SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 12
HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN
HUKUM ISLAM
Abstrak
Perdebatan antara Hukum Internasional Hak Asasi Manusia
(HAM) dan Hukum Islam telah membuat kesenjangan yang
jelas dan kentara antara keduanya, hal tersebut
mengakibatkan adanya usaha untuk menyelaraskan keduanya
dengan pendekatan yaitu dengan konsep maslahah dalam
ushul fiqh dan teori margin apresiasi. Dengan kedua
pendekatan tersebut diharapkan bisa memahami HAM
internasional dan Hukum Islam menjadi selaras dan tidak ada
pertentangan yang mengakibat tuduhan-tuduhan miring
hubungan antara keduanya.
Kata kunci: Hukum internasional HAM, Hukum Islam, konsep
Maslahah, Margin Apresiasi.
A. Prawacana
Hubungan Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional dan Hukum
Islam akhir-akhir ini mengalami perdebatan yang panjang, seolah HAM
yang selama ini dipahami tidak sejalan dengan hukum Islam, bahkan sama
sekali, sekaligus anti HAM. Kemudian beberapa prasangka pun
dilancarkan bahwa HAM adalah produk barat. Di sisi yang lain, barat juga
melancarkan serangan bahwa hukum Islam senyatanya tidak sesuai
dengan HAM Internasional.
Serangkaian tindakan yang saling membela diri dan tertutup
tersebut, menjadikan hubungan antara HAM dan Hukum Islam menjadi
saling bermusuhan dan tidak ada usaha untuk saling mendialogkan antara
keduanya dengan saling membuka diri dan tidak saling menjatuhkan satu
dengan yang lain.
Tentu hal tersebut tidak mudah, sebab tanggapan yang berbeda dari
umat muslim tentang HAM Internasioanl. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh Halliday, bahwa setidaknya ada empat golongan dari masyarakat
1
muslim menanggapi persoalan isu tentang HAM internasional dan hukum
Islam. Pertama, Islam selaras dengan HAM Internasional. Kedua, Hak
Asasi Manusia secara sejati hanya bisa sepenuhnya diwujudkan di bawah
Hukum Islam. Ketiga, tujuan HAM internasional adalah agenda imperialis
yang seharusnya ditentang. Keempat, Islam tidak selaras dengan HAM
internasional.1
Mashood Baderin menambahkan golongan yang kelima,
yaitu golongan yang mengatakan bahwa tujuan dari HAM internasional
adalah adanya agenda besar anti-agama yang tersembunyi.2
Menurut Baderin, dari kelima golongan tersebut, yang paling bisa
dipertahankan adalah golongan yang pertama bahwa Islam selaras dengan
hak asasi manusia.3
tentu hal ini juga tidak semata-mata terbukti dengan
melakukan pembacaan secara samar, parsial atau bahkan terkesan
apologetic atas gagasan HAM di Barat dalam konsep hukum Islam.
Namun, oleh karena yang menjadi landasan berpikir dan bertingkah laku
dalam dunia Islam adalah al-Qur’an dan hadits, yang berkembang menjadi
hukum syariat, fiqh, ushul fiqh, dst. Maka secara jelas di dalam al-Qur’an
terdapat nilai-nilai universal seperti nilai keadilan, kesejahteraan
masyarakat, sekaligus secara praktis partikular, seperti qishas, hudud, dst.
Dari hal tersebut, maka dalam catatan ini akan mencoba
menghubungkan antara HAM internasional dan Hukum islam secara
dialogis, sebagaimana yang diinginkan oleh Mashood Baderin. Bagaimana
hubungan antara keduanya agar tidak adanya saling menuutup diri dan
saling berpraduga buruk tanpa dialog untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik antara keduanya?, yaitu perkembangan hukum islam untuk
menanggapi isu-isu global.
B. Hukum Internasional Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hukum Islam
1 Mashood Baderin, International Human Right and Islamic Law, penj. Musa Kazhim,
dkk. (Komisi Nasional HAM), cet. II, hlm. 11-12
2 Baderin, hlm. 12
3 Baderin, hlm. 12
2
Adalah benar bahwa yang memunculkan kali pertama istilah HAM
adalah negara-negara Eropa, yaitu bisa diartikan sebagai hak-hak
perseorangan yang tumbuh dari pemikiran eropa modern tentang hukum
alam. Hak-hak ini diangkat menjadi standar hukum-institusional di Barat.
Dengan adanya Deklarasi Universal HAM oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) tahun 1948, sekarang hak-hak ini menjadi sebuah hukum
internasional.4
Alasan kenapa hak-hak tersebut bisa menjadi sebuah produk
hukum internasional, dikarenakan HAM dipercaya memiliki nilai
universal. Nilai universal di sini menurut sebagaian pendapat, tidak
mengenal batas ruang dan waktu.5
Nilai universalitas yang kemudian
diejawantahkan dalam berbagai produk hukum di berbagai negara untuk
dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan nilai
unversal ini dikukuhkan dalam instrument internasional. Termasuk
perjanjian internasional di bidang HAM, seperti: International Covenant
on Civil and Political Rights; Internastional Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights; International Convention on the Elimination
of All Forms of Diskrimination Against Women; Convention Against
Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or
Punishment; Convention on the Rights of the Child; dan Convention
Concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of
the Worst Forms of Child Labour.6
4 Bassam Tibi, Syari’at dan Hak Asasi Manusia: Hukum Internasional dan Hubungan
Internasional, Pen. Anwar Masduki Azzam, Jurnal Mlangi, Volume I, No. 3, November 2013 –
February 2014
5 Banyak yang menyatakan HAM otomatis berlaku universal. Namun, sebaliknya ada
pandangan yang menyatakan bahwa HAM bersifat partikular. Dalam dataran teori, wacana tentang
hal ini menghasilkan pendapat-pendapat yang berbeda dengan alasan masing-masing. Namun,
pada umumnya mengakui bahwa HAM berlaku universal, sebagaimana terdapat di dalam
instrumen HAM internasional. Lihat. A. Masyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi
Manusia (HAM) dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (Hakham),
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm.78-79.
6 Hikmahanto Juwana, “Pemberdayaan Budaya Hukum dalam Perlindungan HAM di
Indonesia: HAM dalam Perspektif Sistem Hukum Internasional”, dalam Muladi (ed.), Hak Asasi
Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Persepektif Hukum dan Masyarakat,
(Bandung: PT Rafika Aditama, 2009), p. 70-71
3
Paradoks Universalitas HAM dan Relativisme Budaya
Sampai di sini, sebelumnya harus ada pembedaan yang jelas antara
universalitas HAM dan universalisme HAM, meskipun keduanya sangat
berhubungan erat, namun kedua istilah tersebut sering mengacaukan
dalam wacana HAM internasional. Sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Mashood Baderin bahwa:
“Universalitas hak asasi manusia mengacu pada sifat penerimaan
yang universal atau mendunia atas ide hak asasi manusia…
sedangkan universalisme hak asasi manusia berkaitan dengan
penafsiran dan penerapan ide hak asasi manusia.”7
Melalui pendapat di atas, maka universalisme HAM sangat rentan
apabila dipertentangkan dengan latar belakang dari berbagai negara di
dunia yang sangat plural, meliputi agama, kebudayaan, adat, dsb. yang
akhirnya akan menafikan pluralitas negara-negara non-barat.
Pendukung ide tersebut biasanya disinyalir dari sarjana-sarjana non
barat yang berpendapat bahwa HAM tidak sepenuhnya eksklusif berakar
dari Barat, namun inheren dalam watak manusia secara primordial yang
berpijak pada moralitas.8
Jadi, relativitas sosial-budaya dari universalisme
HAM merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa dinafikan begitu
saja dalam kompleksitas wacana HAM tersebut.
Oleh sebab itu, perlu adanya penyesuaian-penyesuaian
Universalitas HAM internasional untuk menanggapi perbedaan
kebudayaan yang ada di dunia ini, atau bila tidak, kebudayaan-kebudayaan
7 Baderin, hlm. 22. Secara bahasa, sufiks (imbuhan akhiran) –itas menerangkan kualitas,
keadaan atau tingkat suatu fenomena, sementara sufiks –isme menerangkan sistem, prinsip, hasil,
atau praktik fenomena tersebut.
8 Baderin, hlm. 26
4
yang plural tersebut harus dimaknai dan ditafsirkan ulang untuk
menanggapi universal HAM yang sekarang sudah menjadi wacana global.
Hal ini menunjukkan kemustahilan untuk mengadopsi secara copy-paste
tentang HAM internasional atas keragaman budaya yang mempunyai nilai
tersendiri sesuai dengan tempatnya.
Relevansi Hukum Islam dalam Hukum HAM internasional
Sebagaimana yang telah penulis sebutkan di atas bahwa mustahil
mengaplikasikan nilai universalitas HAM internasional di semua negara-
negara di dunia disebabkan adanya keberberdaan budaya yang sangat luas,
maka selanjutnya akan dibahas bagaimana relevansi hukum islam dalam
hukum HAM internasional. Namun, sebelumnya harus dijelaskan terlebih
dahulu perihal tentang ruang lingkup hukum Islam.
Baderin menjelaskan tentang hukum Islam dengan cukup
memuaskan yang secara ringkas bisa dilihat sebagaimana berikut:
1. Hukum Islam merupakan keragaman yang tidak bisa
dikonsepsikan hanya dengan satu produk hukum, namun
dengan satu kesatuan sumber, yaitu al-Qur’an dan hadits.
Hukum islam adalah produk dari berbagai sumber dan
metodenya. Baderin membedakan bahwa syariat adalah sumber
yang darinya hukum ditetapkan, sedangkan fiqih sebagai
metode yang dengannya hukum diturunkan sekaligus
diaplikasikan.9
2. Mengembangkan metode-metode hukum islam seperti ijma’,
qiyas, istihsan, istishlah, ‘urf, maslahah, dsb. Hal ini untuk
menghindari taklid buta dengan salah satu madzhab dan
menghentikan proses perkembangan hukum Islam yang secara
9 Baderin, 31-33
5
historis berfungsi untuk menjawab ruang lingkup realitas
kehidupan manusia yang beragam, dan temporal.10
3. Kemaslahatan (al-Maslahah) merupakan konsep yang
dikukuhkan bagi penerapan hukum Islam dan merupakan
sarana yang paling bisa berjalan untuk mewujudkan cita-cita
islam untuk semua tempat dan waktu.11
Dalam hal ini, konsep
maqasyid as-Syari’ah juga telah diidentifikasi sebagai
peningkatan kemaslahatan manusia.
4. Prinsip justifikasi dalam hukum islam seharusnya
mempertimbangkan argumen-argumen moral dan kebutuhan
akan keadilan substantif dalam hubungan-hubungan manusia.
dalam hal ini akan membutuhkan kajian komparatif atas
penafsiran ulang teks untuk pergeseran paradigma hukum
Islam yang kaku agar lebih humanis, sekaligus menafsirkan
eksklusionis hukum HAM internasional yang sama sekali tidak
mempertimbangkan nilai-nilai normatif hukum Islam.12
Dari empat poin di atas, yang menjadi pertimbangan paling
dominan menurut Baderin adalah konsep maslahah. Hal ini dikarenakan
konsep maslahah merupakan pendekatan holistis yang penting untuk
mewujudkan ruang lingkup yang tepat dan luhur dari hukum islam.13
Inilah sebuah doktrin yang ingin dijelajahi oleh Baderin dengan
menghadapkan doktrin HAM secara vis a vis yang berasal dari Eropa
10 Baderin, 36-39
11 Baderin, 41-43
12 Baderin, 45-46
13 Baderin, 39. Dalam hal ini Baderin secara jelas mengikuti logika al-Ghazali dan as-
Syatibi yang mengklasifikasikan kebutuhan sebagai pertimbangan hukum menjadi tiga yang
secara hirarkis yaitu pertama, kebutuhan primer (dlaruriyah) yang dibagi menjadi lima yaitu
melindungi hidup, agama, akal, keluarga dan kepemilikan, inilah yang disebut sebagai Maqashid
as-Syariah, kedua adalah kebutuhan sekunder (hajjiyat), dan yang ketiga adalah kebutuhan tersier
(tahsiniyah). Lihat: Baderin, 42-43
6
tentang margin apresiasi (margin of appreciation).14
Sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh Baderin bahwa:
“…perlunya mengambil doktri marjin apresiasi oleh badan-badan
perjanjian HAM PBB dalam menafsirkan perjanjian-perjanjian
internasional HAM. Doktrin marjin apresiasi berkembang dalam
tatanan HAM di Eropa, dan sudah didefinisikan sebagai garis
batas di mana pengawasan Internasional harus mengalah pada
pertimbangan Negera Pihak dalam merancang atau menegakkan
hukumnya.”15
Dengan menggunakan kedua doktrin tersebut, akan membantu
untuk menghadapi realitas sosial kehidupan yang global dan plural, yang
kemudian diharapkan bisa membuat produk hukum yang mengakomodir
semua kepentingan dari semua latar belakang kehidupan manusia itu
sendiri.
HAM Internasional dalam Sorotan Hukum Islam
Dalam pembahasan ini, terdapat banyak sekali konvenan
Internasional tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Namun dikarenakan keterbatasan ruang, dalam catatan ini hanya
membahas satu pasal saja, yaitu tentang “Hukuman Pidana Islam dan
Hukum Hak Asasi Manusia Internasional”.
Pasal 7 dalam hukum Intenasional HAM menyebutkan bahwa:
“Tidak seorangpun dapat dikenai penyiksaan, atau perlakuan atau
hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan
martabat. Khususnya, tidak seorangpun dapat dijadikan objek
eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuannya.”
14 Menurut McDonald, margin apresiasi merupakan prinsip pembenaran di bawah aturan
hak asasi manusia Eropa. Lihat footnote nomor 26 dalam Baderin, hlm. 5
15 Baderin, hlm. 239-240
7
Bertolak dari sifat mulia manusia dalam syariat, sejatinya tidak ada
pertentangan antara hukum internasional di atas dengan hukum islam
terkait dengan penganiayaan dan penyiksaan kepada individu. Namun,
ternyata sebagian hukuman pidana dalam hukum Islam telah dipersoalkan
