Menyusun indikator mutu rumah sakit adalah tugas yang gampang-gampang susah. Gampang karena bentuknya pecahan sederhana. Susah karena konsekuensinya besar. Berikut saya menyumbangkan pemikiran untuk menyusun indikator mutu dengan bekal latihan selama kuliah dan pengamatan selama proses akreditasi. Tulisan ini pernah dimuat di Web Mutu Pelayanan Kesehatan dengan tautan: http://www.mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/1986
Semoga bermanfaat, salam!
Standar Prosedur pelayanan pelacakan kasus KEJADIAN IKUTAN PASCA iMUNISASI
Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit
1. RAD Journal 2015:07:021
Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 1
Menyusun
Indikator
Mutu
Rumah
Sakit
Pendahuluan
Indikator,
standar,
dan
mutu
adalah
tiga
hal
yang
berbeda.
Suatu
pelayanan
dikatakan
bermutu
dalam
dimensi
tertentu
apabila
indikator
pelayanan
mencapai
atau
melampaui
suatu
standar
tertentu.
Mutu,
dengan
demikian
tidak
akan
tercapai
tanpa
suatu
perencanaan
dan
wawasan
yang
terkait
dengan
mutu
tersebut.
Dengan
kata
lain,
bila
kita
menginginkan
pelayanan
tertentu
bermutu
di
rumah
sakit,
maka
manajemen
rumah
sakit
perlu
memperluas
wawasan
mengenai
mutu
pelayanan
tersebut
dan
merencanakan
serangkaian
aksi
untuk
mencapai
suatu
tingkat/standar
tertentu.
Pencapaian
atas
aksi-‐aksi
tersebut
diukur
dengan
indikator.
Indikator,
dengan
demikian,
perlu
dirancang
bersama
dengan
serangkaian
proses
yang
akan
diambil
dalam
upaya
peningkatan
mutu.
Memimpin
serangkaian
proses
ini,
termasuk
menyusun
indikator,
menjadi
sangat
penting.
Memimpin
sistem
mikro
klinik
dalam
meningkatkan
mutu
sudah
pernah
saya
bahas
dalam
tulisan
ini.
Maksud
tulisan
ini
adalah
membahas
beberapa
hal
yang
sering
ditanyakan
para
pimpinan
sistem
mikro
klinis
dalam
menyusun
indikator
mutu
pelayanan.
Sebagai
tambahan
adalah
gagasan
untuk
melakukan
analisis
lebih
lanjut
dengan
bantuan
ilmu
statistika.
Indikator
Mutu
Indikator
mutu
klinis
adalah
pengukuran
manajemen
klinis
dan/atau
luaran
pelayanan
(Collopy
2000)
dan
diwujudkan
dalam
angka
(Takaki
et
al.
2013).
Indikator
mutu,
dengan
demikian,
selalu
merupakan
pengukuran
kuantitatif
atau
semikuantitatif
yang
memiliki
numerator
(pembilang)
dan
denominator
(penyebut
/
pembagi).
Umumnya,
denominator
adalah
populasi
tertentu
dan
numerator
adalah
kelompok
dalam
populasi
yang
memiliki
karakteristik
tertentu.
Agency
for
Healthcare
Research
and
Quality
(AHRQ)
di
Amerika
Serikat
mempublikasikan
empat
kelompok
indikator
mutu,
yaitu
prevention
quality
indicator,
inpatient
quality
indicator,
patient
safety
indicator,
dan
pediatric
quality
indicator
(dapat
diakses
di
sini).
Sementara
itu,
Joint
Commission
International
juga
menerbitkan
International
Hospital
Inpatient
Quality
Measures
yang
terdiri
dari
sepuluh
kelompok
indikator
klinis
(dapat
diunduh
di
sini).
Contoh
dari
kedua
sumber
tersebut
sering
dipakai
bergantian
dalam
ceramah
mengenai
akreditasi
rumah
sakit
di
Indonesia.
Tabel
1.
Dimensi
mutu
(World
Health
Organization
2006).
Dimensi
Mutu
Maksud
Dimensi
Mutu
Efektif
/
Effective
Pelayanan
kesehatan
yang
erat
pada
basis
bukti
dan
berhasil
dalam
meningkatkan
luaran
kesehatan
individu
atau
komunitas
berdasarkan
kebutuhan.
