Dokumen tersebut memberikan panduan lengkap tentang tata cara mengurus jenazah mulai dari memandikan, mengkafani, hingga syarat-syarat yang harus dipenuhi. Jenazah wajib dimandikan kecuali syuhada, lalu dikafani dengan 3 lapis kain untuk laki-laki dan 5 lapis untuk perempuan. Tata cara memandikan meliputi membersihkan tubuh, mewudhukan, dan membasuh sebanyak 3-7 kali dengan air dan kapur barus
1. TATA CARA MENGURUS JENAZAH
Bismillahirohmanirahim
A. MEMANDIKAN JENAZAH
Jenazah seorang muslim wajib dimandikan oleh muslim yang lain sebelum ia
dikuburkan. kecuali jenazah para Syuhada yang mati syahid di jalan Allah
(berperang) tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan bersama pakaian
yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.
"Bahwa para Syuhada Uhud tak dimandikan, & mereka dikubur dengan darah
mereka (lumuran darah yang pada jenazah mereka), serta tak dishalatkan." (HR. Abu
Daud 2728)
hal ini dilakukan karena darah para Syuhada itu kelak akan berwangikan
kasturi di hari kiamat. selain jenazah para Syuhada, Janin yang gugur sebelum
mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, hanyalah sekerat daging yang boleh
dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.
a. Syarat orang yang memandikan jenazah
1) Baligh (sudah mencapai kedewasaan)
- sudah mencapai usia 19 tahun dan atau sudah mengalami mimpi
basah bagi laki-laki
- sudah mencapai usia 9 tahun dan atau sudah mengalami
menstruasi bagi perempuan
2) Berakal (tidak gila)
3) Beriman (muslim)
4) sesama jenis kelamin antara yang memandikan dan yang dimandikan.
kecuali;
- anak kecil yang usianya belum lebih dari tiga tahun.
- suami/istri. masing-masing boleh memandikan yang lain.
2. - Mahram. (apabila tidak ada orang yang sejenis kelamin dengan si
mayit)
b. Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah
- Kapas
- Sarung tangan & masker penutup hidung (untuk orang yang
memandikan)
- Gunting (untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
- Spon penggosok
- Kapur barus
- Alat pengerus untuk mengerus dan menghaluskan kapur barus
- Shampo
- Sidrin (daun bidara)
- Air
- Minyak wangi
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya,
serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam
kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah
kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
c. Tata Cara memandikan jenazah
1) Menghilangkan kotoran pada jenazah
memulailah dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku
jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin,
maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian angkatlah kepala
3. jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu urut perutnya dengan perlahan untuk
mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya.
Hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk
membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat
atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
2) Mewudhukan jenazah
Selanjutnya orang yang memandikan berniat (dalam hati) untuk memandikan
jenazah serta membaca basmalah. Lalu jenazah diwudhu-i sebagaimana wudhu untuk
shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi
cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di
antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai
bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan
daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan
untuk membasuh sekujur jasad si mayit.
3) Membasuh tubuh jenazah
Selanjutnya orang yang memandikan membalik sisi tubuh jenazah hingga
miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh belahan punggungnya yang sebelah
kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas membasuh anggota tubuh jenazah
yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan dan
membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian
perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan. Banyaknya
memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu
kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka
ditambah lagi memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika
memang dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian
yang terakhir, karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena
itulah ditambahkannya kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya
tidak hilang.
4. Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang
sejuk, kecuali jika orang yang memandikan membutuhkan air panas untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan
juga menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik
atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si
mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab
rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah, jasad dilap (dihanduki) dengan kain
atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika
panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum
memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain
kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya
dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Faedah
- Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah
dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran
itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si
mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga,
tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
- Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram
dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air
ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak
perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria).
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang
wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
- Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada
air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah
ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan
kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak
tangan si mayit.
B. MENGKAFANI JENAZAH
Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli
dari harta si mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan
5. hutangnya, menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak
memiliki harta, maka keluarganya boleh menanggungnya.
a. Ukuran kain kafan.
