Aspek Transparansi dan Partisipasi dalam Revisi Undang-Undang Migas
1. Aspek Transparansi dan Partisipasi Publik
dalam Revisi Undang-undang Migas
I. Pengantar
Salah satu pokok kritikan terhadap pengelolaan
sektor minyak dan gas bumi di Indonesia selama ini
adalah persoalan tatakelola. Hal ini tidak saja dapat
disimak dari keluhan para pelaku dan pengamat industri
migas di Indonesia, tetapi juga pada laporan-laporan
pemeriksaanBadanPemeriksaKeuangan(BPK)beberapa
tahun terakhir. BPK misalnya, menemukan potensi
kerugian negara dalam cost recovery (seperti kasus
fasilitas bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia).
Demikian pula dengan temuan penyalahgunaan fasilitas
tax treaty oleh kalangan kontraktor kontrak kerja sama
(KKKS).
1: Encourages investment
2: Not a deterrent to investment
3: Mild deterrent to investment
4: Strong deterrent to investment
5: Would not invest due to this criterion
1 2 3 4 5
(dalam persen)
Fiscal term 12 26 38 21 3
Taxation regime 1 35 40 19 5
Environmental regulations 9 51 30 8 3
Administration or enforcement of regulations 3 25 43 25 4
Cost of regulatory compliance 2 53 28 14 2
Uncertainty concerning protected areas 4 65 18 12 1
Socioeconomic agreements 1 42 42 15 0
Trade barriers 1 36 51 10 2
Labour regulations and employment agreements 6 52 26 16 0
Quality of infrastructure 1 29 53 17 0
Quality of the geological data base 7 35 43 13 3
Labour availability and skills 5 45 35 14 0
Disputed land claims 1 51 35 11 1
Political stability 5 38 54 4 0
Security 4 28 49 18 1
Regulatory duplication and inconsistencies 0 27 41 29 3
Legal system 0 19 48 25 8
Best practices
1: Not at all
2: Only slightly
3: 20 to 50 per cent
4: 50 to 100 per cent
5: More than 100 per cent
0 19 41 32 8
Sumber: diolah dari Global Petroleum Survey 2011
Sejalan dengan temuan BPK tersebut, laporan
Fraser Institute tentang Global Petroleum Survey 2011
menunjukan pengelolaan sektor migas di Indonesia
juga terbilang buruk. Secara umum, misalnya, survei ini
menunjukan index halangan investasi yang didasarkan
pada tujuh belas (17) kriteria berada pada level 71,57
(skala 1 – 100, dimana 1 menunjukkan kecilnya
hambatan dan makin besar angka menunjukkan
besarnya hambatan bagi investasi). Survei ini juga
menunjukan level keyakinan atau kepercayaan
perubahan pengelolaan sektor migas di Indonesia
ke arah yang lebih baik (best practices) yaitu hanya
pada level keyakinan 40 persen yang berarti derajat
ketidakyakinannya adalah sebesar 60 persen. Dari level
keyakinan 40 persen, hanya 8 persen yang tingkat
keyakinannya lebih dari 100 persen, sementara sisanya
(32 persen) hanya pada tingkat keyakinan 50 – 100
persen. Singkatnya, laporan ini menunjukan adanya
persoalan yang serius dalam pengelolaan, pengendalian
dan pengawasan sektor migas di Indonesia, baik dalam
index per kriteria, index gabungan maupun dalam
catatan khususnya.
Tabel 1. Fraser Institute’s Global Petroleum Survey 2011
Berdasarkan temuan-temuan BPK, kritik para pelaku
dan pengamat, serta survei yang dilakukan oleh lembaga
independen seperti Fraser Institute, menunjukkan
adanya problem serius dalam tatakelola sektor migas di
Indonesia.
Problem tatakelola juga dapat dilihat dari rendahnya
dukungan publik dan birokrasi non-ESDM terhadap
industri ini. Walaupun sektor hulu migas menyumbang
sekitar 25 persen total penerimaan negara dalam
APBN (tergantung fluktuasi harga komoditas di pasar
internasional), dan bahkan bagi beberapa daerah
menjadi penyumbang 90 persen APBD, sektor minyak
dan gas terus dikritik dari sekelompok atau sebagian
politisi, aktivis dan kelompok-kelompok masyarakat.
