SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 32
Descargar para leer sin conexión
- 1 -
IDENTIFIKASI INSTRUMEN PELAKSANAAN AKUNTABILITAS NASIONAL
DI LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA*
Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara
Deputi Bidang Kajian Administrasi Negara
Lembaga Administrasi Negara
Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia
Abstrak
Akuntabilitas merupakan salah satu prinsip utama tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance) yang mengisyaratkan adanya perwujudan kewajiban seseorang
atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian
sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara
periodik. Disamping sebagai sebuah prinsip, akuntabilitas juga telah dijadikan oleh
Pemerintah sebagai suatu kebijakan nasional yang mengatur mengenai
penyelenggaraan pemerintahan dari tingkat pusat maupun daerah. Diharapkan
Pedoman Akuntabilitas Nasional ini dapat memberikan kejelasan bagi para pengambil
kebijakan dalam upaya meningkatkan akuntabilitas para penyelenggara negara dalam
rangka kesadaran hukum dan penegakan hukum di Indonesia.
Kata Kunci : Akuntabilitas Nasional, Pemerintahan Yang baik, Penyelenggaraan
Negara/Pemerintahan.
*
Disarikan dari hasil kajian Pengembangan Instrumen Akuntabilitas Nasional, Pusat Kajian Hukum Administrasi
Negara, Tahun 2011.
PENDAHULUAN
Reformasi di Indonesia telah
berjalan satu dekade lebih, namun hasil
yang ditorehkan melalui semboyan
reformasi tersebut belum menunjukkan
adanya perubahan yang berarti
khususnya dalam tubuh birokrasi di
negara ini. Semangat reformasi yang
menginginkan tercapainya
penyelenggaraan pemerintahan yang
terbebas dari unsur-unsur Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN) sama sekali belum
dapat terwujudkan karena lemahnya
pengawasan dan minimnya peraturan
yang mengatur tentang akuntabilitas
lembaga negara. Fenomena seputar
pemerintahan yang mencerminkan betapa
buruknya negeri ini tentunya menjadi
agenda besar dan fokus dari reformasi
selanjutnya.
Penyelenggaraan negara yang
bebas dari praktek-praktek KKN belum
dapat terlaksana dengan baik yang dapat
kita saksikan setiap hari di televisi
maupun di koran yang memberitakan
kasus korupsi pejabat di negara ini
setidaknya dapat membuka mata hati kita
bahwa ternyata negara kita ini belum
sepenuhnya bebas dari jeratan KKN.
Permasalahan ini sebenarnya sudah ada
sejak lama dan sudah mendarah daging
ditubuh birokrasi negeri ini. Banyak
pejabat di instansi pemerintah maupun
BUMN yang dengan bangga dan dengan
santainya melakukan KKN. Hal ini salah
satunya disebabkan karena belum adanya
aturan/pedoman pertanggungjawaban
yang mendorong setiap pejabat instansi
pemerintah maupun lembaganya dalam
melaporkan setiap kegiatan maupun
dalam penggunaan anggaran negara.
Kondisi ini merupakan salah satu faktor
yang utama dari buruknya birokrasi di
Indonesia. Oleh karena itu, fokus
mengenai akuntabilitas penyelenggaraan
negara atau yang nantinya disebut sebagai
akuntabilitas nasional menjadi kajian yang
wajib diperdalam sehingga akan tercipta
penyelenggaran negara yang bebas dari
unsur-unsur KKN.
Di Indonesia, prinsip akuntabilitas
nasional ini secara eksplisit sudah
dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Bahkan dalam Undang-Undang tersebut
juga dinyatakan bahwa sebagai asas
umum penyelenggaraan negara,
akuntabilitas nasional adalah merupakan
asas yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tinggi negara.
Penyelenggara negara yang
dimaksud di atas, meliputi pejabat negara
yang menjalankan fungsi eksekutif,
legislatif, yudisial, serta Direksi dan
Komisaris pada BUMN dan BUMD, Bank
Indonesia, Perguruan Tinggi Negeri, TNI
dan POLRI, lembaga auditif, lembaga
moneter, serta lembaga negara non
struktural.
Dari uraian tersebut di atas,
terdapat 2 (dua) hal yang positif dan
penting untuk dipahami, yakni:
(1) akuntabilitas nasional dapat
ditetapkan secara formal, sebagai asas
penyelenggara negara dan dimaknai
sebagai upaya mempertanggung
jawabkan hasil pelaksanaan dari
program dan kegiatan yang telah
ditetapkan oleh setiap
instansi/lembaga pemerintah kepada
masyarakat/rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi, dan
(2) akuntabilitas nasional sedikitnya
harus menyebutkan pelaku atau siapa
dari setiap lnstansi/lembaga yang
harus ber-
akuntabel/mempertanggungjawabkan
atau menjalankan fungsi
pemerintahan, baik eksekutif, legislatif,
dan yudisial, serta Direksi, dan
komisaris pada BUMN dan BUMD,
Bank Indonesia, Perguruan Tinggi
Negeri, TNI dan POLRI, dan pimpinan
dari instansi/lembaga: auditif,
moneter, lembaga negara non
struktural.
Dengan demikian akuntabilitas
nasional ini nantinya dapat dijadikan
sebagai instrumen untuk mewujudkan
good governance. Undang-undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Undang-undang ini, ditunjang dengan
peraturan yang mengatur tentang
akuntabilitas nasional, dapat dijadikan
sebagai instrumen yang mengatur lebih
detail tentang bentuk akuntabilitas
penyelenggara lembaga/instasi negara
yang lain baik secara eksplisit dalam
konteks yang lebih luas (tidak hanya
dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan negara yang bersih dan
bebas dari KKN) dan mengatur tentang
mekanisme akuntabilitas publik oleh
semua lembaga/instansi tersebut.
Selama ini, implementasi
akuntabilitas di Indonesia diatur dalam
Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(AKIP) yang secara detail dalam
opersionalnya diatur dalam keputusan
kepala LAN Nomor 589/IX/6/Y/1999
tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan
AKIP sebagaimana telah dicabut dengan
Keputusan Kepala LAN Nomor
239/IX/6/Y/ 2003 tentang Pedoman
Penyusunan Pelaporan AKIP.
Ditinjau dari aspek kelembagaan
sistem akuntabilitas ini, memang sudah
ditetapkan dalam Inpres Nomor 7 Tahun
1999, yang selanjutnya didukung oleh
Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang
memiliki tugas dalam pengembangan
sistem AKIP, sedangkan Badan Pengawas
Keuangan Pengembangan (BPKP)
memiliki tugas untuk mengevaluasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) tersebut.
Dalam perkembangannya, Inpres
Nomor 7 Tahun 1999 tersebut pada tahun
2004 ditindaklanjuti oleh Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara
(MenPAN) dengan membentuk Deputi
Bidang Akuntabilitas sehingga LAKIP ini
selanjutnya disampaikan dan
dievaluasikan oleh Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara
(MenPAN) tersebut.
Dari uraian tersebut di atas,
tampak bahwa adanya perbedaan yang
mencolok dengan apa yang diatur oleh PP
Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan
Keuangan Kinerja Instansi Pemerintah,
yang lebih menekankan pada kinerja
pada kerangka keuangan† dengan unit
†
Kinerja dalam kerangka penggunaan dan
pertanggungjawaban anggaran sebagaimana
diamanahkan dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara Pasal 55. Tinjauan lebih detail
analisis pada kegiatan dan atau program,
akuntabilitas kinerja yang diatur dalam
Keputusan Kepala LAN Nomor
239/IX/6/8/2003 tentang pedoman
penyusunan pelaporan AKIP merupakan
pedoman yang diarahkan kedalam
perspektif pada kerangka/ perspektif
manajemen dan dengan menggunakan
unit analisis yang pada tingkat organisasi
secara utuh atau menyeluruh.
Sedangkan ditinjau dari sudut
pandang yang lain, sistem AKIP
sebagaimana diatur dalam Keputusan
Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003
masih relatif belum menekankan pada
akuntabilitas publik, melainkan lebih lebih
merupakan akuntabilitas administratif
atau vertikal. Sehingga aturan yang telah
ada tersebut hanya mengatur tentang
akuntabilitas administrative atau vertical
saja, hal ini dapat diketahui melalui aturan
yang diatur dalam inpres Nomor 7 Tahun
1999. Namun sayangnya terkait dengan
akuntabilitas publik mengenai pada
aspek: siapa yang harus menyajikan
akuntabilitas tersebut, meliputi instansi
pemerintah mencakup Kementrian, LPDN,
Propinsi, Kabupaten/ Kota, Markas Besar
TNI, POLRI, dan sekretariat lembaga
tertinggi negara (DPR/MPR, MA, BPK, dan
mengenai hal ini disajikan pada Bab II khususnya dalam
Tinjauan Kebijakan.
lain-lain), masih belum disampaikan
secara jelas.
Sehubungan dengan adanya
komitmen terhadap akuntabilitas publik
yang diberikan oleh instansi pemerintah,
dalam perkembangan kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah ada salah satu
kebijakan yang cukup mengembirakan,
yakni dengan berlakunya PP Nomor 3
Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(LPPD) kepada DPRD, dan Informasi
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (LPPD) Kepada Masyarakat,
sebagai pengganti PP Nomor 56 Tahun
2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
Walaupun demikian kebijakan
tersebut, merupakan kebijakan yang
hanya mengatur tentang
pertanggungjawaban dalam konteks
pemerintahan daerah, namun jika dilihat
dari aspek substansinya, maka
penyampaian informasi kepada
masyarakat masih jauh dari harapan
terkait dengan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah tersebut. Oleh
karena itu, Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (LPPD) secara
implisit harus menekankan pada
keharusan melaporkan kinerjanya
tersebut, walaupun demikian dalam
konteks Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (LPPD) kinerja yang
dimaksud disini adalah hanya lebih
ditekankan pada tingkat pencapaian
Standar Pelayanan Minimal (SPM), bukan
tingkat kinerja yang sesungguhnya.
Dewasa ini, adanya tuntutan dan
harapan dari semua pihak terus
berkembang menginginkan agar
akuntabilitas nasional dapat segera
diwujudkan, supaya semua instansi
pemerintah yang meliputi: Kementrian,
LPDN, Propinsi, Kabupaten /Kota, Markas
Besar TNI, POLRI, dan sekretariat lembaga
tertinggi negara (DPR/MPR, MA, BPK, dan
lain-lain), dan Kementrian, LPDN,
Propinsi, Kabupaten /Kota, Markas Besar
TNI, POLRI, dan sekretariat lembaga
tertinggi negara (DPR/MPR, MA, BPK, dan
lain-lain), dapat memberikan
kewajibannya untuk
mempertanggungjawabkan keuangan dan
kinerjanya, selain kepada atasan (yang
memiliki hak untuk meminta
pertanggungjawaban), juga kepada rakyat
(yang memiliki manadat). Dengan
demikian akuntabilitas nasional ini
nantinya dapat memberikan kewajiban
mempertanggung-jawabkan keuangannya
dan kinerjanya, pada semua instansi
pemerintah yang lainnya seperti: -
eksekutif, (- legislatif (DPR dan DPD); -
yudisial (MK dan MA); - auditif (BPK); -
moneter (BI); - lembaga negara non
struktural (KY, KPK, KPPU, Komnas Ham,
Ombusdman, KPI), dan Kementrian, LPDN,
Propinsi, Kabupaten /Kota, Markas Besar
TNI, POLRI, dan sekretariat lembaga
tertinggi negara (DPR/MPR, MA, BPK, dan
lain-lain) serta kewajiban
mempertanggung-jawabkan kepada
publik terkait dengan program kegiatan
yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Dari berbagai uraian di atas, yang
menjelaskan mengenai konsep, kebijakan,
dan implementasi praktek yang
menyangkut akuntabilitas di Indonesia
mulai dari tingkat pusat, sampai daerah
serta lembaga/ instansi pemerintah yang
lainnya, ditinjau dari aspek pihak pelaku
(individu), kelompok/organisasi,
instansi/lembaga pemerintah yang
bertindak sebagai penerima akuntabilitas
tersebut, baik dari substansi, mekanisme,
maupun kelembagaan maka perlu
dikembangkan suatu sistem akuntabilitas
yang lebih komprehensif, yang berupa
akuntabilitas nasional.
Hasil kajian yang disusun ini
dimaksudkan untuk memberikan
gambaran mengenai apa, mengapa,
bagaimana, dan kepada siapa
akuntabilitas itu dilaksanakan baik oleh
setiap lembaga negara, individu (pejabat
negara), lembaga Non Departemen,
Komisi, maupun BUMN yang memiliki
mandat untuk melaksanakan tugas dan
fungsi penyelenggaraan negara.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum akuntabilitas sangat
erat kaitannya dengan instansi/lembaga
pemerintah, dan kaintannya dengan
mempertanggungjawabkan kinerjanya.
Namun demikian belum ada satu definisi
tentang akuntabilitas yang bisa diterima
oleh semua pakar/ahli.
Di Indonesia, klarifikasi konseptual
mengenai definisi makna akuntabilitas
adalah penting dan mendesak karena
penyelenggaraan pemerintahan
khususnya di masa lalu yang sangat
membatasi berkembangnya akuntabilitas
publik. Pandangan lama tentang makna
akuntabilitas dan penerapannya yang
telah mengakar tentunya tidak begitu
mudah untuk dihilangkan. Oleh karena itu
definisi baru tentang akuntabilitas perlu
ditetapkan, disebarluaskan serta
dilakukan berbagai upaya untuk
penerapannya.
Selain itu, mendesaknya klarifikasi
konseptual untuk dilakukan adalah fakta
adanya berbagai pendapat mengenai
definisi akuntabilitas dalam sistem
pemerintahan demokratis. Masalah
klarifikasi konseptual harus dipandang
sebagai suatu masalah akademik dan
merupakan dasar dari langkah-langkah
penyusunan dan implementasi
mekanisme akuntabilitas (Turner, 2000).
Akuntabilitas (accountability)
merupakan istilah yang diterapkan untuk
mengukur apakah dana publik telah
digunakan secara tepat untuk tujuan di
mana dana publik tadi ditetapkan dan
tidak digunakan secara ilegal (Hatry,
1980). Selanjutnya dalam
perkembangannya, akuntabilitas
digunakan oleh pemerintah untuk melihat
akuntabilitas efisisensi ekonomi program
melalui usaha untuk mencari dan
menemukan apakah ada penyimpangan
staf atau inefisiensi penggunaan atau ada
prosedur yang tidak diperlukan.
Akuntabilitas dan responsibilitas
hakekatnya merupakan standar
profesional yang harus dilaksanakan oleh
aparat pemerintah dalam memberikan
pelayananan kepada masyarakat.
Akuntabilitas dan responsibilitas publik
dapat juga dipergunakan sebagai
alat/sarana untuk menilai kualitas kinerja
aparat pemerintah sehingga mereka dapat
mengenali dengan benar kekuatan dan
kelemahannya (Islamy, 1998). Dengan
demikian, Akuntabilitas publik
merupakan landasan bagi proses
penyelenggaraan pemerintahan dan
keberadaannya diperlukan karena
aparatur pemerintah harus
mempertanggungjawabkan tindakannya.
Selanjutnya, Finner dalam Darwin
(1993) menjelaskan akuntabilitas
merupakan konsep yang berkenaan
dengan standar eksternal yang
menentukan kebenaran suatu tindakan
oleh administrasi negara (birokrasi
publik). Akuntabilitas ini yang menilai
adalah orang atau institusi yang berada di
luar birokrasi publik.
Akuntabilitas sering disebut
sebagai tanggungjawab yang bersifat
obyektif (objective responsibility).
Responsibilitas obyektif bersumber
kepada adanya pengendalian dari luar
(external control) yang mendorong atau
memotivasi aparat pemerintah untuk
bekerja keras sehingga tujuan three E’s
(economy, efficiency and effectiveness) dari
organisasi dapat tercapai (Denhardt,
1991).
Membahas konsep tanggungjawab
birokrasi pemerintah terhadap publik,
tidak dapat dilepaskan dari konsep
responsibilitas (responsibility),
sebagaimana dikemukakan oleh Carl J.
Friedrich (dalam darwin, 1993). Konsep
tersebut berkenaan dengan standar
profesional dan kompetensi teknis yang
harus dimiliki oleh aparat birokrasi
pemerintah dalam menjalankan tugas-
tugasnya. Aparat birokrasi pemerintah
dikatakan responsibel jika pelakunya
memiliki standar profesional atau
kompetensi teknis yang tinggi, dan
karenanya diperlukan standar penilaian
tersendiri yang sifatnya administratif atau
teknis, bukan politis.
Konsep pertanggungjawaban
aparat birokrasi pemerintah tersebut,
karena tuntutan ini disebut juga
administrative responsibility atau menurut
istilah Denhardt (1991) disebut subjective
responsibility yaitu pertanggungjawaban
yang bersumber pada sifat subyektif
individu aparat (internal control), yang
lebih mengedepankan nilai-nilai etis dan
kemanusiaan yang terangkum dalam EEF
(equity, equality and fairness) dalam
memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan tugas-tugas administratif
lainnya.
Selanjutnya, Etzioni (1975)
menyatakan perlunya melihat
administrative accountability sebagai
sarana untuk menarik perhatian terhadap
adanya real politics of administrative life
dan ia menekankan perlunya dua macam
pendekatan terhadap akuntabilitas, yakni
pertama: pendekatan moral yang melihat
akuntabilitas sebagai seruan dan
pendidikan bagi orang-orang yang
memiliki kesadaran akan tanggungjawab
moralnya; dan kedua: pendekatan hukum
yang lebih memfokuskan perhatiannya
pada mekanisme checks and balances dan
persyaratan-persyaratan pelaporan
formal, baik di dalam maupun di luar
organisasi administrasi.
Sementara itu, J.B Ghartey dalam
Salleh dan Iqbal (1995) menyebutkan
bahwa akuntabilitas ditujukan untuk
mencari jawaban atas pertanyaan yang
berhubungan dengan pelayanan apa, oleh
siapa, kepada siapa, milik siapa, yang
mana dan bagaimana. Pertanyaan
tersebut membutuhkan jawaban meliputi
apa yang harus dipertanggungjawabkan,
mengapa pertanggungjawaban tersebut
harus diberikan, siapa yang harus
bertanggungjawab atas berbagai kegiatan
tersebut, apakah pertanggungjawaban
tersebut berjalan sesuai dengan
kewenangan yang dimiliki. Sehingga
akuntabilitas dapat dipergunakan sebagai
instrumen untuk mengontrol berbagai
kegiatan dalam mencapai hasil yang
ditentukan dalam bidang pelayanan
publik.
Dari berbagai uraian di atas yang
menyebutkan definisi akuntabilitas
publik, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi sekaligus sebagai
pemilik dari seluruh sumber-sumber
kekayaan, kewenangan, dan kekuasaan.
Oleh karena itu, sangat wajar apabila
pemegang kekuasaan yang telah
menggunakan sumber-sumber kekayaan
yang berasal dari rakyat tersebut harus
mempertanggung-jawabkan kepada
rakyat.
Dengan perkataan lain, setiap
aparatur pemerintah harus dapat
mempertanggungjawabkan segala sikap,
perilaku, dan kebijakan yang telah diambil
kepada publik selama mereka
menjalankan tugas, wewenang, dan
tanggungjawab, yang telah diberikan
kepadannya. Konsep pertanggungjawaban
demikian, dalam studi administrasi negara
disebut dengan akuntabilitas publik.
Hal ini senada, dengan yang
disampaikan oleh Hughes (1992) bahwa:
“government organization are created
by the public, for the public and need to
be accountable to it”. (Organisasi
pemerintah dibuat oleh publik dan
untuk publik, karenannya perlu
mempertanggungjawabkannya kepada
publik.)
Berdasarkan uraian tersebut di
atas, tentang berbagai definisi atau
pengertian akuntabilitas publik maka
dapat ditarik suatu kesimpulan, ada empat
dimensi dari akuntabilitas, yaitu: (1) siapa
yang harus melaksanakan akuntabilitas
(ada pihak yang melaksanakan
akuntabilitas); (2) kepada siapa mereka
harus berakuntabilitas (akuntabilitas
dilaksanakan kepada siapa); (3) apa
standar atau ukuran yang harus
digunakan untuk penilaian akuntabilitas
(ada mekanisme akuntabilitas) ini; dan
(4) ada nilai yang terkandung dalam
akuntabilitas itu sendiri.
Dalam perkembangannya,
pengertian akuntabilitas ini sering
dikaitkan dengan good governance, dalam
kaitannya dengan mencapai efisiensi,
dalam penyelenggaraan
pemerintahan/negara oleh stakeholder
yang terlibat. Ide dasar dari akuntabilitas
ini, adalah kemampuan seseorang atau
organisasi atau penerima amanat untuk
memberikan jawaban kepada pihak yang
memberikan amanat atau mandat
tersebut. Semua unit organisasi, apakah
dipilih atau ditunjuk, dapat dikatakan
akuntabel ketika organisasi atau penerima
amanat untuk memberikan jawaban
kepada pihak yang memberikan amanat
atau mandat tersebut mampu
menjelaskan dan mempertanggung-
jawabkannya atas semua
tindakan/kegiatan yang telah mereka
lakukan, dan sanggup menerima sanksi
atas tindakan yang tidak layak atau
dianggap tidak dapat
dipertanggungjawabkannya.
Terkait dengan konsep dan aplikasi
akuntabilitas ini, sebenarnya sudah ada
selama ini, namun seiring dengan adanya
perubahan dari lingkungan terkait dengan
tuntutan akuntabilitas nasional ini
semakin hari semakin menjadi
besar/kuat. Tuntutan akuntabilitas
nasional ini, juga semakin besar seiring
dengan semakin sedikitnya/lemahnya
fungsi kontrol yang dilakukan oleh local
democratic control (kelompok-kelompok
yang dipilih oleh masyarakat) baik yang
berupa Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
atau lembaga swadaya masyarakat yang
lainnya.
Tujuan yang mendasari munculnya
local democratic control yakni untuk
mengarahkan instansi/lembaga
penyelenggaraan pemerintahan/Negara
menggunakan bentuk akuntabilitas
langsung kepada publik. Namun
sayangnya, organisasi baru ini belum
memiliki publik, organisasi baru ini juga
masih belum memiliki bentuk
akuntabilitas yang sesuai dengan
keberadaannya.
Dengan demikian organisasi baru
yang masuk dalam kelompok local
democratic control ini direkrut biasanya
berdasarkan profesionalisme oleh
eksekutif yang memberikan dana dalam
operasionalnya. Jelas bahwa organisasi
baru ini membutuhkan mekanisme
akuntabilitas yang berbeda mengingat
perbedaan rekrutmen antara keduanya.
Secara tradisional, konsep
akuntabilitas ini diberlakukan sebagai
subordinate dari sebuah konsep
pertanggungjawaban. Kata accountability
dalam konsep ini pada dasarnya
mengandung arti, penerima tanggung
jawab yang harus selalu siap untuk ‘calling
to account’ atau menjelaskan
pertanggung-jawaban (explanation of
responsibility).
…dalam suatu sistem organisasi,
pegawai bertanggung jawab pada
organisasi atau pada orang lain
(kelompok orang, atasan) untuk
melaksanakan tanggung jawab
yang diserahkan padanya. Hal ini
berarti orang ini harus bertindak
dalam konteks hubungan dengan
organisasi/orang lain/kelompok/
atasan yang dapat memaksa
mereka untuk meminta penjelasan
dari pegawai ini tentang apa yang
sudah dilakukan dan mana yang
belum dilakukan. Sehingga dalam
kontek pertanggungjawaban orang
ini harus bertanggung jawab akan
kinerjanya, dan juga merupakan
subyek atau penilaian, pengarahan,
permintaan, informasi atas
tindakan mereka (Thynne and
Goldring, 1987, 8)
Akuntabilitas dapat juga diartikan
sebagai “suatu cara melalui mana individu
dan organisasi melaporkan kepada pihak
yang dianggap memiliki wewenang dan
dituntut bertanggung jawab atas segala
tindakannya (Edward and Hulme 1996,8).
Pada dasarnya, definisi
akuntabilitas ini selalu dikaitkan dengan
tuntutan agar seseorang atau
lembaga/instansi akuntabel. Seperti yang
dikatakan oleh Leat sebagaimana dikutip
oleh McDonald (1997, 53).
“Accountabilityis defined as ’the right to
require an account’ and also ‘the right
to impose sanctions if the account or
the actions accounted for are
inadequate”.
Pengertian akuntabilitas ini akan
cenderung memiliki arti yang lebih
kompleks dalam suatu organisasi sektor
publik daripada dalam organisasi sektor
swasta. Perbedaan ini nampak bahwa,
dalam sektor swasta, manajer dan pekerja
dituntut untuk akuntabel terhadap
stakeholder yang mudah diidentifikasi,
misalnya pelanggan atau pemilik saham,
terkait dengan: keuntungan, kerugian dan
perhatian terhadap pengurangan biaya
produksi mendominasi, dan secara rutin
dapat disampaikan dalam setiap laporan
yang dibuatnya. Sementara seorang
pimpinan yang mempunyai kewenangan
penuh dalam menentukan nasib
karyawannya merupakan sumber utama
terhadap mekanisme penguatan
akuntabilitas tersebut.
Sebagai gambaran awal tentang
karakteristik proses akuntabilitas di
sektor swasta yang dapat dikatakan
lebih/sangat sederhana ini, dapat
dandingkan dengan keadaan disektor
publik. Pada sektor publik, akuntabilitas
