Dalam beberapa kesempatan sharing mengenai akreditasi, saya sering menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan “middle manager” atau kepala unit kerja (ruang/instalasi/unit). Menurut Donald Berwick, unit kerja yang menjadi istilah standar dalam regulasi di Indonesia adalah clinical microsystem atau sistem mikro klinik. Kepemimpinan di sistem mikro klinik penting dalam menentukan kinerja organisasi karena kinerja organisasi TIDAK AKAN melebihi kinerja masing-masing sistem mikro klinik. Artikel ini saya tulis dengan tujuan menambah sudut pandang mengenai kepemimpinan di sistem mikro klinik. Artikel ini juga merupakan pelengkap presentasi saya yang bisa dijumpai di http://www.slideshare.net/robertusarian/memimpin-peningkatan-mutu-dengan-pendekatan-sistem-mikro-klinik
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik
1. RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 1
Memimpin
Peningkatan
Mutu
dengan
Pendekatan
Sistem
Mikro
Klinik
(Clinical
Microsystem)
Sistem
Mikro
Klinik
(Clinical
Microsystem)
Dalam
skema
rantai
efek
peningkatan
kualitas
pelayanan
kesehatan
(Berwick,
2002),
sistem
mikro
klinik
menempati
antara
pasien
dan
sistem
makro.
Sistem
makro,
dengan
demikian
adalah
kumpulan
dari
beberapa
sistem
mikro.
Mari
kita
simak
ilustrasi
berikut
ini.
Sepasang
suami
istri,
Ny.
F.
(18)
dan
Tn.
M.
(18)
sedang
menantikan
kelahiran
anak
pertamanya
yang
kebetulan
kembar.
Ketika
cukup
bulan,
Ny.
F.
mengalami
kejang
di
rumah.
Suaminya
yang
kebingungan
segera
membawa
istrinya
ke
bidan
yang
membuka
praktek
dekat
rumah
mereka.
Ibu
bidan
yang
sedang
menangani
pasien
lain
meninggalkan
pasien
tersebut
dan
segera
membawa
Ny.
F.
ke
Puskesmas
terdekat.
Di
ruang
gawat
darurat,
Ny.
F.
mendapatkan
perawatan
segera.
Infus
segera
dipasang,
obat
anti
kejang
diberikan,
dan
direncanakan
untuk
transportasi
ke
rumah
sakit
daerah.
Suaminya,
Tn.
M.,
diberi
tahu
untuk
mempergunakan
jaminan
Jampersal.
Bersamaan
dengan
proses
itu,
Puskesmas
menghubungi
rumah
sakit
daerah
bahwa
akan
ada
ibu
hamil
dengan
kejang
yang
akan
dikirim.
Ketika
Ny.
F.
tiba
di
rumah
sakit,
semua
sudah
siap.
Dokter
segera
melakukan
stabilisasi
setelah
transportasi
di
IGD,
lalu
mengirimnya
ke
kamar
bedah
untuk
dilakukan
pembedahan.
Selesai
pembedahan,
Ny.
F.
dirawat
di
ruang
perawatan.
Kedua
bayinya
lahir
sehat.
Setelah
beberapa
hari
perawatan,
Ny.
F.
diperbolehkan
pulang
bersama
dengan
kedua
bayinya.
Perjalanan
Ny.
F.
mulai
dari
kejang
sampai
dengan
pulang
dari
rumah
sakit
digambarkan
dengan
alur
seperti
di
bawah
ini.
Grafik
1.
Alur
perjalanan
Ny.
F.
mulai
dari
kejang
sampai
pulang
dari
rumah
sakit.
Grafik
di
atas
menunjukkan
dua
macam
kotak,
yaitu
kotak
berwarna
putih
dan
kotak
berwarna
abu-‐
abu.
Kotak
berwarna
abu-‐abu
menunjukkan
proses
di
mana
pasien
bertemu
dengan
tenaga
pelayanan
kesehatan.
Pertemuan
dengan
tenaga
kesehatan
pada
tempat
pelayanan
kesehatan
inilah
yang
disebut
dengan
sistem
mikro
klinik.
