Upacara adat Reba merupakan upacara tahunan masyarakat Ngada di NTT untuk menghormati leluhur dan meminta petunjuk untuk tahun baru. Upacara ini diselenggarakan setiap Januari-Februari dengan tarian, musik tradisional, dan makanan khas seperti ubi. Lokasinya di beberapa kecamatan di Kabupaten Ngada seperti Aimere, Bajawa, dan Mataloko.
4. A. Selayang Pandang
• Reba merupakan upacara adat yang
bertujuan untuk melakukan penghormatan
dan ucapan rasa terima kasih terhadap jasa
para leluhur. Upacara ini juga digunakan
untuk mengevaluasi segala hal tentang
kehidupan bermasyarakat pada tahun
sebelumnya yang telah dijalani oleh
masyarakat Ngada. Melalui upacara ini,
keluarga dan masyarakat meminta petunjuk
kepada tokoh agama dan tokoh adat untuk
dapat menjalani hidup lebih baik pada tahun
yang baru. Upacara ini diadakan setiap tahun
baru, tepatnya di bulan Januari atau
Februari.
5. • Tuan rumah untuk upacara ini selalu bergiliran pada
setiap tahunnya. Sehari sebelum perayaan Reba
dimulai, dilaksanakan upacara pembukaan Reba
(su‘i uwi). Pada malam su‘i uwi dilakukan acara
makan minum bersama (ka maki Reba) sambil
menunggu pagi. Pada pagi harinya, ketika upacara
berlangsung, para tamu disediakan makanan dan
minuman yang sudah matang dan siap dimakan
(Ngeta kau bhagi ngia, mami utu mogo. Kaa si papa
vara, ini su papa pinu). Hidangan utama dalam pesta
ini adalah ubi. Bagi warga Ngada, ubi diagungkan
sebagai sumber makanan yang tak pernah habis
disediakan oleh bumi. Karena itu, warga Ngada tidak
akan pernah mengalami rawan pangan ataupun
busung lapar.
6. • Selama upacara Reba berlangsung diiringi
oleh tarian para penari yang menggenggam
pedang panjang (sau) dan tongkat warna-
warni yang pada bagian ujungnya dihiasi
dengan bulu kambing berwarna putih. (tuba).
Sebagai pengiring tarian adalah alat musik
gesek berdawai tunggal yang terbuat dari
tempurung kelapa atau juga dari labu hutan.
Sebagai wadah resonansinya alat musik ini
ditutupi dengan kulit kambing yang pada
bagian tengahnya telah dilubangi.
Sedangkan penggeseknya terbuat dari
sebilah bambu yang telah diikat dengan
benang tenun yang telah digosok dengan
lilin.
7. B. Keistimewaan
• Upacara adat Reba biasa dilakukan tiga sampai empat
hari. Sebelum pelaksanaan upacara tari-tarian dan
nyanyian (O Uwi) diadakan misa inkulturasi di gereja
yang dipimpin oleh seorang pater atau romo. Beberapa
rangkaian upacara juga diiringi dengan koor nyanyian
gereja, dan menggunakan bahasa lokal Ngada.
Upacara ini memang memadukan unsur adat dengan
agama.
• Di luar gereja, suasana upacara adat bertambah
meriah, ketika para penonton dan penari disodori satu
dua gelas arak (tua ara). Ini merupakan tradisi setiap
orang Ngada yang hadir dalam upacara tersebut.
Namun demikian, Reba tidak sekadar pesta hura-hura,
tapi wujud kegembiraan (gaja gora) masyarakat Ngada
dengan tetap menjaga nuansa rohani.
8. C. Lokasi
• Upacara Reba dapat disaksikan di
masing-masing kecamatan yang terletak
di Kabupaten Ngada, Pulau Flores,
Provinsi NTT. Masing-masing kecamatan
itu adalah Aimere, Bajawa, Mataloko,
Jerebu‘u dan So‘a.
9. D. Akses Menuju Lokasi
• Dari Kupang, ibukota Provinsi NTT,
wisatawan dapat naik pesawat menuju
Ende, sebuah kota di Pulau Flores.
Setiba di sana, perjalanan dilanjutkan
menuju Kota Ngada yang berjarak sekitar
61 kilometer dengan naik minibus.
10. E. Tiket Masuk
• Setiap pengunjung tidak dikenakan biaya
tiket masuk.