harus berhadapan dengan stakeholder
yang beragam dengan kepentingan yang
berbeda, dan masing-masing sangat sulit
di identifikasi, dan bisa-jadi terdapat
beberapa kepentingan, bahkan
bertentangan satu sama lain.
Akuntabilitas dalam sektor publik
dapat digambarkan sebagai sistem
elektoral, yang jarang sekali memberikan
mandat yang jelas untuk isu-isu yang
spesifik. Selain itu, seringkali sistem check
and balances diantara cabang-cabang
kekuasaan negara yang berperan
memperkuat mekanisme akuntabilitas
justru malah menciptakan konflik
kewenangan, dengan adanya kebijakan
yang justru melemahkan akuntabilitas
pemerintah itu sendiri.
Permasalahan lain yang timbul
terkait dengan akuntabilitas ini adalah
kenyataan bahwa organisasi publik yang
ada saat ini ada, justru banyak yang
mengadopsi konsep dari organisasi
swasta. Sehingga berbagai konsep swasta
yang diadopsi tersebut, pada dasarnya
malah mementingkan hasil sebagai
indikator utama dari keberhasilan
organisasi, Dengan demikian dapat
menyebabkan munculnya isu
akuntabilitas pada sektor publik yang
mengedepankan hasil (improved
performance matters) dari pada proses
yang harus dijalani. Keadaan yang
demikian ini akan menimbulkan
tantangan baru bagi sektor untuk
melakukan akuntabilitas terhadap hasil
(performance) yang dicapai oleh suatu
organisasi.
Dari berbagai uraian tersebut di
atas, nampak bahwa organisasi publik
yang memiliki mandat ini sangat berbeda
dengan sektor swasta kaitannya dengan
persoalan akuntabilitas tersebut. Dari sisi
pendanaan, berbagai tugas yang
dilaksanakan oleh suatu organisasi yang
masuk dalam kategori organisasi publik
ini, sebagian besar dibiayai dari sektor
pajak, dimana penentuan biayanya sering
kali lebih banyak meng-cover aspek sosial,
serta melaksanakan fungsi memberikan
pelayanan pada masyarakat yang tidak
mampu, untuk mendapatkan akses
terhadap barang dan jasa. Dari
pertanggungjawaban mandat yang
diberikan ini akan memberikan kontribusi
terhadap kompleksitas dari cakupan
akuntabilitas dalam sektor publik
tersebut, contohnya: mempertimbangkan
kriteria efisiensi, efektivitas dan keadilan.
Beberapa uraian di atas,
mengambarkan kompleksitas masalah
yang terjadi, dan dapat dipergunakan
untuk melakukan pengkajian lebih
mendalam mengenai karakteristik,
sekaligus cara kerja dari akuntabilitas
yang ada di sektor publik. Dengan
demikian akuntabilitas sebagai konsep
dalam administrasi publik tersebut
dianggap sebagai sarana yang mutlak
diperlukan untuk mencegah praktek KKN,
dan pada gilirannya dapat dipergunakan
untuk menegakkan pemerintahan yang
demokratis di Indonesia.
Selain pengertian akuntabilitas di
atas, menurut The Public Administration
Dictionary: ”accountability” diartikan
sebagai kondisi dimana suatu individu
yang menjalankan kewenangan dibatasi
oleh sarana eksternal dan norma internal
(“a condition in which individuals who
exercise power are constrained by
eksternal mean and by internal norms”)
(Chandler and Plano 1988). Namun dari
definisi akuntabilitas tersebut juga
memberikan pengertian secara eksternal,
yang dapt diartikan sebagai masyarakat
warganegara, anggota Parlemen, pejabat
politik dan pejabat pemerintah, peradilan
dan sebagainya. Hukum, peraturan dan
prinsip moral yang diatur dalam
masyarakat bisa menjadi rambu
pembatas. Sedangkan pengertian ”public”
dalam public accountability mengandung
makna, yaitu berkaitan dengan
keterbukaan (openness) dan dalam
konteks publik domain.
Penjelasan yang lebih detail
mengenai kedua makna antara
akuntabilitas (accountability) dan publik
(public), tersebut dapat diketahui sebagai
berikut (Bovens, 2005):
In the first place, used in this context,
‘public’ should be understood to mean
‘openness’. Account is not rendered
discretely, behind closed doors, but is in
principle open to the general public.
The information provided about the
actor’s conduct is widely accessible,
hearings and debates are open to the
public and forum broadcasts its
judgement to the general public. In the
second place, ‘public’ refers to the
object of the account to be rendered.
Public accountability mainly regards
matters in public domain, such as the
spending of public funds, the exercise of
public authorities, or the conduct of
public institutions. It is not necessarily
limited to public organisations, but can
extend to private bodies that exercise
public privileges or receive public
funding.
Secara umum terkait dengan jenis
akuntabilitas ini, ada beberapa pakar/ahli
yang memberikan pemisahan/
pengelompokan secara tegas tentang jenis
akuntabilitas tersebut, yang salah
satunnya disampaikan oleh Day Klien
(dalam Ferlie et als, 1996) yang
membedakan akuntabilitas dalam 2 (dua)
kategori yaitu political accountability dan
Managerial accountability.
Pertama, political accountability
ini diartikan sebagai proses dimana
delegated authority atau sebagai
penerima/pemegang mandat dari publik,
harus bertanggungjawab atau menjawab
pertanyaan atas tindakan yang mereka
lakukan kepada publik, secara langsung
dalam kelompok masyarakat yang lebih
kecil atau sederhana, maupun dalam
kelompok masyarakat yang lebih luas atau
kompleks.
Salah satu bentuk akuntabilitas
yang dianggap sangat ideal untuk
menggambarkan political accountability
ini, adalah ministerial accountability,
dimana pucuk pimpinan organisasi publik
memberikan akuntabilitas kepada
lembaga perwakilan. Namun seiring
dengan kompleksitas pekerjaan dan
besarnya jumlah departemen atau
organisasi pemerintah
pemerintahan/negara, proses ini menjadi
semakin tidak efektif walaupun
mekanisme akuntabilitas ini dilakukan
melalui komisi. Apalagi konsep ini juga
sering sekali mendapatkan banyak
pertanyaan tentang makna direct public
accountability atau lebih dikenal dengan
akuntabilitas langsung kepada publik atau
rakyat.
Kedua, managerial accountability
sebagai salah satu dari kategori
akuntabilitas publik yang diartikan
sebagai proses dimana delegated authority
atau penerima/ pemegang mandat dari
publik tersebut, harus mempertanggung
jawabkan atau dengan menjawab
pertanyaan atas pelaksanaan dari tugas
yang sudah disepakati sebelumnya sesuai
dengan/ berdasarkan kriteria dan standar
yang sudah disepakati atau ditetapkan
dari awal. Sebagai contoh cara untuk
melakukan akuntabilitas manajerial ini
adalah: (-) fiscal audit; (-) managemen by
objectives techniques, dan (-) individual
appraisal system.
Dalam konteks Managerial
Accountability ini, pengembangan format
akuntabilitas sangat memungkinkan
untuk dilakukan, hal ini disebabkan oleh
karena pada dasarnya dalam akuntabilitas
ini hanya terdapat 3 (tiga) komponen
penting yakni: (a) adanya
indikator/standar yang disepakati; (b)
prinsip bukti yang akurat, relevan dan
cukup; serta (c) proses penilaian yang
akurat dan baik. Dari beberapa penjelasan
diatas, nampak bahwa managerial
accountability memiliki batasan atau
cakupan yang lebih sempit dan secara
alamiah memang sudah ada, dan dibangun
dalam organisasi (bounded in nature)
tersebut.
Dari proses sampai dengan
mekanisme dari akuntabilitas ini memang
relatif lebih sederhana untuk dibangun
serta kontrol, namun akuntabilitas itu
sendiri, ada kecendeungan lebih bersifat
manajerial atau administratif jika
dikaitkan dalam struktur organisasi yang
riil, dan penerapan kontrol sosial ini
dirasakan masih rendah. Hal ini sangat
berbeda dengan political accountability
yang hampir sama memiliki kesamaan
standar untuk menilai akuntabilitasnya
dengan memiliki kontrol manajerial atau
administratif yang rendah, namun juga
memiliki kontrol sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Managerial
Accountability.
Dengan melihat perbedaan dari
derajat kontrol sosial dan manajerial ini,
yang selanjutnya digunakan oleh Moiz
(dalam Ferlie et als, 1996) untuk
pengembangan suatu model akuntabilitas
yang disesuaikan dengan pembagian
kekuasaan dan keberadaan suatu
organisasi tertentu. Penggunaan suatu
model ini sangat penting untuk dilakukan,
dengan tujuan untuk menjelaskan
pertanyaan-pertanyaan mengenai: siapa
yang harus melakukan akuntabilitas dan
kepada siapa akuntabilitas tersebut harus
diberikan.
Cakupan atau batasan mengenai
siapa saja yang harus melakukan
akuntabilitas ini, menjadi sangat penting
untuk dipergunakan dalam
mengidentifikasikan aktor (pihak) yang
harus berakuntabilitas atau memberikan
akuntabilitas tersebut. Apabila aktor yang
harus memberikan akuntabilitas ini
dikaitkan dengan publik, maka aktor
(pihak) yang wajib berakuntabilitas atau
memberikan akuntabilitas tersebut yaitu
organisasi publik dan atau mereka yang
menerima anggaran dari negara yang
bersumber pada APBN maupun APBD.
Konsekuensi yang melekat dari
pembiayaan atau anggaran dari negara
yang bersumber pada APBN maupun
APBD yang diberikan kepada organisasi
penerima untuk menyelenggarakan
pemerintahan/Negara tersebut, harus
memberikan pertanggung jawaban dan
transparansi terkait dengan penggunaan
anggaran tersebut.
Sebagai ilustrasi yang sederhana
untuk memberikan gambaran tentang
bentuk
pertanggungjawaban/akuntabilitas ini
adalah ketika seseorang atau organisasi
(instansi/lembaga) menerima anggaran
yang bersumber dari APBN/APBD, maka
seseorang atau organisasi (instansi/
lembaga) tersebut memiliki tanggung
jawab untuk melaksanakan fungsi-fungsi
publik sesuai dengan tugas pokok, dan
fungsinya secara efisien, ekonomis, efektif,
beretika, dan adil. Kondisi yang demikian
ini dapat diartikan sebagai upaya untuk
mencapai tujuan atau sasaran dari
program kegiatan yang telah
direncanakan atau ditetapkan
sebelumnya. Gambaran tersebut
merupakan gambaran awal tentang
konsep utama dari akuntabilitas untuk
menjawab siapa yang harus akuntabel
atau siapa yang harus memberikan
pertanggungjawaban tersebut.
Dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan di negara kesatuan
Indonesia, pihak yang menerima anggaran
dari negara baik berupa APBN/APBD ini
adalah Penyelenggara Negara baik
berupa:
- eksekutif (pemerintah pusat dan
pemerintah daerah);
- legislatif (DPR dan DPD);
- yudisial (MK dan MA);
- auditif (BPK, BPKP);
- moneter (BI);
- lembaga negara non struktural (KY,
KPK, KPPU, Komnas Ham,
Ombusdman, KPI dan seluruh
Komisi yang ada);
- Kementrian, LPDN, Propinsi,
Kabupaten /Kota;
- Markas Besar TNI;
- POLRI; dan
- Sekretariat lembaga tertinggi
negara (DPR/MPR, MA, BPK, dll).
Pihak-pihak tersebut selama ini,
menerima anggaran dari APBN dan APBD,
serta direkrut secara berbeda-beda untuk
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
dalam penyelenggaraan pemerintahan/
negara.
Adanya perbedaan dalam tatacara
rekrutmen/penerimaan ini, menyebabkan
pola hubungan yang berbeda antara
instansi/lembaga pemerintah yang satu
dengan yang lainnya. Apabila rekrutmen/
penerimaan ini, dikaitkan dengan sisi atau
aspek manajerial dan politik, akan
nampak adanya perbedaan yang
menonjol. Contohnya: bagi penyelenggara
negara yang dipilih langsung oleh publik,
maka jelas akan memiliki hubungan
politik yang tinggi dengan konstituennya,
dan sebaliknya dari aspek manajerial
menjadi lebih rendah dalam memberikan
akuntabilitasnya, sedangkan untuk
institusi/lembaga yang di pilih oleh
pimpinan eksekutif, maka akan memiliki
hubungan manajerial yang tinggi dengan
yang memilih, dan sebaliknya dari aspek
politik kepada publik akan lebih rendah
dalam memberikan akuntabilitasnya.
Dari uraian tersebut, nampak
bahwa ada perbedaan yang sangat penting
untuk menentukan kepada siapa mereka
berakuntabilitas dan seberapa luas
cakupan dari akuntabilitasnya tersebut.
Selain adanya pembagian yang jelas
antara 2 (dua) kategori yakni:
akuntabilitas dalam managerial and
political accountability tersebut,
selanjutnya kita harus juga mengenal
model akuntabilitas yang dikembangkan
mulai dari classical public administration
doctrine dan perkembangan dari model
itu sendiri.
Ditinjau dari awal mula
pengembangan dari model akuntabilitas
yang berupa, clasissical public
accountability doctrine ini, akuntabilitas
yang dikembangkan cenderung lebih
bersifat political accountability dengan
berbentuk upward accountability atau
ministerial accountability. Adapun minister
atau eksekutif ini, bertanggung jawab
pada lembaga perwakilan atau parlemen,
terkait dengan tugas-tugas publik, dan
harus mengundurkan diri jika terjadi
kesalahan. Dengan diketahuinya
gambaran dan perkembangan classical
public accountability tersebut, maka
selanjutnya dapat diketahui tahapan
perkembangan dari model tersebut,
sebagai berikut:
a. Model tradisional Westminster/
accountability upward
Dalam model ini disebutkan,
bahwa adanya garis
pertanggungjawaban/ akuntabilitas
dari bawah ke atas atau hierakhi,
dan garis kewenagan atau komando
yang menunjukkan otoritas dari atas
kebawah, atau lebih dikenal dengan
model akuntabilitas
ministerial/simply upward. Pada
model akuntabilitas ini, sangat
sesuai dengan konsep birokrasi yang
digagas oleh Weber, sehingga
lazimnya disebut dengan
administrative accountability. Dalam
model ini setiap individu wajib
memberikan pertanggungjawaban
terhadap suatu tugas spesifik yang
diberikan kepadanya/kepada
atasannya secara hierakhis. Kondisi
yang demikian ini dilakukan sebagai
bentuk kontrol atasan terhadap
kinerja yang dilakukan oleh
bawahannya.
b. Model tradisional yang
dikembangkan upward, inward dan
outward
Selanjutnya dalam model ini,
kelihatan jelas merupakan
pengembangan dari Model
Tradisional Westminster yang juga
dianggap memiliki banyak
kelemahan meliputi:
1) Ide pertanggungjawaban yang
menekankan pada penjelasan
dan pembenaran atas suatu
tindakan dianggap tidak cukup
digunakan untuk melihat kinerja
suatu tindakan.
2) Hubungan dalam pertanggung
jawaban yang bersifat
interpersonal.
3) Kontrol yang bersifat Top-Down.
Selanjutnya dari beberapa
kelemahan tersebut, dan ditambah
dengan adanya tuntutan global yang
menuntut adanya trasparasi dan
kejujuran dari suatu organisasi
pemerintah, maka model tersebut
dikembangkan menjadi konsep
pertanggungjawaban/akuntabilitas
yang tidak hanya dari bawah ke atas
(akuntabilitas internal), yang juga
ditambahkan dengan memberikan
pertanggungjawaban/ akuntabilitas
yang bersifat lebih kedalam lagi, yakni
ditujukan pada perorangan.
Sedangkan untuk akuntabilitas yang
bersifat keluar ini, ditujukan pada
memberikan pertanggungjawaban/
akuntabilitas kepada masyarakat
(akuntabilitas eksternal). Adapun
untuk mendukung akuntabilitas
internal dan eksternal tersebut,
pendukung konsep/teori akuntabilitas
ini menyarankan diciptakannya
beberapa mekanisme dan sistem
akuntabilitas misalnya: (-) adanya
pengembangan jaminan kebebasan
mendapat infornmasi dan
pembentukan berbagai lembaga
independen yang bertujuan untuk
mengontrol kinerja dari sektor publik,
sebagai contoh: ombudsman dan
peradilan yang kuat.
c. Model Stone
Dalam model stone ini,
pertanggungjawban/ akuntabilitas
dibagi dalam 5 (lima) kategori,
yakni:
1) Kontrol dari Parlemen (DPR);
2) Managerialism;
3) Peradilan/Lembaga semi
peradilan;
4) Perwakilan Masyarakat;
5) Pasar (konsumen-pengusaha).
Untuk memudahkan dalam
memahami hubungan dalam sistem
akuntabilitas model ini dapat ditampilkan
dalam bentuk tabel 1, sebagai berikut:
Tabel 1
Hubungan dalam Sistem Akuntabilitas
Model Stone
Kategori
Dasar
hubungan
Bentuk
Hubungan
Parlemen
(DPR)
Supervisi/
komando
Atasan-
bawahan
Managerial
Kontrak Principal-
agent
Pengadilan
/ Lembaga
Semi
Peradilan
Hak
individu/
kewajiban
secara
procedural
Komplain
dari
responden
Perwakilan
Masyarakat
Perwakilan
/responsif
Pemilih –
perwakilan
Pasar
Kompetisi/
pemenuha
n
kebutuhan
konsumen
Konsumen
– sektor
swasta
Sumber: Romzek and Dupnik dalam Stone,
1995.
d. Model jaringan kerja /jaringan yang
kompleks,
Perlu adanya jaringan yang
dibentuk oleh para pihak, yakni
kesepakan antara pihak yang satu
dengan yang lain untuk membentuk
suatu jaringan kerja yang komplek
dan saling memberikan kontribusi
dan informasi. Dengan demikian
model ini, nantinya akan dapat
menekankan pada pola hubungan
yang terjalin secara baik pada suatu
kerjasama yang terstruktur.
Selanjutnya dalam suatu system
tersebut terbina suatu kerjasama,
oleh semua pihak yang terkait untuk
saling berkomunikasi, dalam
kaitanya dengan saling memberikan
inforrmasi serta menjalin hubungan
kerja yang saling melengkapi untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan
oleh para pihak dalam jaringan kerja
tersebut.
Secara singkat jenis-jenis akuntabilitas
dapat dikemukakan dalam matriks
berikut:
Tabel 2
Matriks Tipe Akuntabilitas
No Sumber
Tipe-Tipe
Akuntabilitas
No Sumber
Tipe-Tipe
Akuntabilitas
1. Jabra dan
Dwivedi
(1989)
(1) Administrative /
Organization
Accountability;
(2) Legal
Accountability;
(3) Political
Accountability;
(4) Professional
Accountability; dan
(5) Moral
Accountability.
2. Paul
(1991)
dalam
Salleh dan
Iqbal
(1995)
(1) Democratic
accountability;
(2) Professional
accountability; dan
(3) Legal
accountability.
3. Yango
(1991)
dalam
Salleh dan
Iqbal
(1995)
(1) Traditional or
regularity
accountability;
(2).Managerial
accountability;
(3) Program
accountability dan
(4) Process
accountability.
4. Greenwood
dan Wilson
(1989)
dalam
Fernanda
(2002)
(1) Akuntabilitas
hukum dan
Perundang-
undangan; (2)
Akuntabilitas politik
dan kelembagaan.
5. J.D Stewart
(1984)
dalam
Fernanda
(2002)
(1) Akuntabilitas
kebijakan;
(2) Akuntabilitas
program;
(3) Akuntabilitas
kinerja;
(4) Akuntabilitas
proses;
(5) Akuntabilitas
hukum dan
No Sumber
Tipe-Tipe
Akuntabilitas
Perundang-
undangan.
6. Mc Kenney
dan
Howard
(1979)
dalam
Fernanda
(2002)
(1) Akuntabilitas
fiskal; (2)
Akuntabilitas legal;
(3) Akuntabilitas
program;
(4) Akuntabilitas
proses;
(5) Akuntabilitas
hasil.
7. Schacter
(2000)
(1) Informasi
(information);
(2) tindakan
(action); (3)
tanggapan
(response).
Dari beberapa konsep/teori
akuntabilitas tersebut pada Tabel 2, dapat
disimpulkan bahwa konsep/teori
akuntabilitas oleh Jabra dan Dwivedi,
mendapat dukungan oleh konsep yang
disampaikan Paul, Yanggo, Greenwood
dan Wilson, J.D Stewart serta Mc Kenney
dan Howard. Sedangkan Schacter tidak
menentang konsep/teori akuntabilitas
Jabra dan Dwivedi akan tetapi justru
memberi warna tersendiri dalam
konsep/teori akuntabilitas publik
tersebut.
A. Akuntabilitas Lembaga Legislatif
Akuntabilitas lembaga legislatif
diperlukan dengan adanya kekuasaan
yang berupa amanah yang diberikan oleh
rakyat kepada anggota legislatif terpilih
agar mereka mampu menjalankan
tugasnya dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada.
Setelah amanah tersebut dijalankan, maka
harus ada laporan atas pelaksanaan tugas-
tugas yang telah dipercayakan tadi.
Tujuan penyusunan dan
penyampaian laporan akuntabilitas
lembaga legislatif adalah untuk
mewujudkan akuntabiltas lembaga
tersebut terutama kepada rakyat/publik
selaku pemberi amanah. Bagi lembaga
legislatif sendiri, pelaporan akuntabilitas
kinerjanya merupakan sarana untuk
mengkomunikasikan dan menjawab
tentang apa yang sudah dicapai dan
bagaimana proses pencapaiannya,
tentunya terkait dengan mandat yang
diberikan oleh rakyat kepadanya.
Adapun maksud dan tujuan
penyusunan dan penyampaian laporan
akuntabilitas lembaga legislatif ini adalah:
1. Pertanggungjawaban dari lembaga
representasi rakyat kepada rakyat
selaku pemberi mandat demokratisasi
yang lebih baik.
2. Pengambilan keputusan dan
pelaksanaan perubahan-perubahan ke
arah perbaikan, dalam mencapai
kehematan, efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi,
serta ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Perbaikan penyelenggaraan
demokrasi negara Indonesia menuju
proses demokratisasi yang
bertanggung jawab, responsif, efektif
dan efisien.
Laporan pertanggung jawaban
lembaga Legislatif (DPR dan DPD) pada
prinsipnya harus memuat laporan yang
berisikan mengenai laporan kegiatan dan
laporan keuangan. Ringkasan eksekutif
merupakan salah satu bentuk
akuntabilitas bagi lembaga yang
mengambarkan secara umum untuk
kinerja lembaga dilihat dari dimensi
kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan
kegiatan disusun berdasarkan
perencanaan strategis yang di susun oleh
lembaga legislative. Sementara laporan
keuangan disusun berdasarkan mata
anggaran yang telah dialokasikan ke
dalam program-program yang terangkum
dalam perencanaan strategis.
Substansi akuntabilitas Lembaga
Legislatif dikelompokkan dalam 2 (dua)
kategori, yaitu: Akuntabilitas Organisasi
dan Akuntabilitas Individual.
Akuntabilitas organisasi terdiri dari 3
(tiga) substansi akuntabilitas, yaitu:
politik, legal, dan professional, sedangkan
akuntabilitas individu terdiri dari 2 (dua)
substansi akuntabilitas, yaitu: politik dan
moral.
Seluruh indikator yang ada di
masing-masing substansi akuntabilitas di
atas selanjutnya harus disusun dalam
format yang sistematis dan melalui
mekanisme penyampaian laporan
akuntabilitas berikut ini.
1. Disclosure of statement
Laporan akuntabilitas yang tersaji
dalam disclosure of statement
disajikan dalam bentuk documentary
accountability, yakni pelaporan
akuntabilitas yang terstandarisasi
secara bentuk, format, dan isinya.
Untuk selanjutnya laporan tersebut
dipublikasikan atau dikirimkan
kepada pihak-pihak yang
berkepentingan atas laporan
akuntabilitas lembaga legislatif
(stakeholders).
2. Social Auditing
Mekanisme social auditing lembaga
legislatif dapat dijalankan dalam
bentuk:
- Public hearings,
- Publikasi,
- Kunjungan kerja, dan
- Konsultasi publik.
B. Akuntabilitas Lembaga Yudikatif
Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, pasal 3 dinyatakan bahwa
Asas-asas umum Penyelenggaraan
Negara meliputi Asas Kepastian
Hukum, Asas Keterbukaan, Asas
Proporsionalitas, Asas Profesionalitas dan
Asas Akuntabilitas. Sesuai dengan asas-
asas tersebut lembaga yudisial wajib
leaporkan setiap kegiatannya sesuai
dengan undang-undang yang
mengaturnya.
Dalam melaksanakan asas
akuntabilitas lembaga yudisial yang dalam
hal ini diwakili oleh Mahkamah Agung
memiliki kewajiban untuk menyusun dan
menyampaikan laporan pertanggung
jawaban kinerjanya kepada pihak yang
memerlukan terutama pada seluruh
masyarakat Indonesia.
Sedangkan untuk menciptakan good
governance diperlukan prinsip-prinsip
partisipasi, penegakan hukum,
transparansi, kesetaraan, daya tanggap,
wawasan ke depan, akuntabilitas,
pengawasan, efisensi dan efektivitas, serta
profesionalisme. Kemudian prinsip
akuntabilitas ditegaskan lagi dalam visi,
misi dan program membangun Indonesia
yang aman, adil dan sejahtera melalui
program meningkatkan pengawasan
untuk menjamin akuntabilitas,
transparansi, dan perbaikan kinerja
aparatur Negara/pemerintah.
Tujuan dari pelaksanaan
akuntabilitas lembaga yudisial dalam hal
ini diwakili oleh Mahkamah Agung adalah
sebagai berikut:
1. Mewujudkan lembaga peradilan yang
bersih dan akuntabel yang dapat
memberikan keadilan bagi
masyarakat;
2. Meningkatkan efektifitas lembaga
peradilan melalui koreksi terhadap
pelaksanaan program/kegiatan yang
telah direncanakan oleh lembaga;
3. Memberikan keterbukaan informasi
bagi seluruh masyarakat indonesia
mengenai lembaga peradilan serta
kinerja yang telah dilaksanakannya;
4. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan
fungsi yang dimiliki oleh lembaga
yudisial, sehingga kedepannya dapat
menjadi dasar untuk perbaikan dalam
