SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 79
Landasan Pendidikan
Oleh:
PIPIT RIKA WIJAYA
Dosen Pengampu: Dr. Dimyati, M.Pd
Program Studi Teknologi Pembelajaran
Program Pascasarjana IKIP PGRI Jember
2014
I. Pengertian Profesi Mengajar
A. Memilih Karir Mengajar
Motivasi sebagai suatu proses yang mendorong, mengarahkan dan
memelihara perilaku manusia ke arah pencapaian suatu tujuan. Segala sesuatu
yang ada di dalam diri manusia membentuk motivasi. Ramuan motivasi meliputi
partisipasi, komunikasi dan insentif. Kunci keberhasilan pengembangan dalam
motivasi adalah melalui pemberian imbalan yang bernilai dan berkaitan dengan
kemajuan kinerja yang didistribusikan secara berkeadilan. Sehingga akan
memberikan pengalaman yang memberikan kepuasan untuk mendorongnya
melaksanakan tugasnya secara lebih baik di masa mendatang. Pekerjaan yang
motivasional mengandung banyak imbalan dapat diklasifikasikan menjadi
imbalan ekstrinsik dan imbalan intrinsik. Imbalan ekstrinsik berasal dari luar diri
seseorang dan biasanya berasal dari pihak atasan yang meliputi antara lain
pemberian insentif, promosi, pengangkatan sebagai pegawai tetap dan lain
sebagainya. Imbalan intrinsik atau imbalan alamiah berasal dari dalam diri
seseorang yang bersumber dari kesadaran akan kompetensi yang dimiliki sebagai
akibat dari pengalaman masa lalu. Imbalan intrinsik tidak bergantung pada faktor
dari luar (Djatmiko, 2004).
Menurut Danim (2004), ada tiga faktor yang paling dominan dalam
menentukan perilaku manusia dalam bekerja, yaitu motivasi, kesejahteraan dan
kepuasan. Kebutuhan manusia sendiri terdiri dari lima tingkatan yang sifatnya
berjenjang, dimana teori ini dikenal dengan teori hierarki kebutuhan menurut
Maslow. Jika kebutuhan pertama telah terpenuhi, maka orang akan berusaha
mencapai pemenuhan kebutuhan kedua, dan demikian seterusnya. Adapun lima
tingkatan tersebut sebagai berikut:
 Tingkat 1 : fisik atau biologis
 Tingkat 2 : rasa aman
 Tingkat 3 : rasa disertakan, rasa cinta dan aktifitas sosial
 Tingkat 4 : rasa hormat
 Tingkat 5 : realisasi atau aktualisasi diri
Setiap individu memiliki motivasi yang berbeda, alasan-alasan tertentu
tentang keputusan memilih guru sebagai profesinya. Sebagian besar alasan yang
dikemukakan adalah: (1) menyukai anak-anak; (2) ingin menjadi bagian dari
dunia kependidikan; (3) memiliki minat kegiatan mengajar; (4) ingin mengabdi
dalam pelayanan masyarakat/sosial. Disamping itu juga, profesi guru memiliki
keuntungan-keuntungan, seperti misalnya tidak ada risiko kerja yang berarti
(insiden kecelakaan misalnya), hal itu berarti tingkat keamanan dalam bekerja
lebih tinggi daripada pekerjaan-pekerjaan lainnya; guru memiliki jaminan hari tua
dengan adanya uang pensiun yang diberikan pemerintah; profesi guru relatif
mudah dalam mempersiapkan pengajaran dibandingkan dengan pelatihan yang
dibutuhkan oleh beberapa profesi lainnya. Kadang juga rasa kagum terhadap guru
sekolah di masa lalu membuat seseorang memutuskan menjadi guru. Terlepas dari
apapun motivasi yang mendasari seseorang menjadi guru, hal itu bisa memacu
semangat bekerja dan melaksanakan tugas guru dengan ranggungjawab.
Meskipun risiko kerja guru hampir tidak ada, namun tidak bisa dipungkiri
bahwa profesi guru ada tantangan dan hambatan dalam kegiatan pengajaran.
Risiko itu akan semakin tinggi saat seseorang baru kali pertama mengajar karena
belum memiliki pengalaman dalam menguasai kelas. Tantangan dan hambatan itu
bisa berupa lingkungan baru bila penempatan mengajar jauh dari daerah domisili;
karakteristik siswa yang berbeda satu sama lain; hubungan antarguru, karyawan,
kepala sekolah dan pemangku kepentingan. Tingkat keberagaman siswa lebih
tinggi di perkotaan daripada di desa. Keberagaman itu meliputi perbedaan budaya,
etnis, bahasa, dan perbedaan sosial ekonomi. Perbedaan tersebut rentan
menimbulkan diskomunikasi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Hal tersebut bisa diatasi dengan peningkatan keragaman guru yaitu menempatkan
guru yang memiliki kultur yang sama dengan siswa-siswanya. Sehingga siswa
akan merasa seperti di rumah dan nyaman dalam proses pembelajaran.
Solusi lain yang bisa diterapkan adalah akreditasi program persiapan guru
dengan menguji kemampuan setiap program untuk dapat menjamin bahwa calon
guru memiliki pengetahuan dan ketrampilan sehingga memenuhi syarat untuk
mengajar dimanapun. Menurut Hammond (2009), akreditasi program persiapan
guru menjamin calon guru dapat: (1) menguasai bidang ilmunya dengan baik dan
mengetahui cara mengajarkannya pada siswa; (2) mengerti cara belajar dan
berkembang siswa; (3) memahami bahasa serta budaya mereka sendiri dan
mengetahui cara mempelajari budaya lain; (4) mengetahui cara mengembangkan
kurikulum serta aktifitas belajar yang menghubungkan pengetahuan guru
mengenai siswanya dengan kebutuhan pembelajaran siswa; (5) mengetahui cara
mengajarkan mata pelajaran tertentu melalui cara yang dapat dipahami siswa dari
berbagai kalangan; (6) mengetahui cara menggunakan serta mengembangkan
penilaian menjadi ukuran standar pembelajaran dan cara menggunakan hasil
penilaian untuk merencanakan pengajaran yang memenuhi kebutuhan
pembelajaran siswa; (7) mengetahui cara menciptakan dan mengelola kelas yang
terencana dan penuh hormat; (8) mampu mengidentifikasi serta membuat rencana
kebutuhan pembelajaran siswa; (9) mampu mengembangkan intervensi,
perubahan jalur, serta merevisi strategi yang digunakan jika perlu; dan (10)
mampu bekerjasama dengan orangtua siswa dan koleganya agar memiliki
kesamaan visi dan memberikan dukungan bersama terhadap pembelajaran siswa.
Semua tantangan dan hambatan tersebut merupakan bagian dari kondisi kerja
yang harus dilalui oleh guru. Risiko guru bertambah ketika guru juga harus
memastikan bahwa semua siswa yang dibimbing menunjukkan peningkatan
keterampilan dan daya nalar, dan akhirnya lulus dengan nilai yang memuaskan.
B. Permintaan/Penawaran & Gaji Pengajar
Profesi guru bisa dikatakan pekerjaan yang tertua diantara pekerjaan yang
pernah ada. Guru ada sejak manusia telah mampu berpikir dan mengenal ilmu
pengetahuan. Dalam sejarah Indonesia, guru mulai ada saat jaman kerajaan
Hindu-Budha. Saat jaman penjajahan bangsa Eropa, pendidikan di Indonesia
berkembang karena adanya politik etis yang diterapkan oleh penjajah.
Selanjutnya, dalam penjajahan Jepang, bidang pendidikan di Indonesia
dimobilisasi oleh Jepang guna kepentingan Perang Asia Timur Raya. Setelah
Indonesia merdeka, pada tanggal 25 Nopember 1945 Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) didirikan. Mulai saat itulah banyak lulusan calon guru yang
dihasilkan di Indonesia.
Sekarang di dunia kependidikan muncul istilah Guru Tidak Tetap (GTT).
Menurut Suciptoardi (2010), menjelaskan mengenai GTT sebagai berikut:
A. GTT (Guru Tidak Tetap) Sekolah Negeri adalah istilah yang lazim “dicapkan”
atau disebut oleh pihak sekolah untuk guru yang:
1. diangkat berdasarkan kebutuhan pada satuan pendidikan (sekolah) dengan
disetujui kepala sekolah
2. kewenangan bertumpu kepada kepala sekolah, baik pengangkatan juga
pemberhentian
3. menandatangani kontak kerja selama jangka waktu tertentu, setahun atau
lebih sesuai dengan kebutuhan sekolah
4. dibiayai atau digaji berdasarkan sumbangan dari masyarakat dan tunjangan
fungsional duaratus ribu rupiah sampai dengan tujuhratus ribu perbulan
tergantung kebijakan dari Kepala Sekolah, khusus yang memenuhi kuota
duapuluh empat jam dengan berbagai pertimbangan, baik itu jam mengajar
dari beberapa sekolah, sebagai wali kelas, pembina ekstrakurikuler, tim IT
sekolah, staf, dan jabatan lainnya dalam koridor pendidikan
5. tunjangan fungsional adalah “jasa baik” Pemda, walaupun legal, akan
tetapi tidak masuk dalam kategori dari “pembiayaan APBD”
6. dengan demikian, GTT adalah guru yang tidak masuk anggaran APBN dan
APBD
B. GTT adalah bukan Guru PTT (Pegawai Tidak Tetap) yang seringkali disama
artikan atau tersamarkan sebagai guru honor. Dalam terminologi legal yang
berlaku di beberapa anggota DPR, surat kabar, dan Pemda, guru honor untuk
menyebut Guru PTT. Dalam arti demikian, sekali lagi, GTT bukan Guru PTT
C. GTT sampai hari ini, belum memiliki payung hukum, baik dalam provinsi
maupun nasional. Sehingga, pihak-pihak yang miskin hati nuraninya, dapat
dengan mudah menyingkirkan GTT disatuan pendidikan, baik itu di sekolah
negeri ataupun swasta. Namun, GTT yang berani dan cerdas, akan bergabung
ke serikat guru atau organisasi guru lainnya yang legal sebagai forum untuk
berjuang demi pengakuan legal serta faktual
D. GTT memiliki gaji yang kecil bila dibandingkan dengan PNS, yang secara
jelas memiliki tanggungjawab sama. Kenyataan ini, seringkali memunculkan
kecemburuan yang rasional dan realistis
E. GTT termasuk guru yang kurang peduli, dan kurang semangat dalam
menyuarakan kepentingan mereka, kecuali kalau sudah terancam, baik itu
diberhentikan, dikurangi jam mengajar, atau dipersilahkan untuk keluar dari
sekolah negeri
Guru Tidak Tetap semakin sulit untuk menjadi guru tetap dengan adanya
SE Mendagri RI No 814.1/169/SJ tentang larangan pengangkatan tenaga honorer.
Kecilnya penghasilan yang didapat mengharuskan guru tidak tetap untuk mencari
rupiah di luar profesinya. Hal ini memunculkan fenomena dalam dunia
pendidikan, dimana semakin berkurangnya minat mahasiswa menempuh
pendidikan guru. Upaya peningkatan gaji guru tidak tetap masih sekadar wacana
namun patut diapresiasi. Seperti di Padang dan Kepulauan Meranti Selat Panjang,
semua keputusan bermuara pada sidang DPRD setempat. Sedangkan, presiden
Yudhoyono terus-menerus berpesan agar guru berdoa dan bekerja keras untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena bila ekonomi Indonesia
meningkat maka penerimaan negara menjadi meningkat, sehingga APBN
meningkat. Peningkatan ABDN tersebut akan berimbas pada peningkatan
anggaran di bidang pendidikan yang pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan guru. Selanjutnya, ada klaim dari Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi
Santoso yang menilai bahwa gaji dan tunjangan guru di Indonesia saat ini sudah
lebih baik dari sebelumnya. Hal ini senada dengan pernyataan Anggota Komisi X
DPR RI, Reni Marlinawati, juga menyampaikan kalau saat ini kesejahteraan guru
lebih baik meski masih dibutuhkan adanya peningkatan kesejahteraan bagi guru
khususnya mereka yang masih honorer. Terlepas dari benar tidaknya pernyataan
diatas, upaya dalam meningkatkan kesejahteraan guru yang dilakukan oleh
pemangku kepentingan memang patut diapresiasi. Tugas masyarakat ikut
memantau dan mengawasi setiap perkembangan bidang pendidikan.
C. Mempersiapkan Guru
Upaya peningkatan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas
para pendidik. Kualitas pendidik juga berintegrasi dengan sumberdaya pendidikan
lainnya. Bila kualitas sumberdaya pendidikan sudah baik namun tidak didukung
dengan kualitas guru yang memadai, maka tidak akan tercapai kegiatan
pembelajaran yang maksimal. Sebaliknya, meskipun kualitas guru sudah memadai
namun tidak adanya sumberdaya pendidikan yang baik, juga akan mempengaruhi
kinerja guru tersebut. Oleh karena itulah, dilakukan peningkatan kualitas
pendidikan dengan meningkatkan kualitas guru. Implikasi dari meningkatkan
kualitas guru adalah dengan diberlakukannya sertifikasi guru. Hal itu disahkan
dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahuhn 2005 tentang Guru dan Dosen,
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 18 Tahun 2007 tentang
Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
RI No. 057/O/2007 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi
Bagi Dosen dalam Jabatan.
Bila dibandingkan dengan guru di negara-negara lain, seperti misalnya di
Jepang, kesejahteraan hidup guru di Indonesia masih rendah. Demi mencukupi
kebutuhan hidup, sebagian besar guru bekerja sambilan di luar tugas mengajar.
Kerja ganda yang dilakukan guru tersebut ditakutkan menurunkan kualitas
mengajar pada siswa-siswanya sehingga akan menurunkan kualitas standar
nasional pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Saat guru lulus ujian
sertifikasi, maka akan mendapatkan reward atau ganjaran berupa pemberian
tunjangan profesional yang berlipat dari gaji yang diterima oleh guru. Diharapkan
tidak akan ada lagi guru-guru yang bekerja di luar tugas mengajar karena
kesejahteraannya telah terpenuhi.
Sertifikasi adalah pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut: kualifikasi akademik, kompetensi, sehat
jasmani dan rohani dan kemampuan mewujudkan tujuan standar pendidikan
nasional. Menurut Muslich (2007), kualifikasi akademik dapat dibuktikan dengan
kepemilikan ijasah pendidikan tinggi program sarjana atau D-4, baik
kependidikan maupun nokependidikan. Kualifikasi kompetensi yang meliputi
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional diperoleh melalui
pendidikan profesi dan/atau uji sertifikasi. Uji kompetensi sekaligus merupakan
bukti kemampuan mewujudkan tujuan standar pendidikan nasional. Sedangkan
kualifikasi sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan keterangan dokter.
Menurut Phury (2011), Pada dasarnya pelaksanaan sertifikasi guru
mempunyai banyak tujuan. Berikut ini beberapa tujuan utama sertifikasi guru:
a) Menentukan kelayakan guru sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen
pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses pembelajaran. Guru
yang sudah menerima sertifikat pendidik dapat diartikan sudah layak menjadi
agen pembelajaran
b) Meningkatkan proses dan mutu pendidikan. Mutu pendidikan antara lain dapat
dilihat dari mutu siswa sebagai basil proses pembelajaran. Mutu siswa ini di
antaranya ditentukan dari kecerdasan, minat, dan usaha siswa yang
bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti berkualitas dan profesional
menentukan mutu siswa
c) Meningkatkan martabat guru. Dari bekal pendidikan formal dan juga berbagai
kegiatan guru yang antara lain ditunjukkan dari dokumentasi data yang
dikumpulkan dalam proses sertifikasi maka guru akan mentransfer lebih
banyak ilmu yang dimiliki kepada siswanya. Secara psikologis kondisi
tersebut akan meningkatkan martabat guru yang bersangkutan
d) Meningkatkan profesionalisme. Guru yang profesional antara lain dapat
ditentukan dari pendidikan, pelatihan, pengembangan diri, dan berbagai
aktivitas lainnya yang terkait dengan profesinya. Langkah awal untuk menjadi
profesional dapat ditempuh dengan mengikuti sertifikasi guru.
Selain mempunyai tujuan, pelaksanaan sertifikasi guru juga mempunyai
beberapa manfaat. Manfaat utama dari sertifikasi guru adalah sebagai berikut:
a) Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang merugikan citra profesi
guru. Guru yang telah mempunyai sertifikat pendidik harus dapat menerapkan
proses pembelajaran di kelas sesuai dengan teori dan praktik yang telah teruji
b) Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan
profesional. Sekolah yang mempunyai mutu pendidikan baik ditentukan dari
mutu guru dan mutu proses pembelajaran di kelas. Dengan sertifikasi, mutu
guru diharapkan akan meningkat sehingga meningkatkan mutu sekolah. Pada
akhirnya, masyarakat dapat menilai kualitas sekolah berdasarkan mutu
pendidikannya
c) Menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) yang bertugas menyiapkan calon guru juga berfungsi
sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan
d) Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan
eksternal yang berpotensi menyimpang dari ketentuan yang berlaku
e) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi guru. Hasil sertifikasi di antaranya
dapat digunakan sebagai cara untuk menentukan imbalan yang sesuai dengan
prestasinya, yaitu berupa tunjangan profesi. Cara ini dapat menghindarkan
dari praktik ketidakadilan, misalnya guru yang berprestasi hanya mendapat
imbalan kecil. Dengan demikian, kesejahteraan guru dapat meningkat sesuai
dengan prestasi yang diraihnya. Namun, satu hal yang perlu ditekankan adalah
bahwa tunjangan profesi bukan menjadi tujuan utama sertifikasi. Tunjangan
profesi merupakan konsekuensi logis yang menyertai kompetensi guru.
Pemberlakuan sertifikasi guru bukan tanpa masalah. Berikut ini adalah
beberapa permasalahan terkait dengan program sertifkasi guru, baik di daerah
maupun di ibukota:
1. Rata-rata nilai guru pada tahap pertama hanya berkisar pada angka 43,82.
Padahal untuk lulus, guru harus mendapat nilai rata-rata 70
2. Tidak ada perbedaan antara guru yang telah tersertifikasi dengan guru yang
belum/tidak tersertifikasi terhadap hasil belajar siswa. Sehingga ada tiga hal
yang harus dibenahi:
 Menghilangkan formalitas penyelenggaraan program sertifikasi guru
karena adanya kebiasaan formalitas birokrasi
 Mengaitkan program sertifikasi guru dengan pembenahan LPTK dalam
pengadaan dan perekrutan calon guru di perguruan tinggi karena LPTK
sekarang ini lebih mengejar orientasi ke nonpendidikan
 Menyelenggarakan program sertifikasi guru agar lebih berbasis di kelas
karena proses sertifikasi guru berjalan terpisah dengan peningkatan mutu
proses belajar mengajar di kelas
3. Guru tidak menerima dana sertifikasi guru antara dua sampai enam bulan,
pembayaran dana sertifikasi guru tidak pernah genap duabelas bulan,
pemotongan gaji pokok bagi pengawas. Kasus ini terjadi di Lampung dan
PGRI Lampung telah melaporkan pada Kejaksaan Tinggi setempat
4. Acara sosialisasi sertifikasi guru dikomersialkan oleh oknum asesor dan dinas
pendidikan setempat, pemalsuan dokumen (pemalsuan nama, pemalsuan
tanggal, pemalsuan tanda tangan) pemotongan honor asesor, dan upaya
penyuapan. Direktur Pembinaan Diklat Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan (PMPK) Depdiknas, Sumarna Surapranata,
memberikan sejumlah rekomendasi. Diantaranya adalah melaksanakan
monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dengan melibatkan komponen
masyarakat yang relevan, melarang segala bentuk komersialisasi sosialisasi
sertifikasi guru, membuat sistem kendali mutu secara keseluruhan, dan
memberi sanksi hukum pada pihak yang melanggar. Hal ini terjadi di
Semarang
5. Dana sertifikasi guru oleh Pemda setempat diendapkan dulu di bank agar
berbunga. Kondisi tersebut diatasi dengan cara Kemdikbud dan Kemenkeu
membuat surat edaran yang berisi peringatan kepada Pemda agar menyalurkan
dana tersebut. Bila tidak, maka dana alokasi daerahnya akan ditahan. Ini
terjadi di Jakarta
6. Untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi guru harus memenuhi beberapa
syarat, antara lain beban mengajar minimal 24 jam pelajaran/minggu sesuai
bidang studi kesarjanaannya. Namun sering terjadi banyak guru yang
kekurangan jam mengajar karena jumlah guru di sekolah berlebih. Hal ini bisa
diatasi dengan memberikan tugas tambahan kepada guru yang bersangkutan,
misalkan dengan mengangkat sebagai wakil kepala sekolah atau kepala lab,
kepala bengkel dan sebagainya. Terjadi di Jakarta
7. Pemberian tunjangan sertifikasi guru yang tidak sesuai dengan PP Nomer 32
Tahun 2013 mengenai kenaikan gaji PNS. Sehingga tunjangan sertifikasi guru
yang diterima masih gaji pokok sebelum kenaikan gaji. Supartono, Kepala
DPPKAD Gunungkidul, menyatakan kebijakan itu sudah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Kementerian Keuangan, yang mengatur nilai tunjangan
sertifikasi sesuai nilai gaji pada bulan Januari yang belum naik. Ini terjadi di
Gunung Kidul Jogjakarta
8. Adanya keterlambatan pencairan tunjangan sertifikasi dikarenakan data
jumlah guru penerima sertifikasi tidak sama dengan anggaran yang diturunkan
oleh pusat. Hal ini disebabkan ada penambahan jumlah guru penerima
tunjangan di tengah tahun anggaran. Ini terjadi di Gunung Kidul Jogjakarta
9. Di Papua hanya sekitar tujuh persen lolos sertifikasi guru. Menurut Kepala
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Papua, James Modouw, hal
ini disebabkan jenjang pendidikan guru di Papua belum memenuhi standar
10. Federasi Serikat Guru Indonesia kembali menolak untuk mengikuti Uji
Kompetensi Guru gelombang kedua di Jakarta. Mereka beralasan uji
kompetensi versi pemerintah itu bukan alat ukur yang tepat untuk mengukur
kualitas guru. Uji kompetensi guru dilakukan kembali karena pada saat itu
banyak operator program yang bermasalah karena hanya dilatih dalam waktu
dua hari. Selain itu, ada masalah administrasi karena banyak peserta gagal
terkoneksi ke internet
11. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menemukan adanya kejanggalan pada
soal uji kompetensi guru dan hal substansi soal dan masalah teknis
12. Anggota Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat, Ahmad Zainuddin,
mendesak pemerintah menunda uji kompetensi guru bersertifikasi dikarenakan
banyak guru yang terkendala teknologi internet, usia, dan meragukan
transparansi dan kredibilitas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada dasarnya, program sertifikasi guru adalah upaya pemerintah untuk
meningkatkan kompetensi guru. Jika guru mempunyai kompetensi yang baik,
maka peserta didik bisa mendapatkan pengajaran yang lebih baik. Wajar saja bila
pemerintah memperhatikan kesejahteraan guru dengan memberikan gaji dan
tunjangan karena guru mempunyai berperan penting menyiapkan calon pemimpin
masa depan. Namun upaya peningkatan kemampuan para pendidik juga harus
disertai dengan kesiapan penuh pemerintah mengakomodasi segala persiapan uji
kompetensi guru tersebut. Mulai dari tahap sosialisasi program sertifikasi guru,
persiapan soal ujian yang relevan secara substansi dan teknis, serta memberikan
pelatihan pada guru yang belum lulus uji kompetensi tersebut. Jika pemerintah
melaksanakan program ini secara efektif dan efisien, maka akan tumbuh guru-
guru yang benar-benar berkompeten mengajar peserta didik. Sehingga Indonesia
akan memiliki generasi penerus bangsa yang hebat.
D. Calon Guru: Kemampuan dan Uji Kompetensi
Bila berbicara tentang kualitas pendidikan, maka kompetensi guru dalam
pembelajaran juga patut menjadi perhatian. Kompetensi guru yang mumpuni akan
berdampak positif dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Sebenarnya untuk mendapatkan tenaga pendidik yang berkualitas, dimulai pada
saat perekrutan calon guru di perguruan tinggi. Motivasi dan tujuan akhir yang
ingin dicapai oleh calon guru tersebut akan sangat mempengaruhi sikap dan
perilaku calon guru dalam menempuh gelar sarjana pendidikannya. Tahap
selanjutnya adalah proses rekrutmen yang dilakukan oleh sekolah-sekolah atau
lembaga pendidikan lainnya dalam menerima calon guru untuk mendapatkan
calon guru yang profesional dan berkualifikasi baik. Proses rekrutmen perlu
disiapkan secara matang, objektif dan bersifat komprehensif yang mencakup
semua aspek persyaratan yang harus dimiliki calon guru. Setelah menjadi guru,
seorang gurupun tetap harus meningkatkan kompetensinya. Hal itu bisa melalui
supervisi pendidikan, program sertifikasi dan program tugas belajar. Pembinaan
moral kerja guru juga perlu ditingkatkan guna mendukung kompetensinya.
Kompetensi guru diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menyebutkan bahwa
kompetensi guru dan dosen adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru yang dimaksud adalah
pertama, kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kedua, kompetensi kepribadian,
yaitu kemampuan pribadi guru yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa
serta menjadi teladan peserta didik. Ketiga, kompetensi profesional, yaitu
kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Keempat,
kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta
didik dan masyarakat sekitar (Rojai, 2013).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Fuad Hassan,
menguraikan tugas-tugas guru melalui sepuluh kemampuan dasar guru yaitu: (1)
kemampuan mengembangkan kepribadian; (2) kemampuan menguasai landasan
kependidikan; (3) kemampuan menguasai bahan pengajaran; (4) kemampuan
menyusun program pengajaran; (5) kemampuan melaksanakan program
pengajaran; (6) kemampuan menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan; (7) kemampuan menyelenggarakan program bimbingan; (8)
kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah; (9) kemampuan berinteraksi
dengan teman sejawat dan masyarakat; dan (10) kemampuan menyelenggarakan
penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran (Darmadi, 2009).
Kemampuan guru perlu diujikan dalam istilah Uji Kompetensi Guru
(UKG). Pengujian ini diperlukan untuk mengukur tingkat kompetensi yang
disyaratkan pada tiap-tiap guru. Bila dalam uji kompetensi guru dinyatakan lulus,
berarti guru tersebut setidaknya memiliki dan menguasai empat kompetensi guru
dan berhak mendapat tunjangan profesi. Uji kompetensi guru ini juga berfungsi
untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru yang berkaitan dengan
pembangunan di bidang pendidikan di tiap kabupaten/kota. Pada akhirnya, akan
mengerucut pada kualitas standar pendidikan nasional. Mulyasa (2008),
menjelaskan mengenai uji kompetensi guru sebagai berikut: (1) sebagai alat untuk
mengembangkan standar kemampuan profesional guru; (2) merupakan alat seleksi
penerimaan guru; (3) untuk pengelompokan guru; (4) sebagai bahan acuan dalam
pengembangan kurikulum; (5) merupakan alat pembinaan guru; dan (6)
mendorong kegiatan dan hasil belajar.
E. Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
Guru merupakan seorang agen perubahan sikap dan perilaku peserta didik
untuk menjadi terdidik. Peran itu menjadi sangat penting mengingat adanya tujuan
standar pendidikan nasional yang ingin dicapai pemerintah. Dalam melaksanakan
perannya, tentu akan memunculkan pikiran, perasaan dan keinginan yang akan
mempengaruhi sikapnya. Sikap tersebut diistilahkan dengan kepuasan kerja. Pada
profesi guru, kepuasan kerja akan dapat dilihat dari sikap-sikap positif saat
bekerja. Sebaliknya, bila guru tidak mengalami kepuasan kerja maka sikap negatif
akan tercermin saat bekerja.
Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut
(Hasibuan, 2009): (1) balas jasa yang adil dan layak; (2) penempatan yang tepat
sesuai dengan keahlian; (3) berat-ringannya pekerjaan; (4) suasana dan
lingkungan kerja; (5) sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan
pekerjaan; (6) sikap pimpinan dalam kepemimpinannya; (7) sifat pekerjaan
monoton atau tidak. Sedangkan Robbins (dalam Mariani, 2011), menjelaskan
beberapa hal yang menentukan kepuasan kerja, antara lain: (a) kerja yang secara
mental menantang; (b) ganjaran yang pantas; (c) kondisi kerja yang mendukung;
(d) rekan kerja yang mendukung; (e) kesesuaian kerja antara kepribadian dengan
pekerjaan. Dari dua pendapat diatas, dapat disimpulkan indikator kinerja guru
antara lain:
1. Motivasi
2. Status kepegawaian
3. Pendapatan yang diterima
4. Jenjang karir
5. Penempatan kerja
6. Kesesuaian mata pelajaran yang diampu dengan keahliannya
7. Hubungan antara sesama guru, karyawan dan kepala sekolah
8. Sikap kepala sekolah dalam kepemimpinannya
9. Sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran
10. Ukuran sekolah yang dinaungi.
Pertama, motivasi. Pada saat seseorang memutuskan menjadi guru sudah
tentu ada motivasi di balik keputusannya tersebut. Motivasi mempengaruhi sikap
dan perilaku seseorang. Sehingga pada waktu telah menjadi guru dan mengajar,
guru tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi dan akan menunjukkan
kinerja yang bagus. Kedua, status kepegawaian. Status kepegawaian guru, baik di
sekolah negeri ataupun di sekolah swasta, dibedakan menjadi dua, guru tidak tetap
dan guru tetap. Guru tetap adalah guru yang telah memiliki status minimal sebagai
pegawai negeri sipil, dan telah ditugaskan di sekolah tertentu sebagai instansi
induknya. Selaku guru di sekolah swasta, guru tersebut dinyatakan guru tetap jika
telah memiliki kewewenangan khusus yang tetap untuk mengajar di suatu yayasan
tertentu yang telah diakreditasi oleh pihak yang berwenang di kepemerintahan
Indonesia. Guru tidak tetap, disebut juga guru sukwan atau guru honorer. Status
guru tidak tetap dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh instansi yang menaungi
atau memutus perjanjian kontrak. Hal ini bisa mempengaruhi kinerja guru tersebut
karena tidak ada rasa puas dalam bekerja.
Ketiga, pendapatan yang diterima oleh guru. Faktor ini dipengaruhi oleh
status kepegawaian guru tersebut. Guru tidak tetap yang belum berstatus pegawai
negeri sipil digaji perjam pelajaran. Berbeda dengan guru tetap yang digaji besar
(minimal gaji yang diterima sesuai dengan tingkatan golongan), guru tidak tetap
digaji secara sukarela, dan bahkan di bawah gaji minimum yang telah ditetapkan
secara resmi. Karena itulah banyak guru yang berstatus tidak tetap memiliki
pekerjaan ganda. Kelebihan lain dari status guru tetap adalah mereka berhak
mengikuti uji kemampuan kompetensi dan apabila lulus maka akan menerima
pendapatan tambahan dari sertifikasi guru. Bila pendapatan guru meningkat maka
kesejahteraan guru menjadi terjamin. Sehingga tingkat kepuasan kerja guru tinggi.
Keempat, jenjang karir. Guru akan meningkatkan kinerjanya bila ada
jaminan atau keyakinan untuk akses promosi atau naik jabatan. Sehingga akan
meningkatkan nilai kepuasan kerja guru. Apalagi bila karir guru sudah mapan dan
berada di tingkatan golongan tinggi, maka tingkat kepuasan kerja guru akan
semakin besar. Kelima, penempatan kerja. Seringkali guru baru ditempatkan jauh
dari daerah domisilinya. padahal keinginan sebagian besar guru adalah
penempatan kerja di sekitar lingkungannya. Baik guru tidak tetap maupun guru
tetap mendapatkan wilayah kerja yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Namun, hal yang sering terjadi adalah guru tetap dapat mengajukan permohonan
pindah wilayah kerja dan memiliki peluang lebih besar ditempatkan sesuai dengan
permohonannya daripada guru tidak tetap. Penempatan kerja yang jauh dari
domisilinya biasanya cenderung mempengaruhi tingkat kepuasan kerja guru.
Keenam, kesesuaian mata pelajaran yang diampu dengan keahliannya.
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan
keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya.
Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Hal
ini akan mempengaruhi guru dalam hal membuat perencanaan dan persiapan
mengajar, penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa, penguasaan
metode dan strategi mengajar, pemberian tugas-tugas kepada siswa, kemampuan
mengelola kelas dan kemampuan guru melakukan penilaian dan evaluasi. Bila
guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya
cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas
pada diri mereka terhadap pekerjaannya. Rasa kecewa akan menghambat
perkembangan moral kerja guru.
Ketujuh, hubungan antara sesama guru, karyawan dan kepala sekolah.
Hubungan yang harmonis antarpelaku satuan pendidikan bisa melahirkan suasana
yang kondusif dan iklim pembelajaran interaktif yang menyenangkan. Faktor ini
berkaitan dengan komunikasi organisasi. Hal ini dipertegas oleh Muhammad
(2007), yang menyatakan bahwa kepuasan dengan komunikasi muncul dari faktor
kepuasan dengan ketepatan informasi yang mencakup tingkat kepuasan
penerimaan informasi, perubahan administratif dan staf dan lain sebagainya.
Faktor kedua adalah peuasan dengan komunikasi teman sejawat yang mencakup
komunikasi horizontal, informal dan tingkat kepuasan yang timbul dari diskusi
masalah dan mendapatkan informasi dari teman sejawat. Faktor selanjutnya
adalah kepuasan dengan keterlibatan dalam komunikasi organisasi sebagai satu
kesatuan, yang mencakup keterlibatan hubungan dengan organisasi, dukungan
atau bantuan dari organisasi dan informasi dari organisasi.
Kedelapan, Sikap kepala sekolah dalam kepemimpinannya. Peran kepala
sekolah sebagai pimpinan organisasi begitu penting untuk menstimulasi kinerja
karyawannya, termasuk juga guru-guru. Hal itu bisa menggunakan konsep
supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan adalah upaya seorang kepala sekolah
dalam pembinaan guru agar guru dapat meningkatkan kualitas mengajarnya
dengan melalui langkah-langkah perencanaan, penampilan mengajar yang nyata
serta mengadakan perubahan dengan cara yang rasional untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. Fungsi kepala sekolah antara lain memberikan bimbingan dan
penyuluhan terhadap staf guru maupun staf tatausaha agar setiap staf dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik, dalam arti agar tugas itu dapat berhasil
secara efektif. Dengan bimbingan terhadap staf guru, maknanya kepala sekolah
berusaha agar tugas guru sebagai pendidikan dan pengajar dapat tercapai hasil
yang efektif dan efisien. Sahertian (2000) mengemukakan ada delapan fungsi
supervisi, yaitu (1) memgkoordinasi semua usaha sekolah; (2) melengkapi
kepemimpinan sekolah; (3) memperluas pengalaman guru-guru; (4) menstimulasi
usaha-usaha kreatif; (5) memberi fasilitas dan penilaian terus-menerus; (6)
menganalisis situasi belajar-mengajar; (7) memberikan pengetahuan dan
keterampilan kepada setiap anggota staf; dan (8) memberi wawasan yang lebih
luas dan terintegrasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan
meningkatkan kemampuan mengajar guru. Selanjutnya, Sahertian juga
menyebutkan sasaran supervisi pendidikan mencakup pembinaan kurikulum,
perbaikan proses pembelajaran, pengembangan staf, pemeliharaan serta perawatan
moral dan semangat kerja guru-guru.
Kesembilan, sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran.
Demi kelancaran proses pembelajaran, lembaga sekolah harus memiliki sarana
dan prasarana yang memadai. Sehingga guru dapat menerapkan metode
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bagi peserta didik.
Bila hasil belajar siswa baik maka guru akan memiliki tingkat kepuasan kerja
yang tinggi karena berhasil mentransfer ilmu bidang studinya kepada siswa.
Kesepuluh, ukuran sekolah tempat bekerja. Bila sekolah tempat mengajar adalah
sekolah yang sudah memiliki nama besar di masyarakat, atau yang di dalam
masyarakat disebut sekolah unggulan, maka nilai kepuasan kerja guru semakin
tinggi. Hal itu dikarenakan, sekolah yang memiliki reputasi besar di masyarakat
akan menarik minat orangtua untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut.
Permintaan yang besar tentu akan membuat pihak sekolah akan lebih selektif
dalam menerima siswa baru dan tentu saja kualifikasi yang disyaratkan akan
semakin ketat. siswa-siswa yang berhasil masuk akan memiliki nilai tersendiri di
mata masyarakat. Begitu juga dengan guru-guru yang mengajar di sekolah
tersebut. Perasaan bangga akan tumbuh dari diri guru tersebut. Meskipun mungkin
status kepegawaiannya masih guru tidak tetap dengan nilai gaji yang minim,
namun nilai prestige yang diperoleh bisa membuat rasa puas pada diri guru.
Output dari kepuasan kerja guru bisa dilihat dari tingkat kedisiplinan,
prestasi guru yang diraih, dan kemampuan guru bertahan dalam pekerjaannya.
Tingkat kedisiplinan guru bisa dilihat dari jumlah kehadiran tepat waktu guru
mengajar. Saat guru puas dengan pekerjaannya, maka guru akan menunjukkan
semangatnya dalam bekerja. Prestasi yang diraih oleh guru juga bisa diindikasikan
dari kepuasan kerja guru. Guru yang memiliki rasa puas dalam bekerja akan
termotivasi untuk meningkatkan kompetensinya di bidang pendidikan. Entah itu
dengan mengikuti seminar atau pelatihan pendidikan, atau melanjutkan studi ke
jenjang yang lebih tinggi. Saat karir guru sudah mapan, memiliki gaji yang besar,
maka guru akan sanggup untuk bertahan dalam pekerjaannya sampai masa
pensiun. Bila tingkat kepuasan guru tinggi maka proses pembelajaran akan
berjalan dengan baik dan pada akhirnya akan tercapai tujuan pendidikan nasional.
F. Reformasi Sekolah Dengan Meningkatkan Kualifikasi Dan Fungsi Guru
Sejak Indonesia mengalami reformasi, sistem Indonesia berubah dari
sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Bila dalam sistem sentralisasi seluruh
bidang kehidupan diatur dan diputuskan oleh pemerintah pusat, maka tidak
demikian dengan sistem desentralisasi. Sistem desentralisasi memberdayakan
kewenangan dari pemerintah daerah untuk mengatur penyelenggaraan bidang
kehidupan, atau yang disebut dengan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi
daerah merangsang pemerintah daerah untuk bisa mengelola bidang-bidang
kehidupan di daerahnya sendiri, termasuk juga di bidang pendidikan. Nilai positif
dari pemberlakuan desentralisasi bidang pendidikan adalah tiap-tiap daerah dapat
memanfaatkan aset yang dimiliki untuk meningkatkan bidang pendidikan. Selain
itu juga pemerintah daerah juga berhak menentukan kebijakan-kebijakan yang
terkait pengembangan dan pemanfaatan potensi daerah, sehingga lulusan daerah
dapat memberdayakan potensi daerahnya.
Dampak negatif dari desentralisasi pendidikan adalah terkait dengan
potensi yang dimiliki pada masing-masing daerah. Berkembang tidaknya suatu
wilayah ditentukan oleh letak geografis, sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
sarana dan prasarana, dan situasi politik. Faktor-faktor tersebut saling mendukung
satu sama lain. Maksudnya adalah, walaupun suatu daerah memiliki letak
geografis yang strategis ditambah dengan sumberdaya alam yang melimpah,
namun bila tidak didukung dengan sumberdaya manusia juga sarana dan
prasarana yang baik, dan rawan konflik, maka daerah tersebut akan sulit
berkembang. Jadi, suatu daerah akan berkembang dan memiliki pendapatan yang
tinggi bila memiliki lima faktor diatas dalam kategori baik. Dengan
diberlakukannya otonomi daerah maka daerah yang berpendapatan tinggi akan
mengalokasikan sebagian anggaran daerah di bidang pendidikan, sehingga tingkat
perkembangan pendidikan di daerah tersebut meningkat. Lain halnya dengan
daerah yang berpendapatan rendah, mereka akan cenderung mengalokasikan
anggaran daerahnya ke bidang yang lebih penting menurut daerah tersebut,
sehingga tingkat perkembangan pendidikan di daerah tersebut tidak bisa bersaing.
Kondisi tersebut menyebabkan tingkat perkembangan pendidikan antar daerah di
Indonesia tidak merata.
Hal lain yang ditakutkan timbul dari desentralisasi pendidikan adalah
masalah kurikulum. Kurikulum akan dibuat oleh daerah dan disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing daerah. Meskipun pembuatan kurikulum di tiap-tiap
daerah mengacu pada kurikulum nasional yang ditetapkan oleh pemerintah pusat,
namun pasti akan terjadi keanekaragaman hasil belajar siswa di tiap daerah. Pada
akhirnya, permasalahan-permasalahan di atas akan bermuara pada kualitas siswa
yang tidak merata secara nasional.
Era reformasi pendidikan berarti juga membicarakan mengenai reformasi
sekolah. Mulyasa (2003) menjelaskan bahwa reformasi sekolah memiliki arti yang
sangat luas dan tidak terbatas pada masalah manajemen saja. Dalam hal ini
sekolah diharapkan mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan
pribadi peserta didik, tidak menjadi lembaga mekanik, birokratik, dan kaku, tetapi
menjadi lembaga sosial yang organik, demokratik, dan inovatif. Dalam hal ini
diperlukan adanya dua syarat dasar, yaitu sikap positif terhadap pembaruan bagi
semua komponen dan adanya sumber yang diperlukan untuk mengadakan
pembaruan. Untuk memajukan pendidikan di sekolah diperlukan adanya sumber-
sumber penunjang untuk mengadakan kegiatan penelitian sehingga pendidikan
dapat dilakukan secara luas, cepat dan tepat. Untuk itulah komponen sekolah
termasuk kepala sekolah dan semua guru harus mempuyai satu kesatuan dan visi
yang sama untuk mewujudkan sebuah sekolah yang mempunyai dasa saing yang
tinggi guna menghadapi era global pada saat ini.
Lebih lanjut Mulyasa (2003) menjelaskan bahwa secara umum faktor-
faktor yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan reformasi sekolah adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan dan sasaran pendidikan nasional
Tujuan dan sasaran pendidikan nasional dalam pembangunan bukan hanya
untuk menciptakan kaum intelektual saja melainkan membentuk manusia
Indonesia secara utuh melalui kegiatan pembelajaran dan bimbingan serta latihan
bagi peranannya di masa yang akan datang. Oleh karena itu didalam
melaksanakan pembelajaran terlebih dahulu perlu dirumuskan tujuan yang akan
dicapai agar memudahkan dalam melaksanakan proses pembelajaran.
2. Faktor peserta didik
Peserta didik atau yang lebih kita kenal dengan sebutan siswa merupakan
subjek sekaligus obyek pendidikan. Perubahan perilaku yang terjadi pada siswa
ditentukan oleh pengalaman belajar yang didapatnya disamping faktor
pembawaan. Oleh karena itu dalam melaksanakan reformasi pendidikan maupun
sekolah perlu kiranya memperhatikan aspek peserta didik baik secara sosial
maupun individual.
3. Faktor mendidik
Pekerjaan mendidik dilakukan oleh guru dan merupakan pekerjaan
profesional yang memberikan petunjuk bahwa tidak setiap orang dapat
melaksanakan profesi tersebut. Seorang pendidik yang profesional tidak hanya
memiliki kemampuan profesi saja, melainkan juga harus memiliki kemampuan
personal dan kemampuan sosial.
4. Faktor isi pendidikan
Isi pendidikan merupakan segala pengalaman yang harus peserta didik
sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui proses pendidikan.
Oleh karena itu isi pendidikan (kurikulum) perlu adanya sebuah penyesuaian.
5. Faktor keberhasilan pendidikan
Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kelengkapan fasilitas dan sumber
belajar. Oleh karena fasilitas dan sumber belajar merupakan hal yang sangat
esensial, perlu dipertimbangkan dalam proses reformasi atau pembaruan sistem
pendidikan.
Pembaruan atau reformasi di sekolah pasti meliputi banyak aspek, tetapi
sangatlah perlu mempertimbangkan adanya prioritas dan usaha. Prioritas yang
perlu diperhatikan dalam melaksanakan reformasi sekolah adalah sebagai berikut:
1. Modernisasi Pengelolaan Sekolah
Dalam melaksanakan modernisasi sekolah hendaknya sekolah tidak
memisahkan diri dengan kegiatan yang sudah berlangsug di masyarakat. Oleh
karena itu dalam melaksanakan modernisasi pengelolaan sekolah hendaknya para
pelaksana pendidikan bekerjasama dengan sektor-sektor lain di masyarakat yang
telah menjalankan usaha modernisasi sesuai dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan masyarakat.
2. Modernisasi Guru
Dari berbagi factor yang berpengaruh pada usaha mereformasi sekolah
ataupun pada efektifitas sekolah nampaknya factor guru perlu mendapat perhatian
yang pertama dan utama, disamping kurikulumnya, karena baik buruknya suatu
kurikulum pada akhirnya bergantung kepada aktifitas dan kreatifitas guru dalam
menjabarkan dan merealisasikan kurikulum tersebut.
3. Modernisasi Proses Belajar
Pada hakikatnya yang menjadi korban dari system pendidikan yang sedang
mengalami krisis ini adalah peserta didik. Untuk menyikapi hal ini perlu kiranya
ada usaha sehingga rasa keingintahuan dari peserta didik yang bersifat alami dan
kemampuan peserta didik sendiri mendapat penghargaan yang wajar. Sangat
disadari bahwa menciptakan suatu tata laksana pendidikan yang menghormati
perbedaan perorangan masing-masing peserta didik itu sangatlah sukar
dibandingkan dengan menyelenggarakan pendidikan yang bersifat tradisional.
Pembaruan proses belajar tidak harus disertai dengan pemakaian perlengkapan
yang serba hebat. Dalam rangka pengembangan guru dan pengembangan karier
pendidikan perlu ditekakan pentingnya pengembangan cara-cara baru belajar yang
efektif dan sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta didik.
4. Penambahan Dana Untuk Pendidikan Tingkat Sekolah
Perlu dicatat bahwa pendidikan yang mahal tidaklah menguntungkan,
tetapi pendidikan yang baik tidaklah murah. Meskipun selalu disarankan untuk
berhemat tatapi dalam kenyataannya memang menunjukkan bahwa sistem
pendidikan yang baik memerlukan biaya yang lebih banyak. Sejalan dengan
uraian di atas, pemerintah terus-menerus melakukan kajian-kajian, seminar dan
lokakarya dengan para pakar.
Dari beberapa kajian tersebut Depdiknas (dalam Mulyasa, 2003)
menerangkan bahwa ada beberapa agenda reformasi yang harus dilakukan oleh
sekolah pada level kelas (regulator), level profesi (mediator), dan pada level
sekolah (manajemen). Pada level kelas (regulator) ada beberapa aspek, yaitu
mewujudkan proses pembelajaran yang efektif, menerapkan sistem evaluasi yang
efektif dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Pada level profesi
(mediator) ada beberapa aspek, yaitu melakukan refleksi diri ke arah
pembentukan karakter kepemimpinan sekolah yang kuat, melaksanakan
pengembangan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi. Sedangkan pada level
sekolah (manajemen) ada beberapa aspek, yaitu menumbuhkan komitmen untuk
mandiri, mengutamakan kepuasan pelanggan (customer satisfaction),
menumbuhkan sikap responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, menciptakan
lingkungan sekolah yang aman dan tertib, menumbuhkan budaya mutu di
lingkungan sekolah, menumbuhkan harapan prestasi yang tinggi, menumbuhkan
kemauan untuk berubah, mengembangkan komunikasi yang baik, mewujudkan
team work yang kompak, cerdas dan dinamis, melaksanakan transparansi
manajemen, menetapkan secara jelas serta mewujudkan visi dan misi sekolah,
melaksanakan pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif, meningkatkan
partisipasi warga sekolah dan masyarakat, dan terakhir menetapkan kerangka
akuntabilitas yang kuat.
G. Mengajar Adalah Suatu Profesi
Sebagian orang ada yang menyatakan bahwa istilah profesi dan pekerjaan
memiliki pengertian yang sama. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
Ahmad (2006), pekerjaan merupakan kata benda, yang artinya sesuatu yang
dikerjakan; kesibukan; mata pencaharian; tugas dan kewajiban; tentang
berfungsinya sesuatu. Sedangkan profesi berarti pekerjaan yang dilandasi oleh
pengetahuan atau pendidikan tertentu. Kata profesi berkembang menjadi kata
profesional dan profesionalisme. Profesional merupakan kata sifat, yang artinya
adalah berkenaan dengan pekerjaan, keahlian; memerlukan kepandaian khusus
untuk melaksanakannya; dan mengharuskan adanya pembayaran untuk
melakukannya. Profesionalisme termasuk kata benda, yang artinya adalah
kualitas, mutu dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi.
Sehingga bisa dikatakan bahwa profesi adalah bagian dari pekerjaan,
namun tidak semua pekerjaan disebut profesi. Misalnya pedagang. Pedagang
adalah pekerjaan namun bukan suatu profesi, karena untuk menjadi pedagang
seseorang tidak memerlukan pendidikan formal yang tinggi, namun cukup
memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi. Contoh lainnya adalah guru. Guru
memang sebuah pekerjaan, dan untuk menjadi guru seseorang harus mempunyai
ijasah strata satu dan kemudian memasuki jenjang LPTK sebelum akhirnya
menyandang status guru.
Suatu pekerjaan memiliki beberapa syarat untuk layak disebut sebagai
profesi, Ornstein dan Levine (dalam Soetjipto, 2009) menjelaskan sebagai berikut:
1) Melayani masyarakat, merupakan karir yang dilaksanakan sepanjang hayat
2) Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan
khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya)
3) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik
4) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
5) Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan masuk
6) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
7) Menerima tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja
yang bersifat baku yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang
diberikan
8) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap
layanan yang akan diberikan
9) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya dan relatif bebas
dari supervisi dalam jabatan
10) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri
11) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui
keberhasilan anggotanya
12) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau
menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan
13) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri
setiap anggotanya
14) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi.
Guru memiliki landasan aturan dan norma mengikat profesinya yang
disebut dengan kode etik keguruan. Naskah teks kode etik guru Indonesia adalah
sebagai berikut (Hidayat, 2012):