dalam wacana HAM internasional. Hudud dan Qishash misalnya,
dianggap sebagai tidak manusiawi dan tidak bermartabat. Lalu bagaimana
menyikapi hal tersebut?.
Dalam hal ini, pertama yang harus dilihat adalah tidak ada
kesepakatan secara universal perihal kategori hukuman kejam, tidak
manusiawi, dan tidak bermartabat. Ini sangat mustahil dilakukan sebab
faktor geografis dan sosiologis sangat menyusahkan dicapainya standar
universal bagi hukuman pidana.16
Kedua, hukuman potong tangan bagi pencuri (sariq) yang termuat
dalam QS. al-Maidah: 38 masih membutuhkan interpretasi yang sangat
luas, sebab misalnya tidak ada batasan berapa banyak harta yang dicuri
ketika seseorang wajib untuk dihadd.
Dari kedua hal di atas, menurut penulis menunjukkan masih
adanya kesamaran dalam menentukan persoalan, oleh sebab itu
dibutuhkan proses ijtihad yang matang untuk menjembatani antara
keduanya.
Untuk menanggapi hal tersebut, menurut Baderin, yang harus
diperketat adalah proses prosedural atas hukuman hudud, hal ini akan
menjadi sebuah bahan pertimbangan agar hukum Islam yang sesuai
dengan perintah al-Qur’an tidak dihilangkan atau dianggap sebagai
hukuman yang tidak manusiawi, tidak bermartabat, dan tidak kejam.17
C. Pendekatan Komplementer dan Sarana Mewujudkan HAM
Internasional
16 Baderin, 78-79
17 Baderin 84-84
8
Dari pembahasan di atas sebagai upaya untuk mendialogkan
keberbedaan yang dimiliki oleh HAM internasional dan Hukum Islam,
yang selanjutnya dijembatani oleh ide margin apresiasi dan konsep
maslahah dalam Islam merupakan sebuah upaya untuk menemukan ide-ide
universal tentang HAM yang masih membutuhkan penyesuaian demi
penyesuaian.
Oleh sebab itu, dibutuhkan pendekatan dan metode yang inklusif,
evolusioner dan konstruktif untuk bisa memberikan yang terbaik atas
kedua hukum tersebut, demi memperkaya HAM secara universal dan
terutama di dunia Muslim. Lingkup HAM internasional dapat secara lebih
positif ditingkatkan di dunia Muslim melalui penafsiran syariat secara
moderat, terbuka, dinamis dan konstruktif.18
Adapun sarana untuk mewujudkan HAM internasional menurut
Baderin yang pertama adalah pada ranah pendidikan, menurutnya
keterbelakangan tentang prinsip-prinsip HAM kontemporer dan
kemiskinan pendidikan HAM merupakan faktor utama pengendur
penegakan HAM di banyak negara muslim.19
Kedua, pelatihan yudisial dalam HAM. Sebagaimana diketahui
bahwa peranan hakim adalah sangat penting di dalam proses pelaksanakan
hukum, oleh karena itu untuk menceriminkan pendekatan HAM dan
keadilan dalam dunia muslim, pengadilan dan para hakim harus sadar akan
wacana HAM.
Ketiga, Komisi Nasional HAM. PBB mendorong negara-negara
anggotanya untuk membentuk komisi nasional HAM yang mandiri untuk
meningkatkan pelaksanakan HAM di negara yang bersangkutan.
Dengan demikian, dari berbagai pendekatan dan pembaharuan
tafsir dari kalangan dunia Muslim tentang ide HAM internasional dan
18 Baderin, hlm. 227
19 Baderin, 231
9
kemudian ditransformasikan pada posisi yang strategis dalam sebuah
negara akan membuat wacana HAM internasional dan hukum Islam
menjadi lebih baik dan membumi.
D. Catatan Kecil Untuk Baderin
Usaha Baderin dalam mendialogkan HAM Internasional dengan
Hukum Islam merupakan usaha yang sangat baik, hal ini disebabkan
banyaknya anggapan yang menuduh bahwa hukum islam tidak sesuai
dengan HAM, dan sebaliknya. Praduga seperti demikian tidak lain
disebabkan tidak ada proses dialog antara keduanya, di sinilah letak
Baderin yang ingin menjadi wasith di tengah kedua arus tersebut. Untuk
menjembatani keduanya, ia memilih mempertimbangkan aspek maslahah
dalam islam dengan margin apresiasi sebagai alat untuk mengembangkan
Hukum islam dan HAM internasional. Namun terdapat catatan penting
dalam menanggapi wacana Baderin di atas:
Pertama, dalam sejarah ilmu fiqih, perbedaan pendapat antar
madzhab merupakan hal yang sangat wajar terjadi, namun di antara
perbedaan pendapat tersebut masih berada dalam satu koridor al-Qur’an
dan hadits. Dari landasan ini, Baderin berangkat untuk mendialogkan
produk hukum Islam dengan isu kontemporer HAM internasional. Jadi
pengkultusan turats klasik tidak dibenarkan menurut Baderin, sebab semua
pemikiran selalu terbatasi oleh ruang dan waktu yang melingkupinya.
Kedua, teori Maslahah dan Margin Apresiasi yang menjadi titik
tekannya dan juga sering disebut-sebut menurut penulis belum diulas
secara lebih mendalam, yang mengakibatkan wacana yang dikemukakan
terkesan hanya mengungkapkan contoh-contoh kasus yang sedang terjadi
di berbagai negara dengan penyelesaian yang tidak memuaskan. Teori
maslahah yang dikemukakan pun terkesan hanya copy-paste atas teori
yang diungkapkan oleh al-Ghazali dan as-Syatibi.
10
Ketiga, salah satu sarana pendidikan yang telah ditawarkan oleh
Baderin sebagai perwujudan stimulus wacana HAM internasional dan
Hukum Islam sangat menarik untuk dijadikan catatan pada kesempatan
ini. Mengingat di negara Indonesia wacana HAM ini hanya lebih
dieksplorasi pada tingkatan pendidikan perguruan tinggi, sedangkan pada
tingkatan SMP dan SMA belum dijadikan objek wacana HAM tersebut.
Belum lagi lembaga-lembaga keagamaan yang bersifat non-formal, tentu
asing dengan wacana tersebut.
Oleh sebab itu, seharusnya wacana HAM sudah diperkenalkan
terlebih dahulu ke jenjang pendidikan sebelum perguruan tinggi, terutama
lembaga-lembaga agama Islam, seperti madrasah-madrasah, pondok
pesantren. Galibnya, lembaga keagamaan tersebut hanya memberikan
materi fiqih yang cenderung legal-formal dan sedikit menyinggung
persoalan kemanusiaan dalam al-Qur’an dan hadits, atau konsep-konsep
kesetaraan hak dan kewajiban dalam al-Qur’an, dsb.
Hal ini akan lebih dapat meminimalisir anggapan peserta didik
ketika ia duduk di perguruan tinggi bahwa HAM dan hukum Islam tidak
ada hubungannya sama sekali, dan bahkan wajib ditentang.
E. Kesimpulan dan Penutup
Dari beberapa penjelasan singkat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kesenjangan yang ada di antara HAM internasional dan Hukum
islam, menurut Baderin bisa dijembatani dengan konsep maslahah dalam
ilmu ushul fiqh dan margin apresiasi.
Selanjutnya HAM internasional dan Hukum Islam harus didekati
dengan mempertimbangkan aspek hukum regional dan perbedaan budaya
agar dapat mewujudkan pengembangan HAM internasional yang universal
tanpa diskriminasi negara tertentu.
11
Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk membangun
pemahaman yang lebih baik.
12

