Indepth report wajah bopeng bisnis ict di indonesia2012
1. Indepth Report
Wajah Bopeng Bisnis ICT di Indonesia
Oleh:
Firdaus cahyadi
Divisi Knowledge Management SatuDunia
2. Waktu menunjukan pukul 05.15 wib. Masih pagi. Namun gerbong kereta rel listrik
(KRL) Commuterline jurusan Bogor-Jakarta kota sudah dipadati penumpang. Di kursi
penumpang orang-orang duduk sambil menyibukan diri dengan peralatan elektroniknya.
Ada yang sibuk dengan handphonenya dan ada yang membuka ipadnya.
Mereka bukan hanya sekedar berkomunikasi atau mengirim pesan singkat
dengan handphonenya. Diantara mereka ada yang asyik bermain game terbaru,
mendengarkan musik. Bahkan diantara mereka ada yang asyik berselancar di internet.
Apa yang terjadi di dalam gerbong KRL Commuterline pagi itu sudah lazim
terjadi. Perkembangan ICT (Information and Communication Technology) begitu pesat
di negeri ini. Handphone yang sebelumnya menjadi barang mewah, kini hampir dimiliki
oleh setiap orang.
Masyarakat kita pun nampak lebih
konsumtif terhadap produk ICT. Masyarakat
tidak lagi membeli produk ICT berdasarkan nilai
kegunaannya namun membelinya karena nilai-
nilai abstrak yang diselipkan di produk ICT
tersebut. Nilai-nilai abstrak yang diselipkan
dalam produk ICT itu salah satunya adalah
identitas. Kita merasa belum menjadi bagian dari kelas menengah jika belum memiliki
smartphone atau handphone dan laptop dengan brand tertentu misalnya.
3. Lihat saja misalnya, di bulan November 2011 silam, antrean pembeli BlackBerry
telah menimbulkan puluhan orang terluka1. Sebelumnya, pada bulan Juli 2011,
antusiasme masyarakat untuk mendapatkan ponsel Xperia PLAY yang pada saat itu
resmi dijual perdana di Jakarta terlihat jelas dengan panjangnya antrian sejak pukul 6
pagi.
Pesatnya pasar
produk ICT, dari handphone
hingga Ipad, membuat
bisnis ICT begitu „gurih‟ di
negeri ini. Tahun 2011
adalah tahun emas bagi
bisnis ICT ini. Menurut
Menteri Komunikasi dan
Informatika (Menkominfo)
Tifatul Sembiring2, bisnis ICT di Indonesia meningkat pesat di tahun 2011.
Seperti ditulis oleh portal berita Antaranews.com, Menkominfo Tifatul Sembiring
memperkirakan bisnis informasi dan telekomunikasi selama 2011 mencapai Rp360
triliun atau tumbuh sekitar 20 persen dalam dua tahun terakhir. Indikasinya, tentu saja
adalah peningkatan pertumbuhan penjualan gadget dan peningkatan pengakses
internet.
1
Foto antrian blackberry,sumber: http://us.metro.vivanews.com/news/read/267258-ricuh--loket-jual-blackberry-
bellagio-ditutup
2
Foto Tifatul Sembiring, sumber: http://bb.webpusat.com/?p=903
4. Tanda-tanda meningkatnya bisnis ICT di tahun 2011 sebenarnya sudah nampak
sejak tahun 2010 silam. Studi terbaru lembaga penelitian ROA (Research On Asia)
Group pada tahun 2010 misalnya, mengungkapkan perkembangan pasar telepon
selullar (ponsel) Indonesia terus tumbuh pesat. Menurut penelitian itu, pengguna ponsel
di Indonesia tercatat sebanyak 68 juta pada akhir tahun 2006 dan akan tumbuh menjadi
94,7 juta pada tahun 2007. Pada tahun 2010, angka pengguna ponsel di Indonesia pun
diprediksikan mencapai angka 133 juta.
Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan penjualan laptop atau komputer
jinjing di Indonesia. Merujuk data International Data Corp (IDC) menyebutkan bahwa
total penjualan laptop semester I tahun 2010 mencapai 2,18 juta unit, tumbuh 32,46
persen dibandingkan dengan total penjualan laptop semester I tahun 2009 yang hanya
sebesar 1,6 juta unit.
5. Pengguna internet di Indonesia pun juga mengalami pertumbuhan pesat.
Menurut Buku Putih “Komunikasi dan Informatika Indonesia” yang diterbitkan oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2010 menyebutkan bahwa pada
tahun 2007-2008, akses internet dalam rumah tangga Indonesia mengalami
peningkatan pesat.
Pada tahun 2007, menurut buku putih tersebut, prosentase keluarga Indonesia
yang memiliki akses internet sebesar 5,58 persen. Dan pada tahun 2008 meningkat
menjadi 8,56 persen. Sementara menurut Plt Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan,
seperti ditulis oleh detik.com Juni 2010, mengungkapkan bahwa jumlah pengguna
internet di Indonesia telah mencapai angka 45 juta.
Sementara dari sisi perangkat yang digunakan, mayoritas pengguna internet di
Indoensia mengaksesnya melalui handphone. Menurut data Effective Measure, firma
yang memiliki spesialisasi dalam pengukuran statistik web, sebanyak 61,88 persen dari
pengguna Internet Indonesia mengakses melalui ponsel.
