1. Aceh Bersejarah, Peninggalan Kuno Bisa Dijarah
Rumah Cut Nyak Meutya Budaya Adat Yang Diabaikan
Aceh UtaraIndofokus
Sungguh disayangkan, peninggalan Kuno yang memiliki nilai sejarah Nasional
Republik Indonesia ini, hilang tak bersisa selain bangunan yang masih terpajang.
Di tanah lapang dengan luas yang menyepi, tempat didirikannya sebuah bangunan
rumah tipe adat istiadat dalam areal seluas…., pada tahun 1982. Rumah itu dibangun, dengan
ukiran dan hiasan warna/i dindingnya yang memancar sisi luar halaman. Memang sebuah ciri
khas yang dicari-cari oleh berbagai pelancong yang berdatangan dari tiap pelosok kota,
maupun luar daerah bahkan hingga manca Negara sekalipun, segitu megahnya marwah Aceh
ditelinga dan mata orang luar asing, namun kita coba ciptakan sebuah tanda Tanya dihati
nurani kita, sedalam manakah dan seistimewa apakah terhadap apa yang kita sebut-sebutkan
dengan bangga hati “kita Aceh Manusia yang mewarisi adat”? .
Rumah „kumuh‟ yang mempunyai nilai sejarah sebagai catatan nasional itu, kini lebih
mengecewakan setiap pengunjung-pengunjungnya. puluhan pilar yang terlihat dari luar sisi
halaman tak ayal membuat orang-orang terkesima dan terpana melihat bangunan tersebut.
Sebagai argumentasinya sekeliling bangunan itu terdapat tiga buah Kroeng Pade (Lumbung
Padi) yang bisa dilihat dari sebelah kanan dalam halaman Rumah Adat saat kita coba berdiri
tegak di jalan desa Pirak Timur, Kecamatan Matang Kuli Aceh Utara, ikut serta sebuah yang
dilukis dengan kata "Monument Cutmeutiya"Yang berlambang Rencoeng senjata Khas
Nanggroe pencipta tari Saman Sedati Rabana ini terpajang membentang sosok mata pertama-
tama memasuki areal.
Rumah Adat yang didalamnya terdapat tiga ruas lantai dan dua kamar bersekat tempat
penyimpanan benda-benda bersejarah, menjadi kosong. kini hanya debu-debuan menyelimuti
bagian dalam dari dua buah lemari ditiap kamarnya itu, di lapisan pertama lantai hanya
terdapat 2 buah Rapai dan berapa lembar tikar yang nyaris tak layak dimanfaatkan lagi.
“Dahulunya banyak barang-barang peninggalan sejarah yang dipajang, setiap
pengunjung dengan leluasa melihat-lihat barang tersebut, seperti pedang, rencong busana
adat aceh dan lainya” ungkap salah satu mantan juru kunci yang tidak ingin namanya
disebutkan.
Begitupun di setiap sudut dindingnya masih menyisakan sebagian foto dokumentasi
yang ditulisi riwayat perang belanda. Antaranya, sejarah yang mengunkapkan awal
perjuangan dan balada rumah tangga Cut Nyak Meutiya, dalam riwayatnya itu juga
menceritakan asal mula yang menggerakan jiwa Cut Nyak Meutiya sebagai pejungan wanita
tanoh rincoeng.
2. Di satu dokumentasi lainnya juga menguak kisah gugurnya pahlawan wanita ini
dalam pertempuran selama beberapa hari di Hulu Kareng Peutoe, pada 26 Oktober 1910 M
yang melawan bala tentara belanda dibawah pimpinan Mosselmon.
Cut Nyak Meutiya bin Tgk Daud Pirak, awal diabadikannya sebagai Pahlawan
Nasional berdasarkan Keppress RI No 107, pada 30 April 1964 No MKK-XII/34/16, serta
pada saat itulah Cut Nyak Meutiya dikenang sebagai pahlawan Nasional Indonesia Tanah
Rincoeng, demikian yang tertera dalam Piagam penghargaannya sebagai salah satu pahlawan
wanita nasional indonesia.
Dari segi riwayat dan penghargaan perjuangan beliau, alangkah sedihnya, cendera
mata yang dibangun khusus demi mengenang jasa-jasa para syuhada pembantai belanda tidak
ternilai. bangunan rumah adat yang sudah mencapai sekitar 30 tahun yang lalu, rumah
tersebut, dipugarkannya semenjak tahun 1981 hingga sekarang masih berdiri dengan kokoh.
