SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 214
Descargar para leer sin conexión
BUKAN JALAN TENGAH
Eksaminasi Publik Putusan Mahkamah Konstitusi
Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 1 PNPS
 Tahun 1965 Tentang Penyalahgunaan dan/atau
                Penodaan Agama



                 Tim Penulis
                Margiyono, SH.
            Muktiono, SH., M.Phil
                Dr. Rumadi, MA.
         Prof. Dr. Soelistyowati Irianto




   The Indonesian Legal Resource Center ILRC
                 Jakarta, 2010
ii  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965




BUKAN JALAN TENGAH
Eksaminasi Publik Putusan Mahkamah Konstitusi Perihal Pengujian
Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965
Tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama

© ILRC

ukuran 14,5 x 21cm; xiv + 200 halaman

Majelis Eksaminasi :
Margiyono
Muktiono
Rumadi
Soelistyowati Irianto

Tim Asisten/Penyusun :
The Indonesian Legal Resource Center (ILRC)

Perwajahan dan Sampul :
Canting Production

Penerbit :
The Indonesian Legal Resource Center (ILRC)
Jl. Tebet Timur I No. 4, Jakarta Selatan
Phone : 021-93821173, Fax : 021- 8356641
Email : Indonesia_lrc@yahoo.com
Website:www.mitrahukum.org

Edisi pertama, 2010

ISBN :
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                             vii

PENDAHULUAN
A.	 Pertimbangan Pembentukan Majelis Eksaminasi            ix
B	 Tujuan Eksaminasi                                       xiii
C.	 Majelis Eksaminasi                                     xiv

BAGIAN PERTAMA : POSISI KASUS
A.	 Sekilas UU No. 1/PNPS/1965                             1
B.	 Permohonan Uji Materiil UU No.1/PNPS/1965              8
C.	 Proses Persidangan
    1.	 Keterangan Presiden/ Pemerintah: ”Bukan Kebe-
        basan Sebebas-bebasnya”                            11
    2.	 Keterangan DPR RI: ”Tidak Merencanakan
        Perubahan ataupun Penggantian UU Penodaan
        Agama”                                             13
    3.	 Keterangan Saksi: ”Tidak Ada Sumpah Pancasi-
        la!”                                               14
    4.	 Keterangan Ahli: ”UU Penodaan Agama Memiliki
        Masalah”                                           15
    5.	 Keterangan Pihak Terkait: ”Antara Dipertahankan,
        Revisi atau Dicabut”                               22
D. Teror, Intimidasi, Kekerasan, dan Pengerahan Massa
    1.	 Stigma PKI, Atheis dan Penganut Kebebasan
        Tanpa Batas                                        26
    2.	 Teror dan Intimidasi                               28
    3.	 Kekerasan terhadap Ahli, Saksi dan Kuasa Pemo-
        hon                                                32
iv  B u kan Jal an Teng ah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965



    4. 	 Mobilisasi dan Tekanan Massa                                                                                 34
    5. 	 Pernyataan Ketua MK Sebelum dan Sesudah
         Putusan                                                                                                      36
E. Putusan Mahkamah Konstitusi
    1. 	 Alasan-Alasan Penolakan Permohonan                                                                           39
    2. 	 Alasan berbeda (concurring opinion) Hakim Har-
         jono                                                                                                         42
    3. 	 Pendapat berbeda (dissenting opinion) Hakim
         Maria Farida Indrati.                                                                                        42

BAGIAN KEDUA : KERANGKA KONSEPTUAL
A.	 Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
    1.	 Delapan Elemen Hak Kebebasan Beragama atau
        Berkeyakinan                                                                                                  46
    2.	 Pembatasan Hak Kebebasan Beragama atau
        Berkeyakinan                                                                                                  47
    3.	 Larangan Diskriminasi dan Hasutan Kebencian
        Keagamaan                                                                                                     50
B.	 Hak Kebebasan Berekpresi
    1.	 Sejarah Hak Atas Kebebasan Berekpresi                                                                         52
    2.	 Pembatasan Hak Kebebasan Berekspresi                                                                          54
C.	 Penistaan Agama (Blasphemy), Penodaan Agama
    (Defamation of Religion), Ajaran Menyimpang (Her-
    esy) dan Penyebaran Kebencian (Hate Speech)                                                                       55
    1.	 Pengertian Blasphemy, Sejarah dan Pengaturan di
        Beberapa Negara                                                                                               55
    2.	 Penodaan Agama (Defamation of Religion)                                                                       59
    3.	 Ajaran Menyimpang (Heresy)                                                                                    61
    4.	 Penyataan Kebencian (Hatred Speech)                                                                           62
D.	 Perlindungan Hak-Hak Minoritas
    1.	 Pengertian Minoritas dan Kelompok Rentan                                                                      64
    2.	 Hak-Hak Minoritas                                                                                             67
    3.	 Perlakuan Khusus (Affirmative Action)                                                                         70
Daf t ar Is i   v



BAGIAN KETIGA : ANALISIS PUTUSAN MAH-
KAMAH KONSTITUSI
A.	 “Jalan Tengah” Mahkamah Konstitusi
    1.	 Mahkamah Dalam Bayang-Bayang Ketakutan                 74
    2.	 ”Jalan Tengah” Hakim Harjono                           78
    3.	 Mahkamah Melegitimasi Ideologi Politik Piagam
        Jakarta                                                81
B.	 Mahkamah Menyeret Indonesia memasuki Era Ke-
    munduran HAM                                               86
C.	 Perspektif Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyaki-
    nan
    1.	 Mahkamah Tidak Melihat Keterkaitan Penodaan
        Agama dengan Hak Kebebasan Beragama/Ber-
        keyakinan                                              88
    2.	 Mahkamah Memberi Jalan Intervensi Negara
        Terhadap Agama                                         90
    3.	 Mahkamah Konstitusi tidak mampu membedakan
        penodaan agama (defamation of religion) dan
        penyebaran kebencian (hatred speech)                   92
    4.	 Mahkamah Tidak Memperhatikan Fakta-Fakta
        Diskriminatif Pemberlakuan UU Penodaan Agama           93
    5.	 Mahkamah Mengikuti Paham Politik Keagamaan
        “Media Dakwah” dan “Suara Hidayatullah”                97
D.	 Perspektif Hak Kebebasan Berekpresi
    1.	 Mahkamah Tidak Mempertimbangkan Amicus
        Curie Kebebasan Berekpresi                             99
    2.	 Mahkamah Tidak Memperhatikan Perkembangan
        Hukum Internasional                                    102
E.	 Perlindungan Hak-Hak Minoritas
    1.	 Mahkamah Tidak Mampu Melihat Kerentanan
        Kelompok Minoritas                                     103
    2.	 Mahkamah Tidak Memberikan Affirmative Action
        Pada Kelompok Minoritas                                105
vi  B u kan Jal an Teng ah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965



BAGIAN KEEMPAT : KESIMPULAN DAN REKO-
MENDASI
A.	 KESIMPULAN                                                                                                        109
B.	 REKOMENDASI                                                                                                       109

BAGIAN KELIMA : PENUTUP                                                                                               111

DAFTAR PUSTAKA                                                                                                        113

LAMPIRAN
Lampiran 1 : Anotasi Putusan UU No. 1/PNPS/1965 Ten-
   tang Pencegahan Penodaan Agama Dilihat dari Hak
   Atas Kebebasan Berekspresi
	 Oleh : Margiyono                                                                                                    117
Lampiran 2 : Prospek Umat Minoritas dalam Kerapuhan
   Hukum dan Tafsir Konstitusi
	 Oleh : Muktiono, SH. M.Phil.                                                                                        143
Lampiran 3 : Antara Kebebasan dan Penodaan Agama:
   Menimbang Kembali Putusan Mahkamah Konstitusi
	 Oleh : Rumadi                                                                                                       159
Lampiran 4 : Mengapa Ditolak Seruan ”Membawa”
   Bangsa Indonesia yang Berkeadilan Hukum dan
   Berkeadilan Sosial?
	 Oleh : Sulistyowati Irianto                                                                                         185

PROFIL MAJELIS EKSAMINASI                                                                                             198

PROFIL ILRC                                                                                                           199
KATA PENGANTAR


MENGAWASI MAHKAMAH KONSTITUSI
       Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga negara
yang dibentuk sebagai jawaban atas praktik penyelewengan
konstitusi yang melembaga semasa Orde Baru. Ia mengem-
ban misi besar membangun konstitusionalitas Indonesia dan
budaya sadar berkonstitusi. Di usia mudanya, MK telah men-
jadi tumpuan baru bagi usaha penghormatan hak-hak kon-
stitusional dan tumbuh menjadi lembaga yang populer dan
disegani.
       Dilihat dari kepentingan penegakan konstitusi, MK
adalah lembaga yang sangat strategis. Melalui kewenang-
an untuk menguji undang-undang, MK memiliki pengaruh
yang begitu besar pada arah politik hukum di Indonesia. Ia
memiliki dua potensi strategis sekaligus, yaitu menegakkan
konstitusionalitas dan sekaligus memiliki potensi untuk me-
robohkannya. Sekalipun MK dirancang untuk menjadi lem-
baga yang memiliki kekuasaan kehakiman yang merdeka,
sebagaimana praktik ketatanegaraan yang ada, kinerja MK
pada periode tertentu sangat dipengaruhi oleh integritas dan
profesionalitas para hakimnya. Para hakim konstitusi bukan-
lah para malaikat yang turun dari langit. Para hakim konsti-
tusi diusulkan oleh tiga lembaga tinggi negara, yaitu DPR,
MA dan Presiden. Oleh karena itu, tidak bisa diingkari jika
kualitas dan figur hakim-hakim konstitusi akan senantiasa
merefleksikan kepentingan tiga lembaga negara tersebut.
Jadi begitu banyak faktor yang memungkinkan lembaga ini
melahirkan keputusan-keputusan yang justru membahaya-
kan konstitusi, mencederai demokrasi dan penghormatan
hak asasi manusia. MK juga tidak bisa membebaskan dirinya
dari logika kekuasaan yang senantiasa memiliki kecenderu-
ngan untuk disalahgunakan.
       Pada akhirnya setiap hakim akan diuji dan dinilai dari
viii  B u kan Jal an Teng ah: Has il Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



keputusan-keputusan yang telah mereka buat. Demikian
juga halnya dengan MK, kredibilitas lembaga sangat tergan-
tung pada kualitas dan integritas para hakimnya. Oleh karena
itu, setiap usaha masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan
kekuasaan kehakiman di MK perlu dihargai dan didukung.
Demikian juga dengan apa yang telah dilakukan oleh ILRC
bersama para intelektual dalam melakukan kajian kritis da-
lam bentuk eksaminasi terhadap Putusan MK tentang UU
Pencegahan/Penodaan Agama. Para intelektual yang terlibat
di dalam Majelis Eksaminasi adalah mereka yang kompeten
di bidangnya masing-masing. Mereka adalah: Dr. Rumadi,
Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, Margiyono,S.H., dan Muktiono,
S.H., MA. Kepada mereka patut diberikan penghargaan yang
setinggi-tingginya atas komitmennya untuk terus memper-
juangkan prinsip-prinsip kebebasan beragama. Penghargaan
serupa juga patut diberikan kepada kawan-kawan eksekutif
ILRC yang dengan komitmen tingginya telah mampu mem-
fasilitasi berlangsungnya eksaminasi ini hingga akhir.
        Eksaminasi ini sendiri dilakukan semata-mata sebagai
kontribusi ILRC untuk ikut menegakkan konstitusi dan ikut
menegakkan martabat MK sebagai Pengawal Konstitusi.
Penerbitan dan penyebarluasan hasil eksaminasi ini kepada
publik, selain dimaksudkan untuk menyebarluaskan semua
pedebatan yang termuat di dalamnya, juga untuk mendorong
berkembangnya sikap kritis dan replikasi inisiatif serupa di
masyarakat.

              Selamat Membaca


              Indonesian Legal Resource Centre (ILRC)
              Ketua Dewan Pengurus


              Dadang Trisasongko
PENDAHULUAN


A. PERTIMBANGAN PEMBENTUKAN MAJELIS
EKSAMINASI
       Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah
negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat) yang demok-
ratis dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat),
oleh karenanya tuntutan akan adanya suatu kekuasaan ke-
hakiman yang merdeka (independen), berwibawa, bersih,
dan jujur harus secara konsekuen diwujudkan.
       Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga ne-
gara baru sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di Indo-
nesia. Lahirnya MK didasarkan perubahan mendasar sistem
ketatanegaraan Indonesia, yaitu beralihnya supremasi Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) kepada supremasi hukum.
Perubahan ini memerlukan mekanisme institusional dan kon-
stitusional serta hadirnya lembaga negara yang mengatasi
kemungkinan sengketa antar lembaga negara yang mempu-
nyai derajat yang sama serta saling mengimbangi dan saling
mengendalikan (checks and balances).
       MK didirikan berdasarkan amandemen Pasal 24 ayat
(2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945,
dengan kewenangan: 1) menguji undang-undang terhadap
UUD 1945, 2) memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, 3)
memutus pembubaran partai politik, dan 4) memutus perse-
lisihan tentang hasil pemilihan umum. Putusan MK bersifat
final, yaitu memiliki kekuatan hukum tetap sejak diucapkan
dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum dan tidak ada
upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan terse-
but. Karena kewenangannya tersebut MK disebut sebagai
“the guardian of the constitution” (pengawal konstitusi).
       Untuk mewujudkan MK sebagai kekuasaan kehakiman
x  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965



yang mandiri diperlukan keterlibatan dan partisipasi publik
untuk mengontrol kewenangannya. Salah satu bentuknya
adalah dengan membentuk lembaga eksaminasi yang in-
dependen, yang dikenal dengan Majelis Eksaminasi. Maje-
lis Eksaminasi dibentuk untuk melakukan verifikasi terhadap
proses persidangan yang memperoleh perhatian luas dari
masyarakat/publik, belum mempertimbangkan secara op-
timal penerapan ilmu pengetahuan hukum dan HAM dalam
pengambilan putusan dan tidak memenuhi rasa keadilan
masyarakat. Majelis Eksaminasi melakukan pengujian ber-
dasarkan kompetensi keilmuan (ilmiah) atau akademik dan
tidak berpretensi untuk menguji kembali fakta hukum. Oleh
sebab itu, Majelis Eksaminasi bersifat independen, objek-
tif dan ilmiah, transparan, dan bertanggungjawab terhadap
publik dan dirinya sendiri (hati nurani).
        Uji Materi UU No. 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgu-
naan dan/atau Penodaan Agama (selanjutnya disebut UU
Penodaan Agama) terhadap UUD 1945 mendapatkan perha-
tiaan publik yang luas, baik di tingkat lokal, nasional, maupun
Internasional. Para pihak yang pro maupun kontra memo-
bilisir dukungan baik didalam proses persidangan, media
massa, maupun aksi unjuk rasa. Persidangan diwarnai pula
sejumlah kekerasan, intimidasi dan teror kepada para pemo-
hon, kuasa pemohon dan ahli-ahli yang mendukung pencab-
utan UU Penodaan Agama.1 Untuk membahas permohonan
ini, MK di luar kebiasaannya menyelenggarakan rapat koor-
dinasi sebelum persidangan, menghadirkan ahli sendiri, dan
mendengarkan keterangan dari pihak-pihak yang dinilai MK
terkait. Persidangan berlangsung 12 kali yang dilaksanakan
secara marathon, dengan menghadirkan 49 ahli - 16 ahli di-

    1) Intimidasi dan teror menimpa Ahli yaitu Ulil Abshar, Lutfi Asyaukani, Garin Nu-
groho, dan Yunianti Chuzzifah. Sedangkan kekerasan menimpa pengunjung sidang yaitu
Noval dan Sidiq, kuasa pemohon yaitu Nurkholis Hidayat dan Uli Parulian Sihombing pada
Rabu, 24 Maret 2010. Aksi pelemparan batu dan buah mengkudu terjadi pada Kantor
LBH Jakarta, Jl.Diponegoro No. 74, alamat Tim Advokasi Kebebasan Beragama.
Pend ahuluan    xi



hadirkan MK -saksi, dan pihak terkait.
       Banyak pihak berharap MK membuat terobosan baru
untuk mengatasi kekalutan pengaturan negara atas agama.
Sebagai sebuah negara-bangsa (nation state), negara berke-
wajiban untuk melindungi seluruh warganya, tanpa melihat
latar belakang agama, kesadaran individu, keyakinan politik,
ras, jenis kelamin dan suku. Siapa saja yang mengakui dan
tinggal di bumi Indonesia, wajib dilindungi. Konstitusi Indo-
nesia dengan lugas menjamin kebebasan setiap penduduk-
nya untuk memeluk agama dan keyakinannya.2 Namun, pada
akhirnya MK memutuskan bahwa UU Penodaan Agama tidak
bertentangan dengan UUD 1945 (konstitusional) dan tetap
dipertahankan
       Terhadap putusan tersebut, kuasa hukum pemohon
menilai MK telah gagal menjadi pilar keempat demokrasi dan
perlindungan HAM di Negara Indonesia. Penilaian tersebut
disimpulkan dari: 1) MK memanipulasi fakta persidangan, 2)
MK telah mengambil pertimbangan subyektif tanpa berdasar
fakta persidangan dan alat bukti, dan 3) MK telah menolak
teori ketatanegaraan universal tentang negara hukum (recht-
staat). Melalui keputusan tersebut MK telah memberikan le-
gitimasi bagi Negara untuk melakukan tindak diskriminasi
kepada penghayat kepercayaan dan kelompok minoritas
keyakinan (agama dan kepercayaan) lainnya, dan untuk me-
nentukan pokok-pokok ajaran agama di Indonesia. Di sisi
lain, putusan ini dinilai akan memberikan angin segar kepada
kelompok garis keras untuk melakukan tindak kekerasan ter-
hadap kelompok agama/keyakinan minoritas.3
       Pasca putusan, berbagai pandangan tentang jaminan
hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indo-

    2) Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pen-
duduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu”.
    3) “Hakim Mahkamah Konstitusi Gagal Menjadi Pilar ke-4 Demokrasi dan Perlindungan
HAM”, Siaran Pers Pemohon Uji Materiil UU No. 1/PNPS/1965, tanggal 20 April 2010
xii  B u kan Jal an Tengah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965



nesia bermuncul. Hal ini tidak terlepas dari argumen-argu-
men MK dalam menopang keputusannya. MK lebih banyak
mendasarkan argumennya atas ketakutan adanya konflik di
masyarakat, meninggalkan argumen-argumen konstitusi dan
hak asasi manusia yang berlaku universal dan telah menjadi
komitmen negara Indonesia. Di sisi lain, pelanggaran terha-
dap hak kebebasan beragama meningkat seperti penyerang-
an Ahmadiyah di Manis Lor,4 Penyerangan Gereja HKBP
Bekasi,5 Penyerangan dan Pembakaran Pemukiman Ahmadi-
yah di Cisalada, Desa Ciampea Udik, Kabupaten Bogor,6 dan
penutupan sejumlah gereja.7 Penyerangan terjadi pula den-
gan tujuan menghentikan kegiatan-kegiatan pendidikan HAM
yang diselenggarakan Komnas HAM8 dan Anggota DPR.9
       Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dibentuklah Maje-
lis Eksaminasi Putusan MK Nomor 140/PUU-VII/2009 Perihal
Pengujian Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 Ten-
tang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

     4) Penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Manis Lor terjadi pada
tanggal 28-29 Juli 2010. Penyerangan berawal dari surat perintah penyegelan tempat iba-
dah Jemaah Ahmadiyah, yaitu masjid An Nur oleh Bupati Kuningan, dengan alasan jemaah
Ahmadiyah dianggap meresahkan di wilayah Kuningan.
     5) Penyerangan terhadap Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), yang me-
nyebabkan Pendeta Hasian Lumbantoruan Sihombing dan Luspida Simanjuntak terluka
karena penusukan. Penyerangan dipicu oleh rencana pendirian gereja HKBP di Ciketing,
Bekasi.
     6) Penyerangan dan Pembakaran pemukiman Ahmadiyah di Cisalada terjadi pada
tanggal 1 Oktober 2010. Penyerangan dilakukan oleh 1000 orang yang menyebabkan
belasan rumah hancur, mobil, dua rumah dan satu mesjid terbaka
     7) Terjadi 10 peristiwa terkait dengan penutupan gereja dan sarana agama kristen.
Untuk lebih lanjut tentang penutupan gereja silahkan akses http://www.pgi.or.id/Penutu-
pan2010.html
     8) Pembubaran paksa ”Pelatihan HAM untuk Waria” yang diselenggarakan Komnas
HAM, dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan diri LPI (Laskar Pembela
Islam) di Hotel Bumi Wiyata Depok, 30 April
     9) Pertemuan Anggota DPR RI yaitu Ribka Tjiptaning (Ketua Komisi IX Bidang Kes-
ehatan), Rieke Diah Pitaloka ( dan Nursuhud (Anggota DPR RI) untuk sosialisasi kesehatan
gratis di kota Banyuwangi, Jawa Timu pada tanggal 21 Juni 2010, dibubarkan oleh Front
Pembela Islam (FPI) dilakukan FPI Banyuwangi bersama Forum Umat Beragama dan LSM
Gerak.
Pend ahuluan    xiii



B. TUJUAN EKSAMINASI
       Eksaminasi Publik ini secara umum bertujuan untuk
mendorong partisipasi publik untuk melakukan pengkajian,
pengkritisan, dan penilaian secara obyektif atas putusan MK.
Secara khusus, eksaminasi publik ini bertujuan untuk me-
nguji:
	      a. Ketepatan dan konsistensi MK dalam menerap-
       kan asas-asas dan prinsip-prinsip hukum baik hukum
       materiil maupun formil dalam pengujian permohonan
       tersebut.
	      b. Perspektif MK dalam memahami konsep hak atas
       kebebasan beragama dan berkeyakinan, dengan men-
       dasarkan pada jaminan konstitusi dan kesesuaian de-
       ngan standar norma-norma hak asasi manusia interna-
       sional.
	      c. Kualitas putusan MK, khususnya penerapan asas
        dan prinsip-prinsip hak asasi manusia

       Sedangkan tujuan jangka panjang dari hasil eksami-
nasi ini adalah :
	      a. Hasil eksaminasi menjadikan bahan kajian akademik
       yang dapat dijadikan bahan ajar terutama di Fakultas
       Hukum;
	      b. Mendorong para hakim untuk meningkatkan inte-
       gritas moral, kredibilitas, intelektualitas, dan profesio-
       nalitasnya dalam menguji konstitusionalitas undang-
       undang dengan menggunakan persfektif HAM; dan
	      c. Mendorong advokasi hak atas kebebasan beragama
       dan berkeyakinan di Indonesia baik dalam wilayah le-
       gislasi, administrastif maupun penegakan hukum.
xiv  B u kan Jal an Teng ah: Has il Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



C. MAJELIS EKSAMINASI
        Untuk menjaga agar hasil pengujian dan penilaian (pu-
tusan) yang dilakukan oleh Majelis Eksaminasi dapat diper-
caya dan dipertanggung jawabkan, maka susunan anggota
Majelis Eksaminasi tersebut terdiri dari orang-orang yang
memiliki perhatian yang besar terhadap hukum dan pene-
gakan hukum serta yang memiliki basis keilmuan di bidang
ilmu hukum, HAM, ilmu sosial atau berpengalaman dalam
praktek penegakan hukum.
        Majelis Eksaminasi tersebut terdiri dari beberapa unsur
yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Akademisi dan
Praktisi, yang diharapkan mempunyai posisi obyektif, tidak
memihak dengan kasus yang akan dieksaminasi dan tidak
mempunyai kepentingan, atau hubungan atau keterkaitan
langsung atau tidak langsung dengan kasus yang akan diek-
saminasi. Majelis Eksaminasi yang ditetapkan oleh Tim Panel
adalah 1) Prof. Dr.Soelistyowati Irianto, 2) Dr.Rumadi, MA, 3)
Margiyono, SH, dan 4) Muktiono, SH,M.Phil.
        Majelis Eksaminasi melakukan kajian terhadap putu-
san MK dari berbagai persfektif, sesuai dengan keahliannya
masing-masing. Prof. Dr. Soelistyowati Irianto, menganalisa
putusan melalui paradigma pluralisme hukum/studi hukum
kritis, Margiyono,SH menganalisa putusan berdasarkan prin-
sip kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat (free-
dom of ekspresion), Dr. Rumadi, MA menganalisa putusan
dari persfektif hak kebebasan beragama, dan Muktiono, SH,
M.Phil menganalisa putusan dari aspek perlindungan terha-
dap kelompok minoritas dan aspek kesetaraan. Metode yang
digunakan dalam kajian adalah metode interdisipliner, se-
bagai perbandingan terhadap metode yang digunakan oleh
MK.
Bagian Pertama