Tidak mudah bagi kontraktor kontrak kerjasama
(KKKS), misalnya, untuk melakukan eksplorasi dan
pengembangan lapangan karena adanya tentangan
dari masyarakat dan bahkan pemerintah daerah.
1
2. Pendekatan manajemen yang dilakukan oleh BP Migas1
yang tertutup, bersikukuh menolak transparansi dan
menolak membuka informasi publik yang dikelola/
dikuasainya, dan bahkan menolak dikategorikan
sebagai badan publik, membangkitkan syakwasangka
dan disinformasi, tidak hanya bagi publik tapi juga bagi
kalangan pemerintah daerah.
II. Undang-undang Migas dan Keterbukaan
Informasi Publik
Salah satu persoalan tatakelola dalam Undang-
undang Migas Nomor 22 tahun 2001 adalah tidak
adanya jaminan yang eksplisit bagi transparansi
pengelolaan sektor migas di Indonesia. Hal ini tidak
sesuai dengan semangat yang diusung Undang-undang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 tahun
2008 yang ditujukan untuk memperbaiki tatakelola
pemerintahan di Indonesia. Selain itu juga tidak sejalan
dengan international best practices di negara-negara
yang melahirkan UU sektor migas/petroleum seperti
Ghana dan Timor Leste yang telah mengadopsi prinsip-
prinsip transparansi dan akses informasi bagi publik,
sebagaimana tercantum pada tabel 2 dan tabel 3.
Dokumen PSC atau Kontrak Kerja Sama, misalnya,
oleh BP Migas masih dinyatakan sebagai dokumen
rahasia. Padahal, menurut Pasal 11 UU Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
dokumen kontrak, rencana pengembangan (POD),
rencana kerja dan anggaran (WP&B) yang dikuasai oleh
BPMigassudahseharusnyadibuka.Keharusanmembuka
akses publik terhadap informasi tersebut selain datang
dari kriteria kepentingan publik yang inheren/melekat
pada informasi tersebut juga bersumber pada status
yang menurut UU KIP secara kategoris merupakan
suatu badan publik (Pasal 1 poin nomor 3). Hal ini telah
diperkuat dengan putusan ajudikasi sengketa informasi
antara Yayasan Pusat Pengembangan Informasi Publik
(YPIP) dengan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).2
Dalam putusannya,
Komisi Informasi Pusat (KIP) memerintahkan kepada
BP Migas untuk membuka dokumen kontrak kerjasama
dengan PT Chevron Pacific Indonesia yang dimohonkan
dengan menghitamkan informasi tentang lokasi
yang menyebut nama, tempat (seperti nama Desa,
Kecamatan, dan Kota) sebagaimana dimohonkan.
III. Ketiadaan Jaminan Transparansi, Keterbukaan
Informasi dan Partisipasi Publik dalam
Peraturan Pelaksanaan UU Migas
Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010
tentang Biaya Operasi yang dapat Dikembalikan dan
Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi. Dalam PP ini tidak ada jaminan
spesifik bagi transparansi cost recovery dan perlakuan
Tabel 2. Transparansi Migas di Ghana
Ghana Petroleum Commission Act No. 821 Tahun 2011 mengatur
kewajiban memberi laporan publik mengenai kegiatan dan sumber daya
minyak, dimana laporan tersebut harus mencakup:
a. Wilayah Kerja bagi eksplorasi dan produksi migas
b. Izin survey pendahuluan (reconnaisance) yang diterbitkan dan
kesepakatan/perjanjian bagi hasil yang diratifikasi
c. Kegiatan perminyakan yang dilakukan dalam tahapan rantai nilai
aktivitas perminyakan, termasuk tapi tidak terbatas pada data
akuisisi dan pengeboran sumur-sumur eksplorasi dan pengujian
(appraisal), pengembangan dan produksi (volume minyak dan gas
yang diproduksi);
d. Izin produksi yang diterbitkan oleh komisi, izin produksi yang telah
dikembalikan dan izin produksi yang aktif;
e. Penjualan atau pengalihan kepemilikan;
f. Pengembangan dan produksi pada setiap lapangan
g. Sistem transportasi termasuk pipeline baru yang dibangun dan
lapangan yang terkait riset dan pembangunan proyek;
h. Pajak termasuk royalty dan biaya luas areal yang dibayarkan oleh
kontraktor;
i. Keselamatan, Kesehatan Lingkungan;
j. Kegiatan dekomisioning;
k. Status resources terkait dengan:
(i) Jumlah total volume minyak yang dijual dan dihasilkan
(ii) Lapangan yang ditutup;
(iii) Lapangan yang berproduksi;
(iv) Cadangan di lapangan yang berproduksi
(v) Sumber-sumber yang ditemukan dimana rencana
pembangunannya belum disetujui;
(vi) Resources pada lapangan yang ditemukan yang dianggap tidak
komersial untuk saat ini
l. Volume dari asal hidrokabron yang tersedia, cadangan yang dapat
dipulihkan (recoverable reserves) dan sisa cadangan yang dapat
dipulihkan (remaining recoverable reserves) produksi bersih dari
lapangan yang ada.
