22
b. BVD-MD
Virus BVD-MD menyerang sapi dengan gejala: demam
tinggi, depresi, anorexia, diare, lesi pada mukosa mulut dan
sistem pencernaan, abortus pada 2-9 bulan kebuntingan serta
terjadinya kawin berulang.
Pengobatan dengan pemberian antibiotika, pencegahan
dengan vaksinasi umur 9-10 bulan. Sanitasi dan desinfeksi
kandang dan lingkungan penting untuk diperhatikan.
c. EBA (Epizootik Bovine Abortion)
Penyebabnya Chlamydia atau Megawanella. Gejala yang
nampak :abortus pada 4-9 bulan kebuntingan, stillbirth (lahir
kemudian mati), jika fetus lahir maka lemah, retensi plasenta.
Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotika.
Sedangkan pengendaliannya dapat dilakukan dengan isolasi/
karantina hewan yang sakit, vaksinasi, sanitasi dan desinfeksi
kandang.
6. Protozoa
a. Trikomoniasis
Penyebabnya Trichomonas fetus, merupakan penyakit
kelamin menular pada sapi yang ditandai dengan penurunan
Gangguan Reproduksi 2007
23
kesuburan (S/C tinggi), abortus dini (4 bulan kebuntingan/
trisemester pertama kebuntingan). Penularan dengan kawin alam
maupun dengan IB. Pengendaliannya dengan:
IB dengan pejantan sehat
Istirahat kelamin
Pemberian antibiotik intra uterin pada betina terinfeksi.
Pemberian estrogen/ PGF2α
Pejantan kronis diberi bovoflavin/ metronidazole atau
dieliminasi.
b. Toxoplasmosis
Penyebabnya Toxoplasma gondii, bersifat zoonosis
sehingga dapat menyerang manusia. Gejala yang nampak
diataranya: demam, gangguan nafas dan syaraf, abortus,
prematur maupun lahir lemah. Penularan melalui pakan/ minum
yang tercemar dengan ookista.
Pengobatan dengan antibiotika, kombinasi antara preparat
sulfa (sulfadiazin) dan pyrimethamine. Pencegahan dengan
menjaga sanitasi dan desinfeksi kandang serta lingkungannya.
Gangguan Reproduksi 2007
24
7. Jamur
Penyebab utama abortus adalah Aspergillus fumigatus.
Selain itu juga bisa disebabkan oleh Mucorales. Terdapat dua jalur
utama penularan, 1). melalui inhalasi, masuk paru dan mengikuti
aliran darah sampai ke plasenta dan menyebabkan abortus. 2).
Melalui ingesti, menyebabkan radang pada rumen, mengikuti
aliran darah menuju plasenta dan menimbulkan keradangan
sehingga terjadilah abortus. Gejala yang nampak diantaranya :
abortus pada 5-7 bulan kebuntingan, fetus mengalami autolisis/
lahir lemah, membran fetus (bengkak, nekrotik, lesi plasentoma,
kotiledon dan karuncula bengkak, oedem dan nekrotik).
Penanganan yang dapat dilakukan yaitu dengan
menggunakan preparat antijamur dan perbaikan manajemen
secara keseluruhan meliputi perbaikan pakan dan manajemen
kesehatan yang baik meliputi sapi, kandang dan lingkungannya.
Selain gangguan reproduksi yang disebabkan oleh keempat
faktor tersebut, berikut kondisi patologis yang berhubungan
dengan masalah reproduksi:
8. Prolaps Vagina Cervik (dobolen)
Merupakan pembalikan uterus, vagina dan servik,
menggantung keluar melalui vulva. Penyebabnya adalah hewan
Gangguan Reproduksi 2007
25
selalu dikandangkan, tingginya estrogen, tekanan intra abdominal
saat berbaring maupun genetik. Pada keadaan prolaps partial,
organ masuk ke saluran reproduksi seperti semula saat berdiri
namun bila terjadi secara total maka organ akan tetap
menggantung keluar meskipun dalam keadaan berdiri (Gambar 4).
Penanggulangan secara teknis yaitu dengan ditempatkan di
kandang dengan kemiringan 5 –15 cm lebih tinggi di bagian
belakang. Secara medis dapat dilakukan dengan reposisi ke posisi
semula, irigasi (pemasukan dilanjutkan dengan pengeluaran)
Gambar 4. Prolapsus vagina induk sapi
Gangguan Reproduksi 2007
26
antiseptik (povidon iodine) dan injeksi dengan antibiotika spektrum
luas (oxytetracycline).
9. Distokia
Merupakan suatu kondisi stadium pertama kelahiran
(dilatasi cervik) dan kedua (pengeluaran fetus) lebih lama dan
menjadi sulit dan tidak mungkin lagi bagi induk untuk
mengeluarkan fetus. Sebab –sebab distokia diantaranya herediter,
gizi, tatalaksana, infeksi, traumatik dan berbagai sebab lain.
Penanganan yang dapat dilakukan diantaranya:
Mutasi, mengembalikan presentasi, posisi dan postur fetus
agar normal dengan cara di dorong (ekspulsi), diputar (rotasi)
dan ditarik (retraksi).
Penarikan paksa, apabila uterus lemah dan janin tidak ikut
menstimulir perejanan.
Pemotongan janin (Fetotomi), apabila presentasi, posisi dan
postur janin yang abnormal tidak bisa diatasi dengan mutasi/
penarikan paksa dan keselamatan induk yang diutamakan.
Operasi Secar (Sectio Caesaria), merupakan alternatif terakhir
apabila semua cara tidak berhasil. Operasi ini dilakukan
dengan pembedahan perut (laparotomy) dengan alat dan
kondisi yang steril.
Gangguan Reproduksi 2007
27
Gambar 5. Berbagai Macam Distokia (Toelihere, 1987)
Gangguan Reproduksi 2007
28

