2. Pengertian
Imunisasi: proses pembentukan kekebalan tubuh baik
dengan imunisasi aktif ataupun pemberian antibodi
(imunisasi pasif).
Vaksin: Produk biologis yang mengandung
mikroorganisma/toksoid yg diubah sedemikian rupa
sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tapi
apabila diberikan masih tetap mempunyai sifat
antigenisitas
3. Jenis vaksinasi
Vaksin hidup (Live attenuated vaccine)
Vaksin terdiri dari kuman atau virus yang
dilemahkan, masih antigenik namun tidak patogenik.
Vaksin mati (Killed vaccine / Inactivated vaccine)
Vaksin mati jelas tidak patogenik dan tidak
berkembang biak dalam tubuh.
4.
5. Rekombinan
Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan
epitop organisme yang patogen.
Toksoid
Bahan yang bersifat imunogenik dibuat dari toksin
kuman.
Vaksin Plasma DNA (Plasmid DNA Vaccines)
Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang
mengandung kode antigen yang patogen dan saat ini
sedang dalam perkembangan penelitian.
6. Vaksin pada program Imunisasi
Nasional
Tuberkulosis (BCG)
salah satu penyakit yang menyerang manusia disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Gejala umum TBC pada anak :
Berat badan turun selam 3 bulan berturut-turut
Nafsu makan tidak ada ( anoreksia)
Demam lama/berulang tanpa sebab jelas
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit
batuk lama >30 hari
diare berulang
7. Vaksinasi BCG (Bacille Calmette-
Guerin)
vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis
yang dibiak berulang selama 1-3 tahun
Vaksin yang dipakai di Indonesia adalah vaksin BCG
Biofarma Bandung, berisi suspensi M. bovis hidup
yang sudah dilemahkan.
Efek proteksi timbul 8-12 minggu
tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan
pada suhu 2-8°C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah
diencerkan harus dibuang dalam 8 jam
8. Jadwal dan Dosis Imunisasi
diberikan pada umur sebelum 2 bulan.
Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah 0,05 ml
dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di
daerah insersio M. deltoideus kanan → ulkus yang
terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat
(dibandingkan pemberian di daerah gluteal lateral
atau paha anterior).
Intradermal
BCG
9. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Reaksi lokal
akan menimbulkan ulkus lokal yang superfisial 3
minggu setelah penyuntikan → Ulkus yang biasanya
tertutup krusta akan sembuh dalam 2-3 bulan dan
meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm.
Reaksi regional
Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher
10. Kontraindikasi BCG
Reaksi uji tuberkulin > 5 mm.
Sedang mendrita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi
infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan
kortikosteroid, obat imunosupresif, mendapat pengobatan
radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang
atau sistem limfe.
Anak menderita gizi buruk.
Sedang menderita demam tinggi.
Menderita infeksi kulit yang luas.
Pernah sakit tuberkulosis.
Kehamilan.
11. Hepatitis B
suatu proses nekroinflamatorik yang mengenai sel-sel hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B (VHB).
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Fase pre ikterik
Anoreksia, nausea, muntah, lemah, rasa tidak enak pada abdomen, panas
badan, nyeri kepala, dan kadang-kadang diare. Pada hepaitits B dapat timbul
urtikaria, atralgia, atau artritis.
Fase ikterik
Ikterik, depresi mental, bradikardia, pruritus, urin berwarna gelap, feses pucat.
Gejala prodormal berkurang atau menghilang.
Pemeriksaan fisis
Hepatomegali, splenomegali, kadang-kadang limfadenopati.
Laboratorium
Bilirubin urin (+), bilirubin direk > 10 mg/dL, SGPT ↑ > 10x normal, SGOT ↑. Petanda
hepatitis B: HbsAg, IgM anti HBc.
12. 1. Imunisasi pasif
dilakukan dengan pemberian imunoglobulin → IG/ISG
(Immune Serum Globulin) atau HBIG (Hepatitis B Immune
Globulin).
Indikasi utama:
Paparan dengan darah yang ternyata mengandung HBsAg,
baik melalui kulit ataupun mukosa.
