MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE PADA MATA PELAJARAN IPA DENGAN TOPIK ORGAN PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA KELAS V SEMESTER I SD NEGERI 17 KATOBU.
1. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KOLOID
Ada kehidupan sehari-hari ini, sering kita temui beberapa produk yang merupakan
campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara merata/ homogen.
Misalnya saja saat ibu membuatkan susu untuk adik, serbuk/ tepung susu bercampur secara
merata dengan air panas. Produk-produk seperti itu adalah sistem koloid.
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana
partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara
merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar
antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal
dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah adalah tinta, yang terdiri dari
serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat banyak sistem
koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll.
Keadaan koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid atau larutan koloid atau suatu
koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi dengan
ukuran partikel terdispersi berkisar antara 10-7 sampai dengan 10-4 cm. Besaran partikel yang
terdispersi, tidak menjelaskan keadaan partikel tersebut. Partikel dapat terdiri atas atom,
molekul kecil atau molekul yang sangat besar. Koloid emas terdiri atas partikel-partikel
dengan bebagai ukuran, yang masing-masing mengandung jutaan atom emas atau lebih.
Koloid belerang terdiri atas partikel-partikel yang mengandung sekitar seribu molekul S8.
Suatu contoh molekul yang sangat besar (disebut juga molekul makro) ialah haemoglobin.
Berat molekul dari molekul ini 66800 s.m.a dan mempunyai diameter sekitar 6 x 10-7.
2. 2.2 JENIS-JENIS KOLOID
Sistem koloid tersusun dari fase terdispersi yang tersebar merata dalam medium
pendispersi. Fase terdispersi dan medium pendispersi dapat berupa zat padat, cair, dan gas.
Berdasarkan fase terdispersinya, sistem koloid dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
A. Koloid Sol
Seperti yang telah dijelaskan, sol merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya
merupakan zat padat. Berdasarkan medium pendispersinya, sol dapat dibagi menjadi:
1. Sol Padat
Sol padat merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah paduan
logam, gelas berwarna, dan intan hitam.
2. Sol Cair (Sol)
Sol cair merupakan sol di dalam medium pendispersi cair. Contohnya adalah cat, tinta,
tepung dalam air, tanah liat, dll.
3. Sol Gas (Aerosol Padat)
Sol gas merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah debu di udara,
asap pembakaran, dll
B. Koloid Emulsi
Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis koloid dimana fase
terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, emulsi
dapat dibagi menjadi:
1. Emulsi Gas (Aerosol Cair)
Emulsi gas merupakan emulsi di dalam medium pendispersi gas. Aerosol cair seperti
hairspray dan baygon, dapat membentuk system koloid dengan bantuan bahan pendorong
seperti CFC. Selain itu juga mempunyai sifat seperti sol liofob yaitu efek Tyndall, gerak
Brown.
2. Emulsi Cair
Emulsi cair merupakan emulsi di dalam medium pendispersi cair. Emulsi cair melibatkan
campuran dua zat cair yang tidak dapat saling melarutkan jika dicampurkan yaitu zat cair
polar dan zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air dan zat lainnya seperti
minyak.
Sifat emulsi cair yang penting ialah:
a. Demulsifikasi
3. Kestabilan emulsi cair dapat rusak akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi,
penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengelmusi.
b. Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya.
C. Emulsi Padat atau Gel
Gel merupakan emulsi didalam medium pendispersi zat padat. Gel dapat dianggap terbentuk
akibat penggumpalan sebagian sol cair. Pada penggumpalan ini, partikel-partikel sol akan
bergabung membentuk suatu rantai panjang. Rantai ini kemudian akan saling bertaut
sehingga terbentuk suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap
dalam lubung-lubang struktur tersebut.
Berdasarkan sifat keelastisitasnya, gel dapat dibagi menjadi:
1. Gel elastic
Gel yang bersifat elastis, yaitu dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan kembali ke bentuk
awal jika gaya ditiadakan. Contoh adalah sabun dan gelatin.
2. Gel non-elastis
Contoh adalah gel silica.