POSISI KASUS

A. SEKILAS UU PENODAAN AGAMA
	        UU ini awalnya hanya berbentuk Penetapan Presiden
(Penpres) Nomor 1 Tahun 1965 yang dikeluarkan Soekarno
pada 27 Januari 1965. Lahir dari situasi saat itu dimana ”ham-
pir di seluruh Indonesia tidak sedikit timbul aliran-aliran atau
organisasi-organisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat
yang bertentangan dengan nilai-nilai agama”. Situasi ini telah
menimbulkan pelanggaran hukum, memecah persatuan na-
sional, menyalahgunakan dan atau mempergunakan agama,
dan menodai agama. Dan perkembangan aliran dan organ-
isasi kebatinan dianggap telah berkembang ke arah mem-
bahayakan agama-agama yang ada.1 Hal ini tercermin dari
laporan Departemen Agama (Depag) yang melaporkan pada
tahun 1953 terdapat lebih dari 360 kelompok kebatinan di se-
luruh Jawa. Kelompok-kelompok ini memainkan peran me-
nentukan hingga pada pemilu 1955, partai-partai Islam gagal
meraih suara mayoritas.2 Penpres ini merupakan bagian dari
gagasan Nasakom3 Presiden Soekarno untuk memobilisasi
kekuatan-kekuatan nasionalisme, agama, dan komunisme
demi meningkatkan kekuatan politiknya. Sehingga konfigurasi
politik pada era demokrasi terpimpin yang otoriter, sentralis-
tik dan terpusat di tangan Presiden Soekarno. Menyebabkan
produk-produk hukum yang diciptakan pada masa tersebut
juga bersifat otoriter dan sentralistik, tidak terkecuali UU Pe-


    1) Penjelasan Pasal 1 UU No.1/PNPS/1965
    2) Budhi Munawar Rachaman, Membela Kebebasan Beragama, Percakapan tentang
Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme (Buku 2), LSAF dan Paramadina, Januari 2010, hala-
man xviii
    3) Nasakom adalah singkatan Nasionalisme, Agama dan Komunisme
2  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965



nodaan Agama.4
	       UU Penodaan Agama sendiri terdiri dari empat pasal.
Pasal 1 merupakan inti dari UU, yang melarang setiap orang
yang dengan sengaja di muka umum untuk:
1. menceritakan,menganjurkan atau mengusahakan dukung-
an umum untuk melakukan penafsiran yang menyimpang
dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia;
2. menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukung-
an umum melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang
menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut
di Indonesia;
	       Pasal 25 dan 36 merupakan mekanisme pelaksanaan
pasal 1, baik melalui tindakan administratif berupa peringa-
tan keras dan pembubaran organisasi dan pernyataan se-
bagai organisasi terlarang, maupun pidana selama-lamanya
lima tahun. Sedangkan pasal 47 merupakan kriminalisasi
bagi setiap orang yang dengan sengaja di muka umum me-
ngeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada


     4) Permohonan Uji Materiil UU No.1/PNPS/1965, halaman 4
     5) Pasal 2 ayat (1) selengkapnya berbunyi “Barang siapa melanggar ketentuan terse-
but dalam Pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya
itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri
Dalam Negeri.” Dan Pasal 2 ayat (2) “Apabila pelangaran tersebut dalam ayat (1) dilaku-
kan oleh Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia
dapat membubarkan Organisasi itu dan menyatakan Organisasi atau aliran tersebut seba-
gai Organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari
Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.”
     6) Pasal 3 selengkapnya berbunyi: “Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri
Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presi-
den Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, Organisasi atau
aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang,
penganut, anggota dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.”.
        Pasal 4 (156a KUHP) selengkapnya berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan
perasaan atau melakukan perbuatan: yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penya-
lahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.”
     7) Pasal 4 (156a KUHP) selengkapnya berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan
perasaan atau melakukan perbuatan: yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penya-
lahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.”
Pos is i Kas us   3



pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau peno-
daan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Pasal
4 ini selanjutnya ditambahkan dalam KUHP menjadi Pasal
156a dibawah Bab V yang mengatur tentang “Kejatahan ter-
hadap Ketertiban Umum.”
	       UU ini memberi kewenangan penuh kepada negara
untuk: 1) melalui Depag menentukan “pokok-pokok ajaran
agama”; 2) menentukan mana penafsiran agama yang di-
anggap “menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama” dan
mana yang tidak; 3) jika diperlukan, melakukan penyelidikan
terhadap aliran-aliran yang diduga melakukan penyimpang-
an, dan menindak mereka. Dua kewenangan terakhir dilak-
sanakan oleh BAKORPAKEM,8 yang semula didirikan di De-
pag pada tahun 1954 untuk mengawasi agama-agama baru,
kelompok kebatinan dan kegiatan mereka. Namun, semenjak
1960 tugas dan kewenangan diletakkan di bawah Kejaksaan
Agung.9 Sampai dengan tahun 1999, Kejaksaan di berbagai
daerah telah mengeluarkan 37 keputusan tentang aliran ke-
percayaan/keagamaan, dan kepolisian menyatakan 39 aliran
kepercayaan dinyatakan sesat.10
	       Permasalahan lain, dalam penjelasan Pasal 1, mem-
berikan pengertian mengenai “agama yang dianut di Indo-
nesia” yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong
Hu Cu (Confusius). Keenam agama tersebut mendapat ban-
tuan dan perlindungan. Sedangkan bagi agama-agama lain,
misalnya: Yahudi, Zaratustrian, Shinto, dan Thaoism tidak
dilarang di Indonesia. Agama-agama tersebut mendapat ja-
minan penuh oleh Pasal 29 ayat 2 UUD 1945, dan agama-


     8) Keputusan Jaksa Agung RI no. KEP 108/ J.A./ 1984 tentang pembentukan tim
Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat. Keputusan Jaksa Agung ini mer-
upakan landasan dari berdirinya Team koordinasi PAKEM (Team Koordinasi Pengawas
Aliran Kepercayaan Masyarakat) yang dibentuk dari tingkat pusat sampai dengan tingkat
kabupaten. Team Pakem di tingkat Pusat terdiri dari unsur Depdagri, Departemen Pen-
didikan dan Kebudayaan, Kejaksaan Agung, Departemen Agama, Departemen Kehaki-
man, MABES ABRI, BAKIN dan Mabes Polri.
     9) Uli Parulian Sihombing dkk, “Menggugat Bakor Pakem: Kajian Hukum Terhadap
Pengawasan Agama dan Kepercayaan”, ILRC, Jakarta, 2008.
     10) Ibid, halaman 109 - 117
4  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965



agama tersebut “dibiarkan adanya”, asal tidak menggang-
gu ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini
atau peraturan perundangan lain. Penjelasan ini selanjutnya
ditafsirkan bahwa 6 (enam) agama tersebut sebagai agama
yang diakui dan mendapatkan perlindungan dari penyalah-
gunaan dan penodaan agama, mendapat fasilitas-fasilitas
dari negara dan menjadi kerangka berpikir dalam penyeleng-
garaan negara.
	        Di sisi lain untuk agama-agama lokal, penganut ke-
percayaan/kebatinan dalam penjelasan UU dinyatakan “Ter-
hadap badan/aliran kebatinan, Pemerintah berusaha me-
nyalurkannya ke arah pandangan yang sehat dan kearah
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”. Pengkategorian ini tidak ter-
lepas dari definisi “agama” yang diajukan Depag yaitu harus
memuat unsur-unsur (1) Kepercayaan terhadap Tuhan YME,
(2) Memiliki Nabi, (3) Kitab Suci, (4) Umat, dan (5) Suatu sistem
hukum bagi penganutnya.11 Pendefinisian ini sendiri tidak ter-
lepas dari konstelasi politik pada masa itu, dimana Badan
Kongres Kebatinan Seluruh Indonesia (BKKI) pada tahun
1957 mendesak Soekarno untuk mengakui secara formal ke-
batinan setara dengan agama. Akibat pendefinisian ini, maka
kelompok kepercayaan, kebatinan, atau agama adat tidak
tercakup didalamnya, sehingga mereka digolongkan sebagai
“belum beragama”. Definisi ini diperkuat dengan keluarnya
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.477/74054/1978,
yang antara lain menyebutkan agama yang diakui oleh pe-
merintah adalah Islam, Katolik, Kristen, Hindu dan Budha.12
Selanjutnya keberadaan aliran kebatinan/kepercayaan/
agama adat diakui semenjak dicantumkan dalam GBHN
1978 yang diwadahi dalam ”Kepercayaan Terhadap Tuhan
Yang Maha Esa”. Keberadaannya tidak merupakan agama,
dan untuk pembinaannya dilakukan:



    11) Budhi Munawar Rachaman, op.cit, halaman xviii
    12) Musdah Mulia, Hak Kebebasan Beragama, dalam Islam dan HAM, Konsep dan Im-
plementasi, Naufan Pustaka, Jakarta, 2010, halaman 44
Pos is i Kas us   5



        ”agar tidak mengarah kepada pembentukan agama baru
        dan untuk mengefektifkan pengambilan langkah yang
        perlu, agar pelaksanaan kepercayaan terhadap Tuhan
        Yang Maha Esa, benar-benar sesuai dengan dasar Ketu-
        hanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
        adil dan beradab”.13

	     Hal sama masih terdapat dalam GBHN 1998 yang
menyebutkan :

        ”Penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
        dibina dan diarahkan untuk mendukung terpeliharanya
        suasana kerukunan hidup bermasyarakat. Melalui keru-
        kunan hidup umat beragama dan penganut kepercayaan
        Tuhan YME terus dimantapkan pemahaman bahwa ke-
        percayaan terhadap Tuhan YME adalah bukan agama dan
        oleh karena itu pembinaannya dilakukan agar tidak meng-
        arah pada pembentukan agama baru dan penganutnya
        diarahkan untuk memeluk salah satu agama yang
        diakui oleh negara. Pembinaan penganut kepercayaan
        terhadap Tuhan YME merupakan tanggungjawab peme-
        rintah dan masayarakat.”14

	       Akibatnya para penganut kepercayaan, kebatinan
atau agama lokal menjadi sasaran penyebaran ”agama-
agama diakui” atau ”dikembalikan ke agama induknya”. Hal
ini misalkan menimpa Agama Tolotang yang dipaksa men-
jadi Hindu, seperti halnya Hindu di Bali.15 Agama Kaharingan
digabungkan atau diintegrasikan ke dalam Agama Hindu.16
Akibatnya penganut kepercayaan, kebatinan dan agama adat

     13) GBHN 1993 Bab IV F “Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”,
butir 6
     14) Penjelasan tentang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
     15) Proses ini didasarkan kepada SK Depag No.6 tahun 1966 yang menunjuk Dirjen
Bimbingan Masyrakkat Beragama Hindu dan Budha untuk melakukan pembinaan serta
penyuluhan terhadap umat Hindu Tolontang. Vide Musda Musliah, “Menuju Kebebasan
Beragama di Indonesia,” dalam Chandra Setiawan (Ed) “Kebebasan Beragama atau Ber-
keyakinan di Indonesia,” Komnas HAM, Jakarta, 2006, halaman 52-53
     16) SK Menag kepada Kakanwil Depag Kalimantan Tengah No.MA/203/1980 perihal
penggabungan atau integrasi Penganut Kaharingan ke dalam Agama Hindu.
6  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965



untuk mendapatkan hak-hak dasarnya harus menundukkan
diri ke dalam salah satu dari enam agama.
	        Bagi yang tidak menundukkan diri, maka mereka ke-
hilangan haknya untuk mendapatkan identitas seperti KTP,
dan dilarang untuk menyatakan agamanya dalam surat-su-
rat resmi. Demikian halnya perkawinan yang dilangsungkan
menurut keyakinan atau adat tidak dianggap sah.17 Sehingga
selanjutnya kelahiran anak-anak dianggap sebagai anak luar
kawin, dan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan
ibunya saja. Hal ini membawa akibat tidak dipenuhinya hak-
hak yang lain, seperti pendidikan, kesehatan, kesempatan
kerja yang sama,18 kesempatan menduduki jabatan-jabatan
publik, maupun pemakaman sesuai agamanya.
	        Secara khusus Komnas Anti Kekerasan terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan) menilai UU ini telah me-
langgar hak perempuan, khususnya hak untuk untuk be-
bas dari kekerasan berbasis gender, hak perempuan untuk
berkeluarga dan melanjutkan keturunan, Hak perempuan
atas penghidupan yang layak, hak perempuan atas keseha-
tan reproduksi.19
	        UU Penodaan Agama digunakan pula untuk men-
ghukum orang-orang yang menganut agama turunan dari
agama-agama yang diakui. Seperti Jamaah Ahmadiyah Indo-
nesia (JAI) karena dinilai melakukan “kegiatan yang menyim-
pang dari pokok-pokok ajaran islam” mengalami persekusi,
dan dilegitimasi dengan SKB Tiga Menteri. UU Penodaan
Agama mengkriminalkan para penganut agama yang secara
damai meyakini dan melaksanakan agama atau keyakinan-
nya. Sepanjang tahun 2003–2008, lebih dari 150 orang di-

     17) Pasal 2 Ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan “Perkaw-
inan sah bila dilakukan menurut agama dan kepercayaannya masing-masing”. SE Mendagri
No. 158 tahun 1985 menafsirkan bahwa “kepercayaan” tidak dimaksudkan dengan kel-
ompok penghayat kepercayaan, dan karena bukan agama yang diakui dalam UU No.1/
PNPS/1965 maka UU No.1 Tahun 1974 tidak mengikat mereka. Jika ingin dicatatkan,
maka harus menundukkan diri ke dalam salah satu agama yang diakui.
     18) Saksi Saldi, tidak bisa menjadi anggota ABRI karena agamanya adalah Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan YME
     19) Hasil pemantauan Komnas Perempuan dan disampaikan dalam Sidang MK
Pos is i Kas us   7



tangkap, ditahan, dan diadili berdasarkan Pasal 4 UU Peno-
daan Agama (Pasal 156a KUHP). Diantaranya Lia Aminuddin
alias Lia Eden, yang memperkenalkan dirinya sebagai jel-
maan Jibril, Ardi Husain dan enam Pengurus Yayasan Kanker
Narkoba Cahaya Alam (YKNCA) yang mengeluarkan sebuah
buku berjudul ”Menembus Gelap Menuju Terang” berisi
kompilasi uraian Al-quran dan hadits; Sumardin Tappayya
yang melakukan shalat bersiul, Yusman Roy yang melaku-
kan Shalat Dwi Bahasa, Mas’ud Simanungkalit menafsirkan
Al-Quran, Rus’an adalah dosen Fakultas Agama Universitas
Muhammadiyah Palu yang menulis artikel berjudul “Islam
Agama yang ‘Gagal’” maupun Mangapin Sibuea, pimpinan
sekte ‘Pondok Nabi’ di Bandung.20




    Suasana di luar Gedung MK
    (www.wahid institute.org)




     20) Rumadi, Delik Penodaan Agama dan Kehidupan Beragama dalam RUU KUHP,
makalah, dan untuk proses persidangan dan latar belakang konflik vide Agustinus Edy
Kristianto (ed), Refleksi Keberagaman Agama, Hukum Sesat dan Menyesatkan Hukum,
YLBHI, Jakarta,2009
8  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965



B. PERMOHONAN UJI MATERIIL UU PENODAAN
AGAMA
	        Permohonan Judicial Review (JR) diajukan pada
tanggal 20 Oktober 2009, dan terdaftar dengan registrasi
Nomor 140/PUU-VII/2009. Alasan pengajuan JR UU Peno-
daan Agama karena dinilai berpotensi melanggar hak kon-
stitusi para pemohon baik badan hukum maupun individu
dalam usaha-usaha perlindungan, pemajuan dan pemenu-
han HAM, mendorong pluralisme dan toleransi beragama
di masyarakat.21 Para pemohon memberikan kuasa kepada
para Advokat dan Pengabdi Bantuan Hukum, yang tergabung
dalam Tim Advokasi Kebebasan Beragama.22
	        Pada intinya pemohon menuntut UU Penodaan
Agama yang lahir pada era demokrasi terpimpin itu ditinjau
kembali. UU Penodaan Agama dinilai sudah tidak relevan
dengan perkembangan nilai-nilai demokrasi dan HAM, teru-
tama karena telah menjadi hambatan bagi terpenuhinya jami-
nan kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia. UUD
1945 telah mengalami perubahan mendasar, yaitu dengan
mengintegrasikan ketentuan-ketentuan dari instrumen-instru-
men internasional mengenai HAM. Hal ini terdapat dalam Bab
XA tentang Hak Asasi Manusia (Pasal 28–28 J). Untuk bidang
HAM, Indonesia telah mengesahkan UU No. 39 tahun 1999
tentang HAM dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM yang memperkuat jaminan pemenuhan HAM. Indonesia
juga telah meratifikasi dua kovenan pokok internasional yaitu
Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) melalui
UU No. 11 tahun 2005 dan Kovenan Internasional Hak Sipil
dan Politik (Sipol) melalui UU No. 12 tahun 2005. Sedangkan
perubahan kekuasaan dalam membentuk UU, diatur dalam

     21) Permohonan diajukan oleh empat individu yaitu KH Abdurahman Wahid (Alm),
Siti Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq, dan tujuh organisasi
masyarakat sipil, yaitu: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial,
Setara Institute, Demos, Elsam, Desantara, dan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia
(PBHI).
     22) Tim Advokasi Kebebasan Beragama terdiri dari 57 advokat dan pengabdi bantuan
hukum, beralamat di Jl.Diponegoro No.74, Jakarta Pusat
Pos is i Kas us   9



UU No.10 tahun 2004 yang memberikan panduan penyusu-
nan UU yang menganut nilai-nilai demokratis. UU Penodaan
Agama merupakan UU yang lahir sebelum perubahan Kon-
stitusi. Oleh karena itu, substansinya sudah tidak sesuai de-
ngan konstitusi dan peraturan perundang-undangan pasca
amandemen konstitusi.
	        Uji Materil diajukan terhadap lima norma yang terda-
pat dalam Pasal 1-4 UU Penodaan Agama dengan menggu-
nakan sembilan norma dalam UUD 1945 yaitu Pasal 1 ayat
(3),23 Pasal 27 ayat (1),24 Pasal 28D ayat (1),25 Pasal 28E
ayat (1),26 Pasal 28E ayat (2),27 Pasal 28E ayat (3),28 Pasal 28I
ayat (1),29 Pasal 28I ayat (2),30 dan Pasal 29 ayat (2).31 Alasan-
alasan yang diajukan adalah sebagai berikut:32
    1. UU Pernodaan Agama bertentangan dengan prinsip
       persamaan dalam hukum (equality before the law), Hak
       atas kebebasan beragana, meyakini keyakinan, me-
       nyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nurani-
       nya dan hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat
       diskriminatif atas dasar apapun.

     23) Negara Indonesia adalah Negara Hukum
     24) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerin-
tahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
     25) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hu-
kum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
     26) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tem-
pat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
     27) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini keyakinan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
     28) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat
     29) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
     30) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat dis-
kriminatif itu.
     31) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan keyakinannya itu.
     32) Resume permohonan Uji Material
10  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



       2. UU Penodaan Agama khususnya Pasal 1 menunjukan
          adanya pembedaan dan/atau pengutamaan terhadap
          enam agama antara lain: Islam, Katolik, Kristen, Hindu,
          Budha, dan Kong Hu Cu, dibandingkan dengan agama-
          agama atau aliran keyakinan lainnya. Hal mana meru-
          pakan bentuk kebijakan diskriminatif yang dilarang.
       3. Substansi Pasal 1 yang bertentangan dengan UUD
          1945, dengan sendirinya hukum proseduralnya yang
          terdapat dalam Pasal 2 Ayat (2), menjadi bertentang-
          an pula. Pasal 2 ayat (2) bertentangan dengan prinsip
          negara hukum karena prosedur pembubaran organ-
          isasi dimaksud bertentangan dengan prinsip toleransi,
          keragaman, dan pemikiran terbuka. Proses pembuba-
          ran organisasi dan pelarangan organisasi, seharusnya
          dilakukan melalui proses peradilan yang adil, indepen-
          den dan terbuka, dengan mempertimbangkan hak atas
          kebebasan beragama, keragaman dan toleransi;
       4. Pasal 3 yang menjatuhkan sanksi pidana selama-
          lamanya lima tahun kepada orang, Organisasi atau
          aliran kepercayaan, yang melanggar ketentuan dalam
          pasal 1, dinilai membatasi kebebasan mereka yang be-
          ragama atau berkeyakinan selain keenam agama yang
          dilindungi, penghayat kepercayaan, dan kelompok atau
          aliran minoritas dalam keenam agama tersebut.
       5. Pasal 4 huruf a yang kemudian ditambahkan menjadi
          Pasal 156 a KUHP dinilai bertentangan dengan jaminan
          kebebasan beragama/berkeyakinan. Perumusan Pasal
          4 huruf a membuat pelaksanaannya mengharuskan
          diambilnya satu tafsir tertentu dalam agama tertentu
          untuk menjadi batasan permusuhan, penyalahgunaan
          dan penodaan terhadap agama. Berpihaknya negara/
          pemerintah kepada salah satu tafsir tertentu adalah
          diskriminasi terhadap aliran/tafsir lain yang hidup pula
          di Indonesia.
	
	     Tuntutan yang diajukan adalah agar MK menerima
dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian UU Pe-
Pos is i Kas us    11



nodaan Agama, menyatakan Pasal 1 s/d 4 UU Penodaan
Agama bertentangan dengan UUD 1945 (inkonstitusional)
dan menyatakan ketentuan Pasal 1-4 UU Penodaan Agama
tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan
segala akibat hukumnya.

C. PROSES PERSIDANGAN
	      Hukum Acara di MK, mengacu kepada Peraturan
Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedo-
man Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
Maka berdasarkan peraturan tersebut, proses persidangan
JR UU Penodaan Agama, adalah sebagai berikut:
       1. Keterangan Presiden/Pemerintah: ”Bukan Ke-
       bebasan Sebebas-bebasnya”
	      Keterangan Presiden adalah ”keterangan resmi pe-
merintah baik secara lisan maupun tertulis mengenai pokok
permohonan yang merupakan hasil koordinasi dari Menteri-
Menteri dan/atau Lembaga/Badan Pemerintah terkait”.33
Dalam JR ini Presiden/Pemerintah diwakili Menteri Agama
(Menag), Suryadharma Ali dan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Menkumham), Patrialis Akbar.
	      Presiden/Pemerintah pada intinya memberikan ket-
erangan sebagai berikut:34
       • UU Pencegahan Penodaan Agama tidak dalam
       rangka membatasi dan menegasikan kebebasan be-
       ragama tetapi justru memberikan perlindungan dan
       kebebasan beragama, keharmonisan antar umat be-
       ragama serta mencegah dari penghinaan, penodaan,
       maupun pemaksaan terhadap umat beragama yang
       berbeda satu sama lain;
       • Pasal 1 UU Pencegahan Penodaan Agama tidak
       melarang seseorang melakukan penafsiran terhadap

    33) Pasal 25 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang
Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang
    34) Opening Statement Pemerintah atas Permohonan Pengujian UU No.1/PNPS/1965
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap UUD 1945
12  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



                  suatu ajaran agama ataupun kegiatan keagamaan
                  yang menyerupai suatu agama, tetapi yang dilarang
                  adalah apabila dengan sengaja di muka umum men-
                  ceritakan, menganjurkan dukungan umum untuk
                  melakukan penafsiran atau kegiatan yang menyim-
                  pang dari pokok-pokok ajaran suatu agama yang
                  dianut di Indonesia;
                  • Pembatalan terhadap UU Pencegahan Peno-
                  daan Agama akan menyebabkan hilangnya jaminan
                  perlindungan umum (general prevention) sehingga
                  dikhawatirkan masyarakat akan main hakim sendiri
                  oleh karena aparat penegak hukum kehilangan pi-
                  jakan atau acuan peraturan perundang-undangan
                  dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan dan/
                  atau penodaan terhadap agama;
                  • Kebebasan merupakan hak konstitusional setiap
                  orang, akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak boleh
                  dilakukan dengan sebebas-bebasnya tanpa batas,
                  atau bertentangan dengan norma agama, kesusilaan,
                  ketertiban, dan hukum yang berlaku sebagaimana di-
                  tentukan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945;

	      Senada dengan Menteri Agama, Menteri Hukum dan
HAM menyatakan bahwa jika dikabulkan, di antara peme-
luk dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak dan konflik
horizontal antar masyarakat dan akan menimbulkan fitnah
agama yang diakui di Indonesia dan akan mengganggu keru-
kunan umat beragama serta dapat menimbulkan ketidakhar-
monisan di antara umat beragama yang sudah terjalin baik
selama ini. Atas dasar hal tersebut, Pemerintah menolak pen-
cabutan UU Penodaan Agama. Untuk mendukung keterang-
annya, Pemerintah mengajukan 16 (enam belas) orang ahli35
yang pada intinya menguatkan pendapat pemerintah.