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanayudikrismen1
 
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Fenti Anita Sari
 
Ujian akhir semester ganjil PENEMUAN HUKUM
Ujian akhir semester ganjil PENEMUAN HUKUMUjian akhir semester ganjil PENEMUAN HUKUM
Ujian akhir semester ganjil PENEMUAN HUKUMAlfirdausDaus
 
Sistem hukum dunia
Sistem hukum duniaSistem hukum dunia
Sistem hukum duniaVallen Hoven
 
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slideMael Aja
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalEvirna Evirna
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPuspa Bunga
 
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi ManusiaTeori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusiadichasenja
 
Bab 6 pertanggungjawaban pidana
Bab 6   pertanggungjawaban pidanaBab 6   pertanggungjawaban pidana
Bab 6 pertanggungjawaban pidanaNuelimmanuel22
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negaraaishkhuw fillah
 
Pengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdataPengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdataNeyna Fazadiq
 
Subjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukumSubjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukumEga Jalaludin
 
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalNuelnuel11
 
Obyek Hukum Administrasi Negara
Obyek Hukum Administrasi  NegaraObyek Hukum Administrasi  Negara
Obyek Hukum Administrasi NegaraMuslimin B. Putra
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxNaomiPoppyMoore
 
Sumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraSumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraNakano
 
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismIsnaldi Utih
 

La actualidad más candente (20)

Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
 
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
 
Ujian akhir semester ganjil PENEMUAN HUKUM
Ujian akhir semester ganjil PENEMUAN HUKUMUjian akhir semester ganjil PENEMUAN HUKUM
Ujian akhir semester ganjil PENEMUAN HUKUM
 
Sistem hukum dunia
Sistem hukum duniaSistem hukum dunia
Sistem hukum dunia
 
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power point
 
teori dan madzhab kriminologi
teori dan madzhab kriminologiteori dan madzhab kriminologi
teori dan madzhab kriminologi
 
Hukum humaniter
Hukum humaniterHukum humaniter
Hukum humaniter
 
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi ManusiaTeori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
 
Bab 6 pertanggungjawaban pidana
Bab 6   pertanggungjawaban pidanaBab 6   pertanggungjawaban pidana
Bab 6 pertanggungjawaban pidana
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara
 
Pengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdataPengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdata
 
Subjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukumSubjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukum
 
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
 
Obyek Hukum Administrasi Negara
Obyek Hukum Administrasi  NegaraObyek Hukum Administrasi  Negara
Obyek Hukum Administrasi Negara
 
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
 
Sumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraSumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negara
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
 

Destacado

Hak asasi manusia menurut pandangan islam
Hak asasi manusia menurut pandangan islamHak asasi manusia menurut pandangan islam
Hak asasi manusia menurut pandangan islamafkarunia
 
Hak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam IslamHak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam IslamAdita Utami
 
Ham menurut pandangan barat dan islam
Ham menurut pandangan barat dan islamHam menurut pandangan barat dan islam
Ham menurut pandangan barat dan islamFAS DC
 
HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSEP ISLAM
HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSEP ISLAMHAK ASASI MANUSIA DALAM KONSEP ISLAM
HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSEP ISLAMIndahZe
 
Ham menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uud
Ham menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uudHam menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uud
Ham menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uudJuand hølïс
 
Hak Asasi Manusia ( HAM )
Hak Asasi Manusia ( HAM )Hak Asasi Manusia ( HAM )
Hak Asasi Manusia ( HAM )Eja Fahreza
 
Makalah fiqh sosial (fakhrul rizal)
Makalah fiqh sosial (fakhrul rizal)Makalah fiqh sosial (fakhrul rizal)
Makalah fiqh sosial (fakhrul rizal)fakhrul rizal
 
13 Hak Asasi
13 Hak Asasi13 Hak Asasi
13 Hak AsasiWanBK Leo
 
pesan komunikasi politik
pesan komunikasi politikpesan komunikasi politik
pesan komunikasi politikSekar larasati
 
Kebijakan Publik (Dari Pengertian, Perumusan Hingga Penerapannya)
Kebijakan Publik (Dari Pengertian, Perumusan Hingga Penerapannya)Kebijakan Publik (Dari Pengertian, Perumusan Hingga Penerapannya)
Kebijakan Publik (Dari Pengertian, Perumusan Hingga Penerapannya)Tri Widodo W. UTOMO
 
KOMUNIKASI POLITIK - Budaya Pop Komunikator Politik
KOMUNIKASI POLITIK - Budaya Pop Komunikator PolitikKOMUNIKASI POLITIK - Budaya Pop Komunikator Politik
KOMUNIKASI POLITIK - Budaya Pop Komunikator PolitikDiana Amelia Bagti
 
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKANTAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKANEDIS BLOG
 

Destacado (20)

Hak asasi manusia menurut pandangan islam
Hak asasi manusia menurut pandangan islamHak asasi manusia menurut pandangan islam
Hak asasi manusia menurut pandangan islam
 
TITAS * Hak asasi manusia menurut islam *
TITAS * Hak asasi manusia menurut islam *TITAS * Hak asasi manusia menurut islam *
TITAS * Hak asasi manusia menurut islam *
 
Hak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam IslamHak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam Islam
 
Ham menurut pandangan barat dan islam
Ham menurut pandangan barat dan islamHam menurut pandangan barat dan islam
Ham menurut pandangan barat dan islam
 
HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSEP ISLAM
HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSEP ISLAMHAK ASASI MANUSIA DALAM KONSEP ISLAM
HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSEP ISLAM
 