D. Koloid Buih
Buih merupakan koloid dimana fase terdispersinya merupakan gas. Kemudian, berdasarkan
medium pendispersinya, buih dapat dibagi menjadi:
1. Buih Cair (Buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat cair.
Biasanya fase terdispersi gas berupa udara atau CO2. Kestabilan buih diperoleh karena
adanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat
gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh kestabilan. Contohnya adalah buih yang
dihasilkan alat pemadam kebakaran dan kocokan putih telur.
Sifat-sifat buih cair ialah:
a. Struktur buih cair berubah dengan waktu karena drainase (pemisahan medium pendispersi)
akibat kerapatan fas dan zat cair yang jauh berbeda, rusaknya film antara dua gelembung gas,
dan ukuran gelembung gas menjadi lebih besar akibat difusi.
b. Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar
2. Buih Padat
4. Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi
zat padat. Kestabilan buih padat diperoleh dari zat pembuih (surfaktan). Beberapa buih padat
yang kita kenal adalah roti, styrofoam, batu apung,dll
Sebagai catatan, tidak terdapat buih gas, dimana medium pendispersi dan fase
terdispersi sama-sama berupa gas. Hal itu karena campuran dari keduanya tergolong sebagai
larutan.
2.3 SIFAT-SIFAT KOLOID
A. Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel
koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini
ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat
itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan
sejati (gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan
cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu
terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk
dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya
relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
B. Gerak Brown
Jika kita amati system koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa
partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan
gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan berikut:
Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak
seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk
system koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan
menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut
berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang
terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang
menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi.
Demikian pula, semakin besar ukuran partikel kolopid, semakin lambat gerak Brown yang
5. terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak
ditemukan dalam zat padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid, maka
semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya.
Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian
pula sebaliknya, semakin rendah suhu system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
C. Adsorbsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel
atau ion atau senyawa yang lain.
Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya
penyerapan sampai ke bawah permukaan).
Contoh :
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.
(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2.
D. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan
terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau
secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
E. Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya
cairan.
1. Koloid Liofil: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya besar terhadap medium
pendispersinya.
Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat
2. Koloid Liofob : sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya kecil terhadap medium
pendispersinya.
Contoh: sol belerang, sol emas.
6. F. Dialisis
Dialisis ialah pemisahan koloid dari ion-ion pengganggu dengan cara ini disebut
proses dialisis. Yaitu dengan mengalirkan cairan yang tercampur dengan koloid melalui
membran semi permeable yang berfungsi sebagai penyaring. Membran semi permeable ini
dapat dilewati cairan tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid dan cairan akan
berpisah
G. Elektroforesis
Elektroferesis ialah peristiwa pemisahan partikel koloid yang bermuatan dengan
menggunakan arus listrik.
2.4 PEMBUATAN SISTEM KOLOID
Jika kita atau sebuah industri akan memproduksi suatu produk berbentuk koloid,
bahan bakunya adalah larutan (partikel berukuran kecil) atau suspensi (partikel berukuran
besar). Didasarkan pada bahan bakunya, pembuatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu sebagai berikut.
1. Kondensasi
Kondensasi adalah cara pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan) menjadi
partikel koloid. Proses kondensasi ini didasarkan atas reaksi kimia; yaitu melalui reaksi
redoks, reaksi hidrolisis, dekomposisi rangkap, dan pergantian pelarut.
a) Reaksi Redoks
Contoh
1. Pembuatan sol belerang dari reaksi redoks antara gas H 2 S dengan larutan SO 2 .
Persamaan reaksinya: 2 H 2 S (g) + SO 2 (aq) →2 H 2 O (l) + 3 S (s) (sol belerang)
2. Pembuatan sol emas dari larutan AuCl 3 dengan larutan encer formalin (HCHO).
7. Persamaan reaksinya:
2 AuCl 3(aq) + 3 HCHO (aq) + 3H 2 O (l) → 2 Au (s) + 6HCl (aq) + 3 HCOOH (aq) (sol
emas)
b) Reaksi Hidrolisis
Contoh,
1. pembuatan sol Fe(OH) 3 dengan penguraian garam FeCl 3 Persamaan reaksinya adalah:
mengunakan air mendidih.
FeCl 3 (aq) + 3 H 2 O (l) → Fe(OH) 3 (s) + 3 HCl ( aq) (sol Fe(OH) 3)
c) Reaksi Dekomposisi Rangkap
Contoh
1) Pembuatan sol As 2 S 3, dibuat dengan mengalirkan gas H 2 S dan asam arsenit (H3AsO 3 )
yang encer.
