estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
1. Jurnal Ekologi Perairan
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM
Th 2011 No. 1 : 1-7
1
Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta
Andhika Rakhmanda1)
10/300646/PN/12074
Manajamen Sumberdaya Perikanan
INTISARI
Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem
perairan sehubungan dengan perannya sebagai organisme kunci dalam jaring
makanan. Tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat
digunakan sebagai indikator pencemaran. Sebagaimana kehidupan biota lainnya,
penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia,
dan biologi perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penerapan metode
tanpa plot (plotless) untuk mengestimasi populasi gastropoda, serta mempelajari
korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan populasi makrobentos
(gastropoda). Penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2011 di Sungai
Tambak Bayan, Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah plotless (tanpa plot)
dengan menggunakan tongkat sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak.
Dilakukan pengambilan parameter kimia, fisika, dan biologi pada tiga stasiun
pengamatan sebagai tolokukur lingkungan. Hasil pengamatan didapatkan bahwa
densitas gastropoda pada stasiun II merupakan yang paling tinggi dengan perincian
stasiun I 0,0181 ind/m2
, stasiun II 3574,3 ind/m2
, dan stasiun III 3,6466 ind/m2
.
Adanya kelompok bentos yang hidup menetap dan daya adaptasi yang bervariasi
menandakan bahwa kualitas air di Sungai Tambak Bayan masih tergolong baik.
Kata kunci : Densitas gastropoda, estimasi populasi, makrozoobentos, plotless,
Sungai Tambak Bayan.
PENDAHULUAN
Sungai di Indonesia umumnya mempunyai sifat multiguna, mulai dari
keperluan rumah tangga, keperluan hewan (mandi, minum), transportasi pengairan,
dan sebagainya. Kebanyakan sungai di Indonesia telah mengalami penurunan
fungsi akibat berbagai aktivitas manusia ini masih merupakan sumberdaya perairan
yang kaya akan organisme air (Widaningroem, 2010). Kehidupan di air dijumpai
tidak hanya pada badan air tapi juga pada dasar air yang padat. Di dasar air, jumlah
kehidupan sangat terbatas karena ketersediaan nutrient yang terbatas. Oleh karena
itu, hewan yang hidup di air dalam hanyalah hewan-hewan yang mampu hidup
dengan jumlah dan jenis nutrient terbatas, sekaligus bersifat bartoleran (Isnaeni,
2002).
1 )
Mahasiswa Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
2. Jurnal Ekologi Perairan
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM
Th 2011 No. 1 : 1-7
2
Hewan yang hidup di dasar perairan adalah makrozoobentos.
Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem
perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaring
makanan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan
dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Hewan bentos seringkali digunakan
sebagai petunjuk bagi penilaian kualitas air. Jika ditemukan limpet air tawar, kijing,
kerang, cacing pipih siput memiliki operkulum dan siput tidak beroperkulum yang
hidup di perairan tersebut maka dapat digolongkan kedalam perairan yang
berkualitas sedang (Pratiwi dkk, 2004).
Makrobentos memiliki peranan ekologis dan struktur spesifik dihubungkan
dengan makrofita air yang merupakan materi autochthon. Karakteristik dari masing-
masing bagian makrofita akuatik ini bervariasi, sehingga membentuk substratum
dinamis yang komplek yang membantu pembentukan interaksi-interaksi
makroinvertebrata terhadap kepadatan dan keragamannya sebagai sumber energi
rantai makanan pada perairan akuatik. Menurut Welch (1980), kecepatan arus akan
mempengaruhi tipe substratum, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
kepadatan dan keanekaragaman makrobentos.
Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam
dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan
volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur
untuk menghitung produktifitas dan untuk membandingkan kepadatan suatu jenis
dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. (Suin.N.M,1989).
Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi
komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik
perairan seperti kedalaman, kecepatan arus, warna, kecerahan dan suhu air. Sifat
kimia perairan antara lain, kandungan gas terlarut, bahan organik, pH, kandungan
hara dan faktor biologi yang berpengaruh adalah komposisi jenis hewan dalam
perairan diantaranya adalah produsen yang merupakan sumber makanan bagi
hewan bentos dan hewan predator yang akan mempengaruhi kelimpahan bentos
(Setyobudiandi, 1997).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penerapan metode tanpa plot
(plotless) untuk mengestimasi populasi gastropoda, serta mempelajari korelasi
antara beberapa tolokukur lingkungan dengan populasi makrobentos (gastropoda).
METODOLOGI
Penelitian dilaksanakan pada Jumat, 11 Maret 2011 pukul 13.30 sampai
dengan pukul 17.00 WIB di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta di tiga stasiun
pengamatan pada penggal sungai yang sama. Metode yang digunakan adalah
plotless (metode tanpa plot) dengan menancapkan tongkat ke dasar perairan
sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak.
Pada masing-masing stasiun dilakukan pengamatan beberapa parameter
lingkungan sebagai tolokukur yaitu parameter fisika, meliputi suhu dan kecepatan
3. Jurnal Ekologi Perairan
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM
Th 2011 No. 1 : 1-7
3
arus; parameter kimia, meliputi derajat keasaman (pH), kadar oksigen terlarut (DO),
kadar karbondioksida bebas, serta alkalinitas; dan parameter biologi, meliputi
organisme yang ada di lokasi pengamatan.
Kerapatan (densitas) populasi gastropoda dinyatakan dalam dalam bentuk
biomassa per satuan luas, dan dihitung dengan menggunakan rumus :
D =
Ď2
(𝑆−2)
Ď =
(𝑆−1)
𝑌
Y = 𝑌𝑖𝑆
𝑖=1 𝑌𝑖 = 𝜋(𝑋𝑖)2
S = jumlah titik cuplikan yang diambil
Ď = estimasi kerapatan (densitas) gastropoda
X = jarak terdekat gastropoda dengan titik yang ditentukan secara acak
Y = luas area kajian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sungai Tambak Bayan merupakan sungai yang berhilir di Embuk
Tambakboyo. Genangan sungai ini meliputi Desa Condongcatur, Kecamatan Depok,
Kabupaten Sleman. Sungai ini biasa digunakan oleh warga sekitar untuk keperluan
rumah tangga, keperluan hewan (mandi, minum), bermain, dan sebagainya. Meski
telah mengalami penurunan fungsi dalam ekosistem karena berbagai aktivitas
manusia sungai ini memiliki warna air yang cukup jernih. Dasar sungai pada stasiun
satu tampak berbatu dengan kedalaman kurang lebih 0,5 meter.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh indeks kerapatan (densitas)
gastropoda pada stasiun I dan stasiun III tergolong rendah yaitu 0,0181 ind/m2
dan
3,6466 ind/m2
, hanya stasiun II yang memiliki indeks densitas yang cukup tinggi
yaitu 3574,3 ind/m2
. Perbedaan tingkat kerapatan populasi gastropoda ini
disebabkan adanya perbedaan jenis substrat dan parameter lingkungan lainnya.
Berdasarkan hasil pengukuran faktor abiotik dan faktor biotik pada ketiga stasiun
tidak sama.
4. Jurnal Ekologi Perairan
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM
Th 2011 No. 1 : 1-7
4
Grafik 1 Perbandingan Stasiun Dengan Densitas Gastropoda
Dari ketiga stasiun pengamatan, stasiun I menunjukkan nilai densitas
terendah. Rendahnya kerapatan ini menunjukkan bahwa lingkungan perairan pada
stasiun I tidak kondusif untuk kehidupan gastropoda yang ada di dalamnya. Hal ini
disebabkan karena pada stasiun I didapatkan kondisi sungai yang telah
dimanfaatkan untuk banyak kebutuhan manusia sehingga terjadi degradasi kualitas
ekosistem dan terjadi pencemaran bahan-bahan yang tidak disukai gastropoda atau
organisme lainnya. Buruknya kualitas air jika dibandingkan dengan stasiun lain ini
dibuktikan dengan tidak adanya keragaman spesies pada stasiun ini. Pada stasiun
ini hanya ditemukan satu jenis gastropoda yaitu keong.