Pada undang-undang lain, yakni Ghana Petroleum Management
Revenue No. 815 Tahun 2011 diatur aspek akuntabilitas, transparansi dan
pengawasan publik diantaranya pada:
Pasal 49 menyatakan bahwa transparansi sebagai bagian prinsip yang
fundamental memuat:
(1). Manajemen pendapatan minyak dan penyimpanannya harus selalu
dilakukan secara transparan sesuai standar tertinggi yang diterima
secara internasional dan tata kelola pemerintahan yang baik;
(2). Kewajiban terkait dengan hal-hal tambahan terkait pendapatan
minyak dan penyimpanannya harus dilakukan dengan standar
transparansi tertinggi yang diterima secara internasional dan tata
kelola pemerintahan yang baik;
(3). Pengungkapan informasi atau data yang dapat merugikan secara
signifikan kinerja Ghana Petroleum Funds dapat dinyatakan sebagai
rahasia berdasarkan persetujuan Parlemen;
(4). Pernyataan kerahasiaan harus menjelaskan alasan yang jelas
mengapa informasi tersebut dinyatakan sebagai rahasia, dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip transparansi dan hak publik atas
informasi;
(5). Pernyataan rahasia tidak boleh membatasi akses informasi oleh
Parlemen serta Komite Akuntabilitas Kepentingan Masyarakat yang
dibentuk berdasarkan undang-undang ini
(6). Dalam hal informasi yang akan dipublikasikan ternyata dikategorikan
sebagai rahasia, maka harus tersedia bagi publik berdasarkan
pemintaan setelah 3 tahun terhitung dari tanggal dimana informasi
tersebut hendak dipublikasikan, kecuali apabila ternyata alasan
pengecualian masih berlaku;
(7). Parlemen, Menteri, Bank of Ghana, dan Investment Advisory
Committee, dalam menjalankan tugasnya berdasarkan undang-
undang harus melakukan upaya untuk memastikan mekanisme
transparansi dan kebebasan akses informasi publik;
(8). Menteri harus memastikan bahwa undang-undang ini dan instruksi
apapun terkait dengan Ghana Petroleum Funds, Operations
Management Agreement dan laporan tahunan tersedia bagi publik.
Pasal 50, memuat tentang sanksi bagi pihak yang tidak menaati kewajiban
untuk mempublikasikan informasi
Pasal 51 sampai 57 mengatur tentang Komite Kepentingan Publik dan
Akuntabilitas yang memuat tentang tugas, fungsi, keanggotaan, hak
anggota, kualifikasi, pelaporan dan pembayaran.
2 1
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-X/2012 membatalkan dasar pembentukan BP
MIGAS. Untuk menggantikan BP MIGAS, Pemerintah membentuk Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS) berdasarkan Per-
aturanPresiden No. 9 tahun 2013
2
Putusan No. 356/IX/KIP-PS-M-A/2011, http://www.komisiinformasi.go.id/assets/data/ar-
sip/Putusan_Ajudikasi_YP2IP_vs_BP_Migas_WT.pdf diakses Pada 9 Oktober 2012
3. 4
Otorisasi yang dimaksud pada undang-undang ini adalah akses otorisasi, kontrak minyak,
otorisasi untuk prospeksi/pencarian minyak, atau rembesan otorisasi atau kontrak, yang masuk
dalam otorisasi atau kontrak.