kinerjanya sebagai lembaga peradilan.
Laporan pertanggung jawaban
lembaga Yudisial pada prinsipnya harus
memuat laporan yang berisikan mengenai
laporan kegiatan dan laporan keuangan.
Ringkasan eksekutif merupakan salah satu
bentuk akuntabilitas bagi lembaga yang
mengambarkan secara umum untuk
kinerja lembaga dilihat dari dimensi
kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan
kegiatan disusun berdasarkan
perencanaan strategis yang di susun oleh
lembaga yudisial. Sementara laporan
keuangan disusun berdasarkan mata
anggaran yang telah dialokasikan ke
dalam program-program yang terangkum
dalam perencanaan strategis.
Substansi akuntabilitas Lembaga
Legislatif dikelompokkan dalam 2 (dua)
kategori, yaitu: Akuntabilitas Organisasi
dan Akuntabilitas Individual.
Laporan pertanggungjawaban
lembaga yudisial (dalam hal ini adalah
MA) dilakukan melalui mekanisme
Reporting. Yaitu dalam melaporkan setiap
program/kegiatan harus disusun kedalam
bentuk laporan baik tertulis maupun tidak
tertulis. Dalam pelaporan akuntabilitas
secara individu bagi hakim dapat
dilakukan melalui mekanisme reporting
yaitu dengan membuat laporan dalam
bentuk tertulis yang disampaikan kepada
Komisi Yudisial, Presiden, dan DPR serta
masyarakat umum.
C. Akuntabilitas Lembaga Keuangan
Pada dasarnya, akuntabilitas
adalah pemberian informasi dan
pengungkapan (disclosure) atas aktivitas
dan kinerja finansial kepada pihak-pihak
yang berkepentingan (Schiavo-Campo and
Tomasi, 1999). Governmental Accounting
Standards Board (GASB, 1999) dalam
Concepts Statement No. 1 tentang
Objectives of Financial Reporting
menyatakan bahwa akuntabilitas
merupakan dasar pelaporan keuangan di
pemerintahan yang didasari oleh adanya
hak masyarakat untuk mengetahui dan
menerima penjelasan atas pengumpulan
sumber daya dan penggunaannya. Sebuah
kewajiban bagi instansi pemerintah untuk
melakukan akuntabilitas, agar instansi
tersebut dapat dinyatakan kredibel. Bank
Indonesia sebagai bagian dari instansi
pemerintah wajib untuk melakukan
akuntabilitas.
Tujuan akhir dari proses
akuntabilitas adalah prinsip akuntabilitas
itu sendiri yakni pertanggungjawaban
yang mensyaratkan hal utama yang
dilaporkan berkenaan dengan sukses atau
gagalnya suatu rencana. Baik buruknya
pencapaian suatu instansi turut
mempengaruhi kepercayaan publik
terhadap instansi tersebut, diaharapkan
dengan akuntabilitas yang baik maka akan
terbangun suatu kepercayaan publik yang
tinggi.
Laporan pertanggung jawaban
Lembaga Keuangan pada prinsipnya harus
memuat laporan yang berisikan mengenai
laporan kegiatan dan laporan keuangan.
Ringkasan eksekutif merupakan salah satu
bentuk akuntabilitas bagi lembaga yang
mengambarkan secara umum untuk
kinerja lembaga dilihat dari dimensi
kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan
kegiatan disusun berdasarkan
perencanaan strategis yang di susun oleh
BI. Sementara laporan keuangan disusun
berdasarkan mata anggaran yang telah
dialokasikan ke dalam program-program
yang terangkum dalam perencanaan
strategis.
Untuk dapat melaksanakan tujuan
dari Bank Indonesia, maka Bank Indonesia
menyusun Sistem Perencanaan, Anggaran
dan Manajemen Kinerja atau disingkat
SPAMK. Sistem ini disusun untuk dapat
menrencanakan anggaran serta
bagaimana kinerja dari Bank Indonesia,
satuan kerja serta individu dapat
diapantau, diawasi, serta diukur. Bank
Indonesia telah menerapkan Indikator
Kinerja Individu (IKI). IKI merupakan
salah satu instrument yang digunakan
oleh Bank Indonesia untuk
mempertahankan, meningkatkan dan
mengevaluasi kinerja dari para
pegawainya, IKI sendiri diterapkan pada
semua level tingkatan pegawai.
Mekanisme akuntabilitas oleh Bank
Indonesia dominan berupa pelaporan
(reporting), dimana Bank Indonesia secara
berkala mempublikasikan perkembanga
moneter kepada masyarakat melalui
berbagai media, baik cetak maupun
elektronik. Bank Indonesia telah
membuka informasi melalui website yang
dimiliki oleh Bank Indonesia. Dari website
tersebut dapat dilihat perkembangan dari
inflasi, informasi pembayaran samapi
informasi mengenai produk peraturan
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
D. Akuntabilitas Lembaga Pemeriksa
Laporan pertanggung jawaban
lembaga pemeriksa keuangan pada
prinsipnya harus memuat laporan yang
berisikan mengenai laporan kegiatan dan
laporan keuangan. Ringkasan eksekutif
merupakan salah satu bentuk
akuntabilitas bagi lembaga yang
mengambarkan secara umum untuk
kinerja lembaga dilihat dari dimensi
kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan
kegiatan disusun berdasarkan
perencanaan strategis yang di susun oleh
lembaga Pemeriksa. Sementara laporan
keuangan disusun berdasarkan mata
anggaran yang telah dialokasikan ke
dalam program-program yang terangkum
dalam perencanaan strategis.
Dengan melakukan
operasionalisasi dari visi, misi, nilai dasar
serta tujuan strategis di atas, maka dalam
membuat suatu format laporan
pertanggungjawaban kinerja, BPK dapat
menggunakan beberapa indikator untuk
menggambarkan sampai sejauh mana
kinerja yang telah BPK capai. Adapun
indikator-indikator tersebut dapat
didasarkan pada beberapa bidang, yaitu
kepegawaian, publik, hasil, kualitas,
ketepatan waktu, dan biaya sebagaimana
yang telah ditetapkan dalam “Indikator
Sukses BPK”.
Instrumen yang dipakai oleh BPK
dalam melaporkan hasil pemeriksaannya
antara lain:
a. Pidato Makalah
b. Siaran Pers
c. The Audit Forum
d. Warta BPK
e. Naskah Memorandum (Dalam dan
Luar Negeri)
f. Hasil Pemeriksaan KAP
g. Hasil Peer Review
h. Publikasi Lain (situs
http/www.bpk.go.id)
Media yang selama ini dipakai oleh
BPK dalam proses akuntabilitasnya cukup
baik artinya informasi yang dibagi atau
dilaporkan oleh BPK dapat dilihat oleh
siapapun yang ingin mendapatkannya.
BPK sekiranya perlu juga membagi
hasil laporannya kepada pihak akademis,
selain sebagai bahan pembelajaran bagi
masyarakat akademis hal ini juga dapat
dimanfaatkan oleh BPK untuk
mendapatkan masukan, ide serta saran-
saran yang sekiranya berkaitan dengan
laporan BPK. Tentu saja masukan yang
diharapkan adalah masukan yang bersifat
membangun.
E. Akuntabilitas Lembaga Pertahanan
dan Keamanan
Melalui Inpres Nomor 5 Tahun
2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi, Presiden Republik Indonesia
menginstruksikan tentang penyusunan
penetapan kinerja kepada menteri, jaksa
agung, panglima TNI, kepala Polri, kepala
LPND, gubernur, bupati, dan walikota,
sebagaimana tercantum pada butir ketiga
Inpres tersebut, yaitu sebagai berikut :
”Membuat penetapan kinerja dengan
Pejabat dibawahnya secara berjenjang,
yang bertujuan untuk mewujudkan suatu
capaian kinerja tertentu dengan sumber
daya tertentu, melalui penetapan target
kinerja serta indikator kinerja yang
menggambarkan keberhasilan
pencapaiannya baik berupa hasil maupun
manfaat.” Melalui inpres tersebut maka
TNI/Polri wajib melakukan perencanaan
kinerja yang tujuannya adalah untuk
mengukur sejauh mana keberhasilan
dalam pencapaian kinerja yang telah
ditetapkan.
Akuntabilitas sangat penting bagi
lembaga pertahanan dan keamanan
mengingat lembaga ini sangat penting
peranannya dalam menjaga persatuan dan
kesatuan NKRI. Pada prinsipnya kondisi
lembaga ini sangat rawan dan retan
terhadap adanya praktek-praktek KKN
yang sudah membudaya di negara kita.
Maka dari itu menjadi sangat urgen bagi
TNI/Polri untuk melakukan akuntabilitas
yang terstruktur dan terstandar sehingga
kinerja lembaga ini menjadi transparan
dan akuntabel. Agar pelaksanaan sistem
akuntabilitas kinerja instansi Hankam
lebih efektif, sangat diperlukan komitmen
yang kuat dari organisasi yang
mempunyai wewenang dan bertanggung
jawab di bidang pengawasan dan
penilaian terhadap akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah. Maka dari itu seluruh
jajaran aparat maupun pejabat wajib
melaporkan semua kegiatannya sekaligus
sebagai bentuk tanggung jawab yang
diembannya.
Laporan pertanggung jawaban
lembaga Pertahanan pada prinsipnya
harus memuat laporan yang berisikan
mengenai laporan kegiatan dan laporan
keuangan. Ringkasan eksekutif
merupakan salah satu bentuk
akuntabilitas bagi lembaga yang
mengambarkan secara umum untuk
kinerja lembaga dilihat dari dimensi
kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan
kegiatan disusun berdasarkan
perencanaan strategis yang di susun oleh
lembaga pertahanan dan keamanan
Sementara laporan keuangan disusun
berdasarkan mata anggaran yang telah
dialokasikan ke dalam program-program
yang terangkum dalam perencanaan
strategis.
Sebagai lembaga negara yang
diberi mandat untuk melaksanakan
kegitan dalam pertahanan dan keamanan
TNI wajib membuat laporan
pertanggungjawaban sesuai dengan apa
yang diamanahkan oleh undang-undang.
Dalam hal ini akuntabilitas/
pertanggungjawaban TNI didasarkan pada
perencanaan strategis TNI yang
merupakan penjabaran dari visi dan misi.
Perencanaan stratejik merupakan proses
sistematis yang berkelanjutan dari
pembuatan keputusan yang berisiko,
dengan memanfaatkan sebanyak-
banyaknya pengetahuan antisipatif,
mengorganisasi secara sistematis usaha-
usaha melaksanakan keputusan tersebut,
dan mengukur hasilnya melalui umpan
balik yang terorganisasi dan sistematis.
Mekanisme akuntabilitas lembaga
pertahanan dilakukan melaui reporting
(pelaporan) dalam hal ini yang digunakan
sebagai dasar pelaporan adalah Rencana
strategis (renstra) dan tugas pokok dan
fungsi. Uraian yang dijelaskan dalam
mekanisme pelaporan secara secara rinci
harus mengungkapkan tentang kinerja
dan capaian kinerja yang sudah
ditetapkan melalui perencanaan strategis.
Hasil dari laporan ini kemudian menjadi
tolak ukur keberhasilan dari pelaksanaan
kinerja TNI dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya. Selanjutnya laporan yang
sudah dibuat harus disampaikan secara
utuh kepada Kementerian Pertahanan
selaku lembaga induk yang membawahi
TNI.
F. Akuntabilitas Lembaga Komisional
Maksud disusunnya pedoman ini
adalah untuk memberikan arah dan
pedoman bagi setiap satuan kerja dan unit
lembaga komisional dalam menyusun dan
menyiapkan laporan akuntabilitasnya.
Tujuan disusunnya pedoman ini
adalah agar segala bentuk pelaksanaan
program kerja komisi dapat
dipertanggungjawabkan kepada
stakeholder yang terkait dan penyajian
laporannya dapat tersusun dengan
sistematis agar mudah dipahami guna
perbaikan dan peningkatan kinerja komisi
di kemudian hari.
Laporan pertanggung jawaban
komisional pada prinsipnya harus
memuat laporan yang berisikan mengenai
laporan kegiatan dan laporan keuangan.
Ringkasan eksekutif merupakan salah satu
bentuk akuntabilitas bagi lembaga yang
mengambarkan secara umum untuk
kinerja lembaga dilihat dari dimensi
kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan
kegiatan disusun berdasarkan
perencanaan strategis yang di susun oleh
komisional. Sementara laporan keuangan
disusun berdasarkan mata anggaran yang
telah dialokasikan ke dalam program-
program yang terangkum dalam
perencanaan strategis.
Komisi berdiri atas tanggung
jawabnya melindungi kenyamanan publik
dalam mendapatkan informasi. Sebagai
basis dalam penyusunan laporan
akuntabilitas, Komisi dapat menggunakan
Program Kerja komisi yang telah
ditetapkan.
Mekanisme dan bentuk
akuntabilitas komisional yaitu:
1. Laporan
2. Konferensi Pers
3. Konsultasi/Dialog Publik baik di Pusat
Maupun Daerah
4. Publikasi
G. Akuntabilitas Lembaga Eksekutif
Penyelenggaraan Negara Negara
yang bersih dan bebas dari unsur KKN
merupakan kewajiban setiap lembaga
Negara dalam hal pelayanan kepada
masyarakat maupun sebagai bentuk
pertanggung jawaban dalam
menggunakan anggaran. Laporan
akuntabilitas memiliki peran dalam
mewujudkan hal tersebut serta dapan
menjadi pedoman dalam mengukur
kinerja organisasi dalam mencapai tujuan
dan sasaran. Adapun maksud dan tujuan
dari penyusunan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah adalah:
1. Dapat diketahuinya kegiatan yang
telah dilaksanakan;
2. Dapat diketahuinya perkembangan
kegiatan yang telah dilaksanakan
berikut hasil pengolahan dan evaluasi;
3. Sebagai dasar untuk pelaksanaan
kegiatan tahun berikutnya;
4. Tertibnya pengadministrasian hasil
kegiatan;
5. Sebagai bukti laporan program dan
hasil kegiatan kepada publik.
Akuntabilitas lembaga eksekutif
yang saat ini telah dilaksanakan secara
periodik dan berlangsung lama serta telah
mengalami beberapa kali penyempurnaan
dan penyeragaman format laporan. Pada
prinsipnya laporan akuntabilitas lembaga
eksekutif yang saat ini telah di jadikan
sebagai salah satu dasar untuk
mengevaluasi kinerja lembaga eksekutif.
Laporan akuntabilitas disamping memuat
laporan tentang kinerja organisasi yang
didasarkan pada pencapaian tujuan dan
sasaran kegiatan organisasi, disertakan
juga akuntabilitas keuangan organisasi.
Uraian mengenai akuntabilitas keuangan
yaitu dengan menyajikan laporan
penggunaan anggaran secara detail untuk
masing-masing kegiatan organisasi yang
diharapkan dapat menjadi pedoman
untuk penetapan anggaran tahun
berikutnya
Mekanisme akuntabilitas lembaga
eksekutif yang paling tepat adalah melalui
mekanisme reporting (pelaporan).
Mekanisme reporting pada prinsipnya
lembaga harus membuat/menyusun
laporan yang memuat laporan mengenai
pelaksanaan kegiatan serta laporan
mengenai alokasi anggaran sesuai dengan
perencanaan. Lembaga eksekutif secara
umum sudah melaksankan laporan
akuntabilitas yang dilaksanakan setiap
tahun yang dikenal dengan LAKIP. Lakip
merupakan salah satu bentuk
akuntabilitas yang dilaksankan setiap
lembaga/institusi pemerintah termasuk
lembaga eksekutif. Laporan yang
berisikan informasi mengenai kondisi dan
keadaan serta realisasi dari seluruh
kegiatan serta gambaran singkat
mengenai jalannya organisasi merupakan
mekanisme yang sudah dilaksanakan
sejak lama. Mekanisme ini dikategorikan
sebagai laporan yang memberikan
informasi kepada pihak-pihak yang
membutuhkan informasi terutama
masyarakat secara keseluruhan.
PENUTUP
Laporan Akuntabilitas
merupakan wujud transparansi dan
akuntabilitas setiap lembaga dalam
melaksanakan berbagai kewajiban
pembangunannya. Sangat disadari
bahwa laporan akuntabilitas saat ini
disadari jauh dari sempurna dalam
memberikan informasi. Laporan ini
setidaknya dapat melaksanakan prinsip
transparansi dan akuntabilitas seperti
yang diharapkan, namun setidaknya
masyarakat dan berbagai pihak yang
berkepentingan dapat memperoleh
gambaran tentang hasil pembangunan
yang telah dilakukan oleh jajaran
pemerintah.
Berbagai upaya telah dilakukan
dalam rangka mewujudkan reformasi
birokrasi di negara kita. Lembaga
eksekutif sebagai salah satu penyangga
utama birokrasi telah berusaha dengan
berbagai upaya agar terwujud birokrasi
yang efektif, efisien, bersih serta
berorientasi kepada kebutuhan rakyat.
Belum seluruh upaya tersebut mencapai
hasil sesuai dengan harapan, namun
setidaknya berbagai upaya tersebut
telah berjalan pada jalur yang benar.
Upaya berkelanjutan tetap akan
dilakukan oleh seluruh jajaran unit-unit
dalam mewujudkan reformasi birokrasi
ini melalui penyusunan kelembagaan
yang efektif, ketatalaksanaan yang
efisien, ketersediaan SDM aparatur yang
profesional, peningkatan akuntabilitas,
penerapan sistem pengawasan yang
integral, penerapan budaya kerja dan
pada akhirnya mampu mewujudkan
pelayanan publik yang sesuai dengan
harapan masyarakat.
REFERENSI
Buku
Agus Dwiyanto, 2005. Mewujudkan Good
Governance Melalui Pelayanan Publik,
Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Barker, R.S. 2000.”Government
Accountability and Its Limits”,
Electronic Journals of Departement of
State, Volume 5 Number 2.
Carino, L.V. 1991. “Accountability,
Corruption and Democracy :A
Clarification of Concept” The Asian
Review Of Public Administration,
Volume 3 Number 2.
------, 1993. Administrative Accountability :
A Review Of The Evolution, Meaning
and Operationalization Of Key
Concept In Public Administration,
dalam Brautista (editor),
Introduction To Public Administration
In The Philippines : Reader,
University Of The Philipines Press
and The College Of Public
Administration University Of The
Philipines, Quezon City.
Denhardt, R.B. 1991. Public
Administration, Pasific Grove :
Brooks/Cole Publishing Company.
De Vrye, C. 1998. Good Service is Good
Business : 7 Simple Strategies for
Success, Prentice Hall, New York.
Dror. Y. 1971. Strategies for Administrative
Reform, Development and Change,
The Hauge, Netherlands.
Esman, J.M. 1995. Management of
Development : Perspective and
Strategies, Kumairan Press, Inc.
Etzioni, S. 1975. “Administrative
Accountability” dalam Public
Administration Review (PAR),
Number 35, May/June.
Fernada, D. 2002. “Sistem Perencanaan
dan Akuntabilitas Kinerja
Pemerintah Daerah” Journal
Desentralisasi Volume 1 Nomor 1,
Pusat Kajian Kinerja Otonomi
Daerah, LAN, Jakarta.
Heady, F. 1995. Public Administration : A
Comparative Perspective, 5 th, ed.
New York : Marcel Decker Inc.
Jabbra, J. G. dan Dwidevi, O. P. 1989. Public
Service Accountability, Connecticut :
Kumairan Press, Inc.
Lembaga Administrasi Negara RI. 2000.
Akuntabilitas dan Good Governance,
Modul Sosialisasi Sistem AKIP,
Jakarta.
------------------------------------------, 2003.
Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan
Negara, Perum Percetakan Negara
RI, Jakarta.
------------------------------------------, 2003.
Penyusunan Standar Pelayanan
Publik, Deputi Kajian Manajemen
Kebijakan dan Pelayanan LAN,
Jakarta.
Mardiasmo, 2002. Otonomi dan
Manajemen Keuangan Daerah, Andi,
Yogyakarta.
Mertins, Jr., H. (ed.). 1979. Professional
Standars and Ethics. Washington, D.C.
: ASPA Publisher.
Mustopadidjaja, A.R. 2003. Sistem
Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, LAN RI, Jakarta.
Nico Andrianto, 2007. Good e-Government:
Transparansi dan Akuntabilitas
Publik Melalui e-Government,
Bayumedia Publishing, Malang.
Rose, W. dan Menfield, C.E. 1997,
“Governmental Reform : What Are
The Alternatives”, Policy Studies
Journal, Volume 25, number 4.
Saleh, S.H. dan Iqbal, A. 1995.
Accountability : The Endless Prophecy,
The Asian and Pacific Development
Centre, Kuala Lumpur, Malaysia.
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan
Stratejik Untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Non Profit, PT. Gasindo,
Jakarta.
Suwandi, M. 2001. LPJ Kepala Daerah
Dalam Perspektif Administrasi dan
Akuntabilitas Publik, Depdagri,
Jakarta.
--------------, 2001. Akuntabilitas dan
Transparansi Pelayanan Pemerintah
Daerah, Makalah Seminar
Akuntabilitas Publik, Depdagri,
Jakarta.
Suhadak dan Trilaksono Nugroho, 2007.
Paradigma Baru Pengelolaan
Keuangan Daerah Dalam Penyusunan
APBD di Era Otonomi Daerah,
Bayumedia Publishing, Malang.
Taylor, L.K. 1993. Quality : Total Costumer
Service, Century Business, London.
Thoha, M.1999. Menyoal Birokrasi Publik,
Balai Pustaka, Jakarta.
-------------, 2002. Reformasi Birokrasi
Pemerintah, Makalah Dalam Seminar
Good Governance di Bappenas,
Jakarta.
-------------, 2003. Birokrasi dan Politik di
indonesia. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Turner, M. 2000. Menerapkan
Akuntabilitas di Daerah Otonom,
Makalah Diskusi Nomor 18, CB-
SDAS.
UNDP. 1997. Reconceptualising
Governance, Discussion Paper 2, New
York.
Whittaker, J.B. 1995.The Government
Performance and Result Act of 1993, :
A Mandate For Strategic Planning
And Performance Measurement,
Educational service institute,
Arlington, Virginia.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003,
Tentang Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusyaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
-----------------, Nomor 10 Tahun 2009,
Tentang Majelis Permusyaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
------------------, Nomor 4 Tahun 2004 jo
Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009, Tentang Kekuasaan
Kehakiman.
------------------, Nomor 5 Tahun 2004 jo
Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Tentang Mahkamah Agung.
------------------, Nomor 24 Tahun 2003:
Mengatur Secara Khusus Mengenai
Kelembagaan Mahkamah Konstitusi.
------------------, Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Perubahan atas UU No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
------------------, Nomor 19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara.
------------------, Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Penyelenggara Negara yang
bersih dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN).
------------------, Nomor 22 Tahun 1999,
Tentang Pemerintahan Daerah
------------------, Nomor 32 Tahun 2004,
Tentang Pemerintahan Daerah.
------------------, Nomor 12 Tahun 2008,
Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
------------------, Nomor 1 Tahun 2004
Tentang Perbendaraan Negara.
------------------, Nomor 15 Tahun 2004
Tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Perrtanggungjawaban Keuangan
Negara.
------------------, Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara.
------------------, Nomor 15 Tahun 2006
Tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Negara.
------------------, Nomor 15 Tahun 2004
Tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggungjawab Keuangan
Negara.
------------------, Nomor 28 Tahun 1999
Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun
2000, Tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban dan
Pengelolaan Keuangan Daerah.
-----------------------------, Nomor 108 Tahun
2000, Tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
-----------------------------, Nomor 3 Tahun
2007, Tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (LPPD) kepada Pemerintah,
Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala
Daerah kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan Informasi LPPD
kepada Masyarakat.
-----------------------------, Nomor 8 Tahun
2004, Tentang Laporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah.
-----------------------------, Nomor 56 Tahun
2005, Tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah.
-----------------------------, Nomor 58 Tahun
2005, Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
-----------------------------, Nomor 73 Tahun
2005, Tentang Kelurahan.
-----------------------------, Nomor 52 Tahun
2001 Tentang Penyelenggaraan
Tugas Pembantuan.
-----------------------------, Nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi.
-----------------------------, Nomor 34 Tahun
2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia.
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999
Tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (AKIP).
-----------------------------, Nomor 5 Tahun
2004 Tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi.
Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 26 Tahun
2004 Tentang Petunjuk Teknis
Transparansi dan akuntabilitas
dalam Penyelenggaraan Pelayanan
Publik.
Keputusan Kepala LAN No.
239/IX/6/Y/2003 Tentang Pedoman
Penyusunan Pelaporan AKIP.
Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat
Nomor XI/MPR/1998 Tentang
Penyelenggara Negara Yang Bebas
Dari Korupsi.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
19 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja Komisi
Penyiaran Indonesia.

