SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 95
Descargar para leer sin conexión
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO
                    NOMOR 1 TAHUN 2011
                           TENTANG
      RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NAGEKEO
                      TAHUN 2011 - 2031
            DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
                       BUPATI NAGEKEO



Menimbang   : a. bahwa    untuk     mengarahkan     pembangunan    di
                 Kabupaten Nagekeo dengan memanfaatkan ruang
                 wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi,
                 selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
                 meningkatkan       kesejahteraan   masyarakat    dan
                 pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata
                 ruang wilayah;
              b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
                 pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat
                 maka Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan
                 lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
                 pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;
              c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor
                 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
                 Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang
                 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka strategi
                 dan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional
                 dan provinsi perlu dijabarkan ke dalam rencana tata
                 ruang kabupaten;
d. bahwa     berdasarkan     pertimbangan       sebagaimana
                       dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
                       membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
                       Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo Tahun 2011-2031;
Mengingat   :   1.    Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
                      Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
                      Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
                      Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah
                      diubah,     terakhir    dengan     Peraturan    Pemerintah
                      Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
                      tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41
                      Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara
                      Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan
                      Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374);
                2.    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
                      Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik
                      Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran
                      Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
                3.    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
                      Pembentukan            Peraturan     Perundang-Undangan
                      (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
                      Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
                      Indonesia Nomor 4389);
                4.    Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
                      Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
                      Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
                      Republik Indonesia Nomor 4433);
                5.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
                      Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
                      Indonesia    Tahun       2004 Nomor 125,         Tambahan
                      Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
                      sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
     tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
     Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
     (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
     Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
     Indonesia Nomor 4844);
6.   Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang
     Pembentukan Kabupaten Nagekeo di Provinsi Nusa
     Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia
     Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
     Republik Indonesia Nomor 4678);
7.   Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
     Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
     Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
     Republik Indonesia Nomor 4725);
8.   Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
     Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
     (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
     Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
     Indonesia Nomor 4739);
9.   Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
     Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
     Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,
     Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
     Nomor 4959);
10. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
     Ketenagalistrikan   (Lembaran     Negara    Republik
     Indonesia   Tahun   2009 Nomor     133,    Tambahan
     Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
     Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
     (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 5059);
12. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
    Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
    Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 5068);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang
    Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
    Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3934);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
    Pedoman        Pembinaan      dan       Pengawasan
    Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
    Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 4833);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
    Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
    Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam
    Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 5160);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 3 Tahun
                     2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
                     Lembaga    Teknis    Daerah      Kabupaten   Nagekeo
                     (Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2008
                     Nomor 3 Seri D Nomor 3) sebagaimana telah diubah
                     dengan Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor
                     8 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan
                     Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 3 Tahun 2008
                     tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
                     Lembaga    Teknis    Daerah      Kabupaten   Nagekeo
                     (Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2009
                     Nomor 3;
                19. Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 5 Tahun
                     2009 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
                     Kewenangan Kabupaten Nagekeo (Lembaran Daerah
                     Kabupaten Nagekeo Tahun 2009 Nomor 5);
                       Dengan Persetujuan Bersama

       DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NAGEKEO
                                   dan
                            BUPATI NAGEKEO
                             MEMUTUSKAN :
 Menetapkan     : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
                   WILAYAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2011 - 2031




                                  BAB I
                           KETENTUAN UMUM
                                                   Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.   Daerah adalah Kabupaten Nagekeo.
2.   Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nagekeo.
3.   Bupati adalah Bupati Nagekeo.
4.   Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
     Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
     Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang dasar
     Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5.   Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
     adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nagekeo.
6.   Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang
     udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
     tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
     memelihara kelangsungan kehidupannya.
7.   Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8.   Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
9.   Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah
     hasil perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Nagekeo.
10. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
     jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
     kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
     hubungan fungsional.
11. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
     meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
     untuk fungsi budidaya.
12. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
     pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi
     pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang.
14. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
     ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
     dan pengendalian pemanfaatan ruang.
15. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
    ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
    tata ruang.
16. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
    pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
    program beserta pembiayaannya.
17. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
    tertib tata ruang.
18. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
    penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
    Daerah dan masyarakat.
19. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
    penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
20. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
    segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
    aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
21. Sistem Wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
    jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
22. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.
23. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
    melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
    alam dan sumberdaya buatan.
24. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
    untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
    sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
25. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
    pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan
    fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
    pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
26. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
    bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
    pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
27. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
    pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
    pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan
    oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem
    permukiman dan sistem agrobisnis.
28. Kawasan pertambangan adalah kawasan yang secara alamiah memiliki
    potensi sumberdaya alam pertambangan.
29. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
    nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
30. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
    diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
    nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,
    ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang
    telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
31. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
    diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
    lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
32. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
    diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
    lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau
    lingkungan.
33. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan
    perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau
    beberapa kecamatan.
34. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat PKLp adalah
    kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL.
35. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan
    perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
    beberapa desa.
36. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah pusat
     permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan
     atau beberapa desa.
37. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk
     masyarakat hukum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentingan non
     pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
38. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan
     tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
39. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
40. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
     pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
     undangan.
41. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
     jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
     diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
     permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
     permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
42. Daerah Irigasi yang selanjutnya disingkat DI adalah kesatuan lahan yang
     mendapat air dari satu jaringan irigasi
43. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu
     wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-
     anak sungai, yang berfungsi menampung,menyimpan dan mengalirkan
     air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
     batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
     dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
44. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu yang selanjutnya disebut
     KAPET adalah wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang
     memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan mempunyai sektor unggulan
     yang dapat mengerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan sekitarnya
     dan memerlukan dana investasi yang besar bagi pengembangannya.
     Penetapannya lokasi dan Badan Pengelolanya dilakukan melalui
     Keputusan Presiden.
45. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
    memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
    bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara
    alamiah maupun yang sengaja ditanam.
46. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat
    BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung
    pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
    Ruang di Kabupaten Nagekeo dan mempunyai fungsi membantu tugas
    Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
47. Base Transceiver Station yang selanjutnya disingkat BTS adalah istilah
    teknis untuk menara telekomunikasi dalam sistem jaringan nirkabel.
48. Koefisien   dasar    bangunan,   selanjutnya   disingkat    KDB,   adalah
    perbandingan antara luas dasar bangunan dan luas persil.
49. Koefisien   lantai   bangunan,   selanjutnya   disingkat    KLB,   adalah
    perbandingan antara luas lantai bangunan dan luas persil.
50. Koefisien dasar hijau, selanjutnya disingkat KDH, adalah perbandingan
    antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang
    diperuntukan bagi pertamanan/penghijauan dan luas persil.
51. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
    dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah
    jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
52. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
    pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
    rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
53. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
    setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah
    dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
54. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan air mulai
    dari mata air sampai muara dibatasi kanan kirinya serta sepanjang
    pengalirannya oleh garis sempadan.
55. Situ adalah suatu wadah genangan air di atas permukaan tanah yang
    terbentuk secara alami maupun buatan yang airnya berasal dari tanah
atau air permukaan sebagai siklus hidrologis yang merupakan salah satu
      bentuk kawasan lindung.
56. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibendungnya
      bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan dan berbentuk
      pelebaran alur / badan / palung / sungai.
57. Drainase adalah sistem jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan
      yang berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan, yang terintegrasi
      dengan sistem jaringan drainase makro dari wilayah regional yang lebih
      luas.
58. Sampah adalah distribusi pelayanan pembuangan / pengolahan sampah
      rumah tangga, lingkungan komersial, perkantoran dan bangunan umum
      lainnya, yang terintegrasi dengan sistem jaringan pembuangan sampah
      makro dari wilayah regional yang lebih luas.
59. Air limbah adalah air yang berasal dari sisa kegiatan proses produksi dan
      usaha lainnya yang tidak dimanfaatkan kembali.




                                                     Pasal 2
(1)    Lingkup wilayah perencanaan mencakup seluruh ruang Kabupaten
       Nagekeo     dengan      batas   yang   ditentukan   berdasarkan   aspek
       administratif mencakup wilayah daratan, wilayah perairan, serta
       wilayah udara sebagaimana tergambar pada peta dalam Lampiran I
       Peraturan Daerah ini.
(2)    Kabupaten Nagekeo memiliki luas wilayah kurang lebih 141.036
       (seratus empat puluh satu ribu tiga puluh enam) hektar.
(3)    Batas-batas wilayah Kabupaten Nagekeo meliputi:
       a. sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores;
       b. sebelah selatan berbatasan dengan Laut Sawu;
       c. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ende; dan
d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ngada.
(4)     Lingkup wilayah Kabupaten Nagekeo sebagaimana dimaksud pada ayat
        (1) meliputi:
        a.   kecamatan Mauponggo;
        b.   kecamatan Keo Tengah;
        c.   kecamatan Nangaroro;
        d.   kecamatan Boawae;
        e.   kecamatan Aesesa;
        f.   kecamatan Aesesa Selatan; dan
        g.   kecamatan Wolowae.



                                                        Pasal 3
Muatan RTRW Kabupaten Nagekeo meliputi:
a.    tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang;
b.    rencana struktur ruang;
c.    rencana pola ruang;
d.    penetapan kawasan strategis;
e.    arahan pemanfaatan ruang; dan
f.    ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.


                                     BAB II
             TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
                                 Bagian Kesatu
                             Tujuan Penataan Ruang
                                   Pasal 4
Penataan ruang Kabupaten Nagekeo bertujuan untuk “mewujudkan
Kabupaten Nagekeo sebagai sentra komoditas pertanian Nusa Tenggara Timur
yang berkelanjutan yang didukung oleh agropolitan yang integratif,
agroindustri, dan pertambangan ramah lingkungan.”

                                  Bagian Kedua
                            Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 5
Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten meliputi:
a. pemantapan sistem pusat kegiatan berbasis agropolitan, agroindustri dan
   pertambangan ramah lingkungan;
b. pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhierarki dan bersinergi
   antara pusat pengembangan utama di ibukota Kabupaten dan perkotaan
   lainnya serta pengembangan sistem permukiman perdesaan berbasis
   agropolitan;
c. pengembangan sistem jaringan transportasi darat, laut dan udara dalam
   mendukung      pemerataan     pertumbuhan       wilayah   serta    mendukung
   pengembangan agropolitan, agroindustri dan pertambangan ramah
   lingkungan;
d. pengoptimalisasian    dan   peningkatan       jangkauan   pelayanan    energi,
   telekomunikasi, sumber daya air dan prasarana lainnya dalam rangka
   pemerataan pertumbuhan wilayah;
e. pemantapan pelestarian dan perlindungan kawasan lindung untuk
   meningkatkan     kualitas   lingkungan,   sumberdaya      alam/buatan     dan
   ekosistemnya, meminimalkan risiko dan mengurangi kerentanan bencana,
   mengurangi     efek   pemanasan     global     yang   berprinsip   partisipasi,
   menghargai kearifan lokal, serta menunjang penelitian dan edukasi;
f. pengembangan kawasan budidaya untuk mendukung pemantapan sistem
   agropolitan serta agroindustri dan pertambangan ramah lingkungan;
g. penetapan dan pengembangan kawasan strategis Kabupaten dari sudut
   kepentingan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup dalam
   mendukung percepatan pertumbuhan wilayah Kabupaten; dan
h. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.