Paparan seksual dengan pengidap HBsAg (+)
Paparan perinatal, ibu HBsAg (+). Imunisasi pasif harus
segera diberikan sebelum 48 jam.
13. 2. Imunisasi Aktif
diberikan dengan pemberian partikel HBsAg yang
tidak infeksius. Dikenal 3 jenis vaksin hepatitis B
yaitu:
·Vaksin yang berasal dari plasma
· Vaksin yang dibuat dengan teknik rekombinan
(rekayasa genetik)
· Vaksin polipeptida
14. Vaksin yang beredar di Indonesia:
1. Evvac-B (Aventis Pasteur), dosis dewasa 5ug, dosis
anak 2,5 ug pada ibu HbeAg (+) dosis 2 kali lipat.
2. Hepaccine (Cheil Sugar), dosis dewasa: 3 ug, dosis
anak 1,5 ug
3. B-Hepavac II (MSD), dosis dewasa 10 ug, dosis anak 5
ug
4. Hepa-B (Korean Green Croos), dosis dewasa 20
ug, dosis anak 10 ug
5. Engerix-B (GSK), dosis dewasa 20 ug, dosis anak 10 ug
15. Penyuntikan diberikan intramuskular, dilakukan di
daerah deltoid atau paha anterolateral (jangan di
bokong).
Intramuscular
e.g. hepatitis A and B,
DTP
16. 3. Imunisasi gabung antara pasif dan aktif, yaitu
pemberian HBIG, dan dilanjutkan dengan vaksin
hepatitis B.
17. Jadwal dan Dosis Imunisasi
Jadwal imunisasi hepatitis B:
Hepatitis B-2 diberikan dengan interval 1 bulan dari
hepB-1 (saat bayi berumur 1 bulan). Untuk mendapat
respons imun optimal interval hepB-2 dan hepB-3
minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka hepB-3
diberikan 2-5 bulan setelah hepB-2, yaitu umur 3-6
bulan.
vaksin hepB-1 monovalen (uniject) saat
lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi
DTwP/HepB pada umur 2-3-4 bulan.
18. Hepatitis B saat bayi lahir:
Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak
diketahui. hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam
setelah lahir, dan dilanjutkan pada umur 1 dan antara
umur 3-6 bulan. Apabila semula status HbsAg ibu
tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan
selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka
masih dapat diberikan HBIg (hepatitis B
imunoglobulin) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg-B ibu
positif, dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
bersamaan dengan vaksin HepB-1 diberikan juga HBIg
0,5 ml.
19. Ulangan vaksinasi hepatitis B:
Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum
pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka
secepatnya diberikan (catch-up vaccination).
Ulangan imunisasi hepatitisnM (hepB-4) dapat
dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila titer
pencegahan belum tercapai (catch-up immunization).
20. Reaksi KIPI
Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi
lokal yang ringan dan bersifat semntara, kadang-
kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2
hari.
Kontraindikasi
Sampai saat ini tidak ada kontra absolut pemberian
vaksin VHB. Kehamilan dan laktasi bukan
kontrainsikasi imunisasi VHB.
21. Difteria, Pertusis, Tetanus
Difteria
Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran
pernafasan bagian atas.
Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa
kuman ke orang lain yang sehat.
disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
Infeksi ringan → pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung →nyeri
menelan.
Infeksi sedang → pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding
belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
Infeksi berat → sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi
seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak)
dan nefritis (radang ginjal).
22. Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi
gejala yang dirasakan pasien :
Difteri hidung → pilek dengan ingus yang bercampur
darah.
Difteri faring dan tonsil → radang akut
tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat
celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas
berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher.
Difteri laring → tidak bisa bersuara, sesak, nafas
berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat
celsius, sangat lemah, kulit tampak
kebiruan, pembengkakan kelenjar leher.
23. Pertusis
- infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang sangat
menular dan menyebabkan batuk yang biasanya
diakhiri dengan suara pernafasan dalam bernada
tinggi (melengking).
- 50% kasus → anak berumur dibawah 4 tahun.