Pada
sistem
mikro
klinik
inilah
pertemuan
terjadi
antara
tenaga
kesehatan
dan
pasien
dan/atau
keluarga.
Pada
tempat
yang
sama
juga
terjadi
berbagai
keajaiban
pengobatan
dan
kesalahan
tragis
dibuat
(Nelson
E.
C.,
et
al.,
2007).
Lebih
lanjut
dijelaskan
bahwa
sistem
mikro
klinik
adalah
kelompok
kecil
orang
yang
bekerja
bersama
secara
teratur
untuk
menyediakan
pelayanan
pada
subpopulasi
pasien
tertentu.
Di
dalamnya
terdapat
tujuan
klinis
dan
bisnis,
proses-‐proses
yang
terhubung,
dan
lingkungan
informasi
yang
terbagi
untuk
menghasilkan
luaran
kinerja.
Sistem
mikro
2. RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 2
berkembang
dari
waktu
ke
waktu
dan
sering
kali
merupakan
bagian
dari
organisasi
yang
lebih
besar.
Sistem
mikro
klinik
merupakan
sistem
adaptif
dan
karenanya
perlu
melakukan
tugas
utama
sesuai
tujuan
utama,
mempertemukan
kebutuhan
anggotanya,
dan
menjaganya
sebagai
unit
klinis.
Grafik
2.
Rantai
efek
dalam
peningkatan
mutu
pelayanan
kesehatan
(Berwick,
2002).
Nampak
dalam
grafik
di
atas
bahwa
sistem
mikro
klinik
berada
dalam
garis
depan
pelayanan
kesehatan
karena
langsung
bertemu
dengan
pasien
dan/keluarganya
sekaligus
sebagai
bagian
dari
suatu
sistem
makro.
Pelayanan
kesehatan
yang
paripurna
disusun
dari
banyak
sistem
mikro
klinis
yang
saling
berkaitan.
Grafik
3.
Kesembilan
faktor
sukses
pada
sistem
mikro
klinik
(Nelson
E.
C.,
et
al.,
2002).
Sistem
Mikro
Klinik
dengan
Kinerja
Tinggi
Penelitian
menunjukkan
bahwa
walaupun
sistem
mikro
klinik
yang
kinerjanya
tinggi
memiliki
elemen
yang
kompleks
dan
dinamis
untuk
menghasilkan
kinerja
yang
superior,
tidak
ada
satu
karakteristik
tunggal
yang
berkaitan
dengan
hasil
sistemik
bernilai
tinggi
(Nelson
E.
C.,
et
al.,
2002).
3. RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 3
Terdapat
sembilan
karakteristik
penentu
dalam
semua
sistem
mikro
klinik
yang
diteliti.
Kesembilan
karakteristik
itu
digambarkan
dalam
grafik
di
atas.
Kesembilan
karakteristik
tersebut
dikelompokkan
dalam
empat
kelompok
yang
saling
berinteraksi
dengan
dinamis.
Selain
kesembilan
karakteristik
tersebut,
ada
tiga
karakteristik
lain
yang
juga
muncul
dalam
penelitian
dalam
konsistensi
yang
lebih
rendah.
Ketiganya
adalah
keselamatan
pasien,
pendidikan
staf,
dan
lingkungan
eksternal
tempat
sistem
mikro
klinik
terletak.
Kesembilan
cakupan
karakteristik
sukses
tersebut
dijelaskan
dalam
tabel
berikut
ini.
Tabel
1.
Cakupan
karakteristik
kesuksesan
pada
sistem
mikro
klinik
(Nelson
E.
C.,
et
al.,
2007).
Karakteristik
Cakupan
Karakteristik
Kesuksesan
Kepemimpinan
Peran
kepemimpinan
pada
sistem
mikro
adalah
menjaga
keberlangsungan
tujuan,
menumbuhkan
tujuan
dan
harapan
yang
jelas,
membina
budaya
positif,
dan
mengadvokasi
sistem
mikro
klinis
pada
organisasi
yang
lebih
besar.
Dukungan
Organisasi
Organisasi
yang
lebih
besar
menyediakan
pengenalan,
informasi,
dna
sumber
daya
untuk
memperkuat
dan
meligitimasi
usaha
sistem
mikro.