                                 Bagian Ketiga
                           Strategi Penataan Ruang
                                  Pasal 6
(1) Strategi pemantapan sistem pusat kegiatan berbasis agropolitan,
   agroindustri   dan   pertambangan     ramah    lingkungan   sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi:
   a. mengembangkan kawasan perdesaan berbasis hasil perkebunan yang
       tersebar di seluruh wilayah yang berpotensi;
   b. meningkatkan pertanian berbasis tanaman pangan pada wilayah yang
       berpotensi;
   c. mengembangkan kawasan agropolitan berbasis pertanian;
   d. memantapkan fungsi pusat agropolitan;
   e. mengembangkan prasarana wilayah yang menghubungkan sentra-
       sentra produksi pertanian unggulan;
   f. mengembangkan sarana dan prasarana produksi pertanian ke pusat-
       pusat pemasaran sampai terbuka akses ke pasar nasional;
   g. memantapkan suprastruktur pengembangan pertanian yang terdiri
       dari lembaga tani dan lembaga keuangan;
   h. meningkatkan      produksi,   pengolahan   dan   pemasaran     produk
       pertanian dan ternak unggulan sebagai satu kesatuan sistem;
   i. meningkatkan potensi perdesaan berbasis agroindustri persawahan
       garam;
   j. meningkatkan produksi, pengolahan dan pemasaran produk industri
       garam;
   k. memantapkan sentra-sentra produksi pertanian unggulan sebagai
       penunjang agropolitan dan agroindustri;
   l. memantapkan fungsi masing-masing kawasan agropolitan dan
       agroindustri;
   m. memantapkan kawasan pertambangan ramah lingkungan;
   n. meningkatkan produksi dan pemasaran produk pertambangan; dan
   o. mengembangkan infrastruktur dan kelembagaan penunjang potensi
       kawasan.
(2) Strategi pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhierarki dan
   bersinergi antara pusat pengembangan utama di ibukota Kabupaten dan
   perkotaan lainnya serta pengembangan sistem permukiman perdesaan
berbasis agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
    meliputi:
    a. mengembangkan perkotaan Mbay sebagai perkotaan dengan fungsi
       utama pemerintahan, agropolitan, agroindustri, dan pendidikan dan
       Perkotaan Boawae yang menjadi pusat pengembangan agropolitan,
       pendidikan, pelayanan skala kecamatan dan pusat transportasi
       kecamatan;
    b. memantapkan pusat-pusat kegiatan secara berhierarki;
    c. mempersiapkan perkotaan Mbay sebagai perkotaan yang ditunjang
       perkembangan kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun;
       dan
    d. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan pada kawasan perdesaan
       sebagai inti kawasan agropolitan dan pertambangan ramah
       lingkungan.
(3) Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi darat, laut, dan
    udara dalam mendukung pemerataan pertumbuhan wilayah serta
    mendukung pengembangan agropolitan, agroindustri dan pertambangan
    ramah lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c
    meliputi:
    a. meningkatkan    kualitas   dan   kuantitas   infrastruktur   terutama
       infrastruktur jalan untuk mendukung sistem agropolitan dan
       agroindustri;
    b. mengembangkan terutama infrastruktur jalan untuk mendukung
       sistem pertambangan ramah lingkungan;
    c. mengembangkan jalan penghubung perdesaan dan perkotaan;
    d. memperbaiki jalan kolektor primer;
    e. mengembangkan jalan lokal primer pada semua jalan penghubung
       utama antar kecamatan;
    f. meningkatkan infrastruktur pendukung dan pelayanan terminal yang
       memadai;
    g. meningkatkan areal pangkalan kendaraan menjadi terminal tipe B di
       kota Mbay;
h. memindahkan dan mengembangkan terminal ke lokasi yang sesuai;
   i. meningkatkan infrastuktur pelabuhan angkutan;
   j. meningkatkan infrastuktur pelabuhan perikanan;
   k. meningkatkan rute/jangkauan pelayaran Pelabuhan Laut Marapokot
      ke wilayah kabupaten lain, terutama difokuskan ke seluruh kabupaten
      sebelah utara di Pulau Flores, sebagai pelabuhan angkutan
      barang/manusia;
   l. meningkatkan     rute/jangkauan   Pelabuhan     Laut   Marapokot   II
      Kecamatan Mauponggo ke wilayah kabupaten lain, terutama
      difokuskan ke seluruh kabupaten di Pulau Flores, Pulau Sumba, Pulau
      Timor, maupun Pulau Rote sebagai pelabuhan perikanan;
   m. meningkatkan aksesibilitas ke bandara terdekat melalui peningkatan
      akses jalan yang menghubungkan ke lokasi tersebut, dan peningkatan
      armada angkutan ke/dari tempat tersebut; dan
   n. mengupayakan pembangunan eks Bandara Surabaya II untuk menjadi
      bandara andalan Kabupaten.
(4) Strategi pengoptimalisasian dan peningkatan jangkauan pelayanan
   energi, telekomunikasi, sumber daya air dan prasarana lainnya dalam
   rangka pemerataan pertumbuhan wilayah sebagaimana dimaksud dalam
   Pasal 5 huruf d meliputi:
   a. memperluas jaringan prasarana energi dan mengembangkan jaringan
      baru hingga ke pelosok;
   b. mengembangkan sumber daya energi;
   c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan energi;
   d. mengembangkan sistem penyediaan listrik setempat misalnya melalui
      mikro hidro.
   e. menyediakan tower BTS yang digunakan secara bersama menjangkau
      hingga ke pelosok perdesaan;
   f. meningkatkan sistem informasi telekomunikasi pembangunan daerah
      berupa informasi berbasis teknologi internet;
   g. mengembangkan prasarana telekomunikasi meliputi telepon rumah
      tangga, telepon umum, dan jaringan telepon seluler;
h. menerapkan teknologi telekomunikasi berbasis teknologi modern;
    i. membangun teknologi telekomunikasi pada wilayah-wilayah pusat
        pertumbuhan;
    j. membentuk        jaringan    telekomunikasi   dan   informasi    yang
        menghubungkan setiap wilayah pertumbuhan dengan ibukota
        Kabupaten;
    k. meningkatkan jaringan irigasi sederhana dan irigasi setengah teknis;
    l. melindungi sumber-sumber mata air dan daerah resapan air;
    m. mengembangkan waduk baru, bendung, dan cek dam pada kawasan
        potensial;
    n. mencegah terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi;
    o. membangun dan memperbaiki pintu-pintu air;
    p. melakukan pengadaan tempat penampungan sampah sementara
        (TPS) skala lokal dan regional;
    q. melakukan pengelolaan sampah berkelanjutan;
    r. pengoptimalisasian sistem pengolahan sampah;
    s. melakukan pengolahan sampah untuk mendukung pertanian;
    t. meminimalisir penggunaan sumber sampah yang sukar didaur ulang
        secara alamiah;
    u. memanfaatkan ulang sampah yang ada terutama yang memiliki nilai
        ekonomi; dan
    v. mengolah sampah organik menjadi kompos.
(5) Strategi pemantapan pelestarian dan perlindungan kawasan lindung
   untuk meningkatkan kualitas lingkungan, sumberdaya alam/buatan dan
   ekosistemnya, meminimalkan resiko dan mengurangi kerentanan
   bencana, mengurangi efek pemanasan global yang berprinsip partisipasi,
   menghargai kearifan lokal, serta menunjang penelitian dan edukasi
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi:
   a.    meningkatkan kelestarian hutan lindung untuk keseimbangan tata
         air dan lingkungan hidup dilakukan dengan :
1.   memperbaiki dan meningkatkan fungsi lindung pada daerah
          yang mengalami alih fungsi dan menetapkan lokasi pelestarian
          sebesar 30 % (tiga puluh persen) dari luas DAS;
     2.   melakukan rehabilitasi lahan dengan menanam vegetasi yang
          mampu memberikan perlindungan terhadap permukaan tanah
          dan mampu meresapkan air;
     3.   mengelola kawasan sekitar hutan lindung dengan prinsip
          hutan kemitraan, yaitu dengan melibatkan masyarakat lokal
          secara aktif dalam perencanaan, pengelolaan, panen dan
          pascapanen untuk keberhasilan program dalam jangka waktu
          yang panjang;
     4.   melarang dan mencegah pola penambangan terbuka pada
          kawasan hutan lindung; dan
     5.   mengembalikan fungsi hidrologi kawasan hutan yang telah
          mengalami kerusakan.
b.   melindungi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
     kawasan bawahnya dilakukan dengan :
     1.   melarang atau mencegah kegiatan budidaya, kecuali yang
          tidak mengganggu fungsi lindung;
     2.   mengendalikan kegiatan budidaya yang telah ada dengan
          pembatasan      perkembangan      serta   pengembalian   fungsi
          lindungnya; dan
     3.   mengendalikan terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
          mineral serta air tanah dengan memperhatikan fungsi lindung
          kawasan sekitarnya.
c.   melakukan upaya konservasi alam, rehabilitasi ekosistem yang
     rusak, mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup
     pada kawasan perlindungan setempat serta menempatkan kawasan
     lindung spiritual dilakukan dengan :
     1.   membatasi kegiatan yang tidak berkaitan dengan perlindungan
          setempat dalam bentuk jalur hijau;
2.   mencegah aktivitas perusakan, pengendalian pencemaran dan
          peningkatan upaya konservasi laut, pesisir serta rehabilitasi
          ekosistem yang rusak;
     3.   melindungi kawasan sepanjang sempadan sungai untuk
          kawasan terbangun;
     4.   melindungi sekitar      waduk/danau     untuk kegiatan   yang
          menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan
          kualitas air;
     5.   melindungi sekitar mata air untuk kegiatan yang menyebabkan
          alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas
          sumber air; dan
     6.   mengamankan kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal
          dengan melindungi tempat serta ruang di sekitar bangunan
          bernilai sejarah dan situs purbakala.
d.   memantapkan fungsi dan nilai manfaat pada kawasan suaka alam,
     pelestarian alam, dan cagar budaya dilakukan dengan:
     1.   melindungi ekosistem flora dan fauna khas Kabupaten;
     2.   melestarikan budaya masyarakat setempat dalam satu
          kesatuan dengan kehidupan masyarakat; dan
     3.   melaksanakan kerjasama antar wilayah dalam penanganan
          cagar budaya.
e.   menangani kawasan rawan bencana alam melalui pengendalian dan
     pengawasan kegiatan perusakan lingkungan terutama pada
     kawasan yang berpotensi menimbulkan bencana alam, serta
     pengendalian untuk kegiatan manusia secara langsung dilakukan
     dengan:
     1.   mencegah pemanfaatan kawasan yang rawan terhadap
          bencana longsor, gelombang pasang, banjir, dan bencana alam
          lainnya sebagai kawasan terbangun;
     2.   mengembangkan hutan mangrove dan bangunan yang dapat
          meminimalisir akibat gelombang pasang;
3.    menata daerah lingkungan sungai seperti penetapan garis
               sempadan sungai, peruntukan lahan di kiri kanan sungai,
               penertiban bangunan di sepanjang aliran sungai serta
               peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir; dan
         4.    melaksanakan           upaya      mitigasi     bencana      menyangkut
               perencanaan        dan     perumusan         kebijakan    yang      bersifat
               antisipatif.
    f.   memantapkan           wilayah        kawasan   lindung     geologi        dengan
         pemantapan zonasi di kawasan dan wilayah sekitarnya serta
         pemantapan pengelolaan kawasan secara partisipatif dilakukan
         dengan:
         1.    menata kawasan rawan bencana geologi dengan peruntukan
               non terbangun;
         2.    mengembangkan kegiatan pariwisata pengetahuan yang
               terkait dengan geologi; dan
         3.    mengembangkan tanaman keras sebagai perlindungan dan
               peresapan air untuk peningkatan cadangan air tanah.
    g.   memantapkan kawasan lindung lainnya sebagai penunjang usaha
         pelestarian alam dilakukan dengan :
         1.    menetapkan kawasan sebagai objek wisata dan penelitian saat
               terjadi pengungsian satwa; dan
         2.    memelihara habitat dan ekosistem sehingga keaslian kawasan
               terpelihara.
(6) Strategi   pengembangan           kawasan       budidaya      untuk     mendukung
    pemantapan sistem agropolitan serta agroindustri dan pertambangan
    ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f meliputi:
    a.   mengembangkan kawasan hutan produksi untuk meningkatkan
         produktivitas        lahan    dengan      memperhatikan          keseimbangan
         lingkungan hidup dilakukan dengan:
         1.    memanfaatkan           hasil     hutan   produksi        terbatas      yang
               eksploitasinya dilakukan dengan cara tebang pilih;
2.   dilakukan dengan hasil hutan yang eksploitasinya dilakukan
          dengan cara tebang pilih maupun tebang habis untuk kawasan
          hutan produksi tetap; dan
     3.   memberi cadangan kawasan hutan produksi yang dapat
          dikonversi untuk penggunaan lain, dapat dikonversi untuk
          pengelolaan non-kehutanan.
b.   mengembangkan kawasan pertanian dilakukan dengan:
     1.   meningkatkan     peran,     efisiensi,   produktivitas   yang
          berkelanjutan, peluang ekstensifikasi, serta mempertahankan
          saluran irigasi teknis dan peningkatan irigasi sederhana dalam
          skala wilayah untuk pertanian lahan basah;
     2.   mengembangkan kawasan pertanian lahan kering/tegalan
          dengan penanaman tanaman tahunan yang produktif;
     3.   mengembangkan kawasan pertanian hortikultura dengan
          sistem agropolitan dan mengembangkan sektor pertanian
          untuk kegiatan agribisnis, agrowisata dan industri pengolahan
          pertanian dari bahan mentah menjadi makanan dan sejenisnya
          serta melakukan pemasaran skala nasional dan ekspor ke luar
          negeri;
     4.   penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
     5.   mengembangkan industri pengolahan hasil komoditi;
     6.   mengembangkan fasilitas sentra produksi dan pemasaran pada
          pusat kegiatan ekonomi;
     7.   mengembangkan kawasan-kawasan potensi untuk pertanian
          pangan lahan kering;
     8.   mengembangkan pasar produksi perkebunan; dan
     9.   mengolah hasil perkebunan terutama dengan membentuk
          keterikatan antar produk.
c.   mengembangkan kawasan perikanan berupa peningkatan peran,
     efisiensi, produktivitas yang berkelanjutan serta peningkatan nilai
     tambah beberapa komoditi yang potensial, sementara untuk di
     kawasan perikanan di wilayah pesisir dilakukan dengan:
1.   mengendalikan dan membatasi pemanfaatan lahan pantai
             (pesisir) untuk kegiatan budidaya;
        2.   mengendalikan metode budidaya yang berbasis kelestarian
             sumberdaya pesisir;
        3.   menggunakan teknologi dalam kegiatan usaha budidaya
             perikanan; dan
        4.   meningkatkan bantuan permodalan usaha kepada kegiatan
             usaha masyarakat pertambakan.
   d.   mengembangkan kawasan peruntukan pertambangan dengan
        mempertimbangkan      potensi   bahan      galian,   kondisi   geologi,
        hidrogeologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan;
   e.   mengembangkan kawasan peruntukan industri dilakukan dengan:
        1.   mengembangkan kawasan sentra industri kecil terutama pada
             kawasan perdesaan dan perkotaan;
        2.   mengembangkan fasilitas perekonomian berupa koperasi pada
             setiap pusat kegiatan perkotaan dan perdesaan;
        3.   mengembangkan         ekonomi   dan      perdagangan       dengan
             pengutamaan usaha kecil menengah; dan
        4.   menetapkan skenario ekonomi wilayah yang menunjukkan
             kemudahan dalam berinvestasi dan penjelasan tentang
             kepastian hukum yang menunjang investasi.
   f.   menentukan wisata unggulan daerah, pelestarian lingkungan,
        promosi serta peningkatan peran masyarakat dalam menjaga
        kelestarian objek wisata dan daya jual maupun daya saing;dan
   g.   mengembangkan kawasan peruntukan permukiman dilakukan
        dengan:
        1.   meningkatkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan;dan
        2.   membatasi     pengembangan      permukiman        dan     kawasan
             terbangun lainnya pada kawasan lindung untuk permukiman
             perdesaan.
(7) Strategi penetapan dan pengembangan kawasan strategis kabupaten
   dari sudut kepentingan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup
dalam mendukung percepatan pertumbuhan wilayah                   kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g meliputi:
a.   mengembangkan kawasan strategis ekonomi melalui optimalisasi
     KAPET Mbay di kota Mbay sebagai pusat kawasan ekonomi dan
     didukung oleh kecamatan-kecamatan lain dilakukan dengan:
     1. mengoptimalkan fungsi lahan produktif pengembangan kawasan
        melalui   peningkatan      nilai   ekonomis    kawasan     dengan
        agropolitan;
     2. mengarahkan     sub   kawasan      pertanian   menjadi    kawasan
        pertanian terpadu dengan peningkatan produktifitas pertanian,
        peternakan, dan perikanan;
     3. mengoptimalkan fungsi lahan potensial sebagai lahan padang
        garam yang tersebar di semua lokasi dan pada umumnya
        berbatasan dengan hutan mangrove;
     4. meningkatkan kegiatan sektor pertambangan selain untuk
        kegiatan penggalian yang hasilnya lebih banyak digunakan untuk
        sektor konstruksi;
     5. meningkatkan komoditas unggulan, sarana dan prasarana
        pendukung proses produksi;
     6. meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia baik
        sebagai tenaga ahli maupun tenaga pendukung;
     7. meningkatkan jumlah sarana dan prasarana sumber daya air dan
        irigasi, seperti embung, bendungan dan jaringan irigasi lainnya;
     8. melaksanakan kerjasama         dengan pihak investor, terkait
        pemberian kredit/modal usaha;dan
     9. mengidentifikasi potensi kawasan atau sub sektor strategis yang
        dapat dikembangkan dan penetapan kawasan ekonomi khusus
        baru.
b.   mengendalikan perkembangan ruang sekitar kawasan strategis
     perkotaan dilakukan dengan:
     1. menetapkan batas pengaruh kawasan strategis kabupaten;dan
2. menetapkan pola pemanfaatan lahan, sesuai dengan fungsi dan
        peran masing-masing kawasan.
c.   meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan
     strategis sosial dan budaya dilakukan dengan:
     1. mengembangkan kawasan melalui peningkatan nilai ekonomis
        kawasan, antara lain pemanfaatan sebagai aset wisata,
        penelitian dan pendidikan;
     2. melestarikan kawasan sekitar serta memberikan gambaran
        berupa relief atau sejarah yang menerangkan objek/situs
        tersebut;
     3. membina masyarakat sekitar untuk ikut berperan dalam
        menjaga peninggalan sejarah;
     4. mengendalikan kawasan sekitar kawasan strategis sosial dan
        budaya secara ketat;dan
     5. mengendalikan perkembangan kawasan sekitar situs cagar
        budaya.
d.   meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan
     strategis perlindungan ekosistem dan lingkungan dilakukan dengan:
     1. membatasi dan mencegah pemanfaatan ruang yang berpotensi
        mengurangi fungsi perlindungan kawasan;
     2. melarang alih fungsi pada kawasan yang telah ditetapkan
        sebagai kawasan lindung;
     3. membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan
        di sekitar kawasan yang ditetapkan untuk fungsi lindung yang
        dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya;
     4. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat
        dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di
        sekitar kawasan lindung; dan
     5. mengembangkan kawasan melalui peningkatan nilai ekonomis
        kawasan lindung dengan mengizinkan pemanfaatan untuk objek
        wisata, pendidikan, dan penelitian berbasis lingkungan hidup,
        dan/atau pemanfaatan mangrove dan terumbu karang sebagai
sumber ekonomi perikanan dengan cara penangkapan yang
                 ramah lingkungan dan mendukung keberlanjutan.
(8) Strategi pemantapan pelestarian dan perlindungan fungsi kawasan untuk
      pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
      huruf h meliputi:
      a.     menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus
             pertahanan dan keamanan;
      b.     mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di
             sekitar kawasan strategis pertahanan untuk menjaga fungsi
             pertahanan dan keamanan;
      c.     mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar
             kawasan khusus pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan
             keamanan; dan
      d.     turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan.


                                           BAB III
                             RENCANA STRUKTUR RUANG
                                     Bagian Kesatu
                                           Umum
                                          Pasal 7
(1)   Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Nagekeo meliputi :
      a.      rencana sistem perkotaan wilayah; dan
      b.      rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten.
(2)   Rencana struktur ruang wilayah digambarkan pada peta dengan tingkat
      ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
      yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.


                                     Bagian Kedua
                          Rencana Sistem Perkotaan Wilayah
                                      Pasal 8
(1)        Rencana sistem perkotaan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
           7 ayat (1) huruf a meliputi:
a.   PKL;
       b.   PKLp;
       c.   PPK; dan
       d.   PPL.
(2)    PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu perkotaan
       Mbay yang terletak di Kecamatan Aesesa.
(3)    PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Perkotaan
       Boawae yang meliputi wilayah Kelurahan Nagesapadhi, Kelurahan
       Natanage, Kelurahan Olakile, Kelurahan Natanage Timur, Kelurahan
       Nageoga, Kelurahan Wolopogo dan Kelurahan Rega.
(4)    PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi kawasan
       perkotaan:
       a.   Mauponggo di Kecamatan Mauponggo;
       b.   Mbaenuamuri di Kecamatan Keo Tengah;
       c.   Nangaroro di Kecamatan Nangaroro;
       d.   Tengatiba di Kecamatan Aesesa Selatan; dan
       e.   Tendakinde di Kecamatan Wolowae.
(5)    PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi desa:
       a.   Nagerawe di Kecamatan Boawae;
       b.   Sawu di Kecamatan Mauponggo;
       c.   Maukeli di Kecamatan Mauponggo;
       d.   Wajo di Kecamatan Keo Tengah;
       e.   Tonggo di Kecamatan Nangaroro;
       f.   Langedhawe di Kecamatan Aesesa Selatan;
       g.   Anakoli di Kecamatan Wolowae; dan
       h.   Marapokot di Kecamatan Aesesa.


                                 Bagian Ketiga
             Rencana Sistem Jaringan Prasarana Skala Kabupaten
                                  Pasal 9
Rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b meliputi:
a.    rencana sistem prasarana utama; dan
b.    rencana sistem prasarana lainnya.


                                     Paragraf 1
                        Rencana Sistem Prasarana Utama
                                   Pasal 10
(1)     Rencana sistem prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
        huruf a meliputi:
        a. sistem jaringan transportasi darat;
        b. sistem jaringan transportasi laut; dan
        c. sistem jaringan transportasi udara.
(2)     Rencana sistem prasarana utama digambarkan pada peta dengan
        tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
        Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
        Daerah ini.


                                   Pasal 11
(1)     Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
        10 huruf a meliputi:
        a. jaringan jalan, terminal, dan rute angkutan; dan
        b. jaringan sungai, danau dan penyeberangan.
(2)     Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
        a. jaringan jalan arteri primer, kolektor primer dan lokal primer;
        b. jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi
           ruas-ruas jalan yang ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan
           bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3)     Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu berupa
        terminal penumpang tipe B di Kecamatan Aesesa.
(4)     Rute angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu
        berupa pengembangan angkutan penumpang dengan trayek:
a. Kota Bajawa di Kabupaten Ngada - Kecamatan Golewa di Kabupaten
         Ngada - Kecamatan Boawae - Kecamatan Nangaroro - Ende di
         Kabupaten Ende – Maumere di Kabupaten Sikka;
      b. Kecamatan Aesesa - Kecamatan Nangaroro - Ende di Kabupaten
         Ende - Maumere di Kabupaten Sikka;
      c. Kecamatan Aesesa - Kecamatan Wolowae - utara Kabupaten Ende
         ke arah Maumere di Kabupaten Sikka;
      d. Kecamatan Aesesa - Kecamatan Boawae - Kota Bajawa di Kabupaten
         Ngada; dan
      e. Kecamatan Aesesa - Kecamatan Riung di Kabupaten Ngada - Kota
         Bajawa di Kabupaten Ngada.
(5)   Jaringan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud
      pada ayat    (1) huruf b berupa pelabuhan penyeberangan Marapokot
      Mbay di Kecamatan Aesesa sebagai pelabuhan penyeberangan antar
      pulau dan lintas provinsi dari Kabupaten Nagekeo.


                                   Pasal 12
(1)   Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      10 ayat (1) huruf b meliputi :
      a. tatanan kepelabuhanan;dan
      b. alur pelayaran.
(2)   Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
      berupa Pelabuhan Marapokot di Kecamatan Aesesa dan Pelabuhan
      Marapokot II di Kecamatan Mauponggo yang berfungsi sebagai
      pelabuhan pengumpan.
(3)   Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas
      alur pelayaran dari wilayah Kabupaten menuju Kalimantan, Sulawesi,
      Maluku dan daerah lain di Kawasan Timur maupun Barat Indonesia.




                                   Pasal 13
(1)     Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
        10 ayat (1) huruf c terdiri atas:
        a.    tatanan kebandarudaraan; dan
        b.    ruang udara untuk penerbangan.
(2)     Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
        yaitu Bandar Udara Surabaya II peninggalan Jepang di Kecamatan
        Aesesa yang akan dikembangkan menjadi bandar udara domestik dan
        internasional yang mendukung sistem transportasi udara di Kabupaten
        dan wilayah sekitarnya.
(3)     Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
        huruf b yaitu berupa rute penerbangan yang akan dikembangkan
        menuju bandar udara terdekat yang ada dalam maupun luar wilayah
        provinsi nusa tenggara timur.
(4)     Ruang udara untuk penerbangan diatur lebih lanjut dalam rencana
        induk bandar udara.