Ukuran lebar kain kafan yang digunakan dengan lebar tubuh si mayit adalah
sekitar 1:3, jadi jika lebar tubuh si mayit 30 cm maka kain kafan yang disediakan
adalah sekitar 90 cm. sementara ukuran panjang kain kafan disesuaikan dengan
tinggi tubuh si mayit, contoh jika tinggi tubuhnya 180 cm maka panjang kain
kafannya ditambahkan 60 cm atau jika tinggi tubuhnya 90 cm maka panjang kain
kafan ditambah 30 cm. tambahan panjang kain kafan dimaksudkan agar mudah
mengikat atas kepalanya dan bagian bawahnya.
b. Tata cara mengkafani jenazah
- Jenazah laki-laki –
Jenazah laki-laki dibalut dengan 3 lapis kain kafan. Berdasar dengan
hadits. “Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dikafani dengan 3 helai kain
sahuliyah yang putih bersih dari kapas, tanpa ada baju dan serban padanya, beliau
dibalut dengan 3 kain tersebut.
langkah-langkah :
siapkan tali pengikat kain kafan sebanyak 7 buah (usahakan berjumlah ganjil)
panjang tali disesuaikan dengan lebar tubuh mayit. tali dipintal kemudian di
letakan dengan jarak yang sama diatas usungan jenazah. kemudian 3 helai kain
kafan yang sudah dipersiapkan sebelumnya diletakan sama rata diatas tali
pengikat yang sudah lebih dulu diletakan diatas usungan jenazah, dengan
menyisakan lebih panjang di bagian kepala. siapkan pula kain penutup aurat yang
dipotong hampir menyerupai popok bayi, kain penutup aurat itu diletakan diatas
ketiga helai kain kafan tepatnya dibawah tempat duduk mayit, letakan pula
potongan kapas diatasnya. lalu bubuhi kain kafan dan kain penutup aurat dengan
wewangian dan kapur barus yang langsung melekat pada tubuh si mayit.
Pindahkan mayit yang telah selesai dimandikan dan dihanduki keatas
lembaran kain kafan yang telah siap, kemudian bubuhi tubuh mayyit dengan
wewangian atau sejenisnya. Bubuhi anggota-anggota sujud [tahnith]. Sediakan
kapas yang diberi wewangian dan letakkan di lipatan-lipatan tubuh seperti ketiak
dan yang lainnya. Letakkan kedua tangan sejajar dengan sisi tubuh, lalu ikatlah
kain penutup aurat sebagaimana memopok bayi dimulai dari sebelah kanan dan
ikatlah dengan baik.
6. saat membalut kain kafan mulailah dengan melipat lembaran pertama kain
kafan sebelah kanan, balutlah dari kepala sampai kaki. Demikian lakukan dengan
lembaran kain kafan yang kedua dan yang ketiga. Ikat bagian atas kepala mayit
dengan tali pengikat dan sisa kain bagian atas yang lebih dilipat ke wajahnnya
lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri, kemudian ikatlah tali bagian bawah kaki dan
sisa kain kafan bagian bawah yang lebih dilipat ke kakinya lalu diikat sama seperti
pada bagian atas. setelah itu ikatlah kelima tali yang lain dengan jarak yang sama
rata. perlu diperhatikan mengikat tali tersebut jangan terlalu kencang dan
usahakan ikatannya terletak disisi sebelah kiri tubuh, agar mudah dibuka ketika
jenazah dibaringkan kesisi sebelah kanan dalam kubur.
- Jenazah perempuan-
Jenazan wanita dibalut dengan lima helai kain kafan. Terdiri atas : Dua helai
kain, sebuah baju kurung dan selembar sarung beserta kerudungnya. Jika ukuran
lebar tubuhnya 50 cm dan tingginya 150 cm, maka lebar kain kafannya 150 cm
dan panjangnya 150 ditambah 50 cm. Adapun panjang tali pengikatnya adalah 150
cm, disediakan sebanyak tujuh utas tali, kemudian dipintal dan diletakkan sama
rata di atas usungan jenazah. Kemudian dua kain kafan tersebut diletakkan sama
rata diatas tali tersebut dengan menyisakan lebih panjang dibagian
kepala. untuk mempersiapkan kain kurung pertama ukurlah mulai dari pundak
sampai kebetisnya, lalu ukuran tersebut dikalikan dua, kemudian persiapkanlah
kain baju kurungnya sesuai dengan ukuran tersebut. Lalu buatlah potongan kerah
tepat ditengah-tengah kain itu agar mudah dimasuki kepalanya. Setelah dilipat
dua, biarkanlah lembaran baju kurung bagian bawah terbentang, dan lipatlah lebih
dulu lembaran atasnya (sebelum dikenakan pada mayyit, letakkan baju kurung ini
di atas kedua helai kain kafannya). lebar baju kurung tersebut 90 cm. sementara
untuk kain sarung ukurannya adalah sekitar 90 cm [lebar] dan 150 cm [panjang].