Fokus
pada
Pasien
Tujuan
utama
adalah
memenuhi
kebutuhan
pasien:
perawatan,
didengarkan,
pendidikan,
respon
terhadap
kebutuhan,
inovasi
terkait
kebutuhan
pasien,
layanan
yang
lancar,
dan
mengembangkan
hubungan
dengan
komunitas
dan
sumber
daya
lain.
Fokus
pada
Staf
Sistem
mikro
merekrut
orang
yang
tepat,
mengintegrasikan
staf
baru
pada
budaya
dan
peran
kerja,
dan
sinkronisasi
peran
kerja
dengan
kompetensi.
Staf
mengharapkan
kinerja,
pendidikan
berkelanjutan,
pertumbuhan
profesional,
dan
jaringan
kerja.
Pendidikan
dan
Pelatihan
Harapan
tinggi
terhadap
kinerja,
pendidikan
berkelanjutan,
pertumbuhan
profesional,
dan
jaringan
kerja.
Saling
Ketergantungan
Interaksi
antar
staf
berciri
kepercayaan,
kolaborasi,
kemauan
saling
membantu,
penghargaan,
dan
pengakuan
pada
semua
yang
secara
individual
berkontribusi
pada
tujuan
bersama.
Informasi
dan
Teknologi
Informasi
Informasi
adalah
esensial.
Teknologi
memugkinkan
hubungan
antara
informasi
dan
pelayanan
pasien
dengan
menyediakan
akses
kepada
lingkungan
yang
kaya
informasi.
Teknologi
memungkinkan
komunikasi
efektif
dan
berbagai
kanal
formal
dan
informal
dipakai
memastikan
setiap
orang
dapat
mengakses
informasi
setiap
saat,
membantu
orang
lain
mendengarkan
ide
orang
lain,
dan
memastikan
setiap
orang
terhubungan
pada
topik
yang
penting.
Perbaikan
Proses
Atmosfer
untuk
pembelajaran
dan
redesain
didukung
oleh
pengawasan
perawatan
yang
berkelanjutan,
penggunaan
kaji
banding,
pengujian
perubahan
yang
berulang,
dan
pemberdayaan
staf
untuk
berinovasi.
Hasil
Kinerja
Kinerja
berfokus
pada
luaran
pasien,
biaya
yang
bisa
dihindari,
melancarkan
pelayanan,
menggunakan
data
untuk
umpan
balik,
mempromosikan
kompetisi
positif,
dan
diskusi
terbuka
megenai
kinerja.
Memimpin
Sistem
Mikro
Klinik
Berbagai
sistem
mikro
klinik
yang
diteliti
menghasilkan
tiga
proses
fundamental
yang
dibutuhkan
bagi
seorang
pemimpin
untuk
kepentingan
peningkatan
mutu
sistem
mikro
klinik
yang
dipimpinnya.
Ketiga
proses
fundamental
itu
adalah:
1)
membangun
pengetahuan;
2)
mengambil
4. RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 4
tindakan;
dan
3)
mengulas
dan
merefleksi
(Batalden,
Nelson,
Mohr,
Godfrey,
Kosnik,
&
Ashling,
2003).
Dalam
tabel
berikut
disajikan
berbagai
kebiasaan
baik
yang
dilakukan
sesuai
dengan
ketiga
proses
fundamental
tersebut.
Tabel
2.
Proses
fundamental
kepemimpinan
sistem
mikro
klinik
(Batalden,
Nelson,
Mohr,
Godfrey,
Kosnik,
&
Ashling,
2003).
Proses
Fundamental
Berbagai
Kebiasaan
Baik
yang
Dilakukan
Membangun
Pengetahuan
• Membangun
pengetahuan
mengenai
struktur:
organisasi
dan
bahasa
yang
dipakai;
pengaturan
fisik
dan
teknologi
untuk
membantu
aliran
pelayanan
pasien;
kebijakan
kerja
dan
kebijakan
terkait
pelayanan
pasien
yang
diinginkan
dan
yang
dipraktekkan,
hambatan
kerja
sehari-‐hari,
dan
dasar
pengeatahuan
maupun
keterampilan
yang
diperlukan.