                                     Paragraf 2
                        Rencana Sistem Prasarana Lainnya
                                      Pasal 14
Rencana sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf
b meliputi:
a.    rencana sistem jaringan energi;
b.    rencana sistem jaringan telekomunikasi;
c.    rencana sistem jaringan sumber daya air; dan
d.    rencana sistem jaringan prasarana lainnya.


                                      Pasal 15
(1)     Rencana sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
        huruf a meliputi :
        a. pembangkit tenaga listrik; dan
        b. jaringan prasarana energi.
(2)   Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu
      berupa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) meliputi:
      a. PLTD Aesesa di Kecamatan Aesesa;
      b. PLTD Tendakinde di Kecamatan Wolowae;dan
      c. PLTD Kotakeo di Kecamatan Nangaroro.
(3)   Pengembangan prasarana untuk pengembangan listrik meliputi:
      a. pengembangan       Pembangkit          Listrik   Tenaga   Mikrohidro   di
         pertemuan-pertemuan sungai besar antara lain di Kecamatan
         Aesesa;
      b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya pada daerah-
         daerah terpencil;dan
      c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga
         terjadi pemerataan pelayanan di seluruh wilayah kabupaten.
(4)   Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
      yaitu berupa gardu induk di Kelurahan Danga Kecamatan Aesesa dan
      gardu distribusi yang tersebar di seluruh kecamatan.
(5)   Rencana sistem jaringan energi digambarkan pada peta dengan tingkat
      ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
      yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.


                                     Pasal 16
(1)   Rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 14 huruf b meliputi:
      a. sistem jaringan kabel; dan
      b. sistem jaringan nirkabel.
(2)   Sistem jaringan kabel dan sistem jaringan nirkabel sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) terus ditingkatkan perkembangannya hingga
      mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau sarana prasarana
      telekomunikasi.
(3)   Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
      berupa BTS yang digunakan secara bersama meliputi:
a. BTS Aeramo, Tedamude, Danga dan Nggolonio di Kecamatan
         Aesesa;
      b. BTS Kelewae di Kecamatan Boawae;
      c. BTS Wuliwalo di Kecamatan Mauponggo;
      d. BTS Ua di Kecamatan Keo Tengah;
      e. BTS Nataute di Kecamatan Nangaroro;
      f. BTS Tendakinde di Kecamatan Wolowae;dan
      g. BTS Renduteno di Kecamatan Aesesa Selatan.
(4)   Rencana sistem jaringan telekomunikasi digambarkan pada peta
      dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum
      dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
      Peraturan Daerah ini.


                                   Pasal 17
(1)   Rencana sistem jaringan sumber daya air, sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 14 huruf c, meliputi:
      a. wilayah sungai strategis nasional;
      b. jaringan sumber daya air yang ada di Kabupaten;
      c. daerah irigasi;
      d. prasarana air baku untuk air bersih;
      e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna;dan
      f. sistem pengendalian banjir.
(2)   Wilayah sungai strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf a yaitu wilayah sungai Aesesa.
(3)   Jaringan sumber daya air yang ada di Kabupaten sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
      a. DAS Aesesa seluas 56.189 (lima puluh enam ribu seratus delapan
         puluh sembilan) hektar;
      b. Bendung Sutami di Kecamatan Aesesa seluas 3 (tiga) hektar;
      c. Waduk Ngabatata di Kecamatan Aesesa Selatan dan Waduk Mbay di
         Kecamatan Aesesa;
      d. Embung, meliputi:
1. Embung Tedakisa, Tedamude, Perenganting, Sangabenga,
       Aeramo, Pakicaka, Boanio di Kecamatan Aesesa;
    2. Embung Maladhawe di Kecamatan Aesesa Selatan;
    3. Embung     Dheresia,   Gero,   Nagerawe dan     Tedamude     di
       Kecamatan Boawae;
    4. Embung Dhusera, Gupie, Wolokisa, Malalade, Kadha Ebo, Oki,
       Malanunu dan Beku di Kecamatan Nangaroro;
    5. Embung Anakoli, Aemata, Ratedao di Kecamatan Wolowae; dan
    6. Embung potensial lainnya di setiap kecamatan.
e. Mata air, meliputi:
    1. Mata air Lowomeli di Kelurahan Ratongamobo, Wugha-wugha I
       di Kelurahan Dhawe, Aekeda dan Liaoro di Desa Ngegedhawe,
       dengan wilayah pelayanan Kecamatan Aesesa;
    2. Mata air Labosile dan Ae A Ubu di Desa Kelimado, dan Napu
       Tere di Desa Rendubutowe, Tabalape di Desa Ngegedhawe
       dengan wilayah pelayanan Kecamatan Aesesa Selatan;
    3. Mata air Ae Lade, Ae A, Oki Oja, Kusu Koso, Ae Eti, Ae Menge di
       desa Kelimado, Ae Te di Desa Raja, Locolabo di Desa Wea Au,
       Oki Kemo di Kelurahan Rega, Ae Ca di Desa Wolowea, Mata
       Toyo di Desa Solo, Pisa Meka di Kelurahan Nagesapadhi, Ae
       Lade dan Pisa di Kelurahan Nageoga, Mata Wala dan Mata
       Dhuge di Kelurahan Natanage dengan wilayah pelayanan
       Kecamatan Boawae;
    4. Mata air Teo Dhae dan Eko Dhe di Desa Sawu, Aelabo dan
       Aeleba di desa Wuliwalo, dengan wilayah pelayanan Kecamatan
       Mauponggo;
    5. Mata air Oki Puu Teye di Desa Totomala, dan Mata Konge di
       Desa Tendatoto, dengan wilayah pelayanan Kecamatan
       Wolowae; dan
   6. Mata air Dowodambo di desa Woewutu, Ae Tele di Kelurahan
      Nangaroro, Matamobo Di desa Ulupulu, Soba di desa Woedoa,
Ae Seli I dan Ae Seli II di desa Kotakeo dengan wilayah pelayanan
             Kecamatan Nangaroro.
(4)   Daerah Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diarahkan
      untuk mengoptimalkan pemanfaatan waduk, embung dan sungai
      dengan luas kurang lebih 14.562 (empat belas ribu lima ratus enam
      puluh dua) hektar ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan
      bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5)   Prasarana air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) huruf d meliputi:
      a. unit Aesesa yang bersumber dari Wugha-wugha 1 dan Lowo Meli;
      b. unit Boawae yang bersumber dari Ae Lade, Ae A dan Oki Oja;
      c. unit Nangaroro yang bersumber dari Dowo Dambo; dan
      d. unit Mauponggo yang bersumber dari Teo Dhae dan Eko Dhe.
(6)   Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) huruf e berupa jaringan air bersih yang dikelola oleh Badan
      Layanan Umum Sistem Penyediaan Air Minum.
(7)   Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
      f berupa sistem pengendalian banjir Kota Mbay yaitu rencana drainase
      perkotaan secara terpadu.
(8)   Rencana sistem jaringan sumber daya air digambarkan pada peta
      dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum
      dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
      Peraturan Daerah ini.




                                  Pasal 18
(1)   Rencana sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 14 huruf d meliputi:
      a. rencana sistem jaringan prasarana lingkungan; dan
      b. rencana jalur evakuasi bencana.
(2)   Rencana sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf a meliputi:
      a. rencana sistem jaringan persampahan; dan
      b. rencana sistem pengolahan limbah.
(3)   Rencana sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) huruf a meliputi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan
      menggunakan metode sanitary landfill di Towak Kecamatan Aesesa dan
      di Dhereisa Kecamatan Boawae.
(4)   Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya yang
      digunakan lintas wilayah administratif meliputi:
      a. kerjasama        antar   wilayah   dalam   hal   pengelolaan   dan
         penanggulangan masalah sampah terutama di wilayah perkotaan;
      b. pengalokasian TPA sesuai dengan persyaratan teknis;
      c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan
         sesuai dengan kaidah teknis; dan
      d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan
         daya dukung lingkungan.
(5)   Upaya penanganan permasalahan limbah khusus rumah tangga
      dibedakan menurut wilayah perkotaan dan perdesaan meliputi:
      a. pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada
         pemenuhan fasilitas instalasi pengolahan limbah tinja dan instalasi
         pengolahan air limbah pada masing-masing Kepala Keluarga;dan
      b. pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga
         dapat dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap Kepala Keluarga
         serta fasilitas sanitasi umum.
(6)   Rencana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf b meliputi:
      a. jalur evakuasi bencana banjir memanfaatkan jaringan jalan menuju
         fasilitas umum dan lapangan terbuka yang bebas banjir di
         Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Wolowae;
      b. jalur evakuasi bencana tanah longsor memanfaatkan jaringan jalan
         menuju fasilitas umum dan lapangan terbuka yang bebas tanah
longsor di Kecamatan Aesesa, Kecamatan Boawae, dan Kecamatan
            Keo Tengah; dan
        c. jalur   evakuasi     bencana   gelombang   pasang   dan    tsunami
            memanfaatkan jaringan jalan menuju fasilitas umum dan lapangan
            terbuka yang bebas gelombang pasang dan tsunami di Kecamatan
            Keo Tengah, Kecamatan Aesesa, Kecamatan Wolowae, dan
            kecamatan lainnya.
(7)     Rencana sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan pada peta
        dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum
        dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
        Peraturan Daerah ini.



                                     BAB IV
                              RENCANA POLA RUANG
                                  Bagian Kesatu
                                     Umum
                                    Pasal 19
(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi :
      a. kawasan lindung;dan
      b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan pada peta dengan tingkat
      ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
      merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
                                  Bagian Kedua
                                 Kawasan Lindung
                                    Pasal 20
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a
meliputi:
a.    kawasan hutan lindung;
b.    kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c.    kawasan perlindungan setempat;
d.    kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e.    kawasan rawan bencana alam;
f.    kawasan lindung geologi;
g.    Kawasan Lindung lainnya.


                                     Paragraf 1
                               Kawasan Hutan Lindung
                                      Pasal 21
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dengan
luas total kurang lebih 11.071 (sebelas ribu tujuh puluh satu) hektar terdapat
di Kecamatan Boawae, Kecamatan Nangaroro, Kecamatan Wolowae dan
Kecamatan Aesesa.

                                     Paragraf 2
     Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
                                      Pasal 22
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b yaitu kawasan resapan air
dengan luas kurang lebih 56.189 (lima puluh enam ribu seratus delapan puluh
sembilan) hektar terdapat di Kecamatan Aesesa, Kecamatan Aesesa Selatan,
Kecamatan Boawae dan Kecamatan Nangaroro.




                                     Paragraf 3
                            Kawasan Perlindungan Setempat
                                      Pasal 23
(1)      Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
         20 huruf c, dengan luas kurang lebih 6.051 (enam ribu lima puluh satu)
         hektar meliputi:
         a.   kawasan sempadan pantai;
         b.   kawasan sempadan sungai;
         c.   kawasan sekitar danau/waduk;
d.   kawasan sekitar mata air;
      e.   kawasan lindung spiritual;dan
      f.   kawasan kearifan lokal lainnya.
(2)   Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
      a, dengan luas kurang lebih 1.016 (seribu enambelas ) hektar, meliputi:
      a.   kawasan di sepanjang pesisir pantai utara yang meliputi wilayah
           Kecamatan Aesesa dan Wolowae;dan
      b.   kawasan di sepanjang pesisir pantai selatan yang meliputi wilayah
           Kecamatan Mauponggo, Keo Tengah dan Nangaroro.
(3)   Kawasan sempadan pantai di sepanjang pesisir pantai utara dan pantai
      selatan memiliki ketentuan :
      a.   daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 (seratus)
           meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau
      b.   daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
           pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap
           bentuk dan kondisi fisik pantai.
(4)   Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
      b dengan luas kurang lebih 3.420 (tiga ribu empat ratus duapuluh)
      hektar meliputi:
      a.   Sungai di Olakile, Ae bha, Lowo Lele dan Nata Bhada di Kecamatan
           Boawae;
      b.   Ae Maunori di Kecamatan Keo Tengah;
      c.   Lowo Redu di Kecamatan Aesesa Selatan;
      d.   Sungai    Nangaroro,    Nangamere,     Ndetunura     di   Kecamatan
           Nangaroro;
      e.   Sungai Aesesa dan Aemau di Kecamatan Aesesa dan kecamatan
           Aesesa Selatan; dan
      f.   Sungai lain yang tersebar merata di setiap kecamatan.
(5)   Kawasan sempadan sungai memiliki ketentuan :
      a.   untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai
           yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 –
           15 (sepuluh sampai lima belas) meter; atau
b.    sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter di kiri kanan sungai besar
             dan 50 (lima puluh) meter di kiri-kanan anak sungai yang berada di
             luar kawasan permukiman.
(6)    Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       huruf c yang terdapat di Waduk Ngabatata di Kecamatan Aesesa
       Selatan dan Waduk Mbay di Kecamatan Aesesa dengan ketentuan
       daratan sepanjang tepian waduk/dam yang lebarnya proporsional
       dengan bentuk dan kondisi waduk/dam dengan jarak 50-100 (lima
       puluh sampai seratus) meter yang memiliki luas kurang lebih 151
       (seratus lima puluh satu) hektar.
(7)    Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
       dengan luas kurang lebih 1.370 (seribu tiga ratus tujuh puluh) hektar
       diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi sumbar daya air ditetapkan
       dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
       Peraturan Daerah ini.
(8)    Kawasan sekitar mata air memiliki ketentuan yaitu kawasan dengan
       jarak kurang lebih 200 (dua ratus) meter dari mata air.
(9)    Kawasan lindung spiritual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
       dengan luas kurang lebih 34 (tiga puluh empat) hektar terdapat di
       Aeramo.
(10)   Kawasan lindung kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       huruf f dengan luas kurang lebih 60 (enam puluh) hektar, terdapat di
       Kampung Ola Lape, Olaia dan Ola Dhawe di Kecamatan Aesesa;
       Kampung Wajo di Kecamatan Keo Tengah, Kampung Boawae di
       Kecamatan Boawae, dan Kampung Sawu di Kecamatan Mauponggo dan
       Kampung Pautoda di Kecamatan Keo Tengah.


                                  Paragraf 4
            Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
                                   Pasal 24
(1)   Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 20 huruf d dengan luas kurang lebih 5.892 (lima
      ribu delapan ratus sembilan puluh dua) hektar, meliputi:
      a. kawasan pantai berhutan bakau;
      b. kawasan taman wisata alam;
      c.   kawasan taman wisata alam laut;dan
      d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2)   Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf a dengan luas kurang lebih 1.351 (seribu tiga ratus lima puluh
      satu) hektar, terdapat di:
      a. sepanjang pantai di Kecamatan Aesesa dengan luas kurang lebih
           550 (lima ratus lima puluh) hektar ; dan
      b. sepanjang pantai di Kecamatan Wolowae dengan luas kurang lebih
           801 (delapan ratus satu) hektar.
(3)   Kawasan taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf b dengan luas kurang lebih 4.221 (empat ribu dua ratus dua
      puluh satu) hektar meliputi :
      a. Pantai Utara di kecamatan Aesesa dan Kecamatan Wolowae;
      b. Pantai Ennagera di Kecamatan Mauponggo;
      c. Mulakoli dan Olakile di Kecamatan Boawae;
      d. Tengatiba dan Tutubadha di Kecamatan Aesesa Selatan;dan
      e. Tedamude dan Tedakisa di Kecamatan Aesesa.
(4)   Kawasan taman wisata alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf c terdapat di Taman Laut Tonggo Kecamatan Nangaroro dengan
      luas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar.
(5)   Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf d dengan luas kurang lebih 300 (tiga ratus) hektar
      terdiri atas :
      a. Watu Togo di Kecamatan Aesesa;
      b. Perkampungan Tradisional Nanganumba, Towak, Olaia, Ola Lape,
           Rateule, Ola Dhawe dan Lambo di Kecamatan Aesesa;
c. Perkampungan Tradisional Boawae, Wolowea, Natameze, Nagemi,
         Gero, Natalea di Kecamatan Boawae;
      d. Perkampungan Tradisional Renduola, Tutubhada, Dadho Wawo,
         Wolo Wajo, Degho, Wololuba, Boaele, Lari, Boamara, Wolonio,
         Nunungongo, dan Jawakisa di Kecamatan Aesesa Selatan;
      e. Perkampungan Tradisional Dongga Odo di Kecamatan Nangaroro;
      f. Perkampungan Tradisional Lejo, Sawu, Wulu, Paulundu, Wolosambi
         dan Pau di Kecamatan Mauponggo;
      g. Perkampungan Tradisional Wuji, Keliwatuwea, Wajo, Pautoda dan
         Udiworowatu di Kecamatan Keo Tengah;
      h. Perkampungan tradisional lainnya di setiap kecamatan; dan
      i. Kawasan situs arkeologi Olabula di Olakile, kampung situs swapraja
         Nagekeo di Boawae serta situs bunker gua peninggalan Jepang di
         Lape dan Aeramo Kecamatan Aesesa.