Efisienc
/
Efficient
Pelayanan
kesehatan
yang
memaksimalkan
sumber
daya
dan
menghindari
pemborosan.
Mudah
diakses
/
Accessible
Pelayanan
kesehatan
yang
tepat
waktu,
wajar
secara
geografis,
dan
disediakan
dalam
kerangka
yang
tepat
dari
sisi
keterampilan
dan
sumber
daya
untuk
memeuhi
kebutuhan.
Diterima
/
Accepted
(Patient-‐centred)
Pelayanan
kesehatan
yang
mempertimbangkan
pilihan
dan
aspirasi
individu
pengguna
layanan
dan
budaya
komunitasnya.
Tidak
berpihak
/
Equity
Pelayanan
kesehatan
yang
tidak
berbeda
dalam
kualitas
karena
karakteristik
personal
seperti
gender,
ras,
etnis,
lokasi
geografis,
dan
status
sosioekonomi.
Aman
/
Safe
Pelayanan
kesehatan
yang
meminimalisasi
risiko
dan
harm.
Di
Indonesia,
penetapan
indikator
dipandu
Peraturan
Menteri
Kesehatan
no.
129
tahun
2008
tentang
Standar
Pelayanan
Minimal
(SPM)
Rumah
Sakit.
Dalam
lampiran
permenkes
tersebut,
diatur
21
jenis
pelayanan
dan
107
indikator
yang
telah
ditetapkan
standar
minimalnya
dengan
nilai
tertentu.
2. RAD Journal 2015:07:021
Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 2
Kementrian
Kesehatan
menetapkan
standar
ini
menjadi
tolok
ukur
pelayanan
rumah
sakit
badan
layanan
umum
daerah.
Terlepas
dari
beberapa
nilai
standar
dalam
SPM
tersebut
yang
tidak
dapat
dilampaui,
acuan
tersebut
memberikan
sistematika
yang
baik
dalam
membuat
indikator.
Setiap
indikator
dijelaskan
dengan
beberapa
aspek
seperti
judul
indikator,
definisi
operasional,
tujuan,
dimensi
mutu,
numerator,
denominator,
frekuensi
pengukuran,
sumber
data,
dan
penanggung
jawab
pengumpulan
data.
Pengukuran
dapat
dilakukan
bila
tahu
apa
yang
diukur.
Dengan
demikian,
judul
dan
definisi
operasional
indikator
telah
jelas.
Definisi
operasional
yang
dimaksud
di
sini
termasuk
definisi
operasional
numerator
dan
denominator.
Dimensi
mutu
sesuai
permenkes
mengacu
pada
dimensi
mutu
World
Health
Organization
(WHO),
yaitu
efektif,
efisien,
mudah
diakses,
diterima
/
berpusat
pada
pasien,
tidak
berpihak,
dan
aman
(World
Health
Organization
2006).
Maksud
masing-‐masing
dimensi
mutu
disajikan
dalam
tabel
1.
Merancang
Pengumpulan
Data
Indikator
Mengumpulkan
data
adalah
proses
yang
mungkin
paling
melelahkan
dalam
petualangan
menguak
mutu
pelayanan
lewat
indikator
mutu
pelayanan.
Salah
satu
penyebabnya
adalah
pengumpulan
data
kurang
dipertimbangkan
secara
matang
ketika
indikator
mutu
disusun.
Cara
pengumpulan
data
berkaitan
erat
dengan
tujuan
indikator
dan
aspek-‐aspek
lain
dalam
indikator.
Mari
kita
ambil
contoh
indikator
kejadian
infeksi
pascaoperasi
pada
standar
pelayanan
minimal
rawat
inap
dalam
permenkes
di
atas.
Dalam
permenkes
disebut
bahwa
numerator
adalah
jumlah
pasien
yang
mengalami
infeksi
dalam
satu
bulan.
Selanjutnya,
denominator
dalam
lampiran
tersebut
tidak
jelas
disebutkan
namun
kemungkinan
adalah
jumlah
pasien
yang
dioperasi
dalam
satu
bulan.
Di
sini
jelas,
bahwa
angka
yang
dimaksud
dalam
permenkes
ini
adalah
angka
insidensi.