kain sarung tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju kurungnya. dan untuk
ukuran kerudungnya adalah sekitar 90 cm x 90 cm, kerudung tersebut
7. dibentangkan diatas bagian atas baju kurung. untuk tata cara memakaikan kain
penutup aurat, kain kafan dan tali pengikat hampir sama caranya seperti pada
jenazah laki-laki.
Faedah
- Cara mengkafani anak laki-laki yang berusia dibawah tujuh tahun adalah membalutnya
dengan sepotong baju yang dapat menutup seluruh tubuhnya atau membalutnya dengan tiga
helai kain.
- Cara mengkafani anak perempuan yang berusia dibawah tujuh tahun adalah dengan
membalutnya dengan sepotong baju kurung dan dua helai kain.
C. SHOLAT JENAZAH
Shalat Jenazah hukumnya Fardhu kifayah, shalat ini berbeda dengan shalat pada umumnya,
karena tidak memakai ruku’, sujud, i’tidal dan tahiyyat, sholat ini hanya dilakukan dalam
keadaan berdiri dengan 4 kali takbir dan 2 salam.
tata cara pelaksanaannya;
1. Niat
Secara bahasa, “niat” artinya ‘al-qashdu‘ (keinginan atau tujuan), sedangkan
makna secara istilah, yang dijelaskan oleh ulama Malikiah, adalah ‘keinginan
seseorang dalam hatinya untuk melakukan sesuatu’. setiap kita akan melakukan shalat
atau amalan lainnya hendaklah disertai dengan niat terlebih dahulu, begitupun saat
hendak melakukan shalat jenazah juga harus disertai niat yang semata-mata hanya
mengharap keridhoan dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkhotbah di atas
mimbar, “Saya mendengar Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Sesungguhnya, amal itu hanya dinilai berdasarkan niatnya, dan sesungguhnya pahala
yang diperoleh seseorang sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang niat hijrahnya
menuju Allah dan Rasul-Nya maka dia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah
dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya dengan niat mendapatkan dunia atau
wanita yang ingin dinikahi maka dia hanya mendapatkan hal yang dia inginkan.’”
(HR. Al-Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)
bacaan niat shalat jenazah
* untuk mayit laki-laki
"Ushallii alaa hadzal mayyiti arba'a takbiraatin fardhal kifaayati
ma'muuman/imaaman lillahi ta'alaa."
8. *untuk mayit perempuan
"Ushallii alaa haadzihil mayyiti arba'a takbiraatin fardhal kifaayati
ma'muuman/imaaman lillahi ta'alaa."
Artinya : aku niat shalat atas mayit ini empat takbir fardhu kifayah sebagai
makmum/imam karena Allah ta'alaa.
2. Berdiri bila mampu
Shalat jenazah sah jika dilakukan dengan berdiri (seseorang mampu untuk
berdiri dan tidak ada uzur). Karena jika sambil duduk atau di atas kendaraan [hewan
tunggangan], Shalat jenazah dianggap tidak sah.
jika jenazahnya adalah jenazah laki-laki maka imam berdiri tepat di bagian kepala
3. Takbir 4 kali
Aturan ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk
shalat Nabi ketika menyolatkan jenazah.
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa Shallallaahu Alaihi Wa
Sallam menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan beliau takbir 4 kali. (HR.
Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)
4. Membaca surat Al-Fatihah dibaca setelah takbir pertama :
Artinya : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang {1}
segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam {2} Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
{3} Yang menguasai hari pembalasan {4} hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya
kepada Engkaulah kami memohon pertolongan {5} Tunjukilah kami jalan yang lurus{6}
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; (bukan) jalan mereka
yang dimurkai dan (bukan) pula jalan mereka yang sesat{7}. (QS. Al - Fatihah : 1-7)
5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW dibaca setelah takbir kedua :
" Allaahumma Shalli 'Alaa Sayyidinaa Muhammad Wa'alaa aali Sayyidinaa
Muhammad, Kama Shallaita 'Alaa Sayyidinaa ibrahim wa'alaa aali Sayyidinaa
ibrahim, Wa barik 'alaa Sayyidinaa Muhammad wa'alaa aali Sayyidinaa Muhammad,
Kama Barakta 'alaa Sayyidinaa Ibrahim wa 'alaa aali Sayyidina Ibrahim, Innaka
hamiidum majiid.."