• Membangun
pengetahuan
mengenai
proses:
variasi
yang
tidak
diinginkan
dalam
proses;
metode
meraih
kinerja
yang
lebih
baik;
dan
pengukuran
dan
pengawasan
proses.
• Membangun
pengetahuan
mengenai
pula,
kebiasaan,
dan
tradisi
yang
mendukung
pembelajaran
dan
kreativitas
yang
memungkinkan
semua
orang
fokus
pada
pasien.
• Kepemimpinan
memungkinkan
staf
memperhatikan
proses
kerja,
pola
interaksi,
dan
hubungan
yang
perlu
diubah.
• Kepemimpinan
memancing
pertanyaan
dengan
memberi
staf
kesempatan
untuk
menanyai
staf
dan
belajar
dari
respon
yang
diberikannya.
Mengambil
Tindakan
• Mengambil
tindakan
berarti:
mewujudkan
sesuatu,
mengeksekusi
rencana,
dan
membuat
tujuan
yang
baik.
• Mengambil
tindakan
pada
struktur
untuk
menciptakan
dan
mengubah
pola
hubungan
vertikal,
memiliki
orang
yang
siap
untuk
berbagai
proses
berbeda
dalam
sistem
mikro
klinik,
dan
mengubah
pengaturan
fisik
kerja
bila
ada
halangan
untuk
aliran
kerja
optimal.
• Mengambil
tindakan
pada
proses
untuk
mewujudkan
sesuatu:
menghormati
secara
hati-‐hati
terhadap
seluruh
staf
pada
sistem
mikro
klinik.
• Mengambil
tindakan
pada
pola
kerja
untuk
memungkinkan
fungsi
kooperatif
semua
anggota
sistem
mikro
dan
mengenali
saling
ketergantungannya.
Mengulas
dan
Merefleksi
• Memiliki
citra
mengenai
apa
yang
ingin
dicapai
sistem
mikro
klinik.
• Memiliki
kejujuran
untuk
menanyakan:
“Apakah
pekerjaan
selesai
dilakukan,”
dan
“Apakah
kebutuhan
pasien
dan
luaran
pekerjaan
bisa
bertemu?”
• Merefleksikan
berarti
menganalisis
cara
pelayanan
dan
proses
kerja
menghubungkan
berbagai
struktur
dalam
sistem
mikro
klinik.
Dalam
memimpin
proses
peningkatan
mutu,
seorang
pemimpin
memerlukan
hubungan
yang
baik
dengan
staf
sistem
mikro
klinik
yang
dipimpinnya.
Untuk
menjadi
pemimpin
yang
efektif,
ada
empat
elemen
penting
yang
bermain
di
sini,
yaitu
kepercayaan,
saling
menghormati,
dukungan,
dan
komunikasi
(Manion,
2011).
5. RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 5
Kepercayaan
adalah
komponen
krusial
dalam
hubungan
apapun.
Untuk
mendapatkan
kepercayaan,
seorang
pemimpin
memerlukan
tiga
bahan
esensial,
yaitu
kompetensi,
kongruensi,
dan
ketetapan.
Kompetensi
berarti
pada
pengikut
harus
percaya
bahwa
pemimpin
mereka
memiliki
keterampilan
dan
pengetahuan
yang
diperlukan.
Kongruensi
berarti
ada
kesesuaian
antara
apa
yang
dikatakan
dan
apa
yang
dilakukan.
Terakhir,
ketetapan
merujuk
bahwa
pemimpin
harus
dapat
dipercaya,
dapat
menjadi
tempat
bergantung,
dan
konsisten
(Manion,
2011).
Saling
menghormati
berarti
memiliki
kepercayaan
terhadap,
atau
menghargai
keterampilan
maupun
karakteristik
orang
lain.
Dari
sisi
pemimpin,
ada
dua
cara
pemimpin
menghargai
staf.
Cara
pertama
adalah
penghargaan
tak
bersyarat
dan
cara
kedua
adalah
penghargaan
berbasis
kinerja.
Cara
paling
umum
pemberian
penghargaan
pada
orang
lain
adalah
dengan
menanyakan
opini
dan
melibatkan
dalam
pengambilan
keputusan
(Manion,
2011).