Persamaan reaksinya: 2 H3AsO 3 (aq) + 3H2S (g) → As2S3 (s) + 6H2O (l) (sol As 2S3 )
2) Pembuatan sol AgCl dari larutan AgNO 3 dengan larutan NaCl encer.
Persamaan reaksinya: AgNO 3 (aq) + NaC1 (aq) → AgCl (s) + NaNO 3 (aq)
Sol AgCl
d) Reaksi Pergantian Pelarut
Contoh, pembuatan sol belerang dari larutan belerang dalam alkohol ditambah dengan
air. Persamaan reaksinya:
S (aq) + alkohol + air → S (s) Larutan S sol belerang
2. Dispersi
Dispersi adalah pembuatan partikel koloid dari partikel kasar (suspensi). Pembuatan
koloid dengan dispersi meliputi: cara mekanik, peptisasi, busur Bredig, dan ultrasonik.
8. a) Proses Mekanik
Proses mekanik adalah proses pembuatan koloid melalui penggerusan atau
penggilingan (untuk zat padat) serta dengan pengadukan atau pengocokan (untuk zat cair).
Setelah diperoleh partikel yang ukurannya sesuai dengan ukuran koloid, kemudian
didispersikan ke dalam medium (pendispersinya). Contoh, pembuatan sol belerang.
b) Peptisasi
Peptisasi adalah cara pembuatan koloid dengan menggunakan zat kimia (zat
elektrolit) untuk memecah partikel besar (kasar) menjadi partikel koloid. Contoh, proses
pencernaan makanan dengan enzim dan pembuatan sol belerang dari endapan nikel sulfida,
dengan mengalirkan gas asam sulfida.
c) Busur Bredig
Busur Bredig ialah alat pemecah zat padatan (logam) menjadi partikel koloid dengan
menggunakan arus listrik tegangan tinggi. Caranya adalah dengan membuat logam, yang
hendak dibuat solnya, menjadi dua kawat yang berfungsi sebagai elektrode yang dicelupkan
ke dalam air; kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua ujung kawat. Logam sebagian
akan meluruh ke dalam air sehingga terbentuk sol logam. Contoh, pembuatan sol logam.
d) Suara Ultrasonik
Cara ini hampir sama dengan cara busur Bredig, yaitu sama-sama untuk pembuatan
sol logam. Ka1au busur Bredig menggunakan arus listrik tegangan tinggi, maka cara
ultrasonik menggunakan energi bunyi dengan frekuensi sangat tinggi, yaitu di atas 20.000
Hz.
2.5 KEGUNAAN KOLOID
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat
digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan
bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.
Berikut ini adalah tabel aplikasi koloid:
9. Jenis industri Contoh aplikasi
Industri makanan Keju, mentega, susu, saus salad
Industri kosmetika dan perawatan tubuh Krim, pasta gigi, sabun
Industri cat Cat
Industri kebutuhan rumah tangga Sabun, deterjen
Industri pertanian Peptisida dan insektisida
Industri farmasi Minyak ikan, pensilin untuk suntikan
Berikut ini adalah penjelasan mengenai aplikasi koloid:
1. Pemutihan Gula
Gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan. Dengan melarutkan gula ke dalam
air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon. Partikel
koloid akan mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikel-partikel koloid tersebut mengadsorpsi
zat warna dari gula tebu sehingga gula dapat berwarna putih.
Penggumpalan Darah
Darah mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terjadi luka,
maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion
Al3+ dan Fe3+. Ion-ion tersebut membantu agar partikel koloid di protein bersifat netral
sehingga proses penggumpalan darah dapat lebih mudah dilakukan.
3. Penjernihan Air
Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah
liat,lumpur, dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena itu, untuk
menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah agar partikel koloid
tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion
Al3+ yang terdapat pada tawas tersebut akan terhidroslisis membentuk partikel koloid
Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui reaksi:
Al3+ + 3H2O à Al(OH)3 + 3H+
10. Setelah itu, Al(OH)3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel koloid tanah
liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap
bersama tawas yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi.
MAKALAH PENJASKES