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Birokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikBirokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikMuh Firyal Akbar
 
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan Tri Widodo W. UTOMO
 
Etika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikEtika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikSiti Sahati
 
Model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik (public policy)
Model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik (public policy)Model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik (public policy)
Model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik (public policy)Raja Matridi Aeksalo
 
E-Government Collaboration
E-Government CollaborationE-Government Collaboration
E-Government CollaborationRizki Malinda
 
Makalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraMakalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraNina Ruspina
 
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintahAbid Zamzami
 
Sejarah new public service
Sejarah new public serviceSejarah new public service
Sejarah new public servicePutra Manurung
 
Kumpulan pertanyaan otonomi
Kumpulan pertanyaan otonomiKumpulan pertanyaan otonomi
Kumpulan pertanyaan otonomiArya D Ningrat
 
Anggaran Berbasis Kinerja dalam Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
Anggaran Berbasis Kinerja dalam Perencanaan dan Penganggaran PembangunanAnggaran Berbasis Kinerja dalam Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
Anggaran Berbasis Kinerja dalam Perencanaan dan Penganggaran PembangunanDadang Solihin
 
LAKIP SAKIP AKIP
LAKIP SAKIP AKIPLAKIP SAKIP AKIP
LAKIP SAKIP AKIPnanipalawa
 
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsi
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsiBab 4 faktor faktor penyebab korupsi
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsinatal kristiono
 
Sosialisasi pencegahan korupsi
Sosialisasi pencegahan korupsiSosialisasi pencegahan korupsi
Sosialisasi pencegahan korupsiAhmad Abdul Haq
 
Menulis Naskah Rekomendasi Kebijakan
Menulis Naskah Rekomendasi KebijakanMenulis Naskah Rekomendasi Kebijakan
Menulis Naskah Rekomendasi KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Proses penyusunan renstra skpd
Proses penyusunan renstra skpdProses penyusunan renstra skpd
Proses penyusunan renstra skpdMusnanda Satar
 

La actualidad más candente (20)

Birokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikBirokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian Politik
 
Analisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan PublikAnalisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan Publik
 
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
 
Reformasi birokrasi
Reformasi birokrasiReformasi birokrasi
Reformasi birokrasi
 
Etika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikEtika Administrasi Publik
Etika Administrasi Publik
 
Model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik (public policy)
Model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik (public policy)Model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik (public policy)
Model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik (public policy)
 
E-Government Collaboration
E-Government CollaborationE-Government Collaboration
E-Government Collaboration
 
Makalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraMakalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negara
 
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
 
Sejarah new public service
Sejarah new public serviceSejarah new public service
Sejarah new public service
 
Kumpulan pertanyaan otonomi
Kumpulan pertanyaan otonomiKumpulan pertanyaan otonomi
Kumpulan pertanyaan otonomi
 
Anggaran Berbasis Kinerja dalam Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
Anggaran Berbasis Kinerja dalam Perencanaan dan Penganggaran PembangunanAnggaran Berbasis Kinerja dalam Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
Anggaran Berbasis Kinerja dalam Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
 
Administrasi Pembangunan
Administrasi PembangunanAdministrasi Pembangunan
Administrasi Pembangunan
 
LAKIP SAKIP AKIP
LAKIP SAKIP AKIPLAKIP SAKIP AKIP
LAKIP SAKIP AKIP
 
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsi
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsiBab 4 faktor faktor penyebab korupsi
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsi
 
Model implementasi
Model implementasi Model implementasi
Model implementasi
 
Sosialisasi pencegahan korupsi
Sosialisasi pencegahan korupsiSosialisasi pencegahan korupsi
Sosialisasi pencegahan korupsi
 
Analisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publikAnalisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publik
 
Menulis Naskah Rekomendasi Kebijakan
Menulis Naskah Rekomendasi KebijakanMenulis Naskah Rekomendasi Kebijakan
Menulis Naskah Rekomendasi Kebijakan
 
Proses penyusunan renstra skpd
Proses penyusunan renstra skpdProses penyusunan renstra skpd
Proses penyusunan renstra skpd
 

Similar a Akuntabilitas Nasional

Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraImplikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraMuhammad Rafi Kambara
 
Implementasi PP No. 6 tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pe...
Implementasi PP No. 6 tahun 2008 Tentang Pedoman  Evaluasi Penyelenggaraan Pe...Implementasi PP No. 6 tahun 2008 Tentang Pedoman  Evaluasi Penyelenggaraan Pe...
Implementasi PP No. 6 tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pe...Heru Fernandez
 
Akuntabilitas ptgjwbn keu instansi pemerintah
Akuntabilitas ptgjwbn keu instansi pemerintahAkuntabilitas ptgjwbn keu instansi pemerintah
Akuntabilitas ptgjwbn keu instansi pemerintahAry Efendi
 
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daerahaRian Saifulloh
 
tugas praktikum komputer dan perpajakan
tugas praktikum komputer dan perpajakantugas praktikum komputer dan perpajakan
tugas praktikum komputer dan perpajakanroyenaller
 
PAL - KD 3.11.pptx
PAL - KD 3.11.pptxPAL - KD 3.11.pptx
PAL - KD 3.11.pptxAgung759333
 
LAKIP 2015 RSJ TAMPAN PROVINSI RIAU
LAKIP 2015 RSJ TAMPAN PROVINSI RIAULAKIP 2015 RSJ TAMPAN PROVINSI RIAU
LAKIP 2015 RSJ TAMPAN PROVINSI RIAUNo Offense
 
Modul 2_Regulasi Keuangan Publik universitas terbuka.pptx
Modul 2_Regulasi Keuangan Publik universitas terbuka.pptxModul 2_Regulasi Keuangan Publik universitas terbuka.pptx
Modul 2_Regulasi Keuangan Publik universitas terbuka.pptxSlametFitIlham
 
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...CaeCaew
 
MAKALAH_STANDAR_AKUNTANSI_PEMERINTAHAN_S.docx
MAKALAH_STANDAR_AKUNTANSI_PEMERINTAHAN_S.docxMAKALAH_STANDAR_AKUNTANSI_PEMERINTAHAN_S.docx
MAKALAH_STANDAR_AKUNTANSI_PEMERINTAHAN_S.docxAlfaTreisya
 
Makalah bab 10 akuntansi sektor publik
Makalah bab 10 akuntansi sektor publikMakalah bab 10 akuntansi sektor publik
Makalah bab 10 akuntansi sektor publikAldy Lolowang
 
Bab 5 sektor publik
Bab 5 sektor publikBab 5 sektor publik
Bab 5 sektor publikVerenNatalia
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...MutiaRevelianti
 
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerahMakalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerahMarobo United
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...MutiaRevelianti
 
Manajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negaraManajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negaraBPKP
 

Similar a Akuntabilitas Nasional (20)

Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraImplikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
 
Uu 01 2004 Pjls
Uu 01 2004 PjlsUu 01 2004 Pjls
Uu 01 2004 Pjls
 
Implementasi PP No. 6 tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pe...
Implementasi PP No. 6 tahun 2008 Tentang Pedoman  Evaluasi Penyelenggaraan Pe...Implementasi PP No. 6 tahun 2008 Tentang Pedoman  Evaluasi Penyelenggaraan Pe...
Implementasi PP No. 6 tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pe...
 
Akuntabilitas ptgjwbn keu instansi pemerintah
Akuntabilitas ptgjwbn keu instansi pemerintahAkuntabilitas ptgjwbn keu instansi pemerintah
Akuntabilitas ptgjwbn keu instansi pemerintah
 
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
13 masalah pengelolaan keuangan negara dan daeraha
 
tugas praktikum komputer dan perpajakan
tugas praktikum komputer dan perpajakantugas praktikum komputer dan perpajakan
tugas praktikum komputer dan perpajakan
 
Isi
IsiIsi
Isi
 
PAL - KD 3.11.pptx
PAL - KD 3.11.pptxPAL - KD 3.11.pptx
PAL - KD 3.11.pptx
 
LAKIP 2015 RSJ TAMPAN PROVINSI RIAU
LAKIP 2015 RSJ TAMPAN PROVINSI RIAULAKIP 2015 RSJ TAMPAN PROVINSI RIAU
LAKIP 2015 RSJ TAMPAN PROVINSI RIAU
 
Pengelolaan keuangan negara
Pengelolaan keuangan negaraPengelolaan keuangan negara
Pengelolaan keuangan negara
 
Modul 2_Regulasi Keuangan Publik universitas terbuka.pptx
Modul 2_Regulasi Keuangan Publik universitas terbuka.pptxModul 2_Regulasi Keuangan Publik universitas terbuka.pptx
Modul 2_Regulasi Keuangan Publik universitas terbuka.pptx
 
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
 
Sistem penyelenggaraan pemerintah negara (2)
Sistem penyelenggaraan pemerintah negara (2)Sistem penyelenggaraan pemerintah negara (2)
Sistem penyelenggaraan pemerintah negara (2)
 
MAKALAH_STANDAR_AKUNTANSI_PEMERINTAHAN_S.docx
MAKALAH_STANDAR_AKUNTANSI_PEMERINTAHAN_S.docxMAKALAH_STANDAR_AKUNTANSI_PEMERINTAHAN_S.docx
MAKALAH_STANDAR_AKUNTANSI_PEMERINTAHAN_S.docx
 
Makalah bab 10 akuntansi sektor publik
Makalah bab 10 akuntansi sektor publikMakalah bab 10 akuntansi sektor publik
Makalah bab 10 akuntansi sektor publik
 
Bab 5 sektor publik
Bab 5 sektor publikBab 5 sektor publik
Bab 5 sektor publik
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
 
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerahMakalah sistem akuntansi pemerintah daerah
Makalah sistem akuntansi pemerintah daerah
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
 
Manajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negaraManajemen keuangan negara
Manajemen keuangan negara
 

Más de Researcher Syndicate68

Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah studi kasus ...
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus ...Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus ...
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah studi kasus ...Researcher Syndicate68
 
Menata ulang kabinet 2014 2019 ichwan- 2014_
Menata ulang kabinet 2014 2019  ichwan- 2014_Menata ulang kabinet 2014 2019  ichwan- 2014_
Menata ulang kabinet 2014 2019 ichwan- 2014_Researcher Syndicate68
 
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali budi...
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali  budi...Organizational culture change in the decentralization practice boyolali  budi...
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali budi...Researcher Syndicate68
 
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...Researcher Syndicate68
 
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development budiarjo
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development  budiarjo Pnpm tackle inequality problem in indonesian development  budiarjo
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development budiarjo Researcher Syndicate68
 
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdmWisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdmResearcher Syndicate68
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...Researcher Syndicate68
 
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...Researcher Syndicate68
 
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...Researcher Syndicate68
 
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)Researcher Syndicate68
 
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)Researcher Syndicate68
 

Más de Researcher Syndicate68 (20)

Paparan akd saumlaki (agustinus)
Paparan akd saumlaki (agustinus)Paparan akd saumlaki (agustinus)
Paparan akd saumlaki (agustinus)
 
Samiaji corporate social responsibility
Samiaji corporate social responsibilitySamiaji corporate social responsibility
Samiaji corporate social responsibility
 
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah studi kasus ...
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus ...Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus ...
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah studi kasus ...
 
Perbandingan (antun nasri sidik 2014)
Perbandingan (antun nasri sidik 2014)Perbandingan (antun nasri sidik 2014)
Perbandingan (antun nasri sidik 2014)
 
Kti tentang elakip
Kti tentang elakipKti tentang elakip
Kti tentang elakip
 
Menata ulang kabinet 2014 2019 ichwan- 2014_
Menata ulang kabinet 2014 2019  ichwan- 2014_Menata ulang kabinet 2014 2019  ichwan- 2014_
Menata ulang kabinet 2014 2019 ichwan- 2014_
 
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali budi...
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali  budi...Organizational culture change in the decentralization practice boyolali  budi...
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali budi...
 
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...
 
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development budiarjo
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development  budiarjo Pnpm tackle inequality problem in indonesian development  budiarjo
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development budiarjo
 
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdmWisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
 
Paper+responsible+innovation evi
Paper+responsible+innovation eviPaper+responsible+innovation evi
Paper+responsible+innovation evi
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
 
Jurnal lan mp-desanew (suryanto)
Jurnal lan mp-desanew (suryanto)Jurnal lan mp-desanew (suryanto)
Jurnal lan mp-desanew (suryanto)
 
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
 
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
 
Global warming artikel suryanto
Global warming artikel suryantoGlobal warming artikel suryanto
Global warming artikel suryanto
 
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)
 
Efektivitas kelembagaan ptsp (marsono )
Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )
Efektivitas kelembagaan ptsp (marsono )
 
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)
 
Penyiapan e leadership (sri astiti )
Penyiapan e leadership (sri astiti )Penyiapan e leadership (sri astiti )
Penyiapan e leadership (sri astiti )
 

Último

Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdfAgenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdfHeru Syah Putra
 
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptxManajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptxyovi2305
 
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxSOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxwansyahrahman77
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxAmandaJesica
 
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfRUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfNezaPurna
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfNetraHartana
 
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024DEDI45443
 
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorevaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorDi Prihantony
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxBudyHermawan3
 
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...citraislamiah02
 
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptMuhammadNorman9
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1RomaDoni5
 
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...mayfanalf
 
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...iman333159
 

Último (14)

Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdfAgenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
 
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptxManajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
 
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxSOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
 
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfRUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
 
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
 
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorevaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
 