Dukungan
adalah
elemen
ketiga
yang
penting
diperhatikan.
Mendukung
berarti
memelihara
atau
menyediakan
penghidupan,
suatu
jalan
dua
arah
dari
pemimpin
ke
pengikut
dan
sebaliknya.
Pemimpin
dapat
memberikan
dukungan
pada
staf
pada
kejadian
positif
maupun
pada
kejadian
negatif.
Kejadian
positif
terjadi
tiga
sampai
lima
kali
lebih
sering
pada
seseorang
daripada
kejadian
negatif
(Manion,
2011).
Terakhir,
elemen
penting
untuk
menjadi
pemimpin
efektif
adalah
komunikasi.
Tidak
ada
pemimpin
yang
efektif
tanpa
komunikasi
yang
baik
dengan
orang
lain.
Ini
memerlukan
kemampuan
komunikasi
dan
juga
kemauan
untuk
berbincang
pada
masalah
tersebut.
Seorang
pemimpin
dapat
saja
sangat
terampil
namun
tidak
mau
mengerjakan
komunikasi
yang
dianggap
membuang
waktu
(Manion,
2011).
Menggunakan
Siklus
PDSA
dan
SDSA
Model
perbaikan
atau
improvement
model
perlu
dipahami
oleh
seluruh
anggota
sistem
mikro
klinik
untuk
memahami
jalan
yang
harus
ditempuh
dalam
perjalanan
peningkatan
mutu.
Model
perbaikan
menyediakan
kerangka
kerja
untuk
menguji
ide
yang
dianggap
dapat
meningkatkan
mutu.
Model
perbaikan
terbagi
menjadi
dua,
yaitu
pertanyaan
untuk
membuat
pekerjaan
perbaikan
menjadi
fokus
dan
metode
PDSA
/
Plan
–
Do
–
Study
–
Act
(Nelson
E.
C.,
et
al.,
2007).
Ketiga
pertanyaan
yang
harus
diajukan
untuk
menjelaskan
perbaikan
apa
yang
akan
diuji
adalah:
1)
“Apa
yang
akan
dicapai?”
atau
tujuan;
2)
“Bagaimana
kita
tahu
bahwa
perubahan
itu
adalah
perbaikan?”
atau
pengukuran;
dan
3)
“Apa
perubahan
yang
dapat
dibuat
untuk
mencapai
perbaikan?”
atau
perubahan.
Kedua,
perubahan-‐perubahan
yang
direncanakan
diuji
dengan
empat
langkah
yang
dikenal
sebagai
metode
PDSA
/
Plan
–
Do
–
Study
–
Act.
Fokus
metode
PDSA
adalah
eksperimentasi,
seperti
misalnya
menguji
ide
perubahan
baru
untuk
melihat
apakah
ada
hasil
lebih
baik
darinya.
Pada
fase
plan,
dijelaskan
tujuan
dan
perubahan
spesifik
yang
akan
diuji.
Langkah
ini
menjelaskan
persiapan
yang
harus
diselesaikan
sebelum
pengujian
dilakukan
dan
mempertimbangkan
dampak
baik
maupun
buruk.
Pada
fase
do,
pengujian
telah
dilakukan
sebagai
pengujian
awal
berdasarkan
persiapan
pada
fase
sebelumnya.
Dalam
fase
ini,
para
staf
yang
terlibat
harus
melakukan
pencatatan
data
baik
kualitatif
maupun
kuantitatif
atas
penelitian
pilot
yang
dilakukan.
Dokumentasi
harus
mencakup
kejadian
yang
tidak
diduga,
umpan
balik
staf
terhadap
perubahan
yang
diujikan,
dan
pengamatan
terhadap
hasil
yang
diukur.
Fase
study
muncul
setelah
fase
do
selesai.
Pada
fase
ini,
analisis
data
dilakukan,
refleksi
terhadap
hasil
dikerjakan,
dan
mendengarkan
pengalaman
staf
terhadap
penelitian
pilot
perubahan
yang
dilakukan.
Waktu
untuk
refleksi
harus
dialokasikan
dengan
baik.