10. Retensi Plasenta
Merupakan suatu kondisi selaput fetus menetap lebih lama
dari 8 –12 jam di dalam uterus setelah kelahiran.
Pada dasarnya retensi plasenta adalah kegagalan
pelepasan plasenta anak (vili kotiledon) dan plasenta induk (krypta
caruncula). Penyebabnya adalah infeksi (yang menyebabkan
uterus lemah untuk berkontraksi), pakan (kekurangan karotin,
Gambar 6. Penanganan distokia dengan tarik paksa
Gangguan Reproduksi 2007
29
vitamin A) dan kurangnya exercise (sapi diumbar) sehingga otot
uterus tidak kuat untuk bekontraksi.
Penanganan yang dapat dilakukan dengan pelepasan
selaput fetus secara manual, pemberian preparat antibiotika
spektrum luas (oxytetracyclin, Chlortetracyclin atau Tetracyclin).
Pengobatan secara tradisional dapat dilakukan dengan pemberian
Gambar 7. Retensio plasenta pada sapi induk
Gangguan Reproduksi 2007
30
daun waru dan bambu dengan cara diberikan langsung lewat
pakan (Affandhy, 2001).
11. Torsi Uterus (Kandung peranakan melintir)
Merupakan perputaran uterus pada porosnya, biasanya
disebabkan oleh : gerakan sapi yang mendadak saat berbaring/
berdiri, kekurangan cairan fetus, terjatuh dan selalu dikandangkan,
tonus uterus (kekuatan rahim) menurun, gerakan fetus yang
berlebihan dan karena struktur anatomi (sebagai faktor
predisposisi/ pendukung). Gejala yang nampak adalah hewan
terlihat tidak tenang, menendang-nendang perut, mengejan,
pulsus dan frekuensi nafas meningkat, terjadi obstruksi suplai
darah ke uterus yang berujung pada kematian fetus.
Penanganan teknis yang bisa dilakukan diantaranya
dengan penggulingan dengan atau tanpa fiksasi secara cepat ke
arah yang berlawanan dengan arah torsi atau dengan operasi
seksio sesaria.
12. Maserasi Fetus (janin membubur)
Merupakan suatu kondisi fetus terendam sekian lama
dalam cairan amnion dan adanya infeksi bakteri maka tubuh fetus
menjadi hancur seperti bubur dan keluar lewat vulva dan yang
Gangguan Reproduksi 2007
31
tertinggal di dalam uterus hanya tulang – tulang fetus. Penyebab
utamanya adalah bakteri Trichomonas fetus dan juga dapat
disebabkan oleh jamur. Gejala yang timbul diantaranya : leleran
nanah dari vulva yang berbau busuk, hewan selalu mengejan,
suhu tubuh naik (kejadian akut), nafas frekuen (terengah-engah),
anorexia, penurunan produksi susu dan secara perrektal teraba
adanya tulang, cairan dan penebalan uterus.
Penanganan yang dapat dilakukan dengan mengeluarkan
tulang fetus (sulit dan mahal), pengeluaran nanah dengan hormon
PGF2α/ estrogen atau dengan pertimbangan ekonomis hewan
dijual/ dipotong.
13. Mummifikasi fetus (janin mengeras)
Merupakan suatu kondisi fetus dalam uterus mati tanpa
disertai pencemaran mikroorganisme, terjadi penyerapan oleh
uterus sehingga fetus menjadi kering dan keras. Mummifikasi
fetus dapat disebabkan oleh pelilitan tali pusat, penyempitan tali
pusat, torsi uteri maupun karena kelainan genetik. Gejala yang
dapat diidentifikasi adalah adanya fetus yang mengeras/ membatu
jika diraba secara perrektal, sapi anestrus, mengejan terus –
menerus, sulit defekasi dan anorexia.
Gangguan Reproduksi 2007
32
Terapi yang dapat dilakukan yaitu dengan injeksi stilbestrol
secara intramuscular dengan dosis 50-80 mg atau dengan injeksi
PGF2α.
14. Hernia Uterina
Merupakan suatu keadaan pada induk sapi yang sedang
bunting, dengan uterus dan atau bersama fetus masuk ke dalam
rongga hernia. Penyebabnya adalah sobeknya lapisan peritoneum
dan otot abdomen karena trauma, atau bisa juga disebabkan
karena fetus besar/ kembar. Gejala yang tampak berupa
pembengkakan di bawah perut, semakin lama semakin besar dan
apabila dipalpasi teraba ada fetus/ gerakan fetus. Penanganan
yang bisa dilakukan:
1. Apabila kelahiran masih lama maka bisa diatasi dengan
penahanan hernia dengan menggunakan papan dan kain yang
diikatkan pada punggung sapi.
2. Apabila sudah mendekati kelahiran, cara yang terbaik adalah
dengan operasi pembedahan perut (laparotomi).
Gangguan Reproduksi 2007
33
III. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Gangguan reproduksi dapat diantisipasi dengan
memperhatikan beberapa faktor diantaranya :
1. Seleksi genetik.
2. Manajemen pakan yang baik sehingga mendukung kesuburan
saluran reproduksi.
3. Manajemen kesehatan yang baik meliputi kesehatan sapi
(program pengobatan dan vaksinasi) , kebersihan kandang
dan lingkungan (sanitasi dan desinfeksi) sehingga dapat
meminimalisasi agen patogen (bakteri, virus, jamur, protozoa)
yang dapat mengganggu kesehatan sapi.
4. Penanganan masalah reproduksi dengan prosedur yang baik
dan benar sehingga mengurangi kejadian trauma fisik yang
akan menjadi faktor predisposisi gangguan reproduksi.
Gangguan Reproduksi 2007
34
IV. DAFTAR BACAAN
ANONIMUS. 2006. Pejantan Sapi Potong dan Kambing. Balai Besar
Inseminasi Buatan Singosari. Direktorat Jendral
Peternakan. Deptan.
BOOTHBY, D. AND G. FAHEY, 1995. A Practical Guide Artificial
Breeding of Cattle. Agmedia, East Melbourne Vic 3002. pp
127.
RIADY, M. 2006. Implementasi Program Menuju Swasembada
Daging 2010. Strategi dan Kendala. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, 5-6
September, 2006.
TOELIHERE, M.R. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan
Kerbau. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press),
Jakarta.
PRIHATNO, S.A. 2004. Infertilitas dan Sterilitas. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
EWER, T.K. 1982. Practical Animal Husbandry. Dorset Press,
Dorchester.
Gangguan Reproduksi 2007
35
AFFANDHY, L. 2001. Pengobatan Alternatif pada Ternak
Ruminansia dengan Pemanfaatan Tanaman Keluarga dan
Jamu Tradisional. Jurnal. Pengembangan Peternakan
Tropis (Journal of Tropical Animal Development), 286-296.
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Pimosis dan parapimosis
Pimosis dan parapimosisPimosis dan parapimosis
Pimosis dan parapimosisulfa ulfa
 
Sistem pencernaan ruminansia
Sistem pencernaan ruminansiaSistem pencernaan ruminansia
Sistem pencernaan ruminansiaRamaiyulis Ramai
 
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi PTPN VI
 
METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN BIOLOGI
METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN BIOLOGIMETODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN BIOLOGI
METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN BIOLOGIHeri Cahyono
 
Sistem pencernaan-hewan
Sistem pencernaan-hewanSistem pencernaan-hewan
Sistem pencernaan-hewanSanty H
 
Bab v pemuliaan dan perkawinan
Bab v pemuliaan dan perkawinanBab v pemuliaan dan perkawinan
Bab v pemuliaan dan perkawinanRMontong
 
Pemeriksaan Tinja : Parasit Protozoa
Pemeriksaan Tinja : Parasit Protozoa Pemeriksaan Tinja : Parasit Protozoa
Pemeriksaan Tinja : Parasit Protozoa pjj_kemenkes
 
Penyakit Ternak Non Infeksius Penmas 2010 - triakoso
Penyakit Ternak Non Infeksius Penmas 2010 - triakosoPenyakit Ternak Non Infeksius Penmas 2010 - triakoso
Penyakit Ternak Non Infeksius Penmas 2010 - triakosoNusdianto Triakoso
 
Anatomi reproduksi jantan dan betina pada sapi dan babi
Anatomi reproduksi jantan dan betina pada sapi dan babiAnatomi reproduksi jantan dan betina pada sapi dan babi
Anatomi reproduksi jantan dan betina pada sapi dan babiRony Kapida
 
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015Nusdianto Triakoso
 
Trematoda paru
Trematoda paruTrematoda paru
Trematoda paruApridinata
 
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...Tata Naipospos
 
Ppt vitamin dan mineral
Ppt vitamin dan mineral Ppt vitamin dan mineral
Ppt vitamin dan mineral JumiatiCN
 
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...Tata Naipospos
 
perbedaan gram positif dan gram negatif
perbedaan gram positif dan gram negatifperbedaan gram positif dan gram negatif
perbedaan gram positif dan gram negatifTitis Sari
 
Fungus disease of Fresh water and marine
Fungus disease of Fresh water and marineFungus disease of Fresh water and marine
Fungus disease of Fresh water and marinePungky Pratama
 
laporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggaslaporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggasNurul Afriyanti
 
Pewarnaan histokimia
Pewarnaan histokimiaPewarnaan histokimia
Pewarnaan histokimiaIrwin Septian
 
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...Tata Naipospos
 

La actualidad más candente (20)

Pimosis dan parapimosis
Pimosis dan parapimosisPimosis dan parapimosis
Pimosis dan parapimosis
 
Sistem pencernaan ruminansia
Sistem pencernaan ruminansiaSistem pencernaan ruminansia
Sistem pencernaan ruminansia
 
Protozoologi
ProtozoologiProtozoologi
Protozoologi
 
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
 
METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN BIOLOGI
METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN BIOLOGIMETODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN BIOLOGI
METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN BIOLOGI
 
Sistem pencernaan-hewan
Sistem pencernaan-hewanSistem pencernaan-hewan
Sistem pencernaan-hewan
 
Bab v pemuliaan dan perkawinan
Bab v pemuliaan dan perkawinanBab v pemuliaan dan perkawinan
Bab v pemuliaan dan perkawinan
 
Pemeriksaan Tinja : Parasit Protozoa
Pemeriksaan Tinja : Parasit Protozoa Pemeriksaan Tinja : Parasit Protozoa
Pemeriksaan Tinja : Parasit Protozoa
 
Penyakit Ternak Non Infeksius Penmas 2010 - triakoso
Penyakit Ternak Non Infeksius Penmas 2010 - triakosoPenyakit Ternak Non Infeksius Penmas 2010 - triakoso
Penyakit Ternak Non Infeksius Penmas 2010 - triakoso
 
Anatomi reproduksi jantan dan betina pada sapi dan babi
Anatomi reproduksi jantan dan betina pada sapi dan babiAnatomi reproduksi jantan dan betina pada sapi dan babi
Anatomi reproduksi jantan dan betina pada sapi dan babi
 
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
 
Trematoda paru
Trematoda paruTrematoda paru
Trematoda paru
 
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...
Peran PVS dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik - Dit. Kawasan ...
 