- Penyebabnya → bakteri Bordetella pertussis.
24. Gejala
Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi.
Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan berkembang melalui 3 tahapan:
Tahap kataral (mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi)
Gejalanya menyerupai flu ringan:
- Bersin-bersin
- Mata berair
- Nafsu makan berkurang
- Lesu
- Batuk (pada awalnya hanya timbul di malam hari kemudian terjadi sepanjang hari).
Tahap paroksismal (mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala awal)
5-15 kali batuk diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan nada tinggi.
Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah.
Tahap konvalesen (mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala awal)
Batuk semakin berkurang, muntah juga berkurang, anak tampak merasa lebih baik.
Kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran pernafasan.
25. Tetanus
suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan
spasme otot yang periodik dan berat.
Kriteria Diagnosis
Riwayat mendapat trauma, pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril.
Riwayat tidak diimunisasi tetanus (tidak lengkap).
Derajat I
Trismus ringan sampai sedag
Kekakuan umum
Spasme (-)
Disfagia (-)/ ringan
Gangguan respirasi (-)
Derajat II
Trismus sedang
Kekakuan jelas
Spasme hanya sebentar
Takipnea
Disfagia ringan
26. Derajat III
Trismus berat
Otot spastis
Spasme spontan
Takipnea
Apneic spell
Disfagia berat
Takikardia
Aktivitas sistem autonom ↑
Derajat IV (Derajat III ditambah dengan)
Gangguan autonom berat
Hipertensi berat dan takikardia atau
Hipotensi dan bradikardia
Hipertensi berat atau hipotensi berat
27. Vaksin DTP
Toksoid difteria
Untuk imunisasi primer terhadap difteria digunakan
toksoid difteria (alumprecipitated toxoid) yang
kemudian digabung dengan toksoid tetanus dan
vaksin pertusis dalam bentuk vaksin DTP.
Potensi toksoid difteria dinyatakan dalam jumlah unit
flocculate (Lf) dengan kriteria 1 Lf adalah jumlah
toksoid sesuai dengan 1 unit anti toksin difteria.
Kekuatan toksoid difteria yang terdapat dalam
kombinasi vaksin DTP saat ini berkisar aatara 6,7-25 Lf
dalam dosis 0,5 ml.
28. Vaksin Pertusis
Vaksin pertusis whole-cell adalah vaksin yang
merupakan suspensi kuman B. pertussis mati.
vaksin pertusis dengan menggunakan fraksi sel
(aselular) → reaksi lokal dan demam yang lebih
ringan→ dikeluarkannya komponen endotoksin dan
debris.
29. Kejadian ikutan pasca imunisasi
Reaksi lokal kemerahan, bengkak, dan nyeri pada
lokasi injeksi
demam ringan
Anak sering juga gelisah dan menangis terus menerus
selama beberapa jam pasca suntikan.
kejang
paling serius → ensefalopati akut atau reaksi
anafilaksis.
30. Kontraindikasi
Riwayat anafilaksis
Ensefalopati ssudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya
Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus
(precaution), sebelum pemberian vaksin pertusis
berikutnya bila pada pemberian pertama dijumpai, riwayat
hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48
jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan
riwayat kejang dalam 3 hari sesudahnya.
31. Toksoid Tetanus
Dosis dan kemasan
Toksoid tetanus yang dibutuhkan untuk imunisasi:
- 40 IU dalam setiap dosis tunggal
- 60 IU bila bersama dengan toksoid difteria dan vaksin
pertusis.
Berbagai kemasan seperti, preparat tunggal
(TT), kombinasi dengan toksoid difteria dan atau
pertusis (dT, DT, DTwP, DtaP) dan kombinasi dengan
komponen lain seperti Hib dan hepatitis B.
32. Jadwal dan Dosis Imunisasi
Jadwal imunisasi
Imunisasi DTwP atau DtaP dasar diberikan 3 kali sejak
umur 2 bulan (DTwP atau DtaP tidak boleh diberikan
sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-6
minggu, DTwP atau DTaP-1 diberikan pada umur 2
bulan, DTwP atau DTaP-2 pada umur 3 bulan dan DTwP
atau DTaP-3 pada umur 4 bulan. Ulangan selanjutnya
(DTwP atau DTaP-4) diberikan satu tahun setelah DTwP
atau DTaP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTwP atau
DTaP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.
33. Vaksinasi ulangan
Ulangan DT-6 diberikan pada 12 tahun, mengingat
masih dijumpai kasus difteria pada umur lebih dari 10
tahun.
34. Dosis vaksinasi DTP
DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml,
intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun
ulangan.
35. Polio
suatu infeksi virus yang sangat menular, yang menyerang seluruh
tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan
otot yang sifatnya permanen, kelumpuhan atau kematian.
Gejala
1. Infeksi subklinis (tanpa gejala atau gejala berlangsung selama kurang
dari 72 jam)
demam ringan
sakit kepala
tidak enak badan
nyeri tenggorokan
tenggorokan tampak merah
muntah.
36. 2. Poliomielitis non-paralitik (gejala berlangsung selama 1-2 minggu)
- demam sedang
- sakit kepala
- kaku kuduk
- muntah
- diare
- kelelahan yang luar biasa
- rewel
- nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut
- kejang dan nyeri otot
- nyeri leher
- nyeri leher bagian depan
- kaku kuduk
- nyeri punggung
- nyeri tungkai (otot betis)
- ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri
- kekakuan otot.
37. 3. Poliomielitis paralitik
- demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya
- sakit kepala
- kaku kuduk dan punggung
- kelemahan otot asimetrik
- onsetnya cepat
- segera berkembang menjadi kelumpuhan
- lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena
- perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum)
- peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri)
- sulit untuk memulai proses berkemih
- sembelit
- perut kembung
- gangguan menelan
- nyeri otot
- kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung
- ngiler
- gangguan pernafasan
- rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi
- refleks Babinski positif.
38. Vaksin
Vaksin virus polio oral (oral polio vaccine = OPV)
Vaksin virus polio hidup oral yang dibuat oleh PT.
Biofarma Bandung, berisi virus polio tipe 1,2, dan 3
adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah
dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam
biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan
sukrosa. Tiap dosis (2 tetes = 0,1 ml) mengandung
virus tipe 1 : 106,0 CCID50 tipe 2 : 105,0 CCID50 tipe 3 :
105,8 CCID50 dan eritromisin tidak lebih dari 2
mcg, serta kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
39. Vaksin polio inactivated (inactivated poliomyelitis
vaccine = IPV)
Vaksin polio inactivated berisi tipe 1,2,3 dibiakkan
pada sel-sel vero ginjal kera dan dibuat tidak aktif
dengan formaldehid. Pada vaksin tersebut dijumpai
dalam jumlah kecil juga ada neomisin, streptomisin
dan polimiksin B.
40. Jadwal dan Dosis Imunisasi
Polio-0 diberikan saat bayi lahir. Mengingat OPV berisi
virus polio hidup maka dianjurkan diberikan saat bayi
meninggalkan rumah sakit/ rumah bersalin agat tidak
mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat
diekskresi melalui tinja. Untuk keperluan ini, IPV dapat
menjadi alternatif.
Untuk imunisasi dasar (polio 2,3,4), interval diantaranya
tidak kurang dari 4 minggu.
Dosis OPV, 2 tetes per-oral sedangkan IPV dalam kemasan
0,5 ml, intramuskular.
Vaksinasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak
imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6
tahun).
41. Kejadian ikutan pasca imunisasi
gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot.
Kontraindikasi
Penyakit akut atau demam (suhu > 38,5°C)
Muntah atau diare berat
Dalam pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif yang
diberikan oral maupun suntikan, juga yang mendapat
pengobatan radiasi umum (termasuk kontak dengan pasien)
Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan
dengan sistem retikuloendotelial (limfoma, leukemia, dan
penyakit Hodgkin) dan yang mekanisme imunologisnya
terganggu, misalnya pada hipogamaglobulinemia
Infeksi HIV atau anggota keluarga sebagai kontak
42. Campak
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles)
adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang
ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis
(peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam
kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus
campak golongan Paramyxovirus.
43. Vaksin
Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak
yaitu:
Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan
dilemahkan (tipe Edmonston B)
Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan
(virus campak yang berada dalam larutan formalin
yang dicampur dengan garam aluminium).
44. Jadwal dan Dosis Imunisasi
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang
dilemahkan adalah 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml.
Untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 saja
mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik.
Pemberian yang dianjurkan secara subkutan.
WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada
bayi berumur 9 bulan.
Subcutaneous
e.g. measles, mumps,
rubella, varicella
45. Imunisasi Ulangan
ulangan imunisasi campak diberikan pada usia masuk
sekolah (6-7 tahun) melalui program BIAS.
Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun
dan terbukti bahwa potensi vaksin yang digunakan kurang
baik.
Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus
campak, maka anak SD, SLTP dan SLTA dapat diberikan
imunisasi ulang.
Setiap orang yang pernah imunisasi vaksin campak yang
virusnya sudah dimatikan (vaksin inaktif).
46. Reaksi KIPI
Demam > 39,5°C, mulai dijumpai pada hari ke 5-6
sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.
Ruam, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari.
Gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti ensefalitis
dan ensefalopati pasca imunisasi.
47. Kontraindikasi
Demam tinggi
Sedang memperoleh pengobatan imunosupresi
Hamil
Memiliki riwayat alergi
Sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau
bahan-bahan berasal dari darah
48. EXPANDED PROGRAM IMMUNIZATION
VACCINE DOSE ROUTE
BCG 0,05 ml Intra
dermal
Hep B 0,5 ml Intra
muscular
DTP 0,5 ml Intra
muscular
Polio 1-2 gtt Per oral
Measles 0,5 ml Sub cutan
Intradermal
BCG
49. Vaksin untuk Tujuan Khusus
Campak, Gondongan, Rubela (MMR)
Vaksin MMR
Vaksin untuk mencegah campak, gondongan, dan
rubela merupakan vaksin kombinasi yang dikenal
sebagai vaksin MMR (measles, mumps, dan rubella).
50. Galur virus yang dilemahkan
Campak Gondongan Rubella
Edmoston Jerryl lyn Wistar RA 27/3
Schwarz Urabe AM-9 Wistar RA 27/3
51. Dosis
Vaksin MMR merupakan vaksin kering, mengandung virus
hidup
Harus disimpan pada temperatur 2-8°C atau lebih dan
terlindung dari cahaya matahari
Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah dicampur
dengan pelarutnya. Setelah dilarutkan harus diletakkan pada
tempat yang tetap sejuk dan terlindung dari cahaya
Pada temperatur 22-25°C ia akan kehilangan potensi 50% dalam
1 jam, pada temperatur >370C vaksin menjadi tidak aktif setelah 1
jam.
Dosis tunggal 0,5 ml, diberikan secara intramuskular atau
subkutan dalam.
Diberikan pada umur 12-18 bulan
52. Reaksi KIPI
Reaksi sitemik→malaise, demam, atau ruam yang sering
terjadi 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung selama
2-3 hari.
Dalam 6-11 hari setelah imunisasi → kejang demam
Ensefalitis pasca imunisasi
Pembengkakan kelenjar parotis → anak berusia sampai 4
tahun, biasanya terjadi pada minggu ketiga
Meningoensefalitis →imunisasi gondongan
trombositopeni →komponen rubela dari MMR.
untuk mengurangi demam→ paracetamol pada masa 5-12
hari setelah imunisasi.
53. Indikasi Kontra
Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau
gangguan imunitas,
Anak dengan alergi berat
Anak dengan demam akut.
Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG dan
vaksin virus hidup) dalam waktu 4 minggu.
vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah
pemberian imunoglobulin atau transfuse darah (whole blood).
Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV).
Setelah suntikan imunoglobulin, selama 6 minggu tidak boleh
mendapat vaksin rubela, kalau boleh sampai 3 bulan setelah
pemberian imunoglobulin atau produk darah yang mengandung
imunoglobulin (darah, plasma).
54. Haemophilus influenza tipe b
Vaksin Hib
Kapsul polyribosyribitol phosphate (PRP) menentukan
virulensi dari Hib. Vaksin Hib dibuat dari kapsul
tersebut.
Vaksin yang beredar di Indonesia adalah vaksin
konjugasi dengan membran protein luar dari Neisseria
meningitides yang disebut sebagai PRP-OMP dan
konjugasi dengan toksoid tetanus yang disebut sebagai
PRP-T.
55. Jadwal dan dosis
Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan.
PRP-OMP cukup diberikan 2 kali sedangkan PRP-T
diberikan 3 kali dengan jarak waktu 2 bulan.
Ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan
terakhir.
Apabila suntikan awal diberikan pada bayi berumur 6
bulan-1 tahun, 2 kali suntikan sudah menghasilkan
titer protektif; sedangkan setelah 1 tahun cukup 1 kali
suntikan tanpa memerlukan booster.
56. DEMAM TIFOID
Vaksin Demam Tifoid
1. Vaksin demam tifoid oral
dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen yang telah
dilemahkan, dalam perdagangan dikenal sebagai Ty-21 a.
Penyimpanan pada suhu 2°C- 8°C
Kemasan dalam bentuk kapsul, untuk anak umur 6 tahun atau lebih.
Cara pemberian tiap hari ke 1, 3 dan 5 ditelan 1 kapsul vaksin 1 jam sebelum
makan dengan minuman yang tidak lebih dari 37°C. Kapsul ke-4 pada hari ke-
7 terutama bagi turis.
tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau
antimalaria yang aktif terhadap salmonella.
pemberian vaksin polio oral ditunda dua minggu setelah pemberian terakhir
Imunisasi ulangan : tiap 5 tahun. Namun pada individu yang terus terekspos
dengan infeksi tifus sebaiknya diberikan 3 - 4 kapsul tiap beberapa tahun.
57. 2. Vaksin polisakarida parenteral
Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung
kuman Salmonella typhi, polisakarida 0,025 mg, fenol dan
larutan bufer yang mengandung natrium klorida, disodium
fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan.
Penyimpanan pada suhu 2°C - 8°C, jangan dibekukan.
Daluwarsa dalam 3 tahun.
Pemberian secara suntikan intramuskular atau subkutan
pada daerah deltoid atau paha.
Imunisasi ulangan tiap 3 tahun
Reaksi samping Iokal → bengkak, nyeri, kemerahan
ditempat suntikan. Reaksi sistemik → demam, nyeri
kepala, puling, nyeri sendi, nyeri otot, nausea, nyeri perut
jarang dijumpai.
Indikasi kontra : alergi terhadap bahan bahan dalam
vaksin. Juga pada saat demam, penyakit akut maupun
penyakit kronik progresif
58. VARISELA
Vaksin virus hidup varisela-zoster (galur OKA) yang
dilemahkan terdapat dalam bentuk bubuk-kering
(lyophilized). Vaksin varisela-zoster yang beredar di
Indonesia dapat disimpan pada suhu 2-8°C.
Bagi anak hanya diperlukan 1 dosis
Vaksin dapat diberikan bersama dengan vaksin MMR.
60. Kejadian ikutan pasca imunisasi
Reaksi dapat bersifat lokal (1 %), demam (1 %), dan
ruam papul-vesikel ringan.
1 % individu imunokompromais →varisela.
pasien leukemia →ruam pada 40% kasus setelah
vaksinasi dosis pertama, 4% diantaranya dapat terjadi
varisela berat yang memerlukan pengobatan asiklovir.
61. Indikasi kontra
tidak dapat diberikan pada keadaan demam
tinggi, pengobatan induksi penyakit keganasan atau 3
tahun fase radioterapi
Kortikosteroid (2 mg/kgBB per hari atau lebih).
pasien yang alergi aneomisin.
62. Hepatitis A
• Imunisasi pasif
• Indikasi
– Sebagai upaya pencegahan setelah kontak (kontak
serumah, kontak seksual, epidemi)
– Upaya profilaksis pasca paparan
– Upaya profilaksis pra paparan atau sebelum kontak
(pengunjung dari daerah non endemis ke daerah
endemis)
– Seyogyanya diberikan tidak lebih dari 2 minggu setelah
paparan.
63. Dosis
Normal human immune globulin (NHG) setiap mili-
meter mengandung 100 IU anti HAV, diberikan secara
IM dalam dengan dosis 0,002 ml/kg BB dan volume
total pada anak besar dan orang dewasa 5
ml, sedangkan pada anak kecil atau bayi tidak
melebihi 3 ml.
64. Rekomendasi profilaksis post exposure terhadap
VHA
Saat paparan
(minggu)
Usia (tahun) Rekomendasi
≤2 <2 IG
≥2 IG dan vaksin
>2 <2 IG
≥2 Vaksin
65. Profilaksis pre exposure terhadap pengunjung
dari daerah non endemis
Umur
(tahun)
Lama kunjungan Rekomendasi Keterangan
<2 <3 bulan IG 0,02 ml/kg 1 kali
3-5 bulan IG 0,06 ml/kg 1 kali
Jangka panjang IG 0,06 ml/kg Saat berangkat, diulang
setiap 5 bulan
≥2 <3 bulan Vaksin atau Ig 0,02
ml/kg
3-5 bulan Vaksin atau Ig 0,06
ml/kg
Jangka panjang Vaksin
66. • Imunisasi aktif
Imunisasi menyebabkan terbentuknya serum-neutralizing
antibodies terhadap epitop permukaan virus.
• Vaksin
– Vaksin dibuat dan virus yang dimatikan (inactivated vaccine).
Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien.
– Vaksin diberikan pada usia ≥2 tahun.
– Imunisasi diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster
diberikan antara 6 sampai 12 bulan setelah dosis pertama.
67. Indikasi vaksinasi HVA rekomendasi ACIP
Kandidat vaksinasi HVA
Imunisasi rutin Anak di daerah endemis HVA atau daerah dengan
wabah periodik
Risiko tinggi VHA Pengunjung ke daerah endemic
Pria homoseksual dengan pasangan ganda
IVDU (Intravenous drug user)
Pasien yang memerlukan konsentrat faktor VIII
Staf tempat penitipan anak (TPA)
Staf dan penghuni institusi untuk cacat mental
Pekerja dengan primate bukan manusia
Staf bangsal neonatologi
Risiko hepatitis fulminan Pasien PHK
Risiko menularkan HVA Anak usia 2-3 tahun di TPA
Penyaji makanan
68. • Efek samping
– Vaksin HVA cukup aman dan jarang menimbulkan efek
samping.
– Reaksi local merupakan efek samping.
– Reaksi local merupakan efek samping tersering (21%-
54%) tetapi umumnya ringan
– Demam dialami 4% resipien
– Vaksin hepatitis A yang tersedia saat ini semuanya
belum disetujui untuk diberikan kepada bayi berusia <2
tahun.
69. Influenza
Vaksin
Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif
(inactivated influenza virus). Terdapat 2 macam vaksin
yaitu whole virus dan split-virus vaccine.
Untuk anak dianjurkan pemakain jenis split-virus
vaccine, karena tidak mengakibatkan demam tinggi.
70. • Rekomendasi
ACIP merekomendasikan vaksinasi untuk anak ≥ 6 bulan yang
mempunyai risiko tinggi saja, vaksinasi dianjurkan setiap tahun.
Vaksinasi secara teratur juga dianjurkan untuk kelompok risiko tinggi
– Pasien asma dan kistik fibrosis
– Anak dengan penyakit jantung
– Anak yang menderita penyakit atau mendapat obat imunosupresif
– Anak yang terkena infeksi HIV
– Pasien sickle cell anemia dan hemoglobinopati lain
– Pasien penyakit ginjal kronis
– Pasien penyakit metabolic kronis seperti diabetes
– Penyakit yang memerlukan pengobatan aspirin jangka panjang, seperti
rematoid arthritis atau penyakit Kawasaki, yang berisiko timbulnya
sindrom Reye bila terinfeksi influenza
71. • Pedoman
– Vaksinasi influenza diberikan sebelum KLB terjadi.
– Pada anak atau dewasa dengan gangguan fungsi imun,
diberikan 2 dosis dengan jarak interval minimal 4 minggu,
untuk mendapatkan antibody yang memuaskan.
– Vaksin diberikan dengan suntikan subkutan dalam atau IM.
– Satu dosis vaksin secara teratur setiap tahun dapat diberikan
pada usia 9 tahun keatas.
– Vaksinasi biasanya diberikan sebelum musim penyakit
influenza datang.
72. Reaksi KIPI
Reaksi lokal nyeri, eritema dan indurasi pada tempat
suntikan, lamanya 1-2 hari.
Gejala sistemik tidak spesifik berupa demam, lemas, dan
mialgia (flu-like symptom) timbul beberapa jam setelah
penyuntikan, terutama pada anak yang muda.
73. Indikasi Kontra
Individu dengan hipersensitif anafilaksis terhadap
pemberian vaksin influenza sebelumnya
Seseorang yang menderita penyakit demam akut sedang
dan berat.
Ibu hamil dan menyusui.
74. Pneumokokus
• Rekomendasi
Vaksin pneumokokus dianjurkan diberikan pada,
– Lansia di atas 65 tahun
– Seseorang dengan asplenia, termasuk anak dengan penyakit sickle
cell usia >2 tahun. Bila mungkin imunisasi diberikan 2 minggu
sebelum splenektomi.
– Pasien imunokompromise yang mempunyai risiko tinggi untuk
menderita penyakit infeksi pneumokokus (HIV/AIDS, sindrom
nefrotik, multiple myeloma, limfoma, penyakit Hodgkin dan
transplantasi organ)
– Pasien imunokompeten yg mendeerita penyakt kronis dan
mempunyai risiko mendapat komplikasi penyakit karena
pneumokokus (penyakit jantung kronis, penyakit paru atau ginjal
kronis, diabetes dan alcoholism)
– Pasien kebocoran cairan serebrospinal.
75. Dosis dan Cara Pemberian
Vaksin diberikan dalam dosis tunggal 0,5 ml, secara
IM atau subkutan dalam di daerah deltoid atau paha
tengah lateral.
Imunisasi ulangan hanya diberikan bila seorang anak
mempunyai risiko tinggi tertular pneumokokus,
setelah 3-5 tahun atau lebih.
76. KIPI
Sebanyak 30-50% resipien akan mengalami eritem
atau nyeri ringan pada tempat suntikan, lamanya <48
jam. Reaksi lain berupa demam dan mialgia di dapat
pada <1% anak.
77. • Kontra Indikasi
– Satu-satunya kontra indikasi absolute bila timbul
anafilaksis setelah pemberian vaksin atau komponen
vaksin. Sedangkan kontra indikasi relative vaksinasi
pneumokokus, adalah:
– Umur<2 tahun,
– Dalam pengobatan imunosupresan atau radiasi kelenjar
limfe,
– Kehamilan,
– Telah mendapat vaksin pneumokokus dalam kurun
waktu 3 tahun.
78. Rotavirus
• Vaksin
Vaksin rotavirus yang telah ada di pasaran berasal dari human
RV vaccine RIX 4414, dengan sifat sebagai berikut.
– Live, attenuated, berasal dari human galur 89-12.
– Monovalen, berisi RV tipe G1, P1A (P8), mempunyai epitop yang
sama dengan RV tipe G1, G3, G4 dan G9 yang merupakan mayoritas
isolate yang ditemukan pada manusia.
– Vaksin diberikan secara oral dengan dilengkapi buffer dalam
kemasannya
– Pemberian dalam 2 dosis pada umur 6-12 minggu dengan interval 8
minggu.
– Faktor-faktor yang mempengaruhi imunogenitas vaksin RV,
• Apabila diberikan bersamaan dengan OPV
• Masih terdapatnya antibody maternal
• Adanya bakteri enteric pathogen di dalam usus.