Ham menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uud
Ham menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uudHam menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uud
Ham menurut ajaran islam dan hukum positif dan kaitannya dengan uud
 
Undangan khitan 3
Undangan khitan 3Undangan khitan 3
Undangan khitan 3
 
Hak Asasi Manusia ( HAM )
Hak Asasi Manusia ( HAM )Hak Asasi Manusia ( HAM )
Hak Asasi Manusia ( HAM )
 
Ham dalam islam
Ham dalam islamHam dalam islam
Ham dalam islam
 
Ham dalam-pandangan-islam
Ham dalam-pandangan-islamHam dalam-pandangan-islam
Ham dalam-pandangan-islam
 
Makalah fiqh sosial (fakhrul rizal)
Makalah fiqh sosial (fakhrul rizal)Makalah fiqh sosial (fakhrul rizal)
Makalah fiqh sosial (fakhrul rizal)
 
Tipe tipe bud pol kd 9. 2
Tipe tipe bud pol kd 9. 2Tipe tipe bud pol kd 9. 2
Tipe tipe bud pol kd 9. 2
 
13 Hak Asasi
13 Hak Asasi13 Hak Asasi
13 Hak Asasi
 
Formulasi kebijakan
Formulasi kebijakanFormulasi kebijakan
Formulasi kebijakan
 
pesan komunikasi politik
pesan komunikasi politikpesan komunikasi politik
pesan komunikasi politik
 
Budaya politik
Budaya politikBudaya politik
Budaya politik
 
Kebijakan Publik (Dari Pengertian, Perumusan Hingga Penerapannya)
Kebijakan Publik (Dari Pengertian, Perumusan Hingga Penerapannya)Kebijakan Publik (Dari Pengertian, Perumusan Hingga Penerapannya)
Kebijakan Publik (Dari Pengertian, Perumusan Hingga Penerapannya)
 
KOMUNIKASI POLITIK - Budaya Pop Komunikator Politik
KOMUNIKASI POLITIK - Budaya Pop Komunikator PolitikKOMUNIKASI POLITIK - Budaya Pop Komunikator Politik
KOMUNIKASI POLITIK - Budaya Pop Komunikator Politik
 
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKANTAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
 
Budaya Politik
Budaya PolitikBudaya Politik
Budaya Politik
 

Similar a Hak asasi manusia (ham) dan hukum islam

kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptxkelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptxRINIRISDAYANTI0125
 
Fiqh kel 2
Fiqh kel 2Fiqh kel 2
Fiqh kel 2Ltfltf
 
Hak asasi manusia dalam perspektif Al Quran
Hak asasi manusia dalam perspektif Al QuranHak asasi manusia dalam perspektif Al Quran
Hak asasi manusia dalam perspektif Al QuranMount Everest
 
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdfRINIRISDAYANTI0125
 
Fiqih kel 12
Fiqih kel 12Fiqih kel 12
Fiqih kel 12Ltfltf
 
Teori relativisme budaya dan teori univesalisme
Teori relativisme budaya dan teori univesalismeTeori relativisme budaya dan teori univesalisme
Teori relativisme budaya dan teori univesalismeKapten Yusuf
 
ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA.pptx
ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA.pptxISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA.pptx
ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA.pptxocolucoGaming
 
Presentasi sej pemikiran islam
Presentasi   sej pemikiran islamPresentasi   sej pemikiran islam
Presentasi sej pemikiran islamNi'matul Kediri
 
Ham dan implementasinya dalam keluarga training diklat
Ham dan implementasinya dalam keluarga training diklatHam dan implementasinya dalam keluarga training diklat
Ham dan implementasinya dalam keluarga training diklatMeehawk
 
Kemampuan hukum islam dalam merespon
Kemampuan hukum islam dalam meresponKemampuan hukum islam dalam merespon
Kemampuan hukum islam dalam merespondiktum2015
 
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdfRINIRISDAYANTI0125
 
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdfRINIRISDAYANTI0125
 

Similar a Hak asasi manusia (ham) dan hukum islam (20)

Makalah hukum islam
Makalah hukum islamMakalah hukum islam
Makalah hukum islam
 
Agro.agama
Agro.agamaAgro.agama
Agro.agama
 
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptxkelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
 
Fiqh kel 2
Fiqh kel 2Fiqh kel 2
Fiqh kel 2
 
Hak asasi manusia dalam perspektif Al Quran
Hak asasi manusia dalam perspektif Al QuranHak asasi manusia dalam perspektif Al Quran
Hak asasi manusia dalam perspektif Al Quran
 
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
 
Fiqih kel 12
Fiqih kel 12Fiqih kel 12
Fiqih kel 12
 
HAM
HAMHAM
HAM
 
Makalah shi
Makalah shiMakalah shi
Makalah shi
 
Makalah shi
Makalah shiMakalah shi
Makalah shi
 
Teori relativisme budaya dan teori univesalisme
Teori relativisme budaya dan teori univesalismeTeori relativisme budaya dan teori univesalisme
Teori relativisme budaya dan teori univesalisme
 
ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA.pptx
ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA.pptxISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA.pptx
ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA.pptx
 
Presentasi sej pemikiran islam
Presentasi   sej pemikiran islamPresentasi   sej pemikiran islam
Presentasi sej pemikiran islam
 
Hukum islam
Hukum islamHukum islam
Hukum islam
 
Hukum islam
Hukum islamHukum islam
Hukum islam
 
Ham dan implementasinya dalam keluarga training diklat
Ham dan implementasinya dalam keluarga training diklatHam dan implementasinya dalam keluarga training diklat
Ham dan implementasinya dalam keluarga training diklat
 
Kemampuan hukum islam dalam merespon
Kemampuan hukum islam dalam meresponKemampuan hukum islam dalam merespon
Kemampuan hukum islam dalam merespon
 
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
 
Karakteristik hukum islam
Karakteristik hukum islamKarakteristik hukum islam
Karakteristik hukum islam
 
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
 

Último

HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)ErhaSyam
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxekahariansyah96
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfSumardi Arahbani
 
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxpdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxINTANAMALINURAWALIA
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum ViktimologiSaktaPrwt
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxmuhammadarsyad77
 
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...Indra Wardhana
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANharri34
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIdillaayuna
 
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptxmohamadhafiz651
 

Último (10)

HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
 
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxpdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
 