Ppt vitamin dan mineral
Ppt vitamin dan mineral Ppt vitamin dan mineral
Ppt vitamin dan mineral
 
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...
Penggolongan Penyakit Hewan Karantina - Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Ha...
 
perbedaan gram positif dan gram negatif
perbedaan gram positif dan gram negatifperbedaan gram positif dan gram negatif
perbedaan gram positif dan gram negatif
 
Fungus disease of Fresh water and marine
Fungus disease of Fresh water and marineFungus disease of Fresh water and marine
Fungus disease of Fresh water and marine
 
laporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggaslaporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggas
 
Pewarnaan histokimia
Pewarnaan histokimiaPewarnaan histokimia
Pewarnaan histokimia
 
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...
Peran Veteriner Dalam Pengendalian Zoonosis Berbasis One Health - Sekolah Keb...
 

Destacado

Kelainan dan penyakit pada sistem reproduksi
Kelainan dan penyakit pada sistem reproduksiKelainan dan penyakit pada sistem reproduksi
Kelainan dan penyakit pada sistem reproduksiIsma Jihan
 
Askeb trauma bps
Askeb trauma bpsAskeb trauma bps
Askeb trauma bpsAhmad Ibnu
 
Recursos biologicos2
Recursos biologicos2Recursos biologicos2
Recursos biologicos2João Machado
 
KB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Reproduksi
KB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan ReproduksiKB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Reproduksi
KB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Reproduksipjj_kemenkes
 
Reproduksi wanita
Reproduksi wanitaReproduksi wanita
Reproduksi wanitaastutirisa
 
Sistem reproduksi manusia 1
Sistem reproduksi manusia 1Sistem reproduksi manusia 1
Sistem reproduksi manusia 1Nandya Guvita
 
Asuhan keperawatan pada ca servik
Asuhan keperawatan pada ca servikAsuhan keperawatan pada ca servik
Asuhan keperawatan pada ca servikMarles Okta
 
Macam Penyakit Pada Ternak Unggas
Macam Penyakit Pada Ternak UnggasMacam Penyakit Pada Ternak Unggas
Macam Penyakit Pada Ternak UnggasSIlfani Sabila
 
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Gangguan haid pre (Pre Menstrual Syndrome)
Gangguan haid pre (Pre Menstrual Syndrome)Gangguan haid pre (Pre Menstrual Syndrome)
Gangguan haid pre (Pre Menstrual Syndrome)NAWRA115
 
Gangguan haid dan siklusnya
Gangguan haid dan siklusnyaGangguan haid dan siklusnya
Gangguan haid dan siklusnyakenggi
 
Penjelasan mengenai menstruasi
Penjelasan mengenai menstruasiPenjelasan mengenai menstruasi
Penjelasan mengenai menstruasiwidi rahmayanti
 
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Reproduksi, Infeksi, Gangguan Ferti...
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Reproduksi, Infeksi, Gangguan Ferti...Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Reproduksi, Infeksi, Gangguan Ferti...
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Reproduksi, Infeksi, Gangguan Ferti...pjj_kemenkes
 

Destacado (20)

Kelainan dan penyakit pada sistem reproduksi
Kelainan dan penyakit pada sistem reproduksiKelainan dan penyakit pada sistem reproduksi
Kelainan dan penyakit pada sistem reproduksi
 
Askeb trauma bps
Askeb trauma bpsAskeb trauma bps
Askeb trauma bps
 
Siklus reproduksi
Siklus reproduksiSiklus reproduksi
Siklus reproduksi
 
Struma endemik
Struma endemikStruma endemik
Struma endemik
 
Recursos biologicos2
Recursos biologicos2Recursos biologicos2
Recursos biologicos2
 
Premenstrual Syndrome (PMS)
Premenstrual Syndrome (PMS)Premenstrual Syndrome (PMS)
Premenstrual Syndrome (PMS)
 
gangguan haid
gangguan haidgangguan haid
gangguan haid
 
KB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Reproduksi
KB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan ReproduksiKB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Reproduksi
KB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Reproduksi
 
Reproduksi wanita
Reproduksi wanitaReproduksi wanita
Reproduksi wanita
 
Sistem reproduksi manusia 1
Sistem reproduksi manusia 1Sistem reproduksi manusia 1
Sistem reproduksi manusia 1
 
Gangguan haid Reproduksi
Gangguan haid ReproduksiGangguan haid Reproduksi
Gangguan haid Reproduksi
 
Asuhan keperawatan pada ca servik
Asuhan keperawatan pada ca servikAsuhan keperawatan pada ca servik
Asuhan keperawatan pada ca servik
 
Macam Penyakit Pada Ternak Unggas
Macam Penyakit Pada Ternak UnggasMacam Penyakit Pada Ternak Unggas
Macam Penyakit Pada Ternak Unggas
 
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi AKPER PEMKAB MUNA
 
5.siklus haid dan gangguan haid
5.siklus haid dan gangguan haid5.siklus haid dan gangguan haid
5.siklus haid dan gangguan haid
 
Gangguan haid pre (Pre Menstrual Syndrome)
Gangguan haid pre (Pre Menstrual Syndrome)Gangguan haid pre (Pre Menstrual Syndrome)
Gangguan haid pre (Pre Menstrual Syndrome)
 
Gangguan haid
Gangguan  haidGangguan  haid
Gangguan haid
 
Gangguan haid dan siklusnya
Gangguan haid dan siklusnyaGangguan haid dan siklusnya
Gangguan haid dan siklusnya
 
Penjelasan mengenai menstruasi
Penjelasan mengenai menstruasiPenjelasan mengenai menstruasi
Penjelasan mengenai menstruasi
 
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Reproduksi, Infeksi, Gangguan Ferti...
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Reproduksi, Infeksi, Gangguan Ferti...Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Reproduksi, Infeksi, Gangguan Ferti...
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Reproduksi, Infeksi, Gangguan Ferti...
 

Similar a Gangguan Reproduksi Sapi Potong

Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi BiologiBioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologiherawati847
 
Makalah Biologi Materi Kelas XII IPA (Bioteknologi dalam Bidang Pereternakan)
Makalah Biologi Materi Kelas XII IPA (Bioteknologi dalam Bidang Pereternakan)Makalah Biologi Materi Kelas XII IPA (Bioteknologi dalam Bidang Pereternakan)
Makalah Biologi Materi Kelas XII IPA (Bioteknologi dalam Bidang Pereternakan)Trias Nurwana
 
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang PeternakanPeranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang PeternakanTrias Nurwana
 
KB 1 Kelainan Bawaan Alat Genitalia karena Gangguan Organogenesis
KB 1 Kelainan Bawaan Alat Genitalia karena Gangguan OrganogenesisKB 1 Kelainan Bawaan Alat Genitalia karena Gangguan Organogenesis
KB 1 Kelainan Bawaan Alat Genitalia karena Gangguan Organogenesispjj_kemenkes
 
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakarta
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakartaKelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakarta
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakartaLiana Susanti SMPN 248
 
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "Liana Susanti SMPN 248
 
Analisis Penyebab Diare pada Kambing Perah
Analisis Penyebab Diare pada Kambing PerahAnalisis Penyebab Diare pada Kambing Perah
Analisis Penyebab Diare pada Kambing PerahJajat Rohmana
 
Kejuruteraan genetik
Kejuruteraan genetikKejuruteraan genetik
Kejuruteraan genetikEdryna Az
 
Ikd laporan bioteknologi
Ikd   laporan bioteknologiIkd   laporan bioteknologi
Ikd laporan bioteknologibibil009
 
Kelompok mawar 9i kelas (i smpn264 jakarta
Kelompok mawar 9i kelas (i smpn264 jakartaKelompok mawar 9i kelas (i smpn264 jakarta
Kelompok mawar 9i kelas (i smpn264 jakartaLiana Susanti SMPN 248
 
Kelompok mawar 9i SMPN 264 Jakarta " BAB 6 BIOTEKNOLOGI "
Kelompok mawar 9i SMPN 264 Jakarta " BAB 6 BIOTEKNOLOGI "Kelompok mawar 9i SMPN 264 Jakarta " BAB 6 BIOTEKNOLOGI "
Kelompok mawar 9i SMPN 264 Jakarta " BAB 6 BIOTEKNOLOGI "Liana Susanti SMPN 248
 
pelatihan ayam broiler desa.pptx
pelatihan ayam broiler desa.pptxpelatihan ayam broiler desa.pptx
pelatihan ayam broiler desa.pptxIRHAMFIDARUZZIAR
 