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila;
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional;
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan;
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar-mengajar;
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama
terhadap pendidikan;
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya;
7. Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial;
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian;
9. Guru melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dalam kode etik guru Indonesia tercantum semua hal-hal yang terkait
dengan profesi guru. Kode etik guru Indonesia mutlak diperlukan sebagai
pedoman dan petunjuk dalam melaksanakan tugas profesi guru dalam hidup
bermasyarakat. Pedoman itu berupa sumpah/janji guru, landasan nilai-nilai profesi
keguruan, hubungan guru dengan perangkat yang terkait dengan pekerjaan
profesinya (peserta didik, orangtua atau wali murid, masyarakat, sekolah dan
rekan sejawat, profesinya sendiri, organisasi profesi dan dengan pemerintah),
pelaksanaan kegiatan profesi guru, serta mengatur mengenai pelanggaran kode
etik beserta sanksi yang akan diterima.
H. Profesionalisme Guru
Telah dijelaskan sebelumnya mengenai pengertian profesionalisme.
Profesionalisme termasuk kata benda, yang artinya adalah kualitas, mutu dan
tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi. Guru bukan hanya seorang
pengajar peserta didik di sekolah. Namun lebih dari itu, guru merupakan orang
yang mampu merancang seluruh proses pembelajaran kelas untuk meningkatkan
kemampuan hasil belajar siswa, serta bisa mengembangkan sikap peserta didik
dalam membina hubungan sosial dengan lingkungannya. Selain itu, guru juga
panutan dan teladan masyarakat sekelilingnya. Hal itu terkait dengan
tanggungjawabnya sebagai agen pendidikan yang mencerdaskan bangsa.
Sasaran pola tingkah laku guru sebagai seorang profesional bisa dilihat
pada sembilan butir naskah teks kode etik guru Indonesia, yaitu peserta didik,
profesi, tempat kerja, sesama teman sejawat dan pemrintah. Pertama, sikap guru
terhadap peserta didik. Ini dijelaskan pada naskah teks kode etik guru Indonesia
butir pertama dan ketiga. Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut
wuri handayani merupakan motto pendidikan yang dibuat oleh Ki Hajar
Dewantara. Motto itu mengandung arti guru haruslah bisa memberi contoh,
memberikan pengaruh dan dapat mengendalikan peserta didik. Ini dimaksudkan
meningkatkan perkembangan seluruh pribadi peserta didik yang berjiwa
Pancasila.
Kedua, sikap guru terhadap profesinya. Seperti dijabarkan dalam butir
kedua, keenam dan kedelapan naskah teks kode etik guru Indonesia, bahwa guru
harus jujur sehingga dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru
juga wajib meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian karena PGRI adalah suatu sarana guru dalam mengatur serta
melindungi profesinya. Ketiga, sikap guru terhadap lingkungan kerja. Sikap ini
termasuk juga sikap guru terhadap pimpinan, yaitu kepala sekolah. Guru harus
memiliki kemampuan dalam membina hubungan yang baik dengan orangtua/wali
murid serta masyarakat sekitar, menjalin kerjasama yang baik dengan satuan
pendidikan lainnya. Sehingga akan terbangun suasana lingkungan sekolah yang
kondusif untuk kegiatan pembelajaran. Keempat, sikap guru terhadap pemerintah.
Guru perlu mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang pendidikan agar
guru dapat mengaplikasikan ketentuan tersebut dalam mengadakan proses
pembelajaran.
Pengembangan profesional harus terus dilakukan oleh guru, baik itu mutu,
layanan dan sikap. Guru layak dianggap sebagai pekerjaan yang profesional
karena ada tuntutan untuk selalu mengedepankan tujuan pendidikan nasional. Bila
di realitas kehidupan, ada guru yang tidak memiliki sikap-sikap sebagai pendidik,
hal itu tidak akan menurunkan citra guru sebagai seorang yang profesional.
Sebaliknya, oknum guru tersebutlah yang tidak layak menyandang profesi guru.
Sudah seharusnya guru untuk selalu menjaga perilakunya yang berhubungan
dengan profesinya, karena akan terus menjadi perhatian masyarakat.
I. Organisasi Guru
Organisasi profesi guru saat ini sudah mulai tumbuh dan berkembang. Jika
pada era Orde Baru guru identik dengan PGRI. Guru bersinonim dengan PGRI
atau sebaliknya. Bahkan secara politispun guru dan organisasi profesi guru yang
bernama PGRI ini dimobilisasi oleh rezim saat itu. Sudah pengetahuan umum jika
mobilisasi politik penguasa dilakukan pada guru dan PGRI untuk memilih partai
berkuasa saat itu. Namun setelah reformasi, lahirnya UU Sisdiknas diperkuat oleh
UU Guru dan Dosen yang terlahir kemudian, guru diwajibkan aktif dalam suatu
wadah organisasi profesi yang tidak tunggal.
Implikasinya sekarang yakni wadah organisasi profesi guru bukan lagi
monopoli Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). PGRI telah menjadi
organisasi profesi guru yang mapan dan telah kokoh, baik secara finansial maupun
secara organisasional. PGRI lahir pada 25 November 1945. Saat ini Ketua Umum
PGRI adalah Sulistyo yang juga seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) periode 2009-2014. Sebelumnya PGRI dikomandani oleh Bapak Prof. Dr.
Mohamad Surya, juga seorang anggota DPD periode 2004-2009. Ketua umum
PGRI tidak harus seorang guru. Misalnya di beberapa daerah faktanya ketua PGRI
wilayah/daerah (kabupaten/provinsi) adalah juga seorang kepala dinas pendidikan
(bukan seorang guru).
Saat ini pilihan wadah organisasi guru sangat variatif. Tidak lagi tunggal
dan monopolistik. Selain PGRI masih ada sederetan organisasi guru yang di luar
wadah tunggal PGRI. Dikenal kemudian nama Federasi Guru Independen
Indonesia (FGII), yang diketuai oleh Bapak Suparman. FGII sering tampil di
berbagai media, dengan pernyataan-pernyataan yang mengkritik UN atau upaya
advokasi terhadap guru-guru yang dimarjinalkan. Pengurus FGII juga telah
tersebar di beberapa wilayah Indonesia. FGII sering melontarkan kritik terhadap
kebijakan pendidikan dan vokal untuk pengadvokasian bagi guru yang
dipinggirkan. Seperti terkait pengangkatan guru honorer, tunjangan dan dikotomi
guru negeri dan swasta. Selain PGRI dan FGII wadah organisasi guru lainnya
bernama Ikatan Guru Indonesia (IGI). IGI diketuai oleh Bapak Satria Dharma.
Ketua Dewan Pembina IGI adalah Indra Jati Sidi. IGI acap kali mengadakan
kegiatan pelatihan guru-guru, lokakarya dan beragam aktivitas dalam rangka
peningkatan kualitas para guru. IGI juga sudah melebarkan sayap organisasinya di
beberapa provinsi dan kabupaten.
Selain organisasi IGI, kemudian di media baru-baru ini muncul wadah
organisasi guru lain yang bernama Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Berdiri sekitar awal Januari 2011 yang dideklarasikan di kantor ICW Jakarta.
Walaupun masih tergolong baru, tetapi kelahiran FSGI ini dibidani oleh beberapa
tokoh pendidikan dan aktivis LSM. FSGI ditopang oleh para guru dan aktivis
LSM yang vokal. Secara intelektualpun acap kali FSGI berdiskusi dengan Prof.
H.A.R Tilaar, Utomo Dananjaya (Direktur IER Univ. Paramadina), aktivis ICW
dan LSM Koalisi Pendidikan (Satriawan, 2011).
II. Landasan Sejarah dan Filosofi
A. Landasan Sejarah
Sejarah atau history adalah keadaan masa lampau dengan segala macam
kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh
dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori,
praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya. Ada lima butir yang dijadikan
dasar pendidikan yaitu (1) perubahan cara berpikir; (2) kemasyarakatan; (3)
aktivitas; (4) kreativitas; dan (5) optimisme. Landasan sejarah atau historis
Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu. Pandangan
ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional
Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
 Sejarah Pendidikan Dunia
Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama berlangsung, mulai dari
zaman Hellenisme (150 SM-500), zaman pertengahan (500-1500), zaman
Humanisme atau Renaissance serta zaman Reformasi dan Kontra Reformasi
(1600-an). Namun pendidikan pada zaman ini belum memberikan kontribusinya
pada pendidikan zaman sekarang. Oleh karena itu, pendidikan pada zaman ini
tidak dijabarkan dalam secara rinci.
Sejarah pendidikan di dunia membahas sejaran pendidikan dunia yang
meliputi zaman-zaman: (1) realisme; (2) rasionalisme; (3) naturalisme; (4)
developmentalisme; (5) nasionalisme; (6) liberalisme, positivisme, dan
individualisme; serta (7) sosialisme.
 Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5.
Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di
Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan
mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha
Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika,
secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut. Tujuan pendidikan pada zaman
ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam
rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha.
 Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup
sebagian besar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik
sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan. Pendidikan Islam pada zaman
ini disebut Pendidikan Islam Tradisional. Tujuan pendidikan Islam adalah sama
dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai
dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pendidikan Islam Tradisional ini tidak
diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan
melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali
di Jawa, terutama Wali Sanga. Sedangkan di luar Jawa, pendidikan Islam yang
dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah Minangkabau.
 Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan
perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur
serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata
rantai perdagaan dan perniagaan. Disamping mencari kejayaan (glorious) dan
kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia)
bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik
(gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia
tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat
peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda
pada tahun 1605. Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para
paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan
Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan
yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan, yang dicapai
dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini
juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan
bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh
untuk penyebaran agama.
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang
datang pertama kali tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan
tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara
mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC
(vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda
tahun 1602. Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan
terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung
diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen.
Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian
timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat
administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme.
 Zaman Kolonial Belanda
VOC pada perkembangannya diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan
benteng oleh Belanda yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di
sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi
basis politik dan territorial. Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah di
tanakh air, akhirnya Indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda.
Pada tahun 1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para
Komisaris Jendral dari Inggris. Mereka harus memulai sistem pendidikan dari
dasar kembali, karena pendidikan pada zaman VOC berakhir dengan kegagalan
total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement, yang mana mengatakan
bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan sosial,
banyak mempengaruhi mereka. Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami
perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan
mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada
awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama
setengah abad ke-19. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang
menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima tanggung jawab yang
lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan di
parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih menguntungkan
rakyat Indonesia.
Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang
Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnya lebih
memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan
Politik Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi,
transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini
memerlukan peranan penting pendidikan. Disamping itu, Van Deventer juga
mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang
menguasai Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi
yang lainnya. Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih
pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang
berorientasi barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan
saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai
pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan
melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi
perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin
meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh
pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse
School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad
Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-
anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka.
1. Mohamad Safei
Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse
School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan
nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud
ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha
sendiri dengan jiwa yang merdeka.
2. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat,
sistem, dan metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas
Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang. Asas
Taman Siswa dirumuskan pada Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas
perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada waktu itu.
3. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912
di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam.
Asas pendidikannya adalah Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang
muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna
bagi masyarakat serta negara.
 Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap
berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang
menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak
pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat di hati mereka. Meskipun
demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di
bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah
Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang.
Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang
untuk dipakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam
pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk
merealisasikan Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa
Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan
kepada dunia.
 Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti
sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali
menguasai Indonesia sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas
utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan
kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat. Tujuan
pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur
pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh
penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum
tercapai sesuai dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-
daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di
samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan
kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
 Zaman Orde Lama
Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi
kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai
bidang, baik spiritual maupun material. Setelah diadakan konsolidasi yang
intensif, ssstem pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan
Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan harus membimbing para siswanya
agar menjadi warganegara yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan
sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara.
Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman Orde Lama adalah pendidikan
yang dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan
revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual
membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan
ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu
membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai
Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan
makmur, lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa
penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan
nasional yang sejati dan abadi.
 Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan
ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama
menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga,
sekolah dan masyarakat. Pendidikan pada masa itu memungkinkan adanya
penghayatan dan pengamalan Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya
di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan.
Disamping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang
pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional
dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar. Inovasi-
inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang
diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada
pemerintah pusat. Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih
memiliki beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara
pendidikan dan dunia kerja); (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang
diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari); (3)
kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan
klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi);
dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan
wawasan dunia terkini). Namun demikian keberhasilan pembangunan yang
menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenegaraan
meningkat dengan pesat; (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali,
pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat.
 Zaman Reformasi
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa
melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan
pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat
kuat yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi
masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan
menyampaikan pendapat. Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat
merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah
membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih
banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran
bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi
semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang
pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang
Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi
desentralisasi, disamping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan
meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-
instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan,
misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan
Hidup), dan TQM (Total Quality Management) (Lestari, 2012).
B. Landasan Filosofi
Filsafat telah ada sejak manusia itu ada. Filsafat berasal dari bahasa
Yunani, taitu philos yang artinya cinta dan Sophia yang artinya kebijaksanaan atau
kebenaran. Jadi, filsafat artinya cinta akan kebijaksanaan atau kebenaran. Filsafat
berarti pula pendirian hidup atau pandangan hidup. Secara ilmiah definisi filsafat
yaitu usaha berpikir radikal dan hasil yang diperoleh dari menggambarkan dan
menyatakan suatu pandangan yang menyeluruh secara sistematis tentang alam
semesta serta tempat dilahirkannya manusia. Filsafat mencakup keseluruhan
pengetahuan manusia, filsafat merupakan sumber ide paling dalam bagi segala
macam ilmu pengetahuan, sehingga filsafat disebut juga induk pengetahuan.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi
itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar
pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan
menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis.
guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara
mendalam samapai akar-akarnya mengenai pendidikan. Landasan filosofi
pendidikan adalah seperangkat filosofi yang dijadikan titik tolak dalam
pendidikan. Landasan filosofis pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem
gagasan tentang pendidikan dan dedukasi atau dijabarkan dari suatu sistem
gagasan filsafat umum yang diajurkan oleh suatu aliran filsafat tertentu. Terdapat
hubungan implikasi antara gagasan-gagasan dalam cabang-cabang filsafat umum
tehadap gagasan-agasan pendidikan. Landasan filosofis pendidikan tidak berisi
konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya, melainkan berisi tentang konsep-
konsep pendidikan yang seharusnya atau yang dicita-citakan.
Dalam landasan filosofis pendidikan juga terdapat berbagai aliran
pemikiran. Hal ini muncul sebagai implikasi dari aliran-aliran yang terdapat
dalam filsafat. Sehingga dalam landasan filosofi pendidikan pun dikenal adanya
landasan filosofis pendidikan Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme.
1. Landasan Idealisme
Para filosof ini mengklaim bahwa realitas pada hakikatnya bersifat
spiritual, karena manusia itu adalah makhluk yang berpikir, yang memiliki tujuan
hidup, dan yang hidup dalam aturan moral yang jelas. Menurut epistemologis, hal
itu diperoleh dengan cara mengingat kembali melalui intuisi, sedangkan menurut
aksiologi bahwa manusia itu diperintah melalui nilai moral imperatif yang
bersumber dari realitas yang absolut.
2. Landasan Realisme
Para filosof realisme, memandang bahwa dunia ini adalah materi yang
hadir dengan sendirinya, yang tertata dalam hubungan-hubungan di luar campur
tangan manusia. Dan mereka beranggapan bahwa pengetahuan itu diperoleh dari
pengalaman dan penggunaan akalnya, sedangkan tingkah laku manusianya diatur
oleh hukum alam dan pada taraf yang rendah diatur oleh kebijaksanaan yang
teruji.
3. Landasan Pragmatisme
Pada dasarnya, pragmatisme merupakan suatu sikap hidup, suatu metode
dan suatu filsafat yang digunakan dalam mempertimbangkan nilai sesuatu ide dan
kebenaran sesuatu keyakinan secara praktis. Esensi diri pragmatisme ini terletak
pada metodenya yang sangat empiris dimana sangat menekankan pada metode
dan sikap lebih dari suatu doktrin filsafat yang sistematis dan menggunakan
metode ilmu pengetahuan modern sebagai dasar dari suatu filsafat.
Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat negara ialah
Pancasila sebagai falsafah negara. Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia,
menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Pasal 2Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan nasional
termasuk di bidang pendidikan adalah pengamalan pancasila, dan untuk itu
pendidikan nasional mengusahakan antara lain: ”Pembentukan manusia
Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu
mandiri”.
Sedangkan ketetapan MPR-RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan Pengamalan Pancasila menegaskan pula bahwa pancasila itu adalah
jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup
bangsa Indonesia, dan dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai
sumber dari segala gagasan mengenai wujud bangsa manusia dan masyarakat
yang dianggap baik, sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta
bermuara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dengan kata lain,
pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam pendidikan (Lestari, 2012).
III. Landasan Politik, Ekonomi dan Hukum
A. Landasan Politik
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi
itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar
pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan
menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis.
guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan selanjutnya Landasan Pendidikan
diperlukan dalam dunia pendidikan agar pendidikan yang sedang berlangsung
mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap
negara tidak sama. Politik Pendidikan, yaitu studi ilmiah tentang aspek politik
dalam seluruh kegiatan pendidikan. Bisa juga dikatakan studi ilmiah pendidikan
tentang kebijaksanaan pendidikan. Landasan politik berperan penting untuk
melatih jiwa masyarakat, berbangsa dan bertanah air. Selain itu juga dapat
dimaknai sebagai suatu studi untuk mengkritisi suatu sistem pemerintahan dan
pemerintah yang bila memungkinkan melakukan penyimpangan amanat.
Budaya politik seseorang atau masyarakat sebenarnya berbanding lurus
dengan tingkat pendidikan seseorang atau masyarakat. Hal itu bisa dipahami
mengingat semakin tinggi kesempatan seseorang atau masyarakat mengenyam
pendidikan, semakin tinggi pula seseorang atau masyarakat memiliki kesempatan
membaca, membandingkan, mengevaluasi, sekaligus mengkritisi ruang idealitas
dan realitas politik. Maka, kunci pendidikan politik masyarakat sebenarnya
terletak pada politik pendidikan masyarakat. Politik pendidikan yang dimaksud
termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan strategis pemerintah dalam bidang
pendidikan.
Politik pendidikan yang diharapkan tentunya politik pendidikan yang
berpihak pada rakyat kecil atau miskin. Bagaimanapun, hingga hari ini masih
banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai
tingkat sekolah dasar sekalipun. Masih banyak sekolah yang kekurangan fasilitas
atau bahkan tidak memiliki gedung yang representatif atau tidak memiliki ruang
belajar sama sekali. Masih banyak sekolah yang sangat kekurangan guru pengajar.
Masih banyak pula guru (honorer) yang dibayar sangat rendah yang menyebabkan
motivasi mengajarnya sangat rendah. Dalam konteks politik khususnya, dengan
kondisi pendidikan seperti itu, bagaimana mungkin agenda pendidikan politik bisa
dilakukan dengan mulus dan menghasilkan kualitas budaya politik yang
diharapkan. Maka, sangat jelas, agenda pendidikan politik mensyaratkan agenda
politik pendidikan yang memberikan seluas-luasnya kepada seluruh rakyat untuk
belajar atau mengenyam pendidikan, tanpa ada celah diskriminatif sekecil apa
pun, sebagaimana pesan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam konteks
pembangunan demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia, peran politik
eksekutif dan legislatif untuk memajukan pendidikan begitu besar.
Tokoh liberalisme pendidikan asal Amerika Latin Paulo Freire pernah
menegaskan bahwa bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah
pembinaan dan pembangunan pendidikan. Freire memandang politik pendidikan
memiliki nilai penting untuk menentukan kinerja pendidikan suatu negara. Bangsa
yang politik pendidikannya buruk, maka kinerja pendidikannya pun pasti buruk.
Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya bagus, kinerja pendidikannya pun
juga akan bagus.
 Kebijakan pendidikan di era Orde Lama tahun 1954
Pada masa ini penekanan kebijakan pendidikan pada isu nasionalisasi dan
ideologisasi. Penekanan pada kedua bidang tersebut tidak lain karena masa
tersebut masa krusial pasca kemerdekaan dimana banyak konflik yang mengarah
pada separatisme dan terjadi interplay (tarik ulur) antara pihak yang sekuler
dengan agamis. Implikasi dari kebijakan politik pendidikan pada waktu itu adalah
terbentuknya masyarakat yang berjiwa nasionalis dan berpatriot pancasila.
Kebijakan politik tersebut sejatinya berupaya menjadi ”win-win solution” dengan
mengakomodasi semua kepentingan. Di sini terjadi pengakuan terhadap
keanekaragaman baik budaya, seni, maupun agama. Pada dasarnya upaya
membangun nasionalisme melalui pendidikan relatif berhasil, hanya saja kurang
diimbangi dengan kebijakan yang lain sehingga kemelut bernegara selalu ada di
masa tersebut.
 Kebijakan politik pendidikan nasional di era Orde Baru
Berbeda dengan kebijakan di era orde lama, kebijakan di era orde baru
memberi penekanan pada sentralisasi dan birokratisasi dengan dikeluarkannya
undang-undang sistem pendidikan di tahun 1989. Di masa ini jalur birokrasi
sebagai sebuah kepanjangan tangan dari pusat sangat kental. Orang-orang daerah
didoktrin sedemikian rupa sehingga selalu patuh buta terhadap kepentingan pusat.
Akibat yang terjadi dari kebijakan ini adalah matinya daya kritis, daya kreatif dan
daya inovatif. Bahkan sistem pada masa ini berhasil membunuh idealisme.
Disadari bahwa sistem pendidikan nasional pada masa itu terjadi intervensi
kekuasaan yang mewarnai di setiap aspek pendidikan. Dalam sistem pendidikan
nasional pada masa tersebut, muatan kurikulumnya sempat dimanfaatkan oleh
pemerintah yang bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Beberapa pelatihan
di sekolah-sekolah atau instusi-institusi pendidikan pada umumnya lebih
mengenalkan indoktrinasi ideologi penguasa. Praktek penataran P4 merupakan
salah satu bukti riil dari indoktrinasi ideologi penguasa pada waktu itu. Di era ini
pula terjadi penyeragaman-penyeragaman sehingga budaya daerah, seni daerah,
dan kearifan lokal mengalami nasib yang tragis, bahkan banyak yang telah
mati. Yang tersisa hanyalah seni dan budaya yang sifatnya mondial. Bahkan
istilah Bhinneka Tunggal Ika yang sejatinya bermakna berbeda-beda tetapi satu
jua telah dimaknai menjadi sesuatu entitas yang seragam.
 Kebijakan politik pendidikan di Era Reformasi
Kebijakan ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003. Di era reformasi ini penekanannya
terletak pada desentralisasi dan demokratisasi. Kewenangan yang semula terletak
di pusat dan berjalan secara top-down diubah dengan memberi kewenangan
daerah yang lebih luas sehingga pola yang berjalan adalah bottom-up. Regulasi
yang relatif longgar di era reformasi ini ternyata belum memberi angin segar bagi
dunia pendidikan, bahkan banyak potensi untuk diselewengkan dengan
mengambil dalih demokratisasi dan desentralisasi. Demokrasi telah menjadi
kebebasan dan desentralisasi daerah telah menjadi keangkuhan daerah.
Bahkan di era ini semakin jelas keterpurukan masyarakat miskin karena
semakin sulit mengakses pendidikan tinggi. Lebih dari itu implementasi kebijakan
pendidikan yang demokratis dan mengedepankan potensi daerah semakin
dinafikkan. Sistem evaluasi yang masih terpusat, kekerasan dalam pendidikan,
dan banyaknya penyimpangan dalam proses pendidikan semakin memberi catatan
buram bagi pendidikan di era reformasi ini. Kebijakan politik yang paling disorot
pada masa ini adalah tentang otonomi daerah dalam bidang pendidikan, penerapan
kurikulum yang berganti-ganti, serta pelaksanaan Ujian Nasional.
Salah satu perubahan mendasar dalam Kurikulum 2013 adalah model
pembelajaran. Model pembelajaran Kurikulum 2013 berbasis saintifik dengan
lima langkah pembelajaran. Ketua Unit Implementasi Kurikulum 2013 (UIK)
Kemdikbud, Tjipto Sumadi menjelaskan, dalam Kurikulum 2013 ada lima
langkah, yaitu mengamati, bertanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan.
Namun masih ada guru yang kesulitan dalam mengajar Kurikulum 2013. Untuk
itu, UIK Kemdikbud menjalankan program pendampingan untuk guru-guru di
sekolah sasaran. Mereka yang menjadi pendamping di sekolah sasaran adalah
orang-orang terpilih yang telah mengikuti pelatihan dan memperoleh nilai baik.
(Kemdikbud, 2013).
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan,
pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara
keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan
pemerintah untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, suatu
masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera. Desentralisasi bidang pendidikan
dimulai dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintah
Daerah dan kemudian ditindak lanjuti dengan PP No. 20 tentang sektor-sektor
yang didesentralisasikan dan yang tetap menjadi urusan Pemerintah Pusat.
Pendidikan termasuk salah satu sektor yang didesentralisasikan, sehingga sejak itu
pendidikan terutama dari pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan sekolah
menengah atas menjadi urusan kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan tinggi
menjadi urusan Pemerintah Pusat dan Provinsi.
Sejak urusan pendidikan didesentralisasikan, sinyal-sinyal adanya banyak
masalah baru sudah tampak. Diantaranya, adalah tarik menarik kepentingan untuk
urusan guru serta saling lempar tanggungjawab untuk pembangunan gedung
sekolah. Pengelolaan guru menjadi tarik menarik, karena jumlahnya yang banyak,
sehingga banyak kepentingan politik maupun ekonomi yang bermain di dalamnya.
Sedangkan pembangunan gedung sekolah, utamanya gedung SD menjadi lempar-
lemparan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah karena
besarnya dana yang diperlukan untuk itu. Sementara, baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah sama-sama mengeluh tidak memiliki dana.
Kebijakan pemerintah melaksanakan ujian nasional selalu menghadirkan
pro-kontra. Lepas dari setuju atau tidak setuju, UN sebenarnya diperlukan dalam
memotret pemetaan kualitas satuan pendidikan nasional. Namun yang sering
dikeluhkan adalah UN dijadikan alat vonis penentuan kelulusan. Kontroversi
mengenai kebijakan ujian nasional (UN) ini dengan jelas menggambarkan betapa
lemahnya visi pemerintah dalam kebijakan pendidikan selama ini. Visi adalah
sebuah jangkauan terpanjang dari apa yang hendak dicapai dan dituju. Tetapi bila
suatu kebijakan hanya diarahkan semata-mata untuk mengejar target, maka
membuat paradigma pendidikan menjadi semakin tidak jelas. Mutu pendidikan
bukan hanya sekedar ditentukan oleh ujian nasional melainkan pada paradigma
pendidikan itu sendiri. Selama ini ujian nasional dijadikan sebagai tolok ukur
prestasi, padahal secara substansial hal itu tidak pernah menjadi bukti. Justru
pendidikan semakin terperosok karena kebijakan tersebut selalu dibarengi dengan
perilaku tak terpuji yang dilakukan untuk mempertahankan kredibilitas sekolah
maupun daerah.
Sampai saat ini, realitas politik pendidikan di Indonesia masih belum
sepenuhnya merdeka. Hal ini bisa dilihat dari komitmen pemerintah yang masih
rendah dalam mewujudkan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang bebas
biaya, belum terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20%, kurangnya
penghargaan terhadap profesionalisme dan kesejahteraan guru, rendahnya mutu
dan daya saing pendidikan, upaya otonomi pendidikan yang masih setengah hati,
dan sebagainya.
Pemerintah sebetulnya telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005–
2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai,
yaitu meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu
dan relevansi pendidikan, dan meningkatnya tata kepemerintahan (governance),
akuntabilitas, dan pencitraan publik. Pemerintah Indonesia juga telah berupaya
terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan
dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Sampai saat ini dunia pendidikan masih dihadapkan pada tantangan besar
untuk mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang
pendidikan adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan
pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar, perbaikan kurikulum
pendidikan, dan tuntutan profesionalisme dan kesejahteraan guru. Pada saat yang
sama, kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara
penduduk miskin dan penduduk kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan
bantuan operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, masih
ditemukan adanya beberapa sekolah yang masih menarik berbagai iuran, sehingga
memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga miskin. Kesenjangan partisipasi
pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada jenjang pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi.
Selain itu, ada beberapa agenda yang perlu diperhatikan untuk menentukan
arah dan masa depan politik pendidikan, diantaranya adalah, pertama, menghapus
dikotomi dualisme penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah wajib
menyelenggarakan pendidikan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif. Pendidikan yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan
Nasional dan Departemen Agama harus berjalan seimbang dalam hal mutu,
kualitas dan kemajuannya. Sehingga tidak ada lagi pandangan bahwa pendidikan
keagamaan terkesan tidak bermutu dan terbelakang. Kedua, peningkatan anggaran
pendidikan, yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (4).
Ketiga, pembebasan biaya pendidikan dasar. Pemerintah dan pemerintah daerah
harus punya kemauan kuat untuk bisa membebaskan siswa dari biaya operasional
pendidikan untuk tingkat sekolah dasar. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 secara tegas
mengamanatkan, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya”.
Keempat, perbaikan kurikulum. Pendidikan mesti diarahkan pada sistem
terbuka dan multimakna serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat. Karena itu, kurikulum pendidikan harus mampu membentuk
insan cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki kebebasan
mengembangkan potensi diri. Pendidikan juga mesti diselenggarakan dengan
memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajarannya. Kelima, penghargaan pada pendidik.
Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kualifikasi, profesionalisme dan
kesejahteraan guru. Sebab, guru merupakan pilar utama pendidikan dan
pembangunan bangsa (Amanah, 2011).
B. Landasan Ekonomi
Demokratisasi pendidikan merupakan salah satu isu yang sampai kini
masih menjadi persoalan baik pada tataran konseptual maupun implementasinya.
Sehari-hari dapat diikuti dan diamati beberapa isu penting, seperti: kondisi
transisional ke arah masyarakat yang demokratis, tuntutan pemerintahan yang
demokratis, pembangunan ekonomi yang berorientasi kerakyatan, kebijakan yang
berpihak dan yang berorientasi pada kepentingan rakyat, kebijakan demokratisasi
pendidikan, dan demokratisasi di bidang politik. Isu dan gejala-gejala tersebut
menunjukkan bahwa di masyarakat Indonesia telah terjadi suatu proses
demokratisasi dalam seluruh aspek kehidupan.
Dalam memasuki globalisasi ekonomi ini bangsa Indonesia harus
menghadapi dua kenyataan yang nampak paradoksal yaitu tantangan kerjasama di
satu pihak dan persaingan global di pihak lain. Dengan demikian pengaruh
globalisasi ekonomi ini menuntut kualitas dan ketahanan diri dan makin
sempitnya peluang kerjanya dalam menjual jasa dan barang-barang produksi serta
dalam memperoleh uang. Globalisasi ekonomi membawa pergeseran paradigma
organisasi yaitu organisasi yang makin cerdas, makin lincah dalam
berkompetensi. Organisasi yang semula memiliki mata rantai komando panjang
perlu berubah menjadi organisasi yang lebih mengutamakan kecepatan, dimana
dimungkinkan seseorang berkreasi lebih cepat, lebih efisien dan lebih efektif.
Alasan pemerintah Indonesia menetapkan pembangunan di bidang
ekonomi pada pembangunan jangka panjang tahun pertama dan kedua adalah:
1. Ekonomi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
2. Agar tidak kalah bersaing dalam era globalisasi saat ini.
Sehingga, mengakibatkan munculnya berbagai usaha baru, pabrik-pabrik baru,
badan-badan perdagangan baru, dan badan-badan jasa yang baru, jumlah
konglomerat bertambah banyak, pertumbuhan ekonomi menjadi tinggi, dan
penghasilan negara bertambah. Dalam pendidikan, berakibat banyak orang kaya
secara sukarela menjadi bapak angkat agar anak-anak tidak mampu bisa
bersekolah, terlaksananya sistem ganda dalam pendidikan yaitu kerja sama antara
sekolah dengan pihak usahawan dalam proses belajar-mengajar para siswa, dalam
rangka mengembangkan keterampilan siswa, dan munculnya sejumlah sekolah
unggul yang didirikan oleh orang-orang kaya atau konglomerat atau kumpulan
dari mereka yang bertebaran di seluruh Indonesia. Sekolah ini lebih unggul dalam
prasarana dan sarana pendidikan, dan juga dalam menggaji pendidik-pendidiknya.
Akan tetapi, karena kebanyakan kebijaksanaan dan peraturan dibuat maka timbul
ketidak harmonisan antarpara pengusaha dalam menjalankan roda ekonomi yang
menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, maka di era globalisasi
sekarang ini keterpurukan ekonomi di Indonesia akan diterapkan kebijaksanaan
dan peraturan yang baru dan memperbaiki perekonomian bangsa sehingga rakyat
yang menderita dapat dengan segera menikmati hasil perekonomian yang mapan
di masa yang akan datang baik perekonomian yang bersifat makro dan mikro.
Fungsi produksi dalam pendidikan, adalah hubungan antara output dan
input, di mana ada tiga bagian yaitu:
1. Fungsi Produksi Administrator
Pada fungsi produksi administrator yang dipandang input adalah segala sesuatu
yang menjadi wahana dan proses pendidikan.
a. Prasarana dan sarana belajar, termasuk ruangan kelas dapat diuangkan, artinya
bahwa perhitungan luas dan kualitas bangunan
b. Perlengkapan belajar di sekolah seperti media, alat peraga juga dihitung
harganya
c. Buku-buku pelajaran, dan bentuk material lainnya seperti film, disket dan
sebagainya
d. Barang-barang yang habis dipakai seperti zat kimia di laboratorium dan
sebagainya
e. Waktu guru bekerja, dan perangkat pegawai administrasi dalam memproses
peserta didik harus dibeli dan dibayar.
Sementara itu yang dipandang sebagai output adalah berbagai bentuk layanan
dalam memproses peserta didik seperti menghitung SKS dan lamanya peserta
didik dalam belajar.
2. Fungsi Produksi Psikologi
Pada fungsi produksi psikologi yang dipandang sebagai input sama seperti fungsi
produksi administrator. Sedangkan output fungsi produksi psikologi ialah semua
hasil belajar siswa yang mencakup:
Peningkatan kepribadian
a. Pengarahan dan pembentukan sikap
b. Penguatan kemauan
c. Peningkatan estetika
d. Penambahan pengetahuan, ilmu, dan teknologi
e. Penajaman pikiran
f. Peningkatan keterampilan.
3. Fungsi Produksi Ekonomi
Pada fungsi produksi psikologi yang dipandang sebagai input adalah:
a. Semua biaya pendidikan
b. Semua uang yang dikeluarkan secar a pribadi untuk keperluan pendidikan
c. Uang yang mungkin diperoleh lewat bekerja selama belajar atau kuliah.
Outputnya adalah tambahan penghasilan peserta didik kalau sudah tamat dan
bekerja, jika orang ini sudah bekerja sebelum belajar atau kuliah. Jika belum
pernah bekerja maka output adalah gaji yang diterima setelah tamat atau bekerja.
Peranan ekonomi dalam dunia pendidikan cukup menentukan tetapi bukan
pemegang peranan utama. Dunia pendidikan adalah lembaga yang berkewajiban
mengembangkan individu manusia, sudah tentu pendidikan itu tidak akan
membawa peserta didik ke arah hidup yang membingungkan, menyusahkan, dan
sengsara walaupun bisa mencari uang banyak. Fungsi ekonomi dalam pendidikan
adalah menunjang kelancaran proses pendidikan, di sini peran ekonomi dalam
sekolah juga merupakan salah satu bagian dari sumber pendidikan yang membuat
anak mampu mengembangkan kognisi, afeksi, psikomotor untuk menjadi tenaga
kerja yang handal dan mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, memiliki etos
kerja dan bisa hidup hemat. Selain sebagai penunjang proses pendidikan ekonomi
pendidikan juga berfungsi sebagai materi pelajaran dalam masalah ekonomi
dalam kehidupan manusia. Kegunaan ekonomi dalam pendidikan terbatas pada:
1. Untuk membeli keperluan pendidikan yang tidak dapat dibuat sendiri atau
bersama siswa
2. Membiayai segala perlengkapan gedung
3. Membayar jasa semua kegiatan pendidikan
4. Untuk mengembangkan individu yang berperilaku ekonomi
5. Untuk memenuhi kebutuhan dasar dan keamanan para personalia pendidikan
6. Meningkatkan motivasi kerja
7. Membuat para personalia pendidikan lebih bergairah bekerja.
Dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas, oleh karena itu ada
kewajiban lembaga pendidikan untuk memperbanyak sumber-sumber dana
pendidikan yang mungkin bisa diperoleh diantaranya: (1) dari pemerintah dalam
bentuk proyek pembangunan, penelitian dan sebagainya; (2) kerjasama dengan
instansi lain, baik pemerintah, swasta maupun dunia usaha. Kerja samanya dalam
bidang penelitian, pengabdian pada masyarakat; (3) membentuk pajak pendidikan.
Program ini bisa dirancang bersama antara lembaga pemerintah setempat dan
masyarakat, dengan cara ini bukan saja orang tua siswa yang membayar dana
pendidikan tetapi semua masyarakat; (4) usaha-usaha lainnya.
Menurut jenisnya biaya pendidikan terdiri dari:
1. Dana Rutin, adalah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin seperti gaji,
dan dipertanggungjawabkan dengan SPJ (surat Pertanggungjawaban) yang
disertai dengan bukti-bukti pembayaran yang sah
2. Dana Pembangunan, adalah dana yang dipakai membiayai pembangunan-
pembangunan dalam berbagai bidang, juga dipertanggungjawabkan dengan
SPJ (Surat Pertanggungjawaban) yang disertai dengan bukti-bukti pembayaran
yang sah
3. Dana Bantuan Masyarakat, adalah dana yang digunakan untuk membiayai hal-
hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan, dan
dipertanggungjawabkan dalam laporan yang disertai bukti-bukti pembayaran
yang sah pada wakil-wakil masyarakat.
Efisiensi dalam menggunakan dana pendidikan adalah dana yang harganya
sesuai atau lebih kecil dari produksi dan layanan pendidikan yang telah
direncanakan. Sedangkan yang dimaksud dengan penggunaan dana pendidikan
secara efektif adalah bila dengan dana tersebut pendidikan yang telah direncakan
bisa dicapai dengan relatif sempurna. Pemerintah perlu meningkatkan efisiensi
pendidikan karena (1) dana pendidikan sangat terbatas; (2) departemen
pendidikan seringkali mengalami kebocoran dana. Faktor-faktor utama yang perlu
diperhatikan dalam menentukan tingkat efisiensi pendidikan adalah: penggunaan
uang, proses kegiatan, dan hasil kegiatan (Lestari, 2012).
C. Landasan Hukum
Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan/atau latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat,
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam
berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo,
2008). Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan
Nasional pasal 1: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang selalu bertolak dari sejumlah
landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas
tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap
perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Secara umum,
pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup. Landasan yuridis atau hukum pendidikan dapat
diartikan seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
menjadi titik tolak atau acuan (bersifat material, dan bersifat konseptual) dalam
rangka praktek pendidikan dan studi pendidikan. Jadi, landasan hukum
pendidikan adalah dasar atau fondasi perundang-undangan yang menjadi pijakan
dan pegangan dalam pelaksanaan pendidikan.
Landasan yuridis pendidikan Indonesia mempunyai seperangkat peraturan
perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan, yang meliputi:
 Pembukaan UUD 1945
 UUD 1945 sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Indonesia
 Pancasila sebagai Landasan Idiil Sistem Pendidikan Indonesia
 Ketetapan MPR sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional
 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai Landasan Yuridis
Pendidikan Nasional
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan
Landasan pendidikan