Petroleum Act Timor Leste, mengatur kewajiban Kementerian untuk
memberikan informasi, diantaranya 3
a. Salinan dari semua otorisasi4
beserta perubahannya, serta apakah
berakhir /tidak;
b. Rincian pengecualian, atau variasi suspensi, syarat otorisasi;
c. Salinan semua “unitization agreement” (kesepakatan pembagian ke
dalam unit-unit)
d. Rencana pengembangan yang disetujui
Pasal 29 menyatakan bahwa Kementrian harus mempublikasikan: a)
Pemberitahuan pemberian izin, dan ringkasan ketentuan izin tersebut, b)
undangan untuk mengajukan otorisasi, c) pemberitahuan atas pembatalan
otorisasi, pada Jornal da Republica
Lebih lanjut, pada Petroleum Fund Law, No. 9 tahun 2005 aspek
akuntabilitas, transparansi dan pengawasan publik diakomodasi pada:
Pasal. 31.1. Parlemen harus menyediakan publikasi terkait dengan saran
dari Petroleum Fund Consultative Council termasuk opini minoritas dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
Pasal 31.3 Menteri dan/atau Kepala dari Bank Sentral menyediakan
informasi yang diminta Petroleum Fund Consultative Forum terkait dengan
aspek operasi atau kinerja Petroleum Fund dalam rangka monitoring
Petroleum Fund
Pasal 32.1, Manajemen petroleum fund harus selalu dilaksanakan dan
kewajiban terkait dari semua pihak yang relevan harus dilaksanakan
dengan standard transparansi yang tinggi.
Pasal 32.4, dalam pelaksanaan fungsi dan kompetensi, dan sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-Undang ini, Parlemen, Pemerintah, Menteri,
Bank Sentral, Dewan Penasehat Investasi dan Petroleum Fund Consultative
Council harus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk
memastikan mekanisme transparansi dan akses terhadap informasi publik.
Pasal 32.5, menteri harus memastikan bahwa UU ini, peraturan
perundangan dibawahnya, instruksi berkaitan dengan Petroleum Fund,
kesepakatan manajemen operasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11.3 dan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan 9 sudah
tersedia untuk publik dalam waktu tiga puluh (30) hari setelah waktu
finalisasi.
Sanksi Bagi yang Menaati Kewajiban Untuk Mempublikasi data berdasarkan
Petroleum Fund Law, Law no. 9 Tahun 2005
Pasal 38, siapapun yang tidak menaati kewajiban untuk mempublikasi
informasi berdasarkan undang-undang ini, atau membuat orang
lain tidak menaati, atau menghindari, atau membuat orang lain
menghindari kewajiban, akan dihukum penjara selama 2 (dua) tahun
atau denda tidak kurang dari 50 (lima puluh) hari.
Ada undang-undang lain, yakni Law on Petroleum Activities No. 13 Tahun
2005, klausul transparansi diatur diantaranya pada:
Pasal 29 (1), Menteri harus mempublikasi pada Lembaran Negara terkait
pengumuman pemberian atau penerbitan, pengajuan otorisasi, dan peng-
umuman pembatalan otorisasi
pajak penghasilan (terkait dengan tax treaty, misalnya).
Dengan kata lain tidak ada kewajiban hukum baik bagi
BP Migas, Dirjen Migas maupun Direktorat Pendapatan
Negera Bukan Pajak mengenai transparansi cost
recovery, meskipun apabila ditinjau dari kategori yang
dibangundalamUUKIPNomor14Tahun2008kewajiban
hukum tersebut sudah jelas. Padahal ketertutupan
penentuan dan perincian cost recovery selama ini
ditengarai memberi peluang terjadinya praktek-praktek
kolusi dan korupsi sebagaimana terafirmasi dalam
temuan pemeriksaan BPK selama ini.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002
tentang Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan
Gas Bumi. Pada PP ini definisi pembentukan, status,
rumusan fungsi, tugas dan wewenang BP Migas telah
mendeskripsikan kriteria BP Migas sebagai Badan
Publik yang diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU KIP Nomor
14 Tahun 2008, yang diantaranya,
“….lembaga eksekutif, … dan badan lain …yang
3
Tabel 3. Transparansi Migas di Timor Leste
Pasal 30.(1), Kementerian harus menyediakan publik:
(i) salinan dari semua otorisasi dan amandemen, baik yang telah selesai
atau belum selesai;
(ii) informasi mengenai bentuk pengualian, atau variasi dari penundaan
terkait dengan syarat atau kewajiban berdasarkan pasal 21:
(iii) salinan dari semua penggabungan kesepakatan
(b) Kementerian harus menyediakan publik, dalam jangka waktu yang
masuk akal berdasarkan permintaan informasi , terkait ringkasan data:
(i) semua otorisasi dan amandemen, yang telah selesai maupun belum,
kesepakatan penggabungan sebagaimana pada paragraf 30.1(a);
(ii) rencana pembangunan yang telah disetujui berdasarkan kontrak
petroleum;
(iii) seluruh pekerjaan dan hal lain terkait dengan otorisasi, merupakan
subyek dari pengecualian berdasarkan kepentingan bisnis; dan
(iv) seluruh otorisasi dan amandemen, baik yang telah selesai maupun
yang belum, dan kesepakatan penggabungan terkait dengan
penaataan berdasarkan tata tertib;
(c) Kementerian harus menyediakan kepada publik, dalam jangka waktu
yang masuk akal terkait dengan permintaan informasi, ringkasan
terperinci mengenai operasi minyak di area yang termasuk dalam
perjanjian dalam rangka penaatan tata tertib;
30.2 Dalam jangka waktu 10 hari kerja dari saat permintaan informasi
diajukan, Kementerian harus memberikan alasan secara ringkas atas:
(a) pemberian otorisasi terkait dengan undangan berdasarkan paragraf 13.1(a)
(b)pemberianotorisasitanpaaplikasiundanganberdasarkanparagraf13.1(b);
(c) persetujuan rencana pembangunan berdasarkan kontrak minyak;
(d) pemberian bentuk pengecualian atau persetujuan terkait dengan variasi
penundaan, pada syarat dan kewajiban berdasarkan pasal 21; dan
(e) pembuatan keputusan apapun, atau persetujuan apapun, berdasarkan
otorisasi, harus dipublikasikan.
30.3 (a) Perusahaan harus melaporkan ketaatan mereka terkait dengan
kewajiban dan persayaratan berdasarkan hukum dan otorisasi secara rinci
sebagaimana disyaratkan pada otorisasi dan ketentuan perundangan yang
spesifik;
(b) Kementerian harus menyediakan laporan tersebut pada publik.
30.4. Kementerian harus menyediakan publik laporan oleh orang yang
diotorisasi terkait dengan pembayaran atas operasi minyak yang dibayarkan
kepada Pemerintah Timor Leste sebagaimana diwajibkan oleh undang-
undang.
30.5. Informasi yang dipaparkan berdasarkan pasal 30 terkait dengan
pembayaranbiayaharustersediauntuksetiaporang,akibatyangditimbulkan
atas hal tersebut akan ditentukan dalam peraturan khusus
30.6 Informasi pada paragraf (b) dan (c) subarticle 1 pada pasal ini harus
tersedia bagi publik setidaknya dalam bahasa resmi.
fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara”
Dengan demikian Badan Pelaksana Kegiatan Hulu
Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) merupakan obyek
dari UU KIP sehingga berkewajiban membuka akses atas
informasi publik yang dikuasainya.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005
tentang Kegiatan Hulu Migas. PP ini diantaranya
mengatur tentang participating interest (penyertaan
modal), sebagaimana diatur di dalam Pasal 103A ayat
(1): Dalam hal adanya kepentingan nasional yang
mendesak, dengan tetap mempertimbangkan manfaat
yang sebesar-sebesarnya bagi negara, dapat dilakukan
pengecualian terhadap beberapa ketentuan pokok
kontrak kerja sama mengenai:
a. Penawaran participating interest kepada Badan
Usaha Milik Daerah;
b. Pengembalian biaya investasi dan operasi dari dari
kontrak bagi hasil;
3
Pasal 30, Petroleum Act
4. Publish
What You Pay
Indonesia
c. Jangka waktu Kontrak Kerja Sama pada bekas
Wilayah Kuasa Pertambangan Pertamina;
d. Besaran bagi hasil.