Modul 9 Praktik Kebid III
Modul 9 Praktik Kebid IIIModul 9 Praktik Kebid III
Modul 9 Praktik Kebid IIIpjj_kemenkes
 
9. pelayanan keluarga berencana 2
9. pelayanan keluarga berencana 29. pelayanan keluarga berencana 2
9. pelayanan keluarga berencana 2pjj_kemenkes
 
M5 kb4 kesehatan ibu dan anak.
M5 kb4   kesehatan ibu dan anak.M5 kb4   kesehatan ibu dan anak.
M5 kb4 kesehatan ibu dan anak.ppghybrid4
 
Bioteknologi dalam bidang pertenakan
Bioteknologi dalam bidang pertenakanBioteknologi dalam bidang pertenakan
Bioteknologi dalam bidang pertenakanazam sultan
 
Bioteknologi dalam bidang pertenakan
Bioteknologi dalam bidang pertenakanBioteknologi dalam bidang pertenakan
Bioteknologi dalam bidang pertenakanmuhammad fatihakan
 

Similar a Gangguan Reproduksi Sapi Potong (20)

Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi BiologiBioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
 
Makalah Biologi Materi Kelas XII IPA (Bioteknologi dalam Bidang Pereternakan)
Makalah Biologi Materi Kelas XII IPA (Bioteknologi dalam Bidang Pereternakan)Makalah Biologi Materi Kelas XII IPA (Bioteknologi dalam Bidang Pereternakan)
Makalah Biologi Materi Kelas XII IPA (Bioteknologi dalam Bidang Pereternakan)
 
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang PeternakanPeranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
 
KB 1 Kelainan Bawaan Alat Genitalia karena Gangguan Organogenesis
KB 1 Kelainan Bawaan Alat Genitalia karena Gangguan OrganogenesisKB 1 Kelainan Bawaan Alat Genitalia karena Gangguan Organogenesis
KB 1 Kelainan Bawaan Alat Genitalia karena Gangguan Organogenesis
 
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakarta
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakartaKelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakarta
Kelompok tulip 9i kelas 9 i smpn264 jakarta
 
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "
Kelompok tulip kelas 9I SMPN 264 Jakarta " BIOTENOLOGI Bab 6 "
 
Analisis Penyebab Diare pada Kambing Perah
Analisis Penyebab Diare pada Kambing PerahAnalisis Penyebab Diare pada Kambing Perah
Analisis Penyebab Diare pada Kambing Perah
 
Kejuruteraan genetik
Kejuruteraan genetikKejuruteraan genetik
Kejuruteraan genetik
 
Ikd laporan bioteknologi
Ikd   laporan bioteknologiIkd   laporan bioteknologi
Ikd laporan bioteknologi
 
Kelompok mawar 9i kelas (i smpn264 jakarta
Kelompok mawar 9i kelas (i smpn264 jakartaKelompok mawar 9i kelas (i smpn264 jakarta
Kelompok mawar 9i kelas (i smpn264 jakarta
 
Kelompok mawar 9i SMPN 264 Jakarta " BAB 6 BIOTEKNOLOGI "
Kelompok mawar 9i SMPN 264 Jakarta " BAB 6 BIOTEKNOLOGI "Kelompok mawar 9i SMPN 264 Jakarta " BAB 6 BIOTEKNOLOGI "
Kelompok mawar 9i SMPN 264 Jakarta " BAB 6 BIOTEKNOLOGI "
 
pelatihan ayam broiler desa.pptx
pelatihan ayam broiler desa.pptxpelatihan ayam broiler desa.pptx
pelatihan ayam broiler desa.pptx
 
Modul 9 Praktik Kebid III
Modul 9 Praktik Kebid IIIModul 9 Praktik Kebid III
Modul 9 Praktik Kebid III
 
9. pelayanan keluarga berencana 2
9. pelayanan keluarga berencana 29. pelayanan keluarga berencana 2
9. pelayanan keluarga berencana 2
 
M5 kb4 kesehatan ibu dan anak.
M5 kb4   kesehatan ibu dan anak.M5 kb4   kesehatan ibu dan anak.
M5 kb4 kesehatan ibu dan anak.
 
Kajian Literatur : Double Stemcell
Kajian Literatur : Double StemcellKajian Literatur : Double Stemcell
Kajian Literatur : Double Stemcell
 
Bab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluanBab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluan
 
Laporan in vitro maturasi
Laporan in vitro maturasiLaporan in vitro maturasi
Laporan in vitro maturasi
 
Bioteknologi dalam bidang pertenakan
Bioteknologi dalam bidang pertenakanBioteknologi dalam bidang pertenakan
Bioteknologi dalam bidang pertenakan
 
Bioteknologi dalam bidang pertenakan
Bioteknologi dalam bidang pertenakanBioteknologi dalam bidang pertenakan
Bioteknologi dalam bidang pertenakan
 