9. 6. Membaca Do'a untuk Jenazah dibaca setelah takbir ketiga :
untuk mayit laki-laki :
"Allahummaghfir lahu warhamhu, wa'aafihi wa'fu 'anhu.."
untuk mayit perempuan :
"Allahummaghfir laha warhamha, wa'aafiha wa'fu 'anha.."
Artinya : Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat, sejahtera dan maafkanlah dia.
7. Menyempurnakan Do'a bagi jenazah dibaca setelah takbir keempat:
* untuk mayit laki-laki :
"Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana wa lahu.."
* untuk mayit laki-laki :
"Allahumma Laa Tahrimna Ajraha wa laa taftinnaa ba’daha waghfirlana wa laha.."
Artinya : Ya Allah janganlah kami tidak Engkau beri pahalanya, dan janganlah
Engkau beri fitnah kepada kami sesudahnya, dan berilah ampunan kepada kami dan
kepadanya.
8. Salam.
Faedah
- ketika Shalat jenazah haruslah menghadap kiblat.
- Mayit diletakkan di depan orang yang akan menshalati dengan posisi terlentang.
- Ketika menshalati posisi imam berdiri searah kepala mayit apabila mayitnya laki-
laki, sedang untuk mayit perempuan imam berdiri searah antara dada dan perut.
- Antara orang yang shalat dengan mayit tidak ada penghalang.
- Jarak antara orang yang shlat dengan mayit tidak terlalu jauh.
- Salah satu diantara keduanya tidak lebih tinggi atau lebih rendah posisinya.
- lebih utama apabila shaf makmum dibagi menjadi 3 shaf.
D. MENGUBURKAN JENAZAH
Setelah selesai dimandikan, dikafani dan disholatkan, maka jenazah harus segera
dikuburkan. disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas
pundak dari keempat sudut usungan. Disunnahkan pula untuk menyegerakan mengusungnya
ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan
jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam
sunnah Nabi. Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan,
sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
10. “Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul
Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur
pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk
huruf U memanjang).
dilarang menguburkan jenazah pada 3 waktu terlarang yaitu, ketika matahari terbit hingga ia
agak meninggi, saat matahari tepat berada dipertengahan langit hingga ia telah condong ke
barat, dan saat matahari hampir terbenam hingga ia terbenam sempurna. sebagaimana hadist
dibawah ini :
Dari Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiallahu anhu berkata: “Ada tiga waktu, yang mana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang kami untuk shalat atau menguburkan
jenazah pada waktu-waktu tersebut: Saat matahari terbit hingga ia agak meninggi, saat
matahari tepat berada di pertengahan langit hingga ia telah condong ke barat, dan saat
matahari hampir terbenam hingga ia terbenam sempurna.” (HR. Muslim no. 831)
- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.
11. - Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari
arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak
memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan:
“BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan
berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah
ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia berkata: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mayat memasukkan jenazah ke dalam kubur, maka beliau mengucapkan, “BISMILLAHI WA
‘ALA MILLATI RASUULILLAH (Dengan nama Allah dan di atas agama
Rasulullah).” (HR. Abu Daud no. 3213, At-Tirmizi no. 1046, Ibnu Majah no. 1539, dan
dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ahkam Al-Jana`iz hal. 152)
-Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam
posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua
kaki.
12. - Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak
ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si
mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu
dari atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu
yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang
kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan
batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan.
Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
13. - Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab
pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai
menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit
(dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit
bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber :
http://saad01.blogspot.com/2005/07/risalah-jenazah.html
http://anwaramsyahastro.blogspot.com/2009/09/hukum-hukum-tentang-mengurus-
jenazah.html
http://kaahil.wordpress.com/2011/11/17/gambar-lengkap-panduan-cara-pengurusan-jenazah-
dalam-islam-tata-cara-memandikanmengkafani-dan-menguburkan-jenazahmayyit-sesuai-
tuntunan-syariat-disertai-ilustrasi-gambar-pendukungnya/
http://ariepinoci.blogspot.com/2012/07/tata-cara-sholat-jenazah-bacaan-shalat.html