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
 
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
 
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
 
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
 

Akuntabilitas Nasional

  • 1. - 1 - IDENTIFIKASI INSTRUMEN PELAKSANAAN AKUNTABILITAS NASIONAL DI LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA* Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Deputi Bidang Kajian Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia Abstrak Akuntabilitas merupakan salah satu prinsip utama tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang mengisyaratkan adanya perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik. Disamping sebagai sebuah prinsip, akuntabilitas juga telah dijadikan oleh Pemerintah sebagai suatu kebijakan nasional yang mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan dari tingkat pusat maupun daerah. Diharapkan Pedoman Akuntabilitas Nasional ini dapat memberikan kejelasan bagi para pengambil kebijakan dalam upaya meningkatkan akuntabilitas para penyelenggara negara dalam rangka kesadaran hukum dan penegakan hukum di Indonesia. Kata Kunci : Akuntabilitas Nasional, Pemerintahan Yang baik, Penyelenggaraan Negara/Pemerintahan. * Disarikan dari hasil kajian Pengembangan Instrumen Akuntabilitas Nasional, Pusat Kajian Hukum Administrasi Negara, Tahun 2011.
  • 2. PENDAHULUAN Reformasi di Indonesia telah berjalan satu dekade lebih, namun hasil yang ditorehkan melalui semboyan reformasi tersebut belum menunjukkan adanya perubahan yang berarti khususnya dalam tubuh birokrasi di negara ini. Semangat reformasi yang menginginkan tercapainya penyelenggaraan pemerintahan yang terbebas dari unsur-unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sama sekali belum dapat terwujudkan karena lemahnya pengawasan dan minimnya peraturan yang mengatur tentang akuntabilitas lembaga negara. Fenomena seputar pemerintahan yang mencerminkan betapa buruknya negeri ini tentunya menjadi agenda besar dan fokus dari reformasi selanjutnya. Penyelenggaraan negara yang bebas dari praktek-praktek KKN belum dapat terlaksana dengan baik yang dapat kita saksikan setiap hari di televisi maupun di koran yang memberitakan kasus korupsi pejabat di negara ini setidaknya dapat membuka mata hati kita bahwa ternyata negara kita ini belum sepenuhnya bebas dari jeratan KKN. Permasalahan ini sebenarnya sudah ada sejak lama dan sudah mendarah daging ditubuh birokrasi negeri ini. Banyak pejabat di instansi pemerintah maupun BUMN yang dengan bangga dan dengan santainya melakukan KKN. Hal ini salah satunya disebabkan karena belum adanya aturan/pedoman pertanggungjawaban yang mendorong setiap pejabat instansi pemerintah maupun lembaganya dalam melaporkan setiap kegiatan maupun dalam penggunaan anggaran negara. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang utama dari buruknya birokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, fokus mengenai akuntabilitas penyelenggaraan negara atau yang nantinya disebut sebagai akuntabilitas nasional menjadi kajian yang wajib diperdalam sehingga akan tercipta penyelenggaran negara yang bebas dari unsur-unsur KKN. Di Indonesia, prinsip akuntabilitas nasional ini secara eksplisit sudah dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Bahkan dalam Undang-Undang tersebut juga dinyatakan bahwa sebagai asas umum penyelenggaraan negara, akuntabilitas nasional adalah merupakan asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tinggi negara.
  • 3. Penyelenggara negara yang dimaksud di atas, meliputi pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudisial, serta Direksi dan Komisaris pada BUMN dan BUMD, Bank Indonesia, Perguruan Tinggi Negeri, TNI dan POLRI, lembaga auditif, lembaga moneter, serta lembaga negara non struktural. Dari uraian tersebut di atas, terdapat 2 (dua) hal yang positif dan penting untuk dipahami, yakni: (1) akuntabilitas nasional dapat ditetapkan secara formal, sebagai asas penyelenggara negara dan dimaknai sebagai upaya mempertanggung jawabkan hasil pelaksanaan dari program dan kegiatan yang telah ditetapkan oleh setiap instansi/lembaga pemerintah kepada masyarakat/rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, dan (2) akuntabilitas nasional sedikitnya harus menyebutkan pelaku atau siapa dari setiap lnstansi/lembaga yang harus ber- akuntabel/mempertanggungjawabkan atau menjalankan fungsi pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, dan yudisial, serta Direksi, dan komisaris pada BUMN dan BUMD, Bank Indonesia, Perguruan Tinggi Negeri, TNI dan POLRI, dan pimpinan dari instansi/lembaga: auditif, moneter, lembaga negara non struktural. Dengan demikian akuntabilitas nasional ini nantinya dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mewujudkan good governance. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Undang-undang ini, ditunjang dengan peraturan yang mengatur tentang akuntabilitas nasional, dapat dijadikan sebagai instrumen yang mengatur lebih detail tentang bentuk akuntabilitas penyelenggara lembaga/instasi negara yang lain baik secara eksplisit dalam konteks yang lebih luas (tidak hanya dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara yang bersih dan bebas dari KKN) dan mengatur tentang mekanisme akuntabilitas publik oleh semua lembaga/instansi tersebut. Selama ini, implementasi akuntabilitas di Indonesia diatur dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang secara detail dalam opersionalnya diatur dalam keputusan kepala LAN Nomor 589/IX/6/Y/1999 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan AKIP sebagaimana telah dicabut dengan Keputusan Kepala LAN Nomor
  • 4. 239/IX/6/Y/ 2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan AKIP. Ditinjau dari aspek kelembagaan sistem akuntabilitas ini, memang sudah ditetapkan dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999, yang selanjutnya didukung oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang memiliki tugas dalam pengembangan sistem AKIP, sedangkan Badan Pengawas Keuangan Pengembangan (BPKP) memiliki tugas untuk mengevaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tersebut. Dalam perkembangannya, Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tersebut pada tahun 2004 ditindaklanjuti oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) dengan membentuk Deputi Bidang Akuntabilitas sehingga LAKIP ini selanjutnya disampaikan dan dievaluasikan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) tersebut. Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa adanya perbedaan yang mencolok dengan apa yang diatur oleh PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan Kinerja Instansi Pemerintah, yang lebih menekankan pada kinerja pada kerangka keuangan† dengan unit † Kinerja dalam kerangka penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran sebagaimana diamanahkan dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 55. Tinjauan lebih detail analisis pada kegiatan dan atau program, akuntabilitas kinerja yang diatur dalam Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang pedoman penyusunan pelaporan AKIP merupakan pedoman yang diarahkan kedalam perspektif pada kerangka/ perspektif manajemen dan dengan menggunakan unit analisis yang pada tingkat organisasi secara utuh atau menyeluruh. Sedangkan ditinjau dari sudut pandang yang lain, sistem AKIP sebagaimana diatur dalam Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 masih relatif belum menekankan pada akuntabilitas publik, melainkan lebih lebih merupakan akuntabilitas administratif atau vertikal. Sehingga aturan yang telah ada tersebut hanya mengatur tentang akuntabilitas administrative atau vertical saja, hal ini dapat diketahui melalui aturan yang diatur dalam inpres Nomor 7 Tahun 1999. Namun sayangnya terkait dengan akuntabilitas publik mengenai pada aspek: siapa yang harus menyajikan akuntabilitas tersebut, meliputi instansi pemerintah mencakup Kementrian, LPDN, Propinsi, Kabupaten/ Kota, Markas Besar TNI, POLRI, dan sekretariat lembaga tertinggi negara (DPR/MPR, MA, BPK, dan mengenai hal ini disajikan pada Bab II khususnya dalam Tinjauan Kebijakan.
  • 5. lain-lain), masih belum disampaikan secara jelas. Sehubungan dengan adanya komitmen terhadap akuntabilitas publik yang diberikan oleh instansi pemerintah, dalam perkembangan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah ada salah satu kebijakan yang cukup mengembirakan, yakni dengan berlakunya PP Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Kepada Masyarakat, sebagai pengganti PP Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Walaupun demikian kebijakan tersebut, merupakan kebijakan yang hanya mengatur tentang pertanggungjawaban dalam konteks pemerintahan daerah, namun jika dilihat dari aspek substansinya, maka penyampaian informasi kepada masyarakat masih jauh dari harapan terkait dengan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut. Oleh karena itu, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) secara implisit harus menekankan pada keharusan melaporkan kinerjanya tersebut, walaupun demikian dalam konteks Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kinerja yang dimaksud disini adalah hanya lebih ditekankan pada tingkat pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM), bukan tingkat kinerja yang sesungguhnya. Dewasa ini, adanya tuntutan dan harapan dari semua pihak terus berkembang menginginkan agar akuntabilitas nasional dapat segera diwujudkan, supaya semua instansi pemerintah yang meliputi: Kementrian, LPDN, Propinsi, Kabupaten /Kota, Markas Besar TNI, POLRI, dan sekretariat lembaga tertinggi negara (DPR/MPR, MA, BPK, dan lain-lain), dan Kementrian, LPDN, Propinsi, Kabupaten /Kota, Markas Besar TNI, POLRI, dan sekretariat lembaga tertinggi negara (DPR/MPR, MA, BPK, dan lain-lain), dapat memberikan kewajibannya untuk mempertanggungjawabkan keuangan dan kinerjanya, selain kepada atasan (yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban), juga kepada rakyat (yang memiliki manadat). Dengan demikian akuntabilitas nasional ini nantinya dapat memberikan kewajiban mempertanggung-jawabkan keuangannya dan kinerjanya, pada semua instansi pemerintah yang lainnya seperti: - eksekutif, (- legislatif (DPR dan DPD); - yudisial (MK dan MA); - auditif (BPK); - moneter (BI); - lembaga negara non
  • 6. struktural (KY, KPK, KPPU, Komnas Ham, Ombusdman, KPI), dan Kementrian, LPDN, Propinsi, Kabupaten /Kota, Markas Besar TNI, POLRI, dan sekretariat lembaga tertinggi negara (DPR/MPR, MA, BPK, dan lain-lain) serta kewajiban mempertanggung-jawabkan kepada publik terkait dengan program kegiatan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dari berbagai uraian di atas, yang menjelaskan mengenai konsep, kebijakan, dan implementasi praktek yang menyangkut akuntabilitas di Indonesia mulai dari tingkat pusat, sampai daerah serta lembaga/ instansi pemerintah yang lainnya, ditinjau dari aspek pihak pelaku (individu), kelompok/organisasi, instansi/lembaga pemerintah yang bertindak sebagai penerima akuntabilitas tersebut, baik dari substansi, mekanisme, maupun kelembagaan maka perlu dikembangkan suatu sistem akuntabilitas yang lebih komprehensif, yang berupa akuntabilitas nasional. Hasil kajian yang disusun ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai apa, mengapa, bagaimana, dan kepada siapa akuntabilitas itu dilaksanakan baik oleh setiap lembaga negara, individu (pejabat negara), lembaga Non Departemen, Komisi, maupun BUMN yang memiliki mandat untuk melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan negara. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum akuntabilitas sangat erat kaitannya dengan instansi/lembaga pemerintah, dan kaintannya dengan mempertanggungjawabkan kinerjanya. Namun demikian belum ada satu definisi tentang akuntabilitas yang bisa diterima oleh semua pakar/ahli. Di Indonesia, klarifikasi konseptual mengenai definisi makna akuntabilitas adalah penting dan mendesak karena penyelenggaraan pemerintahan khususnya di masa lalu yang sangat membatasi berkembangnya akuntabilitas publik. Pandangan lama tentang makna akuntabilitas dan penerapannya yang telah mengakar tentunya tidak begitu mudah untuk dihilangkan. Oleh karena itu definisi baru tentang akuntabilitas perlu ditetapkan, disebarluaskan serta dilakukan berbagai upaya untuk penerapannya. Selain itu, mendesaknya klarifikasi konseptual untuk dilakukan adalah fakta adanya berbagai pendapat mengenai definisi akuntabilitas dalam sistem pemerintahan demokratis. Masalah klarifikasi konseptual harus dipandang
  • 7. sebagai suatu masalah akademik dan merupakan dasar dari langkah-langkah penyusunan dan implementasi mekanisme akuntabilitas (Turner, 2000). Akuntabilitas (accountability) merupakan istilah yang diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan di mana dana publik tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara ilegal (Hatry, 1980). Selanjutnya dalam perkembangannya, akuntabilitas digunakan oleh pemerintah untuk melihat akuntabilitas efisisensi ekonomi program melalui usaha untuk mencari dan menemukan apakah ada penyimpangan staf atau inefisiensi penggunaan atau ada prosedur yang tidak diperlukan. Akuntabilitas dan responsibilitas hakekatnya merupakan standar profesional yang harus dilaksanakan oleh aparat pemerintah dalam memberikan pelayananan kepada masyarakat. Akuntabilitas dan responsibilitas publik dapat juga dipergunakan sebagai alat/sarana untuk menilai kualitas kinerja aparat pemerintah sehingga mereka dapat mengenali dengan benar kekuatan dan kelemahannya (Islamy, 1998). Dengan demikian, Akuntabilitas publik merupakan landasan bagi proses penyelenggaraan pemerintahan dan keberadaannya diperlukan karena aparatur pemerintah harus mempertanggungjawabkan tindakannya. Selanjutnya, Finner dalam Darwin (1993) menjelaskan akuntabilitas merupakan konsep yang berkenaan dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh administrasi negara (birokrasi publik). Akuntabilitas ini yang menilai adalah orang atau institusi yang berada di luar birokrasi publik. Akuntabilitas sering disebut sebagai tanggungjawab yang bersifat obyektif (objective responsibility). Responsibilitas obyektif bersumber kepada adanya pengendalian dari luar (external control) yang mendorong atau memotivasi aparat pemerintah untuk bekerja keras sehingga tujuan three E’s (economy, efficiency and effectiveness) dari organisasi dapat tercapai (Denhardt, 1991). Membahas konsep tanggungjawab birokrasi pemerintah terhadap publik, tidak dapat dilepaskan dari konsep responsibilitas (responsibility), sebagaimana dikemukakan oleh Carl J. Friedrich (dalam darwin, 1993). Konsep tersebut berkenaan dengan standar profesional dan kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh aparat birokrasi pemerintah dalam menjalankan tugas- tugasnya. Aparat birokrasi pemerintah
  • 8. dikatakan responsibel jika pelakunya memiliki standar profesional atau kompetensi teknis yang tinggi, dan karenanya diperlukan standar penilaian tersendiri yang sifatnya administratif atau teknis, bukan politis. Konsep pertanggungjawaban aparat birokrasi pemerintah tersebut, karena tuntutan ini disebut juga administrative responsibility atau menurut istilah Denhardt (1991) disebut subjective responsibility yaitu pertanggungjawaban yang bersumber pada sifat subyektif individu aparat (internal control), yang lebih mengedepankan nilai-nilai etis dan kemanusiaan yang terangkum dalam EEF (equity, equality and fairness) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan tugas-tugas administratif lainnya. Selanjutnya, Etzioni (1975) menyatakan perlunya melihat administrative accountability sebagai sarana untuk menarik perhatian terhadap adanya real politics of administrative life dan ia menekankan perlunya dua macam pendekatan terhadap akuntabilitas, yakni pertama: pendekatan moral yang melihat akuntabilitas sebagai seruan dan pendidikan bagi orang-orang yang memiliki kesadaran akan tanggungjawab moralnya; dan kedua: pendekatan hukum yang lebih memfokuskan perhatiannya pada mekanisme checks and balances dan persyaratan-persyaratan pelaporan formal, baik di dalam maupun di luar organisasi administrasi. Sementara itu, J.B Ghartey dalam Salleh dan Iqbal (1995) menyebutkan bahwa akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, oleh siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana dan bagaimana. Pertanyaan tersebut membutuhkan jawaban meliputi apa yang harus dipertanggungjawabkan, mengapa pertanggungjawaban tersebut harus diberikan, siapa yang harus bertanggungjawab atas berbagai kegiatan tersebut, apakah pertanggungjawaban tersebut berjalan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Sehingga akuntabilitas dapat dipergunakan sebagai instrumen untuk mengontrol berbagai kegiatan dalam mencapai hasil yang ditentukan dalam bidang pelayanan publik. Dari berbagai uraian di atas yang menyebutkan definisi akuntabilitas publik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sekaligus sebagai pemilik dari seluruh sumber-sumber kekayaan, kewenangan, dan kekuasaan. Oleh karena itu, sangat wajar apabila pemegang kekuasaan yang telah
  • 9. menggunakan sumber-sumber kekayaan yang berasal dari rakyat tersebut harus mempertanggung-jawabkan kepada rakyat. Dengan perkataan lain, setiap aparatur pemerintah harus dapat mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku, dan kebijakan yang telah diambil kepada publik selama mereka menjalankan tugas, wewenang, dan tanggungjawab, yang telah diberikan kepadannya. Konsep pertanggungjawaban demikian, dalam studi administrasi negara disebut dengan akuntabilitas publik. Hal ini senada, dengan yang disampaikan oleh Hughes (1992) bahwa: “government organization are created by the public, for the public and need to be accountable to it”. (Organisasi pemerintah dibuat oleh publik dan untuk publik, karenannya perlu mempertanggungjawabkannya kepada publik.) Berdasarkan uraian tersebut di atas, tentang berbagai definisi atau pengertian akuntabilitas publik maka dapat ditarik suatu kesimpulan, ada empat dimensi dari akuntabilitas, yaitu: (1) siapa yang harus melaksanakan akuntabilitas (ada pihak yang melaksanakan akuntabilitas); (2) kepada siapa mereka harus berakuntabilitas (akuntabilitas dilaksanakan kepada siapa); (3) apa standar atau ukuran yang harus digunakan untuk penilaian akuntabilitas (ada mekanisme akuntabilitas) ini; dan (4) ada nilai yang terkandung dalam akuntabilitas itu sendiri. Dalam perkembangannya, pengertian akuntabilitas ini sering dikaitkan dengan good governance, dalam kaitannya dengan mencapai efisiensi, dalam penyelenggaraan pemerintahan/negara oleh stakeholder yang terlibat. Ide dasar dari akuntabilitas ini, adalah kemampuan seseorang atau organisasi atau penerima amanat untuk memberikan jawaban kepada pihak yang memberikan amanat atau mandat tersebut. Semua unit organisasi, apakah dipilih atau ditunjuk, dapat dikatakan akuntabel ketika organisasi atau penerima amanat untuk memberikan jawaban kepada pihak yang memberikan amanat atau mandat tersebut mampu menjelaskan dan mempertanggung- jawabkannya atas semua tindakan/kegiatan yang telah mereka lakukan, dan sanggup menerima sanksi atas tindakan yang tidak layak atau dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkannya. Terkait dengan konsep dan aplikasi akuntabilitas ini, sebenarnya sudah ada selama ini, namun seiring dengan adanya perubahan dari lingkungan terkait dengan tuntutan akuntabilitas nasional ini
  • 10. semakin hari semakin menjadi besar/kuat. Tuntutan akuntabilitas nasional ini, juga semakin besar seiring dengan semakin sedikitnya/lemahnya fungsi kontrol yang dilakukan oleh local democratic control (kelompok-kelompok yang dipilih oleh masyarakat) baik yang berupa Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) atau lembaga swadaya masyarakat yang lainnya. Tujuan yang mendasari munculnya local democratic control yakni untuk mengarahkan instansi/lembaga penyelenggaraan pemerintahan/Negara menggunakan bentuk akuntabilitas langsung kepada publik. Namun sayangnya, organisasi baru ini belum memiliki publik, organisasi baru ini juga masih belum memiliki bentuk akuntabilitas yang sesuai dengan keberadaannya. Dengan demikian organisasi baru yang masuk dalam kelompok local democratic control ini direkrut biasanya berdasarkan profesionalisme oleh eksekutif yang memberikan dana dalam operasionalnya. Jelas bahwa organisasi baru ini membutuhkan mekanisme akuntabilitas yang berbeda mengingat perbedaan rekrutmen antara keduanya. Secara tradisional, konsep akuntabilitas ini diberlakukan sebagai subordinate dari sebuah konsep pertanggungjawaban. Kata accountability dalam konsep ini pada dasarnya mengandung arti, penerima tanggung jawab yang harus selalu siap untuk ‘calling to account’ atau menjelaskan pertanggung-jawaban (explanation of responsibility). …dalam suatu sistem organisasi, pegawai bertanggung jawab pada organisasi atau pada orang lain (kelompok orang, atasan) untuk melaksanakan tanggung jawab yang diserahkan padanya. Hal ini berarti orang ini harus bertindak dalam konteks hubungan dengan organisasi/orang lain/kelompok/ atasan yang dapat memaksa mereka untuk meminta penjelasan dari pegawai ini tentang apa yang sudah dilakukan dan mana yang belum dilakukan. Sehingga dalam kontek pertanggungjawaban orang ini harus bertanggung jawab akan kinerjanya, dan juga merupakan subyek atau penilaian, pengarahan, permintaan, informasi atas tindakan mereka (Thynne and Goldring, 1987, 8) Akuntabilitas dapat juga diartikan sebagai “suatu cara melalui mana individu dan organisasi melaporkan kepada pihak yang dianggap memiliki wewenang dan dituntut bertanggung jawab atas segala tindakannya (Edward and Hulme 1996,8). Pada dasarnya, definisi akuntabilitas ini selalu dikaitkan dengan tuntutan agar seseorang atau lembaga/instansi akuntabel. Seperti yang
