2. KELOMPOK VI
Rafnita Dwi Putri
Waode Sri Mulawati
Sulinda
Nurul Halimah
Riska Pakombong
Nadira Damayanti
3. TIU
Memahami manajemen Fraktur
Cervical
TIK
1. Memahami anatomi, fisiologi,dan
biomekanik cervical
2. Mengetahui epidemologi fraktur
cervical
3. Mengetahui klasifikasi fraktur cervical
dan patofisiologinya
4. Terampil melaksanakan manajemen
fisioterapi pada fraktur cervical.
4. Fraktur cervical merupakan
diskontinuitas tulang satu segmen
cervical atau lebih yang kebanyakan
cidera merupakan hasil dari
benturan/tubrukan cervicalis. Force
cedera ini seringkali sangat sehingga
menyebabkan fraktur pada vertebra atau
bahkan dapat terpecah menjadi bagian-
bagian kecil. Prognosis yang baik terjadi
jika tidak cedera tidak mengenai spinal
cord
8. Secara keseluruhan, cervical
terdiri atas 2 seg-men
anatomikal dan fungsional yaitu
:
Segmen superior (suboccipital),
terdiri atas C1 (atlas) dan C2
(axis) upper cervical spine
Segmen inferior yang
memanjang dari permukaan in-
ferior axis ke permukaan superior
Th1 lower cervical spine
Seluruh vertebra cervical
adalah sama kecuali atlas (C1)
dan axis (C2).
9. Sekitar 50% dari
gerakan fleksi-ekstensi
terjadi pd oociput-C1
(yes Joint)
Sekitar 50% dari
gerakan rotasi terjadi pd
C1-C2 (No Joint)
Sisanya gerakan fleksi-
ekstensi, rotasi dan
lateral fleksi terjadi di
segmen C2-C7
17. ELEMEN-ELEMEN SARAF
8 pasang saraf cervical
Akar saraf keluar dari
kanal spinal superior
diantaranya:
saraf C1 keluar dari kanal
antara Occ & C1
saraf C2 keluar dari kanal
antara C2 & C3
saraf C8 keluar dari kanal C7
& T1
18. Saraf Innervasi motorik Refleks
C 1-2 Kepala dan leher
C 3-5 diafragma
C5 otot deltoid, biceps
C6 ekstensor wrist, abduktor
dan ekstensor thumb
C 5-6 biceps, brachioradialis
C7 triceps, fleksor wrist,
ekstensor jari
C 6-7 tricpes
C8 fleksor jari
Th1 otot-otot intrinsik tangan
22. COUPLED MOTION OF CERVICAL SPINE
(GERAKAN BERPASANGAN PADA CERVICAL
SPINE)
Atlantoaxial
Segment
(C1/C2)
Subaxial
Spine (C3-
C7)
23.
24.
25. EPIDEMOLOGI
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat,
setelah penyakit jantung, kanker dan stroke, tercatat ᄆ 50
meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3 % penyebab
kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena
multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar
dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord
injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka
tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur
dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6
terutama pada usia dekade 3
30. FLEXION TEAR DROP FRACTURE
DISLOCATION
Force fleksi murni ditambah
komponen kompresi menyebabkan
robekan pada kumpulan ligamen posterior
disertai fraktur avulse pada bagian
antero-inferior korpus vertebra. Lesi tidak
stabil. Tampak tulang servikal dalam fleksi:
- Fragmen tulang berbentuk segitiga pada
bagian antero-inferior
korpus vertebrae
- Pembengkakan jaringan lunak pravertebral
31.
32.
33.
34.
35. WEDGE FRACTURE
Vertebra terjepit sehingga berbentuk
baji. Ligament longitudinal anterior
dan kumpulan ligament posterior
utuh sehingga lesi ini bersifat stabil.
36.
37. CLAY SHOVELERS FRACTURE
Fleksi tulang leher dimana terdapat
uluran maksimal ligament posterior
tulang leher mengakibatkan terjadinya
fraktur oblik pada prosesus spinosus ;
biasanya pada CVI-CVII atau Th1.
38.
39.
40. FRAKTUR ODONTOID
Kira-kira 60% dari fraktur C2 terjadi
pada prossesus odontoid, tonjolan
tulang seperti pasak yang menonjol ke
atas dan dalam keadaan normal
berhubungan dengan arkus anterior
C1. Prossesus odontoid terikat
ditempatnya oleh ligamentum
transversum.
41. Fraktur odontoid bisa dilihat
dengan foto servikal lateral atau
dengan proyeksi open mouth. Namun
biasanya CT scan dibuat untuk
meyakinkan.
43. Tipe II
tejadi pada dasar dens dan
merupakan fraktur odontoid tersering.
Pada anak berusia kurang dari 6
tahun masih terdapat lempeng
epifisis dan mungkin tampak seperti
garis fraktur.
44.
45. Tipe III
terjadi pada dasar dens dan berlanjut
secara oblik kearah korpus aksis. biasanya
akan pulih hanya dengan stabilisasi
melalui pemasangan traksi servikal.
49. FRAKTUR HANGMAN
Hangman’s fracture terjadi pada elemen
posterior C2 yang merupakan pars interkularis.
Fraktur jenis ini terjadi kira-kira 20% dari
semua fraktur aksis dan biasanya diakibatkan
cedera hiperekstensi. Dinamakan Hangman
karena sesuai dengan kelainan yang terjadi
pada orang yan dihukum gantung dengan
simpul di depan dagu.
Fraktur hangman jarang menimulkan deficit
neurologis mengingat fraktur menimbulkan
pemisahan antara korpus C2 dengan elemen
osterior.
50. Fraktur Hangman dibedakan menjadi tiga tipe.
Tipe I :
Merupakan fraktur yang stabil, dimana pergeseran atau
angulasi di sini hanya minimal saja serta cukup
diterapi dengan pemasangan collar neck.
Tipe II
Angulasi korpus lebih dari 10 derajat dan pergeseran
korpus dari elemen posterior lebih dari 3mm
Tipe II
Adalah fraktur yang menimbulkan dislokasi faset C2
bilateral dan sangat tidak stabil sehingga untuk kasus ini
perlu dioperasi untuk stabilisasi. Pasien dengan fraktur
ini harus diimobilisasi eksternal sampai mendapatkan
fisioterapi khusus.
52. MEKANISME CEDERA
Ekstensi yg dipaksakan pada leher yg sudah
dalam keadaan ekstensi.
Fleksi leher yg sudah dalam keadaan fleksi dan
kompresi leher yg sedang dalam keadaan
ekstensi.
Dalam sejarah, penyebab utama cedera yg
mematikan ini adalah akibat penggantungan
dengan simpul pada prominentia dagu.
58. JEFFERSON FRACTURE
Tulang atalas tipis, berbentuk cincin
dengan permukaan sendi yang luas.
Fraktur atlas tejadi 5% dari fraktur
tulang servikal akut. Kira-kira 40% fraktur
atlas berhubungan dengan fraktur aksis
(C2). Fraktur tersering C1 adalah burst
fracture (Fraktur Jefferson).
59. Mekanisme trauma yang biasa terjadi
adalah axial loading, yang terjadi bila ada
beban berat jatuh secara vertical ke kepala
pasien atau pasien jatuh ke permukaan
dengan kepala berada pada posisi netral.
Fraktur jefferseon meliputi terputusnya
kedua ring anterior dan posterior C1
dengan bergesernya massa lateral ke arah
lateral.
60. Fraktur ini paling baik dilihat dengan pandangan
open mouth dari C1 dan C2 dan dengan CT-
scan axial. Bila patahan tulang tampak
bergeser lebih dari 7 mm pada foto proyeksi
frontal, kemungkinan ligamentum
transversumnya robek. Konfirmasi tentang
cedera ligamentum ini dipastikan bersasarkan
adanya gerakan abnormal antara odontoid
dan atlas pada pemeriksaan radiologis.
61. Pada pasien yang selamat, fraktur ini
biasanya tidak berhubungan dengan fraktur
medulla spinalis. Namun fraktur ini tidak stabil
dan pertama kali harus ditanganni dengan collar
neck.
Tindakan operasi (fusi) ditujukan untuk kasus
yang ligamennya ikut cedera. Tindakan operasi
adalah fiksasi antara oksiput dengan lamina
dan pada saat pascabedah dipasang jaket
halo.
67. GEJALA UMUM
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klnik fraktur
adalah sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini
dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan
tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
68. c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat
dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
d. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang
terjadu disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf
karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur,
nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi
karena kerusakan syaraf.
69. g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang
pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini
terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian
tulang digerakkan.
i. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari
kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang
mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j. Shock hipovolemik Shock terjadi sebagai kompensasi
jika terjadi perdarahan hebat.
75. Anamnesis
Umum
Nama : Tn.A
Alamat : Jl. Kebayoran no.2
Umur : 27 thn
Hobi : Renang
Pekerjaan : wiraswasta
Anamnesis
Khusus
C
Nyeri post OP akibat
fraktur Cervical.
Vital Sign:
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Denyut Nadi : 72 kali/menit
Pernafasan : 23 kali/menit
Temperatur/Suhu : 36 °C
76. H
Sejak kapan terjadinya? 2 minggu yang lalu
Bagaimana riwayat terjadinya cedera? 2 minggu yg lalu,
saya menyelam di sekitar pulau samalona, tetapi saya
tidak memperkirakan kedalaman lautnya. Saya langsung
nyebur dan kepala saya menumbuk batu karang. Saya
pingsan lalu dibawa oleh teman2 saya .
Bagemana perasaan anda setelah dipasangi alat ini ?
Sejak dipasangi alat ini (collar), saya tdk leluasa
menggerakkan leher saya, kaku dan terasa nyeri dan
seperti robot.
Di mana letak keluhan? Di leher dan ada sedikit di bahu
Apakah ada nyeri atau tidak? Ya, Ada nyeri
Bagaimana sifat nyeri? Ditempat itu saja
Apakah ibu merasa mual dan pusing? Iya,pd fase2 awal
leher sy patah.
)
77. Apakah sudah kedokter? iya
Apakah sudah foto X-Ray,MRI atau CT-scan? Iya sudah, kemarin
sudah foot rontgen
Apa kata dokter ?
kata dokter, tulang leher saya patah.
Bagaimana keadaan tidur, makan, BAB, BAK? Terganggu
Kapan bapak ke dokter (apakah sesaat setelah kecelakaan
atau setelah beberapa hari)? Sesaat setelah kecelakaan saya
ke dokter, trus di foto X-Ray,MRI dan CT scan dulu, baru di
operasi
Apakah diberi obat oleh dokter? Iya, saya diberi obat
penghilang nyeri, vitamin, dan anti infeksi.
Bagaimana perasaan Bapak setelah terkena penyakit ini? Pasti
sangat terganggu ya, karena saya tdk bisa beraktivitas seperti
biasa.
o Masih ada keluhan lain yg berkaitan dengan penyakit bapak?
Sudah tidak ada
78. A
A. Inspeksi Statis
o Perhatikan apakah pasien
memakai collar/ dsb?
Pasien memakai collar
-Perhatikan apakah
terlihat Swelling,
inflamasi?
- perhatikan mimik wajah
pasien, apakah menahan
sakit?
pasien menahan sakit dan
meringis kesakitan dan
terlihat mual dan pusing
B. Inspeksi Dinamis
Di lihat dari Bagaimana
pola berjalan pasien.
Cara pasien
menggerakkan bagian
leher dan
extremitasnya.
INSPEKS
I
79. Aktif
Nyeri terutama pada gerakan fleksi dan rotasi
cervikal
*gerakan bagian extremitas atas.
Pasif
Nyeri terutama pada gerakan fleksi dan rotasi
servikal
*gerakan bagian extremitas atas.
TIMT
Tidak bisa melawan kuat dan nyeri
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK
DASAR
80. Suhu : Bagian yang nyeri terasa lebih hangat.
Kontur Kulit : *ada bekas operasi
Spasme : Upper trapezius,otot2 grup flexor
cervical
PALPASI
81. R
1. ROM : limited (di regio cervical )
2. ADL :Dressing.
3. Pekerjaan : Limited
4. Rekreasi : Limited
82. T
Muskullotendinogen: Spasme dan weakness otot
(regio cervical) >> upper trapezius,
Osteoarthrogen: Stifness pada C1-C2 (atlantoaxial
joint)
Neurogen : ---
Psikogen: penurunan PD , cemas
83. S PEMERIKSAAN SPESIFIK
VAS
Tes psikis >> HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety )
Oedem test
Tes ROM
MMT
Tes Sensasi Sensorik
Tes Provokasi
Tes distraksi
Tes kompresi
Pengukuran ekspansi thoraks
ADL test
Pemeriksaan X-Ray,MRI,ST-Scan.
Pemeriksaan lab
85. HRS-A (HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY )
Alat ukur ini terdiri 14 kelompok gejala yang masing- masing
kelompok dirinci lagi dengan gejala- gejala yang lebih
spesifik. Masing- masing kelompok gejala diberi penilaian
angka (skore) antara 0-4, yang artinya adalah
Nilai 0 = tidak ada gejala / keluhan
Nilai 1 = gejala ringan / satu dari gejala yang ada
Nilai 2 = gejala sedang / separuh dari gejala yang ada
Nilai 3 = gejala berat / lebih dari separuh dari gejala yang ada
Nilai 4 = gejala berat sekali / semua dari gejala yang ada
86. Masing- masing nilai angka (skore) dari 14 kelompok
gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil
penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang, yaitu:
Total nilai (skore) :
< 14 = tidak ada kecemasan
14 – 20 = kecemasan ringan
21 – 27 = kecemasan sedang
28 – 41 = kecemasan berat
42 – 56 = kecemasan berat sekali / panik
87. Perasaan cemas (ansietas)
a) Cemas
b) Firasat buruk
c) Takut akan pikiran sendiri
d) Mudah tersinggung
Ketegangan
a) Merasa tegang
b) Lesu
c) Tidak bisa istirahat dengan tenang
d) Mudah terkejut
e) Mudah menangis
f) Gemetar
g) Gelisah
Ketakutan
a) Pada gelap
b) Pada orang asing
c) Ditinggal sendiri
d) Pada binatang besar
e) Pada keramaian lalu lintas
f) Pada kerumunan banyak orang
Gangguan tidur
a) Sukar masuk tidur
b) Terbangun malam hari
c) Tidur tidak nyenyak
d) Bangun dengan lesu
e) Banyak mimpi- mimpi
f) Mimpi buruk
g) Mimpi menakutkan
90. TES ROM
Regio
Cervikal
ROM FLEKSI EKSTENSI
LATERAL
SIDE
FLEKSI
ROTASI
Normal 0-80o 0-50o 0-45o 0-80o
Hasil Pengukuran 20o 50o 20o
20o
ROM menurut ISOM:
S.50º.0º.20º (Flexi-Extensi)
F.20º.0º.20º(Lateral side flexi sinistra-dextra)
T.20º.0º.20º(Rotasi kiri-Rotasi kanan)
92. TES SENSASI SENSORIK
Tes rasa posisi
Tes rasa gerak
Tes arah gerak
Tes tajam tumpul
Tes kasar halus
Tes diskriminasi 2 titik
93. TES PROVOKASI
Dilakukan dengan cara posisi leher
diekstensikan dan kepala dirotasikan ke
salah satu sisi, kemudian berikan tekanan
ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif
bila terdapat nyeri radikuler ke arah
ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi
kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik
namun tidak sensitif, karena berguna untuk
mendeteksi adanya nyeri radikulopati
servikal.
95. TES DISTRAKSI KEPALA
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan
oleh kompresi terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat
diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih
memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun
penyebab lain belum dapat disingkirkan.
98. TES ADL ( INDEKS ADL MODIFIKASI )
NO JENIS AKTIVITAS
FUNGSIONAL
KRITERIA
1 BERPAKAIAN 0 = tidak dapat melakukan
1 = melakukan dengan bantuan*
2 = melakukan tanpa bantuan
2 KEMAMPUAN
MENGGUNAKAN
TOILET
0 = tidak dapat melakukan *
1 = melakukan dengan bantuan
2 = melakukan tanpa bantuan
3 TRANSFER DARI
LANTAI KE KURSI
0 = tidak dapat melakukan
1 = melakukan dengan bantuan*
2 = melakukan tanpa bantuan
4 TRANSFER DARI KURSI
KE TEMPAT TIDUR
0 = tidak dapat melakukan
1 = melakukan dengan bantuan*
2 = melakukan tanpa bantuan
99. 5 BERJALAN DI DALAM
RUANGAN
0 = tidak dapat melakukan *
1 = melakukan dengan bantuan
2 = melakukan tanpa bantuan
6 BERJALAN DI LUAR
RUANGAN
0 = tidak dapat melakukan
1 = melakukan dengan bantuan*
2 = melakukan tanpa bantuan
7 NAIK TANGGA 0 = tidak dapat melakukan*
1 = melakukan dengan bantuan
2 = melakukan tanpa bantuan
8 TURUN TANGGA 0 = tidak dapat melakukan
1 = melakukan dengan bantuan*
2 = melakukan tanpa bantuan
TOTAL 5 ( Ketergantungan Berat )
103. P
R
O
B
L
E
M Primer
• Ggg Psikis
dan cemas
• Nyeri
Sekunder
• Oedema,
Kekakuan,Keterbat
asan ROM, Muscle
Weakness,
kontraktur
Kompleks
• Gangguan ADL (
food,drink,
toileting,
dressing, Self
care)
104. TUJUAN
• Mengurangi nyeri
• Menurunkan oedem
• Mencegah keterbatasan ROM
• Mencegah muscle weakness
• Mencegah kontraktur
Jangka
Pendek
• Mengembalikan dan
memaksimalkan fungsional
gerak cervical berkaitan
dengan ADL
Jangka
Panjang
106. PROGRAM FASE AKUT (0-1 MINGGU) IMOBILISASI
No Problem FT Modalitas terpilih Dosis
1 Penurunan rasa
PD dan cemas
KomTer F : 1 x sehari
I : pasien tetap fokus
T : Wawancara, motivasi
T : 5 menit
2. Nyeri Interferensi F : 1 x sehari
I : 20-30 mA
T : segmental animal
T : 10 menit
3 Mencegah
Gangguan
pernapasan
Exercise F: setiap hari
I:
T; Deep breathing
T: 5 menit
107. Problem Modalitas Terpilih Dosis
4. Reaksi
Inflamasi
(oedem pada
ext superior
dan inferior,
hematoma,ny
eri akut, immobilisasi
(Collar/ortose servikal)
Positioning
F : 1x sehari
I : intermitten 3 :2
T : local compress
T : 10 menit
F : setiap hari
I : tidur terlentang
T : soft collar
T : 1 minggu
F : setiap hari
I : 3 jam perubahan posisi
T : log rolling (dibantu
berbalik
T : 3 jam per posisi
108. Problem Modalitas Terpilih Dosis
5. Spasme otot exercise F : 1 x sehari
I : 15-20 kali
T : elufrage
T : 3 menit
6. Mencegah
weakness di
extremitas
Exercise F : 1x1
I : 5 hit 3 repetisi
T : pasif- aktif ROMEX
T : 3 menit
109. PROGRAM SUB AKUT (2-4 MINGGU)
No Problem FT
Modalitas
Terpilih
Dosis
1 Pencegahan Stiffness
Joint
Exercise F : 1 x sehari
I : 3x perlakuan (1x
perlakuan, 8x hitungan)
T : aktif exercise movement
extremitas superior
T : 3 menit
2 Pencegahan Penurunan
kekuatan otot
Exercise F : 1 x sehari
I : 8 x perlakuan
T : elevasi depresi shoulder
(isometric exercise)
T : 3 menit
3. Pencegahan Spasme
otot
Exercise F ; 1x sehari
I : 15-30 repetisi
T : eflurage
T : 3 menit
110. PROGRAM KRONIK (4-8 MINGGU) IMOBILIASI
No Problem FT Modalitas Terpilih Dosis
1 Limitasi ROM shoulder ROM Exc F= 1 kali/hr
I= 5 x pengulangan/1 x
terapi
T= aktif ROM EXERCISE
T= 30 sekon
111. PROGRAM KRONIK (8-12 MINGGU)
No Problem FT Modalitas Terpilih Dosis
1 Pencegahan Limitasi
ROM cervical
ROM Exc F= 1 kali/hr
I= 8 x pengulangan/1 x
terapi
T= gentle akti ROM
T= 30 sekon
2 Pencegahan Muscle
weakness cervical
Exercise F=1 x sehari
I = 3 x pengulanganx 8
hitungan/1 x terapi
T= isometrik
T= 30 s
F=1x sehari
I = 3xpengulangan, 8
hitungan
T= aktif resisted (hati2 utk
rotasi)
T= 30 sekon
112. PROGRAM KRONIK (12-16 MINGGU)
No Problem FT Modalitas Terpilih Dosis
1 Pencegahan Kontraktur Exercise F=1x sehari
I = 3xpengulangan, 8
hitungan
T= Streching
T= 30 sekon
F=1x sehari
I = 3xpengulangan, 8
hitungan
T= aktif resisted exercise
T= 30 sekon
113. PROGRAM FT UTK PROBLEM KOMPLEKS
No Problem FT Modalitas Terpilih Dosis
1 Pencegahan ggg ADL Exercise F=3x/minggu
I = 3x perlakuan (1x
perlakuan, 8x hitungan)/1x
gerakan
T= PNF extremitas
superior dan inferior
T= 30 s`
114. MODIFIKASI
AFPR (Aktivitas Fungsional Pemeliharaan Diri dan
Rekreasi) dengan cara rekreasi dan permainan
seperti lempar tangkap bola di pantai untuk
memulihkan ADL cervical dan shoulder klien serta
untuk merilekskan pikiran dan mengembalikan
kebugaran tubuh klien.
115. DOKUMENTASI
Data-data tentang riwayat medis klien, hasil-hasil
pemeriksaan klinis, program intervensi physio yang
telah dilaksanakan pada klien dan catatan
penting tentang hasil perkembangan terapi,
dapat dilihat dan tercantum pada kartu kontrol
pemeriksaan kesehatan klien.
118. KEMITRAAN
Pengembangan kemitraan dapat dilakukan dengan
profesi kesehatan lainnya dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan sepenuhnya
terhadap kondisi klien. Hal ini dilakukan sesuai
dengan kebutuhan klien dan perkembangan
patofisiologinya. Dalam memberikan intervensi
klien tersebut, Physio dapat bermitra dengan dokter
spesialis saraf, dokter dokter spesialis patologi
klinik, ahli okupasional, perawat, psikolog, ahli gizi,
dan pekerja sosial medis lainnya.