                                 Paragraf 5
                      Kawasan Rawan Bencana Alam
                                 Pasal 25
(1)   Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
      huruf e dengan luas kurang lebih 43.706 (empat puluh tiga ribu tujuh
      ratus enam) hektar meliputi:
      a. kawasan rawan banjir;
      b. kawasan rawan tanah longsor;dan
      c. kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami.
(2)   Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
      dengan luas kurang lebih 36.076 (tiga puluh enam ribu tujuh puluh
      enam) hektar, terdapat di desa dan Kelurahan dalam wilayah Kota
      Mbay di Kecamatan Aesesa; dan Desa Totomala, Desa Anakoli, Desa
      Tendakinde dan Desa Tendatoto di Kecamatan Wolowae.
(3)   Upaya penanganan/pengelolaan kawasan rawan banjir, meliputi:
      a. pelestarian dan pengelolaan DAS secara lintas wilayah;
      b. pembuatan sudetan;
c. pembuatan sumur resapan di kawasan perkotaan dan perdesaan,
         kawasan pertanian yang dilengkapi dengan embung, bendung
         maupun cek dam, pembuatan bendungan baru;
      d. membuat saluran pembuangan yang terkoneksi dengan baik pada
         jaringan primer, sekunder maupun tersier, serta tidak menyatukan
         fungsi irigasi untuk drainase;
      e. pembuatan tanggul pada kawasan DAS dengan prioritas pada
         kawasan dataran dan rawan banjir;
      f. mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air;
         dan
      g. melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan dan pengembangan
         drainase dengan wilayah lain.
(4)   Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf b dengan luas kurang lebih 6.143 (enam ribu seratus empat puluh
      tiga) hektar, meliputi: Desa Mulakoli, Desa Wea Au, dan Desa Kelimado
      di Kecamatan Boawae; beberapa wilayah di Desa Renduteno,
      Renduwawo, Tengatiba, Rendubutowe dan Langedhawe di Kecamatan
      Aesesa Selatan dan Desa-desa di Kecamatan Keo Tengah serta desa dan
      kelurahan di Kecamatan Mauponggo dan Kecamatan Nangaroro.
(5)   Kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf c dengan luas kurang lebih 1.487 (seribu empat
      ratus delapan puluh tujuh) hektar diindikasikan berada di wilayah
      pesisir Kabupaten Nagekeo sebelah selatan yaitu pesisir pantai
      Mauponggo, Keo Tengah dan Nangaroro serta pesisir utara pantai
      Aesesa dan Wolowae.


                                  Paragraf 6
                          Kawasan Lindung Geologi
                                   Pasal 26
  (1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f
      berupa kawasan rawan bencana alam geologi dengan luas kurang lebih
      27.531 (dua puluh tujuh ribu lima ratus tuga puluh satu) hektar.
(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada
         ayat (1) yaitu berupa kawasan rawan bencana letusan gunung berapi
         yang berada di sekitar gunung berapi Ebulobo, dengan radius jangkauan
         rawan bencana berada di sekitar wilayah Kecamatan Boawae dan
         Kecamatan Mauponggo.


                                      Paragraf 7
                             Kawasan Lindung Lainnya
                                    Pasal 27
Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf g
berupa taman buru yang terdapat di Kecamatan Boawae, Kecamatan Aesesa
dan Kecamatan Aesesa Selatan dengan luas kurang lebih 4.909 (empat ribu
sembilan ratus sembilan) hektar.




                                   Bagian Ketiga
                                 Kawasan Budidaya
                                      Pasal 28
Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) huruf b meliputi:
a.     kawasan hutan produksi;
b.     kawasan peruntukan pertanian;
c.     kawasan peruntukan perikanan;
d.     kawasan peruntukan pertambangan;
e.     kawasan peruntukan industri;
f.     kawasan peruntukan pariwisata;
g.     kawasan peruntukan permukiman;
h.     kawasan peruntukan ruang terbuka hijau;dan
i.     kawasan pertahanan dan keamanan.
Paragraf 1
                           Kawasan Hutan Produksi
                                   Pasal 29
(1)   Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a
      dengan luas kurang lebih 20.898 (dua puluh ribu delapan ratus
      sembilan puluh delapan) hektar meliputi:
      a. kawasan hutan produksi terbatas;dan
      b. kawasan hutan produksi tetap.
(2)   Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf a terdapat di Kecamatan Wolowae dan Kecamatan Aesesa
      dengan luas kurang lebih 12.332 (dua belas ribu tiga ratus tiga puluh
      dua) hektar.
(3)   Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf b tersebar di wilayah Kecamatan Aesesa, Kecamatan Keo Tengah,
      Nangaroro dan Boawae dengan luas kurang lebih 8.566 (delapan ribu
      lima ratus enam puluh enam) hektar.
                                   Paragraf 2
                       Kawasan Peruntukan Pertanian
                                    Pasal 30
(1)   Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
      huruf b dengan luas kurang lebih 99.468 (sembilan puluh sembilan ribu
      empat ratus enam puluh delapan) hektar meliputi:
      a. kawasan peruntukan tanaman pangan;
      b. kawasan peruntukan hortikultura;
      c. kawasan perkebunan;
      d. kawasan peternakan; dan
      e. kawasan pertanian berkelanjutan.
(2)   Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) huruf a meliputi:
      a. pertanian tanaman pangan lahan basah, yang tersebar di
         Kecamatan Aesesa, Kecamatan Boawae, Kecamatan Wolowae,
Kecamatan Nanggaroro dan Kecamatan Mauponggo dengan luas
           kurang lebih 5.663 (lima ribu enam ratus enam puluh tiga) hektar;
           dan
      b.   pertanian tanaman pangan lahan kering, yang tersebar di seluruh
           wilayah kecamatan dengan luas kurang lebih 5.349 (lima ribu tiga
           ratus empat puluh sembilan) hektar.
(3)   Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf b terdapat di Kecamatan Aesesa Selatan, Kecamatan Boawae dan
      Kecamatan Mauponggo dengan luas kurang lebih 47.831 (empat puluh
      tujuh ribu delapan ratus tiga puluh satu) hektar, yang dikembangkan
      pula sebagai kawasan agropolitan dengan komoditi unggulan berupa
      buah-buahan meliputi     pisang, mangga, jeruk dan jahe; sedangkan
      sayur-sayuran meliputi bawang merah, bawang putih, tomat, cabe dan
      kacang panjang.
(4)   Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf c, tersebar di seluruh wilayah kecamatan dengan luas kurang
      lebih 16.404 (enam belas ribu empat ratus empat) hektar.
(5)   Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf d meliputi ternak besar dan ternak kecil yang tersebar di
      Kecamatan Aesesa, Kecamatan Aesesa Selatan, Kecamatan Wolowae,
      Kecamatan Boawae dan Kecamatan Nangaroro dengan luas kurang
      lebih 19.634 (sembilan belas ribu enam ratus tiga puluh empat) hektar.
(6)   Kawasan pertanian berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf e ditetapkan pada daerah irigasi kabupaten dan daerah irigasi
      nasional yang berada di wilayah kabupaten seluas lebih kurang 9.936
      (sembilan ribu sembilan ratus tiga puluh enam) hektar.


                                 Paragraf 3
                        Kawasan Peruntukan Perikanan
                                  Pasal 31
(1)   Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
      huruf c dengan luas kurang lebih 47.922 (empat puluh tujuh ribu
      sembilan ratus dua puluh dua) hektar meliputi:
      a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;dan
      b. kawasan peruntukan budidaya perikanan.
(2)   Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) huruf a meliputi:
      a. kawasan peruntukan perikanan di pesisir selatan terdapat di
         Kecamatan Nangaroro, Kecamatan Keo Tengah dan Kecamatan
         Mauponggo dengan luas kurang lebih 20.000 (dua puluh ribu)
         hektar; dan
      b. kawasan peruntukan perikanan di pesisir utara terdapat di
         Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Wolowae dengan luas kurang
         lebih 25.000 (dua puluh lima ribu) hektar.
(3)   Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) huruf b terdapat di wilayah pesisir utara dan pesisir selatan
      Kabupaten Nagekeo dengan luas kurang lebih 2.922 (dua ribu sembilan
      ratus dua puluh dua) hektar.
(4)   Pelabuhan Nangadhero di Kecamatan Aesesa dan Pelabuhan
      Nangaroro di Kecamatan Nangaroro yang berfungsi sebagai pelabuhan
      khusus perikanan.


                                   Paragraf 4
                    Kawasan Peruntukan Pertambangan
                                   Pasal 32
(1)   Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 28 huruf d berupa kawasan peruntukan pertambangan mineral
      dengan luas kurang lebih 1.857 (seribu delapan ratus lima puluh tujuh)
      hektar.
(2)   Kawasan peruntukan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), meliputi:
a. kawasan peruntukan pertambangan batu gamping terdapat di
         Kecamatan Boawae dan Kecamatan Nangaroro;
      b. kawasan peruntukan pertambangan batu besi terdapat di
         Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Aesesa Selatan;
      c. kawasan peruntukan pertambangan batu pasir terdapat di
         Kecamatan Keo Tengah, Kecamatan Aesesa, Kecamatan Nangaroro
         dan Kecamatan Boawae;
      d. kawasan peruntukan pertambangan batu pasir besi terdapat di
         Kecamatan Nangaroro dan Kecamatan Mauponggo;
      e. kawasan peruntukan pertambangan mangan terdapat di Kecamatan
         Aesesa dan Kecamatan Aesesa Selatan;
      f. kawasan    peruntukan        pertambangan   tembaga   terdapat   di
         Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Aesesa Selatan;
      g. kawasan peruntukan pertambangan marmer terdapat di Kecamatan
         Aesesa Selatan dan Kecamatan Wolowae;
      h. kawasan dengan indikasi potensi pertambangan emas terdapat di
         Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Aesesa Selatan;
      i. kawasan dengan indikasi potensi pertambangan gipsum terdapat di
         Kecamatan Wolowae;
      j. kawasan peruntukan pertambangan tanah liat dan lempung
         terdapat di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Wolowae; dan
      k. kawasan peruntukan pertambangan batu warna terdapat di
         Kecamatan Nangaroro.


                                 Paragraf 5
                       Kawasan Peruntukan Industri
                                     Pasal 33
(1)   Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
      huruf e berupa kawasan peruntukan industri menengah dan industri
      rumah tangga dengan luas kurang lebih 7.439 (tujuh ribu empat ratus
      tiga puluh sembilan) hektar.
(2)   Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), dengan luas kurang lebih 5.439 (lima ribu empat ratus tiga
      puluh sembilan) hektar, meliputi:
      a. kawasan industri pengolahan perikanan terpadu berupa Tempat
         Pelelangan Ikan dan kawasan pengolahan hasil ikan di kawasan
         pesisir di Marapokot dan Nangadhero di Kecamatan Aesesa; dan
      b. kawasan industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri) dan
         pertambangan di Desa Nggolonio dan Desa Waekokak di Kecamatan
         Aesesa.
(3)   Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) yaitu berupa kawasan peruntukan industri garam yang
      terdapat di Kecamatan Aesesa dan Kaburea di Kecamatan Wolowae
      dengan luas kurang lebih 2.000 (dua ribu) hektar.
                                   Paragraf 6
                         Kawasan Peruntukan Pariwisata
                                    Pasal 34
(1)   Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
      huruf f dengan luas kurang lebih 7.109 (tujuh ribu seratus sembilan)
      hektar meliputi:
      a. kawasan peruntukan pariwisata budaya;
      b. kawasan peruntukan pariwisata alam; dan
      c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2)   Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) huruf a dengan luas kurang lebih 140 (seratus empat puluh)
      hektar meliputi :
      a. kawasan peruntukan pariwisata kawasan utara yang meliputi
         Perkampungan Tradisional di Kecamatan Aesesa dan Wolowae;
      b. kawasan peruntukan pariwisata kawasan tengah yang meliputi
         Perkampungan         Tradisional      di    Kecamatan    Boawae,   dan
         Perkampungan Tradisional di Kecamatan Aesesa Selatan; dan
      c. kawasan peruntukan pariwisata kawasan selatan yang meliputi
         Perkampungan         Tradisional       di    Kecamatan     Mauponggo,
Perkampungan Tradisional di Kecamatan Keo Tengah dan
         Kecamatan Nangaroro.
(3)   Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) huruf b dengan luas kurang lebih 1.770 (seribu tujuh ratus tujuh
      puluh) hektar meliputi:
      a. kawasan peruntukan pariwisata Kota Mbay yang meliputi kawasan
         sumber air panas Puta di Kecamatan Aesesa, kawasan pantai
         Watundoa -Marapokot – Nangadhero - Anakoli dan kawasan sekitar
         Gua Jepang;
      b. kawasan peruntukan pariwisata kawasan tengah yang meliputi
         kawasan sekitar Gunung Ebulobo; dan
      c. kawasan peruntukan pariwisata pesisir selatan yang meliputi Pantai
         Ena Gera di Kecamatan Mauponggo dan Pantai Tonggo di
         Kecamatan Nangaroro .
(4)   Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) huruf c, dengan luas kurang lebih 5.199 (lima ribu seratus
      sembilan puluh sembilan) hektar meliputi:
      a. kawasan peruntukan pariwisata Kota Mbay yang meliputi kawasan
         Agrowisata Mbay dan kawasan Bendungan Sutami di Kecamatan
         Aesesa; dan
      b. kawasan peruntukan pariwisata pesisir selatan yang meliputi
         kawasan perkebunan di pesisir selatan Kabupaten Nagekeo.


                                 Paragraf 7
                     Kawasan Peruntukan Permukiman
                                 Pasal 35
(1)   Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      28 huruf g dengan luas kurang lebih 108.955 (seratus delapan ribu
      sembilan ratus lima puluh lima) hektar meliputi:
      a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
      b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
(2)    Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) huruf a terdapat di perkotaan Aesesa di Kecamatan
       Aesesa dengan luas kurang lebih 37.095 (tiga puluh tujuh ribu sembilan
       puluh lima) hektar.
(3)    Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
       pada ayat (2) huruf b tersebar di seluruh kecamatan, yaitu di
       Kecamatan Aesesa, Kecamatan Wolowae, Kecamatan Mauponggo,
       Kecamatan Keo Tengah, Kecamatan Nangaroro dan Kecamatan Aesesa
       Selatan dengan luas kurang lebih 71.860 (tujuh puluh satu ribu delapan
       ratus enam puluh) hektar.



                                    Paragraf 8
                  Kawasan Peruntukan Ruang Terbuka Hijau
                                    Pasal 36
Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf h dengan luas kurang lebih 27.229 (dua puluh tujuh ribu dua ratus dua
puluh sembilan) hektar meliputi :
a.    kawasan RTH sempadan sungai;
b.    kawasan RTH sempadan waduk, bendungan, situ, danau, dan mata air;
c.    kawasan RTH sempadan pantai;
d.    kawasan RTH hutan kota;
e.    kawasan RTH taman rekreasi; dan
f.    kawasan RTH sempadan jalan.


                                    Paragraf 9
               Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan
                                    Pasal 37
Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 huruf i, dengan luas kurang lebih 30 (tiga puluh) hektar
meliputi :
a.    kawasan peruntukan pelayanan pertahanan dan keamanan setingkat
      rayon/sektor di masing-masing kecamatan;dan
b.    kawasan peruntukan pelayanan pertahanan dan keamanan setingkat
      distrik/resort di pusat perkotaan Mbay.


                                      BAB V
                       PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
                                     Pasal 38
(1)    Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Nagekeo meliputi:
       a. kawasan strategis nasional; dan
       b. kawasan strategis kabupaten.
(2)    Rencana kawasan strategis digambarkan pada peta dengan tingkat
       ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
       merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.


                                     Pasal 39
Kawasan Strategis Nasional yang ada di Kabupaten Nagekeo sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a adalah KAPET Mbay yang merupakan
kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi.

                                     Pasal 40
(1)    Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
       ayat (1) huruf b meliputi :
       a.   kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
       b.   kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya;
       c.   kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
            lingkungan hidup; dan
       d.   kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan
            keamanan.
(2)    Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a.    kawasan perkotaan Mbay di Kecamatan Aesesa yang berfungsi
                 sebagai pusat KAPET Mbay dan ibukota Kabupaten Nagekeo;
           b.    kawasan Lambo di Kecamatan Aesesa sebagai kawasan Kota
                 Terpadu Mandiri; dan
           c.    kawasan Pelabuhan Marapokot.
(3)        Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana
           dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa perkampungan tradisional dan
           kawasan situs arkeologi Olabula di Kecamatan Boawae.
(4)        Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
           lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat
           di kawasan sekitar Sungai Aesesa dan Taman Laut Tonggo di Kecamatan
           Nangaroro.
(5)        Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan
           sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
           a.    diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan pertahanan dan
                 keamanan negara berdasarkan geostrategis nasional;dan
           b.    diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah
                 pembuangan amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan,
                 dan/atau kawasan industri sistem pertahanan.


                                         BAB VI
                       ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
                                        Pasal 41
(1)   Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten merupakan indikasi
      program utama yang memuat uraian program atau kegiatan, sumber
      pendanaan, instansi pelaksana dan tahapan pelaksanaan.
(2)   Pelaksanaan RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat) tahapan meliputi:
      a.        Tahap I (tahun 2011-2016);
      b.        Tahap II (tahun 2016-2021);
      c.        Tahap III (tahun 2021-2026); dan
      d.        Tahap IV (tahun 2026-2031).
(3)   Prioritas    pelaksanaan   pembangunan       disusun    berdasarkan      atas
      kemampuan pembiayaan dan kegiatan yang mempunyai efek ganda
      sesuai arahan umum pembangunan daerah.
(4)   Prioritas pembangunan yang menjadi komitmen seluruh jajaran
      pemerintahan Kabupaten Nagekeo dan masyarakatnya meliputi:
      a.   pengembangan Perkotaan Mbay sebagai pusat pemerintahan
           Kabupaten Nagekeo sekaligus sebagai pusat pengembangan utama
           Kabupaten;
      b.   membuka dan mengembangkan potensi kawasan strategis yang
           dapat     mendorong      pertumbuhan     ekonomi       wilayah    seperti
           pengembangan agropolitan, pengembangan kawasan industrial
           estate, pengembangan kawasan agroindustri, pariwisata dan
           pertanian tanaman pangan;
      c.   membuka dan mengembangkan kawasan perbatasan, tertinggal
           dan terisolir dengan pengembangan sistem jaringan jalan yang
           dapat menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan wilayah,
           perkotaan dan perdesaan;
      d.   pengembangan       dan    peningkatan    sistem    transportasi     yang
           terintegrasi dengan wilayah pusat-pusat pertumbuhan regional-
           nasional yang direncanakan terpadu antara jaringan jalan, terminal
           dan pelabuhan;
      e.   membangun        prasarana    dan     sarana   pusat     pemerintahan,
           perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan di masing-masing
           pusat pertumbuhan wilayah dimana pembangunan sesuai fungsi
           dan peranannya baik wilayah perkotaan maupun perdesaan;
      f.   dukungan pembangunan sarana dasar wilayah seperti jaringan
           listrik, telepon dan air bersih, agribisnis hulu dan hilir, promosi yang
           dapat menunjang perkembangan pusat-pusat pelayanan wilayah,
           industri, pertanian dan pariwisata;
      g.   penanganan dan pengelolaan kawasan DAS, sumber mata air,
           pembangunan dan pengembangan sumber daya alam berlandaskan
           kelestarian lingkungan; dan
h.      peningkatan sumber daya manusia dengan penguasaan ilmu dan
              teknologi, keterampilan dan kewirausahaan dalam mempersiapkan
              penduduk pada semua sektor, menghadapi tantangan globalisasi
              dan pasar bebas.
(5)   Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten disusun dengan kriteria:
      a.      mendukung perwujudan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan
              strategis kabupaten;
      b.      mendukung program utama penataan ruang nasional dan provinsi;
      c.      realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka
              waktu perencanaan;
      d.      konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun,
              baik dalam jangka waktu tahunan maupun antar lima tahunan; dan
      e.      sinkronisasi antar program harus terjaga.