     35) K.H. Hasyim Muzadi, Amin Suma, Rahmat Syafi’i, Nur Syam, Mudzakkir, H.M.
Atho Mudzhar, Buya Bagindo Letter, Rusdi Ali Muhammad, Rahim Yunus, Ali Aziz, K.H.
Hafidz Usman, Filipus Kuncoro, Wijaya, Mahdini, Sudarsono, Hj. Khofifah Indarparawan-
sa, dan Rony Nitibaskara
Pos is i Kas us    13



         2. Keterangan DPR RI: ”Tidak merencanakan
         perubahan ataupun penggantian UU Penodaan
         Agama”
	        Keterangan DPR adalah ”keterangan resmi DPR baik
secara lisan maupun tertulis yang berisi fakta-fakta yang ter-
jadi pada saat pembahasan dan/atau risalah yang berkenaan
dengan pokok perkara.”36 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dalam keterangan yang disampaikannya pada intinya me-
nyatakan:
Pertama, UU Penodaan Agama walau merupakan produk
hukum rezim orde lama, namun semangat dan jiwanya masih
relevan dengan kenyataan pada saat sekarang;
Kedua, UU Penodaan Agama merupakan payung hukum un-
tuk memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum
bagi setiap orang dan pemeluk agama, dan menjalankan hak
konstitusionalnya sesuai dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945. Sehingga UU Penodaan Agama
tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28J ayat
(1), ayat (2), serta Pasal 29 Undang-Undang Dasar Tahun
1945, dan
Ketiga, DPR berpandangan bahwa suatu negara diboleh-
kan untuk membuat suatu undang-undang yang membatasi
pelaksanaan hak-hak dan kebebasan dalam beragama un-
tuk melindungi keamanan nasional, ketertiban umum, moral
masyarakat, atau hak-hak kebebasan mendasar orang lain,
oleh karena itu meskipun undang-undang tersebut berben-
tuk PNPS yang diterbitkan pada rezim Orde Lama, namun
undang-undang tersebut tetap berlaku sesuai dengan keten-
tuan peralihan.37
	        Berdasarkan pendapat tersebut, maka DPR, dan Pe-
merintah tidak merencanakan perubahan ataupun penggan-
tian terhadap UU Penodaan Agama. DPR tidak menyampai-

   36) Pasal 26 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor : 06/PMK/2005 tentang
Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang
   37) Keterangan DPR RI atas Permohonan Permohonan Pengujian UU No.1/
PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap
UUD 1945
14  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



kan keterangan terkait dengan fakta-fakta saat pembahasan
dan/atau risalah UU Penodaan Agama.

        3. Keterangan Saksi: ”Tidak Ada Sumpah Pan-
        casila”
	       Keterangan saksi adalah ”keterangan yang diberikan
oleh seseorang dalam persidangan tentang sesuatu peristi-
wa atau keadaan yang didengar, dilihat, dan/atau dialamin-
ya sendiri.” Dalam persidangan, pemohon mengajukan dua
orang saksi yaitu Arswendo Atmowiloto, yang dipidana ber-
dasarkan Pasal 156a KUHP dan Sardi, penganut Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang kehilan-
gan kesempatan untuk menjadi TNI/ABRI karena agamanya.
	       Dalam pemeriksaan Keterangan Saksi, terdapat per-
istiwa yang melecehkan keyakinan Saksi, terkait dengan
pengambilan sumpah. Pasal 23 Peraturan MK, mengatur
sumpah seorang saksi sebagai berikut:

              “Saya bersumpah/berjanji sebagai saksi akan mem-
              berikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang
              sebenarnya”
              Untuk yang beragama Islam didahului dengan “Demi Al-
              lah”
              Untuk yang beragama Kristen Protestan dan Katholik di-
              tutup dengan “Semoga Tuhan menolong saya”.
              Untuk yang beragama Hindu dimulai dengan “Om Atah
              Parama Wisesa”
              Untuk yang beragama Budha dimulai dengan “Namo
              Sakyamuni Buddhaya. Demi Hyang Buddha Saya ber-
              sumpah…” diakhiri dengan “Saddhu, Saddhu, Saddhu”
              Untuk yang beragama lain, mengikuti aturan agamanya
              masing-masing.

	     Saksi Sardi mengajukan permohonan lisan agar di
sumpah Pancasila, yang kemudian ditolak Ketua MK, Mah-
fudz MD dengan alasan ”tidak ada Sumpah Pancasila”38

    38) Bandingkan dengan ketika Tody Daniel Mendel, seorang atheist dalam sidang JR
Pasal penghinaan dan pencemaran nama baik dalam KUHP vide Menakar Janji Ahli Tak
Pos is i Kas us    15



dan menyarankan untuk menggunakan janji. Merujuk pada
klausula ”Untuk yang beragama lain, mengikuti aturan aga-
manya masing-masing”, maka seharusnya Saksi diijinkan un-
tuk mengucapkan lafal sumpah menurut keyakinannya, yaitu
Pancasila. Maria Farida Indarti, salah seorang hakim konsti-
tusi dalam wawancara dengan majalah Tempo berpendapat
bahwa baginya sumpah itu tak jadi masalah karena dalam
Pancasila terdapat Ketuhanan Yang Maha Esa.39 Dalam per-
sidangan tersebut ekpresi keyakinan saksi dijadikan bahan
ejekan di dalam persidangan. Hal ini memperlihatkan pula,
bahwa dalam teks resmi kenegaraan lafal sumpah/janji hanya
merujuk kepada enam agama, yang ada dalam penjelasan
UU Penodaan Agama.

         4. Keterangan Ahli: ”UU Penodaan Agama Memi-
         liki Masalah”
	        Keterangan ahli adalah ”keterangan yang diberikan
oleh seseorang yang karena pendidikan dan/atau pengala-
mannya memiliki keahlian atau pengetahuan mendalam yang
berkaitan dengan permohonan, berupa pendapat yang bersi-
fat ilmiah, teknis, atau pendapat khusus lainnya tentang suatu
alat bukti atau fakta yang diperlukan untuk pemeriksaan per-
mohonan.” Sidang UU Penodaan Agama menghadirkan ahli-
ahli, baik yang diajukan pemohon, pemerintah, pihak terkait,
maupun MK. Dalam sejarah persidangan di MK, persidangan
JR UU Penodaan Agama, adalah sidang yang paling banyak
menghadirkan ahli.
	        Pemohon mengajukan enam orang ahli dari berbagai
latar belakang dan kompetensi yaitu dari Prof. JE Sahetapy,
Prof. Soetandyo Wingjosoebroto, MM Billah, Frans Magnis
Suseno, Cole Durham, Prof. Subur. Ahli dari pemohon me-
nyampaikan bahwa UU Penodaan Agama bermasalah karena
diskriminatif. Akibatnya, kaum minoritas dirampas hak kebe-
basan berfikir dan berkeyakinannya, bahkan menjalar kepada

Beragama di Sidang MK
    39) Maria Farida Indarti, Sesat Bukan Ranah Negara, http://majalah.tempointeraktif.
com/id/arsip/2010/04/26/WAW/mbm.20100426.WAW133367.id.html
16  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



perampasan hak atas identitas, pekerjaan, pendidikan, dan
lain sebagainya. Selain itu keterangan Ahli dari pemohon juga
menegaskan permohonan pemohon bahwa kebebasan ber-
fikir dan berkeyakinan tidak dapat dibatasi, namun ekspresi
dari pemikiran dan berkeyakinan harus dibatasi agar tidak
mengganggu ketertiban umum dan moral umum.
	        Pemerintah mengajukan tigabelas orang Ahli yang
sebagian besar menjalani profesi yang berkaitan dengan
keagamaan, seperti Ketua MUI Propinsi atau Rektor/Penga-
jar di IAIN sehingga kesaksiannyapun cenderung terkonsen-
trasi pada ajaran-ajaran agama, khususnya islam. Umumnya
para ahli menegaskan bahwa UU Penodaan Agama me-
lindungi agama dari tindakan penodaan, tidak diskriminatif,
bahkan melindungi minoritas sehingga terwujud kehidupan
beragama yang plural dan harmonis.
	        Pihak terkait yang mengajukan ahli hanya enam kel-
ompok. Yaitu Ahli yang diajukan oleh pihak terkait yang ber-
pendapat bahwa UU Penodaan Agama layak dipertahankan
dan menegaskan bahwa negara harus melindungi agama
dari penodaan, bila tidak maka masyarakat akan main ha-
kim sendiri. Hanya satu orang Ahli yaitu K.P. Seno Adiningrat,
yang diajukan HPK yang menyatakan UU Penodaan Agama
bersifat diskriminatif.
	        Umumnya Ahli-Ahli yang diajukan oleh pemerintah
dan pihak terkait memilliki argumen yang sebangun untuk
menyatakan bahwa UU Penodaan Agama tidak diskriminatif,
melindungi minoritas, sehingga masih bermanfaat dan ha-
rus dipertahankan. Namun, mereka tidak memiliki pendapat
yang sama mengenai agama resmi atau agama yang diakui.
Ada yang menyatakan UU penodaan agama melindungi se-
mua agama dan bahkan kepercayaan, ada yang menyatakan
bahwa hanya enam agama yang diakui dan dilindungi di In-
donesia.
	        MK sendiri mengundang empatbelas ahli dengan
berbagai keahlian. Seluruh ahli berpendapat bahwa UU Pe-
nodaan Agama memiliki masalah. Lima orang dengan tegas
meminta dicabut, dan enam orang mengusulkan untuk dire-
Pos is i Kas us    17



visi. Meskipun tidak ada Ahli dari Mahkamah Konstitusi yang
dengan jelas mengatakan bahwa UU tidak bermasalah, ada
dua Ahli yang berpendapat UU Penodaan Agama layak un-
tuk dipertahankan. Pemerataan pendidikan, pendekatan per-
suasif, juga dialog yang dilandasi oleh toleransi disarankan
oleh enam orang Ahli untuk mengatasi konflik keagamaan,
baik di internal pemeluk agama, maupun antar pemeluk
agama. Selain itu, ketentuan pidana dalam KUHP juga disara-
nkan untuk menegakan batasan ekspresi berfikir & berkeya-
kinan, termasuk untuk mengatasi kekerasan yang dilakukan
oleh masyarakat yang main hakim sendiri bila UU dicabut.


  Nama Ahli         Masalah UU No.1/         Rekomendasi
    MK                PNPS/1965
Prof. Dr. Andi 1. Pasal 1 dan 2 UU a quo Cabut
Hamzah         sifatnya administrasi, tapi
               pasal 3 ada sanksi pidana
               5 tahun. Kalau administrasi
               harusnya 1 tahun kurungan
               atau denda.
               2. Pasal 1, 2, 3 UU a quo
               multitafsir, tidak memenuhi
               syarat nullum crimen sine
               lega scripta.
Dr. Eddy OS     1. Dalam prakteknya, UU    Pertahankan
Hiariej         a quo selalu digunakan
                untuk mengadili pemikiran.
                Praktek itu bertentang
                dengan postulat hukum:
                cogitationis poenam nemo
                partitur,
                2. Penghayat keyakinan
                tidak bisa dijerat atau
                dihukum
18  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965




  Prof.        1. Negara tidak boleh ikut                                                                 Revisi
  Dr.Azyumardi campur soal tafsir
  Azra         2. UU a quo tidak sesuai
               dengan zaman.
               3. Pasal yang inkonstitu-
               sional misalnya pasal 4b
               UU a quo.
               4. UU a quo ambigu se-
               hingga harus disempurna-
               kan.
  Dr. Fx Mudji                       1. Sebenarnya masyarakat Revisi
  Sutrisno                           kultural saling menghorma-
                                     ti satu sama lain terhadap
                                     adanya perbedaan, na-
                                     mun adanya hukum akan
                                     meniadakan hak-hak lain
                                     atau kebebasan yang ada
                                     di dalam masyarakat tsb
                                     2. Istilah menyimpang
                                     adalah istilah orang dalam
                                     (intern agama), sementara
                                     bagi orang di luar intern
                                     agama, disebut berbeda.
                                     3. Tugas negara paling
                                     pokok adalah pada wilayah
                                     publik,menjaga ketertiban
                                     dan melindungi tiap warga
                                     Negara untuk melaksana-
                                     kan hak kebebasan be-
                                     ragamanya.
Pos is i Kas us    19




Ulil Abshar   1. Posisi negara harus    Cabut
Abdalla       netral, tidak bisa masuk
              soal tafsir.
              2. Perbedaan tafsir bukan
              penodaan agama.
              3. Pokok-pokok ajaran
              berbeda-beda.
              4. Istilah “pokok-pokok
              ajaran agama” di UU a quo
              ambigu.
              5. Negara harus mencegah
              dan menangkap orang
              yang melakukan kekeras-
              an.
              6. UU a quo tidak melin-
              dungi minoritas.
Emha Ainun    1. UU a quo tidak soleh,      Revisi
Nadjib        banyak mundharatnya.
              2. Tafsir tidak bisa dipak-
              sakan.
              3. Pluralisme adalah sifat
              Tuhan, tidak bisa dipaksa-
              kan untuk seragam.
              4. Pokok-pokok ajaran
              beda.
              5. Toleransi dan saling
              menyayangi.
Dr. Siti Zuhro UU a quo memberi pelu-     Revisi
               ang untuk diskriminasi &
               pembatasan hak memeluk
               agama. Juga bukti tidak
               dijaminnya masyarakat
               yang plural dan pengakuan
               status kelompok minoritas.
20  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965




  Prof.                              1. UU a quo seringkali                                               Revisi
  Dr.Jalaludin                       dipergunakan oleh yang
  Rakhmat                            berkuasa
                                     2. UU a quo cenderung
                                     merugikan kaum minoritas
  Prof. Dr. Ah-                      1. Masyarakat hidup dalam UU baru
  mad Fedyani                        masa yang berbeda den-
  S.                                 gan masa pembentukan
                                     UU a quo
                                     2. Mengekpresikan pikiran
                                     termasuk dalam konteks
                                     agama bagian dari HAM,
                                     dan posisi manusia se-
                                     bagai subyek semakin
                                     penting.
  Prof. Dr.                          1. UU a quo tidak sem-     Revisi
  Yusril Ihza                        purna karena tidak sesuai
  Mahendra                           dengan UU 10/2004.
                                     2. Norma hukum ada di
                                     penjelasan, harusnya ada
                                     di pasal.
                                     3. Kepentingan Negara bu-
                                     kan menilai benar tidaknya
                                     agama, tapi menjaga ke-
                                     tertiban umum dan harmo-
                                     ni dalam masyarakat.
Pos is i Kas us    21




Dr. Moeslim     1. Pokok-pokok ajaran        Cabut
Abdurrah-       berbeda-beda.
man             2. Perbedaan tafsir harus
                dihormati.
                3. Seseorang di hada-
                pan Negara harus setara,
                meskipun di hadapan
                Tuhan berbeda-beda.
                4. Beriman atau tidak bu-
                kan urusan Negara.
Taufik Ismail   UU a quo sebagai pagar       Revisi
                sudah usang, ayo kita per-
                baiki bersama-sama.
Prof. Dr.       1. Penafsiran tidak bisa     Revisi
Komaruddin      dibatasi
Hidayat         2. Pembatasan hanya
                untuk manifestasi atau
                ekspresi guna kepenting-
                an warga negara bukan
                kepentingan agama.
Djohan Ef-      1.UU a quo menjadi peng-     Tidak jelas
fendi           akuan 6 agama resmi dan
                acapkali memakan korban
                (Kurdi, Baha’i).
                2. Tafsir adalah bagian
                dari kebebasan beragama/
                berkeyakinan dan boleh
                disampaikan ke publik.
                3. Masalah keyakinan ada-
                lah otoritas Tuhan YME.
                4. Negara dan aparatnya
                tidak boleh bertindak me-
                lebihi Tuhan sendiri.
22  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965




  S. A. E. Na-                       1. Perbedaan dan perkem- Cabut
  baban                              bangan tafsir adalah
                                     lumrah.
                                     2. Negara tidak perlu me-
                                     ngatur masalah penafsiran.
                                     3. Depag tidak memiliki
                                     kewenangan untuk menye-
                                     lidiki dan menilai pokok-
                                     pokok ajaran agama.
                                     4. Ada ketidakjelasan Isti-
                                     lah (seolah-olah perbedaan
                                     tafsir itu sama dengan
                                     penodaan agama).
                                     5. Akibat UU a quo, negara
                                     berpeluang untuk inter-
                                     vensi wilayah keagamaan.
  Garin Nu-                          1. UU ini tidak mendo-                                               Cabut
  groho                              rong masyarakat berubah
                                     positif.
                                     2. Kata-kata dalam pasal-
                                     pasal UU a quo tidak
                                     memberi kepastian hukum
                                     sehingga mengakibatkan
                                     korban.
                                     3. Secara yuridis muncul-
                                     nya UU a quo hanya ber-
                                     laku tepat untuk saat itu,
                                     tidak tepat untuk saat ini.


        5. Keterangan Pihak Terkait: ”Antara Diperta-
        hankan, Revisi atau Dicabut”
	       Pihak Terkait adalah adalah ”pihak yang berkepen-
tingan langsung atau tidak langsung dengan pokok permo-
honan. Pihak Terkait yang berkepentingan langsung ada-
lah pihak yang hak dan/atau kewenangannya terpengaruh
Pos is i Kas us    23



oleh pokok permohonan dan dapat diberikan hak-hak yang
sama dengan Pemohon.40 Sedangkan Pihak Terkait yang
berkepentingan tidak langsung adalah ”pihak yang karena
kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar ke-
terangannya atau pihak yang perlu didengar keterangannya
sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau ke-
wenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok
permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi ter-
hadap permohonan dimaksud”. Pihak terkait tidak langsung,
karenanya tidak mempunyai hak-hak yang sama dengan
pemohon dalam perkara.
	       Selama proses persidangan, terdapat 24 (dua puluh
empat) pihak terkait yang menyampaikan keterangannya.
Dari 24 pihak, hanya Himpunan Penghayat Dan Kepercayaan
(HPK), Badan Kerjasama Organisasi-Organiasi Kepercayaan
(BKOK) yang hak dan/atau kewenangannya terpengaruh oleh
pokok permohonan, karena penghayat telah menjadi korban.
Sehingga HPK dan BKOK memiliki hak yang sama dengan
Pemohon. Sedangkan pihak terkait tidak langsung pada per-
sidangan, dapat dikategorikan sebagai berikut :
     a. Pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan
        fungsinya perlu didengar keterangannya: Komisi Na-
        sional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Majelis
        Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja
        Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indone-
        sia (KWI), Majelis Tinggi Agama Konghucu Indone-
        sia (MATAKIN), Parisada Hindu Dharma Indonesia
        (PHDI), WALUBI, Forum Kerukunan Umat beragama
        (FKUB), dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhdap
        Perempuan (KOMNAS Perempuan)
     b. Pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai
        ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau ke-

    40) Hak-hak tersebut meliputi (a) memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis; (b)
mengajukan pertanyaan kepada Ahli dan/atau saksi; (c) mengajukan Ahli dan/atau saksi
sepanjang berkaitan dengan hal-hal yang dinilai belum terwakili dalam keterangan Ahli
dan/atau saksi yang telah didengar keterangannya dalam persidangan; (d) menyampaikan
kesimpulan akhir secara lisan dan/atau tertulis.
24  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



                  wenangannya tidak secara langsung terpengaruh
                  oleh pokok permohonan tetapi karena kepedulian-
                  nya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud :
                  Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), Pimpinan
                  Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah), Persat-
                  uan Islam (Persis), DPP Partai Persatuan Pembangu-
                  nan, Yayasan Irena Center, DPP Ittihadul Muballighin,
                  Badan Silaturrahmi Ulama Madura (BASHRA), Front
                  Pembela Islam, Forum Umat Islam, Hizbut Tahrir In-
                  donesia (HTI), Al-Irsyad Islamiyah
	




       Sumber: voa-islam.com

	        Namun, selama proses persidangan batasan pihak
terkait langsung dan tidak langsung menjadi hilang. Majelis
Hakim memperbolehkan setiap pihak terkait untuk mem-
berikan keterangan lisan/tertulis dan mengajukan pertan-
yaan kepada saksi dan Ahli. Hal ini menunjukkan bahwa MK
menganggap seluruh pihak terkait pada persidangan perkara
merupakan pihak terkait langsung, yaitu yang hak dan/atau
kewenangannya terpengaruh oleh permohonan. Sikap ini
merupakan pelanggaran terhadap hukum acara yang dibuat
oleh MK sendiri, khususnya hal yang terkait dengan pembuk-
Pos is i Kas us    25



tian, yang mempengaruhi pengambilan keputusan.
Secara substansi, pihak terkait terbagi dalam dua kelompok
besar yaitu kelompok yang menolak permohonan dan kelom-
pok yang sependapat dengan pemohon, sebagaimana dapat
dilihat dalam tabel berikut:

Menolak Permoho-      Majelis Ulama Indonesia (MUI),
nan                   Pimpinan Pusat (PP) Muham-
                      madiyah, Pengurus Besar Nah-
                      dlatul Ulama (PBNU), Parisada
                      Hindu Dharma Indonesia (PHDI),
                      Majelis Tinggi Agama Khonghucu
                      Indonesia (Matakin), Dewan Dak-
                      wah Islamiyah Indonesia (DDII),
                      Perwakilan Umat Buddha Indo-
                      nesia (WALUBI), Persatuan Islam
                      (Persis), Dewan Pimpinan Pusat
                      Partai Persatuan Pembangunan
                      (DPP PPP), Yayasan Irena Centre,
                      Dewan Pimpinan Pusat (DPP) It-
                      tihadul Mubalighin, Badan Silatur-
                      rahmi Ulama Pesantren se-Madura
                      (BASSRA), Dewan Pimpinan Pusat
                      Front Pembela Islam (DPP FPI),
                      Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan
                      Forum Umat Islam (FUI).
Sependapat Dengan Persekutuan Gereja-Gereja Indo-
Pemohon           nesia (PGI), Konferensi Waligereja
                  Indonesia (KWI), Komisi Hak Asasi
                  Manusia (Komnas HAM), Badan
                  Kerjasama Organisasi Kepercayaan
                  (BKOK), Himpunan Penghayat
                  Kepercayaan (HPK) dan Komisi
                  Nasional Perempuan (Komnas
                  Perempuan)
Revisi                Forum Komunikasi Kerukunan
                      Umat Beragama (FKUB) DKI
26  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



	        Kelompok yang menolak permohonan berlandasan
pada argumen bahwa kebebasan beragama tidak tanpa
batas. UU Penodaan Agama bukan sebagai bentuk inter-
vensi negara terhadap keberagamaan seseorang tetapi se-
bagai jaminan perlindungan,41 UU Pencegahan Penodaan
Agama tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pencabutan
UU Pencegahan Penodaan Agama justru akan menimbulkan
anarkhis, konflik dan kekacauan di dalam masyarakat.42
	        Sedangkan pihak yang mendukung permohonan me-
nilai UU Penodaan Agama perlu dikritisi dalam soal fungsi
dan isinya cenderung multitafsir dan dikhawatirkan akan ter-
jadi intervensi negara yang terlalu jauh terhadap kehidupan
beragama,43 UU Pencegahan Penodaan Agama tidak se-
suai dengan ketentuan kebebasan beragama dan cenderung
mengkriminalisasi ajaran agama yang menyimpang secara
represif44 dan dijadikan alat pembenar perlakuan diskrimi-
natif, kekerasan, dan penindasan terhadap golongan peme-
luk agama minoritas termasuk masyarakat penghayat keper-
cayaan.45

D. TEROR, INTIMIDASI, KEKERASAN DAN PENGERAHAN
MASSA
        1. Stigma PKI, Atheis dan Penganut Kebebasan
        Tanpa Batas
	       Stigma atheis terhadap para pemohon dan kuasanya
pertamakali dilontarkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi, sebelum per-
sidangan dimulai. Hasyim menilai ada gerilya politik kaum
ateis yang menuntut pencabutan UU Penodaan Agama.46
Selengkapnya Hasyim menyatakan:

    41) PP Muhammadiyah
    42) Matakin, Persatuan Islam (Persis), HTI
    43) PGI
    44) KWI
    45) BKOK
    46) “Hasyim: Waspadai Gerilya Kelompok Ateis.” Selasa, 16 Pebruari 2010,
    http://www.antaranews.com/berita/1266296609/hasyim-waspadai-gerilya-kelom-
pok-ateis diakses terakhir 15 Oktober 2010
Pos is i Kas us    27




       “Belakangan ini, kelompok tersebut sedang mengganggu
       kerukunan umat beragama dengan `mengendarai` isu
       demokrasi dan HAM yang dinilainya over dosis karena
       menggambarkan penodaan agama sebagai kebebasan
       beragama, padahal tujuannya adalah kebebasan untuk
       tidak beragama,” …… ”Tidak ada yang untung dengan
       pencabutan tersebut, kecuali ateisme”.