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
 
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
 

Hak asasi manusia (ham) dan hukum islam

  • 1. HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN HUKUM ISLAM Abstrak Perdebatan antara Hukum Internasional Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hukum Islam telah membuat kesenjangan yang jelas dan kentara antara keduanya, hal tersebut mengakibatkan adanya usaha untuk menyelaraskan keduanya dengan pendekatan yaitu dengan konsep maslahah dalam ushul fiqh dan teori margin apresiasi. Dengan kedua pendekatan tersebut diharapkan bisa memahami HAM internasional dan Hukum Islam menjadi selaras dan tidak ada pertentangan yang mengakibat tuduhan-tuduhan miring hubungan antara keduanya. Kata kunci: Hukum internasional HAM, Hukum Islam, konsep Maslahah, Margin Apresiasi. A. Prawacana Hubungan Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional dan Hukum Islam akhir-akhir ini mengalami perdebatan yang panjang, seolah HAM yang selama ini dipahami tidak sejalan dengan hukum Islam, bahkan sama sekali, sekaligus anti HAM. Kemudian beberapa prasangka pun dilancarkan bahwa HAM adalah produk barat. Di sisi yang lain, barat juga melancarkan serangan bahwa hukum Islam senyatanya tidak sesuai dengan HAM Internasional. Serangkaian tindakan yang saling membela diri dan tertutup tersebut, menjadikan hubungan antara HAM dan Hukum Islam menjadi saling bermusuhan dan tidak ada usaha untuk saling mendialogkan antara keduanya dengan saling membuka diri dan tidak saling menjatuhkan satu dengan yang lain. Tentu hal tersebut tidak mudah, sebab tanggapan yang berbeda dari umat muslim tentang HAM Internasioanl. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Halliday, bahwa setidaknya ada empat golongan dari masyarakat 1
  • 2. muslim menanggapi persoalan isu tentang HAM internasional dan hukum Islam. Pertama, Islam selaras dengan HAM Internasional. Kedua, Hak Asasi Manusia secara sejati hanya bisa sepenuhnya diwujudkan di bawah Hukum Islam. Ketiga, tujuan HAM internasional adalah agenda imperialis yang seharusnya ditentang. Keempat, Islam tidak selaras dengan HAM internasional.1 Mashood Baderin menambahkan golongan yang kelima, yaitu golongan yang mengatakan bahwa tujuan dari HAM internasional adalah adanya agenda besar anti-agama yang tersembunyi.2 Menurut Baderin, dari kelima golongan tersebut, yang paling bisa dipertahankan adalah golongan yang pertama bahwa Islam selaras dengan hak asasi manusia.3 tentu hal ini juga tidak semata-mata terbukti dengan melakukan pembacaan secara samar, parsial atau bahkan terkesan apologetic atas gagasan HAM di Barat dalam konsep hukum Islam. Namun, oleh karena yang menjadi landasan berpikir dan bertingkah laku dalam dunia Islam adalah al-Qur’an dan hadits, yang berkembang menjadi hukum syariat, fiqh, ushul fiqh, dst. Maka secara jelas di dalam al-Qur’an terdapat nilai-nilai universal seperti nilai keadilan, kesejahteraan masyarakat, sekaligus secara praktis partikular, seperti qishas, hudud, dst. Dari hal tersebut, maka dalam catatan ini akan mencoba menghubungkan antara HAM internasional dan Hukum islam secara dialogis, sebagaimana yang diinginkan oleh Mashood Baderin. Bagaimana hubungan antara keduanya agar tidak adanya saling menuutup diri dan saling berpraduga buruk tanpa dialog untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik antara keduanya?, yaitu perkembangan hukum islam untuk menanggapi isu-isu global. B. Hukum Internasional Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hukum Islam 1 Mashood Baderin, International Human Right and Islamic Law, penj. Musa Kazhim, dkk. (Komisi Nasional HAM), cet. II, hlm. 11-12 2 Baderin, hlm. 12 3 Baderin, hlm. 12 2
  • 3. Adalah benar bahwa yang memunculkan kali pertama istilah HAM adalah negara-negara Eropa, yaitu bisa diartikan sebagai hak-hak perseorangan yang tumbuh dari pemikiran eropa modern tentang hukum alam. Hak-hak ini diangkat menjadi standar hukum-institusional di Barat. Dengan adanya Deklarasi Universal HAM oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) tahun 1948, sekarang hak-hak ini menjadi sebuah hukum internasional.4 Alasan kenapa hak-hak tersebut bisa menjadi sebuah produk hukum internasional, dikarenakan HAM dipercaya memiliki nilai universal. Nilai universal di sini menurut sebagaian pendapat, tidak mengenal batas ruang dan waktu.5 Nilai universalitas yang kemudian diejawantahkan dalam berbagai produk hukum di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan nilai unversal ini dikukuhkan dalam instrument internasional. Termasuk perjanjian internasional di bidang HAM, seperti: International Covenant on Civil and Political Rights; Internastional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights; International Convention on the Elimination of All Forms of Diskrimination Against Women; Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment; Convention on the Rights of the Child; dan Convention Concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forms of Child Labour.6 4 Bassam Tibi, Syari’at dan Hak Asasi Manusia: Hukum Internasional dan Hubungan Internasional, Pen. Anwar Masduki Azzam, Jurnal Mlangi, Volume I, No. 3, November 2013 – February 2014 5 Banyak yang menyatakan HAM otomatis berlaku universal. Namun, sebaliknya ada pandangan yang menyatakan bahwa HAM bersifat partikular. Dalam dataran teori, wacana tentang hal ini menghasilkan pendapat-pendapat yang berbeda dengan alasan masing-masing. Namun, pada umumnya mengakui bahwa HAM berlaku universal, sebagaimana terdapat di dalam instrumen HAM internasional. Lihat. A. Masyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (Hakham), (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm.78-79. 6 Hikmahanto Juwana, “Pemberdayaan Budaya Hukum dalam Perlindungan HAM di Indonesia: HAM dalam Perspektif Sistem Hukum Internasional”, dalam Muladi (ed.), Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Persepektif Hukum dan Masyarakat, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2009), p. 70-71 3