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Analisis Buku Guru dan Siswa (Tematik
Analisis Buku Guru dan Siswa (TematikAnalisis Buku Guru dan Siswa (Tematik
Analisis Buku Guru dan Siswa (Tematik
Ifik Firdaus
 
Hakikat pembelajaran ipa di sd
Hakikat pembelajaran ipa di sdHakikat pembelajaran ipa di sd
Hakikat pembelajaran ipa di sd
safran hasibuan
 
T4. PPt Demonstrasi Kontekstual kel 4.pdf
T4. PPt Demonstrasi Kontekstual kel 4.pdfT4. PPt Demonstrasi Kontekstual kel 4.pdf
T4. PPt Demonstrasi Kontekstual kel 4.pdf
NilamMukhlisa2
 

La actualidad más candente (20)

Bab 4(PENYUSUNAN INSTRUMEN DAN TEKNIK PENSKORAN) 27/12/13
Bab 4(PENYUSUNAN INSTRUMEN DAN TEKNIK PENSKORAN) 27/12/13Bab 4(PENYUSUNAN INSTRUMEN DAN TEKNIK PENSKORAN) 27/12/13
Bab 4(PENYUSUNAN INSTRUMEN DAN TEKNIK PENSKORAN) 27/12/13
 
makalah observasi sekolah
makalah observasi sekolahmakalah observasi sekolah
makalah observasi sekolah
 
Makalah bilangan bulat
Makalah bilangan bulatMakalah bilangan bulat
Makalah bilangan bulat
 
Perencanaan Asesmen Diagnostik.docx
Perencanaan Asesmen Diagnostik.docxPerencanaan Asesmen Diagnostik.docx
Perencanaan Asesmen Diagnostik.docx
 
TOPIK 3.pptx
TOPIK 3.pptxTOPIK 3.pptx
TOPIK 3.pptx
 
KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM.ppt
KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM.pptKONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM.ppt
KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM.ppt
 
Jenis dan karakteristik media
Jenis dan karakteristik mediaJenis dan karakteristik media
Jenis dan karakteristik media
 
Analisis Buku Guru dan Siswa (Tematik
Analisis Buku Guru dan Siswa (TematikAnalisis Buku Guru dan Siswa (Tematik
Analisis Buku Guru dan Siswa (Tematik
 
Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara
Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar DewantaraFilsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara
Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara
 
1. materi shared based on_fogarty_yunita
1. materi shared based on_fogarty_yunita1. materi shared based on_fogarty_yunita
1. materi shared based on_fogarty_yunita
 
Makalah Teori Ausubel
Makalah Teori AusubelMakalah Teori Ausubel
Makalah Teori Ausubel
 
tugas uts kurikulum.docx
tugas uts kurikulum.docxtugas uts kurikulum.docx
tugas uts kurikulum.docx
 
Rumus prosentase ketuntasan belajar
Rumus prosentase ketuntasan belajarRumus prosentase ketuntasan belajar
Rumus prosentase ketuntasan belajar
 
Instrumen pedoman wawancara_guru_dan_angket_respon_siswa
Instrumen pedoman wawancara_guru_dan_angket_respon_siswaInstrumen pedoman wawancara_guru_dan_angket_respon_siswa
Instrumen pedoman wawancara_guru_dan_angket_respon_siswa
 
KB 2 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Holistik, Kontekstual, dan Futuristik
KB 2 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Holistik, Kontekstual, dan FuturistikKB 2 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Holistik, Kontekstual, dan Futuristik
KB 2 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Holistik, Kontekstual, dan Futuristik
 
65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran
65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran
65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran
 
Skala sikap
Skala sikapSkala sikap
Skala sikap
 
Hakikat pembelajaran ipa di sd
Hakikat pembelajaran ipa di sdHakikat pembelajaran ipa di sd
Hakikat pembelajaran ipa di sd
 
T4. PPt Demonstrasi Kontekstual kel 4.pdf
T4. PPt Demonstrasi Kontekstual kel 4.pdfT4. PPt Demonstrasi Kontekstual kel 4.pdf
T4. PPt Demonstrasi Kontekstual kel 4.pdf
 
Kata kerja operasional indikator k13_taksonomi bloom
Kata kerja operasional indikator k13_taksonomi bloomKata kerja operasional indikator k13_taksonomi bloom
Kata kerja operasional indikator k13_taksonomi bloom
 

Similar a Landasan pendidikan

PERENCANAAN SISTEM PEMBELAJARAN
PERENCANAAN SISTEM PEMBELAJARANPERENCANAAN SISTEM PEMBELAJARAN
PERENCANAAN SISTEM PEMBELAJARAN
Indra Prayoga
 
Perencanaan dalam strategi belajar
Perencanaan dalam strategi belajarPerencanaan dalam strategi belajar
Perencanaan dalam strategi belajar
Tjoetnyak Izzatie
 
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Supervisi pendidikan
Supervisi pendidikanSupervisi pendidikan
Supervisi pendidikan
Tika Adhitya
 
01. sosialisai pendampingan belajar guru IPS.pdf
01. sosialisai pendampingan belajar guru IPS.pdf01. sosialisai pendampingan belajar guru IPS.pdf
01. sosialisai pendampingan belajar guru IPS.pdf
ZULPANSSi
 
Tugas kurikulum Pembelajaran
Tugas kurikulum PembelajaranTugas kurikulum Pembelajaran
Tugas kurikulum Pembelajaran
pidiani
 
Kurikulum Pembelajaran
Kurikulum PembelajaranKurikulum Pembelajaran
Kurikulum Pembelajaran
pidiani
 
Unit 1 Erti Dan Matlamat Pendidikan
Unit 1  Erti Dan  Matlamat  PendidikanUnit 1  Erti Dan  Matlamat  Pendidikan
Unit 1 Erti Dan Matlamat Pendidikan
一世 一生
 

Similar a Landasan pendidikan (20)

Makalah profesi kependidikan di indonesia
Makalah profesi kependidikan di indonesiaMakalah profesi kependidikan di indonesia
Makalah profesi kependidikan di indonesia
 
PERENCANAAN SISTEM PEMBELAJARAN
PERENCANAAN SISTEM PEMBELAJARANPERENCANAAN SISTEM PEMBELAJARAN
PERENCANAAN SISTEM PEMBELAJARAN
 
Buku Mini Komunitas Guru Belajar
Buku Mini Komunitas Guru BelajarBuku Mini Komunitas Guru Belajar
Buku Mini Komunitas Guru Belajar
 
Makalah bk arti tujuan bk sekolah
Makalah bk arti tujuan bk sekolahMakalah bk arti tujuan bk sekolah
Makalah bk arti tujuan bk sekolah
 
PPT Kelompok 6_PK.pptx
PPT Kelompok 6_PK.pptxPPT Kelompok 6_PK.pptx
PPT Kelompok 6_PK.pptx
 
Peranan bimbel
Peranan bimbelPeranan bimbel
Peranan bimbel
 
Perencanaan dalam strategi belajar
Perencanaan dalam strategi belajarPerencanaan dalam strategi belajar
Perencanaan dalam strategi belajar
 
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
 
Supervisi pendidikan
Supervisi pendidikanSupervisi pendidikan
Supervisi pendidikan
 
1261 article text-3266-3-10-20201114
1261 article text-3266-3-10-202011141261 article text-3266-3-10-20201114
1261 article text-3266-3-10-20201114
 
Jurnal last
Jurnal lastJurnal last
Jurnal last
 
Task
TaskTask
Task
 
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islampeningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
 
Kode
KodeKode
Kode
 
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islampeningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
 
01. sosialisai pendampingan belajar guru IPS.pdf
01. sosialisai pendampingan belajar guru IPS.pdf01. sosialisai pendampingan belajar guru IPS.pdf
01. sosialisai pendampingan belajar guru IPS.pdf
 
Tugas kurikulum Pembelajaran
Tugas kurikulum PembelajaranTugas kurikulum Pembelajaran
Tugas kurikulum Pembelajaran
 
Kurikulum Pembelajaran
Kurikulum PembelajaranKurikulum Pembelajaran
Kurikulum Pembelajaran
 
Unit 1 Erti Dan Matlamat Pendidikan
Unit 1  Erti Dan  Matlamat  PendidikanUnit 1  Erti Dan  Matlamat  Pendidikan
Unit 1 Erti Dan Matlamat Pendidikan
 
Makalah Masalah Profesi Guru
Makalah Masalah Profesi GuruMakalah Masalah Profesi Guru
Makalah Masalah Profesi Guru
 

Más de Pipit Wijaya (6)

Peningkatan Kualitas Guru Untuk Mencetak Peserta Didik Berkualitas Demi Penca...
Peningkatan Kualitas Guru Untuk Mencetak Peserta Didik Berkualitas Demi Penca...Peningkatan Kualitas Guru Untuk Mencetak Peserta Didik Berkualitas Demi Penca...
Peningkatan Kualitas Guru Untuk Mencetak Peserta Didik Berkualitas Demi Penca...
 
Materi Psikologi Pembelajaran prof. Rudy Sumiharsono
Materi Psikologi Pembelajaran prof. Rudy SumiharsonoMateri Psikologi Pembelajaran prof. Rudy Sumiharsono
Materi Psikologi Pembelajaran prof. Rudy Sumiharsono
 
MATERI landasan filosofis pendidikan Dr. DIMYATI
MATERI landasan filosofis pendidikan Dr. DIMYATIMATERI landasan filosofis pendidikan Dr. DIMYATI
MATERI landasan filosofis pendidikan Dr. DIMYATI
 
foundations of education student text tenth edition 2007
foundations of education student text tenth edition 2007foundations of education student text tenth edition 2007
foundations of education student text tenth edition 2007
 
MATERI LANDASAN PENDIDIKAN PROF MARYONO
MATERI LANDASAN PENDIDIKAN PROF MARYONOMATERI LANDASAN PENDIDIKAN PROF MARYONO
MATERI LANDASAN PENDIDIKAN PROF MARYONO
 
Perbandingan Pembelajaran Matematika Melalui Ceramah Dengan Pembelajaran Mela...
Perbandingan Pembelajaran Matematika Melalui Ceramah Dengan Pembelajaran Mela...Perbandingan Pembelajaran Matematika Melalui Ceramah Dengan Pembelajaran Mela...
Perbandingan Pembelajaran Matematika Melalui Ceramah Dengan Pembelajaran Mela...
 

Último

BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
IvvatulAini
 

Último (20)

TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRegresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptxPelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 