  • 11. dikatakan oleh Leat sebagaimana dikutip oleh McDonald (1997, 53). “Accountabilityis defined as ’the right to require an account’ and also ‘the right to impose sanctions if the account or the actions accounted for are inadequate”. Pengertian akuntabilitas ini akan cenderung memiliki arti yang lebih kompleks dalam suatu organisasi sektor publik daripada dalam organisasi sektor swasta. Perbedaan ini nampak bahwa, dalam sektor swasta, manajer dan pekerja dituntut untuk akuntabel terhadap stakeholder yang mudah diidentifikasi, misalnya pelanggan atau pemilik saham, terkait dengan: keuntungan, kerugian dan perhatian terhadap pengurangan biaya produksi mendominasi, dan secara rutin dapat disampaikan dalam setiap laporan yang dibuatnya. Sementara seorang pimpinan yang mempunyai kewenangan penuh dalam menentukan nasib karyawannya merupakan sumber utama terhadap mekanisme penguatan akuntabilitas tersebut. Sebagai gambaran awal tentang karakteristik proses akuntabilitas di sektor swasta yang dapat dikatakan lebih/sangat sederhana ini, dapat dandingkan dengan keadaan disektor publik. Pada sektor publik, akuntabilitas harus berhadapan dengan stakeholder yang beragam dengan kepentingan yang berbeda, dan masing-masing sangat sulit di identifikasi, dan bisa-jadi terdapat beberapa kepentingan, bahkan bertentangan satu sama lain. Akuntabilitas dalam sektor publik dapat digambarkan sebagai sistem elektoral, yang jarang sekali memberikan mandat yang jelas untuk isu-isu yang spesifik. Selain itu, seringkali sistem check and balances diantara cabang-cabang kekuasaan negara yang berperan memperkuat mekanisme akuntabilitas justru malah menciptakan konflik kewenangan, dengan adanya kebijakan yang justru melemahkan akuntabilitas pemerintah itu sendiri. Permasalahan lain yang timbul terkait dengan akuntabilitas ini adalah kenyataan bahwa organisasi publik yang ada saat ini ada, justru banyak yang mengadopsi konsep dari organisasi swasta. Sehingga berbagai konsep swasta yang diadopsi tersebut, pada dasarnya malah mementingkan hasil sebagai indikator utama dari keberhasilan organisasi, Dengan demikian dapat menyebabkan munculnya isu akuntabilitas pada sektor publik yang mengedepankan hasil (improved performance matters) dari pada proses yang harus dijalani. Keadaan yang demikian ini akan menimbulkan tantangan baru bagi sektor untuk
  • 12. melakukan akuntabilitas terhadap hasil (performance) yang dicapai oleh suatu organisasi. Dari berbagai uraian tersebut di atas, nampak bahwa organisasi publik yang memiliki mandat ini sangat berbeda dengan sektor swasta kaitannya dengan persoalan akuntabilitas tersebut. Dari sisi pendanaan, berbagai tugas yang dilaksanakan oleh suatu organisasi yang masuk dalam kategori organisasi publik ini, sebagian besar dibiayai dari sektor pajak, dimana penentuan biayanya sering kali lebih banyak meng-cover aspek sosial, serta melaksanakan fungsi memberikan pelayanan pada masyarakat yang tidak mampu, untuk mendapatkan akses terhadap barang dan jasa. Dari pertanggungjawaban mandat yang diberikan ini akan memberikan kontribusi terhadap kompleksitas dari cakupan akuntabilitas dalam sektor publik tersebut, contohnya: mempertimbangkan kriteria efisiensi, efektivitas dan keadilan. Beberapa uraian di atas, mengambarkan kompleksitas masalah yang terjadi, dan dapat dipergunakan untuk melakukan pengkajian lebih mendalam mengenai karakteristik, sekaligus cara kerja dari akuntabilitas yang ada di sektor publik. Dengan demikian akuntabilitas sebagai konsep dalam administrasi publik tersebut dianggap sebagai sarana yang mutlak diperlukan untuk mencegah praktek KKN, dan pada gilirannya dapat dipergunakan untuk menegakkan pemerintahan yang demokratis di Indonesia. Selain pengertian akuntabilitas di atas, menurut The Public Administration Dictionary: ”accountability” diartikan sebagai kondisi dimana suatu individu yang menjalankan kewenangan dibatasi oleh sarana eksternal dan norma internal (“a condition in which individuals who exercise power are constrained by eksternal mean and by internal norms”) (Chandler and Plano 1988). Namun dari definisi akuntabilitas tersebut juga memberikan pengertian secara eksternal, yang dapt diartikan sebagai masyarakat warganegara, anggota Parlemen, pejabat politik dan pejabat pemerintah, peradilan dan sebagainya. Hukum, peraturan dan prinsip moral yang diatur dalam masyarakat bisa menjadi rambu pembatas. Sedangkan pengertian ”public” dalam public accountability mengandung makna, yaitu berkaitan dengan keterbukaan (openness) dan dalam konteks publik domain. Penjelasan yang lebih detail mengenai kedua makna antara akuntabilitas (accountability) dan publik (public), tersebut dapat diketahui sebagai berikut (Bovens, 2005):
  • 13. In the first place, used in this context, ‘public’ should be understood to mean ‘openness’. Account is not rendered discretely, behind closed doors, but is in principle open to the general public. The information provided about the actor’s conduct is widely accessible, hearings and debates are open to the public and forum broadcasts its judgement to the general public. In the second place, ‘public’ refers to the object of the account to be rendered. Public accountability mainly regards matters in public domain, such as the spending of public funds, the exercise of public authorities, or the conduct of public institutions. It is not necessarily limited to public organisations, but can extend to private bodies that exercise public privileges or receive public funding. Secara umum terkait dengan jenis akuntabilitas ini, ada beberapa pakar/ahli yang memberikan pemisahan/ pengelompokan secara tegas tentang jenis akuntabilitas tersebut, yang salah satunnya disampaikan oleh Day Klien (dalam Ferlie et als, 1996) yang membedakan akuntabilitas dalam 2 (dua) kategori yaitu political accountability dan Managerial accountability. Pertama, political accountability ini diartikan sebagai proses dimana delegated authority atau sebagai penerima/pemegang mandat dari publik, harus bertanggungjawab atau menjawab pertanyaan atas tindakan yang mereka lakukan kepada publik, secara langsung dalam kelompok masyarakat yang lebih kecil atau sederhana, maupun dalam kelompok masyarakat yang lebih luas atau kompleks. Salah satu bentuk akuntabilitas yang dianggap sangat ideal untuk menggambarkan political accountability ini, adalah ministerial accountability, dimana pucuk pimpinan organisasi publik memberikan akuntabilitas kepada lembaga perwakilan. Namun seiring dengan kompleksitas pekerjaan dan besarnya jumlah departemen atau organisasi pemerintah pemerintahan/negara, proses ini menjadi semakin tidak efektif walaupun mekanisme akuntabilitas ini dilakukan melalui komisi. Apalagi konsep ini juga sering sekali mendapatkan banyak pertanyaan tentang makna direct public accountability atau lebih dikenal dengan akuntabilitas langsung kepada publik atau rakyat. Kedua, managerial accountability sebagai salah satu dari kategori akuntabilitas publik yang diartikan sebagai proses dimana delegated authority atau penerima/ pemegang mandat dari publik tersebut, harus mempertanggung jawabkan atau dengan menjawab pertanyaan atas pelaksanaan dari tugas yang sudah disepakati sebelumnya sesuai dengan/ berdasarkan kriteria dan standar yang sudah disepakati atau ditetapkan
  • 14. dari awal. Sebagai contoh cara untuk melakukan akuntabilitas manajerial ini adalah: (-) fiscal audit; (-) managemen by objectives techniques, dan (-) individual appraisal system. Dalam konteks Managerial Accountability ini, pengembangan format akuntabilitas sangat memungkinkan untuk dilakukan, hal ini disebabkan oleh karena pada dasarnya dalam akuntabilitas ini hanya terdapat 3 (tiga) komponen penting yakni: (a) adanya indikator/standar yang disepakati; (b) prinsip bukti yang akurat, relevan dan cukup; serta (c) proses penilaian yang akurat dan baik. Dari beberapa penjelasan diatas, nampak bahwa managerial accountability memiliki batasan atau cakupan yang lebih sempit dan secara alamiah memang sudah ada, dan dibangun dalam organisasi (bounded in nature) tersebut. Dari proses sampai dengan mekanisme dari akuntabilitas ini memang relatif lebih sederhana untuk dibangun serta kontrol, namun akuntabilitas itu sendiri, ada kecendeungan lebih bersifat manajerial atau administratif jika dikaitkan dalam struktur organisasi yang riil, dan penerapan kontrol sosial ini dirasakan masih rendah. Hal ini sangat berbeda dengan political accountability yang hampir sama memiliki kesamaan standar untuk menilai akuntabilitasnya dengan memiliki kontrol manajerial atau administratif yang rendah, namun juga memiliki kontrol sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan Managerial Accountability. Dengan melihat perbedaan dari derajat kontrol sosial dan manajerial ini, yang selanjutnya digunakan oleh Moiz (dalam Ferlie et als, 1996) untuk pengembangan suatu model akuntabilitas yang disesuaikan dengan pembagian kekuasaan dan keberadaan suatu organisasi tertentu. Penggunaan suatu model ini sangat penting untuk dilakukan, dengan tujuan untuk menjelaskan pertanyaan-pertanyaan mengenai: siapa yang harus melakukan akuntabilitas dan kepada siapa akuntabilitas tersebut harus diberikan. Cakupan atau batasan mengenai siapa saja yang harus melakukan akuntabilitas ini, menjadi sangat penting untuk dipergunakan dalam mengidentifikasikan aktor (pihak) yang harus berakuntabilitas atau memberikan akuntabilitas tersebut. Apabila aktor yang harus memberikan akuntabilitas ini dikaitkan dengan publik, maka aktor (pihak) yang wajib berakuntabilitas atau memberikan akuntabilitas tersebut yaitu organisasi publik dan atau mereka yang
  • 15. menerima anggaran dari negara yang bersumber pada APBN maupun APBD. Konsekuensi yang melekat dari pembiayaan atau anggaran dari negara yang bersumber pada APBN maupun APBD yang diberikan kepada organisasi penerima untuk menyelenggarakan pemerintahan/Negara tersebut, harus memberikan pertanggung jawaban dan transparansi terkait dengan penggunaan anggaran tersebut. Sebagai ilustrasi yang sederhana untuk memberikan gambaran tentang bentuk pertanggungjawaban/akuntabilitas ini adalah ketika seseorang atau organisasi (instansi/lembaga) menerima anggaran yang bersumber dari APBN/APBD, maka seseorang atau organisasi (instansi/ lembaga) tersebut memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi-fungsi publik sesuai dengan tugas pokok, dan fungsinya secara efisien, ekonomis, efektif, beretika, dan adil. Kondisi yang demikian ini dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai tujuan atau sasaran dari program kegiatan yang telah direncanakan atau ditetapkan sebelumnya. Gambaran tersebut merupakan gambaran awal tentang konsep utama dari akuntabilitas untuk menjawab siapa yang harus akuntabel atau siapa yang harus memberikan pertanggungjawaban tersebut. Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di negara kesatuan Indonesia, pihak yang menerima anggaran dari negara baik berupa APBN/APBD ini adalah Penyelenggara Negara baik berupa: - eksekutif (pemerintah pusat dan pemerintah daerah); - legislatif (DPR dan DPD); - yudisial (MK dan MA); - auditif (BPK, BPKP); - moneter (BI); - lembaga negara non struktural (KY, KPK, KPPU, Komnas Ham, Ombusdman, KPI dan seluruh Komisi yang ada); - Kementrian, LPDN, Propinsi, Kabupaten /Kota; - Markas Besar TNI; - POLRI; dan - Sekretariat lembaga tertinggi negara (DPR/MPR, MA, BPK, dll). Pihak-pihak tersebut selama ini, menerima anggaran dari APBN dan APBD, serta direkrut secara berbeda-beda untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintahan/ negara. Adanya perbedaan dalam tatacara rekrutmen/penerimaan ini, menyebabkan
  • 16. pola hubungan yang berbeda antara instansi/lembaga pemerintah yang satu dengan yang lainnya. Apabila rekrutmen/ penerimaan ini, dikaitkan dengan sisi atau aspek manajerial dan politik, akan nampak adanya perbedaan yang menonjol. Contohnya: bagi penyelenggara negara yang dipilih langsung oleh publik, maka jelas akan memiliki hubungan politik yang tinggi dengan konstituennya, dan sebaliknya dari aspek manajerial menjadi lebih rendah dalam memberikan akuntabilitasnya, sedangkan untuk institusi/lembaga yang di pilih oleh pimpinan eksekutif, maka akan memiliki hubungan manajerial yang tinggi dengan yang memilih, dan sebaliknya dari aspek politik kepada publik akan lebih rendah dalam memberikan akuntabilitasnya. Dari uraian tersebut, nampak bahwa ada perbedaan yang sangat penting untuk menentukan kepada siapa mereka berakuntabilitas dan seberapa luas cakupan dari akuntabilitasnya tersebut. Selain adanya pembagian yang jelas antara 2 (dua) kategori yakni: akuntabilitas dalam managerial and political accountability tersebut, selanjutnya kita harus juga mengenal model akuntabilitas yang dikembangkan mulai dari classical public administration doctrine dan perkembangan dari model itu sendiri. Ditinjau dari awal mula pengembangan dari model akuntabilitas yang berupa, clasissical public accountability doctrine ini, akuntabilitas yang dikembangkan cenderung lebih bersifat political accountability dengan berbentuk upward accountability atau ministerial accountability. Adapun minister atau eksekutif ini, bertanggung jawab pada lembaga perwakilan atau parlemen, terkait dengan tugas-tugas publik, dan harus mengundurkan diri jika terjadi kesalahan. Dengan diketahuinya gambaran dan perkembangan classical public accountability tersebut, maka selanjutnya dapat diketahui tahapan perkembangan dari model tersebut, sebagai berikut: a. Model tradisional Westminster/ accountability upward Dalam model ini disebutkan, bahwa adanya garis pertanggungjawaban/ akuntabilitas dari bawah ke atas atau hierakhi, dan garis kewenagan atau komando yang menunjukkan otoritas dari atas kebawah, atau lebih dikenal dengan model akuntabilitas ministerial/simply upward. Pada model akuntabilitas ini, sangat sesuai dengan konsep birokrasi yang digagas oleh Weber, sehingga
  • 17. lazimnya disebut dengan administrative accountability. Dalam model ini setiap individu wajib memberikan pertanggungjawaban terhadap suatu tugas spesifik yang diberikan kepadanya/kepada atasannya secara hierakhis. Kondisi yang demikian ini dilakukan sebagai bentuk kontrol atasan terhadap kinerja yang dilakukan oleh bawahannya. b. Model tradisional yang dikembangkan upward, inward dan outward Selanjutnya dalam model ini, kelihatan jelas merupakan pengembangan dari Model Tradisional Westminster yang juga dianggap memiliki banyak kelemahan meliputi: 1) Ide pertanggungjawaban yang menekankan pada penjelasan dan pembenaran atas suatu tindakan dianggap tidak cukup digunakan untuk melihat kinerja suatu tindakan. 2) Hubungan dalam pertanggung jawaban yang bersifat interpersonal. 3) Kontrol yang bersifat Top-Down. Selanjutnya dari beberapa kelemahan tersebut, dan ditambah dengan adanya tuntutan global yang menuntut adanya trasparasi dan kejujuran dari suatu organisasi pemerintah, maka model tersebut dikembangkan menjadi konsep pertanggungjawaban/akuntabilitas yang tidak hanya dari bawah ke atas (akuntabilitas internal), yang juga ditambahkan dengan memberikan pertanggungjawaban/ akuntabilitas yang bersifat lebih kedalam lagi, yakni ditujukan pada perorangan. Sedangkan untuk akuntabilitas yang bersifat keluar ini, ditujukan pada memberikan pertanggungjawaban/ akuntabilitas kepada masyarakat (akuntabilitas eksternal). Adapun untuk mendukung akuntabilitas internal dan eksternal tersebut, pendukung konsep/teori akuntabilitas ini menyarankan diciptakannya beberapa mekanisme dan sistem akuntabilitas misalnya: (-) adanya pengembangan jaminan kebebasan mendapat infornmasi dan pembentukan berbagai lembaga independen yang bertujuan untuk mengontrol kinerja dari sektor publik, sebagai contoh: ombudsman dan peradilan yang kuat.
  • 18. c. Model Stone Dalam model stone ini, pertanggungjawban/ akuntabilitas dibagi dalam 5 (lima) kategori, yakni: 1) Kontrol dari Parlemen (DPR); 2) Managerialism; 3) Peradilan/Lembaga semi peradilan; 4) Perwakilan Masyarakat; 5) Pasar (konsumen-pengusaha). Untuk memudahkan dalam memahami hubungan dalam sistem akuntabilitas model ini dapat ditampilkan dalam bentuk tabel 1, sebagai berikut: Tabel 1 Hubungan dalam Sistem Akuntabilitas Model Stone Kategori Dasar hubungan Bentuk Hubungan Parlemen (DPR) Supervisi/ komando Atasan- bawahan Managerial Kontrak Principal- agent Pengadilan / Lembaga Semi Peradilan Hak individu/ kewajiban secara procedural Komplain dari responden Perwakilan Masyarakat Perwakilan /responsif Pemilih – perwakilan Pasar Kompetisi/ pemenuha n kebutuhan konsumen Konsumen – sektor swasta Sumber: Romzek and Dupnik dalam Stone, 1995. d. Model jaringan kerja /jaringan yang kompleks, Perlu adanya jaringan yang dibentuk oleh para pihak, yakni kesepakan antara pihak yang satu dengan yang lain untuk membentuk suatu jaringan kerja yang komplek dan saling memberikan kontribusi dan informasi. Dengan demikian model ini, nantinya akan dapat menekankan pada pola hubungan yang terjalin secara baik pada suatu kerjasama yang terstruktur. Selanjutnya dalam suatu system tersebut terbina suatu kerjasama, oleh semua pihak yang terkait untuk saling berkomunikasi, dalam kaitanya dengan saling memberikan inforrmasi serta menjalin hubungan kerja yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh para pihak dalam jaringan kerja tersebut. Secara singkat jenis-jenis akuntabilitas dapat dikemukakan dalam matriks berikut: Tabel 2 Matriks Tipe Akuntabilitas No Sumber Tipe-Tipe Akuntabilitas
  • 19. No Sumber Tipe-Tipe Akuntabilitas 1. Jabra dan Dwivedi (1989) (1) Administrative / Organization Accountability; (2) Legal Accountability; (3) Political Accountability; (4) Professional Accountability; dan (5) Moral Accountability. 2. Paul (1991) dalam Salleh dan Iqbal (1995) (1) Democratic accountability; (2) Professional accountability; dan (3) Legal accountability. 3. Yango (1991) dalam Salleh dan Iqbal (1995) (1) Traditional or regularity accountability; (2).Managerial accountability; (3) Program accountability dan (4) Process accountability. 4. Greenwood dan Wilson (1989) dalam Fernanda (2002) (1) Akuntabilitas hukum dan Perundang- undangan; (2) Akuntabilitas politik dan kelembagaan. 5. J.D Stewart (1984) dalam Fernanda (2002) (1) Akuntabilitas kebijakan; (2) Akuntabilitas program; (3) Akuntabilitas kinerja; (4) Akuntabilitas proses; (5) Akuntabilitas hukum dan No Sumber Tipe-Tipe Akuntabilitas Perundang- undangan. 6. Mc Kenney dan Howard (1979) dalam Fernanda (2002) (1) Akuntabilitas fiskal; (2) Akuntabilitas legal; (3) Akuntabilitas program; (4) Akuntabilitas proses; (5) Akuntabilitas hasil. 7. Schacter (2000) (1) Informasi (information); (2) tindakan (action); (3) tanggapan (response). Dari beberapa konsep/teori akuntabilitas tersebut pada Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa konsep/teori akuntabilitas oleh Jabra dan Dwivedi, mendapat dukungan oleh konsep yang disampaikan Paul, Yanggo, Greenwood dan Wilson, J.D Stewart serta Mc Kenney dan Howard. Sedangkan Schacter tidak menentang konsep/teori akuntabilitas Jabra dan Dwivedi akan tetapi justru memberi warna tersendiri dalam konsep/teori akuntabilitas publik tersebut. A. Akuntabilitas Lembaga Legislatif Akuntabilitas lembaga legislatif diperlukan dengan adanya kekuasaan yang berupa amanah yang diberikan oleh rakyat kepada anggota legislatif terpilih
  • 20. agar mereka mampu menjalankan tugasnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Setelah amanah tersebut dijalankan, maka harus ada laporan atas pelaksanaan tugas- tugas yang telah dipercayakan tadi. Tujuan penyusunan dan penyampaian laporan akuntabilitas lembaga legislatif adalah untuk mewujudkan akuntabiltas lembaga tersebut terutama kepada rakyat/publik selaku pemberi amanah. Bagi lembaga legislatif sendiri, pelaporan akuntabilitas kinerjanya merupakan sarana untuk mengkomunikasikan dan menjawab tentang apa yang sudah dicapai dan bagaimana proses pencapaiannya, tentunya terkait dengan mandat yang diberikan oleh rakyat kepadanya. Adapun maksud dan tujuan penyusunan dan penyampaian laporan akuntabilitas lembaga legislatif ini adalah: 1. Pertanggungjawaban dari lembaga representasi rakyat kepada rakyat selaku pemberi mandat demokratisasi yang lebih baik. 2. Pengambilan keputusan dan pelaksanaan perubahan-perubahan ke arah perbaikan, dalam mencapai kehematan, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Perbaikan penyelenggaraan demokrasi negara Indonesia menuju proses demokratisasi yang bertanggung jawab, responsif, efektif dan efisien. Laporan pertanggung jawaban lembaga Legislatif (DPR dan DPD) pada prinsipnya harus memuat laporan yang berisikan mengenai laporan kegiatan dan laporan keuangan. Ringkasan eksekutif merupakan salah satu bentuk akuntabilitas bagi lembaga yang mengambarkan secara umum untuk kinerja lembaga dilihat dari dimensi kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan kegiatan disusun berdasarkan perencanaan strategis yang di susun oleh lembaga legislative. Sementara laporan keuangan disusun berdasarkan mata anggaran yang telah dialokasikan ke dalam program-program yang terangkum dalam perencanaan strategis. Substansi akuntabilitas Lembaga Legislatif dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu: Akuntabilitas Organisasi dan Akuntabilitas Individual. Akuntabilitas organisasi terdiri dari 3 (tiga) substansi akuntabilitas, yaitu: politik, legal, dan professional, sedangkan akuntabilitas individu terdiri dari 2 (dua)
  • 21. substansi akuntabilitas, yaitu: politik dan moral. Seluruh indikator yang ada di masing-masing substansi akuntabilitas di atas selanjutnya harus disusun dalam format yang sistematis dan melalui mekanisme penyampaian laporan akuntabilitas berikut ini. 1. Disclosure of statement Laporan akuntabilitas yang tersaji dalam disclosure of statement disajikan dalam bentuk documentary accountability, yakni pelaporan akuntabilitas yang terstandarisasi secara bentuk, format, dan isinya. Untuk selanjutnya laporan tersebut dipublikasikan atau dikirimkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan atas laporan akuntabilitas lembaga legislatif (stakeholders). 2. Social Auditing Mekanisme social auditing lembaga legislatif dapat dijalankan dalam bentuk: - Public hearings, - Publikasi, - Kunjungan kerja, dan - Konsultasi publik. B. Akuntabilitas Lembaga Yudikatif Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 3 dinyatakan bahwa Asas-asas umum Penyelenggaraan Negara meliputi Asas Kepastian Hukum, Asas Keterbukaan, Asas Proporsionalitas, Asas Profesionalitas dan Asas Akuntabilitas. Sesuai dengan asas- asas tersebut lembaga yudisial wajib leaporkan setiap kegiatannya sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya. Dalam melaksanakan asas akuntabilitas lembaga yudisial yang dalam hal ini diwakili oleh Mahkamah Agung memiliki kewajiban untuk menyusun dan menyampaikan laporan pertanggung jawaban kinerjanya kepada pihak yang memerlukan terutama pada seluruh masyarakat Indonesia. Sedangkan untuk menciptakan good governance diperlukan prinsip-prinsip partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, daya tanggap, wawasan ke depan, akuntabilitas, pengawasan, efisensi dan efektivitas, serta profesionalisme. Kemudian prinsip akuntabilitas ditegaskan lagi dalam visi, misi dan program membangun Indonesia yang aman, adil dan sejahtera melalui program meningkatkan pengawasan untuk menjamin akuntabilitas,