Data
dan
informasi
yang
dikumpulkan
harus
dievaluasi
dan
dibandingkan
dengan
apa
yang
diharapkan
terjadi.
Simpulkan
pembelajaran
yang
didapatkan.
Fase
terakhir,
act,
muncul
ketika
pemimpin
dan
tim
telah
menentukan
apakah
ide
yang
telah
diuji
tersebut
harus
dimodifikasi
atau
dibatalkan
mengingat
hasil
yang
telah
dicapai.
Setelah
pembelajaran
yang
dilakukan,
apakah
langkah
selanjutnya?
Ketika
tim
memutuskan
langkah
selanjutnya,
entah
memperbaiki,
membatalkan,
maupun
mencoba
pada
skala
lebih
besar,
siklus
berikutnya
akan
dimulai.
6. RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 6
Grafik
4.
Siklus
plan
-‐
do
-‐
study
-‐
act
atau
lazim
dikenal
sebagai
PDSA
(Nelson
E.
C.,
et
al.,
2007).
Bila
fokus
PDSA
adalah
eksperimentasi,
fokus
metode
SDSA
adalah
standarisasi.
Metode
SDSA
adalah
singkatan
dari
standardize
–
do
–
study
–
act.
Ide
pokok
di
balik
metode
ini
sederhana
namun
kuat.
Lakukan
siklus
PDSA
beberapa
kali
sampai
mencapai
hasil
yang
terukur
sesuai
tujuan
awal.
Sekali
level
kinerja
ini
tercapai,
suatu
standar
baru
harus
diimplentasikan
untuk
memastikan
cara
ini
dilakukan
dengan
tepat
secara
berkelanjutan.
Untuk
mencapainya,
siklus
SDSA
dapat
dilakukan
(Nelson
E.
C.,
et
al.,
2007).
Grafik
5.
Siklus
standardize
-‐
do
-‐
study
-‐
act
atau
lazim
dikenal
sebagai
SDSA
(Nelson
E.
C.,
et
al.,
2007).
Plan
Objective;
Questions
and
predictions;
Plan
to
carry
out
the
cycle.
Do
Carry
out
the
plan;
Document
problems
&
unexpected
observations;
Begin
data
analysis.
Study
Complete
data
analysis;
Compare
data
to
predictions;
Summarize
what
was
learned.
Act
What
changes
are
to
be
made;
Next
cycle?
Standar-‐
dize
How
shall
we
standardize
the
process
&
embed
it
in
daily
work?;
What
type
of
environment
can
support
standardization?
Do
What
are
we
learning
as
we
do
the
standardization?;
Any
problem
or
surprises?
Study
What
have
we
learned?;
What
do
the
measures
show?;
Are
there
needs
for
change?
Act
Do
we
need
to
modify
the
standardization?;
Design
new
PDSA.
7. RAD Journal 2015:04:020
Memimpin Peningkatan Mutu dengan Pendekatan Sistem Mikro Klinik, Robertus Arian Datusanantyo | 7
Pendekatan
SDSA
berfokus
pada
mempertahankan
pencapaian
yang
telah
dicapai
selama
pengulangan
siklus
PDSA
sebelumnya.
Walau
demikian,
setelah
perubahan
menjadi
standar,
hal
ini
bukanlah
akhir
cerita.
Seiring
waktu,
teknologi
baru
ditemukan,
tuntutan
masyarakat
berubah,
dan
lingkungan
berevolusi.
Selalu
ada
alasan
bagi
sistem
mikro
klinik
untuk
meningkatkan
mutu
pelayanan.
Ketiga
langkah:
do
–
study
–
act
antara
siklus
PDSA
dan
SDSA
tidak
banyak
berbeda.
Konteks
antara
pengujian
ide
dan
standarisasi
akan
memerlukan
penyesuaian,
namun
secara
garis
besar,
apa-‐apa
saja
yang
dilakukan
sama.
Perbedaan
utama
terjadi
pada
langkah
standardize
yang
akan
dijelaskan
di
bawah
ini.
Fase
standardize
dimulai
dengan
pembuatan
diagram
alir
yang
berisi
siapa
semestinya
mengerjakan
apa
dan
dengan
urutan
bagaimana.