Landasan pendidikan

  • 1. Landasan Pendidikan Oleh: PIPIT RIKA WIJAYA Dosen Pengampu: Dr. Dimyati, M.Pd Program Studi Teknologi Pembelajaran Program Pascasarjana IKIP PGRI Jember 2014
  • 2. I. Pengertian Profesi Mengajar A. Memilih Karir Mengajar Motivasi sebagai suatu proses yang mendorong, mengarahkan dan memelihara perilaku manusia ke arah pencapaian suatu tujuan. Segala sesuatu yang ada di dalam diri manusia membentuk motivasi. Ramuan motivasi meliputi partisipasi, komunikasi dan insentif. Kunci keberhasilan pengembangan dalam motivasi adalah melalui pemberian imbalan yang bernilai dan berkaitan dengan kemajuan kinerja yang didistribusikan secara berkeadilan. Sehingga akan memberikan pengalaman yang memberikan kepuasan untuk mendorongnya melaksanakan tugasnya secara lebih baik di masa mendatang. Pekerjaan yang motivasional mengandung banyak imbalan dapat diklasifikasikan menjadi imbalan ekstrinsik dan imbalan intrinsik. Imbalan ekstrinsik berasal dari luar diri seseorang dan biasanya berasal dari pihak atasan yang meliputi antara lain pemberian insentif, promosi, pengangkatan sebagai pegawai tetap dan lain sebagainya. Imbalan intrinsik atau imbalan alamiah berasal dari dalam diri seseorang yang bersumber dari kesadaran akan kompetensi yang dimiliki sebagai akibat dari pengalaman masa lalu. Imbalan intrinsik tidak bergantung pada faktor dari luar (Djatmiko, 2004). Menurut Danim (2004), ada tiga faktor yang paling dominan dalam menentukan perilaku manusia dalam bekerja, yaitu motivasi, kesejahteraan dan kepuasan. Kebutuhan manusia sendiri terdiri dari lima tingkatan yang sifatnya berjenjang, dimana teori ini dikenal dengan teori hierarki kebutuhan menurut Maslow. Jika kebutuhan pertama telah terpenuhi, maka orang akan berusaha mencapai pemenuhan kebutuhan kedua, dan demikian seterusnya. Adapun lima tingkatan tersebut sebagai berikut:  Tingkat 1 : fisik atau biologis  Tingkat 2 : rasa aman  Tingkat 3 : rasa disertakan, rasa cinta dan aktifitas sosial  Tingkat 4 : rasa hormat  Tingkat 5 : realisasi atau aktualisasi diri
  • 3. Setiap individu memiliki motivasi yang berbeda, alasan-alasan tertentu tentang keputusan memilih guru sebagai profesinya. Sebagian besar alasan yang dikemukakan adalah: (1) menyukai anak-anak; (2) ingin menjadi bagian dari dunia kependidikan; (3) memiliki minat kegiatan mengajar; (4) ingin mengabdi dalam pelayanan masyarakat/sosial. Disamping itu juga, profesi guru memiliki keuntungan-keuntungan, seperti misalnya tidak ada risiko kerja yang berarti (insiden kecelakaan misalnya), hal itu berarti tingkat keamanan dalam bekerja lebih tinggi daripada pekerjaan-pekerjaan lainnya; guru memiliki jaminan hari tua dengan adanya uang pensiun yang diberikan pemerintah; profesi guru relatif mudah dalam mempersiapkan pengajaran dibandingkan dengan pelatihan yang dibutuhkan oleh beberapa profesi lainnya. Kadang juga rasa kagum terhadap guru sekolah di masa lalu membuat seseorang memutuskan menjadi guru. Terlepas dari apapun motivasi yang mendasari seseorang menjadi guru, hal itu bisa memacu semangat bekerja dan melaksanakan tugas guru dengan ranggungjawab. Meskipun risiko kerja guru hampir tidak ada, namun tidak bisa dipungkiri bahwa profesi guru ada tantangan dan hambatan dalam kegiatan pengajaran. Risiko itu akan semakin tinggi saat seseorang baru kali pertama mengajar karena belum memiliki pengalaman dalam menguasai kelas. Tantangan dan hambatan itu bisa berupa lingkungan baru bila penempatan mengajar jauh dari daerah domisili; karakteristik siswa yang berbeda satu sama lain; hubungan antarguru, karyawan, kepala sekolah dan pemangku kepentingan. Tingkat keberagaman siswa lebih tinggi di perkotaan daripada di desa. Keberagaman itu meliputi perbedaan budaya, etnis, bahasa, dan perbedaan sosial ekonomi. Perbedaan tersebut rentan menimbulkan diskomunikasi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Hal tersebut bisa diatasi dengan peningkatan keragaman guru yaitu menempatkan guru yang memiliki kultur yang sama dengan siswa-siswanya. Sehingga siswa akan merasa seperti di rumah dan nyaman dalam proses pembelajaran. Solusi lain yang bisa diterapkan adalah akreditasi program persiapan guru dengan menguji kemampuan setiap program untuk dapat menjamin bahwa calon guru memiliki pengetahuan dan ketrampilan sehingga memenuhi syarat untuk mengajar dimanapun. Menurut Hammond (2009), akreditasi program persiapan
  • 4. guru menjamin calon guru dapat: (1) menguasai bidang ilmunya dengan baik dan mengetahui cara mengajarkannya pada siswa; (2) mengerti cara belajar dan berkembang siswa; (3) memahami bahasa serta budaya mereka sendiri dan mengetahui cara mempelajari budaya lain; (4) mengetahui cara mengembangkan kurikulum serta aktifitas belajar yang menghubungkan pengetahuan guru mengenai siswanya dengan kebutuhan pembelajaran siswa; (5) mengetahui cara mengajarkan mata pelajaran tertentu melalui cara yang dapat dipahami siswa dari berbagai kalangan; (6) mengetahui cara menggunakan serta mengembangkan penilaian menjadi ukuran standar pembelajaran dan cara menggunakan hasil penilaian untuk merencanakan pengajaran yang memenuhi kebutuhan pembelajaran siswa; (7) mengetahui cara menciptakan dan mengelola kelas yang terencana dan penuh hormat; (8) mampu mengidentifikasi serta membuat rencana kebutuhan pembelajaran siswa; (9) mampu mengembangkan intervensi, perubahan jalur, serta merevisi strategi yang digunakan jika perlu; dan (10) mampu bekerjasama dengan orangtua siswa dan koleganya agar memiliki kesamaan visi dan memberikan dukungan bersama terhadap pembelajaran siswa. Semua tantangan dan hambatan tersebut merupakan bagian dari kondisi kerja yang harus dilalui oleh guru. Risiko guru bertambah ketika guru juga harus memastikan bahwa semua siswa yang dibimbing menunjukkan peningkatan keterampilan dan daya nalar, dan akhirnya lulus dengan nilai yang memuaskan. B. Permintaan/Penawaran & Gaji Pengajar Profesi guru bisa dikatakan pekerjaan yang tertua diantara pekerjaan yang pernah ada. Guru ada sejak manusia telah mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan. Dalam sejarah Indonesia, guru mulai ada saat jaman kerajaan Hindu-Budha. Saat jaman penjajahan bangsa Eropa, pendidikan di Indonesia berkembang karena adanya politik etis yang diterapkan oleh penjajah. Selanjutnya, dalam penjajahan Jepang, bidang pendidikan di Indonesia dimobilisasi oleh Jepang guna kepentingan Perang Asia Timur Raya. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 25 Nopember 1945 Persatuan Guru Republik
  • 5. Indonesia (PGRI) didirikan. Mulai saat itulah banyak lulusan calon guru yang dihasilkan di Indonesia. Sekarang di dunia kependidikan muncul istilah Guru Tidak Tetap (GTT). Menurut Suciptoardi (2010), menjelaskan mengenai GTT sebagai berikut: A. GTT (Guru Tidak Tetap) Sekolah Negeri adalah istilah yang lazim “dicapkan” atau disebut oleh pihak sekolah untuk guru yang: 1. diangkat berdasarkan kebutuhan pada satuan pendidikan (sekolah) dengan disetujui kepala sekolah 2. kewenangan bertumpu kepada kepala sekolah, baik pengangkatan juga pemberhentian 3. menandatangani kontak kerja selama jangka waktu tertentu, setahun atau lebih sesuai dengan kebutuhan sekolah 4. dibiayai atau digaji berdasarkan sumbangan dari masyarakat dan tunjangan fungsional duaratus ribu rupiah sampai dengan tujuhratus ribu perbulan tergantung kebijakan dari Kepala Sekolah, khusus yang memenuhi kuota duapuluh empat jam dengan berbagai pertimbangan, baik itu jam mengajar dari beberapa sekolah, sebagai wali kelas, pembina ekstrakurikuler, tim IT sekolah, staf, dan jabatan lainnya dalam koridor pendidikan 5. tunjangan fungsional adalah “jasa baik” Pemda, walaupun legal, akan tetapi tidak masuk dalam kategori dari “pembiayaan APBD” 6. dengan demikian, GTT adalah guru yang tidak masuk anggaran APBN dan APBD B. GTT adalah bukan Guru PTT (Pegawai Tidak Tetap) yang seringkali disama artikan atau tersamarkan sebagai guru honor. Dalam terminologi legal yang berlaku di beberapa anggota DPR, surat kabar, dan Pemda, guru honor untuk menyebut Guru PTT. Dalam arti demikian, sekali lagi, GTT bukan Guru PTT C. GTT sampai hari ini, belum memiliki payung hukum, baik dalam provinsi maupun nasional. Sehingga, pihak-pihak yang miskin hati nuraninya, dapat dengan mudah menyingkirkan GTT disatuan pendidikan, baik itu di sekolah negeri ataupun swasta. Namun, GTT yang berani dan cerdas, akan bergabung
  • 6. ke serikat guru atau organisasi guru lainnya yang legal sebagai forum untuk berjuang demi pengakuan legal serta faktual D. GTT memiliki gaji yang kecil bila dibandingkan dengan PNS, yang secara jelas memiliki tanggungjawab sama. Kenyataan ini, seringkali memunculkan kecemburuan yang rasional dan realistis E. GTT termasuk guru yang kurang peduli, dan kurang semangat dalam menyuarakan kepentingan mereka, kecuali kalau sudah terancam, baik itu diberhentikan, dikurangi jam mengajar, atau dipersilahkan untuk keluar dari sekolah negeri Guru Tidak Tetap semakin sulit untuk menjadi guru tetap dengan adanya SE Mendagri RI No 814.1/169/SJ tentang larangan pengangkatan tenaga honorer. Kecilnya penghasilan yang didapat mengharuskan guru tidak tetap untuk mencari rupiah di luar profesinya. Hal ini memunculkan fenomena dalam dunia pendidikan, dimana semakin berkurangnya minat mahasiswa menempuh pendidikan guru. Upaya peningkatan gaji guru tidak tetap masih sekadar wacana namun patut diapresiasi. Seperti di Padang dan Kepulauan Meranti Selat Panjang, semua keputusan bermuara pada sidang DPRD setempat. Sedangkan, presiden Yudhoyono terus-menerus berpesan agar guru berdoa dan bekerja keras untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena bila ekonomi Indonesia meningkat maka penerimaan negara menjadi meningkat, sehingga APBN meningkat. Peningkatan ABDN tersebut akan berimbas pada peningkatan anggaran di bidang pendidikan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan guru. Selanjutnya, ada klaim dari Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso yang menilai bahwa gaji dan tunjangan guru di Indonesia saat ini sudah lebih baik dari sebelumnya. Hal ini senada dengan pernyataan Anggota Komisi X DPR RI, Reni Marlinawati, juga menyampaikan kalau saat ini kesejahteraan guru lebih baik meski masih dibutuhkan adanya peningkatan kesejahteraan bagi guru khususnya mereka yang masih honorer. Terlepas dari benar tidaknya pernyataan diatas, upaya dalam meningkatkan kesejahteraan guru yang dilakukan oleh pemangku kepentingan memang patut diapresiasi. Tugas masyarakat ikut memantau dan mengawasi setiap perkembangan bidang pendidikan.
  • 7. C. Mempersiapkan Guru Upaya peningkatan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas para pendidik. Kualitas pendidik juga berintegrasi dengan sumberdaya pendidikan lainnya. Bila kualitas sumberdaya pendidikan sudah baik namun tidak didukung dengan kualitas guru yang memadai, maka tidak akan tercapai kegiatan pembelajaran yang maksimal. Sebaliknya, meskipun kualitas guru sudah memadai namun tidak adanya sumberdaya pendidikan yang baik, juga akan mempengaruhi kinerja guru tersebut. Oleh karena itulah, dilakukan peningkatan kualitas pendidikan dengan meningkatkan kualitas guru. Implikasi dari meningkatkan kualitas guru adalah dengan diberlakukannya sertifikasi guru. Hal itu disahkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahuhn 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 057/O/2007 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Bagi Dosen dalam Jabatan. Bila dibandingkan dengan guru di negara-negara lain, seperti misalnya di Jepang, kesejahteraan hidup guru di Indonesia masih rendah. Demi mencukupi kebutuhan hidup, sebagian besar guru bekerja sambilan di luar tugas mengajar. Kerja ganda yang dilakukan guru tersebut ditakutkan menurunkan kualitas mengajar pada siswa-siswanya sehingga akan menurunkan kualitas standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Saat guru lulus ujian sertifikasi, maka akan mendapatkan reward atau ganjaran berupa pemberian tunjangan profesional yang berlipat dari gaji yang diterima oleh guru. Diharapkan tidak akan ada lagi guru-guru yang bekerja di luar tugas mengajar karena kesejahteraannya telah terpenuhi. Sertifikasi adalah pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani dan kemampuan mewujudkan tujuan standar pendidikan nasional. Menurut Muslich (2007), kualifikasi akademik dapat dibuktikan dengan kepemilikan ijasah pendidikan tinggi program sarjana atau D-4, baik kependidikan maupun nokependidikan. Kualifikasi kompetensi yang meliputi
  • 8. kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional diperoleh melalui pendidikan profesi dan/atau uji sertifikasi. Uji kompetensi sekaligus merupakan bukti kemampuan mewujudkan tujuan standar pendidikan nasional. Sedangkan kualifikasi sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan keterangan dokter. Menurut Phury (2011), Pada dasarnya pelaksanaan sertifikasi guru mempunyai banyak tujuan. Berikut ini beberapa tujuan utama sertifikasi guru: a) Menentukan kelayakan guru sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses pembelajaran. Guru yang sudah menerima sertifikat pendidik dapat diartikan sudah layak menjadi agen pembelajaran b) Meningkatkan proses dan mutu pendidikan. Mutu pendidikan antara lain dapat dilihat dari mutu siswa sebagai basil proses pembelajaran. Mutu siswa ini di antaranya ditentukan dari kecerdasan, minat, dan usaha siswa yang bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti berkualitas dan profesional menentukan mutu siswa c) Meningkatkan martabat guru. Dari bekal pendidikan formal dan juga berbagai kegiatan guru yang antara lain ditunjukkan dari dokumentasi data yang dikumpulkan dalam proses sertifikasi maka guru akan mentransfer lebih banyak ilmu yang dimiliki kepada siswanya. Secara psikologis kondisi tersebut akan meningkatkan martabat guru yang bersangkutan d) Meningkatkan profesionalisme. Guru yang profesional antara lain dapat ditentukan dari pendidikan, pelatihan, pengembangan diri, dan berbagai aktivitas lainnya yang terkait dengan profesinya. Langkah awal untuk menjadi profesional dapat ditempuh dengan mengikuti sertifikasi guru. Selain mempunyai tujuan, pelaksanaan sertifikasi guru juga mempunyai beberapa manfaat. Manfaat utama dari sertifikasi guru adalah sebagai berikut: a) Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang merugikan citra profesi guru. Guru yang telah mempunyai sertifikat pendidik harus dapat menerapkan proses pembelajaran di kelas sesuai dengan teori dan praktik yang telah teruji b) Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional. Sekolah yang mempunyai mutu pendidikan baik ditentukan dari
  • 9. mutu guru dan mutu proses pembelajaran di kelas. Dengan sertifikasi, mutu guru diharapkan akan meningkat sehingga meningkatkan mutu sekolah. Pada akhirnya, masyarakat dapat menilai kualitas sekolah berdasarkan mutu pendidikannya c) Menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas menyiapkan calon guru juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan d) Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang berpotensi menyimpang dari ketentuan yang berlaku e) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi guru. Hasil sertifikasi di antaranya dapat digunakan sebagai cara untuk menentukan imbalan yang sesuai dengan prestasinya, yaitu berupa tunjangan profesi. Cara ini dapat menghindarkan dari praktik ketidakadilan, misalnya guru yang berprestasi hanya mendapat imbalan kecil. Dengan demikian, kesejahteraan guru dapat meningkat sesuai dengan prestasi yang diraihnya. Namun, satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa tunjangan profesi bukan menjadi tujuan utama sertifikasi. Tunjangan profesi merupakan konsekuensi logis yang menyertai kompetensi guru. Pemberlakuan sertifikasi guru bukan tanpa masalah. Berikut ini adalah beberapa permasalahan terkait dengan program sertifkasi guru, baik di daerah maupun di ibukota: 1. Rata-rata nilai guru pada tahap pertama hanya berkisar pada angka 43,82. Padahal untuk lulus, guru harus mendapat nilai rata-rata 70 2. Tidak ada perbedaan antara guru yang telah tersertifikasi dengan guru yang belum/tidak tersertifikasi terhadap hasil belajar siswa. Sehingga ada tiga hal yang harus dibenahi:  Menghilangkan formalitas penyelenggaraan program sertifikasi guru karena adanya kebiasaan formalitas birokrasi  Mengaitkan program sertifikasi guru dengan pembenahan LPTK dalam pengadaan dan perekrutan calon guru di perguruan tinggi karena LPTK sekarang ini lebih mengejar orientasi ke nonpendidikan
  • 10.  Menyelenggarakan program sertifikasi guru agar lebih berbasis di kelas karena proses sertifikasi guru berjalan terpisah dengan peningkatan mutu proses belajar mengajar di kelas 3. Guru tidak menerima dana sertifikasi guru antara dua sampai enam bulan, pembayaran dana sertifikasi guru tidak pernah genap duabelas bulan, pemotongan gaji pokok bagi pengawas. Kasus ini terjadi di Lampung dan PGRI Lampung telah melaporkan pada Kejaksaan Tinggi setempat 4. Acara sosialisasi sertifikasi guru dikomersialkan oleh oknum asesor dan dinas pendidikan setempat, pemalsuan dokumen (pemalsuan nama, pemalsuan tanggal, pemalsuan tanda tangan) pemotongan honor asesor, dan upaya penyuapan. Direktur Pembinaan Diklat Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPK) Depdiknas, Sumarna Surapranata, memberikan sejumlah rekomendasi. Diantaranya adalah melaksanakan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dengan melibatkan komponen masyarakat yang relevan, melarang segala bentuk komersialisasi sosialisasi sertifikasi guru, membuat sistem kendali mutu secara keseluruhan, dan memberi sanksi hukum pada pihak yang melanggar. Hal ini terjadi di Semarang 5. Dana sertifikasi guru oleh Pemda setempat diendapkan dulu di bank agar berbunga. Kondisi tersebut diatasi dengan cara Kemdikbud dan Kemenkeu membuat surat edaran yang berisi peringatan kepada Pemda agar menyalurkan dana tersebut. Bila tidak, maka dana alokasi daerahnya akan ditahan. Ini terjadi di Jakarta 6. Untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi guru harus memenuhi beberapa syarat, antara lain beban mengajar minimal 24 jam pelajaran/minggu sesuai bidang studi kesarjanaannya. Namun sering terjadi banyak guru yang kekurangan jam mengajar karena jumlah guru di sekolah berlebih. Hal ini bisa diatasi dengan memberikan tugas tambahan kepada guru yang bersangkutan, misalkan dengan mengangkat sebagai wakil kepala sekolah atau kepala lab, kepala bengkel dan sebagainya. Terjadi di Jakarta
  • 11. 7. Pemberian tunjangan sertifikasi guru yang tidak sesuai dengan PP Nomer 32 Tahun 2013 mengenai kenaikan gaji PNS. Sehingga tunjangan sertifikasi guru yang diterima masih gaji pokok sebelum kenaikan gaji. Supartono, Kepala DPPKAD Gunungkidul, menyatakan kebijakan itu sudah sesuai dengan ketentuan Peraturan Kementerian Keuangan, yang mengatur nilai tunjangan sertifikasi sesuai nilai gaji pada bulan Januari yang belum naik. Ini terjadi di Gunung Kidul Jogjakarta 8. Adanya keterlambatan pencairan tunjangan sertifikasi dikarenakan data jumlah guru penerima sertifikasi tidak sama dengan anggaran yang diturunkan oleh pusat. Hal ini disebabkan ada penambahan jumlah guru penerima tunjangan di tengah tahun anggaran. Ini terjadi di Gunung Kidul Jogjakarta 9. Di Papua hanya sekitar tujuh persen lolos sertifikasi guru. Menurut Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Papua, James Modouw, hal ini disebabkan jenjang pendidikan guru di Papua belum memenuhi standar 10. Federasi Serikat Guru Indonesia kembali menolak untuk mengikuti Uji Kompetensi Guru gelombang kedua di Jakarta. Mereka beralasan uji kompetensi versi pemerintah itu bukan alat ukur yang tepat untuk mengukur kualitas guru. Uji kompetensi guru dilakukan kembali karena pada saat itu banyak operator program yang bermasalah karena hanya dilatih dalam waktu dua hari. Selain itu, ada masalah administrasi karena banyak peserta gagal terkoneksi ke internet 11. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menemukan adanya kejanggalan pada soal uji kompetensi guru dan hal substansi soal dan masalah teknis 12. Anggota Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat, Ahmad Zainuddin, mendesak pemerintah menunda uji kompetensi guru bersertifikasi dikarenakan banyak guru yang terkendala teknologi internet, usia, dan meragukan transparansi dan kredibilitas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada dasarnya, program sertifikasi guru adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru. Jika guru mempunyai kompetensi yang baik, maka peserta didik bisa mendapatkan pengajaran yang lebih baik. Wajar saja bila pemerintah memperhatikan kesejahteraan guru dengan memberikan gaji dan
  • 12. tunjangan karena guru mempunyai berperan penting menyiapkan calon pemimpin masa depan. Namun upaya peningkatan kemampuan para pendidik juga harus disertai dengan kesiapan penuh pemerintah mengakomodasi segala persiapan uji kompetensi guru tersebut. Mulai dari tahap sosialisasi program sertifikasi guru, persiapan soal ujian yang relevan secara substansi dan teknis, serta memberikan pelatihan pada guru yang belum lulus uji kompetensi tersebut. Jika pemerintah melaksanakan program ini secara efektif dan efisien, maka akan tumbuh guru- guru yang benar-benar berkompeten mengajar peserta didik. Sehingga Indonesia akan memiliki generasi penerus bangsa yang hebat. D. Calon Guru: Kemampuan dan Uji Kompetensi Bila berbicara tentang kualitas pendidikan, maka kompetensi guru dalam pembelajaran juga patut menjadi perhatian. Kompetensi guru yang mumpuni akan berdampak positif dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebenarnya untuk mendapatkan tenaga pendidik yang berkualitas, dimulai pada saat perekrutan calon guru di perguruan tinggi. Motivasi dan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh calon guru tersebut akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku calon guru dalam menempuh gelar sarjana pendidikannya. Tahap selanjutnya adalah proses rekrutmen yang dilakukan oleh sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan lainnya dalam menerima calon guru untuk mendapatkan calon guru yang profesional dan berkualifikasi baik. Proses rekrutmen perlu disiapkan secara matang, objektif dan bersifat komprehensif yang mencakup semua aspek persyaratan yang harus dimiliki calon guru. Setelah menjadi guru, seorang gurupun tetap harus meningkatkan kompetensinya. Hal itu bisa melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi dan program tugas belajar. Pembinaan moral kerja guru juga perlu ditingkatkan guna mendukung kompetensinya. Kompetensi guru diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menyebutkan bahwa kompetensi guru dan dosen adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru yang dimaksud adalah
  • 13. pertama, kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kedua, kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan pribadi guru yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Ketiga, kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Keempat, kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar (Rojai, 2013). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Fuad Hassan, menguraikan tugas-tugas guru melalui sepuluh kemampuan dasar guru yaitu: (1) kemampuan mengembangkan kepribadian; (2) kemampuan menguasai landasan kependidikan; (3) kemampuan menguasai bahan pengajaran; (4) kemampuan menyusun program pengajaran; (5) kemampuan melaksanakan program pengajaran; (6) kemampuan menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan; (7) kemampuan menyelenggarakan program bimbingan; (8) kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah; (9) kemampuan berinteraksi dengan teman sejawat dan masyarakat; dan (10) kemampuan menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran (Darmadi, 2009). Kemampuan guru perlu diujikan dalam istilah Uji Kompetensi Guru (UKG). Pengujian ini diperlukan untuk mengukur tingkat kompetensi yang disyaratkan pada tiap-tiap guru. Bila dalam uji kompetensi guru dinyatakan lulus, berarti guru tersebut setidaknya memiliki dan menguasai empat kompetensi guru dan berhak mendapat tunjangan profesi. Uji kompetensi guru ini juga berfungsi untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru yang berkaitan dengan pembangunan di bidang pendidikan di tiap kabupaten/kota. Pada akhirnya, akan mengerucut pada kualitas standar pendidikan nasional. Mulyasa (2008), menjelaskan mengenai uji kompetensi guru sebagai berikut: (1) sebagai alat untuk mengembangkan standar kemampuan profesional guru; (2) merupakan alat seleksi penerimaan guru; (3) untuk pengelompokan guru; (4) sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum; (5) merupakan alat pembinaan guru; dan (6) mendorong kegiatan dan hasil belajar.
  • 14. E. Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja Guru merupakan seorang agen perubahan sikap dan perilaku peserta didik untuk menjadi terdidik. Peran itu menjadi sangat penting mengingat adanya tujuan standar pendidikan nasional yang ingin dicapai pemerintah. Dalam melaksanakan perannya, tentu akan memunculkan pikiran, perasaan dan keinginan yang akan mempengaruhi sikapnya. Sikap tersebut diistilahkan dengan kepuasan kerja. Pada profesi guru, kepuasan kerja akan dapat dilihat dari sikap-sikap positif saat bekerja. Sebaliknya, bila guru tidak mengalami kepuasan kerja maka sikap negatif akan tercermin saat bekerja. Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut (Hasibuan, 2009): (1) balas jasa yang adil dan layak; (2) penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian; (3) berat-ringannya pekerjaan; (4) suasana dan lingkungan kerja; (5) sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan pekerjaan; (6) sikap pimpinan dalam kepemimpinannya; (7) sifat pekerjaan monoton atau tidak. Sedangkan Robbins (dalam Mariani, 2011), menjelaskan beberapa hal yang menentukan kepuasan kerja, antara lain: (a) kerja yang secara mental menantang; (b) ganjaran yang pantas; (c) kondisi kerja yang mendukung; (d) rekan kerja yang mendukung; (e) kesesuaian kerja antara kepribadian dengan pekerjaan. Dari dua pendapat diatas, dapat disimpulkan indikator kinerja guru antara lain: 1. Motivasi 2. Status kepegawaian 3. Pendapatan yang diterima 4. Jenjang karir 5. Penempatan kerja 6. Kesesuaian mata pelajaran yang diampu dengan keahliannya 7. Hubungan antara sesama guru, karyawan dan kepala sekolah 8. Sikap kepala sekolah dalam kepemimpinannya 9. Sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran 10. Ukuran sekolah yang dinaungi.
  • 15. Pertama, motivasi. Pada saat seseorang memutuskan menjadi guru sudah tentu ada motivasi di balik keputusannya tersebut. Motivasi mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Sehingga pada waktu telah menjadi guru dan mengajar, guru tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi dan akan menunjukkan kinerja yang bagus. Kedua, status kepegawaian. Status kepegawaian guru, baik di sekolah negeri ataupun di sekolah swasta, dibedakan menjadi dua, guru tidak tetap dan guru tetap. Guru tetap adalah guru yang telah memiliki status minimal sebagai pegawai negeri sipil, dan telah ditugaskan di sekolah tertentu sebagai instansi induknya. Selaku guru di sekolah swasta, guru tersebut dinyatakan guru tetap jika telah memiliki kewewenangan khusus yang tetap untuk mengajar di suatu yayasan tertentu yang telah diakreditasi oleh pihak yang berwenang di kepemerintahan Indonesia. Guru tidak tetap, disebut juga guru sukwan atau guru honorer. Status guru tidak tetap dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh instansi yang menaungi atau memutus perjanjian kontrak. Hal ini bisa mempengaruhi kinerja guru tersebut karena tidak ada rasa puas dalam bekerja. Ketiga, pendapatan yang diterima oleh guru. Faktor ini dipengaruhi oleh status kepegawaian guru tersebut. Guru tidak tetap yang belum berstatus pegawai negeri sipil digaji perjam pelajaran. Berbeda dengan guru tetap yang digaji besar (minimal gaji yang diterima sesuai dengan tingkatan golongan), guru tidak tetap digaji secara sukarela, dan bahkan di bawah gaji minimum yang telah ditetapkan secara resmi. Karena itulah banyak guru yang berstatus tidak tetap memiliki pekerjaan ganda. Kelebihan lain dari status guru tetap adalah mereka berhak mengikuti uji kemampuan kompetensi dan apabila lulus maka akan menerima pendapatan tambahan dari sertifikasi guru. Bila pendapatan guru meningkat maka kesejahteraan guru menjadi terjamin. Sehingga tingkat kepuasan kerja guru tinggi. Keempat, jenjang karir. Guru akan meningkatkan kinerjanya bila ada jaminan atau keyakinan untuk akses promosi atau naik jabatan. Sehingga akan meningkatkan nilai kepuasan kerja guru. Apalagi bila karir guru sudah mapan dan berada di tingkatan golongan tinggi, maka tingkat kepuasan kerja guru akan semakin besar. Kelima, penempatan kerja. Seringkali guru baru ditempatkan jauh dari daerah domisilinya. padahal keinginan sebagian besar guru adalah