                                        Pasal 42
(1)        Program pemanfaatan ruang disusun berdasarkan indikasi program
           utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran VIII yang
           merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2)        Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
           Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
           Daerah, investasi swasta dan kerjasama pendanaan.
(3)        Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
           perundang-undangan.


                                         BAB VII
                KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
                                      Bagian Kesatu
                                         Umum
                                        Pasal 43
(1)        Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
           digunakan    sebagai      acuan   dalam    pelaksanaan   pengendalian
           pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
(2)    Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
       a. ketentuan umum peraturan zonasi;
       b. ketentuan perizinan;
       c. ketentuan insentif dan disinsentif;dan
       d. arahan pengenaan sanksi.



                                  Bagian Kedua
                        Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
                                    Pasal 44
(1)    Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten digunakan
       sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan
       zonasi.
(2)    Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :
       a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang;
       b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang;dan
       c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan strategis.


                                   Paragraf 1
                 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Struktur Ruang
                                    Pasal 45
Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a.    rencana sistem perkotaan wilayah;dan
b.    rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten.


                                    Pasal 46
(1)    Ketentuan umum peraturan zonasi rencana sistem perkotaan wilayah,
       sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a terdiri atas:
       a.   sistem perkotaan;dan
       b.   sistem perdesaan.
(2)   Ketentuan       umum     peraturan    zonasi   pada   sistem   perkotaan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
      a.      kawasan perkotaan diperuntukan bagi kegiatan intensitas tinggi
              dengan mengutamakan fungsi perdagangan dan jasa, industri,
              permukiman, dan fasilitas umum sesuai dengan karakter
              perkotaan di Kabupaten Nagekeo;
      b.      intensitas kegiatan tinggi dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB),
              Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan Koefisien Dasar Hijau (KDH)
              sesuai dengan peruntukan masing-masing dengan menyediakan
              RTH minimum 20% (dua puluh persen) sebagai RTH publik dan
              10% (sepuluh persen) RTH privat;dan
      c.      pengendalian fungsi kawasan sesuai dengan peraturan zonasi dan
              perkembangan yang ada pada setiap kawasan perkotaan.
(3)   Ketentuan       umum     peraturan    zonasi   pada   sistem   perdesaan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
      a.      kawasan perdesaan diperuntukan bagi kegiatan intensitas rendah
              dengan mengutamakan fungsi pertanian dan pendukung kegiatan
              agropolitan sesuai dengan potensi kawasan perdesaan di
              Kabupaten Nagekeo;
      b.      intensitas kegiatan rendah dengan KDB, KLB dan KDH sesuai
              dengan peruntukan masing-masing;dan
      c.      pengendalian fungsi kawasan sesuai dengan peraturan zonasi dan
              perkembangan yang ada pada setiap kawasan perdesaan.


                                    Pasal 47
(1)   Ketentuan umum peraturan zonasi rencana sistem jaringan prasarana
      skala kabupaten, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b terdiri
      atas:
      a.      sistem jaringan prasarana jalan;
      b.      sistem jaringan prasarana energi;
      c.      sistem jaringan sumber daya air;
      d.      sistem jaringan telekomunikasi;dan
e.   sistem jaringan prasarana lainnya.
(2)   Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem jaringan prasarana
      jalan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi ketentuan
      umum pengaturan zonasi pada sistem jaringan prasarana jalan arteri
      primer/kolektor primer/lokal primer, dengan rincian sebagai berikut :
      a.   Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri
           primer disusun dengan memperhatikan:
           1. jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
              paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar
              badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter;
           2. jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari
              volume lalu lintas rata-rata;
           3. pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh
              terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan
              kegiatan lokal.
           4. jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga
              ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
              ayat (3) masih tetap terpenuhi;
           5. persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan
              pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan
              sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan
              ayat (4);
           6. jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan
              dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh
              terputus;dan
           7. lebar ruang pengawasan jalan arteri primer minimal 15
              (limabelas) meter.
      b.   Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor
           primer disusun dengan memperhatikan:
           1. jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
              paling rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam dengan
              lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter;
2. jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar
                dari volume lalu lintas rata-rata;
             3. jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga
                ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
                masih tetap terpenuhi;
             4. persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan
                pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan
                sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3);
                jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan
                dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh
                terputus; dan
             5. lebar ruang pengawasan jalan kolektor primer minimal 10
                (sepuluh) meter.
      c.     Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan lokal
             primer disusun dengan memperhatikan:
             1. jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
                paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar
                badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter;
             2. jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak
                boleh terputus; dan
             3. lebar ruang pengawasan jalan lokal primer minimal 7 (tujuh)
                meter.
(3)   Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan sekitar sistem
      jaringan prasarana energi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
      meliputi :
      a. permukiman,      perdagangan      jasa      dan   fasilitas   umum   dapat
           dikembangkan di sekitar prasarana energi dengan radius 20-25 (dua
           puluh sampai dua puluh lima) meter dari prasarana energi;
      b. intensitas bangunan yakni KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan
           jenis peruntukan yang akan dilakukan sebagaimana ketetapan
           sebelumnya; dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SidoarjoRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SidoarjoPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi SelatanRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi SelatanPenataan Ruang
 
Manajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di Indonesia
Manajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di IndonesiaManajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di Indonesia
Manajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di IndonesiaDadang Solihin
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MalangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MalangPenataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KabupatenPedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KabupatenPenataan Ruang
 
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...Penataan Ruang
 
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...Andes Asmuni
 
Peraturan Penataan Ruang RDTR
Peraturan Penataan Ruang  RDTRPeraturan Penataan Ruang  RDTR
Peraturan Penataan Ruang RDTRhenny ferniza
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SemarangRencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SemarangPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BimaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BimaPenataan Ruang
 
Sk pembentukan tim perencanaan teknis
Sk pembentukan tim perencanaan teknisSk pembentukan tim perencanaan teknis
Sk pembentukan tim perencanaan teknisChristine Roberts
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi GorontaloRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi GorontaloPenataan Ruang
 
perda no. 5 thn 2012 ttg rtrw prov. thn 2011 2031
perda no. 5 thn 2012 ttg rtrw prov. thn 2011 2031 perda no. 5 thn 2012 ttg rtrw prov. thn 2011 2031
perda no. 5 thn 2012 ttg rtrw prov. thn 2011 2031 Adi T Wibowo
 
PERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGPERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGDadang Solihin
 
Kak rdtr kab.donggala
Kak rdtr kab.donggalaKak rdtr kab.donggala
Kak rdtr kab.donggalaDanang Abrori
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa TimurRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa TimurPenataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KotaPedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KotaPenataan Ruang
 
Perda RTRW Kabupaten Tanggamus.doc
Perda RTRW Kabupaten Tanggamus.docPerda RTRW Kabupaten Tanggamus.doc
Perda RTRW Kabupaten Tanggamus.docYulius Swardana
 
Konsolidasi Tanah
Konsolidasi TanahKonsolidasi Tanah
Konsolidasi Tanahushfia
 

La actualidad más candente (20)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SidoarjoRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi SelatanRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
 
Manajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di Indonesia
Manajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di IndonesiaManajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di Indonesia
Manajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di Indonesia
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MalangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KabupatenPedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
 
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
 
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
 
Peraturan Penataan Ruang RDTR
Peraturan Penataan Ruang  RDTRPeraturan Penataan Ruang  RDTR
Peraturan Penataan Ruang RDTR
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SemarangRencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BimaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima
 
Sk pembentukan tim perencanaan teknis
Sk pembentukan tim perencanaan teknisSk pembentukan tim perencanaan teknis
Sk pembentukan tim perencanaan teknis
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi GorontaloRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo
 
perda no. 5 thn 2012 ttg rtrw prov. thn 2011 2031
perda no. 5 thn 2012 ttg rtrw prov. thn 2011 2031 perda no. 5 thn 2012 ttg rtrw prov. thn 2011 2031
perda no. 5 thn 2012 ttg rtrw prov. thn 2011 2031
 
PERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGPERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANG
 
Pemetaan Batas Desa
Pemetaan Batas DesaPemetaan Batas Desa
Pemetaan Batas Desa
 
Kak rdtr kab.donggala
Kak rdtr kab.donggalaKak rdtr kab.donggala
Kak rdtr kab.donggala
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa TimurRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
 
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KotaPedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
 
Perda RTRW Kabupaten Tanggamus.doc
Perda RTRW Kabupaten Tanggamus.docPerda RTRW Kabupaten Tanggamus.doc
Perda RTRW Kabupaten Tanggamus.doc
 
Konsolidasi Tanah
Konsolidasi TanahKonsolidasi Tanah
Konsolidasi Tanah
 

Similar a Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Temanggung
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten TemanggungRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Temanggung
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten TemanggungPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoRencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota BatuRencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota BatuPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara TimurRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara TimurPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonogiriRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonogiriPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten JeparaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten JeparaPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Tengah
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung TengahRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Tengah
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung TengahPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PurbalinggaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PurbalinggaPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SemarangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SemarangPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PasuruanRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PasuruanPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PekalonganRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PekalonganPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BoyolaliRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BoyolaliPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PekalonganRencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PekalonganPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoRencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoProbolinggo Property
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pemalang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PemalangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pemalang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PemalangPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa BaratRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa BaratPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BantulRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BantulPenataan Ruang
 
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028 Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028 Adi T Wibowo
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok UtaraRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok UtaraPenataan Ruang
 

Similar a Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo (20)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Temanggung
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten TemanggungRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Temanggung
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Temanggung
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoRencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota BatuRencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara TimurRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonogiriRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten JeparaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Tengah
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung TengahRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Tengah
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Tengah
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PurbalinggaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SemarangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Semarang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PasuruanRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PekalonganRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BoyolaliRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PekalonganRencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoRencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pemalang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PemalangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pemalang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pemalang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa BaratRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BantulRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
 
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028 Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028
Perda no. 2 tahun 2010 tentang rtrw kota probolinggo 2009 2028
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok UtaraRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara
 
Raperda rtrw terbaru
Raperda rtrw terbaruRaperda rtrw terbaru
Raperda rtrw terbaru
 

Más de Penataan Ruang

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
 
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Penataan Ruang
 

Más de Penataan Ruang (20)

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
 
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
 
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
 

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo

  • 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2011 - 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NAGEKEO Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Nagekeo dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha; c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka strategi dan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional dan provinsi perlu dijabarkan ke dalam rencana tata ruang kabupaten;
  • 2. d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nagekeo Tahun 2011-2031; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374); 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
  • 3. dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4678); 7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 8. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 10. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052); 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
  • 4. Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 12. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
  • 5. 18. Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Nagekeo (Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2008 Nomor 3 Seri D Nomor 3) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Nagekeo (Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2009 Nomor 3; 19. Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 5 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Nagekeo (Lembaran Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2009 Nomor 5); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NAGEKEO dan BUPATI NAGEKEO MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2011 - 2031 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Nagekeo.
  • 6. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nagekeo. 3. Bupati adalah Bupati Nagekeo. 4. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nagekeo. 6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya. 7. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 8. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 9. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Nagekeo. 10. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. 11. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 12. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 13. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang. 14. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
  • 7. 15. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. 16. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan program beserta pembiayaannya. 17. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 18. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. 19. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 20. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 21. Sistem Wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah. 22. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. 23. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. 24. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. 25. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 26. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
  • 8. permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 27. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis. 28. Kawasan pertambangan adalah kawasan yang secara alamiah memiliki potensi sumberdaya alam pertambangan. 29. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan. 30. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. 31. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 32. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 33. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan. 34. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat PKLp adalah kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL. 35. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.
  • 9. 36. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. 37. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang. 38. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 39. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi. 40. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 41. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 42. Daerah Irigasi yang selanjutnya disingkat DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi 43. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak- anak sungai, yang berfungsi menampung,menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 44. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu yang selanjutnya disebut KAPET adalah wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan mempunyai sektor unggulan yang dapat mengerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan sekitarnya dan memerlukan dana investasi yang besar bagi pengembangannya. Penetapannya lokasi dan Badan Pengelolanya dilakukan melalui Keputusan Presiden.
  • 10. 45. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 46. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Nagekeo dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah. 47. Base Transceiver Station yang selanjutnya disingkat BTS adalah istilah teknis untuk menara telekomunikasi dalam sistem jaringan nirkabel. 48. Koefisien dasar bangunan, selanjutnya disingkat KDB, adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dan luas persil. 49. Koefisien lantai bangunan, selanjutnya disingkat KLB, adalah perbandingan antara luas lantai bangunan dan luas persil. 50. Koefisien dasar hijau, selanjutnya disingkat KDH, adalah perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukan bagi pertamanan/penghijauan dan luas persil. 51. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 52. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. 53. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 54. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan air mulai dari mata air sampai muara dibatasi kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. 55. Situ adalah suatu wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan yang airnya berasal dari tanah
  • 11. atau air permukaan sebagai siklus hidrologis yang merupakan salah satu bentuk kawasan lindung. 56. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibendungnya bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan dan berbentuk pelebaran alur / badan / palung / sungai. 57. Drainase adalah sistem jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan yang berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan, yang terintegrasi dengan sistem jaringan drainase makro dari wilayah regional yang lebih luas. 58. Sampah adalah distribusi pelayanan pembuangan / pengolahan sampah rumah tangga, lingkungan komersial, perkantoran dan bangunan umum lainnya, yang terintegrasi dengan sistem jaringan pembuangan sampah makro dari wilayah regional yang lebih luas. 59. Air limbah adalah air yang berasal dari sisa kegiatan proses produksi dan usaha lainnya yang tidak dimanfaatkan kembali. Pasal 2 (1) Lingkup wilayah perencanaan mencakup seluruh ruang Kabupaten Nagekeo dengan batas yang ditentukan berdasarkan aspek administratif mencakup wilayah daratan, wilayah perairan, serta wilayah udara sebagaimana tergambar pada peta dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini. (2) Kabupaten Nagekeo memiliki luas wilayah kurang lebih 141.036 (seratus empat puluh satu ribu tiga puluh enam) hektar. (3) Batas-batas wilayah Kabupaten Nagekeo meliputi: a. sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores; b. sebelah selatan berbatasan dengan Laut Sawu; c. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ende; dan
  • 12. d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ngada. (4) Lingkup wilayah Kabupaten Nagekeo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kecamatan Mauponggo; b. kecamatan Keo Tengah; c. kecamatan Nangaroro; d. kecamatan Boawae; e. kecamatan Aesesa; f. kecamatan Aesesa Selatan; dan g. kecamatan Wolowae. Pasal 3 Muatan RTRW Kabupaten Nagekeo meliputi: a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang; b. rencana struktur ruang; c. rencana pola ruang; d. penetapan kawasan strategis; e. arahan pemanfaatan ruang; dan f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang. BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG Bagian Kesatu Tujuan Penataan Ruang Pasal 4 Penataan ruang Kabupaten Nagekeo bertujuan untuk “mewujudkan Kabupaten Nagekeo sebagai sentra komoditas pertanian Nusa Tenggara Timur yang berkelanjutan yang didukung oleh agropolitan yang integratif, agroindustri, dan pertambangan ramah lingkungan.” Bagian Kedua Kebijakan Penataan Ruang
  • 13. Pasal 5 Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten meliputi: a. pemantapan sistem pusat kegiatan berbasis agropolitan, agroindustri dan pertambangan ramah lingkungan; b. pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhierarki dan bersinergi antara pusat pengembangan utama di ibukota Kabupaten dan perkotaan lainnya serta pengembangan sistem permukiman perdesaan berbasis agropolitan; c. pengembangan sistem jaringan transportasi darat, laut dan udara dalam mendukung pemerataan pertumbuhan wilayah serta mendukung pengembangan agropolitan, agroindustri dan pertambangan ramah lingkungan; d. pengoptimalisasian dan peningkatan jangkauan pelayanan energi, telekomunikasi, sumber daya air dan prasarana lainnya dalam rangka pemerataan pertumbuhan wilayah; e. pemantapan pelestarian dan perlindungan kawasan lindung untuk meningkatkan kualitas lingkungan, sumberdaya alam/buatan dan ekosistemnya, meminimalkan risiko dan mengurangi kerentanan bencana, mengurangi efek pemanasan global yang berprinsip partisipasi, menghargai kearifan lokal, serta menunjang penelitian dan edukasi; f. pengembangan kawasan budidaya untuk mendukung pemantapan sistem agropolitan serta agroindustri dan pertambangan ramah lingkungan; g. penetapan dan pengembangan kawasan strategis Kabupaten dari sudut kepentingan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup dalam mendukung percepatan pertumbuhan wilayah Kabupaten; dan h. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. Bagian Ketiga Strategi Penataan Ruang Pasal 6
  • 14. (1) Strategi pemantapan sistem pusat kegiatan berbasis agropolitan, agroindustri dan pertambangan ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi: a. mengembangkan kawasan perdesaan berbasis hasil perkebunan yang tersebar di seluruh wilayah yang berpotensi; b. meningkatkan pertanian berbasis tanaman pangan pada wilayah yang berpotensi; c. mengembangkan kawasan agropolitan berbasis pertanian; d. memantapkan fungsi pusat agropolitan; e. mengembangkan prasarana wilayah yang menghubungkan sentra- sentra produksi pertanian unggulan; f. mengembangkan sarana dan prasarana produksi pertanian ke pusat- pusat pemasaran sampai terbuka akses ke pasar nasional; g. memantapkan suprastruktur pengembangan pertanian yang terdiri dari lembaga tani dan lembaga keuangan; h. meningkatkan produksi, pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan ternak unggulan sebagai satu kesatuan sistem; i. meningkatkan potensi perdesaan berbasis agroindustri persawahan garam; j. meningkatkan produksi, pengolahan dan pemasaran produk industri garam; k. memantapkan sentra-sentra produksi pertanian unggulan sebagai penunjang agropolitan dan agroindustri; l. memantapkan fungsi masing-masing kawasan agropolitan dan agroindustri; m. memantapkan kawasan pertambangan ramah lingkungan; n. meningkatkan produksi dan pemasaran produk pertambangan; dan o. mengembangkan infrastruktur dan kelembagaan penunjang potensi kawasan. (2) Strategi pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhierarki dan bersinergi antara pusat pengembangan utama di ibukota Kabupaten dan perkotaan lainnya serta pengembangan sistem permukiman perdesaan
  • 15. berbasis agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi: a. mengembangkan perkotaan Mbay sebagai perkotaan dengan fungsi utama pemerintahan, agropolitan, agroindustri, dan pendidikan dan Perkotaan Boawae yang menjadi pusat pengembangan agropolitan, pendidikan, pelayanan skala kecamatan dan pusat transportasi kecamatan; b. memantapkan pusat-pusat kegiatan secara berhierarki; c. mempersiapkan perkotaan Mbay sebagai perkotaan yang ditunjang perkembangan kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun; dan d. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan pada kawasan perdesaan sebagai inti kawasan agropolitan dan pertambangan ramah lingkungan. (3) Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi darat, laut, dan udara dalam mendukung pemerataan pertumbuhan wilayah serta mendukung pengembangan agropolitan, agroindustri dan pertambangan ramah lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi: a. meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur terutama infrastruktur jalan untuk mendukung sistem agropolitan dan agroindustri; b. mengembangkan terutama infrastruktur jalan untuk mendukung sistem pertambangan ramah lingkungan; c. mengembangkan jalan penghubung perdesaan dan perkotaan; d. memperbaiki jalan kolektor primer; e. mengembangkan jalan lokal primer pada semua jalan penghubung utama antar kecamatan; f. meningkatkan infrastruktur pendukung dan pelayanan terminal yang memadai; g. meningkatkan areal pangkalan kendaraan menjadi terminal tipe B di kota Mbay;
  • 16. h. memindahkan dan mengembangkan terminal ke lokasi yang sesuai; i. meningkatkan infrastuktur pelabuhan angkutan; j. meningkatkan infrastuktur pelabuhan perikanan; k. meningkatkan rute/jangkauan pelayaran Pelabuhan Laut Marapokot ke wilayah kabupaten lain, terutama difokuskan ke seluruh kabupaten sebelah utara di Pulau Flores, sebagai pelabuhan angkutan barang/manusia; l. meningkatkan rute/jangkauan Pelabuhan Laut Marapokot II Kecamatan Mauponggo ke wilayah kabupaten lain, terutama difokuskan ke seluruh kabupaten di Pulau Flores, Pulau Sumba, Pulau Timor, maupun Pulau Rote sebagai pelabuhan perikanan; m. meningkatkan aksesibilitas ke bandara terdekat melalui peningkatan akses jalan yang menghubungkan ke lokasi tersebut, dan peningkatan armada angkutan ke/dari tempat tersebut; dan n. mengupayakan pembangunan eks Bandara Surabaya II untuk menjadi bandara andalan Kabupaten. (4) Strategi pengoptimalisasian dan peningkatan jangkauan pelayanan energi, telekomunikasi, sumber daya air dan prasarana lainnya dalam rangka pemerataan pertumbuhan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi: a. memperluas jaringan prasarana energi dan mengembangkan jaringan baru hingga ke pelosok; b. mengembangkan sumber daya energi; c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan energi; d. mengembangkan sistem penyediaan listrik setempat misalnya melalui mikro hidro. e. menyediakan tower BTS yang digunakan secara bersama menjangkau hingga ke pelosok perdesaan; f. meningkatkan sistem informasi telekomunikasi pembangunan daerah berupa informasi berbasis teknologi internet; g. mengembangkan prasarana telekomunikasi meliputi telepon rumah tangga, telepon umum, dan jaringan telepon seluler;
  • 17. h. menerapkan teknologi telekomunikasi berbasis teknologi modern; i. membangun teknologi telekomunikasi pada wilayah-wilayah pusat pertumbuhan; j. membentuk jaringan telekomunikasi dan informasi yang menghubungkan setiap wilayah pertumbuhan dengan ibukota Kabupaten; k. meningkatkan jaringan irigasi sederhana dan irigasi setengah teknis; l. melindungi sumber-sumber mata air dan daerah resapan air; m. mengembangkan waduk baru, bendung, dan cek dam pada kawasan potensial; n. mencegah terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi; o. membangun dan memperbaiki pintu-pintu air; p. melakukan pengadaan tempat penampungan sampah sementara (TPS) skala lokal dan regional; q. melakukan pengelolaan sampah berkelanjutan; r. pengoptimalisasian sistem pengolahan sampah; s. melakukan pengolahan sampah untuk mendukung pertanian; t. meminimalisir penggunaan sumber sampah yang sukar didaur ulang secara alamiah; u. memanfaatkan ulang sampah yang ada terutama yang memiliki nilai ekonomi; dan v. mengolah sampah organik menjadi kompos. (5) Strategi pemantapan pelestarian dan perlindungan kawasan lindung untuk meningkatkan kualitas lingkungan, sumberdaya alam/buatan dan ekosistemnya, meminimalkan resiko dan mengurangi kerentanan bencana, mengurangi efek pemanasan global yang berprinsip partisipasi, menghargai kearifan lokal, serta menunjang penelitian dan edukasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. meningkatkan kelestarian hutan lindung untuk keseimbangan tata air dan lingkungan hidup dilakukan dengan :
  • 18. 1. memperbaiki dan meningkatkan fungsi lindung pada daerah yang mengalami alih fungsi dan menetapkan lokasi pelestarian sebesar 30 % (tiga puluh persen) dari luas DAS; 2. melakukan rehabilitasi lahan dengan menanam vegetasi yang mampu memberikan perlindungan terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air; 3. mengelola kawasan sekitar hutan lindung dengan prinsip hutan kemitraan, yaitu dengan melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam perencanaan, pengelolaan, panen dan pascapanen untuk keberhasilan program dalam jangka waktu yang panjang; 4. melarang dan mencegah pola penambangan terbuka pada kawasan hutan lindung; dan 5. mengembalikan fungsi hidrologi kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan. b. melindungi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya dilakukan dengan : 1. melarang atau mencegah kegiatan budidaya, kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung; 2. mengendalikan kegiatan budidaya yang telah ada dengan pembatasan perkembangan serta pengembalian fungsi lindungnya; dan 3. mengendalikan terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi mineral serta air tanah dengan memperhatikan fungsi lindung kawasan sekitarnya. c. melakukan upaya konservasi alam, rehabilitasi ekosistem yang rusak, mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup pada kawasan perlindungan setempat serta menempatkan kawasan lindung spiritual dilakukan dengan : 1. membatasi kegiatan yang tidak berkaitan dengan perlindungan setempat dalam bentuk jalur hijau;
  • 19. 2. mencegah aktivitas perusakan, pengendalian pencemaran dan peningkatan upaya konservasi laut, pesisir serta rehabilitasi ekosistem yang rusak; 3. melindungi kawasan sepanjang sempadan sungai untuk kawasan terbangun; 4. melindungi sekitar waduk/danau untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas air; 5. melindungi sekitar mata air untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air; dan 6. mengamankan kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal dengan melindungi tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai sejarah dan situs purbakala. d. memantapkan fungsi dan nilai manfaat pada kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya dilakukan dengan: 1. melindungi ekosistem flora dan fauna khas Kabupaten; 2. melestarikan budaya masyarakat setempat dalam satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat; dan 3. melaksanakan kerjasama antar wilayah dalam penanganan cagar budaya. e. menangani kawasan rawan bencana alam melalui pengendalian dan pengawasan kegiatan perusakan lingkungan terutama pada kawasan yang berpotensi menimbulkan bencana alam, serta pengendalian untuk kegiatan manusia secara langsung dilakukan dengan: 1. mencegah pemanfaatan kawasan yang rawan terhadap bencana longsor, gelombang pasang, banjir, dan bencana alam lainnya sebagai kawasan terbangun; 2. mengembangkan hutan mangrove dan bangunan yang dapat meminimalisir akibat gelombang pasang;
  • 20. 3. menata daerah lingkungan sungai seperti penetapan garis sempadan sungai, peruntukan lahan di kiri kanan sungai, penertiban bangunan di sepanjang aliran sungai serta peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir; dan 4. melaksanakan upaya mitigasi bencana menyangkut perencanaan dan perumusan kebijakan yang bersifat antisipatif. f. memantapkan wilayah kawasan lindung geologi dengan pemantapan zonasi di kawasan dan wilayah sekitarnya serta pemantapan pengelolaan kawasan secara partisipatif dilakukan dengan: 1. menata kawasan rawan bencana geologi dengan peruntukan non terbangun; 2. mengembangkan kegiatan pariwisata pengetahuan yang terkait dengan geologi; dan 3. mengembangkan tanaman keras sebagai perlindungan dan peresapan air untuk peningkatan cadangan air tanah. g. memantapkan kawasan lindung lainnya sebagai penunjang usaha pelestarian alam dilakukan dengan : 1. menetapkan kawasan sebagai objek wisata dan penelitian saat terjadi pengungsian satwa; dan 2. memelihara habitat dan ekosistem sehingga keaslian kawasan terpelihara. (6) Strategi pengembangan kawasan budidaya untuk mendukung pemantapan sistem agropolitan serta agroindustri dan pertambangan ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f meliputi: a. mengembangkan kawasan hutan produksi untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan hidup dilakukan dengan: 1. memanfaatkan hasil hutan produksi terbatas yang eksploitasinya dilakukan dengan cara tebang pilih;
  • 21. 2. dilakukan dengan hasil hutan yang eksploitasinya dilakukan dengan cara tebang pilih maupun tebang habis untuk kawasan hutan produksi tetap; dan 3. memberi cadangan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi untuk penggunaan lain, dapat dikonversi untuk pengelolaan non-kehutanan. b. mengembangkan kawasan pertanian dilakukan dengan: 1. meningkatkan peran, efisiensi, produktivitas yang berkelanjutan, peluang ekstensifikasi, serta mempertahankan saluran irigasi teknis dan peningkatan irigasi sederhana dalam skala wilayah untuk pertanian lahan basah; 2. mengembangkan kawasan pertanian lahan kering/tegalan dengan penanaman tanaman tahunan yang produktif; 3. mengembangkan kawasan pertanian hortikultura dengan sistem agropolitan dan mengembangkan sektor pertanian untuk kegiatan agribisnis, agrowisata dan industri pengolahan pertanian dari bahan mentah menjadi makanan dan sejenisnya serta melakukan pemasaran skala nasional dan ekspor ke luar negeri; 4. penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan; 5. mengembangkan industri pengolahan hasil komoditi; 6. mengembangkan fasilitas sentra produksi dan pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi; 7. mengembangkan kawasan-kawasan potensi untuk pertanian pangan lahan kering; 8. mengembangkan pasar produksi perkebunan; dan 9. mengolah hasil perkebunan terutama dengan membentuk keterikatan antar produk. c. mengembangkan kawasan perikanan berupa peningkatan peran, efisiensi, produktivitas yang berkelanjutan serta peningkatan nilai tambah beberapa komoditi yang potensial, sementara untuk di kawasan perikanan di wilayah pesisir dilakukan dengan:
  • 22. 1. mengendalikan dan membatasi pemanfaatan lahan pantai (pesisir) untuk kegiatan budidaya; 2. mengendalikan metode budidaya yang berbasis kelestarian sumberdaya pesisir; 3. menggunakan teknologi dalam kegiatan usaha budidaya perikanan; dan 4. meningkatkan bantuan permodalan usaha kepada kegiatan usaha masyarakat pertambakan. d. mengembangkan kawasan peruntukan pertambangan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi, hidrogeologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan; e. mengembangkan kawasan peruntukan industri dilakukan dengan: 1. mengembangkan kawasan sentra industri kecil terutama pada kawasan perdesaan dan perkotaan; 2. mengembangkan fasilitas perekonomian berupa koperasi pada setiap pusat kegiatan perkotaan dan perdesaan; 3. mengembangkan ekonomi dan perdagangan dengan pengutamaan usaha kecil menengah; dan 4. menetapkan skenario ekonomi wilayah yang menunjukkan kemudahan dalam berinvestasi dan penjelasan tentang kepastian hukum yang menunjang investasi. f. menentukan wisata unggulan daerah, pelestarian lingkungan, promosi serta peningkatan peran masyarakat dalam menjaga kelestarian objek wisata dan daya jual maupun daya saing;dan g. mengembangkan kawasan peruntukan permukiman dilakukan dengan: 1. meningkatkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan;dan 2. membatasi pengembangan permukiman dan kawasan terbangun lainnya pada kawasan lindung untuk permukiman perdesaan. (7) Strategi penetapan dan pengembangan kawasan strategis kabupaten dari sudut kepentingan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup
  • 23. dalam mendukung percepatan pertumbuhan wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g meliputi: a. mengembangkan kawasan strategis ekonomi melalui optimalisasi KAPET Mbay di kota Mbay sebagai pusat kawasan ekonomi dan didukung oleh kecamatan-kecamatan lain dilakukan dengan: 1. mengoptimalkan fungsi lahan produktif pengembangan kawasan melalui peningkatan nilai ekonomis kawasan dengan agropolitan; 2. mengarahkan sub kawasan pertanian menjadi kawasan pertanian terpadu dengan peningkatan produktifitas pertanian, peternakan, dan perikanan; 3. mengoptimalkan fungsi lahan potensial sebagai lahan padang garam yang tersebar di semua lokasi dan pada umumnya berbatasan dengan hutan mangrove; 4. meningkatkan kegiatan sektor pertambangan selain untuk kegiatan penggalian yang hasilnya lebih banyak digunakan untuk sektor konstruksi; 5. meningkatkan komoditas unggulan, sarana dan prasarana pendukung proses produksi; 6. meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia baik sebagai tenaga ahli maupun tenaga pendukung; 7. meningkatkan jumlah sarana dan prasarana sumber daya air dan irigasi, seperti embung, bendungan dan jaringan irigasi lainnya; 8. melaksanakan kerjasama dengan pihak investor, terkait pemberian kredit/modal usaha;dan 9. mengidentifikasi potensi kawasan atau sub sektor strategis yang dapat dikembangkan dan penetapan kawasan ekonomi khusus baru. b. mengendalikan perkembangan ruang sekitar kawasan strategis perkotaan dilakukan dengan: 1. menetapkan batas pengaruh kawasan strategis kabupaten;dan
  • 24. 2. menetapkan pola pemanfaatan lahan, sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing kawasan. c. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan strategis sosial dan budaya dilakukan dengan: 1. mengembangkan kawasan melalui peningkatan nilai ekonomis kawasan, antara lain pemanfaatan sebagai aset wisata, penelitian dan pendidikan; 2. melestarikan kawasan sekitar serta memberikan gambaran berupa relief atau sejarah yang menerangkan objek/situs tersebut; 3. membina masyarakat sekitar untuk ikut berperan dalam menjaga peninggalan sejarah; 4. mengendalikan kawasan sekitar kawasan strategis sosial dan budaya secara ketat;dan 5. mengendalikan perkembangan kawasan sekitar situs cagar budaya. d. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan strategis perlindungan ekosistem dan lingkungan dilakukan dengan: 1. membatasi dan mencegah pemanfaatan ruang yang berpotensi mengurangi fungsi perlindungan kawasan; 2. melarang alih fungsi pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung; 3. membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan yang ditetapkan untuk fungsi lindung yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya; 4. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan lindung; dan 5. mengembangkan kawasan melalui peningkatan nilai ekonomis kawasan lindung dengan mengizinkan pemanfaatan untuk objek wisata, pendidikan, dan penelitian berbasis lingkungan hidup, dan/atau pemanfaatan mangrove dan terumbu karang sebagai
  • 25. sumber ekonomi perikanan dengan cara penangkapan yang ramah lingkungan dan mendukung keberlanjutan. (8) Strategi pemantapan pelestarian dan perlindungan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h meliputi: a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan strategis pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan khusus pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; dan d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan. BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 7 (1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Nagekeo meliputi : a. rencana sistem perkotaan wilayah; dan b. rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten. (2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan pada peta dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Pasal 8 (1) Rencana sistem perkotaan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a meliputi:
  • 26. a. PKL; b. PKLp; c. PPK; dan d. PPL. (2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu perkotaan Mbay yang terletak di Kecamatan Aesesa. (3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Perkotaan Boawae yang meliputi wilayah Kelurahan Nagesapadhi, Kelurahan Natanage, Kelurahan Olakile, Kelurahan Natanage Timur, Kelurahan Nageoga, Kelurahan Wolopogo dan Kelurahan Rega. (4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi kawasan perkotaan: a. Mauponggo di Kecamatan Mauponggo; b. Mbaenuamuri di Kecamatan Keo Tengah; c. Nangaroro di Kecamatan Nangaroro; d. Tengatiba di Kecamatan Aesesa Selatan; dan e. Tendakinde di Kecamatan Wolowae. (5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi desa: a. Nagerawe di Kecamatan Boawae; b. Sawu di Kecamatan Mauponggo; c. Maukeli di Kecamatan Mauponggo; d. Wajo di Kecamatan Keo Tengah; e. Tonggo di Kecamatan Nangaroro; f. Langedhawe di Kecamatan Aesesa Selatan; g. Anakoli di Kecamatan Wolowae; dan h. Marapokot di Kecamatan Aesesa. Bagian Ketiga Rencana Sistem Jaringan Prasarana Skala Kabupaten Pasal 9 Rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b meliputi:
  • 27. a. rencana sistem prasarana utama; dan b. rencana sistem prasarana lainnya. Paragraf 1 Rencana Sistem Prasarana Utama Pasal 10 (1) Rencana sistem prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi: a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan transportasi laut; dan c. sistem jaringan transportasi udara. (2) Rencana sistem prasarana utama digambarkan pada peta dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 11 (1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a meliputi: a. jaringan jalan, terminal, dan rute angkutan; dan b. jaringan sungai, danau dan penyeberangan. (2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. jaringan jalan arteri primer, kolektor primer dan lokal primer; b. jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi ruas-ruas jalan yang ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (3) Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu berupa terminal penumpang tipe B di Kecamatan Aesesa. (4) Rute angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu berupa pengembangan angkutan penumpang dengan trayek:
  • 28. a. Kota Bajawa di Kabupaten Ngada - Kecamatan Golewa di Kabupaten Ngada - Kecamatan Boawae - Kecamatan Nangaroro - Ende di Kabupaten Ende – Maumere di Kabupaten Sikka; b. Kecamatan Aesesa - Kecamatan Nangaroro - Ende di Kabupaten Ende - Maumere di Kabupaten Sikka; c. Kecamatan Aesesa - Kecamatan Wolowae - utara Kabupaten Ende ke arah Maumere di Kabupaten Sikka; d. Kecamatan Aesesa - Kecamatan Boawae - Kota Bajawa di Kabupaten Ngada; dan e. Kecamatan Aesesa - Kecamatan Riung di Kabupaten Ngada - Kota Bajawa di Kabupaten Ngada. (5) Jaringan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa pelabuhan penyeberangan Marapokot Mbay di Kecamatan Aesesa sebagai pelabuhan penyeberangan antar pulau dan lintas provinsi dari Kabupaten Nagekeo. Pasal 12 (1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b meliputi : a. tatanan kepelabuhanan;dan b. alur pelayaran. (2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa Pelabuhan Marapokot di Kecamatan Aesesa dan Pelabuhan Marapokot II di Kecamatan Mauponggo yang berfungsi sebagai pelabuhan pengumpan. (3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas alur pelayaran dari wilayah Kabupaten menuju Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan daerah lain di Kawasan Timur maupun Barat Indonesia. Pasal 13
  • 29. (1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c terdiri atas: a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan. (2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Bandar Udara Surabaya II peninggalan Jepang di Kecamatan Aesesa yang akan dikembangkan menjadi bandar udara domestik dan internasional yang mendukung sistem transportasi udara di Kabupaten dan wilayah sekitarnya. (3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu berupa rute penerbangan yang akan dikembangkan menuju bandar udara terdekat yang ada dalam maupun luar wilayah provinsi nusa tenggara timur. (4) Ruang udara untuk penerbangan diatur lebih lanjut dalam rencana induk bandar udara. Paragraf 2 Rencana Sistem Prasarana Lainnya Pasal 14 Rencana sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b meliputi: a. rencana sistem jaringan energi; b. rencana sistem jaringan telekomunikasi; c. rencana sistem jaringan sumber daya air; dan d. rencana sistem jaringan prasarana lainnya. Pasal 15 (1) Rencana sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a meliputi : a. pembangkit tenaga listrik; dan b. jaringan prasarana energi.
  • 30. (2) Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu berupa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) meliputi: a. PLTD Aesesa di Kecamatan Aesesa; b. PLTD Tendakinde di Kecamatan Wolowae;dan c. PLTD Kotakeo di Kecamatan Nangaroro. (3) Pengembangan prasarana untuk pengembangan listrik meliputi: a. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di pertemuan-pertemuan sungai besar antara lain di Kecamatan Aesesa; b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya pada daerah- daerah terpencil;dan c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi pemerataan pelayanan di seluruh wilayah kabupaten. (4) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu berupa gardu induk di Kelurahan Danga Kecamatan Aesesa dan gardu distribusi yang tersebar di seluruh kecamatan. (5) Rencana sistem jaringan energi digambarkan pada peta dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 16 (1) Rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b meliputi: a. sistem jaringan kabel; dan b. sistem jaringan nirkabel. (2) Sistem jaringan kabel dan sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terus ditingkatkan perkembangannya hingga mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau sarana prasarana telekomunikasi. (3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa BTS yang digunakan secara bersama meliputi:
  • 31. a. BTS Aeramo, Tedamude, Danga dan Nggolonio di Kecamatan Aesesa; b. BTS Kelewae di Kecamatan Boawae; c. BTS Wuliwalo di Kecamatan Mauponggo; d. BTS Ua di Kecamatan Keo Tengah; e. BTS Nataute di Kecamatan Nangaroro; f. BTS Tendakinde di Kecamatan Wolowae;dan g. BTS Renduteno di Kecamatan Aesesa Selatan. (4) Rencana sistem jaringan telekomunikasi digambarkan pada peta dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 17 (1) Rencana sistem jaringan sumber daya air, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, meliputi: a. wilayah sungai strategis nasional; b. jaringan sumber daya air yang ada di Kabupaten; c. daerah irigasi; d. prasarana air baku untuk air bersih; e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna;dan f. sistem pengendalian banjir. (2) Wilayah sungai strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu wilayah sungai Aesesa. (3) Jaringan sumber daya air yang ada di Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. DAS Aesesa seluas 56.189 (lima puluh enam ribu seratus delapan puluh sembilan) hektar; b. Bendung Sutami di Kecamatan Aesesa seluas 3 (tiga) hektar; c. Waduk Ngabatata di Kecamatan Aesesa Selatan dan Waduk Mbay di Kecamatan Aesesa; d. Embung, meliputi:
  • 32. 1. Embung Tedakisa, Tedamude, Perenganting, Sangabenga, Aeramo, Pakicaka, Boanio di Kecamatan Aesesa; 2. Embung Maladhawe di Kecamatan Aesesa Selatan; 3. Embung Dheresia, Gero, Nagerawe dan Tedamude di Kecamatan Boawae; 4. Embung Dhusera, Gupie, Wolokisa, Malalade, Kadha Ebo, Oki, Malanunu dan Beku di Kecamatan Nangaroro; 5. Embung Anakoli, Aemata, Ratedao di Kecamatan Wolowae; dan 6. Embung potensial lainnya di setiap kecamatan. e. Mata air, meliputi: 1. Mata air Lowomeli di Kelurahan Ratongamobo, Wugha-wugha I di Kelurahan Dhawe, Aekeda dan Liaoro di Desa Ngegedhawe, dengan wilayah pelayanan Kecamatan Aesesa; 2. Mata air Labosile dan Ae A Ubu di Desa Kelimado, dan Napu Tere di Desa Rendubutowe, Tabalape di Desa Ngegedhawe dengan wilayah pelayanan Kecamatan Aesesa Selatan; 3. Mata air Ae Lade, Ae A, Oki Oja, Kusu Koso, Ae Eti, Ae Menge di desa Kelimado, Ae Te di Desa Raja, Locolabo di Desa Wea Au, Oki Kemo di Kelurahan Rega, Ae Ca di Desa Wolowea, Mata Toyo di Desa Solo, Pisa Meka di Kelurahan Nagesapadhi, Ae Lade dan Pisa di Kelurahan Nageoga, Mata Wala dan Mata Dhuge di Kelurahan Natanage dengan wilayah pelayanan Kecamatan Boawae; 4. Mata air Teo Dhae dan Eko Dhe di Desa Sawu, Aelabo dan Aeleba di desa Wuliwalo, dengan wilayah pelayanan Kecamatan Mauponggo; 5. Mata air Oki Puu Teye di Desa Totomala, dan Mata Konge di Desa Tendatoto, dengan wilayah pelayanan Kecamatan Wolowae; dan 6. Mata air Dowodambo di desa Woewutu, Ae Tele di Kelurahan Nangaroro, Matamobo Di desa Ulupulu, Soba di desa Woedoa,
  • 33. Ae Seli I dan Ae Seli II di desa Kotakeo dengan wilayah pelayanan Kecamatan Nangaroro. (4) Daerah Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan waduk, embung dan sungai dengan luas kurang lebih 14.562 (empat belas ribu lima ratus enam puluh dua) hektar ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (5) Prasarana air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. unit Aesesa yang bersumber dari Wugha-wugha 1 dan Lowo Meli; b. unit Boawae yang bersumber dari Ae Lade, Ae A dan Oki Oja; c. unit Nangaroro yang bersumber dari Dowo Dambo; dan d. unit Mauponggo yang bersumber dari Teo Dhae dan Eko Dhe. (6) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa jaringan air bersih yang dikelola oleh Badan Layanan Umum Sistem Penyediaan Air Minum. (7) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berupa sistem pengendalian banjir Kota Mbay yaitu rencana drainase perkotaan secara terpadu. (8) Rencana sistem jaringan sumber daya air digambarkan pada peta dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 18 (1) Rencana sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d meliputi: a. rencana sistem jaringan prasarana lingkungan; dan b. rencana jalur evakuasi bencana.
  • 34. (2) Rencana sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. rencana sistem jaringan persampahan; dan b. rencana sistem pengolahan limbah. (3) Rencana sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan menggunakan metode sanitary landfill di Towak Kecamatan Aesesa dan di Dhereisa Kecamatan Boawae. (4) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya yang digunakan lintas wilayah administratif meliputi: a. kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah terutama di wilayah perkotaan; b. pengalokasian TPA sesuai dengan persyaratan teknis; c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah teknis; dan d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan. (5) Upaya penanganan permasalahan limbah khusus rumah tangga dibedakan menurut wilayah perkotaan dan perdesaan meliputi: a. pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada pemenuhan fasilitas instalasi pengolahan limbah tinja dan instalasi pengolahan air limbah pada masing-masing Kepala Keluarga;dan b. pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga dapat dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap Kepala Keluarga serta fasilitas sanitasi umum. (6) Rencana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. jalur evakuasi bencana banjir memanfaatkan jaringan jalan menuju fasilitas umum dan lapangan terbuka yang bebas banjir di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Wolowae; b. jalur evakuasi bencana tanah longsor memanfaatkan jaringan jalan menuju fasilitas umum dan lapangan terbuka yang bebas tanah
  • 35. longsor di Kecamatan Aesesa, Kecamatan Boawae, dan Kecamatan Keo Tengah; dan c. jalur evakuasi bencana gelombang pasang dan tsunami memanfaatkan jaringan jalan menuju fasilitas umum dan lapangan terbuka yang bebas gelombang pasang dan tsunami di Kecamatan Keo Tengah, Kecamatan Aesesa, Kecamatan Wolowae, dan kecamatan lainnya. (7) Rencana sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan pada peta dengan tingkat ketelitian minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB IV RENCANA POLA RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 19 (1) Rencana pola ruang wilayah meliputi : a. kawasan lindung;dan b. kawasan budidaya. (2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan pada peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Kawasan Lindung Pasal 20 Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a meliputi: a. kawasan hutan lindung; b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat;
  • 36. d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana alam; f. kawasan lindung geologi; g. Kawasan Lindung lainnya. Paragraf 1 Kawasan Hutan Lindung Pasal 21 Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dengan luas total kurang lebih 11.071 (sebelas ribu tujuh puluh satu) hektar terdapat di Kecamatan Boawae, Kecamatan Nangaroro, Kecamatan Wolowae dan Kecamatan Aesesa. Paragraf 2 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Pasal 22 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b yaitu kawasan resapan air dengan luas kurang lebih 56.189 (lima puluh enam ribu seratus delapan puluh sembilan) hektar terdapat di Kecamatan Aesesa, Kecamatan Aesesa Selatan, Kecamatan Boawae dan Kecamatan Nangaroro. Paragraf 3 Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 23 (1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, dengan luas kurang lebih 6.051 (enam ribu lima puluh satu) hektar meliputi: a. kawasan sempadan pantai; b. kawasan sempadan sungai; c. kawasan sekitar danau/waduk;
  • 37. d. kawasan sekitar mata air; e. kawasan lindung spiritual;dan f. kawasan kearifan lokal lainnya. (2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dengan luas kurang lebih 1.016 (seribu enambelas ) hektar, meliputi: a. kawasan di sepanjang pesisir pantai utara yang meliputi wilayah Kecamatan Aesesa dan Wolowae;dan b. kawasan di sepanjang pesisir pantai selatan yang meliputi wilayah Kecamatan Mauponggo, Keo Tengah dan Nangaroro. (3) Kawasan sempadan pantai di sepanjang pesisir pantai utara dan pantai selatan memiliki ketentuan : a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai. (4) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas kurang lebih 3.420 (tiga ribu empat ratus duapuluh) hektar meliputi: a. Sungai di Olakile, Ae bha, Lowo Lele dan Nata Bhada di Kecamatan Boawae; b. Ae Maunori di Kecamatan Keo Tengah; c. Lowo Redu di Kecamatan Aesesa Selatan; d. Sungai Nangaroro, Nangamere, Ndetunura di Kecamatan Nangaroro; e. Sungai Aesesa dan Aemau di Kecamatan Aesesa dan kecamatan Aesesa Selatan; dan f. Sungai lain yang tersebar merata di setiap kecamatan. (5) Kawasan sempadan sungai memiliki ketentuan : a. untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 (sepuluh sampai lima belas) meter; atau
  • 38. b. sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter di kiri kanan sungai besar dan 50 (lima puluh) meter di kiri-kanan anak sungai yang berada di luar kawasan permukiman. (6) Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang terdapat di Waduk Ngabatata di Kecamatan Aesesa Selatan dan Waduk Mbay di Kecamatan Aesesa dengan ketentuan daratan sepanjang tepian waduk/dam yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi waduk/dam dengan jarak 50-100 (lima puluh sampai seratus) meter yang memiliki luas kurang lebih 151 (seratus lima puluh satu) hektar. (7) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan luas kurang lebih 1.370 (seribu tiga ratus tujuh puluh) hektar diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi sumbar daya air ditetapkan dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (8) Kawasan sekitar mata air memiliki ketentuan yaitu kawasan dengan jarak kurang lebih 200 (dua ratus) meter dari mata air. (9) Kawasan lindung spiritual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dengan luas kurang lebih 34 (tiga puluh empat) hektar terdapat di Aeramo. (10) Kawasan lindung kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dengan luas kurang lebih 60 (enam puluh) hektar, terdapat di Kampung Ola Lape, Olaia dan Ola Dhawe di Kecamatan Aesesa; Kampung Wajo di Kecamatan Keo Tengah, Kampung Boawae di Kecamatan Boawae, dan Kampung Sawu di Kecamatan Mauponggo dan Kampung Pautoda di Kecamatan Keo Tengah. Paragraf 4 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Pasal 24
  • 39. (1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d dengan luas kurang lebih 5.892 (lima ribu delapan ratus sembilan puluh dua) hektar, meliputi: a. kawasan pantai berhutan bakau; b. kawasan taman wisata alam; c. kawasan taman wisata alam laut;dan d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. (2) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas kurang lebih 1.351 (seribu tiga ratus lima puluh satu) hektar, terdapat di: a. sepanjang pantai di Kecamatan Aesesa dengan luas kurang lebih 550 (lima ratus lima puluh) hektar ; dan b. sepanjang pantai di Kecamatan Wolowae dengan luas kurang lebih 801 (delapan ratus satu) hektar. (3) Kawasan taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas kurang lebih 4.221 (empat ribu dua ratus dua puluh satu) hektar meliputi : a. Pantai Utara di kecamatan Aesesa dan Kecamatan Wolowae; b. Pantai Ennagera di Kecamatan Mauponggo; c. Mulakoli dan Olakile di Kecamatan Boawae; d. Tengatiba dan Tutubadha di Kecamatan Aesesa Selatan;dan e. Tedamude dan Tedakisa di Kecamatan Aesesa. (4) Kawasan taman wisata alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Taman Laut Tonggo Kecamatan Nangaroro dengan luas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar. (5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan luas kurang lebih 300 (tiga ratus) hektar terdiri atas : a. Watu Togo di Kecamatan Aesesa; b. Perkampungan Tradisional Nanganumba, Towak, Olaia, Ola Lape, Rateule, Ola Dhawe dan Lambo di Kecamatan Aesesa;