Juru kunci yang silih berganti dengan setia menjaga berdasarkan jerih payah yang aladar dari
pemerintah. alangkah sedihnya juga marwah para pejuang-pejuang Aceh puluhan tahun yang
lalu dalam merampas hak merdeka dari kaum kolonial Kompeni itu sebagaimana yang kita
rasakan dari tahun 1945 hingga sekarang. seiring dengan usia tuanya, bangunan tersebut
semakin pula isi-isi pencuci mata mengenang perjuangan para syuhada hilang tanpa bekas.
Berbagai tanggapanpun berkomentar, baik dari kalangan warga sekitar, juru kunci dan
bahkan ahli waris tanah tempat didirikan bangunan itu, juga dari kalangan pakar Budayawan
Aceh, Syamsuddin Jalil (Ayah Panton). Berdasarkan keterangan orang-orang tersebut, sangat
menyesali Pemerintah Aceh yang terkesan mencampakkan bangunan yang bernilai sejarah,
“inilah pemerintah kita, mereka selalu berbicara ‘budaya Aceh serta marwahnya perlu kita
lestarikan’ yang nyatanya bangunan yang sedemikian diangung-agungkan oleh pelancong
yang berjiarah dari berbagai kawasan, baik dari masyarakat aceh utara, maupun pelancong
dari luar daerah bahkan hingga manca Negara sangat memuliakannya, tapi pemerintah kita
apa?” ungkap H TM Ilyas SH selaku ahli waris (keluarga Cut Nyak Meutiya-red) yang
mengaku warga Langsa dan hanya sekali-sekali berjiarah ke rumah adat tersebut, belum lama
ini.
Ia mengatakan sangat bersedih hati dengan kondisi bangunan yang telah dibangun
puluhan tahun yang lalu ini, dengan kondisi kosong membuat semua pendatang yang
berjiarah dari tempat jauh saat ingin melihat-lihat isi Rumah kemuliaan Adat Aceh itu nyaris
tidak menyisakan apa-apa, selain ruangan hampa dan sebanyak 26 buah poster animasi
perjuangan Cut Nyak Meutiya, imbuhnya.
3. Yang menjadi hasrat dan pengaharapan masyarakat tak lain, supaya apa yang bisa
memenuhi hajat khalayak umum tersebut kembali seperti semula, “kami inginkan biarlah
bangunan itu lengkap dengan isinya, ciri khasnya sangat tidak mungkin dibiarkan kosong,
pemerintah harus memberikan kebijakan, kembalikan isi Rumah tersebut sementara banyak
kalangan yang masih ingin bertatap mata”. Nyaris komentator mengungkapkan hal yang
senada.
Menanggapi keluhan dan unek-unek Massa, Kabid Kebudayaan dan Pariwisata Dinas
Perhubungan dan Pariwisata Aceh Utara, Ir Nurliana NA, mengatakan serah terima Aset
Kebudayaan Aceh Utara, khususnya Rumah Adat Cut Nyak Meutiya dalam kondisi kosong,
sedangkan dari penyerahanya sendiri yang sebelumnya dari Depertemen kebudayaan dan
pendidikan aceh utara pada tahun 2003 yang lalu.
“sebelum tahun 2003 kita tidak tau keberadaan isi rumah adat itu, karena dibawah
Departemen Kebudayaan dan Pendidikan Aceh Utara, kan baru 2003 yang lalu adanya
Kebudayaan dan Pariwisata digabungkan dalam Dishub Aceh Utara, sedang kondisi rumah
ya, seperti sekarang ini, kosong” tuturnya.
Sedangkan terkait permasalahan yang menyengkut kurang terurusnya Rumah Cut
Nyak Meutiya tersebut, Kabid tersebut mengatakan dikarenakan anggaran daerah yang tidak
memadai, “kita maunya peninggalan sejarah kita pertahankan, namun masalah memplot
anggaraankan pada objek wisata dan budaya sangat minim, saya juga mengetahui
permasalahan rumah adat itu kosong dan kita menginginkan ada isi kembali, kalau bukan kita
siapa lagi yang mau peduli dengan sejarah ditempat kita”, imbuhnya.
Pelestarian kebudayaan sebelumnya dibawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
sebelumnya sangat terobok-obok, artefak peninggalan sejarah Aceh Utara hilang, yang
menurut Kabid Kebuyaan dan Pariwisata Dishub Aceh Utara itu, tidak mengetahui
keberadaan benda-benda antik isi rumah adat yang terletak di desa Pirak Timu, Mantang Kuli
Aceh Utara.
“jika pun benda-benda antic itu hilang, apakah masyarakat setempat tidak bisa samaa-
sama menjaga, dalam pembangunan wisata daerah apalagi yang yang menyangkut tempat
ziarah sangat dibutuhkan dukungan masyarakat setempat, karakter masyarakat sangat
mendukung” ungkap Ir Nurliana NA.
Guna mengembalikan aset kebudayaan yang ada, pihak pemerintah Kabupaten Aceh
Utara melalui Kabid Kebudayaan dan Pariwisata Dinas Perhubungan dan Pariwisata Aceh
4. Utara merencanakan mengembalikan kembali benda-benda tersebut. ia Nurliana NA
mengatakan menjaga cagar budaya Aceh Utara, maka akan dilakukan Replika Ulang semua
terkait Aset Rumah Adat Cut Nyak meutiya tersebut.
Upaya pemerintah yang akan dilaksanakan kedepan nanti, Nurliana NA mengatakan
akan mengajak tokoh-tokoh adat yang mengetahui seluk belik sejarah riwayat Cut Nyak
Meutiya untuk membentuk kembali benda-benda sejarah itu “Kita membutuhkan seorang
tokoh yang mampu meriwayatkan kembali seluk beluk peninggalan rumah adat Cut Nyak
meutiya, dengan demikian tokoh masyarakat yang benar-benar megetahui keberadaan
peninggalan-peninggalan carga budaya tersebut dengan sangat sudah membentu pemerintah,
guna mereplikasikan ulang benda-benda itu yang bertujuan kaidah budaya yang
terkandungnya tidak salah dari aslinya. Sementara kami dari pemerintah kabupaten akan
mengusulkan anggaran di Anggara Pendapatan Belanja Aceh (APBA)”.
Ia juga menjelaskan, untuk aceh utara merupakan objek sejarah yang tertinggi
peninggalan sejarah Aceh, Antaranya Makam Malikul Saleh, Rumah Adat Cutnyak
Mweutiya, termasuk artefak sejarah lainnya yang kini semakin bertambah, mencapai 40 buah
situs adat Makan peninggalan sejarah kerajaan Malikussaleh dan lainnya yang mengandur
unsure budaya murni setempat yang sangat bersangkut paut dengan jati diri masyarakat Aceh.
“kami akan teurs mengali dan mencari sumber-sumber artefak Aceh Utara, dan kami pun
akan terus berusaha bagaimanapun cara pemerintah aceh menganggarkan anggaran untuk
melestarikan budaya-budaya yang ada. Dengan demikian kita laksanakan berbagai promosi
agar sejarah aceh senantiasa diketahui oleh publik. Demikian Kabid Kebudayaan dan
Pariwisata Dinas Perhubungan dan Pariwisata Aceh Utara, Ir Nurliana Na***
Tanggapan Budayawan, Syamsuddin Jalil (Ayah Panton)
Di Aceh tentunya sudah sangat banyak sekali kaum intelektual-intelektual yang terlahirkan,
seiring tuntutan jaman, aceh saat ini kaya dengan manusia-manusia yang berpendidikan dan
berkompotensi tinggi untuk memimpin. Ribuan alumni pertahunnya pun termuntahkan, dan bahkan
tidak ada pelosok desa yang tersisa tanpa adanya pendidikan, kita ukur dari segi ke khasan daerah saat
ini, Budaya, Etika Moral bahkan syariat nyaris punah di bekas Daerah Istimewa Aceh, Seuramoe
Mekkah. Pemimpin yang mengangkangi kursi mewah di suatu Daerah di Aceh kebanyakan
diantaranya bukan dari Manusia yang mampu Lestarikan Budaya.
Dengan demikian apa pendapat, seorang Budayaan
kelahiran Pantonlabu ini yang dijuluki sebagai ayah
panton?
5. Anda disebut-sebut bahkan menyebutkan diri salah satu dari budayawan aceh yang masih
mengantongi sejarah aceh, Apa yang anda singkapi tentang Aceh dan budaya saat ini?
saya melihat serta mengkaji tentang budaya Aceh saat ini, Aceh membutuhkan penumbuhan
dan penanaman kembali nilai budaya yang sebenarnya, orang aceh tidak kan bisa terlepas dari adat,
kerena orang yang memiliki adat sama artinya orang yang beradab, bagaimana bisa dipisahkan.
Dasar apa anda mengungkapkan hal tersebut?
Iya, orang aceh saat ini merindukan akan kearifan tradisi, masalahnya orang mengetahui
dimana kearifan-kearifan yang ada pada saat ini, mereka tidak dapat menyelesaikan persoalan merekat
tanpa adanya hukum adat, jika ditanya dari mana hadirnya? Ya dari adat itu sendiri.
Apakah sebenarnya definisi adat dan resam menurut anda?