Diperlukan
juga
pertimbangan
mengenai
bagaimana
bentuk
lingkungan
akan
membantu
jalannya
proses
dengan
terpercaya
dan
konsisten.
Apa
saja
kebiasaan-‐
kebiasaan
yang
telah
timbul
selama
implementasi
proses
PDSA
sebelumnya?
Pertanyaan-‐pertanyaan
ini
dapat
membantu
pemimpin
dan
staf
menilik
diri
bagaimana
menjaga
perbaikan
mutu
ini
dengan
menggeser
perubahan
yang
telah
sukses
ini
menjadi
kebiasaan
baru.
Kesimpulan
Pendekatan
sistem
mikro
klinik
dapat
diaplikasikan
di
semua
institusi
pelayanan
kesehatan.
Instalasi
gawat
darurat
rumah
sakit
maupun
klinik
kebidanan
Puskesmas
adalah
sistem
mikro
klinik.
Penanggung
jawab
kualitas
pelayanan
kesehatan
secara
nasional
sebenarnya
adalah
kinerja
ribuan
sistem
mikro
klinik
ini,
karena
kinerja
sistem
makro
tidak
akan
melebihi
kinerja
sistem
mikro
yang
terdapat
di
dalamnya.
Kepemimpinan
efektif
diperlukan
dalam
peningkatan
mutu
di
sistem
mikro
klinis.
Salah
satu
metode
peningkatan
mutu
adalah
menguji
perubahan
dengan
siklus
PDSA
sampai
tingkat
keberhasilan
yang
diharapkan
dilanjutkan
dengan
penerapan
siklus
SDSA.
Penulis
Artikel
ini
ditulis
dr
Robertus
Arian
Datusanantyo,
M.P.H.,
alumni
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Gadjah
Mada
dan
terlibat
dalam
tim
sister
hospital
RS
Panti
Rapih
–
RSUD
Ende
sejak
Juli
2010.
Artikel
ini
dipersiapkan
untuk
workshop
pertama
pembentukan
learning
centre
di
Kabupaten
Ende
sebagai
salah
satu
bahan
penyusun
modul
AriKae
Puskesmas.
Tulisan
ini
dimuat
di
situs
Manajemen
Rumah
Sakit
pada
minggu
ketiga
April
tahun
2015
dan
dapat
dilihat
pada
tautan
berikut
ini:
http://manajemenrumahsakit.net/2015/04/memimpin-‐peningkatan-‐mutu-‐dengan-‐pendekatan-‐
sistem-‐mikro-‐klinik-‐clinical-‐microsystem/
Daftar
Bacaan
Nelson,
EC,
Batalden,
PB,
Huber,
TP,
Johnson,
JK,
Godfrey,
MM,
Headrick,
LA
&
Wasson,
JH
2007,
'Success
Characteristics
of
High-‐Performing
Microsystems:
Learning
From
the
Best',
in
Quality
By
Design:
A
Clinical
Microsystem
Approach,
Jossey-‐Bass,
San
Fransisco.
Berwick,
DM
2002,
'A
user's
manual
for
the
IOM's
'Quality
Chasm'
report',
Health
Affairs,
vol
21,
no.
3,
pp.
80-‐
90.
Nelson,
EC,
Batalden,
PB,
Huber,
TP,
Mohr,
JJ,
Godfrey,
MM,
Headrick,
LA
&
Wasson,
JH
2002,
'Microsystems
in
Health
Care:
Part
1.
Learning
from
High-‐Performing
Front-‐Line
Clinical
Units',
The
Joint
Commission
Journal
on
Quality
Improvement,
vol
28,
no.
9,
pp.
472-‐493.
Batalden,
PB,
Nelson,
EC,
Mohr,
JJ,
Godfrey,
MM,HTP,
Kosnik,
L
&
Ashling,
K
2003,
'Microsystems
in
Health
Care:
Part
5.
How
Leaders
Are
Leading',
Joint
Commission
Journal
on
Quality
and
Safety,
vol
29,
no.
6,
pp.
297-‐308.
Manion,
J
2011,
From
Management
to
Leadership:
Strategies
for
Transforming
Health
Care,
3rd
edn,
Jossey-‐Bass,
San
Fransisco.