  • 16. penempatan kerja di sekitar lingkungannya. Baik guru tidak tetap maupun guru tetap mendapatkan wilayah kerja yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Namun, hal yang sering terjadi adalah guru tetap dapat mengajukan permohonan pindah wilayah kerja dan memiliki peluang lebih besar ditempatkan sesuai dengan permohonannya daripada guru tidak tetap. Penempatan kerja yang jauh dari domisilinya biasanya cenderung mempengaruhi tingkat kepuasan kerja guru. Keenam, kesesuaian mata pelajaran yang diampu dengan keahliannya. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Hal ini akan mempengaruhi guru dalam hal membuat perencanaan dan persiapan mengajar, penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa, penguasaan metode dan strategi mengajar, pemberian tugas-tugas kepada siswa, kemampuan mengelola kelas dan kemampuan guru melakukan penilaian dan evaluasi. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka terhadap pekerjaannya. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru. Ketujuh, hubungan antara sesama guru, karyawan dan kepala sekolah. Hubungan yang harmonis antarpelaku satuan pendidikan bisa melahirkan suasana yang kondusif dan iklim pembelajaran interaktif yang menyenangkan. Faktor ini berkaitan dengan komunikasi organisasi. Hal ini dipertegas oleh Muhammad (2007), yang menyatakan bahwa kepuasan dengan komunikasi muncul dari faktor kepuasan dengan ketepatan informasi yang mencakup tingkat kepuasan penerimaan informasi, perubahan administratif dan staf dan lain sebagainya. Faktor kedua adalah peuasan dengan komunikasi teman sejawat yang mencakup komunikasi horizontal, informal dan tingkat kepuasan yang timbul dari diskusi masalah dan mendapatkan informasi dari teman sejawat. Faktor selanjutnya adalah kepuasan dengan keterlibatan dalam komunikasi organisasi sebagai satu kesatuan, yang mencakup keterlibatan hubungan dengan organisasi, dukungan atau bantuan dari organisasi dan informasi dari organisasi.
  • 17. Kedelapan, Sikap kepala sekolah dalam kepemimpinannya. Peran kepala sekolah sebagai pimpinan organisasi begitu penting untuk menstimulasi kinerja karyawannya, termasuk juga guru-guru. Hal itu bisa menggunakan konsep supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan adalah upaya seorang kepala sekolah dalam pembinaan guru agar guru dapat meningkatkan kualitas mengajarnya dengan melalui langkah-langkah perencanaan, penampilan mengajar yang nyata serta mengadakan perubahan dengan cara yang rasional untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Fungsi kepala sekolah antara lain memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap staf guru maupun staf tatausaha agar setiap staf dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dalam arti agar tugas itu dapat berhasil secara efektif. Dengan bimbingan terhadap staf guru, maknanya kepala sekolah berusaha agar tugas guru sebagai pendidikan dan pengajar dapat tercapai hasil yang efektif dan efisien. Sahertian (2000) mengemukakan ada delapan fungsi supervisi, yaitu (1) memgkoordinasi semua usaha sekolah; (2) melengkapi kepemimpinan sekolah; (3) memperluas pengalaman guru-guru; (4) menstimulasi usaha-usaha kreatif; (5) memberi fasilitas dan penilaian terus-menerus; (6) menganalisis situasi belajar-mengajar; (7) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf; dan (8) memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru. Selanjutnya, Sahertian juga menyebutkan sasaran supervisi pendidikan mencakup pembinaan kurikulum, perbaikan proses pembelajaran, pengembangan staf, pemeliharaan serta perawatan moral dan semangat kerja guru-guru. Kesembilan, sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran. Demi kelancaran proses pembelajaran, lembaga sekolah harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Sehingga guru dapat menerapkan metode pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bagi peserta didik. Bila hasil belajar siswa baik maka guru akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi karena berhasil mentransfer ilmu bidang studinya kepada siswa. Kesepuluh, ukuran sekolah tempat bekerja. Bila sekolah tempat mengajar adalah sekolah yang sudah memiliki nama besar di masyarakat, atau yang di dalam
  • 18. masyarakat disebut sekolah unggulan, maka nilai kepuasan kerja guru semakin tinggi. Hal itu dikarenakan, sekolah yang memiliki reputasi besar di masyarakat akan menarik minat orangtua untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut. Permintaan yang besar tentu akan membuat pihak sekolah akan lebih selektif dalam menerima siswa baru dan tentu saja kualifikasi yang disyaratkan akan semakin ketat. siswa-siswa yang berhasil masuk akan memiliki nilai tersendiri di mata masyarakat. Begitu juga dengan guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut. Perasaan bangga akan tumbuh dari diri guru tersebut. Meskipun mungkin status kepegawaiannya masih guru tidak tetap dengan nilai gaji yang minim, namun nilai prestige yang diperoleh bisa membuat rasa puas pada diri guru. Output dari kepuasan kerja guru bisa dilihat dari tingkat kedisiplinan, prestasi guru yang diraih, dan kemampuan guru bertahan dalam pekerjaannya. Tingkat kedisiplinan guru bisa dilihat dari jumlah kehadiran tepat waktu guru mengajar. Saat guru puas dengan pekerjaannya, maka guru akan menunjukkan semangatnya dalam bekerja. Prestasi yang diraih oleh guru juga bisa diindikasikan dari kepuasan kerja guru. Guru yang memiliki rasa puas dalam bekerja akan termotivasi untuk meningkatkan kompetensinya di bidang pendidikan. Entah itu dengan mengikuti seminar atau pelatihan pendidikan, atau melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Saat karir guru sudah mapan, memiliki gaji yang besar, maka guru akan sanggup untuk bertahan dalam pekerjaannya sampai masa pensiun. Bila tingkat kepuasan guru tinggi maka proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan pada akhirnya akan tercapai tujuan pendidikan nasional. F. Reformasi Sekolah Dengan Meningkatkan Kualifikasi Dan Fungsi Guru Sejak Indonesia mengalami reformasi, sistem Indonesia berubah dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Bila dalam sistem sentralisasi seluruh bidang kehidupan diatur dan diputuskan oleh pemerintah pusat, maka tidak demikian dengan sistem desentralisasi. Sistem desentralisasi memberdayakan kewenangan dari pemerintah daerah untuk mengatur penyelenggaraan bidang kehidupan, atau yang disebut dengan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah merangsang pemerintah daerah untuk bisa mengelola bidang-bidang
  • 19. kehidupan di daerahnya sendiri, termasuk juga di bidang pendidikan. Nilai positif dari pemberlakuan desentralisasi bidang pendidikan adalah tiap-tiap daerah dapat memanfaatkan aset yang dimiliki untuk meningkatkan bidang pendidikan. Selain itu juga pemerintah daerah juga berhak menentukan kebijakan-kebijakan yang terkait pengembangan dan pemanfaatan potensi daerah, sehingga lulusan daerah dapat memberdayakan potensi daerahnya. Dampak negatif dari desentralisasi pendidikan adalah terkait dengan potensi yang dimiliki pada masing-masing daerah. Berkembang tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh letak geografis, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, dan situasi politik. Faktor-faktor tersebut saling mendukung satu sama lain. Maksudnya adalah, walaupun suatu daerah memiliki letak geografis yang strategis ditambah dengan sumberdaya alam yang melimpah, namun bila tidak didukung dengan sumberdaya manusia juga sarana dan prasarana yang baik, dan rawan konflik, maka daerah tersebut akan sulit berkembang. Jadi, suatu daerah akan berkembang dan memiliki pendapatan yang tinggi bila memiliki lima faktor diatas dalam kategori baik. Dengan diberlakukannya otonomi daerah maka daerah yang berpendapatan tinggi akan mengalokasikan sebagian anggaran daerah di bidang pendidikan, sehingga tingkat perkembangan pendidikan di daerah tersebut meningkat. Lain halnya dengan daerah yang berpendapatan rendah, mereka akan cenderung mengalokasikan anggaran daerahnya ke bidang yang lebih penting menurut daerah tersebut, sehingga tingkat perkembangan pendidikan di daerah tersebut tidak bisa bersaing. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat perkembangan pendidikan antar daerah di Indonesia tidak merata. Hal lain yang ditakutkan timbul dari desentralisasi pendidikan adalah masalah kurikulum. Kurikulum akan dibuat oleh daerah dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Meskipun pembuatan kurikulum di tiap-tiap daerah mengacu pada kurikulum nasional yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, namun pasti akan terjadi keanekaragaman hasil belajar siswa di tiap daerah. Pada akhirnya, permasalahan-permasalahan di atas akan bermuara pada kualitas siswa yang tidak merata secara nasional.
  • 20. Era reformasi pendidikan berarti juga membicarakan mengenai reformasi sekolah. Mulyasa (2003) menjelaskan bahwa reformasi sekolah memiliki arti yang sangat luas dan tidak terbatas pada masalah manajemen saja. Dalam hal ini sekolah diharapkan mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik, tidak menjadi lembaga mekanik, birokratik, dan kaku, tetapi menjadi lembaga sosial yang organik, demokratik, dan inovatif. Dalam hal ini diperlukan adanya dua syarat dasar, yaitu sikap positif terhadap pembaruan bagi semua komponen dan adanya sumber yang diperlukan untuk mengadakan pembaruan. Untuk memajukan pendidikan di sekolah diperlukan adanya sumber- sumber penunjang untuk mengadakan kegiatan penelitian sehingga pendidikan dapat dilakukan secara luas, cepat dan tepat. Untuk itulah komponen sekolah termasuk kepala sekolah dan semua guru harus mempuyai satu kesatuan dan visi yang sama untuk mewujudkan sebuah sekolah yang mempunyai dasa saing yang tinggi guna menghadapi era global pada saat ini. Lebih lanjut Mulyasa (2003) menjelaskan bahwa secara umum faktor- faktor yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan reformasi sekolah adalah sebagai berikut: 1. Tujuan dan sasaran pendidikan nasional Tujuan dan sasaran pendidikan nasional dalam pembangunan bukan hanya untuk menciptakan kaum intelektual saja melainkan membentuk manusia Indonesia secara utuh melalui kegiatan pembelajaran dan bimbingan serta latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Oleh karena itu didalam melaksanakan pembelajaran terlebih dahulu perlu dirumuskan tujuan yang akan dicapai agar memudahkan dalam melaksanakan proses pembelajaran. 2. Faktor peserta didik Peserta didik atau yang lebih kita kenal dengan sebutan siswa merupakan subjek sekaligus obyek pendidikan. Perubahan perilaku yang terjadi pada siswa ditentukan oleh pengalaman belajar yang didapatnya disamping faktor pembawaan. Oleh karena itu dalam melaksanakan reformasi pendidikan maupun sekolah perlu kiranya memperhatikan aspek peserta didik baik secara sosial maupun individual.
  • 21. 3. Faktor mendidik Pekerjaan mendidik dilakukan oleh guru dan merupakan pekerjaan profesional yang memberikan petunjuk bahwa tidak setiap orang dapat melaksanakan profesi tersebut. Seorang pendidik yang profesional tidak hanya memiliki kemampuan profesi saja, melainkan juga harus memiliki kemampuan personal dan kemampuan sosial. 4. Faktor isi pendidikan Isi pendidikan merupakan segala pengalaman yang harus peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui proses pendidikan. Oleh karena itu isi pendidikan (kurikulum) perlu adanya sebuah penyesuaian. 5. Faktor keberhasilan pendidikan Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kelengkapan fasilitas dan sumber belajar. Oleh karena fasilitas dan sumber belajar merupakan hal yang sangat esensial, perlu dipertimbangkan dalam proses reformasi atau pembaruan sistem pendidikan. Pembaruan atau reformasi di sekolah pasti meliputi banyak aspek, tetapi sangatlah perlu mempertimbangkan adanya prioritas dan usaha. Prioritas yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan reformasi sekolah adalah sebagai berikut: 1. Modernisasi Pengelolaan Sekolah Dalam melaksanakan modernisasi sekolah hendaknya sekolah tidak memisahkan diri dengan kegiatan yang sudah berlangsug di masyarakat. Oleh karena itu dalam melaksanakan modernisasi pengelolaan sekolah hendaknya para pelaksana pendidikan bekerjasama dengan sektor-sektor lain di masyarakat yang telah menjalankan usaha modernisasi sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat. 2. Modernisasi Guru Dari berbagi factor yang berpengaruh pada usaha mereformasi sekolah ataupun pada efektifitas sekolah nampaknya factor guru perlu mendapat perhatian yang pertama dan utama, disamping kurikulumnya, karena baik buruknya suatu kurikulum pada akhirnya bergantung kepada aktifitas dan kreatifitas guru dalam menjabarkan dan merealisasikan kurikulum tersebut.
  • 22. 3. Modernisasi Proses Belajar Pada hakikatnya yang menjadi korban dari system pendidikan yang sedang mengalami krisis ini adalah peserta didik. Untuk menyikapi hal ini perlu kiranya ada usaha sehingga rasa keingintahuan dari peserta didik yang bersifat alami dan kemampuan peserta didik sendiri mendapat penghargaan yang wajar. Sangat disadari bahwa menciptakan suatu tata laksana pendidikan yang menghormati perbedaan perorangan masing-masing peserta didik itu sangatlah sukar dibandingkan dengan menyelenggarakan pendidikan yang bersifat tradisional. Pembaruan proses belajar tidak harus disertai dengan pemakaian perlengkapan yang serba hebat. Dalam rangka pengembangan guru dan pengembangan karier pendidikan perlu ditekakan pentingnya pengembangan cara-cara baru belajar yang efektif dan sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta didik. 4. Penambahan Dana Untuk Pendidikan Tingkat Sekolah Perlu dicatat bahwa pendidikan yang mahal tidaklah menguntungkan, tetapi pendidikan yang baik tidaklah murah. Meskipun selalu disarankan untuk berhemat tatapi dalam kenyataannya memang menunjukkan bahwa sistem pendidikan yang baik memerlukan biaya yang lebih banyak. Sejalan dengan uraian di atas, pemerintah terus-menerus melakukan kajian-kajian, seminar dan lokakarya dengan para pakar. Dari beberapa kajian tersebut Depdiknas (dalam Mulyasa, 2003) menerangkan bahwa ada beberapa agenda reformasi yang harus dilakukan oleh sekolah pada level kelas (regulator), level profesi (mediator), dan pada level sekolah (manajemen). Pada level kelas (regulator) ada beberapa aspek, yaitu mewujudkan proses pembelajaran yang efektif, menerapkan sistem evaluasi yang efektif dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Pada level profesi (mediator) ada beberapa aspek, yaitu melakukan refleksi diri ke arah pembentukan karakter kepemimpinan sekolah yang kuat, melaksanakan pengembangan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi. Sedangkan pada level sekolah (manajemen) ada beberapa aspek, yaitu menumbuhkan komitmen untuk mandiri, mengutamakan kepuasan pelanggan (customer satisfaction), menumbuhkan sikap responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, menciptakan
  • 23. lingkungan sekolah yang aman dan tertib, menumbuhkan budaya mutu di lingkungan sekolah, menumbuhkan harapan prestasi yang tinggi, menumbuhkan kemauan untuk berubah, mengembangkan komunikasi yang baik, mewujudkan team work yang kompak, cerdas dan dinamis, melaksanakan transparansi manajemen, menetapkan secara jelas serta mewujudkan visi dan misi sekolah, melaksanakan pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif, meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat, dan terakhir menetapkan kerangka akuntabilitas yang kuat. G. Mengajar Adalah Suatu Profesi Sebagian orang ada yang menyatakan bahwa istilah profesi dan pekerjaan memiliki pengertian yang sama. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Ahmad (2006), pekerjaan merupakan kata benda, yang artinya sesuatu yang dikerjakan; kesibukan; mata pencaharian; tugas dan kewajiban; tentang berfungsinya sesuatu. Sedangkan profesi berarti pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu. Kata profesi berkembang menjadi kata profesional dan profesionalisme. Profesional merupakan kata sifat, yang artinya adalah berkenaan dengan pekerjaan, keahlian; memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya; dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Profesionalisme termasuk kata benda, yang artinya adalah kualitas, mutu dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi. Sehingga bisa dikatakan bahwa profesi adalah bagian dari pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan disebut profesi. Misalnya pedagang. Pedagang adalah pekerjaan namun bukan suatu profesi, karena untuk menjadi pedagang seseorang tidak memerlukan pendidikan formal yang tinggi, namun cukup memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi. Contoh lainnya adalah guru. Guru memang sebuah pekerjaan, dan untuk menjadi guru seseorang harus mempunyai ijasah strata satu dan kemudian memasuki jenjang LPTK sebelum akhirnya menyandang status guru.
  • 24. Suatu pekerjaan memiliki beberapa syarat untuk layak disebut sebagai profesi, Ornstein dan Levine (dalam Soetjipto, 2009) menjelaskan sebagai berikut: 1) Melayani masyarakat, merupakan karir yang dilaksanakan sepanjang hayat 2) Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya) 3) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik 4) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang 5) Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan masuk 6) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu 7) Menerima tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang bersifat baku yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan 8) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan 9) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya dan relatif bebas dari supervisi dalam jabatan 10) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri 11) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui keberhasilan anggotanya 12) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan 13) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya 14) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi. Guru memiliki landasan aturan dan norma mengikat profesinya yang disebut dengan kode etik keguruan. Naskah teks kode etik guru Indonesia adalah sebagai berikut (Hidayat, 2012): 1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila; 2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional;
  • 25. 3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan; 4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar; 5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan; 6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya; 7. Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial; 8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian; 9. Guru melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dalam kode etik guru Indonesia tercantum semua hal-hal yang terkait dengan profesi guru. Kode etik guru Indonesia mutlak diperlukan sebagai pedoman dan petunjuk dalam melaksanakan tugas profesi guru dalam hidup bermasyarakat. Pedoman itu berupa sumpah/janji guru, landasan nilai-nilai profesi keguruan, hubungan guru dengan perangkat yang terkait dengan pekerjaan profesinya (peserta didik, orangtua atau wali murid, masyarakat, sekolah dan rekan sejawat, profesinya sendiri, organisasi profesi dan dengan pemerintah), pelaksanaan kegiatan profesi guru, serta mengatur mengenai pelanggaran kode etik beserta sanksi yang akan diterima.
  • 26. H. Profesionalisme Guru Telah dijelaskan sebelumnya mengenai pengertian profesionalisme. Profesionalisme termasuk kata benda, yang artinya adalah kualitas, mutu dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi. Guru bukan hanya seorang pengajar peserta didik di sekolah. Namun lebih dari itu, guru merupakan orang yang mampu merancang seluruh proses pembelajaran kelas untuk meningkatkan kemampuan hasil belajar siswa, serta bisa mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial dengan lingkungannya. Selain itu, guru juga panutan dan teladan masyarakat sekelilingnya. Hal itu terkait dengan tanggungjawabnya sebagai agen pendidikan yang mencerdaskan bangsa. Sasaran pola tingkah laku guru sebagai seorang profesional bisa dilihat pada sembilan butir naskah teks kode etik guru Indonesia, yaitu peserta didik, profesi, tempat kerja, sesama teman sejawat dan pemrintah. Pertama, sikap guru terhadap peserta didik. Ini dijelaskan pada naskah teks kode etik guru Indonesia butir pertama dan ketiga. Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani merupakan motto pendidikan yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara. Motto itu mengandung arti guru haruslah bisa memberi contoh, memberikan pengaruh dan dapat mengendalikan peserta didik. Ini dimaksudkan meningkatkan perkembangan seluruh pribadi peserta didik yang berjiwa Pancasila. Kedua, sikap guru terhadap profesinya. Seperti dijabarkan dalam butir kedua, keenam dan kedelapan naskah teks kode etik guru Indonesia, bahwa guru harus jujur sehingga dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru juga wajib meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian karena PGRI adalah suatu sarana guru dalam mengatur serta melindungi profesinya. Ketiga, sikap guru terhadap lingkungan kerja. Sikap ini termasuk juga sikap guru terhadap pimpinan, yaitu kepala sekolah. Guru harus memiliki kemampuan dalam membina hubungan yang baik dengan orangtua/wali murid serta masyarakat sekitar, menjalin kerjasama yang baik dengan satuan pendidikan lainnya. Sehingga akan terbangun suasana lingkungan sekolah yang kondusif untuk kegiatan pembelajaran. Keempat, sikap guru terhadap pemerintah.
  • 27. Guru perlu mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang pendidikan agar guru dapat mengaplikasikan ketentuan tersebut dalam mengadakan proses pembelajaran. Pengembangan profesional harus terus dilakukan oleh guru, baik itu mutu, layanan dan sikap. Guru layak dianggap sebagai pekerjaan yang profesional karena ada tuntutan untuk selalu mengedepankan tujuan pendidikan nasional. Bila di realitas kehidupan, ada guru yang tidak memiliki sikap-sikap sebagai pendidik, hal itu tidak akan menurunkan citra guru sebagai seorang yang profesional. Sebaliknya, oknum guru tersebutlah yang tidak layak menyandang profesi guru. Sudah seharusnya guru untuk selalu menjaga perilakunya yang berhubungan dengan profesinya, karena akan terus menjadi perhatian masyarakat. I. Organisasi Guru Organisasi profesi guru saat ini sudah mulai tumbuh dan berkembang. Jika pada era Orde Baru guru identik dengan PGRI. Guru bersinonim dengan PGRI atau sebaliknya. Bahkan secara politispun guru dan organisasi profesi guru yang bernama PGRI ini dimobilisasi oleh rezim saat itu. Sudah pengetahuan umum jika mobilisasi politik penguasa dilakukan pada guru dan PGRI untuk memilih partai berkuasa saat itu. Namun setelah reformasi, lahirnya UU Sisdiknas diperkuat oleh UU Guru dan Dosen yang terlahir kemudian, guru diwajibkan aktif dalam suatu wadah organisasi profesi yang tidak tunggal. Implikasinya sekarang yakni wadah organisasi profesi guru bukan lagi monopoli Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). PGRI telah menjadi organisasi profesi guru yang mapan dan telah kokoh, baik secara finansial maupun secara organisasional. PGRI lahir pada 25 November 1945. Saat ini Ketua Umum PGRI adalah Sulistyo yang juga seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2009-2014. Sebelumnya PGRI dikomandani oleh Bapak Prof. Dr. Mohamad Surya, juga seorang anggota DPD periode 2004-2009. Ketua umum PGRI tidak harus seorang guru. Misalnya di beberapa daerah faktanya ketua PGRI wilayah/daerah (kabupaten/provinsi) adalah juga seorang kepala dinas pendidikan (bukan seorang guru).
  • 28. Saat ini pilihan wadah organisasi guru sangat variatif. Tidak lagi tunggal dan monopolistik. Selain PGRI masih ada sederetan organisasi guru yang di luar wadah tunggal PGRI. Dikenal kemudian nama Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), yang diketuai oleh Bapak Suparman. FGII sering tampil di berbagai media, dengan pernyataan-pernyataan yang mengkritik UN atau upaya advokasi terhadap guru-guru yang dimarjinalkan. Pengurus FGII juga telah tersebar di beberapa wilayah Indonesia. FGII sering melontarkan kritik terhadap kebijakan pendidikan dan vokal untuk pengadvokasian bagi guru yang dipinggirkan. Seperti terkait pengangkatan guru honorer, tunjangan dan dikotomi guru negeri dan swasta. Selain PGRI dan FGII wadah organisasi guru lainnya bernama Ikatan Guru Indonesia (IGI). IGI diketuai oleh Bapak Satria Dharma. Ketua Dewan Pembina IGI adalah Indra Jati Sidi. IGI acap kali mengadakan kegiatan pelatihan guru-guru, lokakarya dan beragam aktivitas dalam rangka peningkatan kualitas para guru. IGI juga sudah melebarkan sayap organisasinya di beberapa provinsi dan kabupaten. Selain organisasi IGI, kemudian di media baru-baru ini muncul wadah organisasi guru lain yang bernama Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Berdiri sekitar awal Januari 2011 yang dideklarasikan di kantor ICW Jakarta. Walaupun masih tergolong baru, tetapi kelahiran FSGI ini dibidani oleh beberapa tokoh pendidikan dan aktivis LSM. FSGI ditopang oleh para guru dan aktivis LSM yang vokal. Secara intelektualpun acap kali FSGI berdiskusi dengan Prof. H.A.R Tilaar, Utomo Dananjaya (Direktur IER Univ. Paramadina), aktivis ICW dan LSM Koalisi Pendidikan (Satriawan, 2011).
  • 29. II. Landasan Sejarah dan Filosofi A. Landasan Sejarah Sejarah atau history adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya. Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu (1) perubahan cara berpikir; (2) kemasyarakatan; (3) aktivitas; (4) kreativitas; dan (5) optimisme. Landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.  Sejarah Pendidikan Dunia Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama berlangsung, mulai dari zaman Hellenisme (150 SM-500), zaman pertengahan (500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance serta zaman Reformasi dan Kontra Reformasi (1600-an). Namun pendidikan pada zaman ini belum memberikan kontribusinya pada pendidikan zaman sekarang. Oleh karena itu, pendidikan pada zaman ini tidak dijabarkan dalam secara rinci. Sejarah pendidikan di dunia membahas sejaran pendidikan dunia yang meliputi zaman-zaman: (1) realisme; (2) rasionalisme; (3) naturalisme; (4) developmentalisme; (5) nasionalisme; (6) liberalisme, positivisme, dan individualisme; serta (7) sosialisme.
  • 30.  Zaman Pengaruh Hindu dan Budha Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut. Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha.  Zaman Pengaruh Islam (Tradisional) Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan. Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional. Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pendidikan Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga. Sedangkan di luar Jawa, pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah Minangkabau.  Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen) Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan. Disamping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik
  • 31. (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605. Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan, yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama. Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602. Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme.  Zaman Kolonial Belanda VOC pada perkembangannya diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh Belanda yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan territorial. Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah di tanakh air, akhirnya Indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda.
  • 32. Pada tahun 1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris Jendral dari Inggris. Mereka harus memulai sistem pendidikan dari dasar kembali, karena pendidikan pada zaman VOC berakhir dengan kegagalan total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement, yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan sosial, banyak mempengaruhi mereka. Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia. Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnya lebih memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi, transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan peranan penting pendidikan. Disamping itu, Van Deventer juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya. Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru. Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh
  • 33. pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak- anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka. 1. Mohamad Safei Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. 2. Ki Hajar Dewantara Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, sistem, dan metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang. Asas Taman Siswa dirumuskan pada Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada waktu itu. 3. Ahmad Dahlan Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam. Asas pendidikannya adalah Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta negara.  Zaman Kolonial Jepang Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat di hati mereka. Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang.
  • 34. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk dipakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasikan Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia.  Zaman Kemerdekaan (Awal) Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat. Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah- daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.  Zaman Orde Lama Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun material. Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, ssstem pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warganegara yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara.
  • 35. Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman Orde Lama adalah pendidikan yang dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur, lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi.  Zaman ‘Orde Baru’ Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan pada masa itu memungkinkan adanya penghayatan dan pengamalan Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan. Disamping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar. Inovasi- inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat. Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara
  • 36. pendidikan dan dunia kerja); (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari); (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi); dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini). Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenegaraan meningkat dengan pesat; (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat.  Zaman Reformasi Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapat. Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas. Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, disamping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen- instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management) (Lestari, 2012).
  • 37. B. Landasan Filosofi Filsafat telah ada sejak manusia itu ada. Filsafat berasal dari bahasa Yunani, taitu philos yang artinya cinta dan Sophia yang artinya kebijaksanaan atau kebenaran. Jadi, filsafat artinya cinta akan kebijaksanaan atau kebenaran. Filsafat berarti pula pendirian hidup atau pandangan hidup. Secara ilmiah definisi filsafat yaitu usaha berpikir radikal dan hasil yang diperoleh dari menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang menyeluruh secara sistematis tentang alam semesta serta tempat dilahirkannya manusia. Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, filsafat merupakan sumber ide paling dalam bagi segala macam ilmu pengetahuan, sehingga filsafat disebut juga induk pengetahuan. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam samapai akar-akarnya mengenai pendidikan. Landasan filosofi pendidikan adalah seperangkat filosofi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Landasan filosofis pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem gagasan tentang pendidikan dan dedukasi atau dijabarkan dari suatu sistem gagasan filsafat umum yang diajurkan oleh suatu aliran filsafat tertentu. Terdapat hubungan implikasi antara gagasan-gagasan dalam cabang-cabang filsafat umum tehadap gagasan-agasan pendidikan. Landasan filosofis pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya, melainkan berisi tentang konsep- konsep pendidikan yang seharusnya atau yang dicita-citakan. Dalam landasan filosofis pendidikan juga terdapat berbagai aliran pemikiran. Hal ini muncul sebagai implikasi dari aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat. Sehingga dalam landasan filosofi pendidikan pun dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme.
  • 38. 1. Landasan Idealisme Para filosof ini mengklaim bahwa realitas pada hakikatnya bersifat spiritual, karena manusia itu adalah makhluk yang berpikir, yang memiliki tujuan hidup, dan yang hidup dalam aturan moral yang jelas. Menurut epistemologis, hal itu diperoleh dengan cara mengingat kembali melalui intuisi, sedangkan menurut aksiologi bahwa manusia itu diperintah melalui nilai moral imperatif yang bersumber dari realitas yang absolut. 2. Landasan Realisme Para filosof realisme, memandang bahwa dunia ini adalah materi yang hadir dengan sendirinya, yang tertata dalam hubungan-hubungan di luar campur tangan manusia. Dan mereka beranggapan bahwa pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman dan penggunaan akalnya, sedangkan tingkah laku manusianya diatur oleh hukum alam dan pada taraf yang rendah diatur oleh kebijaksanaan yang teruji. 3. Landasan Pragmatisme Pada dasarnya, pragmatisme merupakan suatu sikap hidup, suatu metode dan suatu filsafat yang digunakan dalam mempertimbangkan nilai sesuatu ide dan kebenaran sesuatu keyakinan secara praktis. Esensi diri pragmatisme ini terletak pada metodenya yang sangat empiris dimana sangat menekankan pada metode dan sikap lebih dari suatu doktrin filsafat yang sistematis dan menggunakan metode ilmu pengetahuan modern sebagai dasar dari suatu filsafat. Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat negara ialah Pancasila sebagai falsafah negara. Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Pasal 2Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan nasional termasuk di bidang pendidikan adalah pengamalan pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: ”Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri”.
  • 39. Sedangkan ketetapan MPR-RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila menegaskan pula bahwa pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud bangsa manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta bermuara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dengan kata lain, pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam pendidikan (Lestari, 2012).
  • 40. III. Landasan Politik, Ekonomi dan Hukum A. Landasan Politik Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan selanjutnya Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan agar pendidikan yang sedang berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak sama. Politik Pendidikan, yaitu studi ilmiah tentang aspek politik dalam seluruh kegiatan pendidikan. Bisa juga dikatakan studi ilmiah pendidikan tentang kebijaksanaan pendidikan. Landasan politik berperan penting untuk melatih jiwa masyarakat, berbangsa dan bertanah air. Selain itu juga dapat dimaknai sebagai suatu studi untuk mengkritisi suatu sistem pemerintahan dan pemerintah yang bila memungkinkan melakukan penyimpangan amanat. Budaya politik seseorang atau masyarakat sebenarnya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan seseorang atau masyarakat. Hal itu bisa dipahami mengingat semakin tinggi kesempatan seseorang atau masyarakat mengenyam pendidikan, semakin tinggi pula seseorang atau masyarakat memiliki kesempatan membaca, membandingkan, mengevaluasi, sekaligus mengkritisi ruang idealitas dan realitas politik. Maka, kunci pendidikan politik masyarakat sebenarnya terletak pada politik pendidikan masyarakat. Politik pendidikan yang dimaksud termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan strategis pemerintah dalam bidang pendidikan. Politik pendidikan yang diharapkan tentunya politik pendidikan yang berpihak pada rakyat kecil atau miskin. Bagaimanapun, hingga hari ini masih banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat sekolah dasar sekalipun. Masih banyak sekolah yang kekurangan fasilitas atau bahkan tidak memiliki gedung yang representatif atau tidak memiliki ruang
  • 41. belajar sama sekali. Masih banyak sekolah yang sangat kekurangan guru pengajar. Masih banyak pula guru (honorer) yang dibayar sangat rendah yang menyebabkan motivasi mengajarnya sangat rendah. Dalam konteks politik khususnya, dengan kondisi pendidikan seperti itu, bagaimana mungkin agenda pendidikan politik bisa dilakukan dengan mulus dan menghasilkan kualitas budaya politik yang diharapkan. Maka, sangat jelas, agenda pendidikan politik mensyaratkan agenda politik pendidikan yang memberikan seluas-luasnya kepada seluruh rakyat untuk belajar atau mengenyam pendidikan, tanpa ada celah diskriminatif sekecil apa pun, sebagaimana pesan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam konteks pembangunan demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia, peran politik eksekutif dan legislatif untuk memajukan pendidikan begitu besar. Tokoh liberalisme pendidikan asal Amerika Latin Paulo Freire pernah menegaskan bahwa bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pembangunan pendidikan. Freire memandang politik pendidikan memiliki nilai penting untuk menentukan kinerja pendidikan suatu negara. Bangsa yang politik pendidikannya buruk, maka kinerja pendidikannya pun pasti buruk. Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya bagus, kinerja pendidikannya pun juga akan bagus.  Kebijakan pendidikan di era Orde Lama tahun 1954 Pada masa ini penekanan kebijakan pendidikan pada isu nasionalisasi dan ideologisasi. Penekanan pada kedua bidang tersebut tidak lain karena masa tersebut masa krusial pasca kemerdekaan dimana banyak konflik yang mengarah pada separatisme dan terjadi interplay (tarik ulur) antara pihak yang sekuler dengan agamis. Implikasi dari kebijakan politik pendidikan pada waktu itu adalah terbentuknya masyarakat yang berjiwa nasionalis dan berpatriot pancasila. Kebijakan politik tersebut sejatinya berupaya menjadi ”win-win solution” dengan mengakomodasi semua kepentingan. Di sini terjadi pengakuan terhadap keanekaragaman baik budaya, seni, maupun agama. Pada dasarnya upaya membangun nasionalisme melalui pendidikan relatif berhasil, hanya saja kurang diimbangi dengan kebijakan yang lain sehingga kemelut bernegara selalu ada di masa tersebut.
  • 42.  Kebijakan politik pendidikan nasional di era Orde Baru Berbeda dengan kebijakan di era orde lama, kebijakan di era orde baru memberi penekanan pada sentralisasi dan birokratisasi dengan dikeluarkannya undang-undang sistem pendidikan di tahun 1989. Di masa ini jalur birokrasi sebagai sebuah kepanjangan tangan dari pusat sangat kental. Orang-orang daerah didoktrin sedemikian rupa sehingga selalu patuh buta terhadap kepentingan pusat. Akibat yang terjadi dari kebijakan ini adalah matinya daya kritis, daya kreatif dan daya inovatif. Bahkan sistem pada masa ini berhasil membunuh idealisme. Disadari bahwa sistem pendidikan nasional pada masa itu terjadi intervensi kekuasaan yang mewarnai di setiap aspek pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional pada masa tersebut, muatan kurikulumnya sempat dimanfaatkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Beberapa pelatihan di sekolah-sekolah atau instusi-institusi pendidikan pada umumnya lebih mengenalkan indoktrinasi ideologi penguasa. Praktek penataran P4 merupakan salah satu bukti riil dari indoktrinasi ideologi penguasa pada waktu itu. Di era ini pula terjadi penyeragaman-penyeragaman sehingga budaya daerah, seni daerah, dan kearifan lokal mengalami nasib yang tragis, bahkan banyak yang telah mati. Yang tersisa hanyalah seni dan budaya yang sifatnya mondial. Bahkan istilah Bhinneka Tunggal Ika yang sejatinya bermakna berbeda-beda tetapi satu jua telah dimaknai menjadi sesuatu entitas yang seragam.  Kebijakan politik pendidikan di Era Reformasi Kebijakan ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003. Di era reformasi ini penekanannya terletak pada desentralisasi dan demokratisasi. Kewenangan yang semula terletak di pusat dan berjalan secara top-down diubah dengan memberi kewenangan daerah yang lebih luas sehingga pola yang berjalan adalah bottom-up. Regulasi yang relatif longgar di era reformasi ini ternyata belum memberi angin segar bagi dunia pendidikan, bahkan banyak potensi untuk diselewengkan dengan mengambil dalih demokratisasi dan desentralisasi. Demokrasi telah menjadi kebebasan dan desentralisasi daerah telah menjadi keangkuhan daerah.
  • 43. Bahkan di era ini semakin jelas keterpurukan masyarakat miskin karena semakin sulit mengakses pendidikan tinggi. Lebih dari itu implementasi kebijakan pendidikan yang demokratis dan mengedepankan potensi daerah semakin dinafikkan. Sistem evaluasi yang masih terpusat, kekerasan dalam pendidikan, dan banyaknya penyimpangan dalam proses pendidikan semakin memberi catatan buram bagi pendidikan di era reformasi ini. Kebijakan politik yang paling disorot pada masa ini adalah tentang otonomi daerah dalam bidang pendidikan, penerapan kurikulum yang berganti-ganti, serta pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu perubahan mendasar dalam Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran. Model pembelajaran Kurikulum 2013 berbasis saintifik dengan lima langkah pembelajaran. Ketua Unit Implementasi Kurikulum 2013 (UIK) Kemdikbud, Tjipto Sumadi menjelaskan, dalam Kurikulum 2013 ada lima langkah, yaitu mengamati, bertanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Namun masih ada guru yang kesulitan dalam mengajar Kurikulum 2013. Untuk itu, UIK Kemdikbud menjalankan program pendampingan untuk guru-guru di sekolah sasaran. Mereka yang menjadi pendamping di sekolah sasaran adalah orang-orang terpilih yang telah mengikuti pelatihan dan memperoleh nilai baik. (Kemdikbud, 2013). Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera. Desentralisasi bidang pendidikan dimulai dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan kemudian ditindak lanjuti dengan PP No. 20 tentang sektor-sektor yang didesentralisasikan dan yang tetap menjadi urusan Pemerintah Pusat. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang didesentralisasikan, sehingga sejak itu pendidikan terutama dari pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah atas menjadi urusan kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan tinggi menjadi urusan Pemerintah Pusat dan Provinsi.
  • 44. Sejak urusan pendidikan didesentralisasikan, sinyal-sinyal adanya banyak masalah baru sudah tampak. Diantaranya, adalah tarik menarik kepentingan untuk urusan guru serta saling lempar tanggungjawab untuk pembangunan gedung sekolah. Pengelolaan guru menjadi tarik menarik, karena jumlahnya yang banyak, sehingga banyak kepentingan politik maupun ekonomi yang bermain di dalamnya. Sedangkan pembangunan gedung sekolah, utamanya gedung SD menjadi lempar- lemparan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah karena besarnya dana yang diperlukan untuk itu. Sementara, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sama-sama mengeluh tidak memiliki dana. Kebijakan pemerintah melaksanakan ujian nasional selalu menghadirkan pro-kontra. Lepas dari setuju atau tidak setuju, UN sebenarnya diperlukan dalam memotret pemetaan kualitas satuan pendidikan nasional. Namun yang sering dikeluhkan adalah UN dijadikan alat vonis penentuan kelulusan. Kontroversi mengenai kebijakan ujian nasional (UN) ini dengan jelas menggambarkan betapa lemahnya visi pemerintah dalam kebijakan pendidikan selama ini. Visi adalah sebuah jangkauan terpanjang dari apa yang hendak dicapai dan dituju. Tetapi bila suatu kebijakan hanya diarahkan semata-mata untuk mengejar target, maka membuat paradigma pendidikan menjadi semakin tidak jelas. Mutu pendidikan bukan hanya sekedar ditentukan oleh ujian nasional melainkan pada paradigma pendidikan itu sendiri. Selama ini ujian nasional dijadikan sebagai tolok ukur prestasi, padahal secara substansial hal itu tidak pernah menjadi bukti. Justru pendidikan semakin terperosok karena kebijakan tersebut selalu dibarengi dengan perilaku tak terpuji yang dilakukan untuk mempertahankan kredibilitas sekolah maupun daerah. Sampai saat ini, realitas politik pendidikan di Indonesia masih belum sepenuhnya merdeka. Hal ini bisa dilihat dari komitmen pemerintah yang masih rendah dalam mewujudkan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang bebas biaya, belum terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20%, kurangnya penghargaan terhadap profesionalisme dan kesejahteraan guru, rendahnya mutu dan daya saing pendidikan, upaya otonomi pendidikan yang masih setengah hati, dan sebagainya.
  • 45. Pemerintah sebetulnya telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005– 2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan, dan meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik. Pemerintah Indonesia juga telah berupaya terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sampai saat ini dunia pendidikan masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar, perbaikan kurikulum pendidikan, dan tuntutan profesionalisme dan kesejahteraan guru. Pada saat yang sama, kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara penduduk miskin dan penduduk kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, masih ditemukan adanya beberapa sekolah yang masih menarik berbagai iuran, sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga miskin. Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Selain itu, ada beberapa agenda yang perlu diperhatikan untuk menentukan arah dan masa depan politik pendidikan, diantaranya adalah, pertama, menghapus dikotomi dualisme penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Pendidikan yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama harus berjalan seimbang dalam hal mutu, kualitas dan kemajuannya. Sehingga tidak ada lagi pandangan bahwa pendidikan keagamaan terkesan tidak bermutu dan terbelakang. Kedua, peningkatan anggaran pendidikan, yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (4).
  • 46. Ketiga, pembebasan biaya pendidikan dasar. Pemerintah dan pemerintah daerah harus punya kemauan kuat untuk bisa membebaskan siswa dari biaya operasional pendidikan untuk tingkat sekolah dasar. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 secara tegas mengamanatkan, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Keempat, perbaikan kurikulum. Pendidikan mesti diarahkan pada sistem terbuka dan multimakna serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Karena itu, kurikulum pendidikan harus mampu membentuk insan cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki kebebasan mengembangkan potensi diri. Pendidikan juga mesti diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajarannya. Kelima, penghargaan pada pendidik. Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kualifikasi, profesionalisme dan kesejahteraan guru. Sebab, guru merupakan pilar utama pendidikan dan pembangunan bangsa (Amanah, 2011). B. Landasan Ekonomi Demokratisasi pendidikan merupakan salah satu isu yang sampai kini masih menjadi persoalan baik pada tataran konseptual maupun implementasinya. Sehari-hari dapat diikuti dan diamati beberapa isu penting, seperti: kondisi transisional ke arah masyarakat yang demokratis, tuntutan pemerintahan yang demokratis, pembangunan ekonomi yang berorientasi kerakyatan, kebijakan yang berpihak dan yang berorientasi pada kepentingan rakyat, kebijakan demokratisasi pendidikan, dan demokratisasi di bidang politik. Isu dan gejala-gejala tersebut menunjukkan bahwa di masyarakat Indonesia telah terjadi suatu proses demokratisasi dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam memasuki globalisasi ekonomi ini bangsa Indonesia harus menghadapi dua kenyataan yang nampak paradoksal yaitu tantangan kerjasama di satu pihak dan persaingan global di pihak lain. Dengan demikian pengaruh globalisasi ekonomi ini menuntut kualitas dan ketahanan diri dan makin sempitnya peluang kerjanya dalam menjual jasa dan barang-barang produksi serta
  • 47. dalam memperoleh uang. Globalisasi ekonomi membawa pergeseran paradigma organisasi yaitu organisasi yang makin cerdas, makin lincah dalam berkompetensi. Organisasi yang semula memiliki mata rantai komando panjang perlu berubah menjadi organisasi yang lebih mengutamakan kecepatan, dimana dimungkinkan seseorang berkreasi lebih cepat, lebih efisien dan lebih efektif. Alasan pemerintah Indonesia menetapkan pembangunan di bidang ekonomi pada pembangunan jangka panjang tahun pertama dan kedua adalah: 1. Ekonomi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 2. Agar tidak kalah bersaing dalam era globalisasi saat ini. Sehingga, mengakibatkan munculnya berbagai usaha baru, pabrik-pabrik baru, badan-badan perdagangan baru, dan badan-badan jasa yang baru, jumlah konglomerat bertambah banyak, pertumbuhan ekonomi menjadi tinggi, dan penghasilan negara bertambah. Dalam pendidikan, berakibat banyak orang kaya secara sukarela menjadi bapak angkat agar anak-anak tidak mampu bisa bersekolah, terlaksananya sistem ganda dalam pendidikan yaitu kerja sama antara sekolah dengan pihak usahawan dalam proses belajar-mengajar para siswa, dalam rangka mengembangkan keterampilan siswa, dan munculnya sejumlah sekolah unggul yang didirikan oleh orang-orang kaya atau konglomerat atau kumpulan dari mereka yang bertebaran di seluruh Indonesia. Sekolah ini lebih unggul dalam prasarana dan sarana pendidikan, dan juga dalam menggaji pendidik-pendidiknya. Akan tetapi, karena kebanyakan kebijaksanaan dan peraturan dibuat maka timbul ketidak harmonisan antarpara pengusaha dalam menjalankan roda ekonomi yang menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, maka di era globalisasi sekarang ini keterpurukan ekonomi di Indonesia akan diterapkan kebijaksanaan dan peraturan yang baru dan memperbaiki perekonomian bangsa sehingga rakyat yang menderita dapat dengan segera menikmati hasil perekonomian yang mapan di masa yang akan datang baik perekonomian yang bersifat makro dan mikro.
  • 48. Fungsi produksi dalam pendidikan, adalah hubungan antara output dan input, di mana ada tiga bagian yaitu: 1. Fungsi Produksi Administrator Pada fungsi produksi administrator yang dipandang input adalah segala sesuatu yang menjadi wahana dan proses pendidikan. a. Prasarana dan sarana belajar, termasuk ruangan kelas dapat diuangkan, artinya bahwa perhitungan luas dan kualitas bangunan b. Perlengkapan belajar di sekolah seperti media, alat peraga juga dihitung harganya c. Buku-buku pelajaran, dan bentuk material lainnya seperti film, disket dan sebagainya d. Barang-barang yang habis dipakai seperti zat kimia di laboratorium dan sebagainya e. Waktu guru bekerja, dan perangkat pegawai administrasi dalam memproses peserta didik harus dibeli dan dibayar. Sementara itu yang dipandang sebagai output adalah berbagai bentuk layanan dalam memproses peserta didik seperti menghitung SKS dan lamanya peserta didik dalam belajar. 2. Fungsi Produksi Psikologi Pada fungsi produksi psikologi yang dipandang sebagai input sama seperti fungsi produksi administrator. Sedangkan output fungsi produksi psikologi ialah semua hasil belajar siswa yang mencakup: Peningkatan kepribadian a. Pengarahan dan pembentukan sikap b. Penguatan kemauan c. Peningkatan estetika d. Penambahan pengetahuan, ilmu, dan teknologi e. Penajaman pikiran f. Peningkatan keterampilan.
  • 49. 3. Fungsi Produksi Ekonomi Pada fungsi produksi psikologi yang dipandang sebagai input adalah: a. Semua biaya pendidikan b. Semua uang yang dikeluarkan secar a pribadi untuk keperluan pendidikan c. Uang yang mungkin diperoleh lewat bekerja selama belajar atau kuliah. Outputnya adalah tambahan penghasilan peserta didik kalau sudah tamat dan bekerja, jika orang ini sudah bekerja sebelum belajar atau kuliah. Jika belum pernah bekerja maka output adalah gaji yang diterima setelah tamat atau bekerja. Peranan ekonomi dalam dunia pendidikan cukup menentukan tetapi bukan pemegang peranan utama. Dunia pendidikan adalah lembaga yang berkewajiban mengembangkan individu manusia, sudah tentu pendidikan itu tidak akan membawa peserta didik ke arah hidup yang membingungkan, menyusahkan, dan sengsara walaupun bisa mencari uang banyak. Fungsi ekonomi dalam pendidikan adalah menunjang kelancaran proses pendidikan, di sini peran ekonomi dalam sekolah juga merupakan salah satu bagian dari sumber pendidikan yang membuat anak mampu mengembangkan kognisi, afeksi, psikomotor untuk menjadi tenaga kerja yang handal dan mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, memiliki etos kerja dan bisa hidup hemat. Selain sebagai penunjang proses pendidikan ekonomi pendidikan juga berfungsi sebagai materi pelajaran dalam masalah ekonomi dalam kehidupan manusia. Kegunaan ekonomi dalam pendidikan terbatas pada: 1. Untuk membeli keperluan pendidikan yang tidak dapat dibuat sendiri atau bersama siswa 2. Membiayai segala perlengkapan gedung 3. Membayar jasa semua kegiatan pendidikan 4. Untuk mengembangkan individu yang berperilaku ekonomi 5. Untuk memenuhi kebutuhan dasar dan keamanan para personalia pendidikan 6. Meningkatkan motivasi kerja 7. Membuat para personalia pendidikan lebih bergairah bekerja.
  • 50. Dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas, oleh karena itu ada kewajiban lembaga pendidikan untuk memperbanyak sumber-sumber dana pendidikan yang mungkin bisa diperoleh diantaranya: (1) dari pemerintah dalam bentuk proyek pembangunan, penelitian dan sebagainya; (2) kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta maupun dunia usaha. Kerja samanya dalam bidang penelitian, pengabdian pada masyarakat; (3) membentuk pajak pendidikan. Program ini bisa dirancang bersama antara lembaga pemerintah setempat dan masyarakat, dengan cara ini bukan saja orang tua siswa yang membayar dana pendidikan tetapi semua masyarakat; (4) usaha-usaha lainnya. Menurut jenisnya biaya pendidikan terdiri dari: 1. Dana Rutin, adalah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin seperti gaji, dan dipertanggungjawabkan dengan SPJ (surat Pertanggungjawaban) yang disertai dengan bukti-bukti pembayaran yang sah 2. Dana Pembangunan, adalah dana yang dipakai membiayai pembangunan- pembangunan dalam berbagai bidang, juga dipertanggungjawabkan dengan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) yang disertai dengan bukti-bukti pembayaran yang sah 3. Dana Bantuan Masyarakat, adalah dana yang digunakan untuk membiayai hal- hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan, dan dipertanggungjawabkan dalam laporan yang disertai bukti-bukti pembayaran yang sah pada wakil-wakil masyarakat. Efisiensi dalam menggunakan dana pendidikan adalah dana yang harganya sesuai atau lebih kecil dari produksi dan layanan pendidikan yang telah direncanakan. Sedangkan yang dimaksud dengan penggunaan dana pendidikan secara efektif adalah bila dengan dana tersebut pendidikan yang telah direncakan bisa dicapai dengan relatif sempurna. Pemerintah perlu meningkatkan efisiensi pendidikan karena (1) dana pendidikan sangat terbatas; (2) departemen pendidikan seringkali mengalami kebocoran dana. Faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam menentukan tingkat efisiensi pendidikan adalah: penggunaan uang, proses kegiatan, dan hasil kegiatan (Lestari, 2012).
  • 51. C. Landasan Hukum Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008). Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional pasal 1: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan sebagai usaha sadar yang selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Landasan yuridis atau hukum pendidikan dapat diartikan seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak atau acuan (bersifat material, dan bersifat konseptual) dalam rangka praktek pendidikan dan studi pendidikan. Jadi, landasan hukum pendidikan adalah dasar atau fondasi perundang-undangan yang menjadi pijakan dan pegangan dalam pelaksanaan pendidikan. Landasan yuridis pendidikan Indonesia mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan, yang meliputi:  Pembukaan UUD 1945  UUD 1945 sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Indonesia  Pancasila sebagai Landasan Idiil Sistem Pendidikan Indonesia  Ketetapan MPR sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional  Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional