SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 82
Indriani Pusipitasari
12100105039
Pengertian
 Imunisasi: proses pembentukan kekebalan tubuh baik
dengan imunisasi aktif ataupun pemberian antibodi
(imunisasi pasif).
 Vaksin: Produk biologis yang mengandung
mikroorganisma/toksoid yg diubah sedemikian rupa
sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tapi
apabila diberikan masih tetap mempunyai sifat
antigenisitas
Jenis vaksinasi
 Vaksin hidup (Live attenuated vaccine)
Vaksin terdiri dari kuman atau virus yang
dilemahkan, masih antigenik namun tidak patogenik.
 Vaksin mati (Killed vaccine / Inactivated vaccine)
Vaksin mati jelas tidak patogenik dan tidak
berkembang biak dalam tubuh.
 Rekombinan
Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan
epitop organisme yang patogen.
 Toksoid
Bahan yang bersifat imunogenik dibuat dari toksin
kuman.
 Vaksin Plasma DNA (Plasmid DNA Vaccines)
Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang
mengandung kode antigen yang patogen dan saat ini
sedang dalam perkembangan penelitian.
Vaksin pada program Imunisasi
Nasional
 Tuberkulosis (BCG)
salah satu penyakit yang menyerang manusia disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Gejala umum TBC pada anak :
 Berat badan turun selam 3 bulan berturut-turut
 Nafsu makan tidak ada ( anoreksia)
 Demam lama/berulang tanpa sebab jelas
 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit
 batuk lama >30 hari
 diare berulang
Vaksinasi BCG (Bacille Calmette-
Guerin)
 vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis
yang dibiak berulang selama 1-3 tahun
 Vaksin yang dipakai di Indonesia adalah vaksin BCG
Biofarma Bandung, berisi suspensi M. bovis hidup
yang sudah dilemahkan.
 Efek proteksi timbul 8-12 minggu
 tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan
pada suhu 2-8°C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah
diencerkan harus dibuang dalam 8 jam
Jadwal dan Dosis Imunisasi
 diberikan pada umur sebelum 2 bulan.
 Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah 0,05 ml
dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di
daerah insersio M. deltoideus kanan → ulkus yang
terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat
(dibandingkan pemberian di daerah gluteal lateral
atau paha anterior).
Intradermal
BCG
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Reaksi lokal
 akan menimbulkan ulkus lokal yang superfisial 3
minggu setelah penyuntikan → Ulkus yang biasanya
tertutup krusta akan sembuh dalam 2-3 bulan dan
meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm.
Reaksi regional
 Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher
Kontraindikasi BCG
 Reaksi uji tuberkulin > 5 mm.
 Sedang mendrita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi
infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan
kortikosteroid, obat imunosupresif, mendapat pengobatan
radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang
atau sistem limfe.
 Anak menderita gizi buruk.
 Sedang menderita demam tinggi.
 Menderita infeksi kulit yang luas.
 Pernah sakit tuberkulosis.
 Kehamilan.
Hepatitis B
 suatu proses nekroinflamatorik yang mengenai sel-sel hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B (VHB).
Kriteria Diagnosis
 Anamnesis
Fase pre ikterik
Anoreksia, nausea, muntah, lemah, rasa tidak enak pada abdomen, panas
badan, nyeri kepala, dan kadang-kadang diare. Pada hepaitits B dapat timbul
urtikaria, atralgia, atau artritis.
Fase ikterik
Ikterik, depresi mental, bradikardia, pruritus, urin berwarna gelap, feses pucat.
Gejala prodormal berkurang atau menghilang.
 Pemeriksaan fisis
Hepatomegali, splenomegali, kadang-kadang limfadenopati.
 Laboratorium
Bilirubin urin (+), bilirubin direk > 10 mg/dL, SGPT ↑ > 10x normal, SGOT ↑. Petanda
hepatitis B: HbsAg, IgM anti HBc.
1. Imunisasi pasif
 dilakukan dengan pemberian imunoglobulin → IG/ISG
(Immune Serum Globulin) atau HBIG (Hepatitis B Immune
Globulin).
Indikasi utama:
 Paparan dengan darah yang ternyata mengandung HBsAg,
baik melalui kulit ataupun mukosa.
 Paparan seksual dengan pengidap HBsAg (+)
 Paparan perinatal, ibu HBsAg (+). Imunisasi pasif harus
segera diberikan sebelum 48 jam.
2. Imunisasi Aktif
 diberikan dengan pemberian partikel HBsAg yang
tidak infeksius. Dikenal 3 jenis vaksin hepatitis B
yaitu:
·Vaksin yang berasal dari plasma
· Vaksin yang dibuat dengan teknik rekombinan
(rekayasa genetik)
· Vaksin polipeptida
 Vaksin yang beredar di Indonesia:
1. Evvac-B (Aventis Pasteur), dosis dewasa 5ug, dosis
anak 2,5 ug pada ibu HbeAg (+) dosis 2 kali lipat.
2. Hepaccine (Cheil Sugar), dosis dewasa: 3 ug, dosis
anak 1,5 ug
3. B-Hepavac II (MSD), dosis dewasa 10 ug, dosis anak 5
ug
4. Hepa-B (Korean Green Croos), dosis dewasa 20
ug, dosis anak 10 ug
5. Engerix-B (GSK), dosis dewasa 20 ug, dosis anak 10 ug
 Penyuntikan diberikan intramuskular, dilakukan di
daerah deltoid atau paha anterolateral (jangan di
bokong).
Intramuscular
e.g. hepatitis A and B,
DTP
3. Imunisasi gabung antara pasif dan aktif, yaitu
pemberian HBIG, dan dilanjutkan dengan vaksin
hepatitis B.
Jadwal dan Dosis Imunisasi
Jadwal imunisasi hepatitis B:
 Hepatitis B-2 diberikan dengan interval 1 bulan dari
hepB-1 (saat bayi berumur 1 bulan). Untuk mendapat
respons imun optimal interval hepB-2 dan hepB-3
minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka hepB-3
diberikan 2-5 bulan setelah hepB-2, yaitu umur 3-6
bulan.
 vaksin hepB-1 monovalen (uniject) saat
lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi
DTwP/HepB pada umur 2-3-4 bulan.
Hepatitis B saat bayi lahir:
 Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak
diketahui. hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam
setelah lahir, dan dilanjutkan pada umur 1 dan antara
umur 3-6 bulan. Apabila semula status HbsAg ibu
tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan
selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka
masih dapat diberikan HBIg (hepatitis B
imunoglobulin) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
 Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg-B ibu
positif, dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
bersamaan dengan vaksin HepB-1 diberikan juga HBIg
0,5 ml.
Ulangan vaksinasi hepatitis B:
 Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum
pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka
secepatnya diberikan (catch-up vaccination).
 Ulangan imunisasi hepatitisnM (hepB-4) dapat
dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila titer
pencegahan belum tercapai (catch-up immunization).
 Reaksi KIPI
Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi
lokal yang ringan dan bersifat semntara, kadang-
kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2
hari.
 Kontraindikasi
Sampai saat ini tidak ada kontra absolut pemberian
vaksin VHB. Kehamilan dan laktasi bukan
kontrainsikasi imunisasi VHB.
Difteria, Pertusis, Tetanus
Difteria
 Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran
pernafasan bagian atas.
 Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa
kuman ke orang lain yang sehat.
 disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
 Infeksi ringan → pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung →nyeri
menelan.
 Infeksi sedang → pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding
belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
 Infeksi berat → sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi
seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak)
dan nefritis (radang ginjal).
Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi
gejala yang dirasakan pasien :
 Difteri hidung → pilek dengan ingus yang bercampur
darah.
 Difteri faring dan tonsil → radang akut
tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat
celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas
berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher.
 Difteri laring → tidak bisa bersuara, sesak, nafas
berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat
celsius, sangat lemah, kulit tampak
kebiruan, pembengkakan kelenjar leher.
Pertusis
- infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang sangat
menular dan menyebabkan batuk yang biasanya
diakhiri dengan suara pernafasan dalam bernada
tinggi (melengking).
- 50% kasus → anak berumur dibawah 4 tahun.
- Penyebabnya → bakteri Bordetella pertussis.
Gejala
 Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi.
Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan berkembang melalui 3 tahapan:
 Tahap kataral (mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi)
Gejalanya menyerupai flu ringan:
- Bersin-bersin
- Mata berair
- Nafsu makan berkurang
- Lesu
- Batuk (pada awalnya hanya timbul di malam hari kemudian terjadi sepanjang hari).
 Tahap paroksismal (mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala awal)
5-15 kali batuk diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan nada tinggi.
Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah.
 Tahap konvalesen (mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala awal)
Batuk semakin berkurang, muntah juga berkurang, anak tampak merasa lebih baik.
Kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran pernafasan.
Tetanus
 suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan
spasme otot yang periodik dan berat.
Kriteria Diagnosis
 Riwayat mendapat trauma, pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril.
 Riwayat tidak diimunisasi tetanus (tidak lengkap).
Derajat I
 Trismus ringan sampai sedag
 Kekakuan umum
 Spasme (-)
 Disfagia (-)/ ringan
 Gangguan respirasi (-)
Derajat II
 Trismus sedang
 Kekakuan jelas
 Spasme hanya sebentar
 Takipnea
 Disfagia ringan
Derajat III
 Trismus berat
 Otot spastis
 Spasme spontan
 Takipnea
 Apneic spell
 Disfagia berat
 Takikardia
 Aktivitas sistem autonom ↑
Derajat IV (Derajat III ditambah dengan)
 Gangguan autonom berat
 Hipertensi berat dan takikardia atau
 Hipotensi dan bradikardia
 Hipertensi berat atau hipotensi berat
Vaksin DTP
Toksoid difteria
 Untuk imunisasi primer terhadap difteria digunakan
toksoid difteria (alumprecipitated toxoid) yang
kemudian digabung dengan toksoid tetanus dan
vaksin pertusis dalam bentuk vaksin DTP.
 Potensi toksoid difteria dinyatakan dalam jumlah unit
flocculate (Lf) dengan kriteria 1 Lf adalah jumlah
toksoid sesuai dengan 1 unit anti toksin difteria.
Kekuatan toksoid difteria yang terdapat dalam
kombinasi vaksin DTP saat ini berkisar aatara 6,7-25 Lf
dalam dosis 0,5 ml.
Vaksin Pertusis
 Vaksin pertusis whole-cell adalah vaksin yang
merupakan suspensi kuman B. pertussis mati.
 vaksin pertusis dengan menggunakan fraksi sel
(aselular) → reaksi lokal dan demam yang lebih
ringan→ dikeluarkannya komponen endotoksin dan
debris.
Kejadian ikutan pasca imunisasi
 Reaksi lokal kemerahan, bengkak, dan nyeri pada
lokasi injeksi
 demam ringan
 Anak sering juga gelisah dan menangis terus menerus
selama beberapa jam pasca suntikan.
 kejang
 paling serius → ensefalopati akut atau reaksi
anafilaksis.
Kontraindikasi
 Riwayat anafilaksis
 Ensefalopati ssudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya
 Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus
(precaution), sebelum pemberian vaksin pertusis
berikutnya bila pada pemberian pertama dijumpai, riwayat
hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48
jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan
riwayat kejang dalam 3 hari sesudahnya.
Toksoid Tetanus
Dosis dan kemasan
 Toksoid tetanus yang dibutuhkan untuk imunisasi:
- 40 IU dalam setiap dosis tunggal
- 60 IU bila bersama dengan toksoid difteria dan vaksin
pertusis.
 Berbagai kemasan seperti, preparat tunggal
(TT), kombinasi dengan toksoid difteria dan atau
pertusis (dT, DT, DTwP, DtaP) dan kombinasi dengan
komponen lain seperti Hib dan hepatitis B.
Jadwal dan Dosis Imunisasi
Jadwal imunisasi
 Imunisasi DTwP atau DtaP dasar diberikan 3 kali sejak
umur 2 bulan (DTwP atau DtaP tidak boleh diberikan
sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-6
minggu, DTwP atau DTaP-1 diberikan pada umur 2
bulan, DTwP atau DTaP-2 pada umur 3 bulan dan DTwP
atau DTaP-3 pada umur 4 bulan. Ulangan selanjutnya
(DTwP atau DTaP-4) diberikan satu tahun setelah DTwP
atau DTaP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTwP atau
DTaP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.
Vaksinasi ulangan
 Ulangan DT-6 diberikan pada 12 tahun, mengingat
masih dijumpai kasus difteria pada umur lebih dari 10
tahun.
Dosis vaksinasi DTP
 DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml,
intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun
ulangan.
Polio
 suatu infeksi virus yang sangat menular, yang menyerang seluruh
tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan
otot yang sifatnya permanen, kelumpuhan atau kematian.
 Gejala
1. Infeksi subklinis (tanpa gejala atau gejala berlangsung selama kurang
dari 72 jam)
 demam ringan
 sakit kepala
 tidak enak badan
 nyeri tenggorokan
 tenggorokan tampak merah
 muntah.
2. Poliomielitis non-paralitik (gejala berlangsung selama 1-2 minggu)
- demam sedang
- sakit kepala
- kaku kuduk
- muntah
- diare
- kelelahan yang luar biasa
- rewel
- nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut
- kejang dan nyeri otot
- nyeri leher
- nyeri leher bagian depan
- kaku kuduk
- nyeri punggung
- nyeri tungkai (otot betis)
- ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri
- kekakuan otot.
3. Poliomielitis paralitik
- demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya
- sakit kepala
- kaku kuduk dan punggung
- kelemahan otot asimetrik
- onsetnya cepat
- segera berkembang menjadi kelumpuhan
- lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena
- perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum)
- peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri)
- sulit untuk memulai proses berkemih
- sembelit
- perut kembung
- gangguan menelan
- nyeri otot
- kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung
- ngiler
- gangguan pernafasan
- rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi
- refleks Babinski positif.
Vaksin
Vaksin virus polio oral (oral polio vaccine = OPV)
 Vaksin virus polio hidup oral yang dibuat oleh PT.
Biofarma Bandung, berisi virus polio tipe 1,2, dan 3
adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah
dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam
biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan
sukrosa. Tiap dosis (2 tetes = 0,1 ml) mengandung
virus tipe 1 : 106,0 CCID50 tipe 2 : 105,0 CCID50 tipe 3 :
105,8 CCID50 dan eritromisin tidak lebih dari 2
mcg, serta kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
Vaksin polio inactivated (inactivated poliomyelitis
vaccine = IPV)
 Vaksin polio inactivated berisi tipe 1,2,3 dibiakkan
pada sel-sel vero ginjal kera dan dibuat tidak aktif
dengan formaldehid. Pada vaksin tersebut dijumpai
dalam jumlah kecil juga ada neomisin, streptomisin
dan polimiksin B.
Jadwal dan Dosis Imunisasi
 Polio-0 diberikan saat bayi lahir. Mengingat OPV berisi
virus polio hidup maka dianjurkan diberikan saat bayi
meninggalkan rumah sakit/ rumah bersalin agat tidak
mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat
diekskresi melalui tinja. Untuk keperluan ini, IPV dapat
menjadi alternatif.
 Untuk imunisasi dasar (polio 2,3,4), interval diantaranya
tidak kurang dari 4 minggu.
 Dosis OPV, 2 tetes per-oral sedangkan IPV dalam kemasan
0,5 ml, intramuskular.
 Vaksinasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak
imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6
tahun).
Kejadian ikutan pasca imunisasi
 gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot.
Kontraindikasi
 Penyakit akut atau demam (suhu > 38,5°C)
 Muntah atau diare berat
 Dalam pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif yang
diberikan oral maupun suntikan, juga yang mendapat
pengobatan radiasi umum (termasuk kontak dengan pasien)
 Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan
dengan sistem retikuloendotelial (limfoma, leukemia, dan
penyakit Hodgkin) dan yang mekanisme imunologisnya
terganggu, misalnya pada hipogamaglobulinemia
 Infeksi HIV atau anggota keluarga sebagai kontak
 Campak
 Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles)
adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang
ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis
(peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam
kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus
campak golongan Paramyxovirus.
Vaksin
Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak
yaitu:
 Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan
dilemahkan (tipe Edmonston B)
 Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan
(virus campak yang berada dalam larutan formalin
yang dicampur dengan garam aluminium).
Jadwal dan Dosis Imunisasi
 Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang
dilemahkan adalah 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml.
 Untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 saja
mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik.
 Pemberian yang dianjurkan secara subkutan.
 WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada
bayi berumur 9 bulan.
Subcutaneous
e.g. measles, mumps,
rubella, varicella
Imunisasi Ulangan
 ulangan imunisasi campak diberikan pada usia masuk
sekolah (6-7 tahun) melalui program BIAS.
 Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun
dan terbukti bahwa potensi vaksin yang digunakan kurang
baik.
 Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus
campak, maka anak SD, SLTP dan SLTA dapat diberikan
imunisasi ulang.
 Setiap orang yang pernah imunisasi vaksin campak yang
virusnya sudah dimatikan (vaksin inaktif).
Reaksi KIPI
 Demam > 39,5°C, mulai dijumpai pada hari ke 5-6
sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.
 Ruam, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari.
 Gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti ensefalitis
dan ensefalopati pasca imunisasi.
Kontraindikasi
 Demam tinggi
 Sedang memperoleh pengobatan imunosupresi
 Hamil
 Memiliki riwayat alergi
 Sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau
bahan-bahan berasal dari darah
EXPANDED PROGRAM IMMUNIZATION
VACCINE DOSE ROUTE
BCG 0,05 ml Intra
dermal
Hep B 0,5 ml Intra
muscular
DTP 0,5 ml Intra
muscular
Polio 1-2 gtt Per oral
Measles 0,5 ml Sub cutan
Intradermal
BCG
Vaksin untuk Tujuan Khusus
Campak, Gondongan, Rubela (MMR)
Vaksin MMR
 Vaksin untuk mencegah campak, gondongan, dan
rubela merupakan vaksin kombinasi yang dikenal
sebagai vaksin MMR (measles, mumps, dan rubella).
Galur virus yang dilemahkan
Campak Gondongan Rubella
Edmoston Jerryl lyn Wistar RA 27/3
Schwarz Urabe AM-9 Wistar RA 27/3
Dosis
 Vaksin MMR merupakan vaksin kering, mengandung virus
hidup
 Harus disimpan pada temperatur 2-8°C atau lebih dan
terlindung dari cahaya matahari
 Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah dicampur
dengan pelarutnya. Setelah dilarutkan harus diletakkan pada
tempat yang tetap sejuk dan terlindung dari cahaya
 Pada temperatur 22-25°C ia akan kehilangan potensi 50% dalam
1 jam, pada temperatur >370C vaksin menjadi tidak aktif setelah 1
jam.
 Dosis tunggal 0,5 ml, diberikan secara intramuskular atau
subkutan dalam.
 Diberikan pada umur 12-18 bulan
Reaksi KIPI
 Reaksi sitemik→malaise, demam, atau ruam yang sering
terjadi 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung selama
2-3 hari.
 Dalam 6-11 hari setelah imunisasi → kejang demam
 Ensefalitis pasca imunisasi
 Pembengkakan kelenjar parotis → anak berusia sampai 4
tahun, biasanya terjadi pada minggu ketiga
 Meningoensefalitis →imunisasi gondongan
 trombositopeni →komponen rubela dari MMR.
 untuk mengurangi demam→ paracetamol pada masa 5-12
hari setelah imunisasi.
Indikasi Kontra
 Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau
gangguan imunitas,
 Anak dengan alergi berat
 Anak dengan demam akut.
 Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG dan
vaksin virus hidup) dalam waktu 4 minggu.
 vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah
pemberian imunoglobulin atau transfuse darah (whole blood).
 Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV).
 Setelah suntikan imunoglobulin, selama 6 minggu tidak boleh
mendapat vaksin rubela, kalau boleh sampai 3 bulan setelah
pemberian imunoglobulin atau produk darah yang mengandung
imunoglobulin (darah, plasma).
Haemophilus influenza tipe b
Vaksin Hib
 Kapsul polyribosyribitol phosphate (PRP) menentukan
virulensi dari Hib. Vaksin Hib dibuat dari kapsul
tersebut.
 Vaksin yang beredar di Indonesia adalah vaksin
konjugasi dengan membran protein luar dari Neisseria
meningitides yang disebut sebagai PRP-OMP dan
konjugasi dengan toksoid tetanus yang disebut sebagai
PRP-T.
Jadwal dan dosis
 Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan.
 PRP-OMP cukup diberikan 2 kali sedangkan PRP-T
diberikan 3 kali dengan jarak waktu 2 bulan.
 Ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan
terakhir.
 Apabila suntikan awal diberikan pada bayi berumur 6
bulan-1 tahun, 2 kali suntikan sudah menghasilkan
titer protektif; sedangkan setelah 1 tahun cukup 1 kali
suntikan tanpa memerlukan booster.
DEMAM TIFOID
Vaksin Demam Tifoid
1. Vaksin demam tifoid oral
 dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen yang telah
dilemahkan, dalam perdagangan dikenal sebagai Ty-21 a.
 Penyimpanan pada suhu 2°C- 8°C
 Kemasan dalam bentuk kapsul, untuk anak umur 6 tahun atau lebih.
 Cara pemberian tiap hari ke 1, 3 dan 5 ditelan 1 kapsul vaksin 1 jam sebelum
makan dengan minuman yang tidak lebih dari 37°C. Kapsul ke-4 pada hari ke-
7 terutama bagi turis.
 tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau
antimalaria yang aktif terhadap salmonella.
 pemberian vaksin polio oral ditunda dua minggu setelah pemberian terakhir
 Imunisasi ulangan : tiap 5 tahun. Namun pada individu yang terus terekspos
dengan infeksi tifus sebaiknya diberikan 3 - 4 kapsul tiap beberapa tahun.
2. Vaksin polisakarida parenteral
 Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung
kuman Salmonella typhi, polisakarida 0,025 mg, fenol dan
larutan bufer yang mengandung natrium klorida, disodium
fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan.
 Penyimpanan pada suhu 2°C - 8°C, jangan dibekukan.
 Daluwarsa dalam 3 tahun.
 Pemberian secara suntikan intramuskular atau subkutan
pada daerah deltoid atau paha.
 Imunisasi ulangan tiap 3 tahun
 Reaksi samping Iokal → bengkak, nyeri, kemerahan
ditempat suntikan. Reaksi sistemik → demam, nyeri
kepala, puling, nyeri sendi, nyeri otot, nausea, nyeri perut
jarang dijumpai.
 Indikasi kontra : alergi terhadap bahan bahan dalam
vaksin. Juga pada saat demam, penyakit akut maupun
penyakit kronik progresif
VARISELA
 Vaksin virus hidup varisela-zoster (galur OKA) yang
dilemahkan terdapat dalam bentuk bubuk-kering
(lyophilized). Vaksin varisela-zoster yang beredar di
Indonesia dapat disimpan pada suhu 2-8°C.
 Bagi anak hanya diperlukan 1 dosis
 Vaksin dapat diberikan bersama dengan vaksin MMR.
Cara pemberian
 diberikan mulai usia 10 tahun, dosis 0,5 ml secara
subkutan, dosis tunggal.
Kejadian ikutan pasca imunisasi
 Reaksi dapat bersifat lokal (1 %), demam (1 %), dan
ruam papul-vesikel ringan.
 1 % individu imunokompromais →varisela.
 pasien leukemia →ruam pada 40% kasus setelah
vaksinasi dosis pertama, 4% diantaranya dapat terjadi
varisela berat yang memerlukan pengobatan asiklovir.
Indikasi kontra
 tidak dapat diberikan pada keadaan demam
tinggi, pengobatan induksi penyakit keganasan atau 3
tahun fase radioterapi
 Kortikosteroid (2 mg/kgBB per hari atau lebih).
 pasien yang alergi aneomisin.
Hepatitis A
• Imunisasi pasif
• Indikasi
– Sebagai upaya pencegahan setelah kontak (kontak
serumah, kontak seksual, epidemi)
– Upaya profilaksis pasca paparan
– Upaya profilaksis pra paparan atau sebelum kontak
(pengunjung dari daerah non endemis ke daerah
endemis)
– Seyogyanya diberikan tidak lebih dari 2 minggu setelah
paparan.
Dosis
 Normal human immune globulin (NHG) setiap mili-
meter mengandung 100 IU anti HAV, diberikan secara
IM dalam dengan dosis 0,002 ml/kg BB dan volume
total pada anak besar dan orang dewasa 5
ml, sedangkan pada anak kecil atau bayi tidak
melebihi 3 ml.
 Rekomendasi profilaksis post exposure terhadap
VHA
Saat paparan
(minggu)
Usia (tahun) Rekomendasi
≤2 <2 IG
≥2 IG dan vaksin
>2 <2 IG
≥2 Vaksin
 Profilaksis pre exposure terhadap pengunjung
dari daerah non endemis
Umur
(tahun)
Lama kunjungan Rekomendasi Keterangan
<2 <3 bulan IG 0,02 ml/kg 1 kali
3-5 bulan IG 0,06 ml/kg 1 kali
Jangka panjang IG 0,06 ml/kg Saat berangkat, diulang
setiap 5 bulan
≥2 <3 bulan Vaksin atau Ig 0,02
ml/kg
3-5 bulan Vaksin atau Ig 0,06
ml/kg
Jangka panjang Vaksin
• Imunisasi aktif
Imunisasi menyebabkan terbentuknya serum-neutralizing
antibodies terhadap epitop permukaan virus.
• Vaksin
– Vaksin dibuat dan virus yang dimatikan (inactivated vaccine).
Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien.
– Vaksin diberikan pada usia ≥2 tahun.
– Imunisasi diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster
diberikan antara 6 sampai 12 bulan setelah dosis pertama.
Indikasi vaksinasi HVA rekomendasi ACIP
Kandidat vaksinasi HVA
Imunisasi rutin Anak di daerah endemis HVA atau daerah dengan
wabah periodik
Risiko tinggi VHA Pengunjung ke daerah endemic
Pria homoseksual dengan pasangan ganda
IVDU (Intravenous drug user)
Pasien yang memerlukan konsentrat faktor VIII
Staf tempat penitipan anak (TPA)
Staf dan penghuni institusi untuk cacat mental
Pekerja dengan primate bukan manusia
Staf bangsal neonatologi
Risiko hepatitis fulminan Pasien PHK
Risiko menularkan HVA Anak usia 2-3 tahun di TPA
Penyaji makanan
• Efek samping
– Vaksin HVA cukup aman dan jarang menimbulkan efek
samping.
– Reaksi local merupakan efek samping.
– Reaksi local merupakan efek samping tersering (21%-
54%) tetapi umumnya ringan
– Demam dialami 4% resipien
– Vaksin hepatitis A yang tersedia saat ini semuanya
belum disetujui untuk diberikan kepada bayi berusia <2
tahun.
Influenza
 Vaksin
 Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif
(inactivated influenza virus). Terdapat 2 macam vaksin
yaitu whole virus dan split-virus vaccine.
 Untuk anak dianjurkan pemakain jenis split-virus
vaccine, karena tidak mengakibatkan demam tinggi.
• Rekomendasi
ACIP merekomendasikan vaksinasi untuk anak ≥ 6 bulan yang
mempunyai risiko tinggi saja, vaksinasi dianjurkan setiap tahun.
Vaksinasi secara teratur juga dianjurkan untuk kelompok risiko tinggi
– Pasien asma dan kistik fibrosis
– Anak dengan penyakit jantung
– Anak yang menderita penyakit atau mendapat obat imunosupresif
– Anak yang terkena infeksi HIV
– Pasien sickle cell anemia dan hemoglobinopati lain
– Pasien penyakit ginjal kronis
– Pasien penyakit metabolic kronis seperti diabetes
– Penyakit yang memerlukan pengobatan aspirin jangka panjang, seperti
rematoid arthritis atau penyakit Kawasaki, yang berisiko timbulnya
sindrom Reye bila terinfeksi influenza
• Pedoman
– Vaksinasi influenza diberikan sebelum KLB terjadi.
– Pada anak atau dewasa dengan gangguan fungsi imun,
diberikan 2 dosis dengan jarak interval minimal 4 minggu,
untuk mendapatkan antibody yang memuaskan.
– Vaksin diberikan dengan suntikan subkutan dalam atau IM.
– Satu dosis vaksin secara teratur setiap tahun dapat diberikan
pada usia 9 tahun keatas.
– Vaksinasi biasanya diberikan sebelum musim penyakit
influenza datang.
 Reaksi KIPI
 Reaksi lokal nyeri, eritema dan indurasi pada tempat
suntikan, lamanya 1-2 hari.
 Gejala sistemik tidak spesifik berupa demam, lemas, dan
mialgia (flu-like symptom) timbul beberapa jam setelah
penyuntikan, terutama pada anak yang muda.
 Indikasi Kontra
 Individu dengan hipersensitif anafilaksis terhadap
pemberian vaksin influenza sebelumnya
 Seseorang yang menderita penyakit demam akut sedang
dan berat.
 Ibu hamil dan menyusui.
Pneumokokus
• Rekomendasi
Vaksin pneumokokus dianjurkan diberikan pada,
– Lansia di atas 65 tahun
– Seseorang dengan asplenia, termasuk anak dengan penyakit sickle
cell usia >2 tahun. Bila mungkin imunisasi diberikan 2 minggu
sebelum splenektomi.
– Pasien imunokompromise yang mempunyai risiko tinggi untuk
menderita penyakit infeksi pneumokokus (HIV/AIDS, sindrom
nefrotik, multiple myeloma, limfoma, penyakit Hodgkin dan
transplantasi organ)
– Pasien imunokompeten yg mendeerita penyakt kronis dan
mempunyai risiko mendapat komplikasi penyakit karena
pneumokokus (penyakit jantung kronis, penyakit paru atau ginjal
kronis, diabetes dan alcoholism)
– Pasien kebocoran cairan serebrospinal.
Dosis dan Cara Pemberian
 Vaksin diberikan dalam dosis tunggal 0,5 ml, secara
IM atau subkutan dalam di daerah deltoid atau paha
tengah lateral.
 Imunisasi ulangan hanya diberikan bila seorang anak
mempunyai risiko tinggi tertular pneumokokus,
setelah 3-5 tahun atau lebih.
 KIPI
Sebanyak 30-50% resipien akan mengalami eritem
atau nyeri ringan pada tempat suntikan, lamanya <48
jam. Reaksi lain berupa demam dan mialgia di dapat
pada <1% anak.
• Kontra Indikasi
– Satu-satunya kontra indikasi absolute bila timbul
anafilaksis setelah pemberian vaksin atau komponen
vaksin. Sedangkan kontra indikasi relative vaksinasi
pneumokokus, adalah:
– Umur<2 tahun,
– Dalam pengobatan imunosupresan atau radiasi kelenjar
limfe,
– Kehamilan,
– Telah mendapat vaksin pneumokokus dalam kurun
waktu 3 tahun.
Rotavirus
• Vaksin
Vaksin rotavirus yang telah ada di pasaran berasal dari human
RV vaccine RIX 4414, dengan sifat sebagai berikut.
– Live, attenuated, berasal dari human galur 89-12.
– Monovalen, berisi RV tipe G1, P1A (P8), mempunyai epitop yang
sama dengan RV tipe G1, G3, G4 dan G9 yang merupakan mayoritas
isolate yang ditemukan pada manusia.
– Vaksin diberikan secara oral dengan dilengkapi buffer dalam
kemasannya
– Pemberian dalam 2 dosis pada umur 6-12 minggu dengan interval 8
minggu.
– Faktor-faktor yang mempengaruhi imunogenitas vaksin RV,
• Apabila diberikan bersamaan dengan OPV
• Masih terdapatnya antibody maternal
• Adanya bakteri enteric pathogen di dalam usus.
 KIPI
Kejadian ikutan yang dilaporkan adalah diare 7,5%,
muntah 8,7% dan demam 12,1%.
TERIMA KASIH

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Konsep imunisasi (anak)
Konsep imunisasi (anak)Konsep imunisasi (anak)
Konsep imunisasi (anak)whenny
 
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada AnakDiagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada AnakLena Setianingsih
 
bayi meninggal mendadak
bayi meninggal mendadakbayi meninggal mendadak
bayi meninggal mendadaksri wahyuni
 
Caput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematomaCaput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematomaFuji Astuti
 
Persalinan Preterm (Preterm Labour)
Persalinan Preterm (Preterm Labour)Persalinan Preterm (Preterm Labour)
Persalinan Preterm (Preterm Labour)Yunda Harida Utami
 
Imunisasi dasar pada bayi
Imunisasi dasar pada bayiImunisasi dasar pada bayi
Imunisasi dasar pada bayiChaicha Ceria
 
infeksi_post_partum_infeksi_puerperium.pptx
infeksi_post_partum_infeksi_puerperium.pptxinfeksi_post_partum_infeksi_puerperium.pptx
infeksi_post_partum_infeksi_puerperium.pptxWulanPurnamasari45
 
KEBUTUHAN DASAR NEONATUS, BAYI, BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAH
KEBUTUHAN DASAR NEONATUS, BAYI, BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAHKEBUTUHAN DASAR NEONATUS, BAYI, BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAH
KEBUTUHAN DASAR NEONATUS, BAYI, BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAHsri wahyuni
 
(1)prinsip penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal
(1)prinsip penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal(1)prinsip penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal
(1)prinsip penanganan kegawatdaruratan maternal neonatalmartaagustinasirait
 
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSIS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSISASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSIS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSISDuik Agustini
 

La actualidad más candente (20)

Konsep imunisasi (anak)
Konsep imunisasi (anak)Konsep imunisasi (anak)
Konsep imunisasi (anak)
 
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada AnakDiagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak
 
Ppt pneumonia
Ppt pneumoniaPpt pneumonia
Ppt pneumonia
 
Torch pada kehamilan
Torch pada kehamilanTorch pada kehamilan
Torch pada kehamilan
 
bayi meninggal mendadak
bayi meninggal mendadakbayi meninggal mendadak
bayi meninggal mendadak
 
Tetanus Neonatorum
Tetanus NeonatorumTetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum
 
Pemenuhan nutrisi pada neonatus
Pemenuhan nutrisi pada neonatusPemenuhan nutrisi pada neonatus
Pemenuhan nutrisi pada neonatus
 
Vaksinasi-Imunisasi Pediatri
Vaksinasi-Imunisasi PediatriVaksinasi-Imunisasi Pediatri
Vaksinasi-Imunisasi Pediatri
 
Caput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematomaCaput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematoma
 
Persalinan Preterm (Preterm Labour)
Persalinan Preterm (Preterm Labour)Persalinan Preterm (Preterm Labour)
Persalinan Preterm (Preterm Labour)
 
Proses laktasi dan menyusui,ppt
Proses laktasi dan menyusui,pptProses laktasi dan menyusui,ppt
Proses laktasi dan menyusui,ppt
 
Plasenta Previa
Plasenta PreviaPlasenta Previa
Plasenta Previa
 
Imunisasi dasar pada bayi
Imunisasi dasar pada bayiImunisasi dasar pada bayi
Imunisasi dasar pada bayi
 
Jadwal Imunisasi 2023.pdf
Jadwal Imunisasi 2023.pdfJadwal Imunisasi 2023.pdf
Jadwal Imunisasi 2023.pdf
 
Sap imunisasi
Sap imunisasiSap imunisasi
Sap imunisasi
 
ASKEB PATOLOGIS BBL DENGAN HIPERBILIRUBIN
ASKEB PATOLOGIS BBL DENGAN HIPERBILIRUBINASKEB PATOLOGIS BBL DENGAN HIPERBILIRUBIN
ASKEB PATOLOGIS BBL DENGAN HIPERBILIRUBIN
 
infeksi_post_partum_infeksi_puerperium.pptx
infeksi_post_partum_infeksi_puerperium.pptxinfeksi_post_partum_infeksi_puerperium.pptx
infeksi_post_partum_infeksi_puerperium.pptx
 
KEBUTUHAN DASAR NEONATUS, BAYI, BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAH
KEBUTUHAN DASAR NEONATUS, BAYI, BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAHKEBUTUHAN DASAR NEONATUS, BAYI, BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAH
KEBUTUHAN DASAR NEONATUS, BAYI, BALITA, DAN ANAK PRASEKOLAH
 
(1)prinsip penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal
(1)prinsip penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal(1)prinsip penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal
(1)prinsip penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal
 
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSIS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSISASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSIS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS TOXOPLASMOSIS
 

Destacado

Destacado (20)

Imunisasi LENGKAP
Imunisasi LENGKAPImunisasi LENGKAP
Imunisasi LENGKAP
 
Imunisasi
ImunisasiImunisasi
Imunisasi
 
Imunisasi
ImunisasiImunisasi
Imunisasi
 
Vaksinasi
VaksinasiVaksinasi
Vaksinasi
 
Inseminasi
InseminasiInseminasi
Inseminasi
 
Imunisasi campak dan polio
Imunisasi campak dan polioImunisasi campak dan polio
Imunisasi campak dan polio
 
Imunisasi bcg dan polio
Imunisasi bcg dan polioImunisasi bcg dan polio
Imunisasi bcg dan polio
 
Pemberian Imunisasi BCG sebagai Upaya Pencegahan Penyakit TBC Pada Anak
Pemberian Imunisasi BCG sebagai Upaya Pencegahan Penyakit TBC Pada Anak Pemberian Imunisasi BCG sebagai Upaya Pencegahan Penyakit TBC Pada Anak
Pemberian Imunisasi BCG sebagai Upaya Pencegahan Penyakit TBC Pada Anak
 
Imunisasi
ImunisasiImunisasi
Imunisasi
 
Imunisasi bcg
Imunisasi bcgImunisasi bcg
Imunisasi bcg
 
Vaksin
VaksinVaksin
Vaksin
 
Imunisasi Polio
Imunisasi PolioImunisasi Polio
Imunisasi Polio
 
Kampanye campak
Kampanye campakKampanye campak
Kampanye campak
 
Presentation Imunisasi
Presentation ImunisasiPresentation Imunisasi
Presentation Imunisasi
 
Presentasi 13 kloning, inseminasi buatan
Presentasi 13   kloning, inseminasi buatanPresentasi 13   kloning, inseminasi buatan
Presentasi 13 kloning, inseminasi buatan
 
Imunisasi ipv
Imunisasi ipvImunisasi ipv
Imunisasi ipv
 
Microsoft power point vaksinasi revisi [compatibility mode]
Microsoft power point   vaksinasi revisi [compatibility mode]Microsoft power point   vaksinasi revisi [compatibility mode]
Microsoft power point vaksinasi revisi [compatibility mode]
 
Imunisasi
ImunisasiImunisasi
Imunisasi
 
Imunisasi tumbuh kembang 1
Imunisasi tumbuh kembang 1Imunisasi tumbuh kembang 1
Imunisasi tumbuh kembang 1
 
EPI
EPIEPI
EPI
 

Similar a Imunisasi

Materi kuliah Neonatus, Bayi dan Balita
Materi kuliah Neonatus, Bayi dan BalitaMateri kuliah Neonatus, Bayi dan Balita
Materi kuliah Neonatus, Bayi dan BalitaStephanieLexyLouis1
 
Imunisasi dasar pada bayi
Imunisasi dasar pada bayiImunisasi dasar pada bayi
Imunisasi dasar pada bayiHenki Ata
 
LEAFLET_IMUNISASI_pdf.pdf
LEAFLET_IMUNISASI_pdf.pdfLEAFLET_IMUNISASI_pdf.pdf
LEAFLET_IMUNISASI_pdf.pdfMimaBaitanu1
 
Promkes imunisasi
Promkes imunisasiPromkes imunisasi
Promkes imunisasiIra Rosita
 
Imunologi dan vaksin
Imunologi dan vaksin Imunologi dan vaksin
Imunologi dan vaksin Dedi Kun
 
konsep imunisasi pada anak power point.
konsep imunisasi pada anak  power point.konsep imunisasi pada anak  power point.
konsep imunisasi pada anak power point.andielvi1
 
PPT-7-Konsep-imunisasi-pada-anak sehat.ppt
PPT-7-Konsep-imunisasi-pada-anak sehat.pptPPT-7-Konsep-imunisasi-pada-anak sehat.ppt
PPT-7-Konsep-imunisasi-pada-anak sehat.ppterlenstikeskharisma
 
017 jadwal imunisasi nasional 2010 [dr.nuri]
017 jadwal imunisasi nasional 2010 [dr.nuri]017 jadwal imunisasi nasional 2010 [dr.nuri]
017 jadwal imunisasi nasional 2010 [dr.nuri]Nurul Adeatma
 
Presentasi FIELD LAB Pemantauan Gizi Balita & Ibu Hamil FK UNS
Presentasi FIELD LAB Pemantauan Gizi Balita & Ibu Hamil FK UNS Presentasi FIELD LAB Pemantauan Gizi Balita & Ibu Hamil FK UNS
Presentasi FIELD LAB Pemantauan Gizi Balita & Ibu Hamil FK UNS Amalia Ifanasari
 
Program imunisasi4
Program imunisasi4Program imunisasi4
Program imunisasi4eliza293643
 
Penyakit menular yang bisa dicegah melalui imunisasi
Penyakit menular yang bisa dicegah melalui imunisasiPenyakit menular yang bisa dicegah melalui imunisasi
Penyakit menular yang bisa dicegah melalui imunisasiHeviPurba
 
Imunisasi farmakologi
Imunisasi farmakologiImunisasi farmakologi
Imunisasi farmakologisartita ode
 
IMUNISASI DASAR.ppt
IMUNISASI  DASAR.pptIMUNISASI  DASAR.ppt
IMUNISASI DASAR.pptciu171091
 
IMUNISASI PADA ANAK.pptx
IMUNISASI PADA ANAK.pptxIMUNISASI PADA ANAK.pptx
IMUNISASI PADA ANAK.pptxAtinzunikah2
 

Similar a Imunisasi (20)

Imunisasi PPI
Imunisasi PPIImunisasi PPI
Imunisasi PPI
 
Imunisasi 2011
Imunisasi 2011Imunisasi 2011
Imunisasi 2011
 
Materi kuliah Neonatus, Bayi dan Balita
Materi kuliah Neonatus, Bayi dan BalitaMateri kuliah Neonatus, Bayi dan Balita
Materi kuliah Neonatus, Bayi dan Balita
 
Imunisasi dasar pada bayi
Imunisasi dasar pada bayiImunisasi dasar pada bayi
Imunisasi dasar pada bayi
 
LEAFLET_IMUNISASI_pdf.pdf
LEAFLET_IMUNISASI_pdf.pdfLEAFLET_IMUNISASI_pdf.pdf
LEAFLET_IMUNISASI_pdf.pdf
 
Promkes imunisasi
Promkes imunisasiPromkes imunisasi
Promkes imunisasi
 
VAKSIN DI INDONESIA
VAKSIN DI INDONESIAVAKSIN DI INDONESIA
VAKSIN DI INDONESIA
 
imunisasi PADA ANAK.ppt
imunisasi PADA ANAK.pptimunisasi PADA ANAK.ppt
imunisasi PADA ANAK.ppt
 
Imunisasi biokimia
Imunisasi biokimiaImunisasi biokimia
Imunisasi biokimia
 
Imunologi dan vaksin
Imunologi dan vaksin Imunologi dan vaksin
Imunologi dan vaksin
 
konsep imunisasi pada anak power point.
konsep imunisasi pada anak  power point.konsep imunisasi pada anak  power point.
konsep imunisasi pada anak power point.
 
PPT-7-Konsep-imunisasi-pada-anak sehat.ppt
PPT-7-Konsep-imunisasi-pada-anak sehat.pptPPT-7-Konsep-imunisasi-pada-anak sehat.ppt
PPT-7-Konsep-imunisasi-pada-anak sehat.ppt
 
017 jadwal imunisasi nasional 2010 [dr.nuri]
017 jadwal imunisasi nasional 2010 [dr.nuri]017 jadwal imunisasi nasional 2010 [dr.nuri]
017 jadwal imunisasi nasional 2010 [dr.nuri]
 
Presentasi FIELD LAB Pemantauan Gizi Balita & Ibu Hamil FK UNS
Presentasi FIELD LAB Pemantauan Gizi Balita & Ibu Hamil FK UNS Presentasi FIELD LAB Pemantauan Gizi Balita & Ibu Hamil FK UNS
Presentasi FIELD LAB Pemantauan Gizi Balita & Ibu Hamil FK UNS
 
Program imunisasi4
Program imunisasi4Program imunisasi4
Program imunisasi4
 
Penyakit menular yang bisa dicegah melalui imunisasi
Penyakit menular yang bisa dicegah melalui imunisasiPenyakit menular yang bisa dicegah melalui imunisasi
Penyakit menular yang bisa dicegah melalui imunisasi
 
LP BCG.docx
LP BCG.docxLP BCG.docx
LP BCG.docx
 
Imunisasi farmakologi
Imunisasi farmakologiImunisasi farmakologi
Imunisasi farmakologi
 
IMUNISASI DASAR.ppt
IMUNISASI  DASAR.pptIMUNISASI  DASAR.ppt
IMUNISASI DASAR.ppt
 
IMUNISASI PADA ANAK.pptx
IMUNISASI PADA ANAK.pptxIMUNISASI PADA ANAK.pptx
IMUNISASI PADA ANAK.pptx
 

Imunisasi

  • 2. Pengertian  Imunisasi: proses pembentukan kekebalan tubuh baik dengan imunisasi aktif ataupun pemberian antibodi (imunisasi pasif).  Vaksin: Produk biologis yang mengandung mikroorganisma/toksoid yg diubah sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tapi apabila diberikan masih tetap mempunyai sifat antigenisitas
  • 3. Jenis vaksinasi  Vaksin hidup (Live attenuated vaccine) Vaksin terdiri dari kuman atau virus yang dilemahkan, masih antigenik namun tidak patogenik.  Vaksin mati (Killed vaccine / Inactivated vaccine) Vaksin mati jelas tidak patogenik dan tidak berkembang biak dalam tubuh.
  • 4.
  • 5.  Rekombinan Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop organisme yang patogen.  Toksoid Bahan yang bersifat imunogenik dibuat dari toksin kuman.  Vaksin Plasma DNA (Plasmid DNA Vaccines) Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigen yang patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian.
  • 6. Vaksin pada program Imunisasi Nasional  Tuberkulosis (BCG) salah satu penyakit yang menyerang manusia disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Gejala umum TBC pada anak :  Berat badan turun selam 3 bulan berturut-turut  Nafsu makan tidak ada ( anoreksia)  Demam lama/berulang tanpa sebab jelas  Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit  batuk lama >30 hari  diare berulang
  • 7. Vaksinasi BCG (Bacille Calmette- Guerin)  vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun  Vaksin yang dipakai di Indonesia adalah vaksin BCG Biofarma Bandung, berisi suspensi M. bovis hidup yang sudah dilemahkan.  Efek proteksi timbul 8-12 minggu  tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-8°C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam
  • 8. Jadwal dan Dosis Imunisasi  diberikan pada umur sebelum 2 bulan.  Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan → ulkus yang terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat (dibandingkan pemberian di daerah gluteal lateral atau paha anterior). Intradermal BCG
  • 9. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Reaksi lokal  akan menimbulkan ulkus lokal yang superfisial 3 minggu setelah penyuntikan → Ulkus yang biasanya tertutup krusta akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Reaksi regional  Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher
  • 10. Kontraindikasi BCG  Reaksi uji tuberkulin > 5 mm.  Sedang mendrita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe.  Anak menderita gizi buruk.  Sedang menderita demam tinggi.  Menderita infeksi kulit yang luas.  Pernah sakit tuberkulosis.  Kehamilan.
  • 11. Hepatitis B  suatu proses nekroinflamatorik yang mengenai sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Kriteria Diagnosis  Anamnesis Fase pre ikterik Anoreksia, nausea, muntah, lemah, rasa tidak enak pada abdomen, panas badan, nyeri kepala, dan kadang-kadang diare. Pada hepaitits B dapat timbul urtikaria, atralgia, atau artritis. Fase ikterik Ikterik, depresi mental, bradikardia, pruritus, urin berwarna gelap, feses pucat. Gejala prodormal berkurang atau menghilang.  Pemeriksaan fisis Hepatomegali, splenomegali, kadang-kadang limfadenopati.  Laboratorium Bilirubin urin (+), bilirubin direk > 10 mg/dL, SGPT ↑ > 10x normal, SGOT ↑. Petanda hepatitis B: HbsAg, IgM anti HBc.
  • 12. 1. Imunisasi pasif  dilakukan dengan pemberian imunoglobulin → IG/ISG (Immune Serum Globulin) atau HBIG (Hepatitis B Immune Globulin). Indikasi utama:  Paparan dengan darah yang ternyata mengandung HBsAg, baik melalui kulit ataupun mukosa.  Paparan seksual dengan pengidap HBsAg (+)  Paparan perinatal, ibu HBsAg (+). Imunisasi pasif harus segera diberikan sebelum 48 jam.
  • 13. 2. Imunisasi Aktif  diberikan dengan pemberian partikel HBsAg yang tidak infeksius. Dikenal 3 jenis vaksin hepatitis B yaitu: ·Vaksin yang berasal dari plasma · Vaksin yang dibuat dengan teknik rekombinan (rekayasa genetik) · Vaksin polipeptida
  • 14.  Vaksin yang beredar di Indonesia: 1. Evvac-B (Aventis Pasteur), dosis dewasa 5ug, dosis anak 2,5 ug pada ibu HbeAg (+) dosis 2 kali lipat. 2. Hepaccine (Cheil Sugar), dosis dewasa: 3 ug, dosis anak 1,5 ug 3. B-Hepavac II (MSD), dosis dewasa 10 ug, dosis anak 5 ug 4. Hepa-B (Korean Green Croos), dosis dewasa 20 ug, dosis anak 10 ug 5. Engerix-B (GSK), dosis dewasa 20 ug, dosis anak 10 ug
  • 15.  Penyuntikan diberikan intramuskular, dilakukan di daerah deltoid atau paha anterolateral (jangan di bokong). Intramuscular e.g. hepatitis A and B, DTP
  • 16. 3. Imunisasi gabung antara pasif dan aktif, yaitu pemberian HBIG, dan dilanjutkan dengan vaksin hepatitis B.
  • 17. Jadwal dan Dosis Imunisasi Jadwal imunisasi hepatitis B:  Hepatitis B-2 diberikan dengan interval 1 bulan dari hepB-1 (saat bayi berumur 1 bulan). Untuk mendapat respons imun optimal interval hepB-2 dan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka hepB-3 diberikan 2-5 bulan setelah hepB-2, yaitu umur 3-6 bulan.  vaksin hepB-1 monovalen (uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/HepB pada umur 2-3-4 bulan.
  • 18. Hepatitis B saat bayi lahir:  Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui. hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dan dilanjutkan pada umur 1 dan antara umur 3-6 bulan. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBIg (hepatitis B imunoglobulin) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.  Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 24-48 jam setelah lahir bersamaan dengan vaksin HepB-1 diberikan juga HBIg 0,5 ml.
  • 19. Ulangan vaksinasi hepatitis B:  Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan (catch-up vaccination).  Ulangan imunisasi hepatitisnM (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila titer pencegahan belum tercapai (catch-up immunization).
  • 20.  Reaksi KIPI Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat semntara, kadang- kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari.  Kontraindikasi Sampai saat ini tidak ada kontra absolut pemberian vaksin VHB. Kehamilan dan laktasi bukan kontrainsikasi imunisasi VHB.
  • 21. Difteria, Pertusis, Tetanus Difteria  Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas.  Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat.  disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :  Infeksi ringan → pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung →nyeri menelan.  Infeksi sedang → pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.  Infeksi berat → sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
  • 22. Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :  Difteri hidung → pilek dengan ingus yang bercampur darah.  Difteri faring dan tonsil → radang akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher.  Difteri laring → tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher.
  • 23. Pertusis - infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernafasan dalam bernada tinggi (melengking). - 50% kasus → anak berumur dibawah 4 tahun. - Penyebabnya → bakteri Bordetella pertussis.
  • 24. Gejala  Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi. Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan berkembang melalui 3 tahapan:  Tahap kataral (mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi) Gejalanya menyerupai flu ringan: - Bersin-bersin - Mata berair - Nafsu makan berkurang - Lesu - Batuk (pada awalnya hanya timbul di malam hari kemudian terjadi sepanjang hari).  Tahap paroksismal (mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala awal) 5-15 kali batuk diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan nada tinggi. Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah.  Tahap konvalesen (mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala awal) Batuk semakin berkurang, muntah juga berkurang, anak tampak merasa lebih baik. Kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran pernafasan.
  • 25. Tetanus  suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Kriteria Diagnosis  Riwayat mendapat trauma, pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril.  Riwayat tidak diimunisasi tetanus (tidak lengkap). Derajat I  Trismus ringan sampai sedag  Kekakuan umum  Spasme (-)  Disfagia (-)/ ringan  Gangguan respirasi (-) Derajat II  Trismus sedang  Kekakuan jelas  Spasme hanya sebentar  Takipnea  Disfagia ringan
  • 26. Derajat III  Trismus berat  Otot spastis  Spasme spontan  Takipnea  Apneic spell  Disfagia berat  Takikardia  Aktivitas sistem autonom ↑ Derajat IV (Derajat III ditambah dengan)  Gangguan autonom berat  Hipertensi berat dan takikardia atau  Hipotensi dan bradikardia  Hipertensi berat atau hipotensi berat
  • 27. Vaksin DTP Toksoid difteria  Untuk imunisasi primer terhadap difteria digunakan toksoid difteria (alumprecipitated toxoid) yang kemudian digabung dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis dalam bentuk vaksin DTP.  Potensi toksoid difteria dinyatakan dalam jumlah unit flocculate (Lf) dengan kriteria 1 Lf adalah jumlah toksoid sesuai dengan 1 unit anti toksin difteria. Kekuatan toksoid difteria yang terdapat dalam kombinasi vaksin DTP saat ini berkisar aatara 6,7-25 Lf dalam dosis 0,5 ml.
  • 28. Vaksin Pertusis  Vaksin pertusis whole-cell adalah vaksin yang merupakan suspensi kuman B. pertussis mati.  vaksin pertusis dengan menggunakan fraksi sel (aselular) → reaksi lokal dan demam yang lebih ringan→ dikeluarkannya komponen endotoksin dan debris.
  • 29. Kejadian ikutan pasca imunisasi  Reaksi lokal kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi  demam ringan  Anak sering juga gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam pasca suntikan.  kejang  paling serius → ensefalopati akut atau reaksi anafilaksis.
  • 30. Kontraindikasi  Riwayat anafilaksis  Ensefalopati ssudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya  Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution), sebelum pemberian vaksin pertusis berikutnya bila pada pemberian pertama dijumpai, riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudahnya.
  • 31. Toksoid Tetanus Dosis dan kemasan  Toksoid tetanus yang dibutuhkan untuk imunisasi: - 40 IU dalam setiap dosis tunggal - 60 IU bila bersama dengan toksoid difteria dan vaksin pertusis.  Berbagai kemasan seperti, preparat tunggal (TT), kombinasi dengan toksoid difteria dan atau pertusis (dT, DT, DTwP, DtaP) dan kombinasi dengan komponen lain seperti Hib dan hepatitis B.
  • 32. Jadwal dan Dosis Imunisasi Jadwal imunisasi  Imunisasi DTwP atau DtaP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTwP atau DtaP tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-6 minggu, DTwP atau DTaP-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTwP atau DTaP-2 pada umur 3 bulan dan DTwP atau DTaP-3 pada umur 4 bulan. Ulangan selanjutnya (DTwP atau DTaP-4) diberikan satu tahun setelah DTwP atau DTaP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTwP atau DTaP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.
  • 33. Vaksinasi ulangan  Ulangan DT-6 diberikan pada 12 tahun, mengingat masih dijumpai kasus difteria pada umur lebih dari 10 tahun.
  • 34. Dosis vaksinasi DTP  DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.
  • 35. Polio  suatu infeksi virus yang sangat menular, yang menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen, kelumpuhan atau kematian.  Gejala 1. Infeksi subklinis (tanpa gejala atau gejala berlangsung selama kurang dari 72 jam)  demam ringan  sakit kepala  tidak enak badan  nyeri tenggorokan  tenggorokan tampak merah  muntah.
  • 36. 2. Poliomielitis non-paralitik (gejala berlangsung selama 1-2 minggu) - demam sedang - sakit kepala - kaku kuduk - muntah - diare - kelelahan yang luar biasa - rewel - nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut - kejang dan nyeri otot - nyeri leher - nyeri leher bagian depan - kaku kuduk - nyeri punggung - nyeri tungkai (otot betis) - ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri - kekakuan otot.
  • 37. 3. Poliomielitis paralitik - demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya - sakit kepala - kaku kuduk dan punggung - kelemahan otot asimetrik - onsetnya cepat - segera berkembang menjadi kelumpuhan - lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena - perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum) - peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri) - sulit untuk memulai proses berkemih - sembelit - perut kembung - gangguan menelan - nyeri otot - kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung - ngiler - gangguan pernafasan - rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi - refleks Babinski positif.
  • 38. Vaksin Vaksin virus polio oral (oral polio vaccine = OPV)  Vaksin virus polio hidup oral yang dibuat oleh PT. Biofarma Bandung, berisi virus polio tipe 1,2, dan 3 adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa. Tiap dosis (2 tetes = 0,1 ml) mengandung virus tipe 1 : 106,0 CCID50 tipe 2 : 105,0 CCID50 tipe 3 : 105,8 CCID50 dan eritromisin tidak lebih dari 2 mcg, serta kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
  • 39. Vaksin polio inactivated (inactivated poliomyelitis vaccine = IPV)  Vaksin polio inactivated berisi tipe 1,2,3 dibiakkan pada sel-sel vero ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formaldehid. Pada vaksin tersebut dijumpai dalam jumlah kecil juga ada neomisin, streptomisin dan polimiksin B.
  • 40. Jadwal dan Dosis Imunisasi  Polio-0 diberikan saat bayi lahir. Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka dianjurkan diberikan saat bayi meninggalkan rumah sakit/ rumah bersalin agat tidak mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat diekskresi melalui tinja. Untuk keperluan ini, IPV dapat menjadi alternatif.  Untuk imunisasi dasar (polio 2,3,4), interval diantaranya tidak kurang dari 4 minggu.  Dosis OPV, 2 tetes per-oral sedangkan IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuskular.  Vaksinasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).
  • 41. Kejadian ikutan pasca imunisasi  gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot. Kontraindikasi  Penyakit akut atau demam (suhu > 38,5°C)  Muntah atau diare berat  Dalam pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif yang diberikan oral maupun suntikan, juga yang mendapat pengobatan radiasi umum (termasuk kontak dengan pasien)  Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem retikuloendotelial (limfoma, leukemia, dan penyakit Hodgkin) dan yang mekanisme imunologisnya terganggu, misalnya pada hipogamaglobulinemia  Infeksi HIV atau anggota keluarga sebagai kontak
  • 42.  Campak  Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.
  • 43. Vaksin Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak yaitu:  Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston B)  Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium).
  • 44. Jadwal dan Dosis Imunisasi  Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml.  Untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik.  Pemberian yang dianjurkan secara subkutan.  WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada bayi berumur 9 bulan. Subcutaneous e.g. measles, mumps, rubella, varicella
  • 45. Imunisasi Ulangan  ulangan imunisasi campak diberikan pada usia masuk sekolah (6-7 tahun) melalui program BIAS.  Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan terbukti bahwa potensi vaksin yang digunakan kurang baik.  Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka anak SD, SLTP dan SLTA dapat diberikan imunisasi ulang.  Setiap orang yang pernah imunisasi vaksin campak yang virusnya sudah dimatikan (vaksin inaktif).
  • 46. Reaksi KIPI  Demam > 39,5°C, mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.  Ruam, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari.  Gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi.
  • 47. Kontraindikasi  Demam tinggi  Sedang memperoleh pengobatan imunosupresi  Hamil  Memiliki riwayat alergi  Sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah
  • 48. EXPANDED PROGRAM IMMUNIZATION VACCINE DOSE ROUTE BCG 0,05 ml Intra dermal Hep B 0,5 ml Intra muscular DTP 0,5 ml Intra muscular Polio 1-2 gtt Per oral Measles 0,5 ml Sub cutan Intradermal BCG
  • 49. Vaksin untuk Tujuan Khusus Campak, Gondongan, Rubela (MMR) Vaksin MMR  Vaksin untuk mencegah campak, gondongan, dan rubela merupakan vaksin kombinasi yang dikenal sebagai vaksin MMR (measles, mumps, dan rubella).
  • 50. Galur virus yang dilemahkan Campak Gondongan Rubella Edmoston Jerryl lyn Wistar RA 27/3 Schwarz Urabe AM-9 Wistar RA 27/3
  • 51. Dosis  Vaksin MMR merupakan vaksin kering, mengandung virus hidup  Harus disimpan pada temperatur 2-8°C atau lebih dan terlindung dari cahaya matahari  Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah dicampur dengan pelarutnya. Setelah dilarutkan harus diletakkan pada tempat yang tetap sejuk dan terlindung dari cahaya  Pada temperatur 22-25°C ia akan kehilangan potensi 50% dalam 1 jam, pada temperatur >370C vaksin menjadi tidak aktif setelah 1 jam.  Dosis tunggal 0,5 ml, diberikan secara intramuskular atau subkutan dalam.  Diberikan pada umur 12-18 bulan
  • 52. Reaksi KIPI  Reaksi sitemik→malaise, demam, atau ruam yang sering terjadi 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung selama 2-3 hari.  Dalam 6-11 hari setelah imunisasi → kejang demam  Ensefalitis pasca imunisasi  Pembengkakan kelenjar parotis → anak berusia sampai 4 tahun, biasanya terjadi pada minggu ketiga  Meningoensefalitis →imunisasi gondongan  trombositopeni →komponen rubela dari MMR.  untuk mengurangi demam→ paracetamol pada masa 5-12 hari setelah imunisasi.
  • 53. Indikasi Kontra  Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau gangguan imunitas,  Anak dengan alergi berat  Anak dengan demam akut.  Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG dan vaksin virus hidup) dalam waktu 4 minggu.  vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin atau transfuse darah (whole blood).  Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV).  Setelah suntikan imunoglobulin, selama 6 minggu tidak boleh mendapat vaksin rubela, kalau boleh sampai 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin atau produk darah yang mengandung imunoglobulin (darah, plasma).
  • 54. Haemophilus influenza tipe b Vaksin Hib  Kapsul polyribosyribitol phosphate (PRP) menentukan virulensi dari Hib. Vaksin Hib dibuat dari kapsul tersebut.  Vaksin yang beredar di Indonesia adalah vaksin konjugasi dengan membran protein luar dari Neisseria meningitides yang disebut sebagai PRP-OMP dan konjugasi dengan toksoid tetanus yang disebut sebagai PRP-T.
  • 55. Jadwal dan dosis  Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan.  PRP-OMP cukup diberikan 2 kali sedangkan PRP-T diberikan 3 kali dengan jarak waktu 2 bulan.  Ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan terakhir.  Apabila suntikan awal diberikan pada bayi berumur 6 bulan-1 tahun, 2 kali suntikan sudah menghasilkan titer protektif; sedangkan setelah 1 tahun cukup 1 kali suntikan tanpa memerlukan booster.
  • 56. DEMAM TIFOID Vaksin Demam Tifoid 1. Vaksin demam tifoid oral  dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen yang telah dilemahkan, dalam perdagangan dikenal sebagai Ty-21 a.  Penyimpanan pada suhu 2°C- 8°C  Kemasan dalam bentuk kapsul, untuk anak umur 6 tahun atau lebih.  Cara pemberian tiap hari ke 1, 3 dan 5 ditelan 1 kapsul vaksin 1 jam sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari 37°C. Kapsul ke-4 pada hari ke- 7 terutama bagi turis.  tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau antimalaria yang aktif terhadap salmonella.  pemberian vaksin polio oral ditunda dua minggu setelah pemberian terakhir  Imunisasi ulangan : tiap 5 tahun. Namun pada individu yang terus terekspos dengan infeksi tifus sebaiknya diberikan 3 - 4 kapsul tiap beberapa tahun.
  • 57. 2. Vaksin polisakarida parenteral  Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman Salmonella typhi, polisakarida 0,025 mg, fenol dan larutan bufer yang mengandung natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan.  Penyimpanan pada suhu 2°C - 8°C, jangan dibekukan.  Daluwarsa dalam 3 tahun.  Pemberian secara suntikan intramuskular atau subkutan pada daerah deltoid atau paha.  Imunisasi ulangan tiap 3 tahun  Reaksi samping Iokal → bengkak, nyeri, kemerahan ditempat suntikan. Reaksi sistemik → demam, nyeri kepala, puling, nyeri sendi, nyeri otot, nausea, nyeri perut jarang dijumpai.  Indikasi kontra : alergi terhadap bahan bahan dalam vaksin. Juga pada saat demam, penyakit akut maupun penyakit kronik progresif
  • 58. VARISELA  Vaksin virus hidup varisela-zoster (galur OKA) yang dilemahkan terdapat dalam bentuk bubuk-kering (lyophilized). Vaksin varisela-zoster yang beredar di Indonesia dapat disimpan pada suhu 2-8°C.  Bagi anak hanya diperlukan 1 dosis  Vaksin dapat diberikan bersama dengan vaksin MMR.
  • 59. Cara pemberian  diberikan mulai usia 10 tahun, dosis 0,5 ml secara subkutan, dosis tunggal.
  • 60. Kejadian ikutan pasca imunisasi  Reaksi dapat bersifat lokal (1 %), demam (1 %), dan ruam papul-vesikel ringan.  1 % individu imunokompromais →varisela.  pasien leukemia →ruam pada 40% kasus setelah vaksinasi dosis pertama, 4% diantaranya dapat terjadi varisela berat yang memerlukan pengobatan asiklovir.
  • 61. Indikasi kontra  tidak dapat diberikan pada keadaan demam tinggi, pengobatan induksi penyakit keganasan atau 3 tahun fase radioterapi  Kortikosteroid (2 mg/kgBB per hari atau lebih).  pasien yang alergi aneomisin.
  • 62. Hepatitis A • Imunisasi pasif • Indikasi – Sebagai upaya pencegahan setelah kontak (kontak serumah, kontak seksual, epidemi) – Upaya profilaksis pasca paparan – Upaya profilaksis pra paparan atau sebelum kontak (pengunjung dari daerah non endemis ke daerah endemis) – Seyogyanya diberikan tidak lebih dari 2 minggu setelah paparan.
  • 63. Dosis  Normal human immune globulin (NHG) setiap mili- meter mengandung 100 IU anti HAV, diberikan secara IM dalam dengan dosis 0,002 ml/kg BB dan volume total pada anak besar dan orang dewasa 5 ml, sedangkan pada anak kecil atau bayi tidak melebihi 3 ml.
  • 64.  Rekomendasi profilaksis post exposure terhadap VHA Saat paparan (minggu) Usia (tahun) Rekomendasi ≤2 <2 IG ≥2 IG dan vaksin >2 <2 IG ≥2 Vaksin
  • 65.  Profilaksis pre exposure terhadap pengunjung dari daerah non endemis Umur (tahun) Lama kunjungan Rekomendasi Keterangan <2 <3 bulan IG 0,02 ml/kg 1 kali 3-5 bulan IG 0,06 ml/kg 1 kali Jangka panjang IG 0,06 ml/kg Saat berangkat, diulang setiap 5 bulan ≥2 <3 bulan Vaksin atau Ig 0,02 ml/kg 3-5 bulan Vaksin atau Ig 0,06 ml/kg Jangka panjang Vaksin
  • 66. • Imunisasi aktif Imunisasi menyebabkan terbentuknya serum-neutralizing antibodies terhadap epitop permukaan virus. • Vaksin – Vaksin dibuat dan virus yang dimatikan (inactivated vaccine). Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien. – Vaksin diberikan pada usia ≥2 tahun. – Imunisasi diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster diberikan antara 6 sampai 12 bulan setelah dosis pertama.
  • 67. Indikasi vaksinasi HVA rekomendasi ACIP Kandidat vaksinasi HVA Imunisasi rutin Anak di daerah endemis HVA atau daerah dengan wabah periodik Risiko tinggi VHA Pengunjung ke daerah endemic Pria homoseksual dengan pasangan ganda IVDU (Intravenous drug user) Pasien yang memerlukan konsentrat faktor VIII Staf tempat penitipan anak (TPA) Staf dan penghuni institusi untuk cacat mental Pekerja dengan primate bukan manusia Staf bangsal neonatologi Risiko hepatitis fulminan Pasien PHK Risiko menularkan HVA Anak usia 2-3 tahun di TPA Penyaji makanan
  • 68. • Efek samping – Vaksin HVA cukup aman dan jarang menimbulkan efek samping. – Reaksi local merupakan efek samping. – Reaksi local merupakan efek samping tersering (21%- 54%) tetapi umumnya ringan – Demam dialami 4% resipien – Vaksin hepatitis A yang tersedia saat ini semuanya belum disetujui untuk diberikan kepada bayi berusia <2 tahun.
  • 69. Influenza  Vaksin  Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated influenza virus). Terdapat 2 macam vaksin yaitu whole virus dan split-virus vaccine.  Untuk anak dianjurkan pemakain jenis split-virus vaccine, karena tidak mengakibatkan demam tinggi.
  • 70. • Rekomendasi ACIP merekomendasikan vaksinasi untuk anak ≥ 6 bulan yang mempunyai risiko tinggi saja, vaksinasi dianjurkan setiap tahun. Vaksinasi secara teratur juga dianjurkan untuk kelompok risiko tinggi – Pasien asma dan kistik fibrosis – Anak dengan penyakit jantung – Anak yang menderita penyakit atau mendapat obat imunosupresif – Anak yang terkena infeksi HIV – Pasien sickle cell anemia dan hemoglobinopati lain – Pasien penyakit ginjal kronis – Pasien penyakit metabolic kronis seperti diabetes – Penyakit yang memerlukan pengobatan aspirin jangka panjang, seperti rematoid arthritis atau penyakit Kawasaki, yang berisiko timbulnya sindrom Reye bila terinfeksi influenza
  • 71. • Pedoman – Vaksinasi influenza diberikan sebelum KLB terjadi. – Pada anak atau dewasa dengan gangguan fungsi imun, diberikan 2 dosis dengan jarak interval minimal 4 minggu, untuk mendapatkan antibody yang memuaskan. – Vaksin diberikan dengan suntikan subkutan dalam atau IM. – Satu dosis vaksin secara teratur setiap tahun dapat diberikan pada usia 9 tahun keatas. – Vaksinasi biasanya diberikan sebelum musim penyakit influenza datang.
  • 72.  Reaksi KIPI  Reaksi lokal nyeri, eritema dan indurasi pada tempat suntikan, lamanya 1-2 hari.  Gejala sistemik tidak spesifik berupa demam, lemas, dan mialgia (flu-like symptom) timbul beberapa jam setelah penyuntikan, terutama pada anak yang muda.
  • 73.  Indikasi Kontra  Individu dengan hipersensitif anafilaksis terhadap pemberian vaksin influenza sebelumnya  Seseorang yang menderita penyakit demam akut sedang dan berat.  Ibu hamil dan menyusui.
  • 74. Pneumokokus • Rekomendasi Vaksin pneumokokus dianjurkan diberikan pada, – Lansia di atas 65 tahun – Seseorang dengan asplenia, termasuk anak dengan penyakit sickle cell usia >2 tahun. Bila mungkin imunisasi diberikan 2 minggu sebelum splenektomi. – Pasien imunokompromise yang mempunyai risiko tinggi untuk menderita penyakit infeksi pneumokokus (HIV/AIDS, sindrom nefrotik, multiple myeloma, limfoma, penyakit Hodgkin dan transplantasi organ) – Pasien imunokompeten yg mendeerita penyakt kronis dan mempunyai risiko mendapat komplikasi penyakit karena pneumokokus (penyakit jantung kronis, penyakit paru atau ginjal kronis, diabetes dan alcoholism) – Pasien kebocoran cairan serebrospinal.
  • 75. Dosis dan Cara Pemberian  Vaksin diberikan dalam dosis tunggal 0,5 ml, secara IM atau subkutan dalam di daerah deltoid atau paha tengah lateral.  Imunisasi ulangan hanya diberikan bila seorang anak mempunyai risiko tinggi tertular pneumokokus, setelah 3-5 tahun atau lebih.
  • 76.  KIPI Sebanyak 30-50% resipien akan mengalami eritem atau nyeri ringan pada tempat suntikan, lamanya <48 jam. Reaksi lain berupa demam dan mialgia di dapat pada <1% anak.
  • 77. • Kontra Indikasi – Satu-satunya kontra indikasi absolute bila timbul anafilaksis setelah pemberian vaksin atau komponen vaksin. Sedangkan kontra indikasi relative vaksinasi pneumokokus, adalah: – Umur<2 tahun, – Dalam pengobatan imunosupresan atau radiasi kelenjar limfe, – Kehamilan, – Telah mendapat vaksin pneumokokus dalam kurun waktu 3 tahun.
  • 78. Rotavirus • Vaksin Vaksin rotavirus yang telah ada di pasaran berasal dari human RV vaccine RIX 4414, dengan sifat sebagai berikut. – Live, attenuated, berasal dari human galur 89-12. – Monovalen, berisi RV tipe G1, P1A (P8), mempunyai epitop yang sama dengan RV tipe G1, G3, G4 dan G9 yang merupakan mayoritas isolate yang ditemukan pada manusia. – Vaksin diberikan secara oral dengan dilengkapi buffer dalam kemasannya – Pemberian dalam 2 dosis pada umur 6-12 minggu dengan interval 8 minggu. – Faktor-faktor yang mempengaruhi imunogenitas vaksin RV, • Apabila diberikan bersamaan dengan OPV • Masih terdapatnya antibody maternal • Adanya bakteri enteric pathogen di dalam usus.
  • 79.  KIPI Kejadian ikutan yang dilaporkan adalah diare 7,5%, muntah 8,7% dan demam 12,1%.
  • 80.
  • 81.