	        Pernyataan ketua organisasi massa islam terbesar
tersebut dijadikan bingkai untuk menilai pemohonan uji ma-
teri. Prejudice terhadap pemohon dan kuasa pemohon se-
bagai “atheis”, “kafir”, “penganut kebebasan tanpa batas”
mengemuka baik yang disampaikan di dalam persidangan,
maupun melalui media massa. Misalkan Ketua MUI, Amid-
han menyatakan “tidak ada tempat untuk yang tidak mau
beragama karena tidak sesuai sila pertama Pancasila.”47 Se-
dangkan Menteri Agama, Suryadharma Ali menyatakan “ke-
bebasan beragama tanpa batas akan melahirkan kekacauan
di dalam masyarakat, sehingga untuk menjamin keharmon-
isan antar agama di tanah air perlu ada aturan agar tak saling
bersinggungan”,48 pada acara-acara untuk meminta dukung-
an berbagai pihak.
	        Hal ini secara nyata terlihat dalam persidangan, ketika
Ketua Komnas Perempuan Yunianti Chuzzifah menyampai-
kan keterangannya. Ia mendapat perlakuan tidak mengenak-
kan dari pengunjung sidang. Para pengunjung meneriaki Yuni
dengan sebutan PKI. Mereka meneriakkan kata-kata tidak
mengenakkan setelah mendengar pernyataan Yuni yang
mendukung pencabutan UU No. 1/PNPS/1965 itu. Sebelum-
nya, Yuni sempat menceritakan tentang kesulitan wanita di
daerah Lombok dalam membuat KTP karena tidak mempu-


    47) “Majelis Ulama Nilai Uji Materi Undang-Undang Penodaan Agama Keliru”
    Senin, 01 Februari 2010 http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/02/01/
brk,20100201-222560,id.html, diakses terakhir 15 Oktober 2010
    48)	 http://www.solopos.com/2010/channel/nasional/menag-minta-nu-dukung-uu-
penodaan-agama-17154
28  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



nyai agama yang sesuai dengan UU No.1 /PNPS/1965.49
	      Terhadap perlakuan yang menimpanya, Yuni me-
nyampaikan perasaannya sebagai berikut :

              Saya merasakan betul, kekuatan massa sangat besar dan
              saya tidak tahu berapa jauh kekuatan hakim-hakim mah-
              kamah konstitusi untuk independen dalam memutuskan
              kasus ini. Saya diteriakin PKI…PKI…PKI.. hanya menye-
              but Ahmadiyah mereka langsung teriak setan...setan…
              setan ketika hanya ingin memperlihatkan fakta dampak
              pemberlakuaan undang-undang ini.50




       Poster besar yang dipasang di halaman MK (www.suara-islam.com)



       2. Teror dan Intimidasi
	      Teror dan intimidasi menwarnai proses persidangan
dan dialamatkan kepada pemohon, kuasa pemohon, saksi

    49) “Ketua Komnas Perempuan Diteriaki PKI” Jum’at, 12 Maret 2010
    http://news.okezone.com/read/2010/03/12/339/312013/ketua-komnas-perem-
puan-diteriaki-pki, diakses terakhir 15 Oktober 2010
    50) Notulensi Religious Freedom Advocacy Training,International Religious Freedom
Consortium, Jakarta, Sabtu 17 April 2010, tidak dipublikasikan
Pos is i Kas us    29



dan ahli yang mendukung pencabutan UU Penodaan Agama.
Pada tanggal 12 Maret 2010, Ulil Abshar Abdalla, menda-
patkan ancaman kekerasan dengan teriakan ”halal darah-
nya” dan acaman “bunuh” di dalam ruang persidangan.51
Pemukulan dan penyerangan terhadap Ulil hampir terjadi di
depan ruang sidang, seusai memberikan keterangan. Hal ini
terekam dalam tulisan naratif Syafatun Nissa52 dalam account
jejaring sosial Facebook miliknya dengan judul ”Teror”.

 TEROR

 I
 “Mbak, duduknya biasa aja..” Seorang petugas datang
 menghampiri dan menegur saya.
 “Ha?! Apa..?” Saya terbengong-bengong tak mengerti.
 “Duduk lu tu. Gak boleh cross leg,” kawan duduk di sebe-
 lah saya mencoba menjelaskan.
 “Duduknya, mbak. Kakinya biasa aja. Dah pake rok,
 duduknya begitu lagi,” petugas kembali mengingatkan
 saya.
 “Kenapa?” Saya bertanya balik. Kembali tak mengerti.
 Apa yang salah? Saya mengenakan rok selutut pagi itu.
 Dan merasa tak ada yang salah dengan gesture tubuh
 saya. Saya sengaja berdandan dengan sopan pagi itu.
 Mengenakan blus putih lengan panjang, rok hitam selutut,
 bersepatu, dan duduk manis mengikuti jalannya sidang :)...
 ..............................................................................................
 ..........................................




    51) LBH Jakarta di Teror, http://politik.kompasiana.com/2010/03/17/lbh-jakarta-di-
teror/
    52)	 Syafa’atun Aisya, Teror, http://www.facebook.com/home.php?#!/note.
php?note_id=40623816578, diakses terakhir 15 Oktober 2010
30  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965




  II
  Sidang break untuk Shalat Jum’at. Palu di ketuk. Pekikan
  “Allahu akbar!” segera menggema.
  Saya bergegas turun dari balkon atas. Pengunjung di lantai
  bawah ramai. Pengunjung dengan atribut jubah dan sor-
  ban merangsek masuk ruang sidang. Peserta sidang keluar
  satu persatu.
  Keriuhan terjadi saat peserta sidang yang pro pencabutan
  UU mencoba keluar ruangan.
  “Kafir!”
  “Murtad!”
  “Bunuh aja. Halal darahnya.”
  “Copot aja jilbabnya. Islam apaan tu. Gak pantes!”
  Beberapa orang mengacung-acungkan tangan. Petugas
  keamanan gedung berusaha menenangkan.
  “Udah.. Udah.. Sholat jumat..”
  “Kalo mereka ma ketahuan gak sholat..”
  Teriakan terus bersahutan. Saya berada dalam keriuhan pe-
  muda-pemuda tanggung dengan urat leher yang mengeras.
  Kata-kata kotor berhamburan dengan mudahnya. Sempat
  merasa ngeri saya berusaha mencari gambar

  III
  Ulil sibuk menelpon atau ditelpon seseorang. Aura kece-
  masan meruap di ruang yang dikhususkan bagi para saksi
  ahli.
  “Pastikan Ulil bisa keluar dengan aman.”
  “Lewat belakang aja..”
  Beberapa kawan ikut sibuk mengatur strategi.
  “Bawa mobil, Mas?”
  “Gak. Pake taksi.”
  “Lewat belakang aja, Mas. Nanti kita kawal.”
  “Ok, Amanda mana?”
  Ulil bergegas pergi. Makanan dan minuman yang terhidang
  tak tersentuh. Makalah dan buku catatannya tertinggal.
  “Takut juga Ulil ya?” Saya bertanya naïf.
Pos is i Kas us    31




 “Gak punya basis massa sih..” Seorang kawan merespon
 pertanyaan saya. Guyon.
 “Mungkin juga ya,” Saya ikut tertawa.

 IV
 Hidup dalam teror. Bagaimana anda menjalanin-
 ya?.............................................................
 Saya bayangkan hidup menjadi Ulil. Dengan fatwa halal
 darahnya bagi orang-orang tertentu. Yang bisa tiba-tiba
 hilang nyawa di tangan orang tak dikenal. Dikeroyok ramai-
 ramai seperti maling kesiangan. Sementara, layaknya film-
 film India, aparat keamanan bertindak saat rumah telah
 hangus terbakar..................................................


	       Teror dan intimidasi terjadi pula ke kantor LBH Jakar-
ta, yang menjadi sekretariat kuasa hukum pemohon. Sekel-
ompok orang berbaju putih-putih dan bersorban melempari
gedung LBH Jakarta dengan batu dan buah mengkudu, pada
tanggal 12 Maret 2010. Di sini lain, selama proses persidang-
an muncul intimidasi dan gangguan yang menyudutkan kua-
sa hukum, para pemohon sangat keras dan tajam terdengar.
Seperti ”Anam, Anak Namrud”, ”Profesor Bahlul”, ”Setan,”
”Jilbab Palsu” yang menganggu persidangan itu sendiri.
Kuasa Hukum pemohon dalam siaran persnya menyayang-
kan Hakim-Hakim di MK pasif dalam mengantisipasi intimi-
dasi dan gangguan terhadap proses persidangan tersebut.53
Ancaman ”membunuh atau menyembelih” disampaikan pula
oleh Ketua DPP Front Pembela Islam Habib Riziq didalam
persidangan. Sebagai simbolnya FPI melakukan penyembe-
lihan kambing di halaman Gedung MK.54
	       Padahal jika merujuk pada Pasal 40 ayat (2) UU MK
Nomor 24/2003 yang menyatakan setiap orang yang hadir di

    53) LBH Jakarta di Teror, http://politik.kompasiana.com/2010/03/17/lbh-jakarta-di-
teror/
    54) Hasil pemantauan sidang uji materiil UU Penodaan Agama, Aliansi Nasional
Bhineka Tunggal Ika, 2010, dokumen tidak dipublikasikan
32  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



dalam persidangan wajib mentaati tata tertib persidangan”.
Pelanggaran terhadap tata tertib persidangan merupakan
”penghinaan terhadap MK (contempt of court)”. Dalam Pasal
5 ayat (2) huruf b,g,h, dan i Peraturan MK No.19/2009 meng-
atur bahwa pengunjung sidang dilarang: 1) membuat gaduh,
2) menghina para pihak/saksi/ahli, 3) mengajukan dukungan/
komentar terhadap ahli/saksi, 4) melakukan perbuatan yang
dapat mengganggu persidangan, 5) merendahkan martabat
Hakim MK atau kewibawaan MK, atau 6) memberikan ungka-
pan berupa ancaman terhadap MK.




       Suasana didalam persidangan
       (www.mahkamahkonstitusi.go.id)


       3. Kekerasan terhadap Ahli, Saksi, dan Kuasa
       Pemohon
	      Kekerasan terhadap Ahli, Saksi, dan Kuasa Pemo-
hon puncaknya terjadi pada sidang terakhir yaitu persidang-
an tanggal 24 Maret 2010.55 Kondisi ini telah diawali dalam
persidangan saat saksi Garin Nugroho menyatakan sebaik-
nya undang-undang ini dicabut. Lontaran kata-kata mulai
bermunculan “Kafir!!”, “Halal Darahnya!!”, dan “Bunuh!!”.


    55) http://anbti.org/2010/03/hari-terakhir-persidangan-mahkamah-konstitusi-me-
ngenai-uu-penodaan-agama/
Pos is i Kas us    33



Pada saat istirahat makan siang terjadi keributan di kantin
MK. Anggota FPI, LPI, KLI, dan GARIS mengerubung di de-
pan ruangan kantin. Nurkholis Hidayat, dan Uli Parulian Pa-
rulian mendapatkan kekerasan berupa injakan, tendangan
dan cengkraman di leher dan pertanyaan-pertanyaan terkait
agama yang dianut dengan nada mengancam.
	       Suasana menjadi gaduh, Sidiq dari LBH Jakarta dan
Novel dari PGI merekam peristiwa tersebut, hal ini mem-
buat anggota FPI marah. FPI mengarah kepada Sidik, dan
mengambil paksa kamera dan memintanya untuk hapus.
Sidik dikepung, didorong dan di pukul dari belakang, hal
sama terjadi pada Novel. Peristiwa ini terhenti setelah para
kuasa pemohon mundur ke dalam kantin, dan petugas MK
mengunci pintu menuju kantin MK. Sementara Garin Nu-
groho ketika keluar gedung MK, mobil yang digunakannya
dipukul dan dihentak-hentak. Tidak diketahui kelanjutan pe-
nanganan oleh Polisi pasca pelaporan yang dilakukan oleh
LBH Jakarta.




   Suasana Aksi di luar Gedung MK
   (www.suara-islam.com)
34  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



	        4. Mobilisasi dan Tekanan Massa
	        Demontrasi para pendukung kelompok yang meng-
inginkan UU Penodaan Agama dipertahankan, berlangsung
selama persidangan. Menurut hasil pemantauan Aliansi Na-
sional Bhineka Tunggal Ika, massa yang dikerahkan paling
banyak berjumlah 500 orang. Elemen pendukung diantaran-
nya berasal dari Front Pembela Islam (FPI), Laskar Pembela
Islam(FPI), Gerakan Reformasi Islam (GARIS), Partai Bulan
Bintang (PBB), Fakultas Ekonomi Universitas Islam Jakarta.56
Pada persidangan pertama, diketahui bahwa massa berasal
dari luar kota Jakarta. Mereka mendapatkan informasi bahwa
persidangan yang digelar adalah pembacaan putusan ha-
kim.




       Sumber: www.okezone.com




    56) Hasil pemantauan siding uji materiil UU Penodaan Agama, Aliansi Nasional
Bhineka Tunggal Ika, 2010, dokumen tidak dipublikasikan
Pos is i Kas us    35



	       Massa, umumnya datang sekitar jam 08.00, sebagian
berkumpul di lobby dan memenuhi balkon pengunjung sidang,
sedangkan sisanya mengelar aksi di halaman MK. Massa
yang berada di halaman berbaris untuk mendengarkan orasi.
Orasi umumnya berisi propaganda seperti tuduhan-tuduhan
”Antek Amerika”, “Yahudi”, “Perusak Akidah”, termasuk pe-
nolakan terhadap Ahmadiyah. Para demonstran menganggap
gugatan diajukan oleh AKKBB. Terdapat 2 (dua) shift massa
yaitu pada sidang jam 10.00–12.00 massa berasal dari orang
tua dan pemuda, sedangkan untuk sidang jam 14.00–15.15
berasal dari anak muda dan mahasiswa. Selain orasi, massa
memasang spanduk besar bergambarkan Dawam Rahardjo,
Musda Mulia, Asfinawati, Kyai Maman Imanul Haq, dan to-
koh lain, sebagai orang yang dicari dan dianggap sebagai
”penjahat akidah”. Spanduk lain berisi ratusan nama yang
dianggap sebagai kaum yang menodai islam.57
	       Selain massa pada level bawah, mobilisasi dilakukan
pula oleh kalangan ulama. Badan Ulama Pesantren seluruh
Madura dan Forum Ulama seluruh Madura, yang merupakan
daerah asal Ketua Mahkamah Konstitusi, pada 23 Februari
2010 menemui Ketua MK. Menurut Mahfudz “Kunjungan
para ulama ini hendak menyampaikan aspirasi kepada MK
berkenaan dengan pengujian UU 1/1965 tentang Pencegah-
an Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penod-
aan Agama, red). Mereka pada intinya mengajukan semacam
petisi agar UU Penodaan Agama tidak dicabut karena alasan
tertentu.58 Padahal dalam Peraturan MK Nomor 02/PMK/2003
tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konsti-
tusi, Pasal 3 Ayat (1) huruf d dinyatakan secara tegas: Dalam
penyelesaian perkara, hakim konstitusi:59



     57) Ibid
     58) Mahfud: Putusan UU Penodaan Agama Adalah Putusan Hukum, Se-
lasa, 23 Februari2010,http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.
BeritaNonSidangDetail&id=3744
     59) Peraturan MK Nomor 02/PMK/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah
Laku Hakim Kosntitusi
36  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965




              Menjaga jarak untuk tidak berhubungan langsung ataupun
              tidak langsung, baik dengan pihak yang berperkara mau-
              pun dengan pihak lain dan tidak mengadakan kolusi den-
              gan siapapun yang berkaitan atau dapat diduga berkaitan
              dengan perkara yang akan atau sedang ditangani, seh-
              ingga dapat mempengaruhi obyektivitas atau citra me-
              ngenai obyektivitas putusan yang akan dijatuhkan.

Untuk mensiasati hal ini, Mahfudz menggelar jumpa pers
dan menyatakannya sebagai ”silaturahmi”. Selanjutnya Ba-
dan Ulama Pesantren se-Madura menjadi pihak terkait da-
lam persidangan Uji Materi UU Penodaan Agama, walaupun
sebelumnya tidak terdapat dalam daftar nama yang akan
menjadi pihak terkait.




       Ketua MK, Moh. Mahfud MD saat memberikan keterangan pers bersama
       para ulama asal Madura (www.mahkamahkonstitusi.go.id)


       5. Pernyataan Ketua MK Sebelum dan Sesudah
       Putusan
	      Proses persidangan yang diwarnai demontrasi, teror,
pengerahan massa dan kekerasan dari pihak yang menolak
pencabutan UU Penodaan Agama telah menimbulkan kekha-
watiran MK terpengaruh dalam pengambilan keputusan.
Pos is i Kas us    37



Untuk meyakinkan banyak pihak akan keindependenannya,
secara khusus Mahfudz MD mengeluarkan pernyataan sikap
dalam website pribadinya pada tanggal 15 April 2010.60

     Judicial review UU No. 1/PNPS/1965 yang lebih dikenal
     sebagai UU Pencegahan Penodaan Agama terhadap
     UUD 1945 akan segera diputus. MK menjadwalkan peng-
     ucapan vonis atas perkara tersebut akan dilakukan oleh
     sembilan hakim MK pada hari Senin tanggal 19 April 2010
     jam 14.00. Terkait dengan itu sebagai Ketua MK saya me-
     nyampaikan:
     1. MK memutus dengan independen, tak terpengaruh
     oleh tekanan atau opini publik yang berkembang di luar
     sidang-sidang MK. MK hanya mendasarkan diri pada ke-
     tentuan UUD 1945 dan fakta hukum yang muncul di per-
     sidangan. MK tak pernah bisa ditekan oleh kelompok apa
     pun dan dengan cara unjuk rasa yang bagaimanapun.
     2. Putusan MK dibuat bukan berdasarkan pihak mana
     yang mendapat dukungan lebih banyak atau pihak mana
     yang tidak mendapat dukungan. Putusan yang didasar-
     kan berdasar besar/kecilnya dukungan itu adalah putu-
     san politik. MK hanya membuat putusan hukum yang
     dasarnya adalah logika konstitusi dan hukum. UUD 1945
     telah mengatur dengan rinci dan ketat mengenai perlin-
     duangan HAM dan itulah tolok ukur utama dalam pem-
     buatan putusan MK.
     3. Dalam membuat putusan MK juga tidak terikat pada
     pandangan-pandangan teoretis atau pendapat Ahli dan
     pengalaman di negara lain. Pandangan ahli, teori konsti-
     tusi, dan pengalaman negara lain hanya sebagai sumber
     pembanding dan bukan sumber penentu. Sumber pe-
     nentunya adalah UUD 1945 yang tafsir-tafsirnya memang
     bisa saja ditemukan dalam pendapat Ahli atau teori-teori.
     “Tapi pendapat ahli atau teori itu tak mengikat, sebab
     meskipun baik belum tentu dianut di dalam UUD 1945.”
     4. Begitu juga MK tak membuat putusan berdasar ayat-
     ayat agama, melainkan berdasar ayat-ayat konstitusi yang
     berlaku di Indonesia. MK berprinsip bahwa hak dan ke-


  60) http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BeritaDetail&id=162
38  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



              bebasan beragama adalah hak azasi yang tak boleh di-
              ganggu atau saling mengganggu.
              5. Dalam putusannya, MK akan menyajikan konstruksi hu-
              kum dan menganalisis setiap argumen yang diajukan oleh
              Pihak-pihak dan para Ahli yang dihadirkan dalam sidang.
              Dengan cara menjawab semua isu itu, saya yakin putu-
              san MK bisa dipahami dan dapat menyelesaikan pro dan
              kontra.

	       Pernyataan yang diberikan 4 (empat) hari sebelum
pembacaan putusan, dinilai sebagai gambaran putusan MK
yang diberikan terhadap permohonan uji materiil. Sedang-
kan pasca putusan, Mahfudz memberikan komentar sebagai
reaksinya terhadap siaran pers dari tim kuasa hukum sebagai
berikut,61

              “Silahkan saja kalau mau mengadu ke DPR,”...“Jangan
              hanya ke DPR. Bisa ke LSM, bisa ke kampus-kampus,
              dan lebih afdhol minta eksaminasi ke Komisi Yudisial. Ka-
              lau mau ke Komisi HAM PBB juga bagus,”.

              “Bagi saya, yang berperkara di MK itu, termasuk yang
              ingin UU Penodaan Agama itu dipertahankan, tak kalah
              militansinya sebagai pejuang HAM.”