Stasiun II indeks densitas gastropodanya merupakan yang paling tinggi.
Kerapatan populasi pada stasiun II lebih tinggi karena jenis substrat berupa batuan,
lumpur, dan pasir. Selain itu kandungan oksigen terlarut (5,53 ppm) lebih tinggi dari
kandungan CO2 bebas (4,3 ppm). Pada stasiun I dan II kandungan oksigen terlarut
lebih rendah daripada kandungan karbondioksidanya. Oksigen dibutuhkan
organisme dalam melakukan proses respirasi. Sedangkan pada stasiun III indeks
densitas gastropoda menurun. Hal ini wajar dikarenakan kandungan nutrient
perairan terkikis seiring berjalannya arus.
Tampak bahwa faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah jenis
subsrat dasar, kandungan oksigen terlarut, kandungan karbondioksida, serta
kedalaman dan kecerahan air. Sedang faktor yang kurang berpengaruh adalah pH
substrat, suhu air dan suhu udara. Hal ini didasarkan pada pengukuran faktor-faktor
abiotik pada tiap stasiun bahwa pH substrat, suhu air, dan suhu udara hasilnya
relatif sama dan masih dalam ambang batas untuk hidup.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
0 1 2 3 4
Densitas
Gastropoda
(ind/m2)
5. Jurnal Ekologi Perairan
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM
Th 2011 No. 1 : 1-7
5
Tabel 1. Parameter Lingkungan Sungai Tambak Bayan Pada Tiga Stasiun
Parameter Fisika Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Suhu Udara (CO
) 26,7 29 25
Suhu Air (CO
) 27 28 27
Kecepatan Arus (m/s) 0,68 1,063 0,36
Parameter Kimia Stasiun I Stasiun II Stasiun III
pH 6,9 6,9 6,9
DO (ppm) 8 5,53 6,64
CO2 (ppm) 19 4,3 16,6
Alkalinitas (ppm) 92,8 96 105
Kandungan gas oksigen dalam air merupakan salah satu penentu
karakteristik kualitas air yang terpenting dalam kehidupan akuatis. Konsentrasi
oksigen dalam air mewakili status kualitas air pada tempat dan waktu tertentu (saat
pengambilan sampel air). Keberadaan dan besar kecilnya muatan oksigen di dalam
air dapat dijadikan indikator ada atau tidaknya pencemaran di suatu perairan (Asdak,
2004). Kandungan oksigen terlarut (DO) penelitian berkisar antara 5,53 ppm – 8
ppm di masing-masing stasiun, dengan kadar oksigen paling rendah pada stasiun II.
Rendahnya kadar oksigen terlarut pada perairan sungai Tambak Bayan dikarenakan
substrat perairan sebagian besar berupa pasir dan lumpur. Ukuran partikel yang
sangat halus disertai dengan sudut dasar sedimen yang datar menyebabkan air di
dalam sedimen tidak mengalir keluar dan tertahan di dalam substrat. Hal ini akan
menghasilkan penurunan kadar oksigen. Semakin tinggi sedimentasi maka semakin
berkurang kandungan oksigen terlarut.
Suhu dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan
fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas
(terlalu hangat atau dingin). Jenis, jumlah, dan keberadaan flora dan fauna akuatis
seringkali berubah dengan adanya perubahan suhu air, terutama oleh adanya
kenaikan suhu dalam air. Dari hasil pengukuran suhu diketahui bahwa suhu pada
ketiga stasiun pengamatan berkisar antara 250
C–270
C. Kisaran suhu yang sesuai
untuk pertumbuhan makrozoobentos menurut Hutabarat dan Evans (1985) siklus
temperatur untuk kehidupan organisme perairan berkisar 260
C–310
C.
Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+
) di dalam
tanah. Makin tinggi kadar ion H+
di dalam tanah, semakin masam tanah tersebut.