Gangguan Reproduksi Sapi Potong

  • 1. Petunjuk Teknis PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI PADA SAPI POTONG Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian 2007
  • 2. ISBN 978-979-8308-69-7 Petunjuk Teknis PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI PADA SAPI POTONG Dian Ratnawati Wulan Cahya Pratiwi Lukman Affandhy. S PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007
  • 3. Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong Diterbitkan : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Hak Cipta @ 2007. Loka Penelitian Sapi Potong Jln. Pahlawan Grati No. 2 Grati Pasuruan 67184 Penyunting Pelaksana : Andi Mulyadi Marsandi Tata Letak dan Rancangan Sampul : Dicky Mohammad Dikman Isi buku dapat disitasi dengan menyebutkan sumbernya Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong, 2007. Penulis :Dian Ratnawati, Wulan Cahya Pratiwi, dan Lukman Affandhy. S, Grati Loka Penelitian Sapi Potong Grati, 2007 : V + 35 halaman ISBN 978-979-8308-69-7
  • 4. Gangguan Reproduksi 2007 iii KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya dengan diselesaikannya buku ”Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong”. Buku petunjuk teknis ini disusun untuk memberikan informasi kepada para pelaku dan pemerhati usaha peternakan sapi potong tentang beberapa gangguan reproduksi yang dapat terjadi pada ternak sapi potong dan bagaimana cara menghindari maupun cara penanganannya. Penerbitan buku ini dibiayai dari dana kegiatan Prima Tani Loka Penelitian Sapi Potong T.A. 2007. Kepada staf peneliti di Loka Penelitian Sapi Potong yang telah menyusun buku petunjuk teknis ini, diucapkan penghargaan dan terima kasih. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembangunan sapi potong di Indonesia. Bogor, September 2007 Kepala Pusat, Dr. Abdullah M. Bamualim
  • 5. Gangguan Reproduksi 2007 iv DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ……………………… iii DAFTAR ISI ………………………………... Iv DAFTAR GAMBAR ……………………….. v I. PENDAHULUAN....................................... 1 1. Latar Belakang....................................... 1 2.Tujuan dan Manfaat Teknologi................ 2 II. PERMASALAHAN REPRODUKSI DAN PENANGANANNYA ……………….......... 4 1. Penyebab Gangguan Reproduksi ……. 4 2. Macam Gangguan Reproduksi dan Penanggulangannya …………............. 4 III. KESIMPULAN DAN SARAN ………….. 33 IV. DAFTAR BACAAN .................................. 35
  • 6. Gangguan Reproduksi 2007 v DAFTAR GAMBAR Halaman Nomor Gambar Judul 1 Induk sapi dengan SKT yang baik.... 7 2 Sanitasi kandang.............................. 17 3 Vaksinasi brucellosis pada sapi........ 18 4 Prolapsus vagina pada induk sapi ... 25 5 Berbagai macam distokia induk........ 27 6 Penanganan distokia dengan tarik paksa ............................................... 28 7 Retensio plasenta pada sapi induk... 29
  • 7. Gangguan Reproduksi 2007 1 I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat, hingga saat ini sering dijumpai adanya kasus gangguan reproduksi yang ditandai dengan rendahnya fertilitas induk, akibatnya berupa penurunan angka kebuntingan dan jumlah kelahiran pedet, sehingga mempengaruhi penurunan populasi sapi dan pasokan penyediaan daging secara nasional. Perlu dicarikan solusi untuk meningkatkan populasi sapi potong dalam rangka mendukung kecukupan daging sapi secara nasional tahun 2010. Gangguan reproduksi yang umum terjadi pada sapi diantaranya: (1) retensio sekundinarium (ari-ari tidak keluar), (2) distokia (kesulitan melahirkan) (3) abortus (keguguran), dan (4)
  • 8. Gangguan Reproduksi 2007 2 kelahiran prematur/sebelum waktunya. Gangguan reproduksi tersebut menyebabkan kerugian ekonomi sangat besar bagi petani yang berdampak terhadap penurunan pendapatan peternak; umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : (1). penyakit reproduksi, (2) buruknya sistem pemeliharaan, (3) tingkat kegagalan kebuntingan dan (4) masih adanya pengulangan inseminasi, yang kemungkinan salah satu penyebabnya adalah adanya gangguan reproduksi; di Sumatera Barat 60 % disebabkan oleh endometritis dan 40 % hormonal (Riady, 2006). Penanganan gangguan reproduksi ditingkat pelaku usaha peternakan masih kurang, bahkan beberapa peternak terpaksa menjual sapinya dengan harga yang murah karena ketidaktahuan cara menangani. Perlu pemasyarakatan teknologi inovatif untuk penanggulangan gangguan reproduksi sapi potong, khususnya pada sapi induk usaha perbibitan rakyat dengan harapan sapi induknya produktif sehingga memacu semangat untuk berusaha. 2. Tujuan dan Manfaat Tujuan pembuatan petunjuk teknis ini adalah: (1) memberikan informasi kepada pelaku usaha peternakan tentang
  • 9. Gangguan Reproduksi 2007 3 usaha penanggulangan dan cara menangani gangguan reproduksi pada induk sapi potong secara mandiri dengan peralatan yang sederhana. Diketahuinya cara mengatasi gangguan reproduksi pada sapi potong diharapkan pelaku usaha peternakan dapat melaksanakan dengan mudah sehingga mengurangi tingkat kemajiran dan memperlancar proses beranak serta dapat meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan jumlah induk berkualitas yang akhirnya dapat meningkatkan nilai tambah petani dari usaha sapi potong.
  • 10. Gangguan Reproduksi 2007 4 II PERMASALAHAN DAN PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI 1. Penyebab Gangguan Reproduksi Gangguan reproduksi pada sapi potong disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: a. Cacat anatomi saluran reproduksi (defek kongenital). b. Gangguan fungsional. c. Kesalahaan manajemen. d. Infeksi organ reproduksi. 2. Macam Gangguan Reproduksi dan Penanggulangannya a. Cacat anatomi saluran reproduksi Abnormalitas yang berupa cacat anatomi saluran reproduksi ini dibedakan menjadi dua yaitu cacat kongenital (bawaan) dan cacat perolehan.
  • 11. Gangguan Reproduksi 2007 5 b. Cacat Kongenital Gangguan karena cacat kongenital atau bawaan lahir dapat terjadi pada ovarium (indung telur) dan pada saluran reproduksinya. Gangguan pada ovarium meliputi: Hipoplasia ovaria (indung telur mengecil) dan Agenesis ovaria (indung telur tidak terbentuk). Hipoplasia ovaria merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang karena keturunan. Hal ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Apabila terjadi pada salah satu indung telur maka sapi akan menunjukan gejala anestrus (tidak pernah birahi) dan apabila terjadi pada kedua indung telur maka sapi akan steril (majir). Secara perrektal indung telur akan teraba kecil, pipih dengan permukaan berkerut. Agenesis merupakan suatu keadaan sapi tidak mempunyai indung telur karena keturunan. Dapat terjadi secara unilateral (salah satu indung telur) ataupun bilateral (kedua indung telur). Cacat turunan juga dapat terjadi pada saluran alat reproduksi, diantaranya : Freemartin (abnormalitas kembar jantan dan betina) dan atresia vulva (pengecilan vulva). Kelahiran kembar pedet jantan dan betina pada umumnya (lebih dari 92%) mengalami abnormalitas yang disebut dengan freemartin. Abnormalitas ini terjadi pada fase organogenesis (pembentukan
  • 12. Gangguan Reproduksi 2007 6 organ dari embrio di dalam kandungan), kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya migrasi hormon jantan melalui anastomosis vascular (hubungan pembuluh darah) ke pedet betina dan karena adanya intersexuality (kelainan kromosom). Organ betina sapi freemartin tidak berkembang (ovaria hipoplastik) dan ditemukan juga organ jantan (glandula vesikularis). Sapi betina nampak kejantanan seperti tumbuh rambut kasar di sekitar vulva, pinggul ramping dengan hymen persisten. Sedangkan Atresia Vulva merupakan suatu kondisi pada sapi induk dengan vulva kecil dan ini membawa resiko pada kelahiran sehingga sangat memungkinkan terjadi distokia (kesulitan melahirkan). Penanganannya dengan pemilihan sapi induk dengan skor kondisi tubuh (SKT) yang baik (tidak terlalu kurus atau gemuk serta manajemen pakan yang baik (Gambar 1). c. Cacat perolehan Cacat perolehan dapat terjadi pada indung telur maupun pada alat reproduksinya. Cacat perolehan yang terjadi pada indung telur, diantaranya: Ovarian Hemorrhagie (perdarahan pada indung telur) dan Oophoritis (radang pada indung telur). Perdarahan indung telur biasanya terjadi karena efek sekunder dari manipulasi traumatik pada indung telur. Bekuan darah yang
  • 13. Gangguan Reproduksi 2007 7 terjadi dapat menimbulkan adhesi (perlekatan) antara indung telut dan bursa ovaria ( Ovaro Bursal Adhesions / OBA). OBA dapat terjadi secara unilateral dan bilateral. Gejalanya sapi mengalami kawin berulang. Sedangkan Oophoritis merupakan keradangan pada indung telur yang disebabkan oleh manipulasi yang traumatik/ pengaruh infeksi dari tempat yang lain misalnya infeksi pada oviduk (saluran telur) atau infeksi uterus (rahim). Gejala yang terjadi adalah sapi anestrus. Gambar 1. Induk sapi dengan SKT yang baik
  • 14. Gangguan Reproduksi 2007 8 Cacat perolehan pada saluran reproduksi, diantaranya: Salphingitis, trauma akibat kelahiran dan tumor. Salphingitis merupakan radang pada oviduk. Peradangan ini biasanya merupakan proses ikutan dari peradangan pada uterus dan indung telur. Cacat perolehan ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Sedangkan trauma akibat kelahiran dapat terjadi pada kejadian distokia dengan penanganan yang tidak benar (ditarik paksa), menimbulkan trauma/ kerusakan pada saluran kelahiran dan dapat berakibat sapi menjadi steril/ majir. Tumor ovarium yang umum terjadi adalah tumor sel granulosa. Pada tahap awal sel- sel tumor mensekresikan estrogen sehingga timbul birahi terus menerus (nympomania) namun akhirnya menjadi anestrus. Penanganan cacat perolehan disesuaikan dengan penyebab primernya. Jika penyebab primernya adalah infeksi maka ditangani dengan pemberian antibiotika. Perlu hindari trauma fisik penanganan reproduksi yang tidak tepat. d. Gangguan fungsional Salah satu penyebab gangguan reproduksi adalah adanya gangguan fungsional (organ reproduksi tidak berfungsi dengan baik). Infertilitas bentuk fungsional ini disebabkan oleh adanya
  • 15. Gangguan Reproduksi 2007 9 abnormalitas hormonal. Berikut adalah contoh kasus gangguan fungsional, diantaranya : 1. Sista ovarium 2. Subestrus dan birahi tenang 3. Anestrus 4. Ovulasi tertunda 1. Sista ovarium (ovaria, folikuler dan luteal) Status ovarium dikatakan sistik apabila mengandung satu atau lebih struktur berisi cairan dan lebih besar dibanding dengan folikel masak. Penyebab terjadinya sista ovarium adalah gangguan ovulasi dan endokrin (rendahnya hormon LH). Sedangkan faktor predisposisinya adalah herediter, problem sosial dan diet protein. Adanya sista tersebut menjadikan folikel de graf (folikel masak) tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi (melebur) atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat, adanya degenerasi lapisan sel granulosa dan menetap paling sedikit 10 hari. Akibatnya sapi –sapi menjadi anestrus atau malah menjadi nymphomania (kawin terus). Penanganan yang dilakukan yaitu dengan: Sista ovaria : prostaglandin (jika hewan tidak bunting)
  • 16. Gangguan Reproduksi 2007 10 Sista folikel : Suntik HCG/LH (Preynye, Nymfalon) secara intramuskuler sebanyak 200 IU. Sista luteal : PGH 7,5 mg secara intra uterina atau 2,5 ml secara intramuskuler. Selain itu juga dapat diterapi dengan PRID/CIDR intra uterina (12 hari). Dua sampai lima hari setelah pengobatan sapi akan birahi. 2. Subestrus dan birahi tenang Subestrus merupakan suatu keadaan dimana gejala birahi yang berlangsung singkat/ pendek (hanya 3- 4 jam) dan disertai ovulasi (pelepasan telur). Birahi tenang merupakan suatu keadaan sapi dengan aktifitas ovarium dan adanya ovulasi namun tidak disertai dengan gejala estrus yang jelas. Penyebab kejadian ini diantaranya: rendahnya estrogen (karena defisiensi β karotin, P, Co, Kobalt dan berat badan yang rendah ). Apabila terdapat corpus luteum maka dapat diterapi dengan PGF2α (prostaglandin) dan diikuti dengan pemberian GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon). 3. Anestrus Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala estrus dalam jangka waktu yang
  • 17. Gangguan Reproduksi 2007 11 lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut dapat disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atau akibat aktifitas ovaria yang tidak teramati. Keadaan anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu : a. True anestrus (anestrus normal) Abnormalitas ini ditandai dengan tidak adanya aktivitas siklik dari ovaria, penyebabnya karena tidak cukupnya produksi gonadotropin atau karena ovaria tidak respon terhadap hormon gonadotropin. Secara perrektal pada sapi dara akan teraba kecil, rata dan halus, sedangkan kalau pada sapi tua ovaria akan teraba irreguler (tidak teratur) karena adanya korpus luteum yang regresi (melebur). b. Anestrus karena gangguan hormon Biasanya terjadi karena tingginya kadar progesteron (hormon kebuntingan) dalam darah atau akibat kekurangan hormon gonadotropin. c. Anestrus karena kekurangan nutrisi Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan gagalnya produksi dan pelepasan hormon gonadotropin, terutama FSH dan LH, akibatnya ovarium tidak aktif.
  • 18. Gangguan Reproduksi 2007 12 d. Anestrus karena genetik Anestrus karena faktor genetik yang sering terjadi adalah hipoplasia ovarium dan agenesis ovaria. Penanganan dengan perbaikan pakan sehingga skor kondisi tubuh (SKT) meningkat, merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/ CIDR dan estrogen). 4. Ovulasi yang tertunda Ovulasi tertunda (delayed ovulation) merupakan suatu kondisi ovulasi yang tertunda/ tidak tepat waktu. Hal ini dapat menyebabkan perkawinan/ IB tidak tepat waktu, sehingga fertilisasi (pembuahan) tidak terjadi dan akhirnya gagal untuk bunting. Penyebab utama ovulasi tertunda adalah rendahnya kadar LH dalam darah. Gejala yang nampak pada kasus ini adalah adanya kawin berulang (repeat breeding). Terapi yang dapat dilakukan diantaranya dengan injeksi GnRH (100-250 µg gonadorelin) saat IB. 2.2.3. Kesalahan Manajemen Faktor manajemen sangat erat hubungannya dengan faktor pakan/ nutrisi. Jika tubuh kekurangan nutrisi terutama untuk
  • 19. Gangguan Reproduksi 2007 13 jangka waktu yang lama maka akan mempengaruhi fungsi reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah dan akhirnya produktifitasnya rendah. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi hipofisis anterior sehingga produksi dan sekresi hormon FSH dan LH rendah (karena tidak cukupnya ATP), akibatnya ovarium tidak berkembang (hipofungsi). Pengaruh lainnya pada saat ovulasi, transport sperma, fertilisasi, pembelahan sel, perkembangan embrio dan fetus. Kekurangan nutrisi yang terjadi pada masa pubertas sampai beranak pertama maka kemungkinannya adalah : birahi tenang, defek ovulatory (kelainan ovulasi), gagal konsepsi, kematian embrio/ fetus. Nutrisi yang sangat menunjang untuk saluran reproduksi diantaranya: protein, vitamin A, mineral/ vitamin (P, Kopper,Kobalt, Manganese, Iodine, Selenium). Selain nutrisi tersebut di atas, yang perlu diperhatikan adalah adanya ransum yang harus dihindari selama masa kebuntingan karena dapat menyebabkan abortus (keguguran), diantaranya: racun daun cemara, nitrat, ergotamin, napthalen, khlor dan arsenik. e. Infeksi Organ Reproduksi 1. Infeksi non spesifik Yang termasuk dalam infeksi non spesifik diantaranya:
  • 20. Gangguan Reproduksi 2007 14 a. Endometritis (radang uterus) Merupakan peradangan pada endometrium (dinding rahim). Uterus (rahim) sapi biasanya terkontaminasi dengan berbagai mikroorganisme (bakteri) selama masa puerpurium (masa nifas). Gejalanya meliputi : leleran berwarna jernih keputihan sampai purulen (kekuningan) yang berlebihan, uterus mengalami pembesaran (peningkatan ukuran). Penderita bisa nampak sehat, walaupun dengan leleran vulva purulen dan dalam uterusnya tertimbun cairan. Pengaruh endometritis terhadap fertilitas (pembuahan) adalah dalam jangka pendek, menurunkan kesuburan, Calving Interval dan S/C naik, sedangkan jangka panjang menyebabkan sterilitas (kemajiran) karena terjadi perubahan saluran reproduksi. Faktor predisposisi (pendukung) terjadinya endometritis adalah distokia, retensi plasenta, musim, kelahiran kembar, infeksi bakteri serta penyakit metabolit. Penanganannya dengan injeksi antibiotik, hormon (PGF2α) dan irigasi/ pemasukan antiseptik intra uterina. b. Piometra (radang uterus bernanah) Merupakan pengumpulan sejumlah eksudat purulen dalam lumen uterus (rongga rahim) dan adanya korpus luteum persisten pada salah satu ovariumnya. Korpus luteum mengalami
  • 21. Gangguan Reproduksi 2007 15 persistensi mungkin karena adanya isi uterus abnormal, menyebabkan hambatan pelepasan prostaglandin dari endometrium atau menahan prostaglandin dalam lumen uterus. Gejala yang timbul meliputi : leleran vagina purulen (kekuningan), sapi anestrus. Penanganan medisnya yaitu dengan kombinasi pemberian antibiotik dan hormon prostaglandin. c. Vaginitis Merupakan peradangan pada vagina, biasanya sebagai penjalaran dari metritis dan pneumovagina atau dapat disebabkan oleh tindakan penanganan masalah reproduksi yang tidak tepat seperti tarikan paksa/ fetotomi. Penyebab vaginitis diantaranya virus IBR-IPV dan penyakit – penyakit kelamin. Tanda-tanda vaginitis bervariasi, mulai dari leleran lendir keruh dan hiperemia mukosa (mukosa kemerahan) vagina sampai nekrosis mukosa (kematian jaringan mukosa) vagina disertai pengejanan terus – menerus dan septikemia. Penanganan kasus vaginitis ini ditujukan untuk menghilangkan iritasi, menghentikan pengejanan dengan anastesi epidural, koreksi operatif dari defek vulva dan urovagina serta pengobatan antibiotik sistemik.
  • 22. Gangguan Reproduksi 2007 16 2. Infeksi Spesifik Infeksi yang bersifat spesifik,diantaranya : a. Bakterial 1. Brucellosis Penyebab brucellosis pada sapi adalah Brucella abortus sedangkan pada kambing/ domba adalah Brucella melitensis. Bersifat zoonosis dan menyebabkan demam undulan pada manusia bila mengkonsumsi susu yang tercemar B.abortus. Brucellosis dapat menular melalui eksudat (lendir) alat kelamin, selaput lendir mata, makanan dan air yang tercemar ataupun melalui IB dari semen yang terinfeksi. Gejala yang nampak biasanya sapi bunting mengalami abortus pada 6-9 bulan kebuntingan; selaput fetus yang diaborsikan terlihat oedema, hemorhagi, nekrotik dan adanya eksudat kental serta adanya retensi plasenta, metritis dan keluar kotoran dari vagina. Penanggulangan dan pencegahan brucellosis diataranya dengan : Sanitasi dan kebersihan harus terpelihara Vaksinasi strain 19 usia 3 – 7 bulan Pemberian antiseptik dan antibiotika pada hewan yang sakit Penyingkiran reaktor (sapi terinfeksi sebagai sumber infeksi)
  • 23. Gangguan Reproduksi 2007 17 Sapi yang terinfeksi diisolasi/ dijual/ dipotong. Fetus dan plasenta yang digugurkan dibakar kemudian dikubur. Hewan baru dikarantina, diperiksa dan diuji. Gambar 2. Sanitasi kandang
  • 24. Gangguan Reproduksi 2007 18 2. Leptospirosis Penyebabnya yaitu Leptospira pomona, Leptospira gripothyposa, Leptospira conicola, Leptospira hardjo. Cara penularannya melalui kulit terbuka/ selaput lendir (mulut, pharynx, hidung, mata) karena kontak dengan makanan dan minuman yang tercemar. Gejala yang nampak diantaranya : anoreksia (tidak mau makan), produksi susu turun, abortus pada pertengahan Gambar 3. Vaksinasi brucellosis pada sapi
  • 25. Gangguan Reproduksi 2007 19 kebuntingan dan biasanya terjadi retensi plasenta, metritis dan infertilitas. Pengendalian kejadian leptospirosis meliputi sanitasi yang baik, isolasi hewan yang sakit serta hindari pakan dan minuman dari pencemaran, vaksinasi dengan serotipe (jenis) leptospira yang ada di daerah tersebut. Pengobatan dengan antibiotika dosis tinggi, 3 juta IU penicillin dan 5 gr streptomycin (2x sehari). 3. Vibriosis Penyebabnya adalah Vibrio fetus veneralis atau Campylobacter foetus veneralis. Dapat menular melalui perkawinan dengan pejantan tercemar. Gejala yang timbul diataranya : endometritis dan kadang – kadang salpingitis dengan leleran mukopurulen, siklus estrus diperpanjang ± 32 hari, kematian embrio, abortus pada trisemester 2 kebuntingan dan terjadinya infertilitas karena kematian embrio dini. Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, istirahat kelamin selama 3 bulan pada hewan yang terinfeksi, vaksinasi dengan bakterin 30-90 hari sebelum dikawinkan atau setiap tahun. Pengobatan dengan infusi (pemasukan) antibiotika spektrum luas secara intra uterin, injeksi
  • 26. Gangguan Reproduksi 2007 20 pejantan dengan dihydrostreptomisin dosis 22 mg/kg BB secara subkutan (di bawah kulit). 4. Tuberkulosis Penyebabnya adalah Mycobacterium bovis. Dapat menular melalui ekskresi, sputum (riak), feses, susu, urin, semen, traktus genitalis (saluran kelamin), pernafasan, ingesti dan perkawinan dengan hewan yang sakit. Gejala yang nampak diataranya : abortus, retensi plasenta, lesi uterus bilateral, salpingitis dan adhesi (perlekatan) antara uterus. Penanganan dan pencegahan diantaranya dengan sanitasi kandang dan lingkungan, pengobatan dengan antibiotika, isolasi hewan yang terinfeksi dan vaksinasi. 5. Viral a. IBR- IPV Penyebabnya adalah virus herpes dengan tingkat kematian prenatal dan neonatal cukup tinggi. Penularan dapat melalui air, pakan, kontak langsung maupun tidak langsung. Gejala yang nampak dalam berbagai bentuk, yaitu :
  • 27. Gangguan Reproduksi 2007 21 Respiratorik bagian atas (demam, anorexia, depresi, leleran hidung, nodula/ bungkul-bungkul pada hidung, pharynx, trachea, batuk, penurunan produksi susu). Konjungtival (hiperlakrimasi dengan eksudat mukopurulen, konjungtiva merah dan bengkak, adanya pustula pada konjungtiva dan ulcer nekrotik. Digestif neonatal ( septikemia, lesi pada mulut, larynx dan pharynx). Meningoencepalitis (kelesuan, inkoordinasi, tremor, mati dalam 3-4 hari). Vulvovagina (septikemia, pustula dan ulcer pada vagina dan vulva disertai leleran purulen). Preputial (pustula dan ulcer pada penis dan preputium). Abortus dan prenatal (abortus pada trisemester kebuntingan). Intrauterina (endometritis nekrotik, uterus tegang dan edematus). Pengendalian dan pengobatan: Pemberian antibiotik, karantina hewan dan istirahat kelamin selama 3-4 minggu, vaksinasi kombinasi (IBR, IPV dan BVD-MD).
  • 28. Gangguan Reproduksi 2007 22 b. BVD-MD Virus BVD-MD menyerang sapi dengan gejala: demam tinggi, depresi, anorexia, diare, lesi pada mukosa mulut dan sistem pencernaan, abortus pada 2-9 bulan kebuntingan serta terjadinya kawin berulang. Pengobatan dengan pemberian antibiotika, pencegahan dengan vaksinasi umur 9-10 bulan. Sanitasi dan desinfeksi kandang dan lingkungan penting untuk diperhatikan. c. EBA (Epizootik Bovine Abortion) Penyebabnya Chlamydia atau Megawanella. Gejala yang nampak :abortus pada 4-9 bulan kebuntingan, stillbirth (lahir kemudian mati), jika fetus lahir maka lemah, retensi plasenta. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotika. Sedangkan pengendaliannya dapat dilakukan dengan isolasi/ karantina hewan yang sakit, vaksinasi, sanitasi dan desinfeksi kandang. 6. Protozoa a. Trikomoniasis Penyebabnya Trichomonas fetus, merupakan penyakit kelamin menular pada sapi yang ditandai dengan penurunan
  • 29. Gangguan Reproduksi 2007 23 kesuburan (S/C tinggi), abortus dini (4 bulan kebuntingan/ trisemester pertama kebuntingan). Penularan dengan kawin alam maupun dengan IB. Pengendaliannya dengan: IB dengan pejantan sehat Istirahat kelamin Pemberian antibiotik intra uterin pada betina terinfeksi. Pemberian estrogen/ PGF2α Pejantan kronis diberi bovoflavin/ metronidazole atau dieliminasi. b. Toxoplasmosis Penyebabnya Toxoplasma gondii, bersifat zoonosis sehingga dapat menyerang manusia. Gejala yang nampak diataranya: demam, gangguan nafas dan syaraf, abortus, prematur maupun lahir lemah. Penularan melalui pakan/ minum yang tercemar dengan ookista. Pengobatan dengan antibiotika, kombinasi antara preparat sulfa (sulfadiazin) dan pyrimethamine. Pencegahan dengan menjaga sanitasi dan desinfeksi kandang serta lingkungannya.
  • 30. Gangguan Reproduksi 2007 24 7. Jamur Penyebab utama abortus adalah Aspergillus fumigatus. Selain itu juga bisa disebabkan oleh Mucorales. Terdapat dua jalur utama penularan, 1). melalui inhalasi, masuk paru dan mengikuti aliran darah sampai ke plasenta dan menyebabkan abortus. 2). Melalui ingesti, menyebabkan radang pada rumen, mengikuti aliran darah menuju plasenta dan menimbulkan keradangan sehingga terjadilah abortus. Gejala yang nampak diantaranya : abortus pada 5-7 bulan kebuntingan, fetus mengalami autolisis/ lahir lemah, membran fetus (bengkak, nekrotik, lesi plasentoma, kotiledon dan karuncula bengkak, oedem dan nekrotik). Penanganan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan preparat antijamur dan perbaikan manajemen secara keseluruhan meliputi perbaikan pakan dan manajemen kesehatan yang baik meliputi sapi, kandang dan lingkungannya. Selain gangguan reproduksi yang disebabkan oleh keempat faktor tersebut, berikut kondisi patologis yang berhubungan dengan masalah reproduksi: 8. Prolaps Vagina Cervik (dobolen) Merupakan pembalikan uterus, vagina dan servik, menggantung keluar melalui vulva. Penyebabnya adalah hewan
  • 31. Gangguan Reproduksi 2007 25 selalu dikandangkan, tingginya estrogen, tekanan intra abdominal saat berbaring maupun genetik. Pada keadaan prolaps partial, organ masuk ke saluran reproduksi seperti semula saat berdiri namun bila terjadi secara total maka organ akan tetap menggantung keluar meskipun dalam keadaan berdiri (Gambar 4). Penanggulangan secara teknis yaitu dengan ditempatkan di kandang dengan kemiringan 5 –15 cm lebih tinggi di bagian belakang. Secara medis dapat dilakukan dengan reposisi ke posisi semula, irigasi (pemasukan dilanjutkan dengan pengeluaran) Gambar 4. Prolapsus vagina induk sapi
  • 32. Gangguan Reproduksi 2007 26 antiseptik (povidon iodine) dan injeksi dengan antibiotika spektrum luas (oxytetracycline). 9. Distokia Merupakan suatu kondisi stadium pertama kelahiran (dilatasi cervik) dan kedua (pengeluaran fetus) lebih lama dan menjadi sulit dan tidak mungkin lagi bagi induk untuk mengeluarkan fetus. Sebab –sebab distokia diantaranya herediter, gizi, tatalaksana, infeksi, traumatik dan berbagai sebab lain. Penanganan yang dapat dilakukan diantaranya: Mutasi, mengembalikan presentasi, posisi dan postur fetus agar normal dengan cara di dorong (ekspulsi), diputar (rotasi) dan ditarik (retraksi). Penarikan paksa, apabila uterus lemah dan janin tidak ikut menstimulir perejanan. Pemotongan janin (Fetotomi), apabila presentasi, posisi dan postur janin yang abnormal tidak bisa diatasi dengan mutasi/ penarikan paksa dan keselamatan induk yang diutamakan. Operasi Secar (Sectio Caesaria), merupakan alternatif terakhir apabila semua cara tidak berhasil. Operasi ini dilakukan dengan pembedahan perut (laparotomy) dengan alat dan kondisi yang steril.
  • 33. Gangguan Reproduksi 2007 27 Gambar 5. Berbagai Macam Distokia (Toelihere, 1987)
  • 34. Gangguan Reproduksi 2007 28 10. Retensi Plasenta Merupakan suatu kondisi selaput fetus menetap lebih lama dari 8 –12 jam di dalam uterus setelah kelahiran. Pada dasarnya retensi plasenta adalah kegagalan pelepasan plasenta anak (vili kotiledon) dan plasenta induk (krypta caruncula). Penyebabnya adalah infeksi (yang menyebabkan uterus lemah untuk berkontraksi), pakan (kekurangan karotin, Gambar 6. Penanganan distokia dengan tarik paksa
  • 35. Gangguan Reproduksi 2007 29 vitamin A) dan kurangnya exercise (sapi diumbar) sehingga otot uterus tidak kuat untuk bekontraksi. Penanganan yang dapat dilakukan dengan pelepasan selaput fetus secara manual, pemberian preparat antibiotika spektrum luas (oxytetracyclin, Chlortetracyclin atau Tetracyclin). Pengobatan secara tradisional dapat dilakukan dengan pemberian Gambar 7. Retensio plasenta pada sapi induk
  • 36. Gangguan Reproduksi 2007 30 daun waru dan bambu dengan cara diberikan langsung lewat pakan (Affandhy, 2001). 11. Torsi Uterus (Kandung peranakan melintir) Merupakan perputaran uterus pada porosnya, biasanya disebabkan oleh : gerakan sapi yang mendadak saat berbaring/ berdiri, kekurangan cairan fetus, terjatuh dan selalu dikandangkan, tonus uterus (kekuatan rahim) menurun, gerakan fetus yang berlebihan dan karena struktur anatomi (sebagai faktor predisposisi/ pendukung). Gejala yang nampak adalah hewan terlihat tidak tenang, menendang-nendang perut, mengejan, pulsus dan frekuensi nafas meningkat, terjadi obstruksi suplai darah ke uterus yang berujung pada kematian fetus. Penanganan teknis yang bisa dilakukan diantaranya dengan penggulingan dengan atau tanpa fiksasi secara cepat ke arah yang berlawanan dengan arah torsi atau dengan operasi seksio sesaria. 12. Maserasi Fetus (janin membubur) Merupakan suatu kondisi fetus terendam sekian lama dalam cairan amnion dan adanya infeksi bakteri maka tubuh fetus menjadi hancur seperti bubur dan keluar lewat vulva dan yang
  • 37. Gangguan Reproduksi 2007 31 tertinggal di dalam uterus hanya tulang – tulang fetus. Penyebab utamanya adalah bakteri Trichomonas fetus dan juga dapat disebabkan oleh jamur. Gejala yang timbul diantaranya : leleran nanah dari vulva yang berbau busuk, hewan selalu mengejan, suhu tubuh naik (kejadian akut), nafas frekuen (terengah-engah), anorexia, penurunan produksi susu dan secara perrektal teraba adanya tulang, cairan dan penebalan uterus. Penanganan yang dapat dilakukan dengan mengeluarkan tulang fetus (sulit dan mahal), pengeluaran nanah dengan hormon PGF2α/ estrogen atau dengan pertimbangan ekonomis hewan dijual/ dipotong. 13. Mummifikasi fetus (janin mengeras) Merupakan suatu kondisi fetus dalam uterus mati tanpa disertai pencemaran mikroorganisme, terjadi penyerapan oleh uterus sehingga fetus menjadi kering dan keras. Mummifikasi fetus dapat disebabkan oleh pelilitan tali pusat, penyempitan tali pusat, torsi uteri maupun karena kelainan genetik. Gejala yang dapat diidentifikasi adalah adanya fetus yang mengeras/ membatu jika diraba secara perrektal, sapi anestrus, mengejan terus – menerus, sulit defekasi dan anorexia.
  • 38. Gangguan Reproduksi 2007 32 Terapi yang dapat dilakukan yaitu dengan injeksi stilbestrol secara intramuscular dengan dosis 50-80 mg atau dengan injeksi PGF2α. 14. Hernia Uterina Merupakan suatu keadaan pada induk sapi yang sedang bunting, dengan uterus dan atau bersama fetus masuk ke dalam rongga hernia. Penyebabnya adalah sobeknya lapisan peritoneum dan otot abdomen karena trauma, atau bisa juga disebabkan karena fetus besar/ kembar. Gejala yang tampak berupa pembengkakan di bawah perut, semakin lama semakin besar dan apabila dipalpasi teraba ada fetus/ gerakan fetus. Penanganan yang bisa dilakukan: 1. Apabila kelahiran masih lama maka bisa diatasi dengan penahanan hernia dengan menggunakan papan dan kain yang diikatkan pada punggung sapi. 2. Apabila sudah mendekati kelahiran, cara yang terbaik adalah dengan operasi pembedahan perut (laparotomi).
  • 39. Gangguan Reproduksi 2007 33 III. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Gangguan reproduksi dapat diantisipasi dengan memperhatikan beberapa faktor diantaranya : 1. Seleksi genetik. 2. Manajemen pakan yang baik sehingga mendukung kesuburan saluran reproduksi. 3. Manajemen kesehatan yang baik meliputi kesehatan sapi (program pengobatan dan vaksinasi) , kebersihan kandang dan lingkungan (sanitasi dan desinfeksi) sehingga dapat meminimalisasi agen patogen (bakteri, virus, jamur, protozoa) yang dapat mengganggu kesehatan sapi. 4. Penanganan masalah reproduksi dengan prosedur yang baik dan benar sehingga mengurangi kejadian trauma fisik yang akan menjadi faktor predisposisi gangguan reproduksi.
  • 40. Gangguan Reproduksi 2007 34 IV. DAFTAR BACAAN ANONIMUS. 2006. Pejantan Sapi Potong dan Kambing. Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari. Direktorat Jendral Peternakan. Deptan. BOOTHBY, D. AND G. FAHEY, 1995. A Practical Guide Artificial Breeding of Cattle. Agmedia, East Melbourne Vic 3002. pp 127. RIADY, M. 2006. Implementasi Program Menuju Swasembada Daging 2010. Strategi dan Kendala. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, 5-6 September, 2006. TOELIHERE, M.R. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. PRIHATNO, S.A. 2004. Infertilitas dan Sterilitas. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. EWER, T.K. 1982. Practical Animal Husbandry. Dorset Press, Dorchester.
  • 41. Gangguan Reproduksi 2007 35 AFFANDHY, L. 2001. Pengobatan Alternatif pada Ternak Ruminansia dengan Pemanfaatan Tanaman Keluarga dan Jamu Tradisional. Jurnal. Pengembangan Peternakan Tropis (Journal of Tropical Animal Development), 286-296. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.