Menilik
keterangannya,
muncul
beberapa
pertanyaan
misalnya:
Apakah
ini
dihitung
untuk
seluruh
rumah
sakit
atau
untuk
satu
bangsal
tertentu?
Data
ini
menunjukkan
mutu
pelayanan
rawat
inap
atau
menunjukkan
mutu
layanan
sterilisasi
atau
menunjukkan
mutu
layanan
pembedahan?
Infeksi
pascaoperasi
saat
ini
lebih
sering
disebut
sebagai
infeksi
daerah
operasi
(IDO)
atau
surgical
site
infection
(SSI).
Infeksi
ini
lebih
sering
didiagnosis
setelah
pasien
pulang
dan
merupakan
hasil
kontaminasi
pada
daerah
luka
operasi
pada
akhir
pembedahan
(National
Collaborating
Centre
for
Women’s
and
Children’s
Health
2008).
Bila
mengikuti
panduan
permenkes
tersebut,
rumah
sakit
perlu
menyediakan
dua
sarana
pengumpulan
data,
satu
untuk
mengumpulkan
IDO
yang
baru
ditemukan
dan
satu
untuk
mengumpulkan
jumlah
pasien
yang
menjalani
operasi
pada
bulan
tersebut.
Dalam
kerangka
berpikir
indikator
mutu
pelayanan
rawat
inap,
pimpinan
ruang
rawat
inap
bedah
dapat
memodifikasi
indikator
ini
untuk
mendapatkan
manfaat
lebih.
Mari
kita
simak
tabel
berikut.
Tabel
2.
Contoh
modifikasi
indikator
SPM.
Sesuai
Permenkes
Modifikasi
Numerator
Jumlah
pasien
yang
mengalami
infeksi
dalam
satu
bulan.
Jumlah
hari
rawat
dengan
IDO.
Denominator
Jumlah
pasien
yang
dioperasi
dalam
satu
bulan.
Jumlah
hari
rawat
pasien
pascaoperasi.
Dengan
modifikasi
ini,
pimpinan
ruang
rawat
inap
bedah
memudahkan
tim
untuk
mengumpulkan
data
karena
setiap
hari
cukup
mendata
ada
berapa
pasien
pascaoperasi
yang
dirawat
dan
ada
berapa
pasien
yang
mengalami
IDO.
Jumlah
tersebut
ditambahkan
mulai
tanggal
satu
sampai
akhir
bulan
dan
dimasukkan
ke
dalam
rumus.
Sekarang,
rumah
sakit
tahu
prevalensi
IDO
bulan
tersebut
dan
sebagai
bonus,
pimpinan
ruang
rawat
inap
bedah
bisa
menghitung
berapa
banyak
sumber
daya
yang
dipakai
untuk
mengurus
IDO
dan
apakah
prevalensi
ini
menurun
atau
tidak
dari
bulan
ke
bulan
(menunjukkan
mutu
layanan
luka
pascaoperasi
di
ruang
rawat
inap
bedah).
3. RAD Journal 2015:07:021
Menyusun Indikator Mutu Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 3
Merancang
Analisis
Data
Indikator
Analisis
yang
diminta
dalam
akreditasi
versi
lama
maupun
baru
seringkali
terbatas
pada
pembuatan
grafik
indikator
berbanding
waktu
dan
penjelasan
mengenai
analisis
penyebab.
Dengan
kerangka
berpikir
seperti
audit
medis
dan
audit
klinis,
sebenarnya
pimpinan
sistem
mikro
klinis
di
rumah
sakit
dapat
memanfaatkan
uji
beda
dalam
statistika
untuk
melihat
peningkatan
mutu
di
unitnya.
Statistika
dapat
membantu
pimpinan
rumah
sakit
untuk
melihat
apakah
ada
beda
bermakna
pada
ruang
perawatan
satu
dengan
yang
lain
pada
indikator
yang
sesuai.
Selain
itu,
pimpinan
rumah
sakit
dapat
mengevaluasi
juga
apakah
benar
ada
perubahan
yang
bermakna
setelah
intervensi
perbaikan
mutu
dilakukan
di
suatu
unit
kerja.
Pengujian
dengan
statistika
lebih
lanjut
dapat
juga
mengungkap
apakah
benar
suatu
perlakukan
meningkatkan
mutu
pelayanan
tertentu.