11. F. Akomodasi dan Fasilitas
• Di kota Ngada terdapat beberapa hotel,
mulai dari kelas melati hingga bintang
dua. Di samping itu, terdapat beberapa
restoran yang menyediakan makanan
khas Ngada, dan beberapa biro wisata
yang siap melayani wisatawan ke obyek
wisata lainnya di sekitar Ngada.
13. ANAK KAMBING SAYA
mana dimana anak kambing saya
anak kambing tuan ada di pohon waru
mana dimana jantung hati saya
jantung hati tuan ada di kampung baru
caca marica he hei
caca marica he hei
caca marica ada di kampung baru
caca marica he hey
caca marica he hey
caca marica ada di kampung baru
14. POTONG BEBEK
Potong bebek angsa, masak di kuali
Nona minta dansa, dansa empat kali
Dorong ke kiri, dorong ke kanan
La la la la la ...
Potong bebek angsa, masak di kuali
Nona minta dansa, dansa empat kali
Dorong ke kiri, dorong ke kanan
La la la la la ...
16. Nusa Tenggara Timur
Suri Ikun dan Dua Burung
Pada jaman dahulu, di pulau Timor
hiduplah seorang petani dengan isteri dan
empat belas anaknya. Tujuh orang anaknya
laki-laki dan tujuh orang perempuan.
Walaupun mereka memiliki kebun yang
besar, hasil kebun tersebut tidak mencukupi
kebutuhan keluarga tersebut. Sebabnya
adalah tanaman yang ada sering dirusak oleh
seekor babi hutan.
17. Petani tersebut menugaskan pada anak
laki-lakinya untuk bergiliran menjaga kebun
mereka dari babi hutan. Kecuali Suri Ikun,
keenam saudara laki-lakinya adalah penakut
dan dengki. Begitu mendengar dengusan
babi hutan, maka mereka akan lari
meninggalkan kebunnya.
Lain halnya dengan Suri Ikun, begitu
mendengar babi itu datang, ia lalu
mengambil busur dan memanahnya. Setelah
hewan itu mati, ia membawanya kerumah.
Disana sudah menunggu saudara-
saudaranya.
18. Saudaranya yang tertua bertugas membagi-
bagikan daging babi hutan tersebut. Karena
dengkinya, ia hanya memberi Suri Ikun kepala dari
hewan itu. Sudah tentu tidak banyak daging yang
bisa diperoleh dari bagian kepala.
Selanjutnya, ia meminta Suri Ikun bersamannya
mencari gerinda milik ayahnya yang tertinggal di
tengah hutan. Waktu itu hari sudah mulai malam.
Hutan tersebut menurut cerita di malam hari dihuni
oleh para hantu jahat. Dengan perasaan takut iapun
berjalan mengikuti kakaknya. Ia tidak tahu bahwa
kakaknya mengambil jalan lain yang menuju
kerumah.
19. Tinggallah Suri Ikun yang makin lama
makin masuk ke tengah hutan. Berulang kali
ia memanggil nama kakaknya. Panggilan itu
dijawab oleh hantu-hantu hutan. Mereka
sengaja menyesatkan Suri Ikun.
Setelah berada ditengah- tengah hutan lalu,
hantu-hantu tersebut menangkapnya. Ia tidak
langsung dimakan, karena menurut hantu-
hantu itu ia masih terlalu kurus.
Ia kemudian dikurung ditengah gua. Ia
diberi makan dengan teratur. Gua itu gelap
sekali. Namun untunglah ada celah
disampingnya, sehingga Suri Ikun masih ada
sinar yang masuk ke dalam gua.
20. Dari celah tersebut Suri Ikun melihat ada dua ekor
anak burung yang kelaparan. Iapun membagi
makanannya dengan mereka. Setelah sekian tahun,
burung- burung itupun tumbuh menjadi burung yang
sangat besar dan kuat. Mereka ingin mem- bebaskan
Suri Ikun.
Pada suatu ketika, hantu-hantu itu membuka pintu
gua, dua burung tersebut menyerang dan mencederai
hantu hantu tersebut. Lalu mereka menerbangkan
Suri Ikun ke daerah yang berbukit-bukit tinggi.
Dengan kekuatan gaibnya, Burung-burung tersebut
menciptakan istana lengkap dengan pengawal dan
pelayan istana. Disanalah untuk selanjutnya Suri Ikun
berbahagia.
(Diadaptasi bebas dari Ny. S.D.B. Aman,"Suri Ikun and The
Two Birds," Folk Tales From Indonesia, Jakarta:
Djambatan, 1976).