              “Kita tak boleh terjebak dalam kegenitan, bahwa kalau
              berani mempersoalkan itu lalu disebut tokoh HAM se-
              dang yang lainnya bukan. Itu genit yang kebablasan,”

	      Dalam kode etik hakim konstitusi dinyatakan bah-
wa hakim konstitusi ”Tidak mengeluarkan pendapat atau
pernyataan di luar persidangan atas sesuatu perkara yang
sedang ditanganinya mendahului putusan.” Komentar-ko-
mentar Ketua MK atas putusan yang dihasilkannya terjadi
pula dalam kasus uji materi tentang jaksa agung yang me-


      61) MK Dituding Manipulasi Fakta Persidangan UU Penodaan Agama, Jumat, 23 April
2010, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4bd14fbb6604f/mk-dituding-manipu-
lasi-fakta-persidangan, diakses terakhir 15 Oktober 2010
Pos is i Kas us    39



nimbulkan polemik dan permintaan agar Mahfudz menghen-
tikan komentar-komentarnya. 62

E. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
	        1. Alasan-Alasan Penolakan Permohonan
	        Setelah melalui proses persidangan maraton selama
3 bulan, MK memutuskan menolak keseluruhan permohonan
JR UU Penodaan Agama. MK menarik kesimpulan bahwa
dalil-dalil yang diajukan pemohon, baik dalam pengujian
formil maupun materiil, tidak beralasan hukum. Hal ini di-
dasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan sebagai beri-
kut :
         • Perspektif Ke-Indonesia-an terhadap Kebebasan
         Beragama. MK berpendapat bahwa terhadap kebe-
         basan beragama dalam pasal-pasal UU penodaan
         agama harus dilihat dari perspektif ke-Indonesia-an.
         Penghormatan Negara Indonesia atas berbagai kon-
         vensi serta perangkat hukum internasional termasuk
         hak asasi manusia haruslah tetap berdasarkan pada
         falsafah dan konstitusi Negara Kesatuan Republik In-
         donesia. Sehingga kekhasan sistem ketatanegaraan
         Indonesia tidak harus sama dengan rechtstaat, rule of
         law, individualisme, maupun komunalisme.
         • Pembatasan kebebasan beragama berdasar-
         kan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. MK menegaskan
         jaminan konstitusional kebebasan beragama oleh
         Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29
         ayat (2) UUD 1945. Instrumen hukum internasional
         dalam menjamin kebebasan beragama seperti Pasal
         18 DUHAM, Pasal 18 ICCPR yang telah diadopsi/
         ratifikasi dalam UU 39/1999 tentang HAM serta UU
         No.12/2005 tentang Ratifikasi ICCPR. Sedangkan
         Pembatasan kebebasan beragama berdasarkan

    62) Mahfud Diminta Berhenti Komentari Putusan MK Soal Jaksa Agung Sabtu, 25/09/2010,
http://www.detiknews.com/commenturut/2010/09/25/012245/1448039/10/10|2/mah-
fud-diminta-berhenti-komentari-putusan-mk-soal-jaksa-agung, diakses terakhir 15 Ok-
tober 2010
40  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965



                  Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
                  • Forum Internum tidak mutlak dan negara da-
                  pat menentukan tafsir yang benar. Kebebasan
                  penafsiran terhadap agama sebagai domain forum
                  internum tidak mutlak atau absolut namun tetap ber-
                  pedoman pada kaidah atau metodologi yang benar
                  berdasarkan kitab suci dan pemuka agamanya. Pe-
                  nentuan atas tafsir mana yang benar terhadap suatu
                  agama dapat dilakukan oleh negara. Fungsi negara
                  tersebut dilakukan oleh Departemen Agama melalui
                  kesepakatan dari pihak internal agama.
                  • UU tidak diskriminatif. Pembatasan pengakuan
                  terhadap 6 (enam) agama di Indonesia (Islam, Kris-
                  ten, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu Cu) tidak dis-
                  kriminatif, karena merupakan kenyataan sosiologis.
                  Kata “dibiarkan” dalam Penjelasan Pasal 1 Paragraf
                  3 UU No.1/PNPS/1965 memberikan ruang tumbuh-
                  berkembang semua agama dan termasuk Keper-
                  cayaan terhadap Yang Maha Esa. Praktik diskriminasi
                  yang dialami oleh masyarakat penganut kepercayaan
                  adalah bentuk dari kesalahan penerapan norma
                  dalam hukum administrasi dan bukan merupakan
                  permasalahan pertentangan norma UU Penodaan
                  Agama terhadap UUD 1945.
                  • Penyaluran aliran kebatinan kedalam salah satu
                  agama dibenarkan. Khusus penyaluran badan dan
                  aliran kebatinan ke arah pandangan yang sehat dan ke
                  arah Ketuhanan YME oleh Pemerintah benar adanya
                  dalam konteks menghilangkan praktik-praktik biad-
                  ab oleh badan atau aliran kebatinan pada waktu dan
                  upacara tertentu.
                  • Tokoh (ulama) yang mempunyai otoritas penaf-
                  siran atas agamanya.
                  • UU diperlukan dan tidak bertentangan dengan
                  perlindungan HAM. UU Penodaan Agama bukan
                  UU tentang kebebasan beragama sebagai HAM
                  melainkan UU tentang larangan penodaan terhadap
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah
Bukan jalan tengah

Más contenido relacionado

Destacado

Jalan sufi 4 november 2012
Jalan sufi 4 november 2012Jalan sufi 4 november 2012
Jalan sufi 4 november 2012Dr. Maman SW
 
18 Rational Actor
18  Rational  Actor18  Rational  Actor
18 Rational Actortaufiqakbar
 
TAWASUL DAN KHOTAMAN TQN PP. SURYALAYA
TAWASUL DAN KHOTAMAN TQN PP. SURYALAYATAWASUL DAN KHOTAMAN TQN PP. SURYALAYA
TAWASUL DAN KHOTAMAN TQN PP. SURYALAYAأحمد رمضان
 
Materi 1: Tafakur - Mulailah dari Tujuan
Materi 1: Tafakur - Mulailah dari TujuanMateri 1: Tafakur - Mulailah dari Tujuan
Materi 1: Tafakur - Mulailah dari Tujuancellastuti
 
Profil Kanreg x BKN Denpasar
Profil Kanreg x BKN DenpasarProfil Kanreg x BKN Denpasar
Profil Kanreg x BKN DenpasarHerdian Rama
 

Destacado (8)

Jalan sufi 4 november 2012
Jalan sufi 4 november 2012Jalan sufi 4 november 2012
Jalan sufi 4 november 2012
 
18 Rational Actor
18  Rational  Actor18  Rational  Actor
18 Rational Actor
 
Adz dzikru-1,2,3,4
Adz dzikru-1,2,3,4Adz dzikru-1,2,3,4
Adz dzikru-1,2,3,4
 
Tauhid 1
Tauhid 1Tauhid 1
Tauhid 1
 
Sebuah Renungan Tentangshalat
Sebuah Renungan TentangshalatSebuah Renungan Tentangshalat
Sebuah Renungan Tentangshalat
 
TAWASUL DAN KHOTAMAN TQN PP. SURYALAYA
TAWASUL DAN KHOTAMAN TQN PP. SURYALAYATAWASUL DAN KHOTAMAN TQN PP. SURYALAYA
TAWASUL DAN KHOTAMAN TQN PP. SURYALAYA
 
Materi 1: Tafakur - Mulailah dari Tujuan
Materi 1: Tafakur - Mulailah dari TujuanMateri 1: Tafakur - Mulailah dari Tujuan
Materi 1: Tafakur - Mulailah dari Tujuan
 
Profil Kanreg x BKN Denpasar
Profil Kanreg x BKN DenpasarProfil Kanreg x BKN Denpasar
Profil Kanreg x BKN Denpasar
 

Similar a Bukan jalan tengah

Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"
Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"
Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"Mariska1115500049
 
Islam versus-liberalisme
Islam versus-liberalismeIslam versus-liberalisme
Islam versus-liberalismeHibatul Wafi
 
Kebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanKebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanFajri Aminudin
 
Kebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanKebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanFajri Aminudin
 
Pengantar dan asas_asas_hukum_adat_istiadat
Pengantar dan asas_asas_hukum_adat_istiadatPengantar dan asas_asas_hukum_adat_istiadat
Pengantar dan asas_asas_hukum_adat_istiadatRifky Malasai
 
Harmonisasi Hak Dan Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Pancasila - 2.pptx
Harmonisasi Hak Dan Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Pancasila - 2.pptxHarmonisasi Hak Dan Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Pancasila - 2.pptx
Harmonisasi Hak Dan Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Pancasila - 2.pptxSuyantoMbaco
 
Aspek Konten dalam Hukum Telematika-260423.pptx
Aspek Konten dalam Hukum Telematika-260423.pptxAspek Konten dalam Hukum Telematika-260423.pptx
Aspek Konten dalam Hukum Telematika-260423.pptxRizky Banyualam Permana
 
Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di Indonesia
Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di IndonesiaMeninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di Indonesia
Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di IndonesiaSudarliadi Alisyahidar II
 
Penghormatan&perlindungan ham.ppt
Penghormatan&perlindungan ham.pptPenghormatan&perlindungan ham.ppt
Penghormatan&perlindungan ham.pptDelima Putri
 
Hak Asasi Manusia
Hak Asasi ManusiaHak Asasi Manusia
Hak Asasi ManusiaFMM_16
 

Similar a Bukan jalan tengah (12)

Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"
Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"
Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"
 
Bab 3 ham kls x
Bab 3 ham kls xBab 3 ham kls x
Bab 3 ham kls x
 
Islam versus-liberalisme
Islam versus-liberalismeIslam versus-liberalisme
Islam versus-liberalisme
 
Norma, Etika, dan Kasus Pers
Norma, Etika, dan Kasus PersNorma, Etika, dan Kasus Pers
Norma, Etika, dan Kasus Pers
 
Kebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanKebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaan
 
Kebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanKebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaan
 
Pengantar dan asas_asas_hukum_adat_istiadat
Pengantar dan asas_asas_hukum_adat_istiadatPengantar dan asas_asas_hukum_adat_istiadat
Pengantar dan asas_asas_hukum_adat_istiadat
 
Harmonisasi Hak Dan Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Pancasila - 2.pptx
Harmonisasi Hak Dan Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Pancasila - 2.pptxHarmonisasi Hak Dan Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Pancasila - 2.pptx
Harmonisasi Hak Dan Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Pancasila - 2.pptx
 
Aspek Konten dalam Hukum Telematika-260423.pptx
Aspek Konten dalam Hukum Telematika-260423.pptxAspek Konten dalam Hukum Telematika-260423.pptx
Aspek Konten dalam Hukum Telematika-260423.pptx
 
Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di Indonesia
Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di IndonesiaMeninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di Indonesia
Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di Indonesia
 
Penghormatan&perlindungan ham.ppt
Penghormatan&perlindungan ham.pptPenghormatan&perlindungan ham.ppt
Penghormatan&perlindungan ham.ppt
 
Hak Asasi Manusia
Hak Asasi ManusiaHak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia
 

Último

PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasarrenihartanti
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfsdn3jatiblora
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajarHafidRanggasi
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 

Último (20)

PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 

Bukan jalan tengah

  • 1. BUKAN JALAN TENGAH Eksaminasi Publik Putusan Mahkamah Konstitusi Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 Tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Tim Penulis Margiyono, SH. Muktiono, SH., M.Phil Dr. Rumadi, MA. Prof. Dr. Soelistyowati Irianto The Indonesian Legal Resource Center ILRC Jakarta, 2010
  • 2. ii  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965 BUKAN JALAN TENGAH Eksaminasi Publik Putusan Mahkamah Konstitusi Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 Tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama © ILRC ukuran 14,5 x 21cm; xiv + 200 halaman Majelis Eksaminasi : Margiyono Muktiono Rumadi Soelistyowati Irianto Tim Asisten/Penyusun : The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) Perwajahan dan Sampul : Canting Production Penerbit : The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) Jl. Tebet Timur I No. 4, Jakarta Selatan Phone : 021-93821173, Fax : 021- 8356641 Email : Indonesia_lrc@yahoo.com Website:www.mitrahukum.org Edisi pertama, 2010 ISBN :
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR vii PENDAHULUAN A. Pertimbangan Pembentukan Majelis Eksaminasi ix B Tujuan Eksaminasi xiii C. Majelis Eksaminasi xiv BAGIAN PERTAMA : POSISI KASUS A. Sekilas UU No. 1/PNPS/1965 1 B. Permohonan Uji Materiil UU No.1/PNPS/1965 8 C. Proses Persidangan 1. Keterangan Presiden/ Pemerintah: ”Bukan Kebe- basan Sebebas-bebasnya” 11 2. Keterangan DPR RI: ”Tidak Merencanakan Perubahan ataupun Penggantian UU Penodaan Agama” 13 3. Keterangan Saksi: ”Tidak Ada Sumpah Pancasi- la!” 14 4. Keterangan Ahli: ”UU Penodaan Agama Memiliki Masalah” 15 5. Keterangan Pihak Terkait: ”Antara Dipertahankan, Revisi atau Dicabut” 22 D. Teror, Intimidasi, Kekerasan, dan Pengerahan Massa 1. Stigma PKI, Atheis dan Penganut Kebebasan Tanpa Batas 26 2. Teror dan Intimidasi 28 3. Kekerasan terhadap Ahli, Saksi dan Kuasa Pemo- hon 32
  • 4. iv  B u kan Jal an Teng ah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965 4. Mobilisasi dan Tekanan Massa 34 5. Pernyataan Ketua MK Sebelum dan Sesudah Putusan 36 E. Putusan Mahkamah Konstitusi 1. Alasan-Alasan Penolakan Permohonan 39 2. Alasan berbeda (concurring opinion) Hakim Har- jono 42 3. Pendapat berbeda (dissenting opinion) Hakim Maria Farida Indrati. 42 BAGIAN KEDUA : KERANGKA KONSEPTUAL A. Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan 1. Delapan Elemen Hak Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan 46 2. Pembatasan Hak Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan 47 3. Larangan Diskriminasi dan Hasutan Kebencian Keagamaan 50 B. Hak Kebebasan Berekpresi 1. Sejarah Hak Atas Kebebasan Berekpresi 52 2. Pembatasan Hak Kebebasan Berekspresi 54 C. Penistaan Agama (Blasphemy), Penodaan Agama (Defamation of Religion), Ajaran Menyimpang (Her- esy) dan Penyebaran Kebencian (Hate Speech) 55 1. Pengertian Blasphemy, Sejarah dan Pengaturan di Beberapa Negara 55 2. Penodaan Agama (Defamation of Religion) 59 3. Ajaran Menyimpang (Heresy) 61 4. Penyataan Kebencian (Hatred Speech) 62 D. Perlindungan Hak-Hak Minoritas 1. Pengertian Minoritas dan Kelompok Rentan 64 2. Hak-Hak Minoritas 67 3. Perlakuan Khusus (Affirmative Action) 70
  • 5. Daf t ar Is i v BAGIAN KETIGA : ANALISIS PUTUSAN MAH- KAMAH KONSTITUSI A. “Jalan Tengah” Mahkamah Konstitusi 1. Mahkamah Dalam Bayang-Bayang Ketakutan 74 2. ”Jalan Tengah” Hakim Harjono 78 3. Mahkamah Melegitimasi Ideologi Politik Piagam Jakarta 81 B. Mahkamah Menyeret Indonesia memasuki Era Ke- munduran HAM 86 C. Perspektif Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyaki- nan 1. Mahkamah Tidak Melihat Keterkaitan Penodaan Agama dengan Hak Kebebasan Beragama/Ber- keyakinan 88 2. Mahkamah Memberi Jalan Intervensi Negara Terhadap Agama 90 3. Mahkamah Konstitusi tidak mampu membedakan penodaan agama (defamation of religion) dan penyebaran kebencian (hatred speech) 92 4. Mahkamah Tidak Memperhatikan Fakta-Fakta Diskriminatif Pemberlakuan UU Penodaan Agama 93 5. Mahkamah Mengikuti Paham Politik Keagamaan “Media Dakwah” dan “Suara Hidayatullah” 97 D. Perspektif Hak Kebebasan Berekpresi 1. Mahkamah Tidak Mempertimbangkan Amicus Curie Kebebasan Berekpresi 99 2. Mahkamah Tidak Memperhatikan Perkembangan Hukum Internasional 102 E. Perlindungan Hak-Hak Minoritas 1. Mahkamah Tidak Mampu Melihat Kerentanan Kelompok Minoritas 103 2. Mahkamah Tidak Memberikan Affirmative Action Pada Kelompok Minoritas 105
  • 6. vi  B u kan Jal an Teng ah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965 BAGIAN KEEMPAT : KESIMPULAN DAN REKO- MENDASI A. KESIMPULAN 109 B. REKOMENDASI 109 BAGIAN KELIMA : PENUTUP 111 DAFTAR PUSTAKA 113 LAMPIRAN Lampiran 1 : Anotasi Putusan UU No. 1/PNPS/1965 Ten- tang Pencegahan Penodaan Agama Dilihat dari Hak Atas Kebebasan Berekspresi Oleh : Margiyono 117 Lampiran 2 : Prospek Umat Minoritas dalam Kerapuhan Hukum dan Tafsir Konstitusi Oleh : Muktiono, SH. M.Phil. 143 Lampiran 3 : Antara Kebebasan dan Penodaan Agama: Menimbang Kembali Putusan Mahkamah Konstitusi Oleh : Rumadi 159 Lampiran 4 : Mengapa Ditolak Seruan ”Membawa” Bangsa Indonesia yang Berkeadilan Hukum dan Berkeadilan Sosial? Oleh : Sulistyowati Irianto 185 PROFIL MAJELIS EKSAMINASI 198 PROFIL ILRC 199
  • 7. KATA PENGANTAR MENGAWASI MAHKAMAH KONSTITUSI Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga negara yang dibentuk sebagai jawaban atas praktik penyelewengan konstitusi yang melembaga semasa Orde Baru. Ia mengem- ban misi besar membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi. Di usia mudanya, MK telah men- jadi tumpuan baru bagi usaha penghormatan hak-hak kon- stitusional dan tumbuh menjadi lembaga yang populer dan disegani. Dilihat dari kepentingan penegakan konstitusi, MK adalah lembaga yang sangat strategis. Melalui kewenang- an untuk menguji undang-undang, MK memiliki pengaruh yang begitu besar pada arah politik hukum di Indonesia. Ia memiliki dua potensi strategis sekaligus, yaitu menegakkan konstitusionalitas dan sekaligus memiliki potensi untuk me- robohkannya. Sekalipun MK dirancang untuk menjadi lem- baga yang memiliki kekuasaan kehakiman yang merdeka, sebagaimana praktik ketatanegaraan yang ada, kinerja MK pada periode tertentu sangat dipengaruhi oleh integritas dan profesionalitas para hakimnya. Para hakim konstitusi bukan- lah para malaikat yang turun dari langit. Para hakim konsti- tusi diusulkan oleh tiga lembaga tinggi negara, yaitu DPR, MA dan Presiden. Oleh karena itu, tidak bisa diingkari jika kualitas dan figur hakim-hakim konstitusi akan senantiasa merefleksikan kepentingan tiga lembaga negara tersebut. Jadi begitu banyak faktor yang memungkinkan lembaga ini melahirkan keputusan-keputusan yang justru membahaya- kan konstitusi, mencederai demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia. MK juga tidak bisa membebaskan dirinya dari logika kekuasaan yang senantiasa memiliki kecenderu- ngan untuk disalahgunakan. Pada akhirnya setiap hakim akan diuji dan dinilai dari
  • 8. viii  B u kan Jal an Teng ah: Has il Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 keputusan-keputusan yang telah mereka buat. Demikian juga halnya dengan MK, kredibilitas lembaga sangat tergan- tung pada kualitas dan integritas para hakimnya. Oleh karena itu, setiap usaha masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan kekuasaan kehakiman di MK perlu dihargai dan didukung. Demikian juga dengan apa yang telah dilakukan oleh ILRC bersama para intelektual dalam melakukan kajian kritis da- lam bentuk eksaminasi terhadap Putusan MK tentang UU Pencegahan/Penodaan Agama. Para intelektual yang terlibat di dalam Majelis Eksaminasi adalah mereka yang kompeten di bidangnya masing-masing. Mereka adalah: Dr. Rumadi, Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, Margiyono,S.H., dan Muktiono, S.H., MA. Kepada mereka patut diberikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas komitmennya untuk terus memper- juangkan prinsip-prinsip kebebasan beragama. Penghargaan serupa juga patut diberikan kepada kawan-kawan eksekutif ILRC yang dengan komitmen tingginya telah mampu mem- fasilitasi berlangsungnya eksaminasi ini hingga akhir. Eksaminasi ini sendiri dilakukan semata-mata sebagai kontribusi ILRC untuk ikut menegakkan konstitusi dan ikut menegakkan martabat MK sebagai Pengawal Konstitusi. Penerbitan dan penyebarluasan hasil eksaminasi ini kepada publik, selain dimaksudkan untuk menyebarluaskan semua pedebatan yang termuat di dalamnya, juga untuk mendorong berkembangnya sikap kritis dan replikasi inisiatif serupa di masyarakat. Selamat Membaca Indonesian Legal Resource Centre (ILRC) Ketua Dewan Pengurus Dadang Trisasongko
  • 9. PENDAHULUAN A. PERTIMBANGAN PEMBENTUKAN MAJELIS EKSAMINASI Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat) yang demok- ratis dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat), oleh karenanya tuntutan akan adanya suatu kekuasaan ke- hakiman yang merdeka (independen), berwibawa, bersih, dan jujur harus secara konsekuen diwujudkan. Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga ne- gara baru sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di Indo- nesia. Lahirnya MK didasarkan perubahan mendasar sistem ketatanegaraan Indonesia, yaitu beralihnya supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kepada supremasi hukum. Perubahan ini memerlukan mekanisme institusional dan kon- stitusional serta hadirnya lembaga negara yang mengatasi kemungkinan sengketa antar lembaga negara yang mempu- nyai derajat yang sama serta saling mengimbangi dan saling mengendalikan (checks and balances). MK didirikan berdasarkan amandemen Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945, dengan kewenangan: 1) menguji undang-undang terhadap UUD 1945, 2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, 3) memutus pembubaran partai politik, dan 4) memutus perse- lisihan tentang hasil pemilihan umum. Putusan MK bersifat final, yaitu memiliki kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan terse- but. Karena kewenangannya tersebut MK disebut sebagai “the guardian of the constitution” (pengawal konstitusi). Untuk mewujudkan MK sebagai kekuasaan kehakiman
  • 10. x  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965 yang mandiri diperlukan keterlibatan dan partisipasi publik untuk mengontrol kewenangannya. Salah satu bentuknya adalah dengan membentuk lembaga eksaminasi yang in- dependen, yang dikenal dengan Majelis Eksaminasi. Maje- lis Eksaminasi dibentuk untuk melakukan verifikasi terhadap proses persidangan yang memperoleh perhatian luas dari masyarakat/publik, belum mempertimbangkan secara op- timal penerapan ilmu pengetahuan hukum dan HAM dalam pengambilan putusan dan tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. Majelis Eksaminasi melakukan pengujian ber- dasarkan kompetensi keilmuan (ilmiah) atau akademik dan tidak berpretensi untuk menguji kembali fakta hukum. Oleh sebab itu, Majelis Eksaminasi bersifat independen, objek- tif dan ilmiah, transparan, dan bertanggungjawab terhadap publik dan dirinya sendiri (hati nurani). Uji Materi UU No. 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgu- naan dan/atau Penodaan Agama (selanjutnya disebut UU Penodaan Agama) terhadap UUD 1945 mendapatkan perha- tiaan publik yang luas, baik di tingkat lokal, nasional, maupun Internasional. Para pihak yang pro maupun kontra memo- bilisir dukungan baik didalam proses persidangan, media massa, maupun aksi unjuk rasa. Persidangan diwarnai pula sejumlah kekerasan, intimidasi dan teror kepada para pemo- hon, kuasa pemohon dan ahli-ahli yang mendukung pencab- utan UU Penodaan Agama.1 Untuk membahas permohonan ini, MK di luar kebiasaannya menyelenggarakan rapat koor- dinasi sebelum persidangan, menghadirkan ahli sendiri, dan mendengarkan keterangan dari pihak-pihak yang dinilai MK terkait. Persidangan berlangsung 12 kali yang dilaksanakan secara marathon, dengan menghadirkan 49 ahli - 16 ahli di- 1) Intimidasi dan teror menimpa Ahli yaitu Ulil Abshar, Lutfi Asyaukani, Garin Nu- groho, dan Yunianti Chuzzifah. Sedangkan kekerasan menimpa pengunjung sidang yaitu Noval dan Sidiq, kuasa pemohon yaitu Nurkholis Hidayat dan Uli Parulian Sihombing pada Rabu, 24 Maret 2010. Aksi pelemparan batu dan buah mengkudu terjadi pada Kantor LBH Jakarta, Jl.Diponegoro No. 74, alamat Tim Advokasi Kebebasan Beragama.
  • 11. Pend ahuluan  xi hadirkan MK -saksi, dan pihak terkait. Banyak pihak berharap MK membuat terobosan baru untuk mengatasi kekalutan pengaturan negara atas agama. Sebagai sebuah negara-bangsa (nation state), negara berke- wajiban untuk melindungi seluruh warganya, tanpa melihat latar belakang agama, kesadaran individu, keyakinan politik, ras, jenis kelamin dan suku. Siapa saja yang mengakui dan tinggal di bumi Indonesia, wajib dilindungi. Konstitusi Indo- nesia dengan lugas menjamin kebebasan setiap penduduk- nya untuk memeluk agama dan keyakinannya.2 Namun, pada akhirnya MK memutuskan bahwa UU Penodaan Agama tidak bertentangan dengan UUD 1945 (konstitusional) dan tetap dipertahankan Terhadap putusan tersebut, kuasa hukum pemohon menilai MK telah gagal menjadi pilar keempat demokrasi dan perlindungan HAM di Negara Indonesia. Penilaian tersebut disimpulkan dari: 1) MK memanipulasi fakta persidangan, 2) MK telah mengambil pertimbangan subyektif tanpa berdasar fakta persidangan dan alat bukti, dan 3) MK telah menolak teori ketatanegaraan universal tentang negara hukum (recht- staat). Melalui keputusan tersebut MK telah memberikan le- gitimasi bagi Negara untuk melakukan tindak diskriminasi kepada penghayat kepercayaan dan kelompok minoritas keyakinan (agama dan kepercayaan) lainnya, dan untuk me- nentukan pokok-pokok ajaran agama di Indonesia. Di sisi lain, putusan ini dinilai akan memberikan angin segar kepada kelompok garis keras untuk melakukan tindak kekerasan ter- hadap kelompok agama/keyakinan minoritas.3 Pasca putusan, berbagai pandangan tentang jaminan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indo- 2) Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pen- duduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. 3) “Hakim Mahkamah Konstitusi Gagal Menjadi Pilar ke-4 Demokrasi dan Perlindungan HAM”, Siaran Pers Pemohon Uji Materiil UU No. 1/PNPS/1965, tanggal 20 April 2010
  • 12. xii  B u kan Jal an Tengah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965 nesia bermuncul. Hal ini tidak terlepas dari argumen-argu- men MK dalam menopang keputusannya. MK lebih banyak mendasarkan argumennya atas ketakutan adanya konflik di masyarakat, meninggalkan argumen-argumen konstitusi dan hak asasi manusia yang berlaku universal dan telah menjadi komitmen negara Indonesia. Di sisi lain, pelanggaran terha- dap hak kebebasan beragama meningkat seperti penyerang- an Ahmadiyah di Manis Lor,4 Penyerangan Gereja HKBP Bekasi,5 Penyerangan dan Pembakaran Pemukiman Ahmadi- yah di Cisalada, Desa Ciampea Udik, Kabupaten Bogor,6 dan penutupan sejumlah gereja.7 Penyerangan terjadi pula den- gan tujuan menghentikan kegiatan-kegiatan pendidikan HAM yang diselenggarakan Komnas HAM8 dan Anggota DPR.9 Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dibentuklah Maje- lis Eksaminasi Putusan MK Nomor 140/PUU-VII/2009 Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 Ten- tang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4) Penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Manis Lor terjadi pada tanggal 28-29 Juli 2010. Penyerangan berawal dari surat perintah penyegelan tempat iba- dah Jemaah Ahmadiyah, yaitu masjid An Nur oleh Bupati Kuningan, dengan alasan jemaah Ahmadiyah dianggap meresahkan di wilayah Kuningan. 5) Penyerangan terhadap Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), yang me- nyebabkan Pendeta Hasian Lumbantoruan Sihombing dan Luspida Simanjuntak terluka karena penusukan. Penyerangan dipicu oleh rencana pendirian gereja HKBP di Ciketing, Bekasi. 6) Penyerangan dan Pembakaran pemukiman Ahmadiyah di Cisalada terjadi pada tanggal 1 Oktober 2010. Penyerangan dilakukan oleh 1000 orang yang menyebabkan belasan rumah hancur, mobil, dua rumah dan satu mesjid terbaka 7) Terjadi 10 peristiwa terkait dengan penutupan gereja dan sarana agama kristen. Untuk lebih lanjut tentang penutupan gereja silahkan akses http://www.pgi.or.id/Penutu- pan2010.html 8) Pembubaran paksa ”Pelatihan HAM untuk Waria” yang diselenggarakan Komnas HAM, dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan diri LPI (Laskar Pembela Islam) di Hotel Bumi Wiyata Depok, 30 April 9) Pertemuan Anggota DPR RI yaitu Ribka Tjiptaning (Ketua Komisi IX Bidang Kes- ehatan), Rieke Diah Pitaloka ( dan Nursuhud (Anggota DPR RI) untuk sosialisasi kesehatan gratis di kota Banyuwangi, Jawa Timu pada tanggal 21 Juni 2010, dibubarkan oleh Front Pembela Islam (FPI) dilakukan FPI Banyuwangi bersama Forum Umat Beragama dan LSM Gerak.
  • 13. Pend ahuluan  xiii B. TUJUAN EKSAMINASI Eksaminasi Publik ini secara umum bertujuan untuk mendorong partisipasi publik untuk melakukan pengkajian, pengkritisan, dan penilaian secara obyektif atas putusan MK. Secara khusus, eksaminasi publik ini bertujuan untuk me- nguji: a. Ketepatan dan konsistensi MK dalam menerap- kan asas-asas dan prinsip-prinsip hukum baik hukum materiil maupun formil dalam pengujian permohonan tersebut. b. Perspektif MK dalam memahami konsep hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, dengan men- dasarkan pada jaminan konstitusi dan kesesuaian de- ngan standar norma-norma hak asasi manusia interna- sional. c. Kualitas putusan MK, khususnya penerapan asas dan prinsip-prinsip hak asasi manusia Sedangkan tujuan jangka panjang dari hasil eksami- nasi ini adalah : a. Hasil eksaminasi menjadikan bahan kajian akademik yang dapat dijadikan bahan ajar terutama di Fakultas Hukum; b. Mendorong para hakim untuk meningkatkan inte- gritas moral, kredibilitas, intelektualitas, dan profesio- nalitasnya dalam menguji konstitusionalitas undang- undang dengan menggunakan persfektif HAM; dan c. Mendorong advokasi hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia baik dalam wilayah le- gislasi, administrastif maupun penegakan hukum.
  • 14. xiv  B u kan Jal an Teng ah: Has il Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 C. MAJELIS EKSAMINASI Untuk menjaga agar hasil pengujian dan penilaian (pu- tusan) yang dilakukan oleh Majelis Eksaminasi dapat diper- caya dan dipertanggung jawabkan, maka susunan anggota Majelis Eksaminasi tersebut terdiri dari orang-orang yang memiliki perhatian yang besar terhadap hukum dan pene- gakan hukum serta yang memiliki basis keilmuan di bidang ilmu hukum, HAM, ilmu sosial atau berpengalaman dalam praktek penegakan hukum. Majelis Eksaminasi tersebut terdiri dari beberapa unsur yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Akademisi dan Praktisi, yang diharapkan mempunyai posisi obyektif, tidak memihak dengan kasus yang akan dieksaminasi dan tidak mempunyai kepentingan, atau hubungan atau keterkaitan langsung atau tidak langsung dengan kasus yang akan diek- saminasi. Majelis Eksaminasi yang ditetapkan oleh Tim Panel adalah 1) Prof. Dr.Soelistyowati Irianto, 2) Dr.Rumadi, MA, 3) Margiyono, SH, dan 4) Muktiono, SH,M.Phil. Majelis Eksaminasi melakukan kajian terhadap putu- san MK dari berbagai persfektif, sesuai dengan keahliannya masing-masing. Prof. Dr. Soelistyowati Irianto, menganalisa putusan melalui paradigma pluralisme hukum/studi hukum kritis, Margiyono,SH menganalisa putusan berdasarkan prin- sip kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat (free- dom of ekspresion), Dr. Rumadi, MA menganalisa putusan dari persfektif hak kebebasan beragama, dan Muktiono, SH, M.Phil menganalisa putusan dari aspek perlindungan terha- dap kelompok minoritas dan aspek kesetaraan. Metode yang digunakan dalam kajian adalah metode interdisipliner, se- bagai perbandingan terhadap metode yang digunakan oleh MK.
  • 15. Bagian Pertama POSISI KASUS A. SEKILAS UU PENODAAN AGAMA UU ini awalnya hanya berbentuk Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1 Tahun 1965 yang dikeluarkan Soekarno pada 27 Januari 1965. Lahir dari situasi saat itu dimana ”ham- pir di seluruh Indonesia tidak sedikit timbul aliran-aliran atau organisasi-organisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai agama”. Situasi ini telah menimbulkan pelanggaran hukum, memecah persatuan na- sional, menyalahgunakan dan atau mempergunakan agama, dan menodai agama. Dan perkembangan aliran dan organ- isasi kebatinan dianggap telah berkembang ke arah mem- bahayakan agama-agama yang ada.1 Hal ini tercermin dari laporan Departemen Agama (Depag) yang melaporkan pada tahun 1953 terdapat lebih dari 360 kelompok kebatinan di se- luruh Jawa. Kelompok-kelompok ini memainkan peran me- nentukan hingga pada pemilu 1955, partai-partai Islam gagal meraih suara mayoritas.2 Penpres ini merupakan bagian dari gagasan Nasakom3 Presiden Soekarno untuk memobilisasi kekuatan-kekuatan nasionalisme, agama, dan komunisme demi meningkatkan kekuatan politiknya. Sehingga konfigurasi politik pada era demokrasi terpimpin yang otoriter, sentralis- tik dan terpusat di tangan Presiden Soekarno. Menyebabkan produk-produk hukum yang diciptakan pada masa tersebut juga bersifat otoriter dan sentralistik, tidak terkecuali UU Pe- 1) Penjelasan Pasal 1 UU No.1/PNPS/1965 2) Budhi Munawar Rachaman, Membela Kebebasan Beragama, Percakapan tentang Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme (Buku 2), LSAF dan Paramadina, Januari 2010, hala- man xviii 3) Nasakom adalah singkatan Nasionalisme, Agama dan Komunisme
  • 16. 2  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965 nodaan Agama.4 UU Penodaan Agama sendiri terdiri dari empat pasal. Pasal 1 merupakan inti dari UU, yang melarang setiap orang yang dengan sengaja di muka umum untuk: 1. menceritakan,menganjurkan atau mengusahakan dukung- an umum untuk melakukan penafsiran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia; 2. menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukung- an umum melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia; Pasal 25 dan 36 merupakan mekanisme pelaksanaan pasal 1, baik melalui tindakan administratif berupa peringa- tan keras dan pembubaran organisasi dan pernyataan se- bagai organisasi terlarang, maupun pidana selama-lamanya lima tahun. Sedangkan pasal 47 merupakan kriminalisasi bagi setiap orang yang dengan sengaja di muka umum me- ngeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada 4) Permohonan Uji Materiil UU No.1/PNPS/1965, halaman 4 5) Pasal 2 ayat (1) selengkapnya berbunyi “Barang siapa melanggar ketentuan terse- but dalam Pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.” Dan Pasal 2 ayat (2) “Apabila pelangaran tersebut dalam ayat (1) dilaku- kan oleh Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan Organisasi itu dan menyatakan Organisasi atau aliran tersebut seba- gai Organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.” 6) Pasal 3 selengkapnya berbunyi: “Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presi- den Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, Organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.”. Pasal 4 (156a KUHP) selengkapnya berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penya- lahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.” 7) Pasal 4 (156a KUHP) selengkapnya berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penya- lahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.”
  • 17. Pos is i Kas us 3 pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau peno- daan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Pasal 4 ini selanjutnya ditambahkan dalam KUHP menjadi Pasal 156a dibawah Bab V yang mengatur tentang “Kejatahan ter- hadap Ketertiban Umum.” UU ini memberi kewenangan penuh kepada negara untuk: 1) melalui Depag menentukan “pokok-pokok ajaran agama”; 2) menentukan mana penafsiran agama yang di- anggap “menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama” dan mana yang tidak; 3) jika diperlukan, melakukan penyelidikan terhadap aliran-aliran yang diduga melakukan penyimpang- an, dan menindak mereka. Dua kewenangan terakhir dilak- sanakan oleh BAKORPAKEM,8 yang semula didirikan di De- pag pada tahun 1954 untuk mengawasi agama-agama baru, kelompok kebatinan dan kegiatan mereka. Namun, semenjak 1960 tugas dan kewenangan diletakkan di bawah Kejaksaan Agung.9 Sampai dengan tahun 1999, Kejaksaan di berbagai daerah telah mengeluarkan 37 keputusan tentang aliran ke- percayaan/keagamaan, dan kepolisian menyatakan 39 aliran kepercayaan dinyatakan sesat.10 Permasalahan lain, dalam penjelasan Pasal 1, mem- berikan pengertian mengenai “agama yang dianut di Indo- nesia” yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). Keenam agama tersebut mendapat ban- tuan dan perlindungan. Sedangkan bagi agama-agama lain, misalnya: Yahudi, Zaratustrian, Shinto, dan Thaoism tidak dilarang di Indonesia. Agama-agama tersebut mendapat ja- minan penuh oleh Pasal 29 ayat 2 UUD 1945, dan agama- 8) Keputusan Jaksa Agung RI no. KEP 108/ J.A./ 1984 tentang pembentukan tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat. Keputusan Jaksa Agung ini mer- upakan landasan dari berdirinya Team koordinasi PAKEM (Team Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) yang dibentuk dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kabupaten. Team Pakem di tingkat Pusat terdiri dari unsur Depdagri, Departemen Pen- didikan dan Kebudayaan, Kejaksaan Agung, Departemen Agama, Departemen Kehaki- man, MABES ABRI, BAKIN dan Mabes Polri. 9) Uli Parulian Sihombing dkk, “Menggugat Bakor Pakem: Kajian Hukum Terhadap Pengawasan Agama dan Kepercayaan”, ILRC, Jakarta, 2008. 10) Ibid, halaman 109 - 117
  • 18. 4  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965 agama tersebut “dibiarkan adanya”, asal tidak menggang- gu ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain. Penjelasan ini selanjutnya ditafsirkan bahwa 6 (enam) agama tersebut sebagai agama yang diakui dan mendapatkan perlindungan dari penyalah- gunaan dan penodaan agama, mendapat fasilitas-fasilitas dari negara dan menjadi kerangka berpikir dalam penyeleng- garaan negara. Di sisi lain untuk agama-agama lokal, penganut ke- percayaan/kebatinan dalam penjelasan UU dinyatakan “Ter- hadap badan/aliran kebatinan, Pemerintah berusaha me- nyalurkannya ke arah pandangan yang sehat dan kearah Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”. Pengkategorian ini tidak ter- lepas dari definisi “agama” yang diajukan Depag yaitu harus memuat unsur-unsur (1) Kepercayaan terhadap Tuhan YME, (2) Memiliki Nabi, (3) Kitab Suci, (4) Umat, dan (5) Suatu sistem hukum bagi penganutnya.11 Pendefinisian ini sendiri tidak ter- lepas dari konstelasi politik pada masa itu, dimana Badan Kongres Kebatinan Seluruh Indonesia (BKKI) pada tahun 1957 mendesak Soekarno untuk mengakui secara formal ke- batinan setara dengan agama. Akibat pendefinisian ini, maka kelompok kepercayaan, kebatinan, atau agama adat tidak tercakup didalamnya, sehingga mereka digolongkan sebagai “belum beragama”. Definisi ini diperkuat dengan keluarnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.477/74054/1978, yang antara lain menyebutkan agama yang diakui oleh pe- merintah adalah Islam, Katolik, Kristen, Hindu dan Budha.12 Selanjutnya keberadaan aliran kebatinan/kepercayaan/ agama adat diakui semenjak dicantumkan dalam GBHN 1978 yang diwadahi dalam ”Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa”. Keberadaannya tidak merupakan agama, dan untuk pembinaannya dilakukan: 11) Budhi Munawar Rachaman, op.cit, halaman xviii 12) Musdah Mulia, Hak Kebebasan Beragama, dalam Islam dan HAM, Konsep dan Im- plementasi, Naufan Pustaka, Jakarta, 2010, halaman 44
  • 19. Pos is i Kas us 5 ”agar tidak mengarah kepada pembentukan agama baru dan untuk mengefektifkan pengambilan langkah yang perlu, agar pelaksanaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, benar-benar sesuai dengan dasar Ketu- hanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.13 Hal sama masih terdapat dalam GBHN 1998 yang menyebutkan : ”Penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dibina dan diarahkan untuk mendukung terpeliharanya suasana kerukunan hidup bermasyarakat. Melalui keru- kunan hidup umat beragama dan penganut kepercayaan Tuhan YME terus dimantapkan pemahaman bahwa ke- percayaan terhadap Tuhan YME adalah bukan agama dan oleh karena itu pembinaannya dilakukan agar tidak meng- arah pada pembentukan agama baru dan penganutnya diarahkan untuk memeluk salah satu agama yang diakui oleh negara. Pembinaan penganut kepercayaan terhadap Tuhan YME merupakan tanggungjawab peme- rintah dan masayarakat.”14 Akibatnya para penganut kepercayaan, kebatinan atau agama lokal menjadi sasaran penyebaran ”agama- agama diakui” atau ”dikembalikan ke agama induknya”. Hal ini misalkan menimpa Agama Tolotang yang dipaksa men- jadi Hindu, seperti halnya Hindu di Bali.15 Agama Kaharingan digabungkan atau diintegrasikan ke dalam Agama Hindu.16 Akibatnya penganut kepercayaan, kebatinan dan agama adat 13) GBHN 1993 Bab IV F “Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”, butir 6 14) Penjelasan tentang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 15) Proses ini didasarkan kepada SK Depag No.6 tahun 1966 yang menunjuk Dirjen Bimbingan Masyrakkat Beragama Hindu dan Budha untuk melakukan pembinaan serta penyuluhan terhadap umat Hindu Tolontang. Vide Musda Musliah, “Menuju Kebebasan Beragama di Indonesia,” dalam Chandra Setiawan (Ed) “Kebebasan Beragama atau Ber- keyakinan di Indonesia,” Komnas HAM, Jakarta, 2006, halaman 52-53 16) SK Menag kepada Kakanwil Depag Kalimantan Tengah No.MA/203/1980 perihal penggabungan atau integrasi Penganut Kaharingan ke dalam Agama Hindu.
  • 20. 6  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965 untuk mendapatkan hak-hak dasarnya harus menundukkan diri ke dalam salah satu dari enam agama. Bagi yang tidak menundukkan diri, maka mereka ke- hilangan haknya untuk mendapatkan identitas seperti KTP, dan dilarang untuk menyatakan agamanya dalam surat-su- rat resmi. Demikian halnya perkawinan yang dilangsungkan menurut keyakinan atau adat tidak dianggap sah.17 Sehingga selanjutnya kelahiran anak-anak dianggap sebagai anak luar kawin, dan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja. Hal ini membawa akibat tidak dipenuhinya hak- hak yang lain, seperti pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja yang sama,18 kesempatan menduduki jabatan-jabatan publik, maupun pemakaman sesuai agamanya. Secara khusus Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai UU ini telah me- langgar hak perempuan, khususnya hak untuk untuk be- bas dari kekerasan berbasis gender, hak perempuan untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan, Hak perempuan atas penghidupan yang layak, hak perempuan atas keseha- tan reproduksi.19 UU Penodaan Agama digunakan pula untuk men- ghukum orang-orang yang menganut agama turunan dari agama-agama yang diakui. Seperti Jamaah Ahmadiyah Indo- nesia (JAI) karena dinilai melakukan “kegiatan yang menyim- pang dari pokok-pokok ajaran islam” mengalami persekusi, dan dilegitimasi dengan SKB Tiga Menteri. UU Penodaan Agama mengkriminalkan para penganut agama yang secara damai meyakini dan melaksanakan agama atau keyakinan- nya. Sepanjang tahun 2003–2008, lebih dari 150 orang di- 17) Pasal 2 Ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan “Perkaw- inan sah bila dilakukan menurut agama dan kepercayaannya masing-masing”. SE Mendagri No. 158 tahun 1985 menafsirkan bahwa “kepercayaan” tidak dimaksudkan dengan kel- ompok penghayat kepercayaan, dan karena bukan agama yang diakui dalam UU No.1/ PNPS/1965 maka UU No.1 Tahun 1974 tidak mengikat mereka. Jika ingin dicatatkan, maka harus menundukkan diri ke dalam salah satu agama yang diakui. 18) Saksi Saldi, tidak bisa menjadi anggota ABRI karena agamanya adalah Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME 19) Hasil pemantauan Komnas Perempuan dan disampaikan dalam Sidang MK
  • 21. Pos is i Kas us 7 tangkap, ditahan, dan diadili berdasarkan Pasal 4 UU Peno- daan Agama (Pasal 156a KUHP). Diantaranya Lia Aminuddin alias Lia Eden, yang memperkenalkan dirinya sebagai jel- maan Jibril, Ardi Husain dan enam Pengurus Yayasan Kanker Narkoba Cahaya Alam (YKNCA) yang mengeluarkan sebuah buku berjudul ”Menembus Gelap Menuju Terang” berisi kompilasi uraian Al-quran dan hadits; Sumardin Tappayya yang melakukan shalat bersiul, Yusman Roy yang melaku- kan Shalat Dwi Bahasa, Mas’ud Simanungkalit menafsirkan Al-Quran, Rus’an adalah dosen Fakultas Agama Universitas Muhammadiyah Palu yang menulis artikel berjudul “Islam Agama yang ‘Gagal’” maupun Mangapin Sibuea, pimpinan sekte ‘Pondok Nabi’ di Bandung.20 Suasana di luar Gedung MK (www.wahid institute.org) 20) Rumadi, Delik Penodaan Agama dan Kehidupan Beragama dalam RUU KUHP, makalah, dan untuk proses persidangan dan latar belakang konflik vide Agustinus Edy Kristianto (ed), Refleksi Keberagaman Agama, Hukum Sesat dan Menyesatkan Hukum, YLBHI, Jakarta,2009
  • 22. 8  B u kan Jal an Tengah: Hasi l Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No.1/ P N P S/ 1965 B. PERMOHONAN UJI MATERIIL UU PENODAAN AGAMA Permohonan Judicial Review (JR) diajukan pada tanggal 20 Oktober 2009, dan terdaftar dengan registrasi Nomor 140/PUU-VII/2009. Alasan pengajuan JR UU Peno- daan Agama karena dinilai berpotensi melanggar hak kon- stitusi para pemohon baik badan hukum maupun individu dalam usaha-usaha perlindungan, pemajuan dan pemenu- han HAM, mendorong pluralisme dan toleransi beragama di masyarakat.21 Para pemohon memberikan kuasa kepada para Advokat dan Pengabdi Bantuan Hukum, yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebebasan Beragama.22 Pada intinya pemohon menuntut UU Penodaan Agama yang lahir pada era demokrasi terpimpin itu ditinjau kembali. UU Penodaan Agama dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan nilai-nilai demokrasi dan HAM, teru- tama karena telah menjadi hambatan bagi terpenuhinya jami- nan kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia. UUD 1945 telah mengalami perubahan mendasar, yaitu dengan mengintegrasikan ketentuan-ketentuan dari instrumen-instru- men internasional mengenai HAM. Hal ini terdapat dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia (Pasal 28–28 J). Untuk bidang HAM, Indonesia telah mengesahkan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang memperkuat jaminan pemenuhan HAM. Indonesia juga telah meratifikasi dua kovenan pokok internasional yaitu Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) melalui UU No. 11 tahun 2005 dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (Sipol) melalui UU No. 12 tahun 2005. Sedangkan perubahan kekuasaan dalam membentuk UU, diatur dalam 21) Permohonan diajukan oleh empat individu yaitu KH Abdurahman Wahid (Alm), Siti Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq, dan tujuh organisasi masyarakat sipil, yaitu: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial, Setara Institute, Demos, Elsam, Desantara, dan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI). 22) Tim Advokasi Kebebasan Beragama terdiri dari 57 advokat dan pengabdi bantuan hukum, beralamat di Jl.Diponegoro No.74, Jakarta Pusat
  • 23. Pos is i Kas us 9 UU No.10 tahun 2004 yang memberikan panduan penyusu- nan UU yang menganut nilai-nilai demokratis. UU Penodaan Agama merupakan UU yang lahir sebelum perubahan Kon- stitusi. Oleh karena itu, substansinya sudah tidak sesuai de- ngan konstitusi dan peraturan perundang-undangan pasca amandemen konstitusi. Uji Materil diajukan terhadap lima norma yang terda- pat dalam Pasal 1-4 UU Penodaan Agama dengan menggu- nakan sembilan norma dalam UUD 1945 yaitu Pasal 1 ayat (3),23 Pasal 27 ayat (1),24 Pasal 28D ayat (1),25 Pasal 28E ayat (1),26 Pasal 28E ayat (2),27 Pasal 28E ayat (3),28 Pasal 28I ayat (1),29 Pasal 28I ayat (2),30 dan Pasal 29 ayat (2).31 Alasan- alasan yang diajukan adalah sebagai berikut:32 1. UU Pernodaan Agama bertentangan dengan prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law), Hak atas kebebasan beragana, meyakini keyakinan, me- nyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nurani- nya dan hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun. 23) Negara Indonesia adalah Negara Hukum 24) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerin- tahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya 25) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hu- kum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” 26) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tem- pat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. 27) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini keyakinan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. 28) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat 29) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. 30) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat dis- kriminatif itu. 31) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan keyakinannya itu. 32) Resume permohonan Uji Material
  • 24. 10  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 2. UU Penodaan Agama khususnya Pasal 1 menunjukan adanya pembedaan dan/atau pengutamaan terhadap enam agama antara lain: Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu, dibandingkan dengan agama- agama atau aliran keyakinan lainnya. Hal mana meru- pakan bentuk kebijakan diskriminatif yang dilarang. 3. Substansi Pasal 1 yang bertentangan dengan UUD 1945, dengan sendirinya hukum proseduralnya yang terdapat dalam Pasal 2 Ayat (2), menjadi bertentang- an pula. Pasal 2 ayat (2) bertentangan dengan prinsip negara hukum karena prosedur pembubaran organ- isasi dimaksud bertentangan dengan prinsip toleransi, keragaman, dan pemikiran terbuka. Proses pembuba- ran organisasi dan pelarangan organisasi, seharusnya dilakukan melalui proses peradilan yang adil, indepen- den dan terbuka, dengan mempertimbangkan hak atas kebebasan beragama, keragaman dan toleransi; 4. Pasal 3 yang menjatuhkan sanksi pidana selama- lamanya lima tahun kepada orang, Organisasi atau aliran kepercayaan, yang melanggar ketentuan dalam pasal 1, dinilai membatasi kebebasan mereka yang be- ragama atau berkeyakinan selain keenam agama yang dilindungi, penghayat kepercayaan, dan kelompok atau aliran minoritas dalam keenam agama tersebut. 5. Pasal 4 huruf a yang kemudian ditambahkan menjadi Pasal 156 a KUHP dinilai bertentangan dengan jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan. Perumusan Pasal 4 huruf a membuat pelaksanaannya mengharuskan diambilnya satu tafsir tertentu dalam agama tertentu untuk menjadi batasan permusuhan, penyalahgunaan dan penodaan terhadap agama. Berpihaknya negara/ pemerintah kepada salah satu tafsir tertentu adalah diskriminasi terhadap aliran/tafsir lain yang hidup pula di Indonesia. Tuntutan yang diajukan adalah agar MK menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian UU Pe-
  • 25. Pos is i Kas us  11 nodaan Agama, menyatakan Pasal 1 s/d 4 UU Penodaan Agama bertentangan dengan UUD 1945 (inkonstitusional) dan menyatakan ketentuan Pasal 1-4 UU Penodaan Agama tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya. C. PROSES PERSIDANGAN Hukum Acara di MK, mengacu kepada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedo- man Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Maka berdasarkan peraturan tersebut, proses persidangan JR UU Penodaan Agama, adalah sebagai berikut: 1. Keterangan Presiden/Pemerintah: ”Bukan Ke- bebasan Sebebas-bebasnya” Keterangan Presiden adalah ”keterangan resmi pe- merintah baik secara lisan maupun tertulis mengenai pokok permohonan yang merupakan hasil koordinasi dari Menteri- Menteri dan/atau Lembaga/Badan Pemerintah terkait”.33 Dalam JR ini Presiden/Pemerintah diwakili Menteri Agama (Menag), Suryadharma Ali dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Patrialis Akbar. Presiden/Pemerintah pada intinya memberikan ket- erangan sebagai berikut:34 • UU Pencegahan Penodaan Agama tidak dalam rangka membatasi dan menegasikan kebebasan be- ragama tetapi justru memberikan perlindungan dan kebebasan beragama, keharmonisan antar umat be- ragama serta mencegah dari penghinaan, penodaan, maupun pemaksaan terhadap umat beragama yang berbeda satu sama lain; • Pasal 1 UU Pencegahan Penodaan Agama tidak melarang seseorang melakukan penafsiran terhadap 33) Pasal 25 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang 34) Opening Statement Pemerintah atas Permohonan Pengujian UU No.1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap UUD 1945
  • 26. 12  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 suatu ajaran agama ataupun kegiatan keagamaan yang menyerupai suatu agama, tetapi yang dilarang adalah apabila dengan sengaja di muka umum men- ceritakan, menganjurkan dukungan umum untuk melakukan penafsiran atau kegiatan yang menyim- pang dari pokok-pokok ajaran suatu agama yang dianut di Indonesia; • Pembatalan terhadap UU Pencegahan Peno- daan Agama akan menyebabkan hilangnya jaminan perlindungan umum (general prevention) sehingga dikhawatirkan masyarakat akan main hakim sendiri oleh karena aparat penegak hukum kehilangan pi- jakan atau acuan peraturan perundang-undangan dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan dan/ atau penodaan terhadap agama; • Kebebasan merupakan hak konstitusional setiap orang, akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak boleh dilakukan dengan sebebas-bebasnya tanpa batas, atau bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, ketertiban, dan hukum yang berlaku sebagaimana di- tentukan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945; Senada dengan Menteri Agama, Menteri Hukum dan HAM menyatakan bahwa jika dikabulkan, di antara peme- luk dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak dan konflik horizontal antar masyarakat dan akan menimbulkan fitnah agama yang diakui di Indonesia dan akan mengganggu keru- kunan umat beragama serta dapat menimbulkan ketidakhar- monisan di antara umat beragama yang sudah terjalin baik selama ini. Atas dasar hal tersebut, Pemerintah menolak pen- cabutan UU Penodaan Agama. Untuk mendukung keterang- annya, Pemerintah mengajukan 16 (enam belas) orang ahli35 yang pada intinya menguatkan pendapat pemerintah. 35) K.H. Hasyim Muzadi, Amin Suma, Rahmat Syafi’i, Nur Syam, Mudzakkir, H.M. Atho Mudzhar, Buya Bagindo Letter, Rusdi Ali Muhammad, Rahim Yunus, Ali Aziz, K.H. Hafidz Usman, Filipus Kuncoro, Wijaya, Mahdini, Sudarsono, Hj. Khofifah Indarparawan- sa, dan Rony Nitibaskara
  • 27. Pos is i Kas us  13 2. Keterangan DPR RI: ”Tidak merencanakan perubahan ataupun penggantian UU Penodaan Agama” Keterangan DPR adalah ”keterangan resmi DPR baik secara lisan maupun tertulis yang berisi fakta-fakta yang ter- jadi pada saat pembahasan dan/atau risalah yang berkenaan dengan pokok perkara.”36 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam keterangan yang disampaikannya pada intinya me- nyatakan: Pertama, UU Penodaan Agama walau merupakan produk hukum rezim orde lama, namun semangat dan jiwanya masih relevan dengan kenyataan pada saat sekarang; Kedua, UU Penodaan Agama merupakan payung hukum un- tuk memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi setiap orang dan pemeluk agama, dan menjalankan hak konstitusionalnya sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Tahun 1945. Sehingga UU Penodaan Agama tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28J ayat (1), ayat (2), serta Pasal 29 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan Ketiga, DPR berpandangan bahwa suatu negara diboleh- kan untuk membuat suatu undang-undang yang membatasi pelaksanaan hak-hak dan kebebasan dalam beragama un- tuk melindungi keamanan nasional, ketertiban umum, moral masyarakat, atau hak-hak kebebasan mendasar orang lain, oleh karena itu meskipun undang-undang tersebut berben- tuk PNPS yang diterbitkan pada rezim Orde Lama, namun undang-undang tersebut tetap berlaku sesuai dengan keten- tuan peralihan.37 Berdasarkan pendapat tersebut, maka DPR, dan Pe- merintah tidak merencanakan perubahan ataupun penggan- tian terhadap UU Penodaan Agama. DPR tidak menyampai- 36) Pasal 26 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor : 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang 37) Keterangan DPR RI atas Permohonan Permohonan Pengujian UU No.1/ PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap UUD 1945
  • 28. 14  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 kan keterangan terkait dengan fakta-fakta saat pembahasan dan/atau risalah UU Penodaan Agama. 3. Keterangan Saksi: ”Tidak Ada Sumpah Pan- casila” Keterangan saksi adalah ”keterangan yang diberikan oleh seseorang dalam persidangan tentang sesuatu peristi- wa atau keadaan yang didengar, dilihat, dan/atau dialamin- ya sendiri.” Dalam persidangan, pemohon mengajukan dua orang saksi yaitu Arswendo Atmowiloto, yang dipidana ber- dasarkan Pasal 156a KUHP dan Sardi, penganut Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang kehilan- gan kesempatan untuk menjadi TNI/ABRI karena agamanya. Dalam pemeriksaan Keterangan Saksi, terdapat per- istiwa yang melecehkan keyakinan Saksi, terkait dengan pengambilan sumpah. Pasal 23 Peraturan MK, mengatur sumpah seorang saksi sebagai berikut: “Saya bersumpah/berjanji sebagai saksi akan mem- berikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya” Untuk yang beragama Islam didahului dengan “Demi Al- lah” Untuk yang beragama Kristen Protestan dan Katholik di- tutup dengan “Semoga Tuhan menolong saya”. Untuk yang beragama Hindu dimulai dengan “Om Atah Parama Wisesa” Untuk yang beragama Budha dimulai dengan “Namo Sakyamuni Buddhaya. Demi Hyang Buddha Saya ber- sumpah…” diakhiri dengan “Saddhu, Saddhu, Saddhu” Untuk yang beragama lain, mengikuti aturan agamanya masing-masing. Saksi Sardi mengajukan permohonan lisan agar di sumpah Pancasila, yang kemudian ditolak Ketua MK, Mah- fudz MD dengan alasan ”tidak ada Sumpah Pancasila”38 38) Bandingkan dengan ketika Tody Daniel Mendel, seorang atheist dalam sidang JR Pasal penghinaan dan pencemaran nama baik dalam KUHP vide Menakar Janji Ahli Tak
  • 29. Pos is i Kas us  15 dan menyarankan untuk menggunakan janji. Merujuk pada klausula ”Untuk yang beragama lain, mengikuti aturan aga- manya masing-masing”, maka seharusnya Saksi diijinkan un- tuk mengucapkan lafal sumpah menurut keyakinannya, yaitu Pancasila. Maria Farida Indarti, salah seorang hakim konsti- tusi dalam wawancara dengan majalah Tempo berpendapat bahwa baginya sumpah itu tak jadi masalah karena dalam Pancasila terdapat Ketuhanan Yang Maha Esa.39 Dalam per- sidangan tersebut ekpresi keyakinan saksi dijadikan bahan ejekan di dalam persidangan. Hal ini memperlihatkan pula, bahwa dalam teks resmi kenegaraan lafal sumpah/janji hanya merujuk kepada enam agama, yang ada dalam penjelasan UU Penodaan Agama. 4. Keterangan Ahli: ”UU Penodaan Agama Memi- liki Masalah” Keterangan ahli adalah ”keterangan yang diberikan oleh seseorang yang karena pendidikan dan/atau pengala- mannya memiliki keahlian atau pengetahuan mendalam yang berkaitan dengan permohonan, berupa pendapat yang bersi- fat ilmiah, teknis, atau pendapat khusus lainnya tentang suatu alat bukti atau fakta yang diperlukan untuk pemeriksaan per- mohonan.” Sidang UU Penodaan Agama menghadirkan ahli- ahli, baik yang diajukan pemohon, pemerintah, pihak terkait, maupun MK. Dalam sejarah persidangan di MK, persidangan JR UU Penodaan Agama, adalah sidang yang paling banyak menghadirkan ahli. Pemohon mengajukan enam orang ahli dari berbagai latar belakang dan kompetensi yaitu dari Prof. JE Sahetapy, Prof. Soetandyo Wingjosoebroto, MM Billah, Frans Magnis Suseno, Cole Durham, Prof. Subur. Ahli dari pemohon me- nyampaikan bahwa UU Penodaan Agama bermasalah karena diskriminatif. Akibatnya, kaum minoritas dirampas hak kebe- basan berfikir dan berkeyakinannya, bahkan menjalar kepada Beragama di Sidang MK 39) Maria Farida Indarti, Sesat Bukan Ranah Negara, http://majalah.tempointeraktif. com/id/arsip/2010/04/26/WAW/mbm.20100426.WAW133367.id.html
  • 30. 16  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 perampasan hak atas identitas, pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya. Selain itu keterangan Ahli dari pemohon juga menegaskan permohonan pemohon bahwa kebebasan ber- fikir dan berkeyakinan tidak dapat dibatasi, namun ekspresi dari pemikiran dan berkeyakinan harus dibatasi agar tidak mengganggu ketertiban umum dan moral umum. Pemerintah mengajukan tigabelas orang Ahli yang sebagian besar menjalani profesi yang berkaitan dengan keagamaan, seperti Ketua MUI Propinsi atau Rektor/Penga- jar di IAIN sehingga kesaksiannyapun cenderung terkonsen- trasi pada ajaran-ajaran agama, khususnya islam. Umumnya para ahli menegaskan bahwa UU Penodaan Agama me- lindungi agama dari tindakan penodaan, tidak diskriminatif, bahkan melindungi minoritas sehingga terwujud kehidupan beragama yang plural dan harmonis. Pihak terkait yang mengajukan ahli hanya enam kel- ompok. Yaitu Ahli yang diajukan oleh pihak terkait yang ber- pendapat bahwa UU Penodaan Agama layak dipertahankan dan menegaskan bahwa negara harus melindungi agama dari penodaan, bila tidak maka masyarakat akan main ha- kim sendiri. Hanya satu orang Ahli yaitu K.P. Seno Adiningrat, yang diajukan HPK yang menyatakan UU Penodaan Agama bersifat diskriminatif. Umumnya Ahli-Ahli yang diajukan oleh pemerintah dan pihak terkait memilliki argumen yang sebangun untuk menyatakan bahwa UU Penodaan Agama tidak diskriminatif, melindungi minoritas, sehingga masih bermanfaat dan ha- rus dipertahankan. Namun, mereka tidak memiliki pendapat yang sama mengenai agama resmi atau agama yang diakui. Ada yang menyatakan UU penodaan agama melindungi se- mua agama dan bahkan kepercayaan, ada yang menyatakan bahwa hanya enam agama yang diakui dan dilindungi di In- donesia. MK sendiri mengundang empatbelas ahli dengan berbagai keahlian. Seluruh ahli berpendapat bahwa UU Pe- nodaan Agama memiliki masalah. Lima orang dengan tegas meminta dicabut, dan enam orang mengusulkan untuk dire-
  • 31. Pos is i Kas us  17 visi. Meskipun tidak ada Ahli dari Mahkamah Konstitusi yang dengan jelas mengatakan bahwa UU tidak bermasalah, ada dua Ahli yang berpendapat UU Penodaan Agama layak un- tuk dipertahankan. Pemerataan pendidikan, pendekatan per- suasif, juga dialog yang dilandasi oleh toleransi disarankan oleh enam orang Ahli untuk mengatasi konflik keagamaan, baik di internal pemeluk agama, maupun antar pemeluk agama. Selain itu, ketentuan pidana dalam KUHP juga disara- nkan untuk menegakan batasan ekspresi berfikir & berkeya- kinan, termasuk untuk mengatasi kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat yang main hakim sendiri bila UU dicabut. Nama Ahli Masalah UU No.1/ Rekomendasi MK PNPS/1965 Prof. Dr. Andi 1. Pasal 1 dan 2 UU a quo Cabut Hamzah sifatnya administrasi, tapi pasal 3 ada sanksi pidana 5 tahun. Kalau administrasi harusnya 1 tahun kurungan atau denda. 2. Pasal 1, 2, 3 UU a quo multitafsir, tidak memenuhi syarat nullum crimen sine lega scripta. Dr. Eddy OS 1. Dalam prakteknya, UU Pertahankan Hiariej a quo selalu digunakan untuk mengadili pemikiran. Praktek itu bertentang dengan postulat hukum: cogitationis poenam nemo partitur, 2. Penghayat keyakinan tidak bisa dijerat atau dihukum
  • 32. 18  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 Prof. 1. Negara tidak boleh ikut Revisi Dr.Azyumardi campur soal tafsir Azra 2. UU a quo tidak sesuai dengan zaman. 3. Pasal yang inkonstitu- sional misalnya pasal 4b UU a quo. 4. UU a quo ambigu se- hingga harus disempurna- kan. Dr. Fx Mudji 1. Sebenarnya masyarakat Revisi Sutrisno kultural saling menghorma- ti satu sama lain terhadap adanya perbedaan, na- mun adanya hukum akan meniadakan hak-hak lain atau kebebasan yang ada di dalam masyarakat tsb 2. Istilah menyimpang adalah istilah orang dalam (intern agama), sementara bagi orang di luar intern agama, disebut berbeda. 3. Tugas negara paling pokok adalah pada wilayah publik,menjaga ketertiban dan melindungi tiap warga Negara untuk melaksana- kan hak kebebasan be- ragamanya.
  • 33. Pos is i Kas us  19 Ulil Abshar 1. Posisi negara harus Cabut Abdalla netral, tidak bisa masuk soal tafsir. 2. Perbedaan tafsir bukan penodaan agama. 3. Pokok-pokok ajaran berbeda-beda. 4. Istilah “pokok-pokok ajaran agama” di UU a quo ambigu. 5. Negara harus mencegah dan menangkap orang yang melakukan kekeras- an. 6. UU a quo tidak melin- dungi minoritas. Emha Ainun 1. UU a quo tidak soleh, Revisi Nadjib banyak mundharatnya. 2. Tafsir tidak bisa dipak- sakan. 3. Pluralisme adalah sifat Tuhan, tidak bisa dipaksa- kan untuk seragam. 4. Pokok-pokok ajaran beda. 5. Toleransi dan saling menyayangi. Dr. Siti Zuhro UU a quo memberi pelu- Revisi ang untuk diskriminasi & pembatasan hak memeluk agama. Juga bukti tidak dijaminnya masyarakat yang plural dan pengakuan status kelompok minoritas.
  • 34. 20  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 Prof. 1. UU a quo seringkali Revisi Dr.Jalaludin dipergunakan oleh yang Rakhmat berkuasa 2. UU a quo cenderung merugikan kaum minoritas Prof. Dr. Ah- 1. Masyarakat hidup dalam UU baru mad Fedyani masa yang berbeda den- S. gan masa pembentukan UU a quo 2. Mengekpresikan pikiran termasuk dalam konteks agama bagian dari HAM, dan posisi manusia se- bagai subyek semakin penting. Prof. Dr. 1. UU a quo tidak sem- Revisi Yusril Ihza purna karena tidak sesuai Mahendra dengan UU 10/2004. 2. Norma hukum ada di penjelasan, harusnya ada di pasal. 3. Kepentingan Negara bu- kan menilai benar tidaknya agama, tapi menjaga ke- tertiban umum dan harmo- ni dalam masyarakat.
  • 35. Pos is i Kas us  21 Dr. Moeslim 1. Pokok-pokok ajaran Cabut Abdurrah- berbeda-beda. man 2. Perbedaan tafsir harus dihormati. 3. Seseorang di hada- pan Negara harus setara, meskipun di hadapan Tuhan berbeda-beda. 4. Beriman atau tidak bu- kan urusan Negara. Taufik Ismail UU a quo sebagai pagar Revisi sudah usang, ayo kita per- baiki bersama-sama. Prof. Dr. 1. Penafsiran tidak bisa Revisi Komaruddin dibatasi Hidayat 2. Pembatasan hanya untuk manifestasi atau ekspresi guna kepenting- an warga negara bukan kepentingan agama. Djohan Ef- 1.UU a quo menjadi peng- Tidak jelas fendi akuan 6 agama resmi dan acapkali memakan korban (Kurdi, Baha’i). 2. Tafsir adalah bagian dari kebebasan beragama/ berkeyakinan dan boleh disampaikan ke publik. 3. Masalah keyakinan ada- lah otoritas Tuhan YME. 4. Negara dan aparatnya tidak boleh bertindak me- lebihi Tuhan sendiri.
  • 36. 22  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 S. A. E. Na- 1. Perbedaan dan perkem- Cabut baban bangan tafsir adalah lumrah. 2. Negara tidak perlu me- ngatur masalah penafsiran. 3. Depag tidak memiliki kewenangan untuk menye- lidiki dan menilai pokok- pokok ajaran agama. 4. Ada ketidakjelasan Isti- lah (seolah-olah perbedaan tafsir itu sama dengan penodaan agama). 5. Akibat UU a quo, negara berpeluang untuk inter- vensi wilayah keagamaan. Garin Nu- 1. UU ini tidak mendo- Cabut groho rong masyarakat berubah positif. 2. Kata-kata dalam pasal- pasal UU a quo tidak memberi kepastian hukum sehingga mengakibatkan korban. 3. Secara yuridis muncul- nya UU a quo hanya ber- laku tepat untuk saat itu, tidak tepat untuk saat ini. 5. Keterangan Pihak Terkait: ”Antara Diperta- hankan, Revisi atau Dicabut” Pihak Terkait adalah adalah ”pihak yang berkepen- tingan langsung atau tidak langsung dengan pokok permo- honan. Pihak Terkait yang berkepentingan langsung ada- lah pihak yang hak dan/atau kewenangannya terpengaruh