Akan tetapi, ketentuan ini tidak mendefinisikan
secara jelas maksud “kepentingan nasional yang
mendesak” dalam pengecualian yang dibuat di atas.
Akibatnya beberapa daerah merasa kepentingan
mereka (dapat) diabaikan. Selain itu, ketentuan
tersebut menimbulkan tafsir bahwa penyertaan modal
Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Migas hanya
berlaku untuk kontrak-kontrak yang baru saja, dan tidak
berlaku pada kontrak perpanjangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004
tentang Pelaksanaan dan Pengawasan Kegiatan Hilir
Migas. Pasal 7 PP ini menyebutkan “Badan Pengatur
melakukan pengaturan dan pengawasan atas
pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan
Bakar Minyak dan pengangkutan Gas Bumi melalui pipa
yang diselenggarakan oleh Badan Usaha yang telah
mendapat Izin Usaha dari Menteri.”
Adapun yang menjadi obyek pengawasan BPH
Migas yakni antara lain: (a) pelaksanaan penyediaan
dan pendistribusian bahan bakar minyak dan/atau
pengangkutan gas bumi melalui pipa, (b) pelaksanaan
pemanfaatan bersama atas fasilitas pengangkutan dan
penyimpanan bahan bakar, (c) minyak dan pengangkutan
gas bumi melalui pipa serta fasilitas penunjang milik
badan usaha, (d) pelaksanaan hak khusus pengangkutan
gas bumi melalui pipa, dan (e) harga gas bumi untuk
rumah tangga dan pelanggan kecil. Dalam pandangan
kami, yang menurut hal problematik di sini adalah
tidak adanya jaminan akses publik atau perintah untuk
membuka bagi akses publik terhadap hasil laporan
pengawasan.
IV. Kesimpulan dan Rekomendasi
Undang-undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 dan
peraturan pelaksanaannya yang berlaku saat ini belum
menjamin transparansi atau keterbukaan informasi
publik, dan artisipasi publik. Ketiadaan jaminan
transparansi tersebut meliputi jaminan akses publik
terhadap dokumen kontrak, rencana pengembangan
lapangan (POD), rencana kerja dan anggaran (WP&B),
rencana dan laporan pengelolaan lingkungan, aliran
Indonesian Center For Environmental Law
Jalan Dempo II No. 21, Kebayoran Baru, Jakarta12120, Indonesia
Tel: (62-21) 7262740, 7233390 | Fax: (62-21) 7269331 | www.icel.or.id | www.icel-library.net
4
pendapatan negara dan pendapatan daerah dari industri
migas, dan penggantian biaya investasi dan operasional
selama masa eksplorasi, pengembangan lapangan dan
produksi (cost recovery).
Rekomendasi.
Dalam rangka mendorong tata kelola migas yang
lebihbaikkamimerekomendasikanadanyaaturankhusus
dalam UU Migas yang menjamin transparansi, akses
informasi dan partisipasi publik, serta akuntabilitasnya.
Ketentuan Pasal 2, misalnya, perlu disempurnakan
menjadi:
“Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi yang diatur dalam Undang-undang ini
berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan,
manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan,
kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat
banyak, TRANSPARANSI, keamanan, keselamatan,
dan kepastian hukum serta berwawasan
lingkungan”
Ketentuan Pasal 11 ayat (2) perlu disempurnakan
menjadi,
“Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah
ditandatangani harus diberitahukan secara
tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, DAN DOKUMEN YANG TERKAIT
MERUPAKAN INFORMASI PUBLIK”
Ketentuan Pasal 31 perlu disempurnakan dengan
menambahkan satu ayat, yang kurang lebih berbunyi
sebagai berikut:
Aliran penerimaan negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara
transparan.
Ketentuan Pasal 45 ayat (1) perlu disempurnakan
menjadi,
Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) merupakan badan PUBLIK.
Ketentuan Pasal 46 perlu disempurnakan dengan
menambahkan satu ayat, yang kurang lebih berbunyi
sebagai berikut:
Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengatur
dibuka kepada publik setelah dilaporkan kepada
Presiden dan/atau DPR.
( Dyah Paramita Ridaya Ld Ngkowe Resa Raditio)