  • 4. Paradoks Universalitas HAM dan Relativisme Budaya Sampai di sini, sebelumnya harus ada pembedaan yang jelas antara universalitas HAM dan universalisme HAM, meskipun keduanya sangat berhubungan erat, namun kedua istilah tersebut sering mengacaukan dalam wacana HAM internasional. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Mashood Baderin bahwa: “Universalitas hak asasi manusia mengacu pada sifat penerimaan yang universal atau mendunia atas ide hak asasi manusia… sedangkan universalisme hak asasi manusia berkaitan dengan penafsiran dan penerapan ide hak asasi manusia.”7 Melalui pendapat di atas, maka universalisme HAM sangat rentan apabila dipertentangkan dengan latar belakang dari berbagai negara di dunia yang sangat plural, meliputi agama, kebudayaan, adat, dsb. yang akhirnya akan menafikan pluralitas negara-negara non-barat. Pendukung ide tersebut biasanya disinyalir dari sarjana-sarjana non barat yang berpendapat bahwa HAM tidak sepenuhnya eksklusif berakar dari Barat, namun inheren dalam watak manusia secara primordial yang berpijak pada moralitas.8 Jadi, relativitas sosial-budaya dari universalisme HAM merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa dinafikan begitu saja dalam kompleksitas wacana HAM tersebut. Oleh sebab itu, perlu adanya penyesuaian-penyesuaian Universalitas HAM internasional untuk menanggapi perbedaan kebudayaan yang ada di dunia ini, atau bila tidak, kebudayaan-kebudayaan 7 Baderin, hlm. 22. Secara bahasa, sufiks (imbuhan akhiran) –itas menerangkan kualitas, keadaan atau tingkat suatu fenomena, sementara sufiks –isme menerangkan sistem, prinsip, hasil, atau praktik fenomena tersebut. 8 Baderin, hlm. 26 4
  • 5. yang plural tersebut harus dimaknai dan ditafsirkan ulang untuk menanggapi universal HAM yang sekarang sudah menjadi wacana global. Hal ini menunjukkan kemustahilan untuk mengadopsi secara copy-paste tentang HAM internasional atas keragaman budaya yang mempunyai nilai tersendiri sesuai dengan tempatnya. Relevansi Hukum Islam dalam Hukum HAM internasional Sebagaimana yang telah penulis sebutkan di atas bahwa mustahil mengaplikasikan nilai universalitas HAM internasional di semua negara- negara di dunia disebabkan adanya keberberdaan budaya yang sangat luas, maka selanjutnya akan dibahas bagaimana relevansi hukum islam dalam hukum HAM internasional. Namun, sebelumnya harus dijelaskan terlebih dahulu perihal tentang ruang lingkup hukum Islam. Baderin menjelaskan tentang hukum Islam dengan cukup memuaskan yang secara ringkas bisa dilihat sebagaimana berikut: 1. Hukum Islam merupakan keragaman yang tidak bisa dikonsepsikan hanya dengan satu produk hukum, namun dengan satu kesatuan sumber, yaitu al-Qur’an dan hadits. Hukum islam adalah produk dari berbagai sumber dan metodenya. Baderin membedakan bahwa syariat adalah sumber yang darinya hukum ditetapkan, sedangkan fiqih sebagai metode yang dengannya hukum diturunkan sekaligus diaplikasikan.9 2. Mengembangkan metode-metode hukum islam seperti ijma’, qiyas, istihsan, istishlah, ‘urf, maslahah, dsb. Hal ini untuk menghindari taklid buta dengan salah satu madzhab dan menghentikan proses perkembangan hukum Islam yang secara 9 Baderin, 31-33 5
  • 6. historis berfungsi untuk menjawab ruang lingkup realitas kehidupan manusia yang beragam, dan temporal.10 3. Kemaslahatan (al-Maslahah) merupakan konsep yang dikukuhkan bagi penerapan hukum Islam dan merupakan sarana yang paling bisa berjalan untuk mewujudkan cita-cita islam untuk semua tempat dan waktu.11 Dalam hal ini, konsep maqasyid as-Syari’ah juga telah diidentifikasi sebagai peningkatan kemaslahatan manusia. 4. Prinsip justifikasi dalam hukum islam seharusnya mempertimbangkan argumen-argumen moral dan kebutuhan akan keadilan substantif dalam hubungan-hubungan manusia. dalam hal ini akan membutuhkan kajian komparatif atas penafsiran ulang teks untuk pergeseran paradigma hukum Islam yang kaku agar lebih humanis, sekaligus menafsirkan eksklusionis hukum HAM internasional yang sama sekali tidak mempertimbangkan nilai-nilai normatif hukum Islam.12 Dari empat poin di atas, yang menjadi pertimbangan paling dominan menurut Baderin adalah konsep maslahah. Hal ini dikarenakan konsep maslahah merupakan pendekatan holistis yang penting untuk mewujudkan ruang lingkup yang tepat dan luhur dari hukum islam.13 Inilah sebuah doktrin yang ingin dijelajahi oleh Baderin dengan menghadapkan doktrin HAM secara vis a vis yang berasal dari Eropa 10 Baderin, 36-39 11 Baderin, 41-43 12 Baderin, 45-46 13 Baderin, 39. Dalam hal ini Baderin secara jelas mengikuti logika al-Ghazali dan as- Syatibi yang mengklasifikasikan kebutuhan sebagai pertimbangan hukum menjadi tiga yang secara hirarkis yaitu pertama, kebutuhan primer (dlaruriyah) yang dibagi menjadi lima yaitu melindungi hidup, agama, akal, keluarga dan kepemilikan, inilah yang disebut sebagai Maqashid as-Syariah, kedua adalah kebutuhan sekunder (hajjiyat), dan yang ketiga adalah kebutuhan tersier (tahsiniyah). Lihat: Baderin, 42-43 6
  • 7. tentang margin apresiasi (margin of appreciation).14 Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Baderin bahwa: “…perlunya mengambil doktri marjin apresiasi oleh badan-badan perjanjian HAM PBB dalam menafsirkan perjanjian-perjanjian internasional HAM. Doktrin marjin apresiasi berkembang dalam tatanan HAM di Eropa, dan sudah didefinisikan sebagai garis batas di mana pengawasan Internasional harus mengalah pada pertimbangan Negera Pihak dalam merancang atau menegakkan hukumnya.”15 Dengan menggunakan kedua doktrin tersebut, akan membantu untuk menghadapi realitas sosial kehidupan yang global dan plural, yang kemudian diharapkan bisa membuat produk hukum yang mengakomodir semua kepentingan dari semua latar belakang kehidupan manusia itu sendiri. HAM Internasional dalam Sorotan Hukum Islam Dalam pembahasan ini, terdapat banyak sekali konvenan Internasional tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Namun dikarenakan keterbatasan ruang, dalam catatan ini hanya membahas satu pasal saja, yaitu tentang “Hukuman Pidana Islam dan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional”. Pasal 7 dalam hukum Intenasional HAM menyebutkan bahwa: “Tidak seorangpun dapat dikenai penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Khususnya, tidak seorangpun dapat dijadikan objek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuannya.” 14 Menurut McDonald, margin apresiasi merupakan prinsip pembenaran di bawah aturan hak asasi manusia Eropa. Lihat footnote nomor 26 dalam Baderin, hlm. 5 15 Baderin, hlm. 239-240 7
  • 8. Bertolak dari sifat mulia manusia dalam syariat, sejatinya tidak ada pertentangan antara hukum internasional di atas dengan hukum islam terkait dengan penganiayaan dan penyiksaan kepada individu. Namun, ternyata sebagian hukuman pidana dalam hukum Islam telah dipersoalkan dalam wacana HAM internasional. Hudud dan Qishash misalnya, dianggap sebagai tidak manusiawi dan tidak bermartabat. Lalu bagaimana menyikapi hal tersebut?. Dalam hal ini, pertama yang harus dilihat adalah tidak ada kesepakatan secara universal perihal kategori hukuman kejam, tidak manusiawi, dan tidak bermartabat. Ini sangat mustahil dilakukan sebab faktor geografis dan sosiologis sangat menyusahkan dicapainya standar universal bagi hukuman pidana.16 Kedua, hukuman potong tangan bagi pencuri (sariq) yang termuat dalam QS. al-Maidah: 38 masih membutuhkan interpretasi yang sangat luas, sebab misalnya tidak ada batasan berapa banyak harta yang dicuri ketika seseorang wajib untuk dihadd. Dari kedua hal di atas, menurut penulis menunjukkan masih adanya kesamaran dalam menentukan persoalan, oleh sebab itu dibutuhkan proses ijtihad yang matang untuk menjembatani antara keduanya. Untuk menanggapi hal tersebut, menurut Baderin, yang harus diperketat adalah proses prosedural atas hukuman hudud, hal ini akan menjadi sebuah bahan pertimbangan agar hukum Islam yang sesuai dengan perintah al-Qur’an tidak dihilangkan atau dianggap sebagai hukuman yang tidak manusiawi, tidak bermartabat, dan tidak kejam.17 C. Pendekatan Komplementer dan Sarana Mewujudkan HAM Internasional 16 Baderin, 78-79 17 Baderin 84-84 8
  • 9. Dari pembahasan di atas sebagai upaya untuk mendialogkan keberbedaan yang dimiliki oleh HAM internasional dan Hukum Islam, yang selanjutnya dijembatani oleh ide margin apresiasi dan konsep maslahah dalam Islam merupakan sebuah upaya untuk menemukan ide-ide universal tentang HAM yang masih membutuhkan penyesuaian demi penyesuaian. Oleh sebab itu, dibutuhkan pendekatan dan metode yang inklusif, evolusioner dan konstruktif untuk bisa memberikan yang terbaik atas kedua hukum tersebut, demi memperkaya HAM secara universal dan terutama di dunia Muslim. Lingkup HAM internasional dapat secara lebih positif ditingkatkan di dunia Muslim melalui penafsiran syariat secara moderat, terbuka, dinamis dan konstruktif.18 Adapun sarana untuk mewujudkan HAM internasional menurut Baderin yang pertama adalah pada ranah pendidikan, menurutnya keterbelakangan tentang prinsip-prinsip HAM kontemporer dan kemiskinan pendidikan HAM merupakan faktor utama pengendur penegakan HAM di banyak negara muslim.19 Kedua, pelatihan yudisial dalam HAM. Sebagaimana diketahui bahwa peranan hakim adalah sangat penting di dalam proses pelaksanakan hukum, oleh karena itu untuk menceriminkan pendekatan HAM dan keadilan dalam dunia muslim, pengadilan dan para hakim harus sadar akan wacana HAM. Ketiga, Komisi Nasional HAM. PBB mendorong negara-negara anggotanya untuk membentuk komisi nasional HAM yang mandiri untuk meningkatkan pelaksanakan HAM di negara yang bersangkutan. Dengan demikian, dari berbagai pendekatan dan pembaharuan tafsir dari kalangan dunia Muslim tentang ide HAM internasional dan 18 Baderin, hlm. 227 19 Baderin, 231 9
  • 10. kemudian ditransformasikan pada posisi yang strategis dalam sebuah negara akan membuat wacana HAM internasional dan hukum Islam menjadi lebih baik dan membumi. D. Catatan Kecil Untuk Baderin Usaha Baderin dalam mendialogkan HAM Internasional dengan Hukum Islam merupakan usaha yang sangat baik, hal ini disebabkan banyaknya anggapan yang menuduh bahwa hukum islam tidak sesuai dengan HAM, dan sebaliknya. Praduga seperti demikian tidak lain disebabkan tidak ada proses dialog antara keduanya, di sinilah letak Baderin yang ingin menjadi wasith di tengah kedua arus tersebut. Untuk menjembatani keduanya, ia memilih mempertimbangkan aspek maslahah dalam islam dengan margin apresiasi sebagai alat untuk mengembangkan Hukum islam dan HAM internasional. Namun terdapat catatan penting dalam menanggapi wacana Baderin di atas: Pertama, dalam sejarah ilmu fiqih, perbedaan pendapat antar madzhab merupakan hal yang sangat wajar terjadi, namun di antara perbedaan pendapat tersebut masih berada dalam satu koridor al-Qur’an dan hadits. Dari landasan ini, Baderin berangkat untuk mendialogkan produk hukum Islam dengan isu kontemporer HAM internasional. Jadi pengkultusan turats klasik tidak dibenarkan menurut Baderin, sebab semua pemikiran selalu terbatasi oleh ruang dan waktu yang melingkupinya. Kedua, teori Maslahah dan Margin Apresiasi yang menjadi titik tekannya dan juga sering disebut-sebut menurut penulis belum diulas secara lebih mendalam, yang mengakibatkan wacana yang dikemukakan terkesan hanya mengungkapkan contoh-contoh kasus yang sedang terjadi di berbagai negara dengan penyelesaian yang tidak memuaskan. Teori maslahah yang dikemukakan pun terkesan hanya copy-paste atas teori yang diungkapkan oleh al-Ghazali dan as-Syatibi. 10
  • 11. Ketiga, salah satu sarana pendidikan yang telah ditawarkan oleh Baderin sebagai perwujudan stimulus wacana HAM internasional dan Hukum Islam sangat menarik untuk dijadikan catatan pada kesempatan ini. Mengingat di negara Indonesia wacana HAM ini hanya lebih dieksplorasi pada tingkatan pendidikan perguruan tinggi, sedangkan pada tingkatan SMP dan SMA belum dijadikan objek wacana HAM tersebut. Belum lagi lembaga-lembaga keagamaan yang bersifat non-formal, tentu asing dengan wacana tersebut. Oleh sebab itu, seharusnya wacana HAM sudah diperkenalkan terlebih dahulu ke jenjang pendidikan sebelum perguruan tinggi, terutama lembaga-lembaga agama Islam, seperti madrasah-madrasah, pondok pesantren. Galibnya, lembaga keagamaan tersebut hanya memberikan materi fiqih yang cenderung legal-formal dan sedikit menyinggung persoalan kemanusiaan dalam al-Qur’an dan hadits, atau konsep-konsep kesetaraan hak dan kewajiban dalam al-Qur’an, dsb. Hal ini akan lebih dapat meminimalisir anggapan peserta didik ketika ia duduk di perguruan tinggi bahwa HAM dan hukum Islam tidak ada hubungannya sama sekali, dan bahkan wajib ditentang. E. Kesimpulan dan Penutup Dari beberapa penjelasan singkat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesenjangan yang ada di antara HAM internasional dan Hukum islam, menurut Baderin bisa dijembatani dengan konsep maslahah dalam ilmu ushul fiqh dan margin apresiasi. Selanjutnya HAM internasional dan Hukum Islam harus didekati dengan mempertimbangkan aspek hukum regional dan perbedaan budaya agar dapat mewujudkan pengembangan HAM internasional yang universal tanpa diskriminasi negara tertentu. 11
  • 12. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk membangun pemahaman yang lebih baik. 12