Kemana Uang Mengalir dari Bisnis ICT
Pertanyaannya kemudian adalah dari serangkaian angka-angka pertumbuhan
pengguna ICT di Indonesia itu kemanakah uang mengalir? Jangan-jangan ada aliran
uang dalam jumlah besar yang mengalir keluar negeri dari gegap gempita sambutan
warga Indonesia terhadap perkembangan ICT di dunia.
Seperti tersebut di atas bahwa jumlah pengguna ponsel meningkat pesat dan
juga mayoritas pengakses internet di Indonesia juga menggunakan ponsel dalam
6. mengaksesnya. Sekarang mari kita lihat jumlah impor ponsel di Indonesia dari tahun ke
tahun.
Menurut data dari Asosiasi Importir Selullar Indonesia, seperti ditulis salah satu
media massa di Jakarta, menyebutkan bahwa pada tahun 2009, Indonesia mengimpor
ponsel buatan China sebanyak 6,3 juta unit, sementara dari negara lain sebanyak 4,2
juta unit. Pada tahun 2010, impor ponsel dari China sebanyak 9,6 juta unit dan dari
negara lain menurun menjadi 2,4 juta unit.
Nah, bagaimana dengan bisnis operator selular di Indonesia? Menurut data dari
Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, menyebutkan bahwa hingga kuartal I
tahun 2010, pelanggan telkomsel sebanyak 88.950.000. Sementara pelanggan Indosat
sebesar 39.100.000, XL Axiata 32.924.000, Hutchinson 7.311.000 dan Natrindo
4.105.156.
Untuk melihat ada atau tidaknya potensi uang mengalir ke luar negeri, tentu kita
harus melihat komposisi dari pemegang saham lima besar operator selullar di Indonesia
tersebut. Menurut data dari Litbang sebuah media massa yang terbit di Jakarta
menyebutkan bahwa kepemilikan asing dalam Telkomsel mencapai 35 persen,
Hutchinson 60 persen, Indosat 70,14 persen, XL Axiata 80 persen dan Natrindo 95
persen.
Hal yang sama juga terjadi pada produk laptop. Dari tahun ke tahun impor laptop
di Indonesia semakin meningkat. Seperti ditulis sebuah media massa yang terbit di
Jakarta, sampai November 2009, nilai impor komputer jinjing telah menembus 461 juta
dollar AS. Angka ini melonjak 30,4 persen dibandingkan impor laptop seluruh tahun
7. 2008 yang hanya 353,4 juta dollar AS. Dari nilai impor itu, laptop China menguasai 90,4
persen atau 416,7 juta dollar.
Potensi mengalirnya uang dalam bisnis telematika juga nampak pada
penggunaan nama domain internet. Menurut data dari PANDI (Pengelola Nama Domain
Indonesia), website yang menggunakan domain indonesia (id) hanya 58.793.
Sementara yang menggunakan domain internasional sebanyak 198.295. Apa ini
artinya? Jika harga domain internasional itu katakanlah Rp 8.000, maka sudah miliaran
uang keluar dari negeri ini.
Melihat melimpahnya potensi uang mengalir ke perusahaan-perusahan ICT
asing itulah tak heran muncul tekanan dari forum regional dan internasional kepada
Indonesia untuk merubah paradigma bahwa ICT bukan lagi sesuatu yang vital dan
menguasai hajat hidup orang banyak, melainkan hanya komoditas. Karena itu pasar
ICT harus dibuka. Pernyataan itu tercantum dalam penjelasaan RUU Konvergensi
Telematika yang kini sedang dibahas pemerintah.
Nah, sekarang bola panas ada di tangan pemerintah. Jika pemerintah menuruti
tekanan internasional yang menginginkan perubahan paradigma bahwa ICT sekedar
komoditas dan untuk itu pasar harus dibuka lebar, maka uang dari bisnis ICT akan terus
mengalir ke perusahan-perusahaan asing. Atau pemerintah memiliki paradigma
alternatif, yang melihat ICT bukan hanya sekedar komoditas. Sehingga dengan itu
mengalirnya uang ke perusahaan-perusahaan ICT asing dalam bisnis telematika tetap
bisa dikendalikan. Semoga kali ini pemerintah tidak takut terhadap tekanan asing.
8. Tentu wajah bopeng bisnis ICT bukan hanya persoalan terdapatnya potensi
uang yang mengalir ke perusahaan-perusahaan ICT asing. Persoalan lainnya tentu saja
adalah makin konsumtifnya masyarakat kita terhadap produk ICT. Seperti dituliskan di
awal. Sikap konsumtif masyarkaat kita sudah melampaui akal sehat. Mereka rela
mengorbankan diri sendiri dan juga orang lain untuk sekedar mendapatkan produk ICT.
Pendidikan publik tentu diperlukan untuk mengatasi hal ini. Pemerintah dan
anggota masyarakat lainnya perlu bersinergi agar masyarakat kita kembali
menggunakan akal sehat dalam membeli produk ICT. Sederhananya, membeli produk
ICT berdasarkan nilai kegunaanya bukan berdasarkan nilai-nilai abstrak yang diselipkan
dalam produk ICT itu.