  • 40. c. Perkampungan Tradisional Boawae, Wolowea, Natameze, Nagemi, Gero, Natalea di Kecamatan Boawae; d. Perkampungan Tradisional Renduola, Tutubhada, Dadho Wawo, Wolo Wajo, Degho, Wololuba, Boaele, Lari, Boamara, Wolonio, Nunungongo, dan Jawakisa di Kecamatan Aesesa Selatan; e. Perkampungan Tradisional Dongga Odo di Kecamatan Nangaroro; f. Perkampungan Tradisional Lejo, Sawu, Wulu, Paulundu, Wolosambi dan Pau di Kecamatan Mauponggo; g. Perkampungan Tradisional Wuji, Keliwatuwea, Wajo, Pautoda dan Udiworowatu di Kecamatan Keo Tengah; h. Perkampungan tradisional lainnya di setiap kecamatan; dan i. Kawasan situs arkeologi Olabula di Olakile, kampung situs swapraja Nagekeo di Boawae serta situs bunker gua peninggalan Jepang di Lape dan Aeramo Kecamatan Aesesa. Paragraf 5 Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 25 (1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e dengan luas kurang lebih 43.706 (empat puluh tiga ribu tujuh ratus enam) hektar meliputi: a. kawasan rawan banjir; b. kawasan rawan tanah longsor;dan c. kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami. (2) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas kurang lebih 36.076 (tiga puluh enam ribu tujuh puluh enam) hektar, terdapat di desa dan Kelurahan dalam wilayah Kota Mbay di Kecamatan Aesesa; dan Desa Totomala, Desa Anakoli, Desa Tendakinde dan Desa Tendatoto di Kecamatan Wolowae. (3) Upaya penanganan/pengelolaan kawasan rawan banjir, meliputi: a. pelestarian dan pengelolaan DAS secara lintas wilayah; b. pembuatan sudetan;
  • 41. c. pembuatan sumur resapan di kawasan perkotaan dan perdesaan, kawasan pertanian yang dilengkapi dengan embung, bendung maupun cek dam, pembuatan bendungan baru; d. membuat saluran pembuangan yang terkoneksi dengan baik pada jaringan primer, sekunder maupun tersier, serta tidak menyatukan fungsi irigasi untuk drainase; e. pembuatan tanggul pada kawasan DAS dengan prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir; f. mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air; dan g. melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan dan pengembangan drainase dengan wilayah lain. (4) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas kurang lebih 6.143 (enam ribu seratus empat puluh tiga) hektar, meliputi: Desa Mulakoli, Desa Wea Au, dan Desa Kelimado di Kecamatan Boawae; beberapa wilayah di Desa Renduteno, Renduwawo, Tengatiba, Rendubutowe dan Langedhawe di Kecamatan Aesesa Selatan dan Desa-desa di Kecamatan Keo Tengah serta desa dan kelurahan di Kecamatan Mauponggo dan Kecamatan Nangaroro. (5) Kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas kurang lebih 1.487 (seribu empat ratus delapan puluh tujuh) hektar diindikasikan berada di wilayah pesisir Kabupaten Nagekeo sebelah selatan yaitu pesisir pantai Mauponggo, Keo Tengah dan Nangaroro serta pesisir utara pantai Aesesa dan Wolowae. Paragraf 6 Kawasan Lindung Geologi Pasal 26 (1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f berupa kawasan rawan bencana alam geologi dengan luas kurang lebih 27.531 (dua puluh tujuh ribu lima ratus tuga puluh satu) hektar.
  • 42. (2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu berupa kawasan rawan bencana letusan gunung berapi yang berada di sekitar gunung berapi Ebulobo, dengan radius jangkauan rawan bencana berada di sekitar wilayah Kecamatan Boawae dan Kecamatan Mauponggo. Paragraf 7 Kawasan Lindung Lainnya Pasal 27 Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf g berupa taman buru yang terdapat di Kecamatan Boawae, Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Aesesa Selatan dengan luas kurang lebih 4.909 (empat ribu sembilan ratus sembilan) hektar. Bagian Ketiga Kawasan Budidaya Pasal 28 Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b meliputi: a. kawasan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri; f. kawasan peruntukan pariwisata; g. kawasan peruntukan permukiman; h. kawasan peruntukan ruang terbuka hijau;dan i. kawasan pertahanan dan keamanan.
  • 43. Paragraf 1 Kawasan Hutan Produksi Pasal 29 (1) Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a dengan luas kurang lebih 20.898 (dua puluh ribu delapan ratus sembilan puluh delapan) hektar meliputi: a. kawasan hutan produksi terbatas;dan b. kawasan hutan produksi tetap. (2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di Kecamatan Wolowae dan Kecamatan Aesesa dengan luas kurang lebih 12.332 (dua belas ribu tiga ratus tiga puluh dua) hektar. (3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar di wilayah Kecamatan Aesesa, Kecamatan Keo Tengah, Nangaroro dan Boawae dengan luas kurang lebih 8.566 (delapan ribu lima ratus enam puluh enam) hektar. Paragraf 2 Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 30 (1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b dengan luas kurang lebih 99.468 (sembilan puluh sembilan ribu empat ratus enam puluh delapan) hektar meliputi: a. kawasan peruntukan tanaman pangan; b. kawasan peruntukan hortikultura; c. kawasan perkebunan; d. kawasan peternakan; dan e. kawasan pertanian berkelanjutan. (2) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pertanian tanaman pangan lahan basah, yang tersebar di Kecamatan Aesesa, Kecamatan Boawae, Kecamatan Wolowae,
  • 44. Kecamatan Nanggaroro dan Kecamatan Mauponggo dengan luas kurang lebih 5.663 (lima ribu enam ratus enam puluh tiga) hektar; dan b. pertanian tanaman pangan lahan kering, yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan dengan luas kurang lebih 5.349 (lima ribu tiga ratus empat puluh sembilan) hektar. (3) Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Kecamatan Aesesa Selatan, Kecamatan Boawae dan Kecamatan Mauponggo dengan luas kurang lebih 47.831 (empat puluh tujuh ribu delapan ratus tiga puluh satu) hektar, yang dikembangkan pula sebagai kawasan agropolitan dengan komoditi unggulan berupa buah-buahan meliputi pisang, mangga, jeruk dan jahe; sedangkan sayur-sayuran meliputi bawang merah, bawang putih, tomat, cabe dan kacang panjang. (4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tersebar di seluruh wilayah kecamatan dengan luas kurang lebih 16.404 (enam belas ribu empat ratus empat) hektar. (5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi ternak besar dan ternak kecil yang tersebar di Kecamatan Aesesa, Kecamatan Aesesa Selatan, Kecamatan Wolowae, Kecamatan Boawae dan Kecamatan Nangaroro dengan luas kurang lebih 19.634 (sembilan belas ribu enam ratus tiga puluh empat) hektar. (6) Kawasan pertanian berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan pada daerah irigasi kabupaten dan daerah irigasi nasional yang berada di wilayah kabupaten seluas lebih kurang 9.936 (sembilan ribu sembilan ratus tiga puluh enam) hektar. Paragraf 3 Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 31
  • 45. (1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c dengan luas kurang lebih 47.922 (empat puluh tujuh ribu sembilan ratus dua puluh dua) hektar meliputi: a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;dan b. kawasan peruntukan budidaya perikanan. (2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. kawasan peruntukan perikanan di pesisir selatan terdapat di Kecamatan Nangaroro, Kecamatan Keo Tengah dan Kecamatan Mauponggo dengan luas kurang lebih 20.000 (dua puluh ribu) hektar; dan b. kawasan peruntukan perikanan di pesisir utara terdapat di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Wolowae dengan luas kurang lebih 25.000 (dua puluh lima ribu) hektar. (3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di wilayah pesisir utara dan pesisir selatan Kabupaten Nagekeo dengan luas kurang lebih 2.922 (dua ribu sembilan ratus dua puluh dua) hektar. (4) Pelabuhan Nangadhero di Kecamatan Aesesa dan Pelabuhan Nangaroro di Kecamatan Nangaroro yang berfungsi sebagai pelabuhan khusus perikanan. Paragraf 4 Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 32 (1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d berupa kawasan peruntukan pertambangan mineral dengan luas kurang lebih 1.857 (seribu delapan ratus lima puluh tujuh) hektar. (2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
  • 46. a. kawasan peruntukan pertambangan batu gamping terdapat di Kecamatan Boawae dan Kecamatan Nangaroro; b. kawasan peruntukan pertambangan batu besi terdapat di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Aesesa Selatan; c. kawasan peruntukan pertambangan batu pasir terdapat di Kecamatan Keo Tengah, Kecamatan Aesesa, Kecamatan Nangaroro dan Kecamatan Boawae; d. kawasan peruntukan pertambangan batu pasir besi terdapat di Kecamatan Nangaroro dan Kecamatan Mauponggo; e. kawasan peruntukan pertambangan mangan terdapat di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Aesesa Selatan; f. kawasan peruntukan pertambangan tembaga terdapat di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Aesesa Selatan; g. kawasan peruntukan pertambangan marmer terdapat di Kecamatan Aesesa Selatan dan Kecamatan Wolowae; h. kawasan dengan indikasi potensi pertambangan emas terdapat di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Aesesa Selatan; i. kawasan dengan indikasi potensi pertambangan gipsum terdapat di Kecamatan Wolowae; j. kawasan peruntukan pertambangan tanah liat dan lempung terdapat di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Wolowae; dan k. kawasan peruntukan pertambangan batu warna terdapat di Kecamatan Nangaroro. Paragraf 5 Kawasan Peruntukan Industri Pasal 33 (1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf e berupa kawasan peruntukan industri menengah dan industri rumah tangga dengan luas kurang lebih 7.439 (tujuh ribu empat ratus tiga puluh sembilan) hektar.
  • 47. (2) Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan luas kurang lebih 5.439 (lima ribu empat ratus tiga puluh sembilan) hektar, meliputi: a. kawasan industri pengolahan perikanan terpadu berupa Tempat Pelelangan Ikan dan kawasan pengolahan hasil ikan di kawasan pesisir di Marapokot dan Nangadhero di Kecamatan Aesesa; dan b. kawasan industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri) dan pertambangan di Desa Nggolonio dan Desa Waekokak di Kecamatan Aesesa. (3) Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu berupa kawasan peruntukan industri garam yang terdapat di Kecamatan Aesesa dan Kaburea di Kecamatan Wolowae dengan luas kurang lebih 2.000 (dua ribu) hektar. Paragraf 6 Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 34 (1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf f dengan luas kurang lebih 7.109 (tujuh ribu seratus sembilan) hektar meliputi: a. kawasan peruntukan pariwisata budaya; b. kawasan peruntukan pariwisata alam; dan c. kawasan peruntukan pariwisata buatan. (2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas kurang lebih 140 (seratus empat puluh) hektar meliputi : a. kawasan peruntukan pariwisata kawasan utara yang meliputi Perkampungan Tradisional di Kecamatan Aesesa dan Wolowae; b. kawasan peruntukan pariwisata kawasan tengah yang meliputi Perkampungan Tradisional di Kecamatan Boawae, dan Perkampungan Tradisional di Kecamatan Aesesa Selatan; dan c. kawasan peruntukan pariwisata kawasan selatan yang meliputi Perkampungan Tradisional di Kecamatan Mauponggo,
  • 48. Perkampungan Tradisional di Kecamatan Keo Tengah dan Kecamatan Nangaroro. (3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas kurang lebih 1.770 (seribu tujuh ratus tujuh puluh) hektar meliputi: a. kawasan peruntukan pariwisata Kota Mbay yang meliputi kawasan sumber air panas Puta di Kecamatan Aesesa, kawasan pantai Watundoa -Marapokot – Nangadhero - Anakoli dan kawasan sekitar Gua Jepang; b. kawasan peruntukan pariwisata kawasan tengah yang meliputi kawasan sekitar Gunung Ebulobo; dan c. kawasan peruntukan pariwisata pesisir selatan yang meliputi Pantai Ena Gera di Kecamatan Mauponggo dan Pantai Tonggo di Kecamatan Nangaroro . (4) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dengan luas kurang lebih 5.199 (lima ribu seratus sembilan puluh sembilan) hektar meliputi: a. kawasan peruntukan pariwisata Kota Mbay yang meliputi kawasan Agrowisata Mbay dan kawasan Bendungan Sutami di Kecamatan Aesesa; dan b. kawasan peruntukan pariwisata pesisir selatan yang meliputi kawasan perkebunan di pesisir selatan Kabupaten Nagekeo. Paragraf 7 Kawasan Peruntukan Permukiman Pasal 35 (1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g dengan luas kurang lebih 108.955 (seratus delapan ribu sembilan ratus lima puluh lima) hektar meliputi: a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
  • 49. (2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di perkotaan Aesesa di Kecamatan Aesesa dengan luas kurang lebih 37.095 (tiga puluh tujuh ribu sembilan puluh lima) hektar. (3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tersebar di seluruh kecamatan, yaitu di Kecamatan Aesesa, Kecamatan Wolowae, Kecamatan Mauponggo, Kecamatan Keo Tengah, Kecamatan Nangaroro dan Kecamatan Aesesa Selatan dengan luas kurang lebih 71.860 (tujuh puluh satu ribu delapan ratus enam puluh) hektar. Paragraf 8 Kawasan Peruntukan Ruang Terbuka Hijau Pasal 36 Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf h dengan luas kurang lebih 27.229 (dua puluh tujuh ribu dua ratus dua puluh sembilan) hektar meliputi : a. kawasan RTH sempadan sungai; b. kawasan RTH sempadan waduk, bendungan, situ, danau, dan mata air; c. kawasan RTH sempadan pantai; d. kawasan RTH hutan kota; e. kawasan RTH taman rekreasi; dan f. kawasan RTH sempadan jalan. Paragraf 9 Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan Pasal 37 Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf i, dengan luas kurang lebih 30 (tiga puluh) hektar meliputi :
  • 50. a. kawasan peruntukan pelayanan pertahanan dan keamanan setingkat rayon/sektor di masing-masing kecamatan;dan b. kawasan peruntukan pelayanan pertahanan dan keamanan setingkat distrik/resort di pusat perkotaan Mbay. BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Pasal 38 (1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Nagekeo meliputi: a. kawasan strategis nasional; dan b. kawasan strategis kabupaten. (2) Rencana kawasan strategis digambarkan pada peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 39 Kawasan Strategis Nasional yang ada di Kabupaten Nagekeo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a adalah KAPET Mbay yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi. Pasal 40 (1) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b meliputi : a. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi; b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya; c. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan d. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan. (2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
  • 51. a. kawasan perkotaan Mbay di Kecamatan Aesesa yang berfungsi sebagai pusat KAPET Mbay dan ibukota Kabupaten Nagekeo; b. kawasan Lambo di Kecamatan Aesesa sebagai kawasan Kota Terpadu Mandiri; dan c. kawasan Pelabuhan Marapokot. (3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa perkampungan tradisional dan kawasan situs arkeologi Olabula di Kecamatan Boawae. (4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di kawasan sekitar Sungai Aesesa dan Taman Laut Tonggo di Kecamatan Nangaroro. (5) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas: a. diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan pertahanan dan keamanan negara berdasarkan geostrategis nasional;dan b. diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan. BAB VI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Pasal 41 (1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten merupakan indikasi program utama yang memuat uraian program atau kegiatan, sumber pendanaan, instansi pelaksana dan tahapan pelaksanaan. (2) Pelaksanaan RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat) tahapan meliputi: a. Tahap I (tahun 2011-2016); b. Tahap II (tahun 2016-2021); c. Tahap III (tahun 2021-2026); dan d. Tahap IV (tahun 2026-2031).
  • 52. (3) Prioritas pelaksanaan pembangunan disusun berdasarkan atas kemampuan pembiayaan dan kegiatan yang mempunyai efek ganda sesuai arahan umum pembangunan daerah. (4) Prioritas pembangunan yang menjadi komitmen seluruh jajaran pemerintahan Kabupaten Nagekeo dan masyarakatnya meliputi: a. pengembangan Perkotaan Mbay sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Nagekeo sekaligus sebagai pusat pengembangan utama Kabupaten; b. membuka dan mengembangkan potensi kawasan strategis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah seperti pengembangan agropolitan, pengembangan kawasan industrial estate, pengembangan kawasan agroindustri, pariwisata dan pertanian tanaman pangan; c. membuka dan mengembangkan kawasan perbatasan, tertinggal dan terisolir dengan pengembangan sistem jaringan jalan yang dapat menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan wilayah, perkotaan dan perdesaan; d. pengembangan dan peningkatan sistem transportasi yang terintegrasi dengan wilayah pusat-pusat pertumbuhan regional- nasional yang direncanakan terpadu antara jaringan jalan, terminal dan pelabuhan; e. membangun prasarana dan sarana pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan di masing-masing pusat pertumbuhan wilayah dimana pembangunan sesuai fungsi dan peranannya baik wilayah perkotaan maupun perdesaan; f. dukungan pembangunan sarana dasar wilayah seperti jaringan listrik, telepon dan air bersih, agribisnis hulu dan hilir, promosi yang dapat menunjang perkembangan pusat-pusat pelayanan wilayah, industri, pertanian dan pariwisata; g. penanganan dan pengelolaan kawasan DAS, sumber mata air, pembangunan dan pengembangan sumber daya alam berlandaskan kelestarian lingkungan; dan
  • 53. h. peningkatan sumber daya manusia dengan penguasaan ilmu dan teknologi, keterampilan dan kewirausahaan dalam mempersiapkan penduduk pada semua sektor, menghadapi tantangan globalisasi dan pasar bebas. (5) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten disusun dengan kriteria: a. mendukung perwujudan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis kabupaten; b. mendukung program utama penataan ruang nasional dan provinsi; c. realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu perencanaan; d. konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun, baik dalam jangka waktu tahunan maupun antar lima tahunan; dan e. sinkronisasi antar program harus terjaga. Pasal 42 (1) Program pemanfaatan ruang disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan kerjasama pendanaan. (3) Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 43 (1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
  • 54. (2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas : a. ketentuan umum peraturan zonasi; b. ketentuan perizinan; c. ketentuan insentif dan disinsentif;dan d. arahan pengenaan sanksi. Bagian Kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pasal 44 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas : a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang;dan c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan strategis. Paragraf 1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Struktur Ruang Pasal 45 Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. rencana sistem perkotaan wilayah;dan b. rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten. Pasal 46 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi rencana sistem perkotaan wilayah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a terdiri atas: a. sistem perkotaan;dan b. sistem perdesaan.
  • 55. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. kawasan perkotaan diperuntukan bagi kegiatan intensitas tinggi dengan mengutamakan fungsi perdagangan dan jasa, industri, permukiman, dan fasilitas umum sesuai dengan karakter perkotaan di Kabupaten Nagekeo; b. intensitas kegiatan tinggi dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) sesuai dengan peruntukan masing-masing dengan menyediakan RTH minimum 20% (dua puluh persen) sebagai RTH publik dan 10% (sepuluh persen) RTH privat;dan c. pengendalian fungsi kawasan sesuai dengan peraturan zonasi dan perkembangan yang ada pada setiap kawasan perkotaan. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. kawasan perdesaan diperuntukan bagi kegiatan intensitas rendah dengan mengutamakan fungsi pertanian dan pendukung kegiatan agropolitan sesuai dengan potensi kawasan perdesaan di Kabupaten Nagekeo; b. intensitas kegiatan rendah dengan KDB, KLB dan KDH sesuai dengan peruntukan masing-masing;dan c. pengendalian fungsi kawasan sesuai dengan peraturan zonasi dan perkembangan yang ada pada setiap kawasan perdesaan. Pasal 47 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b terdiri atas: a. sistem jaringan prasarana jalan; b. sistem jaringan prasarana energi; c. sistem jaringan sumber daya air; d. sistem jaringan telekomunikasi;dan
  • 56. e. sistem jaringan prasarana lainnya. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem jaringan prasarana jalan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi ketentuan umum pengaturan zonasi pada sistem jaringan prasarana jalan arteri primer/kolektor primer/lokal primer, dengan rincian sebagai berikut : a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer disusun dengan memperhatikan: 1. jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter; 2. jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata; 3. pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal. 4. jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) masih tetap terpenuhi; 5. persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4); 6. jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus;dan 7. lebar ruang pengawasan jalan arteri primer minimal 15 (limabelas) meter. b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer disusun dengan memperhatikan: 1. jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter;
  • 57. 2. jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata; 3. jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) masih tetap terpenuhi; 4. persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus; dan 5. lebar ruang pengawasan jalan kolektor primer minimal 10 (sepuluh) meter. c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan jalan lokal primer disusun dengan memperhatikan: 1. jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter; 2. jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus; dan 3. lebar ruang pengawasan jalan lokal primer minimal 7 (tujuh) meter. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan sekitar sistem jaringan prasarana energi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. permukiman, perdagangan jasa dan fasilitas umum dapat dikembangkan di sekitar prasarana energi dengan radius 20-25 (dua puluh sampai dua puluh lima) meter dari prasarana energi; b. intensitas bangunan yakni KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan jenis peruntukan yang akan dilakukan sebagaimana ketetapan sebelumnya; dan