  • 37. Pos is i Kas us  23 oleh pokok permohonan dan dapat diberikan hak-hak yang sama dengan Pemohon.40 Sedangkan Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah ”pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar ke- terangannya atau pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau ke- wenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi ter- hadap permohonan dimaksud”. Pihak terkait tidak langsung, karenanya tidak mempunyai hak-hak yang sama dengan pemohon dalam perkara. Selama proses persidangan, terdapat 24 (dua puluh empat) pihak terkait yang menyampaikan keterangannya. Dari 24 pihak, hanya Himpunan Penghayat Dan Kepercayaan (HPK), Badan Kerjasama Organisasi-Organiasi Kepercayaan (BKOK) yang hak dan/atau kewenangannya terpengaruh oleh pokok permohonan, karena penghayat telah menjadi korban. Sehingga HPK dan BKOK memiliki hak yang sama dengan Pemohon. Sedangkan pihak terkait tidak langsung pada per- sidangan, dapat dikategorikan sebagai berikut : a. Pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangannya: Komisi Na- sional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indone- sia (KWI), Majelis Tinggi Agama Konghucu Indone- sia (MATAKIN), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), WALUBI, Forum Kerukunan Umat beragama (FKUB), dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhdap Perempuan (KOMNAS Perempuan) b. Pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau ke- 40) Hak-hak tersebut meliputi (a) memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis; (b) mengajukan pertanyaan kepada Ahli dan/atau saksi; (c) mengajukan Ahli dan/atau saksi sepanjang berkaitan dengan hal-hal yang dinilai belum terwakili dalam keterangan Ahli dan/atau saksi yang telah didengar keterangannya dalam persidangan; (d) menyampaikan kesimpulan akhir secara lisan dan/atau tertulis.
  • 38. 24  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 wenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepedulian- nya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud : Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah), Persat- uan Islam (Persis), DPP Partai Persatuan Pembangu- nan, Yayasan Irena Center, DPP Ittihadul Muballighin, Badan Silaturrahmi Ulama Madura (BASHRA), Front Pembela Islam, Forum Umat Islam, Hizbut Tahrir In- donesia (HTI), Al-Irsyad Islamiyah Sumber: voa-islam.com Namun, selama proses persidangan batasan pihak terkait langsung dan tidak langsung menjadi hilang. Majelis Hakim memperbolehkan setiap pihak terkait untuk mem- berikan keterangan lisan/tertulis dan mengajukan pertan- yaan kepada saksi dan Ahli. Hal ini menunjukkan bahwa MK menganggap seluruh pihak terkait pada persidangan perkara merupakan pihak terkait langsung, yaitu yang hak dan/atau kewenangannya terpengaruh oleh permohonan. Sikap ini merupakan pelanggaran terhadap hukum acara yang dibuat oleh MK sendiri, khususnya hal yang terkait dengan pembuk-
  • 39. Pos is i Kas us  25 tian, yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Secara substansi, pihak terkait terbagi dalam dua kelompok besar yaitu kelompok yang menolak permohonan dan kelom- pok yang sependapat dengan pemohon, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut: Menolak Permoho- Majelis Ulama Indonesia (MUI), nan Pimpinan Pusat (PP) Muham- madiyah, Pengurus Besar Nah- dlatul Ulama (PBNU), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Dewan Dak- wah Islamiyah Indonesia (DDII), Perwakilan Umat Buddha Indo- nesia (WALUBI), Persatuan Islam (Persis), Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP), Yayasan Irena Centre, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) It- tihadul Mubalighin, Badan Silatur- rahmi Ulama Pesantren se-Madura (BASSRA), Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Forum Umat Islam (FUI). Sependapat Dengan Persekutuan Gereja-Gereja Indo- Pemohon nesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Badan Kerjasama Organisasi Kepercayaan (BKOK), Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) dan Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) Revisi Forum Komunikasi Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI
  • 40. 26  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 Kelompok yang menolak permohonan berlandasan pada argumen bahwa kebebasan beragama tidak tanpa batas. UU Penodaan Agama bukan sebagai bentuk inter- vensi negara terhadap keberagamaan seseorang tetapi se- bagai jaminan perlindungan,41 UU Pencegahan Penodaan Agama tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pencabutan UU Pencegahan Penodaan Agama justru akan menimbulkan anarkhis, konflik dan kekacauan di dalam masyarakat.42 Sedangkan pihak yang mendukung permohonan me- nilai UU Penodaan Agama perlu dikritisi dalam soal fungsi dan isinya cenderung multitafsir dan dikhawatirkan akan ter- jadi intervensi negara yang terlalu jauh terhadap kehidupan beragama,43 UU Pencegahan Penodaan Agama tidak se- suai dengan ketentuan kebebasan beragama dan cenderung mengkriminalisasi ajaran agama yang menyimpang secara represif44 dan dijadikan alat pembenar perlakuan diskrimi- natif, kekerasan, dan penindasan terhadap golongan peme- luk agama minoritas termasuk masyarakat penghayat keper- cayaan.45 D. TEROR, INTIMIDASI, KEKERASAN DAN PENGERAHAN MASSA 1. Stigma PKI, Atheis dan Penganut Kebebasan Tanpa Batas Stigma atheis terhadap para pemohon dan kuasanya pertamakali dilontarkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi, sebelum per- sidangan dimulai. Hasyim menilai ada gerilya politik kaum ateis yang menuntut pencabutan UU Penodaan Agama.46 Selengkapnya Hasyim menyatakan: 41) PP Muhammadiyah 42) Matakin, Persatuan Islam (Persis), HTI 43) PGI 44) KWI 45) BKOK 46) “Hasyim: Waspadai Gerilya Kelompok Ateis.” Selasa, 16 Pebruari 2010, http://www.antaranews.com/berita/1266296609/hasyim-waspadai-gerilya-kelom- pok-ateis diakses terakhir 15 Oktober 2010
  • 41. Pos is i Kas us  27 “Belakangan ini, kelompok tersebut sedang mengganggu kerukunan umat beragama dengan `mengendarai` isu demokrasi dan HAM yang dinilainya over dosis karena menggambarkan penodaan agama sebagai kebebasan beragama, padahal tujuannya adalah kebebasan untuk tidak beragama,” …… ”Tidak ada yang untung dengan pencabutan tersebut, kecuali ateisme”. Pernyataan ketua organisasi massa islam terbesar tersebut dijadikan bingkai untuk menilai pemohonan uji ma- teri. Prejudice terhadap pemohon dan kuasa pemohon se- bagai “atheis”, “kafir”, “penganut kebebasan tanpa batas” mengemuka baik yang disampaikan di dalam persidangan, maupun melalui media massa. Misalkan Ketua MUI, Amid- han menyatakan “tidak ada tempat untuk yang tidak mau beragama karena tidak sesuai sila pertama Pancasila.”47 Se- dangkan Menteri Agama, Suryadharma Ali menyatakan “ke- bebasan beragama tanpa batas akan melahirkan kekacauan di dalam masyarakat, sehingga untuk menjamin keharmon- isan antar agama di tanah air perlu ada aturan agar tak saling bersinggungan”,48 pada acara-acara untuk meminta dukung- an berbagai pihak. Hal ini secara nyata terlihat dalam persidangan, ketika Ketua Komnas Perempuan Yunianti Chuzzifah menyampai- kan keterangannya. Ia mendapat perlakuan tidak mengenak- kan dari pengunjung sidang. Para pengunjung meneriaki Yuni dengan sebutan PKI. Mereka meneriakkan kata-kata tidak mengenakkan setelah mendengar pernyataan Yuni yang mendukung pencabutan UU No. 1/PNPS/1965 itu. Sebelum- nya, Yuni sempat menceritakan tentang kesulitan wanita di daerah Lombok dalam membuat KTP karena tidak mempu- 47) “Majelis Ulama Nilai Uji Materi Undang-Undang Penodaan Agama Keliru” Senin, 01 Februari 2010 http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/02/01/ brk,20100201-222560,id.html, diakses terakhir 15 Oktober 2010 48) http://www.solopos.com/2010/channel/nasional/menag-minta-nu-dukung-uu- penodaan-agama-17154
  • 42. 28  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 nyai agama yang sesuai dengan UU No.1 /PNPS/1965.49 Terhadap perlakuan yang menimpanya, Yuni me- nyampaikan perasaannya sebagai berikut : Saya merasakan betul, kekuatan massa sangat besar dan saya tidak tahu berapa jauh kekuatan hakim-hakim mah- kamah konstitusi untuk independen dalam memutuskan kasus ini. Saya diteriakin PKI…PKI…PKI.. hanya menye- but Ahmadiyah mereka langsung teriak setan...setan… setan ketika hanya ingin memperlihatkan fakta dampak pemberlakuaan undang-undang ini.50 Poster besar yang dipasang di halaman MK (www.suara-islam.com) 2. Teror dan Intimidasi Teror dan intimidasi menwarnai proses persidangan dan dialamatkan kepada pemohon, kuasa pemohon, saksi 49) “Ketua Komnas Perempuan Diteriaki PKI” Jum’at, 12 Maret 2010 http://news.okezone.com/read/2010/03/12/339/312013/ketua-komnas-perem- puan-diteriaki-pki, diakses terakhir 15 Oktober 2010 50) Notulensi Religious Freedom Advocacy Training,International Religious Freedom Consortium, Jakarta, Sabtu 17 April 2010, tidak dipublikasikan
  • 43. Pos is i Kas us  29 dan ahli yang mendukung pencabutan UU Penodaan Agama. Pada tanggal 12 Maret 2010, Ulil Abshar Abdalla, menda- patkan ancaman kekerasan dengan teriakan ”halal darah- nya” dan acaman “bunuh” di dalam ruang persidangan.51 Pemukulan dan penyerangan terhadap Ulil hampir terjadi di depan ruang sidang, seusai memberikan keterangan. Hal ini terekam dalam tulisan naratif Syafatun Nissa52 dalam account jejaring sosial Facebook miliknya dengan judul ”Teror”. TEROR I “Mbak, duduknya biasa aja..” Seorang petugas datang menghampiri dan menegur saya. “Ha?! Apa..?” Saya terbengong-bengong tak mengerti. “Duduk lu tu. Gak boleh cross leg,” kawan duduk di sebe- lah saya mencoba menjelaskan. “Duduknya, mbak. Kakinya biasa aja. Dah pake rok, duduknya begitu lagi,” petugas kembali mengingatkan saya. “Kenapa?” Saya bertanya balik. Kembali tak mengerti. Apa yang salah? Saya mengenakan rok selutut pagi itu. Dan merasa tak ada yang salah dengan gesture tubuh saya. Saya sengaja berdandan dengan sopan pagi itu. Mengenakan blus putih lengan panjang, rok hitam selutut, bersepatu, dan duduk manis mengikuti jalannya sidang :)... .............................................................................................. .......................................... 51) LBH Jakarta di Teror, http://politik.kompasiana.com/2010/03/17/lbh-jakarta-di- teror/ 52) Syafa’atun Aisya, Teror, http://www.facebook.com/home.php?#!/note. php?note_id=40623816578, diakses terakhir 15 Oktober 2010
  • 44. 30  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 II Sidang break untuk Shalat Jum’at. Palu di ketuk. Pekikan “Allahu akbar!” segera menggema. Saya bergegas turun dari balkon atas. Pengunjung di lantai bawah ramai. Pengunjung dengan atribut jubah dan sor- ban merangsek masuk ruang sidang. Peserta sidang keluar satu persatu. Keriuhan terjadi saat peserta sidang yang pro pencabutan UU mencoba keluar ruangan. “Kafir!” “Murtad!” “Bunuh aja. Halal darahnya.” “Copot aja jilbabnya. Islam apaan tu. Gak pantes!” Beberapa orang mengacung-acungkan tangan. Petugas keamanan gedung berusaha menenangkan. “Udah.. Udah.. Sholat jumat..” “Kalo mereka ma ketahuan gak sholat..” Teriakan terus bersahutan. Saya berada dalam keriuhan pe- muda-pemuda tanggung dengan urat leher yang mengeras. Kata-kata kotor berhamburan dengan mudahnya. Sempat merasa ngeri saya berusaha mencari gambar III Ulil sibuk menelpon atau ditelpon seseorang. Aura kece- masan meruap di ruang yang dikhususkan bagi para saksi ahli. “Pastikan Ulil bisa keluar dengan aman.” “Lewat belakang aja..” Beberapa kawan ikut sibuk mengatur strategi. “Bawa mobil, Mas?” “Gak. Pake taksi.” “Lewat belakang aja, Mas. Nanti kita kawal.” “Ok, Amanda mana?” Ulil bergegas pergi. Makanan dan minuman yang terhidang tak tersentuh. Makalah dan buku catatannya tertinggal. “Takut juga Ulil ya?” Saya bertanya naïf.
  • 45. Pos is i Kas us  31 “Gak punya basis massa sih..” Seorang kawan merespon pertanyaan saya. Guyon. “Mungkin juga ya,” Saya ikut tertawa. IV Hidup dalam teror. Bagaimana anda menjalanin- ya?............................................................. Saya bayangkan hidup menjadi Ulil. Dengan fatwa halal darahnya bagi orang-orang tertentu. Yang bisa tiba-tiba hilang nyawa di tangan orang tak dikenal. Dikeroyok ramai- ramai seperti maling kesiangan. Sementara, layaknya film- film India, aparat keamanan bertindak saat rumah telah hangus terbakar.................................................. Teror dan intimidasi terjadi pula ke kantor LBH Jakar- ta, yang menjadi sekretariat kuasa hukum pemohon. Sekel- ompok orang berbaju putih-putih dan bersorban melempari gedung LBH Jakarta dengan batu dan buah mengkudu, pada tanggal 12 Maret 2010. Di sini lain, selama proses persidang- an muncul intimidasi dan gangguan yang menyudutkan kua- sa hukum, para pemohon sangat keras dan tajam terdengar. Seperti ”Anam, Anak Namrud”, ”Profesor Bahlul”, ”Setan,” ”Jilbab Palsu” yang menganggu persidangan itu sendiri. Kuasa Hukum pemohon dalam siaran persnya menyayang- kan Hakim-Hakim di MK pasif dalam mengantisipasi intimi- dasi dan gangguan terhadap proses persidangan tersebut.53 Ancaman ”membunuh atau menyembelih” disampaikan pula oleh Ketua DPP Front Pembela Islam Habib Riziq didalam persidangan. Sebagai simbolnya FPI melakukan penyembe- lihan kambing di halaman Gedung MK.54 Padahal jika merujuk pada Pasal 40 ayat (2) UU MK Nomor 24/2003 yang menyatakan setiap orang yang hadir di 53) LBH Jakarta di Teror, http://politik.kompasiana.com/2010/03/17/lbh-jakarta-di- teror/ 54) Hasil pemantauan sidang uji materiil UU Penodaan Agama, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika, 2010, dokumen tidak dipublikasikan
  • 46. 32  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 dalam persidangan wajib mentaati tata tertib persidangan”. Pelanggaran terhadap tata tertib persidangan merupakan ”penghinaan terhadap MK (contempt of court)”. Dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b,g,h, dan i Peraturan MK No.19/2009 meng- atur bahwa pengunjung sidang dilarang: 1) membuat gaduh, 2) menghina para pihak/saksi/ahli, 3) mengajukan dukungan/ komentar terhadap ahli/saksi, 4) melakukan perbuatan yang dapat mengganggu persidangan, 5) merendahkan martabat Hakim MK atau kewibawaan MK, atau 6) memberikan ungka- pan berupa ancaman terhadap MK. Suasana didalam persidangan (www.mahkamahkonstitusi.go.id) 3. Kekerasan terhadap Ahli, Saksi, dan Kuasa Pemohon Kekerasan terhadap Ahli, Saksi, dan Kuasa Pemo- hon puncaknya terjadi pada sidang terakhir yaitu persidang- an tanggal 24 Maret 2010.55 Kondisi ini telah diawali dalam persidangan saat saksi Garin Nugroho menyatakan sebaik- nya undang-undang ini dicabut. Lontaran kata-kata mulai bermunculan “Kafir!!”, “Halal Darahnya!!”, dan “Bunuh!!”. 55) http://anbti.org/2010/03/hari-terakhir-persidangan-mahkamah-konstitusi-me- ngenai-uu-penodaan-agama/
  • 47. Pos is i Kas us  33 Pada saat istirahat makan siang terjadi keributan di kantin MK. Anggota FPI, LPI, KLI, dan GARIS mengerubung di de- pan ruangan kantin. Nurkholis Hidayat, dan Uli Parulian Pa- rulian mendapatkan kekerasan berupa injakan, tendangan dan cengkraman di leher dan pertanyaan-pertanyaan terkait agama yang dianut dengan nada mengancam. Suasana menjadi gaduh, Sidiq dari LBH Jakarta dan Novel dari PGI merekam peristiwa tersebut, hal ini mem- buat anggota FPI marah. FPI mengarah kepada Sidik, dan mengambil paksa kamera dan memintanya untuk hapus. Sidik dikepung, didorong dan di pukul dari belakang, hal sama terjadi pada Novel. Peristiwa ini terhenti setelah para kuasa pemohon mundur ke dalam kantin, dan petugas MK mengunci pintu menuju kantin MK. Sementara Garin Nu- groho ketika keluar gedung MK, mobil yang digunakannya dipukul dan dihentak-hentak. Tidak diketahui kelanjutan pe- nanganan oleh Polisi pasca pelaporan yang dilakukan oleh LBH Jakarta. Suasana Aksi di luar Gedung MK (www.suara-islam.com)
  • 48. 34  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 4. Mobilisasi dan Tekanan Massa Demontrasi para pendukung kelompok yang meng- inginkan UU Penodaan Agama dipertahankan, berlangsung selama persidangan. Menurut hasil pemantauan Aliansi Na- sional Bhineka Tunggal Ika, massa yang dikerahkan paling banyak berjumlah 500 orang. Elemen pendukung diantaran- nya berasal dari Front Pembela Islam (FPI), Laskar Pembela Islam(FPI), Gerakan Reformasi Islam (GARIS), Partai Bulan Bintang (PBB), Fakultas Ekonomi Universitas Islam Jakarta.56 Pada persidangan pertama, diketahui bahwa massa berasal dari luar kota Jakarta. Mereka mendapatkan informasi bahwa persidangan yang digelar adalah pembacaan putusan ha- kim. Sumber: www.okezone.com 56) Hasil pemantauan siding uji materiil UU Penodaan Agama, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika, 2010, dokumen tidak dipublikasikan
  • 49. Pos is i Kas us  35 Massa, umumnya datang sekitar jam 08.00, sebagian berkumpul di lobby dan memenuhi balkon pengunjung sidang, sedangkan sisanya mengelar aksi di halaman MK. Massa yang berada di halaman berbaris untuk mendengarkan orasi. Orasi umumnya berisi propaganda seperti tuduhan-tuduhan ”Antek Amerika”, “Yahudi”, “Perusak Akidah”, termasuk pe- nolakan terhadap Ahmadiyah. Para demonstran menganggap gugatan diajukan oleh AKKBB. Terdapat 2 (dua) shift massa yaitu pada sidang jam 10.00–12.00 massa berasal dari orang tua dan pemuda, sedangkan untuk sidang jam 14.00–15.15 berasal dari anak muda dan mahasiswa. Selain orasi, massa memasang spanduk besar bergambarkan Dawam Rahardjo, Musda Mulia, Asfinawati, Kyai Maman Imanul Haq, dan to- koh lain, sebagai orang yang dicari dan dianggap sebagai ”penjahat akidah”. Spanduk lain berisi ratusan nama yang dianggap sebagai kaum yang menodai islam.57 Selain massa pada level bawah, mobilisasi dilakukan pula oleh kalangan ulama. Badan Ulama Pesantren seluruh Madura dan Forum Ulama seluruh Madura, yang merupakan daerah asal Ketua Mahkamah Konstitusi, pada 23 Februari 2010 menemui Ketua MK. Menurut Mahfudz “Kunjungan para ulama ini hendak menyampaikan aspirasi kepada MK berkenaan dengan pengujian UU 1/1965 tentang Pencegah- an Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penod- aan Agama, red). Mereka pada intinya mengajukan semacam petisi agar UU Penodaan Agama tidak dicabut karena alasan tertentu.58 Padahal dalam Peraturan MK Nomor 02/PMK/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konsti- tusi, Pasal 3 Ayat (1) huruf d dinyatakan secara tegas: Dalam penyelesaian perkara, hakim konstitusi:59 57) Ibid 58) Mahfud: Putusan UU Penodaan Agama Adalah Putusan Hukum, Se- lasa, 23 Februari2010,http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website. BeritaNonSidangDetail&id=3744 59) Peraturan MK Nomor 02/PMK/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Kosntitusi
  • 50. 36  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 Menjaga jarak untuk tidak berhubungan langsung ataupun tidak langsung, baik dengan pihak yang berperkara mau- pun dengan pihak lain dan tidak mengadakan kolusi den- gan siapapun yang berkaitan atau dapat diduga berkaitan dengan perkara yang akan atau sedang ditangani, seh- ingga dapat mempengaruhi obyektivitas atau citra me- ngenai obyektivitas putusan yang akan dijatuhkan. Untuk mensiasati hal ini, Mahfudz menggelar jumpa pers dan menyatakannya sebagai ”silaturahmi”. Selanjutnya Ba- dan Ulama Pesantren se-Madura menjadi pihak terkait da- lam persidangan Uji Materi UU Penodaan Agama, walaupun sebelumnya tidak terdapat dalam daftar nama yang akan menjadi pihak terkait. Ketua MK, Moh. Mahfud MD saat memberikan keterangan pers bersama para ulama asal Madura (www.mahkamahkonstitusi.go.id) 5. Pernyataan Ketua MK Sebelum dan Sesudah Putusan Proses persidangan yang diwarnai demontrasi, teror, pengerahan massa dan kekerasan dari pihak yang menolak pencabutan UU Penodaan Agama telah menimbulkan kekha- watiran MK terpengaruh dalam pengambilan keputusan.
  • 51. Pos is i Kas us  37 Untuk meyakinkan banyak pihak akan keindependenannya, secara khusus Mahfudz MD mengeluarkan pernyataan sikap dalam website pribadinya pada tanggal 15 April 2010.60 Judicial review UU No. 1/PNPS/1965 yang lebih dikenal sebagai UU Pencegahan Penodaan Agama terhadap UUD 1945 akan segera diputus. MK menjadwalkan peng- ucapan vonis atas perkara tersebut akan dilakukan oleh sembilan hakim MK pada hari Senin tanggal 19 April 2010 jam 14.00. Terkait dengan itu sebagai Ketua MK saya me- nyampaikan: 1. MK memutus dengan independen, tak terpengaruh oleh tekanan atau opini publik yang berkembang di luar sidang-sidang MK. MK hanya mendasarkan diri pada ke- tentuan UUD 1945 dan fakta hukum yang muncul di per- sidangan. MK tak pernah bisa ditekan oleh kelompok apa pun dan dengan cara unjuk rasa yang bagaimanapun. 2. Putusan MK dibuat bukan berdasarkan pihak mana yang mendapat dukungan lebih banyak atau pihak mana yang tidak mendapat dukungan. Putusan yang didasar- kan berdasar besar/kecilnya dukungan itu adalah putu- san politik. MK hanya membuat putusan hukum yang dasarnya adalah logika konstitusi dan hukum. UUD 1945 telah mengatur dengan rinci dan ketat mengenai perlin- duangan HAM dan itulah tolok ukur utama dalam pem- buatan putusan MK. 3. Dalam membuat putusan MK juga tidak terikat pada pandangan-pandangan teoretis atau pendapat Ahli dan pengalaman di negara lain. Pandangan ahli, teori konsti- tusi, dan pengalaman negara lain hanya sebagai sumber pembanding dan bukan sumber penentu. Sumber pe- nentunya adalah UUD 1945 yang tafsir-tafsirnya memang bisa saja ditemukan dalam pendapat Ahli atau teori-teori. “Tapi pendapat ahli atau teori itu tak mengikat, sebab meskipun baik belum tentu dianut di dalam UUD 1945.” 4. Begitu juga MK tak membuat putusan berdasar ayat- ayat agama, melainkan berdasar ayat-ayat konstitusi yang berlaku di Indonesia. MK berprinsip bahwa hak dan ke- 60) http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BeritaDetail&id=162
  • 52. 38  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 bebasan beragama adalah hak azasi yang tak boleh di- ganggu atau saling mengganggu. 5. Dalam putusannya, MK akan menyajikan konstruksi hu- kum dan menganalisis setiap argumen yang diajukan oleh Pihak-pihak dan para Ahli yang dihadirkan dalam sidang. Dengan cara menjawab semua isu itu, saya yakin putu- san MK bisa dipahami dan dapat menyelesaikan pro dan kontra. Pernyataan yang diberikan 4 (empat) hari sebelum pembacaan putusan, dinilai sebagai gambaran putusan MK yang diberikan terhadap permohonan uji materiil. Sedang- kan pasca putusan, Mahfudz memberikan komentar sebagai reaksinya terhadap siaran pers dari tim kuasa hukum sebagai berikut,61 “Silahkan saja kalau mau mengadu ke DPR,”...“Jangan hanya ke DPR. Bisa ke LSM, bisa ke kampus-kampus, dan lebih afdhol minta eksaminasi ke Komisi Yudisial. Ka- lau mau ke Komisi HAM PBB juga bagus,”. “Bagi saya, yang berperkara di MK itu, termasuk yang ingin UU Penodaan Agama itu dipertahankan, tak kalah militansinya sebagai pejuang HAM.” “Kita tak boleh terjebak dalam kegenitan, bahwa kalau berani mempersoalkan itu lalu disebut tokoh HAM se- dang yang lainnya bukan. Itu genit yang kebablasan,” Dalam kode etik hakim konstitusi dinyatakan bah- wa hakim konstitusi ”Tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan di luar persidangan atas sesuatu perkara yang sedang ditanganinya mendahului putusan.” Komentar-ko- mentar Ketua MK atas putusan yang dihasilkannya terjadi pula dalam kasus uji materi tentang jaksa agung yang me- 61) MK Dituding Manipulasi Fakta Persidangan UU Penodaan Agama, Jumat, 23 April 2010, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4bd14fbb6604f/mk-dituding-manipu- lasi-fakta-persidangan, diakses terakhir 15 Oktober 2010
  • 53. Pos is i Kas us  39 nimbulkan polemik dan permintaan agar Mahfudz menghen- tikan komentar-komentarnya. 62 E. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1. Alasan-Alasan Penolakan Permohonan Setelah melalui proses persidangan maraton selama 3 bulan, MK memutuskan menolak keseluruhan permohonan JR UU Penodaan Agama. MK menarik kesimpulan bahwa dalil-dalil yang diajukan pemohon, baik dalam pengujian formil maupun materiil, tidak beralasan hukum. Hal ini di- dasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan sebagai beri- kut : • Perspektif Ke-Indonesia-an terhadap Kebebasan Beragama. MK berpendapat bahwa terhadap kebe- basan beragama dalam pasal-pasal UU penodaan agama harus dilihat dari perspektif ke-Indonesia-an. Penghormatan Negara Indonesia atas berbagai kon- vensi serta perangkat hukum internasional termasuk hak asasi manusia haruslah tetap berdasarkan pada falsafah dan konstitusi Negara Kesatuan Republik In- donesia. Sehingga kekhasan sistem ketatanegaraan Indonesia tidak harus sama dengan rechtstaat, rule of law, individualisme, maupun komunalisme. • Pembatasan kebebasan beragama berdasar- kan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. MK menegaskan jaminan konstitusional kebebasan beragama oleh Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Instrumen hukum internasional dalam menjamin kebebasan beragama seperti Pasal 18 DUHAM, Pasal 18 ICCPR yang telah diadopsi/ ratifikasi dalam UU 39/1999 tentang HAM serta UU No.12/2005 tentang Ratifikasi ICCPR. Sedangkan Pembatasan kebebasan beragama berdasarkan 62) Mahfud Diminta Berhenti Komentari Putusan MK Soal Jaksa Agung Sabtu, 25/09/2010, http://www.detiknews.com/commenturut/2010/09/25/012245/1448039/10/10|2/mah- fud-diminta-berhenti-komentari-putusan-mk-soal-jaksa-agung, diakses terakhir 15 Ok- tober 2010
  • 54. 40  B u kan Jal an Teng ah: Hasil Ek sa m ina si Publik Putusa n M K Pe riha l Pe ngujia n UU No. 1/ P N P S/ 1965 Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. • Forum Internum tidak mutlak dan negara da- pat menentukan tafsir yang benar. Kebebasan penafsiran terhadap agama sebagai domain forum internum tidak mutlak atau absolut namun tetap ber- pedoman pada kaidah atau metodologi yang benar berdasarkan kitab suci dan pemuka agamanya. Pe- nentuan atas tafsir mana yang benar terhadap suatu agama dapat dilakukan oleh negara. Fungsi negara tersebut dilakukan oleh Departemen Agama melalui kesepakatan dari pihak internal agama. • UU tidak diskriminatif. Pembatasan pengakuan terhadap 6 (enam) agama di Indonesia (Islam, Kris- ten, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu Cu) tidak dis- kriminatif, karena merupakan kenyataan sosiologis. Kata “dibiarkan” dalam Penjelasan Pasal 1 Paragraf 3 UU No.1/PNPS/1965 memberikan ruang tumbuh- berkembang semua agama dan termasuk Keper- cayaan terhadap Yang Maha Esa. Praktik diskriminasi yang dialami oleh masyarakat penganut kepercayaan adalah bentuk dari kesalahan penerapan norma dalam hukum administrasi dan bukan merupakan permasalahan pertentangan norma UU Penodaan Agama terhadap UUD 1945. • Penyaluran aliran kebatinan kedalam salah satu agama dibenarkan. Khusus penyaluran badan dan aliran kebatinan ke arah pandangan yang sehat dan ke arah Ketuhanan YME oleh Pemerintah benar adanya dalam konteks menghilangkan praktik-praktik biad- ab oleh badan atau aliran kebatinan pada waktu dan upacara tertentu. • Tokoh (ulama) yang mempunyai otoritas penaf- siran atas agamanya. • UU diperlukan dan tidak bertentangan dengan perlindungan HAM. UU Penodaan Agama bukan UU tentang kebebasan beragama sebagai HAM melainkan UU tentang larangan penodaan terhadap