Pemahaman Adat itu, merupakan peraturan-peraturan yang tertulis yang pertama sekali pada
masa iskandarmuda, sedangkan resam merupakan kebiasaan-kebiasaan atau kelaziman yaitu suatu
yang terjadi secara berulang-ulang, hal inilah yang disebut adat istiadat, demikian halnya dengan
kebudayaan, ada tidaknya digunakan besar kemungkinan masih harus kita pertanyakan kembali dalam
tatanan kepemerintahan kita saat ini.
Apa yang anda tanggapi tentang kebudayaan aceh saat ini?
Budaya aceh saat ini sangat kritis, dengan demikian aceh membutuhkan pelestarian dan tata
ulang, dimana adat dan resam diaceh nyaris tak terpakai lagi semestinya, budaya demi budaya di aceh
ini sangat memperihatinkan, politik di aceh saat ini telah mengabaikan budaya yang ada. Orang Aceh
sosok manusia yang mulia dan berwibawa semua itu karena adat dan resam yang selama ini tidak
perhatian seutuhnya.
Bagaimana kondisi rumah Adat ‘Cut Nyak Meutiya’ sebagai peninggalan sejarah yang diangung-
agungkan oleh masyarakat aceh utara menurut amatan anda?
6. Rumah adat itu sangat memprihatinkan, menghargai rumah tersebut sebagai peninggalan sejarah
pahlawan yang membantai belanda menuju merdeka, seharusnya pemerintah aceh lebih
memperioritaskannya, mungkin pemerintah terkait segala sesuatunya bisa mengusahakannya sesuai
kebutuhan khlayak umum serta tidak mengabaikannya hingga kosong, hingga terkesan tak bertuan.
Lagian Cut Nyak Meutiya tersebut merupakan pahlawan yang tangguh yang tak pernah gertar dalam
melawan pasukan belanda pada masa itu, sehingga ia dijuluki „anak sirajawali‟.
Menurut anda, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk melestarikan rumah adat itu?
Jika pemerintah menghargai jasa pahlawan, maka kita bisa menilai bagaimana kondisi daerah tempat
Rumah adat itu dibangun, adakah kepedulian yang sempurna? Jawabnya tidak, jalan menuju makam
Pahlawan Cut NYak Meutiya sepanjang 20 km itu tak dianggap beban pemerintah, sedangkan
penjiarah bukannya saja masyarakat setempat saja, bukan juga masyarakat Aceh semata, namun bkan
saja dari luar Propinsi Aceh bahkan dari masyarakat asing turut mendatanginya, demikian halnya
peninggalan sejarah yang dulunya mengisi rumah kebanggaan tersebut saat ini kosong, apa yang bisa
diamati para penjiarah selain bangunan nyata sedangkan isinya kosong.
Apakah anda berpendapat, pemerintah kita saat ini merupakan sosok pemimpin pemerintahan
yang tutup mata dari sejarah?
Iya bisa saja demikian, prihalnya bisa kita berikan penilaian yang bahwa, siapa yang menduduki kursi
pemerintahan itu bukan dari kaum yang faham kebudayaan, dalihnya dari keadaan dan kondisi aceh
sekarang ini.
Kenapa?
Sekarang guna mencapai maksud hanya memperjual belikan kata-kata adat-istiadat, jika kita orang
yang memiliki adat, maka jangan hanya bicara lewat sampul, pada hakikat definisi adat yang
sebenarnya masih belum diketahui.
Demikian sedikit banyaknya komentar Budayawan ini, yang dijumpai MODUS pada Rabu
(20/7) lalu disisi kesibukannya dalam merancang Qanun Adat Aceh. Ia mengaku melihat kondisi adat
yang membutuhkan penyelamatan saat ini, ia terpanggil untuk mencalonkan diri sebagai calon bapak
nomor satu diaceh utara periode 2012-2017 mendatang ini.
7. Syamsuddin jalil yang akrab ayah panton ayah panton ini sungguh menyesali kebijak
pemerintah saat ini dalam mengembangkan syariat dan adat , “oleh karenanya, saya mudah-mudah
jika terpilih bisa mewujudkan hidup rukun masyarakat-masyarakat saya” ujarnya
Mantan Tim Specialis Art Media Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias ini
menuturkan, pengetahuan adat perlu diunggah kembali, seiring perubahan globalisasi yang
mengancam jiwa generasi muda ini, peka budaya yang sebenarnya. Tata kerama dan etika moral
nyaris kandas disanubari bari generasi-generasi penerus bangsa ini baik menyangkut Adat maupun
resam yang ditenggelamkan teknoli informasi “kondisi kekinian di aceh saat ini, orang telah
menunjukan sikap arogansi, sikap tidak santun serta memaksakan kehendak yang sangat bertentangan
dengan tatanan kehidupan masyarakat Aceh yang berwibawa termasuk dalam penggunaan bahasa
yang murni”, imbuhnya***