Namun
sebelum
melakukan
analisis
tersebut,
perlu
dilakukan
pemilihan
uji
statistik
yang
sesuai.
Untuk
itu
pada
saat
merancang
indikator
mutu
perlu
dipikirkan
mengenai
uji
statistik
tersebut.
Mulai
dari
apakah
data
yang
dikumpulkan
menggunakan
sampel
atau
populasi.
Populasi
berarti
semua
dihitung.
Contoh
IDO
di
atas
memanfaatkan
data
populasi.
Semua
pasien
yang
menjalani
operasi
dihitung
sebagai
denominator.
Ada
keuntungan
dan
kerugian
masing-‐masing
dalam
memakai
populasi
atau
sampel.
Bila
populasinya
tidak
banyak,
menggunakan
sampel
tentu
tidak
bijaksana.
Persiapan
lainnya
adalah
menentukan
tipe
data.
Apakah
data
tersebut
merupakan
data
nominal,
ordinal,
interval,
atau
rasio.
Tipe
data
tertentu
dapat
memerlukan
uji
statistik
yang
berbeda
dengan
tipe
data
lainnya
untuk
melihat
hal
yang
sama.
Dengan
penghitungan
indikator
yang
telah
dirancang
dengan
hati-‐hati
ditambah
dengan
uji
statistik
yang
sesuai,
pimpinan
rumah
sakit
maupun
pimpinan
unit
kerja
dapat
menarik
kesimpulan
mengenai
mutu
pelayanan.
Tentu
penarikan
kesimpulan
ini
perlu
kehati-‐hatian.
Penurunan
secara
signifikan
waktu
respon
triase
merah
di
instalasi
gawat
darurat
tidak
lantas
disimpulkan
bahwa
ada
perbaikan
pelayanan
gawat
darurat.
Hasil
ini
dapat
saja
murni
merupakan
hasil
modifikasi
akses
masuk
pasien
saja
dan
tidak
berhubungan
sama
sekali
dengan
mutu
pelayanan
instalasi
gawat
darurat
secara
umum.
Penutup
Indikator
mutu
rumah
sakit
adalah
ukuran
kuantitatif
yang
diukur
untuk
lebih
memahami
mutu
pelayanan
di
rumah
sakit.
Indikator
perlu
dirancang
dengan
seksama
dengan
mempertimbangkan
dimensi
mutu
yang
ingin
diukur,
cara
pengumpulan
data,
dan
strategi
analisisnya.
Dengan
hati-‐hati
merancang
indikator
mutu
pelayanan,
sumber
daya
bisa
dihemat,
hasil
lebih
akurat,
dan
pengambilan
keputusan
di
tingkat
sistem
mikro
maupun
sistem
makro
bisa
lebih
strategis.
Bahan
Bacaan
Collopy,
BT
2000,
'Clinical
indicators
in
accreditation:
an
effective
stimulus
to
improve
patient
care',
International
Journal
for
Quality
in
Health
Care,
vol
12,
no.
3,
pp.
211-‐216.
National
Collaborating
Centre
for
Women’s
and
Children’s
Health
2008,
Surgical
site
infection:
prevention
and
treatment
of
surgical
site
infection,
RCOG
Press
at
the
Royal
College
of
Obstetricians
and
Gynaecologists,
London.
Takaki,
O,
Takeuki,
I,
Takahashi,
K,
Izumi,
N,
Murata,
K,
Ikeda,
M
&
Hasida,
K
2013,
'Graphical
representation
of
quality
indicators
based
on
medical
service
ontology',
Springer
Plus,
vol
2,
no.
274,
pp.
1-‐20.
World
Health
Organization
2006,
Quality
of
care
:
a
process
for
making
strategic
choices
in
health
systems
,
World
Health
Organization,
Geneve,
Switzerland.
Penulis
Artikel
ini
ditulis
dr.
Robertus
Arian
Datusanantyo,
M.P.H.,
alumni
pascasarjana
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat
dengan
minat
Manajemen
Rumah
Sakit
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Gadjah
Mada.
Saat
ini
penulis
sedang
melanjutkan
pendidikan
dokter
spesialis
di
Universitas
Airlangga.
Tulisan
ini
merupakan
opini
pribadi
dan
pernah
diterbitkan
di
sini.