Pada tanah yang alkalis kandungan OH-
lebih banyak daripada H+
. Bila kandungan
H+
dan OH-
sama, maka bersifat netral. PH substrat dasar pada ketiga stasiun
pengamatan sama yakni 6,9 (bersifat netral) yang memungkinkan gastropoda hidup
di dalamnya. PH diliuar ambang batas dapat menyebabkan menurunnya daya tahan
6. Jurnal Ekologi Perairan
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM
Th 2011 No. 1 : 1-7
6
terhadap stress. Menurut Widiastuti (1983) kisaran pH substrat yang layak bagi
kehidupan organisme perairan berkisar antara 6,6 sampai 8,5.
Kandungan CO2 terlarut pada ketiga stasiun sangat tinggi. Pada stasiun I dan
III masing-masing diatas 12 ppm yakni 19 ppm dan 16,6 ppm. Hanya pada stasiun II
yang normal atau dibawah 12 ppm yang masih dapat di itolerir organisme perairan.
Jika berada diatas 12 ppm maka biota perairan akan mengalami tekanan fisiologis
khususnya makrobentos.
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat pencemaran atau
kemurnian (indikator) suatu perairan. Interaksi antar semua komponen ekosistem
yang berada dalam sungai tersebut memungkinkan terjadinya proses daur ulang
secara alami, bahkan pencemar yang tidak bernilai bagi manusia menjadi bahan
bernilai yang terkandung dalam biomassa tumbuhan dan hewan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa untuk mengestimasi
populasi gastropoda dapat menggunakan metode plotless (tanpa plot). Berdasarkan
hasil pengukuran parameter lingkungan Sungai Tambak Bayan didapatkan suhu
udara berkisar antara 250
C-290
C, suhu air 270
C-280
C, kecepatan arus berkisar anta
0,36 m/s-1,063m/s, pH 6,9, DO berkisar antara 5,3 ppm-8ppm, COD 4,3 ppm – 19
ppm, dan alkalinitas berkisar antara 92,8 ppm – 105 ppm dan indeks densitas
populasi gastropoda berkisar antara 0,0181 ind/m2
- 3574,3 ind/m2
dengan stasiun II
merupakan yang paling tinggi, sedangkan yang paling rendah adalah stasiun I.
Adanya kelompok bentos yang hidup menetap (sesile) dan daya adaptasi
yang bervariasi menandakan bahwa kualitas air di Sungai Tambak Bayan masih
tergolong baik. Terdapat korelasi antara faktor fisik dan kimia terhadap estimasi
populasi gastropoda. Semakin tinggi kadar CO2, maka kepadatan populasi semakin
rendah. Semakin tinggi kadar O2 dan kecerahan air maka kepadatan populasi
semakin tinggi.
SARAN
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dilakukannya penelitian
selanjutnya yang sejenis untuk menjaga kualitas lingkungan perairan di Sungai
Tambak Bayan. Meskipun masih tergolong baik namun meningkatnya aktivitas
manusia di bantaran sungai dalam pemenuhan kebutuhannya mengancam
terjadinya degradasi kualitas lingkungan perairan sehingga perlu dilakukan
pengelolaan terpadu untuk menjaganya agar tetap terpelihara dengan baik dan
terkontrol.
7. Jurnal Ekologi Perairan
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM
Th 2011 No. 1 : 1-7
7
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Hutabarat, S, & S. M. Evans, 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Isnaeni, W. 2002. Fisiologi Hewan. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Pratiwi, N, Krisanti, Nursiyamah, I. Maryanto, R. Ubaidillah, & W. A. Noerdjito. 2004.
Panduan Pengukuran Kualitas Air Sungai. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suin, Nurdin Muhammad.1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara : Jakarta
Welch, S. 1980. Limnology. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Widaningroem, Retno. 2010. Pengertian, Konsep dan Jenis Sumberdaya Perikanan.
Bahan Ajar Pengantar Ilmu Perikanan. Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada.
Widiastuti, E. 1983. Kualitas Air Kali Talung Rintingan dan Kelimpahan Hewan
Makrozoobentos. Thesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.