  • 22. transparansi, dan perbaikan kinerja aparatur Negara/pemerintah. Tujuan dari pelaksanaan akuntabilitas lembaga yudisial dalam hal ini diwakili oleh Mahkamah Agung adalah sebagai berikut: 1. Mewujudkan lembaga peradilan yang bersih dan akuntabel yang dapat memberikan keadilan bagi masyarakat; 2. Meningkatkan efektifitas lembaga peradilan melalui koreksi terhadap pelaksanaan program/kegiatan yang telah direncanakan oleh lembaga; 3. Memberikan keterbukaan informasi bagi seluruh masyarakat indonesia mengenai lembaga peradilan serta kinerja yang telah dilaksanakannya; 4. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi yang dimiliki oleh lembaga yudisial, sehingga kedepannya dapat menjadi dasar untuk perbaikan dalam kinerjanya sebagai lembaga peradilan. Laporan pertanggung jawaban lembaga Yudisial pada prinsipnya harus memuat laporan yang berisikan mengenai laporan kegiatan dan laporan keuangan. Ringkasan eksekutif merupakan salah satu bentuk akuntabilitas bagi lembaga yang mengambarkan secara umum untuk kinerja lembaga dilihat dari dimensi kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan kegiatan disusun berdasarkan perencanaan strategis yang di susun oleh lembaga yudisial. Sementara laporan keuangan disusun berdasarkan mata anggaran yang telah dialokasikan ke dalam program-program yang terangkum dalam perencanaan strategis. Substansi akuntabilitas Lembaga Legislatif dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu: Akuntabilitas Organisasi dan Akuntabilitas Individual. Laporan pertanggungjawaban lembaga yudisial (dalam hal ini adalah MA) dilakukan melalui mekanisme Reporting. Yaitu dalam melaporkan setiap program/kegiatan harus disusun kedalam bentuk laporan baik tertulis maupun tidak tertulis. Dalam pelaporan akuntabilitas secara individu bagi hakim dapat dilakukan melalui mekanisme reporting yaitu dengan membuat laporan dalam bentuk tertulis yang disampaikan kepada Komisi Yudisial, Presiden, dan DPR serta masyarakat umum. C. Akuntabilitas Lembaga Keuangan Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). Governmental Accounting Standards Board (GASB, 1999) dalam
  • 23. Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Sebuah kewajiban bagi instansi pemerintah untuk melakukan akuntabilitas, agar instansi tersebut dapat dinyatakan kredibel. Bank Indonesia sebagai bagian dari instansi pemerintah wajib untuk melakukan akuntabilitas. Tujuan akhir dari proses akuntabilitas adalah prinsip akuntabilitas itu sendiri yakni pertanggungjawaban yang mensyaratkan hal utama yang dilaporkan berkenaan dengan sukses atau gagalnya suatu rencana. Baik buruknya pencapaian suatu instansi turut mempengaruhi kepercayaan publik terhadap instansi tersebut, diaharapkan dengan akuntabilitas yang baik maka akan terbangun suatu kepercayaan publik yang tinggi. Laporan pertanggung jawaban Lembaga Keuangan pada prinsipnya harus memuat laporan yang berisikan mengenai laporan kegiatan dan laporan keuangan. Ringkasan eksekutif merupakan salah satu bentuk akuntabilitas bagi lembaga yang mengambarkan secara umum untuk kinerja lembaga dilihat dari dimensi kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan kegiatan disusun berdasarkan perencanaan strategis yang di susun oleh BI. Sementara laporan keuangan disusun berdasarkan mata anggaran yang telah dialokasikan ke dalam program-program yang terangkum dalam perencanaan strategis. Untuk dapat melaksanakan tujuan dari Bank Indonesia, maka Bank Indonesia menyusun Sistem Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja atau disingkat SPAMK. Sistem ini disusun untuk dapat menrencanakan anggaran serta bagaimana kinerja dari Bank Indonesia, satuan kerja serta individu dapat diapantau, diawasi, serta diukur. Bank Indonesia telah menerapkan Indikator Kinerja Individu (IKI). IKI merupakan salah satu instrument yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mempertahankan, meningkatkan dan mengevaluasi kinerja dari para pegawainya, IKI sendiri diterapkan pada semua level tingkatan pegawai. Mekanisme akuntabilitas oleh Bank Indonesia dominan berupa pelaporan (reporting), dimana Bank Indonesia secara berkala mempublikasikan perkembanga moneter kepada masyarakat melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Bank Indonesia telah
  • 24. membuka informasi melalui website yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Dari website tersebut dapat dilihat perkembangan dari inflasi, informasi pembayaran samapi informasi mengenai produk peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. D. Akuntabilitas Lembaga Pemeriksa Laporan pertanggung jawaban lembaga pemeriksa keuangan pada prinsipnya harus memuat laporan yang berisikan mengenai laporan kegiatan dan laporan keuangan. Ringkasan eksekutif merupakan salah satu bentuk akuntabilitas bagi lembaga yang mengambarkan secara umum untuk kinerja lembaga dilihat dari dimensi kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan kegiatan disusun berdasarkan perencanaan strategis yang di susun oleh lembaga Pemeriksa. Sementara laporan keuangan disusun berdasarkan mata anggaran yang telah dialokasikan ke dalam program-program yang terangkum dalam perencanaan strategis. Dengan melakukan operasionalisasi dari visi, misi, nilai dasar serta tujuan strategis di atas, maka dalam membuat suatu format laporan pertanggungjawaban kinerja, BPK dapat menggunakan beberapa indikator untuk menggambarkan sampai sejauh mana kinerja yang telah BPK capai. Adapun indikator-indikator tersebut dapat didasarkan pada beberapa bidang, yaitu kepegawaian, publik, hasil, kualitas, ketepatan waktu, dan biaya sebagaimana yang telah ditetapkan dalam “Indikator Sukses BPK”. Instrumen yang dipakai oleh BPK dalam melaporkan hasil pemeriksaannya antara lain: a. Pidato Makalah b. Siaran Pers c. The Audit Forum d. Warta BPK e. Naskah Memorandum (Dalam dan Luar Negeri) f. Hasil Pemeriksaan KAP g. Hasil Peer Review h. Publikasi Lain (situs http/www.bpk.go.id) Media yang selama ini dipakai oleh BPK dalam proses akuntabilitasnya cukup baik artinya informasi yang dibagi atau dilaporkan oleh BPK dapat dilihat oleh siapapun yang ingin mendapatkannya. BPK sekiranya perlu juga membagi hasil laporannya kepada pihak akademis, selain sebagai bahan pembelajaran bagi masyarakat akademis hal ini juga dapat dimanfaatkan oleh BPK untuk mendapatkan masukan, ide serta saran- saran yang sekiranya berkaitan dengan laporan BPK. Tentu saja masukan yang
  • 25. diharapkan adalah masukan yang bersifat membangun. E. Akuntabilitas Lembaga Pertahanan dan Keamanan Melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia menginstruksikan tentang penyusunan penetapan kinerja kepada menteri, jaksa agung, panglima TNI, kepala Polri, kepala LPND, gubernur, bupati, dan walikota, sebagaimana tercantum pada butir ketiga Inpres tersebut, yaitu sebagai berikut : ”Membuat penetapan kinerja dengan Pejabat dibawahnya secara berjenjang, yang bertujuan untuk mewujudkan suatu capaian kinerja tertentu dengan sumber daya tertentu, melalui penetapan target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan pencapaiannya baik berupa hasil maupun manfaat.” Melalui inpres tersebut maka TNI/Polri wajib melakukan perencanaan kinerja yang tujuannya adalah untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dalam pencapaian kinerja yang telah ditetapkan. Akuntabilitas sangat penting bagi lembaga pertahanan dan keamanan mengingat lembaga ini sangat penting peranannya dalam menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Pada prinsipnya kondisi lembaga ini sangat rawan dan retan terhadap adanya praktek-praktek KKN yang sudah membudaya di negara kita. Maka dari itu menjadi sangat urgen bagi TNI/Polri untuk melakukan akuntabilitas yang terstruktur dan terstandar sehingga kinerja lembaga ini menjadi transparan dan akuntabel. Agar pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja instansi Hankam lebih efektif, sangat diperlukan komitmen yang kuat dari organisasi yang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab di bidang pengawasan dan penilaian terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Maka dari itu seluruh jajaran aparat maupun pejabat wajib melaporkan semua kegiatannya sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab yang diembannya. Laporan pertanggung jawaban lembaga Pertahanan pada prinsipnya harus memuat laporan yang berisikan mengenai laporan kegiatan dan laporan keuangan. Ringkasan eksekutif merupakan salah satu bentuk akuntabilitas bagi lembaga yang mengambarkan secara umum untuk kinerja lembaga dilihat dari dimensi kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan kegiatan disusun berdasarkan perencanaan strategis yang di susun oleh lembaga pertahanan dan keamanan Sementara laporan keuangan disusun
  • 26. berdasarkan mata anggaran yang telah dialokasikan ke dalam program-program yang terangkum dalam perencanaan strategis. Sebagai lembaga negara yang diberi mandat untuk melaksanakan kegitan dalam pertahanan dan keamanan TNI wajib membuat laporan pertanggungjawaban sesuai dengan apa yang diamanahkan oleh undang-undang. Dalam hal ini akuntabilitas/ pertanggungjawaban TNI didasarkan pada perencanaan strategis TNI yang merupakan penjabaran dari visi dan misi. Perencanaan stratejik merupakan proses sistematis yang berkelanjutan dari pembuatan keputusan yang berisiko, dengan memanfaatkan sebanyak- banyaknya pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara sistematis usaha- usaha melaksanakan keputusan tersebut, dan mengukur hasilnya melalui umpan balik yang terorganisasi dan sistematis. Mekanisme akuntabilitas lembaga pertahanan dilakukan melaui reporting (pelaporan) dalam hal ini yang digunakan sebagai dasar pelaporan adalah Rencana strategis (renstra) dan tugas pokok dan fungsi. Uraian yang dijelaskan dalam mekanisme pelaporan secara secara rinci harus mengungkapkan tentang kinerja dan capaian kinerja yang sudah ditetapkan melalui perencanaan strategis. Hasil dari laporan ini kemudian menjadi tolak ukur keberhasilan dari pelaksanaan kinerja TNI dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Selanjutnya laporan yang sudah dibuat harus disampaikan secara utuh kepada Kementerian Pertahanan selaku lembaga induk yang membawahi TNI. F. Akuntabilitas Lembaga Komisional Maksud disusunnya pedoman ini adalah untuk memberikan arah dan pedoman bagi setiap satuan kerja dan unit lembaga komisional dalam menyusun dan menyiapkan laporan akuntabilitasnya. Tujuan disusunnya pedoman ini adalah agar segala bentuk pelaksanaan program kerja komisi dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholder yang terkait dan penyajian laporannya dapat tersusun dengan sistematis agar mudah dipahami guna perbaikan dan peningkatan kinerja komisi di kemudian hari. Laporan pertanggung jawaban komisional pada prinsipnya harus memuat laporan yang berisikan mengenai laporan kegiatan dan laporan keuangan. Ringkasan eksekutif merupakan salah satu bentuk akuntabilitas bagi lembaga yang mengambarkan secara umum untuk kinerja lembaga dilihat dari dimensi kegiatan dan alokasi anggaran. Laporan
  • 27. kegiatan disusun berdasarkan perencanaan strategis yang di susun oleh komisional. Sementara laporan keuangan disusun berdasarkan mata anggaran yang telah dialokasikan ke dalam program- program yang terangkum dalam perencanaan strategis. Komisi berdiri atas tanggung jawabnya melindungi kenyamanan publik dalam mendapatkan informasi. Sebagai basis dalam penyusunan laporan akuntabilitas, Komisi dapat menggunakan Program Kerja komisi yang telah ditetapkan. Mekanisme dan bentuk akuntabilitas komisional yaitu: 1. Laporan 2. Konferensi Pers 3. Konsultasi/Dialog Publik baik di Pusat Maupun Daerah 4. Publikasi G. Akuntabilitas Lembaga Eksekutif Penyelenggaraan Negara Negara yang bersih dan bebas dari unsur KKN merupakan kewajiban setiap lembaga Negara dalam hal pelayanan kepada masyarakat maupun sebagai bentuk pertanggung jawaban dalam menggunakan anggaran. Laporan akuntabilitas memiliki peran dalam mewujudkan hal tersebut serta dapan menjadi pedoman dalam mengukur kinerja organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah: 1. Dapat diketahuinya kegiatan yang telah dilaksanakan; 2. Dapat diketahuinya perkembangan kegiatan yang telah dilaksanakan berikut hasil pengolahan dan evaluasi; 3. Sebagai dasar untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya; 4. Tertibnya pengadministrasian hasil kegiatan; 5. Sebagai bukti laporan program dan hasil kegiatan kepada publik. Akuntabilitas lembaga eksekutif yang saat ini telah dilaksanakan secara periodik dan berlangsung lama serta telah mengalami beberapa kali penyempurnaan dan penyeragaman format laporan. Pada prinsipnya laporan akuntabilitas lembaga eksekutif yang saat ini telah di jadikan sebagai salah satu dasar untuk mengevaluasi kinerja lembaga eksekutif. Laporan akuntabilitas disamping memuat laporan tentang kinerja organisasi yang didasarkan pada pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan organisasi, disertakan juga akuntabilitas keuangan organisasi. Uraian mengenai akuntabilitas keuangan yaitu dengan menyajikan laporan penggunaan anggaran secara detail untuk
  • 28. masing-masing kegiatan organisasi yang diharapkan dapat menjadi pedoman untuk penetapan anggaran tahun berikutnya Mekanisme akuntabilitas lembaga eksekutif yang paling tepat adalah melalui mekanisme reporting (pelaporan). Mekanisme reporting pada prinsipnya lembaga harus membuat/menyusun laporan yang memuat laporan mengenai pelaksanaan kegiatan serta laporan mengenai alokasi anggaran sesuai dengan perencanaan. Lembaga eksekutif secara umum sudah melaksankan laporan akuntabilitas yang dilaksanakan setiap tahun yang dikenal dengan LAKIP. Lakip merupakan salah satu bentuk akuntabilitas yang dilaksankan setiap lembaga/institusi pemerintah termasuk lembaga eksekutif. Laporan yang berisikan informasi mengenai kondisi dan keadaan serta realisasi dari seluruh kegiatan serta gambaran singkat mengenai jalannya organisasi merupakan mekanisme yang sudah dilaksanakan sejak lama. Mekanisme ini dikategorikan sebagai laporan yang memberikan informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi terutama masyarakat secara keseluruhan. PENUTUP Laporan Akuntabilitas merupakan wujud transparansi dan akuntabilitas setiap lembaga dalam melaksanakan berbagai kewajiban pembangunannya. Sangat disadari bahwa laporan akuntabilitas saat ini disadari jauh dari sempurna dalam memberikan informasi. Laporan ini setidaknya dapat melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas seperti yang diharapkan, namun setidaknya masyarakat dan berbagai pihak yang berkepentingan dapat memperoleh gambaran tentang hasil pembangunan yang telah dilakukan oleh jajaran pemerintah. Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi di negara kita. Lembaga eksekutif sebagai salah satu penyangga utama birokrasi telah berusaha dengan berbagai upaya agar terwujud birokrasi yang efektif, efisien, bersih serta berorientasi kepada kebutuhan rakyat. Belum seluruh upaya tersebut mencapai hasil sesuai dengan harapan, namun setidaknya berbagai upaya tersebut telah berjalan pada jalur yang benar. Upaya berkelanjutan tetap akan dilakukan oleh seluruh jajaran unit-unit dalam mewujudkan reformasi birokrasi ini melalui penyusunan kelembagaan yang efektif, ketatalaksanaan yang efisien, ketersediaan SDM aparatur yang
  • 29. profesional, peningkatan akuntabilitas, penerapan sistem pengawasan yang integral, penerapan budaya kerja dan pada akhirnya mampu mewujudkan pelayanan publik yang sesuai dengan harapan masyarakat. REFERENSI Buku Agus Dwiyanto, 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Barker, R.S. 2000.”Government Accountability and Its Limits”, Electronic Journals of Departement of State, Volume 5 Number 2. Carino, L.V. 1991. “Accountability, Corruption and Democracy :A Clarification of Concept” The Asian Review Of Public Administration, Volume 3 Number 2. ------, 1993. Administrative Accountability : A Review Of The Evolution, Meaning and Operationalization Of Key Concept In Public Administration, dalam Brautista (editor), Introduction To Public Administration In The Philippines : Reader, University Of The Philipines Press and The College Of Public Administration University Of The Philipines, Quezon City. Denhardt, R.B. 1991. Public Administration, Pasific Grove : Brooks/Cole Publishing Company. De Vrye, C. 1998. Good Service is Good Business : 7 Simple Strategies for Success, Prentice Hall, New York. Dror. Y. 1971. Strategies for Administrative Reform, Development and Change, The Hauge, Netherlands. Esman, J.M. 1995. Management of Development : Perspective and Strategies, Kumairan Press, Inc. Etzioni, S. 1975. “Administrative Accountability” dalam Public Administration Review (PAR), Number 35, May/June. Fernada, D. 2002. “Sistem Perencanaan dan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah” Journal Desentralisasi Volume 1 Nomor 1, Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah, LAN, Jakarta. Heady, F. 1995. Public Administration : A Comparative Perspective, 5 th, ed. New York : Marcel Decker Inc. Jabbra, J. G. dan Dwidevi, O. P. 1989. Public Service Accountability, Connecticut : Kumairan Press, Inc. Lembaga Administrasi Negara RI. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance, Modul Sosialisasi Sistem AKIP, Jakarta. ------------------------------------------, 2003. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Negara, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta. ------------------------------------------, 2003. Penyusunan Standar Pelayanan Publik, Deputi Kajian Manajemen Kebijakan dan Pelayanan LAN, Jakarta. Mardiasmo, 2002. Otonomi dan
  • 30. Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta. Mertins, Jr., H. (ed.). 1979. Professional Standars and Ethics. Washington, D.C. : ASPA Publisher. Mustopadidjaja, A.R. 2003. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, LAN RI, Jakarta. Nico Andrianto, 2007. Good e-Government: Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui e-Government, Bayumedia Publishing, Malang. Rose, W. dan Menfield, C.E. 1997, “Governmental Reform : What Are The Alternatives”, Policy Studies Journal, Volume 25, number 4. Saleh, S.H. dan Iqbal, A. 1995. Accountability : The Endless Prophecy, The Asian and Pacific Development Centre, Kuala Lumpur, Malaysia. Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Stratejik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit, PT. Gasindo, Jakarta. Suwandi, M. 2001. LPJ Kepala Daerah Dalam Perspektif Administrasi dan Akuntabilitas Publik, Depdagri, Jakarta. --------------, 2001. Akuntabilitas dan Transparansi Pelayanan Pemerintah Daerah, Makalah Seminar Akuntabilitas Publik, Depdagri, Jakarta. Suhadak dan Trilaksono Nugroho, 2007. Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Penyusunan APBD di Era Otonomi Daerah, Bayumedia Publishing, Malang. Taylor, L.K. 1993. Quality : Total Costumer Service, Century Business, London. Thoha, M.1999. Menyoal Birokrasi Publik, Balai Pustaka, Jakarta. -------------, 2002. Reformasi Birokrasi Pemerintah, Makalah Dalam Seminar Good Governance di Bappenas, Jakarta. -------------, 2003. Birokrasi dan Politik di indonesia. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Turner, M. 2000. Menerapkan Akuntabilitas di Daerah Otonom, Makalah Diskusi Nomor 18, CB- SDAS. UNDP. 1997. Reconceptualising Governance, Discussion Paper 2, New York. Whittaker, J.B. 1995.The Government Performance and Result Act of 1993, : A Mandate For Strategic Planning And Performance Measurement, Educational service institute, Arlington, Virginia. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003, Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. -----------------, Nomor 10 Tahun 2009, Tentang Majelis Permusyaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ------------------, Nomor 4 Tahun 2004 jo
  • 31. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman. ------------------, Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Tentang Mahkamah Agung. ------------------, Nomor 24 Tahun 2003: Mengatur Secara Khusus Mengenai Kelembagaan Mahkamah Konstitusi. ------------------, Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. ------------------, Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. ------------------, Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). ------------------, Nomor 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintahan Daerah ------------------, Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah. ------------------, Nomor 12 Tahun 2008, Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. ------------------, Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaraan Negara. ------------------, Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Perrtanggungjawaban Keuangan Negara. ------------------, Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. ------------------, Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan Negara. ------------------, Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. ------------------, Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000, Tentang Tata Cara Pertanggungjawaban dan Pengelolaan Keuangan Daerah. -----------------------------, Nomor 108 Tahun 2000, Tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah. -----------------------------, Nomor 3 Tahun 2007, Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi LPPD kepada Masyarakat. -----------------------------, Nomor 8 Tahun 2004, Tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. -----------------------------, Nomor 56 Tahun 2005, Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. -----------------------------, Nomor 58 Tahun 2005, Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. -----------------------------, Nomor 73 Tahun 2005, Tentang Kelurahan. -----------------------------, Nomor 52 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan. -----------------------------, Nomor 30 Tahun
  • 32. 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. -----------------------------, Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). -----------------------------, Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 Tahun 2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Keputusan Kepala LAN No. 239/IX/6/Y/2003 Tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan AKIP. Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bebas Dari Korupsi. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Komisi Penyiaran Indonesia.